20
Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin. Model Pembuatan Peraturan Daerah ... Model Pembuatan Peraturan Daerah Berbasis Syariat Islam (Perspektif Legislative Drafting Kontemporer) Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin Abstract The alternative model of producing Local Regulation (PERDA) which are based on Is lamic Laws constitutes a new, urgent concept inthe context oflegislative draffing renewal. Because theprocessof producing theregulations (from theplanning unto itssoccialization/ evaluation) must follow the principles of generating good and democratic laws, it must also accommodate Islamic values and principles. While tfie word "Islamic Laws" can be understood both inclusively and exclusively. Pendahuluan Otonomi daerah tidak dapat dipandang sebagai agenda yang terpisah dari agenda besar demokratisasi kehidupan bangsa. Konsekuehsi iogis dari cara pandang tersebut, kebijakan otonomi daerah itu harus diposisikan sebagai instrumen desentralisasi- demokratisasi. Daiam kaitan ini, otonomi daerah bukanlah tujuan, melainkan cara dan sarana demokratis untuk mewujudkan kemandirian, kesejahteraan, dan keadilan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Maka tak pelak pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 telah mendorong terjadinya berbagai perubahan paradigma mendasar di daerah. Pola pemenntahan telah berubah dari konsep yangsentraiistik menjadidesentralistik disertai munculnya harapan subumya ikiim demokratis di daerah. Demokratisasi di daerah mengandung maknasemakinmenguatnya partisipasi rakyat dalam proses-proses politik dan pembangunan di daerah, termasuk partisipasi rakyat daiam "proses pembuatan peraturan perundang- undangan tingkat daerah". Wujud partisipasi rakyat dimaksud dapat diiihat dari intensitas keteriibatan rakyat daiam mempengaruhi [in fluencing) proses pembuatan Peraturan Daerah (Perda) di Dewan Peiwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta proses mengawasi [monitoring] .dan menilai [evaluating) implementasi Perda oleh Pemerintah Daerah. Gelombang demokratisasi yang dibawa oieh momentum otonomi daerah tersebut, di antaranya telah mendorong umat islam di 99

Model Pembuatan Peraturan Daerah Berbasis Syariat Islam

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin. Model Pembuatan Peraturan Daerah ...

Model Pembuatan Peraturan Daerah

Berbasis Syariat Islam(Perspektif Legislative Drafting Kontemporer)

Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin

Abstract

The alternative model ofproducing Local Regulation (PERDA) which are based on Islamic Laws constitutes a new, urgent concept inthecontext oflegislative draffing renewal.Because theprocessofproducing theregulations (from theplanning unto itssoccialization/evaluation) must follow the principles ofgenerating good and democratic laws, it mustalso accommodate Islamic values and principles. While tfie word "Islamic Laws" can beunderstood both inclusively and exclusively.

Pendahuluan

Otonomi daerah tidak dapat dipandangsebagai agenda yang terpisah dari agendabesar demokratisasi kehidupan bangsa.Konsekuehsi iogis dari cara pandang tersebut,kebijakan otonomi daerah itu harusdiposisikan sebagai instrumen desentralisasi-demokratisasi. Daiam kaitan ini, otonomidaerah bukanlah tujuan, melainkan cara dansarana demokratis untuk mewujudkankemandirian, kesejahteraan, dan keadilanbagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Maka takpelak pemberlakuan otonomi daerahberdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999telah mendorong terjadinya berbagaiperubahan paradigma mendasar di daerah.Pola pemenntahan telah berubah dari konsepyangsentraiistik menjadidesentralistik disertai

munculnya harapansubumya ikiim demokratisdi daerah.

Demokratisasi di daerah mengandungmaknasemakinmenguatnya partisipasi rakyatdalam proses-proses politik dan pembangunandi daerah, termasuk partisipasi rakyat daiam"proses pembuatan peraturan perundang-undangan tingkat daerah". Wujud partisipasirakyat dimaksud dapat diiihat dari intensitasketeriibatan rakyat daiam mempengaruhi [influencing) proses pembuatan PeraturanDaerah (Perda) di Dewan Peiwakilan RakyatDaerah (DPRD), serta proses mengawasi[monitoring] .dan menilai [evaluating)implementasi Perda oleh Pemerintah Daerah.

Gelombang demokratisasi yang dibawaoieh momentum otonomi daerah tersebut, di

antaranya telah mendorong umat islam di

99

beberapa daerah {sebut saja misalnyaTasikmalaya, Garut, dan Cianjur, untuk wilayahJawa Barat) telah mendesak DPRD-nyasupaya menerapkan "syariat Islam" dldaerahnya melalui tuntutan pembuatanberbagai Terda Berbasis Syariat". Keinginan(ersebut semakin menguat ketika secarayuridis formal melalui Undang-Undang No. 44Tahun 1999jo Undang-Undang No. 18 Tahun2001, Pemerintah "memperkenankan"pelakanaan Syariat Islam diPropinsi NanggroeAceh Darussalam (MAD).

Formalisasi dan pemberlakuan syariat Islamdalamkonteks NegaraKesatuan RepublikIndonesia memang tidak semudahpengucapannya, sebab pada tataran konsep,proses, dan konsekuensi hukum maupunpolitiknya masih harus dioarikan titikfiersamaan pandang terlebih dahulu. Secarakonsepsional, ediom tentang "syariat Islam"masih terus diperdebatkan; apakah mengikutipoia pandang yang inklusif, eksklusif, ataumungkin yang sekuler. Demikian juga prosesdan konsekuensidariformalisasi syariat Islam-pun mengalami pasang dan surut dalampembaharuan sistem ketatanegaraan Indonesia.

Sejarah telah mencatat, tidak sedikitkonsekuensi sosial-politik, bahkan jiwa danraga yang harus dibayar oleh umat Islam yangmenghendaki formalisasi syariatislam di buminusantara. Hingga saat ini, perjuangan untukmemberlakukan syariat islam dengan caramengamandemen Pasal 29 UUD 1945dapatdikatakan "belum berhasil," karena sebagianbesar fraksi di f*,/lPR-RI sepakat untuk tidakmerubah pasal tersebut. Demikian jugakomentar pro-kontra mengenai masalah initerus bergulirdl masyarakat.

Menanggapi realitas tuntutan politik umat

Islam pada skala nasional maupun lokal dibeberapa daeran yang bersemangat untukmenerapkan atau memasukkan nilai-nilaisyariat Islam dalam berbagai peraturan (Perdauntuk tingkat Daerah), di satu pihak harusdipandang sebagai hal yang wajar, karenarealitas umat Islam yang mayoritas sedangmengekspresikan rasahukum dankeadilannyayang hidup. Di pihak lain, ekspresi nilai dansemangat juangsemacam ini harus dibangundengan pemikiran/konsep yang mendalamdan serius. Sebab realitas ummat Islam di

Indonesia (termasuk di Nanggroe Aceh.Darussalam sekalipun) belum memiiikipedoman konseptual menyangkut "ModelPembuatan Perda(untuk Aceh disebut qanun)Yang Berbasis Syariat Islam." !

Maksud dari model pembuatan Perdaberbasis syariat Islam di sini adalah dl satusisi sesuai dengan prinsip-prinsip pembuatanperaturan perundang-undangan yang baikdan demokratis. Pada sisi yang lain prosespembuatannya (mulai dari tahapperencanaan, perancangan, pembahasan,substansi, pengundangan, dan evaluasinya)mampu mengakomodasi nilai-nilai syariat Islam. Karena itu upaya altematif rekayasa modelpembuatan Perda Berbasis Syariat Islam inimempunyai makna strategis bagi pembamansistem hukum nasional (lokal) di masa-masayang akan datang.

Adapun lokasi penelitian ini difakukan diKabupaten Garut, Cianjur, dan TasikmalayaJawa Barat, sedangkan objek kajian yangdijadikan bahan analisisnya adalah berupaPerda-perda yangdisinyalirterkait eratdengansyariat Islam. Beberapa Perda dimaksudadalah Perda Kabupaten Tasikmalaya No. 01Tahun 2000 tentang PemberantasanPelacuran; Perda Kabupaten Garut No. 06

100 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL. 10. SEPTEMBER 2003:99 - 118

Jazim Hamidi dan Tatang Astamdin. Model Pembuatan Peraturan Daerah ...

Tahun 2000tentang Pelanggaran Kesusilaan;dan Perda Kabupaten Clanjur No. 21 Tahun2000 tentang Larangan Pelacuran.

Permasalahan yang muncul adalah, dieratransisi dari sistem demokrasi penwakilan (rep-

j resenlative democracy) kesistem demokrasipartisipatif (partisipative democracy) sepertisekarang ini, upaya mengakomodasi aspirasidan tuntutanmasyarakat tersebut akan sangattergantung pada "kemampuan" dan"kemauan" anggota DPRD. Kongkretnya,untuk menyikapi maraknya tuntutan aspirasimasyarakatyang Ingin menerapkan syariat Islam tersebut, secara internal diperlukanpeningkatan kualitas ilmu, peran, dantanggung jawab anggota DPRD, khususnyadi bidang legislative drafting (teknikperancangan draf peraturan perundang-undangan). Merekajuga dituntut lebihproaktif,kreatif, serta berani dalam memperjuangkanagenda pembaruan hukum Islam khususnya,dan pembaharuan sistem pemenntahandaerah pada umumnya. Permasalahan lainadalah seperti apakah mode! pembuatanPerda berbasis syariat Islam yang akanditawarkan Itu. Tentu grend desain yanghendakditawarkan ini harus didialogkan terus-menerus secara terbuka, termasuk melaluitulisan ini.

Tujuan dari kajian ini dlharapkan, secarateoritis dapat berguna sebagai sumber

Informasi untuk kajian/penelitian lanjutan bagipembaruan legislative drafting daerah,sekaligus mempertegas pemahaman bahwahukum tidak dapat dilepaskan dari kondisisosial yang terjadi pada saat perencanaan,pembuatan, dan Implementasinya. Secarapraktis, kajian ini diharapkan berguna bagiumat Islam pada umumnya dan kalanganlegislatif (DPRD)dan eksekutif daerah, sertapara praktisi hukum pada khususnya dalamupaya transformasi formalisasi atausubstansialisasi syariat Islam melaluikebijakan pembuatan Perda atau peraturanyang lain di daerah.

Konsepsi Teoretik yang Dibangun

Secara konsepsional, ada beberapa teoriatau konsep yang bisa dijadikan acuan dasardalam kajian tentang rekayasa modelpembuatan Perda yang berbasis syariat Islan'.ini. Di antaranya; teori "negara berdasar atsshukum" (RecWssfaat),' teori "Trias Politica,"^"prinsip-prinsip pembuatan peraturanperundang-undangan yang balk,"^ dan"konsepsi syariat Islam itu sendiri (baik polayang inklusif dan eksklusif)."^Penulis tidakbermaksud mengelaborasikan masing-masing teori tersebut satu persatu, melainkanhanya akan mengilustrasikan secara singkatke dalam komponen kerangka pikir yang

lihatdalam A. Hamid S.Attamimi, "Peranan Keputusan Presiden Dalam Penyelenggaraan PemerintahNegara," Diseriasi, (Jakarta; Ul, 1990), him. 1-4dan9.

'Sri Soemantri, "Beberapa Catalan tertiadap Proposal Penelitian tentangAspek Hukum InlsiatifDPR dalamPenyusunan Undang-undang," Makalah tidak diterbitkan, 1998, him. 3.

'Bagir Manan, Dasar-dasarPerundang-undangan Indonesia (Jakarta: Ind-Hiico, 1992), him. 13-20.'Abul Ala al-Maududi, "The Islamic Law and Constitution,' (diterjemahkan) Hukum danKonstitusi: Sistem

PoM/s/am (Bandung: Mizan, 1994), him. 23.

101

tersistematisir di bawah ini.

Kerangka pikir yang hendak dibangundimaksud diklasifikasi lebih lanjut sebagalberikut:

(1) Komponen konstitusional; sebagaikonsekuensi negaraberdasaratas hukum(Rechstaat), maka setiap pembuatanperaturan pemndang-undangan (termasukperaturan perundang-undangan tingkatdaerah), harus didasari oleh fahamkonstitusional yang jelas.

(2) Komponen poh'tik hukum; landasankonstitusional tersebut dalam tarapimplementasinya akan melahirkan politikhukum daerah yang antara lain berisikehendak dan arah kebijakan pembaruandan pengembangan hukum di daerahyang responsif, demokratis, dan partisipalif.

(3} Komponen program legislasi daerah; agarkehendak pembaruandan pengembanganhukum di daerah dapat terwujud secarakongkret, maka diperlukan programlegislasi daerah yang terencana, terpadu,dan holistik.

(4) Komponen bahan baku dalam prosespenyusunan program legislasi daerahadalah berbagai asas, kaidah, dan nilai-nilai serta pandangan yang hidup danberkembang efektif di masyarakat (livinglaw), seperti sistem dan tatanan hukumnasional, hukum adat, termasuk hukumIslam. Hal itu merupakan peluang atausebaliknya menjadi ancaman bagidaerah.Sebab, jika salah memaknai. misalnyasemata-mata didasarkan pada

"kepentingan sesaat kedaerahan (eforiakedaerahan) dan tendensi politis untukmenonjolkan identitas suku, kelompok,atau agama tertentu, maka yang terjadibukan pembaruan dan pengembangan

hukum yang harmonis-demokratis, tetapiyang terjadi adalah hukum yang elitis,represif, anarkis. dan egoismekedaerahan.

(5) Komponen aspirasi masyarakat. Aspirasimasyarakat daerah penting diperhatikansekaligus hams selektif, karena masing-masing daerah mempunyai karakter danciri yang berbeda-beda. Tuntutanperierapan syan'af Islam misalnya, sangattergantung pada "kemampuan" dan"kemauan" eksekutif dan legislatif daerahdalam menyerap dan menuangkanaspirasi masyarakat tersebut dalambentukPerda atau bentuk-bentuk lainnya.

(6) Komponen penerapan syariat Islam.Konsepsi penerapan syariat Islam di siniapakah dalam lingkup pengertian yanginklusifatau eksklusif. Jika inklusif, berartipenerapan syariat dalam kontekssubstantifnya atau nilai-nilai dasar Islamyang diperjuangkan untuk menjadi dasarpengaturan dalam berbagai Perda. Jikaeksklusif, berarti yang diperjuangkanadalah keinginan formalisasi syariat Islambalk dalam bentuk produk peraturanpemndang-undangan daerah. Kajian ini,mengikuti pola penerapan syariat Islamdalam arti yang inklusif.

(7) Komponen "Produk Hukum Daerah YangBerbasis Syariat Islam". Dengan katalain,upaya untuk mewujudkan semangatotonomi daerah plus semangat ke-Islaman yang diwujudkan melaluipembuatan berbagai Perda berbasissyariat Islam ini diperlukan sikapdemokratis, responsif, dan partisipatif.Pada gilirannya akan tercermin ke dalamproduk hukum daerah yang demokratis,etonom, dan responsif.

102 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEP7EMBER 2003:99 - 118

Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin. ModelPembuatan Peraturan Daerah ...

Hubungan antar berbagai komponentersebut secara skematis dapat dilihat padabagan di bawah ini:®

Bagan 1Kerangka Pikir /Teoretik

"Model Pembuatan Peraturan Daerah

Berbasis Syariat Islam"

Tatanan Hukum

Nasional

Tatanan Hukum

Islam

Tatanan Hukum

Adat

Ifeterangan;

Land3san Konstitusional

Politik Hukum

Program Legislasi

Daerah

IPartisipasi

Masyarakat

(Penerapan syariat

Islam;inklusif&

eksklusif)

: hubungan langsung

: hubungan fungsional

Anallsis atas Perda tentang Pelacuran,Case Study

Berdasarkan data yang diperoleh dilapang (Kabupaten Garut, Cianjur, danTasikmalaya) bahwa dalam kurun waktu 1999- awal 2003, terdapat kurang lebih 308 Perdayang berhasil mereka buat; Kabupaten Garuttelah membuat103 Perda, Kabupaten Cianjurmembuat 82 Perda, dan Kabupaten

d)

CO

.CO

Oi<u

cCD3

CO

E

Q.

draRing Produk Hukum Daerah

BerbasisSyariatIslam

Tasikmalaya juga telah membuat 103 buahPerda. Dari sekian banyak Perda tersebut,diperoleh hanya 1 Perda yang merupakanhasil inisiatif DPRD, yakni Perda KabupatenGarut No. 1 Tahun 2003tentang PengelolaanZakat, Infaq, danShadaqah. Sedangkan Perdayang dijadikan bahan kajian dalam tulisan iniadalah Perda tentang larangan pe'acuran.yang ketiga daerah tersebut juga telahmengaturnya.

Beberapa Perda dimaksud adalah PerdaKabupaten Tasikmalaya No. 01 Tahun 2000

®Diadaptasi dari bagan yang dibuat Oik Hasan Bisri, Pildr-pilarPenelifian Hukum Islam dan Pranata Sosial(Bandung; Lembaga Penelitian IAIN Sunan Gunung Djati, 2001), him. 196.

103

tentang Pemberantasan Peiacuran; PerdaKabupaten Gaait No. 06 Tahun 2000 tentangPelanggaran Kesusilaan; dan PerdaKabupaten Cianjur No. 21 Tatiun 2000tentangLarangan Peiacuran.

Ketiga Perda dimaksud sengaja dipilitidengan beberapa alasan, yaitu: pertama,masalah yangdiaturkesemuanyamenyangkutmasalah peiacuran atau kesusilaan, ia sangatpopuler dan erat kaitannya dengan isupenerapan syariat Islam di ketiga lokasitersebut. Indikatornya, Perda tersebut relatifmendapat respons cukup banyak darimasyarakat (umat Islam) dibandingkan Perdayang lain. Kedua, Perda tentang Kesusilaanatau Peiacuran sudati ada di ketiga lokasipenelitian, sehingga memungkinkan untukdiperbandingkan. Hal itu, berbeda denganp.":asalati iainnya, seperti Perda tentang Zakat,infaq, dan Shadaqah meskipun sangat eratkaitannya (terkait langsung) dengan isupenerapan syariat Islam, namun Perdatersebut hanya terdapat di Kabupaten Garut,sementara di daerah Iainnya belummengatumya.

Dalam analisis berikut, penulis hanyaakanmenganalisis ketiga Perda tersebut dari segilegislatif drafting-uYa (meliputi aspek; strukturPerdanya, tahap penyusunannya, dansubstansinya], sedangkanhasil analisis dalamarti yang lebih luas dapat dilihat dalam hasilpenelitian. Model alternatif Perda berbasissyariat islam juga ikut diilustrasikan dalamtulisan ini.

1. Struktur Perda

Dari struktur dan bentuk Perda yangdijadikan sampel, dapat dianalisis sebagaiberikut:®

a. SIsi Penamaan atau judul:

(1) Pada Perda Kabupaten Tasikmalaya No.01 Tahun 2000 tentang ^PemberantasanPeiacuran beserta perubahannya No. 28Tahun 2000 Tentang Perubahan PertamaPerda Kabupaten Tasikmalaya No. 01Tahun 2000 Tentang PemberantasanPeiacuran, ada beberapa hal yangmenarik dikemukakan;

a. Penulisannomortidak perlu tanda titikdua (:}:

b. Nama Perda ini akan lebih baik kalau

difaeri nama Perda tentang "Larangandan Pemberantasan Peiacuran",karena dalam judul tersebutterkandung unsur larangan/preventif/pencegahan sekaligus mengandungunsur kuratif/ pengobatan/penanggulangannya. Selain itu, jikadilihat dari substansi pasal-pasalnyaterkandung ketentuan larangan.

(2) Pada Perda Kabupaten Garut No. 06Tahun 2000 tentang PelanggaranKesusilaan; Penamaan sudah benar

sesuai dengan teknik perancangan yangbenar. Namun Perda ini menurut hemat

penulis terlalu -abstrak dan tidak fokus.sehingga dapat menimbulkan multi tafsir,

®Dasarrujukan yang dijadikan pisau analisis adalah: Kepres No. 44Tahun 1999Tentang Teknik PenyusunanPeraturan Perundang-undangan danBentuk RUU, RPP, danRKepres jo. Kepmendagri danotonomi DaerahNo. 21 Tahun 2001 Tentang Teknik Penyusunan dan Maleri Muatan Produk-produk Hukum Daerah jo.Kepmendagri danOtonomi DaerahNo. 22Tahun 2001 Tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah.

104 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003: 99 • 118

Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin. Model Pembuafan Peraturan Daerah

di samping ruang lingkup pelanggarankesusilaan itu sangat luas dan beragam.

(3) Pada Perda Kabupaten Cianjur No. 21Tahun 2000 tentang Larangan Pelacuran;Penamaan judul sudah benar, namunpenggunaan frase "DENGAN RAHMAT

-ALU\H YANG MAHA KUASA" adaiah tidak

lazim, karena menurut juktak yang berlaku,menggunakan frase. "DENGAN RAHMATTUHANYANG MAHAESA".

b. Sisi Pembukaan

(1} Pada Perda Kabupaten Tasikmalaya No.01 Tahun 2000 tentang PemberantasanPelacuran beserta perubahannya No. 28Tahun 2000 Tentang Perubahan PertamaPerda Kabupaten Tasikmalaya No. 01Tahun 2000 Tentang PemberantasanPelacuran; Ada beberapa catatan sebagalberikut:

a. Dasar pertlmbangan Perda tersebutsudah memenuhi ketepatansubstantifmaupun tarapsinkronisasi vertikal danhorisontal, namun ada beberapaperaturan perundang-undanganyangtidak disebutkan, yaitu; (1)KeputusanPresiden No.44 Tahun 1999, tentangTeknik Penyusunan PeraturanPerundang-undangan dan BentukRancangan Undang-undang,Rancangan Peraturan Pemerintah,dan Rancangan Keputusan Presiden,terutama Pasal 6 dan 7. (2)Keputusan Keputusan Menteri DalamNegeri Nomor 84 Tahun 1993 tentangBentuk-bentuk Peraturan Daerah

(Perda), sebab beberapa dasarhukum in! pada waktu itu masihberlaku;

b. Pada frase "Dengan persetujuan,"kurang kata "bersama";

c. Letak tullsan Kabupaten semestihyaditurunkan sejajar dengan kataTasikmalaya.

(2) Pada Perda Kabupaten Garut No. 06Tahun 2000 tentang PelanggaranKesusilaan: Ada beberapa catatansebagai berikut;a. Ada hal yang terasa ganjil dalam

argumen konsideran pada butir (b)yang ditandaskan adanya upaya"pemberantasan" perbuatan asusila,sementara nama/judul Perda iniadaiah tentang "pelanggaran"kesusilaan.

b. Dasar pertimbangan hukum secai"-.substantif kurang fokus dan tidakhierarkhis (butir 4 seharusnya iebihdahulu disebutkan dari butir 3), danPeraturan Pemerintah No. 45 Tahu

1992(butir 5) sudah tidakberlakulag..Sementara Kepres dan Kepmendagritentang Pembuatan Peraturan Daerah(Perda) tidak ada.

c. Penulisan hurup "p" dengan hurufkecil pada "Dengan persetujuan"adaiah "salah," dan kata'KabupatenGarut pada frase Dewan PenvakilanRakyat Daerah seharusnyaditurunkan.

(3) Pada PerdaKabupaten Cianjur Nomor 21Tahun 2000 tentang Larangan Filacuran,dasar hukumnya belum menyebutKeputusan Presiden dan KeputusanMenteri Dalam Negeri tentang PembuatanPeraturan Daerah (Perda) yang berlakusaat itu (seperti diurai di atas).

105

c. SisI Batang Tubuh

(1) Pada Perda Kabupaten Tasikmalaya No.01 Tahun 2000 tentang PemberantasanPelacuran beserta pembahannya Nomor28 Tahun 2000 Tentang PerubahanPertama Perda Kabupaten TasikmalayaNo. 01 Tahun 2000 TentangPemberantasan Pelacuran;Ada beberapacatatan sebagaiberikut:a. Pada bagian Ketentuan Umum,

• terutama bagian Pengertian, perluditambahkan pengertian tentang"pemberantasan pelacuran";

b. Ketentuan mengenai objek yangdiatur perlu ditambahkan hal-halmengenai; (1) Rincian atau ruanglingkup pemberantasan pelacuran,baik daiam arti slapa peiakuutamanya, penyedia sarana danprasarananya, dan intelektual dader-nya. (2) Bentuk-bentuk pemberantasanpelacuran;

c. Dalam ketentuan sanksi (Pidana)perlu ditambahkan sanksiadministratifberupa pencabutan dan ataupenutupan izin usaha yangdiindikasikan terkait dengan masalahprostitusi;

d. Pasal tentang penyidikan (Pasal 8)seharusnya diatur lebih dahulu atausebelum Pasal 7 mengenai ketentuanpidana.

(2) Pada Perda Kabupaten Garut No. 06Tahun 2000 tentang PelanggaranKesusilaan; Ada beberapa catatansebagaiberikut;a. Pada Ketentuan Umum Pasal 1,

terutama pada butir (d) pengertianPelanggaran Kesusilaan terlalu

abstrak bahkan kabur, sementara

ruang lingkup pelangggarankesusilaannya tidak dirinci secarategas dan jelas.

b. Ketentuan mengenai objek yangdiatur perlu ditambahkan hal-halmengenai (1) ruang lingkuppemberantasan pelacuran baikdalam-arti-siapa'pelaku utamanya,penyedia sarana dan prasarananya,dan intelektual dader-nya. (2) Bentuk-bentuk pemberantasan pelacuran;

c. Solusi penindakan danpemberantasan pelanggarankesusilaan dalam Perda ini kurangjelas. Semestinya hal itu diatur dalampasal tersendiri.

d. Ketentuan sanksi (Pidana) hanyamengatur masalah tindak pidanakurungan, ancaman dendanya tidakdiatur, bahkan sanksi administratifdiatur dalam Bab III. Hal itu dapatdikatakanketentuan penindakanyang"salah kamar";

e. Ketentuan tentang Penyidikan (Pasal5)seharusnya diatur lebih dahulu atausebelum Pasal 4 mengenai ketentuanpidana.

(3) Pada Perda Kabupaten Cianjur No. 21Tahun 2000 tentang Larangan Pelacuran;Ada beberapa catatan sebagai benkut:a. Pada Ketentuan Umum perlu

ditambahkan pengertian tentangPenindakan Pelacruran dan

Pemblnaan Pelacuran. sebab akanmenimbuikan "salah tafsir";

b. Ketentuan mengenai objek yangdiatur dalam Perda perluditambahkan hal-hal mengenai (1)ruang lingkup perbuatan pelacuran

106 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003: 99 • 118

Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin. Model Pembuafan Peraturan Daerah ...

(2) Bentuk-bentuk penindakannya;c. Perda hanya mengatur masalah

tindak pidananya, sementara sanksiadministratif belum diatur.

d. Sisi Penutup

(1) Pada Perda Kabupaten Tasikmalaya No.01 Tahun 2000 tentang PemberantasanPelacuran beserta perubahannya No. 28Tahun 2000 Tentang Perubahan PertamaPerda Kabupaten Tasikmalaya No. 01Tahun 2000 Tentang PemberantasanPelacuran; Adabeberapacatatansebagaiberikut:

a. Pada ketentuan penutupada halyangbelum diatur yaitu masalahpenunjukkan organ atau pihak yangdiikutsertakan dalam pelaksanaanPerda Ini;

b. Ketentuan Pengundangan danPengesahan sudah benar, meskipunperlu dipikirkan adanya paradigmabahwa yang mengesahkansemestinya Ketua DPRD, sesuaidengan amanat amandemen UUD1945.

(2) Pada Perda Kabupaten Garut No. 06Tahun 2000 tentang PelanggaranKesusilaan: Pada ketentuan penutup adahal yang belum diatur yaitu masalahpenunjukkan organ atau pihak yangdiikutsertakan dalam pelaksanaan PerdaIni.

2. Penyusunan Perda

Sesuai dengan rujukan yang berlaku,telaah terhadap Peraturan Daerah (Perda)dalam perspektif proses atau prosedurpenyusunan Perda/difokuskan padaB (enam)tahap, yaitu (1) Tahap Perencanaan (2) TahapPerancangan (3) Tahap Pembahasan (4)Tahap Pengesahan (5) Tahap Pengundangan,dan (6) Tahap Sosialisasi. Telaah terhadapPerda dalam subkajian in! tidak dilakukan satupersatu dari masing-masing daerah seperti diatas, melainkan dilakukan secara umumterhadap ketiga Perda yang dijadikan sampel.

a. Tahap PerencanaanI

Padatahapan perencanaan,setiap prosespembuatan Rancangan Perda seharusnyadilakukan penelitian (research) terlebihdahulu, supaya kebijakan pengaturan kedalam Perda itu benar-benar didukung databaseyang akurat (sesuai aspirasi masyarakat).Dan hasil penelitian itu dibuatlah makalah inti(position paper) sebagai bahan utamapembuatan naskah akademik (academicdraft). Berdasarkan investigasi di lapangan,tidak ditemukan bukti bahwaketiga PeraturanDaerah (Perda) tentang Pelacuran tersebutlahir melalui proses perencanaan yangmatang sepertidi atas.

Ketiga Perda tentang Pelacuran ini semuladipicu oleh desakan masyarakat yang merasaprihatin terhadap maraknya kegiatanpelacuran dan tindakan asusila lainnya.

'Lihat Kepmendagri dan Otonomi Daerah No. 23 Tahun 2001 Tentang Prosedur Penyusunan ProdukHukum Daerah jo. Kepmendagri dan Otonomi Daerah No. 24 Tahun 2001 Tentang Lembaran Daerah danBerita Daerah.

107

Namun respons dari masyarakat yangmemang cukup besar tersebut umumnyasekedar pernyataan secara llsan. Desakanmasyarakat tersebutkemudlan direspons olehDPRD dan Pemerintah Daerah. Contoh di

Kabupaten Garut dan Cianjur, pada awalnyaPerda ini akan diusulkan dan merupakanprakarsa/inisiatif DPRD, namun karenaberiarut-larut tidak ada respon dewan,kemudian "diambll alih" oleh eksekutlf.

Permasaiahan yang muncul menurut salahsatu staff di Bagian Hukum, bahwa Perdatentang Pelacuran ini dapal dikatakan tidakmempunyai "induk" atau leading sektoryangjelas, karena masalah pelacuran termasukwilayah "rebutan" antaraBagian Ketertiban danBagian Sosial. Pada tahapan ini, pihak yangteriibat hanyalah Bagian Ketertiban, bagianSosial. Bagian Hukum serta SekretarisDaerah.Bukan itu saja, proses pemunculan Raperda-raperda ini juga tidak didukung oleh hasilpenelitian dan ketiganya tidak dibarengidengan draf akademik teriebih dahulu.

b. Tahap Perancangan

Karena proses riset tidak dilakukan, danmakalah inti serta draf akademik tidak dibuat,makaTim Asistensi yangsengaja dibuat untukmelakukan perancangan tidak mampuberbuat banyak. Akibatnya mereka cendemngmengambil "jalan pintas" dengan melakukan"studi banding' ke daerah lain yang sudahmemiliki Perda sejenis, sehingga tidak dapatdihindarkan—dalam proses penelitianditemukan—adanya banyak sekali kesamaandl antara ketlga Perda Pelacuran yangdijadikan sampel tersebut. Kegiatan diskusidan konsultasi memang dilakukan, namunkonsultasi dan diskusi yang dilakukan sangat

terbatas di antara Tim Asistensi, BagianHukum, dan leading sector yang berkaitandengan masalah pelacuran serta kelompokdan organisasi masyarakat yang sangatterbatas.

c. Tahap Pembahasan

Ada 2 (dua) tahapan pembahasan yangdilalui oleh ketiga Rancangan Perda tentangPelacuran tersebut, yaitu (1) pembahasanyang dilakukan di kaiangan eksekutif sendiriyangmelibatkan perangkatdaerah/dinas yangterkait, dan (2) pembahasan dalam sidangDPRD. Pada pembahasan pertama tidak adapembahasan yang berarti, karena diantaradinas/unit kerja ada semacam sikap untuktidak terlalu "mencampuri" wilaydh dinas/unitkerja lain. Kecuali itu, umumnya merekasudah"percaya" dan "menyerahkan sepenuhnya'kepada Tim Asistensi yang sudah dibentuk.Jadi, pembahasan pertama dilakukan sekedarformalitas belaka. Pada pembahasan keduadi DPRD juga tidak ada kajian danpembahasan berarti. Menurut salah.seoranganggota Tim Asistensi di Kabupaten Ganit,anggota DPRD lebih banyak membahas hal-hal "kecir yang "tidak perlu" bahkan "salah."Misalnya, mereka bersikukuh menghendakipenggantian frase DENGAN RAHMAT TUHANYANG MAHA ESA dengan frase DENGANRAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA.

Pada saat proses pembahasanRancangan Perda-perda Ini DPRD, praktispartisipasi masyarakat tidak dilibatkan,notabene ketiga Perda ini lahir karena dipicuoleh desakan masyarakat. Itu artinya, Perdaini sengaja dibuat hanya untuk memuaskanmasyarakat secara kamuflase semata.

108 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL. 10. SEPTEMBER 2003:99 -118

Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin. Model Pembuatan Peraturan Daerah ...

d. Tahap Pengesahan/Pengundangan

Pada tahapan pengesahan danpengundangan ini ketiga Perda tentangPelacuran tersebut sudah dilakukan secara

benar, sesuaidengan prosedur dan peraturanperundang-undangan yang berlaku. Dalamhal ini pengesahan dilakukan oleh Bupati, danpengundangan dilakukan oleh SekretansDaerah melalui Lembaran Daerah dan Berita

Daerah. Namun, sesuai dengansemangatdanparadigma baru yang diusung olehamandemen DUD 1945. sayogyanyapengesahan Perda tersebut dilakukan olehKetua DPRD, dan pengundangannyadilakukan oleh Sekretariat DPRD. Sayangsekali pada saat penelitian ini dilakukan RUUtentang Teknik Perancangandan PenyusunanPeraturan Perundang-undangan belumberhasil disyahkan. Sebab, harapannya RUUitulah yang bakal menjadi payung bagipembuatan peraturan termasuk peraturanperundangan tingkat daerah.

e. Tahap Sosialisasl

Pada tahap sosialisasl inipun masih jauhdari harapan, terbukti pada saat penelitiberusaha mendapatkan Perda yangdiinginkan,peneliti harus melewati beberapa "prosedur"tertentu, belum lagi masalah kesemrawutanadministrasi di daerah. Dari ketiga lokasipenelitian, Kabupaten Garut termasuk yangpaling tertib untuk masalah pengarslpannya.Hai itu berarti, tingkat akses publik untukmendapatkan produk-produk hukum daerahmasihsangat rendah. Bagian Hukum di ketigalokasi penelitian juga mengakuikekurangannya daiam hal sosialisasl produk-produk hukum daerah tersebut. Selama inimereka hanya melakukannya dengan

mencetaknya dalam jumlah yang sangatterbatas, alasan klasik yang merekakemukakan adalah masalah keterbatasan

anggaran. Untuk Kabupaten Cianjur patutdipuji, karena padatahap sosialisasl ini sudahmulai mencoba menggunakan media internet,meskipun belum efektif betul.

3. Substansi Perda

Telaah aspek substansi Perda padadasarnya menyoroti Batang Tubuh darimasing-masing Perda tentang Pelacurantersebut. Namun karenasecara singkatsudahdibahas dalam telaah struktur dan bentuk

Perdasebelumnya, maka pada sub-bagian Inilebih difokuskan pada analisis materi yangdiatur dalam masing-masing Perda.

Setelah mencermati dan mengkajisubstansi materi dari beberapa Perdadimaksud, ada beberapa catatan yang dapatdikemukakan, yaitu:a. Terdapat banyak kesamaan isi dari ketiga

Perda tersebut, yang berbeda hanyalahpenamaan ataujudulnya saja. Perdayangdari Kabupaten Tasikmalaya diberi namaPerda tentang "PemberantasanPelacuran," yang dari Kabupaten Garutberjudul Perda tentang "PelanggaranKesusilaan," dan yang dari KabupatenCianjur berjudul Perda tentang "LaranganPelacuran". Adanya banyakhalkesamaantersebut temyata bukan tanpa sengaja,para perancang dan penyusun Perdatersebut mengaku 'saling berkunjung' danmelakukan 'studi banding' dalam prosespenyusunannya. Jika ditihat dari waktupengundangannya ternyata Perda dariKabupaten Garut diundangkan lebih

109

dahulu (17 Pebruari 2000), kemudianKabupaten Cianjur (14 Nopember 2000),dan Kabupaten Tasikmalaya (8Desember2000).

b. Dalam Perda Kabupaten Tasikmalayayang diberi judul "PemberantasanPelacuran" ternyata tidak ditemukanpengertlan tentang pemberantasanpelacuran itu sendiri. Ruang lingkup danbentuk-bentuk upaya pemberantasanpelacuran juga belum dlatur. Hal itu tentusaja akan mengaburkan efektlfitaspencapaian tujuan dari Perda itu sendiri.yakni "memberantas" pelacuran. Sanksiadmlnistratif berupa pencabutan dan ataupenutupan izin usaha juga belum dlaturdalam ketentuan sanksi. Pengaturansanksi administratif dalam Bab tentangKETENTUAN PENINDAKAN dapatdlkategorikan "salah kamar' dandirasakan kurang tegas. Penegasanketentuan sanksi administratif tersebut

dirasakan penting, mengingat selama inidalam proses razia atau operas!pelacuran, seringkali terjadi "kucing-kucingan" antara petugas dengan germodanatau pelacur. Beberapa waktu setalahrazia. praktek pelacuran tersebut munculkembali. Hal itu teijadi antara lain karenalokasi yang dijadikan mangkal parapelacur dan germo—misalnya warungatau hotel, tidak pernah diusik olehpetugas.Perda Kabupaten Garut yang berjudu!"Pelanggaran Kesusilaan" jugapengertlantentang pelanggaran kesusilaan masihterlalu abstrak bahkan dapat dikatakankabur. Ruang lingkup pelangggarankesusilaannya juga tidak dirinci secarategas dan jelas. Akibatnya, solusi

penindakan danpemberantasan terhadappelanggaran kesusilaan jugakurang jelas.Hal itu tentu saja akan mengaburkanefektlfitas pencapaian tujuan dari Perdaitu sendiri. yakni memberantas segalabentuk pelanggaran kesusilaan.Ketentuan sanksi dalam Perda ini jugahanya memuat ancaman pidanakurungan, ancaman denda tidak dlatur.Pengaturan sanksi administratifdalam Babtentang KETENTUAN PENINDAKANselaindirasakan kurang tegas juga dapatdlkategorikan "salah kamar," yang salahsatu akibatnya adalah masalah kepastianhukum dan terjadinya kelemahan dalampenegakkannya.Demikian halnya pada Perda'KabupatenCianjur tentang "Larangan Pelacuran".Dalam ketentuan umum belum ada

pengertlan tentang penindakan pelacurandan pembinaan pelacuran.Ketidakjelasan pengertlan tersebut dapatmenimbulkan "salah tafsir" dalam

penegakkannya. Ruang lingkup perbuatanpelacuran dan bentuk-bentuk penindakandan pembinaannya juga belum dlatursecara rinci dan jelas. Padahal,mengingat fungsi Perda sebagaiperaturan pelaksana-dari peraturan dlatasnya serta untuk menampung kondisikhusus dari daerah yang bersangkutan,maka isi Perda itu semestinya mengaturlebih rinci. Selain itu Perda ini juga hanyamemuat ancaman pidana kurungan dandenda. Pengaturan sanksi administratifjustru dlatur dalam Bab tentangPENGAWASAN, PENINDAKAN. DANPEMBINAAN. Selain dirasakan kurangtegas. hal itu juga dapat dlkategorikan"salah kamar".

110 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:99 • 118

Jazim Hamidi dan Tatang Astarudin. Model Pembuatan Peraturan Daerah

c. Secara umum, mated muatan ketigaPerda tersebut belum menunjukkankesesuaian antara isi dengan dasarfiiosofis, sosiologis, dan politis yangmelatarbelakanginya. Maka dapatdiprediksikan, pada tataranpelaksanaannya ketiga Perda tersebutakan menghadapi beberapa tantangan.Beberapa tokoh agama yang diwawancaraijuga memandang bahwa substansi Perdatersebut maslh jauhdari harapan mereka,terutama berkaitan dengan ancamanhukuman bag! peiacurdan pasangannyayang dinilai "terlalu ringan." Tidak heranjika ha! Uu memunculkan kepeslmisan dikalangan mereka akan keefektifan Perdatersebut dalam upaya pemberantasanpelacuran.

Model Pembuatan Perda yangDitawarkan?

Untuk melakukan rekayasa modelpenyusunan Perda yang diharapkan berlakudi masa depan (ius constituendum), terlebihdahulu periu didesknpsikan kembaii modelpenyusunan/perancangan Perda yang selamaini ada dan berlaku. beserta titik-titikkeiemahannya, untuk kemudian dicarialtematif model yang dapat ditawarkan dimasadepan. Seiain itu, beberapa permasalahanpraktis yang ditemukan di lapangan, danperkembangan mutakhir yang berkaitandengan aspirasi dantuntutan masyarakat jugaharus dipertimbangkan.

Berdaoarkan teiaah terhadap rujukantentang Perda dan rujukan tentang prosedurdan mekanisme penyusunan Perda padapembahasan sebeiumnya, ada beberapaCatalan yang layak dijadikan acuan untuk

penyusunan model baru proses penyusunanPerdadi masa depan, yaltu:

Pertama, jelas terlihat bahwa rujukan yangada masih menganut paradigma lama yangcenderung executive heavy. Kecenderungandominasi kekuatan eksekutiftersebut misainyajelas terlihat daiam Undang-undang tentangPemerlntahan Daerah. Gubernur/Bupati/Waiikota, di samping mempunyai kekuasaaneksekutif, ia juga mempunyai (atau boiehdibaca, mencampuri) kekuasaan iegisiatifdanyudikatif (Lihat Pasal 19 ayat (1) butir d dan f;Pasal43butir g; Pasal 69; Pasai 70; Pasal73ayat(1}).

Kuatnya kekuasaan eksekutif juga terlihatdaiam Keputusan Presiden dan KeputusanMenteri Dalam Negeri dan Otcnomi Daerahyang mengatur bahwa yang mengesahkanPerda adaiah" Gubemur/Bupati/Walikota danyang mengundangkan Perda ke dalam Beritadan Lembaran Daerah adaiah SekretarisPropinsi/Kabupaten/Kota. Padahal jikamerujuk pada semangat dan perubahan yangterjadi pasca amandemen DUD 1945, pihakyang mengesahkan semestinya adaiahSekretariat DPR/DPRD, dan yangmengundangkan Perda ke dalam Berita danLembaran Daerah juga semestinya SekretarisDPRD.

Kedua, rujukan prosedur penyusunanPerda tersebut tidak secara tegasmenekankan pentingnya proses penelitian(riset), pembuatan makaiah inti Cpos/f/on paper), dan draf akademik (academicdraft) yangsemestinya mendasari setiap perancangan/penyusunan Perda. Padahal, agarsetiap Perdayang dikeiuarkan benar-benar mampumenjawab permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, dan tidakbertentangan dengan nilal-nilai yang berlaku

ill

di tengah-tengah masyarakat, serta tidakmenimbulkan gejolak di tengah-tengahmasyarakat, proses penelltian secara ilmiahadalah niscaya adanya.

Ketiga, rujukan prosedur penyusunanPerda tersebut juga tidak secara tegas

. membuka partisipasi publik seluas-luasnyadalam proses penyusunan Perda, mulai daritahapan perencanaan, perancangan,permbahasan, hingga sosialisasi. Dalampenyelenggaraan pemerintahan daerah yangdemokratis, penyusunan Perda, perlumengikutsertakan masyarakat, misalnyamelalui riset, dengar pendapat, diseminasiasplrasi, pengawasan, dan sebagainya,dengan tujuan agardapat mengakomodasikankepentingan masyarakat luas tersebut untukdituangkan daiam Perda. Peran sertamasyarakat tersebut akan mempermudahsosialisasi dan penerapan substansi apabilaPerda itu sudah ditetapkan dan dlundangkan.

Keempat, di era demokratisasi danotonomi dewasa ini, beberapa ketentuanKeputusan Presiden dan Keputusan MenteriDalam Negeri dan Otonomi Daerah tersebutdirasakan cukup kaku frigidj untuk mampumengimbangi dinamika aspirasi masyarakatdaerah. Semakin luasnya kewenangandaerah sesual dengan konsepsi otonomi luas,berbandin'g lurus dengan semakinkompleksnya urusan dan permasalahan didaerah,dan itu berarti hamssemakin responsifdan proaktifnya para penyelenggarapemerintahan di .daerah, termasuk dalamproses penyusunanregulasidaerah. Pedomanpenyusunan Perda yang rigid dan kaku, akanmenjadi salah satu faktor penghambat yangcukup berarti bag! para penyelenggarapemerintahan di daerah. Memang, sebuahkepastian hukum, setiap produk hukum hams

dirancang dengan format dan teknispenulisan yang balk dan benar, sertaberdasarkan prosedur yang sah, sehinggadapatdipertanggungjawabkan. Untuk itu peduadanya standardisasi bentuk produk hukumdaerah. Namun demikian, standardisasi yangkaku dan tidak mampu mengimbangiperkembangan aspirasi masyarakat, justruakan melahirkan "penolakan" dan"pelanggaran" darimasyarakatsendiri, terbuktidengan banyaknya Perda yang dianggap"bermasalah" oleh DepartemenDalam Negeri.

Akibat dari mjukan yang masih memilikibeberapakelemahan sepertiitu, temyatajugamelahirkan Perdayangtidak kalah "lemahnya".Dari perspektif legislative drafting ketiga Perdayang dijadikan kajian dalam makateh ini jugamemiliki banyak kelemahan. Beberapakelemahan tersebut antara lain:

Pertama, paradigma pembuatan ketigaPerda tersebut masih kuat dan kental nuansa

executive heavy-nya. Salah satu indikatomyaadalah Perda tersebut semuanya berasa! dariinisiatif eksekutif. Padahal, ketiga Perdatersebutlahir di era otonomi dan berada padaera amandemen UUD 1945. Para pembuatPerda tersebut sehamsnya sudah memahamidan mengakomodasi paradigma bam dalamlegisiative drafting:

Kec/ua, mengirigat masih banyaknyakesalahan dariaspek legislative drafting padaketiga Perda tersebut, secara umum dapatdikatakan bahwa para pembuat Perdatersebut (eksekutifdan legislatif daerah) belummemahami secara baik dan benar pedomanpenyusunan Perda yang sedang dan ternsdiperbaiki ini;

Ketiga, secara substantif, ketiga Perdatersebut belum mengikuti prinsip-prinsippembuatan Perda yang baik dan demokratis.

112 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:99 -118

Jazim Hamidi dan Tatarig Astamdin. Model Pembuatan Perafuran Daerah

Hal itu antara lain dapat dilihat dari adanyakenyataan di bawah ini;1. Ketiga Perda tersebut tidak didasarkan

pada penelitian [research) formal yangserius;

2. Masyarakat dan stake holders belumdilibatkan secara penuh. mulai daritahapan perencanaan sampai tahapansosialisasi;

3. Public hearing atas ketiga Perda masihsangat terbatas;

4. Sosialisasi ketiga Perda tersebut jugamasih sangat terbatas dan cenderungmenggunakan cara-cara konvensional.Keempat, secara umum, motivasi yang

mendasari penyusunan Perda tersebut masihmengedepankan dimensi rechtsmatigheid,sekedar untuk memenuhi tuntutan

masyarakat, sehingga Perda tersebut dibuat"asal jadi." Akibatnya, dimensi doelmatigheid-nya terabaikan.

Dari pemaparan di atas, secara teoritisdapat dikatakan bahwa poiitik hukum danperundang-undangan yang menjadi rujukanpenyusunan Perda termasuk Perda yangdihasiikannya masih condong padaparadigma "state orienterT daripada "publicoriented." Kecenderungan seperti itu padagilirannya dapat mengesampingkan "fahamkonstitusi" yang menekankan perlunyapembatasan kekuasaan,dan kekuasaan harustunduk pada hukum.® Hal itu juga dapatdimaknai terjadinya deviasi terhadap teori"Rechtsstaaf terutama pada prinsippemisahan kekuasaan secara tegas dalamsuatu negara. Kenyataan tersebut jugadapatdimaknai bahwa konstitusi dan perundang-

undangan Indonesia masih memposisikaneksekutif lebih dominan dari pada legisiatif.Padahai, sejarah telah membuktikan bahwakerugian atau dampak negatif akibat daridominan eksekutif yang berlebihan, tanpadiimbangi mekanisme checks and baiancessangat berat dirasakan di mana-mana.

Berdasarkan deskripsi tentang keiemahanmodel rujukan penyusunan Perdayang berlaku(sekarang) tersebut, dapat diinventarisasibeberapa solusi teroretis untuk penyusunanmodel alternatif pembuatan Perda berbasissyariat Islam untuk masa depan, yaitu:1. Pemegang kekuasaan membentuk

peraturan harus "bertumpu padakekuasaan legisiatif (legislative power),namun tetap tersedia mekanisme cheksand balances:

2. Konsiderannya harus didasarkan padapertimbangan yang komprehensif danmendaiam dari aspek filosofis, yuridis,politis, ekonomis, sosiologis, maupunaspek ekologis.

3. Substansinya harus benar-benardisesuaikan dengan tuntutan dan aspirasimasyarakat (bisa dibaca, sesuaisyariat islam);

4. Output peraturannya harus responsif,••populistik, demokratis, dan akomodatif;

5. Dengan kata lain {butir 1- 4diatas), harusmemiliki standardisasi tertentudari aspekstruktur, prosedur, format, substansi,maupun teknis penulisannya, namuntetapmampu mengimbangi tuntutan aspirasimasyarakat dan perkembangan zaman.Untuk mempermudah pemahaman,

berikut ini model alternatif pembuatan Perda

®Moh. Mahfud MD.. Poiitik Hukum Di Indonesia {Jakarlc.; LP3ES, 1998), him 54.62.

113

berbasis syariat Islam yang ditawarkandideskripsikan pada tabel berikut ini:

label 2

Perbandingan Proses Pembuatan Perda

MODEL LAMA

Tahap Perencanaan:

1. Pembuatan Perda Udakdidasari

penelitian

2. Tidak ada "position paper" dariparaahll yang kompeten

3. Tidak memakai penyusunanNaskah Akademik

4. Tert'utup dari partisipanmasyarakat

Tahap Perancangan:

A. BentukLuar;1. BagianPenamaan/judul2. Baglan Pembukaan/

konsideran

3. Batanglubuh4. Penutup

B. Bentuklsi/Dalam;1. Keteniuan Umum

Z Asas/prinsipdasar3. Mated yangdiatur4. Ketentuai ptdana5. Ket^ai peraiihan6. Ketentuan penutup

C. SumberRujukan Hukumnya;Legalevidence danempirical

evfdence-nyausang

114

3.

INDIKATOR

Riset

Position paper

Naskaii Akademik

Partisipasi masyarakat

Ketepatan struktur, pertimbangan.dasarhukum, bahasa, danejaannya

l^sesuaanisidengaidasarfilosdls,yurldis, soslologis, ekonomis,ekologis, dsb.

Asas-asas penyusunan peraturanperundang-undangan yang balk(asasrormildanmaleril]

4.

MODEL ALTERNATIF

Pembuatan Perdaselaludidukungolehhasilpenelitian

Ada'pos/tfonpaper"yang s^gajadibuat oieh ahfi yang kompeten

Naskah Akademik PenyusunanPerdamenjpakan prasyarat wajib

Partisipasi masyarakat diiibatkans^aktahap persiapaisampai tahapevaluasi

A. BentukLuan1. BagianPenamaan2. Bagian Pembukaan3. Batanglubuh4. Penutup

B. Bentuklsi/Dalam;1, Ketentuan Umum

Z Asas/Pfinsip Dasar3. Materiyangdiatur4. K^entuanPldana

5. Ketentuan P^alihan

6. tetentuan P^rutup

C. Sumber RujukanHukumnya;Legalevidencedan em-

pirical ev/dence-nyamutakhir

JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:99 -118

Jazim Hamidi dan Tatang Astawdin. Mode! Pembuatan Peraturan Daerah ...

Tahap Pembahasan:

1. P^bahasan dilakukan secara tertutup2. Tidak melibatkan masyarakat

Pembahasan

Partisipasi masyarakat1. Pembahasan dilakukan secara

fertxika

2. Melibatkan stakeholders

masyarakat

Pengesahan danPengundangan:

1. Pengesahan ol^Gubemur/Bupali/Walikota

2. Pengundangan olehSekretaris Daerah

Pengesahan

Pengundangan

1. PengesahanolehKetuaDPRD

2. Pengundangan olehSekretariat DPRD

Tahap Sosialisasi:

1. Sosialisasidilakukan padasegmen danjumlahyangterbatas

2. Sufitdiakses

3. Mai9gunakancara<arakonvaisional

Uasyar^rnengetahuldanmudahmendapatkan Produk Perda

1. Sosialisasi dilakukan padasegmen yangyangtaklerbatas

2. Mudah dlakses publik

3. Menggunakan cara yangmoderen

Seluruh tahapan dan kriteria modelalternatif penyusunan Perda tersebutdimaksudkan dalam perspektif pembuatanPerda yang berbasis syariat Islam, karenaproses transformasi Hukum Islam juga hamsdiawali olehpenelitian dan inventarisasi materihukumnya yang hidup dalam masyarakatdengan senantiasa memperhatikanperubahan yang terjadi dan selalu melibatkanpartisipasi masyarakat.

Lebih daii sekedar itu, dalam pembuatanPerda berbasis syariat islam, setiap tahapanpembuatan dl atas harus dimaknai leblhserius, karena selain membutuhkan kerjakeras untuk membahasakan nilal-nllai syariatIslam ke dalam naskah hukum, dibutuhkan

pula kesepakatan (ijma) di kalangan umat Islamsendiri serta kesedlaan untuk "kompromi"dan "berintegrasi" dengan tatanan hukum Iain,termasuk tatanan hukum nasional. Dengankata lain, dalam proses pembuatan Perdaberbasis syariat Islam,' selain diperlukankemampuan tentang legislative drafting,diperlukan pula kemampuan dalam istimbathukum serta pemahaman mendalam dankomprehensif tentang sistem dan dinamikahukum, balk hukum Islam, hukum nasional,maupun hukum adat. Sebab, jika salahmemaknai dan menyikapi, misalnya semata-mata didasarkan pada kepentingan sesaatkedaerahan (eforia kedaerahan) dan tendensiuntuk menonjolkan identitas kelompok.

115

kepentingan, dan agama semata-mata, makayang terjadi bukan pemberlakuan danpembentukan hukum yang responsif-harmonis-demokratis, tetapi yang terjadiadalah hukum elltis, anarkis dan cenderungke egoisme kedaerahan.

Simpulan

Secara umum, model rujukan pembuatanPerda yang ada dan berlaku sekarangcenderung executive heavydan tidak secarategas menekankan pentingnya prosespenelltian (riset) dan partisipasi publik seluas-luasnya dalam proses penyusunan Perda.Model rujukan tersebut juga dirasakan cukupkaku ^rlgidj untuk mampu menglmbangidinamlka aspirasi masyarakat di era otonomidaerah.

Terhadap Perda yang dijadlkan sampeldalam kajlan Inl, secara substantif prosespembuatannya belum menglkuti prlnslp-prlnslp pembuatan peraturan perundang-undangan' yang balk dan demokratis.Simpulan tersebut didasarl oleh temuanbahwa proses pembuatan ketiga Perdatersebut tidak didasari oleh penelltian danpembuatan naskah akademlk yang serius,serta partisipasi publlk dalam penyusunannyajuga maslhsangattertiatas. Dalam perspektiflegislative drafting-nya juga ditemukan formatdan sitematlkayang tidak benar.

Alternatif model pembuatan Perdaberbasis syarlat Islam yang ditawarkanidealnya harus: (1) bertumpu pada kekuasaaniegisiatif (legislative power) namun tetaptersedla mekanisme cheks dan balances; (2)responsif, populistik, dan akomodatif; (3)menekankan pentingnya pertimbangan yang

komprehensif dan mendalam dari aspekfilosofis, yuridis, politis, ekonomis, soslologis,maupun aspek ekologis; (4) harus memilikistandard tertentu dari aspek prosedur, format,maupun teknis penulisannya, namun tetapmampu menglmbangi tuntutan aspirasi danperkembangan zaman.a

Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik dan SharonSiddique, Tradisidan Kebangkitan Islam di AsiaTenggara, Jakarta: LP3ES,I989.

Al-Ghazall, al-lqtishaad fi al-l'tiqaad, Balrut: Daral-Kutub al-llmiyyah,i988.

, Ihya Ulumu al-Din, Kairoc Masyhadal-Husaini,t.t

al-MaududI, Abul A'la.TTje Islamic Law andConstitution, diterjemahkan, Hukumdan Konsditusi; Sistem Politik Islam,Bandung: Mizan, 1994.

al-MawardI, Abu a\-Hasar\,al-Ahkaam al-Shulthaaniyyah, Balrut Dar al-Flkr,t.t.

al-Nabhani, Taqiyuddin, "NIzham al-Hukml fial-lslam," diterjemahkan, SistemPemerintaban Islam. Bangil: ai-Izzah,1996.

al-Ra'ls, Dliya al-DIn,a/-/s/am wa al-Khilafah fial-Ashn al-Hadits] Naqd Kitab a!-Islamwa Ushul al-Hukm, Kairo: dar al-Turats.tt.

Anonlmus, Kompilasi Hukum Islam, Bandung:Humanlora Utama Press.

Anshari, Endang Saefuddin, Piagam Jakarta22 Juni 1945. dan Sejarab Konsensus

116 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:99 -118

Jdzim Hamidi dan Tatang Astarudin. Model Pembuatan Peraturan Daerah

Nasional Antara Nasionalis Islami danNasionalis "Sekuler" Tentang DasarNegara Republik Indonesia, Bandung:Pustaka, 1991.

Asad, Muhammad, Minhajal-lslam fial-Hukmi.diterjemahkan, Sebuah Kajian TentangSistem Pemerintahan Islam, Bandung:Pustaka.1985.

Attamimi, Abdul Hamld. S., Teranan KepresDalam Penyelenggarakan PemerintahNegara," DiseriasiUl Jakarta, 1990.

"Der Rechtsstaat Republik Indonesia dan Perspektifnya MenurutPancasila dan UUD 1945," Makalahdalam Seminar Dies Natalis UNTASJakarta ke42, 9Juli 1994.

Azhary, Negara Hukum Indonesia, Jakarta; UlPress, 1995.

Basylr, Ahmad Azhar, Pokok-pokok PersoalanFilsafat Hukum Islam, Yogyakarta: Ull,1984.

Dick, Robert. C., Legal Drafting, the corswellCompany Limited, 1972.

Dickerson, Reed. The Fundamentals ofLegalDrafting, Little, Boston, Toronto: Brownand Company, 1986.

Esposito, John L., "Islam and Politics,"diterjemahkan: Islam dan Politik,Jakarta: Bulan Bintang. 1990.

Ibnu Taiymiyyah, al-Siyasah al-Syar^iyyah fiIshlah al-Ra'l waal-Ra'iyyah, Lebanon:Dar al-Kutub al-Arabiyyah.t.t.

Khatami, Mohammad, Membangun DialogAntar Peradaban, Bandung: Mizan,'1998.

Kusumaatmadja, Mochtar, FungsfdanPembangunan Hukum DalamPembangunan Nasional, Bandung:BInacipta, 1976.

, Hukum, Masyarakat, dan PembinaanHukum Nasional, Bandung: Binacipta,1976.

Levy, Ruben, The Social Structure of Islam,diterjemahkan, Susunan MasyarakatIslam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.

Lubis, M. Solly, Landasan dan TeknikPerundangan-undangan, Bandung:Mandar Maju, 1989.

M, Sri Soemantri, "Beberapa catatan TerhadapProposal Penelitian Tentang AspekHukum Inisiatif DPR DalamPenyusunan UU," Makalah tldakditerbitkan. 1998.

Manan, Bagir, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Ind-Hill.co., 1992.

, Menyongsong FajarOtonomi Daerah,Yogyakarta: PSH. Fak. Hukum. Ull,2001.

_, "Penelitian di Bidang Hukum," DalamJurnal Hukum, Bandung:Puslitbangkum-UNPAD, NomorPerdana: 1- 1999.

Sistem dan Teknik Pembuatan

Peraturan Perundang-UndanganTingkat Daerah, Bandung: LPPMUNISBA,1995.

MD, Moh Mahfud., Politik Hukum Di Indone

sia. Jakarta; LP3ES. 1998

Prakoso.Djoko, Proses Pembuatan Peraturan

117

Daerah, Jakarta: Ghalia Indonesia.1985.

Puiungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah; AjaranSejarah dan Pemikiran, Jakarta:Rajawali, 1994.

Rosenthal, E.I.J., Islam inThe Modem NationalState, Cambridge at The UniversityPress, 1965.

Soejito, Irawan, Teknik Membuat Undang-Undang, Jakarta: Pradnya Paramita,1988.

Scekanto, Soerjono, Pengantar PenelitianHukum, Jakarta: Ul-Press, 1986.

Perundang-undangan Dasar-Dasardan Pembentukannya. Yogyakarta:Kanisius, 1998.

Wa, Mohamed S.EI, "On The Political SystemofIslamic State," diterjemahkan. S/stemPolitik Dalam Pemerintahan Islam,Surabaya: Bina limu, 1983.

Widodo, L.Amin, Fiqib Siyasah DalamHubungan Intemasional, Yogyakarta:Tiara Wacana, 1994.

Peraturan Perundang-undangan:

Amandemen 1,11, ill, dan IV UUD1945.Soeprapto, Maria Farida Indrati, llmu

118 JURNAL HUKUM. NO. 24 VOL 10. SEPTEMBER 2003:99 -118