26

HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,
Page 2: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)UNTUK NATURAL SCIENCES

Penulis: Zulfikar Alimuddin

Nikmah Hariati

Kontributor: Danang Bagus Yudistira, Muhammad Tafirulloh Hidayat, Choirun Nisa’ Nurlatifah,

Disyacitta Camelia, Dhea Amanda, Kurniawan, Maisyarah, Manesta Edelweis Jingga, Noor Husna Khairisa, Randi Ahmad Irwanto, Taufik Hidayat,

Ubaidillah, Yudhistira Abdi A

Penyelia naskah:Nikmah Hariati

Desain sampul:Ayatullah Humaidi

Desain isi:Ayatullah Humaidi

Penerbit:HAFECS Press

Jl. Brigjen Hasan Basri, Handil Bakti, Ray V, Alalak, Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan, 70581

Terbit pertama kali tahun 2019

Cetakan Pertama Juni 2019

Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang Dilarang memperbanyak buku sebagian atau seluruh buku ini

tanpa izin tertulis dari Penerbit

ISBN 978-623-91167-0-5

Page 3: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,
Page 4: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cip-ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 5: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,
Page 6: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

KATAPENGANTAR

Page 7: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

SEJAK saya pertama kali di tugas kan di GIBS, SMP-SMA berasrama

yang terletak di Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan, pada Mei 2015. Sejak saat itu hingga sekarang, salah satu tantangan terbesar dalam pengajaran yang saya amati dalam proses pengajaran di kelas adalah kesulitan siswa dalam memahami materi-materi yang diajarkan oleh para guru. Ketika saya amati lebih jauh dalam proses penyampaian materi, umumnya para siswa tidak menunjukkan ketertarik an pada materi tersebut. Fenomena ini saya kira sama dengan apa yang terjadi pada kehidupan kita sehari-hari di saat kita tidak memiliki ketertarikan pada sebuah informasi yang kita terima karena kita tidak mampu menyerap informasi tersebut.

Pada awalnya, saya berusaha mem perbaiki situasi ini dengan mengajak para guru untuk memilah-milah materi bagi berbagai kelompok siswa di kelas menurut kemampuan daya serap me reka. Cara ini cukup efektif untuk membuat

setiap siswa tertangani dengan lebih baik. Namun, tetap saja terjadi hambatan dalam proses interaksi komunikasi antara guru dan siswa.

Kami kemudian memberikan pelatih an bagi para guru baik di dalam lingkung an sekolah dengan mengundang para ahli pendidikan maupun mengirim guru ke berbagai seminar dan training. Selain itu saya kemudian memutuskan untuk mengambil program doktoral di bidang People and Knowledge Management untuk secara khusus mencari tau bagaimana meningkatkan kemampuan pengajaran para guru. Dalam proses riset saya inilah saya kemudian menemukan istilah Pedagogical Content Knowledge. Dengan temuan konsep ini saya kemudian meratifikasi tema disertasi saya dari “peningkatan kemampuan pengajaran” menjadi “peningkatan kemampuan PCK para guru”.

Saya kemudian mencoba menerap kan PCK kepada para guru di GIBS melalui pelatihan-pelatihan internal, dan kemudian melalui HAFECS memper kenalkan

konsep dan metode ini ke para guru di sekolah-sekolah lain.

Saya kemudian mengajak para guru di GIBS untuk menuliskan pengalam an mereka mengajar setelah mereka menggunakan PCK di buku ini untuk bisamenjadi tambahan referensi bagi guru-guru lain.

Karena ini adalah buku pertama kami, dan memperhatikan banyak nya mata pelajaran yang harus disampai kan pada siswa, serta kompleksitas PCK itu sendiri, kami memutuskan untuk menjabarkan PCK pada mata pelajaran Matematika dan IPA saja di buku ini. Karena itulah, dalam buku ini hanya mengangkat kasus-kasus yang terkait dengan mata pelajaran tersebut.

Untuk memberikan gambaran pe nerapan PCK dalam ilmu sosial, di akhir buku ini kami juga mengangkat satu kasus berdasarkan pengalaman guru di kelas sosial. Pembahasan PCK secara khusus untuk pelajaran sosial akan dijabarkan dalam buku yang akan terbit berikutnya.

Zulfikar Alimuddin B.Eng., MM.

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

viKATA PENGANTAR

Page 8: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

DAFTAR ISI

Page 9: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

viKATA PENGANTAR

viDAFTAR ISI

viiiCARA MEMBACA BUKU INI

02PENGANTAR: APA DENGAN MENGAPA HOTS?

20BAB 1: PROSES BERFIKIR DALAM BELAJAR-MENGAJAR

32BAB 2: CARA MEMBANGUN HOTS

46BAB 3: CARA MEMBANGUN HOTS MELALUI PERTANYAAN TURUNAN

52BAB 4: PROSES BERFIKIR DAN TAKTIK PENGAJARAN

60BAB 5: PENGGUNAAN PCK DALAM PENGAJARAN HOTS

160PENUTUP

162DAFTAR PUSTAKA

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

viDAFTAR ISI

Page 10: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

CARAMEMBACABUKU INI

Page 11: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

Buku ini bisa dibaca dari awal sampai akhir secara berurutan atau:

1. Cari cerita pengalaman yang diceritakan di buku ini yang sama

atau mirip dengan pengalaman Anda.

2. Tuliskan terlebih dahulu cerita pengalaman Anda pada secarik kertas

3. Baca pengalaman yang ada di buku ini dan bandingkan dengan

pengalaman Anda sendiri yang sudah Anda tuliskan.

4. Baca juga penjabaran tentang PCK di Chapter II.

5. Baca teori terkait pengalaman tersebut, dan buat catatan tambah-

an di kertas Anda tentang apa yang Anda bisa perbaiki atas kejadi-

an dari pengalaman tersebut.

Bila tidak ada satupun cerita pengalaman di buku ini yang bisa

anda hubungkan dengan pengalaman anda sendiri, maka:

1. Baca dengan seksama cerita pengalaman yang ditulis di buku ini.

2. Bayangkan situasi-situasi yang mungkin terjadi di kelas anda yang

bisa anda hubungkan dengan cerita pengalaman tersebut, dan tu-

liskan apa yang anda bayangkan.

3. Baca teori terkait pengalaman tersebut dan coba tuliskan apa

yang bisa anda perbaiki pada situasi yang anda bayangkan itu.

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

viiiCARA MEMBACA BUKU INI

Page 12: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

APA DAN MENGAPA HOTS?

1BAB

Page 13: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

PENGAJARAN di kelas, di seluruh dunia, di semua level , semua

bertujuan untuk mendidik. Semua memberikan pelajaran berupa informasi, norma, mau-pun keterampilan yang dihara-pkan akan bermanfaat untuk

kehidupan siswa nanti. Namun kalau kita amati lebih jauh, semua pengetahuan tersebut seringkali hanya bersifat dida-ktik, satu arah, dan tidak be-nar-benar memfasilitasi siswa untuk mencari alasan kenapa mereka memerlukan pelajaran

tersebut. Dalam kegiatan be-lajar mengajar, siswa berfikir, namun apakah yang mereka sedang fikirkan, sudah sampai pada tahapan manakah mereka berfikir? Inilah yang mungkin seringkali lupa guru klasifi-kasikan.

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

“Sekedar mengingat tidak cukup untuk seseorang yang hidup di abad 21”

(Williams, 2003)

2APA DAN MENGAPA HOTS?

Page 14: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

Guru, yang telah dilatih se-dari persiapan pendidikan di tingkat perguruan tinggi tentu-nya mengenal istilah taksonomi pembelajaran atau lebih dikenal dengan taksonomi Bloom yang berikutnya telah direvisi oleh An-derson dan Krathwohl (AKT) atau lebih dikenal dengan istilah RBT (revised Bloom’s taxonomy). Tak-sonomi ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan sehingga dapat tercapai hasil belajar yang efisien tepat sasaran. Taksonomi juga menjadi landasan pendi-

dikan intelektual siswa yang me-mang dirangkai agar berkem-bang sesuai dengan tahapan pembelajaran yang diharapkan. Khususnya pembelajaran masa kini yang menitik beratkan pada penguasaan keterampilan ber-fikir tingkat tinggi demi meres-pon permintaan lingkungan so-sial maupun dunia kerja selepas siswa bersekolah nantinya.

Sekilas tentang taksonomi, sesuai dengan dinamika pendi-dikan, taksonomi yang awalnya diperkenalkan oleh Benyamin S.

Bloom pun mengalami peruba-han yang disesuaikan dengan karakter pembelajaran masa kini yang direvisi oleh Lorin Ander-son dan Krathwohl. Secara sing-kat, taksonomi revisi menekank-an lebih kepada proses dimana taksonomi yang terdahulu leb-ih berfokus pada produk hasil berfikir. Ini terkait pula dengan kategori proses berfikir yang ter-masuk ke dalam keterampilan berfikir tingkat rendah (LOTS) dan keterampilan berfikir ting-kat tinggi (HOTS).

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

3 APA DAN MENGAPA HOTS?

Page 15: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

Sebelum buku ini dibahas lebih jauh. Ada dua perubahan mendasar yang harus dipahami yang membedakan antara AKT dan Bloom’s Taxonomy (BT)

yang bisa dilihat pada tabel berikut ini:

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

1

2

3

4

5

6

Pengetahuan (Knowledge)

Pemahaman (Comprehension)

Pengaplikasian (Application)

Analisis (Analysis)

Sintesis (Synthesis)

Evaluasi

Structur Taksonomi BloomNo

Mengingat (Remember)

Memahami (Understand)

Mengaplikasikan (Apply)

Menganalisa (Analyze)

Mengevaluasi (Evaluate)

Menciptakan/Mengkreasikan (Create)

Struktur Taksonomi Revisi (AKT)

Tabel 1.1 Perbandingan struktur taksonomi Bloom dan Taksonomi Anderson dan Krathwohl

Merepresentasikan kemampuan berfikir tingkat rendah (LOTS)

Merepresentasikan kemampuan berfikir tingkat tinggi (HOTS)

Area merah HOTS tersebutlah yang menjadi tujuan pembelaja-ran di kelas pada masa kini Lalu apakah HOTS itu sebenarnya?

HOTS atau Higher Order Think-ing Skills yang bermakna ke-mampuan berfikir tingkat tinggi ini adalah kemampuan berfikir secara logis, reflektif, dan kom-pleks yang tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami namun juga bersifat analitik, evaluatif, dan kreatif. Da-lam berbagai studi, HOTS diakui sebagai keterampilan yang harus dimiliki oleh masyarakat abad 21 agar bisa memiliki performa yang

optimal dalam pekerjaan maupun kehidupan sosialnya (Williams, 2003; Brookhart, 2010; Moseley, et al., 2005). Ini pula yang men-dorong pemerintah berbagai neg-ara, melalui pendesain kurikulum

nasional dan pembuat kebijakan, menelurkan kurikulum berbasis HOTS yang dapat merespon kebu-tuhan zaman yang menginginkan para pencari solusi dan pemikir yang efisien untuk menempati po-sisi-posisi strategis di masyarakat.

Pada pembelajaran belakan-gan ini, HOTS yang awalnya ban-yak berfokus kepada kemampuan menjawab pertanyaan yang berk-isar pada LOTS (C1- C3) kini di-dorong lebih jauh lagi agara dapat mencapai tahapan keterampi-lan menganalisa hingga mampu menciptakan konsep atau produk berfikir yang baru (C4 - C6).

4APA DAN MENGAPA HOTS?

Page 16: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

Secara khusus dikaitkan den-gan peran guru dalam lingkup sekolah, kita tentunya memilki pengaruh yang sangat besar dalam upaya menyukseskan penanaman kemampuan ber-fikir tingkat tinggi ini yang dika-takan merupakan kunci dari suk-sesnya pendidikan (Retnawati et al., 2018; Tanujaya et al., 2017). Buku ini kemudian bertujuan untuk menjadi referensi praktis bagi guru dalam rangka mema-hami elemen-elemen HOTS, ti-dak hanya aspek proses kognitif yang diperkenalkan oleh Bloom dari mengingat (C1) hingga mengevaluasi (C6) namun juga dimensi lain di luar pengeta-huan kognitif yang diperke-

nalkan oleh Anderson dan Krathwohl yang menetapkan dimensi tersebut berupa peng-etahuan faktual hingga metak-ognitif. Buku ini juga bertujuan membantu guru menemukan kerangka bagaimana melatih siswa untuk dapat menguasai keterampilan berfikir terse-but menggunakan taksonomi dan Anderson dan Krathwohl (AKT) tersebut. Hal yang tidak kalah penting adalah bagaima-na menggunakan pengetahuan konten pedagogi (Pedagogical Content Knowledge) yang dimil-ki oleh guru untuk memaksi-malkan pembelajaran di dalam kelas seperti yang ditulis di buku HAFECS sebelumnya yang ber-

judul Cara Mengajar Lebih Efektif Dengan Menggunakan PCK Bagi Guru Matematika dan Sains yang telah diterbitkan lebih dulu pada tahun 2019.

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

5 APA DAN MENGAPA HOTS?

Page 17: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

Kemudian mengapa HOTS? Seperti kutipan yang kita baca sebelumnya. Dunia ini dina-mis, sehingga pendidikan yang menjadi fondasi dasar manusia untuk bertahan hidup tentunya harus mengikuti dinamika itu pula. Se iring dengan terbuka-nya jendela informasi dan pe-ngetahuan tanpa batas, guru pun semestinya melatih siswan-ya agar mampu berfikir kritis dan independen. Kemampuan ini sudang barang tentu hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang telah matang keterampi-lan berfikir tingkat tingginya sehingga bukan hanya mereka mampu berfikir, namun juga beradaptasi dengan perubahan dan menciptakan perubah an itu

sendiri.Berikutnya dalam meren-

canakan pengajaran yang ber-basis pada keterampilan ber-fikir tingkat tinggi (HOTS), guru harus sudah fasih memahami intisari dari pembelajaran dan pengajaran agar dapat mem-bantu siswa berfikir dengan tepat dan efisien sehingga mer-eka mampu meraih capaian

pembelajaran yang diinginkan. Sebagai contoh, seorang siswa sekolah dasar telah diajari dan dapat mengingat konsep nomi-nal uang (C1) tentu perlu belajar memahami untuk barang sep-erti apa saja uang tersebut bisa digunakan (C2) sebelum ia bisa benar-benar menghitung kem-balian belanjaan yang telah ia pakai (C3).

Proses seperti inilah yang guru akan ajarkan dan akan di bahas di buku ini. Kemudian akan juga dibahas kaitan antara pembelajaran, pengajaran, dan tentunya hasil akhir yang di-harapkan setelah proses tersebut dilalui.

C1 C2 C3

6APA DAN MENGAPA HOTS?

Page 18: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

CONTOHKASUS

Page 19: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

8CONTOH KASUS

CASE ELASTISITAS (RENDI INDIWARA)

Kompetensi Dasar: Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam kehidupan se-hari-hari

Pertanyaan: Apa penyebab jumlah shock pada motor bebek dan motor matic berbeda?

Konteks:Motor bebek dan motor ma-tic memiliki jumlah shock be-lakang yang berbeda.

Motor bebek memiliki 2 shock dan motor matic memiliki single shock. Jika kita kaji den-gan melihat beban maksimal, motor matic memiliki beban maksimal 120 kg, sedangkan motor bebek dapat lebih tinggi lagi. Untuk membawa beban berat seperti berjualan atau ber-dagang, motor bebek memang lebih kuat. Namun, jika digu-nakan untuk perjalan an jauh, motor matic lebih stabil. Shock pada motor bebek memiliki 2 shock dan motor matic memiliki single shock memang didesain sedemikian rupa untuk fung-si-fungsi diatas. Bagaimana susunan shock pada kedua motor tersebut bekerja se­hingga memiliki fungsi yang berbeda?

Jawaban:Untuk menjawab permasalahan diatas kita dapat menggunakan Anderson Krathwol Taxo nomy.

4

3

2

1

Faktual Konseptual Prosedural

(FC1)Berapakah jumlah

shock motor bebek dan motor matic?

(CC1)Manakah susunan seri dan paralel shock pada

motor bebek dan matic?

(PC1)Bagaimana meng-

hitung pemampatan benda?

(FC2)Bagaimana susunan shock pada motor bebek dan pegas?

(CC2)Gambarkan susunan shock secara seri dan

paralel!

(CC3)Jika diberi beban yang sama, bagaimana pe-

mampatan shock motor bebek dan matic?

(CC4)Bagaimana hubungan beban motor dengan

pemampatan shock pada motor bebek dan matic?

(PC2)Berilah beban yang sama pada kedua motor, ama-ti, apakah pemampatan kedua motor berbeda?

(PC3)Bagaimana menghitung

pemampatan shock saat kedua motor diberi

beban yang sama?

(PC4)Bagaimana susunan

shock pada kedua motor tersebut bekerja sehing-ga memiliki fungsi yang

berbeda?

Page 20: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

9 CONTOH KASUS

Path 1:(FC1)Melihat jumlah shock pada motor bebek dan motor.Langkah awal yang guru lakukan adalah mengajak siswa untuk melihat jumlah shock pada kedua motor. Guru menghadirkan motor bebek dan matic sehingga siswa dapat mengamati secara langsung

(CC1)Menunjukkan susunan seri dan paralel.Siswa menunjukkan susunan seri pada motor matic dan paralel pada motor bebek. Guru dapat menggunakan kata “sejajar” pada istilah paralel.

(PC1)Menunjukkan makna selisih pada panjang awal dan akhir.Guru dapat menaiki motor kemudian meminta siswa un-tuk menunjukkan apakah perbedaan dari panjang awal dan akhir? Hal ini digunakan untuk mengajarkan konsep selisih kepada siswa.

(PC2)Memahami perubahan panjang pada shock motor bebek dan maticGuru meminta siswa dengan massa yang sama untuk me-naiki kedua motor. Siswa membedakan manakah yang lebih banyak memendek.

(PC3)Menghitung pemampatan shock pada motor bebek dan maticSiswa dapat menggunakan penggaris, memvariasi beban, membuat tabel sehingga terlihat perbedaan pemampa-tan pada shock untuk motor bebek dan matic.

(PC4)Membedakan fungsi shock sesuai dengan beban maksimal pada motor bebek dan matic.Siswa membuat analisis secara kuantitatif, manakah mo-tor yang memiliki beban maksimal lebih besar.

Path 2:

(FC1)Melihat jumlah shock pada motor bebek dan motor.Langkah awal yang guru lakukan adalah mengajak siswa untuk melihat jumlah shock pada kedua motor. Guru menghadirkan motor bebek dan matic sehingga siswa dapat mengamati secara langsung

(FC2)Memahami makna sejajar.Siswa menunjukkan shock yang single dan sejajar pada kedua motor

(CC2)Mengambarkan shock secara seri dan paralelSiswa menggambarkan bentuk shock secara paralel dan seri di buku tulis

(CC3)Menerapkan konsep pemampatan pada shockSiswa membedakan pemampatan yang terjadi pada shock motor bebek dan matic. Jawaban yang diharapkan dari siswa adalah manakah yang lebih termampat jika diberi beban yang sama.

(CC4)Membedakan pemampatan yang terjadi pada shockSetelah siswa melihat perbedaan pemampatan pada kedua shock, siswa melakukan variasi dengan menambah jumlah beban. Jumlah beban dapat divariasi dua kali un-tuk menghasilkan data kualitatif.

(PC4)Membedakan fungsi shock sesuai dengan beban maksimal pada motor bebek dan matic.Siswa membuat analisis secara kualitatif, manakah motor yang memiliki beban maksimal lebih besar.

Pada path pertama, siswa diharapkan mampu untuk meng olah data hasil percobaan hubungan antara gaya yang diperlukan dengan pemampat-an shock. Selain itu, membedakan pemampatan shock pada motor bebek dan matic. Pada path kedua, siswa diharap kan mampu meng analisis hubung an antara beban dengan pemampatan shock sehingga kedua motor memiliki fungsi yang berbeda ditinjau dari beban maksimalnya.

Path pertama menuntun siswa untuk mengo-lah data secara kuantitatif. Thinking proses yang dilatih kepada siswa berupa kemampuan untuk

memecahkan masalah dengan menggunakan data dan angka. Data dan angka ini membantu siswa untuk mengambil satu kesimpulan atau suatu persamaan. Path kedua menuntun siswa untuk mengolah data secara kuantitatif. Per-tanyaan-pertanyaan terbuka melatih siswa untuk berpikir secara mendalam. Uraian-uraian yang dibuat oleh siswa dapat digabungkan dengan siswa lain untuk menghasilkan kesimpulan-kesi-mpulan yang beragam dan bervariasi. Hal ini me-mungkinkan untuk mendalami materi rangkaian seri-paralel secara kualitatif.

Page 21: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

10CONTOH KASUS

CASE CAIRAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT (MT HIDAYAT)

REMEMBER

Met

acog

niti

onPr

oced

ural

Conc

eptu

alFa

ctua

l

UNDERSTAND APPLY ANALYZE EVALUATE CREATE

Larutan yang seperti apa yang mampu menghasilkan nyala bohlam?

Larutan yang seper ti apa yang tidak mam-pu menghasilkan nyala bohlam?

Bagaimana tahapan yang terjadi seh-ingga bohlalm bisa menyala?

Bisakah rangkaian menyala jika hanya satu elektrode yang terhubung?

Apa saja bagian-bagi an dari rangkaian yang Anda buat dari eksperimen bohlam dan cairan?

Apa saja fungsi mas-ing-masing bagian pada rangkaian tersebut?

Disajikan lampu bohlam yang terhubung listrik. Kemudian ujung kabel-nya dijadikan elektrode. Sejumlah cairan disedia-kan untuk dicelupkan

Apakah larutan garam dapat menyalakan lampu?

Apakah larutan gula da-pat menyalakan lampu?

Pada larutan yang meng-hasilkan nyala, amati apa yang terbentuk di dalam cairan setelah dicelup da-lam waktu lama. Adakah yang terlihat?

Masalah apa saja di bidang kesehatan yang dapat Anda atasi dengan meng-gunakan pemahaman atas larutan elektrolit?

Masalah apa saja di bi dang pertanian yang dapat Anda atasi dengan meng-gunakan pemahaman atas larutan elektrolit?

Apa yang harus dilaku kan agar nyala bohlam pada rangkaian yang dicelup-kan pada cairan lebih terang dari sebelumnya?

Apa yang harus dilakukan agar nyala bohlam pada rangkaian yang dicelup-kan pada cairan lebih redup dari sebelumnya?

Apa saja syarat-syarat cairan agar ketika dihubungkan dengan arus listrik dapat meny-alakan bohlam?

Apa saja hal-hal yang dapat mengurangi ke-mampuan suatu cairan dalam menyalakan bohlam?

Keperluan-keperlu-an apa saja dalam kehidupan sehari-hari yang dapat memanfaat-kan cairan elektrolit?

Kegiatan manusia apa saja yang belum memanfaatkan cairan elektrolit namun belum diaplikasikan?

Apa saja yang faktor-faktor yang menyebabkan asam sulfat kurang efektif untuk dipakai sebagai cairan elektrolit pada aki?

Bagaimana agar cairan enzim dapat digunakan sebagai bahan untuk baterai? Apa yang harus ditambahkan/dihilangkan?

Apa yang harus dilaku-kan agar cairan yang tidak dapat menyalakan bohlam menjadi dapat menyalakan bohlam?

Apa yang harus dilakukan agar cairan yang dapat menyalakan bohlam menjadi tidak dapat menyalakan bohlam?

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ke-mampuan suatu cairan menyalakan bohlam?

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakmampuan suatu cairan menyalakan bohlam?

Faktor-faktor apa saja yang tidak mempe-ngaruhi kemampuan suatu cairan menyala-kan bohlam?

Jika saya memiliki air jeruk kental dan air jeruk encer, manakah yang akan menyalakan lampu bohlam lebih terang?

Jika saya memiliki air jeruk kental dan air jeruk encer, manakah yang akan menyalakan lampu bohlam lebih lama?

Apa yang bisa kita pelajari dan prinsip elektrolit sebagai salah satu sumber daya (power supply)?

Apa yang dapat kita refleksikan dari prinsip elektrolit dan analogin-ya terhadap persoalan kehidupan sehari-hari?

Bagaimana cara Anda untuk bisa sampai pada keputusan untuk menggu-nakan cairan itu sebagai bahan pengganti air aki?

Apa saja langkah yang bisa dilakukan untuk me-nemukan sumber-sumber elektrolit potensial yang lebih efektif dan efisien?

Mengapa Anda memilih cairan tersebut sebagai cairan pengganti air aki yang habis pakai?

Mengapa Anda memilih bahan utama tersebut sebagai pengganti bahan baterai?

Jika Anda ingin meng-ganti air aki yang habis pakai dengan cairan lain, cairan apakah yang ke-mungkinan Anda pakai?

Jika Anda diminta membuat ba-terai dengan bahan utama yang berbeda dari bahan baterai pada umumnya, kira-kira bahan apa yang akan Anda gunakan?

Buatlah sebuah sumber daya (power supply) yang menggunakan prinsip elektrolit.

Bangunlah sebuah purwa rupa (prototype) sebuah baterai yang mengguna kan prinsip elektrolit namun dapat diisi ulang (rechargeable).

Bagaimana diagram kerja (workflow) sebuah alat suplai daya (power supply) yang menggu-nakan elektrolit?

Gambarlah diagram alat yang berfungsi seperti aki yang Anda buat terse-but beserta bagian-ba-gian dan kegunaannya

Rancanglah sebuah rang-kai an alat yang berfungsi seperti aki namun menggu-nakan bahan dan material yang berbeda dengan aki!

Ada 5 cairan: air cuka, air jus jeruk, air susu, air kecap, dan air sirup. Manakah yang menurut Anda akan menyalakan bohlam?

Cairan apakah yang kemungkinan me nyala lebih terang, cairan darah atau cairan keringat? Cairan mana yang kemungkinan tidak menghasilkan gelem-bung: air kelapa, air ludah, air hujan?

Jelaskan aliran listrik yang terjadi saat rang-kaian menghasilkan bohlam yang menyala!

Jelaskan aliran listrik yang dialami oleh rangkaian yang tidak menghasilkan nyala bohlam!

Mengapa bohlam yang dihubungkan dengan larutan gula tidak menyala?

Mengapa bohlam yang dihubungkan dengan larutan garam menyala?

Apa yang menyebab-kan suatu cairan dalam rangkaian tersebut menghasilkan nyala?

Apa peran cairan tersebut dalam menghasilkan nyala?

Apakah nyala lampu pada saat elektrode dicelupkan larutan garam sama terangnya dengan saat dicelupkan larutan gula?

Apakah gelembung yang di-hasilkan oleh larutan garam sama banyaknya dengan gelembung yang dihasilkan oleh larutan gula?

Page 22: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

11 CONTOH KASUS

CASE PENURUNAN TEKANAN UAP LARUTAN (YUDISTIRA ABDI A)

MMETAKOGINIF

PPROSEDURAL PC3

CKONSEPTUAL

FFAKTUAL

C1MENGINGAT

C2MEMAHAMI

C3APLIKASI

C4ANALISIS

C5EVALUASI

C6MENCIPTA

KNO

WLE

DG

E

COGNITION

P

Contoh soal :Diketahui Manitol seba nyak 18,04 gram dilarutkan dalam 100 gram air pada suhu 200 Ternyata tekanan uap jenuh larutan adalah 17,227 mmHg. Jika tekanan uap air jenuh pada suhu itu 17,54 mmHg, hitun-glah massa molekul mannitol!

1. Suatu larutan fraksi mol zat pelarutnya adalah 3/4 dipanaskan pada suhu tertentu menghasilkan tekanan uap sebesar 450 mmHg. Jika Tekanan uap pelarutnya adalah 465 mmHg, maka tentukanlah Mr dari zat terlarutnya!

Suatu larutan yang terbentuk dari 3 gram zat X dalam 60 gram pelarut A (Mr=80), pada suhu tertentu mem-punyai tekanan uap 450 mmHg. Jika tekanan uap A pada suhu tertentu ada-lah 465 mmHg, maka Mr X adalah….

C

1. Tunjukkan manakah yang berperan sebagai pelar-ut dan zat terlarut dari pencampuran 5 gram gula dalam 100 ml air!

2. Berapakah nilai P dan P0 pada soal diatas?

3. Apa komponen penyusun suatu larutan?

4. Apakah yang dimaksud den-gan kata fraksi?

5. Manakah nilai yang lebih besar antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap pelarut!

1. Tentukanlah mol dari 3 gram glokosa dengan Mr=180!

2. Tentukan Mr dari 53 gram suatu zat yang mempu-nyai jumlah mol sebesar 0,5 mol!

3. Apakah yang dimaksud dengan fraksi mollarutan?

4. Apakah yang dimaksud dengan larutan?

5. Apakah yang dimaksud dengan tekanan uap larutan?

6. Jelaskan keterhubun-gan besarnya titik didih dengan nilai tekanan uap yang dihasilkan!

1. Tentukanlah fraksi mol zat terlarut dari 36 gram glukosa (Mr=180) dalam 90 gram air (Mr=18)!

2. Tentukanlah fraksi mol zat terlarut, jika fraksi mol zat pelarutnya adalah 2/3?

3. Tentukanlah tekanan uap dari suatu larutan yang mempunyai fraksi mol pelarut sebesar 0,5 dengan tekanan uap air adalah 31 mmHg!

4. Sebanyak 100 gram suatu larutan dibuat dengan mencampurkan 10 gram urea (Mr=60) dan 90 gram air (Mr=18). Jika tekanan uap air pada suhu ruangan adalah 31 mmHg, berapakah tekanan uap larutan?

5. Suatu larutan dengan jumlah mol pelar-ut sebesar 0,3 mempunyai tekanan uap larutan sebesar 100 mmHg dan tekanan uap pelarutnya adalah 115 mmHg. Tentukan Mr zat terlarut !

Page 23: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

12CONTOH KASUS

F

1. Tuliskan persamaan untuk menentukan penurunan tekanan uap larutan!

2. Tuliskan persamaan untuk menentukan tekanan uap larutan!

3. Tuliskan persamaan menentukan fraksi mol zat pelarut dan zat terlarut!

4. Tuliskan apa saja yang diketahui pada soal!

5. Apa yang kamu lihat di-tutup panci ketika sedang memanaskan air dalam panci?

1. Terkadang ketika air mendidih, tutup pancinya bergerak-gerak seakan mau terbuka, apa yang menyebabkan hal terse-but?

2. Manakah yang lebih dahulu menguap, jika kita oleskan alkohol dan air di tangan kita?

3. Manakah yang terlebih dahulu mendidih jumlah antara panci yang hanya diisi air dengan panci yang diisi oleh air dengan jumlah yang sama dan mie?

4. Manakah jumlah uap yang lebih banyak jika kita memanaskan air 100 ml dan 500 ml jika dipanaskan pada suhu dan waktu yang sama?

1. Manakah yang menghasilkan uap lebih banyak, gelas yang hanya berisi air, gelas dengan larutan gula 5 gram atau gelas dengan larutan gula 10 gram?

C1 C2 C3

Page 24: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

DAFTARPUSTAKA

Page 25: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,

ACT Cross Sectoral Assessment Working Party .(2016). The Teachers’ Guide to Assessment http://ais.act.edu.au/wp-con-tent/uploads/2016/02/Teachers-Guide-To-Assessment.pdf

Anderson, L. W., & Krathwohl, D. (Eds.). (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom’s taxonomy of educational objectives. New York: Longman.

Athreya, B.H., & Mouza, C. (2017). Thinking skills for the digital generation. Switzerland: Springer.

Bacay, MSC. (2006). Teaching Students with Different Learning Styles. Centre for Development of Teaching and Learning April 2006, Vol. 9 No. 1, p.9. National University of Singapore, Singapore.

Baumert, J., Kunter, M., Blum, W., Brunner, M., Voss, T., Jordan, A. et al. (2010). Teachers’ Mathematical Knowledge, Cognitive Activation Ni the Classroom and Student Progress. American Educational Research Journal. 47(1), 133 – 180.

Blömeke, S., & Delaney, S. (2012). Assessment of teacher knowledge across countries: a review of the state of re-search. ZDM, 44(3), 223-247.

Bloom, B., Englehart, M. Furst, E., Hill, W., & Krathwohl, D. (1956). Taxonomy of educational objectives: The classifica-tion of educational goals. Handbook I: Cognitive domain. New York, Toronto: Longmans, Green.

Felder, R. M., & Brent, R. (2005). Understanding Student Dif-ferences. Journal of Engineering Education, 1, 57-72. 

Gess-Newsome, J. (1999). Pedagogical Content know-ledge: an introduction and orientation. In: Gess-Newsome, J.; Lederman, N.G. (Eds.) Examining Pedagogical Content Knowledge, Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers, 3-17.

Gess-Newsome, J., & Carlson J. (2013). The PCK summit con-sensus model and definition of pedagogi cal content know-ledge. In: The Symposium “Reports from the Pedagogical Content Knowledge (PCK) Summit, ESERAConference 2013, September, 2013.

Gudmundsdottir, S. & Shulman, L. (1987). Pedagogical Content Knowledge in Social Studies. Scandinavian Jour-nal of Educational Research 31, 59‐70.

Guerriero, S. (Ed.) (2017). Pedagogical Knowledge and the Chang-ing Nature of the Teaching Profession. Paris: OECD Publishing.

Hill, C. H., Rowan, B., & Ball, D. L. (2005). Effects of teachers’ mathematical knowledge for teaching on student achieve-ment. American Educational Research Journal, 42, 2, 371-406.

Karaman, A. (2012). The Place of Pedagogical Content Knowledge in Teacher Education. Atlas Journal of Science Education 2, 56-60..

Karaman, A. (2012). The Place of Pedagogical Content Knowledge in Teacher Education. Atlas Journal of Science Education. 2. 56-60

Kathirveloo, P & Puteh, M. (2014). Effective Teaching: Peda-gogical Content Knowledge. Proceeding of International Joint Seminar Garut.

Behar, LS. & George, PS. (1994) Teachers’ use of curri-culum knowledge, Peabody Journal of Education 69:3, 48-69,

Magnusson, S., Krajcik, J., & Borko, H. (1999). Nature, sour-ces, and development of pedagogical content knowledge for science teaching. In J. Gess-Newsome & N. G. Lederman (Eds.), Examining pedagogical content knowledge: The construct and its implication for science education (pp. 95-132). Dordrecht, the Netherlands: Kluwer Academic.

Morine-Dershimer, G., & Kent, T. (1999). The complex na-ture and sources of teachers´ pedagogical knowledge. In: Gess-Newsome, J.; Lederman, N.G. (Eds.) Examining Peda-gogical Content Knowledge, Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers, p. 21-50.

Nguyen, J (2016). Why Context Is Just as Important as Con-tent in the Classroom. http://www.edudemic.com/con-text-in-the-classroom/

Schwartz, R. & Lederman, N. G. (2002). “It’s the nature of the beast”: the influence of knowledge and intentions on learning and teaching nature of science. Journal of Re-search in Science Teaching, 39(3), 205-236

Shulman, L. S. (1986). Those who understand: knowledge growth in teaching. Educational Researcher, 15 (4), 4-14.

Shulman, L. S. (1987). Knowledge and teaching: founda-tions of a new reform. Harvard Educational Review, 57 (1), p. 1-22.

The National Council for Excellence in Critical Thinking. (2015). Retrieved September 3, 2018, from http://www.criticalthinking.org/pages/the-national-council-for-ex-cellence-in-critical-thinking/406

Voss, T., Kunter, M., & Baumert, J. (2011). Assessing teacher candidates’ general pedagogical/psychological know-ledge: Test construction and validation. Journal of Educa-tional Psychology, 103(4), 952–969.

Daftar Pustaka

HIGH ORDER THINKING SKILLS UNTUK NATURAL SCIENCES

162DAFTAR PUSTAKA

Page 26: HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) UNTUK NATURAL … · 2019-09-19 · ta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,