Click here to load reader
Upload
muhammad-taufik-rahmat
View
772
Download
30
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling, dengan jumlah sampel 278 responden. Data diperoleh melalui pengisian kuisioner yang disebar kepada responden.Dari hasil penelitian diketahui bahwa perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung berada pada kategori benar sebesar 52.2%, sedangkan 47.8% lainnya berada pada kategori tidak benar.Peneliti menyarankan adanya upaya dari perawat untuk meningkatkan dan mengarahkan perilaku pengobatan sendiri agar lebih aman, tepat, dan rasional. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan pemberian informasi mengenai pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan rasional melalui penyuluhan, penyebaran leaflet, pemasangan poster, FGD, dan pelatihan-pelatihan mengenai pengobatan sendiri
Citation preview
GAMBARAN PERILAKU PENGOBATAN SENDIRI PADA MASYARAKAT DI
RW 04 KELURAHAN DAGO
KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG
DESCRIPTION OF SELF-MEDICATION BEHAVIOUR
BY PEOPLES AT RW 04 DAGO VILLAGE
DISTRICT COBLONG BANDUNG
SKRIPSI
DiajukanUntukMenempuhUjianSarjana
FakultasKeperawatanUniversitasPadjadjaran
SANTI PURWANTI
220110060047
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2011
1
2
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Santi Purwanti
NPM : 220110060047
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku
Pengobatan Sendiri pada Masyarakat di RW 04 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong
Kota Bandung”, beserta seluruh isinya adalah benar-benar hasil karya saya dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku.
Atas pernyataan tersebut diatas, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang
dijatuhkan apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan dalam karya saya ini.
Bandung, Februari 2012
santi purwanti
3
ABSTRAK
Dalam pengobatan sakit, seseorang dapat memilih satu sampai lima sumber
pengobatan, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan adalah pengobatan sendiri.
Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit
ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perilaku pengobatan sendiri yang
dilakukan oleh masyarakat RW 04 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik accidental sampling, dengan jumlah sampel 278 responden. Data diperoleh melalui
pengisian kuisioner yang disebar kepada responden.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh
masyarakat RW 04 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung berada pada kategori
benar sebesar 52.2%, sedangkan 47.8% lainnya berada pada kategori tidak benar.
Peneliti menyarankan adanya upaya dari perawat untuk meningkatkan dan
mengarahkan perilaku pengobatan sendiri agar lebih aman, tepat, dan rasional. Upaya tersebut
dapat dilakukan dengan pemberian informasi mengenai pengobatan sendiri yang aman, tepat,
dan rasional melalui penyuluhan, penyebaran leaflet, pemasangan poster, FGD, dan pelatihan-
pelatihan mengenai pengobatan sendiri
Kata kunci : pengobatan sendiri, swamedikasi
4
ABSTRACT
Self-medication is the use of drugs by the public for the purpose of treatment of minor
Illnesses, without a doctor's prescription or intervention. Self-medication in this study is limited
to treatment with chemical drugs.
This study aims to get a description of self-medications behavior by peoples in RW 04,
Dago Village, District Coblong, Bandung. The type of the research was descriptive quantitative.
Sampling was carried out by accidental sampling technique, which 278 respondents for the
sample. Data were obtained using a questionnaire.
From the survey results revealed that the behavior of self-medication by peoples in RW
04, Dago Village, District Coblong, Bandung was appropriate that is equal to 52.2%, while
47.8% were improper.
Researchers suggest the efforts for stakeholders concerned to enhance and direct the
behavior of self-medication to be more safe, appropriate, and rational. These efforts can be
done by providing information about self-medication through counseling, distributing leaflets,
posters, FGD, and trainings.
Key words: self-medication
5
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta segala
karunia-Nya kepada peneliti hingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
Gambaran Perilaku Pengobatan Sendiri yang Aman, Tepat, dan Rasional pada
Masyarakat di RW 04 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong Bandung, yang disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
dan dorongan orang lain, yang mana telah memberikan sumbangan pemikiran,
bimbingan, pengarahan, maupun dukungan secara moral maupun materi dalam proses
penyusunannya. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Mamat Lukman, S.KM., S.Kp., M.Si. selaku dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran.
2. Bapak Ahmad Yamin S.Kp., M Kes., Sp.Kom. selaku pembimbing utama serta Ibu
Raini Diah Susanti S.Kp., Ners., MN. selaku pembimbing pendamping yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
3. Bapak dan Ibu dosen, serta semua staf pegawai Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran yang telah membantu penulis dalam kelancaran penyusunan skripsi.
4. Kepala BKPPM Kota Bandung beserta staf, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung
beserta staf, Kepala UPT Puter beserta seluruh stafnya di puskesmas jejaring, yang
6
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan pengambilan data di wilayah
kerja Puskesmas Dago.
5. Kepala RW 04 Kelurahan Dago beserta staf serta ibu-ibu kader posyandu RW 04
juga semua warga RW 04 yang bersedia menjadi responden, dimana telah
membantu peneliti selama melakukan penelitian.
6. Ungkapan terima kasih dan penghargaan khusus penulis haturkan dengan rendah
hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis, yang dengan segala
pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa mereka.
7. Tidak lupa untuk sahabat dan teman terdekat, yang selalu memberikan dukungan
baik materi maupun non materi yang sangat berarti bagi penulis selama menjalani
pendidikan hingga menyelesaikan penyusunan skripsi.
Akhir kata, peneliti menyadari bahwa penelitian ini memiliki banyak kelemahan.
Namun mudah-mudahan penelitian ini dapat memberikan manfaat serta dorongan untuk
melakukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan perilaku pengobatan sendiri.
Bandung, Februari 2012
Wasalam
Penulis
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... iii
ABSTRAK.................................................................................................... iv
ABSTRACT................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vii
DAFTAR ISI................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL........................................................................................ x
DAFTAR BAGAN....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................ 8
1.4 Kegunaan Penelitian................................................................... 8
1.5 Kerangka Pemikiran................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian, Penggolongan, dan Penggunaan Obat..................... 11
2.2 Pengobatan Sendiri..................................................................... 19
2.3 Perilaku Kesehatan..................................................................... 28
8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian................................................................ 31
3.2 Variabel Penelitian.................................................................... 31
3.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional......................... 32
3.4 Populasi dan Sampel................................................................. 34
3.5 Instrumen Pengumpul Data....................................................... 35
3.6 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data................. 36
3.7 Uji Instrumen Penelitian........................................................... 37
3.8 Pengolahan dan Analisa Data................................................... 40
3.9 Tahapan Penelitian.................................................................... 42
3.10 Etika Penelitian....................................................................... 43
3.11 Waktu dan Lokasi Penelitian.................................................. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian......................................................................... 44
4.2 Pembahasan............................................................................... 47
4.3 Keterbatasan Penelitian............................................................. 51
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan................................................................................... 52
5.2 Saran......................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 54
LAMPIRAN.................................................................................................. x
9
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago Kecamatan
Coblong Kota Bandung Berdasarkan Umur, Pekerjaan, dan Pendidikan...... 44
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago Kecamatan
Coblong Kota Bandung Berdasarkan Kategori Perilaku Pengobatan sendiri 45
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago Kecamatan
Coblong Kota Bandung Berdasarkan Tempat Membeli Obat ...................... 45
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago Kecamatan
Coblong Kota Bandung Berdasarkan Biaya untuk Membeli Obat ............... 45
Tabel 4.5 Keluhan Kesehatan yang dialami oleh Responden...................... 45
10
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Konsep Perilaku Pengobatan Sendiri....................... 9
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kisi-kisi instrumen
Lampiran 2 : Lembar Informed-Consent
Lampiran 3 : Daftar pertanyaan wawancara (kuisioner)
Lampiran 4 : Hasil uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 5 : Hasil penelitian
Lampiran 6 : Surat izin penelitian
Lampiran 7 : Kartu bimbingan skripsi
Lampiran 8 : Daftar riwayat hidup
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social maupun
ekonomis (UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan). Menurut WHO sehat dapat
diartikan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta
tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (Potter & Perry, 2005).
Sesuai dengan visi departemen kesehatan yaitu masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat, dan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat
maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan, serta diselenggarakan bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, upaya kesehatan harus dilakukan secara integral oleh
seluruh komponen, baik pemerintah, tenaga kesehatan maupun masyarakat. Oleh karena
itu masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan kesehatannya sendiri. Upaya
masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi
(Depkes, 2006).
Swamedikasi adalah bagian dari self-care. Swamedikasi didefinisikan sebagai
pemilihan dan penggunaan obat – obatan (termasuk produk herbal dan tradisional) oleh
individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri (WHO,
13
1998). International Pharmaceutical Federation & The World Self-Medication Industry,
(1999), swamedikasi juga didefinisikan sebagai penggunaan obat – obatan tanpa resep
dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri.
Menurut Kalangie (1984, dalam Supardi dan Notosiswoyo, 2005), sumber
pengobatan di Indonesia mencakup tiga sektor yang saling berhubungan, yaitu
pengobatan rumah tangga (pengobatan sendiri), pengobatan tradisional, dan pengobatan
medis profesional. Dalam pengobatan sakit, seseorang dapat memilih satu sampai lima
sumber pengobatan, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan adalah
pengobatan sendiri. Lelo dkk (1997, dalam Dharmasari, 2003), menyebutkan bahwa
sebagian masyarakat pernah mengobati diri sendiri sebelum mengunjungi puskesmas
dan dokter. Menurut Amoako, E.P., et all (2003), menyebutkan bahwa pengguna jasa
kesehatan empat kali lebih sering mengobati masalah kesehatannya sendiri daripada
pergi ke dokter. Menurut hasil penelitian Crooks dan Christopher (1979) dalam Supardi,
dkk (2001) jenis kelamin wanita lebih sering melakukan pengobatan sendiri. Leibowitz
(1989) menyebutkan bahwa, jenis kelamin wanita lebih banyak menggunakan obat
beresep dan obat bebas daripada pria. Wanita adalah pelaku dengan modalitas lebih
tinggi dibandingkan pria, dalam melakukan pengobatan sendiri baik untuk dirinya
sendiri maupun untuk keluarganya (Rinukti & Widayati, 2005). Diduga penduduk yang
berlokasi di kota jaraknya lebih dekat untuk menjangkau sumber penjualan obat bebas
sehingga lebih mudah mendapatkan obat daripada penduduk di desa (Supardi dkk,
2001).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa perilaku
pencarian pengobatan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit,
persentase terbesar adalah melakukan pengobatan sendiri (57,7%), terutama dengan
14
menggunakan obat (82,7%) dan sisanya menggunakan obat tradisional dan atau cara
tradisional (Depkes, 2002). Dari hasil Riset Kesehatan Dasar khusus kota Bandung pada
tahun 2007, persentase rumah tangga di Kota Bandung yang melakukan pengobatan
sendiri sebanyak 0,2% (Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2008).
Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan
perundangan. Pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes No.2380/1983). Semua obat
yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan
keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan
pakai, dan pernyataan lain yang diperlukan (SK Menkes No.917/1993). Semua kemasan
obat bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut
segera hubungi dokter” (SK Menkes No.386/1994). Jadi simpulannya adalah, bahwa
pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan adalah penggunaan obat bebas atau obat
bebas terbatas sesuai dengan keterangan yang wajib tercantum pada kemasannya
(Depkes RI, 2006).
Suryawati (1997, dalam Kristina dkk, 2008) menyebutkan bahwa, bila
digunakan secara benar obat bebas dan obat bebas terbatas seharusnya bisa sangat
membantu masyarakat dalam pengobatan sendiri secara aman dan efektif. Namun
sayangnya, seringkali dijumpai bahwa pengobatan sendiri menjadi sangat boros karena
mengkonsumsi obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan, atau malah bisa berbahaya
misalnya karena penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan pakai. Bagaimanapun
obat bebas dan bebas terbatas bukan berarti bebas efek samping, sehingga
pemakaiannya pun harus sesuai dengan indikasi, lama pemakaian yang benar, disertai
dengan pengetahuan pengguna tentang risiko efek samping dan kontraindikasinya.
15
Penggunasalahan obat (drugs misuse) yang dilakukan oleh masyarakat
mengakibatkan ketidakcocokan dan ketidakefektifan. Obat menjadi tidak berguna atau
bahkan membahayakan. Informasi obat yang benar kepada masyarakat menjadi sangat
dibutuhkan. Kekurangan atau kesalahan informasi mengenai produk dan mutu obat bisa
mengakibatkan konsumen salah mengonsumsi obat (Dharmasari, 2003).
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas yang sesuai dengan aturan dan
kondisi penderita akan mendukung upaya penggunaan obat yang rasional. Kerasionalan
penggunaan obat menurut Cipolle, et. al., (1998) terdiri dari beberapa aspek di
antaranya : ketepatan indikasi, kesesuaian dosis, ada tidaknya kontraindikasi, ada
tidaknya efek samping, interaksi dengan obat dan makanan, serta ada tidaknya
polifarmasi (penggunaan lebih dari dua obat untuk indikasi penyakit yang sama).
Dalam hal ini perawat sebagai bagian dari praktisi kesehatan dituntut untuk
dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat
terhindar dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug
misuse). Masyarakat cenderung hanya mengetahui merek dagang tanpa mengetahui zat
yang berkhasiatnya (Depkes, 2006).
Perawatan di komunitas difokuskan untuk meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan, pendidikan, dan manajemen, serta mengoordinasikan dan melanjutkan
perawatan restoratif di dalam lingkungan komunitas klien. Perawat komunitas mengkaji
kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan komunitas, serta membantu klien berupaya
melawan penyakit dan masalah kesehatan (Potter & Perry, 2005).
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat memiliki peran sebagai advokat
atau pelindung, dimana perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman
bagi klien (masyarakat) dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
16
dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan
diagnostik atau pengobatan (Potter & Perry, 2005). Dalam swamedikasi perawat
dituntut untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga
masyarakat dapat terhindar dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan
penggunasalahan obat (drug misuse). Sebab masyarakat cenderung hanya mengetahui
merek dagang tanpa mengetahui zat yang berkhasiatnya (Depkes, 2006).
Informasi yang benar mengenai swamedikasi, seperti yang telah dibahas
sebelumnya dapat perawat berikan salah satunya melalui penyuluhan dan pelatihan
mengenai swamedikasi yang benar. Menurut Potter & Perry (2005), sebagai penyuluh,
perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang kesehatan,
mendemonstrasikan prosedur, menilai pemahaman klien tentang apa yang dijelaskan
dan mengevaluasi kemajuan dalam pempelajaran. Perawat menggunakan metode
pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan
sumber-sumber lain yang diperlukan untuk pembelajaran.Sebagai salah satu tenaga
kesehatan, perawat memiliki peran sebagai advokat atau pelindung, dimana perawat
membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien (masyarakat) dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari
kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau
pengobatan. Perawat dapat memberikan informasi tambahan bagi masyarakat yang
sedang berusaha memutuskan tindakan yang terbaik untuk dilakukan (Potter & Perry,
2005).
Berdasarkan profil kesehatan kota Bandung didapatkan data kunjungan rawat
jalan ke Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Puskesmas Puter di Kecamatan Coblong adalah
yang tertinggi yaitu sebesar 134.424 kunjungan selama periode Januari-Desember 2009
17
(Dinkes Kota Bandung, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Puter,
dimana peneliti melakukan wawancara tentang pengobatan sendiri kepada 20
pengunjung puskesmas. diketahui bahwa 18 dari 20 pengunjung melakukan pengobatan
sendiri sebelum datang ke puskesmas. Lima belas pengunjung melakukan pengobatan
sendiri dengan menggunakan obat kimia (modern) dan 3 pengujung lainnya
menggunakan obat atau cara tradisional. Sepuluh orang pengunjung mengetahui bahwa
pengobatan sendiri tidak boleh dilakukan menggunakan sembarang obat, tetapi hanya 2
orang yang mengetahui bahwa pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat
bebas dan bebas terbatas. Hampir seluruh pengguna obat kimia (14 orang) menyatakan
menggunakan obat yang sudah biasa digunakan maupun yang disarankan oleh keluarga
atau orang terdekatnya.
Dalam melaksanakan kegiatan UPT Puskesmas Puter dibantu oleh tiga
puskesmas jejaring yaitu Puskesmas Sekeloa, Puskesmas Cikutra Lama, dan Puskesmas
Dago. Dari hasil rekapitulasi data pendaftaran kunjungan rawat jalan di UPT Puter dan
tiga jejaringnya selama 3 bulan terakhir (Oktober-Desember 2010) didapat angka
kunjungan rawat jalan yang terbanyak di Kelurahan Dago yaitu sebanyak 4087
kunjungan. Dengan 10 penyakit terbanyak adalah pilek (659), sakit gigi (440),
hipertensi (265), demam (262), laringitis-trakeitis (205), nyeri otot (193), influenza
(182), gastroduodenitis (176), penyakit kulit (172), dan diare (144). Dari penghitungan
lebih lanjut diketahui bahwa RW 04 memiliki angka kunjungan rawat jalan yang
terbanyak yaitu sebesar 518 kunjungan selama 3 bulan terakhir (UPT Puskesmas Puter,
2010).
Dari observasi lebih lanjut yang dilakukan di RW 04 diketahui bahwa RW 04
merupakan RW dengan jumlah warga terbanyak yaitu 3442 jiwa yang terdiri dari 873
18
kepala keluarga yang terbagi dalam 7 RT. Fasilitas kesehatan yang terdapat di RW 4
sendiri hanya sebuah posyandu. Sedangkan untuk kelurahan Dago sendiri terdapat 3
rumah bersalin,10 dokter praktik, 1 puskesmas, 3 balai pengobatan, 2 apotik, 1 toko
obat, dan 22 posyandu (Kelurahan Dago, 2010).
Selain itu, di Kecamatan Coblong diketahui bahwa baik di apotik maupun di
toko obat, warga dapat mengakses jenis obat apapun yang mereka inginkan. Dan tidak
sedikit di antara mereka yang membeli obat golongan keras untuk melakukan
swamedikasi. Namun tidak ada data pasti dari apotik yang menunjukan obat apa saja
yang banyak dibeli. Dengan pertimbangan bahwa RW 04 merupakan RW dengan
jumlah penduduk terbanyak, merupakan RW dengan keadaan sosial dan ekonomi yang
beragam, dan merupakan RW dengan kunjungan rawat jalan di puskesmas yang
terbanyak, serta menurut data yang didapat dari UPT Puter dan 3 jejaringnya di wilayah
Dago belum pernah diadakan penelitian mengenai perilaku pengobatan sendiri, maka
RW 04 dipilih menjadi menjadi tempat penelitian.
1.2 Identifikasi Masalah
Rumusan masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
gambaran perilaku pengobatan sendiri pada masyarakat di RW 04 Kelurahan Dago,
Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perilaku pengobatan
sendiri pada masyarakat di RW 04 Kelurahan Dago, Kelurahan Dago, Kecamatan
Coblong, Kota Bandung
19
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Bagi Perawat Komunitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan informasi
bagi perawat, khususnya di Puskesmas Dago yang berperan sebagai advokat dan
penyuluh masyarakat, dalam melakukan intervensi keperawatan terkait dengan tindakan
pengobatan sendiri.
1.4.2 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi peneliti
selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang pengobatan
sendiri.
1.5 Kerangka Pemikiran
Perilaku kesehatan merupakan perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit
yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan
mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya), maupun
aktif (tindakan yang dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit tersebut).
Perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan seperti usaha-usaha mengobati
sendiri penyakit yang diderita merupakan salah satu tingkatan respon terhadap sakit dan
penyakit yang disebut sebagai perilaku pencarian pengobatan (health seeking
behaviour). Perilaku pencarian pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) yang
merupakan respon seseorang apabila sakit yang dapat berupa :
- Tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa
- Tindakan mengobati sendiri (self-treatment)
- Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
- Mencari pengobatan dengan membeli obat sendiri ke apotik
20
Seseorang mengalami keluhan kesehatan
pengobatan sendiri
benar
tidak benar
Predisposing factor :sikap, pengetahuan, keyakinan, nilai dan kepercayaan, serta fasilitas atau motivasi diri untuk berubah
Enabling factor:keterbatasan fasilitas, keterbatasan sumber daya, tingkat penghasilan, atau peraturan/kebijakan yang membatasi
Reinforcing factor:timbal balik dari orang lain (tokoh, keluarga, orang terdekat, dll)
- Mencari pengobatan ke fasilitas- pengobatan modern (puskesmas, dokter)
Teori perilaku yang dikembangkan oleh Green (1980) menganalisa, bahwa
perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor perilaku (behavior causes)
dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Faktor perilaku ditentukan atau
dibentuk oleh :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-
obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Seperti yang telah disebutkan di atas maka sesuai dengan teori dari Green
(1980), factor-faktor perilaku di atas akan mempengaruhi perilaku pencarian pelayanan
kesehatan, salah satunya dapat berupa pengobatan sendiri dengan obat yang dibeli
sendiri. Pengobatan sendiri yang dilakukan masyarakat dapat menghasilkan output
berupa perilaku yang benar dan tidak benar
Bagan 1.1 Kerangka Konsep Perilaku Pengobatan Sendiri.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian, Penggolongan, dan Penggunaan Obat
2.1.1 Pengertian Obat
Obat menurut WHO adalah senyawa kimia yang dapat mempengaruhi
organisme hidup dan yang dipergunakan untuk keperluan diagnosis, pencegahan,
dan pengobatan suatu penyakit. Sedangkan menurut UU no.36 tahun 2009 tentang
kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Definisi lain menurut Tan dan Rahardja (2007) obat adalah semua zat baik
kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan,
meringankan, atau mencegah penyakit atau gejala-gejalanya. Sedangkan menurut
Widjajanti (2009), obat adalah semua zat baik kimia maupun tumbuh-tumbuhan
yang dalam dosis yang layak mampu mempengaruhi organ-organ tubuh yang
normal.
2.1.2 Penggolongan Obat
Secara Internasional dikenal ada 3 penamaan obat yang berlaku saat ini
(Tan & Rahardja, 2007), yaitu:
1) Nama kimia, adalah nama zat tunggal maupun campuran dari kandungan obat
2) Nama generic, merupakan nama resmi atau official name
22
3) Nama dagang (nama paten) adalah nama khas obat milik perusahaan yang
dilindungi oleh hukum, yaitu merek terdaftar.
Penggolongan obat menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995) adalah
berdasarkan pada bentuk sediaan obat yaitu bentuk obat sesuai dengan proses
pembuatan obat tersebut dalam bentuk seperti yang akan digunakan. Semua obat
yang beredar juga digolongkan secara farmakologis berdasarkan penggunaannya.
Seperti penggolongan obat berdasarkan waktu pemakaiannya, yaitu :
1) Golongan obat yang harus diminum sebelum makan
2) Golongan obat yang harus diminum sesudah makan
3) Golongan obat yang harus diminum sewaktu makan
4) Golongan obat yang sebaiknya diminum pagi hari
5) Golongan obat yang sebaiknya diminum malam hari (Widjajanti, 2009).
Selain itu untuk distribusi dan keamanan pemakaiannya, obat juga
diklasifikasi menurut cara perolehannya. Pengaturan mengenai obat mana yang
dijual di apotik dan obat mana yang dapat dijual di tempat lain sudah baku
menurut kategori obat yang ada. Pengkategotian obat tersebut dilakukan untuk
meningkatkan keamanan, ketepatan penggunaan dan pengamanan distribusi obat
(Anief, 1996).
Sesuai Permenkes no 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar
Obat Jadi bahwa yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan yang
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta
pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat
keras, psikotropika, dan narkotika. Dalam pedoman penggunaan obat bebas dan
23
obat bebas terbatas (Depkes RI, 2006), obat dibagi kedalam beberapa kategori,
yaitu :
a. Obat Bebas, adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan dapat dibeli
di apotik, toko obat, maupun warung kecil. Pada kemasan ditandai dengan
lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau (SK Menkes no.
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan bebas
terbatas) seperti pada gambar 2.1. Isi dalam kemasan obat disertakan etiket
yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis dan aturan
pakai, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik, serta cara
penyimpanannya. Contoh : Paracetamol, Mylanta, Oralit, Panadol, dll.
b. Obat Bebas Terbatas, yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit
ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Definisi Obat bebas terbatas
termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan diberi batas,
obat bebas terbatas dapat diperjualbelikan secara bebas dengan syarat hanya
dalam jumlah yang talah ditentukan. Kemasan obat bebas terbatas ditandai
dengan lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru (SK Menkes no.
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan bebas
terbatas) seperti pada gambar 2.2. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 pada setiap
kemasan obat bebas terbatas terdapat tanda peringatan P. No 1 sampai P. No 6
dan harus disertai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat
yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan,
nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen,
petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontra
24
indikasi. Sehingga obat bebas terbatas harus selalu dijual dalam satuan
bungkus terkecil yang masih memiliki informasi lengkap tentang obat yang
telah disebutkan diatas. Tidak boleh dijual secara eceran yang lebih kecil dari
satuan bungkus terkecilnya, seperti per pil, per tablet, perkaplet dan
sebagainya. Contoh : Promag, Dulcolax, Methicol dll.
c. Obat Keras, adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter,
dan untuk mendapatkannya hanya di apotik. Pada bungkus luarnya diberi
tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya
terdapat huruf “K” yang menyentuh garis tepi (SK Menkes no.
2396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus obat keras) seperti pada gambar
2.3. Obat yang masuk ke dalam golongan obat keras ini adalah obat yang
dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral, baik dengan
cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek
jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam kompendial/farmakope
terbaru yang berlaku di Indonesia serta obat-obat yang ditetapkan sebagai obat
keras melalui keputusan Menkes RI. Contoh : amoksisilin, Captopril,
Erithromycin, Dexamethasone, dll.
d. Obat Narkotika dan Psikotropika. Definisi menurut Undang-Undang Nomor
35 tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Contoh obat
narkotik yaitu Morphin, Codein, Etilmorfin. dsb. Definisi Psikotropika adalah
25
zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh obat
psikotropika yaitu Diazepam, Alprazolam, Phenobarbital, dsb. Psikotropika
termasuk dalam golongan obat keras, sehingga memiliki tanda yang sama
dengan obat keras. Sedangkan obat narkotika memiliki tanda berupa lambang
medali berwarna merah seperti pada gambar 2.4.
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4
2.1.3 Penggunaan Obat
Pada hampir semua obat memiliki lebih dari satu macam khasiat,
disamping itu semua obat mempunyai kerja ikutan yang tidak diinginkan. Dalam
dosis yang sesuai kerja ikutan tersebut tidak membahayakan. Widjajanti (2009)
mengemukakan beberapa pengaruh buruk dari obat yang perlu dipahami oleh
masyarakat umum, yaitu:
1) Efek samping obat, selain khasiat obat yang menyembuhkan penyakit, obat
dapat memiliki pengaruh negatif yang dapat timbul saat pemakaian
2) Keracunan obat, yaitu gejala-gejala yang ditimbulkan oleh obat apabila
dipakai dalam dosis yang terlalu tinggi atau dalam waktu yang terlalu lama
atau meminum obat yang salah
3) Alergi obat, adalah reaksi yang timbul terhadap suatu obat karena kepekaan
seseorang terhadap obat tersebut
26
4) Pengaruh negatif bila dua macam obat atau lebih dipakai secara bersama
Menurut Widjajanti (2009), dalam pemakaian obat terdapat beberapa
factor yang memodifikasi aksi obat yang harus diperhatikan yaitu :
1) Berat badan, dosis obat ditentukan dalam mg/kg per berat badan orang yang
meminumnya, sehingga dosis obat pada orang dengan berat badan yang
rendah akan lebih kecil.
2) Umur, pada bayi atau neonates ada beberapa hal yang mempengaruhi proses
absopsi, distribusi, metabolisme dan eksresi obat.
3) Jenis kelamin, jenis kelamin dapat memberikan kepekaan tertentu
4) Kondisi patogenik
5) Idiosinkrasi
6) Rute pemberian obat
Lebih lanjut dalam pemberian obat, Anief (1996) menjelaskan bahwa
umumnya obat mempunyai efek atau aksi yang lebih dari satu, yaitu berupa :
1. Efek terapi yaitu efek yang merupakan fungsi/efek yang diinginkan untuk
pengobatan. Ada tiga macam bentuk terapi, yaitu :
- Terapi kausal, yaitu obat untuk meniadakan penyakit
- Terapi simtomatik, yaitu obat untuk menghilangkan atau meringankan
gejala penyakit
- Terapi substitusi, yaitu obat untuk menggantikan zat-zat tubuh yang
hilang selama sakit
2. Efek samping yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi dan tidak ikut dalam
kegunaan terapi
27
3. Efek teratogen, yaitu efek obat pada dosis terapeutik pada ibu hamil yang
menyebabkan cacat pada janin
4. Efek toksik, yaitu efek tambahan pada obat yang lebih berat dari efek samping
dan merupakan efek yang tidak diinginkan
5. Idiosinkrasi, yaitu efek obat yang secara kualitatif berlainan dengan efek terapi
nomalnya
6. Fotosistesis, yaitu efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang
timbul akibat penggunaan obat.
Menggunakan obat secara bersama-sama (campuran) juga memiliki efek-
efek yang harus diperhatikan menurut Anief (1996), antara lain :
1) Adisi, yaitu campuran obat yang diberikan bersama-sama dapat menimbulkan
efek yang merupakan jumlah dari masing-masing obat, bila diberikan secara
terpisah
2) Sinergis, yaitu campuran obat atau obat yang diberikan bersama-sama dengan
aksi yang sama, yang menimbulkan efek yang lebih besar dari jumlah efek
masing-masing obat bila diberikan secara terpisah.
3) Potensiasi, yaitu campuran obat atau obat yang diberikan bersama-sama
dengan aksi yang tidak sama, yang menimbulkan efek lebih besar dari jumlah
efek masing-masing obat bila diberikan secara terpisah.
4) Antagonis, yaitu campuran obat atau obat yang diberikan bersama-sama yang
menimbulkan efek yang berlawanan aksi dari salah satu obat, sehingga
mengurangi efek kerja obat lain.
28
5) Interaksi obat, yaitu efek suatu obat yang dimodifikasi oleh obat lain yang
memiliki efek yang sama maupun yang tidak sama, yang diberikan baik
sebelum maupun secara bersama-sama.
Pengulangan atau penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama
memiliki efek-efek sebagai berikut (Anief, 1996) :
a. Reaksi hipersensitif, yaitu suatu reaksi alergi yang merupakan respon
abnormal terhadap obat atau zat tertentu, dimana tubuh seseorang sudah
memiliki antibody untuk zat atau obat tersebut, karena telah mengalami
kontak sebelumnya.
b. Kumulasi, yaitu suatu fenomena pengumpulan obat dalam tubuh akibat dari
pengulangan dalam penggunaan obat, dimana obat akan disekresikan lebih
lambat daripada absorpsinya.
c. Toleransi, yaitu berkurangnya respon obat pada tubuh dalam dosis yang sama,
sehingga untuk mendapatkan respon yang sama dosis perlu diperbesar. Ada
tiga macam tipe toleransi, diantaranya :
- Toleransi primer, merupakan toleransi bawaan yang ada pada sebagian
orang
- Toleransi sekunder, merupakan toleransi yang didapatkan dari
penggunaan obat yang sering diulang
- Toleransi silang, merupakan toleransi akibat dari penggunaan obat yang
memiliki struktur kimia yang serupa atau akibat zat-zat yang berlainan
d. Takhifilaksis, yaitu berkurangnya kecepatan respon terhadap aksi obat pada
pengulangan penggunaan obat pada dosis yang sama. Respon semula tidak
akan didapatkan walaupun dosis diperbesar
29
e. Habituasi, suatu gejala ketergantungan psikologi terhadap suatu obat
f. Adiksi, suatu gejala ketergantungan baik fisik maupun psikologi
2.2 Pengobatan Sendiri yang Aman, Tepat, dan Rasional
Perilaku kesehatan merupakan perilaku seseorang terhadap sakit dan
penyakit yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui,
bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan
diluar dirinya), maupun aktif (tindakan yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit atau sakit tersebut). Perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan
seperti usaha-usaha mengobati sendiri penyakit yang diderita merupakan salah
satu tingkatan respon terhadap sakit dan penyakit yang disebut sebagai perilaku
pencarian penngobatan (health seeking behaviour).
Organization (WHO) tahun 1998, mendefinisikan swamedikasi (self-
medications) sebagai pemilihan dan penggunaan obat – obatan (termasuk produk
herbal dan tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang
dapat dikenali sendiri (the selection and use of medicines (include herbal and
tradisional product) by individuals to treat self-recognised illnesses or symptoms).
Swamedikasi juga didefinisikan sebagai penggunaan obat – obatan tanpa resep
dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri (FIP & WSMI, 1999).
Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan
obat-obatan yang dibeli di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa resep
dokter (Tjay dan Raharja, 1993). Menurut Shankar, et al.(2002, dalam Kristina
dkk, 2008), pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk
tujuan pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi
30
dokter. Pengobatan sendiri dalam hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern,
yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.
Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan
perundangan. Pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes No.2380/1983). Semua
obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib
mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat
berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang diperlukan (SK
Menkes No.917/1993). Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencantumkan
tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK Menkes
No.386/1994). Jadi simpulannya adalah, bahwa pengobatan sendiri yang sesuai
dengan aturan adalah penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas sesuai
dengan keterangan yang wajib tercantum pada kemasannya (Depkes RI, 2006).
Menurut Depkes (2008), untuk dapat melakukan pengobatan sendiri secara
tepat masyarakat harus mampu :
1. Mengetahui jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya.
2. Mengetahui kegunaan dari setiap obat yang digunakan, sehingga dapat
mengevaluasi sendiri perkembanganan kondisi sakitnya.
3. Menggunakan obat dengan benar (cara, aturan, waktu pemakaian) dan tahu
batas kapan harus menghentikan proses swamedikasi dan segera meminta
pertolongan pada petugas kesehatan.
4. Mengetahui siapa saja yang tidak boleh menggunakan obat yang akan
digunakan.
31
5. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat
memperkirakan apabila suatu keluhan timbul merupakan efek samping obat
atau merupakan suatu penyakit baru.
Pengobatan sendiri yang rasional menurut definisi dari WHO (1985)
mengharuskan adanya kesesuaian antara pengobatan yang dilakukan dengan
kebutuhan klien, dosis yang tepat sesuai dengan ketentuannya, lama pemberian
yang sesuai dengan penggunaannya, dan harga obat yang terjangkau.
Kerasionalan penggunaan obat menurut Cipolle, et. al., (1998, dalam Kristina
2008) terdiri dari beberapa aspek, di antaranya: ketepatan indikasi, kesesuaian
dosis, ada tidaknya kontraindikasi, ada tidaknya efek samping dan interaksi
dengan obat dan makanan, serta ada tidaknya polifarmasi (penggunaan lebih dari
dua obat untuk indikasi penyakit yang sama). Menurut Muktiningsih dan Azis
(1997) biaya pengobatan untuk membeli obat juga harus rasional, yaitu sesuai
antara biaya yang dikeluarkan dengan pilihan kebutuhan obat sehingga tidak
mahal (Dhamasari, 2003).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat menurut Pedoman
Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas (2006) antara lain :
a) Penggunaan obat tidak untuk pemakaian yang terus-menerus
b) Menggunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur
c) Menghindari penggunaan obat orang lain walaupun gejala penyakitnya sama
d) Menghentikan pemakaian obat apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
e) Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap, tanyakan
pada apoteker atau petugas kesehatan.
32
Dalam pengobatan yang rasional, cara pemberian obat dalam pengobatan
sendiri adalah sama pentingnya dengan pemberian terapi yang tepat (Djamhuri,
1995). Dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas (2006)
dijelaskan bahwa cara pemakaian obat yang tepat adalah penggunaan obat yang
sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat, dalam jangka waktu
terapi sesuai dengan yang dianjurkan. Meminum obat sesuai dengan waktunya.
Bila dalam kondisi hamil atau menyusui tanyakan obat yang sesuai.
Menggunakan obat sesuai dengan cara penggunaannya, dan meminum obat
sampai habis.
Lebih jauh dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas
(2006), dijelaskan bahwa cara pemakaian obat oral antara lain :
a) Meminum obat dengan segelas air putih
b) Mengikuti petunjuk dari profesi pelayanan kesehatan (saat makan atau saat
perut kosong), seperti : minum obat sebelum makan, minum obat setelah
makan, dll
c) Untuk obat dengan kerja yang diperlama (tablet salut) harus ditelan
seluruhnya, tudak boleh dipecah atau dikunyah
d) Pada obat dengan sediaan cair, gunakanlah sendok obat atau alat lain yang
telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jangan menggunakan sendok rumah
e) Jika penderita sulit menelan sediaan obat, lakukan konsultasi dengan petugas
kesehatan/dokter untuk meminta pilihan sediaan dalam bentuk lain
f) Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takar
dalam kemasannya
33
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
925/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 919/MENKES/PER/X/1993 tentang
Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep disebutkan bahwa untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri untuk
mengatasi masalah kesehatan maka peningkatan sarana dan penyediaan obat yang
dibutuhkan untuk pengobatan sendiri dilakukan sekaligus dengan menjamin
peningkatan penggunaan obat secara aman, tepat, dan rasional (Dhamasari, 2003)
Indikasi penggunaan obat tidak rasional dalam praktik sehari-hari dapat
terjadi karena (Dhamasari, 2003) :
1) Penggunaan obat pada pasien yang tidak memerlukan terapi obat
2) Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit
3) Penggunaan obat yang tidak sesuai aturan
4) Penggunaan obat yang memiliki potensi menimbulkan keracunan
5) Penggunaan obat yang belum teruji secara ilmiah
6) Penggunaan obat yang mahal
7) Penggunaan obat yang menimbulkan persepsi yang keliru atau ketergantungan
Bila digunakan dengan cara yang benar, obat bebas dan obat bebas
terbatas seharusnya bisa sangat membantu masyarakat dalam pengobatan sendiri
secara aman dan efektif. Namun sayangnya, seringkali dijumpai bahwa
pengobatan sendiri menjadi sangat boros karena mengkonsumsi obat-obat yang
sebenarnya tidak dibutuhkan, atau malah bisa berbahaya misalnya karena
penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan pakai. Bagaimanapun, obat bebas
dan bebas terbatas bukan berarti bebas efek samping, sehingga pemakaiannya pun
34
harus sesuai dengan indikasi, lama pemakaian yang benar, disertai dengan
pengetahuan pengguna tentang risiko efek samping dan kontraindikasinya
(Suryawati, 1997). Pengobatan sendiri memiliki resiko yang dapat terjadi apabila:
1. Tidak mengenali keseriusan gangguan yaitu, keseriusan keluhan yang dinilai
salah atau yang mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri
dilakukan terlalu lama. Akibatnya gangguan menjadi semakin parah sehingga
konsultasi yang dilakukan kemudian menjadi terlambat.
2. Penggunaan obat yang kurang tepat yaitu, obat digunakan secara salah, terlalu
lama digunakan atau dalam takaran yang terlalu besar (Tan & Raharja, 2007)
Oleh karena itu, dalam melakukan pengobatan sendiri diperlukan
ketepatan dalam mengenali gejala sakit. Sangat penting untuk mengetahui
keluhan-keluhan mana yang dapat diobati sendiri dan mana yang tidak. Pada
umumnya keluhan-keluhan agak ringan yang biasanya sembuh dengan sendirinya
seperti : salesma, gatal karena jamur, flu, sakit kepala, dan tenggorokan, nyeri
lambung, nyeri otot yang tidak terus menerus layak untuk diswamedikasi. Gejala
berbahaya yang tidak boleh diobati sendiri (Tan dan Raharja, 2007).
Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau
volume dan frekuensi pemberian obat yang harus sesuai dengan umur dan berat
badan. Maka dalam penggunaan obat harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006):
a. Gunakan obat tepat waktu sesuai aturan pemakaian, contoh : tiga kali sehari
berarti obat diminum setiap 8 jam sekali, obat diminum sebelum atau sesudah
makan, jika menggunakan oat-obat bebas, ikuti petunjuk pada kemasan atau
brosur/leaflet
35
b. Bila terlupa meminum obat minumlah dosis yang terlupa segera setelah ingat,
tetapi jika hampir mendekati dosis berikutnya, maka abaikan dosis yang
terlupa dan kembali ke jadwal selanjutnya sesuai aturan.
c. Jangan menggunakan dua dosis sekaligus atau dalam waktu yang berdekatan
Kesesuaian dosis dengan umur dan berat badan akan mempengaruhi
kesembuhan, ketidaksesuaian justru akan membahayakan. Ketidaksesuaian obat
dengan jenis penyakit atau tingkat keparahannya, tidak akan menghilangkan
gejala sakit atau menyembuhkan penyakit, justru akan terjadi penumpukan obat
yang tidak berguna di dalam tubuh (Widjajanti, 2009).
Dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas disebutkan
bahwa, sebelum menggunakan obat, diharuskan untuk membaca sifat dan cara
pemakaian obat pada etiket, brosur atau kemasan obat agar penggunaannya tepat
dan aman. Pada setiap brosur atau kemasan obat selalu dicantumkan nama obat,
komposisi, indikasi, informasi cara kerja obat, aturan pakai, peringatan (khusus
untuk obat bebas terbatas), perhatian, nama produsen, nomor batch/lot, nomor
registrasi, dan tanggal kadaluarsa. Nomor registrasi dicantumkan sebagai tanda
izin edar absah yang diberikan oleh pemerintah pada setiap kemasan obat (Depkes
RI, 2006).
Penggunaan obat yang aman dapat diperoleh pada pelayanan obat berizin
yaitu apotik dan toko obat berizin, namun pada perkembangannya obat-obatan
bisa didapatkan di toko obat/kosmetik (tidak berizin), kios obat, maupun warung-
warung. Untuk keamanan dalam pengobatan, hendaknya obat dibeli pada jalur
resminya sehingga dapat dihindari kemungkinan obat palsu atau obat yang tidak
sesuai dengan standar (Dhamasari, 2003).
36
Pemerintah mengatur criteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep,
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 919/MENKES/PER/X/1993
tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, yaitu :
1) Tidak dikontradiksikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah
usia 2 tahun, dan orang tua diatas 65 tahun
2) Pengobatan sendiri dengan obat yang tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit
3) Penggunaannya tidak memerlukan cara /alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan
4) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
5) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (perbandingan relative
keuntungan dan bahaya dari mengonsumsi obat)
Cara penyimpanan obat yang sesuai dengan Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Bebas Terbatas (Depkes RI, 2006), adalah :
1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tetutup rapat
2. Simpan obat dalam suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung
3. Simpan obat pada tempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat
menimbulkan kerusakan
4. Simpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin
5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak
6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat yang aman adalah
tanggal kadaluarsa (expired date) dari masa berlakunya obat. Penyimpanan obat
37
atau penggunaan wadah yang tidak sesuai dapat menurunkan mutu obat atau
merusak obat. Wadah bukan sekedar pembungkus saja melainkan pelengkap yang
mampu menjaga dan menjamin mutu bahan sediaan (Aritonang, 1996).
Berdasarkan Permenkes RI no. 949/Menkes/Per/VI/2000 tentang registrsi
obat jadi, yang dimaksud dengan obat palsu adalah obat yang di prosuksi oleh
yang tidak berhak berdasarkan undang-undang yang berlaku atau obat dengan
penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar. Badan
POM RI telah mengeluarkan public warning kepada masyarakat melalui media
massa agar masyarakat tidak membeli obat keras di sarana tidak resmi. Untuk
keamanan, disarankan membeli obat pada jalur resmi seperti pada apotik. Obat
palsu sangat membahayakan kesehatan. Obat palsu dan asli sangat sulit dibedakan
dari obat yang asli. Bentuk, warna dan kemasan obat palsu mirip dengan obat asli.
Obat palsu hanya dapat dideteksi melalui uji laboratorium (Dwiraswati, 2008).
Penggunaan obat yang aman hendaknya juga memperhatikan kualitas
obat, hindari penggunaan obat yang diragukan keamanannya. Sesuai dengan
peraturan pemerintah, maka obat jadi yang sudah teruji khasiat, keamanan dan
mutunya terdaftar pada Badan POM (Dhamasari, 2003).
2.3 Perilaku Kesehatan
2.3.1 Konsep Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon)
dan respons. Secara lebih operasional Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa
38
perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni :
a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, seperti berpikir,
tanggapan atau sikap batin, dan pengetahuan. Oleh sebab itu perilaku ini
masih terselubung (covert behaviour).
b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Oleh karena perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka
disebut overt behaviour. Robert Kwick (1974, dalam Notoatmodjo, 2003)
menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme
yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Dengan demikian, arti
perilaku dalam hal ini adalah tindak lanjut dari suatu pengetahuan, sikap,
maupun niat dari diri seseorang terhadap suatu objek atau aktivitas tertentu.
Meskipun perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus dari luar,
namun dalam memberikan respon tergantung pada factor-faktor tertentu yang
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Factor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
bawaan (given)
2. Factor eksternal, yaitu lingkungan baik fisik, social, budaya, ekonomi, politik,
dan sebagainya. Faktor ini merupakan factor yang dominan mempengaruhi
perilaku (Notoatmodjo, 2003)
39
2.3.2 Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah
suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Dari
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan, merupakan perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan
usaha-usaha untuk menyembuhkan bilamana sakit
2. Perilaku pencarian pelayanan kesehatan, menurut Notoatmodjo (2007), respon
seseorang apabila sakit antara lain :
- Tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa
- Tindakan mengobati sendiri (self-treatment)
- Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
- Mencari pengobatan dengan membeli obat sendiri ke apotik
- Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern (puskesmas,
dokter)
3. Perilaku kesehatan lingkungan, bagaimana seseorang merespon lingkungan
baik lingkungan fisik maupun social budaya, sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya
2.3.2 Model Perilaku Kesehatan
Teori perilaku yang dikembangkan oleh Green (1980) menganalisa, bahwa
perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor perilaku (behavioral
factor) dan faktor non perilaku (non-behavioral factor).
40
Dasar penelitian pada perilaku kesehatan didefinisikan dalam tiga
kelompok faktor yang berpotensi untuk memberikan kontribusi terhadap perilaku
kesehatan yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku. Factor penguat
merupakan sikap, pengetahuan, keyakinan, nilai, serta fasilitas atau motivasi
diri untuk berubah.
2. Faktor pemungkin (enabling factor), merupakan faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi terjadinya suar tindakan. Faktor pemungkin
merupakan pertimbangan yang dapat menghambat atau memungkinkan suatu
hal dapat terwujud, seperti keterbatasan fasilitas, keterbatasan sumber daya,
tingkat penghasilan, atau peraturan/kebijakan yang membatasi
3. Faktor penguat (reinforcing factor), merupakan faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat berhubungan dengan
timbal balik yang dari orang lain.
Pemisahan dan pengkategorian menurut pengelompokan diatas hanyalah
penyebutan saja atau list dari faktor-faktor yang nampaknya berhubungan dengan
perilaku kesehatan. Perencana atau peneliti dapat memilih daftar (list) untuk
disesuaikan dengan program/penelitian (Green, 1980).
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable
mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan antara variable yang satu dengan variable yang lainnya
(Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan metode survei dan merupakan
penelitian kuantitatif.
3.2 Variable Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian dari
suatu penelitian (Arikunto, 2006). Variabel dalam penelitian ini adalah perilaku
pengobatan sendiri. Perilaku pengobatan sendiri diukur dengan menggunakan
indicator benar obat, benar waktu, benar pengguna, benar cara, benar dosis,
informasi yang benar, cara penyimpanan obat yang benar, dan tindak lanjut yang
benar .
Benar obat meliputi kesesuaian pemilihan obat dengan gejala yang
dialami, obat tidak melewati tanggal kadaluarsa, kemasan/wadah obat terjaga dan
tidak rusak, serta obat yang telah terdaftar pada Departemen Kesehatan atau
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Benar waktu merupakan ketepatan dalam
jarak waktu minum obat. Benar pengguna adalah tidak adanya kondisi
kontraindikasi terhadap obat pada tubuh penggunanya. Benar cara meliputi cara
pemberian obat yang sesuai dengan aturannya seperti dikocok dahulu, diminum
42
sebelum/sesudah makan, dan juga menggunakan sendok yang memiliki ukuran
saat meminum obat (sendok takar obat). Benar dosis meliputi lama penggunaan
obat yang sesuai dengan aturan, pemakaian obat tidak berlebihan (polifarmasi),
dan pemberian obat sesuai antara umur dengan berat badan (sesuai takaran).
Informasi yang benar didapatkan apabila obat dibeli dalam satuan bungkus
terkecilnya yang memiliki informasi penting mengenai obat. Cara penyimpanan
yang benar apabila obat disimpan sesuai dengan aturan pada kemasan obat.
Tindak lanjut yang benar adalah apabila tindak lanjut dilakukan sesuai dengan
petunjuk yang ada dalam kemasan obat.
3.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
3.3.1 Definisi Konseptual
3.3.1.1 Pengobatan Sendiri
Organization (WHO) tahun 1998, mendefinisikan swamedikasi (self-
medications) sebagai pemilihan dan penggunaan obat – obatan (termasuk produk
herbal dan tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang
dapat dikenali sendiri (“the selection and use of medicines (include herbal and
tradisional product) by individuals to treat self-recognised illnesses or
symptoms”). Swamedikasi juga didefinisikan sebagai penggunaan obat – obatan
tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri (FIP & WSMI,
1999). Menurut Shankar, et al (2002, dalam Kristina dkk, 2008), pengobatan
sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit
ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter. Pengobatan sendiri
dalam hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern, yaitu obat bebas dan obat
bebas terbatas.
43
3.3.1.2 Perilaku
Menurut Skiner (Notoatmodjo, 2003) dalam teori S-O-R, perilaku
merupakan respons atau reaksi organisme/individu terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Perilaku sendiri oleh Notoatmodjo dibatasi sebagai keadaan jiwa
(berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya), untuk memberi respon terhadap
situasi dari luar subjek tersebut. Respon dapat bersifat pasif dan dapat pula
bersifat aktif. Perilaku pasif atau covert behavior merupakan respon internal yang
terjadi dari seseorang dan secara tidak langsung dapat dilihat orang lain (berfikir,
tanggapan, sikap, batin, atau pengetahuan). Sedangkan perilaku aktif atau overt
behavior yaitu perilaku yang jelas dapat diamati/diobservasi secara langsung
perilaku ini sudah terlihat dalam tindakan nyata. Robert Kwick (1974, dalam
Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan
suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Dhamasari
(2003) menyebutkan bahwa perilaku merupakan tindak lanjut dari suatu
pengetahuan, sikap, maupun niat pada diri seseorang terhadap suatu objek atau
aktivitas tertentu.
3.3.2 Definisi Operasional
Variabel : Perilaku pengobatan sendiri
Definisi operasional : Tindakan mengobati keluhan kesehatan pada diri sendiri
yang dilakukan oleh masyarakat, bukan oleh tenaga
kesehatan dengan menggunakan obat (kimia) atas inisiatif
sendiri tanpa melalui resep dokter
Cara ukur/Alat ukur : kuisioner
Skala ukur : Interval
44
Hasil ukur : Pengukuran perilaku pengobatan sendiri dilakukan dengan
menjumlahkan skor responden yang kemudian dianalisa
menggunakan skor T sehingga menghasilkan kategori :
- benar apabila skor T 50
- tidak benar apabila skor T 50
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi adalah obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah masyarakat yang terdapat di RW 04 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong
yang berjumlah 3442 jiwa yang terdiri dari 873 kepala keluarga.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2010). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah keluarga,
yang melakukan pengobatan sendiri. Dengan diwakili oleh ibu sebagai
respondennya. Menurut Friedman (1998) keluarga merupakan komponen utama
bagi kesehatan, konsep-konsep penyakit, serta perilaku sehat. Dalam hal tertentu
keluarga cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan dan proses terapeutik
pada setiap tahap sehat dan sakit para anggota keluarga, mulai dari keadaan sehat
(ketika mulai diajarkan pengenalan kesehatan dan strategi-strategi kesehatan)
hingga diagnosa, tindakan, dan penyembuhan.
Hasil penelitian Crooks dan Christopher (1979, dalam Supardi, dkk (2001)
jenis kelamin wanita lebih sering melakukan pengobatan sendiri. Leibowitz
45
(1989) menyebutkan bahwa, jenis kelamin wanita lebih banyak menggunakan
obat resep dan obat bebas daripada pria. (Supardi dkk, 2001). Jenis kelamin
wanita lebih banyak melakukan pengobatan sendiri (Supardi, 2001; Dhamasari,
2003; Kristina dkk, 2008). Wanita adalah pelaku dengan modalitas lebih tinggi
dibandingkan pria baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. (Rinukti
& Widayati, 2005).
Penentuan sampel menggunakan rumus (Arikunto, 2006) :
Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat signifikansi (0,05)
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel minimal 276
responden. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling.
3.5 Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan instrument yang berbentuk kuisioner yang
menggunakan skala likert yang meminta responden untuk memberikan pernyataan
selalu (SL), sering (SR), jarang (J), dan tidak pernah (TP) terhadap pernyataan
dalam item pada kuisioner. Adapun skoring yang dilakukan untuk pernyataan
diatas adalah
- untuk pernyataan positif : SL =4, SR =3, J =2, dan TP =1
- untuk pernyataan negative : SL =1, SR =2, J =3, dan TP =4
46
Dalam penelitian ini digunakan instrument dari Dhamasari (2003) dengan
melakukan beberapa penyesuaian. Penelitian yang dilakukan oleh Dhamasari
(2003) sendiri mengenai factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
pengobatan sendiri. Dimana instrumennya berisi tentang item-item yang
mengukur perilaku pengobatan sendiri dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan pengobatan sendiri. Oleh karena itu peneliti hanya mengambil item-item
pertanyaan untuk mengukur perilaku pengobatan sendiri saja untuk penelitian ini.
Adapun modifikasi lain yang dilakukan peneliti antara lain menambahkan
pertanyaan mengenai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat. Item
pertanyaan mengenai pemilihan obat untuk menangani keluhan kesehatan diubah,
yang semula terdapat 4 item diubah menjadi satu item. Item pertanyaan mengenai
aturan jarak waktu minum obat diubah, yang semula hanya satu item diubah
menjadi 2 item. Item pertanyaan mengenai dosis obat diubah yang semula hanya
satu item diubah menjadi 2 item. Adapun kisi-kisi instrument yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran.
3.6 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden adalah berbentuk kuisioner. Jenis kuisioner yang digunakan adalah
kuisioner tertutup dengan skala Likert. Kuisioner tertutup merupakan kuisioner
yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih
jawabannya saja (Arikunto, 1998). Dalam proses pengumpulan data, peneliti
memandu responden untuk mengisi kuisioner dengan mewawancarakannya dan
membantu mengisikan tanda ceklist pada kuisioner. Data perilaku pengobatan
sendiri didapat dari data primer yang diperoleh langsung dari ibu rumah tangga
47
dengan menggunakan instrument penelitian yang sudah disusun. Dalam penelitian
ini digunakan teknik accidental sampling. Menurut Sugiyono (2004) accidental
sampling adalah teknik mengambil responden sebagai sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai
sumber data.
Teknik pengumpulan data dimulai dengan menyebarkan kuesioner yang
sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada seluruh itemnya.
Kemudian kuesioner diberikan kepada keluarga di RW 04 kelurahan Dago, yang
menjadi sampel penelitian. Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti
terlebih dahulu memberikan lembar informed consent kepada keluarga responden.
Kemudian keluarga yang bersedia menjadi responden dipandu mengisi kuisioner
dengan mewawancarakan isi kuisionernya dan membantu memberikan tanda
cecklist pada kolom yang sesuai dengan jawaban responden.
3.7 Uji Instrumen Penelitian
3.7.1 Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana relevansi pertanyaan terhadap apa
yang ditanyakan atau apa yang ingin diukur dalam penelitian. Tingkat validitas
kuesioner diukur berdasarkan koefisien validitas yang dalam hal ini menggunakan
koefisien korelasi item-total yang terkoreksi (Kaplan & Saccuzzo, 1993).
Pada setiap instrument baik yang berbentuk test maupun non-test terdapat
item-item yang berisi pertanyan maupun pernyataan. Untuk menguji validitas item
instrument dikonsultasikan dengan ahli, selanjutnya instrumenr diujicobakan dan
kemudian dianalisis dengan analisis item (Sugiyono, 2010).
48
Dalam penelitian ini setiap item dalam instrument dikonsultasikan kepada
dosen mata kuliah Keperawatan Komunitas. Uji coba instrument kepada
masyarakat akan dilakukan sebelum penelitian dengan cara menyebarkan
instrumen yang diujicobakan kepada 20 orang yang bukan anggota dari sampel
penelitian. Uji validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara
mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan total skor item (item total
correlation).
Pengujian validitas kuisioner gambaran perilaku pengobatan sendiri
dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment Pearson dengan
melihat item total correlation menggunakan program statistical packages for
social sciences (SPSS) versi 17.0. Menurut Kaplan & Saccuzzo (1993) suatu
pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang
dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,3 .
Adapun rumus korelasi product moment dari Pearson adalah s.b.b :
dengan keterangan :
rxy = koefisien korelasi
n = jumlah responden uji coba
X = skor tiap item
Y = skor seluruh item responden uji coba
Pada uji coba pertama yang dilakukan di Kelurahan Dago dengan sampel
15 orang, didapatkan hasil dari 23 item yang diujicoba terdapat 11 item
pernyataan yang tidak valid. Dari hasil tersebut peneliti melakukan perbaikan
49
pada kuisioner dan melakukan uji validitas yang kedua dengan jumlah sampel 20
orang. Hasilnya didapatkan 20 item valid dan 3 item tidak valid. Tiga item
pertanyaan yang tidak valid tersebut dikeluarkan dari instrument karena tidak
mampu mengukur variabel yang akan diukur, sehingga menghasilkan 20 item
pertanyaan yang semuanya valid. Korelasi skor total pada item-item yang valid
bergerak antara 0.318 sampai dengan 0.662.
3.7.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu
memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah
satu ciri atau karakter utama intrumen pengukuran yang baik (Sugiyono, 2010).
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat konsistensi pengukuran dari suatu
responden ke responden yang lain atau dengan kata lain sejauh mana pertanyaan
dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi dalam pemahaman
pertanyaan tersebut (Kaplan & Saccuzzo, 1993).
Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat konsistensi skor alat tes. Uji
reliabilitas kuisioner gambaran perilaku pengobatan sendiri pada penelitian ini
menggunakan koefisien alpha cronbach dengan menggunakan program SPSS
versi 17.0. Adapun rumus alpha cronbach adalah sebagai berikut :
dengan keterangan :
rtt = koefisien alpha
M = jumlah butir
50
Vx = varian butir (faktor)
Vt = varian total
Hasilnya diketahui bahwa koefisien reliabilitas pada uji coba pertama
sebesar 0.782 dan pada uji coba kedua sebesar 0.875 (>0.7). Menurut Kaplan &
Saccuzzo (1993), koefisien realiabilitas yang berkisar antara 0.7-0.8 cukup baik
untuk melakukan penelitian dasar.
3.8 Pengolahan dan Analisa Data
3.8.1 Pengolahan data
Pemeriksaan data (editing). Pada tahap ini peneliti memeriksa setiap
lembar kuisioner yang telah terkumpul, untuk memastikan semua item telah terisi.
Apabila ada yang terlewat, dilengkapi segera setelah wawancara.
Pemberian kode (coding). Transformasi jawaban responden (data) yang
berbentuk huruf menjadi berbentuk bilangan/angka, sehingga lebih mudah dibaca
dan diinterpretasikan untuk keperluan analisis.
Memasukan data (data entry). Data telah melewati tahap editing dan
coding, dimasukan (entry) kedalam komputer untuk dilakukan analisis.
Pembersihan data (data cleaning). Melakukan pengecekan data yang
sudah dimasukan kedalam komputer apakah terdapat kesalahan masukan atau
tidak. Apabila terdapat kesalahan masukan, maka akan diperbaiki untuk kemudian
dilakukan analisis data.
3.8.2 Analisa data
51
Hasil kuesioner akan diolah dan setiap responden memperoleh nilai sesuai
pedoman kuesioner selalu, sering, jarang, dan tidak pernah. Untuk setiap jawaban
pada pernyataan positif, diberikan skor 1 untuk jawaban tidak pernah, skor 2
untuk jawaban jarang, skor 3 untuk jawaban sering, dan skor 4 untuk jawaban
selalu. Sedangkan untuk pernyataan negatif, diberikan skor 4 untuk jawaban tidak
pernah, skor 3 untuk jawaban jarang, skor 2 untuk jawaban sering, dan skor 1
untuk jawaban selalu. Pelaksanaan tindakan pengobatan sendiri yang dilakukan
responden dikategorikan dalam kategori benar atau tidak benar. Langkah analisis
yang akan digunakan adalah dengan menggunakan skor – T:
Keterangan:
T = skor standar yang digunakan dalam slaka Likert
x = skor responden yang hendak diubah menjadi skor T
= mean skor kelompok
SD = deviasi standar skor kelompok (Azwar, 2004)
Skor kelompok diperoleh melalui penjumlah skor dari item pertanyaan
untuk perilaku pengobatan sendiri. Dari analisa data akan didapatkan gambaran
perilaku pengobatan sendiri yang terdiri dari benar dan tidak benar. Dikatakan
benar jika hasil perhitungan T 50, dan dikatakan tidak benar jika hasil
perhitungan T 50 (Azwar, 2004).
Selanjutnya setiap kategori akan dihitung frekuensi dan proporsinya untuk
seluruh responden dengan rumus proporsi sebagai berikut:
52
Keterangan:
p = proporsi dalam persen
f = jumlah responden pada yang masuk dalam kriteria
n = jumlah total responden
Selanjutnya persentase skor responden dari setiap kategori tersebut
diinterpretasikan ke dalam kriteria, sebagai berikut (Nursalam, 2008) :
0% : Tak seorang pun responden
1 – 25% : Sebagian kecil responden
26 – 49% : Kurang dari setengah responden
50% : Setengah responden
51 – 75% : Lebih dari setengah responden
76 – 99% : Sebagian besar responden
100 % : Seluruh responden
3.9 Tahapan Penelitian
Pra Persiapan. Tahap pra persiapan pada penelitian ini terdiri dari: 1)
menentukan masalah penelitian; 2) melakukan studi pustaka; 3) memilih tempat
penelitian; 4) permohonan izin studi pendahuluan dan penelitian; 5) melakukan
studi pendahuluan; 6) menyusun proposal; 7) bimbingan; 8) seminar proposal
penelitian.
Persiapan. Tahap persiapan pada penelitian ini terdiri dari: 1) perbaikan
hasil seminar proposal dan pengadaan instrument; 2) melakukan uji validitas dan
reliabilitas; 3) bimbingan;
53
Pelaksanaan. Tahap pelaksanaan pada penelitian ini terdiri dari: 1)
mengumpulkan data; 2) mengecek kelengkapan data; 3) menganalisis data dan
menarik kesimpulan; 4) bimbingan
Akhir. Tahap akhir dalam penelitian terdiri dari: 1) penyusun laporan
akhir; 2) penyajian hasil penelitian/sidang skripsi; 3) perbaikan hasil sidang
3.10 Etika Penelitian
Berkaitan dengan etika penelitian, peneliti menjamin hak-hak setiap
responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas responden (anonimity)
dan data-data yang diperoleh diluar keperluan penelitian (confidentiality) serta
peneliti memberikan penjelasan tujuan dan manfaat penelitian, kemudian
memberikan hak untuk menolak dijadikan sebagai responden (informed concent).
3.11 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 s.d 28 Februari 2011 di RW 04
Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan selama hampir satu bulan,
dimulai tanggal 1 s.d. 28 Februari 2011 di RW 04 Kelurahan Dago, Kecamatan
Coblong, Bandung. Metode pengambilan sampel dengan cara accidental
sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 278 keluarga dengan
ibu sebagai respondennya. Karakteristik semua responden akan tergambar pada
tabel 4.1. Sedangkan hasil penelitian tergambar pada tabel 4.2, tabel 4.3, tabel
4.4 serta table 4.5.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago
Kecamatan Coblong Kota Bandung Berdasarkan Umur, Pekerjaan, dan
Pendidikan
Karakteristik Frequency Persentase
Umur18-24 tahun25-65 tahun> 65 tahun
Total
312452
278
11.288.10.7
100.0Pekerjaan
IRTPNS
SwastaWiraswata
Total
2479715278
88.83.22.55.4
100.0Pendidikan
SDSMPSMA
Perguruan TinggiTotal
428314310278
15.129.951.43.6
100.0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa berdasarkan kategori umur, sebagian besar
responden (86,3%) termasuk kedalam rentang usia 26–65 tahun. Berdasarkan
tingkat pendidikan, lebih dari setengah responden berpendidikan SMA (51,4%),.
Berdasarkan jenis pekerjaan, sebagian besar responden merupakan ibu rumah
tangga (88.8%).
4.1 Hasil Penelitian
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago
Kecamatan Coblong Kota Bandung Berdasarkan Perilaku Pengobatan Sendiri
kategori frekuensi Persentase
Benar 145 52.2
Tidak benar 133 47.8
total 278 100
Tabel 4.2 menunjukan bahwa lebih dari setengah responden (52.2%)
termasuk kedalam kategori benar dalam melakukan pengobatan sendiri.
Sedangkan kurang dari setengah responden (47.8%) termasuk kedalam kategori
tidak benar dalam melakukan pengobatan sendiri.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago
Kecamatan Coblong Kota Bandung Berdasarkan Tempat Membeli Obat
Tempat Membeli Obat Frequency Persentase
Apotik
Toko Obat Berizin
Swalayan/Minimarket
Warung/kios/kedai
68
12
39
159
24.5
4.3
14
57.2
total 278 100
Dari table 4.3 diketahui bahwa lebih dari setengah responden membeli
obatnya di warung/kios/kedai pada saat melakukan pengobatan sendiri, sedangkan
56
sebagian kecil lainnya di apotik (24.8%), toko obat berizin (4.3%), dan
swalayan/minimarket (14%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago
Kecamatan Coblong Kota Bandung Berdasarkan Biaya untuk Membeli Obat (saat
melakukan pengobatan sendiri)
Jumlah Biaya Frequency Persentase
Rp 1.000 – Rp 2.000
Rp 2.001 – Rp 5.000
Rp 5.001 – Rp 10.000
>Rp 10.000
123
97
43
15
44,2
34,9
15,5
5,4
total 278 100
Tabel 4.4 menunjukan bahwa sebagian responden mengeluarkan biaya
antara Rp1000,- s.d. Rp2.000,- (44.2%) dan Rp2.000,- s.d. Rp5.000,- (34.9%)
untuk membeli obat saat melakukan pengobatan sendiri, dan sisanya
mengeluarkan biaya lebih dari Rp5.000,-.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden di RW 04 Kelurahan Dago
Kecamatan Coblong Kota Bandung Berdasarkan Keluhan Kesehatan yang dialami
Keluhan Kesehatan Frequency Persentase
Influenza
Batuk
Sakit kepala
Demam
Nyeri otot
Diare
Sakit gigi
Maag
Gatal-gatal/alergi
56
36
50
44
28
33
22
6
3
20
13
18
16
10
12
8
2
1
total 278 100
Dari diagram 4.1 diketahui bahwa keluhan yang paling banyak dialami
oleh responden adalah influenza sebanyak 56 responden, sebagian kecil lainnya
57
mengalami batuk 36 responden, sakit kepala 50 responden, demam 44 responden,
nyeri otot 28 responden, diare 33 responden, sakit gigi 22 responden, maag 6
responden, dan gatal/alergi 3 orang.
4.2 Pembahasan
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa sebanyak 145 orang termasuk dalam
kategori benar. Hal ini berarti lebih dari setengah responden (52.2%) telah
melakukan pengobatan sendiri dengan benar. Selain itu diketahui juga bahwa
sebanyak 133 orang termasuk kedalam kategori tidak benar. Hal ini berarti kurang
dari setengah responden (47.8%) masih melakukan pengobatan sendiri dengan
tidak benar. Hal ini menunjukan bahwa masih banyak kesalahan yang dilakukan
oleh responden saat melakukan pengobatan sendiri. Hal ini mungkin disebabkan
karena kurangnya informasi yang diketahui masyarakat tentang pengobatan
sendiri yang benar.
Setiap ketidaksesuaian saat melakukan pengobatan sendiri, akan
mengakibatkan tidak efektifnya tindakan pengobatan sendiri yang dilakukan.
Takaran dosis yang tidak sesuai, tidak akan mendatangkan kesembuhan bahkan
dapat membahayakan. Begitu pula dengan frekuensi yang tidak tepat dalam
meminum obat, hal ini dapat menyebabkan kadar obat di dalam tubuh tidak stabil,
sehingga efek terapi tidak konstan. Penyimpaan obat yang salah dapat mengurangi
mutu obat, dimana apabila suatu obat rusak maka khasiatnya pun pasti akan
menurun. Membeli obat di tempat yang tidak berizin beresiko akan dijualnya obat
palsu dan tidak terstandar, dimana mutunya tidak terjamin begitu pula khasiatnya.
Menggunakan obat secara bersama-sama (campuran) memiliki efek-efek yang
harus diperhatikan, juga pengulangan atau penggunaan obat dalam jangka waktu
58
yang lama yang dapat menyebabkan efek yang tidak menguntungkan. Pembelian
obat dalam satuan terkecilnya sangat penting, mengingat dalam kemasan obat
terdapat informasi penting obat, hanya dalam satuan bungkus terkecilnya saja
informasi tersebut dapat didapatkan secara lengkap. Jadi apabila obat dibeli hanya
sebagian (seperlunya) maka kemasannya pun akan ikut terbagi, sehingga
informasi yang diperoleh tidak akan lengkap.
Selain itu diketahui juga dari table 4.4 bahwa sebagian besar responden
paling sering mendatangi tempat yang tidak memiliki izin resmi dalam membeli
obat untuk melakukan pengobatan sendiri. Hal ini dapat memungkinkan
terjadinya kesalahan informasi, dimana di warung/kios/kedai tidak ada apoteker
atau petugas kesehatan yang siap memberikan informasi yang tepat mengenai obat
dan cara penggunaannya.
Pengobatan sendiri memiliki resiko yang dapat terjadi apabila tidak
mengenali keseriusan gangguan yaitu, keseriusan keluhan yang dinilai salah atau
yang mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri dilakukan terlalu lama.
Akibatnya gangguan menjadi semakin parah sehingga konsultasi yang dilakukan
kemudian menjadi terlambat. Penggunaan obat yang kurang tepat yaitu, obat-obat
digunakan secara salah, terlalu lama digunakan atau dalam takaran yang terlalu
besar (Tan & Raharja, 2007).
Apabila digunakan dengan cara yang benar, obat bebas dan obat bebas
terbatas seharusnya bisa sangat membantu masyarakat dalam pengobatan sendiri
secara aman dan efektif. Namun sayangnya, seringkali dijumpai bahwa
pengobatan sendiri menjadi sangat boros karena mengkonsumsi obat-obat yang
sebenarnya tidak dibutuhkan, atau malah bisa berbahaya misalnya karena
59
penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan pakai. Bagaimanapun, obat bebas
dan bebas terbatas bukan berarti bebas efek samping, sehingga pemakaiannya pun
harus sesuai dengan indikasi, lama pemakaian yang benar, disertai dengan
pengetahuan pengguna tentang risiko efek samping dan kontraindikasinya
(Suryawati, 1997).
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan
salah satu factor yang mempengaruhi perilaku pengobatan sendiri. Hasil
penelitian Dhamasari (2003) menyatakan bahwa pengetahuan berhubungan
dengan pengobatan sendiri yang Aman, Tepat, dan Rasional. Begitu pula hasil
penelitian Kristina, dkk (2008) dan Supardi, dkk (2002) yang menyatakan bahwa
pengetahuan berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang rasional.
Dhamasari (2003) berpendapat bahwa penggunasalahan obat (drugs
misuse) yang dilakukan oleh masyarakat mengakibatkan ketidakcocokan dan
ketidakefektifan. Obat menjadi tidak berguna atau bahkan membahayakan.
Informasi obat yang benar kepada masyarakat menjadi sangat dibutuhkan.
Kekurangan atau kesalahan informasi mengenai produk dan mutu obat bisa
mengakibatkan konsumen salah mengonsumsi obat. Ketepatan informasi tentang
obat yang diterima oleh masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghindari
penggunasalahan obat (drug misuse), yang akan mengakibatkan ketidakcocokan
dan ketidakefektifan pengobatan.
Perawatan di komunitas difokuskan untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan manajemen, serta mengoordinasikan
dan melanjutkan perawatan restoratif di dalam lingkungan komunitas klien.
Perawat komunitas mengkaji kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan
60
komunitas, serta membantu klien berupaya melawan penyakit dan masalah
kesehatan (Potter & Perry, 2005).
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat memiliki peran sebagai
advokat atau pelindung, dimana perawat membantu mempertahankan lingkungan
yang aman bagi klien (masyarakat) dan mengambil tindakan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak
diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan (Potter & Perry, 2005).
Dalam swamedikasi perawat dituntut untuk dapat memberikan informasi yang
tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse).
Sebab masyarakat cenderung hanya mengetahui merek dagang tanpa mengetahui
zat yang berkhasiatnya (Depkes, 2006).
Informasi yang benar mengenai swamedikasi dapat perawat berikan
melalui penyuluhan dan pelatihan mengenai swamedikasi yang benar. Menurut
Potter & Perry (2005), sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien
konsep dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur, menilai
pemahaman klien tentang apa yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam
pempelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber lain yang
diperlukan untuk pembelajaran.
4.3 Keterbatasan Penelitian
61
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya, dalam
penelitian ini hanya dicari gambaran perilaku yang dilakukan masyarakat,
sehingga tidak diketahui factor-faktor apa saja yang dapat berpengaruh pada
perilaku yang dilakukan. Karena belum adanya instrument yang baku dalam
mengukur perilaku pengobatan sendiri, peneliti kesulitan dalam membuat
instrument yang sesuai, sehingga peneliti menggunakan instrument dari peneliti
lain dan membuat modifikasi instrument berdasarkan teori dan masalah-masalah
yang berkaitan dengan tindakan pengobatan sendiri.
Selain itu data primer dari penelitian ini diperoleh dari pengisian kuisioner
yang ditanyakan langsung kepada responden. Jawaban yang diberikan bisa sangat
subjektif dan kemungkinan terjadi recall bias. Hal ini tidak dapat dihindari karena
pengukuran data dalam penelitian ini berdasarkan pada apa diingat responden
mengenai pengobatan sendiri yang dilakukan oleh dirinya maupun keluarganya.
62
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian maka dapat
disimpulkan bahwa perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh
masyarakat RW 04 Kel. Dago Kec. Coblong Kota Bandung, berada dalam
kategori benar dengan persentase 52.2%.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Perawat Komunitas
Hasil dari penelitian ini diharapkan agar perawat yang berada di wilayah
kerja UPT Puter dapat memberikan lebih banyak informasi kepada masyarakat
mengenai pengobatan sendiri yang benar. Informasi-informasi tersebut dapat
berupa cara penggunaan obat yang benar, jarak waktu pemberian obat yang tepat,
dosis obat yang tepat, kondisi-kondisi khusus yang harus dipertimbangkan
sebelum menggunakan obat, keamanan dari obat yang digunakan (sumber obat),
perlakuan yang benar dalam penyimpanan obat, tindak lanjut yang benar setelah
pengobatan sendiri, dan informasi yang tepat mengenai obat seperti indikasi atau
zat aktif obat yang digunakan. Perawat diharapkan untuk mensosialisasikan juga
aturan yang benar mengenai pengobatan sendiri.
Selain informasi yang terkait dengan pengobatan sendiri, perawat juga
dapat mengingatkan kembali ibu-ibu untuk memfungsikan kembali TOGA.
TOGA dapat digunakan sebagai pengganti obat modern dalam melakukan
pengobatan sendiri. Upaya-upaya peningkatan dan pengarahan perilaku
pengobatan sendiri yang benar tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
informasi melalui penyuluhan, penyebaran leaflet, pemasangan poster, FGD
maupun pelatihan-pelatihan tentang pengobatan sendiri yang benar.
5.2.2 Bagi peneliti selanjutnya
Melalui penelitian ini, diharapkan agar hasilnya dapat menjadi
tambahan informasi bagi para peneliti lainnya untuk meneliti lebih lanjut
mengenai perilaku pengobatan sendiri. Peneliti selanjutnya diharapkan
dapat menyempurnakan instrument yang digunakan dalam indicator
perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan rasional. Peneliti
selanjutnya juga dapat melakukan penelitian dengan sampel individu
untuk menemukan variasi lain yang belum ditemukan dalam penelitian ini,
mengingat penelitian ini dilakukan dengan sampel keluarga dan semua
respondennya adalah ibu. Selain itu diperlukan penelitian lanjutan untuk
mencari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pengobatan
sendiri.
64
DAFTAR PUSTAKA
Amoako, E P., et all. 2003. Self-medications with over the counter drugs among elderly adult. Journal of Gerontology Nursing. Vol. 20, hal 10-15
Anief, M. 1996. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Kegunaannya. Yogyakarta : UGM Press
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Dharmasari, S., 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan Sendiri yang Aman, Tepat dan Rasional pada Masyarakat Kota Bandar Lampung. http://www.digilib.ui.ac.id (diakses 12 April 2010)
Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2008. Data RISKESDAS tahun 2007 (khusus kota Bandung). Bandung: Departemen Kesehatan RI
Ditjen.POM. 1997. Kompendia Obat Bebas, Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Ditjen Yanfar dan Alkes. 2002. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
_______. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Fakultas Keperawatan. 2010. Pedoman Skripsi Tahun 2010. Jatinangor: Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Green, L. W., et all. 2000. Health Promotion Planning An Educational and Environmental Approach, Second Edition. California: Mayfield Publising Company
Holt, Gary A. & Edwin L. Hall. 1986. The pros and cons of self-medication. Journal of Pharmacy Technology. September /October: 213-218
Kristina, A S., Prabandari, Y S., Sudjaswadi, R. 2008. Perilaku Pengobatan Sendiri yang Rasional pada Masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman. Majalah Farmasi Indonesia 19 (1), hal 32-40
Kaplan, R M. & Saccuzzo, D P. 1993. Phsycological Testing principles, application, and issues. California: Brooks/Cole Publishing Company
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
_______. 2005. Promesi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
_______. 2007. Promosi dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Potter, P A., Perry, A G. 2005. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Supardi, S, dkk, 2002. Penggunaan Obat yang Rasional dalam Pengobatan Sendiri Keluhan Demam, Sakit Kepala, Batuk, Pilek (Hasil Analisis Lanjut Data SKRT 2001), Laporan Penelitian Badan LiTBC Cangkes, Jakarta.
Supardi, S., Sampurno, O. D., Notosiswoyo, M., 2002, Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan pada ibu-ibu di Jawa Barat, dalam Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 30, 11-21
_______, 2005, Pengobatan sendiri sakit kepala, demam, batuk dan pilek pada masyarakat desa Ciwalen, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2, 134-144
Supranto J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 1, Edisi ke 6. Jakarta: Erlangga
Tan, Hoan Tjay & Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi IV. Jakarta: Elex Media Komputindo
UPT Puter. 2009. Laporan Tahunan UPT Puskesmas Puter 2009. Bandung: Dinas Kesehatan Kota Bandung
Widayati, A. 2006. Kajian Perilaku Swamedikasi Menggunakan Obat Anti Jamur Vaginal (Keputihan) oleh wanita Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta http://www.usd.ac.id
Widjajanti, V N. 2009. Obat-Obatan. Yogyakarta: Kanisius
World Self-Medication Industry (WSMI). 1999. Guiding Principles in Self-Medication. Sydney. http//www.wsmi.org. (diakses 12 April 2010)
66
67
KISI-KISI KUISIONER
Variabel Indicator Deskripsi Item
Perilaku
Pengobatan sendiri
karakteristik Karakteristik responden 1 s.d.7
biaya Biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat saat
pengobatan sendiri
8
asal obat Tempat yang didatangi untuk membeli obat saat
melakukan pengobatan sendiri
9
benar obat - Kesesuaian pemilihan obat dengan gejala yang
dialami
- Obat tidak melewati tanggal kadaluarsa
- Kemasan /wadah obat terjaga, tidak rusak
- Obat yang telah terdaftar pada Departemen
Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan
10a, b
12
14
13
benar waktu Waktu pemberian obat yang sesuai (jarak antara waktu
minum obat)
15 (-), 16, 25
benar pengguna Tidak terjadi kontraindikasi obat dengan kondisi
pengguna obat
19
benar cara Cara pemberian obat yang sesuai yaitu dikocok dahulu,
diminum sebelum/sesudah makan, menggunakan
sendok yang memiliki ukuran saat meminum obat
(sendok takar obat)
20, 22 (-)
benar dosis - Lama penggunaan obat sesuai dengan aturan
- *Pemakaian obat tidak berlebihan (polifarmasi)
- Pemberian obat sesuai antara umur dengan berat
badan (sesuai takaran)
17 (-)
18 (-)
21
Informasi yang benar Membeli obat dalam satuan bungkus terkecil yang
memiliki informasi penting obat
11
penyimpanan yang benar Cara penyimpanan obat yang sesuai dengan aturan 23, 24
tindak lanjut yang benar - Apabila kondisi tubuh membaik
- Apabila kondisi tubuh tidak membaik
26, 27 (-)
28 (-), 29, 30 (-)
68
Lembar Pengantar Penelitian
Kepada Yth. Ibu/Bapak Responden
di RW 04 Kelurahan Dago
Dengan Hormat,
Saya yang bertandatangan di bawah ini, mahasiswa Fakultas Ilmu Keprawatan UNPAD
Bandung:
Nama : Santi Purwanti
Npm : 220110060047
Alamat : KPAD Pindad Utara blok D2 no 16 Kiaracondong Bandung 40284
sedang menyelesaikan skripsi, melakukan penelitian mengenai “Gambaran Perilaku Pengobatan Sendiri
Pada Masyarakat RW 04 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung”.
Saya akan mengumpulkan data penelitian melalui wawancara secara langsung kepada ibu yang
berkenan sebagai responden. Oleh karena itu saya mohon bantuan dari Ibu/Bapak untuk memberikan
jawaban sesuai dengan apa yang biasa Anda lakukan dalam wawancara yang akan dilakukan. Karena
pertanyaan dalam wawancara ini tidak bermaksud untuk menguji atau menilai perilaku Anda. Segala
informasi yang berkaitan dengan identitas dan jawaban yang anda berikan dalam wawancara ini, akan
dirahasiakan, dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian saja.
Saya sangat menghargai kesediaan Ibu/Bapak untuk meluangkan waktu dalam wawancara ini.
Apabila Ibu/Bapak menyetujui, mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang disediakan.
Kesediaan dan partisipasi Ibu/Bapak sangat saya harapkan, atas perhatian dan bantuannya saya
ucapkan terima kasih.
Bandung, Februari 2011
Hormat saya,
santi purwanti
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Setelah mendapatakan penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian. Begitu
pula mengenai kemungkinan yang terjadi serta hal-hal yang menyangkut atau merugikan dari
pelaksanaan penelitian dengan topic Gambaran Perilaku Pengobatan Sendiri pada Masyarakat RW 04
Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung maka saya :
Nama :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Demikian surat ini saya
tandatangani secara sukarela, tanpa paksaan dari pihak manapun.
Bandung, Februari 2011
Responden
( )
70
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA (KUISIONER)
GAMBARAN PERILAKU PENGOBATAN SENDIRI PADA MASYARAKAT
RW 04 KELURAHAN DAGO KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG
Dalam penelitian ini pengobatan sendiri dibatasi sebagai pengobatan terhadap segala keluhan kesehatan
pada diri sendiri yang dilakukan oleh masyarakat, bukan oleh tenaga kesehatan dengan menggunakan obat-obatan
modern, yang didapatkan melalui apotik, toko obat, maupun toko kelontong, warung, kios dll, atas inisiatif sendiri
tanpa nasehat dokter, perawat, bidan, apoteker, atau asisten apoteker.
Tidak termasuk dalam penelitian ini adalah pengobatan altrnatif (shinshe, dukun, dll), obat tradisional (jamu
racikan, herbal, dll) maupun cara tradisional (pijat, kerikan, dll).
Silahkan Ibu menjawab pertanyaan berikut ini dengan apa adanya, jawaban paling benar adalah yang sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
1. Apakah dalam 1 bulan terakhir keluarga Ibu mempunyai keluhan kesehatan?
Tidak Ya
2. Dalam menangani keluhan kesehatan tersebut, apakah Ibu melakukan pengobatan sendiri?
Tidak Ya
3. Nama/Identitas lain :
4. Alamat :
5. Umur :
6. Pendidikan terakhir :
7. Pekerjaan :
8. Dimanakah Ibu paling sering membeli obat untuk pengobatan sendiri?
Apotek
Toko obat berizin
Swalayan/minimarket/supermarket
Warung/kios/toko kelontong/kedai
9. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan sendiri? Rp.______________
10. Obat apa yang Ibu gunakan untuk menangani keluhan kesehatan yang dialami dalam 1 bulan terakhir?
Keluhan kesehatan Nama obat/merek dagang (10)
71
Dalam melakukan pengobatan sendiri apa sajakah yang Bapak/Ibu lakukan?
Keterangan tidak pernah jarang sering selalu
11. Membeli obat dalam satuan bungkus terkecil yang memiliki
informasi penting obat (1 papan/ 1 strip)
12. Memperhatikan tanggal kadaluarsa obat
13. Memperhatikan izin/registrasi obat di Depkes / BPOM
14. Memperhatikan keadaan kemasan/bungkus/wadah/botol
obat, apakah ada kerusakan atau tidak
(tersegel/utuh/rapat/robek/tergores/dll)
15. Apabila pada aturan jarak waktu meminum obat tertulis
3xsehari maka obat diminum setiap 6 jam
16. Apabila pada aturan jarak waktu meminum obat tertulis
3xsehari maka obat diminum setiap 8 jam
17. Meminum obat melebihi waktu yang tertera pada aturan
pakai obat (dalam kemasan)
18. Menggunakan lebih dari satu obat apabila ada beberapa
keluhan yang dirasakan secara bersamaan
19. Memperhatikan kondisi-kondisi khusus (wanita hamil,
menyusui, penderita maag, diabetes, ginjal, lever, dll)
20. Menggunakan obat sesuai aturan cara pakai (sebelum
makan, setelah makan, dikocok dulu, dikunyah, dll)
21. Menggunakan obat sesuai dengan usia dan dosis/takaran
22. Menggunakan sendok rumah saat meminum obat cair/syrup
23. Menyimpan obat cair/syrup yang sudah dibuka di lemari
pendingin/kulkas atau sesuai aturan pada kemasan
24. Menyimpan obat tablet/kaplet/kapsul/pil yang sudah
digunakan dalam tempat khusus obat yang kering, sejuk,
dan terlindung dari sinar matahari
72
25. Apabila lupa minum obat, obat diminum segera setelah
teringat (sebelum mendekati jadwal selanjutnya)
Apa yang ibu lakukan dengan sisa obat yang ada apabila kondisi tubuh mulai membaik setelah melakukan
pengobatan sendiri?
Keterangan tidak pernah jarang sering selalu
26. Menghabiskan sisa obat
27. Berhenti minum obat kemudian menyimpan sisa obat untuk
disarankan pada anggota keluarga apabila memiliki keluhan
kesehatan yang sama
Apa yang ibu lakukan apabila kondisi kesehatan tidak membaik atau menimbulkan gejala-gejala baru setelah
melakukan pengobatan sendiri?
Keterangan tidak pernah jarang sering selalu
28. Mengganti obat (merek dagang) dengan yang lain
29. Pergi ke dokter/puskesmas apabila tidak sembuh setelah
mengobati sendiri
30. Pergi ke tempat pengobatan tradisional/alternative apabila
tidak sembuh setelah mengobati sendiri
73
RELIABILITY /VARIABLES=soal2 soal3 soal4 soal5 soal6 soal7 soal8 soal9 soal11 soal12 soal13 soal14 soal15
spal16 soal17 soal18 soal20 soal21 s oal22 soal23 /SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=ALPHA
/STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE /SUMMARY=TOTAL.
Reliability [DataSet1] F:\kitty mklo\SPSS\uji valid kedua.sav
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
soal2 2.90 1.165 20
soal3 3.20 1.152 20
soal4 3.00 1.170 20
soal5 3.30 1.031 20
soal6 2.25 1.070 20
soal7 1.85 .988 20
soal8 1.85 1.089 20
soal9 2.70 1.261 20
soal11 3.10 1.071 20
soal12 3.50 .889 20
74
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
soal13 3.25 1.020 20
soal14 2.80 1.005 20
soal15 2.05 1.191 20
spal16 1.85 1.226 20
soal17 2.80 1.361 20
soal18 2.45 1.432 20
soal20 2.30 1.174 20
soal21 2.15 1.182 20
soal22 3.00 1.257 20
soal23 1.70 1.031 20
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.875 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
soal2 49.10 145.042 .320 .874
soal3 48.80 141.747 .448 .870
soal4 49.00 145.053 .318 .875
soal5 48.70 141.695 .514 .868
soal6 49.75 138.303 .633 .864
soal7 50.15 146.766 .319 .874
75
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
soal8 50.15 145.503 .330 .874
soal9 49.30 140.432 .447 .870
soal11 48.90 144.726 .368 .873
soal12 48.50 142.579 .566 .867
soal13 48.75 145.039 .378 .872
soal14 49.20 138.695 .662 .864
soal15 49.95 138.471 .552 .866
spal16 50.15 139.818 .485 .869
soal17 49.20 136.274 .543 .867
soal18 49.55 134.261 .574 .865
soal20 49.70 138.853 .547 .867
soal21 49.85 142.871 .393 .872
soal22 49.00 136.526 .588 .865
soal23 50.30 140.221 .577 .866
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
52.00 155.368 12.465 20
76
obat (merek dagang) yang digunakan untuk melakukan pengobatan sendiri
Keterangan :: obat bebas: obat bebas terbatas: obat keras: tidak sesuai dengan keluhan: sesuai dengan keluhan
1. InfluenzaNama obat jumlah %
Amoxilin 1 1.8Biogesik 1 1.8Bodrex 1 1.8
Bodrex Flu & Batuk 5 8.9Decolgen 3 5.4Decolsin 1 1.8Flutamol 1 1.8
Inza 1 1.8Mixagrip 11 19.6
Neozep Forte 7 12.5OBH 1 1.8
Panadol 2 3.6
Panadol Flu dan Batuk 5 8.9Panadol Extra 1 1.8
Procold 2 3.6Sanaflu 4 7.1Stopcold 1 1.8Ultraflu 8 14.3Total 56 100
2. Batuk Nama obat jumlah %
Biogesik 1 2.8Bisolvon 1 2.8
Bodrex Flu & Batuk 2 5.6Ikadril 1 2.8Komix 5 13.9Konidin 3 8.3Laserin 5 13.9Mextrill 2 5.6
Mixagrip 1 2.8OBH 9 25
Panadol Flu dan Batuk 2 5.6Stopcold 1 2.8Ultraflu 1 2.8
Vicks Formula 44 2 5.6total 36 100
3. Sakit kepalaNama obat jumlah %
Asam Mefenamat 3 6Biogesik 1 2Bodrex 4 8
Inza 2 4Oskadon 5 10Panadol 6 12
Panadol Flu dan Batuk 1 2Panadol Extra 7 14Paracetamol 4 8
Paramex 11 22Pol & Mig 3 6Sanmol 1 2Saridon 2 4
total 50 100
4. DemamNama obat jumlah %
Biogesik 1 2.3Bodrex 2 4.5
Inza 1 2.3Konidin 1 2.3
Neozep Forte 3 6.8Oskadon 2 4.5Panadol 12 27.2
Panadol Flu dan Batuk 1 2.3Paracetamol 14 31.8
Paramex 3 6.8Procold 1 2.3Sanmol 2 4.5Ultraflu 1 2.3
total 44 100
5. Sakit gigiNama obat jumlah %
amoxilin 13 59.1asam mefenamat 6 27.3
Ponstan 1 4.5Oskadon 2 9.1
total 22 100
77
6. Nyeri ototNama obat jumlah %
Amoxilin 1 3.6Asam Mefenamat 1 3.6Dexamethasone 2 7.1
Neuralgin 1 3.6Klotaren 2 7.1
Oskadon SP 6 21.4Piroxicam 3 10.7
Neo Rhemacyl 8 28.6Stanza 2 7.1
Obat Gosok 2 7.1Total 28 100
7. DiareNama obat jumlah %
Dialet 4 12.1Diapet 8 24.2
New Diatabs 12 36.4Neo Entrostop 5 15.2
Micodiar 1 3Obat Gosok 3 9.1
Total 33 100
8. maagNama obat jumlah %Gastrucid 1 16.7Ranitidin 1 16.7Mylanta 2 33.3Promag 2 33.3Total 6 100
9. gatal/alergiNama obat jumlah %
Ctm 3 100Total 3 100
Dikelompokkan seuai dengan : ISO volume XX, Farmakope Indonesia edisi 4
78
karakteristik responden
responden umur keterangan pendidikan keterangan pekerjaan keterangan
1 2 1 = 18 - 24 th 3 1 = SD 1 1 = IRT
2 2 f = 31 2 f = 42 1 f = 2473 1 % = 11.2 3 % = 15.1 1 % = 88.84 2 1 1 5 1 2 = 25 - 65 th 3 2 = SMP 1 2 = PNS
6 2 f = 245 3 f = 83 2 f = 97 2 % = 88.1 2 % = 29.9 1 % = 3.28 2 3 4 9 2 3 = 65 th keatas 3 3 = SMA 1 3 = Swasta
10 2 f = 245 2 f = 143 1 f = 711 2 % = 0.72 3 % = 51.4 1 % = 2.512 2 3 1 13 2 2 4 = PT 1 4 = Wirausaha
14 2 2 f = 10 4 f = 1515 2 1 % = 3.6 4 % = 5.416 2 2 1 17 2 1 1 18 2 3 1 19 2 2 1 20 2 3 1 21 2 2 1 22 1 2 1 23 1 3 1 24 1 3 1 25 2 3 1 26 2 3 3 27 2 3 1 28 2 1 1 29 2 3 2 30 2 2 4 31 1 2 1 32 2 2 1 33 2 3 1 34 2 1 1 35 2 2 1 36 2 2 1 37 2 3 1 38 2 1 1 39 2 1 1 40 2 2 1 41 2 3 1 42 2 3 1 43 2 3 1 44 2 3 1 45 2 3 2 46 2 2 1 47 1 2 1 48 1 2 1 49 2 2 1 50 2 1 1
79
51 2 1 1 52 3 1 1 53 1 3 1 54 2 3 3 55 1 3 1 56 2 3 1 57 2 3 1 58 2 3 1 59 2 3 1 60 2 3 1 61 1 3 1 62 2 2 1 63 2 3 1 64 2 2 1 65 2 3 1 66 2 2 1 67 2 3 1 68 2 2 1 69 2 3 1 70 2 2 1 71 2 3 1 72 2 3 1 73 2 3 1 74 2 2 1 75 2 2 1 76 2 3 1 77 2 3 1 78 2 3 4 79 2 2 1 80 2 2 1 81 2 4 2 82 2 3 1 83 2 4 2 84 2 4 3 85 2 3 4 86 2 2 1 87 2 3 1 88 2 3 1 89 1 3 1 90 1 1 1 91 2 1 1 92 1 2 1 93 2 3 1 94 2 3 1 95 1 3 1 96 2 2 1 97 2 2 1 98 1 2 1 99 2 3 1
100 2 3 1 101 2 3 1 102 2 2 1
80
103 2 3 1 104 2 3 1 105 2 4 3 106 2 3 1 107 2 3 1 108 2 3 1 109 2 3 1 110 2 3 1 111 2 2 1 112 2 2 1 113 2 2 1 114 2 2 1 115 2 1 1 116 2 3 1 117 2 1 1 118 2 2 1 119 2 2 1 120 2 3 1 121 2 1 1 122 2 2 1 123 2 1 1 124 2 3 1 125 2 3 1 126 2 3 1 127 2 1 1 128 2 3 1 129 2 4 4 130 2 3 1 131 2 1 1 132 2 3 1 133 2 3 4 134 1 3 1 135 1 2 1 136 2 1 1 137 2 1 1 138 2 3 1 139 2 3 1 140 2 1 1 141 2 4 1 142 2 3 1 143 2 2 1 144 2 3 1 145 2 2 1 146 2 2 1 147 2 3 1 148 1 3 1 149 2 3 1 150 2 1 1 151 1 2 1 152 2 2 1 153 2 3 1 154 2 1 1
81
155 2 2 1 156 2 2 1 157 2 3 1 158 2 1 1 159 2 1 1 160 2 2 1 161 2 3 1 162 2 3 1 163 2 3 1 164 2 3 1 165 2 3 2 166 2 2 1 167 1 2 1 168 2 2 1 169 2 1 1 170 2 1 1 171 3 1 1 172 1 3 1 173 2 3 3 174 2 3 1 175 2 3 1 176 2 3 1 177 2 3 1 178 1 3 1 179 2 2 1 180 2 3 1 181 2 2 1 182 2 3 1 183 2 2 1 184 2 3 1 185 2 2 1 186 2 3 1 187 2 2 1 188 2 3 1 189 2 3 1 190 2 3 1 191 2 2 1 192 2 3 1 193 2 3 1 194 2 3 4 195 2 2 1 196 2 2 1 197 2 4 2 198 2 3 1 199 1 1 1 200 2 1 1 201 1 2 1 202 2 3 1 203 1 3 1 204 2 2 1 205 2 2 1 206 2 3 1
82
207 2 3 1 208 2 3 1 209 2 2 1 210 2 3 1 211 2 4 3 212 2 3 1 213 2 3 1 214 2 3 1 215 2 3 1 216 2 3 1 217 2 2 1 218 2 2 1 219 2 2 1 220 2 2 1 221 2 1 1 222 2 3 1 223 2 1 1 224 2 2 1 225 2 2 1 226 2 3 1 227 2 1 1 228 2 2 1 229 2 1 1 230 1 3 1 231 2 3 1 232 2 3 1 233 2 3 1 234 2 4 4 235 2 3 1 236 2 1 1 237 2 3 1 238 2 3 4 239 1 3 1 240 2 1 1 241 2 1 1 242 2 3 1 243 2 3 1 244 2 1 1 245 2 4 1 246 2 3 1 247 2 3 1 248 2 2 1 249 2 2 1 250 2 3 1 251 2 3 1 252 2 1 1 253 2 3 1 254 2 2 1 255 1 3 1 256 2 3 2 257 2 2 1 258 2 3 4
83
259 2 3 1 260 2 2 1 261 2 3 1 262 2 3 1 263 2 2 1 264 2 2 4 265 2 1 4 266 2 2 1 267 2 1 1 268 2 3 1 269 1 2 1 270 2 3 1 271 2 2 1 272 1 3 1 273 2 3 1 274 2 3 3 275 2 3 1 276 2 1 1 277 2 3 2 278 2 2 4
84
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Santi Purwanti
NPM : 220110060047
Fakultas : Keperawatan
Tempat lahir : Bandung
Tanggal lahir : 12 Desember 1988
Alamat : KPAD Pindad Utara blok D22 no.16 Kiaracondong Bandung 40284
Riwayat pendidikan formal :
SD : SDN Babakan Sentral II
SMP : SMPN 30 Bandung
SMA : SMAN 8 Bandung
Bandung, Januari 2012
santi purwanti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
85
I. Data Pribadi
Nama : Santi Purwanti
Nomor Telepon : 081320221310 / 081312214531 / 0227320262
Email : [email protected] atau
Alamat : KPAD Pindad Utara D22 No.16, Kiaracondong
Bandung 40284
Tempat Lahir / Tanggal Lahir : Bandung, 12 Desember 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Golongan darah : B
II. Riwayat Pendidikan
Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan Jenjang IPK
2003 - 2006 SMA Negeri 8 Bandung IPA SMA -
2006 - 2012 Universitas Padjadjaran Bandung Keperawatan S1 3.08
2012 2013 Universitas Padjadjaran Bandung Keperawatan Ners 3.11
III. Seminar dan Pelatihan
86
No
Tahun Penyelenggara Seminar / Pelatihan
1 2007 Badan Eksekutif Mahasiswa FIK UNPAD Latihan Dasar Kepemimpinan dan Organisasi
2 2007 Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD Advance-1 Level of Quantum Learning
3 2008 Program Pascasarjana BKU Sport Medicine Fakultas Kedokteran UNPAD
Pelatihan Masase Kesehatan
4 2009 Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD Seminar Manajemen Laktasi
5 2013 Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik Kemenkes RI & Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD
Pelatihan ENIL
(Emergency Nursing Intermediate Level)
IV. Riwayat Pengalaman Kerja dan Organisasi
Tahun : 2011 Instansi / Perusahaan : Lembaga Survei Indonesia (LSI) Posisi : Surveyor Lapangan
Tahun : 2008 – 2009 Instansi : Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keperawatan UNPAD Posisi : Bendahara Himpunan
Tahun : 2007 – 2008 Instansi : Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas KeperawataN UNPAD Posisi : Staff Wirausaha
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
(Santi Purwanti)
87
Foto Copi KTP
Sertifikat Quantum Learning
Sertifikat Manajemen Laktasi
Sertifikat Pelatihan Masase
88
89
Sertifikat ENIL
TOEFL
90
91
92
93