28
KONSEP SYARIAH DALAM MEMBANGUN KARAKTER ISLAMI MAKALAH Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Penyusun : Kelompok A3 1. Diah Ayu Kusumaningrum NPM 193101096 2. Dwi Ayu Nurhanisa NPM 193101050 3. Fitria Kumala Sari NPM 193101053 4. Laily Nur Safitri NPM 193101094 5. Niken Risma Wanda NPM 193101120 6. Mafida Kusumaningrum NPM 193101052 7. Vini Elwida Ramadhanti NPM 193101060 PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS POLITEKNIK NEGERI MADIUN November 2019

KONSEP SYARIAH DALAM MEMBANGUN KARAKTER ISLAMI€¦ · kepentingan penciptanya. 2) Universal, maksudnya syariat Islam mencakup segala aspek kehidupan umat manusia. Ditegaskan oleh

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • KONSEP SYARIAH DALAM MEMBANGUN KARAKTER

    ISLAMI

    MAKALAH

    Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

    Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

    Penyusun :

    Kelompok A3

    1. Diah Ayu Kusumaningrum NPM 193101096 2. Dwi Ayu Nurhanisa NPM 193101050 3. Fitria Kumala Sari NPM 193101053 4. Laily Nur Safitri NPM 193101094 5. Niken Risma Wanda NPM 193101120 6. Mafida Kusumaningrum NPM 193101052 7. Vini Elwida Ramadhanti NPM 193101060

    PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

    POLITEKNIK NEGERI MADIUN

    November 2019

  • 1

    KONSEP DAN TUJUAN SYARIAH ISLAM

    Pengertian Syariah Islam

    Syariah Islam berasal dari kata syara', secara etimologi berarti "jalan-jalan yang

    bisa di tempuh air", maksudnya adalah jalan yang dilalui manusia untuk menuju

    allah. Bagi umat Islam syari‟ah adalah” tugas umat manusia secara menyeluruh” meliputi

    moral, teologi, etika pembinaan umat, aspirasi spiritual, ibadah formal dan ritual yang

    rinci. Syari‟ah mencakup seluruh aspek hukum publik dan perorangan, kesehatan bahkan

    kesopanan dan pembinaan budi. Mengingat syari‟ah merupakan pedoman dalam

    hubungannya dengan Allah, sesama, dan lingkungan hidupnya. Mahmud Syaltut bahwa

    syari‟at adalah hukum Allah atau peraturan yang diturunkan oleh Allah kepada manusia

    untuk dijadikan pedoman dalam hubungannya secara tiga dimensi.

    Syariat Islamiyyah adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh

    sendi kehidupan umat Islam. Selain berisi hukum, aturan dan panduan peri kehidupan,

    syariat Islam juga berisi kunci penyelesaian seluruh masalah kehidupan manusia baik di

    dunia maupun di akhirat. Syariat Islam ini berlaku bagi hamba-Nya yang berakal, sehat,

    dan telah menginjak usia baligh atau dewasa. (dimana sudah mengerti /memahami segala

    masalah yang dihadapinya). Tanda baligh atau dewasa bagi anak laki-laki, yaitu apabila

    telah bermimpi bersetubuh dengan lawan jenisnya, sedangkan bagi anak wanita adalah

    jika sudah mengalami datang bulan (menstruasi). Bagi orang yang mengaku Islam,

    keharusan mematuhi peraturan ini diterangkan dalam firman Allah SWT.

    "kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari

    agama itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang

    yang tidak mengetahui." (QS. Jatsiyah: 18).

    Syariat Islam ini, secara garis besar, mencakup tiga hal:

    a. Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah SWT dan alam gaib yang tak

    terjangkau oleh indera manusia (Ahkam syar'iyyah I'tiqodiyyah) yang menjadi

    pokok bahasan ilmu tauhid.

    b. Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia

    agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya (Ahkam syar'iyyah

    khuluqiyyah) yang menjadi bidang bahasan ilmu tasawuf (ahlak).

    https://id.wikipedia.org/wiki/Hukumhttp://contohdakwahislam.blogspot.com/2013/02/contoh-dakwah-islam-agama-islam.html

  • 2

    c. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara beribadah kepada Allah SWT atau

    hubungan manusia dengan Allah (vetikal), serta ketentuan yang mengatur

    pergaulan/hubungan antara manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya.

    Syariah islam adalah ketetapan Allah SWT, maka memiliki sifat-sifat antara lain:

    1) Umum, maksudnya syariat Islam berlaku bagi segenap umat Islam di seluruh

    penjuru dunia, tanpa memandang tempat, ras, dan warna kulit. Berbeda dengan

    hukum perbuatan manusia yang memberlakukannya terbatas pada suatu tempat

    karena perbuatannya berdasarkan faktor kondisional dan memihak pada

    kepentingan penciptanya.

    2) Universal, maksudnya syariat Islam mencakup segala aspek kehidupan umat

    manusia. Ditegaskan oleh Allah SWT. "Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan

    di dalam Kitab (Al-Qur'an)." (QS. 6/An-An'am: 38). Maksudnya di dalam Al-

    Qur'an itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-

    hikmah, dan tuntunan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat

    Bukti bahwa hukum Islam mencakup segala urusan manusia, berikut kami petikkan

    beberapa ayat Al-Qur'an, antara lain:

    a). Tentang ekonomi dan keuangan.

    “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan utang-piutang untuk

    waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang

    penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar." (QS. Al-Baqarh [2] : 282].

    b). Tentang usaha dan kerja.

    “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya." (QS.

    An-Najm [53] : 39).

    c). Tentang peradilan.

    "...dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu

    menetapkannya dengan adil." (QS. An-Nisa [4] :58).

  • 3

    d). Tentang militer.

    "Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan

    kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan

    musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak

    mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya." (QS. Al-Anfal [8]: 60)

    e). Tentang masalah perdata.

    "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji." (QS. Al-Maidah [5] : 1).

    Maksudnya adalah janji kepada Allah, janji terhadap sesama manusia, dan janji

    kepada diri sendiri.

    3) Orisinil dan abadi, maksudnya syariat ini benar-benar diturunkan oleh Allah

    SWT, dan tidak akan tercemar oleh usaha-usaha pemalsuan sampai akhir zaman.

    "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang

    memeliharanya." (QS. Al-Hijr [151] : 9).

    Firman Allah tersebut telah terbukti. Beberapa kali umat lain gagal memalsukan

    ayat-ayat Al-Qur'an.

    4) Mudah dan tidak memberatkan. Kalau kita mau merenungkan syariat Islam

    dengan seksama dan jujur, akan kita dapati bahwa syariat Islam sama sekali tidak

    memberatkan dan tidak pula menyulitkan.

    "Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya."

    [QS. Al-Baqoroh [2] : 286).

    Bukti-bukti bahwa syariat ini mudah dan tidak memberatkan, bisa kita dapati

    antara lain bagi:

    http://contohdakwahislam.blogspot.com/2013/02/contoh-dakwah-islam-agama-islam.html

  • 4

    a. Orang yang bepergian (Musafir) mendapat keringanan boleh mengqoshor

    (memendekkan sholat yang empat rokaat menjadi dua rokaat), dan boleh tidak

    berpuasa dengan catatan harus menggantinya pada hari yang lain.

    b. Orang yang sedang sakit tidak diharuskan bersuci dengan wudhu, melainkan

    dengan tayammum yakni menggunakan debu. Dalam menunaikan sholat pun

    jika tidak sanggup berdiri, boleh dengan duduk, atau bahkan boleh sambil

    merebahkan diri.

    c. Percikan najis dari genangan air di jalanan, apabila mengenakan pakaian,

    dimaafkan karena itu sulit di hindarkan.

    d. Dalam keadaan terpaksa, tidak ada secuil pun makanan untuk mengganjal perut,

    makanan yang telah diharamkan seperti bangkai, boleh dimakan asalkan tidak

    berlebihan.

    5) Seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat. Islam tidak memerintahkan

    umatnya untuk mencari kesenangan dunia semata, sebaliknya juga tidak

    memerintahkan pemeluknya mencari kebahagiaan akhirat belaka. Akan tetapi

    Islam mengajarkan kepada pemeluknya agaromencari kebahagiaan hidup di dunia

    dan akhirat kelak. Ayat-ayat Al Quran yang mensuratkan keseimbangan antara

    kehidupan dunia dan akhirat, antara lain:

    "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah

    kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia." (QS. Al-Qoshosh

    [28] : 77).

    “Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur untuk

    istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha."

    (QS. Al-Furqan [25] : 47).

    http://contohdakwahislam.blogspot.com/2013/02/contoh-dakwah-islam-agama-islam.html

  • 5

    Tujuan Syariah Islam

    Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim

    Dirasah Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan

    tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:

    1) Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)

    Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-

    jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan

    kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran:

    “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]:

    256).

    Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil‟alamin,

    maka Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik

    dan murtad:

    “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni

    segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa

    yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-

    Nisaa [4]: 48).

    Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.

    2) Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)

    Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah

    hukum qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan.

    Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah

    mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain,

    akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan

    kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:

  • 6

    “Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash

    (pembalasan) pada orang-orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).

    Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan,

    atau diat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar.

    “Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara

    yang baik dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi

    maaf dengan cara yang baik (pula)” (QS Al-Baqarah [2]: 178).

    Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon

    pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya.

    Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.

    3) Memelihara akal (Hifzh al-‘aqli)

    Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia

    dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah)

    menuju manusia kamil.

    Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan

    menghindari khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai

    berikut:

    “Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman

    keras) dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa

    manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS Al-

    Baqarah [2]: 219).

    Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa

    perjudian.

  • 7

    4) Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)

    Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat

    Islam telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak

    boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:

    “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.

    Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia

    menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 221).

    “Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari

    keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah

    kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari

    akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari

    orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).

    Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan

    emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.

    5) Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)

    Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih

    aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti

    yang tertulis di dalam Al-Quran:

    “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

    keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai

  • 8

    siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”

    (QS Al-Maidah [5]: 38).

    Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan

    alasan yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan

    serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya

    serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah

    untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para

    koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya

    hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi

    andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.

  • 9

    MAKSUD DITURUNKANNYA SYARIAH ISLAM

    Dalam hubungannya dengan agama, syariat adalah metode atau cara

    melaksanakan agama. Sehingga, syariat juga dapat disebut sebagai program implementasi

    agama (Busthanul Arifin, 1996:24). Syariat seperti pengertian diatas, berisi segala

    ketentuan yang berkaitan dengan pengaturan semua aspek kehidupan manusia yang

    merupakan implementasi dari apa yang tercantum dalam agama.

    Lalu ada istilah yang kemudian disebut dengan aturan atau undang-undang yang

    dipilih oleh sekelompok manusia, yaitu hukum wadh‟i (positif). Hukum wadh‟i adalah

    undang-undang yang dipilih oleh umat sebagai pedoman untuk mengurus hal-hal yang

    berhubungan dengan individu dan mengatur kehidupan secara universal. Hanya saja,

    hukum ini dirasakan terbatas cakupannya dalam kebutuhan manusia. Hal ini tentu saja

    terjadi, karena hukum tersebut merupakan buatan manusia. Meskipun memiliki

    pengetahuan yang tinggi, tetap saja manusia memiliki keterbatasan dan tidak mengetahui

    sesuatu yang ghaib.

    Oleh karena itu, manusia harus memiliki hukum langit (tasyri‟ samawi) melebihi

    aturan-aturan yang dibuat oleh manusia sehingga mencakup semua kebutuhan mereka,

    seperti mengatur hubungan dan interaksi sebagian manusia terhadap sebagian yang lain

    dengan sempurna. Serta mendidik manusia dengan kekuatan akidah yang dapat

    memelihara diri, baik dalam keadaan sunyi maupun terang-terangan serta menegakkan

    pertahanan jiwa (Muhammad Ali As-Sayis, 2003:9-10).

    Allah SWT berfirman yang artinya:

    “….Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang

    terang. . “ (QS.al-Maidah [5] :48)

    Perbedaan antara hukum samawi dan hukum wadh‟i dapat dipandang dari

    berbagai segi,diantaranya:

    a. Hukum samawi bertujuan untuk membentuk seseorang seperti berakhlak

    baik. Di dalamnya terdapat cara mendidik kesucian hati, ketinggian jiwa,

    ketanggapan perasaan, menyebarluaskan kewajiban, memperhatikan

    kuatnya hubungan diantara seseorang dan saudaranya dan dengan Pencipta

    secara sempurna. Hukum wadh‟i tidak demikian.

    b. Hukum samawi itu positif dan negatif, dalam artian bahwa di dalamnya

    terdapat perintah yang menghendaki kebaikan melalui janji yang baik.

  • 10

    Mencegah kemungkaran dan menjauhi larangan dengan ancaman yang

    menakutkan dan larangan yang keras. Semua itu dimaksudkan untuk

    menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan sebagai tujuan utama.

    Hukum wadh‟i tidak demikian.

    c. Hukum samawi merupakan hukum yang dianut, mengerjakannya

    merupakan kekuatan yang diberi pahala dan menyalahinya merupakan

    maksiat yang diberi siksa. Hukum wadh‟i lebih merupakan konsekuensi

    duniawi.

    d. Hukum samawi memperhitungkan amal perbuatan lahir, batin dan yang

    akan datang, yang merupakan wasilah pada yang lain. Berbeda dengan

    hukum wadh‟i yang tidak memperhitungkan hal tersebut.

    e. Hukum samawi merupakan ciptaan Allah SWT, meliputi semua perbuatan

    hamba-Nya baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Abadi dan

    memenuhi apa yang mereka maksud dari segi kemaslahatan yang Allah

    SWT ajarkan kepada mereka, hingga waktu yang ditentukan untuk hukum

    itu. Hukum wadh‟i tidak demikian.

    f. Terkadang hukum wadh‟i membolehkan apa yang diharamkan pada hukum

    samawi. Sebagaimana juga melarang yang dibolehkan atau yang

    diwajibkan dalam hukum samawi.

  • 11

    PERBEDAAN ANTARA SYARI’AH, FIQH, DAN HUKUM ISLAM

    Fiqh dan Hukum Islam

    Fiqh

    Secara etimologis kata „fikih‟ berasal dari kata be rbahasa Arab: al-fiqh berarti

    pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu. Dalam hal ini kata „ fiqh‟ identik dengan

    kata „ fahm‟ yang mempunyai makna sama. Kata fikih pada mulanya digunakan orang-

    orang Arab untuk seseorang yang ahli dalam mengawinkan onta, yang mampu

    membedakan onta betina yang sedang birahi dan onta betina yang sedang bunting. Dari

    ungkapan ini fikih kemudian diartikan „pengetahuan dan pemahaman yang mendalam

    tentang sesuatu „hal‟.

    Alquran menggunakan kata „fiqh‟ atau yang berakar kepada kata „ faqiha‟dalam

    20 ayat. Dalam pengertian memahami, kata fiqh secara umum berada di lebih dari satu

    tempat dalam Alquran.

    Salah satunya pada surah Q.S At- Taubah [9] : 122 telihat kalimat „liyatafaqqahū fi al-

    dīn‟ (ا ا)yang artinya „agar mereka melakukan pemahaman dalam agama‟ menunjukkan

    bahwa di masa Rasulullah istilah fiqh tidak hanya dikenakan dalam pengertian hukum

    saja, tetapi juga mempunyai arti yang lebih luas mencakup semua aspek dalam Islam,

    yaitu aspek teologis, politis, ekonomis, dan hukum. Istilah lain yang searti dengan fiqh

    adalah „ilm. Jadi, kata fiqh dan „ilm pada masa-masa awal digunakan dalam lingkup yang

    lebih luas. Alasan penggunaannya secara umum di masa-masa awal, menurut Ahmad

    Hasan, adalah bahwa yang ditentukan adalah landasan-landasan pokok agama.

    Kebanyakan orang tidaklah terlibat dalam perincian-perincian yang kecil.

    Seperti halnya syariah, fikih semula tidak dipisahkan dengan ilmu kalam hingga masa

    al-Ma‟mun (w. 218 H.) dari Bani Abbasiah. Hingga abad II H. fikih mencakup masalah-

    masalah teologis maupun masalah-masalah hukum. Sebuah buku yang berjudul al-Fiqh

    al-Akbar, yang dinisbatkan kepada Abu Hanifah (w. 150 H.) dan yang menyanggah

    kepercayaan para pengikut aliran Qadariah, membahas prinsip-prinsip dasar Islam atau

    masalah-masalah teologis. Karenanya, judul buku ini menunjukkan bahwa kajian ilmu

    kalam juga dicakup oleh istilah fikih pada masa-masa awal Islam.

  • 12

    Adapun secara terminologis fikih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum

    syara‟ yang bersifat amaliyah (praktis) yang digali dari dalil-dalil terperinci. Dari definisi

    ini dapat diambil beberapa pengertian bahwa:

    1. Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara‟. Kata hukum di sini menjelaskan

    bahwa hal-hal yang tidak terkait dengan hukum seperti zat tidak termasuk ke

    dalam pengertian fikih. Penggunaan kata syara‟ ( syar‟i ) dalam definisi tersebut

    menjelaskan bahwa fikih itu menyangkut ketentuan syara‟, yaitu sesuatu yang

    berasal dari kehendak Allah. Kata syara‟ ini juga menjelaskan bahwa sesuatu

    yang bersifat „aqli seperti ketentuan satu ditambah satu sama dengan dua, atau

    yang bersifat hissi seperti ketentuan bahwa api itu panas bukanlah cakupan ilmu

    fikih.

    2. Fikih hanya membicarakan hukum-hukum syara‟ yang bersifat amaliyah

    (praktis). Kata „amaliyah‟ menjelaskan bahwa fikih itu hanya menyangkut

    tindak-tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Karena itu, hal-hal yang bersifat

    bukan amaliyah seperti keimanan (aqidah) tidak termasuk wilayah fikih.

    3. Pemahaman tentang hukum-hukum syara‟ tersebut didasarkan pada dalil-dalil

    terperinci, yakni Alquran dan Sunnah. Kata terperinci (tafshīli) menjelaskan dalil-

    dalil yang digunakan seorang mujtahid (ahli fikih) dalam penggalian dan

    penemuannya. Karena itu, ilmu yang diperoleh orang awam dari seorang

    mujtahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk dalam pengertian fikih.

    4. Fikih digali dan ditemukan melalui penalaran para mujtahid. Kata digali dan

    ditemukan mengandung arti bahwa fikih merupakan hasil penggalian dan

    penemuan tentang hukum. Fikih juga merupakan penggalian dan penemuan

    mujtahid dalam hal-hal yang tidak dijelaskan oleh dalil-dalil (nash) secara pasti.

    Ilmu yang diperoleh para malaikat dan para Rasul Allah melalui wahyu tidak

    dapat disebut fikih, karena tidak diperoleh melalui proses penggalian,

    penganalisisan, dan pengambilan keputusan (sering disebut ilmu ladunni).

    Karena, itu dalam fikih peran nalar mendapat tempat dan diakui dalam batas-

    batas tertentu.

    Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu fikih adalah perbuatan orang mukallaf.

    Atau dengan kata lain, sasaran ilmu fikih adalah manusia serta dinamika dan

    perkembangannya yang semuanya merupakan gambaran nyata dari perbuatan-perbuatan

    orang mukallaf yang ingin dipolakan dalam tata nilai yang menjamin tegaknya suatu

    kehidupan beragama dan bermasyarakat yang baik. Studi komprehensif yang dilakukan

    oleh para pakar ilmu fikih seperti al-Qādi Husein, Imām al-Subki, Imām Ibn „Abd al-

  • 13

    Salām, dan Imām al-Suyūthi merumuskan bahwa kerangka dasar dari fikih adalah

    zakerhijd atau kepastian, kemudahan, dan kesepakatan bersama yang sudah mantap. Pola

    umum dari fikih adalah kemaslahatan (i‟tib ār al-mashālih).

    Hukum Islam

    Hukum islam merupakan gabungan dari kata “hukum dan “islam, kedua kata itu

    secara terpisah merupakan kata yang digunakan dalam bahasa Arab, Al-Quran dan juga

    bahasa Indonesia baku. Namun “Hukum Islam” sebagai suatu rangkaian kata adalah

    bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai, tetapi kata ini tidaklah tepat untuk

    mengartikan hukum isam karena tidak dipakai dalam bahasa Arab, Al-Quran atau

    literatur Arab manapun.seperti yang dituliskan oleh Siti Rohmah (2013) dalam tesis nya,

    bahawa istilah “Hukum Islam” adalah istilah keindonesiaan, yaitu upaya

    mengkonvergesikan antara syariat dengan fiqh dalam satu bingkai yaitu Hukum Islam itu

    sendiri. Dan keduanya tidak bisa berdiri sendiri-sendiri akan tetapi harus berjalan bareng

    dan saling mengisi antara keduanya

    Berdasarakan buku Garis-Garis Besar Fiqh

    (Amir Syariffudin, 2003) Untuk

    memahami pengertian hukum islam atau yang dalam bahasa melayu disebut Undang-

    Undang Islam, perlu diketahui apa kata “hukum” dalam bahasa Indonesia, kemudian

    disadarkan dengan kata “islam”. Ada kesulitan dalam mendefinisikan kata “hukum”

    dikarenakan pada setiap definisi yang ada memiliki kelemahan. Sederhananya hukum

    adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok

    masyarakat; disusun oleh orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku dan

    mengikat seluruh anggotanya”. Bila kata tersebut disambungkan dengan kata “islam” atau

    “syara” maka “hukum Islam” akan berarti : “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu

    Allah dan atau Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan

    diyakini mengikat untuk semua yang beragama islam”

    Kata “seperangkat peraturan” menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum

    islam adalah peraturan-peraturan yang dirumuskan secara terperinci dan mempunyai

    kekuatan yang mengikat”. Kata “yang berdasarkan wahyu Allah dan sunnah

    rasul”menjelaskan bahwa perangkat peraturan itu digali dari dan berdasarkan kepada

    wahyu Allah dan sunnah Rasul, atau yang populer disebut dengan “syari‟ah”.

    Kata “tentang tingkah laku manusia mukallaf” mengandung arti bahwa hukum islam

    itu hanya mengatur tindak lahir dari manusia yang dikenai hukum. Peraturan tersebut

    berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu

    Allah dan sunnah Rasul itu, yang dimaksud dalam hal ini adalah umat Islam.

  • 14

    Bila artian sederhana tentang “Hukum Islam” itu dihubungkan kepada pengertian

    “fiqh” yang mana fiqh adalah penyebutan hukum Islam dalam litratur berbahasa Arab.

    Dengan demikina kajian Hukum Islam mengandung dua pokok yang masing masing luas

    cakupan nya, yaitu :

    1. Kajian tentang Perangkat Peraturan Terperinci yang bersifat amaliyah dan harus

    diikuti umat islam dalam kehidupan beragama. Inilah yang secara sederhana disebut

    “fiqh” dalam artian khusus dengan segala lingkup bahasannya.

    2. Kajian tentang ketentuan serta cara dan usaha yang sistematis dalam menghasilkan

    perngkat peraturan yang terinci itu disebut “Ushul fiqh” atau dalam arti lain “sistem

    metodologi fiqh”.

    Dari penjelasana diatas terlihat adanya ketidakpastian arti dari hukum islam antara

    syariah dan fiqh. Jadi, kata hukum islam yang sering dijumpai pada literatur berbahasa

    Indonesia secara umum mencakup syariah, fiqh dan bahkan ushul fiqh.

    Ruang lingkup hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang membagi

    hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya dengan

    hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dan hukum

    publik. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih dititikberatkan pada bentuk

    aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk hubungan ini,

    dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu hubungan manusia

    dengan Tuhan (hablun minallāh) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun

    minannās). Bentuk hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang

    kedua disebut muamalah. Dengan mendasarkan pada hukum-hukum yang terdapat dalam

    Alquran, „Abd alWahhāb Khallāf membagi hukum menjadi tiga, yaitu hukum-hukum

    i‟tiqādiyyat (keimanan), hukum-hukum khulūqiyyat (akhlak), dan hukum-hukum

    „amaliyyat (aktivitas baik ucapan maupun perbuatan). Hukum-hukum „amaliyyat inilah

    yang identik dengan hukum Islam yang dimaksud di sini. „Abd al-Wahhāb Khallāf

    membagi hukumhukum „amaliyyat menjadi dua, yaitu hukum-hukum ibadah yang

    mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hukum-hukum muamalah yang

    mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ruang

    lingkup atau bidangbidang kajian hukum Islam ada dua, yaitu bidang ibadah dan bidang

    muamalah.

    Jika dibandingkan dengan hukum Barat yang membedakan antara hukum privat

    dengan hukum publik, hukum Islam dalam bidang muamalah tidak membedakan antara

    keduanya, karena kedua istilah hukum itu dalam hukum Islam saling mengisi dan saling

    terkait. Akan tetapi, jika pembagian hukum muamalah yang tujuh di atas digolongkan

  • 15

    dalam dua bagian sebagaimana yang ada dalam hukum Barat, maka susunannya adalah

    sebagai berikut: 1. Hukum perdata (Islam), yang meliputi: a. Ahkām al-ahwāl al-

    syakhshiyyat, yang mengatur masalah keluarga, yaitu hubungan suami isteri dan kaum

    kerabat satu sama lain. Jika dibandingkan dengan tata hukum di Indonesia, maka bagian

    ini meliputi hukum perkawinan Islam dan hukum kewarisan Islam. b. Al-ahkām al-

    madaniyyat, yang mengatur hubungan antar individu dalam bidang jual beli, hutang

    piutang, sewa-menyewa, petaruh, dan sebagainya. Hukum ini dalam tata hukum

    Indonesia dikenal dengan hukum benda, hukum perjanjian, dan hukum perdata khusus.

    Dua Hukum publik (Islam), yang meliputi:

    a) Al-ahkām al-jināiyyat, yang mengatur pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan

    oleh orang mukallaf dan hukuman-hukuman baginya. Di Indonesia hukum ini

    dikenal dengan hukum pidana.

    b) Ahkām al-murāfa‟āt, yang mengatur masalah peradilan, saksi, dan sumpah untuk

    menegakkan keadilan. Di Indonesia hukum ini disebut dengan hukum acara.

    c) Al-ahkām al-dustūriyyat, yang berkaitan dengan aturan hukum dan

    dasardasarnya, seperti ketentuan antara hakim dengan yang dihakimi,

    menentukan hakhak individu dan sosial.

    d) Al-ahkām al-duwaliyyat, yang berhubungan dengan hubungan keuangan antara

    negara Islam dengan negara lain dan hubungan masyarakat non-Muslim dengan

    negara Islam. Di Indonesia hukum ini dikenal dengan hukum internasional.

    e) Al-ahkām al-iqtishādiyyat wa al-māliyyat, yang berkaitan dengan hak orang

    miskin terhadap harta orang kaya, dan mengatur sumber penghasilan dan sumber

    pengeluarannya. Yang dimaksud di sini adalah aturan hubungan keuangan antara

    yang kaya dengan fakir miskin dan antara negara dengan individu.

    Beda Ketiga Hukum Islam

    Terminologi syarî‟ah mencakup semua aspek dari ajaran Islam baik fiqh maupun

    kalam. Syarî‟ah mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada fiqh yang meliputi

    segala aspek kehidupan manusia sedangkan ruang lingkup fiqh lebih sempit dan

    menyangkut hal–hal yang pada umumnya dipahami sebagai aturan-aturan hukum,

    syarî‟ah senantiasa mengingatkan kita bahwa ia bersumber pada al-Qur‟ân dan Hadîts,

    oleh sebab itulah arah dan tujuan syarî‟ah telah ditentukan oleh Allâh dan Nabi-Nya.

    Sedangkan materi yang tercantum dari fiqh dalam perkembangannya disusun dan

    diangkat atas usaha dan ijtihâd manusia.

    Dalam fiqh suatu pekerjaan bisa saja dikatakan sah atau haram, boleh atau tidak,

    sementara dalam syarî‟ah terdapat tingkatan diperbolehkan atau tidaknya. Dengan

  • 16

    demikian, fiqh merupakan terminologi tentang hukum sebagai salah satu ilmu, dalam fiqh

    bisa saja terjadi perbedaan interprestasi antara para mujtahid sementara syarî‟ah lebih

    merupakan perintah ilahi yang harus diikuti.

    Ada suatu perbedaan yang dapat ditarik dari kesimpulan tersebut bahwa syarî‟ah

    mencakup hak-hak serta prinsip-prinsip dari ajaran Islâm sedangkan fiqh berkaitan

    dengan aturan–aturan hukum, syarî‟ah juga mencakup persoalan-persoalan teologi dan

    etika sementara aksentuasi dan stressing fiqh lebih kepada persoalan-persoalan hukum

    ijtihadiyah dan perumusan hukum-hukumnya melalui metode istidlâl sehingga dalam

    perkembangan selanjutnya kata fiqh digunakan sebagai penunjuk hukum-hukum Islam

    baik yang ditetapkan langsung oleh al-Qur‟ân dan Sunnah maupun yang telah di

    interprestasikan oleh pemikiran manusia (ijtihâd). Selanjutnya istilah syarî‟ah erat

    kaitannya dengan istilah tasyri', syarî‟ah ditujukan kepada materi hukum sedangkan

    tasyri' merupakan penetapan materi dari hukum syarî‟ah tersebut, pengetahuan tentang

    tasyri' berarti pengetahuan tentang cara, proses, dasar dan tujuan Allâh swt. menetapkan

    hukum-hukum tersebut.

    Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian fikih berbeda dengan syariah baik dari

    segi etimologis maupun terminologis. Syariah merupakan seperangkat aturan yang

    bersumber dari Allah Swt. dan Rasulullah Saw. untuk mengatur tingkah laku manusia

    baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya (beribadah) maupun dalam rangka

    berhubungan dengan sesamanya (bermuamalah). Sedangkan fikih merupakan penjelasan

    atau uraian yang lebih rinci dari apa yang sudah ditetapkan oleh syariah. Adapun sumber

    fikih adalah pemahaman atau pemikiran para ulama (mujtahid) terhadap syariah.

    Perbedaan antara syari’ah dengan fiqih

    a. Syariah

    Berasal dari Al-Qur'an dan As-sunah

    Bersifat fundamental

    Hukumnya bersifat Qath'i (tidak berubah)

    Hukum Syariatnya hanya Satu (Universal)

    Langsung dari Allah yang kini terdapat dalam Al-Qur'an

    b. Fiqih

    Karya Manusia yang bisa Berubah

    Bersifat Fundamental

    Hukumnya dapat berubah

    Banyak berbagai ragam

  • 17

    Berasal dari Ijtihad para ahli hukum sebagai hasil pemahaman manusia yang

    dirumuskan oleh Mujtahid

    Sedangkan perbedaan hukum islam adalah kenyataan bahwa hukum islam adalah

    cakupan dari syaria, sunnah dan ijtihad yang menangani permasalahan anatara hubungan

    manusia dengan tuhan dan sesama manusia. Hukum islam tidak boleh menyimpang dari

    syaria dan fiqh, selain itu dikarenakan merupakan campuran dari syariah dan fiqih maka

    sifat dan pembentukan nya juga tergantung kedua hukum tersebut.

  • 18

    KONSEP IBADAH DAN MUAMALAH

    Ibadah

    Kata ibadah berasal dari bahasa Arab, „abada ya‟budu „ibaadah yang berarti

    mengabdi. Untuk memudahkan kita memahami pengertian ibadah, kita bisa merujuk pada

    definisi yang diungkapkan oleh Imam Besar Ibnu Taimiyah, yakni “Ibadah adalah istilah

    yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah SWT dan diridhai-Nya, baik berupa

    perkataan maupun perbuatan yang terlihat maupun tak terlihat”. Jadi, jelaslah bahwa

    ibadah mencakup semua perbuatan baik yang dilakukan untuk mengharap ridha Allah

    SWT.

    Ibadah yang kita lakukan, tentu saja, tidak boleh asal-asalan, terutama ibadah

    wajub, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Demikian pula halnya ketika hendak

    melakukan hal-hal yang terkait dengan ibadah wajib tersebut, seperti wudhu sebelum

    shalat, sahur sebelum puasa, dan berpakaian ihram saat haji. Semua hal tersebut harus

    dilakukan sesuai syariat, yaitu cara yang benar menurut Al-Qur‟an dan hadits. Artinya,

    harus sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah SWT dan diajarkan oleh Rasulullah

    SAW.

    Dalam melaksanakan ibadah, kita tentunya berharap ibadah kita diterima oleh

    Allah SWT. Karena itu, ada dua hal yang harus ada ketika kita beribadah, yaitu:

    1. Sesuai syariat. Artinya, sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur‟an

    dan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam hadits.

    2. Niat yang benar, yakni hanya karena Allah SWT semata.

    Jika ibadah yang kita lakukan ini tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Al-

    Qur‟an dan hadits, maka ibadah tersebut adalah ibadah yang mengada-ada. Artinya, tidak

    ada nilainya sama sekali di mata Allah SWT. Percuma kita melakukan suatu ibadah yang

    tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW, karena bukan saja tidak mendapat nilai,

    melainkan juga ditolak oleh Allah SWT.

    Seperti disebutkan dalam sebuah hadits yang diterima dari Ummul Mukminin,

    Aisyah ra., yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

    “Barang siapa mengerjakan suatu amal yang bukan berdasar perintah perintah

    kami, ia tertolak.”

    Agar tidak salah langkah dalam melaksanakan ibadah, kita harus tahu ilmu ibadah.

    Dengan mengetahui ilmu ibadah, kita bisa beribadah dengan benar, bukan sekadar ikut-

    ikutan yang benar-salahnya tidak kita ketahui.

  • 19

    Konsep ibadah dalam islam bermakna luas, mencakup semua aktivitas menusia

    yang diniatkan untuk mendapatkan ridha Allah swt. Konsep ibadah kepada Allah ini oleh

    masyarakat sekuler termasuk masyarakat Barat modern dipandang sebagai terlalu

    sempit, terlalu ketat, dan terbatas. Padahal, sesungguhnya konsep itu sedemikian luas dan

    mencakup semua dimensi kehidupan umat manusia. Memang konsep ibadah ini menjadi

    semakin lemah dan sempit selama beberapa generasi terakhir ini, yakni ketika ibadah

    hanya ditempatkan sebagai sebuah ritus semata. Namun, konsep ibadah seperti ini sama

    sekali bertolak belakang dengan konsep islam. Ibadah mencakup semua aspek kehidupan

    manusia, keimanannya, perbuatannya, pikirannya, perasaannya, dan akhlaknyaa. Al-

    Quran mengajarkan konsep ibadah ini dalam firman berikut:

    ”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,

    Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan

    kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”

    (QS Al-An‟am [6]: 162-163)

    Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa seluruh hidup manusia, bahkan

    kematiannya, adalah hanya untuk Allah semata, Tuhan sekalian alam. Dengan demikian,

    konsep ibadah dalam islam mencakup semua yang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan

    manusia. Semua kaum beriman dituntut agar mengabdikan segenap jiwa, raga, perasaan,

    pikiran, dan hatinya, kepada Allah swt. dan perintahnya lebih lanjut diterangkan dalam

    Surah Al-Baqarah:

    “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya,

    dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh

    yang paling nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 208).

  • 20

    Hakikat Ibadah

    Makna sesungguhnya dalam ibadah ketika seseorang diciptakan maka tidak

    semata- mata ada di dunia ini tanpa ada tujuan di balik penciptaannya tersebut

    Menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia adalah makhluk Allah SWT. yang

    diciptakan sebagai insan yang mengabdi kepada- Nya. Hal ini seperti firman Allah SWT.

    dalam QS Al- Dzariyat.

    “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi

    kepada-Ku”. (QS Al- Dzariyat [51]:56)

    Dengan demikian, manusia diciptakan bukan sekedar untuk hidup mendiami dunia

    ini dan mengalami kematian tanpa adanya pertanggung jawaban kepada pencipta,

    melainkan manusia diciptakan oleh Allah SWT. untuk mengabdi kepada- Nya. Dijelaskan

    pula dalam QS Al Bayyinah [98] : 5

    “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

    memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus , dan supaya

    mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang

    lurus”. (QS Al Bayyinah [98] : 5)

    Serta masih banyak lagi ayat yang menjelaskan bahwasanya tujuan utama manusia

    diciptakan di bumi ini untuk beribadah hanya kepada Allah sedangkan tujuan yang lain

    adalah sebagai pelengkap atas tujuan utama diatas. Lalu apabila tujuan manusia untuk

    beribadah kepada Allah semata, bagaimana manusia dapat menjalankan kehidupannya

    sebagai makhluk sosial? Ibadah tidak hanya terbatas kepada sholat, puasa ataupun

    membaca Al qur‟an tetapi ibadah juga berarti segala sesuatu yang disukai Allah dan yang

    diridlai- Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang- terangan maupun

    diam- diam.

    Pada dasarnya, tujuan akal dan pikiran adalah baik dan benar. Akan tetapi sebelum

    jalan akan dan fikiran itu diarahkan dengan baik, kebenaran dan kehendaknya itu belum

    tentu baik dan benar menurut Allah. Oleh sebab itulah manusia diberi beban atau taklif,

    yaitu perintah- perintah dan larangan- larangan menurut agama Allah SWT, yaitu agama

    Islam. Gunanya ialah untuk memperbaiki jalan akal pikirannya.

  • 21

    Macam –Macam Ibadah

    Menurut Ahmad Thib Raya dan Siti Musdiah Mulia dalam bukunya menyelami

    seluk beluk ibadah dalam islam, secara garis besar ibadah dapat dibagi menjadi dua

    macam:

    1. Ibadah khassah (khusus) atau ibadah mahdhah (ibadah yang ketentuannya

    pasti) yakni, ibadah yang ketentuan dan pelaksanaan nya telah ditetapkan

    oleh nash dan merupakan sari ibadah kepada Allah SWT. seperti shalat,

    puasa, zakat dan haji.

    2. Ibadah „ammah (umum), yakni semua perbuatan yang mendatangkan

    kebaikan dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT.

    seperti minum, makan, dan bekerja mencari nafkah.5

    Pengaturan hubungan manusia dengan Allah telah diatur dengan secukupnya,

    sehingga tidak mungkin berubah sepanjang masa. Hubungan manusia dengan Allah

    merupakan ibadah yang langsung dan sering disebut dengan „Ibadah Mahdhah

    penggunaan istilah bidang „Ibadah Mahdhah dan bidang „Ibadah Ghairu Mahdhah atau

    bidang „Ibadah dan bidang Muamalah, tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan kedua

    bidang tersebut, tetapi hanya membedakan yang diperlukan dalam sistematika

    pembahasan ilmu.

    Syarat Diterimanya Ibadah

    Ibadah merupakan perkara yang sakral. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun

    yang disyariatkan kecuali berdasarkan al- Qur‟an dan sunnah. Semua bentuk ibadah harus

    memiliki dasar apabila ingin melaksanakannya karena apa yang tidak disyariatkan berarti

    bid‟ah, sebagaimana yang telah diketahui bahwa setiap bid‟ah adalah sesat sehingga

    mana mungkin kita melaksanakan ibadah apabila tidak ada pedomannya? Sudah jelas,

    ibadah tersebut akan ditolak karena tidak sesuai dengan tuntunan dari Allah maupun

    Rasul Nya.

    Menurut Syaikh Dr.shalih bin Fauzan bin Abdulah, “amalnya ditolak dan tidak

    diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan taat”.

    Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar

    terkecuali dengan ada syarat:

    1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.

    2. Sesuai dengan tuntunan Rasul.

    Selain itu dalam buku lain masih terdapat beberapa syarat yang harus di miliki oleh

    seorang abduh dijelaskan pula supaya ibadah kita diterima Allah maka kita harus

    memiliki sifat berikut.

  • 22

    1. Ikhlas, artinya hendaklah ibadah yang kita kerjakan itu bukan mengharap

    pemberian dari Allah, tetapi semata- mata karena perintah dan ridha- Nya.

    Juga bukan karena mengharapkan surga bukan pula takut kepada neraka

    karena surga dan neraka itu tdak dapat menyenangkan atau menyiksa tanpa

    seizin Allah.

    2. Meninggalkan riya‟, artinya beribadah bukan karena malu kepada manusia

    atau supaya dilihat orang lain.

    3. Bermuraqabah, artinya yakin bahwa Tuhan itu selalu melihat dan ada

    disamping kita sehingga kita bersikap sopan kepada- Nya.

    4. Jangan keluar dari waktu nya, artinya mengerjakan ibadah dalam waktu

    tertentu, sedapat mungkin dikerjakan di awal waktu.

    Hakikat manusia terdapat pada inti yang sangat berharga, yang dengan nya manusia

    menjadi dimuliakan dan tuan bagi makhluk- makhluk diatas bumi. Inti itu adalah ruh.

    Ruh yang mendapat kesucian dan bermunajat kepada Allah SWT. ibadah kepada Allah

    lah yang memenuhi makanan dan pertumbuhan ruh, menyuplainya setiap hari, tidak habis

    dan tidak surut. Hati manusia itu senantiasa merasa butuh kepada Allah. Itu adalah

    perasaan yang tulus lagi murni. Tidak ada satupun di alam dunia ini yang dapat mengisi

    kehampaan nya kecuali hubungan baik kepada Tuhan seluruh alam. Inilah dampak dari

    ibadah apabila dilakukan dengan sebenarnya.

    Selanjutnya dari sisi lain akhlak seorang mukmin itu juga merupakan ibadah. Yaitu

    lantaran yang menjadi barometer keimanan dan kehinaan serta yang menjadi rujukan bagi

    apa yang dilakukan dan ditinggalkan adalah perintah Allah. Seseorang yang memiliki

    akhlak yang baik niscaya setiap langkahnya selalu ingat kepada Allah sehingga

    perilakunya bisa terkontrol dan selalu merasa diawasi oleh Allah.

    Muamalah

    Pengertian Muamalah

    Kata Muamalat yang kata tunggalnya muamalah yang berakar pada kata „amala

    secara arti kata mengandung arti “saling berbuat” atau berbuat secara timbal balik. Lebih

    sederhana lagi berarti “hubungan antara orang dan orang”. Muamalah secara etimologi

    sama dan semakna dengan al- mufa‟alah yaitu saling berbuat. Kata ini, menggambarkan

    suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang

    dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Atau muamalah secara etimologi itu artinya

    saling bertindak atau saling mengamalkan.

    Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu pengertian

    muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit.

  • 23

    Pengertian muamalah dalam arti luas yaitu “menghasilkan duniawi supaya menjadi

    sebab suksesnya masalah ukhrawy‟.

    Menurut Muhammad Yusuf Musa yang dikutip Abdul Madjid: “Maumalah adalah

    peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat

    untuk menjaga kepentingan manusia”.

    “muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur

    hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan”.

    Jadi, pengertian muamalah dalam arti luas yaitu aturan-aturan (hukum-hukum)

    Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan

    sosial”.

    Adapun pengertian muamalah dalam arti sempit (khas) didefinisikan oleh para

    ulama sebagai berikut:

    1. Menurut Hudhari Byk yang dikutip olrh Hendi Suhendi, “muamalah adalah semua

    akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya”.

    2. Menurut Rasyid Ridha, “muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang

    bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan”.

    Dari defiinisi diatas dapat dipahami bahwa pengertian muamalah dalalm arti sempit

    (khas) yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya dengan

    cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan Allah dan manusia wajib mentaati-Nya.

    Prinsip-prinsip Muamalah

    Namun ada beberapa prinsip yang menjadi acuan dan pedoman secara umum untuk

    kegiatan mumalat ini. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut

    1. Muamalah adalah Urusan Duniawi

    Muamalat berbeda dengan ibadah. Dalam ibadah, semua perbuatan dilarang

    kecuali yang diperintahkan. Oleh karena itu, semua perbuatan yang dikerjakan harus

    sesuai dengan tuntuna yang diajarkan oleh Rasulullah. Sebaliknya, dalam muamalat,

    semua boleh kecuali yang dilarang. Muamalat atau hubungan dan pergaulan antara

    sesama manusia di bidang harta benda merupakan urusan duniawi, dan pengaturannya

    diserahkan oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu, semua bentuk akad dan berbagai

    cara transaksi yang dibuat oleh manusia hukumnya sah dan dibolehkan. Asal tidak

    bertentangan dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara„.

    2. Muamalat harus Didasarkan kepada Persetujuan dan Kerelaan Kedua

    Belah Pihak.

  • 24

    Persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi merupakan

    asas yang sangat penting untuk keabsahan setiap akad. Hal ini didasarkan kepada firman

    Allah dalam surat an-nisa (4): 29 yang artinya :

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

    sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku

    dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;

    Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S An-Nisa [4] : 29)

    3. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum

    Dalam masalah Muamalat, adat kebiasaan bisa dijadikan dasar hukum, dengan

    syarat adat tersebut diakui dan tidak bertentangan dengan ketentuanketentuan umum yang

    ada dalam syara'. Sesuatu yang oleh orang muslim dipandang baik maka di sisi Allah juga

    dianggap baik.

    4. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain

    Setiap transaksi dan hubungan perdata (muamalat) dalam Islam tidak boleh

    menimbulkan kerugian kepada diri sendiri dan orang lain hal ini didasarkan pada hadis

    Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah addaruquthni dan

    lain-lain dari Abi Sa'id al-khudri bahwa Rasulullah bersabda yang artinya: Janganlah

    merugikan diri sendiri dan janganlah merugikan orang lain. Dari hadits ini kemudian

    dibuatlah kaidah kuliah yang berarti Kemudhorotan harus dihilangkan.

    Jenis-Jenis Muamalah

    Para ulama fiqh membagi jenis muamalah menjadi dua yaitu

    muamalah yang jenisnya ditunjuk langsung oleh nash(al-Quran dan as-

    Sunah) dan muamalah yang tidak ditunjuk langsung oleh nash (Mardani,

    2012).

    1. Jenis muamalah yang jenisnya ditunjukan langsung oleh nash dengan

    memberikan batasan tertentu. Seperti keharaman tentang riba.

    Ketentuan haramnya riba bersifat permanen dan tidak dapat diubah dan

    tidak menerima perubahan

  • 25

    2. Jenis muamalah yang tidak ditunjuk langsung oleh nash, tetapi

    diserahkan sepenuhnya kepada hasil ijtihad para ulama, sesuai dengan

    kreasi para ahli dalam rangka memenuhi kebutuhan umat manusia

    sepanjang tempat dan zaman, serta sesuia pula dengan situasi dan

    kondisi masyarakat itu sendiri. Untuk bidang muamalah seperti ini,

    syariat Islam hanya mengemukakan kaidah-kaidah dasar, kriteria, dan

    prinsip-prinsip umum yang sejalan dengan syara‟. Muamalah jenis ini

    merupakan rahmat Allah yang besar, yang diberikan kepada umat Islam

    dengan memberikan kebebasan bagi mereka untuk melakukan kreasi

    jenis muamalah yang sesuai dengan tuntutan zaman, tempat, dan

    kondisi mereka, serta bertujuan untuk memenuhi kemashlahatan

    mereka.

    Macam-macam Muamalah

    1. Al-mu‟amalah Al-Maddiyah

    Al-mu‟amalah Al-Maddiyah, yaitu suatu pergaulan yang terjadi antar

    manusia yang berkaitan dengan materi atau yang porosnya berada

    diatas sesuatu yang bersifat materiil seperti jual beli barang dan jasa

    maupun jual beli di pasar modal dan yang merupakan pertukaran harta

    benda dan kemanfaatan antara manusia melalui akad atau transaksi. (Ali

    Fikri: 1938, 7). Macam-macamnya antara lain yaitu :

    a. al-bay‟ atau jual beli

    b. al-ijarah atau sewa

    c. al-muzara‟ah atau bagi hasil dari penanaman tanaman yang

    bibitnya dari pemilik tanah

    d. al-mudarabah atau suatu akad kerjasama untuk melakukan usaha

    antara dua pihak

    e. al-musharakah atau suatu akad kerjasama antara beberapa pemilik

    modal

    f. al-wakf atau wakaf

    2. Al-mu‟amalah Al-Adabiyah

    Al-mu‟amalah Al-Maddiyah, yaitu suatu pergaulan antar manusia yang

    penekannya pada perilaku , sikap dan tindakan yang bersumber dari

  • 26

    lisan dan anggota badan yang dasarnya adalah kesoopanan dan

    berperadaban supaya bisa tercipta masyarakat madani. Misalnya jujur,

    benar dalam ucapan, tindakan, melakukan kesaksian apa adanya dan

    benar, menjauhkan diri dari berbohong dalam ucapan, tindakan,

    kesaksian palsu, sumpah bukan karena Allah, sumpah-sumpah bohong.

    Meninggalkan perkataan dan perbuatan jahat dan keji, menjaga dan

    menyimpan rahasia dan tidak menyebarkannya, tidak pernah memata-

    matai, tidak menggosip, tidak mengadu domba, tidak memfitnah dan

    tidak berburuk sangka. (Ali Fikri: 1946, 9). Macam-macamnya antara

    lain:

    a. Bersikap adil dan baik

    b. Bersikap jujur dalam segala hal

    c. Bersikap amanah

    d. Menepati janji

    e. Bermurah hati (bersikap toleran)

  • 27

    DAFTAR PUSTAKA

    Adrianto. 2014. Hakikat Ibadah. Tulungagung : IAIN Tulungagung.

    Fauzi. 2018. Sejarah Hukum Islam. Cetakan ke-1. Jakarta: Prenada Media Group.

    Ghazaly, Abdul Rahman. 2016. Fiqh Muamalat. Jakarta : Prenada Media.

    Hamdani, Irma Irawati. 2014. Keajaiban Ibadah Setiap Waktu. Jakarta : Bhuana Ilmu

    Populer.

    Khobir, Abdul. 2009. Perilaku Ekonomi Dalam Bingkai Antara Al-Muamalah Al-

    Maddiyah dan Al-Muamalah Al-Adabiyah. Pekalongan: IAIN Pekalongan.

    Marzuki. 2012. Pengantar Studi Hukum Islam. Yogyakarta : Universitas Negeri

    Yogyakarta.

    Muhaimin, Abdul Wahab Abd. 2015. Aktualisasi Syariah dan Fikih Dalam

    Menyelesaikan Pelbagai Persoalan Hukum (Hal 250-251). Jakarta : UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    Nurhayati. 2017. Jurnal Tentang Syariah Islam. Makassar : Universitas Muhammadiyah

    Makassar.

    Rahman, Afzalur. 2007. Ensiklopedia Ilmu dalam Al-Quran : Rujukan Terlengkap

    Isyarat-isyarat Ilmiah dalam Al-Quran. Bandung : Penerbit Mizania.

    Rohmah, Siti.2013. Formalisasi syariah : Studi konstruksi sosial elit partai politik di

    Kabupaten Pamekasan. Malang : Universtas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

    Saladin, Bustami. 2009. Aktualisasi Makna Syariah dan Fiqh Dalam Konsep Hukum

    Islam (Hal 231-233). Pamekasan : STAIN Pamekasan.

    Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta : Prenada Media.

    Tommy, Adham. 2017. Analisis Sop (Standard Operating Procedure) Marketing Plan

    Dan Implementasinya Pada Perusahaan Multi Level Marketing Syariah Dalam

    Perspektif Hukum Ekonomi Islam (Studi Kasus Distributor Tiens Kota Cierbon).

    Cirebon : IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

    Yuliana, Sa‟adah dkk. 2017. Transaksi Ekonomi dan Bisnis dalam Tinjauan Fiqh

    Muamalah. Idea Press: Yogyakarta.