17
Kompetensi Komunikasi Bisnis Lintas Budaya Puji Lestari, Retno Hendariningrum, dan Prayudi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta Jl. Babarsari no 2 Yogyakarta 55281, Telp 0274-487147 email: [email protected] Abstract The competence of Intercultural business communication is needed in this global era. Communication competence relates to one’s viewpoint on a particular group of people (stere- otype). This study aims to examine the effect of inter-ethnic stereotypes toward the competence of business communication between Padang and Java silver entrepreneurs in Yogyakarta and Padang. This study used an objective perspective with the quantitative data collection methods and Structural Equation Model (SEM) analysis techniques. The findings indicate which princi- pally reinforce the existence of Theory Ethnocentrism, Intercultural Communication Theory of Gudykuns and Kim, as well as Intercultural Communication Competence Model of Spitzberg. The silver entrepreneurs of Padang Java communicate each other with the involvement of cul- ture (cultural values ), sociocultural (the experience of inter-ethnic), and psycho-cultural (social prejudices). Spitzberg intercultural communication competence model which includes; motiva- tion, knowledge, and communication skills, have been tested for the case in Indonesia, espe- cially Java and ethnic entrepreneurs silver Padang. The author hopes that the existence of the theories of intercultural business communication is growing in Indonesia. Abstrak Kompetensi komunikasi bisnis lintasbudaya sangat diperlukan di era global ini. Kompetensi komunikasi berkaitan erat dengan sudut pandang seseorang tentang sekelompok orang tertentu (stereotip). Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh stereotip antaretnik terhadap kompetensi komunikasi bisnis di antara para pengusaha perak Jawa dan Padang di Yogyakarta dan di Padang. Penelitian ini menggunakan perspektif objektif dengan metode pengumpulan data kuantitatif, serta teknik analisis Structural Equation Model (SEM). Secara keseluruhan hasil penelitian ini memperkuat keberadaan Teori Etnosentrisme, Teori Komunikasi Antarbudaya Gudykuns dan Kim, serta Modell Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Spitzberg. Para pengusaha perak Jawa dan Padang saling berkomunikasi dengan melibatkan budaya (nilai-nilai budaya), sosiobudaya (pengalaman antaretnik), dan psikobudaya (prasangka sosial). Model kompetensi komunikasi antarbudaya Spitzberg yang meliputi; motivasi, pengetahuan, dan keahlian berkomunikasi, telah teruji untuk kasus di Indonesia, khususnya pengusaha perak etnik Jawa dan Padang. Penulis berharap keberadaan teori-teorii komunikasi bisnis antarbudaya semakin berkembang di Indonesia. Kata kunci: kompetensi komunikasi lintasbudaya dan stereotip antaretnik PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

komunikasi bisnis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pentingnya memahami komunikasi bisnis dalam kegiatan perdagangan dan ekonomi secara domestik maupun internasional

Citation preview

  • 250

    Kompetensi Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

    Puji Lestari, Retno Hendariningrum, dan PrayudiProgram Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Universitas Pembangunan Nasional Veteran YogyakartaJl. Babarsari no 2 Yogyakarta 55281, Telp 0274-487147

    email: [email protected]

    Abstract

    The competence of Intercultural business communication is needed in this global era.Communication competence relates to ones viewpoint on a particular group of people (stere-otype). This study aims to examine the effect of inter-ethnic stereotypes toward the competenceof business communication between Padang and Java silver entrepreneurs in Yogyakarta andPadang. This study used an objective perspective with the quantitative data collection methodsand Structural Equation Model (SEM) analysis techniques. The findings indicate which princi-pally reinforce the existence of Theory Ethnocentrism, Intercultural Communication Theory ofGudykuns and Kim, as well as Intercultural Communication Competence Model of Spitzberg.The silver entrepreneurs of Padang Java communicate each other with the involvement of cul-ture (cultural values ), sociocultural (the experience of inter-ethnic), and psycho-cultural (socialprejudices). Spitzberg intercultural communication competence model which includes; motiva-tion, knowledge, and communication skills, have been tested for the case in Indonesia, espe-cially Java and ethnic entrepreneurs silver Padang. The author hopes that the existence of thetheories of intercultural business communication is growing in Indonesia.

    Abstrak

    Kompetensi komunikasi bisnis lintasbudaya sangat diperlukan di era global ini. Kompetensikomunikasi berkaitan erat dengan sudut pandang seseorang tentang sekelompok orang tertentu(stereotip). Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh stereotip antaretnik terhadap kompetensikomunikasi bisnis di antara para pengusaha perak Jawa dan Padang di Yogyakarta dan di Padang.Penelitian ini menggunakan perspektif objektif dengan metode pengumpulan data kuantitatif, serta teknikanalisis Structural Equation Model (SEM). Secara keseluruhan hasil penelitian ini memperkuatkeberadaan Teori Etnosentrisme, Teori Komunikasi Antarbudaya Gudykuns dan Kim, serta ModellKompetensi Komunikasi Antarbudaya Spitzberg. Para pengusaha perak Jawa dan Padang salingberkomunikasi dengan melibatkan budaya (nilai-nilai budaya), sosiobudaya (pengalaman antaretnik),dan psikobudaya (prasangka sosial). Model kompetensi komunikasi antarbudaya Spitzberg yang meliputi;motivasi, pengetahuan, dan keahlian berkomunikasi, telah teruji untuk kasus di Indonesia, khususnyapengusaha perak etnik Jawa dan Padang. Penulis berharap keberadaan teori-teorii komunikasi bisnisantarbudaya semakin berkembang di Indonesia.

    Kata kunci: kompetensi komunikasi lintasbudaya dan stereotip antaretnik

    PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

  • 251

    Pendahuluan

    Fenomena yang ada di lapanganmenunjukkan bahwa, stereotip antaretnik tidakbisa dielakkan dalam komunikasi bisnisantarbudaya. Misalnya, pengusaha perak Jawamenganggap orang Cina pandai berbisnis sehinggabanyak pengusaha perak Kotagede melarangorang Cina yang akan berbisnis perak diKotagede, karena mereka curiga dan takuttersaingi oleh orang Cina. Sebagian respondenCina memandang pengusaha Jawa sebagai orangyang malas dan tidak disiplin; (Lestari, 2006:251).

    Dalam praktik komunikasi bisnis, banyakpengusaha yang sering mengalami masalahberkaitan dengan adanya perbedaan budaya(Lestari, 2006:7) karena itu diasumsikan bahwa;(1) Setiap individu memiliki nilai-nilai budaya yangmendasari persepsi, sikap, dan perilakunya,termasuk stereotip antaretnik; (2) Setiap individumemiliki stereotip tertentu terhadap etnik yangdiajak berkomunikasi, seperti, pengusaha Jawamemiliki strereotip terhadap orang Cina bahwabagi mereka etnik Cina itu ulet, mau bekerja keras,tetapi pelit; (3) Dalam komunikasi bisnis munculberbagai masalah yang berkaitan dengan stereotipantaretnik, seperti, orang Batak dalam melakukantransaksi bisnis yang dianggap agak kasar ataukurang sopan, berbeda dengan orang Jawa yangdianggap lebih sopan; (4) Stereotip antaretnik yangpositif dapat meningkatkan kompetensi komuni-kasi dalam bisnis.

    Berbagai masalah yang diakibatkan olehstereotip antaretnik sering terjadi dalam duniabisnis, termasuk bisnis di bidang perak. Menurutpenelitian Lestari (2006:.250), banyak pengusahaperak Bali memiliki stereotip negatif terhadap parapengusaha perak Jawa. Para pengusaha perakJawa memiliki stereotif negatif terhadap parapengusaha perak Cina. Berdasarkan hasilpenelitian tersebut, penulis bermaksud menelitimengenai implikasi stereotip antaretnik dalamkomunikasi bisnis di kalangan pengusaha perakdari etnik Jawa dan Padang. Stereotip antaretnikterkait dengan prasangka sosial antar pihak-pihakyang berkomunikasi. Stereotip antaretnik akanberpengaruh pada kompetensi komunikasi bisnisdengan orang-orang yang berbeda budaya.

    Adapun masalah yang akan diteliti adalahsebagai berikut; (1) Apakah nilai-nilai budaya yangdimiliki, pengalaman antaretnik, dan prasangkasosial dapat membentuk stereotip antaretnik dikalangan pengusaha perak Jawa dan Padang?; (2)Apakah motivasi komunikasi, pengetahuankomunikasi, dan keahlian komunikasi dapatmembentuk kompetensi komunikasi bisnisantarbudaya di kalangan pengusaha perak Jawadan Padang ?; (3) Adakah pengaruh stereotipantaretnik terhadap kompetensi komunikasi bisnisdi antara para pengusaha perak Jawa dan Padang?

    Penelitian tentang Model KompetensiKomunikasi Bisnis Antarbudaya telah dilakukanoleh penulis (Lestari, 2006). Hasil penelitiantersebut menyatakan bahwa model kompetensikomunikasi antarbudaya Spitzberg (Samovar,2000:377) telah teruji pada responden etnik Bali-Cina. Penelitian tersebut menunjukkan bahwakompetensi komunikasi bisnis yang berkembangdi antara pengusaha perak etnik Bali dan Cinasecara konsisten dapat dijelaskan oleh tiga variabelmanifes, yaitu motivasi komunikasi, pengetahuankomunikasi, dan keahlian komunikasi. ModelSpitzberg bahwa apabila motivasi komunikasimeningkat, maka kompetensi komunikasimeningkat dapat teruji melalui penelitian ini.Berdasarkan estimasi koefisien bobot faktornya,pembentukan kompetensi komunikasi antarbudayapada kelompok pengusaha perak Bali-Cinadicirikan oleh motivasi komunikasi sebagai variabelmanifes paling berpengaruh dalam pembentukankompetensi komunikasi bisnis di antara mereka.Di lain pihak, keahlian komunikasi merupakanvariabel manifes yang pengaruhnya kecil.

    Kompetensi komunikasi bisnis pengusahaperak etnik Bali menurut etnik Cina secaradominan dicirikan oleh variabel manifespengetahuan komunikasi. Indikasi tersebutditunjukkan oleh koefisien validitas (koefisienbobot faktor li) dan reliabilitas (R

    2) variabel manifesmotivasi dalam membentuk kompetensikomunikasi bisnis pengusaha perak etnik Balimenurut etnik Cina sebesar 0,8785 dan 0,7717.Keahlian komunikasi yang dimiliki pengusahaadalah variabel manifes dominan kedua dalampembentukan kompetensi komunikasi bisnispengusaha perak etnik Bali menurut etnik Cina.

    PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

  • 252 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 139-249

    Koefisien validitas dan reliabilitas variabel manifesini sebesar 0,7707 dan 0,5939. Motivasikomunikasi yang dimiliki merupakan variabelmanifes paling rendah dalam pembentukankompetensi komunikasi bisnis di kalanganpengusaha perak etnik Bali yaitu sebesar 0,3809dan 0,1451. Berdasarkan hasil analisis datatersebut, maka kesimpulan yang dapat diperolehadalah, kompetensi komunikasi bisnis pengusahaperak etnik Bali menurut etnik Cina, secaradominan dicirikan oleh variabel manifespengetahuan komunikasi, kemudian diikuti olehvariabel keahlian, dan motivasi komunikasi.

    Penelitian tentang Kompetensi komunikasibisnis antarbudaya telah dilakukan olehMuhammady (2001) tesis di Universitas Indone-sia ( UI ) bidang kajian Ilmu Komunikasi. Judulpenelitiannya yaitu Kompetensi KomunikasiAntarbudaya Dalam Proses Interaksi KaumPedagang (Studi Kasus Pada Pedagang EtnisPadang dan Sunda di Pasar Mayestik JakartaSelatan). Metode pengumpulan data digunakanteknik wawancara dan pengamatan pada sejumlahinforman ( tiga orang pedagang etnik Padang dantiga orang etnik Sunda yang berjualan di PasarMayestik Jakarta Selatan). Metode analisis datayang digunakan adalah kualitatif dengan studikasus. Hasil penelitiannya menemukan aplikasi dariModel Dimensi Kompetensi KomunikasiAntarbudaya yang dikemukakan Chen danStarosta (Turnomo, 2005) yaitu; Afffective atauIntercultural Sensitivity (SensitifitasAntarbudaya), Cognitive atau InterculturalAwareness (Kesadaran Antarbudaya), danBehavioral atau Intercultural Adroitness(Kecakapan Antarbudaya). Penelitian inimenyimpulkan bahwa perilaku pedagang etnikPadang lebih menonjol dalam Afffective atauIntercultural Sensitivity dan Behavioral atauIntercultural Adroitness dibanding etnik Sunda,walaupun dalam unsur-unsur tertentu etnik Sundajuga memiliki kelebihan.

    Penelitian ini berbeda dengan penelitianMuhammady. Perbedaannya terletak pada tujuandan subjek penelitian. Penelitian Muhammadybertujuan menerapkan Model KompetensiKomunikasi Antarbudaya dengan metode studikasus (kualitatif), sedangkan peneliti bertujuan

    menguji Model Kompetensi KomunikasiAntarbudaya dengan pendekatan objektif (datakuantitatif).

    Penelitian tentang kompetensi komunikasiantarbudaya juga dilakukan oleh Koestoer (1999)yang berjudul Kompetensi KomunikasiAntarbudaya (Studi Kasus pada Proses Adaptasipeserta Training dari Indonesia di Australia).Penelitian ini bertujuan menerapkan ModelKompetensi Komunikasi Antarbudaya yangdikemukakan Chen dan Starosta, konsep highcontext culture-low context culture, konsepmonochronic time polychronic time (EdwardT.Hall), serta empat dimensi nilai budaya (GeertHofstede). Pengumpulan data dilakukan denganmetode participant observation dan wawancaramendalam terhadap 17 orang wanita peserta train-ing, selama tiga bulan (pertengahan April Juli1998) di kota Adelaide Australia. Data yangdiperoleh dianalisis dengan perspektif subjektif(data kualitatif). Penelitian ini menyimpulkan bahwapara peserta training dari Indonesia cukupkompeten berkomunikasi antarbudaya denganorang Australia pada konteks sosial formal.Perbedaan utama penelitian ini dibandingkandengan penelitian Koestoer adalah secarametodologis, penelitian itu dilakukan secarakualitatif yang bertujuan untuk menerapkan sebuahmodel kompetensi komunikasi antarbudaya Chendan Starosta, sementara penelitian ini bermaksudmenemukan model kompetensi komunikasiantarbudaya Jawa dan Padang. Teori dan modelyang digunakan dalam penelitian ini adalah ModelKompetensi Komunikasi Antarbudaya Spitzberg(Samovar dan Porter, 2000:337).

    Penelitian tentang kompetensi komunikasiorang Jawa dan Cina telah diteliti oleh TurnomoRahardjo dalam disertasinya di Universitas Indo-nesia (UI) pada tahun 2004. Hasil penelitiandisertasinya telah ditulis dalam sebuah buku yangberjudul : Menghargai Perbedaan Kultural,Mindfulness dalam Komunikasi Antaretnis yangterbit tahun 2005. Penelitian tersebut menggunakanpendekatan penelitian campuran antara subjektifdan objektif, dengan metode kualitatif sebagaimetode dominan. Responden/informan penelitiandilakukan pada 100 orang etnik Jawa dan Cina diperkampungan Sudiroprajan Solo, dengan

    PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

  • 253Purwadi, Etika Komunikasi dalam Budaya Jawa

    pembagian etnik Jawa (64 persen) dan Cina (36persen). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwakompetensi komunikasi antara etnik Jawa dan Cinatergolong baik dan dapat menciptakan suatuhubungan antarbudaya yang mindfull. Masing-masing etnik telah menyadari adanya perbedaan-perbedaan budaya yang t idak perludipertentangkan demi keharmonisan hubungan diantara mereka. Suasana harmonis di antaramereka juga diakibatkan oleh lingkunganpemukiman di perkampungan dan bentukbangunan rumah yang saling berhadap-hadapan,serta tingkat perekonomian yang relatif setara(menengah ke bawah) memungkinkan warga etnikCina dan Jawa saling membaur untuk menjalankankehidupan sehari-hari. Hasil penelitian kualitatiftersebut didukung oleh data kuantitatif mengenaikompetensi komunikasi etnik Jawa (menurutresponden Jawa) dan Cina (menurut respondenCina). Motivasi komunikasi etnik Cina (3,88) lebihtinggi dibanding etnik Jawa (3,83). Hal ini terkaitdengan kebutuhan rasa aman etnik Cina diSudiroprajan Solo. Mengenai pengetahuankomunikasi, ternyata etnik Jawa lebih tinggipengetahuannya (3,39) dibanding etnik Cina(3,26), sedang kecakapan orang Cina lebih tinggi(3,31) dibanding etnik Jawa (2,98). Menurut

    Rahardjo (2005:133) hal tersebut terkait denganstereotip orang Jawa yang bersikap tenggang rasa,sungkan, dan sebagainya sehingga mengakibatkanperilaku yang pasif atau menahan diri dalamnegosiasi dan komunikasi antaretnik.

    Penelitian tersebut memiliki kesamaan danperbedaan dengan penelitian ini. Persamaannyayaitu sama-sama mengaji kompetensi KomunikasiAntarbudaya. Penelitian tersebut sudah relatiflengkap dalam mengemukakan teori-teorikomunikasi antarbudaya dan menggali data tentangkompetensi komunikasi antarbudaya di kalanganetnik Jawa dan Cina di Sudirodiprajan Solo. Teoriyang digunakan antara lain teori identitas kultural(Gudykunst dalam Raharjo, 2005:76), dankompetensi komunikasi antarbudaya (Wisemandalam Raharjo,2005:70). Penelitian tersebut tidakbermaksud menguji teori tetapi menemukankonsep-konsep baru dalam komunikasiantarbudaya. Konsep yang ditemukan adalahmaindfulness dalam komunikasi antarbudaya, disamping Model Komunikasi Antaretnik Jawa danCina di Sudiroprajan Solo. Mengenai kompetensikomunikasi antarbudaya, yang lebih baik adalahorang Cina dibanding Jawa.

    Penelitian tentang stereotip etnik Jawapernah dilakukan oleh Rahardjo (2005:134),

  • 254

    bahwa orang Jawa dinilai oleh orang Cina sebagaietnik yang tenggang rasa, sungkan, malas bekerja,dan lain-lain. Dengan demikian, di mata orang Cina,orang Jawa itu dipandang lebih rendah dalam etoskerja, namun ramah dalam pergaulan sehari-hari.Pandangan bahwa etnik Jawa lemah dalam etoskerja juga dilaporkan oleh Budi Susetyo yangmenemukan bahwa menurut penilaian mahasiswaCina terhadap etnik Jawa di Semarang JawaTengah, orang Jawa memiliki kemampuanmenonjol dalam sosialisasi yang mengedapankanharmoni dengan lingkungan di sekitarnya namunetos kerjanya kurang ulet (Susetyo, 2003).Sementara stereotip tentang etnik Padang lebihsenang bekerja keras, ulet dan pantang menyerah(Muhammady,2001).

    Model komunikasi yang dapatmenggambarkan komunikasi antarbudaya adalahModel Gudykunst dan Kim (1992:33), bahwapenyandian pesan dan penyandian balik pesanmerupakan suatu proses interaktif yang dipengaruhioleh filter-filter konseptual yang dikategorikan

    menjadi faktor-faktor budaya, sosiobudaya,psikobudaya dan faktor lingkungan. Dengandemikian proses komunikasi antarbudaya ini sangatdinamik, seperti dapat dilihat pada gambar 1.

    Spitzberg (Samovar dan Porter, 2000:337) juga menggambarkan Model KompetensiKomunikasi Antarbudaya, yang antara Actor(komunikator-1) dan Co-actor (komunikator-2)dalam menjalin komunikasi antarbudaya memilikikompetensi berupa; (1) Motivation (RewardPotential, Objectives and Goals, & Anxiety);(2) Knowledge Fungtions (Interaction, SpeechAct, Linguistic, Management, Homeostatic,Coordinative); dan (3) Skills (Composure, In-teraction Management, Altercentrism, Expres-siveness).

    Ketiga hal tersebut saling terkait satu samalainnya dalam menentukan outcomes(Aprpropriateness, effectiveness) dalam Context(culture, place, Relations, Purpose). Lebih jelasdapat dilihat pada gambar 2.

    Gambar 2. Model Kompetensi Komunikasi Lintas Budaya Spitzberg (Samovar dan Porter, 2000: 377 ).

    KONTEKS

    Budaya Tempat

    MOTIVASI

    KEAHLIAN

    Ketenangan, Manajemen Interaksi,Perubahan

    AKTOR

    FUNGSI PENGETAHUAN

    Interaksi

    Tindakan

    Berbicara

    Kebahasaan

    Manajemen

    Keseimbangan

    Efes

    iens

    i Mot

    ivas

    i

    HASIL

    Kelayakan

    Keefektifan

    CO-AKTOR

    MOTIVASIPenghargaan Potensial,Tujuan objektif Kecemasan

    Efes

    iens

    i Mot

    ivas

    i

    HASIL

    Kelayakan

    Keefektifan

    KEAHLIAN

    Ketenangan, Manajemen Interaksi,

    Peng

    hara

    pan

    EPIS

    OD

    E

    KONTEKS

    Budaya Tempat

    FUNGSI PENGETAHUAN

    Interaksi

    Tindakan

    Berbicara

    Kebahasaan

    Manajemen

    Keseimbangan

    Peng

    hara

    pan

    Penghargaan Potensial,Tujuan objektif Kecemasan

  • 255

    Hipotesis penelitian ini adalah; (1) Nilai-nilai budaya, pengalaman antaretnik, danprasangka sosial membentuk stereotip antaretnikdi kalangan pengusaha perak Jawa dan Padang;(2) Motivasi, pengetahuan, dan keahliankomunikasi membentuk kompetensi komunikasibisnis antarbudaya di kalangan pengusaha perakJawa dan Padang; (3) Stereotip antaretnikmempengaruhi kompetensi komunikasi bisnis dikalangan pengusaha perak Jawa dan Padang.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini meliputi variabel bebasStereotip antaretnik dan variabel terikatKompetensi Komunikasi Bisnis Antarbudaya.

    Definisi Konseptual

    Pengertian Stereotip menurut WalterLippmann sebagai orang pertama yangmerumuskan stereotip adalah gambar di kepalayang merupakan rekonstruksi dari keadaanlingkungan yang sebenarnya (Warnaen, 2002:117).Terdapat empat unsur penting yang terkandungdalam definisi stereotip, yaitu (Warnaen,2002:122); (1) Stereotip termasuk kategorikepercayaan; (2) Stereotip dianut bersama olehsebagian besar warga suatu golongan etnis; (3)Sifat-sifat khas yang diatribusikan ada yang esensialdan ada yang tidak; (4) Golongan etnisnya sendirijuga bisa dikenai stereotip yang disebutotostereotip.

    Kompetensi komunikasi bisnisantarbudaya adalah kesan bahwa perilakukomunikasi itu tepat dan efektif dalam satuhubungan tertentu, baik secara verbal maupunnonverbal. Komunikasi dikatakan tepat apabilasesuai dengan apa yang diharapkan dalamhubungan tersebut. Dikatakan efektif apabila bisamencapai tujuan komunikasinya. Kompetensikomunikasi antarbudaya menurut Spitzbergmeliputi motivasi, pengetahuan, dan keahliankomunikasi.

    Definisi Operasional

    Stereotip antaretnik yang dimaksud dalam

    penelitian ini adalah pandangan, pendapat, ataupun kepercayaan yang dianut oleh sebagian besarwarga golongan etnik tertentu mengenai sifat-sifatkhas dari etnik lainnya. Stereotip antaretnikdipengaruhi oleh; (1) Nilai-nilai budaya yangdimiliki oleh responden sesuai pendapat Lewis(2004), yaitu nilai-nilai yang berorientasi tugas,orang, dan rasa hormat. Dalam hal ini respondenmenilai diri sendiri; (2) Pengalaman antaretnik yaitupengalaman berhubungan (berbisnis) dengan etniklain. Pengalaman ini dibedakan menjadi dua, yaitupengalaman baik dan buruk; (3) Prasangka dalampenelitian ini adalah bagian dari sikap yang sulitdihindari karena terkait dengan naluri biologis ataukepribadian dan objek sikap yang berupa nilai-nilai budaya (berorientasi pada tugas, orang, danrasa hormat). Prasangka adalah sikap yangditujukan kepada orang lain tentang objek sikaptertentu. Dalam penelitian ini objek prasangkanyaadalah nilai-nilai budaya orang Jawa dan Padang

    Kompetensi komunikasi bisnisantarbudaya dalam penelitian ini adalahkomunikasi yang tepat dan efektif (baik secaraverbal maupun nonverbal) dilihat dari motivasikomunikasi, pengetahuan, dan keahlian komunikasibisnis antarbudaya antara pengusaha perak darietnik Jawa dan Padang. Definisi tiap-tiap dimensisebagai berikut; (a) Motivasi komunikasi bisnisantarbudaya, yaitu keinginan untuk membuat kesanyang bagus dalam berkomunikasi bisnis denganorang yang berbeda budaya agar komunikasiberjalan secara efektif; (b) Pengetahuankomunikasi bisnis antarbudaya yaitu pengetahuanseorang pebisnis tentang cara-cara berkomunikasibisnis yang baik dan efektif dengan pebisnis lainnyayang berbeda budaya; (c) Keahlian komunikasibisnis antarbudaya yaitu kemampuan untukmengetahui informasi tentang budaya patnerbisnisnya, dapat menganalisis dan memprosesinformasi tersebut menjadi perilaku komunikasibisnis antarbudaya yang layak/tepat. Dengan katalain, mitra bisnis dapat mengetahui apa yang ingindikatakan dan dapat mengatakannya secara benarkepada mitra bisnis lainnya yang memiliki budayayang berbeda.

  • 256

    Indikator

    Indikator yang digunakan untukmengetahui stereotip antaretnik adalah daftar ciridan sifat khas yang disodorkan kepada responden,antara lain : penilaian responden mengenai nilaibudaya dan sifat diri sendiri maupun prasangkaterhadap etnik lain tentang nilai-nilai budaya yangberorientasi pada tugas, yaitu; (1) Cerdas; (2)Cekatan; (3) Berpendidikan; (4) Jujur; (5) Kuat;(6) Berani; (7) Pendorong; (8) Serius; (9) Rasional;(10) Berhati-hati; (11) Loyal; (12) Jelas; (13) Aktif;(14) Teliti; (15) Hemat. Nilai-nilai budaya yangberorientasi pada orang yaitu; (1) Tidak egois; (2)Bersahabat; (3) Sukarela; (4) Ramah; (5) KerasKepala; (6) Lurus apa adanya; (7) Terbuka; (8)Dewasa; (9) Hangat; (10) Jenaka; (11) Sensitif,serta nilai-nilai budaya yang berorientasi rasahormat, yaitu; (1) Superior; (2) Modern; (3)Kekotaan; (4) Pengacau. Di samping itupengalaman antaretnik juga digunakan sebagaiindikator untuk menentukan stereotip antaretnik,yaitu pengalaman baik dan pengalaman buruk.Pengalaman baik seperti; (1) menyenangkan; (2)menguntungkan; (3) memuaskan; (4) mudahkerjasama; (5) membantu; (6) mendukung; (7)menghibur; (8) memuji; (9) empati; (10)menambah wawasan. Sedangkan pengalamanburuk seperti; (1) Membosankan; (2) Merugikan;(3) Mengecewakan; (4) Sulit kerjasama; (5)Mengganggu; (6) Menghambat; (7) Menyusahkan;(8) Menghina; (9) Antipati; (10) Tidak menambahwawasan.

    Indikator yang digunakan untuk melihatkompetensi komunikasi bisnis antar pengusahaperak dari etnik Jawa dan Padang adalah; (1)Motivasi komunikasi, diukur melalui hal-hal yangmendukung motivasi komunikasi bisnisantarbudaya yaitu; (a) Adanya percaya diri dalamberkomunikasi bisnis dengan orang yang berbedabudaya; (b) Harapan akan adanya imbalan yangrelevan dalam berkomunikasi bisnis dengan orangdari budaya lain; (c) Adanya pendekatankepribadian yang relevan dalam berbisnis denganorang yang berbeda budaya; (d) Harapan adanyarasio antara biaya yang dikeluarkan dengankeuntungan yang akan diperoleh.

    (2) Pengetahuan komunikasi bisnis

    antarbudaya, diukur dengan; (a) Pengetahuantentang prosedur komunikasi bisnis dengan orangyang berbeda budaya; (b) Pengetahuan tentangpenguasaan strategi komunikasi bisnis denganorang yang berasal dari budaya yang berbeda; (c)Pengetahuan tentang identitas diri dan perbedaanperanan dalam komunikasi bisnis antarbudaya; (d)Pengetahuan tentang perbedaan watak danperilaku komunikasi bisnis dengan orang yangberbeda budaya; (e) Pengetahuan tentang relasiyang akrab dengan mitra bisnis dari budaya yangberbeda.

    (3) Keahlian komunikasi bisnisantarbudaya, diukur dengan; (a) Fokus pada orangyang diajak berkomunikasi bisnis antarbudaya; (b)Koordinasi komunikasi dengan orang yangberbeda budaya; (c) Ketenangan dan kepercayaandalam berperilaku; (d) Penuh perhatian dan penuhperasaan (empati); (e) Adaptasi pembicaraan (ver-bal dan nonverbal).

    Populasi dan Sampel

    Populasi penelitian ini adalah seluruhpengusaha perak dari etnik Jawa, dan Padang diJawa dan Padang. Pengusaha perak dari etnikJawa ada di pusat kerajinan Perak KotagedeYogyakarta, pengusaha perak dari etnik Padangada di pusat kerajinan perak Padang, Jumlahpengusaha Perak di Kotagede Yogyakarta ada175 orang (data dari Koperasi Pengrajin PerakKotagede, Januari 2010). Data pengusaha perakPadang ada sekitar 110 pengusaha, yang tersebardi; Koto Gadang, Kota Padang, Paya Kumbuh,Koto Tinggi, Sungai Puar.

    Metode pemilihan sampel dalam penelitianini menggunakan purposive sampling, yaitupemilihan sampel dari populasi yang dilakukanberdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangandibuat berdasarkan faktor pemilihan lokasipenelitian, informasi yang dibutuhkan, dansebagainya (Purwadi, 2000:127).

    Dalam penelitian ini, pemilihan sampel darisejumlah populasi didasarkan pada pertimbangantertentu yaitu; dipilih pengusaha perak yangberidentitas etnik Jawa, dan Padang yang salingberkomunikasi bisnis. Lokasi penelitian juga dipilihdi Kotagede Yogyakarta (untuk pengusaha perak

  • 257

    etnik Jawa), di Padang (untuk pengusaha peraketnik Padang). Jumlah sampel dalam penelitian iniditentukan minimum sebanyak 105 respondenuntuk tiap kelompok etnik. Alasan ditetapkannyasampel sebanyak 105 responden, sesuai dengansaran Hair (1995:.....) untuk memenuhi analisisdengan metode Structural Equation Model(SEM) minimal sampel adalah 100 responden.Tekniknya adalah setelah menetapkan jumlahsampel yang diperlukan masing-masing 105pengusaha dari Jawa dan Padang secaradisproporsional, yaitu setiap strata sampel diberijumlah anggota yang sama supaya data yangdiperoleh dapat dibandingkan dalam analisis databerikutnya. Ukuran sampel setiap subpopulasi(setiap etnik) adalah sama besar, yaitu 105 oranguntuk masing-masing etnik Jawa dan Padang.

    Cara penarikan sampel yang dipilih adalahQuota sampling yaitu berdasarkan karakteristiktertentu populasi dibagi menjadi sejumlah segmen(sel). Dari tiap segmen dipilih sejumlah unit atauanggota populasi sesuai jatahnya (kuota).Penentuan siapa yang akan menjadi respondendiserahkan sepenuhnya kepada peneliti/pewawancara (asal memenuhi karakteristik yangdiharapkan, yaitu menjadi pengusaha perak,beridentitas etnik Jawa, atau Padang, pernahberkomunikasi bisnis dengan etnik-etnik tersebut).Peneliti berkewajiban memenuhi kuota yangditentukan, dalam hal ini 105 orang tiap segmen(tiap etnik), yaitu 105 pengusaha perak etnik Jawa,105 etnik Padang.

    Teknik memperoleh data tentang stereotipantaretnik, penulis mengadopsi teknik Katz danBrally yang telah banyak digunakan di luar negerimaupun di Indonesia, dengan beberapa modifikasi.Responden diminta mengasosiasikan sifat-sifatkhas tertentu dengan golongan etnik tertentu. Alatukur yang digunakan adalah SemanticDefferential dari Charles Osgood. Gunamengukur kompetensi komunikasi bisnisantarbudaya, peneliti mengadopsi modelkompetensi komunikasi antarbudaya dari Spitzbergdengan beberapa modifikasi, dan alat ukur yangdigunakan adalah Semantic Defferential.

    Guna melengkapi data yang ada, diadakanwawancara mendalam, observasi di lapangan, danmenggunakan dokumen, pustaka, serta masukan

    dari pakar yang menguasai persoalan yang diteliti.

    Uji Validitas dan Uji Reliabilitas AngketPenelitian

    Guna menguji validitas internal setiap itempernyataan yang terdapat dalam kuesionerpenelitian digunakan statistik uji; (1) Korelasi itemtotal dikoreksi (corrected item-total correlation).Digunakannnya statistik korelasi item totaldikoreksi dan bukan koefisien korelasi item totaladalah untuk mereduksi kemungkinan terjadinyaoverestimate terhadap koefisien korelasi item totalyang sering muncul sebagai akibat dari adanyaspurious overlap, yaitu adanya tumpang tindihantara skor item dengan skor skala Guilford,(Saifuddin Azwar, 2003); (2) Koefisien AlphaCronbach merupakan statistik yang paling umumdigunakan untuk menilai reliabilitas suatu instrumenpenelitian (Hair, Anderson, Tatham & Black,1998).

    Komputasi statistik korelasi item totaldikoreksi dan alpha Croncbach dilakukan denganbantuan program SPSS (Statistical Product andService and Solutions).

    Metode Analisis Data

    Pengolahan data yang terkumpul dari hasilpenyebaran angket dilakukan dengan alat ujiModel Persamaan Struktural (Structural Equa-tion Model disingkat SEM). SEM merupakansuatu teknik statistik yang digunakan untuk mengujiserangkaian hubungan antara satu atau beberapavariabel yang terbentuk dari variabel laten atauendogen (variabel yang terdiri dari beberapasubvariabel) ataupun variabel eksogen (variabelyang secara langsung dapat diobservasi atau tidakterdiri dari beberapa subvariabel) yang dianalisisdengan menggunakan program statistik lisrel.

    Analisis SEM dipandang lebih tepat karenadapat mengetahui analisis faktor dansumbangannya terhadap sebuah variabel sertahubungan antara variabel eksogen terhadap veribelendogen. Secara spesifik analisis SEM inidigunakan untuk bidang-bidang manajemen,psikologi dan sosial (Ferdinand, 2002), digunakanoleh para sosiolog, psikolog, dan para ekonom

  • 258

    (Kusnendi, 2005:13). Komunikasi bisnisantarbudaya termasuk bidang kajian sosial,psikologi dan manajemen, sehingga penggunaanmetode SEM dinilai tepat.

    Menurut Kelloway penggunaan metodeSEM dalam penelitian sosial kini semakin banyak,didasarkan beberapa alasan, yaitu; (1) Penelitiansosial umumnya menggunakan pengukuran-pengukuran untuk menjabarkan sebuah konstrukatau konsep. Salah satu bentuk SEM berurusansecara langsung dapat menjawab pertanyaansejauhmana pengukuran yang dilakukan dapatmerefleksikan konstruk yang diukur. Dengan katalain, pengolahan dengan data SEM sekaligus dapatmengevaluasi kualitas pengukuran, yaitu keandalandan validitas suatu alat ukur; (2) Para peneliti ilmusosial tertarik pada prediksi. Dalam melakukanprediksi tidak hanya melibatkan model duavariabel, tetapi dapat melibatkan model yang lebihrumit, berupa struktur hubungan antara beberapavariabel penelitian. Dengan kata lain, metode inimampu merefleksikan beberapa hubungan antarvariabel yang rumit sekalipun; (3) Para pakar ilmu-ilmu sosial menilai bahwa analisis jalur yang selamaini digunakan memiliki banyak kelemahan, yaituterletak pada asumsi bahwa semua variabel yangditeliti dapat diobservasi secara langsung. Padahalkenyataan menunjukkan dalam penelitian ilmu-ilmusosial dan ilmu perilaku pada umumnya sifatvariabel yang diteliti kebanyakan berupa variabelyang tidak dapat diobservasi secara langsung(variabel laten) dan sifatnya multidimensional.Dengan demikian penggunaan analisis jalur denganasumsi semua variabel dapat diobservasi langsungnampak dipaksakan. Model SEM ini adalah

    penggabungan prinsip-prinsip analisis jalur dananalisis faktor konfirmatori (Bachrudin dan Tobing,2003:4) dan (Kusnendi, 2005:13-14).

    Dengan beberapa pertimbangan itu danbeberapa kelebihan analisis SEM lainnya (misalnyamampu menjelaskan apakah model penelitian yangdiajukan dapat diterima atau ditolak), makapenelitian ini menggunakan metode analisis yangrelatif masih baru tersebut. Selanjutnya, temuan-temuan hasil uji statistik (data kuantitatif) dijelaskandengan berbagai temuan data kualitatif. Datakualitatif diperoleh dengan cara wawancaramendalam disertai pengamatan terhadap pihak-pihak pengusaha perak dari etnik Jawa, Padang,dan Cina. Agar lebih jelas dan menarik, penulisandata kualitatif yang dianggap penting dilakukandengan cara mengutip langsung hasil wawancaradengan responden.

    Kriteria yang Digunakan untuk InterpretasiData secara Kualitatif

    Guna melakukan interpretasi secarakualitatif terhadap hasil analisis data diperlukankriteria tertentu. Sisi diagnostik suatu prosespengukuran adalah pemberian makna atauinterpretasi terhadap skor yang diperoleh (Azwar,2003a), agar skor yang diperoleh dapatdiinterpretasikan secara kualitatif, maka diperlukansuatu kriteria pengkategorian tertentu (Azwar,2003a: 106);

    Untuk memberikan makna yang memiliki nilaidiagnostik skor mentah perlu diderivasi dandiacukan pada suatu norma kriteriakategorisasi. Relativitas hasil pengukuran

    Tabel 1. Kategorisasi Tingkat Stereotip dan KompetensiKomunikasi Bisnis Pengusaha Industri Kerajinan Perak

    Variabel

    Skala

    Skor ?

    Skor

    ?

    Interval

    Skor

    Ketegori

    Min.

    Mak.

    Rentang

    Stereotip 1

    7

    6

    1

    4 Negatif

    3 5 Netral

    6 7 Positif

    Komunikasi Bisnis 1

    7

    6

    1

    4

    1

    2

    Rendah

    3

    5

    Cukup

    6 7 Tinggi

    1 2

  • 259

    psikologi memang selalu membawapermasalahan mengenai cara-carapengelompokkan (kategorisasi) apabiladiperlukan pemisahan subjek ke dalamkelompok diagnostik yang berbeda. ...Dalamhal ini diperlukan batas skor yang dianggaplayak guna memisahkan kelompok termaksud....Salah satu cara kategorisasi adalah melaluipemanfaatan statistik deskriptif guna memberiinterpretasi terhadap skor skala berdasarkanmodel distribusi normal.

    Sejalan dengan penjelasan itu, dalampenelitian ini interpretasi kualitatif terhadap skorvariabel stereotip digunakan tiga kategori, yaitupositif, netral, dan negatif. Guna menjelaskanvariabel kompetensi komunikasi bisnisdikategorikan menjadi tinggi, cukup, dan rendah.

    Kriteria yang digunakan mengacu padapendekatan model distribusi normal sebagaimanadisarankan Saifuddin Azwar (2003a: 108) sebagaiberikut; X < (m 1,0s) = Negatif dan atau Rendah,(m 1,0s) X (m + 1,0s) = Netral dan/atauCukup, dan X > (m + 1,0s) = X > (m + 1,0s), dimana: X = skor rata-rata empiris, m = skor rata-rata teoritis, dan s = skor simpangan baku teoritis.Mengacu pada pendekatan model distribusi nor-mal serta skor skala yang digunakan, makainterpretasi kualitatif terhadap skor variabelpenelitian digunakan kriteria atau pedomankategorisasi sebagaimana dijelaskan Tabel 6.

    Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Pengujian Hipotesis Pertama

    Hipotesis pertama menyatakan bahwastereotip antaretnik di kalangan pengusaha perakJawa dan Padang, dipengaruhi oleh indikatoratau variabel manifes nilai-nilai budaya yang dimiliki(otostereotip), pengalaman antaretnik, danprasangka sosial. Model Empiris StereotipAntaretnik Pengusaha Kerajinan Perak Jawa danPadang dapat dijelaskan dengan PersamaanModel Pengukuran Stereotip (gambar 3).

    Berdasarkan hasil analisis datasebagaimana diperagakan pada Gambar 3diperoleh informasi objektif sebagai berikut; (1)Berdasarkan hasil uji individual terhadap koefisien

    bobot faktor yang diperoleh menunjukkansemuanya signifikan pada P < 0,001. Dilihat darithe likelihood ratio chi-square test of goodnessof fit model pengukuran stereotip pengusahaindustri kerajinan perak etnik Jawa terhadap etnikPadang, memberikan nilai P sebesar 27, 420persen jauh di atas lima persen. Dilihat darikoefisien reliabilitas konstruknya memberikan0,462 (dibulatkan menjadi 0,5), 0,578, dan 0,922.Keofesien reliabilitas tersebut memenuhi nilai mini-mal yang disyaratkan sebesar 0,50 (Bachrudin &Tobing, 2003: 48) (Rumus menghitung reliabilitaskonstruk (lihat Kusnendi, 2005a: 7). Kesemuanyaitu mengindikasikan bahwa, model pengukuranstereotip pengusaha kerajinan perak etnik Jawaterhadap etnik Padang dapat diterima. Dengankata lain, model pengukuran stereotip pengusahaindustri kerajinan perak etnik Jawa terhadap etnikPadang adalah fit dan konsisten dengan data.Artinya, secara unidimensional, tepat, dankonsisten stereotip (KSI) pengusaha perak Jawaterhadap etnik Padang dibentuk oleh tiga indikatoratau tiga variabel manifes, yaitu nilai-nilai budayayang dimiliki (X1), pengalaman antaretnik (X2), danprasangka sosial terhadap etnik lain (X3); (2)Stereotip pengusaha kerajinan perak etnik Jawaterhadap etnik Padang dicirikan oleh dominannyavariabel manifes prasangka sosial. Hal tersebutditunjukkan oleh koefisien reliabilitas (R2) (R2i =tingkat ketepatan atau kekonsistenan pengukuran= (li)2. Tingkat kesalahan pengukuran dalam printout LISREL = errorvar. = di = 1- R

    2i). Variabel

    manifes prasangka sosial dalam membentukstereotip pengusaha industri kerajinan perak etnikJawa terhadap etnik Padang sebesar 0.922.Pengalaman antaretnik yang dimiliki pengusahaadalah variabel manifes dominan kedua dalampembentukan stereotip pengusaha etnik Jawaterhadap etnik Padang. Koefisien reliabilitasvariabel manifes ini masing-masing sebesar 0,578.Nilai-nilai budaya yang dimiliki pengusaha etnikJawa merupakan variabel manifes denganrealibilitas paling rendah dalam pembentukanstereotip pengusaha industri kerajinan perak etnikJawa terhadap etnik Padang . Kesimpulan yangdapat diperoleh dari hasil analisis data di atasadalah, stereotip pengusaha perak etnik Jawaterhadap etnik Padang dominan dicirikan oleh

  • 260

    prasangka sosial, kemudian diikuti olehpengalaman antaretnik, serta nilai-nilai budayayang dimilikinya.

    Hipotesis penelitian pertama yang diujitelah dirumuskan sebagai berikut; Stereotip antarapengusaha industri kerajinan perak etnik Jawa danPadang dibentuk oleh tiga indikator atau variabelmanifes, yaitu nilai-nilai budaya yang dimiliki(otostereotip), pengalaman antaretnik, danprasangka sosial terhadap etnik lain.

    Mengacu pada hasil analisis data,menunjukkan bahwa, koefisien bobot faktor (fac-tor loading, li) untuk masing-masing variabelmanifes pada enam kelompok stereotip pengusahaindustri kerajinan perak seluruhnya memberikannilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel atau nilai P< 0,05. Kesimpulannya adalah, semua hipotesisnol ditolak. Dengan demikian, hipotesis penelitianpertama seutuhnya dapat diterima. Hal ini berartistereotip antara pengusaha industri kerajinan peraketnik Jawa-Padang, secara nyata dibentuk olehtiga indikator atau variabel manifes, yaitu nilai-nilaibudaya yang dimiliki (otostereotip), pengalamanantaretnik, dan prasangka sosial terhadap etniklain. Dengan kata lain, fenomena stereotip yangterjadi di antara pengusaha industri kerajikanperak etnik Jawa dan Padang, konsisten dapatdijelaskan oleh indikator atau variabel manifes nilai-nilai budaya yang dimiliki (otostereotip),pengalaman antaretnik, dan prasangka sosialterhadap etnik lain. Dilihat menurut estimasikoefisien reliabilitas (R2) masing-masing variabel

    manifes pembentuk stereotip pengusaha dapatdiidentifikasi kecenderungan fenomena stereotipantaretnik yang berkembang di kalanganpengusaha industri kerajinan perak.

    Menurut beberapa pakar (Hair,Anderson, Tatham dan Black, 1998; Kusnendi,2005:7), dalam penelitian yang bersifatkonfirmatori batas minimal koefisien bobot faktoryang dianggap dominan dalam pembentukan suatuvariabel laten adalah tidak kurang dari 0,50 ataudinyatakan dalam koefisien reliabilitas (R2) tidakkurang dari 0,25. Merujuk kepada pendapattersebut, maka dapat diidentifikasi informasiobjektif sebagai berikut: Pada kelompokpengusaha industri kerajinan perak anteretnikJawa-Padang,, pembentukan stereotip di antaramereka dominan dicirikan oleh variabel manifesprasangka sosial, kemudian diikuti oleh variabelmanifes pengalaman antaretnik, dan nilai-nilaibudaya yang dimiliki.

    Pengujian Hipotesis kedua

    Dari masalah penelitian kedua dapatdirumuskan hipotesis; Kompetensi komunikasibisnis antara pengusaha industri kerajinan peraketnik Jawa-Padang dapat dijelaskan secaraunidimensioanl, tepat, dan konsisten oleh indikatoratau variabel manifes motivasi, pengetahuan, dankeahlian komunikasi, seperti terlihat pada gambar4.

    Merujuk hasil analisis data sebagaimana

    GAMBAR 3. Diagram Jalur Model Pengukuran Stereotip Pengusaha Perak Jawa-Padang

    0,505 0,462

    0,608 0,578 1.000

    0,092 0,922

    Chi Square = 27,420 df = 8 P= 0,001 RMSEA= 0,157

    X1

    X2

    X3

    KSI

  • 261

    diperagakan gambar 4 diperoleh informasi sebagaiberikut; (1) Berdasarkan hasil uji individualterhadap koefisien bobot faktor yang diperolehmenunjukkan semuanya signifikan pada tingkatkesalahan di bawah lima persen (P < 0,05). Dilihatdari the likelihood ratio chi-square test of good-ness of fit model pengukuran kompetensikomunikasi bisnis pengusaha industri kerajinanperak etnik Jawa dengan etnik Padangmemberikan nilai c2 sebesar 27,420 dengan nilaiP hitung sebesar 0,001 jauh dari tingkat kesalahanyang ditolerir lima persen. Dilihat dari koefisienreliabilitas konstruknya memberikan nilai 3,179.Keofesien reliabilitas konstruk tersebut nyata lebihbesar dari nilai minimal yang disyaratkan para ahli,yaitu sebesar 0,50 (Bachrudin dan Tobing, 2003:48). Hal tersebut mengindikasikan bahwa, modelpengukuran kompetensi komunikasi bisnispengusaha industri kerajinan perak etnik Jawadengan etnik Padang dapat diterima. Dengan katalain, model pengukuran kompetensi komunikasibisnis pengusaha industri kerajinan perak etnikJawa dengan etnik Padang adalah fit dan konsistendengan data. Artinya, kompetensi komunikasibisnis pengusaha industri kerajinan perak etnikJawa dengan etnik Padang maupun dengan etnikCina secara unidimensional, tepat, dan konsistendapat dijelaskan oleh indikator atau variabelmanifes motivasi (Y1), pengetahuan komunikasi(Y2), dan keahlian komunikasi (Y3); (2)Kompetensi komunikasi bisnis pengusaha industrikerajinan perak etnik Jawa dengan etnik Padangdominan dicirikan oleh variabel manifes keahliankomunikasi. Indikasi tersebut ditunjukkan oleh

    koefisien validitas (koefisien bobot faktor li) danreliabilitas (R2) variabel manifes motivasi dalammembentuk kompetensi komunikasi bisnispengusaha industri kerajinan perak etnik Jawadengan etnik Padang sebesar 0,896. Pengetahuankomunikasi yang dimiliki pengusaha adalahvariabel manifes dominan kedua dalampembentukan kompetensi komunikasi bisnispengusaha industri kerajinan perak etnik Jawadengan etnik Padang. Koefisien validitas danreliabilitas variabel manifes ini masing-masingsebesar 0,782. Motivasi komunikasi yang dimilikipengusaha etnik Jawa merupakan variabel manifesdengan validitas dan realibilitas paling rendah dalampembentukan kompetensi komunikasi bisnis dikalangan pengusaha industri kerajinan perak etnikJawa dengan etnik Padang., yaitu sebesar 0,592.Berdasarkan hasil analisis data tersebut, makakesimpulan yang dapat diperoleh adalah,kompetensi komunikasi bisnis pengusaha industrikerajinan perak etnik Jawa dengan etnik Padangdominan dicirikan oleh variabel manifes atauindikator motivasi, kemudian diikuti oleh variabelmanifes pengetahuan, dan keahlian komunikasi.

    Pengujian Hipotesis Penelitian Kedua

    Hipotesis penelitian kedua yang diujidikemukakan sebagai berikut: Kompetensikomunikasi bisnis di antara pengusaha industrikerajinan perak etnik Jawa-Padang, dibentuk olehtiga indikator atau variabel manifes, yaitu motivasi,pengetahuan, dan keahlian komunikasi.

    Merujuk pada hasil analisis data

    GAMBAR 4. Diagram Jalur Model Pengukuran Kompetensi Komunikasi Bisnis Pengusaha Perak JawaPadang.

    0,371 0,592

    0,285 0,782

    0,148 0,896

    ETA

    Y1

    Y2

    Y3

    1.000

  • 262

    sebagaimana dijelaskan gambar 4 menunjukkanbahwa, koefisien bobot faktor (li) untuk masing-masing variabel manifes pada enam kelompok etnikpengusaha industri kerajinan perak seluruhnyamemberikan nilai t hitung lebih besar dari nilai ttabel atau seluruh nilai t memberikan nilai P < 0,05.Kesimpulannya adalah, semua hipotesis nol dapatditolak. Karena itu, hipotesis penelitian keduaseutuhnya dapat diterima. Hal ini berartikompetensi komunikasi bisnis antara pengusahaindustri kerajikan perak etnik Jawa-Padang, secaranyata dibentuk oleh tiga indikator atau variabelmanifes, yaitu motivasi, pengetahuan, dan keahliankomunikasi. Dengan kata lain, fenomenakompetensi komunikasi bisnis pada pengusahaindustri perak etnik Jawa dan Padang, secaraunidimensional, tepat, dan konsisten dapatdijelaskan oleh indikator atau variabel manifesmotivasi, pengetahuan, dan keahlian komunikasi.Menurut estimasi koefisien reliabilitas (R2) masing-masing variabel manifes pembentuk kompetensikomunikasi bisnis dapat diident ifikasikecenderungan fenomena kompetensi komunikasi

    bisnis antaretnik yang berkembang di kalanganpengusaha industri kerajinan perak.

    Pengujian hipotesis ketiga atau Estimasi Di-rect Effects

    Hasil estimasi koefisien path (standard-ized regression weights) pengaruh langsung ataudirect effect suatu konstruk terhadap konstruk lain,dengan program AMOS 16.0, disajikan padagambar 5 dan Tabel 4.

    Hasil Estimasi Koefisien Path (Standard-ized Regression Weights) hubungan antarkonstruk(Direct Effects), Path hubungan antar konstrukyaitu Stereotip antar etnik dan Kompetensikomunikasi bisnis antar budaya, diperolehkoefisien Path sebesar 0,243, C.R sebesar 2,532,dan p sebesar 0,011 (sumber Lampiran Olah data2011).

    Pengaruh Langsung Stereotip antar etnikterhadap Kompetensi komunikasi bisnisantarbudaya Jawa dan Padang.

    Rumusan hipotesis nol (H0) dan hipotesis

    Measures Of Fit

    Chi

    Square

    = 27.420

    Prob.

    = .001

    CMIN/DF

    = 3.427

    GFI

    = .921

    AGFI

    = .793

    RMSEA

    = .157

    CFI = .899

    TLI = .811

    0,505 0,462 0,592 0,371

    0,608

    0,578

    ..542

    0,782

    0,285

    0,092 0,922 0,896

    0,148

    Gambar 5. Stereotip AntaretnikPengusaha Perak JawaPadangFull Structural Model

    Kompetensi Komunikasi Bisnis Antarbudaya

    ETA

    KSI

    X1

    X2

    X3

    Y2

    Y1

    Y3

  • 263

    alternatif (Ha) adalah sebagai berikut; (1) H0: 1 =0; Stereotip antaretnik tidak mempunyai pengaruhsecara langsung terhadap kompetensi komunikasibisnis lintasbudaya pada pengusaha perak etnikJawa dan Padang; (2) Ha: 1 0; Stereotipantaretnik berpengaruh secara langsung terhadapkompetensi komunikasi bisnis lintasbudaya padapengusaha perak etnik Jawa dan Padang.

    Hasil estimasi pengaruh langsung konstrukStereotip antar etnik terhadap konstrukkompetensi komunikasi bisnis antar budayadiperoleh koefisien path (standardized regressionweights) sebesar 0,243 (positif). Uji signifikansikoefisien ini diperoleh nilai C.R (Critical Ratio)sebesar 2,532 dan probabilitas (p) = 0,011.Karena nilai C.R = 2,532 > 1,96 maka H0 ditolakpada taraf signifikan 5%, yang berarti Stereotipantar etnik secara langsung berpengaruh positif dansignifikan terhadap kompetensi komunikasi bisnisantar budaya etnik Jawa terhadap Padang.

    Hasil uji hipotesis ketiga diketahui bahwatingkat kompetensi komunikasi bisnis yang terjadidi kalangan pengusaha perak antaretnik Jawa danPadang dipengaruhi secara positif oleh tingkatstereotip yang berkembang di kalangan mereka.

    Dilihat dari koefisien yang terjelaskan (R2),pengaruh stereotip yang berkembang di antarapengusaha industri kerajinan perak antaretnik Jawadan Padang terhadap kompetensi komunikasibisnis di antara mereka tampak relatif cukup kuat.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, modelkompetensi komunikasi bisnis antaretnik Jawa-Padang merupakan best-fit model tentangkompetensi komunikasi bisnis yang terjadi dikalangan pengusaha perak.

    Mengenai uji hipotesis ketiga inimemperkuat teori Gudykuns dan Kim mengenaikomunikasi antarbudaya dipengaruhi oleh budaya,sosiobudaya dan psikobudaya. Memang benarbahwa budaya (nilai-nilai budaya), sosiobudaya(pengalaman antaretnik) dan psikobudaya(prasangka) yang diuji melalui konsep stereotipantaretnik mempengaruhi kompetensi komunikasiantarbudaya dalam bisnis.

    Mengenai konsep stereotip, Samovar dankawan-kawan, dan Warnaen (2002:122) secaraoperasional menjelaskan adanya perubahandimensi-dimensi stereotip. Menurut mereka,

    stereotip dapat berubah dalam beberapa dimensi,yaitu dimensi arah, intensitas, akurasi, dan isispesifik; (1) Stereotip akan berubah dalam konteksarahnya, yaitu menguntungkan atau tidakmenguntungkan. Contoh; orang yangmenempatkan nilai tinggi pada kerja keras, ambisi,dan kejujuran akan mengekspresikan stereotippositif kepada orang Cina yang merupakan tipepekerja keras, ambisius, dan jujur; (2) Stereotipakan berubah dalam konteks intensitasnya, yaitukeyakinan yang kuat dari seseorang terhadapstereotip yang ada. Contoh; Orang Cina sangatpelit merupakan stereotip yang lebih intens danlebih kuat daripada orang Cina agak pelit; (3)Stereotip akan berubah dalam konteks akurasinya.Beberapa stereotip seluruhnya tidak benar,beberapa lainnya setengah benar, dan beberapalainnya lagi hanya sebagian yang tidak akurat; (4)Stereotip akan berubah dalam isinya yang spesifik,yaitu sifat-sifat khusus yang diatribusikan terhadapsuatu kelompok. Tidak semua orang memegangseperangkat stereotip yang sama terhadap suatukelompok. Contoh: sebagian responden Padangmemandang pengusaha Jawa sebagai orang yangmalas dan tidak disiplin; sementara respondenPadang lainnya memandang pengusaha Jawasebagai sopan, ramah dan baik hati.

    Berdasarkan gagasan-gagasan tersebut,maka secara teoretis bisa dikatakan bahwapemahaman tentang stereotip dengan arah yangtidak menguntungkan, tingkat intensitas yang tinggi,dan tidak akurat akan berpengaruh terhadappencapaian komunikasi antarbudaya yang tidakefektif. Menurut Rogers & Steinfatt dalam Raharjo(2005), banyak stereotip yang tidak benar danmendistorsi realitas. Sebuah stereotip seringkalimerupakan self-fulfilling. Artinya, bila kitamenerima stereotip sebagai sebuah deskripsi yangakurat, maka kita cenderung hanya melihat buktiyang mendukungnya dan mengabaikanpengecualian-pengecualiannya. Relativismekultural, yaitu tingkatan di mana seorang individumenilai budaya lain menurut konteksnya,merupakan sarana untuk mempertanyakaneksistensi stereotip. Melalui relativisme kultural,seseorang dapat memahami budaya dari dalam dirimereka dan melihat perilaku orang dari titikpandang mereka.

  • 264

    Simpulan

    Mengacu pada tujuan penelitian,pengujian hipotesis serta pembahasan hasilpenelitian diperoleh beberapa temuan penelitiansebagai berikut; (1) Stereotip yang berkembangdi kalangan pengusaha industri kerajinan perakantaretnik Jawa dan Padang, secaraunidimensional, tepat, dan konsisten dapatdijelaskan oleh tiga indikator atau tiga variabelmanifes, yaitu nilai-nilai budaya yang dimiliki,pengalaman antaretnik, dan prasangka sosial; (2)Dilihat berdasarkan estimasi koefisien bobotfaktornya, pembentukan stereotip pada kelompokpengusaha industri kerajinan perak anteretnikJawa-Padang dominan dicirikan oleh variabelmanifes prasangka sosial, kemudian diikuti olehvariabel manifes pengalaman antaretnik, dan nilai-nilai budaya yang dimiliki; (3) Tingkat stereotipyang berkembang di antara pengusaha industrikerajinan perak etnik Jawa dan Padang,kecenderungan ada pada kategori netral. Kategoritingkat stereotip di antara mereka ada padatingkatan netral, tetapi apabila dilihat dari skorrata-rata yang diperoleh kecenderungannnyamenunjukkan bahwa tingkat stereotip yang dimilikipengusaha industri kerajinan perak etnik Jawaterhadap Padang cenderung ke arah positif.Kompetensi komunikasi bisnis yang berkembangdi antara pengusaha industri kerajinan perak etnikJawa dan Padang, secara unidimensional, tepat dankonsisten dapat dijelaskan oleh tiga indikator atautiga variabel manifes, yaitu motivasi komunikasi,pengetahuan komunikasi, dan keahlian komunikasi;(4) Menurut koefisien yang dijelaskan (R2),pengaruh stereotip yang berkembang di antarapengusaha kerajinan perak antaretnik Jawa danPadang, terhadap kompetensi komunikasi bisnisdi antara mereka tampak relatif lebih kuat. Dengandemikian dapat dikatakan bahwa modelkompetensi komunikasi bisnis antaretnik Jawa-Padang merupakan best-fit model tentangkompetensi komunikasi bisnis yang terjadi dikalangan pengusaha kerajinan perak; (5)Berdasarkan estimasi koefisien bobot faktornya,pembentukan kompetensi bisnis pada kelompokpengusaha kerajinan perak etnik Jawa-Padang,

    dicirikan oleh keahlian komunikasi sebagai variabelmanifes paling dominan dalam pembentukankompetensi komunikasi bisnis di antara mereka;(6) Motivasi, pengetahuan dan keahlian komunikasimempengaruhi kompetensi komunikasi bisnis dikalangan pengusaha Jawa dan Padang. Hasilpenelitian ini mendukung dan menguatkan modelkompetensi komunikasi antarbudaya Spitzberg,bahwa kompetensi komunikasi antarbudayadibentuk oleh motivasi, pengetahuan, dan keahliankomunikasi; (7) Tingkat stereotip antaretnik secarapositif mempengaruhi tingkat kompetensikomunikasi bisnis yang terjadi di kalanganpengusaha Jawa dan Padang. Hasil penelitian inimendukung konsep Andrea L.Rich dan Raharjo,bahwa stereotip antaretnik mempengaruhikompetensi komunikasi antarbudaya, yaitusemakin positif stereotip antaretnik semakin tinggikompetensi komunikasi di antara mereka; (8)Secara keseluruhan temuan-temuan inimemperkuat atau mendukung keberadaan teorietnosentrisme, teori komunikasi antarbudayaGudykuns dan Kim, serta model kompetensikomunikasi antarbudaya Spitzberg. Hasil penelitianini mendukung teori komunikasi antarbudayaGudykuns dan Kim, bahwa dalam berkomunikasidengan etnik lain melibatkan budaya (nilai-nilaibudaya), sosiobudaya (pengalaman antaretnik),dan psikobudaya (prasangka sosial); (9) Modelkompetensi komunikasi antarbudaya Spitzbergtelah teruji untuk kasus di Indonesia, khususnyapengusaha perak etnik Jawa dan Padang, penelitiberharap ada penelitian mengenai keberadaan teoriatau model kompetensi komunikasi antarbudayadi bidang bisnis dari ahli komunikasi yang lain (baikdari dalam negeri maupun luar negeri). Dengandemikian keberadaan teori-teori komunikasiantarbudaya khususnya di bidang bisnis semakinberkembang di Indonesia.

    Ucapan Terima Kasih

    Penulis menyampaikan penghargaan danucapan terima kasih kepada Dirjen Dikti DiknasRI yang telah memberikan dana untuk penelitianberjudul Uji Model Kompetensi KomunikasiBisnis di Kalangan Pengusaha Perak Etnik Jawadan Padang melalui skema Penelitian Hibah Fun-

  • 265

    damental Tahun 2011 yang menjadi dasar bagipenulisan artikel ini. Penulis juga mengucapkanterimakasih kepada ketua dan staf LembagaPenelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat(LPPM) UPNVeteran Yogyakarta yang memberimotivasi dan dukungan selama proses penelitian.Penulis juga berterima kasih kepada paramahasiswa di UPN dan Universitas NegeriPadang yang membantu proses pengumpulan data,serta para responden di Yogyakarta dan Padangyang telah berkenan menjawab semua angketpenelitian ini.

    Daftar Pustaka

    Bachrudin, Achmad & Harahap L. Tobing, 2003,Analisis Data Untuk Penelitian Survai:Lisrel 8, Jurusan Statistika UNPAD,Bandung.

    Creswell, John W., 2003, Research Design,Qualitative and Quantitative Ap-proaches, (Terjemahan) KIK Press, Ja-karta.

    Ferdinand, Augusty, 2000, Structural EquationModeling dalam Penelitian Manajemen,Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang.

    Gudykunst,William B and Young Yun Kim, 1992,Communicating With Stragers An Ap-proach To intercultural Communication,McGraw-Hill, USA.

    Hair, Joseph F., Jr., R.E Anderson, R.L Tathamdan W.C Black, 1998, Multivariate DataAnalysis, Fith Edition, Prentice-Hall Inter-national, Inc., USA.

    Koestoer, Amia Luthfia R, 1999, KompetensiKomunikasi Antarbudaya (Studi Kasuspada Proses Adaptasi Peserta Training dariIndonesia di Adelaide Australia), Tesis,Program Studi Ilmu KomunikasiPascasarjana Universitas Indonesia, Ja-karta.

    Kusnendi, 2005, Konsep dan Aplikasi ModelPersamaan Struktural (SEM) denganProgram LISREL 8, Badan Penerbit JPE,Universitas Pendidikan Indonesia,Bandung.

    Lestari, Puji, dkk, 2006, Implikasi Stereotip

    Antaretnik terhadap KompetensiKomunikasi Bisnis Antarbudaya diKalangan Pengusaha Perak Jawa dan Cina,Jurnal Ilmu Komunikasi TerakreditasiVolume 4, Nomor 3, September-Desember 2006, Jurusan Ilmu KomunikasiFISIP UPN Veteran Yogyakarta.

    Lestari, Puji, 2006, Membangun KomunikasiAntar Etnik, Pemberitaan IlmiahPercikan, Ikatan Keluarga Besar Univer-sitas Jambi, Volume 70 Edisi November2006.

    Lestari, Puji, 2006, Stereotip dan KompetensiKomunikasi Bisnis Antarbudaya Bali dancina, Jurnal Ilmu Komunikasi Universi-tas Atmajaya Yogyakarta, Volume 4Nomor 1, Juni 2007.

    Lestari, Puji, 2006, Implikasi Stereotip antaretnikterhadap Kompetensi Komunikasi BisnisAntarbudaya (Studi di KalanganPengusaha Perak etnik Jawa, Bali, danCina), Disertasi, Pascasarjana Universi-tas Padjadjaran, Bandung.

    Lewis D. Richard, 1997, Menjadi Manajer EraGlobal, Editor Deddy Mulyana, RemajaRosdakarya, Bandung.

    , 2004, Komunikasi Bisnis LintasBudaya, Pengantar Deddy Mulyana,Remaja Rosdakarya, Bandung.

    Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat, 2000,Komunikasi Antarbudaya PanduanBerkomunikasi dengan Orang-OrangBerbeda Budaya, Remaja Rosdakarya,Bandung.

    Mulyana, Deddy, 2007, Metodologi PenelitianKualitatif, Rosda, Bandung.

    Muhammady, Fauzanah Fauzan El, 2001,Kompetensi Komunikasi AntarbudayaDalam Proses Interaksi Kaum Pedagang(Studi Kasus Pada Proses Interaksi KaumPedagang Etnis Padang dan Etnis Sundadi Pasar Mayestik Jakarta Selatan), Tesis,Program Studi Ilmu KomunikasiPascasarjana Universitas Indonesia, Ja-karta.

    Purwadi, Budi, 2000, Riset PemasaranImplementasi dalam BauranPemasaran, Grasindo, Jakarta.

  • 266

    Rahardjo, Turnomo, 2005, MenghargaiPerbedaan Kultural, Mindfulness dalamKomunikasi Antaretnis, Pustaka Pelajar,Yogyakarta.

    Rich, Andrea L, 1974, Interacial Communica-tion, Harper dan Row Publishers, NewYork.

    Saifuddin Azwar, 2003, Penyusunan SkalaPsikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

    Samovar, Larry A. dan Richard E. Porter, 2000,Intercultural Communication A Reader,Ninth Edition, Wadsworth PublishingCompany, Belmont,CA.

    Susetyo, Budi, 2003, Stereotip dan RelasiAntaretnis China dan Jawa padaMahasiswa di Semarang, JPS JurnalPsikologi Sosial Volume 10 nomor 3Desember 2003, Fakultas Psikologi Uni-versitas Indonesia, Jakarta.

    Verderber, F. Rudolph dan Kathleen S.Verderber,1998, Inter-Act Using InterpersonalCommunication Skills, Wadsworth Pu-blishing Company, Belmont,CA.

    Warnaen, Suwarsih, 2002, Stereotip Etnis dalamMasyarakat Multietnis, Penerbit MataBangsa, Yogyakarta.