40
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 15 No. 1 Juli 2014: 1-40 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 1 Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia Tahun 2013 Analysis of VAT Revenue Potential and Gap in Indonesia 2013 Rubino Sugana a, , Asrul Hidayat b a Duke Center for International Development, Duke University, USA b Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI Abstract This study is conducted to develop a model that can be used to estimate the VAT revenue potential, tax gaps, and the impact of policy changes using the Input-Output Table. The amount of VAT revenue projection generated by this model is close to the VAT revenue realisation. The result of this study shows that the VAT compliance rate is only around 53%. Improving VAT compliance rate would generate a higher impact on VAT revenue as compared with raising the VAT rate. On the other hand, removing all VAT exemptions, besides increasing the administrative burden, it could also reduce VAT revenue from certain economic sectors, even though it will reduce economic distortions and avoid the need for special VAT treatment. Keywords: VAT; Sales Tax on Luxury Goods; Tax Gap; I-O Table; Tax Potential Abstrak Studi ini dimaksudkan untuk menyusun sebuah model yang dapat digunakan dalam penghitungan potensi dan kesenjangan penerimaan (tax gap ) PPN, dan mengestimasi dampak perubahan kebijakan terhadap penerimaan PPN dengan menggunakan Tabel Input-Output (Tabel I-O). Model ini menghasilkan estimasi penerimaan PPN untuk tahun 2013 yang mendekati nilai realisasi penerimaan aktual. Hasil studi menunjukkan tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban PPN di Indonesia hanya sekitar 53%. Peningkatan kepatuhan akan memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap penerimaan dibandingkan menaikkan tarif PPN. Sebaliknya, penghapusan seluruh fasilitas PPN (Dibebaskan PPN, Tidak Dipungut PPN, dan PPN Tidak Dikenakan), selain dapat meningkatkan beban administrasi, untuk sektor tertentu justru dapat menurunkan penerimaan PPN, walaupun hal ini akan mengurangi distorsi ekonomi dan menghindari kebutuhan akan perlakuan khusus. Kata kunci: PPN; PPnBM; Kesenjangan Pajak; Tabel I-O; Potensi Pajak JEL classifications: E17; H25 Pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mu- Alamat Korespondensi: 270 Rubenstein Hall, Du- ke University Box 90237, Durham, NC 27708, USA. E- mail : [email protected]. lai diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1 April 1985. Dasar hukum penerapan PPN dan PPnBM adalah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Ni- lai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjual- an atas Barang Mewah (UU PPN) dan Pera- turan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 1985 JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 15 No. 1 Juli 2014: 1-40

p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 1

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai diIndonesia Tahun 2013

Analysis of VAT Revenue Potential and Gap in Indonesia 2013

Rubino Suganaa,�, Asrul Hidayatb

aDuke Center for International Development, Duke University, USAbDirektorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI

Abstract

This study is conducted to develop a model that can be used to estimate the VAT revenue potential,tax gaps, and the impact of policy changes using the Input-Output Table. The amount of VATrevenue projection generated by this model is close to the VAT revenue realisation. The result ofthis study shows that the VAT compliance rate is only around 53%. Improving VAT compliancerate would generate a higher impact on VAT revenue as compared with raising the VAT rate. Onthe other hand, removing all VAT exemptions, besides increasing the administrative burden, itcould also reduce VAT revenue from certain economic sectors, even though it will reduce economicdistortions and avoid the need for special VAT treatment.Keywords: VAT; Sales Tax on Luxury Goods; Tax Gap; I-O Table; Tax Potential

Abstrak

Studi ini dimaksudkan untuk menyusun sebuah model yang dapat digunakan dalam penghitunganpotensi dan kesenjangan penerimaan (tax gap) PPN, dan mengestimasi dampak perubahankebijakan terhadap penerimaan PPN dengan menggunakan Tabel Input-Output (Tabel I-O).Model ini menghasilkan estimasi penerimaan PPN untuk tahun 2013 yang mendekati nilai realisasipenerimaan aktual. Hasil studi menunjukkan tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban PPN diIndonesia hanya sekitar 53%. Peningkatan kepatuhan akan memberikan dampak yang lebih tinggiterhadap penerimaan dibandingkan menaikkan tarif PPN. Sebaliknya, penghapusan seluruhfasilitas PPN (Dibebaskan PPN, Tidak Dipungut PPN, dan PPN Tidak Dikenakan), selain dapatmeningkatkan beban administrasi, untuk sektor tertentu justru dapat menurunkan penerimaanPPN, walaupun hal ini akan mengurangi distorsi ekonomi dan menghindari kebutuhan akanperlakuan khusus.Kata kunci: PPN; PPnBM; Kesenjangan Pajak; Tabel I-O; Potensi Pajak

JEL classifications: E17; H25

Pendahuluan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mu-

�Alamat Korespondensi: 270 Rubenstein Hall, Du-ke University Box 90237, Durham, NC 27708, USA. E-mail : [email protected].

lai diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1April 1985. Dasar hukum penerapan PPN danPPnBM adalah Undang-Undang (UU) Nomor8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Ni-lai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjual-an atas Barang Mewah (UU PPN) dan Pera-turan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 1985

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 2: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...2

tentang Pelaksanaan UU PPN 1984. Undang-undang ini menggantikan UU Pajak Penjual-an 1951 yang sudah diberlakukan sejak tahun1953. Berdasarkan UU PPN 1984, pertimbang-an dilakukannya perubahan atas aturan UUPajak Penjualan 1951 adalah untuk mening-katkan penerimaan negara, mendorong ekspor,dan pemerataan pembebanan pajak denganmempertimbangkan kemampuan rakyat, rasakeadilan, dan kebutuhan pembangunan sertauntuk mendorong dan meningkatkan daya sa-ing komoditas ekspor nonminyak di pasaran lu-ar negeri.

Penerimaan PPN memiliki peranan pentingterhadap penerimaan pajak secara keseluruh-an. Pada tahun 2012, sekitar 40,3% penerima-an pajak yang dikelola oleh Direktorat Jen-deral Pajak (DJP) bersumber dari penerima-an PPN. Secara nominal, jumlah penerima-an PPN mengalami peningkatan setiap tahun-nya. Sejak 2002 hingga 2013, penerimaan PPNmengalami peningkatan dengan rata-rata ting-kat pertumbuhan sekitar 18% setiap tahun.Namun demikian, kinerja pemungutan PPN inisebenarnya masih dapat ditingkatkan lagi. Pa-da tahun 2011, persentase konsumsi terhadaptotal Produk Domestik Bruto (PDB) adalahsekitar 56,8%. Dengan angka rasio penerima-an PPN terhadap PDB (rasio PPN) sebesar3,75%, maka secara efektif sekitar 65,9% kon-sumsi merupakan basis PPN. Angka ini masihlebih rendah dibandingkan negara lain sepertiSingapura, Thailand, dan Vietnam.

Pemerintah, khususnya DJP, telah melaku-kan upaya penyempurnaan administrasi perpa-jakan. UU PPN telah beberapa kali mengalamiperubahan. Perubahan pertama dilakukan pa-da tahun 1994 dengan diterbitkannya UU PPNNomor 11 tahun 1994. Aturan yang diubah da-lam undang-undang tersebut di antaranya pa-sal yang terkait jenis penyerahan yang dikena-kan PPN, seperti penyerahan Barang Kena Pa-jak (BKP) dari pusat ke cabang atau sebalik-nya, dan penyerahan BKP antarcabang sertapenyerahan secara konsinyasi. Pada perubahan

undang-undang ini juga dilakukan perubahantarif tertinggi PPnBM dari 20% menjadi 50%.Selain itu, pengkreditan PPN masukan dan fa-silitas PPN juga diatur lebih jelas dalam UUPPN Nomor 11 tahun 1994 ini.

Pada tahun 2000, UU PPN kembali menga-lami perubahan dengan diterbitkannya UU No-mor 18 tahun 2000. Perubahan yang signifi-kan terlihat pada jenis barang dan jasa yangtidak dikenakan PPN. Pada perubahan ter-sebut jenis barang dan jasa yang tidak dike-nakan PPN dinyatakan secara eksplisit dalamundang-undang. Selain itu, tarif tertinggi PPn-BM juga mengalami perubahan menjadi 75%.Perubahan UU PPN terakhir dilakukan padatahun 2009. UU PPN Nomor 42 tahun 2009menetapkan beberapa perubahan signifikan, diantaranya penentuan saat pajak terutang, pe-nentuan saat pembuatan faktur pajak, penge-naan PPN atas ekspor jasa kena pajak, danbeberapa hal lainnya.

Pertimbangan dilakukannya perubahan per-aturan perpajakan tersebut di antaranya ada-lah untuk mengamankan penerimaan nega-ra. Namun, pada periode 2002–2013, rasioPPN masih berada pada kisaran 3,5–4,5%. De-ngan kondisi seperti ini, perubahan kebijakanyang diberlakukan pada periode tersebut be-lum memberikan dampak yang maksimal ter-hadap peningkatan rasio PPN. Kendala utamapeningkatan rasio PPN ini diperkirakan terda-pat pada efisiensi dan kapasitas administrasiperpajakan untuk meningkatkan kepatuhan su-ka rela wajib pajak (voluntary compliance).

Studi ini dimaksudkan untuk menyusun se-buah model yang dapat digunakan untukmenghitung potensi dan kesenjangan peneri-maan (tax gap) PPN, serta mengestimasi dam-pak perubahan kebijakan terhadap penerimaanPPN dengan menggunakan Tabel Input-Output(Tabel I-O). Studi tentang PPN dengan meng-gunakan Tabel I-O sebelumnya pernah dila-kukan oleh Marks (2003), yang menggunakanTabel I-O tahun 1995. Hasil studi Marks me-nyimpulkan bahwa realisasi penerimaan PPN

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 3: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 3

saat itu 45% di bawah potensi penerimaanyang seharusnya dapat dicapai. Studi terse-but juga membahas dampak adanya jenis ba-rang dan jasa tertentu yang tidak dikenakanPPN terhadap penerimaan PPN. Marks me-nyimpulkan bahwa apabila seluruh pengecua-lian pengenaan PPN terhadap beberapa jenisbarang dan jasa di sektor usaha tertentu diha-pus justru dapat menyebabkan penurunan pe-nerimaan PPN.

Studi ini mencoba memvalidasi angka kepa-tuhan pemenuhan kewajiban PPN pada studiyang dilakukan oleh Marks (2003). Perbedaanutama dengan studi sebelumnya terdapat padapenentuan proporsi kena pajak, penghitungantingkat kepatuhan, dan tahun pajak yang dite-liti. Studi ini berupaya melakukan analisis yanglebih rinci terhadap proporsi kena pajak padamasing-masing sektor. Oleh karena itu, terda-pat suatu sektor usaha memiliki proporsi kenapajak tidak hanya 0 dan 1, tetapi juga antara0 dan 1 untuk sektor yang outputnya dikena-kan dan tidak dikenakan PPN. Estimasi ting-kat kepatuhan tidak hanya dilihat secara agre-gat, tetapi juga per sektor. Selain itu, tahun pa-jak yang akan diestimasi pada studi ini adalahtahun 2013 sehingga diharapkan dapat mencer-minkan kondisi wajib pajak terkini.

Pellechio dan Hill (1996) juga melakukanstudi tentang penghitungan basis PPN denganmenggunakan Tabel I-O. Dalam studi tersebut,basis PPN dihitung dengan pendekatan pro-duksi dan konsumsi. Pada pendekatan produk-si, basis PPN dihitung dari PDB, sedangkanpada pendekatan konsumsi, basis PPN dihi-tung dari konsumsi akhir. Model yang dihasil-kan digunakan untuk memprediksi penerima-an PPN di Zambia. Pada tahun yang sama,Jenkins dan Kuo (1996) juga membuat estima-si penerimaan PPN dengan menggunakan Ta-bel I-O dengan pendekatan yang hampir samadengan Pellechio dan Hill. Model PPN terse-but digunakan untuk mengestimasi penerima-an PPN di Nepal tahun 1993–1994.

Model yang dibangun pada studi ini me-

manfaatkan Tabel I-O tahun 2008 yang disu-sun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yangkemudian diproyeksikan menjadi tahun 2013.Dengan adanya studi ini diharapkan dapatmembantu pemerintah untuk mengestimasi ke-senjangan penerimaan PPN dan memperki-rakan dampak kebijakan pemberian fasilitasPPN dan perubahan tarif terhadap penerima-an PPN. Model ini juga dapat memetakantingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban PPNberdasarkan sektor usaha sehingga memung-kinkan untuk digunakan dalam pengambil ke-putusan untuk menentukan sektor usaha yangmenjadi prioritas kegiatan intensifikasi mau-pun ekstensifikasi.

Kinerja Pemungutan PPN dan PPn-BM

PPN memberikan kontribusi hampir mencapai50% dari total penerimaan pajak yang dikelolaoleh DJP. Sejak awal dekade diberlakukannyaUU PPN, rasio penerimaan PPN dan PPnBMterhadap PDB, atau disebut juga dengan isti-lah rasio PPN, mengalami peningkatan yangsignifikan dari 0,9% pada tahun 1984 menjadilebih dari 4,3% pada tahun 1994. Namun, per-kembangan rasio PPN ini mengalami penurun-an hingga menjadi sekitar 2,7% di tahun 1999.Setelah tahun 1999 hingga tahun 2004, rasioPPN cenderung mengalami kenaikan hinggamencapai 4,5%. Sejak tahun 2004, rasio PPNmengalami fluktuasi dengan kecenderungan se-dikit menurun, walaupun secara nominal pe-nerimaan PPN sejak tahun 2002 hingga tahun2012 tumbuh sebesar lebih dari 500% (Gambar1).

Gambar 2 menampilkan statistik penerima-an PPN dan PPnBM berdasarkan sumber pe-nerimaan dalam negeri dan impor. Sejak tahun2004 sampai 2013, proporsi penerimaan PPNdan PPnBM dalam negeri dan impor relatifstabil, yaitu rata-rata sebesar 60% dari peneri-maan dalam negeri dan 40% dari impor. PPNimpor dipungut di pelabuhan oleh DirektoratJenderal Bea Cukai.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 4: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...4

Gambar 1: Kinerja Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 1984–2013Sumber: Direktorat Jenderal Pajak dan Nota Keuangan 1984–2013, diolah

Gambar 2: Perbandingan Penerimaan PPN Dalam Negeri dan ImporSumber: Direktorat Jenderal Pajak, diolah

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 5: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 5

Tabel 1: Perbandingan Kinerja Penerimaan PPN di Beberapa Negara ASEAN

IndikatorNegara-Negara ASEAN

Indonesia Laos Filipina Singapura Thailand Vietnam

Tarif Standar PPN 10,00% 10,00% 12,00% 7,00% 7,00% 10,00%Rasio PPN/PDB (VAT Ratio)a 3,75% 3,50% 1,88% 2,60% 4,20% 6,10%

Produktivitas PPN (VAT Productivity)b 37,00% 35,00% 16,00% 37,00% 60,00% 61,00%Rasio Konsumsi terhadap PDB (Consump-tion Ratio)c

56,80% 69,00% 73,70% 40,60% 55,60% 62,70%

Kinerja PPN (VAT Performance)d 65,90% 50,70% 21,20% 91,60% 108,00% 97,20%

Sumber: USAID (2013), diolahKeterangan: a VAT Ratio merupakan perbandingan penerimaan PPN dengan PDB;Keterangan: b VAT Productivity merupakan perbandingan antara VAT ratio dengan tarif PPN. Indika-Keterangan: tor ini digunakan untuk menghitung persentase PDB yang dikenakan PPN. Semakin be-Keterangan: sar angka VAT Productivity berarti semakin banyak bagian PDB yang dikenakan PPNKeterangan: atau dapat dikatakan bahwa basis PPN semakin besar;Keterangan: c Consumptions Ratio merupakan perbandingan jumlah konsumsi terhadap total PDB. In-Keterangan: dikator ini digunakan dengan asumsi bahwa basis PPN adalah konsumsi;Keterangan: d VAT Performance merupakan perbandingan antara VAT Productivity dengan Consump-Keterangan: tion Ratio. Indikator ini digunakan untuk menghitung seberapa besar dari jumlah kon-Keterangan: sumsi yang dikenakan PPN.

Tabel 1 menampilkan beberapa indikatoryang umum digunakan untuk membanding-kan dan mengukur kinerja dan efektivitas pe-mungutan PPN antarnegara.

Tabel 1 ini memperlihatkan bahwa tarif PPNdi Indonesia relatif sebanding dengan tarifPPN di negara-negara lain di kawasan ASEAN.Dari sisi kinerja penerimaan PPN dan produk-tivitas PPN, Indonesia lebih rendah daripadaSingapura, Thailand, dan Vietnam. Kemudian,dari sisi rasio PPN, Indonesia juga lebih ren-dah dari Thailand dan Vietnam. Begitu jugadari produktivitas PPN.

Tingkat konsumsi di Indonesia hampir sa-ma dengan rata-rata di negara-nagara ASEANlainnya, yaitu berada di kisaran 55–70% dariPDB. Namun, rasio penerimaan PPN terha-dap konsumsi dibagi dengan tarif PPN stan-dar (VAT Performance) menunjukkan bahwabasis PPN di Indonesia mencakup sekitar 66%konsumsi. Hal ini jauh lebih rendah dibanding-kan dengan Singapura, Thailand, dan Vietnamyang semuanya berada di atas 90%1.

1VAT Performance bisa mencapai di atas 100% dika-renakan efek cascading akibat pengecualian pengenaanPPN.

Rendahnya kinerja penerimaan PPN di In-donesia terutama disebabkan oleh tingkat ke-patuhan pembayaran PPN dan efektivitasadministrasi perpajakan di Indonesia yang ma-sih rendah. Hasil estimasi menunjukkan tingkatkepatuhan pembayaran PPN di Indonesia ha-nya sekitar 50% (lihat Subbagian Tingkat Ke-patuhan). Hasil ini hampir sama dengan temu-an pada studi sebelumnya (Marks, 2003).

Tabel 2 menampilkan proporsi penerimaanPPN per sektor usaha dari tahun 2004 sampai2010. Tabel 2 ini memperlihatkan bahwa sektormanufaktur memiliki proporsi yang paling be-sar terhadap penerimaan PPN, sedangkan sek-tor pertanian termasuk yang paling kecil. Da-ri sisi PDB, proporsi sektor pertanian cukupsignifikan, yaitu sekitar 15%. Namun, seluruhoutput sektor ini merupakan barang yang ti-dak dikenakan PPN atau mendapatkan fasili-tas PPN dibebaskan. Oleh karena itu, jumlahpenerimaan PPN pada sektor ini seharusnyanihil. Namun, angka statistik penerimaan yangdipublikasikan oleh DJP membukukan nilai pe-nerimaan PPN pada sektor pertanian ini. Halini dapat bersumber dari Pengusaha Kena Pa-jak (PKP) yang bergerak di sektor pertaniantetapi juga melakukan penyerahan BKP. Con-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 6: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...6

Tabel 2: Proporsi Penerimaan PPN dan PPnBM per Sektor Tahun 2004–2010

Sektor UsahaTahun

2004 2005 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata2

Pertanian,Peternakan,Kehutan-an, danPerikanan

1,67% 1,49% 1,46% 1,32% 1,58% 1,81% 1,82% 1,60% 1,67% 1,49%

PertambanganMigas

11,54% 13,16% 20,81% 16,23% 18,39% 6,99% 1,74% 12,69% 11,54% 13,16%

PertambanganNon-Migas

0,84% 0,94% 1,09% 1,20% 0,94% 1,20% 1,26% 1,07% 0,84% 0,94%

Penggalian 0,03% 0,16% 0,09% 0,08% 0,11% 0,08% 0,07% 0,09% 0,03% 0,16%

Manufaktur 44,62% 43,11% 36,26% 37,38% 37,36% 44,32% 49,98% 41,86% 44,62% 43,11%

Listrik,Gas, danAir Bersih

0,93% 0,55% 0,63% 0,39% 0,41% 0,49% 0,56% 0,57% 0,93% 0,55%

Konstruksi 4,41% 4,42% 5,20% 7,75% 5,94% 6,22% 5,77% 5,67% 4,41% 4,42%

Perdagangan,Hotel danRestoran

18,28% 18,55% 18,09% 19,75% 20,47% 22,57% 22,60% 20,04% 18,28% 18,55%

Transportasidan Komu-nikasi

6,91% 7,38% 6,82% 6,13% 5,57% 5,39% 5,65% 6,26% 6,91% 7,38%

Keuangan,Real Esta-te, dan JasaPerusahaan

7,69% 7,53% 7,02% 7,07% 4,97% 5,84% 5,99% 6,59% 7,69% 7,53%

Jasa-jasa 1,67% 1,32% 1,31% 1,51% 1,29% 1,74% 1,57% 1,49% 1,67% 1,32%

Lainnya 1,40% 1,39% 1,21% 1,19% 2,98% 3,34% 2,99% 2,07% 1,40% 1,39%

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal, diolah

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 7: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 7

tohnya adalah perusahaan perkebunan jagung,yang tidak hanya memiliki usaha perkebunanjagung, tetapi juga mengolah jagung menjadiminyak jagung yang merupakan objek PPN.

Sektor konstruksi juga memiliki kontribusiyang cukup besar terhadap PDB, yaitu seki-tar 10%. Namun, seperti yang terdapat padaTabel 2, kontribusi sektor ini terhadap peneri-maan baru sekitar rata-rata 4,4%. Begitu jugadengan sektor jasa yang memiliki peran seki-tar 10% terhadap PDB, tetapi hanya menyum-bangkan 2% dari penerimaan PPN.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sejak1 Januari 2014 pemerintah menaikkan batas-an jumlah peredaran usaha pengusaha yangwajib mendaftarkan diri sebagai PKP, yaitudari Rp600 juta menjadi Rp4,8 miliar seta-hun. Kebijakan ini diperkirakan akan menu-runkan jumlah PKP. Oleh karena keterbatas-an data, dampak kebijakan ini terhadap pe-nerimaan PPN hanya dilihat dari perbanding-an angka penerimaan PPN dalam harga kons-tan untuk periode yang sama pada tahun sebe-lum dan sesudah diberlakukan perubahan ba-tasan PKP. Pada Gambar 3 dapat dilihat bah-wa pertumbuhan penerimaan PPN pada peri-ode setelah diberlakukan perubahan batasanPKP tidak menunjukkan perbedaan yang sig-nifikan dengan penerimaan tahun sebelumnya.Namun, untuk memahami dampak dari per-ubahan kebijakan ini perlu studi lebih lanjutmenggunakan data yang lebih rinci.

Tinjauan Referensi

Struktur PPN dan PPnBM di Indo-nesia

PPN di Indonesia secara efektif dikenakan ataskonsumsi akhir BKP dan Jasa Kena Pajak(JKP), atau biasa disebut consumption-type.PPN ini dikenakan di sepanjang jalur produk-si dan distribusi suatu barang/jasa hingga ba-rang/jasa tersebut diperoleh oleh konsumenyang merupakan pemikul beban pajak yang se-benarnya. Barang modal secara efektif tidak di-

kenakan PPN.

Tarif standar PPN yang berlaku di Indone-sia adalah 10% dan sistem PPN di Indonesiamenganut destination principle. Artinya, PPNdikenakan berdasarkan tempat di mana BKPatau JKP dikonsumsi; bukan berdasarkan tem-pat di mana BKP dan JKP diproduksi. Denganprinsip ini, PPN hanya dikenakan apabila BKPatau JKP tersebut dikonsumsi di dalam negeri.Oleh karena itu, ekspor BKP dan JKP dikena-kan PPN dengan tarif 0%, sedangkan BKP danJKP impor dikenakan tarif standar yang saatini berlaku sebesar 10%2.

Metode pemungutan PPN di Indonesiamenggunakan mekanisme credit-invoice di se-tiap tahapan produksi dan distribusi (multi-stage). Dengan mekanisme ini, jumlah PPNyang harus disetorkan oleh PKP kepada peme-rintah merupakan selisih antara PPN yang di-pungut dari pembeli BKP atau JKP yang diha-silkan oleh PKP tersebut (”sebut PKP A”) danPPN yang sudah dibayarkan kepada supplier(yang juga merupakan PKP—”sebut PKP B”)atas BKP atau JKP yang digunakan untukmemproduksi keluaran oleh PKP A. PKP A,sebagai penjual, memungut PPN Keluaran da-ri pembeli. Namun PKP A, sebagai pembeli,juga membayar PPN Masukan kepada PKP B(supplier).

Dengan mekanisme tersebut, pengenaanPPN tidak menimbulkan efek pajak berganda(cascading). Apabila dalam satu masa pajak,PPN Masukan lebih besar dari PPN Keluar-an, maka PKP dapat meminta restitusi kele-bihan pembayaran PPN kepada pemerintah,

2Sebagai perwujudan destination principle, pemerin-tah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)Nomor 76/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengaju-an dan Penyelesaian Permintaan Kembali PPN BarangBawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negerisebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No-mor 100/PMK.03/2013. Dengan diberlakukannya atur-an ini, PPN yang dibayarkan oleh orang pribadi peme-gang paspor luar negeri atas pembelian barang di tokoritel yang telah ditetapkan dapat dimintakan kembalisaat meninggalkan Indonesia.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 8: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...8

Gambar 3: Penerimaan dan Pertumbuhan PPN dan PPnBM Periode Januari–Maret, 2011–2014 (HargaKonstan)

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal

Gambar 4: Mekanisme Pemungutan PPN

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 9: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 9

atau dikompensasikan untuk masa pajak ber-ikutnya. Mekanisme ini terus berulang sam-pai BKP atau JKP diserahkan kepada konsu-men akhir. Dengan mekanisme ini, pemikul be-ban PPN secara efektif adalah konsumen akhir(Gambar 4).

Mekanisme pemungutan PPN di Indonesiajuga mengenal adanya pembeli yang terdaftarsebagai Pemungut PPN (reverse charge). Con-toh pemungut PPN dengan mekanisme ini ada-lah Bendahara Pemerintah3. Apabila dalam su-atu masa pajak, PKP melakukan transaksi de-ngan Bendahara Pemerintah, maka PPN Ke-luaran akan langsung dipungut oleh Bendaha-ra Pemerintah. Oleh karena itu, jumlah PPNyang harus disetorkan oleh PKP pada suatumasa pajak menjadi berkurang sebesar PPNyang sudah dipungut oleh Bendahara Pemerin-tah.

Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang wajib mendaftar sebagai PKPadalah pengusaha yang melakukan penyerahanBKP dan JKP yang memiliki peredaran usa-ha lebih dari Rp4,8 miliar setahun. Pengusa-ha yang memiliki peredaran usaha di bawahkriteria tersebut dapat memilih menjadi PKP.Apabila dibandingkan dengan beberapa negaralain di kawasan ASEAN, batasan wajib daftarPKP di Indonesia termasuk paling tinggi, se-kitar 140 kali Produk Domestik Bruto (PDB)per kapita. Di negara ASEAN lainnya angkaini berkisar antara 11–80 (Tabel 3).

3Kewajiban pemungutan pajak oleh Bendahara Pe-merintah diatur dalam Keputusan Menteri KeuanganNomor 563/KMK.03/2003 Tentang Penunjukan Benda-harawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan danKas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Mela-porkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualanatas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan,Penyetoran, dan Pelaporannya. Berdasarkan peratur-an tersebut, Bendaharawan Pemerintah adalah pejabatyang melakukan pembayaran yang dananya berasal dariAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Ang-garan Pendapatan dan Belanja Daerah.

Objek PPN

Pada prinsipnya, objek PPN adalah penyerah-an BKP dan/atau pemanfaatan JKP. Di Indo-nesia, barang yang dikategorikan sebagai ba-rang kebutuhan pokok yang sangat dibutuh-kan oleh rakyat banyak seperti beras, gabah,jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, su-su, buah-buahan, dan sayur-sayuran termasukke dalam jenis barang yang tidak dikenakanPPN. Sebelum tahun 2009, sebagian barangtersebut termasuk ke dalam kategori barangyang bersifat strategis dan mendapatkan fasi-litas PPN dibebaskan4.

Selain itu, barang dan jasa yang menjadi ob-jek Pajak Daerah yang pemungutannya menja-di kewenangan Pemerintah Provinsi atau Ka-bupaten/Kota, seperti Pajak Restoran, PajakHotel, Pajak Parkir, dan Pajak Hiburan dike-cualikan dari pengenaan PPN. Besaran tarifPajak Daerah tersebut ditetapkan berdasarkanPeraturan Daerah masing-masing. Karena sifatPajak Daerah ini sebagai pajak penjualan, ma-ka PPN Masukan untuk menghasilkan barangdan jasa tersebut tidak dapat dikreditkan.

Barang hasil pertambangan, seperti minyakmentah, gas bumi, panas bumi, batu bara,asbes, dan bijih besi, termasuk dalam jenisbarang yang tidak dikenakan PPN. Barang-barang ini dianggap sebagai primary sectoryang belum memiliki nilai tambah.

UU PPN mengatur tentang daftar negatifbarang dan jasa yang tidak dikenakan PPN(PPN Masukan tidak dapat dikreditkan). Ada-pun jenis-jenis barang yang tidak dikenakanPPN5, yaitu (1) barang hasil pertambanganatau hasil pengeboran yang diambil langsungdari sumbernya; (2) barang kebutuhan pokokyang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;(3) makanan dan minuman yang disajikan di

4PP Nomor 31 tahun 2007 Tentang Impor dan/atauPenyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang BersifatStrategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Per-tambahan Nilai.

5Jenis barang yang tidak dikenakan PPN diatur da-lam Pasal 4A Ayat (2) UU PPN.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 10: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...10

Tabel 3: Perbandingan Batasan Wajib Pengusaha Kena Pajak di Negara-Negara ASEAN

Negara Batas Peredaran Nilai Tukar Faktor Batas Peredaran Per Kapita Rasio BatasUsaha Tahunana Resmi 2012 Konversi Usaha, PPPb PDB, 2012, PPP Peredaran Usaha

PPP 2012 ($ Int. Nom.) (Cur. Int. $) terhadap PDBper Kapita

(1) (2) (3) (4) (5)=[(2)/(3)]/(4) (6) (7)=(5)/(6)Indonesia 4.800.000.000 9.386,63 0,7177 712.550 4.956 144Laos 400.000.000 8.007,76 0,3163 157.925 4.464 35Filipina 1.919.500 42,23 0,5865 77.501 4.412 18Singapura 1.000.000 1,25 0,8367 956.161 61.803 15Thailand 1.800.000 31,08 0,5577 103.844 9.815 11Vietnam 2.500.000.000 20.828,00 0,4000 300.077 3.635 83

Sumber: USAID (2013) dan World Bank (2013), diolahKeterangan: aDalam mata uang lokalKeterangan: bPurchasing Power Parity

hotel, restoran, rumah makan, warung, dan se-jenisnya, meliputi makanan dan minuman, baikyang dikonsumsi di tempat maupun tidak, ter-masuk makanan dan minuman yang diserah-kan oleh usaha jasa boga atau katering; serta(4) uang, emas batangan, dan surat berharga.

Sedangkan, jenis jasa tidak dikenakan PPN6,yaitu (1) jasa keagamaan; (2) jasa pelayanankesehatan medik; (3) jasa pelayanan sosial; (4)jasa pendidikan; (5) jasa keuangan dan asuran-si; (6) jasa pengiriman uang dengan wesel pos;(7) jasa pengiriman surat dengan prangko; (8)jasa telepon umum dengan menggunakan uanglogam; (9) jasa penyiaran yang tidak bersifatiklan; (10) jasa angkutan umum di darat danair, serta jasa angkutan udara dalam negeriyang menjadi bagian yang tidak terpisahkandari jasa angkutan udara luar negeri; (11) ja-sa tenaga kerja; (12) jasa perhotelan; (13) jasaboga atau katering; (14) jasa kesenian dan hi-buran; (15) jasa penyediaan tempat parkir; dan(16) jasa yang disediakan oleh pemerintah da-lam rangka menjalankan pemerintahan secaraumum.

PPN Masukan yang Dapat dan TidakDapat Dikreditkan

Perlakuan PPN atas suatu jenis barang danjasa mempengaruhi dapat tidaknya pengkre-

6Jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPNdiatur dalam Pasal 4A Ayat (3) UU PPN.

ditan atas PPN Masukan. Perlakuan PPN ataspenyerahan barang dan jasa di Indonesia da-pat dikelompokkan menjadi beberapa bagian,yaitu ”Dikenakan PPN dengan Tarif Standar”,”Tidak Dikenakan PPN”, ”Dibebaskan PPN”,”Tidak Dipungut PPN”, dan ”Dikenakan PPNdengan tarif 0%”. Perlakuan PPN tersebutberpengaruh terhadap mekanisme pengkredit-an PPN Masukan seperti penjelasan berikutini:

a. PPN Masukan yang Tidak Dapat Di-kreditkanPPN Masukan atas perolehan barang dan ja-sa yang digunakan untuk menghasilkan barangdan jasa dengan perlakuan ”Tidak DikenakanPPN” atau ”Dibebaskan PPN”, atau umum-nya dikenal sebagai VAT exempt, tidak dapatdikreditkan oleh PKP. Apabila PKP melaku-kan kegiatan penyerahan barang dan jasa yangdikenakan PPN dan juga dikecualikan (tidakdikenakan PPN dan/atau dibebaskan PPN),maka PPN Masukan yang dapat dikreditkanhanyalah sejumlah yang terkait dengan penye-rahan barang dan jasa yang dikenakan PPN.

• Tidak Dikenakan PPN: jenis barangdan jasa yang termasuk dalam kategori iniadalah jenis barang dan jasa yang diaturpada Pasal 4A UU PPN. Contohnya ada-lah barang kebutuhan pokok dengan per-timbangan untuk mengurangi regresivitasPPN. Selain itu, terdapat jenis barang dan

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 11: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 11

jasa tidak dikenakan PPN karena penge-naan pajak atas barang atau jasa tersebutmenjadi wewenang pemerintah daerah, se-perti jasa perhotelan.

• Dibebaskan PPN: pada prinsipnya, ba-rang dan jasa yang termasuk dalam ka-tegori ini merupakan BKP dan JKP. Na-mun, dengan pertimbangan untuk mem-berikan insentif usaha dan juga isu regre-sivitas, maka penyerahan BKP dan JKPtersebut dibebaskan PPN. Contoh: barangyang dianggap bersifat strategis sepertimakanan ternak, air bersih, dan listrik de-ngan daya maksimum tertentu.

b. PPN Masukan yang Dapat Dikredit-kanPPN Masukan yang dibayar pada saat pero-lehan barang dan jasa yang digunakan untukmenghasilkan BKP dan JKP yang ”DikenakanPPN dengan tarif standar”, ”Dikenakan PPNdengan tarif 0%” atau mendapatkan fasilitas”Tidak Dipungut PPN” merupakan PPN ma-sukan yang dapat dikreditkan. Jenis perlakuanPPN yang termasuk dalam kategori ini, yaitu:

• Dikenakan PPN dengan Tarif Stan-dar: diterapkan terhadap jenis barang danjasa yang tidak termasuk ke dalam je-nis barang atau jasa yang tidak dikenakanPPN dan/atau dibebaskan PPN dan/atautidak dipungut PPN.

• Dikenakan PPN dengan Tarif 0%(zero-rated): diterapkan terhadap eks-por BKP atau JKP. Hal ini konsisten de-ngan penerapan destination principle.

• Tidak Dipungut PPN: penerapannyahampir sama dengan PPN dibebaskan dimana pembeli BKP atau JKP tidak per-lu membayar PPN, namun PPN Masukanuntuk menghasilkan BKP atau JKP terse-but tetap dapat dikreditkan. Contoh: pe-masukan barang dari daerah pabean ke ka-wasan berikat untuk diolah lebih lanjut.Selain itu, PPN tidak dipungut juga diber-lakukan atas impor dan penyerahan ba-rang dan jasa dalam rangka pelaksanaan

proyek pemerintah yang dibiayai denganhibah atau dana pinjaman luar negeri.

PPN Dibebaskan dan PPN Tidak Dipu-ngut merupakan fasilitas PPN dirancang un-tuk mendorong kegiatan tertentu. Namun, fa-silitas ini dapat menimbulkan distorsi ekonomi.Selain fasilitas PPN tersebut, pemerintah jugapernah menerapkan fasilitas PPN DitanggungPemerintah, seperti perlakuan PPN atas pen-jualan minyak goreng curah. Bagi wajib pajak,fasilitas ini secara efektif sama dengan penge-naan PPN dengan tarif 0%. Daftar peraturanpemberian fasilitas PPN dapat dilihat di Tabel13.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah

PPnBM adalah pajak yang dikenakan satu kaliatas penyerahan barang tertentu yaitu pada sa-at impor barang mewah atau saat penyerahanpertama kali oleh produsen yang menghasilkanbarang yang dikategorikan mewah. Basis pajakPPnBM adalah harga BKP/JKP tidak terma-suk PPN. PPnBM tidak dapat dikreditkan, te-tapi dapat direstitusi dalam hal barang yangtergolong mewah yang PPnBM-nya telah di-bayar tersebut diekspor kembali.

Batasan barang yang tergolong mewah di-atur dalam PP Nomor 41/2013 Tentang Ba-rang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Beru-pa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pa-jak Penjualan atas Barang Mewah. Selainitu, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor130/PMK.011/2013, PPnBM juga dikenakanatas barang selain kendaraan bermotor seper-ti rumah mewah, arloji mewah, dan lain-lain(lihat Tabel 14).

Restitusi PPN

Restitusi terjadi apabila PKP memiliki jumlahPPN Masukan yang lebih besar daripada PPNKeluaran. Ketentuan PPN di Indonesia meng-atur bahwa apabila dalam suatu masa pajak,PPN Masukan yang dapat dikreditkan lebihbesar daripada PPN Keluaran, maka selisihnya

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 12: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...12

merupakan kelebihan pembayaran pajak yangdapat dikompensasi ke masa pajak berikutnyadan direstitusi di akhir tahun pajak. Namun,PKP tertentu mendapat pengecualian sehinggadapat mengajukan permohonan restitusi padasetiap masa pajak, seperti7:• PKP yang melakukan ekspor BKP (ber-

wujud maupun tidak berwujud), atauJKP;

• PKP yang melakukan penyerahan BKPatau JKP kepada Pemungut PPN;

• PKP yang melakukan penyerahan BKPatau JKP yang mendapat fasilitas PPNTidak Dipungut; dan

• PKP dalam tahap belum berproduksi.

Jangka waktu penyelesaian permohonan res-titusi diatur sebagai berikut:a. Satu Bulanseperti diatur dalam Pasal 17C dan 17D UUKetentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan(KUP)8. Dengan mekanisme yang diatur da-lam UU KUP, DJP melakukan studi atas per-mohonan restitusi PKP. Berdasarkan hasil stu-di tersebut, DJP menerbitkan Surat Keputus-an Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pa-jak (SKPPKP) sebagai dasar untuk mengem-balikan kelebihan pembayaran kepada PKP.PKP yang penyelesaian restitusinya termasukdalam kategori ini adalah:

• PKP dengan Kriteria Tertentu: yaituPKP yang tepat waktu menyampaikan Su-rat Pemberitahuan (SPT), tidak mempu-nyai tunggakan atas semua jenis pajak, la-poran keuangan diaudit oleh akuntan pu-blik selama 3 tahun berturut-turut denganhasil Wajar Tanpa Pengecualian, dan ti-dak pernah dipidana di bidang perpajakandalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

7Pasal 9 ayat (4b) UU PPN mengatur tentang res-titusi yang dapat diajukan setiap masa pajak.

8Pasal 17C UU KUP mengatur tentang pengemba-lian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak de-ngan kriteria tertentu, sedangkan Pasal 17D UU KUPmengatur tentang kelebihan pembayaran pajak dariWajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu.

• PKP dengan Persyaratan Tertentu:yaitu PKP yang menyampaikan SPT ma-sa PPN dengan jumlah penyerahan danjumlah lebih bayar sampai dengan jumlahtertentu. Batasan jumlah lebih bayar ter-sebut adalah tidak lebih dari Rp100 juta9.

• PKP Berisiko Rendah: berdasarkanPasal 9 Ayat (4c) UU PPN, untuk PKPyang melakukan kegiatan sebagaimanayang diatur pada Pasal 9 ayat (4b) UUPPN seperti yang dijelaskan sebelumnyayang memenuhi kriteria sebagai PKP ber-isiko rendah, proses restitusinya disama-kan dengan PKP kriteria tertentu. Krite-ria PKP yang berisiko rendah yaitu PKPyang merupakan perseroan terbatas yang40% sahamnya diperdagangkan di Bur-sa Efek Indonesia, perusahaan yang ma-yoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerin-tah Pusat/Pemerintah Daerah, atau me-menuhi persyaratan tertentu10. Persyarat-an tertentu yang dimaksud di sini adalahtepat waktu dalam penyampaian SPT ma-sa PPN selama 12 bulan terakhir, 75% darijumlah BKP yang dijual merupakan pro-duksi sendiri, dan laporan keuangan sela-ma 2 tahun terakhir diaudit oleh KantorAkuntan Publik dengan pendapat WajarTanpa Pengecualian atau Wajar DenganPengecualian.

b. Dua Belas Bulanapabila PKP tidak memenuhi kriteria sebagaiPKP kriteria tertentu, berisiko rendah, ataumemenuhi persyaratan tertentu. Contohnya,PKP melaporkan SPT masa PPN tidak tepatwaktu selama tiga masa terakhir. Permohon-an kelebihan pembayaran PPN pada kategoriini diatur dalam Pasal 17B UU KUP. Dengan

9Diatur dalam PMK Nomor 198/PMK.03/2013 ten-tang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayar-an Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyarat-an Tertentu

10Diatur dalam PMK Nomor 71/PMK.03/2010 ten-tang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang Di-berikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 13: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 13

mekanisme ini, DJP akan melakukan pemerik-saan terhadap permohonan restitusi. Berdasar-kan hasil pemeriksaan tersebut, apabila SPTyang disampaikan sudah benar, DJP akan me-nerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar(SKPLB) sebagai dasar untuk mengembalikankelebihan pembayaran kepada PKP.

Dalam melakukan studi ini, penulis ti-dak berhasil memperoleh data statistik untukmengukur kinerja pembayaran restitusi. Olehkarena itu, tingkat penyelesaian restitusi tidakdibahas pada studi ini.

Pengenaan PPN dalam Proses Pro-duksi dan Distribusi

Mekanisme pemungutan PPN dengan mekanis-me credit-invoice dapat dilihat pada Tabel 4.Contohnya, pada rantai distribusi yang tera-khir, jumlah yang harus dibayar oleh konsu-men akhir adalah Rp1.000 ditambah denganPPN 10% atau Rp100. Jumlah PPN yang di-pungut oleh penjual dari konsumen akhir inisama dengan total jumlah PPN yang disetor-kan ke kas negara pada setiap rantai produksidan distribusi. Begitu juga dengan harga yangdibayar oleh konsumen akhir sama dengan to-tal nilai tambah pada setiap rantai produksidan distribusi. Konsep ini menunjukkan bah-wa penanggung utama PPN adalah konsumenakhir.

Seperti halnya penerapan PPN pada umum-nya di berbagai negara, Indonesia juga mem-berikan pengecualian terhadap beberapa jenisbarang atau jasa tertentu yang tidak dikena-kan PPN. Ada beberapa pertimbangan untuktidak mengenakan PPN atas barang atau ja-sa tertentu, seperti pertimbangan sosial politis,pertimbangan teknis, serta administratif.

Pengusaha yang melakukan penyerahan ba-rang dan jasa yang tidak dikenakan PPN ti-dak dapat mengkreditkan PPN Masukan yangdibayar pada saat memperoleh input. Apabilabarang dan jasa tidak dikenakan PPN diguna-kan sebagai input antara, maka basis PPN danpenerimaan PPN pada rantai produksi beri-

kutnya akan menjadi lebih besar karena PPNmasukan atas input antara akan diperhitung-kan sebagai biaya dalam menentukan harga ju-al barang dan jasa yang dihasilkan.

Apabila barang dan jasa yang tidak dikena-kan PPN merupakan penjualan akhir ke kon-sumen, maka nilai tambah untuk menghasilkanbarang dan jasa tersebut bukan merupakan ba-sis PPN. Berdasarkan uraian ini, terdapat duabasis PPN yaitu konsumsi akhir dan PPN ma-sukan atas barang dan jasa yang tidak dikena-kan PPN seperti yang ditampilkan pada Tabel5. Kedua hal inilah yang menjadi dasar untukmembangun model analisis dan estimasi pene-rimaan PPN dengan pendekatan konsumsi. De-ngan pendekatan konsumsi ini, pengusaha yangmelakukan penjualan barang yang tidak dike-nakan PPN dianggap sama dengan konsumenakhir.

Pada Tabel 5, sektor manufaktur diasumsi-kan tidak dikenakan PPN (manufaktur dia-sumsikan bukan PKP). PPN Masukan yang di-bayarkan oleh manufaktur kepada penggerga-jian tidak dapat dikreditkan. Oleh karena itu,manufaktur akan memperhitungkan PPN Ma-sukan tersebut sebagai biaya dalam menentu-kan harga pokok penjualan. Dalam contoh diTabel 5, diasumsikan semua biaya PPN Masuk-an dapat diteruskan ke pembeli berikutnya (pe-dagang besar). Dari sini dapat dilihat bahwakebijakan untuk tidak mengenakan PPN pa-da pengusaha yang menghasilkan input antaraberpotensi meningkatkan penerimaan PPN.

Untuk menghitung potensi penerimaan PPNdengan pendekatan konsumsi, perlu diketahuijumlah dan komposisi konsumsi akhir dan jum-lah dan komposisi input antara pengusaha bu-kan PKP. Selanjutnya, diperlukan estimasi ten-tang komposisi BKP dan JKP di antara totalkonsumsi akhir dan input antara.

Kerangka Model Estimasi Potensi Pe-nerimaan PPN

Tabel 6 mengilustrasikan kerangka model yangdigunakan dalam studi ini untuk mengestima-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 14: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...14

Tabel 4: PPN atas Produksi dan Distribusi Pedagangan Furnitur

Sektor ProdukPembelian Penjualan Nilai PPN 10% PPN

di Luar Pajak Tambah atas Penjualan Masukan Disetor

Penebang Kayu Batang Pohon 0 200 200 20 0 20Penggergajian Kayu 200 300 100 30 20 10Manufaktur Furnitur 300 700 400 70 30 40Pedagang Besar Furnitur 700 800 100 80 70 10Pedagang Eceran Furnitur 800 1.000 200 100a 80 20

Total 2.000 3.000 1.000 300 200 100b

Sumber: Hasil Pengolahan PenulisKeterangan: aPPN AkhirKeterangan: bTotal PPN

Tabel 5: Implikasi Pengecualian Pengenaan PPN di Tahap Antara

Sektor ProdukPembelian Penjualan Nilai PPN 10% PPN

di Luar Pajak Tambah atas Penjualan Masukan Disetor

Penebang Kayu Batang Pohon 0 200 200 20 0 20

Penggergajian Kayu 200 300 100 30b 20 10Manufaktura Furnitur 330 730 400 0 0 0Pedagang Besar Furnitur 730 830 100 83 0 83Pedagang Eceran Furnitur 830 1.030 200 103c 83 20

Total 2.090 3.090 1.000 233 103 133

Sumber: Hasil Pengolahan PenulisKeterangan: aManufaktur furnitur tidak dikenakan PPNKeterangan: bMasukan usaha tidak kena PPNKeterangan: cPPN konsumen akhir

si penerimaan PPN dengan pendekatan kon-sumsi. Penjelasan lebih rinci mengenai meto-dologi analisis PPN dapat dilihat di Glenday etal. (2010). Kolom 3 berisi nilai konsumsi akhiratau nilai input antara yang merupakan hasilproyeksi ke tahun 2013 dari Tabel I-O 2008. Ni-lai konsumsi akhir pada kolom 3 adalah samadengan nilai konsumsi akhir pada Tabel I-O ko-lom 301. Untuk nilai input antara, angka-angkapada kolom 3 merupakan hasil proyeksi ke ta-hun 2013 dari Tabel I-O 2008 baris 190.

Dengan adanya berbagai pengecualian danpemberian PPN 0% untuk penyerahan barangdan jasa tertentu, maka tidak semua angka-angka konsumsi dan input antara merupakanbasis PPN. Oleh karena itu, perlu diestimasiberapa besar dari angka-angka tersebut yangmenjadi basis PPN dan PPnBM. Kolom 4 ber-isi perkiraan proporsi dalam persentase darikonsumsi akhir atau input antara yang meru-pakan objek PPN atau PPnBM. Metode pe-

nentuan proporsi angka konsumsi dan inputantara yang merupakan objek PPN dan PPn-BM (taxable proportion) dijelaskan pada bagi-an berikutnya.

Estimasi proporsi konsumsi atau input anta-ra kena pajak didasarkan pada peraturan danperundangan yang berlaku. Namun demikian,tidak semua wajib pajak patuh melaporkan se-luruh transaksi yang kena PPN dan PPnBM.Untuk itu, perlu diperkirakan tingkat kepatuh-an wajib pajak untuk masing-masing sektorekonomi. Basis pajak efektif merupakan per-kalian antara nilai konsumsi atau input antarauntuk masing masing sektor ekonomi dikalikandengan proporsi kena pajak dan tingkat kepa-tuhan wajib pajak.

Perkiraan penerimaan PPN dan PPnBM da-ri masing-masing sektor ekonomi merupakanperkalian tarif pajak rata-rata dengan basisefektif PPN dan PPnBM. Dengan model inidiharapkan dapat diestimasi dampak dari per-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 15: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 15

Tabel 6: Kerangka Model Estimasi Potensi Penerimaan PPN

No Sektor NilaiProporsiKena PPN

TingkatKepatuh-an

BasisPPN/PPnBMEfektif

Tarif PPNProyeksiPeneriman

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

PENGELUARAN RUMAH TANGGA1 Sektor 12 Sektor 2... ...66 Sektor 66

PENGELUARAN USAHAA. Investasi1 Sektor 12 Sektor 2... ...66 Sektor 66B. Input Antara1 Sektor 12 Sektor 2... ...66 Sektor 66

PENGELUARAN PEMERINTAH1 Pusat2 Provinsi3 Kabupaten/Kota

TOTAL

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 16: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...16

ubahan kebijakan sektoral terhadap total pe-nerimaan PPN dan PPnBM. Namun demikian,model yang digunakan bersifat statis dan tidaksecara eksplisit memperhitungkan respons dariperilaku PKP.

PPNi � Bi � Pi �Ki � t (1)

dengan:

PPNi : Penerimaan PPN dan PPnBM dari ko-moditas atau sektor usaha i;

Bi : Konsumsi akhir rumah tangga atau in-put antara usaha yang menghasilkan ba-rang dan/atau jasa tidak dikenakan PPN;

Pi : Proporsi konsumsi akhir rumah tanggaatau input antara usaha yang dikenakanPPN dan PPnBM;

Ki : Tingkat kepatuhan untuk komoditas atausektor usaha i;

t : Tarif rata-rata PPN atau PPnBM.

Metode

Sumber Data

Sumber data utama untuk studi ini adalah Ta-bel I-O yang dipublikasikan oleh BPS. TabelI-O disajikan dalam bentuk matriks, di ma-na masing-masing barisnya menunjukkan out-put suatu sektor dialokasikan untuk memenuhipermintaan antara dan permintaan akhir, se-dangkan masing-masing kolomnya menunjuk-kan pemakaian input antara dan input primeroleh suatu sektor dalam proses produksi. Ta-bel I-O terakhir yang dikeluarkan BPS adalahhasil pemutakhiran tahun 2008. BPS membagiTabel I-O Tahun 2008 menjadi 66 sektor pere-konomian11.

Faktor Pengali untuk Memproyeksi-kan Tabel I-O ke Tahun 2013

Untuk keperluan analisis penerimaan PPN ta-hun 2013, maka Tabel I-O tahun 2008 dipro-

11Penjelasan lebih rinci mengenai Tabel I-O lihat pu-blikasi yang diterbitkan BPS.

yeksikan ke tahun 2013. Proyeksi ini dilaku-kan dengan menentukan Faktor Pengali (grossup factor) untuk memproyeksikan nilai kon-sumsi akhir, Pembentukan Modal Tetap Bruto(PMTB), dan input antara.

Karena data yang dibutuhkan untuk meng-hitung Faktor Pengali tidak tersedia untuksetiap sektor ekonomi, maka Faktor Penga-li untuk suatu sektor utama diasumsikan sa-ma dengan untuk masing-masing subsektorpenyusunnya. Misalnya, Faktor Pengali un-tuk sektor Pertanian Tanaman Bahan Makan-an sama dengan Faktor Pengali bagi masing-masing subsektor penyusunnya yaitu subsek-tor jagung, umbi-umbian, sayur-sayuran, dantanaman bahan makanan lainnya.

Faktor Pengali diperoleh dengan menggu-nakan formula di bawah ini:

Gi �PDBi,t

PDBi,0(2)

dengan:

Gi : Faktor Pengali;PDBi,t : PDB tahun proyeksi;PDBi,0 : PDB tahun dasar.

Terdapat dua pendekatan dalam menentu-kan PDB tahun proyeksi (PDBi,t). Pertama,apabila rincian atau komponen PDB berda-sarkan penggunaan untuk tahun yang akandiproyeksi telah tersedia, maka PDBi,t dapatmenggunakan angka yang dilaporkan BPS. Pa-da saat studi ini dilakukan, BPS telah mener-bitkan data PDB tahun 2013. Oleh karena itu,Faktor Pengali dihitung dengan menggunakanpendekatan pertama ini. Kedua, apabila rin-cian PDB untuk tahun yang akan diproyeksibelum tersedia, maka total PDB untuk tahunproyeksi, PDBt, dapat dihitung terlebih dahu-lu dengan menggunakan angka proyeksi per-tumbuhan ekonomi nominal, sebagai berikut:

gt � p1� rtqp1� πtq � 1 (3)

danPDBt � PDBt�1p1� gtq (4)

dengan:

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 17: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 17

g : Pertumbuhan PDB nominal;r : Pertumbuhan PDB riil;π : Tingkat inflasi.

Selanjutnya, PDB hasil proyeksi digunakanuntuk menghitung rincian PDB dengan meng-gunakan tren proporsi setiap komponen penge-luaran (konsumsi rumah tangga, konsumsi pe-merintah, PMTB, perubahan inventori, ekspor,dan impor). Misalnya, proporsi konsumsi ru-mah tangga dalam PDB cenderung menurundari 72,5% di tahun 2005 menjadi 63,4% di ta-hun 2012. Tren ini diasumsikan akan berlanjutsecara linier ke tahun 2013. Hasil proyeksi pro-porsi konsumsi rumah tangga ini kemudian di-kalikan dengan PDB yang diproyeksikan meng-gunakan Persamaan (3) dan (4) untuk menda-patkan nilai konsumsi rumah tangga proyeksitahun 2013.

Proyeksi Rincian Pengeluaran Kon-sumsi Rumah Tangga

Rincian nilai konsumsi rumah tangga berda-sarkan Tabel I-O 2008 diproyeksikan ke ni-lai konsumsi tahun 2013 dengan menggunakanFaktor Pengali, Gi, untuk masing-masing sek-tor pengeluaran, sebagai berikut:

Ci,t � Gi � Ci,0 (5)

dengan:

Ci,t : Nilai rincian atau konsumsi rumah tang-ga sektoral tahun proyeksi;

Ci,0 : Nilai rincian ataukonsumsi rumah tang-ga sektoral tahun dasar.

Namun, total nilai konsumsi rumah tangga(66 sektor) hasil proyeksi dengan cara ini ter-nyata menghasilkan angka yang lebih besar da-ri total nilai konsumsi rumah tangga yang di-laporkan oleh BPS. Perbedaan ini muncul aki-bat adanya perbedaan jumlah sektor pada sek-tor usaha pada Tabel I-O dengan sektor usahapada PDB berdasarkan lapangan usaha sehing-ga Faktor Pengali suatu sektor usaha diasumsi-

kan sama dengan subsektor penyusunnya. Sela-in itu, perbedaan ini juga disebabkan oleh ada-nya diskrepansi statistik. Adapun angka yangdijadikan sebagai dasar penghitungan proyek-si nilai konsumsi adalah nilai konsumsi padaPDB berdasarkan penggunaan.

Oleh sebab itu, proyeksi nilai rincian kon-sumsi rumah tangga (66 sektor) perlu disesuai-kan sebagai berikut:

CAdji,t � Ci,t �

C2t

C1t

(6)

dengan:

CAdji,t : Nilai rincian konsumsi rumah tangga

tahun proyeksi setelah disesuaikan;C1t : Proyeksi nilai total konsumsi rumah tang-

ga (66 sektor) dihitung menggunakan Fak-tor Pengali;

C2t : Total nilai konsumsi rumah tangga di ta-

hun proyeksi yang dilaporkan oleh BPS.

Proyeksi Rincian Input Antara untukUsaha

Proyeksi input antara untuk tahun 2013 dila-kukan dengan mengalikan Faktor Pengali de-ngan nilai input antara untuk masing-masingsektor usaha pada Tabel I-O 2008. Karena ti-dak ada tolok ukur lain untuk mengoreksi totalnilai input antara hasil proyeksi dengan meto-de ini (BPS tidak memublikasikan angka inputantara untuk sektor usaha setiap tahun), makahasil proyeksi nilai input antara untuk masing-masing sektor usaha tidak dilakukan penyesu-aian lebih lanjut.

Inti,t � Gi � Inti,0 (7)

dengan:

Inti,t : Total nilai input antara untuk masing-masing sektor usaha tahun proyeksi (t);

Inti,0 : Total nilai input antara untuk masing-masing sektor usaha tahun dasar (0).

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 18: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...18

Proyeksi Rincian Pembentukan Mo-dal Tetap Bruto

Proyeksi rincian PMTB untuk tahun 2013 di-lakukan dengan pendekatan yang sama denganproyeksi rincian konsumsi akhir rumah tang-ga. Nilai PMTB berdasarkan Tabel I-O 2008kemudian diproyeksikan ke tahun 2013 denganmenggunakan Faktor Pengali. Kemudian, nilaiproyeksi rincian PMTB tahun 2013 disesuaikansehingga total hasil proyeksi konsisten dengantotal nilai PMTB yang dilaporkan oleh BPS.

Ii,t � Gi � Ii,0 (8)

IAdji,t � Ii,t �

I2tI1t

(9)

dengan:

Ii,t : Nilai rincian atau komponen PMTB ta-hun proyeksi;

Ii,0 : Nilai rincian atau komponen PMTB ta-hun dasar;

IAdji,t : Nilai rincian PMTB tahun proyeksi se-

telah disesuaikan;I1t : Proyeksi nilai total PMTB dihitung meng-

gunakan Faktor Pengali;I2t : Total nilai PMTB yang dilaporkan oleh

BPS.

Proporsi Kena Pajak Konsumsi AkhirRumah Tangga

Proporsi kena pajak konsumsi akhir rumahtangga ditentukan berdasarkan kebijakan yangsaat ini berlaku mengenai pengenaan PPN danPPnBM atas barang dan jasa yang dikonsumsioleh rumah tangga. Hal ini dilakukan denganmempertimbangkan barang dan jasa yang ti-dak dikenakan PPN serta BKP dan JKP yangmendapatkan fasilitas dibebaskan PPN atau ti-dak dipungut PPN. Selain itu, pertimbanganjuga dilakukan terhadap konsumsi atas BKPatau JKP yang dibeli dari bukan PKP.

Proporsi Kena Pajak Input AntaraSektor Usaha

Seperti diilustrasikan pada Tabel 5, input an-tara kena pajak bagi pengusaha bukan PKPharus diperhitungkan sebagai basis PPN. Pe-ngusaha bukan PKP ini secara efektif diperla-kukan seperti halnya konsumen akhir. Di sam-ping itu, ada juga PKP yang menghasilkan ba-rang dan/atau jasa yang tidak dikenakan ataudibebaskan PPN. Untuk PKP ini, hanya PPNMasukan yang proporsional dengan BKP danJKP yang dihasilkan saja yang dapat dikre-ditkan. Sedangkan PPN Masukan atas inputantara untuk menghasilkan barang dan/ataujasa yang tidak dikenakan atau dibebaskanPPN tidak dapat dikreditkan, sehingga PPNMasukan tersebut merupakan bagian peneri-maan pemerintah.

Secara umum, proporsi kena pajak input an-tara sektor usaha dapat dihitung sebagai beri-kut:

Pj � p1� Po,jqΣni�1pPI,i � Inti,j,tq{Intj,t

(10)dengan:

Pj : Proporsi kena pajak input antara sektorekonomi j;

Po,j : Proporsi kena pajak barang dan/atau ja-sa yang dihasilkan oleh sektor ekonomi j;

PI,i : Proporsi kena pajak rincian input antarasektor ekonomi j dari sektor ekonomi i;

Inti,j,t : Nilai input antara sektor ekonomi jyang diperoleh dari sektor ekonomi i;

Intj,t : Total nilai input antara sektor ekonomij.

Persamaan (10) memperlihatkan bahwa apa-bila sektor tersebut hanya menghasilkan ba-rang dan jasa kena pajak (PO,j � 1), makaproporsi kena pajak input antaranya menjadi0. Hal ini disebabkan karena semua PPN Ma-sukan dapat dikreditkan. Apabila sektor terse-but hanya menghasilkan barang dan jasa yangtidak dikenakan atau dibebaskan PPN, makasemua input antara yang kena pajak merupa-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 19: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 19

Tabel 7: Proporsi Kena Pajak Konsumsi Akhir Rumah Tangga

Kriteria Sektor Usaha Proporsi Kena Pajak

Semua item dalam satu sektor konsumsi dikenakan PPN 1

Semua item dalam satu sektor konsumsi tidak dikenakan PPN dan/atau mendapatkanfasilitas PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan

0

Sebagian item dalam satu sektor konsumsi dikenakan PPN dan sebagian lagi tidak dike-nakan PPN dan/atau mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan

Antara 0 sampai 1

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

kan basis pajak yang harus diperhitungkan da-lam menghitung potensi penerimaan.

Selain dari proporsi kena pajak rincian inputantara dari masing-masing sektor dan proporsikena pajak keluaran yang dihasilkan, faktor la-in yang dipertimbangkan dalam penentuan Pj

adalah besarnya nilai tambah yang dihasilkandari usaha mikro dan kecil pada sektor j. Halini dengan asumsi bahwa usaha mikro dan ke-cil ini bukan merupakan PKP. Sehingga, dalamstudi ini, (1�PO,j) diasumsikan minimal sebe-sar proporsi nilai tambah usaha mikro dan kecilpada sektor j. Tabel 8 menampilkan proporsinilai tambah usaha mikro dan kecil di masing-masing sektor utama.

Proporsi Kena Pajak PembentukanModal Tetap Bruto

Secara umum, dalam sistem PPN jenis kon-sumsi, pembentukan modal tetap dan investasisecara efektif bukan merupakan basis PPN, ka-rena PPN yang dibayarkan dalam rangka pe-ngeluaran untuk PMTB merupakan PPN yangdapat dikreditkan. Oleh sebab itu, secara riiltidak ada PPN yang menjadi penerimaan pa-jak dari PMTB yang dilakukan untuk kegiat-an usaha. Pengeluaran usaha yang termasukpembentukan modal tetap antara lain pemba-ngunan tempat usaha, pembelian mesin danalat perlengkapan, serta pembelian ternak un-tuk tujuan pembiakan, pemerahan susu, dansebagainya.

Namun, seperti halnya pengeluaran untukinput antara, PPN yang dibayarkan untuk

PMTB yang dilakukan oleh bukan PKP tetaptidak bisa dikreditkan sehingga pengeluaranuntuk PMTB harus diperhitungkan sebagai ba-sis PPN. Selain itu, pengeluaran untuk pemba-ngunan perumahan yang merupakan konsumsirumah tangga tercatat sebagai PMTB di da-lam Tabel I-O, dan di Indonesia penyerahanrumah baru dengan kriteria tertentu merupa-kan objek PPN. Oleh karena itu, bagian PMTByang merupakan pembangunan perumahan ha-rus ditambahkan sebagai basis PPN.

Dalam menghitung proporsi kena pajakPMTB sektor konstruksi, angka yang dicatatdalam Tabel I-O hanya merupakan pengelu-aran pembuatan bangunan. Nilai tanah tidakdicatat sebagai PMTB. Namun, dalam meng-hitung PPN atas penyerahan rumah baru, ba-sis PPN merupakan nilai total properti, terma-suk nilai tanah dan bangunan. Oleh sebab itu,dalam menghitung proporsi kena pajak untukPMTB konstruksi, perlu diperhitungkan terle-bih dahulu proporsi nilai pembangunan peru-mahan, dan kemudian asumsi persentase nilaitanah harus ditambahkan untuk menghitungbasis data PPN. Dalam studi ini, nilai tanahdiasumsikan sebesar 40% dari total nilai pro-perti.

Tingkat Kepatuhan

Tingkat kepatuhan (compliance rate) dihitungdengan membandingkan realisasi penerimaanPPN dan PPnBM dengan estimasi potensi pe-nerimaan PPN dan PPnBM. Potensi pene-rimaan PPN dan PPnBM diperoleh dengan

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 20: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...20

Tabel 8: Proporsi Nilai Tambah Usaha Mikro dan Kecil

Lapangan UsahaOmzet

 Rp300 juta  Rp600 juta  Rp2,5 miliar  Rp4,8 miliar

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 88,0% 88,0% 88,2% 88,5%Pertambangan dan Penggalian 11,5% 11,6% 11,8% 11,9%Industri Pengolahan 12,9% 14,0% 21,6% 22,1%Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,4% 0,5% 1,4% 1,8%Konstruksi 11,4% 12,2% 17,4% 18,5%Perdagangan, Hotel, dan Restoran 27,3% 29,3% 42,3% 42,6%Pengangkutan dan Komunikasi 20,0% 21,3% 29,2% 30,2%Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11,9% 13,1% 20,8% 22,8%Jasa-Jasa 32,0% 33,4% 41,7% 42,0%

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah

asumsi tingkat kepatuhan 100%. Data yang di-gunakan untuk menghitung tingkat kepatuhandisini adalah data aktual penerimaan PPN danPPnBM tahun 2012 dibandingkan dengan po-tensi penerimaan PPN dan PPnBM yang di-peroleh menggunakan hasil proyeksi Tabel I-O2012. Selanjutnya, diasumsikan bahwa tingkatkepatuhan pembayaran PPN dan PPnBM ta-hun 2013 setara dengan tingkat kepatuhan ditahun 2012. Karena laporan statistik peneri-maan pajak membagi sektor ekonomi menjadi11 sektor utama, maka estimasi tingkat kepa-tuhan dilakukan dengan mengelompokkan po-tensi penerimaan yang dihitung berdasarkanTabel I-O sesuai dengan 10 sektor ekonomi ini.

Penentuan sektor usaha pada input antaramemiliki perbedaan dengan sektor usaha padabasis pajak dari konsumsi akhir rumah tang-ga dan PMTB. Untuk menghitung potensi pe-nerimaan, nilai input antara dialokasikan ber-dasarkan sektor yang memperoleh input an-tara tersebut. Sementara itu, untuk menghi-tung tingkat kepatuhan dan menghitung es-timasi penerimaan, hasil perhitungan potensidari input antara dialokasikan ke setiap sektorusaha yang berperan sebagai supplier.

Misalnya, total input antara yang digunakanoleh sektor padi tidak dapat langsung diguna-kan sebagai dasar penghitungan potensi pene-rimaan sektor padi. Untuk menghitung tingkatkepatuhan dan estimasi penerimaan, nilai in-put antara dibukukan ke dalam masing-masingsektor yang memasok input antara sektor pa-

di tersebut seperti sektor pestisida dan pupuk.Hal ini dikarenakan oleh PPN masukan atas in-put antara atas barang yang dibeli oleh sektorpadi merupakan PPN keluaran bagi sektor pu-puk dan pestisida dan pada sistem DJP pene-rimaan dari input antara ini diadministrasikansebagai penerimaan sektor pupuk dan pestisi-da.

Untuk mengalokasikan input antara ke sek-tor yang memasok input antara tersebut di-perlukan Faktor Pembagi input antara. Fak-tor Pembagi dihitung dengan cara: Pertama,menghitung proporsi kena pajak atas total in-put suatu sektor usaha seperti yang telah dije-laskan pada bagian sebelumnya. Kedua, meng-alokasikan input antara yang merupakan ba-sis PPN (dengan mempertimbangkan proporsikena pajak output dari supplier dan propor-si bukan PKP sektor usaha yang memperolehinput antara) ke sektor yang memasok (suppli-er) input antara tersebut. Ketiga, menghitungFaktor Pembagi yaitu proporsi setiap sektoryang menjadi supplier input antara yang diper-oleh dengan cara membagi input antara yangdihasilkan oleh suatu supplier dengan total in-put antara yang menjadi basis PPN. Potensipenerimaan sektoral dari input antara adalahangka yang dihasilkan dari total potensi dariinput antara yang dibagi ke seluruh sektor usa-ha dengan menggunakan Faktor Pembagi.

Setelah potensi penerimaan PPN dibagi keseluruh sektor usaha, maka dilakukan penge-lompokan ke sektor yang lebih besar (11 sek-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 21: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 21

tor). Formula untuk menghitung tingkat kepa-tuhan adalah sebagai berikut:

ϕi �RA

i

RPi

(11)

dengan:

ϕi : Tingkat kepatuhan pajak PPN dan PP-nBM di sektor i;

RAi : Aktual penerimaan PPN dan PPnBM da-

ri sektor i;RP

i : Potensi penerimaan PPN dan PPnBMdari sektor i.

Hasil dan Analisis

Proyeksi Tabel Input-Output

Tabel 15 menunjukkan hasil perhitungan Fak-tor Pengali. Seperti dijelaskan sebelumnya,Faktor Pengali digunakan untuk memproyek-sikan komponen Tabel I-O, yaitu terkait de-ngan pengeluaran akhir rumah tangga dan pe-merintah, PMTB, dan input antara. Hasil pro-yeksi, selain untuk input antara, kemudian di-sesuaikan dengan total nilai agregat yang dila-porkan oleh BPS. Hasil proyeksi setelah dise-suaikan dapat dilihat pada Tabel 16.

Proporsi Kena Pajak PertambahanNilai

a. Permintaan Akhir Rumah Tangga

Hasil penghitungan Proporsi Kena Pajak da-pat dilihat pada Tabel 16. Terdapat 2 sektorusaha yang memiliki Proporsi Kena Pajak an-tara 1 dan 0. Artinya, tidak semua bagian pa-da sektor tersebut merupakan BKP dan/atauJKP. Perhitungan Proporsi Kena Pajak untukkedua sektor ekonomi ini dapat dijelaskan se-bagai berikut:

• Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih.Berdasarkan PP Nomor 31 Tahun 2007,

sebagian output dari subsektor ini, yai-tu subsektor listik dan air bersih, terma-suk kategori barang strategis yang menda-patkan fasilitas PPN dibebaskan. Namun,untuk subsektor listrik, terdapat bagianyang tidak mendapatkan fasilitas PPN di-bebaskan, yaitu listrik untuk perumahandengan daya di atas 6.600 watt. Pada ta-hun 2013, pendapatan PT. PLN yang ber-sumber rumah tangga dengan daya di atas6.600 watt (R-3) adalah Rp3,7 triliun, se-dangkan total pendapatan PT. PLN pa-da tahun tersebut adalah Rp153.4 trili-un (PLN, 2013). Jadi, jumlah PDB da-ri listrik yang tidak mendapatkan fasilitasPPN dibebaskan adalah sebesar 2,4%. Un-tuk sektor gas, proporsi kena pajak padasektor tersebut adalah 100%. Berdasarkandata di atas, proporsi kena pajak secarakeseluruhan atas Sektor Listrik, Gas, danAir Bersih adalah sebesar 26,6% (Tabel 9).

• Sektor Angkutan Udara.Jasa angkutan udara yang dikenakan PPNadalah jasa angkutan udara dalam ne-geri. Namun demikian, tidak semua jasaangkutan udara dalam negeri merupakanobjek PPN karena terdapat pengecualianuntuk jasa angkutan udara dalam nege-ri yang merupakan bagian yang tidak ter-pisahkan dari jasa angkutan luar negeri.BPS mencatat proporsi keberangkatan lu-ar negeri (penumpang dan barang) padatahun 2012 adalah sekitar 25% dari totalpenerbangan (BPS, 2013a). Oleh karenaitu, proporsi kena pajak sektor angkutanudara adalah sebesar 0,75 yaitu jumlah diluar penerbangan ke luar negeri.

Selain dua sektor usaha yang dijelaskan diatas, terdapat 2 sektor usaha yang seharus-nya memiliki proporsi kena pajak antara 0dan 1. Namun, proporsi yang dikenakan PPNdan proporsi yang tidak dikenakan PPN padasektor tersebut tidak signifikan sehingga pro-porsi kena pajak yang digunakan adalah yangdominan pada masing-masing sektor tersebut.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 22: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...22

Tabel 9: Perhitungan Proporsi Kena PPN Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Subsektor PDB Proyeksi 2013 Persentase Proporsi Kena PajakProporsi Kena PajakAgregat Sektor

Listrik 46.257 66% 0,024 1,60%26,60%Gas 17.380 25% 1,000 25,00%

Air Bersih 6.438 9% 0,000 0,00%

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Sektor usaha yang dijelaskan tersebut adalahsebagai berikut:

• Sektor Angkutan Umum (Darat,Air, dan Kereta Api).PMK Nomor 80/PMK.03/2012 mengaturtentang jasa angkutan umum di darat danair yang tidak dikenakan PPN. Untuk ang-kutan umum darat di jalan (mobil, truk,dan lain-lain), tidak dikenakan PPN apa-bila angkutan tersebut menggunakan tan-da nomor kendaraan dengan dasar kuningdan tulisan hitam. Kemudian, untuk ang-kutan umum darat (kereta api) dan ang-kutan air (kapal), tidak dikenakan PPNapabila angkutan tersebut digunakan ti-dak dengan cara disewa atau dicarter. Ta-bel I-O tidak menampilkan dengan rincinilai konsumsi sektor angkutan umum ini.Oleh karena itu, proporsi kena pajak atassektor ini menggunakan bagian yang do-minan dari sektor ini yaitu 0.

• Sektor Industri Alat Pengangkutan.PP Nomor 38/2003 mengatur tentang je-nis BKP dan JKP tertentu yang menda-patkan fasilitas dibebaskan PPN. Terda-pat beberapa jenis BKP dan JKP tertentuyang terdapat pada peraturan ini (Tabel13). Jenis BKP yang memiliki jumlah sig-nifikan adalah alat angkutan berupa kapallaut, kereta api, dan pesawat. Namun de-mikian, jenis alat angkutan tersebut ham-pir seluruhnya tidak dimaksudkan untukkonsumsi rumah tangga, melainkan seba-gai PMTB bagi perusahaan pelayaran, pe-nerbangan, maupun perkeretaapian. Ada-pun hasil industri alat pengangkutan yangdikonsumsi rumah tangga sangat kecil, ti-

dak mencapai 1% dari total konsumsi da-ri sektor industri alat pengangkutan. Olehkarena itu, proporsi kena pajak sektor iniadalah 1.

Berdasarkan data Tabel I-O, fasilitas PPNyang berpengaruh signifikan terhadap peneri-maan PPN adalah PPN dibebaskan atas BKPdan JKP strategis sebagaimana diatur dalamPP Nomor 31/2007 dan BKP dan JKP ter-tentu sebagaimana diatur dalam PP Nomor38/2003 sehingga diperhitungkan dalam per-hitungan proporsi kena pajak. Fasilitas PPNyang lain dianggap tidak berpengaruh signifi-kan terhadap penerimaan PPN dengan pertim-bangan sebagai berikut. Pertama, selain rumahsederhana, kapal laut, kereta api, dan pesawatudara yang merupakan BKP tertentu yang di-bebaskan PPN berdasarkan PP 38/2003, ter-dapat barang-barang seperti buku pelajaran,kitab suci, vaksin polio, dan lain-lain yang jugadibebaskan PPN berdasarkan peraturan peme-rintah tersebut. Namun, barang-barang terse-but tidak diperhitungkan karena memiliki por-si yang tidak terlalu signifikan pada konsum-si rumah tangga. Kedua, jumlah yang tidaksignifikan juga terdapat pada BKP yang dise-rahkan kepada perwakilan negara asing/badaninternasional sebagaimana diatur dalam PP47/2013 dan penyerahan jasa kebandaruda-raan tertentu sebagaimana diatur dalam PP28/2009. Kedua penyerahan ini mendapatkanfasilitas dibebaskan PPN.

Ketiga, PPN tidak dipungut atas pemasuk-an barang ke kawasan berikat dan/atau kawa-san bebas dimaksudkan untuk tujuan eksportidak berpengaruh terhadap penerimaan PPN.Barang yang dimasukkan ke kawasan berikat

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 23: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 23

dan/atau kawasan bebas dianggap sebagai eks-por. Sesuai dengan prinsip tempat tujuan (des-tination principle), apabila barang tersebut di-keluarkan lagi ke daerah pabean, maka PPNatas barang tersebut wajib dilunasi. Dan keem-pat, PPN ditanggung pemerintah merupakanPPN yang dibayar pemerintah atas suatu jenisbarang tertentu, seperti minyak goreng curah,pupuk subsidi, dan lain-lain. Namun demikian,jumlah PPN yang dibayarkan pemerintah ter-sebut merupakan penerimaan PPN. Oleh ka-rena itu, jumlah PPN yang dibayarkan peme-rintah tersebut tidak dikurangkan dari potensipenerimaan PPN.

b. Pembentukan Modal Tetap Bruto

PMTB umumnya bukan merupakan basisPPN. Namun, terdapat pengecualian untuksektor konstruksi, karena pembangunan peru-mahan yang diserahkan kepada rumah tang-ga sebagai konsumsi akhir, maka PMTB da-lam bentuk perumahan yang memenuhi kri-teria kena PPN harus diperhitungkan sebagaibasis PPN12. Karena PMTB tidak memasuk-kan nilai tanah, sedangkan basis PPN atas pe-nyerahan rumah baru termasuk nilai tanah,maka nilai tanah perlu ditambahkan ke da-lam PMTB perumahan. BPS membagi kon-struksi ke dalam tiga kategori, yaitu konstruksigedung, konstruksi bangunan sipil, dan kon-struksi khusus. Perumahan merupakan bagi-an dari konstruksi gedung. BPS mencatat pro-porsi konstruksi gedung pada tahun 2013 ada-lah sekitar 30% (BPS, 2013b). Dengan asumsi

12PMK Nomor 113/PMK.03/2014 mengatur tentangBatasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana,Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Maha-siswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang AtasPenyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Per-tambahan Nilai. Batasan tersebut di antaranya menga-tur luas bangunan tidak lebih dari 36 m2, kepemilikanyang pertama, harga jual tidak melebihi batasan yangdisesuaikan dengan zona dan tahun, dan lain-lain. Jadi,atas penyerahan rumah yang tidak memenuhi ketentu-an ini merupakan penyerahan yang dipungut PPN.

PMTB konstruksi gedung adalah untuk pem-bangunan perumahan, dan 80% PMTB peru-mahan diserahkan oleh PKP, dan nilai tanahsebesar 40% dari total nilai penyerahan peru-mahan, maka Proporsi Kena Pajak PMTB sek-tor konstruksi diperkirakan sebesar 0,3*0,8/0,6= 0,4.

c. Input Antara

Hasil perhitungan Proporsi Kena Pajak untukinput antara menggunakan Persamaan (10) di-tampilkan pada Tabel 16. Khusus untuk sektorindustri alat pengangkutan, terdapat sekitar10% dari output sektor tersebut mendapatkanfasilitas dibebaskan PPN. Namun, output ter-sebut tidak berupa konsumsi rumah tangga, se-hingga sektor ini memiliki proporsi kena pajak1 pada permintaan akhir rumah tangga. Untukmenghitung proporsi input antara, jumlah out-put yang dibebaskan pada sektor industri alatpengangkutan ini harus diperhitungkan. Olehkarena itu, pada saat penghitungan proporsikena pajak input antara, proporsi kena pajaksektor industri alat pengangkutan diubah dari1 menjadi 0,9.

Selain itu, untuk sektor konstruksi, proporsikena pajak adalah 0,4 pada basis pajak kon-sumsi akhir dan PMTB. Namun, pada saat pe-nentuan proporsi kena pajak dari input antara,proporsi kena pajak sektor konstruksi diubahdari 0,4 menjadi 1. Hal ini disebabkan karenasemua yang dihasilkan pada sektor konstruk-si merupakan barang/jasa kena pajak sehinggasemua PPN masukan dapat dikreditkan kecualiPPN masukan yang dibayar oleh bukan PKP.

Proporsi Kena Pajak Penjualan atasBarang Mewah

Proporsi Kena Pajak untuk PPnBM dihitunguntuk tiga sektor usaha yang dikenakan PP-nBM, yaitu: (i) sektor industri mesin, alat-alatdan perlengkapan listrik; (ii) sektor industrialat pengangkutan dan perbaikannya; dan (iii)sektor perdagangan.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 24: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...24

Untuk sektor industri alat pengangkutan,data yang digunakan bersumber dari Gabung-an Industri Kendaraan Bermotor Indonesia(GAIKINDO) untuk kendaraan bermotor jenismobil dan dari Asosiasi Industri Sepeda MotorIndonesia (AISI) untuk kendaraan bermotor je-nis sepeda motor. Khusus untuk data dari GA-IKINDO, jumlah penjualan mobil dalam sa-tu tahun telah dibagi ke dalam masing-masingspesifikasi kendaraan yang sesuai dengan pem-bagian spesifikasi kendaraan sebagaimana yangdiatur dalam peraturan PPnBM. Sedangkandata dari AISI hanya menginformasikan jum-lah penjualan seluruh spesifikasi sepeda motordalam satu tahun. Oleh karena itu, perlu asum-si proporsi penjualan pada masing-masing spe-sifikasi kendaraan jenis sepeda motor.

Data GAIKINDO hanya menampilkan jum-lah unit yang diproduksi untuk masing-masingspesifikasi kendaraan atau pangsa pasar berda-sarkan unit yang terjual. Sedangkan data yangjuga dibutuhkan untuk menghitung penerima-an PPnBM adalah nilai penjualan kendaraantersebut. Untuk mendapatkan nilai penjualanpada masing-masing spesifikasi kendaraan, di-pilih harga salah satu merek kendaraan yangdapat merepresentasikan suatu spesifikasi ken-daraan.

Nilai konsumsi kendaraan bermotor jenismobil atas ketiga sektor yang dikenakan PPn-BM tidak sama dengan total nilai penjualankendaraan berdasarkan hasil estimasi denganmenggunakan harga salah satu merek yangdapat merepresentasikan salah satu spesifikasikendaraan. Oleh sebab itu, untuk memperolehnilai penjualan, pangsa pasar untuk masing-masing spesifikasi kendaraan berdasarkan ni-lai penjualan dikalikan dengan total konsumsikendaraan bermotor jenis mobil ketiga sektorusaha tersebut. Kemudian, nilai penjualan un-tuk masing-masing spesifikasi kendaraan dike-lompokkan berdasarkan tarif PPnBM sehinggadiperoleh Proporsi Kena Pajak untuk masing-masing tarif PPnBM.

Untuk sepeda motor, terdapat tiga jenis spe-

sifikasi kendaraan yang dibagi berdasarkan isisilender. Namun, penulis tidak menemukan da-ta rinci penjualan sepeda motor berdasarkanisi silinder. Oleh karena, pengumpulan data di-ambil dari berbagai sumber seperti Otomotif-net.com (2013). Berdasarkan data tersebut danhasil penelusuran dari berbagai sumber dipe-roleh proporsi jumlah unit penjualan sepedamotor yaitu, sekitar 99% dengan isi silinder dibawah 250cc dan sisanya dengan isi silinder diatas 250cc.

Sama halnya dengan penghitungan Propor-si Kena Pajak PPnBM untuk penjualan mobil,jumlah penjualan sepeda motor untuk masing-masing spesifikasi kemudian dikalikan denganharga sepeda motor yang dapat merepresenta-sikan masing-masing spesifikasi kendaraan un-tuk memperoleh nilai pangsa pasar masing-masing spesifikasi sepeda motor. Nilai pangsapasar tersebut kemudian dikalikan dengan totalkonsumsi sepeda motor dengan menggunakandata dari Tabel I-O 2000 yang menampilkanpengeluaran yang lebih rinci untuk 175 sektor.

Tabel 10 menampilkan hasil perhitunganproporsi pangsa pasar untuk masing-masingklasifikasi kendaraan dan tarif PPnBM. Meng-ingat keterbatasan data, maka diasumsikan ke-tiga sektor usaha yang dikenakan PPnBM me-miliki proporsi pangsa pasar yang sama.

Potensi Penerimaan PPN dan PPn-BM Tahun 2012 dengan Tingkat Ke-patuhan 100%

Potensi penerimaan PPN dan PPnBM tahun2012 dengan asumsi tingkat kepatuhan 100%diestimasi sekitar Rp635 triliun. Rincian hasilperhitungan dari potensi penerimaan PPN danPPnBM dapat dilihat pada Tabel 17.

Tingkat Kepatuhan

Untuk mendapatkan angka estimasi TingkatKepatuhan, maka potensi penerimaan PPNdan PPnBM tahun 2012 dibandingkan denganangka realisasi penerimaan PPN dan PPnBM

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 25: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 25

Tabel 10: Proporsi Pangsa Pasar Kendaraan Bermotor untuk Masing-Masing Tarif PPnBM

Tarif PPnBM Pangsa Pasar

0% 64,50%10% 21,30%20% 9,50%30% 0,80%40% 2,00%50% 0,60%60% 0,40%75% 0,80%

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

tahun 2012. Angka Tingkat Kepatuhan untukmasing-masing sektor usaha dapat dilihat padaTabel 18. Total tingkat kepatuhan pembayar-an PPN dan PPnBM tahun 2012 adalah sekitar53%.

Estimasi Penerimaan PPN dan PPn-BM Tahun 2013

Dengan menggunakan model estimasi peneri-maan PPN dan PPnBM seperti yang diuraikanpada bagian sebelumnya, basis pajak yang ter-diri dari hasil proyeksi konsumsi akhir, PMTB,dan input antara dikalikan dengan proporsi ke-na pajak, tingkat kepatuhan, dan tarif PPNatau PPnBM. Perhitungan ini menghasilkanestimasi penerimaan PPN dan PPNBM tahun2013. Adapun perkiraan penerimaan PPN danPPnBM tahun 2013 adalah Rp381 triliun. Se-mentara itu, penerimaan aktual PPN dan PPn-BM tahun 2013 adalah Rp384 triliun. Dari ha-sil perkiraan ini dapat disimpulkan bahwa mo-del yang digunakan cukup akurat digunakanuntuk memproyeksikan penerimaan PPN danPPnBM dengan tingkat kesalahan hanya seki-tar 1%. Kertas kerja penghitungan estimasi pe-nerimaan PPN dan PPnBM ini dapat dilihatpada Tabel 19–24.

Simulasi Perubahan Kebijakan danPerbaikan Administrasi PPN

a. Peningkatan Tarif PPN dari 10% Men-jadi 11% dan 12%

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, modelpenghitungan estimasi penerimaan PPN danPPnBM ini dapat digunakan untuk menghi-tung dampak yang ditimbulkan dari suatu ke-bijakan PPN dan PPnBM. Pada bagian ini,dilakukan simulasi kebijakan pemerintah me-naikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11%dan 12%. Simulasi ini dilakukan dengan ana-lisis statis tanpa mempertimbangkan perubah-an perilaku PKP. Ketika tarif PPN dinaikkanmenjadi 11% atau dalam hal ini dinaikkan 10%dari tarif sebelumnya, penerimaan PPN meng-alami kenaikan sebesar tingkat kenaikan tarifPPN yaitu 10%. Namun, apabila digabung de-ngan penerimaan PPnBM, kenaikan penerima-an PPN dan PPnBM mengalami kenaikan se-besar 9,4%. Angka agregat ini lebih kecil dari10% karena tarif PPnBM tidak mengalami per-ubahan.

Kemudian, ketika tarif PPN dinaikkan men-jadi 12% atau naik 20% dari tarif normal, ke-bijakan ini diestimasikan juga dapat menaik-kan penerimaan PPN sebesar 20%. Sama hal-nya dengan simulasi sebelumnya, dampak per-tumbuhan penerimaan PPN dan PPnBM yangdihasilkan sedikit lebih kecil dari tingkat ke-naikan tarif PPN yang diterapkan karena ta-rif PPnBM tidak mengalami perubahan. Ha-sil rinci potensi penerimaan PPN dan PPnBM

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 26: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...26

Tabel 11: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM untuk Beberapa Tarif PPN

Tarif PPnBM Potensi Penerimaan PPN & PPnBM Potensi Peningkatan terhadap Aktual Penerimaan

10% Rp381 Triliun -11% Rp417 Triliun 9,4%12% Rp453 Triliun 18,8%

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

yang dihasilkan dari kedua simulasi ini dapatdilihat pada Tabel 11.

b. Penghapusan Fasilitas PPN dan PPNTidak Dikenakan/Dibebaskan

Penghapusan seluruh fasilitas PPN (dibebas-kan PPN dan tidak dipungut PPN) dan PPNTidak Dikenakan termasuk menurunkan batasperedaran usaha untuk wajib daftar sebagaiPKP akan menyebabkan semua usaha dapatmengkreditkan seluruh PPN Masukan. Dengankata lain, semua PPN atas input antara dapatdikreditkan, dan hanya konsumen akhir yangsecara efektif membayar PPN.

Simulasi dari penghapusan fasilitas atasPPN dan PPN Tidak Dikenakan atau PPNDibebaskan memberikan hasil sebagai berikut.Pertama, penerimaan PPN yang bersumberdari konsumsi meningkat sekitar 83% diban-dingkan dengan estimasi penerimaan PPN se-belum asumsi kebijakan ini diterapkan. Kedua,tidak ada potensi penerimaan PPN dari in-put antara kepada PKP, karena semua PPNmasukan atas input antara dapat dikreditkan.Dan ketiga, secara total, dengan diberlakukan-nya kebijakan ini, terjadi penurunan penerima-an PPN dan PPnBM sekitar 5,3%, yaitu dariRp381 triliun menjadi Rp361 triliun.

Peningkatan Tingkat Kepatuhan

Peningkatan tingkat kepatuhan dari posisi se-karang di bawah 50% menjadi 70% diperkira-kan akan meningkatkan penerimaan PPN danPPnBM menjadi Rp518 triliun, atau pening-katan sebesar kurang lebih 35% dari penerima-an saat ini di tahun 2013. Peningkatan kepa-tuhan ini dapat dilakukan antara lain dengan

cara memperkuat sistem administrasi perpa-jakan dengan menyederhanakan proses bisnisdan membatasi pengecualian. Perluasan basispajak melalui pengurangan jumlah BKP/JKPyang dibebaskan atau tidak dikenakan PPNdapat meningkatkan efisiensi penglolaan PPN,karena hal ini akan mengurangi kebutuhan un-tuk perlakuan khusus yang dapat menambahbeban administrasi baik bagi wajib pajak ma-upun DJP.

Implikasi Studi

Berdasarkan uraian dan hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa tingkat kepatuh-an pemenuhan kewajiban PPN dan PPnBM se-cara total adalah sekitar 53%. Dalam hal ini,pemerintah masih memiliki ruang untuk me-lakukan intensifikasi dan ekstensifikasi poten-si penerimaan PPN dan PPnBM. Dari stu-di ini dapat diketahui tingkat kepatuhan sek-toral. Sektor manufaktur merupakan penyum-bang terbesar penerimaan PPN. Saat ini, ting-kat kepatuhan sektor manufaktur adalah se-kitar 60% dengan jumlah penerimaan sekitarRp176 triliun. Apabila kepatuhan sektor ma-nufaktur bisa dinaikkan 5%, maka tambah-an penerimaan dari sektor ini dapat mencapaiRp15 triliun.

Selain itu, penerimaan dari sektor konstruk-si sangat potensial untuk diintensifkan. Ting-kat kepatuhan sektor konstruksi baru menca-pai angka sekitar 30%. Apabila sektor ini dapatlebih terawasi sehingga tingkat kepatuhan da-pat mencapai 50%, maka kenaikan penerimaandari sektor konstruksi dapat mencapai sekitarRp21 triliun. Oleh karena itu, meningkatkankepatuhan merupakan upaya yang lebih tepatuntuk meningkatkan penerimaan PPN diban-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 27: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 27

Tabel 12: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM untuk Berbagai Tingkat Kepatuhan

Tingkat Kepatuhan Potensi Penerimaan PPN & PPnBM Potensi Penerimaan terhadap Aktual Penerimaan

60% Rp461 Triliun +20%70% Rp518 Triliun +35%80% Rp579 Triliun +51%

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

dingkan dengan menaikkan tarif PPN.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintahuntuk meningkatkan kepatuhan PPN adalahdengan menerbitkan aturan penggunaan fak-tur pajak elektronik. Kebijakan ini dimaksud-kan untuk mencegah adanya faktur pajak fiktif.Kebijakan ini mulai diberlakukan pada tahun2014 untuk beberapa PKP tertentu. Dampakkebijakan ini terhadap peningkatan kepatuhandapat diukur dengan menggunakan model ini.

Kebijakan pemerintah menaikkan batasanperedaran usaha menjadi Rp4,8 miliar setahununtuk wajib mendaftar sebagai PKP diperki-rakan efektif untuk meningkatkan kepatuhanPKP. Apabila sistem administrasi PPN telahdibenahi dengan maksimal, seperti penerapanfaktur pajak elektronik bagi seluruh PKP, ma-ka batasan peredaran usaha tersebut direko-mendasikan untuk diturunkan. Hal ini dimak-sudkan untuk memperoleh penerimaan dari ni-lai tambah yang dihasilkan oleh pengusaha de-ngan peredaran usaha di bawah Rp4,8 miliar.

Untuk mengawasi kepatuhan PKP, selainmelakukan pengawasan dengan mencocokkanPPN Keluaran dengan PPN Masukan (PK-PM), DJP juga perlu menerapkan manajemenrisiko yang efektif dengan melakukan penga-wasan terhadap tingkat pertambahan nilai un-tuk masing-masing PKP. Apabila suatu PKPsudah berproduksi secara normal, maka agarPKP tersebut dapat beroperasi secara berkesi-nambungan, PKP tersebut secara rata-rata un-tuk suatu periode tertentu harus menghasilkansuatu nilai tambah yang positif. Apabila PKPtersebut tidak melakukan ekspor atau menye-rahkan BKP atau JKP yang tidak dipungutPPN, maka rata-rata rasio PK terhadap PMuntuk suatu periode tertentu (beberapa bu-

lan hingga 1 tahun pajak atau lebih, tergan-tung pada kemampuan keuangan PKP) haruslebih dari 1. Sektor dan besar usaha tertentudiperkirakan akan menunjukkan rentang rasioPK/PM tertentu yang dapat dijadikan dasarevaluasi risiko kepatuhan PKP.

Apabila rasio PK/PM menunjukkan angkalebih kecil dari satu untuk suatu periode yangberkelanjutan, maka PKP tersebut memilikiindikasi tidak patuh. Dalam kondisi normal,rasio perbandingan kurang dari satu mengindi-kasikan bahwa perusahaan tersebut melakukanpenjualan dengan harga yang lebih rendah dariharga beli sehingga PPN Masukan lebih besardari PPN Keluaran. Oleh karena itu, apabilaperusahaan tersebut tetap beroperasi normalpada kondisi rasio perbandingan kurang darisatu, maka besar kemungkinan perusahaan ter-sebut melakukan penghindaran PPN.

Saat ini, peraturan PPN mengatur adanyapembeli yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN(reverse charge) yaitu Bendahara Pemerintah,Kontraktor Kerja Sama Minyak dan Gas Bu-mi, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Pemungut PPN memiliki kewajiban memungutdan menyetor PPN atas penyerahan yang dila-kukan oleh rekanan kepada pemungut PPN ter-sebut. Untuk meningkatkan kepatuhan, DJPdapat memperluas PKP yang ditunjuk seba-gai Pemungut PPN. Namun, karena penetap-an PKP sebagai Pemungut PPN ini akan me-nambah beban administrasi bagi PKP yang di-tunjuk dan implementasi reverse charge dapatmenambah permohonan restitusi, maka DJPperlu mempermudah sistem pelaporan oleh Pe-mungut PPN dan mempercepat proses restitu-si bagi PKP yang cenderung patuh dan telahdikategorikan berisiko rendah.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 28: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...28

Tabel 13: Fasilitas PPN dan PPnBM

No. Dasar Hukum Hal yang DiaturDibebaskan PPN1 PP 31 Tahun 2007 Mengatur tentang impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat

strategis dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu:- Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik- Makanan ternak dan unggas- Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, pe-nangkaran, atau perikanan- Barang hasil pertanian- Air bersih yang dialiri pipa perusahaan air minum- Listrik, kecuali di atas 6.600 watt untuk perumahan- Rumah susun sederhana milik

2 PP 38 Tahun 2003 Mengatur tentang PPN dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan barang dan jasakena pajak tertentu, di antaranya:- Rumah sederhana- Senjata, amunisi, dan alat-alat angkutan untuk keperluan Departemen Pertahanan,TNI, dan POLRI- Vaksin polio- Buku pelajaran dan kitab suci- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan pe-nyeberangan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran NiagaNasional- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat kese-lamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan AngkutanUdara Niaga Nasional- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan sertaprasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia- Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas danfoto udara yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI- Jasa kena pajak tertentu yang diterima oleh perusahaan angkutan laut dan angkutanudara nasional

3 PP 47 Tahun 2013 Mengatur tentang PPN dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan kepada:- Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan- Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional

4 PP 28 Tahun 2009 Mengatur tentang PPN dibebaskan atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu olehpenyelenggara bandar udara kepada perusahaan angkutan udara niaga yang melakukankegiatan penerbangan luar negeri.

Tidak Dipungut PPN5 PMK 120/PMK.04/2013 Mengatur tentang PPN tidak dipungut atas pemasukan dan pengeluaran barang di Ka-

wasan Berikat.

6 KEP-229/PJ/2001 Mengatur tentang PPN tidak dipungut atas impor, pemasukan dan/atau pengeluaranbarang ke/dari Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).

7 PP 25 Tahun 2001 Mengatur tentang PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor serta penyerahan Barangdan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah ataudana pinjaman luar negeri.

8 PP 10 Tahun 2012 Mengatur tentang perlakuan perpajakan di kawasan bebas. Pada aturan ini terdapatfasilitas PPN dan PPnBM tidak dipungut dan PPN dan PPnBM dibebaskan.

9 PMK 70/PMK.011/2013 Perlakuan PPN dan PPnBM atas barang kena pajak yang dibebaskan dari pungutanbea masuk.

Ditanggung Pemerintah10 KMK 388/KMK.01/1998 Mengatur tentang PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan pupuk Urea, SP-36 dan

ZA bersubsidi untuk Sub-Sektor Tanaman pangan, Perikanan, Peternakan, dan Perke-bunan Rakyat.

Sumber: dari Berbagai Sumber, diolah

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 29: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 29

Simpulan

Berdasarkan hasil dan analisis yang telah diu-raikan, maka dapat disimpulkan beberapa hal.Pertama, model analisis penerimaan PPN yangberbasis Tabel I-O yang dikembangkan padastudi ini dapat digunakan untuk mengestimasipotensi penerimaan PPN dan PPnBM, ting-kat kepatuhan dan dampak penerimaan atasperubahan kebijakan PPN dan PPnBM. Ha-sil estimasi penerimaan PPN dan PPnBM un-tuk tahun 2013 mendekati nilai realisasi pene-rimaan aktual. Kedua, perhitungan tingkat ke-patuhan menghasilkan angka sekitar 53%. Ke-tiga, peningkatan penerimaan PPN dan PP-nBM akan memberikan hasil yang lebih sig-nifikan melalui perbaikan administrasi untukmeningkatkan tingkat kepatuhan, dibanding-kan dengan peningkatan tarif PPN. Dan keem-pat, penghapusan seluruh fasilitas PPN (Dibe-baskan PPN, Tidak Dipungut PPN, dan PPNTidak Dikenakan), selain dapat meningkatkanbeban administrasi, diperkirakan untuk sektorekonomi tertentu justru akan menurunkan pe-nerimaan PPN.

Daftar Pustaka

[1] BPS. (2013a). Jumlah Keberangkatan Penumpangdan Barang di Bandara Indonesia Tahun 1999–2013 http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/

view/id/1404 (Diakses 17 Februari 2014).[2] BPS. (2013b). Nilai Konstruksi yang Diselesaikan

Menurut Jenis Pekerjaan, 2004–2013 (Juta Ru-piah) http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/

view/id/918 (Diakses 17 Februari 2014).[3] BPS. (2009). Tabel Input Output Indonesia Upda-

ting 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.[4] Glenday, Shukla, & Sugana. (2010). Tax Analysis

and Revenue Forecasting: Techniques and Applica-tions. Duke Center for International Development,Duke University.

[5] Jenkins, G. P. & Kuo, C-Y. (1996). A VAT Re-venue Simulation Model for Tax Reform in Deve-loping Countries. Development Discussion Paper,522. Cambridge, MA: Harvard Institute for Inter-national Development. http://www.cid.harvard.edu/hiid/522.pdf (Diakses 15 Desember 2013).

[6] Kementerian Keuangan RI. (2009). Nota Keuang-an dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nega-

ra Tahun 1983–2013. Dalam A. Abimanyu & A.Megantara (Editor), Era Baru Kebijakan Fiskal.Jakarta: Kompas Media Nusantara.

[7] Kementerian Koperasi dan UKM RI. (2013).Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan UsahaBesar. http://www.depkop.go.id/index.php?

option=com_phocadownload&view=file&id=335:

data-usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-

usaha-besar-ub-tahun-2012-2013&Itemid=93

(Diakses 17 Februari 2014).[8] Marks, S. V. (2003). The Value-Added Tax in In-

donesia: The Impact of Sectoral Exemptions onRevenue Potential and Effective Tax Rates. Tech-nical Report. Submitted by Nathan/Checchi JointVenture, Partnership for Economic Growth (PEG)Project, Under USAID Contract #497-C-00-98-00045-00 (Project #497-0357). Bappenas & USA-ID/ECG Jakarta, Indonesia. http://pdf.usaid.

gov/pdf_docs/PNACS917.pdf (Diakses 25 Nopem-ber 2013).

[9] Otomotifnet.com (2013). Jumlah Penjualan Mo-tor Sport 250 cc, Ninja 250 Masih Memim-pin http://motor.otomotifnet.com/read/2013/

04/23/340373/30/9/Jumlah (Diakses 15 Desem-ber 2013).

[10] Pellechio, A. J., & Hill, C. B. (1996). Equivalenceof the Production and Consumption Methods ofCalculating the Value-Added Tax Base: Applica-tion in Zambia. IMF Working Paper, WP/96/67.Fiscal Affairs Department, International Mone-tary Fund. http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/wp9667.pdf (Diakses 15 Desember 2013).

[11] PLN. (2013). Statistik PLN 2013. http://www.

pln.co.id/dataweb/STAT/STAT2013IND.pdf (Di-akses 17 Februari 2014).

[12] USAID. (2013) Collecting Taxes: 2012/2013 Da-ta. http://egateg.usaid.gov/collecting-taxes(Diakses 17 Februari 2014).

[13] World Bank. (2013). Price Level Ratio of PPPConversion Factor (GDP) to Market Exchange Ra-te. http://data.worldbank.org/indicator/PA.

NUS.PPPC.RF (Diakses 15 Desember 2013).

Peraturan Perpajakan:[14] Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan.

[15] Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentangPerubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ba-rang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas BarangMewah.

[16] Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 ten-tang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerin-tah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk,

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 30: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...30

Tabel 14: Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM

Tarif Jumlah Penumpang Jenis Kendaraan Jenis Motor Bakar Jenis Sistem Peng-gerak

Kapasitas Silinder

10% 10–15 orang - cetus api atau nya-la kompresi (dieselatau semidiesel)

- Semua kapasitas isisilinder

Kurang dari 10orang

Selain sedan ataustation wagon

cetus api atau nya-la kompresi (dieselatau semidiesel)

sistem 1 gardanpenggerak (4x2)

Kurang dari 1.500 cc

20% Kurang dari 10orang

selain sedan ataustation wagon

cetus api atau nya-la kompresi (dieselatau semidiesel)

sistem 1 gardanpenggerak (4x2)

1.500–2.500 cc

Lebih dari 3 orang kabin ganda (dou-ble cabin)

cetus api atau nya-la kompresi (dieselatau semidiesel)

1 gardan pengge-rak (4x2) atau

Semua kapasitas isisilinder

kendaraan bak ter-buka atau bak tertu-tup

•dengan sistem 2gardan penggerak(4x4)

masa kurang dari5 ton

30% Kurang dari 10 pe-numpang

sedan atau stationwagon

cetus api atau nya-la kompresi (dieselatau semidiesel)

- Kurang dari 1.500 cc

Kurang dari 10 pe-numpang

selain sedan ataustation wagon

cetus api atau nya-la kompresi (dieselatau semidiesel)

2 (dua) gardanpenggerak (4x4)

Kurang dari 1.500 cc

40% Kurang dari 10orang

selain sedan ataustation wagon

cetus api 1 (satu) gardanpenggerak (4x2)

2.500–3.000 cc

kurang dari 10 orang cetus api sedan atau stationwagon

2 (dua) gardanpenggerak (4x4)

1.500–3.000 cc

selain sedan ataustation wagon

kurang dari 10 orang nyala kompresi (die-sel atau semi diesel)

sedan atau stationwagon

2 (dua) gardanpenggerak (4x4)

1.500–2.500 cc.

selain sedan ataustation wagon

50% - - semua jenis kenda-raan khusus yang di-buat untuk golf

- -

60% - - kendaraan bermotorberoda dua

- 250–500 cc

- - kendaraan khususyang dibuat untukperjalanan di atassalju, di pantai,di gunung, dankendaraan semacamitu

- -

75% kurang dari 10 orang cetus api sedan atau stationwagon

1 (satu) gardanpenggerak (4x2)

Lebih dari 3.000 cc

selain sedan ataustation wagon

2 (dua) gardanpenggerak (4x4)

kurang dari 10 orang nyala kompresi (die-sel atau semi diesel)

-sedan atau stationwagon

1 (satu) gardanpenggerak (4x2)

Lebih dari 2.500 cc

selain sedan ataustation wagon

2 (dua) gardanpenggerak (4x4)

- - - kendaraan bermotorberoda 2 (dua)

Lebih dari 500 cc

- - - trailer, semi-trailerdari tipe caravan,untuk perumahanatau kemah

-

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Keterangan: gardan adalah bagian atau komponen mobil yang berfungsi memindahkan tenaga motor ke roda lewat persneling

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 31: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 31

Tabel 15: Hasil Perhitungan Faktor Pengali

LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 2011 2012 2013FAKTOR PENGALI

2012 2013(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)=(6)/(2) (9)=(7)/(2)

PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.088.832 5.764.620 6.625.773 7.618.866 8.460.409 9.083.972 1,66 1,79Minyak dan Gas 521.055 464.791 504.9 624.902 637.105 667.932 1,22 1,28Tidak Termasuk Minyak dan Gas 4.567.777 5.299.829 6.120.873 6.993.964 7.823.303 8.416.040 1,71 1,84PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN, DAN PERI-KANAN

716.656 857.2 985.471 1.091.447 1.190.412 1.311.037 1,66 1,83

Tanaman Bahan Makanan 349.795 419.195 482.377 529.968 574.33 621.833 1,64 1,78Tanaman Perkebunan 105.961 111.38 136.049 153.709 159.754 175.248 1,51 1,65Peternakan 83.276 104.884 119.372 129.298 146.09 165.163 1,75 1,98Kehutanan 40.375 45.12 48.29 51.781 54.907 56.994 1,36 1,41Perikanan 137.25 176.621 199.383 226.691 255.332 291.799 1,86 2,13PERTAMBANGAN DANPENGGALIAN

541.334 592.062 719.71 879.505 970.6 1.020.773 1,79 1,89

Pertambangan Minyak dan GasBumi

283.283 254.949 290.467 371.823 382.697 401.139 1,35 1,42

Pertambangan Bukan Migas 195.286 254.243 332.97 398.55 464.012 477.821 2,38 2,45Penggalian 62.765 82.87 96.273 109.132 123.89 141.813 1,97 2,26INDUSTRI PENGOLAHAN 1.376.442 1.477.544 1.599.073 1.806.141 1.972.847 2.152.593 1,43 1,56Industri Migas 237.772 209.842 214.433 253.079 254.408 266.794 1,07 1,12Industri Bukan Migas 1.138.670 1.267.702 1.384.640 1.553.062 1.718.439 1.885.799 1,51 1,66 Industri Makanan, Minumandan Tembakau

346.186 420.363 465.368 546.752 624.371 674.269 1,80 1,95

Industri Tekstil, Barang dariKulit dan Alas Kaki

104.83 116.547 124.204 143.385 156.493 172.423 1,49 1,64

Industri Kayu dan Produk La-innya

73.196 80.197 80.542 84.481 85.802 94.651 1,17 1,29

Industri Produk Kertas danPercetakan

51.912 61.155 65.822 69.34 66.771 72.781 1,29 1,40

Industri Produk Ppuk, Kimiadan Karet

154.117 162.879 176.212 189.7 216.383 230.236 1,40 1,49

Industri Produk Semen danPenggalian Bukan Logam

40.179 43.531 45.515 50.791 58.018 63.974 1,44 1,59

Industri Logam Dasar Besi danBaja

29.213 26.807 26.854 31.101 33.476 35.746 1,15 1,22

Industri Peralatan, Mesin danPerlengkapanTransportasi

329.912 346.404 389.6 426.234 465.537 529.829 1,41 1,61

Produk Industri PengolahanLainnya

9.126 9.819 10.524 11.278 11.588 11.89 1,27 1,30

LISTRIK, GAS, DAN AIR BER-SIH

40.889 46.682 49.119 56.789 65.125 70.075 1,59 1,71

Listrik 25.859 28.417 30.45 36.486 42.105 46.257 1,63 1,79Gas 9.817 13.028 13.354 14.65 16.916 17.38 1,72 1,77Air Bersih 5.213 5.237 5.315 5.653 6.104 6.438 1,17 1,23KONSTRUKSI 419.712 555.194 660.891 754.484 860.965 907.267 2,05 2,16PERDAGANGAN, HOTEL,DAN RESTORAN

831.631 902.917 1.061.409 1.220.094 1.364.145 1.301.506 1,64 1,57

Perdagangan Besar dan Eceran 551.344 586.111 703.566 827.924 927.057 1.053.207 1,68 1,91Hotel dan Restoran 140.144 158.403 178.921 196.085 218.544 248.299 1,56 1,77 Hotel 18.9 20.782 23.877 26.377 31.776 39.287 1,68 2,08 Restoran 121.244 137.621 155.045 169.708 186.768 209.012 1,54 1,72PENGANGKUTAN DAN KO-MUNIKASI

312.19 353.741 423.172 491.283 549.116 636.888 1,76 2,04

Pengangkutan 171.247 182.909 217.318 254.52 287.356 344.485 1,68 2,01 Angkutan Rel 1.65 1.905 2.26 2.367 2.478 2.687 1,50 1,63 Angkutan Jalan Raya 100.5 103.528 121.863 140.604 152.548 184.216 1,52 1,83 Sungai, Danau, Laut, dan Pe-nyeberangan

21.59 22.02 23.848 26.236 28.428 32.332 1,32 1,50

- Angkutan Laut 16.019 15.813 16.93 18.59 19.662 21.656 1,23 1,35- Angkutan Sungai, Danau, danPenyeberangan

5.57 6.207 6.918 7.646 8.766 10.676 1,57 1,92

- Angkutan Udara 19.666 24.248 34.781 46.711 62.212 79.038 3,16 4,02- Jasa Penunjang Angkutan 27.841 31.208 34.566 38.603 41.69 46.212 1,50 1,66Komunikasi 140.943 170.832 205.854 236.763 261.759 292.403 1,86 2,07KEUANGAN, REAL ESTATE,DAN JASA PERUSAHAAN

368.13 405.164 466.564 535.153 598.523 683.01 1,63 1,86

Jasa Keuangan 170.076 184.409 209.597 241.142 275.574 320.997 1,62 1,89 Bank 125.515 132.187 146.915 166.49 191.095 224.973 1,52 1,79 Lembaga Keuangan TanpaBank

41.753 49.22 59.201 70.576 79.897 90.909 1,91 2,18

Jasa Penunjang Keuangan 2.807 3.002 3.481 4.076 4.582 5.115 1,63 1,82Real Estate and Jasa Perusahaan 198.054 220.755 256.967 294.011 322.949 362.013 1,63 1,83 Real Estate 132.024 145.261 168.221 191.929 209.522 232.222 1,59 1,76 Jasa Perusahaan 66.03 75.494 88.746 102.082 113.427 129.791 1,72 1,97JASA-JASA 481.848 574.116 660.366 783.971 888.676 1.000.823 1,84 2,08Pemerintahan Umum 257.548 318.58 359.841 432.785 485.535 541.191 1,89 2,10 Administrasi Pemerintahandan Pertahanan

157.727 195.129 220.543 266.248 300.158 333.961 1,90 2,12

Jasa Pemerintahan Lainnya 99.821 123.451 139.298 166.538 185.377 207.23 1,86 2,08Swasta 224.301 255.536 300.525 351.185 403.141 459.632 1,80 2,05 Jasa Sosial Kemasyarakatan 83.835 97.489 114.238 134.727 158.745 185.226 1,89 2,21 Jasa Hiburan dan Rekreasi 13.028 14.807 17.345 20.456 23.058 26.413 1,77 2,03 Jasa Perorangan dan RumahTangga

127.438 143.24 168.942 196.003 221.338 247.993 1,74 1,95

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 32: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...32

Tab

el

16:

Pro

yeksi

Nil

aiK

onsu

msi

Akh

ir,

PM

TB

,d

anInput

Anta

raT

ahu

n2012

dan

2013,

sert

aP

rop

ors

iK

ena

Pa

jak

Pro

yeksi

2012

Pro

yeksi

2013

Pro

porsiKena

NilaiPro

yeksi

Pajak

Kode

Lapangan

Usa

ha

Konsu

msi

PM

TB

Input

Konsu

msi

PM

TB

Input

Konsu

msi

PM

TB

Input

Akhir

Anta

raAkhir

Input

Akhir

Anta

raSete

lah

Disesu

aikan

1Padi

00

71.138

00

77.022

0,00

0,00

0,51

2Tanaman

Kacang-K

acangan

11.947

04.928

13.037

05.335

0,00

0,00

0,45

3Jagung

56.234

029.206

61.368

031.622

0,00

0,00

0,43

4Tanaman

Umbi-Umbian

28.115

06.310

30.682

06.832

0,00

0,00

0,35

5Sayur-Sayura

ndan

Buah-B

uahan

198.058

936.959

216.142

940.016

0,00

0,00

0,50

6Tanaman

Bahan

Makanan

Lain

nya

1.028

0447

1.122

0484

0,00

0,00

0,85

7Kare

t0

323

18.598

0350

20.402

0,00

0,00

0,58

8Tebu

82

04.851

90

05.321

0,00

0,00

0,76

9Kelapa

10.055

368

7.512

11.118

399

8.240

0,00

0,00

0,74

10

Kelapa

Sawit

01.041

51.969

01.129

57.01

0,00

0,00

0,65

11

Tembakau

923

03.198

1.021

03.508

0,00

0,00

0,81

12

Kopi

841

287

6.198

929

311

6.799

0,00

0,00

0,67

13

The

172

19

239

190

20

262

0,00

0,00

0,84

14

Cengkeh

364

784

369

860

0,00

0,00

0,86

15

HasilTanaman

Sera

t0

0169

00

185

0,00

0,00

0,77

16

Tanaman

Perk

ebunan

Lain

nya

1.560

96

9.199

1.725

104

10.091

0,00

0,00

0,79

17

Tanaman

Lain

nya

3.267

08.727

3.565

09.449

0,00

0,00

0,49

18

Pete

rnakan

34.312

1.302

46.976

39.099

1.455

53.109

0,00

0,00

0,63

19

Pemoto

ngan

Hewan

78.567

085.900

89.530

097.114

0,00

0,00

0,13

20

Unggasdan

Hasil-Hasilnya

92.787

0104.559

105.733

0118.210

0,00

0,00

0,89

21

Kayu

2.355

013.708

2.464

014.229

0,00

0,00

0,60

22

HasilHuta

nLain

nya

3.779

02.813

3.954

02.920

0,00

0,00

0,72

23

Perikanan

178.012

090.078

205.051

0102.943

0,00

0,00

0,50

24

Penambangan

Batu

bara

dan

Bijih

Logam

00

159.987

00

164.749

0,00

0,00

0,47

25

Penambangan

Minyak,Gasdan

PanasBumi

01.348

76.701

01.396

80.398

0,00

0,00

0,04

26

Penambangan

dan

Penggalian

Lain

nya

1.796

037.344

2.073

042.747

0,00

0,00

0,84

27

Industri

Pengolahan

dan

Pengaweta

nM

akanan

151.471

0166.942

164.874

0180.284

1,00

0,00

0,04

28

Industri

Minyak

dan

Lemak

46.941

0229.490

51.095

0247.830

1,00

0,00

0,04

29

Industri

Penggilin

gan

Padi

304.461

0332.815

331.403

0359.412

0,00

0,00

0,06

30

Industri

Tepung,Segala

Jenis

101.257

0131.603

110.217

0142.121

1,00

0,00

0,05

31

Industri

Gula

24.422

030.427

26.583

032.859

1,00

0,00

0,03

32

Industri

Makanan

Lain

nya

142.412

0208.991

155.014

0225.693

1,00

0,00

0,05

33

Industri

Minuman

23.246

020.065

25.303

021.668

1,00

0,00

0,07

34

Industri

Rokok

158.044

080.497

172.03

086.930

1,00

0,00

0,08

35

Industri

Peminta

lan

554

040.555

615

044.683

1,00

0,00

0,08

36

Industri

Tekstil,Pakaian

dan

Kulit

125.451

248

233.616

139.318

270

257.398

1,00

0,00

0,09

37

Industri

Bambu,Kayu

dan

Rota

n33.498

165

118.441

37.246

180

130.656

1,00

0,00

0,07

38

Industri

Kertas,

Bara

ng

dari

Kertasdan

Karton

23.008

0119.995

25.278

0130.796

1,00

0,00

0,09

39

Industri

Pupuk

dan

Pestisid

a7.691

046.164

8.248

049.119

1,00

0,00

0,02

40

Industri

Kim

ia98.525

0283.78

105.665

0301.948

1,00

0,00

0,05

41

Pengilangan

Minyak

Bumi

88.059

0182.341

93.079

0191.218

1,00

0,00

0,00

42

Industri

Bara

ng

Kare

tdan

Plastik

79.541

0235.600

85.305

0250.684

1,00

0,00

0,08

43

Industri

Bara

ng-B

ara

ng

dari

Min

era

lBukan

Logam

8.539

122

38.413

9.490

133

42.356

1,00

0,00

0,07

44

Industri

Semen

00

31.051

00

34.239

1,00

0,00

0,00

45

Industri

Dasa

rBesi

dan

Baja

00

45.088

00

48.145

1,00

0,00

0,00

46

Industri

Logam

Dasa

rBukan

Besi

00

57.756

00

61.672

1,00

0,00

0,00

47

Industri

Bara

ng

dari

Logam

21.783

8.817

137.857

23.445

9.301

147.203

1,00

0,00

0,10

48

Industri

Mesin,Alat-Alatdan

Perlengkapan

Listrik

167.942

178.776

480.414

192.653

200.997

546.76

1,00

0,00

0,10

49

Industri

AlatPengangkuta

ndan

Perb

aikannya

140.052

72.516

214.144

160.658

81.530

243.717

1,00

0,00

0,10

50

Industri

Bara

ng

Lain

nya

16.637

4.324

25.970

17.206

4.383

26.647

1,00

0,00

0,08

51

Listrik,Gasdan

Air

Bersih

52.761

0124.960

57.222

0134.458

0,26

0,00

0,43

52

Konstru

ksi

02.346.928

1.625.333

02.443.154

1.712.742

0,40

0,40

0,08

53

Perd

agangan

543.871

64.664

782.844

622.784

72.572

889.370

1,00

0,00

0,35

54

Hote

ldan

Restaura

n330.845

0288.552

378.873

0327.838

0,00

0,00

0,43

55

Angkuta

nKere

taApi

4.941

37

6.537

5.400

40

7.087

0,00

0,00

0,78

56

Angkuta

nDara

t132.881

10.406

236.940

161.740

12.414

286.127

0,00

0,00

0,92

57

Angkuta

nAir

23.475

2.199

67.279

26.911

2.470

76.520

0,00

0,00

0,88

58

Angkuta

nUdara

126.340

663

154.706

161.783

832

196.547

0,75

0,00

0,21

59

Jasa

Penunjang

Angkuta

n12.099

1.748

32.823

13.518

1.914

36.383

1,00

0,00

0,18

60

Komunikasi

153.494

077.633

172.824

086.721

1,00

0,00

0,00

61

Lembaga

Keuangan

76.274

0151.063

89.551

0175.963

0,00

0,00

0,31

62

Usa

ha

Bangunan

dan

Jasa

Peru

sahaan

140.675

3.988

144.163

158.943

4.417

161.601

1,00

0,00

0,07

63

Pemerinta

han

Umum

dan

Pertahanan

22.826

0223.720

25.598

0248.914

0,00

0,00

0,68

64

Jasa

SosialKemasy

ara

kata

n216.688

0286.549

254.842

0334.350

0,00

0,00

0,57

65

Jasa

Lain

nya

187.741

32.723

270.910

213.112

36.406

305.097

1,00

0,00

0,53

66

Kegiata

nyang

Tak

JelasBata

sannya

4.039

02.914

4.371

03.129

1,00

0,00

0,20

Sumber:

HasilPengolahan

Penulis

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 33: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 33

Tabel 17: Potensi Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2012 (Miliar Rupiah)

NoLapangan Usaha Total

Penge-luaran

BasisPPN

ProyeksiPene-rimaanPPN

BasisPPnBM

ProyeksiPene-rimaanPPnBM

ProyeksiPene-rimaanPPN &PPnBM

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Konsumsi Akhir Rumah Tangga 4.496.373 2.127.210 212.721 292.724 21.626 234.3472 Pengeluaran Usaha (PMTB dan Input Antara) 11.580.616 3.737.249 373.725 0 0 373.7253 Pengeluaran Pemerintah 557.164 281.992 28.199 0 0 28.199

TOTAL 16.634.153 6.146.450 614.645 292.724 21.626 636.271Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Tabel 18: Proyeksi Penerimaan PPN dan PPnBM dan Tingkat Kepatuhan PPN dan PPnBM Tahun 2012

NoLapangan Usaha Proyeksi

Peneri-maanPPN

RealisasiPeneri-maanPPN

EstimasiTingkatKepa-tuhanPPN

ProyeksiPeneri-maanPP-nBM

RealisasiPeneri-maanPP-nBM

EstimasiTingkatKepa-tuhanPP-nBM

(1) (2) (3) (4) (5)- (6) (7) (8)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 186 - 0%2 Pertambangan Minyak dan Gas 4 - 0%3 Pertambangan Bukan Gas - - 0%4 Penggalian - - 0%5 Industri Pengolahan 270.010 159.095 59% 16.405 14.698 90%6 Listrik, Gas dan Air Bersih 2.789 1.212 43% - 0%7 Konstruksi 162.973 25.944 16% - 0%8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 64.614 67.279 104% 5.221 4.899 94%9 Pengangkutan dan Komunikasi 33.497 20.491 61% - 0%10 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 26.973 10.258 38% - 0%11 Jasa-Jasa dan Lainnya 53.599 33.698 63% - 0%

TOTAL 614.645 317.977 52% 21.626 19.597 91%Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 34: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...34

Tab

el

19:

Pot

ensi

Pen

erim

aan

PP

Nd

an

PP

nB

MT

ahu

n2013

(Mil

iar

Ru

pia

h)

-B

agia

n1

Proporsi

Pro

ject-

Tin

gkat

Kepatuhan

Pro

jected

Penerim

aan

Kena

PK

PK

ena

Pro

ject-

edPe-

(BASE)

(Adju

st-

PPn-

PPn-

PPN

Paja

kdiba-

Paja

ked

Pe-

Faktor

neri-

ed)

Pro

ject-

BM

-BM

dan

Total

wah

Efe

k-

Tarif

neri-

Kon-

maan

edPe-

Basis

100%

PPn-

No

Lapangan

Penge-

thres-

tif

Basis

PPN/

maan

versi

PPN-

neri-

PPn-

Comply

BM

Usaha

luaran

hold

PPN

PPn-

PPN-

Sup-

100%

maan

BM

BM

100%

plier

Comply-

PPN

Comply

Adju

sted

Compli-

ance

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(1)

(2)

(3)

(4A)

(4B)

(4C)

(5)=

(6)

(7)=

(8)

(9)

(10)

(10A)

(11)=

(12)

(13)=

(14)=

(15)=

(3)*

(5)*(6)

(9)*

(12)*

(13)*

(11)+

(4C)

(10A)

(6)

(10A)

(14)

TO

TAL

18.4

12.3

81

 600M

6.8

97.1

15

10%

689.7

12

N/A

689.7

12

0%

360.2

16

335.7

05

24.7

97

20.6

77

380.8

93

1Consu

mer

5.0

71.0

94

2.3

84.0

25

238.4

03

N/A

238.4

03

142.3

88

335.7

05

24.7

97

20.6

77

163.0

65

2Business

12.6

22.9

95

4.0

37.2

37

403.7

24

232.1

72

403.7

24

172.6

22

172.6

22

3Government

718.2

93

475.8

53

47.5

85

N/A

47.5

85

45.2

06

45.2

06

KO

NSUM

SIAK

HIR

RUM

AH

TANG

GA

1Padi

00,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

02

Tanam

an

13.0

37

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0K

acang-

Kacangan

3Jagung

61.3

68

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

04

Tanam

an

30.6

82

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Um

bi-Um

bi-

0an

05

Sayur-S

ayur-

216.1

42

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0an

dan

Bu-

ah

Buahan

6Tanam

an

1.1

22

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Bahan

Ma-

kanan

Lain

nya

7K

aret

00,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

08

Tebu

90

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

09

Kela

pa

11.1

18

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

010

Kela

pa

Sawit

00,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

011

Tem

bakau

1.0

21

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

012

Kopi

929

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

013

Teh

190

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

014

Cengkeh

30,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

015

Hasil

Tanam

-0

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0an

Serat

16

Tanam

an

1.7

25

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Perkebunan

Lain

nya

17

Tanam

an

3.5

65

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Lain

nya

18

Peternakan

39.0

99

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

019

Pem

otongan

89.5

30

0,0

00,1

40,0

00

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Hewan

20

Unggas

dan

105.7

33

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Hasil-H

asil-

nya

21

Kayu

2.4

64

0,0

00,8

80,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

022

Hasil

Hutan

3.9

54

0,0

00,8

80.0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Lain

nya

23

Perik

anan

205.0

51

0,0

00,8

80.0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

024

Penam

bangan

00,0

00,2

00,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Batubara

dan

Bijih

Logam

25

Penam

bangan

00,0

00,0

00,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0M

inyak,G

as,

dan

Panas

Bum

i26

Penam

bangan

2.0

73

0,0

00,1

20,0

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0dan

Pengga-

lian

Lain

nya

27

IndustriPeng-

164.8

74

1,0

00,1

40,8

6141.7

15

10%

14.1

71

N/A

14.1

71

59%

59%

8.3

61

00

08.3

61

ola

han

dan

Pengawetan

Makanan

28

Industri

51.0

95

1,0

00,1

40,8

643.9

18

10%

4.3

92

N/A

4.3

92

59%

59%

2.5

91

00

02.5

91

Min

yak

dan

Lem

ak

29

Industri

331.4

03

0,0

00,1

40,0

00

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Penggilin

gan

Padi

30

Industri

110.2

17

1,0

00,1

40,8

694.7

35

10%

9.4

73

N/A

9.4

73

59%

59%

5.5

89

00

05.5

89

Tepung,

Segala

Jenis

31

IndustriG

ula

26.5

83

1,0

00,1

40,8

622.8

49

10%

2.2

85

N/A

2.2

85

59%

59%

1.3

48

00

01.3

48

bersa

mbung...

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 35: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 35

Tab

el

20:

Pot

ensi

Pen

erim

aan

PP

Nd

an

PP

nB

MT

ahu

n2013

(Mil

iar

Ru

pia

h)

-B

agia

n2

Proporsi

Pro

ject-

Tin

gkat

Kepatuhan

Pro

jected

Penerim

aan

Kena

PK

PK

ena

Pro

ject-

edPe-

(BASE)

(Adju

st-

PPn-

PPn-

PPN

Paja

kdiba-

Paja

ked

Pe-

Faktor

neri-

ed)

Pro

ject-

BM

-BM

dan

Total

wah

Efe

k-

Tarif

neri-

Kon-

maan

edPe-

Basis

100%

PPn-

No

Lapangan

Penge-

thres-

tif

Basis

PPN/

maan

versi

PPN-

neri-

PPn-

Comply

BM

Usaha

luaran

hold

PPN

PPn-

PPN-

Sup-

100%

maan

BM

BM

100%

plier

Comply-

PPN

Comply

Adju

sted

Compli-

ance

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(1)

(2)

(3)

(4A)

(4B)

(4C)

(5)=

(6)

(7)=

(8)

(9)

(10)

(10A)

(11)=

(12)

(13)=

(14)=

(15)=

(3)*

(5)*(6)

(9)*

(12)*

(13)*

(11)+

(4C)

(10A)

(6)

(10A)

(14)

32

IndustriM

akan-

155.0

14

1,0

00,1

40,8

6133.2

39

10%

13.3

24

N/A

13.3

24

59%

59%

7.8

61

00

07.8

61

an

Lain

nya

33

IndustriM

inum

an

25.3

03

1,0

00,1

40,8

621.7

49

10%

2.1

75

N/A

2.1

75

59%

59%

1.2

83

00

01.2

83

34

IndustriRokok

172.0

30

1,0

00,1

40,8

6147.8

65

10%

14.7

87

N/A

14.7

87

59%

59%

8.7

24

00

08.7

24

35

Industri

615

1,0

00,1

40,8

6529

10%

53

N/A

53

59%

59%

31

00

031

Pem

intala

n36

IndustriTekstil,

139.3

18

1,0

00,1

40,8

6119.7

49

10%

11.9

75

N/A

11.9

75

59%

59%

7.0

65

00

07.0

65

Pakaia

ndan

Kulit

37

IndustriBam

bu,

37.2

46

1,0

00,1

40,8

632.0

14

10%

3.2

01

N/A

3.2

01

59%

59%

1.8

89

00

01.8

89

Kayu

dan

Rotan

38

IndustriK

ertas,

25.2

78

1,0

00,1

40,8

621.7

27

10%

2.1

73

N/A

2.1

73

59%

59%

1.2

82

00

01.2

82

Barang

dari

Kertas

dan

Karton

39

IndustriPupuk

8.2

48

1,0

00,1

40,8

67.0

89

10%

709

N/A

709

59%

59%

418

00

0418

dan

Pestisid

a40

IndustriK

imia

105.6

65

1,0

00,1

40,8

690.8

22

10%

9.0

82

N/A

9.0

82

59%

59%

5.3

59

00

05.3

59

41

Pengilangan

93.0

79

1,0

00,1

40,8

680.0

04

10%

8N/A

859%

59%

4.7

20

00

04.7

20

Min

yak

Bum

i42

IndustriBarang

85.3

05

1,0

00,1

40,8

673.3

23

10%

7.3

32

N/A

7.3

32

59%

59%

4.3

26

00

04.3

26

Karet

dan

Pla

stik

43

IndustriBarang-B

a-

9.4

90

1,0

00,1

40,8

68.1

57

10%

816

N/A

816

59%

59%

481

00

0481

rang

dariM

ineral

Bukan

Logam

44

IndustriSem

en

01,0

00,1

40,8

60

10%

0N/A

059%

59%

00

00

045

IndustriD

asar

01,0

00,1

40,8

60

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Besidan

Baja

46

IndustriLogam

01,0

00,1

40,8

60

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0D

asar

Bukan

Besi

47

IndustriBarang

23.4

45

1,0

00,1

40,8

620.1

51

10%

2.0

15

N/A

2.0

15

59%

59%

1.1

89

00

01.1

89

dariLogam

48

IndustriM

esin

,192.6

53

1,0

00,1

40,8

6165.5

91

10%

16.5

59

N/A

16.5

59

59%

59%

9.7

70

00

09.7

70

Ala

t-A

lat

dan

Perle

ngkapan

Listrik

Sale

sTax**

@0%

0,3

3N/A

0,3

3N/A

0%

N/A

082%

82%

062.6

12

00

0Sale

sTax**

@10%

0,2

0N/A

0,2

0N/A

10%

N/A

082%

82%

037.5

67

3.7

57

3.0

96

3.0

96

Sale

sTax**

@20%

0,1

3N/A

0,1

3N/A

20%

N/A

082%

82%

025.0

45

5.0

09

4.1

28

4.1

28

Sale

sTax**

@30%

0,1

0N/A

0,0

0N/A

30%

N/A

082%

82%

00

00

0Sale

sTax**

@40%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

40%

N/A

082%

82%

00

00

0Sale

sTax**

@50%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

50%

N/A

082%

82%

00

00

0Sale

sTax**

@60%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

60%

N/A

082%

82%

00

00

0Sale

sTax**

@75%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

75%

N/A

082%

82%

00

00

049

IndustriAla

t160.6

58

1,0

00,1

40,8

6138.0

91

10%

13.8

09

N/A

13.8

09

59%

59%

8.1

47

00

08.1

47

Pengangkutan

dan

Perbaik

annya

Sale

sTax**

@0%

0,6

5N/A

0,6

5N/A

0%

N/A

082%

82%

0103.6

94

00

0Sale

sTax**

@10%

0,2

1N/A

0,2

1N/A

10%

N/A

082%

82%

034.1

68

3.4

17

2.8

16

2.8

16

Sale

sTax**

@20%

0,0

9N/A

0,0

9N/A

20%

N/A

082%

82%

015.2

06

3.0

41

2.5

06

2.5

06

Sale

sTax**

@30%

0,0

1N/A

0,0

1N/A

30%

N/A

082%

82%

01.3

49

405

334

334

Sale

sTax**

@40%

0,0

2N/A

0,0

2N/A

40%

N/A

082%

82%

03.2

65

1.3

06

1.0

76

1.0

76

Sale

sTax**

@50%

0,0

1N/A

0,0

1N/A

50%

N/A

082%

82%

0960

480

395

395

Sale

sTax**

@60%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

60%

N/A

082%

82%

0716

429

354

354

Sale

sTax**

@75%

0,0

1N/A

0,0

1N/A

75%

N/A

082%

82%

01.3

00

975

803

803

50

IndustriBarang

17.2

06

1,0

00,1

40,8

614.7

89

10%

1.4

79

N/A

1.4

79

59%

59%

873

00

0873

Lain

nya

51

Listrik

,G

as

57.2

22

0,2

60,0

10,2

614.8

78

10%

1.4

88

N/A

1.4

88

55%

55%

818

00

0818

dan

Air

Bersih

52

Konstruksi

00,0

00,1

20,0

00

10%

0N/A

021%

21%

00

00

053

Perdagangan

622.7

84

1,0

00,2

90,7

1440.0

01

10%

44

N/A

44

74%

74%

32.5

60

00

032.5

60

Sale

sTax**

@0%

0,0

1N/A

0,0

1N/A

0%

N/A

086%

86%

04.9

82

00

0Sale

sTax**

@10%

0,0

5N/A

0,0

5N/A

10%

N/A

086%

86%

029.8

94

2.9

89

2.5

85

2.5

85

Sale

sTax**

@20%

0,0

2N/A

0,0

2N/A

20%

N/A

086%

86%

014.9

47

2.9

89

2.5

85

2.5

85

Sale

sTax**

@30%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

30%

N/A

086%

86%

00

00

0Sale

sTax**

@40%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

40%

N/A

086%

86%

00

00

0Sale

sTax**

@50%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

50%

N/A

086%

86%

00

00

0be

rsa

mbung...

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 36: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...36

Tab

el

21:

Pot

ensi

Pen

erim

aan

PP

Nd

an

PP

nB

MT

ahu

n2013

(Mil

iar

Ru

pia

h)

-B

agia

n3

Proporsi

Pro

ject-

Tin

gkat

Kepatuhan

Pro

jected

Penerim

aan

Kena

PK

PK

ena

Pro

ject-

edPe-

(BASE)

(Adju

st-

PPn-

PPn-

PPN

Paja

kdiba-

Paja

ked

Pe-

Faktor

neri-

ed)

Pro

ject-

BM

-BM

dan

Total

wah

Efe

k-

Tarif

neri-

Kon-

maan

edPe-

Basis

100%

PPn-

No

Lapangan

Penge-

thres-

tif

Basis

PPN/

maan

versi

PPN-

neri-

PPn-

Comply

BM

Usaha

luaran

hold

PPN

PPn-

PPN-

Sup-

100%

maan

BM

BM

100%

plier

Comply-

PPN

Comply

Adju

sted

Compli-

ance

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(1)

(2)

(3)

(4A)

(4B)

(4C)

(5)=

(6)

(7)=

(8)

(9)

(10)

(10A)

(11)=

(12)

(13)=

(14)=

(15)=

(3)*

(5)*(6)

(9)*

(12)*

(13)*

(11)+

(4C)

(10A)

(6)

(10A)

(14)

Sale

sTax**

@60

0,0

0N/A

0,0

0N/A

60

N/A

086%

86%

00

00

0Sale

sTax**

@75%

0,0

0N/A

0,0

0N/A

75%

N/A

086%

86%

00

00

054

Hoteldan

378.8

73

0,0

00,2

90,0

00

10%

0N/A

074%

74%

00

00

0Restaurant

55

Angkutan

5.4

00

0,0

00,0

00,0

00

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0K

ereta

Api

56

Angkutan

Darat

161.7

40

0,0

00,2

10,0

00

10%

0N/A

059%

59%

00

00

057

Angkutan

Air

26.9

11

0,0

00,2

10,0

00

10%

0N/A

059%

59%

00

00

058

Angkutan

Udara

161.7

83

0,7

50,0

00,7

5121.3

38

10%

12.1

34

N/A

12.1

34

59%

59%

7.1

59

00

07.1

59

59

Jasa

Penunja

ng

13.5

18

1,0

00,2

10,7

910.6

45

10%

1.0

64

N/A

1.0

64

59%

59%

628

00

0628

Angkutan

60

Kom

unik

asi

172.8

24

1,0

00,2

10,7

9136.0

89

10%

13.6

09

N/A

13.6

09

59%

59%

8.0

29

00

08.0

29

61

Lem

baga

Keuangan

89.5

51

0,0

00,1

30,0

00

10%

0N/A

042%

42%

00

00

0K

euangan

62

Usaha

Real

158.9

43

1,0

00,1

30,8

7138.0

47

10%

13.8

05

N/A

13.8

05

42%

42%

5.7

98

00

05.7

98

Estat

dan

Jasa

Perusahaan

63

Pem

erin

tahan

25.5

98

0,0

00,3

30,0

00

10%

0N/A

042%

42%

00

00

0Um

um

dan

Pertahanan

64

Jasa

Sosia

l254.8

42

0,0

00,3

30,0

00

10%

0N/A

042%

42%

00

00

0K

em

asyarakatan

65

Jasa

Lain

nya

213.1

12

1,0

00,3

30,6

7142.0

09

10%

14.2

01

N/A

14.2

01

42%

42%

5.9

64

00

05.9

64

66

Kegia

tan

yang

4.3

71

1,0

00,3

30,6

72.9

12

10%

291

N/A

291

42%

42%

122

00

0122

Tak

Jela

sBatasannya

PENG

ELUARAN

USAHA

PM

TB

1Padi

00,4

3N/A

0,4

30

10%

0N/A

00%

0%

00

00

02

Tanam

an

00,3

7N/A

0,3

70

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0K

acang-K

acangan

3Jagung

00,3

6N/A

0,3

60

10%

0N/A

00%

0%

00

00

04

Tanam

an

Um

bi-

00,2

8N/A

0,2

80

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Um

bia

n5

Sayur-S

ayuran

90,4

1N/A

0,4

14

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0dan

Buah-B

uahan

6Tanam

an

Bahan

00,7

1N/A

0.7

10

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0M

akanan

Lain

nya

7K

aret

350

0,4

7N/A

0,4

7166

10%

17

N/A

17

0%

0%

00

00

08

Tebu

00,5

8N/A

0,5

80

10%

0N/A

00%

0%

00

00

09

Kela

pa

399

0,5

7N/A

0,5

7228

10%

23

N/A

23

0%

0%

00

00

010

Kela

pa

Sawit

1.1

29

0,5

1N/A

0,5

1577

10%

58

N/A

58

0%

0%

00

00

011

Tem

bakau

00,6

8N/A

0,6

80

10%

0N/A

00%

0%

00

00

012

Kopi

311

0,5

5N/A

0,5

5171

10%

17

N/A

17

0%

0%

00

00

013

Teh

20

0,6

8N/A

0,6

814

10%

1N/A

10%

0%

00

00

014

Cengkeh

69

0,7

1N/A

0,7

149

10%

5N/A

50%

0%

00

00

015

Hasil

Tanam

an

00,6

4N/A

0,6

40

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Serat

16

Tanam

an

104

0,6

3N/A

0,6

365

10%

7N/A

70%

0%

00

00

0Perkebunan

Lain

nya

17

Tanam

an

00,4

0N/A

0,4

00

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Lain

nya

18

Peternakan

1.4

55

0,5

3N/A

0,5

3767

10%

77

N/A

77

0%

0%

00

00

019

Pem

otongan

00,0

9N/A

0,0

90

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Hewan

20

Unggas

dan

00,7

5N/A

0,7

50

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Hasil-H

asilnya

21

Kayu

00,4

7N/A

0,4

70

10%

0N/A

00%

0%

00

00

022

Hasil

Hutan

00,5

1N/A

0,5

10

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Lain

nya

23

Perik

anan

00,4

2N/A

0,4

20

10%

0N/A

00%

0%

00

00

024

Penam

bangan

00,3

7N/A

0,3

70

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Batubara

dan

Bijih

Logam

25

Penam

bangan

1.3

96

0,0

3N/A

0,0

343

10%

4N/A

40%

0%

00

00

0M

inyak,G

as

dan

Panas

Bum

i26

Penam

bangan

dan

00,6

1N/A

0,6

10

10%

0N/A

00%

0%

00

00

0Penggalian

Lain

nya

bersa

mbung...

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 37: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 37

Tab

el

22:

Pot

ensi

Pen

erim

aan

PP

Nd

an

PP

nB

MT

ahu

n2013

(Mil

iar

Ru

pia

h)

-B

agia

n4

Proporsi

Pro

ject-

Tin

gkat

Kepatuhan

Pro

jected

Penerim

aan

Kena

PK

PK

ena

Pro

ject-

edPe-

(BASE)

(Adju

st-

PPn-

PPn-

PPN

Paja

kdiba-

Paja

ked

Pe-

Faktor

neri-

ed)

Pro

ject-

BM

-BM

dan

Total

wah

Efe

k-

Tarif

neri-

Kon-

maan

edPe-

Basis

100%

PPn-

No

Lapangan

Penge-

thres-

tif

Basis

PPN/

maan

versi

PPN-

neri-

PPn-

Comply

BM

Usaha

luaran

hold

PPN

PPn-

PPN-

Sup-

100%

maan

BM

BM

100%

plier

Comply-

PPN

Comply

Adju

sted

Compli-

ance

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(1)

(2)

(3)

(4A)

(4B)

(4C)

(5)=

(6)

(7)=

(8)

(9)

(10)

(10A)

(11)=

(12)

(13)=

(14)=

(15)=

(3)*

(5)*(6)

(9)*

(12)*

(13)*

(11)+

(4C)

(10A)

(6)

(10A)

(14)

27

IndustriPengola

h-

00,0

4N/A

0,0

40

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0an

dan

Pengawet-

an

Makanan

28

IndustriM

inyak

00,0

5N/A

0,0

50

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0dan

Lem

ak

29

IndustriPenggi-

00,0

4N/A

0,0

40

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0lingan

Padi

30

IndustriTepung,

00,0

6N/A

0,0

60

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Segala

Jenis

31

IndustriG

ula

00,0

3N/A

0,0

30

10%

0N/A

059%

59%

00

00

032

IndustriM

akanan

00,0

5N/A

0,0

50

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Lain

nya

33

IndustriM

inum

an

00,0

7N/A

0,0

70

10%

0N/A

059%

59%

00

00

034

IndustriRokok

00,0

8N/A

0,0

80

10%

0N/A

059%

59%

00

00

035

Industri

00,0

8N/A

0,0

80

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Pem

intala

n36

IndustriTekstil,

270

0,0

9N/A

0,0

926

10%

3N/A

359%

59%

20

00

2Pakaia

ndan

Kulit

37

IndustriBam

bu,

180

0.0

8N/A

0.0

814

10%

1N/A

159%

59%

10

00

1K

ayu

dan

Rotan

38

IndustriK

ertas,

00,1

0N/A

0,1

00

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Barang

dari

Kertas

dan

Karton

39

IndustriPupuk

00,0

3N/A

0,0

30

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0dan

Pestisid

a40

IndustriK

imia

00,0

5N/A

0,0

50

10%

0N/A

059%

59%

00

00

041

Pengilangan

00,0

1N/A

0,0

10

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0M

inyak

Bum

i42

IndustriBarang

00,0

8N/A

0,0

80

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0K

aret

dan

Pla

stik

43

IndustriBarang-

133

0,0

7N/A

0,0

710

10%

1N/A

159%

59%

10

00

1Barang

dariM

ine-

ralBukan

Logam

44

IndustriSem

en

00,0

2N/A

0,0

20

10%

0N/A

059%

59%

00

00

045

IndustriD

asar

00,0

7N/A

0,0

70

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0Besidan

Baja

46

IndustriLogam

00,0

1N/A

0,0

10

10%

0N/A

059%

59%

00

00

0D

asar

Bukan

Besi

47

IndustriBarang

9.3

01

0,1

0N/A

0,1

0952

10%

95

N/A

95

59%

59%

56

00

056

dariLogam

48

IndustriM

esin

,200.9

97

0,1

1N/A

0,1

122.0

45

10%

2.2

05

N/A

2.2

05

59%

59%

1.3

01

00

01.3

01

Ala

t-A

lat

dan

Perle

ngkapan

Listrik

49

IndustriAla

t81.5

30

0,1

1N/A

0,1

19.0

14

10%

901

N/A

901

59%

59%

532

00

0532

Pengangkutan

dan

Perbaik

annya

50

IndustriBarang

4.3

83

0,0

9N/A

0,0

9379

10%

38

N/A

38

59%

59%

22

00

022

Lain

nya

51

Listrik

,G

as

00,3

6N/A

0,3

60

10%

0N/A

055%

55%

00

00

0dan

Air

Bersih

52

Konstruksi

2.4

43.1

54

0,6

8N/A

0,6

81.6

49.1

29

10%

164.9

13

N/A

164.9

13

21%

21%

34.6

32

00

034.6

32

53

Perdagangan

72.5

72

0,1

5N/A

0,1

511.2

43

10%

1.1

24

N/A

1.1

24

74%

74%

832

00

0832

54

Hoteldan

00,3

3N/A

0,3

30

10%

0N/A

074%

74%

00

00

0Restaurant

55

Angkutan

40

0,6

0N/A

0,6

024

10%

2N/A

259%

59%

10

00

1K

ereta

Api

56

Angkutan

Darat

12.4

14

0,7

1N/A

0,7

18.8

53

10%

885

N/A

885

59%

59%

522

00

0522

57

Angkutan

Air

2.4

70

0,7

3N/A

0,7

31.7

95

10%

179

N/A

179

59%

59%

106

00

0106

58

Angkutan

Udara

832

0,1

8N/A

0,1

8151

10%

15

N/A

15

59%

59%

90

00

959

Jasa

Penunja

ng

1.9

14

0,1

3N/A

0,1

3244

10%

24

N/A

24

59%

59%

14

00

014

Angkutan

60

Kom

unik

asi

00,1

3N/A

0,1

30

10%

0N/A

059%

59%

00

00

061

Lem

baga

00,2

5N/A

0,2

50

10%

0N/A

042%

42%

00

00

0K

euangan

62

Usaha

RealEstat

4.4

17

0,0

7N/A

0,0

7301

10%

30

N/A

30

42%

42%

13

00

013

dan

Jasa

Perusahaan

bersa

mbung...

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 38: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...38

Tab

el

23:

Pot

ensi

Pen

erim

aan

PP

Nd

an

PP

nB

MT

ahu

n2013

(Mil

iar

Ru

pia

h)

-B

agia

n5

Proporsi

Pro

ject-

Tin

gkat

Kepatuhan

Pro

jected

Penerim

aan

Kena

PK

PK

ena

Pro

ject-

edPe-

(BASE)

(Adju

st-

PPn-

PPn-

PPN

Paja

kdiba-

Paja

ked

Pe-

Faktor

neri-

ed)

Pro

ject-

BM

-BM

dan

Total

wah

Efe

k-

Tarif

neri-

Kon-

maan

edPe-

Basis

100%

PPn-

No

Lapangan

Penge-

thres-

tif

Basis

PPN/

maan

versi

PPN-

neri-

PPn-

Comply

BM

Usaha

luaran

hold

PPN

PPn-

PPN-

Sup-

100%

maan

BM

BM

100%

plier

Comply-

PPN

Comply

Adju

sted

Compli-

ance

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(1)

(2)

(3)

(4A)

(4B)

(4C)

(5)=

(6)

(7)=

(8)

(9)

(10)

(10A)

(11)=

(12)

(13)=

(14)=

(15)=

(3)*

(5)*(6)

(9)*

(12)*

(13)*

(11)+

(4C)

(10A)

(6)

(10A)

(14)

63

Pem

erin

tahan

Um

um

00,5

1N/A

0,5

10

10%

0N/A

042%

42%

00

00

0dan

Pertahanan

64

Jasa

Sosia

l0

0,4

6N/A

0,4

60

10%

0N/A

042%

42%

00

00

0K

em

asyarakatan

65

Jasa

Lain

nya

36.4

06

0,2

5N/A

0,2

59.2

56

10%

926

N/A

926

42%

42%

389

00

0389

66

Kegia

tan

yang

Tak

00,1

7N/A

0,1

70

10%

0N/A

042%

42%

00

00

0Jela

sBatasannya

INPUT

ANTARA

1Padi

77.0

22

0,4

3N/A

0,4

332.7

97

10%

3.2

80

0,0

0%

00%

0%

00

00

02

Tanam

an

Kacang-

5.3

35

0,3

7N/A

0,3

71.9

63

10%

196

0,0

0%

00%

0%

00

00

0K

acangan

3Jagung

31.6

22

0,3

6N/A

0,3

611.3

39

10%

1.1

34

0,0

0%

00%

0%

00

00

04

Tanam

an

Um

bi-

6.8

32

0,2

8N/A

0,2

81.9

42

10%

194

0,0

0%

00%

0%

00

00

0Um

bia

n5

Sayur-S

ayuran

dan

40.0

16

0,4

1N/A

0,4

116.3

75

10%

1.6

37

0,0

0%

00%

0%

00

00

0Buah-B

uahan

6Tanam

an

Bahan

484

0,7

1N/A

0,7

1343

10%

34

0,0

0%

00%

0%

00

00

0M

akanan

Lain

nya

7K

aret

20.4

02

0,4

7N/A

0,4

79.6

78

10%

968

0,0

0%

00%

0%

00

00

08

Tebu

5.3

21

0,5

8N/A

0,5

83.0

86

10%

309

0,0

0%

00%

0%

00

00

09

Kela

pa

8.2

40

0,5

7N/A

0,5

74.7

16

10%

472

0,0

0%

00%

0%

00

00

010

Kela

pa

Sawit

57.0

10

0,5

1N/A

0,5

129.1

38

10%

2.9

14

0,0

0%

00%

0%

00

00

011

Tem

bakau

3.5

08

0,6

8N/A

0,6

82.3

85

10%

239

0,0

0%

00%

0%

00

00

012

Kopi

6.7

99

0,5

5N/A

0,5

53.7

37

10%

374

0,0

0%

00%

0%

00

00

013

Teh

262

0,6

8N/A

0,6

8178

10%

18

0,0

0%

00%

0%

00

00

014

Cengkeh

860

0,7

1N/A

0,7

1610

10%

61

0,0

0%

00%

0%

00

00

015

Hasil

Tanam

an

185

0,6

4N/A

0,6

4119

10%

12

0,0

0%

00%

0%

00

00

0Serat

16

Tanam

an

Perkebunan

10.0

91

0,6

3N/A

0,6

36.3

08

10%

631

0,0

0%

00%

0%

00

00

0Lain

nya

17

Tanam

an

Lain

nya

9.4

49

0,4

0N/A

0,4

03.7

45

10%

375

0,0

0%

00%

0%

00

00

018

Peternakan

53.1

09

0,5

3N/A

0,5

328.0

07

10%

2.8

01

0,0

0%

00%

0%

00

00

019

Pem

otongan

Hewan

97.1

14

0,0

9N/A

0,0

98.7

75

10%

877

0,0

0%

059%

59%

00

00

020

Unggas

dan

118.2

10

0,7

5N/A

0,7

589.0

49

10%

8.9

05

0,0

0%

00%

0%

00

00

0Hasil-H

asilnya

21

Kayu

14.2

29

0,4

7N/A

0,4

76.7

19

10%

672

0,0

0%

00%

0%

00

00

022

Hasil

Hutan

2.9

20

0,5

1N/A

0,5

11.4

81

10%

148

0,0

0%

00%

0%

00

00

0Lain

nya

23

Perik

anan

102.9

43

0,4

2N/A

0,4

242.7

89

10%

4.2

79

0,0

0%

00%

0%

00

00

024

Penam

bangan

164.7

49

0,3

7N/A

0,3

760.1

60

10%

6.0

16

0,0

0%

00%

0%

00

00

0Batubara

dan

Bijih

Logam

25

Penam

bangan

80.3

98

0,0

3N/A

0,0

32.4

83

10%

248

0,0

0%

00%

0%

00

00

0M

inyak,G

as

dan

Panas

Bum

i26

Penam

bangan

42.7

47

0,6

1N/A

0,6

126.1

83

10%

2.6

18

0,0

0%

00%

0%

00

00

0dan

Penggalian

Lain

nya

27

IndustriPengo-

180.2

84

0,0

4N/A

0,0

47.4

71

10%

747

1,3

8%

3.2

07

59%

59%

1.8

92

00

01.8

92

lahan

dan

Pengawet-

an

Makanan

28

IndustriM

inyak

247.8

30

0,0

5N/A

0,0

511.5

33

10%

1.1

53

0,8

5%

1.9

63

59%

59%

1.1

58

00

01.1

58

dan

Lem

ak

29

IndustriPenggi-

359.4

12

0,0

4N/A

0,0

414.9

38

10%

1.4

94

0,0

0%

059%

59%

00

00

0lingan

Padi

30

IndustriTepung,

142.1

21

0,0

6N/A

0,0

68

10%

800

0,7

8%

1.8

20

59%

59%

1.0

74

00

01.0

74

Segala

Jenis

31

IndustriG

ula

32.8

59

0,0

3N/A

0,0

31.1

45

10%

114

0,2

7%

634

59%

59%

374

00

0374

32

IndustriM

akanan

225.6

93

0,0

5N/A

0,0

512.3

64

10%

1.2

36

5,3

2%

12.3

63

59%

59%

7.2

94

00

07.2

94

Lain

nya

33

IndustriM

inum

an

21.6

68

0,0

7N/A

0,0

71.5

52

10%

155

0,1

8%

410

59%

59%

242

00

0242

34

IndustriRokok

86.9

30

0,0

8N/A

0,0

87.0

93

10%

709

0,3

6%

826

59%

59%

487

00

0487

35

IndustriPem

intala

n44.6

83

0,0

8N/A

0,0

83.5

32

10%

353

0,2

4%

561

59%

59%

331

00

0331

36

IndustriTekstil,

257.3

98

0,0

9N/A

0,0

924.4

03

10%

2.4

40

1,2

3%

2.8

59

59%

59%

1.6

87

00

01.6

87

Pakaia

ndan

Kulit

37

IndustriBam

bu,

130.6

56

0,0

8N/A

0,0

89.9

09

10%

991

2,8

9%

6.7

04

59%

59%

3.9

56

00

03.9

56

Kayu

dan

Rotan

38

IndustriK

ertas,

130.7

96

0,1

0N/A

0,1

013.0

19

10%

1.3

02

3,0

4%

7.0

61

59%

59%

4.1

66

00

04.1

66

Barang

dariK

er-

tas

dan

Karton

bersa

mbung...

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 39: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Sugana, R. & Hidayat, A. 39T

ab

el

24:

Pot

ensi

Pen

erim

aan

PP

Nd

an

PP

nB

MT

ahu

n2013

(Mil

iar

Ru

pia

h)

-B

agia

n6

Proporsi

Pro

ject-

Tin

gkat

Kepatuhan

Pro

jected

Penerim

aan

Kena

PK

PK

ena

Pro

ject-

edPe-

(BASE)

(Adju

st-

PPn-

PPn-

PPN

Paja

kdiba-

Paja

ked

Pe-

Faktor

neri-

ed)

Pro

ject-

BM

-BM

dan

Total

wah

Efe

k-

Tarif

neri-

Kon-

maan

edPe-

Basis

100%

PPn-

No

Lapangan

Penge-

thres-

tif

Basis

PPN/

maan

versi

PPN-

neri-

PPn-

Comply

BM

Usaha

luaran

hold

PPN

PPn-

PPN-

Sup-

100%

maan

BM

BM

100%

plier

Comply-

PPN

Comply

Adju

sted

Compli-

ance

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(M

ilia

r)

(1)

(2)

(3)

(4A)

(4B)

(4C)

(5)=

(6)

(7)=

(8)

(9)

(10)

(10A)

(11)=

(12)

(13)=

(14)=

(15)=

(3)*

(5)*(6)

(9)*

(12)*

(13)*

(11)+

(4C)

(10A)

(6)

(10A)

(14)

39

IndustriPupuk

49.1

19

0,0

3N/A

0,0

31.2

89

10%

129

4,1

2%

9.5

67

59%

59%

5.6

44

00

05.6

44

dan

Pestisid

a40

IndustriK

imia

301.9

48

0,0

5N/A

0,0

516.2

60

10%

1.6

26

5,9

3%

13.7

68

59%

59%

8.1

23

00

08.1

23

41

Pengilangan

191.2

18

0,0

1N/A

0,0

11.2

21

10%

122

14,1

3%

32.8

00

59%

59%

19.3

52

00

019.3

52

Min

yak

Bum

i42

IndustriBarang

250.6

84

0,0

8N/A

0,0

821.1

27

10%

2.1

13

2,7

8%

6.4

45

59%

59%

3.8

02

00

03.8

02

Karet

dan

Pla

stik

43

IndustriBarang-B

a-

42.3

56

0,0

7N/A

0,0

73.1

53

10%

315

1,7

0%

3.9

39

59%

59%

2.3

24

00

02.3

24

rang

dariM

ineral

Bukan

Logam

44

IndustriSem

en

34.2

39

0,0

2N/A

0,0

2753

10%

75

1,5

3%

3.5

45

59%

59%

2.0

92

00

02.0

92

45

IndustriD

asar

48.1

45

0,0

7N/A

0,0

73.3

21

10%

332

3,2

3%

7.5

10

59%

59%

4.4

31

00

04.4

31

Besidan

Baja

46

IndustriLogam

61.6

72

0,0

1N/A

0,0

1910

10%

91

0,4

5%

1.0

43

59%

59%

615

00

0615

Dasar

Bukan

Besi

47

IndustriBarang

147.2

03

0,1

0N/A

0,1

015.0

63

10%

1.5

06

7,6

6%

17.7

84

59%

59%

10.4

93

00

010.4

93

dariLogam

48

IndustriM

esin

,546.7

60

0,1

1N/A

0,1

159.9

68

10%

5.9

97

6,2

1%

14.4

13

59%

59%

8.5

04

00

08.5

04

Ala

t-A

lat

dan

Perle

ngkapan

Listrik

49

IndustriAla

t243.7

17

0,1

1N/A

0,1

126.9

47

10%

2.6

95

2,9

6%

6.8

83

59%

59%

4.0

61

00

04.0

61

Pengangkutan

dan

Perbaik

annya

50

IndustriBarang

26.6

47

0,0

9N/A

0,0

92.3

02

10%

230

0,4

3%

991

59%

59%

585

00

0585

Lain

nya

51

Listrik

,G

as

dan

134.4

58

0,3

6N/A

0,3

648.0

42

10%

4.8

04

0,6

8%

1.5

71

55%

55%

864

00

0864

Air

Bersih

52

Konstruksi

1.7

12.7

42

0,3

7N/A

0,3

7636.9

92

10%

63.6

99

2,1

8%

5.0

50

21%

21%

1.0

61

00

01.0

61

53

Perdagangan

889.3

70

0,1

5N/A

0,1

5137.7

79

10%

13.7

78

12,0

3%

27.9

23

74%

74%

20.6

63

00

020.6

63

54

Hoteldan

327.8

38

0,3

3N/A

0,3

3109.3

34

10%

10.9

33

0,0

0%

074%

74%

00

00

0Restaurant

55

Angkutan

7.0

87

0,6

0N/A

0,6

04.2

86

10%

429

0,0

0%

059%

59%

00

00

0K

ereta

Api

56

Angkutan

Darat

286.1

27

0,7

1N/A

0,7

1204.0

56

10%

20.4

06

0,0

0%

059%

59%

00

00

057

Angkutan

Air

76.5

20

0,7

3N/A

0,7

355.6

03

10%

5.5

60

0,0

0%

059%

59%

00

00

058

Angkutan

Udara

196.5

47

0,1

8N/A

0,1

835.6

70

10%

3.5

67

1,1

5%

2.6

65

59%

59%

1.5

72

00

01.5

72

59

Jasa

Penunja

ng

36.3

83

0,1

3N/A

0,1

34.6

40

10%

464

1,4

2%

3.2

90

59%

59%

1.9

41

00

01.9

41

Angkutan

60

Kom

unik

asi

86.7

21

0,1

3N/A

0,1

311.0

48

10%

1.1

05

2,2

3%

5.1

79

59%

59%

3.0

56

00

03.0

56

61

Lem

baga

Keuangan

175.9

63

0,2

5N/A

0,2

543.7

45

10%

4.3

75

0,0

0%

042%

42%

00

00

062

Usaha

RealEstat

161.6

01

0,0

7N/A

0,0

711.0

25

10%

1.1

03

7,0

3%

16.3

28

42%

42%

6.8

58

00

06.8

58

dan

Jasa

Perusahaan

63

Pem

erin

tahan

248.9

14

0,5

1N/A

0,5

1126.1

78

10%

12.6

18

0,0

0%

042%

42%

00

00

0Um

um

dan

Pertahanan

64

Jasa

Sosia

l334.3

50

0,4

6N/A

0,4

6153.8

37

10%

15.3

84

0,0

0%

042%

42%

00

00

0K

em

asyarakatan

65

Jasa

Lain

nya

305.0

97

0,2

5N/A

0,2

577.5

68

10%

7.7

57

5,6

2%

13.0

40

42%

42%

5.4

77

00

05.4

77

66

Kegia

tan

yang

Tak

3.1

29

0,1

7N/A

0,1

7536

10%

54

0,0

1%

29

42%

42%

12

00

012

Jela

sBatasannya

PENG

ELUARAN

PEM

ERIN

TAH

Pem

erin

tah

Pusat

1Barang

dan

Jasa

200.7

35

0,3

00,0

00,3

060.2

21

10%

6.0

22

N/A

6.0

22

95%

95%

5.7

21

00

05.7

21

2M

odal

184.3

64

1,0

00,0

01,0

0184.3

64

10%

18.4

36

N/A

18.4

36

95%

95%

17.5

15

00

017.5

15

Pem

erin

tah

Provin

si

1Barang

dan

Jasa

48.1

49

0,3

00,0

00,3

014.4

45

10%

1.4

44

N/A

1.4

44

95%

95%

1.3

72

00

01.3

72

2M

odal

36.4

15

1,0

00,0

01,0

036.4

15

10%

3.6

41

N/A

3.6

41

95%

95%

3.4

59

00

03.4

59

Pem

erin

tah

Kabupaten/K

ota

1Barang

dan

Jasa

97.4

58

0,3

00,0

00,3

029.2

37

10%

2.9

24

N/A

2.9

24

95%

95%

2.7

78

00

02.7

78

2M

odal

151.1

71

1,0

00,0

01,0

0151.1

71

10%

15.1

17

N/A

15.1

17

95%

95%

14.3

61

00

014.3

61

Sumber:

HasilPengolahan

Penulis

Kete

rangan:*Data

pengelu

ara

npemerinta

hdiambil

dari

website

Badan

Pusa

tSta

tistik

http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=2&id_subyek=133

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Page 40: Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak

Analisis Potensi dan Kesenjangan Penerimaan Pajak...40

Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Ni-lai dan Penjualan Atas Barang Mewah dan Pa-jak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Pro-yek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah AtauDana Pinjaman Luar Negeri.

[17] Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 ten-tang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No-mor 146 Tahun 2000 Tentang Impor dan atau Pe-nyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atauPenyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibe-baskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

[18] Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 ten-tang Perubahan Keempat Atas Peraturan Peme-rintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor danatau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentuyang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pe-ngenaan Pajak Pertambahan Nilai.

[19] Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009 ten-tang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pe-nyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu kepadaPerusahaan Angkutan Udara Niaga untuk Pengo-perasian Pesawat Udara yang Melakukan Pener-bangan Luar Negeri.

[20] Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 ten-tang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cu-kai Serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengelu-aran Barang ke dan dari serta Berada di Kawas-an yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Per-dagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

[21] Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 ten-tang Barang Kena Pajak yang Tergolong MewahBerupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PajakPenjualan Atas Barang Mewah.

[22] Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2013 ten-tang Pemberian Pembebasan Pajak PertambahanNilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan Atas Barang Mewah kepada PerwakilanNegara Asing dan Badan Internasional serta Peja-batnya.

[23] Peraturan Menteri Keuangan Nomor71/PMK.03/2010 tentang Pengusaha Kena PajakBerisiko Rendah yang Diberikan PengembalianPendahuluan Kelebihan Pajak.

[24] Peraturan Menteri Keuangan Nomor70/PMK.011/2013 tentang Perubahan Keti-ga Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan AtasBarang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajakyang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.

[25] Peraturan Menteri Keuangan Nomor80/PMK.03/2012 tentang Jasa Angkutan Umumdi Darat dan Jasa Angkutan Umum di Air yangTidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

[26] Peraturan Menteri Keuangan Nomor100/PMK.03/2013 tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor76/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengajuandan Penyelesaian Permintaan Kembali Pajak Per-tambahan Nilai Barang Bawaan Orang PribadiPemegang Paspor Luar Negeri.

[27] Peraturan Menteri Keuangan Nomor120/PMK.04/2013 tentang Perubahan Keti-ga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor147/PMK.04/2011 Tentang Kawasan Berikat.

[28] Peraturan Menteri Keuangan Nomor130/PMK.011/2013 tentang PerubahanAtas Peraturan Menteri Keuangan Nomor121/PMK.011/2013 Tentang Jenis Barang KenaPajak yang Tergolong Mewah Selain KendaraanBermotor yang Dikenai Pajak Penjualan AtasBarang Mewah.

[29] Peraturan Menteri Keuangan Nomor198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Penda-huluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi WajibPajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.

[30] Peraturan Menteri Keuangan Nomor113/PMK.03/2014 tentang Perubahan Keem-pat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor36/PMK.03/2007 Tentang Batasan Rumah Seder-hana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah SusunSederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa danPelajar, serta Perumahan Lainnya, yang AtasPenyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PajakPertambahan Nilai.

[31] Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-229/PJ/2001 tentang Perlakuan Perpajakan di ka-wasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.

[32] Keputusan Menteri Keuangan Nomor388/KMK.01/1998 tentang Tata Cara Pem-bayaran Subsidi Pupuk.

[33] Keputusan Menteri Keuangan Nomor563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaha-rawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaandan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, danMelaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata CaraPemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014