Upload
ocsitaocsitul
View
66
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
heart failure
Citation preview
PROJECT BASED LEARNING II
HEART FAILURE
Oleh:
Kelompok 1 Reguler 2/2012
1. Ella Ade Yantika (125070200111002)
2. Nikma Alfi Rosida (125070200111004)
3. Nila Erbiyantari (125070200111006)
4. Lia Dewi Mustikasari (125070200111010)
5. Lia Amalia Rizka (125070200111012)
6. Ilya Nur Rachmawati (125070200111018)
7. Pipit Kurniatul Laila (125070200111020)
8. Lusia Prihatini Ekasari (125070200111024)
9. Octavya Adji Permatasari (125070200111028)
10. Jeanette Christanti (125070207111022)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
A. DEFINISI
Gagal jantung (heart failure) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolic secara abnormal (Mansjoer, Arif, 2001:434).
Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari
jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang
mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau
degeneratif otot jantung.
Gagal jantung secara progresif menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac out put),
kegagalan sirkulasi menyebabkan gangguan metabolisme badan dan faal tubuh seluruh
sistem organ dengan segala akibatnya. Kegagalan inilah yang dimanifestasikan sebagai
keluhan dan tanda-tanda dari gagal jantung (sindrom gagal jantung).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Secara klinis
keadaan pasien sesak napas disertai dengan adanya bendungan vena jugularis,
hepatomegali, asites dan edema perifer. Gagal jantung kongestif biasanya diawali lebih
dulu oleh gagal jantung kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.
B. EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung adalah sindrom klinis, yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung. Untuk dapat didiagnosis sebagai gagal jantung, seorang pasien harus memiliki
tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat
melakukan aktifitas disertai/atau kelelahan), tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti
paru atau edema pergelangan kaki, serta adanya bukti obyektif dari gangguan struktur
atau fungsi jantung saat istirahat. Angka insidensi gagal jantung prevalensinya semakin
meningkat. (Shila Lupiyatama, 2011)
Insiden gagal jantung mengalami penngkatan secara konsisten, walaupun terjadi kemajuan
teknologi dalam diagnosis dan penatalakanaan gagal jantung. Di Amerika sekitar 5,7 juta
orang menderita gagal jantung, 670.000 kasus baru didiagnosa setiap tahun. American
Heart Association memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk pasien jantung 33 dolar juta
tiap tahun (AHA, 2010). Penyakit ini sering menyebabkan ketidakberdayaan dan
mempunyai prognosis yang buruk. (Tsao dan Gibson 2004 dalam Tony Suharsono 2011).
Pasien yang didiagnosa gagal jantung 50% mengalami kematian dalam 5 tahun dan 25%
mengalami kematian pada satu tahun pertama setelah didiagnosa (AHA, 2010).
Prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis seiring bertambahnya usia. Gagal
jantung muncul pada 1-2% individu dengan usia 50-59 tahun dan meningkat sampai 10%
pada individu dengan usia diatas 75. Kurang lebih 80% dari semua kasus gagal jantung
muncul pada pasien dengan usia diatas 65 tahun. Dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun
2008 disebutkan bahwa gagal jantung menyebabkan 13.395 orang menjalani rawat inap,
dan 16.431 orang menjalani rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia, serta
mempunyai presentase Case Fatality Rate sebesar 13,42%, kedua tertinggi setelah infark
miokard akut (13,49%). Hal ini membuktikan bahwa gagal jantung termasuk dalam
penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan menimbulkan penurunan kualitas
hidup. ( Shila Lupiyatama, 2011)
Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada umur 65 – 74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit
pada umur ≥75 tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi
pada umur ≥75 tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi pada
perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%), berdasar didiagnosis dokter atau gejala
prevalensi sama banyaknya antara laki-laki dan perempuan (0,3%). Prevalensi yang
didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada masyarakat
dengan pendidikan rendah. Prevalensi yang didiagnosis dokter lebih tinggi di perkotaan
dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Untuk yang terdiagnosis dokter atau
gejala sama banyak antara perkotaan dan perdesaan. (Riskesdas, 2013)
C. KLASIFIKASI
Saat ini istilah, gagal jantung kiri, kanan, dan kombinasi atau kongestif. Pada gagal jantung
kiri terdapat bendungan paru, hipotensi dan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya edema perifer,
asites, dan peningkatan tekanan vena jugularis. Gagal jantung kongestif adalah gabungan
kedua gambaran tersebut. Namum demikian, definisi tersebut tidak terlalu bermanfaat
karena baik kelainan fungsi jantung kiri maupun kanansering terjadi secara bersamaan
(walaupun kelainan pada satu sisi mungkin lebih dominan dari sisi lainnya) (Muttaqin, A.,
2009).
Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Hearth Association (NYHA)
Kelas Definisi Istilah
I Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa
pembatasan aktivitas fisik
Disfungsi ventrikel kiri
yang asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang mengakibatkan
sedikit keterbatasan
Gagal jantung ringan
III Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan
banyak pembatasan aktivitas fisik
Gagal jantung sedang
IV Klien dengan kelainan jantung yang
dimanifestasikan dengan segala bentuk aktivitas
fisik akan menyebabkan keluhan
Gagal jantung berat
(Muttaqin, A., 2009).
Gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal kanan, berdasarkan manifestasi
klinisnya.
a. Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri terjadi bila curah (output) ventrikel kiri kurang dari volume total darah
yang diterima dari jantung kanan melalui sirkulasi pulmoner. Akibatnya terjadi
bendungan di sirkulasi paru, dan tekanan darah sistemik turun. Penyebab paling umum
dari gagal ventrikel kiri adalah infark miokard. Penyebab lain meliputi hipertensi sistemik,
stenosis atau insufisiensi aorta, dan kardiomiopati. Stenosis mitral dan insufisiensi mitral
juga dapat menyabebkan gejala GJKi (Tambayong, J., 2000).
Gagal jantung kiri unilateral terjadi apabila bagian kiri jantung kurang mampu memompa
darah ke sirkulasi sistemik, sementara jantung kanan terus memompakan darah ke
sirkulasi pulmonal. Akibatnya, darah banyak mengumpul di paru karena tidak dapat
dipompa secara adekuat kedalam sirklasi sistemik. Apabila terdapat kelebihan volume
darah dalam paru, tekanan kapiler paru akan meningkat. Jika tekanan pembuluh darah
paru melebihi 28 mmHg (tekanan osmotic koloid plasma), cairan akan mulai merembes
keluar kapiler menuju ruang interstisial dan alveoli. Hal ini akan menimbulkan gejala
sesak napas karena edema paru. Penyebab gagal jantung kiri pada anak dapat
disebabkan oleh hambatan keluar jantung kiri, misalnya pada stenosis mitral dan
stenosis aorta, atau kenaikan beban jantung kiri, seperti pada anemia berat dan
hipertensi (Wahab, S., ).
Pada tahap awal GJKi, dispnea terlihat bila cadangan jantung berlebihan. Pada saat
cairan mulai mengumpul dalam kapiler pulmonal, pembentukan edema interstisial
menyebabkan defek pada oksigenasi. Saturasi oksigen darah menurun, menyebabkan
kemoreseptor merangsang pusat pernapasan. Pada awalnya frekuensi pernapasan
meningkat selama latihan dan selanjutnya bahkan pada saat istirahat. Napas pendek
pada aktivitas fisik (dispnea pada aktivitas fisik) adalah gejala umum dan relative dini.
Individu ini dapat mengeluh sesak napas bila berjalan atau setelah makan banyak.
Ketidakmampuan bernapas dalam posisi telentang disebut ortopnea. Pada GJKi kronis,
edema pulmonal interstisial dan alveolar mungkin ada setiap waktu; posisi duduk tegak
dipilih sehingga cairan turun ke dasar paru, yang membuat bernapas lebih mudah.
Dispnea nocturnal paroksimal mengacu pada awitan episode akut dispnea malam hari.
Penyebab kondisi ini tidak diketahui, tetapi dianggap akibat dari perbaikan kinerja
jantung pada malam hari selama posisi terlentang. Ini menyebabkan peningkatan
reabsorpsi cairan yang telah terakumulasi dalam setengah bagian tubuh bawah ke
dalam vena sistemik, di mana cairan ini dikembalikan ke jantung. Peningkatan cairan
yang kembali membebani ventrikel kiri, menyebabkan kongesti pulmonal akut sampai
individu ini mengambil posisi ortopneik (duduk). Kesulitan napas ini dianggap menjadi
gejala spesifik dari GJKi.
Asma jantung adalah istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan mengi karena
spasme bronkus yang diakibatkan oleh gagal jantung. Bronkiolus dapat bereaksi
terhadap peningkatan bagaimana cairan dalam alveoli, berkonstraksi, dan menghasilkan
karakteristik mengi.
Edema pulmonal adalah kondisi akut, mengancam jiwa yang paling sering diakibatkan
oleh GJKi tetapi juga dapat diakibatkan oleh permeabilitas membran alveolar-kapiler
yang tidak normal. Tanda dan gejala edema pulmonal adalah dispnea akut, pernapasan
tersengal-sengal, ansietas berat, nadi lemah dan cepat, peningkatan tekanan vena, dan
penurunan haluaran urine. Kulit dingin dan lembab, kebiruan atau sianotik. Batuk
disertai dengan dahak putih, bercak merah muda, atau ada sputum berdarah.
Kebanyakan serangan secara bertahap berkurang dalam 1 sampai 3 jam, biasanya
dengan pengobatan, tetapi dapat berjalan dengan cepat menjadi syok dan kematian
(Tambayong, J., 2000).
b. Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan terjadi bila curah ventrikel kanan berkurang dari masukan dari
sirkulasi vena sistemik. Sebagai akibatnya, sirkulasi vena sistemik terbendung, dan
curah ke paru-paru menurun. Penyebab utama adalah gagal jantung kiri, yang
menyebabkkan tekanan pulmoner naik, sehingga ventrikel bertambah bebennya. Selain
ini penyakkit paru obstruksi menahun (PPOM), embolus pulmoner dan defek jantung
bawaan, terutama yang berakibat hipertensi pulmoner. Gagal jantung kanan yang
diakibatkan oleh penyakit paru disebut cor pulmonale (Tambayong, J., 2000).
Darah dari sirkulasi sistemik gagal dipompa secara adekuat kedalam sirkulasi paru oleh
jantung kanan, akibatnya darah banyak terkumpul dalam sirkulasi sistemik. Gejala kibat
gagal jantung kanan unilateral tidak mudah erlihat karena darah pada sirkulasi paru
hanya sekitar sepersembilan darah sirkulasis sistemik. Namun, pada keadaan gagal
jantung kanan yang kronis dan cukup berat, akan timbul gejala pembendungan sirkulasi
sistemik yang berarti.
Gagal jantung kanan unilateral bisa menyebabkan penurunan curah jantung yang lebih
besar daripada gagal jantung kiri unilateral karena tidak ada cukup darah dari sirkulasi
pasru yang dapat dipompakan oleh jantung kiri ke sirkulasi sistemik (Wahab, S.).
Tanda dan gejala dari GJKa dikarakteristikkan oleh edema dan pitting dapat dilihat pada
sternum atau sacrum pada individu yang berbaring serta pada kaki dan tungkai individu
yang duduk. Pembesaran limpa dan hati dapat menyebabkan tekanan pada orang
sekitar, keterlibatan pernapasan, dan disfungsi organ. Ikterik dan masalah koagulasi
dapat terjadi pada GJKa tidak terkompensasi, lama dan berat.
Asites juga terjadi bila GJKa berat dan dapat menyebabkan restriksi pernapasan dan
tekanan abdomen. Efusi pleural juga dapat terlihat karena peningkatan tekanan kapiler.
Distensi vena jugularis terjadi dan dapat diukur di tempat tidur.
Pada GJKa murni (tidak dicetuskan oleh GJKi), gejala pulmonal minimal sampai tidak
ada. Edema perifer mungkin dan secara bertahap mempengaruhi kebanyakan jaringan
tubuh, suatu kondisi yang disebut anasarka (Tambayong, J., 2000).
c. Gagal Jantung Kanan dan Kiri
Kenaikan tekanan kapiler paru yang berlangsung dalam waktu lama pada gagal jantung
kiri akan menyebabkan beban ventrikel kanan meningkat, akibatnya terjadi dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kanan. Apabila cadangan tenaga ventrikel kanan habis dan
mekanisme kompensasi ventrikel untuk mengimbangi jumlah darah yang berlebihan
telah gagal, akan terjadi gagal jantung kanan dan kiri (Wahab, S., )
D. ETIOLOGI
Kelainan otot jantung. Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitasjantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi atrial, dan
penyakit otot degenerative atau inflamasi.
Aterosklerosis Koroner menyebabkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) mengakibatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena
akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Teraoi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal
jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain. Gagal jantung terjadi akibat penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang bisanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis., stenosis katup semilunar),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis., temponade pericardium,
perikarditis kontriktif atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis.,
insufisiensi katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik (hipertensi maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak
ada hipertrofi miokardial.
Faktor sistemik. Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis., demam, tirotoksikosis),
hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
eletrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung yang dapat terjadi
dengan sendirinyaatau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi
keseluruhan fungsi jantung (Smeltzer, A.C. & Bare, B.G., 2001).
Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel seperti stenosis katup
atriventrikularis dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti
periikarditis konstriktif dan temponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui
gabungan beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel.
Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau
gabungan berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung;
efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan
patofisiologis. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penurunan sirkulasi yang mendadak dapat memicu perkembangan gagl jantung melalui
penurunan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) aritmia, (2) infesi sitemik dan
infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru (Muttaqin, A., 2009).
Kelainan Mekanis Kelainan Miokardial Gangguan Irama
Jantung
1. Peningkatan beban tekanan
Dari Sentral (stenosis aorta)
Dari perifer (hipertensi
sistemis)
2. Peningkatan beban volume
Regurgitasi katup pirau
Meningkatnya beban awal
3. Obstruksi terhadap pengisian
ventrikel
Stenosis mitral atau
treikuspid
4. Temponade pericardium
5. Restriksi endokardium dan
miokardiuam
6. Aneurisma ventricular
Primer
Kardiomiopati
Gangguan
neuromuscular
miokarditis
Metabolik (diabetes
mellitus)
Keracunan (alcohol,
kobalt, dll)
1. Henti jantung
2. Ventikular fibrilasi
3. Takikardia atau
brakikardia yang
ekstrim
4. Asinkroni listrik dan
gangguan konduksi
Sekunder
Iskemia (penyakit
jantung koroner)
Gangguan metabolic
Inflamasi
Penyakit infiltrarif
(Muttaqin, A., 2009).
E. FAKTOR RISIKO
1. Hipertensi (10-15%)
2. Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofik, restriktif)
3. Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)
4. Congenital (defek septum atrium (atrial septal defect/ ASD), VSD (ventricle septal
defect))
5. Aritmia (persisten), mengurangi efisiensi jantung, seperti yang terjadi bila kontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium, AF) atau disosiasi dari kontraksi ventrikel (blok jantung).
Takikardia (ventrikel atau atrium) menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan
beban kerja miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkanm iskemia miokard, dan bila
terjadi dalam waktu lama, dapat menyebabkan dilatasi ventrikel serta perburukan
fungsi ventrikel
6. Alcohol, bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar
7. Obat-obatan, seperti penyekat β dan antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas
miokard dan obat kemoterapeutik seperti doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan
miokard
8. Kondisi curah jantung tinggi
9. Perikard (konstriksi atau efusi)
10. Gagal jantung kanan (hipertensi paru)
11. Usia
12. Penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik
13. Gagal ginjal
14. Diabetes
15. Hiperlipidemia
16. Obesitas
17. Merokok
7. Dis-sinergi ventrikel
(restrictive
cardiomiopati)
Penyakit sistemis
Penyakit paru
obstruksif kronis
Obat-obat yang
mendepresi
miokardium
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dan umur pasien, etiologi penyakit
jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pada tahun 1994, New York Heart Association mempublikasikan revisi dari klasifikasi
fungsional penderita gagal jantung. Klasifikasi Fungsional :
I. Tidak ada pembatasan aktivitas fisik; aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan,
dispnea, atau palpitasi.
II. Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik : aktivitas biasa menimbulkan kelelahan,
dispnea, palpitasi, atau angina.
III. Pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman saat istirahat, sedikit
melakukan aktivitas biasa saja dapat menimbulkan gejala.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Gejala gagal jantung timbul saat istirahat.
Anak-anak dengan gagal jantung sering disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada
kenaikan berat badan. Hal ini dapat disebabkan antara lain :
1. Pemasukan energi yang buruk karena dispne atau keletihan.
2. Penyerapan terganggu karena perfusi usus yang tidak adekuat.
3. eningkatan kebutuhan kalori bila dispne atau menderita karena infeksi konkomitan.
( aniselvam, 2012)
Manifestasi klinis gagal jantung sebagai berikut :
1. Dispnea dengan tenaga (awal) atau pada saat istirahat (akhir)
2. Orthopnea
a. Dispnea ketika berbaring; bantuan dengan tegak duduk atau menggunakan
beberapa bantal
b. Batuk nokturnal
3. Paroksismal nokturnal dispnea
a. Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya
membangunkan pasien
b. Batuk dan mengi sering bertahan bahkan dengan duduk tegak.
c. Asma kardiale : dispnea nokturnal, mengi, dan batuk karena bronkospasme
4. Respirasi Cheyne-Stokes
a. Respirasi respirasi periodik atau siklik
b. Umum di gagal jantung maju dan biasanya berhubungan dengan output jantung
yang rendah
c. Pada tahap apneic, arteri O 2 jatuh, dan arteri CO 2 meningkat. • Hal ini
merangsang pusat pernapasan tertekan, menyebabkan hiperventilasi dan
hipokapnia. (Pusat pernafasan depresi, pesat pernafasan yang berulang fase
apneic, dan siklus berulang)
d. Mungkin dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak parah atau
sebagai penghentian sementara pernapasan
5. Kelelahan dan kelemahan
6. Gejala Gastrointestinal
a. Anoreksia
b. Mual
c. Sakit perut dan kepenuhan
d. Nyeri kuadran kanan atas (kongesti hati dan peregangan kapsulnya)
7. Gejala Cerebral
Status mental berubah karena perfusi serebral berkurang
• Kebingungan
• Disorientasi
• Kesulitan berkonsentrasi
• Gangguan memori
• Sakit kepala
• Insomnia
• Kegelisahan
• Mood swing
8. Nokturia
(Mariyono, 2007)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG 12 sadapan sangat dianjurkan. Kepentingan utama EKG adalah
untuk menilai irama jantung, menentukan keberadaan hipertrofi ventrikel kiri atau riwayat
infark miokard (ada atau tidak adanya Q wave). EKG normal biasanya menyingkirkan
kemungkinan disfungsi diastolik ventrikel kiri (Imaligy E. U., 2014). Elektrokardiografi
sangat bermanfaat dalam evaluasi serta pemantauan gagal jantung. Di samping
frekuensi QRS yang cepat atau disritmia, dapat ditemukan pembesaran ruang-ruang
jantung serta tanda-tanda penyakit miokardium atau pericardium, sesuai dengan
penyakit atau keadaan patologis yang mendasarinya (Sastroasmoro S., 1994).
Elektrokardiografi dapat menunjukkan hipertrofi, perubahan iskemik, atau infarkdan juga
dapat mengungkapkan takikardia serta ekstrasistol (Kowalak J. P., 2011).
2. Foto thorax
Pemeriksaan foto toraks memberikan informasi ukuran dan bentuk jantung serta
keadaan vaskularisasi paru, yang memungkinkan penilaian kongesti. Foto toraks juga
dapat mengidentifi kasi penyebab nonkardiak seperti kelainan paru atau toraks (Imaligy
E. U., 2014). Dengan sedikit perkecualian, gagal jantung selalu disertai dengan
kardiomegali yang nyata. Pada paru tampak bendungan vena pulmonal (Sastroasmoro
S., 1994). Foto rontgen memperlihatkan corakan pembuluh darah pulmoner yang
meningkat, edema interstisial, atau efusi pleura dan kardiomegali (Kowalak J. P., 2011)
3. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis structural
serta kelainan hemodinamik penderita gagal jantung. Pelbagai kelainan jantung dapat
ditegakkan diagnosisnya secara akurat melalui pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi
dan M-mode. Pemeriksaan Doppler dan Doppler berwarna dapat menambah informasi
secara bermakna. Apabila ekokardiografi 2-dimensi lebih banyak membantu dalam
penentuan kelainan structural, maka ekokardiografi M-mode bermanfaat menentukan
dimensi ruang jantung, tebal dinding belakang ventrikel, septum ventrikel, serta
pembuluh darah besar. Pelebaran atrium atau ventrikel kiri juga dapat dinilai dengan
akurat (Sastroasmoro S., 1994). Ekokardiografi dapat mengungkapkan hipertrofi serta
dilatasi ventrikel kiri dan kontraktilitas otot ventrikel yang abnormal.
4. Pemeriksaan hematologi
Kadar hemoglobin dan hematrikot perlu diperiksa pada tiap pasien gagal jantung.
Anemia dapat menyebabkan gagal jantung, atau memperburuk gagal jantung yang ada
(Sastroasmoro S., 1994). Pemeriksaan kadar BNP (brain natriuetic peptide), suatu tes
darah, dapat memperlihatkan kenaikan kadar. Bersama dengan gejala klinis, seperti
pergelangan kaki yang edema, kenaikan kadar BNP sangat kuat mengindikasikan gagal
jantung (Kowalak J. P., 2011).
5. Analisa gas darah
Analisa gas darah arteri, pH, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, dan kloride) dan gula
darah serum harus diperiksa pada neonates dengan gagal jantung, juga pada anak
yang lebih besar yang keadaannya tidak stabil (Sastroasmoro S., 1994).
6. Analisa urin
Dieresis perlu dicatat dengan cermat; pada pasien gagal jantung jumlah urin berkurang.
Analisis urin biasanya menunjukkan albuminaria dan hematuria mikroskopik
(Sastroasmoro S., 1994).
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat memperlihatkan hasil uji fungsi hati yang abnormal dan
kenaikan kadar ureum serta kreatinin. Waktu protrombin dapat memanjang karena
kongesti hati akan menganggu kemampuan hati mensintesis prokoagulan. (Kowalak J.
P., 2011).
8. Pemeriksaan penunjang lainnya
- Pemantauan a. pulmonalis secara khas memperlhatkan kenaikan tekanan a.
pulmonalis, tekanan diastolik-akhir ventrikel kiri pada gagal jantung kiri, dan
kenaikan tekanan atrium kanan atau vena sentral pada gagal jantung kanan.
- Ventrikulografi radionuklida dapat mengungkapkan fraksi ejeksi yang kurang dari
40%. Pada disfungsi diastolik, fraksi ejeksi dapat normal (Kowalak J. P., 2011).
Penegakan diagnosis gagal jantung dalam praktik dokter umum adalah dengan criteria
Framingham, membutuhkan keberadaan dua kriteria mayor atau 1 kriteria mayor disertai
dua kriteria minor (Imaligy E. U., 2014).
Kriteria mayor Kriteria minor
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Peningkatan tekanan vena jugular
Ronki
Kardiomegali pada pemeriksaan
radiologi toraks
Edema pulmoner akut
Gallop S3
Peningkatan tekanan vena pusat (>16
cmH2O pada atrium kanan)
Hepatojugular refl ux
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam
5 hari sebagai respons terhadap terapi
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk nocturnal
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleural
Penurunan kapasitas vital hingga
sepertiga dari maksimum (yang pernah
tercatat)
Takikardia (detak jantung >120 kali/
menit)
I. PENATALAKSANAAN
Respons fisiologis pada gagal jantung memberikan rasional untuk tindakan. Sasaran
penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah:
1. Menurunkan kerja jantung;
2. Meningktakan curah jantung dan kontraktilitas miokardium;
3. Menurunkan retensi garam dan cairan.
Terapi Oksigen
Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jantung yang disertai
dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium
akan oksigen dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Terapi Nitrat dan Vasodilator Koroner
Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, sangat dianjurkan dalam
pentalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami unloaded (penurunan afterloas-
beban akhir) dengan adanya vasodilatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan
menurunkan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat
kongesti vaskular pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri) dan penurunan pada
konsumsi oksigen miokardium.
Terapi Diuretik
Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan air serta
pemberian diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya agar menurunkan preload
(beban aal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan
meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan
volume cairan dan menurunkan tekanan darah. Jika garam natrium ditahan, air juga
akan tertahan dan tekanan darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang
menyebabkan pelepasan elektrolit-elektrolis lainnya, yaitu kalium, magnesium, klorida,
dan bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai
diuretik yang tidak menahan kalium, dan diuretik yang menahan kalium disebut hemat
kalium.
Terapi Digitalis
Digitalis, salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200, dan hingga saat
ini diuretik masih terus digunakan dlaam bnetuk yang telah dimurnikan. Digitalis
dihasilkan dari tumbuhan foxglove ungu dan putih dan dapat bersifat racun. Pada tahun
1785, Willian Withering dari Inggris menggunakan digitalis untuk menyembuhkan “sakit
bengkak”, yaitu edema pada ekstremitas akibat insufisiensi ginjal dan jantung. Di masa
itu, Withering tidak menyadari bahwa “sakit bengkak” tersebut merupakan akibat dari
gagal jantung.
Digitalis adalah obat utama untuk mnengkatkan kontraktilitas. Digilatis bila diberikan
dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang dengan cepat, kadang-
kadang menyebabkan klien mengalami mabuk, muntah, pandangan kacau, objek terlihat
tampak hijau atau kuning, klien melakukan gerakan yang sering dan kadang-kadang
tidak mampu untuk menahannya. Digitalis menyebabkan sekresi urine meningkat, nadi
lambat hingga 35 denyut dalam satu menit, keringat dingin, kekacauan menatl, sinkope,
dan kematian. Digitalis juga bersifat laksatif.
Pada kegagalan jantung, digitalis diberikan dengan tujuan memperlambat frekuensi
ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta meningkatkan efisiensi jantung.
Saat curah jantung meningkat, volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat
untuk difiltrasi dan diekskresi, sehingga volume intravaskular menurun.
Terapi Inotropik Positif
Dopamin merupakan salah satu obat inotropik positif, bisa juga dipakai untuk
meningkatkan dneyut jantung (efek beta-1) pada keadaan bradikardia saat pemberian
atropin oada dosis 5-20 mg/kg/menit tidak mneghasilkan kerja yang efektif.
Kerja dopamin bergantung pada dosis yang diberikan, pada dosis kecil (1-2
µg/kg/menit), dopamin akan mendilatasi pembuluh darah ginjal dan pembuluh darah
mesenterik serta menghasilkan peningkatan pengeluaran urine (efek dopaminergik);
pada dosis 2-10 µg/kg/menit, dpamin akan meningkatkan curah jantung melalui
peningkatan kontraktilitas jantung (efek beta) dan meningkatkan tekanan darah melalui
vasokonstriksi (efek alfa-adrenergik). Penghentikan pengobatan dopamin harus
dilakukan secara bertahap, penghentian pemakaian yang mendadak dapat
menimbulkan hipotensi berat.
Dobutamun (Dobutrex) adalah suatu ibat simpatomimetik dnegan kerja beta-1
adrenergik. Efek beta-1 adalah meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek
inotropik positif) dan meningktakan denyut jantung (efek kronotropik positif).
Terapi Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif mengurangu kegelisahan. Obat-
obatan sedatif sering digunakan adalah Phenobarbital 15-30 mg empat kali sehari
dnegan tujuan untuk mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi pada klien.
(Muttaqin, Arif, 2012)
Tabel Penatalaksanaan Gagal Jantung
Penyebab Respons Penatalaksanaan
Hormonal Hipertiroidisme Terapi bedah, farmakologi dan
radioterapi
Akromegali Terapi bedah atau radioterapi
Hipertensi Keganasan Terapi farmakologi
Esensial Terapi farmakologi
Ginjal Abnormalitas vaskular dikoreksi,
pencegahan pielonefritis ulang,
mengangkat ginjal yang rusak
atau transplantasi ginjal, dan
terapi farmakologi
Hromonal Terapi bedah untuk mengangkat
tumor pada kelenjar hipofisis
Koartasio aorta Koreksi pembedahan
Aldosteronoma Terapi bedah untuk mengangkat
tumor
Anemia Kehilangan darah
mendadak
Transfusi ganti darah dnegan
packed red cells, mencari dan
mengontrol sumber perdarahan
atau disebabkan suatu hemolisis
vaskular (DIC)
Perdarahan kronis Cari penyebab dan koreksi
secara spesifik penyebab sesuai
kondisi klien, pemberian transfusi
bila koreksi penyebab tidak
membantu
Karditis Demam rematik akut Pemberian kortikosteroid dan
salisilat
Endokarditis subakut Terapi antibiotik
Keracunan Cari faktor penyebab dan atasi
sesuai indikasi
Penyakit perikardial Efusi perikardium Perikardial parasentesis
Perikardial koonstriktif Terapi pembedahan
Tuberkulosis akut Obat anti-tuberkulosis
Emboli paru Flebitis Terapi antikoagulan;
pembedahan untuk
menghilangkan emboli pada arteri
pulmonal
Intrakardiak Terapi antikoagulan;pembedahan
untuk menghilankan emboli
atrium kanan
Nutrisi Kekurangan vitamin,
terutama B1
Pemberian vitamin
Pecandu alkohol Terapi kelompok dalam
mengurangi kecanduan
A-V fistula Traumatik atau
koongenital
Terapi pembedahan
Aritmia Atrial fibrilasi Atrial
flutter
Terapi farmakologi, terapi listrik
(DC shock)
Blok jantung dengan
penurunan denyut
ventrikular
Pacu jantung buatan (pacemaker)
dan terapi farmakoologi
Bradikaridasinus Pacu jantung buatan (pacemaker)
dan terapi farmakologi
Penyakit arteri koroner Aneurisma ventrikel
Ruptur septum
vnetrikel
Ruptur otot papillaris
Koreksi dengan terapi
pembedahan
Penyakit katup Stenosis atau
insuffisiensi katup
mitral dan aorta
Koreksi dnegan terapi
pembedahan
Kehamilah Kelebihan cairan
pada trisemester III
Koreksi dengan terapi
pembedahan
Kelebihan cairan
pada trisemester I
Perawatan kehamilan secara
intensif
Infeksi Terutama ginjal dan
paru
Terapi farmakoologis spesifik
(sumber: Ira Llyd Rubin dkk, 1996 dalam Arif Muttaqin, 2012).
J. KOMPLIKASI
Kongesti dan jejas hati
Kongesti dan jejas hati bisa terjadi sebagai komplikasi gagal jantung kongestif akut atau
kronis berat atau penyakit jantung sianosis. Disfungsi hati berasal dari hipoksemia,
kongesti vena sistemik, dan curah jantung rendah. Manifestasi hati gagal jantung kanan
dan kiri sama. dengan menurunnya curah jantung, ada penurunan aliran darah hati dan
hipoksia sentrizonal. Nekrosis hati menyebabkan asidosis laktat, peningkatan aktivitas
aminotransferase, ikterus, pemanjangan waktu tromboplastin parsial, dan mungkin
hipoglikemia. Pada gagal jantung sisi kanan, kenaikan pada tekanan vena hati dan
atrium kanan menyebabkan distensi sinusoid sentrizonal yang merupakan penghambat
difusi oksigen. Perdarahan, atrofi tekanan, dan mikrosis menyertai. Ikterus dan
hepatomegali dengan sakit tekan terjadi. Asites bisa juga terjadi pada gagal jantung
kongestif kanan kronis. Pada penderita syok hati, kenaikan aktivitas aminotransferase
bisa kembali dengan cepat ke normal jika ada perbaikan perfusi dan fungsi jantung.
Sindrom gagal hati fulminan bisa terjadi, terutama pada penderita dengan koarktasio
aorta. Nekrosis hati mungkin terlihat pada penderita dengan sindrom jantung kiri
hipolastik (Behrman, 2000).
Cardiac Cachexia
Jika pasien dengan gagal jantung dimulai dengan kondisi kelebihan berat badan, kondisi
mereka cenderung akan lebih parah. Setelah gagal jantung berkembang, bagaimana
pun indicator penting dari kondisi yang memburuk adalah terjadinya jantung cachexia
yaitu penurunan berat badan yang tidak disengaja (kehilangan setidaknya 7,5 % dari
berat badan normal dalam waktu 6 bulan).
Impaired kidney function
Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah. Hal ini dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal (yang pada gilirannya dapat
menyebabkan penumpukan cairan). Penurunan fungsi ginjal adalah umum pada pasien
dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal jantung dan sebagai komplikasi
penyakit lainnya yang berhubungan dengan gagal jantung (seperti diabetes). Studi
menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung, gangguan fungsi ginjal
meningkatkan risiko komplikasi jantung termasuk rawat inap dan kematian.
Congestion (Fluid Buildup)
Pada gagal jantung sisi kiri, cairan pertama menumpuk di paru-paru. Kemudian, gagal
jantung sisi kanan berkembang, cairan menumpuk di kaki, kaki, dan perut. Penumpukan
cairan dapat diobati dengan perubahan gaya hidup, seperti mengurangi garam dalam
diet, serta obat-obatan, seperti diuretik.
Arrhythmias (Irregular Beatings of the Heart)
Atrial fibrilasi adalah irama bergetar cepat di ruang atas jantung. Ini adalah penyebab
utama stroke dan sangat berbahaya pada orang dengan gagal jantung.
Left bundle-branch block adalah kelainan pada konduksi listrik di jantung. Dan
berkembang sekitar 30% dari pasien dengan gagal jantung.
Ventricular tachycardia dan ventricular fibrillation adalah arryhthmias serius yang
dapat terjadi pada pasien ketika fungsi jantung terganggu secara signifikan.
Depression
Kehadiran depresi menunjukkan prospek buruk untuk jantung. Studi menunjukkan
bahwa depresi dapat memiliki efek buruk pada biologis sistem kekebalan tubuh dan
saraf, pembekuan darah, tekanan darah, pembuluh darah, dan irama jantung. Orang
yang depresi mungkin gagal untuk mengikuti instruksi medis dan mungkin tidak merawat
diri mereka sendiri.
Angina and Heart Attack
Sementara penyakit arteri koroner merupakan penyebab utama gagal jantung, pasien
dengan gagal jantung beresiko lanjutan untuk angina dan serangan jantung. Perhatian
khusus harus diambil dengan tiba-tiba dan tenaga berat, terutama menyekop salju,
selama bulan-bulan dingin (University of Maryland Medical System).
K. PENCEGAHAN
a. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial ditujukan pada masyarakat dimana belum tampak adanya resiko
gagal jantung. Upaya ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat agar
tetap sehat dan terhindar dari segala jenis penyakit termasuk penyakit jantung. Cara
hidup sehat merupakan dasar pencegahan primordial penyakit gagal jantung seperti
mengkomsumsi makanan sehat, tidak merokok, berolah raga secara teratur, meghindari
stress, serta memelihara lingkungan hidup yang sehat.
Menurunkan berat badan
Jika Anda kelebihan berat badan, tekanan tambah akan ditempatkan pada jantung
Anda, meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan serangan jantung. Kedua ini
membuat gagal jantung lebih mungkin. Mengikuti saran di bawah ini akan membantu
Anda menurunkan berat badan, serta menurunkan resiko terkena gagal jantung.
o Hindari makanan yang mengandung kolesterol (LDL) tinggi
Kolesterol jahat atau LDL dikenal sebagai penyebab utama terjadinya proses
aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh darah, terutama di
jantung, otak, ginjal, dan mata. Akibat proses itu, saluran pembuluh darah,
khususnya pembuluh darah koroner, menjadi sempit dan menghalangi aliran
darah di dalamnya. Akibatnya, jantung akan sulit memompa darah. Keadaan
tersebut dapat meningkatkan resiko penyakit gagal jantung.
o Mengonsumsi makanan yang berserat tinggi (sayur dan buah)
Serat diketahui punya peran penting dalam menjaga kesehatan. Serat terdiri dari
dua jenis, yakni serat larut dan tak larut. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan, tetapi larut dalam air panas. Serat larut inilah yang membuat perut
kenyang lebih lama dan memberikan energi lebih panjang serta bermanfaat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Umumnya, terdapat pada buah dan
sayur dan juga pada oat (bubur gandum). Serat yang larut dalam tubuh dapat
mengikat kolesterol dan mengeluarkannya dari tubuh. Peran itulah yang mampu
menurunkan kadar kolesterol dalam darah hingga menurunkan resiko penyakit
gagal jantung.
o Memotong asupan garam Anda
Terlalu banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah Anda, sehingga
mengurangi jumlah yang Anda makan akan membantu menjaga tekanan darah
Anda dan mengurangi resiko terkena gagal jantung.
Hindari stress.
Hasil penelitian ilmuwan Belanda yang dipublikasikan jurnal Clinical Endocrinology
and Metabolism menunjukkan bahwa kadar hormon kortisol yang tinggi akibat stres
terkait erat dengan kematian akibat penyakit kardiovaskular. Stres dapat
menyebabkan arteri yang tertimbun plak menyempit dan ini menurunkan aliran darah
hingga 27 persen. Penyempitan yang berarti terlihat bahkan pada arteri yang terkena
penyakit ringan. Penelitian lain mengesankan bahwa stres berat dapat menyebabkan
pecahnya dinding arteri yang mengandung plak dan memicu serangan
jantung,hingga berdampak gagal jantung.
Hindari alkohol.
Alkohol dapat menaikkan tekanan darah, memperlemah otot jantung, mengentalkan
darah dan menyebabkan kejang arteri yang dapat menyebabkan gagal jantung.
Berhenti merokok.
Asap tembakau dapat merusak hati Anda dalam beberapa cara, memaksanya untuk
bekerja lebih keras. Merokok juga cenderung membuat darah lebih tebal dan
memperlambat aliran darah, meningkatkan risiko penggumpalan darah (trombosis).
Ini merusak lapisan pembuluh darah, menyebabkan mereka untuk bulu up. Ini
pakaian bulu up dari arteri ( aterosklerosis ) merupakan penyebab utama penyakit
jantung koroner, stroke yang dan beberapa bentuk demensia.
Kendalikan tekanan darah
Jika tekanan darah Anda terlalu tinggi, jantung Anda harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Untuk mengatasi usaha ekstra, otot jantung
menebal dari waktu ke waktu menyebabkan pembesaratn otot jantung kiri , dan
akhirnya akan menjadi terlalu kaku atau lemah untuk bekerja dengan baik sehingga
beresiko mengalami gagal fungsi.
Berolahraga secara teratur.
Olahraga yang teratur (sedikitnya tiga kali seminggu) turut menurunkan tingkat
kolesterol yang jahat (LDL), menjaga tekanan darah agar tidak meningkat, dan
mencegah kelebihan berat badan.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan adanya faktor
risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan membatasi komsumsi makanan
yang mengandung kadar garam tinggi, mengurangi makanan yang mengandung
kolesterol tinggi, mengontrol berat badan dengan membatasi kalori dalam makanan
sehari-hari serta menghindari rokok dan alkohol.
c. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena gagal jantung
bertujuan untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium yang lebih berat. Pada
tahap ini dapat dilakukan dengan diagnosa gagal jantung,tindakan pengobatan denagn
tetap mempertahankan gaya hidup dan mengindari faktor resiko gagal jantung (Aulia
Sani; Harmani Kalim. 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Aulia Sani; Harmani Kalim. 2008. Diagnosis dan tatalaksana hipertensi, sindrom koroner akut,
dan gagal jantung. Jakarta : Medya crea.
Behrman., Kliegman., Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Vol 2. Jakarta: EGC.
Brashers, Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: pemeriksaan & manajemen. Jakarta:
EGC
Gray, Huon H. dan Keith D. Dawkins. 2005. LECTURE NOTES Kardiologi. Jakarta: EGC
Imaligy E. U., 2014, Gagal Jantung pada Geriatri, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Maranatha
Bandung, Vol. 41 No. 1 (19-24)
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan RI
Kowalak J. P., 2011, Buku Ajar Patofisiologi, Jakarta: EGC
Lupiyama, Shila. 2012. Gambaran Peresepan Digoksin pada Pasien Gagal Jantung yang
berobat Jaan di RSUP Dr. Kariadi Semarang
Mariyono, 2007. Cardiac Failure - Kegagalan Jantung [full text]. Digilib UNIMUS.
Morton, Patricia G. 2003. Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi SOAPIE.
Jakarta: EGC
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif.2012. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.
Paniselvam, 2012. Gagal Jantung [full text]. USU Institutional Repository : Universitas Sumatra
Utara.
Sastroasmoro S., 1994, Buku Ajar Kardiologi Anak, Jakarta: Binarupa Aksara
Smeltzer, A.C. & Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.
Suharsono, Tony. 2011. Dampak Home Based Exercise Training terhadap Kapasitas
Fungsional dan Kualitas Hidup Pasien Gagal jantung di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.
Depok: FIK Progam Magister Keperawatan Universitas Indonesia
Tambayong, J. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wahab, S. (). Kardiologi Anak. Jakarta : EGC.