30
5. ANALISIS STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI ASAL SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT (Genetic structure analysis of Southeast Sulawesi teak populations based on microsatellite markers) Abstract Using 10 microsatellite DNA loci, genetic variation was analyzed within and between teak population collected at three locations in Southeast Sulawesi was analyzed. A total of 42 alleles were detected, with six the highest number allele at AAG10 and AG16 loci. The mean value of polymorphic information content (PIC) of the 10 loci ranged from 0.442 to 0.580. While the heterozigosity H a and H e were high (for Dolok population were 0.630 and 0.645 respectively) and the value of H e was much higher than H a . Genetic differentiation F ST was 0.112 (11.2% of total genetic variation among population) and showed less deviation from Hardy-Weinberg expectation (Wright’s inbreeding coefficient F IS = 0.009). However, genetic differentiation using AMOVA showed 14% of total variation among population, the remaining 86% occured within populations. Cluster analysis calculating by Nei’s Distance showed that Dolok and Warangga population were in the same cluster. Keywords: Tectona grandis, genetic structure, microsatellite Abstrak Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman di dalam populasi dan keragaman antar populasi dari tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara. Total alel yang berhasil dideteksi adalah 42, dengan jumlah alel tertinggi sebanyak enam alel untuk lokus AAG10 dan AG16. Nilai rata-rata PIC berkisar 0.442 sampai 0.580. Nilai heterozigositas H a dan H e mempunyai nilai yang tinggi (tertinggi untuk Dolok adalah 0.630 dan 0.645) dengan nilai H e selalu lebih besar daripada H a . Nilai diferensiasi genetik F ST adalah 0.112 atau 11.2% dari total keragaman genetik di antara populasi dan memperlihatkan sedikit penyimpangan dari keseimbangan Hardy-Weinberg harapan (Wright’s inbreeding coefficient F IS =0.009). Akan tetapi diferensiasi genetik yang dihitung dengan AMOVA memperlihatkan 14% terjadi keragaman di antara populasi dan sisanya sekitar 86% terjadi dalam populasi. Analisis cluster yang dihitung menggunakan jarak genetik Nei menunjukan bahwa populasi Dolok dan Warangga berada pada satu cluster. Kata kunci: Tectona grandis, struktur genetik, mikrosatelit

Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

5. ANALISIS STRUKTUR GENETIK POPULASI JATI ASAL SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN

MARKA MIKROSATELIT (Genetic structure analysis of Southeast Sulawesi teak populations

based on microsatellite markers)

Abstract

Using 10 microsatellite DNA loci, genetic variation was analyzed within and between teak population collected at three locations in Southeast Sulawesi was analyzed. A total of 42 alleles were detected, with six the highest number allele at AAG10 and AG16 loci. The mean value of polymorphic information content (PIC) of the 10 loci ranged from 0.442 to 0.580. While the heterozigosity Ha and He were high (for Dolok population were 0.630 and 0.645 respectively) and the value of He was much higher than Ha. Genetic differentiation FST was 0.112 (11.2% of total genetic variation among population) and showed less deviation from Hardy-Weinberg expectation (Wright’s inbreeding coefficient FIS = 0.009). However, genetic differentiation using AMOVA showed 14% of total variation among population, the remaining 86% occured within populations. Cluster analysis calculating by Nei’s Distance showed that Dolok and Warangga population were in the same cluster. Keywords: Tectona grandis, genetic structure, microsatellite

Abstrak

Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman di dalam populasi dan keragaman antar populasi dari tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara. Total alel yang berhasil dideteksi adalah 42, dengan jumlah alel tertinggi sebanyak enam alel untuk lokus AAG10 dan AG16. Nilai rata-rata PIC berkisar 0.442 sampai 0.580. Nilai heterozigositas Ha dan He mempunyai nilai yang tinggi (tertinggi untuk Dolok adalah 0.630 dan 0.645) dengan nilai He selalu lebih besar daripada Ha. Nilai diferensiasi genetik FST adalah 0.112 atau 11.2% dari total keragaman genetik di antara populasi dan memperlihatkan sedikit penyimpangan dari keseimbangan Hardy-Weinberg harapan (Wright’s inbreeding coefficient FIS=0.009). Akan tetapi diferensiasi genetik yang dihitung dengan AMOVA memperlihatkan 14% terjadi keragaman di antara populasi dan sisanya sekitar 86% terjadi dalam populasi. Analisis cluster yang dihitung menggunakan jarak genetik Nei menunjukan bahwa populasi Dolok dan Warangga berada pada satu cluster. Kata kunci: Tectona grandis, struktur genetik, mikrosatelit

Page 2: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

37

Pendahuluan

Pengetahuan tentang variasi genetik dalam kaitannya dengan heterogenitas

menurut ruang dan waktu adalah sangat penting dalam permasalahan genetik

hutan. Untuk itu diperlukan cakupan yang lebih luas dari hanya sekedar

pengamatan terhadap satu tanaman tunggal dan turunannya, ke pengamatan

terhadap dinamika dari struktur genetik ditingkat kelompok individu-individu baik

yang berkerabat atau tidak (Finkeldey, 2005). Dasar pendekatan yang dilakukan

adalah populasi yaitu sekumpulan dari tanaman dari spesies yang sama dimana

setiap individu dalam kumpulan tersebut punya peluang yang sama untuk dapat

saling bertukar gamet.

Informasi genetik dari suatu organisme tidak mengalami perubahan

sepanjang hayatnya namun tidak dapat dipertahankan karena masa hidup suatu

organisme tersebut sangat terbatas. Namun demikian setiap organisme

mempunyai potensi untuk menurunkan informasi genetik yang dimilikinya

keketurunannya melalui pertukaran gamet dan ini akan menghasilkan rekombinasi

baru. Dengan demikian dinamika dari struktur genetik tidak dapat diamati

ditingkat organisme tunggal, tetapi diamati ditingkat populasi dimana setiap

anggota dari populasi tersebut saling bertukar gamet.

Dinamika struktur genetik ditentukan dari komposisi gen berupa frekuensi

alel dan frekuensi genotipe yang menyusun populasi tersebut. Penyebaran

frekuensi dari genotipe-genotipe dalam populasi disebut sebagai genotipic

structure dan penyebaran frekuensi dari alel-alel dalam satu populasi disebut

allelic structure. Struktur genetik ini bersifat dinamik yaitu dalam kondisi

kesetimbangan atau mengalami perubahan atau berevolutif bila terdapat kekuatan

yang dapat merubah kesetimbangan seperti adanya mutasi, aliran gen (migrasi),

penghanyutan genetik (genetic drift), seleksi dan model dari sistem perkawinan.

Jati (Tectona grandis Linn.f) merupakan hutan tanaman yang ditanam

dalam areal yang luas. Namun kemudian dapat menjadi hutan yang terpisah-pisah

(forest fragmentation) misal akibat adanya penebangan liar serta alih fungsi lahan

sehingga terjadi isolasi berupa jarak atau geografis yang dapat menghambat

pertukaran gamet di antara tanaman sehingga tidak terjadi aliran informasi

genetik.

Page 3: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

38

Dengan mempelajari struktur genetik suatu populasi tanaman dapat

diketahui sistem genetik yang dimiliki tanaman yang merupakan alat yang

komplek yang dipergunakan oleh suatu populasi untuk menjamin eksistensinya

secara terus menerus. Sistem genetik bersifat adaptif, menentukan organisasi dan

perpindahan informasi genetik, jenis dan jumlah kombinasi genetik yang

dihasilkan oleh suatu populasi.

Studi tentang struktur genetik suatu populasi tanaman sudah banyak

dilakukan menggunakan penanda genetik seperti yang dilakukan pada populasi

genetik kakao dan padi (Goran, 2000 dan Gao, 2002). Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mempelajari struktur genetik tiga populasi jati asal Sulawesi

Tenggara yang mempunyai level kerusakan akibat aktivitas manusia.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman

(PMB), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel daun dan benih jati

diperoleh dari hutan jati di Kabupaten Muna dan Buton, Sulawesi Tenggara.

Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Mei 2003 sampai September 2006.

Bahan Tanaman

Material tanaman jati berupa daun diperoleh dari dua kabupaten di

Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Muna (Dolok dan Warangga) dan Kabupaten

Buton (Sampolawa), yaitu lokasi-lokasi yang mempunyai level kerusakan akibat

adanya aktivitas manusia, untuk masing-masing lokasi diambil secara sensus

dalam suatu areal (tidak dilakukan pengacakan) sebanyak 100 individual tanaman,

kemudian pohon yang disampel dipetakan posisi struktur spatial penyebarannya

(lihat lampiran 1 sampai 3).

Analisis Data

Struktur populasi genetik digambarkan oleh frekuensi alel dan frekuensi

genotipe yang menyusun populasi tersebut. Populasi yang setimbang akan

mempunyai frekuensi alel yang tetap dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Menurut hukum kesetimbangan Hardy-Weinberg, frekuensi genotipe suatu

Page 4: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

39

populasi berkawin acak akan dipertahankan dari satu generasi ke generasi

berikutnya, selama tidak ada kekuatan luar yang dapat merusak kesetimbangan

tersebut. Kekuatan tersebut adalah seleksi, migrasi, mutasi, dan erosi genetik

secara acak. Kemudian dilakukan pula analisis untuk melihat keragaman genetik

di dalam dan antar populasi, sebagai berikut:

Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel

Untuk populasi satu lokus dengan dua alel, misal alel A dan alel a, maka

genotipenya adalah AA, Aa dan aa. Bila hasil observasi banyaknya masing-

masing genotipe adalah NAA, NAa, dan Naa, dimana NAA + NAa + Naa = N., maka

frekuensi genotipe adalah:

RNNaapHNNAapDNNAAp

aa

Aa

AA

=========

/)(aa genotipe frekuensi/)(Aa genotipe frekuensi/)(AA genotipe frekuensi

dan frekuensi alel adalah:

HRqapHDpAp

21

21

)(a alel frekuensi)(A alel frekuensi

+===

+===

dan akan diperoleh D + H + R = 1 dan p + q = 1.

Untuk populasi satu lokus dengan k buah alel (misal alel A1, A2, A3, …

Ak) sehingga terdapat genotipe A1A1, A1A2, A1A3, … AkAk. Bila hasil observasi

banyaknya masing-masing genotipe adalah N11, N12, N13, … Nkk, dimana N11 +

N12 + N13 + … + Nkk = N, maka frekuensi genotipe masing-masing adalah:

NNAAp

NNAApNNAApNNAAp

kkkk /)(AA genotipe frekuensi

/)(AA genotipe frekuensi/)(AA genotipe frekuensi/)(AA genotipe frekuensi

kk

133131

122121

111111

==

======

dan frekuensi alel adalah:

NNNNNpAp

NNNNNpApNNNNNpAp

NNNNNpAp

kkkkkkkkk

kk

kk

kk

/))(()(A alel frekuensi

/))(()(A alel frekuensi/))(()(A alel frekuensi

/))(()(A alel frekuensi

)1(211

k

323131

33333

223121

22222

113121

11111

−++++===

++++===

++++===

++++===

Page 5: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

40

dan akan diperoleh:

1)()()()( 312111 =++++ kk AApAApAApAAp

dan

p1 + p2 + p3 + … + pk = 1.

Analisis Kesetimbangan Populasi

Kesetimbangan populasi dapat dianalisis menggunakan uji khi-kuadrat,

dimana dalam analisis akan dibandingkan apakah frekuensi genotipe hasil

pengamatan sesuai dengan frekuensi genotipe pada populasi setimbang Hardy-

Weinberg.

Misal populasi tersusun oleh satu lokus dengan dua alel yaitu A dan a,

maka pengujiannya adalah:

NqNqN

pqNpqNN

NpNpN aaAaAA

2

2

2

22 )(

2)2()( −+

−+

−=χ

Karena dalam analisis kita dua kali melakukan pendugaan, yaitu

pendugaan frekuensi alel dan pendugaan frekuensi genotipe. Jadi derajat bebas

pengujian adalah k - 2, dan dalam kasus ini k – 2 = 1. Adapun kriteria uji adalah

bila 2

,2

αχχ tabel≤ maka populasi dalam keadaan setimbang, sebaliknya bila 2

,2

αχχ tabel> maka populasi tidak setimbang.

Keragaman Genetik di Dalam Populasi

Keragaman genetik umumnya digunakan untuk mengambarkan adanya

variasi yang dijumpai dalam turunannya dan dapat diukur pada level individu,

populasi dan spesies. Misal pada lokus, maka keragaman pada level individu

dapat dilihat dengan adanya individu homozigot dan heterozigot. Pada level

populasi, keragaman disebabkan tersekatnya individu-individu dalam populasi,

sedangkan pada level spesies, keragaman disebabkan tersekatnya populasi-

populasi dari satu spesies. Keragaman ditunjukan dengan adanya polimorfism

pada lokus.

Proporsi heterozigotitas dan derajat polimorfism pada level individu,

populasi, dan spesies merupakan dua parameter yang dapat digunakan untuk

menjelaskan adanya keragaman genetik. Keragaman mengandung dua pengertian

Page 6: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

41

yaitu menyangkut kelimpahan (kekayaan) dan menyangkut bagaimana variasi

tersebut tersebar (kejadian). Dalam pengertian kekayaan berkaitan dengan

banyaknya lokus polimorfik yang muncul atau banyaknya alel pada suatu lokus.

Sendangkan dalam pengertian kejadian berkaitan dengan jumlah rata-rata alel

pada suatu lokus dalam suatu populasi atau spesies, dan digunakan untuk

mengakses keragaman.

Keragaman alelik adalah keragaman genetik yang diukur atau diduga dari

keragaman aleliknya, yaitu banyaknya alel per lokus dan banyaknya lokus

polimorfik. Adapun parameter yang dapat dihitung adalah:

Jumlah Rata-rata Alel per Lokus, A. Jumlah rata-rata alel per lokus

adalah porporsi jumlah total alel pada semua lokus terhadap jumlah lokus

monomorfik dan polimorfik, sebagai berikut:

jumlah total alel pada semua lokusjumlah lokus monomorfik dan polimorfik

A =

Persentase Lokus Polimorfik, P. Persentase lokus polimorfik adalah

proporsi jumlah lokus polimorfik terhadap jumlah lokus monomorfik dan

polimorfik, sebagai berikut:

jumlah lokus polimorfikjumlah lokus monomorfik dan polimorfik

P =

Jumlah Rata-rata Alel per Lokus Polimorfik, AP. Jumlah rata-rata alel

per lokus polimorfik adalah proporsi dari jumlah total alel pada semua lokus

terhadap jumlah lokus polimorfik, sebagai berikut:

jumlah total alel pada semua lokusjumlah lokus polimorfik

AP =

Rata-rata Heterozigot Observasi, Ho. Rata-rata heterozigot observasi

adalah rata-rata proporsi dari genotipe heterozigot aktual untuk masing-masing

lokus pada semua populasi, sebagai berikut:

1

Aa

kNN

iOH

k==∑

dimana AaN = banyaknya genotipe heterozigot; N = total semua genotipe; dan k

= banyaknya populasi

Page 7: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

42

Rata-rata Heterozigot Harapan, HE. Rata-rata heterozigot harapan

adalah rata-rata proporsi dari genotipe heterozigot harapan untuk masing-masing

lokus untuk semua populasi, sebagai berikut:

12

k

i ii

E

p qH

k==∑

Nei’s Gene Diversity Statistics. Total gene diversity, HT adalah

keragaman gen total yang didefinisikan sebagai:

2

11

k

T ii

H p=

= −∑

dimana p adalah frekuensi rata-rata alel i sampai alel k dari semua populasi yang

diamati.

Keragaman Genetik Antar Populasi

Jarak Genetik dan Kesamaan Genetik. Jarak genetik digunakan untuk

menghitung sejauh mana perbedaan secara genetik antara dua populasi. Ukuran

jarak genetik berkisar antara 0 - 1. Nilai 0 dicapai jika struktur genetik dua

populasi sama. Sebaliknya nilai jarak genetik 1 dicapai jika kedua populasi tidak

membagi tipe genetik yang sama. Jarak genetik diformulasikan sebagai berikut

1 TJ H= −

Sedangkan kesamaan genetik dari dua populasi X dan Y adalah:

XYj

X Y

JIJ J

=

Keragaman Genotipik, DG. Keragaman genotipik (Genotypic diversity)

atau Simpson’s index sering digunakan sebagai suatu ukuran keragaman, dan

mempunyai nilai maksimum mendekati 1 dan minimum 0, bila kedua sample

indentik, formulanya adalah

( 1)1

( 1)i j

G

n nD

N N−⎡ ⎤

= − ⎢ ⎥−⎣ ⎦∑

dimana ni adalah banyaknya individu dari genotipe i dalam suatu populasi

berukuran N.

Page 8: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

43

Shannon’s Index Diversity. Nilai keragaman lainnya sama seperti

Simpson’s index yaitu Shannon’s index bernilai dari 0 sampai tak terhingga,

tergantung dari banyaknya lokus yang diamati.

ln( )i iH p p= −∑

Diferensiasi Genetik. Diferensiasi genetik atau disebut juga koefisien

diferensiasi genetik merupakan parameter gen diversity yang menghitung sejauh

mana suatu populasi berbeda dengan populasi lainya. Nilainya berupa Nei’s GST,

Wright’s F-statistics

Nei’s GST. Total gene diversity (HT) dapat dipecah terutama untuk

menentukan proporsi gene diversity dari suatu spesies yang muncul di dalam

populasi (HS) dan antar populasi (DST), sebagai berikut:

T ST SH D H= +

dimana HS adalah rata-rata heterozigositas harapan dalam setiap populasi,

dihitung sebagai berikut: 2

11 i K

S iH p=

== −∑

dimana p adalah rata-rata frekuensi dari alel ke-i pada lokus ke-k dalam setiap

populasi dan nilainya dirata dari semua populasi.

Indek diversity HT, HS, dan DST dapat digunakan untuk mengukur

diferensiasi genetik (GST) atau disebut juga koefisien gen diferensiasi merupakan

parameter gen diversity yang menghitung sejauh mana suatu populasi berbeda

dengan populasi lainya, sebagai berikut:

STST

T

DGH

=

Nilai GST berkisar antara 0 dan 1. Nilai GST = 0, terjadi bila HT = HS, yang

berarti frekuensi allel untuk keseluruhan populasi adalah sama. Sebaliknya bila

GST = 1, berarti HS = 0 yang berarti tidak ada variasi di dalam populasi

Wright’s F-statistics. Menggunakan nilai-nilai dari HT, HS, dan parameter

baru turunannya, rata-rata heterozigot observasi per individu, HI, maka struktur

genetik populasi dapat dianalisis menggunakan F-statistics. Wright

mengambarkan HT, HS sebagai total heterozigot harapan dari total populasi dan

rata-rata heterozigositas harapan di dalam populasi (asumsi populasi seimbang

Page 9: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

44

Hardy-Weinberg). Definisi HT dan HS berbeda walaupun keduanya punya

sinonim dan punya dasar matematika yang sama (Lowe et al., 2004).

FST equivalent dengan GST walaupun FST dikembangkan untuk lokus yang

dialel dan untuk kasus multialelik digunakan pendekatan dari GST. Berdasarkan

keragaman dari tipe level yaitu individu, populasi dan total populasi maka

pendekatan Wright’s dibedakan untuk 3 level struktur populasi yaitu:

Koefisien Inbreeding, FIS mengambarkan perbedaan heterozygositas

pengamatan dari heterozigositas harapannya di dalam populasi panmixia:

S IIS

S

H HFH−

=

Index Fiksasi, FST menggambarkan penurunan heterozigositas di dalam

populasi relatif terhadap total populasi yang dikaitkan dengan seleksi dan

penghanyutan (drift).

T SST

T

H HFH−

=

Koefisien Inbreeding Keseluruhan, FIT mengambarkan penurunan

heterozigositas dalam individu relatif terhadap total populasi yang kawin tidak

acak di dalam populasi (FIS) dan population subdivision (FST). Relasi dari ketiga

F-statistik tersebut adalah 1 (1 )(1 )IT IS STF F F− = − −

AMOVA (Analysis of Molecular Variance). Asumsi yang mendasari

analisis ini seperti lokus saling bebas tidak terpaut, tidak ada variasi yang

disebabkan migrasi dan penghanyutan genetik. Dasar perhitungan AMOVA

adalah jarak genetik (jenis perhitungan dapat dipilih dari tipe-tipe data yang

digunakan), analisis ini dapat menghitung keragaman di dalam dan antar group

populasi. Level singnifikansi dari AMOVA dihitung dengan metode

nonparametrik permutasi data yang diset dengan 1000 permutasi (Excoffier,

1992).

Page 10: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

45

Hasil

Berikut ini disajikan contoh genotiping salah satu lokus mikrosatelit yaitu

AC01 (Gambar 5.1) dimana pada gambar tersebut terdiri atas lima alel dimana

sebagai contoh genotipe homozigot pada Gambar tersebut adalah line 01, 03

sampai 05 dengan genotipe 33 dan yang heterozigot misal line 02, 06, dan 07

dengan genotipe 23. Sedangkan genotipe lainnya dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Contoh profil pola pita lokus AC01 pada tanaman jati

Tabel 5.1 memperlihatkan hasil pengukuran terhadap parameter

variabilitas genetik populasi jati asal Sulawesi Tenggara menggunakan 10 lokus

mikrosatelit (AG04, AG16, AGT10, AC44, AC01, AG14, ATC02, AC28, AAG10,

dan CPIMS) menghasilkan total 46 alel dengan rata-rata banyaknya alel per lokus

4.03 dengan kisaran alel mulai dari tiga (AG04, AGT10 dan CPIMS) sampai enam

alel (AG16 dan AAG10).

Tingkat polimorfisme tertinggi pada lokus AG16 (0.767), rata-rata untuk

semua lokus adalah 0.522. Sedangkan informasi untuk masing-masing populasi

jati asal Buton (Sampolawa) dan asal Muna (Dolok dan Warangga) selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Page 11: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

46

Tabel 5.1. Jumlah alel dan tingkat polimorfisme 10 lokus mikrosatelit pada tanaman jati asal Sulawesi Tenggara

Sampolawa Dolok Warangga Lokus Alel PIC Alel PIC Alel PIC

AG04 3 0.341 3 0.281 4 0.572 AG16 4 0.429 6 0.767 6 0.688 AGT10 3 0.373 3 0.439 3 0.387 AC44 4 0.518 5 0.526 5 0.635 AC01 4 0.265 4 0.584 4 0.570 AG14 5 0.752 5 0.629 5 0.722 ATC02 4 0.440 4 0.596 4 0.573 AC28 3 0.426 3 0.575 3 0.488 AAG10 6 0.354 4 0.514 5 0.602 CPIMS 3 0.518 3 0.540 3 0.567

Rata-rata 3.9 0.442 4.0 0.545 4.2 0.580 Keterangan: PIC = Polymorphic information content

Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa frekuensi alel untuk alel dari lokus yang

sama pada setiap populasi sangat bervariasi, sebagai contoh lokus AG04 pada

populasi Sampolawa dan Dolok hanya memiliki tiga alel, sedangkan populasi

Warangga memiliki empat alel dengan alel ke 4 memiliki frekuensi di atas 5%.

Pada semua lokus yang diamati ditemukan alel jarang yaitu AG04, AG16, dan

AAG10. Tabel 5.2 juga memperlihkan dalam frekuensi kecil adanya privat alel

untuk Sampolawa (S) pada lokus AAG10 alel 7 dengan frekuensi alel 0.13; untuk

populasi Dolok privat alel pada lokus ATC02 dengan frekuensi alel sebesat 0.009;

untuk populasi Warangga dengan privat alel pada lokus AG04 dengan frekuensi

0.052.

Page 12: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

47

Tabel 5.2. Frekuensi alel 10 lokus mikrosatelit pada tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara

Lokus Alel Sampolawa Dolok Warangga AG04 1 0.765 0.796 0.453 2 0.173 0.010 0.127 3 0.062 0.194 0.368 4 0.000 0.000 0.052 AG16 1 0.000 0.098 0.051 2 0.475 0.054 0.140 3 0.025 0.196 0.017 4 0.000 0.205 0.112 5 0.013 0.295 0.303 6 0.487 0.152 0.376 AGT10 1 0.381 0.056 0.045 2 0.611 0.569 0.682 3 0.008 0.375 0.273 AC44 1 0.007 0.083 0.135 2 0.393 0.119 0.088 3 0.120 0.077 0.115 4 0.000 0.077 0.142 5 0.480 0.643 0.520 AC01 1 0.071 0.114 0.283 2 0.048 0.228 0.187 3 0.845 0.535 0.500 4 0.036 0.123 0.030 AG14 1 0.283 0.469 0.329 2 0.217 0.056 0.200 3 0.181 0.037 0.052 4 0.196 0.210 0.200 5 0.123 0.228 0.219 ATC02 1 0.292 0.353 0.160 2 0.630 0.362 0.415 3 0.071 0.276 0.396 4 0.006 0.000 0.028 5 0.000 0.009 0.000 AC28 1 0.078 0.363 0.225 2 0.267 0.405 0.612 3 0.656 0.232 0.163 AAG10 2 0.006 0.000 0.011 3 0.063 0.137 0.275 4 0.082 0.578 0.324 5 0.785 0.265 0.385 6 0.051 0.020 0.005 7 0.013 0.000 0.000 CPIMS 1 0.399 0.529 0.214 2 0.129 0.257 0.351 3 0.472 0.214 0.435

Page 13: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

48

Keragaman genetik yang ditunjukan oleh nilai heterosigositas aktual dan

harapan (Ha dan He) memperlihatkan bahwa nilai rata-rata heteozigositas aktual

(Ha) selalu lebih kecil dari nilai heterozigositas harapan (He) pada kondisi

kesetimbangan Hardy-Weinberg.

Tabel 5.3. Keragaman genetik jati berdasarkan nilai heterosigositas dan nilai FIS

Sampolawa, S Dolok, T Warangga, W Lokus Ha He FIS Ha He FIS Ha He FIS

AG04 0.469 0.383 -0.227 0.286 0.332 0.141 0.708 0.644 -0.100AG16 0.646 0.540 -0.197 0.750 0.804 0.068 0.652 0.735 0.114 AGT10 0.524 0.485 -0.080 0.425 0.536 0.208 0.455 0.469 0.032 AC44 0.480 0.604 0.207 0.536 0.557 0.038 0.635 0.675 0.059 AC01 0.262 0.280 0.066 0.439 0.639 0.316 0.590 0.638 0.075 AG14 0.739 0.792 0.068 0.605 0.683 0.116 0.743 0.765 0.029 ATC02 0.623 0.516 -0.210 0.741 0.674 -0.102 0.717 0.650 -0.104AC28 0.522 0.496 -0.054 0.663 0.654 -0.015 0.551 0.551 0.001 AAG10 0.418 0.373 -0.121 0.431 0.582 0.261 0.681 0.675 -0.009CPIMS 0.798 0.605 -0.321 0.686 0.613 -0.120 0.571 0.646 0.116 Rataan 0.548 0.507 -0.081 0.556 0.607 0.085 0.630 0.645 0.023Keterangan : Heterozigositas aktual, Ha; heterozigositas harapan pada kondisi

kesetimbangan Hardy-Weinberg, He; dan indeks fisasi di dalam populasi, FIS.

Dari nilai indek fiksasi antar tanaman dalam populasi FIS untuk populasi

Dolok dan Warangga bernilai positif, sedangkan nilai negatif terdapat pada lokasi

Sampolawa (Tabel 5.3)

Tabel 5.4. Nilai F-statistik populasi jati asal Sulawesi Tenggara

Lokus FIT FST FIS AG04 0.044 0.131 -0.100 AG16 0.160 0.148 0.014 AGT10 0.216 0.147 0.082 AC44 0.155 0.062 0.099 AC01 0.229 0.081 0.161 AG14 0.090 0.027 0.065 ATC02 -0.044 0.084 -0.140 AC28 0.154 0.171 -0.021 AAG10 0.225 0.201 0.030 CPIMS -0.028 0.077 -0.114 Rata-rata 0.120 0.112 0.009 Keterangan : Indeks fiksasi total, FIT; indek antar populasi, FST; dan indeks

fisasi di dalam populasi, FIS

Page 14: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

49

Tabel 5.4 mempelihatkan nilai rata-rata indeks fiksasi FST (indek fiksasi

antar populasi), FIS (indek fiksasi dalam populasi) dan FIT (indek fiksasi total

populasi) jati asal Sulawesi Tenggara semua bernilai positif.

Keragaman genetik di dalam populasi dan antar populasi menggunakan

analisis AMOVA (Analysis of Molecular Variance) memperlihatkan bahwa

terdapat perbedaan keragaman secara statistik antar group, antar populasi dalam

group dan antar individu dalam populasi namun demikian persentase keragaman

tertinggi terdapat antar individu dalam populasi sebesar 86.35% dengan indeks

fiksasi sebesar 0.136. Sedangkan diferensiasi genetik antar populasi dan antar

group (Muna dan Buton) hanya terjadi keragaman genetik berturut-turut sekitar

5% dan 9%.

Tabel 5.5. AMOVA populasi jati asal Sulawesi Tenggara berdasarkan 10 lokus mikrosatelit

Sumber Keragaman

db Jumlah Kuadrat

KomponenRagam

Persentase Ragam

P

Antar group 1 87.562 0.29823 8.69 < 0.01 Antar populasi dalam group 1 27.124 0.17030 4.96 < 0.01 Dalam populasi 627 1313.242 2.96518 86.35 < 0.01 Total 629 1427.927 3.43372

Jarak genetik Nei yang dihitung dari frekuensi alel untuk 10 lokus

mikrosatelit, menunjukan bahwa populasi Dolok dan Warangga mempunyai jarak

genetik yang sangat dekat sehingga mengelompok menjadi satu cluster dengan

jarak sebesar 0.0248. Perbedaan genetik antara kluster jati dari Buton

(Sampolawa) dan Muna (Dolok dan Warangga) sebesar 0.1061 (lihat Gambar

5.2).

Page 15: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

50

Nei's Distance0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25

Sampolawa

Dolok

Warangga

Gambar 5.2. Dendrogram jarak genetik antar populasi jati berdasarkan jarak

genetik Nei

Pembahasan

Struktur populasi genetik berupa frekuensi alel ke 10 lokus mikrosatelit

untuk populasi asal jati asal Sampolawa, Dolok dan Warangga (Tabel 5.2)

memperlihatkan bahwa semua lokus mikrosatelit yang digunakan bersifat

polimorfisme. Frekuensi alel untuk alel dari lokus yang sama pada setiap

populasi ternyata tidak sama, dengan demikian ketiga populasi jati tersebut akan

mempunyai struktur genotipe yang berbeda pula, dimana penyebaran frekuensi

dari genotipe-genotipe yang terdapat dalam satu populasi akan berbeda untuk

ketiga populasi tersebut. Pada semua lokus yang diamati ditemukan alel jarang

(rare alleles) yaitu alel yang memiliki proporsi kurang dari 1% (AG04, AG16, dan

AAG10). Keberadaan alel jarang dan privat alel dapat sangat bermanfaat bagi

deteksi tingkat aliran gen antar populasi jenis-jenis pohon tropis yang terpisah

sampai beberapa kilometer (Barton dan Slatkin, 1986).

Keragaman genetik dapat pula ditunjukan dari nilai heterosigositas aktual

dan harapan (Ha dan He). Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa nilai rata-rata

heteozigositas aktual (Ha) selalu lebih kecil dari nilai heterozigositas harapan (He)

pada kondisi kesetimbangan Hardy-Weinberg, hal ini berarti pada setiap populasi

cenderung terjadi defisit heterozigositas, sehingga stuktur genotipe akan mengarah

pada peningkatan homozigositas. Keragaman genetik dari nilai He berkisar 0.507

Page 16: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

51

sampai 0.645 memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Kertadikara dan Prat (1995) pada provenan jati dari

Indonesia, India, Thailand dan Afrika menggunakan marka isoenzim sebesar

0.347. Perbedaan nilai ini disebabkan perbedaan marka genetik yang digunakan,

mikrosatelit pada penelitian ini memberikan polimorfisme yang tinggi (0.44

sampai0.58) dengan satu lokus terdiri atas banyak alel bisa sampai tujuh alel,

sedangkan pada isoenzim seperti yang dilakukian oleh Dewi (2003) hanya

mempunyai dua alel.

Dari nilai indek fiksasi antar tanaman dalam populasi, nilai rata-rata FIS

untuk populasi Dolok dan Warangga bernilai positif hal ini berarti terjadi defisit

heterozigositas, nilai negatif ditemukan pada lokus CPIMS, AGT10, dan AC44 hal

ini berarti pada lokus tersebut ditemukan kelimpahan heterozigot. Nilai FIS yang

positif disebabkan terjadinya silang dalam atau anggota populasi yang berkawin

tidak beragam dari sisi genotipenya. Nilai FIS diperoleh untuk populasi Dolok dan

Warangga sekitar 8% namun pada Sampolawa terjadi kelimpahan heterozigositas

(Tabel 5.4), nilainya hampir sama dengan yang diteliti pada jenis pohon tropis

mencapai 10.9%. Namun nilai tersebut masih berada dalam kisaran sedang

sampai tinggi bila dibandingkan dengan keragaman jenis pohon yang

penyerbukannya dibantu oleh hewan (zoochorous) sebesar 5% (Loveless, 1992

dalam Finkeldey, 2005).

Nilai rata-rata indeks fiksasi FST (indek fiksasi antar populasi), FIS (indek

fiksasi dalam populasi) dan FIT (indek fiksasi total populasi) jati asal Sulawesi

Tenggara semua bernilai positif yang memberi informasi terjadi defisit

heterozigositas. Defisit heterozigositas dalam suatu populasi dapat terjadi karena

adanya hambatan aliran gen dalam keseluruhan populasi dan meningkatnya

hubungan kekerabatan antar individu pohon yang bertetangga (Gregorius dan

Namkoong, 1983 dalam Kertadikara dan Prat, 1995). Secara genetik dengan

meningkatnya homozigositas dalam jangka panjang, akan menimbulkan

terjadinya deperesi inbreeding yang tidak menguntungkan bagi perkembangan jati

secara ekonomis.

Page 17: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

52

Secara genetik dengan meningkatnya homozigositas dalam jangka

panjang, akan menimbulkan terjadinya deperesi inbreeding yang tidak

menguntungkan bagi perkembangan jati secara ekonomis.

Terdapat keragaman genetik di antara individu dalam populasi, antar

populasi dan antar group yang dianalisis menggunakan AMOVA (Analysis of

Molecular Variance). Keragaman genetik yang tinggi terjadi di antara individu

dalam populasi sekitar 86%, sedangkan sisanya adalah keragaman antara populasi

dalam group dan keragaman dalam group sekitar 5% dan 9%. Keragaman genetik

ini dapat terjadi karena terjadinya aliran informasi genetik yang tinggi karena

terjadi perkawinan silang di antara tanaman, keragaman antar populasi di dalam

group masih dianggap kecil bila dindingkan hasil yang diperoleh dari hasil

penelitian jati menggunakan isoenzim (Dewi, 2003) dapat mencapai 13%.

Populasi Dolok dan Warangga berada dalam satu kluster sedangkan

Sampolawa terpisah hal ini dapat dimengerti karena Sampolawa secara geografis

dipisahkan oleh lautan, sedangkan Dolok dan Warangga merupakan lokasi yang

berjarak kurang lebih 45 km namun merupakan suatu area yang kontinu,

kemungkinan aliran informasi genetik masih terjadi

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

• Semua lokus bersifat polimorfisme, dengan rata-rata alel per lokus sebesar

4.03 serta tingkat polimorfisme 0.767.

• Keragaman genetik individu dalam populasi menghasilkan nilai yang tinggi

untuk populasi Dolok (He=0.804) dan keragaman antar populasi diperoleh

nilai FST=11% dan terjadi fenomena defisit heterozigot.

• Keragaman dalam populasi lebih tinggi dari keragaman antar populasi.

• Jarak genetik populasi jati Muna (Dolok dan Warangga) sebesar 0.0248 dan

perbedaan jarak genetik antara jati Muna dengan Buton (Sampolawa) sebesar

0.1061.

Daftar Pustaka

Barton NH, Slatkin, 1986. A quasi-equilibrium theory of the distribution of rare alleles in a subdivided population. Heredity 56:409-415.

Page 18: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

53

Dewi SP. 2003. Pendugaan keragaman genetik serta sistem perkawinan (mating system) di kebun benih klon jati (Tectona grandis Linn.f.). Thesis Program Pascasarjana IPB

Excoffier L, Smouse PE, Quattro J.M. 1992. Analysis of molecular variance inferred from metric distances among DNA haplotypes: application to human mitochondrial DNA restriction data. Genetics 131:179–191.

Finkeldey R. 2005. Pengantar genetika hutan tropis. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Gao L, Schaal BA, Zhang C, Jia J, Dong Y. 2002. Assessment of population genetic structure in commond wild rice Oryza rufipogon Griff, using microsatellite and allozyme markers. Theor Appl Genet 106:173-180

Goran JAKN, Laurent V, Risterucci AM, Lanaud C. 2000. The genetic structure of cocoa populations (Theobroma cacao L.) revealed by RFLP analysis. Euphytica 115:83-90.

Kertadikara AWS, Prat D. 1995. Genetic structure and mating system in teak (Tectona grandis) provenances. Silvae Genetica 44, 2-3: 104-110.

Lowe A, Harris S, Ashton P. 2004. Ecological genetics: design,analysis, and application. Blackwell Publishing. UK.

Nei M, Li WH. 1979. Mathematical modes for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proceedings of the National Academy of Sciences USA 76: 5269–5273.

Page 19: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

6. ANALISIS ALIRAN INFORMASI GENETIK VIA SERBUK SARI DAN PENYEBARAN BENIH TANAMAN JATI ASAL

SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT

(Gene flow via pollen and seed dispersal analysis of teak from Southeast Sulawesi by using microsatellite markers)

Abstract

Parentage analysis of three teak populations from Southeast Sulawesi, successfully detected candidate male parent 30% for Sampolawa, 81% for Dolok, and 87% for Warangga. Analysis parentage on juvenile tree successfully detected 76% pairs candidate male and female parents. The gene flow through pollen dispersal showed that pollens spread out to all directions by the distance average of 30.23-39.43 m and furthermost more than 80 m. Whereas, the genetic migration through seed dispersal showed that juvenile tree from their expected parents occurred by the distance average of 34.27 m and the furthermost 68.73 m. Keywords: Tectona grandis, gene flow, microsatellite, pollen, seed dispersal

Abstrak

Analisis tetua yang dilakukan pada tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara berhasil mendeteksi kandidat tetua sebagai sumber serbuk sari pada progeni sebanyak 30% untuk Sampolawa, 81% untuk Dolok dan 87% untuk Warangga. Analisis untuk mendeteksi pasangan tetua pada tanaman juvenil di lapang berhasil mendeteksi sebanyak 76%. Analisis lebih lanjut menunjukkan aliran informasi genetik via serbuk sari penyerbukannya terjadi dari segala arah dibantu oleh serangga. Penyerbukan yang terjadi terutama dari sumber serbuk sari dari tetangga terdekat (30%). Rata-rata sumber serbuk sari dapat menyerbuki 30.23-39.43 m dan terjauh lebih dari 80 m. Sedangkan tansportasi via penyebaran benih (tanaman juvenil) diperkirakan dibantu oleh angin dan kemudian oleh air dengan jarak migrasi dari pohon induk benih rata-rata 34.27 m dan terjauh dapat mencapat 68.73 m Kata kunci: Tectona grandis, aliran gen, mikrosatelit, serbuk sari, penyebaran benih

Page 20: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

55

Pendahuluan

Aliran gen (gene flow) adalah proses transportasi informasi genetik

melalui transportasi serbuk sari (penyebaran gamet jantan) dan transportasi

melalui benih (migration). Aliran gen lewat serbuk sari berhubungan erat dengan

proses perkawinan tanaman, dimana serbuk sari yang bergerak bila sampai ke

kepala putik akan terjadi peristiwa pembuahan.

Untuk tanaman menyerbuk sendiri (autogami), pergerakan serbuk sari

dapat sangat minimal misal untuk tanaman cleistogami (serbuk sari berasal dari

bunga yang sama, fertilisasi terjadi saat bunga mekar), dan beberapa meter untuk

geitonogami (serbuk sari berasal dari bunga yang berbeda pada tanaman yang

sama),. Sedangkan untuk tanaman menyerbuk silang, pergerakan serbuk sari

dapat beberapa meter bahkan beberapa kilometer, pembuahan terjadi bila serbuk

sari dari satu tanaman sampai ke kepala putik yang receptive (siap dibuahi) dari

tanaman lain dari jenis yang sama (xenogami). Pergerakan gamet jantan (serbuk

sari) memerlukan vektor berupa angin (anemophily) atau hewan (zoophily)

Aliran informasi genetik melalui benih dapat juga disebut proses migrasi,

dan tidak mempengaruhi secara langsung terhadap sistem perkawinan, namun

penyebaran benih ini penting untuk pembentukan populasi sekitar.

Vektor penyebaran benih pohon terdiri atas vektor abiotik seperti oleh

angin (anemochory), air (hydrochory), berat (barochory) dan vektor biotik yaitu

dibantu oleh hewan (zoochory) yang meliputi endozoochorous (setelah melalui

pencernaan) atau exozoochorous (tanpa melalui pencernaan).

Efisiensi aliran gen baik itu melalui sebuk sari atau benih sangat penting

bila dikaitkan dengan ukuran populasi yang berproduksi secara efektif, terutama

menyangkut pola spatial variasi genetik. Aliran gen yang rendah dan tidak efisien

dapat menghasilkan diferensiasi genetik antar sub-populasi dan dapat

menyebabkan terbentuknya struktur famili. Sedangkan aliran gen yang tinggi dan

efisien dapat berguna untuk menghindari terjadinya silang dalam yang kuat yang

mungkin sangat merugikan dilihat dari sisi pemuliaan.

Aliran informasi genetik dapat dipelajari dengan mengamati pergerakan

serbuk sari secara fisik dari tingkah laku serangga menggunakan pewarna

Page 21: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

56

fluoresence kemudian penyebaran fluoresence tersebut dianalisa, namun metode

ini sangat sulit dilakukan karena transportasi serbuk sari pada pohon terjadi

sebagian besar di kanopi atau bagian atas tajuk sehingga tidak dapat dilihat secara

langsung. Metode lain yaitu menggunakan penanda genetik seperti, gen lokus

isoenzim dan penanda gen mikrosatelit yang sangat berguna untuk menduga

pergerakan serbuk sari yang efektif secara genetik di antara tanaman. Beberapa

penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari aliran gen menggunakan

penanda genetik isozim seperti pada populasi tanaman Hopea odorata (Ihara et

al., 1986 dalam Finkeldey, 2005), Pinus merkusii (Siregar dan Hattemer, 2000);

sedangkan Dawson et al. (1997) menggunakan penanda gen mikrosatelit untuk

mengetahui aliran gen melalui serbuk sari pada pohon neotropis Gliricidia

sepium, pada populasi tanaman Eugenia dysentrica (Zucchi et al., 2003) dan

Eterpe edulis (Gaiotto et al., 2003).

Aliran informasi lewat penyebaran benih telah dipelajari pula seperti pada

tanaman Jacaranda copaia (Jones et al., 2005). Namun demikian penelitian

aliran gen pada populasi tanaman jati masih belum banyak dilakukan terutama

menggunakan penanda genetik mikrosatelit.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sistem aliran

informasi genetik melalui serbuk sari dan benih pada tiga buah populasi tanaman

jati di Sulawesi Tenggara.

Bahan dan Metode

Material Populasi dan Ekstrasi DNA

Tiga populasi jati yang memiliki level kerusakan atau gangguan terhadap

tegakan jati tersebut akibat adanya aktivitas manusia. Untuk itu dipilih tiga lokasi

populasi tegakan jati di Sulawesi Tenggara dengan berbagai level gangguan yaitu

dua populasi dari Kabupaten Muna (Dolok dan Warangga) dan satu populasi dari

Kabupaten Buton (Sampolawa). Untuk masing-masing lokasi dipanen buah jati

secara terpisah (famili half-sib) yang berasal dari 13-19 pohon induk benih yang

kemudian dikecambahkan (lihat Lampiran 11). Selain itu juga dikoleksi secara

sensus tanaman jati yang dapat diidentifikasi berpotensi sebagai sumber serbuk

sari bagi pohon induk benih pada areal 4 – 6 ha atau 60 – 100 tanaman dewasa.

Page 22: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

57

Tabel 6.1. Koleksi progeni famili half-sib jati dari 13-19 pohon induk benih serta semua tanaman jati yang diindentifikasi berpotensi sebagai sumber serbuk sari pada tiga lokasi yang memiliki level kerusakan akibat aktivitas manusia dianalisis menggunakan 10 penanda mikrosatelit

Asal Populasi Jumlah Tanaman Pohon sebagai sumber serbuk sari 105 Pohon induk benih 17 Bibit yang ditanam di rumah kaca 62

Dolok, Muna

Tanaman juvenil dari lapang 25 Pohon sebagai sumber serbuk sari 111 Pohon induk benih 13

Warangga, Muna

Bibit yang ditanam di rumah kaca 132 Pohon sebagai sumber serbuk sari 99 Pohon induk benih 19

Sampolawa, Buton

Bibit yang ditanam di rumah kaca 119 Total 702 tanaman Keterangan : Bibit yang ditanam dirumah kaca merupakan famili half-sib dari

pohon induk benih yang ditanam secara terpisah

DNA total diisolasi dari daun kecambah, daun muda progeni half-sib dari

13-19 pohon induk benih berserta induknya dan semua daun muda dari tanaman

jati sekitar yang berpotensi sebagai sumber serbuk sari hasil sensus (Tabel 6.1).

Untuk semua lokasi pengambilan sampel maka dilakukan pemetaan posisi relatif

(spatial) setiap individu (Lampiran 1, 2 dan 3). Ekstraksi DNA dilakukan

menggunakan procedure CTAB selengkapnya disajikan pada Bab 3 dan Lampiran

8.

Analisis Marka Mikrosatelit

Amplifikasi product PCR menggunakan 10 primer mikrosatelit (Tabel 3.2)

menggunakan profil PCR (Lampiran 8), sedangkan visualisasi dilakukan

menggunakan prosedur elektroforesis polyacrylamide (Lampiran 9).

Analisis Data

Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menduga gene flow,

yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung diduga

berdasarkan pada distribusi keragaman genetik di antara populasi. Secara tidak

Page 23: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

58

langsung gene flow diduga berdasarkan hasil pengamatan dari perpindahan serbuk

sari dan benih.

Pendugaan secara tidak langsung diduga dari nilai FST untuk menghitung

banyaknya imigran efektif per generasi (Nem) sebagai berikut (Hamrick dan

Nason (2000):

14

STe

ST

FN mF−

=

dimana Ne adalah banyaknya individu-individu efektif dalam populasi dan m

adalah laju imigrasi. Pengukuran gene flow secara langsung dapat diduga dari

perbedaan frekuensi alel antara tetua dan generasi biji. Jika m adalah laju migrasi

gene flow ke dalam populasi (misal proporsi alel-alel yang berimigrasi), dan (1-m)

adalah proporsi alel-alel yang tidak berimigrasi, qt adalah frekuensi alel pada

generasi ke-t, dan q adalah rata-rata frekuensi alel dari populasi yang

mengelilingi populasi penerima (populasi donor). Hubungan antara gene flow

dengan perubahan frekuensi adalah sebagai berikut:

1(1 )t tq q m qm−= − +

nilai 1, , dan t tq q q− dapat diduga secara langsung dari pengamatan, nilai-nilai

tersebut dapat digunakan untuk menduga m, sebagai berikut:

1

1

t t

t

q qmq q−

−=

Analisis hubungan tetua dengan turunannya dilakukan menggunakan

program komputer CERVUS 2.0 (Marshall, 2001).

Hasil

Berikut ini disajikan salah satu genotiping lokus AG16 (Gambar 6.1),

memperlihatkan lokus tersebut terdiri atas enam alel dimana sebagai contoh

genotipe homozigot pada Gambar tersebut adalah line 47 sampai 51 dengan

genotipe 22 dan yang heterozigot misal line 52 sampai 54 dengan genotipe 26,

sedangkan genotipe lainnya dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Page 24: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

59

Gambar 6.1. Contoh profil pola pita lokus AG16 pada tanaman jati

Dari analisis tetua yang dilakukan berhasil mendeteksi kandidat tetua

sebagai sumber serbuk sari pada progeni sebanyak 30% untuk Sampolawa, 81%

untuk Dolok dan 87% untuk Warangga (Lampiran 4 sampai Lampiran 6).

Sedangkan analisis terhadap tanaman semai untuk mendeteksi kedua tetua

berhasil mendeteksi sebanyak 76% (Lampiran 7).

Hasil penelitian menunjukkan transportasi informasi genetik melalui

serbuk sari terjadi secara acak dari segala arah (Gambar 6.2). Rata-rata jarak

sumber serbuk sari terhadap pohon induk benih berjarak 34.27 m dengan range

30.23 m untuk Sampolawa dan 39.43 m (Warangga). Sedangkan banyaknya

sumber serbuk sari benih terdekat (0-10 m) kurang dari 10% dan (10-20 m) antara

13-26% dan sumber serbuk sari yang terjauh dapat mencapai di atas 80 m terjadi

pada populasi Warangga (Gambar 6.3).

Gambar 6.2. Perpindahan informasi genetik (gene flow) via serbuk sari

Page 25: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

60

8.26

15.60

24.77

28.44

15.60

4.592.75

0.00 0.00 0.00 0.000

5

10

15

20

25

30

<10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90-100 >100Jarak tetua jantan ke tetua betina (m)

Pers

enta

se ju

mlah

sum

ber p

olen

4.00

26.00

22.00

18.0016.00

10.00

4.00

0.00 0.00 0.00 0.000

5

10

15

20

25

30

<10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90-100 >100Jarak tetua jantan ke tetua betina (m)

Pers

enta

se ju

mlah

sum

ber p

olen

8.70

13.91 13.91

17.39

12.17

15.65

7.83 7.83

1.740.87

0.000

5

10

15

20

25

30

<10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90-100 >100Jarak tetua jantan ke tetua betina (m)

Pers

enta

se ju

mlah

sum

ber p

olen

Gambar 6.3. Jarak dan sumber serbuk sari untuk lokasi Sampolawa (atas), Dolok

(tengah) dan Warangga (bawah)

Page 26: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

61

Aliran informasi genetik via penyebaran benih menunjukan benih

penyebarannya dibantu oleh angin (anemochory), tanaman juvenil yang terbentuk

berada cukup jauh dari kedua tetuanya rata-rata 36.05 m sampai 37.11 m (jarak

terdekat 7.17 m dan jarak terjauh 70.06 m).

Kosekuensi genetik aliran informasi melalui serbuk sari lebih efisien

dibanding via benih, karena via serbuk sari dapat mencapai jarak yang jauh.

Karena tidak efisiennya transportasi via benih maka biasanya akan terbentuk

struktur famili yaitu antar pohon tetangga akan lebih mirip satu sama lain secara

genetik. Sedangkan jarak yang jauh dari serbuk sari dapat menghindari terjadinya

silang dalam.

Dari hasil penelitian memperlihatkan tanaman juvenil berada cukup jauh

dari kedua tetuanya 30-40 m (jarak terdekat 7.05 m dan terjauh sampai 68.73 m),

sedangkan jarak kedua kandidat tetuanya antara 0–60 m (Gambar 6.3 dan 6.4).

Gambar 6.4. Perpindahan informasi genetik melalui benih

Persentase tanaman juvenil tumbuh di dekat tetuannya dengan jarak 0-20

m sebesar 31%, namun persentase jarak tetua yang berhasil menjadi tanaman

juvenil dilapang dengan persentase mencapai 47.34 terjadi pada jarak 50-70 m

(Gambar 6.5).

Page 27: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

62

10.53

21.05

10.53

5.26

21.05

15.79

10.53

5.26

0 0 00

5

10

15

20

25

30

35

<10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90-100 >100Jarak antara seedling ke tetua 1

Pers

enta

se b

anya

knya

seed

ling

0.00

31.58

10.53

15.79 15.79 15.79

5.26 5.26

0 0 00

5

10

15

20

25

30

35

<10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90-100 >100Jarak antara seedling ke tetua 2

Pese

ntas

e ban

yakn

ya se

edlin

g

5.26

15.79 15.79

10.53

5.26

15.79

31.58

0.00 0 0 00

5

10

15

20

25

30

35

<10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90-100 >100Jarak antara tetua 1 dengan tetua 2

Pers

enta

se b

anya

knya

seed

ling

Gambar 6.5. Analisis tetua (parentage analysis) via benih untuk populasi Dolok

Page 28: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

63

Pembahasan

Analisis tetua pada tiga populasi jati asal Sulawesi Tenggara diharapkan

dapat memberikan informasi mengenai tetua sebagai sumber serbuk sari untuk

analisis gene flow via serbuk sari dan pasangan tetua untuk migrasi via benih,

sehingga proses transportasi informasi genetik dapat dipelajari. Persentase

progeni yang berhasil dideteksi memperoleh sumber serbuk sari dari kandidat

tetua menurun dengan meningkatnya jumlah tanaman per hektar di lapangan

(kerapatan populasi).

Hasil penelitian menunjukkan transportasi informasi genetik melalui

serbuk sari terjadi secara acak dari segala arah, hal ini menunjukan transportasi

serbuk sari dibantu oleh vektor serangga (zoophily). Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian oleh Finkeldey (2005) menyatakan bahwa bunga jati banyak didatangi

oleh serangga, keculi kumbang dan kemungkinan lalat adalah penyerbuk

utamanya. Hasil penelitian terhadap sistem perkawinan menunjukan bahwa jata

merupakan tanaman yang menyerbuk silang dengan persentase di atas 95% (Bab

7)

Kebanyakan serbuk sari diangkut ke pohon tetangga saja mencapai 30%

yaitu pada jarak 0-20 m, hasil ini sejalan dengan penelitian sistem perkawinan

(Bab 7) yang menyatakan terjadinya biparental inbreeding yang disebabkan

perkawinan dari tetangga terdekat. Sedangkan hasil penelitian Finkeldey

menggunakan lokus gen isoenzim hanya mencapai 20% saja. Hasil penelitian

menunjukan pula semakin rapat populasi maka persentase serbuk sari dibawa ke

tetangga terdekat semakin besar pula, namun secara rata-rata 34.64 m dan jarak

terjauh mencapai di atas 80 m, namun dengan persentase yang relatif kecil.

Kecilnya persentase transportasi serbuk sari yang menyebar jauh dibawa oleh

polinator sampai ratusan meter namun demikian mungkin viabilitas serbuk sari

tersebut sudah hilang.

Kosekuensi genetik aliran informasi melalui serbuk sari lebih efisien

dibanding via benih, karena via serbuk sari dapat mencapai jarak yang jauh.

Karena tidak efisiennya transportasi via benih maka biasanya akan terbentuk

struktur famili yaitu antar pohon tetangga akan lebih mirip satu sama lain secara

Page 29: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

64

genetik. Sedangkan jarak yang jauh dari serbuk sari dapat menghindari terjadinya

silang dalam.

Proses perpindahan informasi genetik melalui benih lebih cenderung

dikatagorikan sebagai suatu migrasi genetik. Proses ini sangat penting dalam

proses pembentukan populasi jati sekitarnya. Finkeldey (2005) menyebutkan

dilihat dari bentuk dan bobot buah, jati tidak mempunyai penyesuaian khusus

untuk menjamin penyebaran benihnya, diduga buah yang masak diangkut oleh

angin beberapa meter ketika mulai jatuh, tidak satupun hewan yang diketahui

menyebarkan benih jati. Dari hasil penelitian ini (Gambar 6.4 dan 6.5)

memperlihatkan tanaman juvenil berada cukup jauh dari kedua tetuanya 30-40 m.

Jauhnya jarak tanaman juvenil dari kandidat tetuanya diduga oleh angin dimana

biji akan jatuh dan terbawa angin beberapa meter dari pohon induknya, kemudian

tumbuh menjadi tanaman juvenil atau terbawa aliran air hujan sehingga jaraknya

semakin jauh dari pohon induknya sehingga tanaman juvenil yang tumbuh akan

berada jauh dari kandidat parentnya sampai puluhan meter (Gambar.6.4).

Informasi jarak kedua kandidat parent pada studi seed dispersal

sebenarnya menunjukan jarak pergerakan informasi genetik melalui serbuk sari,

dengan demikian jarak pergerakan serbuk sari baik pada studi pollen dispersal

atau seed dispersal memberi hasil yang relatif sama, yaitu 0 – 60 m.

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

• Serbuk sari menyebar ke segala arah yang mengindikasikan bahwa

penyerbukan dibantu oleh vektor serangga. Penyerbukan dapat terjadi sampai

sejauh 80 m, namun penyerbukan sebagian besar terjadi dengan rata-rata

34.47 m.

• Tanaman juvenil (penyebaran via benih) diidetifikasi jauh dari kedua kandidat

tetuanya 30-40 m dan terjauh mencapai 68.73 m.

Page 30: Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40551/6/BAB V... · Sepuluh lokus DNA mikrosatelit, dilakukan analisis keragaman

65

Daftar Pustaka

Dawson I.K, Waugh R, Simons A.J, Powell W. 1997. Simple sequence repeats provide a direct estimate of pollen-mediated gene dispersal in the tropical tree Gliricidia sepium. Molecular Ecology 6:179-183

Finkeldey, R. 2005. Pengantar genetika hutan tropis. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Gaiotto FA, Grattapaglia D, Vencovsky R. 2003. Genetic Structure, Mating System, and Long-Distance Gene Flow in Heart of Palm (Euterpe edulis Mart.). Journal of Heredity 94(5):399–406

Hamrick JL, Nason JD. 2000. Gene flow in forest tree. Di dalam: Young A, Boshier D, Boyle T, editor. Forest Conservation Genetics, Principles and Practice. CSIRO Publishing and CABI Publishing. Australia.

Jones FA, Chen J, Weng GJ, Hubbell SP. 2005. A Genetic Evaluation of Seed Dispersal in the Neotropical Tree Jacaranda copaia (Bignoniaceae). The American Naturalist 166(5):000-000

Marshall TC. 2001. Cervus Ver. 2.0. University of Edinburgh, UK.

Siregar IZ, Hattemer HH. 2000. Gene flow and mating system in a seedling seed orchard and natural stand of Pinus merkusii Jungh. et de Vriese in Indonesia. Part 3: Genetic resources, reproduction, management

Zucchi MI et al. 2003. Genetic structure and gene flow in Eugenia dysenterica DC in the Brazilian Cerrado utilizing SSR markers. Genetics and Molecular Biology, 26, 4, 449-457