21
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018: 1–21 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 1 Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris di Sektor Manufaktur Gender Wage Dierentials in Indonesia: Empirical Evidence in Manufacturing Sectors Martesa Husna Laili a , & Arie Damayanti b,* a Fungsional Statistisi, Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara b Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia [diterima: 20 September 2018 — disetujui: 5 November 2018 — terbit daring: 7 Mei 2019] Abstract Theoretically, in the labor market without discrimination, wages should be paid according to productivity. Unlike other studies that use worker level data, this study will identify gender wage discrimination using firm-level data. Using Industrial Survey Data in 1996 and 2006, the gender wage ratio and gender productivity ratio were estimated simultaneously using the nonlinear seemingly unrelated regression (NLSUR) with least square estimator. We find that there is wage discrimination against women in the manufacturing sector. After disaggregating the firms by trade orientation, we show that wage discrimination against women occurs in non-exporting firms. While in exporting firms there is no wage discrimination. Keywords: discrimination; gender wage discrimination; wage-productivity dierentials Abstrak Secara teori, di pasar kerja yang tidak ada diskriminasi, seharusnya upah dibayar sesuai dengan produktivitas. Berbeda dengan penelitian lain yang menggunakan data level pekerja, penelitian ini akan mengidentifikasi diskriminasi upah antargender dengan menggunakan data di level perusahaan. Dengan menggunakan data Industri Besar dan Sedang tahun 1996 dan 2006, rasio upah gender dan rasio produktivitas gender diestimasi secara simultan menggunakan metode non-linear seemingly unrelated regression (NLSUR) dengan estimator least square. Penelitian ini menemukan bukti ada diskriminasi upah terhadap perempuan di sektor manufaktur. Setelah mendisagregasi perusahaan berdasarkan status ekspor, diskriminasi upah terhadap perempuan ditemukan di perusahaan non-eksportir, sedangkan di perusahaan eksportir tidak ditemukan diskriminasi upah. Kata kunci: diskriminasi; diskriminasi upah gender; kesenjangan upah-produktivitas Kode Klasifikasi JEL: J16; J31; J71 Pendahuluan Kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan masih menjadi isu yang penting di dunia. Berda- sarkan laporan The Global Gender Gap Report 2016, dari 144 negara cakupan di tahun 2016, hanya 59% * Alamat Korespondensi: Program Pascasarjana Ilmu Ekono- mi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Kampus Widjojo Nitisastro, Jl. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Depok, 16424. E-mail: [email protected]. negara yang menunjukkan penurunan kesenjangan antargender di bidang ekonomi (World Economic Fo- rum, 2016). Laporan tersebut juga mencatat bahwa secara global ada kesenjangan upah gender di pe- kerjaan berupah dengan upah perempuan hampir setengah dari upah laki-laki. Tidak hanya secara global, isu kesetaraan upah antargender di Indo- nesia juga masih menjadi isu yang sangat penting. Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia bera- da di peringkat yang rendah dalam hal kesetaraan Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaEdisi Khusus Call for Paper JEPI 2018: 1–21

p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 1

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris di SektorManufaktur

Gender Wage Differentials in Indonesia: Empirical Evidence in ManufacturingSectors

Martesa Husna Lailia, & Arie Damayantib,∗

aFungsional Statistisi, Badan Pusat Statistik Kabupaten JeparabProgram Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

[diterima: 20 September 2018 — disetujui: 5 November 2018 — terbit daring: 7 Mei 2019]

Abstract

Theoretically, in the labor market without discrimination, wages should be paid according to productivity. Unlikeother studies that use worker level data, this study will identify gender wage discrimination using firm-level data.Using Industrial Survey Data in 1996 and 2006, the gender wage ratio and gender productivity ratio were estimatedsimultaneously using the nonlinear seemingly unrelated regression (NLSUR) with least square estimator. We findthat there is wage discrimination against women in the manufacturing sector. After disaggregating the firms by tradeorientation, we show that wage discrimination against women occurs in non-exporting firms. While in exporting firmsthere is no wage discrimination.Keywords: discrimination; gender wage discrimination; wage-productivity differentials

AbstrakSecara teori, di pasar kerja yang tidak ada diskriminasi, seharusnya upah dibayar sesuai dengan produktivitas.Berbeda dengan penelitian lain yang menggunakan data level pekerja, penelitian ini akan mengidentifikasidiskriminasi upah antargender dengan menggunakan data di level perusahaan. Dengan menggunakandata Industri Besar dan Sedang tahun 1996 dan 2006, rasio upah gender dan rasio produktivitas genderdiestimasi secara simultan menggunakan metode non-linear seemingly unrelated regression (NLSUR) denganestimator least square. Penelitian ini menemukan bukti ada diskriminasi upah terhadap perempuan di sektormanufaktur. Setelah mendisagregasi perusahaan berdasarkan status ekspor, diskriminasi upah terhadapperempuan ditemukan di perusahaan non-eksportir, sedangkan di perusahaan eksportir tidak ditemukandiskriminasi upah.Kata kunci: diskriminasi; diskriminasi upah gender; kesenjangan upah-produktivitas

Kode Klasifikasi JEL: J16; J31; J71

Pendahuluan

Kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuanmasih menjadi isu yang penting di dunia. Berda-sarkan laporan The Global Gender Gap Report 2016,dari 144 negara cakupan di tahun 2016, hanya 59%

∗Alamat Korespondensi: Program Pascasarjana Ilmu Ekono-mi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. KampusWidjojo Nitisastro, Jl. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Depok,16424. E-mail: [email protected].

negara yang menunjukkan penurunan kesenjanganantargender di bidang ekonomi (World Economic Fo-rum, 2016). Laporan tersebut juga mencatat bahwasecara global ada kesenjangan upah gender di pe-kerjaan berupah dengan upah perempuan hampirsetengah dari upah laki-laki. Tidak hanya secaraglobal, isu kesetaraan upah antargender di Indo-nesia juga masih menjadi isu yang sangat penting.Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia bera-da di peringkat yang rendah dalam hal kesetaraan

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 2: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...2

gender. Berdasarkan hasil survei World EconomicForum tahun 2016, Indonesia menempati peringkatke-88 dalam Global Gender Gap Index dan peringkatke-107 dalam sub-indeks Economic Participation andOpportunity (World Economic Forum, 2016). Rasioupah perempuan terhadap upah laki-laki untukpekerjaan yang sama hanya sebesar 0,68. Nilai inimenurun dibandingkan 10 tahun lalu yang sebesar0,79. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwaIndonesia harus mengejar ketertinggalannya darinegara lain dalam hal kesetaraan gender di bidangekonomi, salah satunya adalah kesetaraan upahantargender.

Penelitian tentang kesenjangan upah antargen-der pada umumnya melihat dari sisi suplai denganmenggunakan data dari survei ketenagakerjaan.Data di level pekerja tersebut kemudian digunakanuntuk mengestimasi persamaan upah. Persamaanupah didekomposisi menjadi dua bagian, explainedgap dan unexplained gap. Explained gap merupakanperbedaan upah antara pekerja laki-laki dan per-empuan karena perbedaan modal manusia sepertiperbedaan pendidikan dan pengalaman kerja, se-dangkan unexplained gap atau disebut juga residualgender wage gap merupakan perbedaan upah antaralaki-laki dan perempuan yang tidak dapat dijelas-kan oleh perbedaan modal manusia. Dengan meng-gunakan data level pekerja, residual gender wage gapseringkali dianggap sebagai bentuk diskriminasiupah yang dilakukan oleh employer.

Menurut International Labour Organization (ILO),diskriminasi di pasar tenaga kerja didefinisikan se-bagai “pembedaan, pengecualian, atau preferensiyang berdasarkan pada ras, warna kulit, jenis ke-lamin, agama, pandangan politik, atau asal usulsosial, yang memiliki efek meniadakan kesama-an kesempatan dan perlakuan di pekerjaan” (ILO,2003, p. 15). Salah satu bentuk diskriminasi tersebutadalah diskriminasi upah antargender, yaitu pem-berian upah yang berbeda antara pekerja laki-lakidan perempuan untuk pekerjaan yang sama hanya

karena faktor perbedaan jenis kelamin, terlepas darikemampuan atau produktivitas yang dimiliki. Ada-nya diskriminasi upah dapat dilihat jika denganproduktivitas yang sama, maka pekerja laki-lakiatau perempuan mendapatkan upah yang berbeda.

Ada perdebatan mengenai interpretasi residualgender wage gap sebagai bentuk diskriminasi upah.Di satu sisi, ukuran diskriminasi upah yang dida-patkan dari residual gender wage gap bisa menjadioverestimated. Di sisi lain, ukuran tersebut bisa men-jadi underestimated. Hal tersebut bergantung padavariabel apa saja yang dikontrol oleh peneliti da-lam persamaan upah. Hasil yang overestimated mau-pun underestimated menjadikan ukuran diskriminasiupah yang didapatkan dari residual gender wage gapmenjadi misleading (Altonji dan Blank, 1999).

Ukuran diskriminasi menjadi overestimated jikaada variabel penting yang berpengaruh terhadapperbedaan upah tetapi tidak dikontrol dalam per-samaan, misalnya perbedaan lapangan kerja danjenis pekerjaan. Beberapa lapangan kerja tertentumenawarkan upah yang lebih tinggi karena me-miliki risiko kerja yang lebih tinggi atau tingkatkenyamanan kerja yang lebih rendah. Jika laki-lakilebih bersedia untuk mengambil risiko kerja yanglebih tinggi, sedangkan perempuan lebih menyu-kai pekerjaan yang berisiko rendah, maka upahlaki-laki menjadi lebih tinggi dibandingkan denganupah perempuan. Perbedaan upah tersebut bukandisebabkan oleh adanya diskriminasi upah, namundisebabkan oleh perbedaan taste antara laki-lakidan perempuan dalam memilih lapangan pekerja-an. Terlihat bahwa ukuran diskriminasi upah yangdihasilkan menjadi overestimated. Hal ini karenakomponen residual gender wage gap tidak hanyamencerminkan bentuk diskriminasi upah saja te-tapi juga merupakan perbedaan upah yang terjadikarena perbedaan taste antara kelompok pekerjalaki-laki dan perempuan yang tidak terobservasi(Altonji dan Blank, 1999).

Sebaliknya, ukuran diskriminasi upah menjadi

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 3: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 3

underestimated jika perbedaan karakteristik antaralaki-laki dan perempuan yang menyebabkan terjadi-nya perbedaan upah juga mendapatkan pengaruhdari diskriminasi. Diskriminasi yang terjadi sebe-lum seseorang memasuki pasar kerja bisa meme-ngaruhi keputusan individu dalam berinvestasi dibidang modal manusia dan dalam memilih lapang-an pekerjaan (Altonji dan Blank, 1999). Individuyang memiliki ekspektasi bahwa nantinya hanyasedikit waktu yang akan dialokasikan untuk be-kerja di pasar kerja akan lebih sedikit berinvestasidalam modal manusia yang marketable. Perempuansecara tradisional memiliki tanggung jawab dalamtugas-tugas domestik rumah tangga sehingga wak-tu yang dimiliki perempuan untuk bekerja di pasarkerja lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.Implikasinya, hanya sedikit perempuan yang me-nempuh pendidikan sampai ke jenjang yang lebihtinggi. Di sisi lain, adanya diskriminasi di pasarkerja akan membentuk perbedaan pola pengasuh-an orang tua terhadap anak laki-laki dan anak pe-rempuan. Orang tua akan membentuk preferensi,memilih jenis pendidikan, dan mengarahkan anakperempuannya sehingga anak perempuannya lebihnyaman dengan pekerjaan “perempuan” sepertiguru, perawat, dan sebagainya. Begitu juga dengananak laki-laki. Perbedaan lapangan kerja terben-tuk karena pengaruh dari diskriminasi sehinggamemasukkan variabel lapangan kerja menjadi over-controls (Gunderson, 2006). Dari sini terlihat bahwaukuran diskriminasi upah yang dihasilkan menjadiunderestimated karena komponen explained gap ju-ga masih ada pengaruh dari diskriminasi. Altonjidan Blank (1999) menyatakan bahwa sangat sulitmemisahkan antara dampak diskriminasi denganfaktor yang benar-benar eksogen yang memenga-ruhi perbedaan karakteristik pekerja laki-laki danperempuan.

Kelemahan lain dari penggunaan data di levelpekerja untuk mengestimasi diskriminasi upah an-targender yaitu karena dalam membangun per-

samaan upah peneliti terbatas pada penggunaanproksi untuk mengukur produktivitas pekerja (Gun-derson, 2006). Proksi-proksi tersebut di antaranyaskill dan potential experience dari pekerja. Skill yangdiukur dari lama pendidikan dan potential experi-ence, yang umumnya diukur dari umur dikurangilama pendidikan dikurangi 6, belum cukup un-tuk menggambarkan produktivitas individu yangsebenarnya karena ada faktor-faktor lain yang me-mengaruhi produktivitas namun tidak terobservasi.Individu-individu dengan jenjang pendidikan yangsama belum tentu memiliki produktivitas yang sa-ma karena ada perbedaan kualitas pendidikan yangditerima dibandingkan dengan potential experience,real experience (total waktu yang benar-benar) di-gunakan untuk bekerja di pasar kerja lebih tepatmenggambarkan pengalaman kerja. Namun, realexperience ini sulit untuk diobservasi karena ada ke-mungkinan diskontinuitas seseorang dalam bekerjasehingga dengan menggunakan data di level peker-ja sulit untuk menentukan apakah residual genderwage gap benar-benar menunjukkan diskriminasiupah ataukah merupakan perbedaan produktivitasantara laki-laki dan perempuan yang tidak terobser-vasi (Altonji dan Blank, 1999).

Berbeda dengan penelitian yang melihat kesen-jangan upah antargender dari sisi suplai, faktor-faktor yang berasal dari sisi permintaan sepertikarakteristik perusahaan yang terkait dengan pro-duktivitas masih diabaikan. Jika pekerja perempu-an terkonsentrasi di perusahaan-perusahaan yangsecara relatif membutuhkan karakteristik pekerjadengan tingkat upah yang rendah, hal ini bisa jadidiinterpretasikan sebagai diskriminasi upah terha-dap perempuan karena dalam persamaan upahyang menggunakan data di level pekerja, karakte-ristik perusahaan tidak diperhitungkan (Dammertet al., 2013).

Di Indonesia, kajian empiris yang mengidentifika-si kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuanhampir semuanya menggunakan data di level pe-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 4: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...4

kerja (Feridhanusetyawan et al., 2001; Pirmana, 2006;Sohn, 2015; Taniguchi dan Tuwo, 2014). Alih-alihmenggunakan data di level pekerja dan mengang-gap unexplained gap sebagai bentuk diskriminasi,penelitian ini akan melihat kesenjangan upah an-targender dari sisi yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, yaitu menggu-nakan data di level perusahaan untuk mengestimasikesenjangan upah dan kesenjangan produktivitasantargender. Ukuran diskriminasi upah didapatkandengan membandingkan antara perbedaan upahdengan perbedaan produktivitasnya.

Metodologi penelitian ini mengikuti Dong danZhang (2009) yang membandingkan antara rasioupah gender dengan rasio produktivitas genderdengan menggunakan data di level perusahaan.Keuntungan menggunakan pendekatan ini yaitumemberikan bukti diskriminasi upah yang lebihkuat dibandingkan dengan menggunakan data dilevel pekerja. Dengan menggunakan data di levelperusahaan, pekerja akan terhubung langsung de-ngan perusahaan di mana dia bekerja sehinggadapat mengukur produktivitas pekerja secara lang-sung, tidak lagi menggunakan proksi. Kontribusipenelitian ini pada literatur yang pertama adalahpada penggunaan metode yang mengestimasi per-samaan upah dan persamaan produktivitas seca-ra simultan sehingga dapat dilakukan uji statistikuntuk melihat apakah upah pekerja telah sesuaidengan produktivitasnya. Kontribusi yang keduaadalah pada penggunaan data di level perusaha-an, sementara penelitian-penelitian sebelumnya diIndonesia menggunakan data di level pekerja.

Sektor manufaktur memegang peranan pentingdalam perekonomian Indonesia karena menyeraptenaga kerja sebesar 12,72% dari total angkatan ker-ja yang ada di Indonesia tahun 2005 (BPS, 2005).Persentase pekerja yang bekerja di sektor manufak-tur semakin meningkat dari tahun ke tahun hinggamencapai 13,29% di tahun 2015 (BPS, 2015a). Share(kontribusi) sektor manufaktur pada Produk Do-

mestik Bruto (PDB) Indonesia selalu di atas 20% disepanjang tahun 2000–2010 dan merupakan sektoryang paling dominan dalam pembentukan PDBnasional (BPS, 2015b). Selain menyerap tenaga kerjayang cukup besar dan penyumbang utama padaPDB Indonesia, sektor manufaktur juga merupakanpenyumbang utama dalam kegiatan ekspor Indone-sia dengan persentase mencapai lebih dari 80% darinilai total ekspor nonmigas tahun 2005 (BPS, 2006).Hal ini menunjukkan peranan penting sektor ma-nufaktur pada kegiatan perdagangan internasionalyang dilakukan oleh Indonesia.

Perusahaan di sektor manufaktur yang terlibatdalam perdagangan internasional menghadapi ting-kat kompetisi yang lebih tinggi dibandingkan de-ngan perusahaan yang hanya fokus pada pasardomestik. Beberapa penyebabnya antara lain turun-nya tarif, adanya perjanjian dagang antarnegara,dan semakin banyaknya negara yang membukadiri dalam perdagangan internasional sehingga se-makin banyak perusahaan yang masuk ke dalampasar internasional. Untuk dapat bersaing di pasaryang sangat kompetitif, perusahaan harus efisien.Perusahaan yang diskriminatif akan kurang efisienkarena jumlah pekerja yang direkrut tidak sesuaidengan maksimalisasi profit (Becker, 1971). Un-tuk melihat perbedaan tingkat diskriminasi upahgender di perusahaan yang berkompetisi di pasarinternasional dan domestik, sampel perusahaanmanufaktur akan dipisahkan menjadi kelompokperusahaan eksportir dan non-eksportir.

Hipotesis pada penelitian ini adalah, pertama,dengan menggunakan data di level perusahaan,diduga ada diskriminasi upah di perusahaan ma-nufaktur. Dugaan ini berdasarkan hasil penelitiansebelumnya yang menemukan adanya diskriminasiupah dengan menggunakan data di level pekerja.Kedua, diduga tingkat diskriminasi upah di perusa-haan eksportir lebih rendah dibandingkan dengandi perusahaan non-eksportir karena perusahaaneksportir harus efisien untuk dapat bertahan di

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 5: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 5

pasar internasional.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa kesenjangandan diskriminasi upah gender masih ada di Indone-sia. Upah dan produktivitas perempuan lebih ren-dah dari laki-laki. Namun upah yang diterima olehperempuan masih lebih rendah dari produktivitas-nya yang menunjukkan bukti adanya diskriminasiupah terhadap perempuan. Diskriminasi upah ter-hadap perempuan semakin menguat di sepanjangtahun 1996–2006 disebabkan karena produktivitasperempuan yang semakin meningkat namun tidakdiimbangi dengan peningkatan upah perempuanrelatif terhadap upah laki-laki. Penelitian ini jugamenunjukkan adanya diskriminasi upah terhadapperempuan di kelompok perusahaan non-eksportir,sedangkan di perusahaan eksportir tidak ditemu-kan bukti diskriminasi upah.

Tinjauan Literatur

Apa yang menyebabkan terjadinya kesenjanganupah antargender? Banyak faktor yang menyebab-kan perbedaan upah antara pekerja laki-laki danperempuan. Dari sekian banyak faktor, semua pene-liti sepakat bahwa perbedaan karakteristik individuantara laki-laki dan perempuan merupakan poinpenting yang menjadi penyebab perbedaan upah.Karakteristik individu, seperti tingkat pendidikandan pengalaman kerja atau disebut juga modal ma-nusia, menentukan tingkat produktivitas seorangpekerja yang pada akhirnya menentukan seberapabesar upah yang didapatkan. Teori modal manu-sia dari Polachek (2004) menghubungkan antaraekspektasi bekerja di pasar tenaga kerja dengan bi-aya untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihanyang marketable. Semakin besar ekspektasi seseo-rang untuk bekerja di pasar tenaga kerja, semakinbesar investasi yang dikeluarkan untuk mendapat-kan pendidikan. Secara umum, perempuan memi-liki ekspektasi yang lebih rendah untuk bekerjadi pasar tenaga kerja karena tanggung jawabnya

dalam pekerjaan rumah tangga sehingga investa-si perempuan pada modal manusia menjadi lebihrendah. Rendahnya modal manusia ini menyebab-kan produktivitas perempuan menjadi lebih ren-dah dan hal ini mengakibatkan upah yang diterimaperempuan juga lebih rendah.

Selain perbedaan modal manusia, perbedaan pre-ferensi antara laki-laki dan perempuan dalam me-milih jenis pekerjaan juga memengaruhi perbedaanupah. Tanggung jawab perempuan dalam rumahtangga menjadikan perempuan lebih menyukai pe-kerjaan yang jam kerjanya lebih pendek, lebih flek-sibel, kondisi kerja lebih nyaman, dan tidak terlaluberisiko (Anker, 1997). Teori compensating wage diffe-rentials dari Filer (1985) menyatakan bahwa setiappekerjaan memiliki tingkat kenyamanan yang ber-beda dan setiap pekerja memiliki preferensi tentangkenyamanan kerja yang berbeda. Upah yang diba-yarkan seharusnya tidak hanya sebagai return darimodal manusia tetapi juga harus mengompensasiaspek ketidaknyamanan dari pekerjaan. Ada bi-aya yang harus dikeluarkan untuk menciptakankondisi kerja yang lebih nyaman. Perusahaan a-kan menyediakan kondisi kerja yang lebih nyamanhanya jika ada pengimbangan dari penghematanbiaya yang didapatkan, misalnya melalui pemberi-an upah yang lebih rendah. Jika perempuan lebihmenyukai pekerjaan yang lebih nyaman meskipunupahnya lebih rendah dan laki-laki lebih menyukaiupah yang lebih tinggi meskipun dengan kondisikerja yang kurang nyaman, hal ini akan megaki-batkan terjadinya perbedaan upah antara laki-lakidan perempuan.

Faktor lain yang juga menyebabkan perbedaanupah antara laki-laki dan perempuan adalah adanyadiskriminasi. Merujuk pada teori economics of dis-crimination dari Becker (1971), bahwa diskriminasimembutuhkan biaya yang tinggi. Perusahaan yangdiskriminatif menjadi kurang efisien. Dalam modelini diasumsikan employer tidak menyukai kelom-pok pekerja perempuan. Setiap pekerja perempuan

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 6: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...6

yang direkrut memberikan dis-utilitas sebesar d.Pada saat tingkat upah laki-laki dan perempuan dipasar masing-masing sebesar wm dan w f , employ-er menghitung upah perempuan bukan sebesar w f

tetapi sebesar w f (1+d). Employer hanya akan merek-rut pekerja laki-laki jika wm < w f (1 + d), hanya akanmerekrut pekerja perempuan jika wm > w f (1 + d),dan akan merekrut keduanya jika wm = w f (1 + d).Untuk tetap memaksimumkan utilitasnya, employ-er yang diskriminatif terhadap perempuan hanyamau menerima pekerja perempuan jika perempuanbersedia diberikan upah yang lebih rendah darilaki-laki dengan produktivitas yang sama. Di per-usahaan yang diskriminatif terhadap perempuan,rasio upah perempuan terhadap laki-laki akan le-bih rendah dari rasio produktivitasnya. Sebaliknya,di perusahaan yang diskriminatif terhadap laki-laki atau di perusahaan yang memberikan wagepremium kepada perempuan, rasio upah perempu-an terhadap laki-laki akan lebih tinggi dari rasioproduktivitasnya. Dengan demikian, profit peru-sahaan diskriminatif akan lebih rendah dari profitperusahaan nondiskriminatif karena merekrut pe-kerja perempuan lebih sedikit dari jumlah peker-ja perempuan yang seharusnya direkrut berdasar-kan profit maximizing. Perusahaan diskriminatif relamengorbankan profitnya untuk membiayai perila-ku diskriminatifnya.

Tanpa adanya diskriminasi, dengan tingkat pro-duktivitas yang sama, seharusnya pekerja laki-lakidan perempuan mendapatkan upah yang sama.Beberapa kajian empiris yang membahas tentangkesenjangan upah antargender mengidentifikasiada tidaknya diskriminasi upah dengan memban-dingkan antara produktivitas dan upah (Chen et al.,2013; Dammert et al., 2013; Dong dan Zhang, 2009;Hellerstein dan Neumark, 1999; Hellerstein et al.,1999).

Di pasar yang lebih kompetitif, contohnya di pa-sar yang terekspos perdagangan liberal, perusahaanyang kurang efisien akan menerima tekanan untuk

meningkatkan efisiensinya atau mendorong peru-sahaan keluar dari pasar. Menurut Melitz (2003),liberalisasi perdagangan mendorong perusahaanyang efisien untuk masuk ke pasar ekspor dan men-dorong perusahaan yang tidak efisien keluar daripasar. Turunnya hambatan perdagangan membuatkompetisi di pasar internasional semakin mening-kat karena semakin banyak perusahaan yang masukke dalam pasar. Kompetitor dari perusahaan asingsecara rata-rata lebih efisien dibandingkan dengankompetitor dari perusahaan domestik. Perusahaandapat menekan biaya produksi dan membuat har-ga output menjadi lebih murah. Persaingan hargamembuat market share perusahaan yang kurang efi-sien semakin menurun dan mendorong perusahaankeluar dari pasar. Perusahaan eksportir tereksposkompetisi yang lebih tinggi dibandingkan denganperusahaan non-eksportir sehingga tidak ada ru-ang bagi perusahaan eksportir untuk melakukandiskriminasi upah.

Sejalan dengan teori diskriminasi Becker (1971),beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa per-dagangan internasional menurunkan kesenjanganupah antara laki-laki dan perempuan melalui me-nurunnya diskriminasi upah, khususnya di perusa-haan manufaktur yang menghadapi peningkatankompetisi di pasar internasional (Artecona danCunningham, 2002; Black dan Brainerd, 2004; Oos-tendorp, 2009). Sebaliknya, beberapa penelitian lainmenemukan bukti yang berkebalikan dengan teoridiskriminasi Becker (1971). Penelitian-penelitiantersebut menemukan bukti bahwa perdagangan in-ternasional justru memperlebar kesenjangan upahantara laki-laki dan perempuan (Berik et al., 2004),khususnya di perusahaan yang berorientasi ekspor(Cling et al., 2005). Seguino (1997) juga menunjuk-kan bahwa diskriminasi terhadap perempuan lebihbesar di perusahaan asing dibandingkan denganperusahaan domestik.

Di Indonesia, kajian empiris yang membahas ten-tang kesenjangan upah antara laki-laki dan perem-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 7: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 7

puan hampir semuanya menggunakan data di levelpekerja (Feridhanusetyawan et al., 2001; Pirmana,2006; Sohn, 2015; Taniguchi dan Tuwo, 2014). Hasilpenelitian tersebut menunjukkan bahwa komponenunexplained gap yang dianggap sebagai bentuk dis-kriminasi upah merupakan penyebab utama darikesenjangan upah antara laki-laki dan perempuanyang mana kelompok pekerja laki-laki mendapat-kan upah yang lebih tinggi dari perempuan de-ngan karakteristik yang sama. Namun demikian,mengingat bahwa komponen unexplained mungkinmasih mengandung unsur produktivitas pekerjayang tidak terobservasi dan komponen explainedmungkin juga dipengaruhi oleh diskriminasi, hasilpenelitian tersebut bisa jadi misleading (Altonji danBlank, 1999; Gunderson, 2006).

Gunderson (2006) menyatakan bahwa bukti dis-kriminasi upah menjadi lebih kredibel jika hasilyang didapatkan dengan menggunakan berbagaiprosedur yang berbeda menunjukkan pola umumyang sama yang menunjukkan adanya diskriminasiupah. Beberapa prosedur empiris tersebut antaralain mengukur diskriminasi pada kategori jenis pe-kerjaan yang lebih detail (Smith, 2002), audit studies(Goldin dan Rouse, 2000; Neumark et al., 1996), sertametode yang berdasarkan perbandingan perbeda-an produktivitas dan perbedaan upah (Chen et al.,2013; Dammert et al., 2013; Dong dan Zhang, 2009;Hellerstein et al., 1999). Tujuan dari semua prose-dur tersebut adalah mengontrol sebanyak mungkinfaktor-faktor yang terkait dengan produktivitastermasuk yang datanya tidak tersedia. Meskipunsetiap prosedur empiris memiliki kelebihan dan ke-kurangan, namun secara umum Altonji dan Blank(1999) menyatakan bahwa penelitian yang melihatperbedaan produktivitas dan perbedaan upah seca-ra simultan lebih bermanfaat. Di Indonesia, belumbanyak penelitian yang mengidentifikasi ada tidak-nya diskriminasi upah dengan membandingkanantara produktivitas dan upah yang diterima, khu-susnya yang terkait dengan peningkatan kompetisi

yang datang dari perdagangan internasional.

Metode

Metode empiris dari penelitian ini mengikuti Dongdan Zhang (2009) yang juga diadopsi oleh Chen etal. (2013) dan Dammert et al. (2013) yakni perusaha-an merekrut pekerja laki-laki dan perempuan danmenawarkan tingkat upah untuk masing-masingpekerja. Model ini mengasumsikan pasar persaing-an sempurna. Dianggap ada diskriminasi upah jikaupah yang diberikan kepada pekerja tidak sesuaidengan produktivitas yang dimiliki pekerja terse-but. Diskriminasi upah diidentifikasi melalui jointestimation persamaan upah dan fungsi produksi.Dikarenakan data upah berdasarkan jenis kelamintidak tersedia dan hanya tersedia data rata-rataupah untuk semua pekerja, maka rasio upah pe-kerja perempuan terhadap upah pekerja laki-lakididapatkan melalui estimasi persamaan upah. Mo-del ini mengasumsikan bahwa rata-rata upah diperusahaan merupakan rata-rata tertimbang dariupah pekerja laki-laki yang terampil (skilled), upahpekerja laki-laki tidak terampil (unskilled), upah pe-kerja perempuan terampil, dan upah pekerja pe-rempuan tidak terampil, yang dinyatakan sebagaiberikut:

(1)W = Wm

s

(Ms

L

)+ Wm

us

(Mus

L

)+ W f

s

(Fs

L

)+ W f

us

(Fus

L

)dengan W merupakan rata-rata upah perusahaan;Wm

s , Wmus, W f

s , W fus masing-masing merupakan rata-

rata upah pekerja laki-laki terampil, upah pekerjalaki-laki tidak terampil, upah pekerja perempuanterampil, dan upah pekerja perempuan tidak te-rampil; Ms, Mus, Fs, Fus merupakan jumlah pekerjalaki-laki terampil, jumlah pekerja laki-laki tidakterampil, jumlah pekerja perempuan terampil, danjumlah pekerja perempuan tidak terampil; dan L

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 8: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...8

menyatakan total pekerja yang merupakan penjum-lahan dari pekerja laki-laki dan perempuan, baikterampil maupun tidak terampil sehingga Persama-an (1) dapat ditulis:

(2)W = Wm

s +(Mus

L

) (Wm

us −Wms)

+(Fs

L

) (W f

s −Wms

)+

(Fus

L

) (W f

us −Wms

)Model ini juga mengasumsikan rasio upah pe-

rempuan terhadap upah laki-laki sama untuk ke-

lompok terampil dan tidak terampil, yaitu W fus

Wmus

=

W fs

Wms

= W f

Wm = φ. Dan rasio upah pekerja tidak te-rampil terhadap upah pekerja terampil sama untukkelompok pekerja laki-laki dan perempuan, yaituWm

usWm

s=

W fus

W fs

= WusWs

= η sehingga persamaan upah diperusahaan menjadi:

(3)ln W = ln Wm

s + ln� (

1 −L f

L

) (1 +

(Mus

Lm

) (η − 1

))+

(L f

L

(1 +

(Fus

L f

) (η − 1

)) �Untuk mengatasi ketidaktersediaan data upah pe-

kerja laki-laki terampil (ln Wms ), secara operasional

ln Wms dapat diganti dengan fungsi linier stokastik

dari determinannya, λ0 + X′

λ + u sehingga dapatditulis:

(4)ln Wi = λ0 + ln

� (1 −

L fi

Li

) (1 +

(Musi

Lmi

) (η − 1

))+

(L fi

Li

(1 +

(Fusi

L fi

) (η − 1

)) �+ X

iλ + ui

dengan i menunjukkan perusahaan, λ0 merupakanconstant terms, Lm dan L f masing-masing merupa-kan jumlah pekerja laki-laki dan perempuan, X′

merupakan vektor variabel yang menentukan upah,dan u merupakan error terms. φ merupakan rasioupah perempuan terhadap upah laki-laki. Jikaφ = 1artinya upah pekerja perempuan sama dengan upahpekerja laki-laki. Jika φ < 1 artinya upah pekerjaperempuan lebih rendah dari upah pekerja laki-laki,dan sebaliknya jika φ > 1.

Rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki didapatkan melalui estimasi fungsi produksiCobb Douglas:

Q = A(EL)αKβ (5)

dengan Q merupakan output yang diukur dari nilaitambah perusahaan, A merupakan koefisien tekno-logi, K merupakan kapital yang diukur dari kuanti-tas pemakaian daya listrik (kwh), L merupakan totalpekerja, dan E merupakan rata-rata produktivitaspekerja.

Sama dengan asumsi yang digunakan pada per-samaan upah, E diasumsikan merupakan rata-ratatertimbang dari produktivitas pekerja laki-laki yangterampil (qm

s ), produktivitas pekerja laki-laki tidakterampil (qm

us), produktivitas pekerja perempuan te-rampil (q f

s ), dan produktivitas pekerja perempuantidak terampil (q f

us), yaitu:

(6)E = qms

(Ms

L

)+ qm

us

(Mus

L

)+ q f

s

(Fs

L

)+ q f

us

(Fus

L

)Dengan cara yang sama dengan persamaan upah,

persamaan produktivitas pekerja dapat ditulis:

(7)E = qm

s +(Mus

L

) (qm

us − qms)

+(Fs

L

) (q f

s − qms

)+

(Fus

L

) (q f

us − qms

)Model ini mengasumsikan rasio produktivitas

perempuan terhadap laki-laki sama untuk kelom-

pok terampil dan tidak terampil, yaitu q fus

qmus

=q f

sqm

s=

q f

qm = ρ. Dan rasio produktivitas pekerja tidak teram-pil terhadap produktivitas pekerja terampil samauntuk kelompok pekerja perempuan dan laki-laki,

yaitu qmus

qms

=q f

us

q fs

=qus

qs= µ sehingga persamaan pro-

duktivitas pekerja menjadi:

(8)ln E = ln qm

s + ln� (

1 −L f

L

) (1 +

(Mus

Lm

) (µ − 1

))+

(L f

L

(1 +

(Fus

L f

) (µ − 1

)) �Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 9: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 9

Persamaan produktivitas pekerja (Persamaan (8))disubstitusikan ke dalam fungsi produksi (Persa-maan (5)) sehingga fungsi produksinya menjadi:

(9)

ln Q = ln A + α ln qms

+ α ln� (

1 −L f

L

) (1 +

(Mus

Lm

) (µ − 1

))+

(L f

L

(1 +

(Fus

L f

) (µ − 1

)) �+ α ln L + β ln K

Karena ln A + α ln qms tidak terobservasi, maka

diganti dengan determinan fungsi stokastiknya ya-itu γ0 + Z′γ + v sehingga persamaan untuk fungsiproduksi dapat ditulis:

(10)

ln Qi = γ0 + α ln� (

1 −L fi

Li

) (1 +

(µ − 1

) Musi

Lmi

)+ ρ

L fi

Li

(1 +

(µ − 1

) Fusi

L fi

) �+ α ln(Li)

+ β ln(Ki) + Z′

iγ + vi

dengan i menunjukkan perusahaan, γ0 merupakanconstant terms, Z′ merupakan vektor variabel yangmenentukan upah, dan v merupakan error terms.ρ merupakan rasio produktivitas perempuan ter-

hadap laki-laki. Jika ρ = 1 artinya produktivitaspekerja perempuan sama dengan produktivitas pe-kerja laki-laki. Jika ρ < 1 artinya produktivitaspekerja perempuan lebih rendah dari produktivitaspekerja laki-laki, dan sebaliknya jika ρ > 1.

X′

dan Z′ merupakan vektor variabel kontrolyang terdiri dari (1) ukuran perusahaan, yang diu-kur dari logaritma natural nilai total produksi, (2)logaritma natural umur perusahaan, (3) market share,untuk menangkap tingkat kompetisi di pasar do-mestik, dan (4) dummy sektor dan dummy wilayah,untuk menangkap dampak perbedaan wilayah danperbedaan sektor.

Penelitian ini menggunakan data tahun 1996 dan2006 yang diestimasi secara terpisah yang bertujuanuntuk mengetahui perkembangan tingkat diskrimi-nasi upah. Dengan melihat hasil estimasi di tahun

1996 dan 2006 bisa diketahui apakah tingkat diskri-minasi upah semakin menurun atau justru semakinmenguat. Untuk keperluan robustness check, pene-litian ini menggunakan pooled data tahun 1996 dan2006 dengan menambahkan variabel kontrol dum-my tahun. Variabel ini akan menangkap perubahan-perubahan selama kurun waktu 10 tahun yang bisamemengaruhi perubahan perilaku perusahaan.

Persamaan upah (Persamaan (4)) dan fungsi pro-duksi (Persamaan (10)) diestimasi secara simultandengan menggunakan metode non-linear seeminglyunrelated regression (NLSUR) dengan estimator le-ast squares. Hipotesis yang diuji adalah tidak adadiskriminasi upah antargender, φ = ρ. Uji hipotesismenggunakan uji Walds.

Data, Variabel, dan Ringkasan Statistik

Penelitian ini menggunakan data level perusahaanyaitu data dari Survei IBS yang setiap tahun di-kumpulkan oleh BPS. Survei IBS mencakup seluruhperusahaan manufaktur yang berada di wilayahIndonesia dengan jumlah pekerja paling sedikit 20orang. Data IBS memuat informasi tentang karakte-ristik perusahaan, input, output, dan jumlah pekerjayang berguna untuk mengestimasi fungsi produksiperusahaan. Meskipun tidak memberikan informa-si yang rinci terkait karakteristik pekerja, namundi tahun-tahun tertentu seperti di tahun 1996 dan2006, terdapat informasi tentang jumlah pekerjayang dirinci menurut jenis kelamin dan pendidikan.Informasi ini bisa digunakan sebagai dasar untukmengestimasi rasio produktivitas dan rasio upahpekerja laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu,penelitian ini hanya akan menggunakan data IBStahun 1996 dan 2006.

Data IBS 1996 mencakup 22.997 perusahaan, se-dangkan data IBS 2006 mencakup 29.468 perusaha-an di seluruh Indonesia. Untuk mendapatkan rasioupah dan rasio produktivitas perempuan terhadaplaki-laki, di dalam perusahaan harus ada pekerjalaki-laki, pekerja perempuan, pekerja yang terampil,

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 10: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...10

dan pekerja yang tidak terampil sehingga perusaha-an yang memiliki pekerja laki-laki saja atau pekerjaperempuan saja atau pekerja yang terampil saja tan-pa pekerja tidak terampil dikeluarkan dari sampel.Setelah mengeluarkan perusahaan dengan kriteriatersebut dan mengeluarkan perusahaan denganvariabel-variabel yang missing, jumlah observasiyang didapatkan untuk tahun 1996 sebanyak 13.957perusahaan dan untuk tahun 2006 sebanyak 19.827perusahaan.

Untuk estimasi yang menggunakan pooled data,jumlah observasi yang didapatkan sebanyak 33.784observasi. Untuk data tahun 2006, variabel nilai tam-bah dan total produksi dideflasikan menggunakanIndeks Harga Perdagangan Besar Sektor Manufak-tur dengan tahun dasar 1996, sedangkan variabelupah dideflasikan dengan Indeks Harga KonsumenUmum tahun dasar 1996.

Definisi dari variabel-variabel yang digunakanpada penelitian ini yaitu sebagai berikut. Upahmerupakan pengeluaran perusahaan untuk peker-ja yang terdiri dari upah/gaji, upah lembur, hadi-ah/bonus/sejenisnya, iuran dana pensiun/tunjangansosial/asuransi/sejenisnya, dan tunjangan kecelaka-an. Rata-rata upah dihitung dengan membagi totalpengeluaran perusahaan untuk pekerja dengan to-tal pekerja dibayar. Nilai tambah perusahaan yaitubesarnya nilai output dikurangi biaya input (biayaantara). Kapital dihitung dari total pemakaian dayalistrik (kwh) yang dibeli dari Perusahaan Listrik Ne-gara (PLN) dan Non-PLN dalam bentuk logaritmanatural. Pekerja merupakan total pekerja yang di-bayar, baik pekerja produksi maupun nonproduksi.Pekerja dianggap terampil jika pendidikan yangditamatkan minimal Sekolah Lanjutan Tingkat Atas(SLTA) dan dianggap tidak terampil jika pendidik-an yang ditamatkan paling tinggi Sekolah LanjutanTingkat Pertama (SLTP).

Total produksi dihitung dengan menjumlahkannilai total barang yang diproduksi dan pendapatandari jasa industri (makloon), dalam bentuk logarit-

ma natural. Umur perusahaan menunjukkan umurdari perusahaan tahun 1997 untuk estimasi yangmenggunakan data tahun 1996 dan menunjukkanumur dari perusahaan tahun 2007 untuk estima-si yang menggunakan data tahun 2006, dihitungberdasarkan tahun perusahaan tersebut mulai ber-produksi secara komersial, dalam bentuk logaritmanatural. Pemilihan tahun 1997 dan 2007 karena pe-ngumpulan data tahun 1996 dilakukan pada 1997dan pengumpulan data tahun 2006 dilakukan pada2007. Market share dihitung dari jumlah perusahaandi 3 digit International Standard Industrial Classifica-tion (ISIC) revisi 2 yang sama dengan perusahantersebut. Variabel dummy wilayah merupakan pem-bagian wilayah Indonesia menjadi enam wilayah,yaitu Jawa Barat-Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah-DIY, Jawa Timur, Sumatera, dan Wilayah Lainnya.Variabel dummy subsektor dibedakan berdasarkan 2digit ISIC revisi 2. Perusahaan eksportir merupakanperusahaan yang berdasarkan data IBS persentaseekspornya lebih dari 0%, sedangkan perusahaannon-eksportir adalah perusahaan yang berdasarkandata IBS persentase ekspornya sama dengan 0%.

Ringkasan statistik dari variabel-variabel yangdigunakan dalam analisis regresi ditampilkan padaTabel 1. Sebagian besar perusahaan manufaktur diIndonesia merupakan perusahaan non-eksportirdengan persentasenya mencapai 80,3%, sedangkanperusahaan eksportir hanya sebesar 19,7%. Persen-tase pekerja perempuan, secara rata-rata sebesar47% untuk keseluruhan sampel, dengan rata-ratauntuk perusahaan non-eksportir lebih tinggi diban-dingkan dengan rata-rata di perusahaan eksportir.Secara rata-rata, perusahaan eksportir merekrut le-bih banyak pekerja yang terampil dibandingkandengan perusahaan non-eksportir. Secara rata-rataperusahaan eksportir memiliki rata-rata upah, nilaitambah, jumlah pekerja, pemakaian daya listrik,dan total produksi yang lebih tinggi dibandingkandengan perusahaan non-eksportir. Sektor manufak-tur didominasi oleh industri makanan minuman

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 11: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 11

tembakau dan industri tekstil, barang dari kulit danalas kaki. Perusahaan eksportir dominan bergerakdi industri barang kayu dan hasil hutan lainnya,sedangkan perusahaan non-eksportir dominan ber-gerak di industri makanan minuman tembakau.Secara wilayah, perusahaan manufaktur terkonsen-trasi di wilayah Jawa Barat dan Banten.

Hasil dan Analisis

Hasil Joint Estimation per Subsektor

Rasio upah perempuan terhadap laki-laki menu-rut subsektor dengan pooled data ditunjukkan padaGambar 1. Secara rata-rata, upah perempuan lebihrendah dari upah laki-laki hampir di semua sub-sektor, kecuali industri logam (subsektor 37). Diindustri logam, rasio upah perempuan terhadaplaki-laki lebih dari 1, seolah-olah perempuan men-dapatkan upah lebih tinggi dari laki-laki. Kecualiindustri logam, upah perempuan tidak lebih dari80% dari upah laki-laki dengan rasio paling rendahada di industri barang kayu (subsektor 33). Dapatdisimpulkan bahwa ada kesenjangan upah genderdi semua subsektor, kecuali subsektor industri lo-gam. Di industri logam, upah perempuan hanyasedikit lebih tinggi dari upah laki-laki. Kesenjanganupah gender ini bukan berarti diskriminasi upah.

Untuk melihat apakah ada diskriminasi upah, ra-sio upah gender harus dibandingkan dengan rasioproduktivitasnya. Gambar 2 menunjukkan scatterplot antara rasio upah perempuan terhadap upahlaki-laki dengan rasio produktivitasnya. Garis 45derajat menunjukkan bahwa rasio upah perempuanterhadap upah laki-laki sama dengan rasio produk-tivitasnya, artinya di garis ini tidak ada diskrimi-nasi upah. Plot yang berada di atas garis 45 derajatartinya terdapat diskriminasi upah terhadap perem-puan. Sebaliknya, plot yang berada di bawah garis45 derajat artinya perempuan mendapatkan wagepremium atau terjadi diskriminasi upah terhadap

laki-laki.

Berdasarkan Gambar 1, perempuan mendapat-kan upah yang sangat rendah dibandingkan de-ngan upah yang diterima laki-laki di subsektor 33(industri barang kayu). Namun setelah diplot de-ngan rasio produktivitasnya (Gambar 2), terlihatindustri barang kayu plotnya berada di sekitar-an garis 45 derajat, artinya upah perempuan yanglebih rendah dari laki-laki bukan karena diskrimi-nasi tetapi karena produktivitas perempuan yangmemang lebih rendah. Selain industri barang ka-yu, beberapa industri lain yang memperlihatkantidak ada diskriminasi upah yaitu industri baranglainnya (subsektor 39), industri semen dan baranggalian bukan logam (subsektor 36), dan industri alatangkutan (subsektor 38). Beberapa industri yangmemperlihatkan ada kecenderungan diskriminasiupah terhadap perempuan yaitu industri tekstil danalas kaki (subsektor 32), industri pupuk kimia danbarang dari karet (subsektor 35), industri makananminuman tembakau (subsektor 31), industri kertasdan barang cetakan (subsektor 34), dan industrilogam dasar besi dan baja (subsektor 37).

Plot rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki dengan rasio produktivitasnya menurut sub-sektor dengan dengan data tahun 1996 ditunjukkanpada Gambar 3, sedangkan plot dengan data tahun2006 ditunjukkan pada Gambar 4. Dilihat dari trentahun 1996 ke 2006, terdapat perubahan pola yangsemula mengumpul di sekitaran garis 45 derajatmenjadi menyebar di atas garis 45 derajat. Daripola tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwadiskriminasi upah terhadap perempuan semakinmeningkat. Beberapa industri mengalami perpin-dahan yang cukup ekstrem, ada yang berpindahdari sekitaran garis 45 derajat menjadi sangat jauh diatas garis 45 derajat, contohnya industri tekstil danindustri pupuk kimia karet. Kedua industri tersebutsemula merupakan industri yang nondiskriminatifmenjadi industri yang diskriminatif terhadap upahperempuan. Ada juga industri yang berpindah dari

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 12: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...12

Tabel 1: Ringkasan Statistik dari Variabel – Pooled Data Tahun 1996 dan 2006

Semua Perusahaan Perusahaan Eksportir Perusahaan Non-EksportirJumlah Observasi 33.784 6.645 27.139Proporsi Pekerja Perempuan 0,47 0,46 0,48Proporsi Pekerja Terampil 0,42 0,47 0,40Proporsi Pekerja PerempuanTerampil 0,12 0,17 0,11Proporsi Pekerja Perempuan Tidak Terampil 0,36 0,29 0,37Proporsi Pekerja Laki-laki Terampil 0,19 0,26 0,18Proporsi Pekerja Laki-laki Tidak Terampil 0,33 0,28 0,35Ln Rata-rata Upah 7,58 7,85 7,51Ln Nilai Tambah 12,52 13,89 12,18Ln Jumlah Pekerja 4,18 5,18 3,94Ln Daya Listrik 10,24 11,78 9,85Ln Total Produksi 13,52 14,97 13,17Umur (tahun) 13,33 12,71 13,48Subsektor:31 Industri Makanan Minuman Tembakau 0,28 0,14 0,3132 Industri Tekstil, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki 0,27 0,25 0,2833 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 0,12 0,34 0,0734 Industri Kertas dan Barang Cetakan 0,05 0,02 0,0635 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet 0,11 0,11 0,1136 Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam 0,06 0,02 0,0637 Industri Logam Dasar, Besi, dan Baja 0,01 0,01 0,0138 Industri Alat Angkutan, Mesin, dan Peralatannya 0,08 0,07 0,0839 Industri Barang Lainnya 0,03 0,04 0,03Wilayah:Jabar Banten 0,31 0,31 0,31DKI 0,12 0,08 0,13Jateng DIY 0,21 0,24 0,20Jatim 0,21 0,16 0,23Sumatera 0,08 0,10 0,07Wilayah Lainnya 0,06 0,11 0,05

Sumber: Survei IBS 1996 dan 2006 (diolah)

Gambar 1: Rasio Upah Perempuan terhadap Laki-laki per Subsektor – Pooled Data Tahun 1996 dan 2006Sumber: Survei IBS 1996 dan 2006 (diolah)

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 13: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 13

Gambar 2: Scatter Plot Rasio Upah Perempuan terhadapLaki-laki dengan Rasio Produktivitasnya per Subsektor –

Pooled Data Tahun 1996 dan 2006Sumber: Survei IBS 1996 dan 2006 (diolah)

bawah garis menjadi mendekati garis, contohnyaindustri barang lainnya, yang semula diskriminatifterhadap upah laki-laki menjadi nondiskriminatif,sedangkan industri yang tetap berada pada posisi-nya contohnya adalah industri makanan minuman,industri barang kayu, dan industri alat angkutan.

Hasil Joint Estimation menurut StatusEkspor Tahun 1996

Hasil joint estimation persamaan upah dan fungsiproduksi tahun 1996 dan hasil uji hipotesisnya di-tunjukkan pada Tabel 2. Untuk keseluruhan sampel,hasil estimasi menunjukkan rata-rata upah lebihtinggi di perusahaan dengan skala perusahaan yanglebih besar dan yang menghadapi tingkat kompetisidomestik yang lebih tinggi. Sementara hasil estima-si untuk fungsi produksi menunjukkan nilai tambahperusahaan akan semakin meningkat ketika skalaperusahaan semakin meningkat, namun nilai tam-bah akan menurun ketika perusahaan menghadapikompetisi domestik yang semakin tinggi. Untukperusahaan eksportir, tingkat kompetisi domestiktidak berpengaruh terhadap rata-rata upah, namuntingkat kompetisi domestik berpengaruh positif ter-hadap rata-rata upah di perusahaan non-eksportir.

Untuk keseluruhan perusahaan, hasil estima-si menunjukkan rasio upah perempuan terhadapupah laki-laki (φ) signifikan dan nilainya kurangdari 1, yang artinya secara rata-rata upah perempu-an lebih rendah dari upah laki-laki. Secara rata-rata,perempuan mendapatkan upah 59% dari upah laki-laki atau ada kesenjangan upah gender sebesar 41%.Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada per-bedaan antara upah laki-laki dan upah perempuan(φ = 1) ditolak pada tingkat signifikansi 1%. Arti-nya perbedaan upah sebesar 41% tersebut secarastatistik signifikan.

Begitu juga dengan rasio produktivitas perempu-an terhadap laki-laki (ρ) yang menunjukkan nilaikurang dari 1 dan signifikan, yang artinya secararata-rata produktivitas perempuan lebih rendahdari laki-laki. Secara rata-rata, produktivitas pe-rempuan 73% dari produktivitas laki-laki atau adaperbedaan produktivitas sebesar 27%. Hipotesisyang menyatakan bahwa produktivitas laki-lakisama dengan produktivitas perempuan (ρ = 1)ditolak pada tingkat signifikansi 1%. Artinya per-bedaan upah sebesar 27% tersebut secara statistiksignifikan.

Upah perempuan lebih rendah dari upah laki-laki dan produktivitas perempuan lebih rendahdari produktivitas laki-laki. Namun rasio produk-tivitas perempuan terhadap laki-laki masih lebihtinggi dibandingkan dengan rasio upahnya (73%vs 59%). Hipotesis bahwa rasio upah perempuanterhadap laki-laki sama dengan rasio produktivi-tasnya (φ = ρ) ditolak pada tingkat signifikansi 5%.Artinya, rasio produktivitas dan upah perempuanterhadap laki-laki secara signifikan berbeda, dan ka-rena rasio produktivitas lebih tinggi dibandingkandengan rasio upah (φ < ρ), bisa dikatakan bahwasecara rata-rata ada diskriminasi upah terhadapperempuan di keseluruhan perusahaan manufak-tur.

Baik di perusahaan eksportir maupun perusaha-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 14: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...14

Tabel 2: Hasil Joint Estimation dan Uji Statistik Persamaan Upah dengan Fungsi Produksi Tahun 1996

Variabel Semua Perusahaan Perusahaan Eksportir Perusahaan Non-Eksportir(1) (2) (3) (4)A. Persamaan Upahkonstanta 5,408*** 6,062*** 5,177***

(0,085) (0,158) (0,101)η 0,696*** 0,650*** 0,721***

(0,015) (0,029) (0,018)φ 0,593*** 0,617*** 0,604***

(0,012) (0,028) (0,014)skala perusahaan 0,176*** 0,152*** 0,193***

(0,003) (0,006) (0,004)Ln umur perusahaan -0,002 0,001 -0,001

(0,005) (0,012) (0,006)jumlah perusahaan di 3 digit ISIC 0,069*** 0,024 0,060***

(0,008) (0,021) (0,009)Dummy Subsektor Ya Ya YaDummy Wilayah Ya Ya YaKoefisien Determinasi (R Square) 0,506 0,417 0,502B. Fungsi Produksikonstanta 1,810*** 1,665*** 1,836***

(0,094) (0,200) (0,107)ln pekerja 0,269*** 0,271*** 0,266***

(0,008) (0,018) (0,009)µ 0,423*** 0,462*** 0,419***

(0,037) (0,092) (0,041)ρ 0,727*** 0,639*** 0,809***

(0,062) (0,133) (0,076)ln kapital 0,014*** -0,029*** 0,029***

(0,003) (0,007) (0,004)skala perusahaan 0,720*** 0,768*** 0,706***

(0,005) (0,013) (0,006)umur perusahaan -0,006 0,026* -0,015**

(0,006) (0,015) (0,006)jumlah perusahaan di 3 digit ISIC -0,041*** -0,084*** -0,048***

(0,009) (0,025) (0,009)Dummy Subsektor Ya Ya YaDummy Wilayah Ya Ya YaKoefisien Determinasi (R Square) 0,909 0,885 0,890Korelasi antar-eror kedua persamaan 0,305 0,220 0,329Jumlah Observasi 13.957 3.166 10.791C. Uji StatistikUji H0 : φ1996 = 1 0,000 0,000 0,000P value Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0Uji H0 : ρ1996 = 1 0,000 0,007 0,012P value Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0Uji H0 : φ1996 = ρ1996 0,034 0,872 0,009P value Tolak H0 Terima H0 Tolak H0

Keterangan: Standard errors di dalam tanda kurung*** signifikan pada taraf 1%; ** signifikan pada taraf 5%; * signifikan pada taraf 10%φ : rasio upah perempuan terhadap laki-lakiρ : rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki

Sumber: Survei IBS 1996 (diolah)

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 15: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 15

Gambar 3: Scatter Plot Rasio Upah Perempuan terhadap Laki-laki dengan Rasio Produktivitasnya per Subsektor Tahun1996

Sumber: Survei IBS 1996 (diolah)

Gambar 4: Scatter Plot Rasio Upah Perempuan terhadap Laki-laki dengan Rasio Produktivitasnya per Subsektor Tahun2006

Sumber: Survei IBS 2006 (diolah)

an non-eksportir, rasio upah perempuan terhadapupah laki-laki (φ) menunjukkan nilai kurang dari 1dan signifikan. Begitu juga dengan rasio produktivi-tas perempuan terhadap laki-laki (ρ) signifikan danbernilai kurang dari 1. Artinya, upah perempuanlebih rendah dari upah laki-laki dan produktivitasperempuan lebih rendah dari produktivitas laki-laki di kedua jenis perusahaan tersebut. Hipotesisyang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan an-tara upah laki-laki dan perempuan (φ = 1) ditolakpada tingkat signifikansi 1% dan hipotesis yangmenyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara

produktivitas laki-laki dan perempuan (ρ = 1) di-tolak pada tingkat signifikansi 5% di kedua jenisperusahaan tersebut. Artinya, baik di perusahaaneksportir maupun perusahaan non-eksportir, per-bedaan upah dan produktivitas antara laki-laki danperempuan secara statistik signifikan.

Di perusahaan eksportir, perbedaan upah pe-rempuan dan laki-laki mencerminkan perbedaanproduktivitasnya, dalam artian tidak ditemukandiskriminasi upah di perusahaan eksportir. Dibuk-tikan dengan hasil uji hipotesis bahwa rasio upahperempuan terhadap laki-laki sama dengan rasio

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 16: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...16

produktivitasnya (φ = ρ) yang tidak dapat dito-lak pada tingkat signifikansi standar. Artinya, rasioupah gender sebesar 62% dengan rasio produk-tivitas gender sebesar 64% secara statistik tidakberbeda secara signifikan, sedangkan di perusa-haan non-eksportir ditemukan diskriminasi upahterhadap perempuan. Hal ini dibuktikan denganhasil uji hipotesis bahwa rasio upah perempuanterhadap laki-laki sama dengan rasio produktivitas-nya (φ = ρ) yang ditolak pada tingkat signifikansi1%. Artinya rasio upah gender sebesar 60% ber-beda secara signifikan dengan rasio produktivitasgender yang sebesar 81%. Dan karena rasio upahperempuan terhadap laki-laki kurang dari rasioproduktivitasnya (φ < ρ), dapat disimpulkan adadiskriminasi upah terhadap perempuan di perusa-haan non-eksportir.

Hasil Joint Estimation menurut StatusEkspor Tahun 2006

Hasil joint estimation persamaan upah dan fungsiproduksi tahun 2006 dan hasil uji hipotesisnya di-tunjukkan pada Tabel 3. Untuk estimasi rasio upahperempuan terhadap laki-laki (φ) menunjukkanhasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil estima-si di tahun 1996, yaitu menunjukkan nilai kurangdari 1 dan signifikan di semua kelompok perusa-haan. Artinya, secara rata-rata upah perempuanlebih rendah dari upah laki-laki, baik untuk sam-pel keseluruhan perusahaan, perusahaan eksportir,dan perusahaan non-eksportir. Perempuan menda-patkan upah 64% lebih rendah dari upah laki-lakidi perusahaan eksportir, 55% lebih rendah di per-usahaan non-eksportir, dan 55% lebih rendah dikeseluruhan sampel perusahaan manufaktur. Hipo-tesis yang menyatakan bahwa upah laki-laki samadengan upah perempuan (φ = 1) ditolak pada ting-kat signifikansi 1%.

Sebaliknya, untuk estimasi rasio produktivitasperempuan terhadap laki-laki (ρ) menunjukkan ha-sil yang berbeda dengan tahun 1996, yang pada

2006 produktivitas perempuan dan laki-laki sema-kin setara, yang ditunjukkan dengan nilai ρ yangberada di kisaran angka 1 untuk semua kelompoksampel. Hasil uji hipotesis bahwa tidak ada perbe-daan produktivitas antara laki-laki dan perempuan(ρ = 1) tidak dapat ditolak pada semua tingkatsignifikansi, baik untuk sampel perusahaan eks-portir, perusahaan non-eksportir, dan keseluruhanperusahaan. Artinya, secara statistik produktivitasperempuan tidak berbeda dengan produktivitaslaki-laki.

Tidak berbeda dengan tahun 1996, bukti adanyadiskriminasi upah di tahun 2006 ditemukan di ke-seluruhan sampel perusahaan dan di kelompokperusahaan non-eksportir, sedangkan di perusaha-an eksportir tidak ditemukan diskriminasi upah. Dikeseluruhan sampel perusahaan dan di kelompokperusahaan non-eksportir, uji hipotesis bahwa rasioupah perempuan terhadap laki-laki sama denganrasio produktivitasnya (φ = ρ) ditolak pada tingkatsignifikansi 1%. Artinya, rasio upah gender denganrasio produktivitas gender secara statistik berbedadengan rasio upah gender lebih rendah dari rasioproduktivitasnya (φ < ρ) atau perempuan diba-yar lebih rendah dari produktivitasnya. Sementaradi perusahaan eksportir, uji hipotesis bahwa rasioupah perempuan terhadap laki-laki sama denganrasio produktivitasnya (φ = ρ) tidak dapat ditolakpada semua tingkat signifikansi. Dapat diartikanbahwa perempuan mendapatkan upah yang sesuaidengan produktivitasnya.

Hasil Joint Estimation menurut StatusEkspor dengan Pooled Data

Hasil joint estimation persamaan upah dan fungsiproduksi dengan pooled data dan hasil uji hipote-sisnya ditunjukkan pada Tabel 4. Untuk estimasirasio upah perempuan terhadap laki-laki (φ) me-nunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda denganhasil estimasi di tahun 1996 dan 2006, yaitu menun-jukkan nilai kurang dari 1 dan signifikan di semua

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 17: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 17

Tabel 3: Hasil Joint Estimation dan Uji Statistik Persamaan Upah dengan Fungsi Produksi Tahun 2006

Variabel Semua Perusahaan Perusahaan Eksportir Perusahaan Non-Eksportir(1) (2) (3) (4)A. Persamaan Upahkonstanta 7,370*** 7,872*** 7,005***

(0,084) (0,192) (0,093)η 0,514*** 0,639*** 0,500***

(0,009) (0,027) (0,010)φ 0,552*** 0,643*** 0,554***

(0,011) (0,028) (0,012)skala perusahaan 0,175*** 0,134*** 0,197***

(0,003) (0,006) (0,003)Ln umur perusahaan -0,031*** 0,025* -0,031***

(0,005) (0,013) (0,005)jumlah perusahaan di 3 digit ISIC 0,016** -0,035* 0,021**

(0,008) (0,019) (0,008)Dummy Subsektor Ya Ya YaDummy Wilayah Ya Ya YaKoefisien Determinasi (R Square) 0,530 0,410 0,548B. Fungsi Produksikonstanta 1,779*** 1,906*** 1,590***

(0,085) (0,247) (0,088)ln pekerja 0,202*** 0,227*** 0,213***

(0,006) (0,016) (0,007)µ 0,150*** 0,333*** 0,170***

(0,014) (0,082) (0,016)ρ 1,028*** 0,927*** 1,077***

(0,096) (0,226) (0,100)ln kapital 0,006** -0,025*** 0,015***

(0,003) (0,007) (0,003)skala perusahaan 0,784*** 0,776*** 0,786***

(0,005) (0,012) (0,005)umur perusahaan -0,015*** 0,042*** -0,020***

(0,005) (0,016) (0,005)jumlah perusahaan di 3 digit ISIC -0,041*** -0,019 -0,046***

(0,008) (0,024) (0,008)Dummy Subsektor Ya Ya YaDummy Wilayah Ya Ya YaKoefisien Determinasi (R Square) 0,903 0,881 0,900Korelasi antar-eror kedua persamaan 0,233 0,160 0,247Jumlah Observasi 19.827 3.479 16.348C. Uji HipotesisUji H0 : 0,000 0,000 0,000P value Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0Uji H0 : 0,769 0,746 0,440P value Terima H0 Terima H0 Terima H0Uji H0 : 0,000 0,212 0,000P value Tolak H0 Terima H0 Tolak H0

Keterangan: Standard errors di dalam tanda kurung*** signifikan pada taraf 1%; ** signifikan pada taraf 5%; * signifikan pada taraf 10%φ : rasio upah perempuan terhadap laki-lakiρ : rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki

Sumber: Survei IBS 2006 (diolah)

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 18: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...18

sampel, baik untuk keseluruhan perusahaan, per-usahaan eksportir, dan perusahaan non-eksportir.Dan hasil uji hipotesis bahwa tidak ada perbedaanupah antara laki-laki dan perempuan (φ = 1) jugaditolak pada tingkat signifikansi 1%.

Hasil estimasi rasio produktivitas perempuanterhadap laki-laki (ρ) signifikan dan bernilai ku-rang dari 1 untuk kelompok sampel keseluruhanperusahaan dan perusahaan eksportir. Artinya, pro-duktivitas perempuan lebih rendah dari laki-laki.Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbe-daan produktivitas antara laki-laki dan perempuan(ρ = 1) ditolak pada tingkat signifikansi 5%. De-ngan demikian, produktivitas perempuan memangberbeda dengan produktivitas laki-laki di kedua ke-lompok sampel tersebut. Sementara di perusahaannon-eksportir, estimasi rasio produktivitas perem-puan terhadap laki-laki (ρ) mendekati nilai 1 dan ujihipotesis bahwa tidak ada perbedaan produktivitasantara laki-laki dan perempuan (ρ = 1) tidak dapatditolak pada semua tingkat signifikansi. Artinya,produktivitas perempuan sama dengan laki-laki diperusahaan non-eskportir.

Di perusahaan eksportir, perbedaan upah pe-rempuan dan laki-laki mencerminkan perbedaanproduktivitasnya, dalam artian tidak ditemukandiskriminasi upah di kedua perusahaan tersebut.Dibuktikan dengan hasil uji hipotesis bahwa rasioupah perempuan terhadap laki-laki sama denganrasio produktivitasnya (φ = ρ) yang tidak dapat di-tolak pada tingkat signifikansi standar, sedangkandi perusahaan non-eksportir dan sampel perusaha-an secara keseluruhan ditemukan adanya diskrimi-nasi upah. Dibuktikan dengan hasil uji hipotesisbahwa rasio upah perempuan terhadap laki-lakisama dengan rasio produktivitasnya (φ = ρ) yangditolak pada tingkat signifikansi 1%. Karena rasioupah perempuan terhadap laki-laki lebih rendahdari rasio produktivitasnya (φ < ρ), maka yangmendapatkan diskriminasi upah adalah pekerjaperempuan.

Tren Diskriminasi Upah

Untuk keseluruhan sampel perusahaan manufak-tur, diskriminasi upah semakin menguat di sepan-jang tahun 1996–2006. Diskriminasi upah tahun1996 sebesar 13% meningkat menjadi 48% di tahun2006. Menguatnya diskriminasi upah disebabkanoleh meningkatnya rasio produktivitas perempu-an terhadap laki-laki, sedangkan upah perempuanrelatif terhadap upah laki-laki tidak jauh berbedaantara tahun 1996 dan 2006. Produktivitas perem-puan lebih rendah dibandingkan dengan laki-lakidi tahun 1996, sedangkan produktivitas perempuansetara dengan laki-laki di tahun 2006. Peningkatanproduktivitas perempuan tidak diimbangi denganpeningkatan upah perempuan relatif terhadap upahlaki-laki. Hal ini menyebabkan diskriminasi upahsemakin menguat. Pola yang sama juga terjadi diperusahaan non-eksportir, sedangkan di perusaha-an eksportir, peningkatan produktivitas perempuandiimbangi dengan peningkatan rasio upahnya se-hingga kelompok perusahaan ini tetap menjadiperusahaan yang tidak diskriminatif.

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasidiskriminasi upah antargender di Indonesia. Fo-kus penelitian ini adalah pada penggunaan datadi level employer sehingga dapat dilakukan per-bandingan antara rasio produktivitas pekerja pe-rempuan terhadap produktivitas pekerja laki-lakidengan rasio upahnya. Untuk mencapai tujuan ter-sebut, dilakukan estimasi rasio upah perempuanterhadap upah laki-laki dan estimasi rasio produk-tivitas perempuan terhadap produktivitas laki-lakidengan menggunakan data Industri Besar Sedang(IBS) tahun 1996 dan 2006. Selain melihat secarakeseluruhan perusahaan manufaktur, penelitian inijuga memisahkan perusahaan berdasarkan statusekspor untuk melihat pengaruh kompetisi asingterhadap diskriminasi upah gender.

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 19: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 19

Tabel 4: Hasil Joint Estimation dan Uji Statistik Persamaan Upah dengan Fungsi Produksi Pooled Data Tahun 1996 dan2006

Variabel Semua Perusahaan Perusahaan Eksportir Perusahaan Non-Eksportir(1) (2) (3) (4)A. Persamaan Upahkonstanta 6,076*** 6,501*** 5,798***

(0,059) (0,119) (0,068)η 0,569*** 0,644*** 0,560***

(0,008) (0,019) (0,009)φ 0,568*** 0,630*** 0,575***

(0,008) (0,020) (0,009)skala perusahaan 0,175*** 0,142*** 0,196***

(0,002) (0,004) (0,003)Ln umur perusahaan -0,020*** 0,017* -0,022***

(0,004) (0,009) (0,004)jumlah perusahaan di 3 digit ISIC 0,031*** -0,004 0,031***

(0,006) (0,014) (0,006)Dummy Subsektor Ya Ya YaDummy Wilayah Ya Ya YaR2 (persamaan upah) 0,521 0,412 0,534B. Fungsi Produksikonstanta 1,665*** 1,588*** 1,567***

(0,062) (0,150) (0,066)ln pekerja 0,221*** 0,244*** 0,225***

(0,005) (0,012) (0,006)µ 0,216*** 0,393*** 0,224***

(0,014) (0,063) (0,015)ρ 0,870*** 0,745*** 0,952***

(0,058) (0,121) (0,066)ln kapital 0,009*** -0,027*** 0,021***

(0,002) (0,005) (0,002)skala perusahaan 0,760*** 0,774*** 0,758***

(0,003) (0,009) (0,004)umur perusahaan -0,011*** 0,038*** -0,019***

(0,004) (0,011) (0,004)jumlah perusahaan di 3 digit ISIC -0,049*** -0,054*** -0,055***

(0,006) (0,016) (0,006)Dummy Subsektor Ya Ya YaDummy Wilayah Ya Ya YaKoefisien Determinasi (R Square) 0,905 0,885 0,895Korelasi antar-eror kedua persamaan 0,262 0,185 0,278Jumlah Observasi 33.784 6.645 27.139C. Uji HipotesisUji H0 : 0,000 0,000 0,000P value Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0Uji H0 : 0,025 0,034 0,465P value Tolak H0 Tolak H0 Terima H0Uji H0 : 0,000 0,348 0,000P value Tolak H0 Terima H0 Tolak H0

Keterangan: Standard errors di dalam tanda kurung*** signifikan pada taraf 1%; ** signifikan pada taraf 5%; * signifikan pada taraf 10%φ : rasio upah perempuan terhadap laki-lakiρ : rasio produktivitas perempuan terhadap laki-laki

Sumber: Survei IBS 1996 dan 2006 (diolah)

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 20: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia...20

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada diskri-minasi upah terhadap pekerja perempuan di sektormanufaktur di Indonesia, dalam artian perempuanmenerima upah yang lebih rendah dari produktivi-tasnya. Adanya diskriminasi upah terhadap perem-puan dibuktikan dengan menggunakan data tahun1996 dan 2006, dan tetap robust ketika mengguna-kan data pooled crosss section tahun 1996 dan 2006.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitianempiris sebelumnya di Indonesia yang mengguna-kan data di level pekerja. Hasil penelitian tersebutjuga menemukan bukti adanya diskriminasi upahterhadap perempuan.

Selanjutnya, sampel dipisahkan menurut statusekspornya untuk membedakan pengaruh dari kom-petisi asing dan domestik. Tidak ditemukan buktiada diskriminasi upah di perusahaan eksportir, se-dangkan di perusahan non-eksportir ditemukanada diskriminasi upah terhadap perempuan. Hasilini sejalan dengan teori diskriminasi Becker (1971)bahwa perusahaan diskriminatif kurang efisien.Perusahaan eksportir menghadapi tingkat kompe-tisi yang lebih tinggi di pasar internasional diban-dingkan dengan pasar domestik. Dengan demikian,perusahaan ini harus meningkatkan efisiensinya,salah satu caranya dengan menurunkan tingkatdiskriminasi agar tetap mampu bersaing di pasarinternasional.

Diskriminasi upah terhadap perempuan semakinmeningkat pada rentang tahun 1996 dan 2006. Pada1996, diskriminasi upah terhadap perempuan sebe-sar 13% dengan rasio upah perempuan terhadaplaki-laki sebesar 0,59 dengan rasio produktivitassebesar 0,73. Sementara pada 2006, diskriminasiupah terhadap perempuan sebesar 48%, denganrasio upah perempuan terhadap laki-laki sebesar0,55 dengan rasio produktivitas sebesar 1,03. Pe-ningkatan diskriminasi upah tidak hanya terjadidi keseluruhan sampel perusahaan manufaktur te-tapi juga di kelompok perusahaan non-eksportir.Meningkatnya diskriminasi upah terhadap perem-

puan disebabkan oleh meningkatnya produktivitasperempuan, namun tidak diimbangi dengan pe-ningkatan upahnya.

Daftar Pustaka

[1] Altonji, J. G., & Blank, R. M. (1999). Race and gender inthe labor market. In O. C. Ashenfelter & D. Card (Eds.),Handbook of Labor Economics, 3 (Part C), Elsevier (pp. 3143–3259). doi:https://doi.org/10.1016/S1573-4463(99)30039-0.

[2] Anker, R. (1997). Theories of occupational segregationby sex: An overview. International Labour Review, 136(3),315–339.

[3] Artecona, R., & Cunningham, W. (2002). Effects of tradeliberalization on the gender wage gap in Mexico. PolicyResearch Report (PRR) on Gender and Development WorkingPaper 34144. Development Research Group/Poverty Redu-ction and Economic Management Network, World Bank.Diakses 13 Desember 2017 dari http://documents.worldbank.org/curated/en/860271468049793708/

Effects-of-trade-liberalization-on-the-gender-wage-gap-in-Mexico.

[4] Becker, G. S. (1971). The economics of discrimination (2ndedition). Chicago: University of Chicago Press.

[5] Berik, G., Rodgers, Y. V. D. M., & Zveglich, J. E. (2004). Inter-national trade and gender wage discrimination: Evidencefrom East Asia. Review of Development Economics, 8(2), 237–254. doi:https://doi.org/10.1111/j.1467-9361.2004.00230.x.

[6] Black, S. E., & Brainerd, E. (2004). Importingequality? The impact of globalization on gen-der discrimination. ILR Review, 57(4), 540–559.doi:https://doi.org/10.1177%2F001979390405700404.

[7] BPS. (2005). Keadaaan Angkatan Kerja di Indonesia November2005. Badan Pusat Statistik.

[8] BPS. (2006). Statistik Indonesia 2005/2006. Badan Pusat Sta-tistik.

[9] BPS. (2015a). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus2015. Badan Pusat Statistik.

[10] BPS. (2015b). Produk Domestik Bruto Atas Dasar HargaKonstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah),2000-2014. Badan Pusat Statistik. Diakses 25 Januari 2017dari https://www.bps.go.id/statictable/2009/07/02/1200/

-seri-2000-pdb-atas-dasar-harga-konstan-2000-menurut-lapangan-usaha-miliar-rupiah-2000-2014.html.

[11] Chen, Z., Ge, Y., Lai, H., & Wan, C. (2013). Globalization andgender wage inequality in China. World Development, 44,256–266. doi:https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2012.11.007.

[12] Cling, J. P., Razafindrakoto, M., & Roubaud, F. (2005).Export processing zones in Madagascar: a success

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21

Page 21: Kesenjangan Upah Antargender di Indonesia: Bukti Empiris

Laili, M. H. & Damayanti, A. 21

story under threat?. World Development, 33(5), 785–803.doi:https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2005.01.007.

[13] Dammert, A. C., Marchand, B. U., & Wan, C. (2013).Gender Wage-Productivity Differentials and Global In-tegration in China. IZA Discussion Paper 7159. The In-stitute for the Study of Labor (IZA). Diakses 31 Janu-ari 2018 dari https://www.iza.org/publications/dp/7159/

gender-wage-productivity-differentials-and-global-integration-in-china.

[14] Dong, X. Y., & Zhang, L. (2009). Economic transi-tion and gender differentials in wages and producti-vity: Evidence from Chinese manufacturing enterpri-ses. Journal of Development Economics, 88(1), 144–156.doi:https://doi.org/10.1016/j.jdeveco.2008.02.006.

[15] Feridhanusetyawan, T., Aswicahyono, H., & Perdana, A.A. (2001). The male-female wage differentials in Indonesia.CSIS Economics Working Paper Series WPE059. Jakarta: Centrefor Strategic and International Studies.

[16] Filer, R. K. (1985). Male-female wage differences: The impor-tance of compensating differentials. ILR Review, 38(3), 426–437. doi:https://doi.org/10.1177%2F001979398503800309.

[17] Goldin, C., & Rouse, C. (2000). Orchestrating impar-tiality: The impact of” blind” auditions on femalemusicians. American Economic Review, 90(4), 715–741.doi:10.1257/aer.90.4.715.

[18] Gunderson, M. (2006). Viewpoint: Male-female wa-ge differentials: how can that be?. Canadian Journalof Economics/Revue Canadienne d’economique, 39(1), 1–21.doi:https://doi.org/10.1111/j.0008-4085.2006.00336.x.

[19] Hellerstein, J. K., & Neumark, D. (1999). Sex, wages,and productivity: An empirical analysis of Israeli firm-level data. International Economic Review, 40(1), 95–123.doi:https://doi.org/10.1111/1468-2354.00007.

[20] Hellerstein, J. K., Neumark, D., & Troske, K. R. (1999).Wages, productivity, and worker characteristics: Evi-dence from plant-level production functions and wa-ge equations. Journal of Labor Economics, 17(3), 409–446.doi:https://doi.org/10.1086/209926.

[21] ILO. (2003). Time for equality at work: Global Report under theFollow-up to the ILO Declaration on Fundamental Principlesand Rights at Work. International Labour Conference91st Session 2003. Geneva, Switzerland: InternationalLabour Office. Diakses 4 April 2018 dari http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@dgreports/@dcomm/@publ/documents/publication/wcms publ 9221128717 en.pdf.

[22] Melitz, M. J. (2003). The impact of trade on intra-industryreallocations and aggregate industry productivity. Econo-metrica: Journal of the Econometric Society, 71(6), 1695–1725.doi:https://doi.org/10.1111/1468-0262.00467.

[23] Neumark, D., Bank, R. J., & Van Nort, K. D. (1996).Sex discrimination in restaurant hiring: An audit stu-dy. The Quartely Journal of Economics, 111(3), 915–941.

doi:https://doi.org/10.2307/2946676.[24] Oostendorp, R. H. (2009). Globalization and the gender

wage gap. The World Bank Economic Review, 23(1), 141–161.doi:https://doi.org/10.1093/wber/lhn022.

[25] Pirmana, V. (2006). Earnings differential between male-female in Indonesia: Evidence from Sakernas data. WorkingPaper in Economics and Development Studies No. 200608. Ban-dung: Center for Economics and Development Studies,Department of Economics, Padjadjaran University. Diakses30 Oktober 2017 dari http://ceds.feb.unpad.ac.id/wopeds/200608.pdf.

[26] Polachek, S. W. (2004). How the human capital mo-del explains why the gender wage gap narrowed.IZA Discussion Paper, 1102. Bonn: The Institutefor the Study of Labor (IZA). Diakses 22 Janua-ri 2017 dari https://www.iza.org/publications/dp/1102/

how-the-human-capital-model-explains-why-the-gender-wage-gap-narrowed.

[27] Seguino, S. (1997). Gender wage inequalityand export-led growth in South Korea. The Jo-urnal of Development Studies, 34(2), 102–132.doi:https://doi.org/10.1080/00220389708422513.

[28] Smith, D. M. (2002). Pay and productivity differences betwe-en male and female veterinarians. ILR Review, 55(3), 493–511.doi:https://doi.org/10.1177%2F001979390205500306.

[29] Sohn, K. (2015). Gender discrimination in ear-nings in Indonesia: A fuller picture. Bulletinof Indonesian Economic Studies, 51(1), 95–121.doi:https://doi.org/10.1080/00074918.2015.1016569.

[30] Taniguchi, K., & Tuwo, A. (2014). New evidence onthe gender wage gap in Indonesia. ADB Economics Wor-king Paper Series, 404. Asian Development Bank. Diak-ses 24 April 2017 dari https://www.adb.org/publications/new-evidence-gender-wage-gap-indonesia.

[31] World Economic Forum. (2016). The global gender gap report2016: Insight report. Diakses 8 Desember 2017 dari http://reports.weforum.org/global-gender-gap-report-2016/.

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 1–21