14
PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- COOLING BLANKET DENGAN PARASETAMOL-COOLING BLANKET DALAM MENURUNKAN DEMAM PASIEN CEDERA KEPALA COMPARISON OF COMBINATION EFFECT OF METAMIZOL - COOLING BLANKET WITH PARACETAMOL - COOLING BLANKET IN LOWERING FEVER ON HEAD INJURY PATIENTS Ivandri, 1 Syafri K Arif, 1 Muh Ramli A, 1 Ilhamjaya Patellongi 2 1 Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manjemen Nyeri Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. 2 Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Alamat Korespondensi: dr Ivandri Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar HP: 085260067676 Email: [email protected]

PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

  • Upload
    ngonhan

  • View
    223

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- COOLING BLANKET DENGAN PARASETAMOL-COOLING BLANKET DALAM

MENURUNKAN DEMAM PASIEN CEDERA KEPALA

COMPARISON OF COMBINATION EFFECT OF METAMIZOL - COOLING BLANKET WITH PARACETAMOL - COOLING BLANKET IN LOWERING

FEVER ON HEAD INJURY PATIENTS

Ivandri,1 Syafri K Arif,1 Muh Ramli A,1 Ilhamjaya Patellongi2

1Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manjemen Nyeri

Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. 2Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Alamat Korespondensi: dr Ivandri Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar HP: 085260067676 Email: [email protected]

Page 2: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Abstrak Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok dewasa muda, juga memiliki angka perawatan ICU lama sehingga beresiko terjadinya demam.Penelitian ini bertujuan membandingkan efek metamizol intravena dan parasetamol intravena yang dikombinasikan dengan cooling blanket dalam menurunkan suhu tubuh pada pasien cedera kepala dengan demam. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal, mengikutsertakan 40 pasien cedera kepala dengan demam, di bagi dalam 2 kelompok. Kelompok MC (n=20) memperoleh metamizol IV 15 mg/kgBB, sedangkan kelompok PC (n=20) memperoleh parasetamol IV 15 mg/kgBB, secara bersamaan kedua kelompok juga memperoleh kombinasi cooling blanket 10 0C < 3 jam, dan dihentikan bila suhu target tercapai (36-37 0C). Dilakukan pengukuran suhu, TAR, dan pencatatan frekwensi kejadian efek samping berupa shivering, hipotensi, mual dan muntah setiap 30 menit selama 8 jam. Hasil penelitian Menunjukkan bahwa suhu tubuh berbeda bermakna pada kedua kelompok dimana suhu pada kelompok MC selalu lebih rendah dibandingkan kelompok PC dimulai jam ke-1 sampai jam ke-8 setelah pemberian obat. Efek samping berupa kejadian shivering secara signifikan ditemukan pada kedua kelompok (MC=75 %; PC=70 %), penurunan TAR setelah pemberian obat terjadi ada kedua kelompok, tetapi kejadian hipotensi hanya ditemukan pada kelompok MC sebanyak 1 pasien (5%), tidak ditemukan kejadian mual dan muntah. Semua kejadian efek samping diantara dua kelompok tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p=0,500). Kami menyimpulkan bahwa kombinasi metamizol intravena dan cooling blanket dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat dibandingkan kombinasi parasetamol intravena dan cooling blanket, dengan efek samping yang relatif sama. Kata kunci : metamizol, parasetamol, cooling blanket, cedera kepala, demam. Abstract The incidence of head injury is still very high, especially in the young adult group, also has a number of long ICU care, so risk the occurrence of fever The research aimed at comparing the effectiveness of the intravenous metamizol and the intravenous paracetamol which were combined with the cooling blanket in lowing the body temperature on the head injuries patients with the fever.This was a single-blind randomized clinical experiment, involving 40 head injury patients with the fever. They were divided into two groups. The MC group (n=20) obtained the metamizol IV 15 mg/kgBW, whereas the PC group (n=20) obtained paracetamol IV 15 mg/kgBW, simultaneously both groups also got the combination of cooling blanket of 10 0C <3 hours, and it was stopped if the target temperature was achieved (36 - 37 0C). The measurements of the temperature, MAP, and the recording of the incidence frequency of the side effects in the forms of shivering, hypotension, nausea and vomiting in every 30 minutes for 8 hours were carried out. The research result indicates that the body temperature significantly different on both groups, in which the MC group is always lower than the PC group starting from the first hour up to the eighth hours after the drug administration. The side effects in the form of shivering in significantly found on both groups (MC=75%, PC=70%), MAP decrease after the drug administration occurred on both groups, however, the hypotension incidence is only found on the MC group, i.e 1 (5%) patient, it is found the incidents of nausea and vomiting. It is no found the significant difference of all the side effect incidents between both groups (p=0,500). The study concluded combination of metamizol intravenous and cooling blanket can lowering body temperature more quickly than a combination of paracetamol intravenous and cooling blanket, with a relatively similar side effects. Key-words: metamizol, paracetamol, cooling blanket, head injury, fever.

Page 3: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

PENDAHULUAN

Trauma adalah penyebab utama kematian pada dewasa muda, dan hampir

separuh dari jumlah kematian yang berhubungan dengan trauma disebabkan oleh

cedera kepala (Aminoff, 2009).

Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok

usia produktif antara 15 - 44 tahun. 48% - 53% disebakan oleh kecelakaan lalu

lintas, 20% - 28 % karena jatuh dan 3% - 9% lainnya disebabkan tindak

kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi (Turner, 1996). Di negara berkembang

seperti Indonesia, kecelakaan yang berakibat cedera kepala memiliki angka yang

cukup tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya. Kejadian cedera kepala juga

menjadi salah satu penyebab angka kematian tinggi pada kelompok umur dewasa

muda, setelah gangguan jantung dan keganasan (Akbar, 2011).

Beberapa efek fisiologis sistemik dapat terjadi sebagai akibat dari cedera

otak primer sehingga dapat menyebabkan perburukan dari cedera syaraf. Efek-

efek ini termasuk hipoksia, hipotensi, hipertensi, hiperkarbi, anemia,

hipoglikemia, gangguan elektrolit dan hipertermia/demam. Hipertermi sering

berhubungan dengan infeksi, reaksi obat atau defek pada sistem termoregulator.

Hipertermia dapat memperburuk cedera iskemik neuronal sehingga menyebabkan

cedera otak sekunder (Bisri, 2012).

Demam sangat umum terjadi pada pasien cedera kepala. Risiko demam

meningkat sebanding dengan lamanya perawatan di Intensive Care Unit (ICU).

Semua pasien neurologis yang dirawat di ICU hanya sedikit dirawat kurang dari

24 jam dan 93% lagi tinggal di ICU lebih dari 14 hari. (Hoedemaekers, 2007).

Lebih dari 80% pasien cedera kepala yang sakit kritis mengalami peningkatan

suhu otak > 38 OC dalam tiga hari pertama setelah cedera. Beberapa studi yang

mengamati pasien kritis dengan cedera neurologis menunjukkan bahwa suhu

tubuh yang tinggi, secara lansung berkaitan dengan lamanya perawatan di ICU

dan peningkatan angka kematian (Young dkk., 2011).

Suhu tubuh harus dikendalikan pada semua pasien, tetapi hal ini menjadi

lebih khusus pada pasien cedera kepala dan pasien paska bedah saraf. Adanya

Page 4: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

peningkatan suhu dapat meningkatkan laju metabolisme otak yang akan

menyebabkan ketidak-seimbangan kebutuhan dan pasokan oksigen ke otak.

Hipertermia dapat meningkatkan pemakaian ATP dimana oksigen dan glukosa

memegang peranan penting dalam sintesanya, sehingga saat terjadi periode total

iskemik, otak hanya dapat mentolerirnya dalam waktu sangat terbatas. Perubahan

suhu inti (core temperature) sebesar 1 oC akan menyebabkan perubahan aliran

darah otak sebesar 5%, yang berakibat peningkatan volume darah otak dan

peningkatan tekanan intra kranial. Berdasarkan hal tersebut maka setiap usaha

harus dilakukan untuk mencegah kenaikan suhu tubuh, tetapi bila telah terjadi

maka harus segera diterapi secara agresif untuk mencegah cedera otak sekunder

dan perburukan outcome, serta mengurangi masa perawatan dan dapat menekan

biaya perawatan serendah mungkin. Untuk itu dibutuhkan metode pengontrolan

suhu yang efektif dengan efek samping minimal. (Bisri, 2012)

Sampai saat ini masih sedikit diketahui tentang metode pengontrolan suhu

yang optimal. Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Untuk dapat diterapkan pada pasien dalam jumlah yang lebih besar, maka metode

pengontrolan suhu yang optimal harus memiliki proses pendinginan dapat dicapai

dengan mudah, terkontrol, minimal invasif dan prosedurnya dapat ditoleransi

dengan baik, efek samping minimal serta biayanya murah (Hoedemaekers, 2007).

Penelitian ini ingin menilai perbandingan efek metamizol intravena dan

parasetamol intravena yang keduannya dikombinasikan dengan cooling blanket

dalam menurunkan suhu tubuh pada pasien cedera kepala dengan demam.

BAHAN DAN METODE

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian uji klinis acak tersamar

tunggal.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

Page 5: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh pasien cedera kepala dengan demam yang dirawat

di ICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Sampel sebanyak 44 orang, dipilih

dengan cara consecutive sampling yang telah memenuhi kiriteria inklusi yaitu ada

persetujuan dokter primer yang merawat, pasien mengalami kenaikan suhu

membran timpani > 38°C dan < 40°C, tidak menerima terapi obatan yang

mempengaruhi suhu tubuh dan hemodinamik < 16 jam, usia 16 - 65 tahun, indek

masa tubuh normal (18,50 - 24,99 m2), status volume tubuh cukup (CVP 8-12

mmHg) dan keluarga pasien bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini dengan

menandatangani informed consent yang telah dikeluarkan oleh Komite Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Metode Pengumpulan Data

Pasien yang masuk kriteria insklusi, dilakukan ramdomisasi dan keluarga

pasien diberikan penjelasan perihal penelitian. Setelah disetujui keluarga dan

sebelum dilakukan pemberian obat yang akan diteliti, dilakukan pengukuran dan

pemantauan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata,

dan suhu di membran timpani pada sampel penelitian. Pembantu peneliti

melakukan prosedur pemberian obat di ruang ICU, suhu ruang diatur 24±20C.

Pasien Kelompok MC diberikan metamizol 15 mg/kg berat badan secara intravena

dan pasien kelompok PC diberikan paracetamol 15 mg/kg berat badan secara

Intravena dengan cara drip infusion selama 15 menit dan selanjutnya diikuti

dengan peberian cooling blanket pada kedua kelompok. Suhu pada cooling

blanket diatur secara manual pada suhu 10 0C dan dihentikan bila sampai suhu

target tercapai (36 – 370C) atau pemakaiannya ≥ 3 jam. Pemantuan dilakukan

tiap 30 menit hingga 8 jam dimulai dari saat pemberian metamizol/parasetamol

intravena, pemantauan dilakukan terhadap suhu, tekanan darah sistolik, tekanan

darah diastolik, tekanan arteri rerata serta kejadian menggigil, kejadian hipotensi

dan kejadian mual dan/atau muntah. Pengamatan dilakukan oleh pembantu

peneliti yang sudah dijelaskan tentang prosedur penelitian. Hasil pengamatan

dicatat dalam lembar pengamatan yang telah disiapkan.

Page 6: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan softwere SPSS for windows 17.0.

Normalitas data dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk, dan untuk menilai

perbandingan variabel numerik 2 kelompok dilakukan uji-T tidak berpasangan

bila distribusi data normal dan uji Mann-Whitney bila distribusi tidak normal.

Penilaian hubungan antar variabel katagorik dilakukan uji Pearson Chi-square dan

bila tidak memenuhi syarat sebagai alternatif dilakukan uji Fisher. Data

dinyatakan sebagai rata-rata (mean), standar deviasi (SD), persentasi (%), dan

minimum-maksimum (min-max). Nilai P< 0,05 diterima sebagai statistik yang

bermakna.

HASIL

Selama periode September - November 2012 didapatkan 44 pasien cedera

kepala dengan demam yang memenuhi kriteria penelitian. Selama pengamatan

pada 44 pasien dari kedua kelompok tersebut, 4 pasien (2 pasien dari masing-

masing kelompok) dinyatakan droup out (10 %) karena suhu target (36-37 0C)

tidak tercapai setelah pemakaian cooling blanket lebih dari tiga jam.

Karakteristik Sampel

Tabel 1 memperlihatkan karakteristik sampel penelitian pada kedua

kelompok berupa umur, jenis kelamin, IMT, TAR, CVP, hitung leukosit, suhu

ruangan pengamatan, suhu tubuh sample pada awal pengukuran dan jenis

antibiotik. Tidak ditemukan perbedaan bermakna dari data demografi pada kedua

kelompok penelitian. Sehingga karakteristik sampel penelitian dinyatakan

homogen secara statistik.

Variasi Suhu Membran Timpani

Pada Grafik 1 memperlihatkan hasil penelitian terhadap variasi suhu

membran timpani pada kedua kelompok yang menunjukkan bahwa selama waktu

pengamatan suhu membran timpani berbeda bermakna (p<0,05) pada kedua

kelompok dimulai pada waktu pengamatan menit ke-60 (jam ke-1) sampai

dengan menit ke-480 (jam ke-2). Keadaan suhu membrana timpani selalu lebih

Page 7: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

rendah pada kelompok MC dibandingkan kelompok PC pada hampir semua waktu

pengamatan kecuali pada menit pertama pengamatan.

Variasi Tekanan Arteri Rerata (TAR)

Pada Grafik 2 digambarkan variasi TAR pada kedua kelompok, yang

menunjukkan bahwa selama waktu pengamatan dimulai dari menit ke-0 sampai

menit ke-480 ditemukan terjadinya penurunan nilai rerata TAR pada kedua

kelompok dibandingkan dengan nilai awal setelah pemberian obat, namun tidak

ada perbedaan bermakna secara statistik antara kedua kelompok (p=>0,05),

kecuali menit ke-120 ditemukan perbedaan bermakna secara statistik (p=0,017)

yaitu kelompok MC 86,6 ± 4,9 mmHg dan kelompok PC 82,5 ± 5,7 mmHg.

Insiden Efek Samping

Tabel 2 memperlihatkan kejadian efek samping pada kedua kelompok,

dimana tidak ditemukan insiden efek samping berupa mual dan muntah.

Ditemukan kejadian hipotensi berupa penurunan TAR > 25% dari tekanan darah

basal pada kelompok MC sebanyak 1 dari 20 sampel (5%). Ditemukan juga

kejadian shivering secara signifikan pada kedua kelompok yaitu kelompok MC 15

sampel (75%) dan kelompok PC 14 sample (70%). Perbedaan semua kejadian

efek samping pada kedua kelompok dinyatakan tidak bermakna secara statistik

(p=0,5).

Waktu Penggunaan Cooling Blanket

Tabel 3 mengambarkan waktu penggunaan cooling blanket kedua

kelompok yang menunjukkan bahwa waktu penggunaan cooling blanket yang

dihitung mulai dari saat pertama pemberian obat, secara statistik berbeda

bermakna (p=0,018) pada kedua kelompok yaitu kelompok MC 106 ± 29,9 menit

dan kelompok PC 129 ± 27,7 menit.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menemukan bahwa selama waktu pengamatan suhu

membran timpani berbeda bermakna (p<0,05) pada kedua kelompok yaitu dimulai

pada waktu pengamatan menit ke-60 sampai dengan menit ke-480. Dimana suhu

membrana timpani pada kelompok kombinasi metamizol intravena dan cooling

Page 8: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

blanket selalu lebih rendah pada hampir semua waktu pengamatan kecuali pada

menit pertama pengamatan.

Hasil pengamatan ini sejalan dengan penelitian terdahulu, yang dilakukan

pada pasien pediatrik, membandingkan efek antipiretik antara metamizol dan

parasetamol dengan dosis yang sama yaitu 13,2-22,3 mg/kgBB. Hasil penelitian

tersebut menyatakan metamizol lebih unggul pada 1,5 jam sampai 6 jam setelah

pemberian obat (Rajeshwari, 1997).

Demikian pula pada penelitian lain yang dilakukan oleh, membandingkan

efisiensi antipiretik intravena infus pada penderita kanker: diklofenak (75 mg),

metamizol (2500 mg dan 1000 mg) dan parasetamol (2000 mg dan 1000 mg).

Penelitian menyipulkan bahwa semua obat studi memiliki efek antipiretik yang

signifikan. Namun, metamizol 2500 mg dianggap sebagai yang paling efektif,

sementara parasetamol 1000 mg menunjukkan khasiat antipiretik terendah

(Oborilová dkk., 2003).

Seperti obat-obatan lainnya metamizol dan parasetamol juga memiliki efek

samping. Dari beberapa literatur disebutkan bahwa efek samping yang mungkin

terjadi adalah hipotensi, mual dan muntah (< 1/100 individu). Sedangkan efek

samping lainnya yang jarang terjadi adalah reaksi hipersensitiviatas (< 1/1.000

individu), dan yang sangat jarang terjadi adalah trombositopenia, leukositosis,

agranulositosis, serta pembesaran hati (< 1/10.000 individu) (Żukowski dkk.,

2009).

Penelitian ini juga menunjukkan dari hasil pengamatan terhadap variasi

TAR pada kedua kelompok ditemukan terjadinya penurunan TAR dari nilai awal

setelah pemberian obat, namun tidak ada perbedaan yang bermakna secara

statistik diantara kedua kelompok (p=>0,05), kecuali pada menit ke-120

ditemukan perbedaan bermakna secara statistik (p=0,017). Kejadian hipotensi

berupa penurunan TAR > 25 % dari tekanan darah basal ditemukankan pada

kelompok kombinasi metamizol intravena dan cooling blanket yaitu sebanyak 1

dari 20 sampel (5%). TAR tertinggi selama pengamatan adalah 118 mmHg dan

terendah 62 mmHg, dimana keduanya masih dalam batas autoregulasi otak (50-

150 mmHg).

Page 9: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Cruz dkk. (2002), membandingkan efek pemberian metamizol dan parasetamol

intravena dengan dosis 2 gram sebagai antipiretik dan efeknya terhadap perubahan

hemodinamik pada pasien kritis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keduanya

merupakan antipiretik yang efektif pada dosis yang diuji. Namun, pada kedua

kelompok terjadi penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan TAR dari nilai

baseline setelah pemberian obat. Insiden hipotensi dialami 13% pasien dalam

kelompok metamizol dan 6,67% pada kelompok parasetamol. Tidak ada

perbedaan yang signifikan secara statistik terhadap variabel hemodinamik diantara

keduanya selama pengukuran.

Ada beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan mengenai penurunan

TAR dan terjadinnya insiden hipotensi pada pasien dalam penelitian ini, yaitu

kemungkinan diakibatkan karena efek antipiretik dari metamizol dan parasetamol.

Demam secara umum terjadi akibat adanya pirogen yang secara langsung

mengubah set point menjadi lebih. Perubahan set point kembali normal apabila

terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau sistesis PGE-2 yang dihambat dengan

pemberian antipiretik. Akibat turunnya set point menyebabkan timbul perbedaan

dengan level aktual, sehingga tubuh berusaha untuk menurunkan suhu sampai

mendekati level baru dari set point dengan cara melepaskan panas. Pelepasan

panas menyebabkan suhu kembali normal yang diawali dengan vasodilatasi dan

berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut

simpatis. Terjadinya vasodilatasi dan berkeringat akan menyebabkan penurunan

sistemik vaskular resisten serta kardiak indeks yang akhirnya dapat menyebabkan

terjadinya penurunan tekanan darah dan hipotensi (Silbernargi, 2008).

Cooling blanket sebagai salah satu alat yang sering digunakan dalam

penanganan demam dengan metode water-circulating surface cooling juga

mempunyai efek samping tersendiri yaitu induksi shivering, hipermetabolisme,

aktivasi simpatik, serta untuk pemakaian yang berkepanjangan dan intensif

beresiko terjadinya lesi pada kulit dan dekubitus serta dapat mencetuskan

peneumonia (Polderman dkk., 2009)

Page 10: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Penelitian juga menemukan kejadian shivering secara signifikan pada

kedua kelompok saat pemberian cooling blangket yaitu kelompok kobinasi

metamizol intravena dan cooling blanket sebanyak 15 sampel (75%) dan

kelompok kombinasi parasetamol intravena dan cooling blanket sebanyak 14

sample (70%). Tetapi secara statistik tidak ada perbedaan bermakna (p=0,5)

antara dua kelompok.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain, yang membandingkan

efektivitas water-circulating surface cooling (menggunakan cooling blanket)

dengan Arctic Sun Temperature Management System dalam menangani demam

pada pasien di unit perawatan neuro-intensif. Penelitian mendapatkan hubungan

yang signifikan antara shivering dan penggunaan cooling blanket (Mayer, 2004).

Efek samping berupa insiden shivering yang terjadi pada pasien dalam

penelitian ini mungkin terjadi disebabkan oleh penggunaan cooling blanket

dengan laju pendinginan ~1,5 0C/jam yang dapat menyebabkan terjadinya

perubahan suhu ekternal yang ekstrim. Sebagai akibat dari kehilangan panas yang

signifikan tersebut, maka maka level aktual akan turun dengan cepat lebih rendah

dibandingkan dengan set poin, sehingga termoregulasi menjadi terganggu

sehingga tubuh berusaha untuk mempertahankan suhu inti (core temperature)

kembali mendekati set point dengan cara memproduksi panas dengan

menimbulkan kontraksi otot-otot involunter atau disebut shivering (Silbernargi,

2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Kami menyimpulkan bahwa kombinasi metamizol intravena dan cooling

blanket dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat pada pasien cedera kepala

dengan demam dibandingkan kombinasi parasetamol intravena dan cooling

blanket, tetapi keduanya memiliki efek samping berupa shivering dan penurunan

TAR. Disarankan perlu penelitian lebih lanjut pada penggunaan cooling blanket

dengan beberapa tingkatan pengaturan suhu untuk menemukan tingkat kecapatan

induksi suhu tubuh yang optimal dengan efek samping shivering yang minimal.

Page 11: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Tabel 1. Karakteristik sampel

Variabel Kelompok MC

(n=20) Kelompok PC

(n=20) Kemak-

naan

Umur (tahun)1 31,6 ± 14,83 31,1 ± 14,82 0,907

Jenis kelamin 2

Laki-laki / Perempuan

17/3

16/4

0,500

IMT (kg/m2)1 22,3 ± 1,2 22,1 ± 1,6 0,695

TAR (mmHg)1 96,2 ± 7,8 95,1 ± 9,3 0,687

CVP (mmHg)1 9,2 ± 0,95 8,9 ± 0,99 0,423

Hitung leukosit1 14.751 ± 3866 14.237 ± 3655 0,668

Suhu ruang (0C)1 22,9 ± 0,8 22,7 ± 0,7 0,543

Suhu tubuh pada awal

pengukuran (0C)1 38,8 ± 0,3 38,7 ± 0,4 0,544

Jenis antibiotik 3

Meropenem / Ceftriaxon

11/10

9/10

0,752

1 : Uji T tidak berpasangan 2: Uji Fisher’s Exect 3 : Uji Pearson Chi-Square. p<0,05 dinyatakan bermakna

Page 12: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Tabel 2 . Insiden efek samping pada kedua kelompok.

Variabel Kelompok

MC (n=20)

% Kelompok

PC (n=20)

% Kemak-

naan

Hipotensi (ada/tidak)1 1/19 5 0/20 0 0,500

Menggigil/shivering (ada/tidak)2 15/5 75 14/6 70 0,500

Mual (ada/tidak) 0/20 0 0/20 0 -

Muntah (ada/tidak) 0/20 0 0/20 0 -

1 : Uji Fisher’s Exect 2 : Uji Pearson Chi-Square p<0,05 dinyatakan bermakna

Tabel 3. Waktu penggunaan cooling blanket pada kedua kelompok

Variabel Kelompok MC

(n=20) Kelompok PC

(n=20) Kemak-

naan

Waktu pengunaaan cooling

blanket (menit) 106 ± 29,9 129 ± 27,7 0,018

Uji T tidak berpasangan p<0,05 dinyatakan bermakna

Page 13: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

DAFTAR PUSTAKA Akbar, M. (2011). Aspek gawat darurat neurologi. Tinjauan khusus: Neurology

Department University of Hasanuddin. American College of Surgeon Committee on Trauma. (2004). Cedera kepala:

advanced trauma life support for doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI.

Aminoff, M.J. (2009). Current medical diagnosis & treatment 2009. In: Lewrence M, editor. Nervous system disorders. 48 th ed. New York (NY): Mcgraw-Hill Companies.

Axelrod, P. (2000). External cooling in the management of fever. Clinical Infectious Diseases;31(Suppl 5):S224–9.

Bell, D. and Adan, J.P. (2010). The secondary management of traumatic brain injury. In: Adan JP, editor. Neurocritical care. London: Springer; p. 21-22.

Bisri, T. (2008). Dasar-dasar neuroanestesi. Bandung: Saga Olahcitra. Bisri, T. (2012). Penanganan neuroanestesia dan critical care cedera otak

traumatik. 3th ed. Bandung: Saga Olahcitra. Chun, L.J., Tong, M.J. and Bussutil, R.W. (2009). Acetaminophen hepatotoxicity

and acute liver failure. J Clin Gastroenterology;43:342-349. Clifton, G.L., et.al. (2001) Lack of effect of induction of hypothermia after acute

brain injury. N Eng J M;344:556-563. Cruz, P., Garutti, I., Díaz, S. and Fernández-Quero, L. (2002). Metamizol versus

pracetamol: comparative study of the hemodynamic and antipyretic effects in critically ill patients. Rev Esp Anestesiol Reanim; 49(8):391-6.

Doyle, P.W. and Gupta, A.K. (2000). Mechanisms of injury and cerebral protection. In: Textbook of neuro-anaesthesia and critical care. London: Greenwich Medical Media Ltd.

Erecinska, M., Thoresen, M. And Silver, I.A. (2003). Effects of hypothermia on energy metabolism in mammalian central nervous system. Journal of Cerebral Blood Flow & Metabolism;23:513–530.

Faunci, A.S., et.al. (2011) Harrison's principles of internal medicine. (18th ed). New York: McGraw-Hill; p.4012.

Gupta, A.K., et.al. (2008). Effect of hypothermia on brain tissue oxygenation in patients with severe head injury. BJA:88 (2):188-92.

Hoedemaekers, C.W., et.al. (2007). Comparison of cooling methods to induce and maintain normo and hypothermia in intensive care unit patients: a prospective intervention study. Crit Care Med;11:91-92.

Kiekas, P., Brokalaki, H., Theodorakopoulou, G. and Baltopoulos, G.I. (1988). Physical Antipyresis in critically ill adult. AJN;108(7):40-49.

Malvar, C.D., et.al. (2011). The antipyretic effect of dipyrone is unrelated to inhibition of PGE2 synthesis in the hypothalamus. BJP;162:1401–1409.

Morgan, S.P. (1990). A comparison of three methods of managing fever in the neurologic patient. J Neurosci Nurs ;22(1):19-24.

Marik, P.E. (2002). Fever in the ICU. Chest;117:855-869.

Page 14: PERBANDINGAN EFEK KOMBINASI METAMIZOL- …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/099f47edc968789a853f0dbc741f3fd1.pdf · Insidensi cedera kepala masih sangat tinggi terutama pada kelompok

Mayer, S.A., Kowalski, R.G., et.al. (2004). Clinical trial of a novel surface cooling system for fever control in neurocritical care patients. Crit Care Med;32(12):2508-15.

Oborilová, A., Mayer, J., Pospísil, Z. and Korístek, Z. (2003). Symptomatic intravenous antipyretic therapy: efficacy of metamizol, diclofenac, and propacetamol. J Pain Symptom Manage;24(6):608-15.

Poblete, B., et.al. (1997). Metabolic effects of i.v. propacetamol, metamizol or external cooling in critically ill febrile sedated patients. Br J Anaesth;78(2):123-7.

Polderman, K.H. and Herold, I. (2009). Therapeutic hypothermia and controlled normothermia in the intensive care unit : practical considerations, side effects, and cooling methods. Crit Care Med;37(3):1101-1120.

Rajeshwari, K. (1997). Personal prectice – antipyretic thrapy. Indian Pediatrics; 34:407-413.

Ryan, M. and Levy, M.M. (2003). Clinical review : Faver in intensive care unit patiens. Crit Care Med;7:221-225.

Silbernargi, S. (2008) Color atlas of pathophysiology: Temperature, energy. New York: Thieme; p. 20-21.

Sund-Levander, M., Forsberg, C. and Wahren, L.K. (2002). Normal oral, rectal, tympanic and axillary body temperature in adult men and women: a systematic literature review. Scand J Caring Sci;16(2):122–8.

Thompson, H.J. (2007). Intensive care unit management of fever following traumatic brain injury. Intensive Crit Care Nurs;23(2):91-96.

Turner, D.A. (1996). Neurological evaluation of a patient with head trauma. In: Neurosurgery. 2nd ed. New York (NY): McGraw Hill.

Walter, F. (2003) Medical physiology: A cellular and molecular approaoch. New York: Elsevier Saunders; p. 1300.

Young, P., Saxena, M., Eastwood, G.M., Bellomo, R. and Beasley, R. (2011). Fever and fever management among intensive care patients with known or suspected infection: a multicentre prospective cohort study. Crit Care Resusc;13:97–102.

Żukowski, M. and Kotfis, K. (2009). Safety of metamizol and paracetamol for acute pain treatment. Anaesthesiology Intensive Therapy; XLI(3):141-145.