15
Identifikasi dan Karakterisasi Sagu ISSN 1979-0228 55 INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI KERAGAMAN MORFOLOGIS TANAMAN SAGU (Metroxylon sp.) DI KABUPATEN PESISIR SELATAN (Inventory and Characterization of Morphological Diversity of Sago (Metroxylon sp)) Kemala Riska, Irfan Suliansyah, dan Auzar Syarif Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas ABSTRACT Research, Inventory and Characterization of morphological diversity of sago (Metroxylon sp) has been implemented in four Districts in the Pesisir Selatan District of Lengayang District, District Batang Kapas, District Linggo Sari Baganti, and Ranah Pesisirl District. This research was conducted from November 2009 until January 2010 with the purpose of an inventory and obtain initial information about the morphological diversity of sago in the Pesisir Selatan District. This research using descriptive method, with a deliberate sampling techniques (purposive sampling) in accordance with criteria established plants samples aged 8 to 10 years to have developed the perfect leaf with careen 45 o to the criteria of sampling locations is the most infested districts sago. Observations or data collected in the form of primary and secondary data. Primary data was obtained from the morphological information of the measured and observed directly. Secondary data include the results of interviews with the farmers and the local Agricultural Department. To see the level of kinship between sago plants performed phylogenetic analysis with the program Minitab ® Release 14:12. Based on the research at the Pesisir Selatan District concluded that there are morphological diversity of sago palm leaf and stem morphological and phylogenetic analysis showed the level of species diversity is quite varied. There are two major groups of plants, sago, the first group of samples 1,2,4,5,6, 10 and a second group of samples 3,7,8,9, where the value of the first group with the second difference is 27.79%. Keywords: inventory, characterization, morphological diversity, sago PENDAHULUAN agu (Metroxylon sp) salah satu komoditi tanaman pangan yang dapat dipergunakan sebagai sumber karbohidrat yang cukup potensial dimasa yang akan datang. Sagu merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara dengan penyebaran meliputi Melanesia Barat sampai India Timur, dari Mindanao Utara sampai Pulau Jawa dan Nusa Tenggara bagian selatan (Tahardi dan Sianipar, 2001). Indonesia merupakan negara yang memiliki areal sagu terbesar di dunia, yaitu lebih kurang 1,3 juta hektar yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang terpusat di Maluku dan Papua (Haska dan Pranamuda, 2002), hal ini didukung oleh pendapat Flach (1983), yang menyatakan 50% tanaman sagu dunia atau 1.128 juta ha tumbuh di Indonesia. Sagu secara alami tersebar hampir di setiap pulau kepulauan di Indonesia (Badan Litbang Kehutanan, 2008). Sumatera Barat merupakan salah satu pusat keragaman genetik, termasuk sagu. Berdasarkan data dan informasi Badan Planologi Departemen Kehutanan Sumatera Barat (2002), menyebutkan tegakan sagu ter- sebar di lahan rawa memiliki batang besar dan tinggi sampai dengan 18 meter. Salah satu daerah pusat keragaman sagu di Suma-tera Barat adalah Kabupaten Pesisir Selatan. Makin beragamnya pemanfaatan sagu dan makin meningkatnya permintaan tepung sagu menyebabkan terjadinya eksploitasi tanaman secara besar-besaran tanpa ada upaya untuk merehabilitasinya (Mangindaan dan Tampake 2005). Kondisi seperti ini dapat S

INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI KERAGAMAN …faperta.unand.ac.id/jerami/PDF/v04-1-08.pdf · Identifikasi dan Karakterisasi Sagu ISSN 1979-0228 55 INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI KERAGAMAN

  • Upload
    buikiet

  • View
    235

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 55

INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI KERAGAMAN MORFOLOGIS TANAMAN SAGU (Metroxylon sp.)

DI KABUPATEN PESISIR SELATAN

(Inventory and Characterization of Morphological Diversity of Sago (Metroxylon sp))

Kemala Riska, Irfan Suliansyah, dan Auzar Syarif

Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas

ABSTRACT

Research, Inventory and Characterization of morphological diversity of sago (Metroxylon sp) has been implemented in four Districts in the Pesisir Selatan District of Lengayang District, District Batang Kapas, District Linggo Sari Baganti, and Ranah Pesisirl District. This research was conducted from November 2009 until January 2010 with the purpose of an inventory and obtain initial information about the morphological diversity of sago in the Pesisir Selatan District. This research using descriptive method, with a deliberate sampling techniques (purposive sampling) in accordance with criteria established plants samples aged 8 to 10 years to have developed the perfect leaf with careen 45o to the criteria of sampling locations is the most infested districts sago. Observations or data collected in the form of primary and secondary data. Primary data was obtained from the morphological information of the measured and observed directly. Secondary data include the results of interviews with the farmers and the local Agricultural Department. To see the level of kinship between sago plants performed phylogenetic analysis with the program Minitab ® Release 14:12. Based on the research at the Pesisir Selatan District concluded that there are morphological diversity of sago palm leaf and stem morphological and phylogenetic analysis showed the level of species diversity is quite varied. There are two major groups of plants, sago, the first group of samples 1,2,4,5,6, 10 and a second group of samples 3,7,8,9, where the value of the first group with the second difference is 27.79%.

Keywords: inventory, characterization, morphological diversity, sago

PENDAHULUAN

agu (Metroxylon sp) salah satu komoditi tanaman pangan yang dapat dipergunakan sebagai sumber

karbohidrat yang cukup potensial dimasa yang akan datang. Sagu merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara dengan penyebaran meliputi Melanesia Barat sampai India Timur, dari Mindanao Utara sampai Pulau Jawa dan Nusa Tenggara bagian selatan (Tahardi dan Sianipar, 2001).

Indonesia merupakan negara yang memiliki areal sagu terbesar di dunia, yaitu lebih kurang 1,3 juta hektar yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang terpusat di Maluku dan Papua (Haska dan Pranamuda, 2002), hal ini didukung oleh pendapat Flach (1983), yang menyatakan 50% tanaman sagu

dunia atau 1.128 juta ha tumbuh di Indonesia. Sagu secara alami tersebar hampir di setiap pulau kepulauan di Indonesia (Badan Litbang Kehutanan, 2008).

Sumatera Barat merupakan salah satu pusat keragaman genetik, termasuk sagu. Berdasarkan data dan informasi Badan Planologi Departemen Kehutanan Sumatera Barat (2002), menyebutkan tegakan sagu ter-sebar di lahan rawa memiliki batang besar dan tinggi sampai dengan 18 meter. Salah satu daerah pusat keragaman sagu di Suma-tera Barat adalah Kabupaten Pesisir Selatan.

Makin beragamnya pemanfaatan sagu dan makin meningkatnya permintaan tepung sagu menyebabkan terjadinya eksploitasi tanaman secara besar-besaran tanpa ada upaya untuk merehabilitasinya (Mangindaan dan Tampake 2005). Kondisi seperti ini dapat

S

Jerami Volume 4 No.1, Januari – April 2011

56 ISSN 1979-0228

menyebabkan punahnya beberapa aksesi sagu yang memiliki potensi produksi tinggi (Limbongan et al, 2005). Kehilangan suatu sumber plasma nutfah akan sangat merugikan pemulia tanaman untuk merakit varietas baru yang tentunya membutuhkan sumber-sumber gen dari sifat-sifat tanaman yang mendukung tujuan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan karakterisasi dan inventarisasi supaya dapat diberdayakan dalam program pemulian.

Karakterisasi adalah kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat- sifat penting yang bernilai ekonomis, penciri dari varietas yang bersangkutan. Karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis, karakter agronomis, karakter fisiologis. Kegiatan karakterisasi dan evaluasi memiliki arti dan berperan penting menentukan nilai guna dan materi plasma nutfah yang bersangkutan. Inventarisasi adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya alam untuk pengelolaan sumber daya tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pendataan tentang keragaman plasma nutfah sagu me-lalui karakteristik morfologi sebelum terjadi erosi genetik sagu di Kabupaten Pesisir selatan. Sehingga dengan mengenal karakter morfologi tanaman sagu, maka dapat diketa-hui jenis-jenis sagu dan upaya pelestarian sagu di Kabupaten Pesisir Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan mendapatkan informasi awal mengenai keragaman morfologi sagu di Kabupaten Pesisir Selatan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi keragaman plasma nutfah tanaman sagu dengan berbagai karakteristiknya di daerah Pesisir Selatan, sehingga dapat memberikan informasi bagi pemulia tanaman dalam program perakitan kultivar baru.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di

Kabupaten Pesisir Selatan yaitu, (1) Kecamatan Lengayang, (2) Kecamatan Batang Kapas, (3) Kecamatan Linggo Sari Baganti dan (4) Kecamatan Ranah Pesisir. Penelitian ini dimulai dari bulan November 2009 - Januari 2010. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi bagian tanaman sagu seperti daun,

bunga, dan alat-alat berupa meteran, bambu,batang, buah, dan anakan, sedangkan alat-alat yang digunakan meliputi munsel color chart (buku untuk menentukan warna), pisau, kamera, tali plastik, kuisioner dan alat-alat tulis. Metoda

Penelitian ini dilakukan dengan metoda deskriptif, dengan teknik pengambilan sampel secara sengaja (Purposive Sampling). Kriteria pengambilan sampel, yaitu tanaman sampel berumur 8 sampai 10 tahun dengan daunnya telah mengembang sempurna dan daun yang dijadikan sampel adalah daun yang telah miring 45o. Daerah inventarisasi ditentukan setelah melakukan survey pendahuluan dengan kriteria daerah yang paling banyak ditumbuhi sagu. Pengamatan pada bunga menggunakan tanaman sagu yang berumur 11 tahun dan sudah mengeluarkan bunga. Pelaksanaan Survey Pendahuluan

Pelaksanaan survey pendahuluan ini meliputi pengumpulan informasi yang memuat tentang keberadaan populasi sagu yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan. Informasi yang diperlukan, diperoleh dari data sekunder Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pesisir Selatan, lalu diperkuat dengan data yang ada di Kecamatan, nagari, dusun dan petani. Kecamatan yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah kecamatan yang paling banyak populasi sagunya. Inventarisasi Plasmanutfah Sagu a. Pengambilan data sekunder

Data sekunder didapatkan dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pesisir Selatan atau jawaban dari petani-petani responden berdasarkan kuisioner dan menanyakan secara langsung yang berhubungan dengan parameter pengamatan.

b. Pengambilan data primer

Data primer didapatkan dari hasil informasi morfologi yang diukur dan diamati secara langsung. Pengamatan dan pengumpul-an data, langsung dilakukan terhadap pohon sampel untuk melihat, mengamati, mengukur dan menginterprestasikan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan parameter pengamatan.

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 57

Pengamatan Data Primer a. Lokasi Tanaman

Meliputi informasi mengenai kabupaten, kecamatan, nagari, dusun, tinggi tempat, letak lintang, habitat, dan tipe iklim dari sumber lokasi.

b. Batang 1. Tinggi batang

Tinggi batang diukur dari pangkal batang sampai puncak tertinggi, dengan cara mengukur sudut pandang sampai puncak tertinggi menggunakan alat pengukur sudut. Setelah diketahui sudutnya, maka digunakan rumus trigonometri sehingga kita dapat mengetahui tinggi tanaman tersebut. 2. Lingkaran batang

Lingkaran batang, diukur 1 m dari permukaan tanah dengan menggunakan tali sebagai alat pengukur. 3. Warna kulit batang

Diamati secara visual dengan menggunakan munsel sebagai tolak ukur. 4. Bentuk batang

Diamati langsung pada batang, bulat (teres) atau berbatang lurus serta berduri atau tidak berduri. 5. Permukaan batang

Diamati langsung pada batang, apakah permukaanya licin, berambut (pilosus). Berduri (spinosus), memperlihatkan bekas-bekas daun. c. Morfologi daun 1. Panjang daun

Panjang daun diukur dari pangkal daun sampai ujung daun. 2. Bentuk daun

Diamati langsung pada daun, apakah daun berbentuk lanset (lanceolatus), memanjang (oblongus) atau berbentuk pita (lingulatus). 3. Panjang anak daun

Panjang anak daun diukur dari pangkal helaian daun sampai ujung lamina. 4. Lebar anak daun

Lebar daun diukur pada bagian tengah anak daun yang tegak lurus dengan tulang daun. 5. Tepi anak daun

Diamati langsung pada anak daun, apakah anak daun tersebut bertepi rata (integer) atau Bertoreh (divisus). 6. Ujung anak daun

Pangkal daun diamati secara langsung, apakah runcing (acutus), meruncing (acuminatus), tumpul (obtusus), membulat

(rotundatus), berlekuk (emerginatus) atau rompang (truncatus). 7. Permukaan daun

Diamati langsung pada daun, apakah permukaan daun tersebut licin, licin mengkilat, berselaput lilin, gundul, berkerut, berbulu atau bersisik. 8. Phyllotaxis/ tata letak daun

Dengan cara mengamati langsung tata letak daun, apakah tersebar (folia sparsa), berkarang (folia verticillata), atau berhadap- bersilang (folia opposite). 9. Tulang daun

Diamati langsung pada pertulangan daun, apakah tulang daun menyirip (penninervis), menjari (palminervis), melengkung (cervinervis) atau bertulang sejajar/ lurus (rectinervis) 10. Warna daun diamati secara visual. 11. Jumlah daun, diamati secara visual. 12. Pelepah, meliputi bentuk pelepah berduri

atau tidak dan warna pelepah

d. Bunga

1. Tata letak bunga Diamati langsung, apakah bunga terletak

pada ujung batang (flos terminalis) atau pada ketiak daun (flos lateralis). 2. Susunan bunga

Diamati langsung, apakah terpencar, tersebar atau seperti spiral (acyclis), berkarang/ melingkar (cylis), atau campuran (hemicyclis) 3. Letak daun kelopak dan mahkota

Diamati secara langsung, apakah tidak bersentuhan/ terbuka (aperta), saling bertemu/ berkatup (valvata) atau saling menutupi/menyirap (imbricata). 4. Warna bunga, diamati secara visual 5. Jumlah bunga, diamati secara visual dan

dihitung 6. Panjang mahkota bunga, diamati secara

visual

e. Buah

1. Warna buah, diamati secara visual 2. Bentuk buah, diamati secara visual 3. Jumlah buah per tandan, diamati secara

visual 4. Jumlah tandan per pohon, diamati secara

visual f. Biji

1. Jumlah biji pertandan, diamati secara visual 2. Jumlah biji tiap buah, diamati secara visual g. Jumlah anakan, diamati secara visual

Jerami Volume 4 No.1, Januari – April 2011

58 ISSN 1979-0228

Data Sekunder Data sekunder didapatkan melalui

wawancara kepada pemilik tanaman sagu berdasarkan kuisioner, selain itu juga diperoleh dari Dinas Pertanian, Perkebunan Dan Kehutanan Kabupaten Pesisir Selatan.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi 1) informasi dari pemilik tanaman sagu dengan mewawancarai berdasarkan kuisioner. 2) luas lahan produksi, pengolahan dan pemasaran produk. 3) asal sagu (bagi yang membudidayakan) dan umur. 4) lokasi tanaman, meliputi kecamatan, kenagarian, tinggi tempat dan tipe iklim dari sumber lokasi. Analisis Kekerabatan

Untuk bisa mengetahui kedekatan kerabat anatara satu jenis sagu dengan sagu lain yang didapatkan dilapangan, digunakan suatu program penghitungan statistika yaitu program Minitab Window Release 14.12. Data yang dimasukan adalah karakter morfologi, karena karakter morfologi dapat menggambarkan kekerabatan tingkat jenis. Tanaman sagu yang berkerabat dekat akan banyak persamaan satu jenis dengan jenis lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Kabupaten Pesisir Selatan

Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu dari 19 kabupaten/ kota di Propinsi Sumatra Barat, dengan luas wilayah 5.749,89 Km2. Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan terletak di bagian selatan Propinsi Sumatra Barat, memanjang dari utara ke selatan dengan panjang garis pantai 234 Km. Kabupaten Pesisir Selatan memiliki topografi wilayah berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar 0-1000 m dari permukaan laut. Secara umum Kabupaten Pesisir Selatan beriklim tropis dengan temperatur bervariasi antara 230 C hingga 320 C disiang hari dan 200 C- 280 C dimalam hari dengan curah hujan rata-rata 224.63 mm perbulan. Kondisi permukaan lahan Kabupaten Pesisir Selatan sebagian besar adalah hutan, yaitu 70,54% hutan lebat dan 13,37% hutan belukar, lahan sawah 6,07%, perkebunan 2,30% dan sisanya adalah perkampungan, kebun campuran dan kebun rakyat lainnya. Sebagian besar penduduk Pesisir Selatan bergantung pada sektor pertanian tanaman pangan, perikanan dan perdagangan. Sementara sumber daya

potensial lainnya adalah pertambangan, perkebunan dan pariwisata.

Pesisir Selatan juga merupakan kabupaten yang hampir semua wilayahnya terletak disepanjang pantai, yang umumnya terdiri dari tanah payau (rawa) atau tanah yang tergenang. Secara alami kondisi seperti ini sangat menunjang pertumbuhan tanaman sagu secara alami.

Kondisi Lingkungan Dari 10 Tanaman Sampel

Inventarisasi dan karakterisasi tanaman sagu telah dilakukan di 4 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu Kecamatan Lengayang, Kecamatan Batang Kapas, Kecamatan Linggo Sari Baganti, dan Kecamatan Ranah Pesisir (Lampiran 2). Penentuan lokasi sampel dilakukan setelah melakukan survey pendahuluan dengan kriteria daerah yang paling banyak ditumbuhi sagu, sehingga ditetapkan 10 lokasi sampel yang mempunyai kondisi lingkungan yang berbeda beda.

Sampel 1 terletak di Muara Pandan Kecamatan Ranah Pesisir, lokasi terletak di sekitar perumahan warga dan berberdekatan dengan pantai. Sampel ini hidup di darat tumbuh menyebar tidak merata di pekarangan rumah warga bercampur dengan tanaman lain seperti kelapa, kakao, mangga dan gulma jenis rerumputan. Sampel 2 berlokasi di Koto Marapak Kecamatan Ranah Pesisir, juga terletak di dekat pantai berdekatan dengan rumah warga. Tumbuh tersebar merata di lahan tergenang air / berawa, bercampur dengan gulma berdaun lebar. Sampel 3 terletak di Padang Siriah Kecamatan Ranah Pesisir, berlokasi disekitar rumah warga jauh dari pantai. Sampel tumbuh merata di lahan tergenang air bercampur dengan gulma berdaun lebar dan rerumputan.

Sampel 4 terletak di Bukit Putus Luar Kecamatan Linggo Sari Baganti, jauh dari pantai berlokasi di pekarangan rumah warga tumbuh tersebar tidak merata bercampur dengan tanaman lain seperti pinang, kelapa, kakao, gulma berdaun lebar dan rerumputan. Sampel 5 terletak di Rimbo Panjang Kecamatan Linggo Sari Baganti, berlokasi di pekarangan rumah warga bercampur dengan tanaman lain seperti asam kandis, kakao, pinang, gulma berdaun lebar dan rerumputan. Sampel 6 terletak di Air Haji Kecamatan Linggo Sari Baganti, berbentuk hamparan yang sangat luas, hidup di lahan yang tergenang air bercampur dengan gulma jenis rerumputan.

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 59

Sampel 7 terletak di Talang Babungo Kecamatan Lengayang, hidup di lahan yang tergenang air jauh dari pantai bercampur dengan tanaman lain seperti kelapa, pinang, gulma berdaun lebar dan rerumputan. Sampel 8 terletak di Padang Cupak Kecamatan Lengayang, hidup di lahan tergenang air, jauh dari pantai berbentuk hamparan, Tanaman tersebar merata bercampur dengan gulma berdaun lebar dan rerumputan.

Sampel 9 terletak di Sikabu Kecamatan Lengayang, jauh dari pantai berdekatan dengan perumahan warga, tumbuh berbentuk hamparan tersebar merata di lahan yang tergenang air bercampur dengan gulma berdaun lebar. Di dekitar hamparan juga tumbuh tanaman pangan lain berjenis padi.

Sampel 10 terletak di Kecamatan Batang Kapas berlokasi di pekarangan rumah warga hidup tidak merata di lahan yang tergenang air, bercampur dengan gulma berdaun lebar dan rerumputan.

Harsanto (1986), lingkungan hidup yang baik pada sagu adalah daerah berlumpur, basah dengan air yang berwarna coklat dan bereaksi sedikit asam karena mengandung hancuran bahan organik. Dari 10 sampel yang diamati, 70% dari habitat sagu yang ditemukan adalah dirawa yang tergenang air (Gambar 1) . Habitat lainnya yaitu 30% dari sampel yang ditemukan hidup di darat. Sehingga dengan beragamnya keadaan habitat sagu dida-patkan data morfologi yang juga bervariasi.

Gambar 1. Habitat sagu ( a. darat, b. rawa)

Inventarisasi dan Karakterisasi Sagu

Tanaman sagu di Kabupaten Pesisir Selatan merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat, secara garis besar ditemukan 2 jenis sagu di daerah ini yaitu sagu yang memiliki duri dan sagu yang tidak berduri (Gambar 2). Harsanto (1986), tumbuhan sagu sejati dibagi menjadi dua kelompok menurut berduri atau tidaknya tangkai daun. Pada umumnya sagu telah dibudidayakan oleh masyarakat setempat, akan tetapi pembudidayaannya tidak diiringi perawatan yang intensif untuk meningkatkan produktivitas. Masyarakat hanya melakukan penanaman kembali tanpa adanya perawatan seperti pemupukan dan pemangkasan. Padahal bertanam sagu merupakan salah satu mata

pencarian mayarakat di Kabupaten Pesisir Selatan.

Pemanenan tanaman sagu juga dilakukan tanpa adanya penetapan waktu yang khusus, masyarakat memanen sagu berdasarkan keadaan tampak, apabila tanaman sudah besar maka akan dipanen. Padahal ini akan sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas tepung sagu, sehingga produksi sagu tidak akan terlalu signifikan dan akhirnya hanya dijadikan sebagai makanan ternak atau hanya konsumsi keluarga.

Selain itu tanaman sagu juga ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan yang berawa atau pada daerah payau. Sagu yang tumbuh dengan liar ini hidup dengan sendirinya sampai pada akirnya akan mati jika telah melewati fase berbunga. Dari lampiran 3 dapat dilihat 100%

a b

Jerami Volume 4 No.1, Januari – April 2011

60 ISSN 1979-0228

dari sampel yang ditemukan hidup tidak terawat walaupun 70% dari sampel ini telah dibudidayakan. Dari wawancara langsung yang dilakukan dengan pejabat setempat didapatkan informasi bahwa sagu bukanlah komoditi unggulan di kabupaten ini, sehingga

tidak ada upaya untuk pengembangan tanaman sagu baik dari segi peningkatan produksi ataupun luas lahan. Prioritas pengembangan tanaman yang akan dilakukan adalah gambir, sawit, dan padi.

Gambar 2. Tanaman sagu (a. Sagu berduri, b. tidak berduri)

Karakter morfologi dari 10 sampel yang ditemukan bervariasi. Karakter tersebut adalah sebagai berikut.

Morfologi Batang

Hasil pengamatan terhadap morfologi batang sagu menunjukan adanya variasi yang ditemukan dari 10 sampel tanaman yang diamati. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa adanya variasi terhadap permukaan batang, warna batang, dan lingkaran batang. Ditemukan 2 perbedaan permukaan batang dari 10 sampel yang diamati (Gambar 3), permukaan batang dengan bekas pelepah dan akar serta permukaan batang yang hanya terdapat bekas pelepah.

Tanaman sagu mempunyai permukaan dengan bekas pelepah dan akar dapat dilihat pada sampel 2, 5, 6, 7, dan 9. Sedangkan sagu yang permukaannya hanya ada bekas pelepah terdapat pada sampel 1, 3, 4, 8, dan 10. Pada umumnya sampel yang mempunyai bekas pelepah dan akar terdapat di lokasi yang berawa, hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai akar nafas yang membantu penyerapan oksigen karena lahan yang berlumpur beraerase buruk. Harsanto (1986), lingkungan hidup yang baik untuk sagu adalah daerah berlumpur, basah dengan air tanah yang berwarna coklat dan bereaksi sedikit asam

karena mengandung hancuran bahan organik, sehingga akar napas tidak terendam dalam air.

Warna batang (Gambar 4) yang ditemukan 40% dari 10 sampel berwarna coklat keabu-abuan terdapat pada sampel 1, 4, 5, dan 10, serta 60 % dari 10 sampel berwarna coklat kemerahan terdapat pada sampel 2, 3, 6, 7, 8, dan 9. Ukuran lingkaran batang yang ditemukan juga beragam, yaitu berukuran besar terdapat pada sampel 1 dan 9, berukuran sedang pada sampel 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 10. Lingkaran batang yang dijumpai berkisar antara 130 cm – 158 cm. Flach (1997), batang memiliki diameter dari 35-60 cm. Adanya perbedaan lingkaran batang juga menandakan perbedaan banyak pati yang terkandung dalam batang, semakin besar ukuran batang semakin bayak pati yang terkandung. Jumin (1987) Peningkatan hasil tanaman mempunyai hubungan yang positif dengan pertumbuhan relatif, asimilasi, ratio luas daun, dan hasil fotosintesa per unit daun. Pertumbuhan relatif dan hasil bersih fotosintesa per unit daun sangat ditentukan oleh jumlah populasi tanaman tiap luas lahan. Hal ini berhubungan erat dengan penangkapan dan peningkatan energi surya sebagai masukan energi dan ketersedian hara dan air dalam tanah. Flach, (1983) tanaman sagu membutuhkan sinar matahari penuh dalam kaitannya dengan pembentukan pati di dalam batangnya. Oleh

a b

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 61

karena itu untuk meningkatkan hasil, kerapatan tanaman harus diperhatikan. Jumlah populasi yang besar dapat menurunkan produksi,

karena berpengaruh terhadap faktor kesuburan tanah, kelembaban tanah dan pengambilan cahaya.

Tabel 1. Karakteristik morfologi batang pada tanaman sagu diKabupaten Pesisir Selatan

Bentuk batang yang ditemukan 100%

berbentuk bulat lurus. Batang sagu merupakan silinder yang berfungsi untuk mengakumulasi/ menumpuk karbohidrat (Harsanto, 1986). Tinggi tanaman sagu yang diukur adalah tanaman sagu yang telah berbuah atau berbunga, hal ini dikarenakan pada masa berbunga dan berbuah pertumbuhan vegetatif tanaman akan terhenti sehingga data yang didapatkan lebih menjelaskan perbedaan antara sampel. Jadi, karena tidak ditemukannya sampel yang berbunga atau berbuah maka pengamatan tinggi tanaman tidak dilakukan. Mangoendidjojo 2003 cit Betriliza (2006), tinggi dan lingkaran batang sulit digunakan sebagai informasi yang tepat untuk perbaikan karakter, karena tinggi dan lingkaran batang itu merupakan keragaman yang diperoleh dari hasil pengukuran, sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Tinggi dan lingkaran batang termasuk kedalam sifat kuantitatif, tetapi pewarisan sifat keturunannya dapat berupa sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif sangat bermanfaat dan merupakan informasi penting bagi usaha perbaikan karakter, karena sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan. Morfologi Daun

Dari pengamatan terhadap morfologi daun pada sagu ditemukan berbagai variasi pada daun diantaranya pada panjang daun, panjang anak daun, lebar anak daun, jumlah

anak daun, warna daun, permukaan daun, duri pada anak daun, warna pelepah daun, duri pada pelepah daun, dan punggung pelepah daun (Tabel 2).

Flach (1997), daun sagu tumbuh dengan panjang 5-8 m dan membawa 100-190 anak daun. Beberapa anak daun mencapai panjang 150 cm dan lebar hingga 10 cm. Dari Tabel 2 terlihat perbedaan panjang daun, panjang daun terpanjang adalah 960 cm pada sampel 8 lokasi Padang cupak dan yang terpendek 520 cm pada sampel 2 lokasi koto marapak. Rata- rata panjang daun yang ditemukan berukuran panjang, yaitu sampel 3, 6, 7, 8,dan 9, selebihmya berukuran sedang yaitu sampel 1 dan 5, serta berukuran pendek yaitu sampel 2, 4 dan 10.

Panjang anak daun berkisar antara 125 cm - 162 cm, sampel 1, 2, 3, 8 dan 9 merupakan sampel dengan anak daun terpanjang, sampel 4, 7dan 10 adalah sampel dengan ukuran anak daun sedang, 5 dan 6 sampel yang punya ukuran anak daun terpendek. Anak daun terpanjang berlokasi di Muara Pandan dan terpendek pada sampel 6, lokasi Air haji. Lebar anak daun dan jumlah anak daun berkisar antara 7,2 cm -10 cm dan 106 - 135 helai. Lebar anak daun terkecil terdapat pada sampel 2, 4, 5 dan 7 lebar anak daun yang terlebar pada sampel 1, 3, 6, 8, 9 dan 10. Jumlah anak daun terbanyak terdapat pada sampel 6 dan yang paling sedikit pada sampel 4.

Sampel Sampel Bentuk batang Lingkaran batang Permukaan batang Warna kulit batang

1 Muara pandan bulat dan lurus 157cm ada bekas pelepah coklat keabu-abuan

2 Koto marapak bulat dan lurus 139 cm ada bekas pelepah dan akar coklat kemerahan

3 Padang siriah bulat dan lurus 145 cm ada bekas pelepah coklat kemerahan

4 Bukit putus luar bulat dan lurus 142 cm ada bekas pelepah coklat keabu-abuan

5 Rimbo panjang bulat dan lurus 130 cm ada bekas pelepah dan akar coklat keabu-abuan

6 Air haji bulat dan lurus 137 cm ada bekas pelepah dan akar coklat kemerahan

7 Talang babungo bulat dan lurus 154 cm ada bekar pelepah dan akar coklat kemerahan

8 Padang cupak bulat dan lurus 134 cm ada bekas pelepah coklat kemerahan

9 Sikabu bulat dan lurus 158 cm ada bekas pelepah dan akar coklat kemerahan

10 Batang kapeh bulat dan lurus 154 cm ada bekas pelepah coklat keabu-abuan

Jerami Volume 4 No.1, Januari – April 2011

62 ISSN 1979-0228

Gambar 3. Permukaan batang (a. memperlihatkan bekas bekas pelepah, b. berakar dan memperlihat-kan bekas bekas pelepah)

Gambar 4. Warna batang (a. Coklat keabu-abuan, b. Coklat kemerahan)

Habitat dan intensitas cahaya yang

diterima sangat berpengaruh terhadap daun, termasuk panjang daun, panjang helaian dan lebar helaian, terlihat pada sampel 8 berlokasi di Padang Cupak dengan habitat tanaman berawa berbentuk hamparan luas yang tersebar merata dan tumbuh hanya bercampur dengan gulma berdaun lebar dan rerumputan. Keadaan seperti ini tentu akan mengoptimalkan cahaya yang diterima oleh daun karena tanaman tidak perlu bersaingan dengan tanaman lain dalam memperoleh cahaya. Begitu sebaliknya, sampel 5 merupakan sampel dengan panjang daun, panjang anak daun dan lebar anak daun terkecil. Sampel berlokasi di Rimbo Panjang hidup didaratan bercampur dengan tanaman lain seperti asam kandis, pinang, kakao dan gulma berdaun lebar, habitat yang seperti ini sangat mempengaruhi intensitas cahaya yang diterima, karena tanaman sagu hidupnya ternaungi oleh tanaman lain sehingga cahaya yang diterima tidak optimal lagi.

Terdapat 3 perbedaan pada warna daun (Gambar 5) yaitu hijau, hijau muda dan hijau tua. Sebagian besar dari sampel yang diamati

bewarna hijau tua yaitu sebesar 50% dari sampel. Sampel yang bewarna hijau tua terdapat pada sampel, 2, 4, 6, 7, dan 9. Warna hijau muda 30% terdapat pada sampel 3, 8, dan 10, serta lebihnya sagu dengan warna daun hijau sebanyak 20%. Perbedaan warna daun dipengaruhi oleh penyerapan cahaya, jika daun mendapatkan cahaya banyak maka warna daun akan bewarna pekat atau lebih hijau. Semakin hijau warna daun semakin bayak klorofil yang terkandung ( Alibidin tahun 1991 cit. Betriliza 2006). Permukaan daun yang ditemukan, daun dengan permukaan yang kesat, agak kesat, dan licin (Gambar 6). Sampel yang bertekstur licin 3, 7, 8, 9, dan 10 terletak di rawa. Hal ini berkaitan dengan ada tidaknya lapisan pelindung dipermukaan daun. Sampel yang terletak didarat umumnya bertekstur kasar dikarenakan untuk mengurangi penguapan, berbeda dengan sampel yang tumbuh dirawa penguapan tidak akan menjadi masalah karena ketersedian air yang cukup, sehingga tekstur daun yang tumbuh semuanya bertekstur licin.

b a

b a

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 63

Untuk duri pada anak daun sagu juga ditemukan beberapa variasi, 60% dari sampel yang ditemukan berduri pada tepi (Gambar 7) dengan 83% duri berukuran sedang 17% berukuran pendek bisa dilihat pada Gambar 8 . Kerapatan duri jarang dan tidak beraturan 67%, rapat dan tidak beraturan 37%. Duri pada tepi anak daun terletak pada ujung anak dengan jarak terpendek hingga terpanjang 13 cm – 18 cm dari ujung anak daun. Selain pada tepi anak daun juga ditemukan duri pada pertulangan dianak daun (Gambar 9), 100% dari sampel yang diamati memiliki duri dengan ukuran duri panjang sebanyak 90% terdapat pada sampel 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan10, berukuran sedang 10% bisa dilihat pada Gambar 10. Duri pada pertulangan anak daun terletak pada bagian ujung anak daun dengan jarak berkisar dari 19 cm - 48 cm dari ujung.

Terdapat 2 variasi pada bentuk pelepah daun, pelepah daun dengan bintik-bintik putih

dan pelepah bewarna polos tanpa bintik-bintik (Gambar 11). Warna pelepah daun (Gambar 12) yang ditemukan juga bervariasi, terdapat 4 perbedaan pada warna pelepah daun, yaitu hijau, hijau dengan bintik- bintik putih, hijau muda dengan bintik- bintik putih dan hijau tua dengan bintik-bintik putih. Hijau pada sampel 6 dan 10, hijau dengan bintik putih pada sampel 9, 8, dan 5, hijau muda dengan bintik putih pada sampel 1 dan 2, hijau tua dengan bintik putih pada sampel 7, 4, dan 3. Limbongan (2007), warna pelepahpun berbeda- beda yaitu hijau muda, hijau tua, hijau keputihan, hijau kekuningan dan hijau bertitik- titik. Pelepah sagu terdiri dari dua jenis, pelepah yang memiliki duri dan yang tidak berduri. 90% dari sampel yang diamati tidak berduri pada pelepah daun dan 10 % lainnya berduri (Gambar 13). Selain itu juga terdapat garis pada punggung pelepah (Gambar 14) yaitu pada sampel 1 dan 2.

Gambar 5. Warna daun (a hijau tua, b. hijau dan c. hijau muda)

Gambar 6. Tekstur daun (a. kesat, b. agak kesat dan c. licin)

Gambar 7. Tepi anak daun (a. tidak berduri, b. Berduri)

c b a

c b a

a b

Jerami Volume 4 No.1, Januari – April 2011

64 ISSN 1979-0228

Gambar 8. Ukuran duri tepi anak daun (a. pendek, b. sedang)

Gambar 9. Lidi anak daun ( a. tidak berduri, b. berduri )

Gambar 10. Ukuran duri lidi anak daun (a. panjang, b. pendek)

Gambar 11. Pelepah sagu ( a. Polos, b. Berbintik-bintik )

b a

a b

b a

a b

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 65

Gambar 12. Warna pelepah (a. Hijau muda dengan bintik- bintik putih, b. Hijau tua dengan bintik- bintik putih, c. Hijau, d. Hijau dengan bintik bintik putih)

Gambar 13. Bentuk pelepah sagu ( a. tidak berduri, b. Berduri)

Gambar 14. Garis dipunggung pelepah (a.bergaris, b.tidak bergaris)

Gambar 15. Ujung daun (a. runcing, b. runcing dan berlidi)

d c b a

a b

a b

b a

Jerami Volume 4 No.1, Januari – April 2011

66 ISSN 1979-0228

Tabel 2. Karakteristik morfologi daun pada tanaman sagu di Kabupaten Pesisir Selatan

Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa 100% bentuk daun yang ditemukan berbentuk lanset dengan ujung yang semuanya meruncing. Sesuai dengan pendapat Harsanto (1986) daun sagu berbentuk memanjang lanset (lanceolotus). Pada ujung daun yang meruncing pada ujungnya juga ada yang berlidi (Gambar 14).

Morfologi Anakan Hasil pengamatan terhadap anakan sagu

yang tumbuh di sekitar pohon utama berkisar dari 3-6 batang yang dapat dilihat pada tabel 3. Menurut Harsanto (1986) pada rumpun sagu rata-rata 1-8 batang, pada setiap pangkal batang tumbuh 5-7 batang anak. Karakteristik Morfologi Bunga dan Buah

sampel Bentuk Ujung Permukaan Tepi Pertulangan Tata letak Warna daun Panjang daun Panjang anak daun

1 lanset meruncing agak kesat rata sejajar bersilang berhadap hijau 690 cm 162 cm

2 lanset meruncing agak kesat rata sejajar bersilang berhadap hijau tua 520 cm 142 cm

3 lanset meruncing licin rata sejajar bersilang berhadap hijau muda 840 cm 146 cm

4 lanset meruncing kesat rata sejajar bersilang berhadap hijau tua 580 cm 140 cm

5 lanset meruncing kesat rata sejajar bersilang berhadap hijau 650 cm 130 cm

6 lanset meruncing agak kesat rata sejajar bersilang berhadap hijau tua 720 cm 125 cm

7 lanset meruncing licin rata sejajar bersilang berhadap hijau tua 950 cm 136 cm

8 lanset meruncing licin rata sejajar bersilang berhadap hijau muda 960 cm 155 cm

9 lanset meruncing licin rata sejajar bersilang berhadap hijau tua 950 cm 160 cm

10 lanset meruncing licin rata sejajar bersilang berhadap hijau muda 590cm 130cm

sampel Lebar anak daun Jumlah anak daun Duri dipertulangan Ukuran duri ditulang Kerapatan duri ditulang panjang bagian tulang daun yang berduri Duri pada tepi

1 10 cm 128 ada sedang rapat dan tidak beraturan 19 cm dari ujung ada

2 7,2 cm 118 ada panjang rapat dan tidak beraturan 43 cm dari ujung ada

3 8,8 cm 127 ada panjang jarang dan tidak beraturan 44 cm dari ujung tidak ada

4 8 cm 106 ada panjang jarang dan tidak beraturan 42 cm dari ujung ada

5 8 cm 122 ada panjang jarang dan tidak beraturan 39 cm dari ujung tidak ada

6 9 cm 135 ada panjang jarang dan tidak beraturan 37 cm dari ujung tidak ada

7 8 cm 117 ada panjang jarang dan tidak beraturan 41 cm dari ujung ada

8 9,7 cm 125 ada panjang jarang dan tidak beraturan 40cm dari ujung tidak ada

9 8,6 cm 132 ada panjang jarang dan tidak beraturan 47 cm dari ujung ada

10 8,5cm 110 ada panjang jarang dan tidak beraturan 48 cm dari ujung ada

sampel Ukuran duri ditepi Kerapatan duri ditepi panjang bag. Tepi daun yg berduri Bentuk pelepah susunan pelepah Warna pelepah Punggung pelepah

1 pendek rapat dan tidak beraturan 13cm dari ujung tidak berduri berselang seling hijau muda dengan bintik putih bergaris

2 sedang rapat dan tidak beraturan 17 cm dari ujung tidak berduri berselang seling hijau muda dengan bintik putih bergaris

3 tidak berduri berselang seling hijau tua dangan bintik putih tidak bergaris

4 sedang jarang dan tidak beraturan 20 cm dari ujung tidak berduri berselang seling hijau tua dengan bintik putih tidak bergaris

5 tidak berduri berselang seling hijau dengan bintik putih tidak bergaris

6 tidak berduri berselang seling hijau tidak bergaris

7 sedang jarang dan tidak beraturan 14 cm dari ujung tidak berduri berselang seling hijau tua dengan bintik putih tidak bergaris

8 tidak berduri berselang seling hijau dengan bintik putih tidak bergaris

9 sedang jarang dan tidak beraturan 16 cm dari ujung tidak berduri berselang seling hijau dengan bintik putih tidak bergaris

10 sedang jarang dan tidak beraturan 15 cm dari ujung berduri berselang seling hijau tidak bergaris

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 67

Dari semua sampel yang ditemukan di Kabupaten Pesisir Selatan semuanya belum berbunga dan berbuah, karena untuk menemukan tanaman sagu yang berbunga sangatlah sulit. Sagu lebih dahulu dipanen sebelum tanaman ini memasuki masa generatif atau masa pembungaan, karena setelah melewati fase pembungaan dan berbuah sagu akan mati. Sagu merupakan tanaman yang frekuensi berbuah dan berbunganya sekali seumur hidupnya.

Hasil Wawancara Dengan Petani-Petani Di Kabupaten Pesisir Selatan

Dari hasil wawancara terhadap petani responden 60% berpendidikan SD, 30% berpendidikan SMP dan 10% SMA. Pada umumnya sampel yang diamati telah dibudidayakan, akan tetapi teknik budidaya yang baik masih belum dilakukan seperti pemupukan, pemangkasan dan pengendalian hama penyakit karena mereka beralasan sagu merupakan tanaman sampingan untuk lahan yang dianggap kurang produktif dan tanpa perawatanpun masih tetap bisa diambil hasilnya. Rata-rata petani sampel menanam sagu dengan tujuan untuk menambah penghasilan dan konsumsi, karena seluruh bagian pohon sagu seperti daun dan kulit pelepah daun serta kulit batang bisa dimanfaatkan. Daun sagu dapat dibuat atap, keranjang, tikar atau dinding rumah, lidinya dapat dibuat sapu. Kulit batang sagu biasanya dijadikan bahan bakar. Bukan itu saja, tepung sagu adalah sasaran akhir dari menanam sagu. Pengambilan tepung sagu yang terdapat pada empulur dilakukan dengan memotong motong batang sagu. Selain dijadikan tepung sagu juga dijadikan sebagai bahan makanan ternak. Pola tanam yang dilakukan monokultur berkaitan dengan tempat hidupnya, umumnya sampel yang diamati tumbuh di daerah rawa atau berair yang menyebabkan tidak mungkinnya tanaman lain ditanam.

Pemanenan dilakukan petani dengan cara menebang batang sagu, waktu untuk menentukan pemanenan bagi petani disana tidak ada penetapan waktu yang pasti, petani hanya melihat ukuran batang apabila tanaman sudah besar maka akan dipanen.

Analisis Kekerabatan Analisis kekerabatan ini dilakukan untuk

menentukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara takson tumbuhan dengan cara menentukan kesamaan antara takson tumbuhan dengan menggunakan sifat-sifat morfologi. Karena sifat morfologi dapat digunakan untuk pengenalan dan menggambarkan tingkat jenis. Jenis-jenis yang berkerabat dekat mempunyai banyak persamaan antara satu jenis dengan jenis lainnya ( Davis and Heywood, 1973 Cit Winarti, 2004).

Tabel 3. Jumlah anakan sagu di pesisir selatan

Analisis kekerabatan ini dilakukan dengan menggunakan Program Minitab release 14.12 terhadap 10 sampel sagu. Program ini memudahkan dalam pengelompokan satu tanaman dengan menggunakan karakter morfologi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 10 sampel tanaman sagu yang dilakukan di beberapa kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan didapatkan 2 kelompok besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15 berikut.

Sampel Anakan

Muara pandan 4

Koto marapak 5

Padang siriah 4

Bukit putus luar 6

Rimbo panjang 3

Air haji 4

Talang babungo 5

Padang cupak 5

Sikabu 4

Batang kapeh 3

Jerami Volume 4 No.1, Januari – April 2011

68 ISSN 1979-0228

98731042561

72,21

81,47

90,74

100,00

Gambar 16. Dendogram 10 sampel tanaman sagu dari 30 karakter morfologi

Dendogram diatas menunjukan hubungan kekerabatan masing-masing sampel, ditemukan dua kelompok besar sagu yang diamati berdasarkan 30 karakter morfologi. Kelompok pertama yang terdiri dari sampel nomor 1, 2, 4, 5, 6, dan 10 dengan jarak kekerabatan 85,54% - 96,18%. Kelompok kedua terdiri dari sampel 3, 7, 8, dan 9 dengan jarak kekerabatan 74,58% - 94,88%.

Kerabat yang paling dekat pada kelompok pertama terletak pada sampel nomor 4 dan 10 dengan nilai kemiripan 96,18%, diikuti sampel 1 dan 5 dengan kemiripan 85,54%, sampel 2 dan 4 dengan kemiripan 86,04%, dan sampel 1 dan 2 dengan kemiripan 86,71%. Kerabat yang paling dekat pada kelompok kedua adalah sampel 8 dan 9 dengan kemiripan 94,88%, sampel 7 dan 8 dengan kemiripan 93,75%, sampel 1 dan 6 dengan kemiripan 87,5%, dan sampel 3 dan 7 dengan kemiripan 74,58%. Setelah mengamati 30 karakter morfologi dari 10 sampel sagu diperoleh hubungan kekerabatan antara sampel 4 dan 10 memiliki hubungan kekerabatan terdekat dengan persentase kemiripan 96,18%. Sampel 1 dan 3 memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan angka persentase kemiripan 72,20%. Makin tinggi angka persentase kemiripan, semakin dekat hubungan kekerabatan suatu tanaman dan semakin rendah angka persentase kemiripan maka hubungan kekerabatan suatu tanaman semakin jauh hubungan kekerabatan suatu tanaman. Besar dan kecilnya angka

persentase kemiripan akan sangat dipengaruhi oleh luas sempitnya keragaman (viabilitas). Umumnya tingkat viabilitas yang tinggi dari karakter morfologi akan menyulitkan pembatas takson dibawah jenis (Brunell dan whitleus, 1999 cit. Winarti, 2004). Bisa dikatakan bahwa sampel nomor 1 dan 3 mempunyai keragaman yang sangat tinggi, kedua karakter ini sangat potensial untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai bahan dasar untuk pemuliaan tanaman.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa, terdapat 2 kelompok tanaman sagu berdasarkan 30 karakter morfologi (kualitatif dan kuantitatif) yang diamati. Kelompok pertama yaitu sampel 1,2,4,5,6, 10 dan kelompok kedua yaitu sampel 3,7,8,9, dimana nilai perbedaan kelompok pertama dengan kedua yaitu 27,79%.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan. 2008. Sagu (Metroxylon spp) Sebagai Sumber Energi Bioetanol Potensial. Departemen kehutanan, Bogor.

Badan Planologi Departemen Kehutanan Sumatera Barat. 2002. Data dan

kemiripan

Keterangan gambar : 1. Muara pandan

2. Koto marapak

3. Padang siriah

4. Bukit putus luar

5. Rimbo panjang

6. Air haji

7. Talang babungo

8. Padang cupak

9. Sikabu

10. Batang kapeh

Tanaman sampel

Identifikasi dan Karakterisasi Sagu

ISSN 1979-0228 69

Informasi Kehutanan Sumatera Barat. Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Barat. 16 hlm.

Baihaki, A. 1999. Pelestarian Sumber Daya Hayati Pertanian. Unpad. Bandung. Hal 86

Betriliza. 2006. Inventarisasi dan Karakterisasi Morfologi Mangga (Mangifera odorata Griff) Di Kecamatan Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Andalas .Padang

Bintoro, H.M.H. 1999. Pemberdayaan tanaman sagu sebagai penghasil bahan pangan alternatif dan bahan baku agroindustri yang potensial dalam rangka ketahanan pangan nasional. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanaman Perkebunan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 70 hal.

Flach, M. 1983. Sago Palm Domestication, Explantation, and Production. FAG Plant Production and Protection Paper. 85 pp.

---------. 1997. Sago palm. International plant genetic resources institute (ipgri) promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops, 13. IPGRI Italy and IPK Germany.

Hanarida, I. 2007. Mengenal Plasma Nutfah Tanaman Pangan. http://www.BB-Biogen.

Harsanto, B. 1986. Budidaya dan pengolahan sagu. Karnisius. Yogyakarta. 91 hal.

Haryanto, B. dan. Pangloli. 1992. Potensi dan pemamfaatan sagu. Kanisius. Yogyakarta. 140 hal.

Haska, N dan Pramuda. 2002. Prospek komuditas sagu dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri di masa datang. Pers released symposium nasional sagu ke-IV. Kendari Sulawesi Tenggara. 7hal.

Jong. F.S. 1995. Research for the Development of Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb.) Cultivation in Sarawak, Malaysia. Sadong Press Sdn. Bhd. 139p.

Jumin, H.B. 1987. Dasar- dasar agronomi. Rajawali pers. Jakarta. 137hal

Limbongan, J.A. Hanafiah, dan M. Ngobe. 2005. Pengembangan Sagu Papua. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. 25 hlm

Limbongan, J. 2007. Morfologi beberapa jenis sagu potensial di papua. Balai pengkajian teknologi pertanian papua. 10 hal.

Mangindaan, H.F. dan H. Tampake. 2005. Status Plasma Nutfah tanaman sagu ( Metroxylon sp.). Buku Pedoman Pengelolaan Plasma Nutfah Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, bogor, hlm. 319-329.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar pemuliaan tanaman. Kanisius. Yogyakarta

Miftachorrachman, H. Novarianto dan D. Allolerung. 1996. Identification of Sago Species and Rehabilitation to Increase Productivity of sago (Metroxylon sp.) in Irian Jaya. Proceeding of Sixth International Sago Symposium”Sago: The Future Source of Food and Feed. Pekanbaru 9-12 december 1996. Riau.pp.:79-95.

Oates, C. and A. Hicks. 2002. Sago Starch Production in Asia and the Pacific- Problems and Prospects. New Frontiers of Sago Palmn Studies. Universal Academic Press, Inc., Tokyo, Japan. p. 2736.

Saragih, B. 2002. Makalah dalam symposium nasional sagu IV. Kendari 19 Agustus 2002. 9 hal.

Sutrian, Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh Tumbuhan Tentang Sel Dan Jaringan. Rineka cipta. Bogor. 233 hal.

Tahardi, J.S. and N.F. Sianipar. 2001. Plant regeneration via somatic emryogenesis from immature leaf tissue sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) sago palm 9(2).

Tjitrosoepomo, G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press : Yogyakarta

Winarti, N. 2004. Variasi Morfologi Centela asiatica (L) Urb. dan Kerabatnya (Hydrocotyle spp) pada Beberapa Lokasi di Sumatra Barat. Skripsi Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika Universitas Andalas. Padang.

------------------------------oo0oo------------------------------