149
FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION (JAMBI PROVINCE) (Deliverable Ufive) Output: 2.3 SEA Applied in Local Development Plans Output : 2.3 SEA Applied in Local Development Plans Prepared by : PT. Sucofindo (Persero) Graha Sucofindo, SBU KKL, 6 th Floor Jalan Raya Pasar Minggu Kav. 34 Pancoran, Jakarta Selatan 12780 Contract no. : CON 104.Indo.1.MFS.41/123/085 Date of Submission : 15 Desember 2011 ESP-Environmental Support Programme Danida

FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SEA Applied in Local Development Plans

Citation preview

Page 1: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION 

(JAMBI PROVINCE)  

(Deliverable U‐five) 

 

 

 

Output: 2.3 SEA Applied in Local Development Plans 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Output    : 2.3 SEA Applied in Local Development Plans 

Prepared by  : PT. Sucofindo (Persero) 

      Graha Sucofindo, SBU KKL, 6th Floor 

      Jalan Raya Pasar Minggu Kav. 34 Pancoran, 

Jakarta Selatan 12780 

Contract no.  : CON 104.Indo.1.MFS.4‐1/123/085 

 

 

 

 

Date of Submission :  15 Desember 2011 

       

 

ESP-Environmental Support Programme Danida

Page 2: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

ii 

 

DAFTAR ISTILAH

Adat Customary Law Adat Istiadat Norms of customary law AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact

Assessment) Badan Agency Balai Institute BANGDA Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah / Directorate General for

Regional Development, Ministry of Home Affairs BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / National Planning Agency BAPPEDA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Regional Planning Board) BAPEDALDA Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Regional Agency for

Environmental Management) Bupati Head of District DAS Daerah Aliran Sungai / Watershed, river basin CEPP Critical Environmental Pressure Point(s) KEMENDAGRI Kementrian Dalam Negeri (Ministry of Home Affairs, MOHA) DG Directorate General Dinas Public Service Delivery Institution Dit Directorate Ditjen Directorate General Dirjen Direktur Jenderal / Director General EA Executing Agency EIA Environmental Impact Assessment / AMDAL FGD Focus Group Discussion / Wacana dengan Golongan Tertentu GIS Geographic Information System / Sistem Informasi Geografis GPS Global Positioning System / Sistem Penentu Posisi Global Kabupaten District Kecamatan Sub-District KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis / Strategic Environmental Assessment LSM Lembaga Swadaya Masyarakat / NGO NGO Non-Government Organization Pemerintah Kota Pemerintah Kota / Municipal Government Perda Peraturan Daerah / Local Regulation PP Peraturan Pemerintah / Government Regulation RPJM Rencana Pembangunan Jangka Waktu Menengah / Medium Term

Development Plan RPJP Rencana Pembangunan Jangka Waktu Panjang / Long-term Development

Plan RTRWD Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah / Regional Spatial Plan RTRWN Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional / National Spatial Plan SEA Strategic Environmental Assessment / Kajian Lingkungan Hidup Strategis

– KLHS Tim KLHS Tim dibentuk SK Wali Kota untuk pengelolaan KLHS PBC / Team formed

by the Mayor to manage SEA for PBC ToR Terms of Reference / Kerangka Acuan Tupoksi Tugos Pokok dan Fungsi / Main Duties and Functions of a government

institution  

 

 

Page 3: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

iii 

 

Abstrak

Sebagaimana kegiatan fasilitasi teknis KLHS dimulai pada tahun 2011 di bawah Environmental Support Programme, sekitar 6 provinsi menerima fasilitasi teknis dari Bangda: Jambi, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat. Salah satu output utama dari kegiatan Output 2.3 adalah diselesaikannya laporan akhir KLHS dari semua pelaksanaan KLHS yang berjalan di enam provinsi di tahun 2011.

Penerapan KLHS di Provinsi Jambi dilakukan terhadap proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi. KLHS RTRW Provinsi Jambi dilakukan dengan pendekatan semi detil dengan rangkaian proses KLHS sebagai berikut: (1)Peningkatan kapasitas Tim KLHS Provinsi Jambi (2) Pelingkupan isu-isu strategis (3) Analisis baseline dan analisis tren (4) Pengkajian dampak pengaruh kebijakan, rencana dan program (5) Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi (6) Pengambilan Keputusan (7) Pengintegrasian hasil pengambilan keputusan ke dalam rancangan akhir RTRW Provinsi Jambi.

Berdasarkan hasil analisis baseline dan analisis tren terhadap isu-isu, maka isu-isu tersebut dirumuskan kembali bersama dengan pemangku kepentingan, sehingga disepakati bahwa isu-isu strategis KLHS adalah: (1) Alih fungsi lahan , (2) Jalur distribusi.

Laporan Akhir KLHS Jambi ini mendokumentasikan rangkaian proses KLHS yang berjalan di Jambi dari proses pelingkupan, analisis data dasar, pengkajian, perumusan mitigasi/alternatif dan rekomendasi sampai pada pengambilan keputusan.

Keywords: KLHS, Laporan Akhir, Jambi

Abstract

As the technical assistance of SEA is undertaken in 2011 under the Environmental Support Programme, six provinces are receiving the technical assistance from MoHA: Jambi, West Kalimantan, North Sulawesi, Central Sulawesi, Central java, West Nusa Tenggara. One of the key outputs of the activities under the output of 2.3 is the finalization of SEA final report from the SEA application in six selected provinces in 2011.

The SEA application in Jambi Province is focused on the preparation for Regional Spatial Plan (RTRW) of Jambi Province. The Spatial Plan SEA of Jambi was undertaken using the semi detail approach with the series of SEA process as follow: (1) The capacity building of the local SEA team of Jambi Province (2) strategic issues scoping (3) Baseline data analysis (4) Assessment towards PPP impacts (5) Formulation of mitigation, alternatives and recommendation (6) decision making (7) Integration of the decision making result into the final draft of Jambi Spatial Plan.

Based on the result of baseline data analysis and trend analysis towards the issues, the issues then being reformulated with the stakeholders and it was agreed that strategic issues of SEA are: (1) Land use issue (2) Distribution road issue

Jambi SEA Final report documented the series of SEA process undertaken in Jambi starting from the scoping, baseline data analysis, assessment, formulation of mitigation/alternatives and recommendations until the decision making.

Keywords: SEA, Final Report, Jambi

 

Page 4: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

iv 

 

DAFTAR ISI

DAFTAR ISTILAH ii ABSTRAK iii DAFTAR ISI iv RINGKASAN v BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Latar Belakang I-3 1.2. Landasan Hukum I-3 1.3. Tujuan KLHS I-3 1.4. Pendekatan dan Metodologi I-3 1.5. Persiapan I-7 1.6. Profil Provinsi Jambi BAB II PELINGKUPAN II-1 2.1. Proses Pelingkupan II-1 2.2. Isu-Isu Strategis II-2 BAB III ANALISIS BASELINE III-1 3.1. Proses Analisis Baseline III-1 3.2. Analisis Baseline III-1 3.2.1. Transportasi III-1 3.2.2. Energi III-3 3.2.3. Kemiskinan III-4 3.2.4. Ketersediaan Pangan III-5 3.2.5. Menurunnya Kearifan Lokal III-7 3.2.6. Kerusakan Lahan dan Alih Fungsi Lahan III-9 3.2.7. Konflik Lahan III-14 3.2.8. Biodiversitas III-15 3.2.9. Eksploitasi Sumberdaya Alam (Pertambangan Batubara) III-20 3.2.10. Pencemaran III-20 BAB IV PENGKAJIAN IV-1 4.1. Proses Pengkajian IV-1 4.2. Kajian Dampak Kebijakan, Rencana dan Program IV-3 4.2.1. Apresiasi Kebijakan, Rencana dan Program Terkait Provinsi Jambi IV-3 4.2.2. Telaah dampak program terhadap isu-isu strategis IV-9 4.2.3. Telaah dampak program terhadap Visi Jambi dalam Roadmap

Ekosistem Sumatera IV-10

BAB V PERUMUSAN MITIGASI/ALTERNATIF DAN REKOMENDASI V-1 5.1. Proses Perumusan Mitigasi/Alternatif dan Rekomendasi V-1 5.2. Mitigasi/alternatif dampak dan rekomendasi V-2 BAB VI PENGAMBILAN KEPUTUSAN VI-1 6.1. Proses pengambilan keputusan VI-1 6.2. Pengambilan Keputusan VI-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Page 5: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

Ringkasan

 

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 

mengamanatkan pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS bertujuan 

untuk  memastikan  lingkungan  hidup  dan  prinsip  pembangunan  berkelanjutan  telah 

menjadi dasar dan terintegrasi dalam penyusunan kebijakan, rencana dan atau program.  

Pemerintah  Provinsi  Jambi  menyambut  baik  tawaran  fasilitasi  KLHS  yang 

ditawarkan  oleh  Ditjen  Bina  Bangda  KEMDAGRI  kepada  Gubernur  Provinsi  Jambi. 

Gubernur menunjuk BAPPEDA Provinsi Jambi sebagai penanggung jawab kegiatan KLHS 

di Provinsi Jambi dan didampingi oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi 

Jambi. 

Fasilitasi  KLHS  yang  diberikan  oleh  Ditjen  Bina  Bangda  KEMDAGRI  kepada 

Provinsi Jambi merupakan salah satu upaya peningkatan kapasitas Pemerintah Provinsi 

Jambi dalam melaksanakan KLHS, dan selanjutnya diharapkan Pemerintah Provinsi Jambi 

dapat meningkatkan kapasitas Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi. 

Penerapan  KLHS  di  Provinsi  Jambi  dilakukan  terhadap  proses  penyusunan 

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi. Proses penyusunan RTRW Provinsi 

Jambi  telah  dimulai  sejak  tahun  2006  dan  hingga  tahun  2010  masih  dalam  proses 

menunggu hasil Tim Terpadu Kementerian Kehutanan,  sehingga masih memungkinkan 

didampingi dengan  KLHS. 

 

PROSES KLHS 

   

KLHS  RTRW  Provinsi  Jambi  diawali  dengan  pembentukan  Tim  KLHS  oleh 

Gubernur Provinsi  Jambi, yang  terdiri dari unsur perwakilan SKPD Provinsi, perwakilan 

Bappeda dan BLH Kabupaten/Kota se‐ Provinsi Jambi dan Lembaga Swadaya Masyarakat 

(LSM).  Untuk  mengoptimalkan  kerja  Tim  KLHS,  maka  Bappeda  Provinsi  menunjuk 

Kelompok Kerja yang bertugas melaksanakan teknis kegiatan KLHS. 

KLHS  dilakukan  dengan  pendekatan  semi  detil  dengan  rangkaian  proses  KLHS 

sebagai berikut: 

1. Peningkatan kapasitas Tim KLHS Provinsi Jambi 

2. Pelingkupan isu‐isu strategis 

3. Analisis baseline dan analisis tren 

4. Pengkajian dampak pengaruh kebijakan, rencana dan program 

5. Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi 

6. Pengambilan Keputusan 

7. Pengintegrasian  hasil  pengambilan  keputusan  ke  dalam  rancangan  akhir 

RTRW Provinsi Jambi 

Proses  KLHS  melibatkan  pemangku  kepentingan  yang  diidentifikasi  oleh  Tim 

KLHS pada bagian paling awal dari proses KLHS. Pemangku kepentingan dilibatkan dalam 

3  (tiga)  lokakarya  yaitu  pada  saat  proses:  (1)  Pelingkupan  isu‐isu  strategis;  (2) 

Pengkajian; (3) Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi.  

Page 6: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

vi 

 

Selama proses, konsultan  internasional  juga terlibat aktif dalam pendampingan 

pelaksanaan  KLHS  di  Jambi.  Namun  demikian,  masukan  dan  rekomendasi  terkait 

pelaksanaan  proses  KLHS  di  Jambi  dari  perspektif  konsultan  internasional  akan 

disampaikan terpisah dari laporan ini. 

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN 

Dalam pertemuan dengan Gubernur disampaikan rekomendasi sebagai berikut: 

1. Mengintegrasikan  kesepakatan  koridor  Visi  Sumatera  di Wilayah  Jambi  dalam KRP  RTRW  Provinsi  Jambi  serta  mengimplementasikannya  dalam  program  – program RPJMD sesuai mitigasi. 

2. Pengoptimalan kinerja prasarana  transportasi dalam KRP RTRW Provinsi  Jambi sesuai mitigasi. 

3. Mengintegrasikan prinsip – prinsip pengelolaan perkebunan berkelanjutan dan sistem  pertambangan  yang  berkelanjutan  sesuai  mitigasi  dalam  program pengembangan  perkebunan  dan  program  pengembangan  kawasan pertambangan  serta  peninjauan  ulang  pola  ruang  RTRWP  untuk menghindari tumpang tindih kawasan perkebunan dan pertambangan. 

4. Menghapus  kegiatan  pengembangan  hutan  tanaman  dalam  program pengembangan  kawasan  hutan  dalam  rencana  perwujudan  pengelolaan kawasan  lindung karena bertentangan dengan UU No. 41  tahun 1999  tentang Kehutanan  dan  memasukkannya  dalam  program  lain/  baru  dalam  rencana perwujudan pemantapan kawasan budidaya.  

Gubernur Jambi MEMUTUSKAN: 

Menerima rekomendasi KLHS No.1 s/d 4 dengan tindak lanjut kepada Bappeda: 

1. Mengintegrasikan koridor visi Sumatera di Wilayah Jambi ke dalam rancangan 

akhir Raperda RTRW Provinsi Jambi dengan menyusun indikasi program 

pendukungnya yang berkelanjutan dalam  20  tahun 

2. Mengintegrasikan  program‐program  perwujudan  koridor  visi  Sumatera  di 

Wilayah Jambi yang memungkinkan ke dalam RPJM yang sedang berjalan 

3. Menyusun indikasi program dalam rencana struktur ruang jaringan transportasi 

yang  mempertimbangkan  mitigasi  dampak  program  dalam  KLHS  yang  telah 

dilakukan 

4. Menyusun indikasi program dalam rencana pola ruang kawasan budidaya terkait 

perkebunan  dan  pertambangan  yang  mempertimbangkan  mitigasi  dampak 

program dalam KLHS yang telah dilakukan 

5. Menata  kembali  perizinan  pemanfaatan  ruang  antara  perkebunan  dan 

pertambangan 

6. Memindahkan  pasal  dalam  rancangan  akhir  RTRW  Jambi  tentang 

pengembangan  hutan  tanaman  dalam  kawasan  hutan  lindung  ke  kawasan 

budidaya. 

Page 7: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

vii 

 

Summary 

 

Law  no.  32/2009  about  protection  and  environmental  management  mandates  the 

implementation  of  Strategic  Environmental  Assessment.  SEA  aims  to  ensure 

environmental and  sustainable development principles have been  the  foundation and 

integrated in the policies development, plan and programme. 

The Government of  Jambi  Province  received  the  facilitaton of  SEA offered by 

Directorat General of Regional Development‐MoHA to the Governer of Jambi Province. 

Governors  appoint  BAPPEDA  of  Jambi  Province  as  an  institution  in  charge  of  SEA 

Activities in Jambi and accompanied by BLHD of Jambi Province.   

SEA facilitation provided by Directorat General of Regional Development‐MoHA 

to  the  Jambi  Province  is  one  effort  to  increase  the  capacity  of  Government  in 

implementing  of  SEA  in  Jambi  Province,  and  the  subsequent,  government  of  Jambi 

Province is expected to increase the capacity of district and city in Jambi Province. 

SEA implementation in Jambi Province carried out int the preparation of Spatial 

Plan of Jambi Provnce. The drafting process of   RTRW Jambi Province has started since 

2006 and untul 2011 was still in the process of waiting for the results of the Ministry of 

Forestry Integrated Team, so it is still possible, accompanied by SEA.

SEA PROCESS 

   

SEA of RTRW Jambi Province begins with team bulding of SEA team by the Jambi 

Governer, consisting of representative SKPD Province, representatives Bappeda and BLH 

District/City  in Jambi Province and NGO’s. To optimize the work of SEA team, Bappeda 

Province  appointed  Working  Group  which  that  in  charge  of  carrying  out  technical 

activities  

Spatial KLHS Jambi begins with the formation of Team KLHS by the Governor of 

Jambi Province,  consisting of  representatives  SKPD Province,  representatives Bappeda 

and  BLH  District  /  City  as  Jambi  and  Non  Governmental  Organizations  (NGOs).  To 

optimize  the work  of  Tim  KLHS,  then  pointed  Bappeda Working  Group  in  charge  of 

carrying out SEA technical activities. 

SEA performed with semi‐detailed approach with SEA series process as follows : 

1. Increased capacity of SEA‐Team Jambi Province 

2. Scoping strategic issues  

3. Baseline Analysis and trend analysis 

4. Impact Assessment of policies, plans and programs 

5. Formulation of Mitigation, alternatives and formulating recommendations 

6. Decision Making 

7. Integration of results into final decisions  design of RTRW Jambi Province. 

 

Page 8: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

viii 

 

SEA Process  involving  stakeholders  iendtified by SEA  team at  the beginning of 

the SEA Process. Stakeholders involved in the 3 (three) workshops at the time of process 

: (1) Strategis Issues scoping, (2) assessment, (3) Formulation of Mitigation, alternatives 

and formulating recommendations. 

During the process, International Consultant has been involved and assissted to 

SEA  team  during  the  preparation  of  SEA  in  Jambi.  However,  the  inputs  and 

recommendation regarding to the SEA application process in Jambi from the perspective 

of International Consultant will be submitted separately from this report.  

 

  

DECISION MAKING 

 In a meeting with the Governer presented the following recommendations : 

1. Integrating  agreement  of  Sumatra  Vision  Corridor  in  Jambi  area  in  RTRW Policies,  Plans  and  Programs  of  Jambi  Province  and  implement  them  in  the RPJMD programs appropriate with mitigation. 

2. Optimizing  the  performance  of  transportation  infrastructure  in  the  RTRW Policies, Plans and Programs of Jambi Province appropriate with mitigation. 

3.  Integrate the principles of sustainable plantation management and sustainable mining system appropriate with mitigation in plantation development programs and mining area development program also review of RTRWP spatial pattern to avoid overlaping of plantation and mining area. 

4. Removing  forest  plantation  development  activities  in  the  forest  development program  in  the  embodiment  of  the management plans  of  protected  areas  as opposed to the Regulation No. 41/1999 regarding Forestry and put it in another program/new program in the realization plan of stabilitazion of cultivation area.   

 

Jambi Governer DECIDED : 

Accepting the SEA Recommendation number 1 – 4 with follow‐up to Bappeda : 

1. Integrating Sumatra Vision Corridor in Jambi Region into the final design draft of 

Jambi Spatial by constructing a continous  indication  supporting program  in 20 

years. 

2. Integrate programs embodiment Sumatera vision corridor  in Jambi Region that 

allows to the ongoing RPJM. 

3. Compiling  the program  indicated  in  the  spatial  structure plan which  considers 

transportation network in KLHS impact mitigation program that has been done 

4. Compiling  the program  indicated  in  the plan area of cultivation‐related  spatial 

pattern of plantation and mining considering with SEA mitigation of the  impact 

of programs that have been done. 

5. Restructure licensing the use of the area between the plantation and mining 

6. Moving the clauses  in the Jambi RTRW final draft regarding to development of 

forest plantations in protected forest areas to the cultivated area. 

 

 

Page 9: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐1 

 

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak Keputusan bersama di Rio de Janeiro pada Juni 1992 Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan pembangunan berkelanjutan dalam program pembangunan nasional. Sejak Tahun 1992, telah diuji coba implementasi pembangunan berkelanjutan pada program-program pembangunan mulai dari pusat sampai di daerah.

Pemahaman makna pembangunan berkelanjutan sampai saat ini menunjukkan adanya perbedaan penekanan dalam pengertiannya. Bahkan belum dijumpai adanya perbedaan yang tegas antara makna yang dikemukakan oleh pakar-pakar ilmu pengetahuan baik dalam pengertian sehari-hari maupun dalam forum ilmiah. Pearce, et. al (1990: 42) berpendapat bahwa makna pembangunan berkelanjutan terletak pada isu tentang bagaimana seharusnya lingkungan alam diperlakukan agar berperan dalam sustainabilitas ekonomi sebagai suatu sumberdaya perbaikan standar hidup. Disisi lain, pembangunan berkelanjutan menurut Pearce, et al,. (1990: 24) berarti pemanfaatan sumberdaya terbarukan sebanding dengan laju ketersediaannya secara alami antar waktu. Perhitungan atau pertimbangan biaya dan kerusakan lingkungan juga merupakan instrumen penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep dasar dalam mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan. Terdapat tiga pengertian dalam memaknai pembangunan berkelanjutan sebagai berikut;

Arti dalam Hari Depan Bersama (Our Commond Future) pembangunan berkelanjutan memberikan paradigma suatu kegiatan pembangunan yang diarahkan tidak hanya memenuhi kebutuhan generasi saat ini, melainkan juga generasi yang akan datang. Bila pada saat ini kita bisa menikmati bahan migas untuk pembangunan kita. Berikanlah kesempatan yang sama bagi generasi yang akan datang dalam memanfaatkan energi dari bahan migas.

Pemahaman dalam konsep ekologi; bahwa pembangunan berkelanjutan dalam frame ekologi, adalah kegiatan yang tidak melakukan perubahan terhadap fungsi sistem ekologi. Pembukaan lahan dan perubahan lahan dapat dilakukan asalkan fungsi ekosistemnya dapat dipertahankan. Bila setiap perubahan lahan akan menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan, maka perubahan tersebut harus memperhatikan fungsi ekosistem yang diemban.

Pendekatan ekonomis; merupakan konsep pembangunan dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan yang menekankan pada perhitungnan nasional dalam alokasi pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan. Eksternalitas negatif harus diakomodasi dalam biaya investasi, agar biaya pengelolaan lingkungan telah diperhitungkan dalam penetapan nilai jual produk. Konsep ini yang dikenal dengan internalisasi biaya eksternal (Rahardjo, 2007: 9).

Bila dibandingkan dengan konsep pembangunan sektoral maka konsep pembangunan berkelanjutan memiliki perbedaan yang mendasar. Pada konsep pembangunan sektoral maka antara kepentingan ekonomi, lingkungan, politik, sosial

Page 10: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐2 

 

dan budaya, berjalan sendiri-sendiri. Pada pembangunan berkelanjutan ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan saling memberikan pertimbangan.

Salim, (2004: 16) menyatakan, Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting; a) gagasan ”kebutuhan” yaitu kebutuhan essensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, dan b) gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungnan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Gagasan pembangunan berkelanjutan, pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia adalah tujuan utama pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semuanya dan diberinya kesempatan kepada semua untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya World Summit on the Sustainable Development dalam Salim, 2004: 1) menyepakati pola pembangunan berkelanjutan yang memuat sekaligus tiga unsur pokok:

1. Pembangunan ekonomi berkelanjutan yang memuat kegiatan menaikkan pendapatan generasi masa kini tanpa mengurangi kesempatan generasi masa depan menaikkan pendapatannya, sehingga proses pembangunan berlangsung sustainable.

2. Pembangunan sosial berkelanjutan yang memuat pengembangan kualitas masyarakat secara sustainable ditopang oleh ketiadaan kemiskinan, kelaparan dan naiknya kadar pendidikan serta kesehatan dalam ruang lingkup kehidupan kohesi sosial.

3. Pembangunan lingkungan berkelanjutan yang memuat pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dengan melestarikan fungsi eko-sistem sebagai sistem penopang kehidupan.

DPR memiliki inisiatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan menuangkannya dalam bentuk Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengisyaratkan pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan pembangunan. Undang-Undang ini juga memperkenalkan suatu instrumenuntuk memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan, yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Pasal 15 UU No. 32/2009, menyatakan bahwa instrumen ini menjadi wajib hukumnya bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuat KLHS untuk memastikan, bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan atau program.

Kewajiban ini berlaku dalam penyusunan atau evaluasi:

(a). Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan

(b). Kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau /risiko lingkungan hidup.

Page 11: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐3 

 

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri telah merintis KLHS sejak tahun 2007, 2 tahun sebelum UU No. 32/2009 dikeluarkan. KLHS dirintis oleh Kemdagri bersama-sama dengan KLH dan Bappenas dengan dukungan penuh Pemerintah Kerajaan Denmark melalui Danish Co-operation Assisstant (DANIDA). Kegiatan KLHS yang dilakukan oleh Ditjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kemdagri bertujuan untuk meingkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam melaksanakan KLHS dalam penataan ruang daerah dan perencanaan pembangunan daerah. Pada tahun 2010 Ditjen Bangda Kemdagri berkirim surat kepada seluruh Gubernur di Indonesia, untuk menawarkan fasilitasi KLHS bagi RTRW/RPJP/RPJM Provinsi.

Provinsi Jambi menyambut baik tawaran fasilitasi tersebut, dan mengajukan proposal yaitu rencana pelaksanaan KLHS RTRW Provinsi Jambi. RTRW Provinsi Jambi disusun sejak tahun 2006 dan hingga tahun 2010 belum selesai, karena masih menunggu hasil telaah Tim Terpadu Alih Fungsi Kawasan Hutan Kementerian kehutanan terhadap usulan Gubernur tentang perubahan kawasan hutan di Provinsi Jambi. Hal ini memberi ruang bagi pelaksanaan KLHS untuk meningkatkan kualitas RTRW yang sedang disusun.

Setelah melalui proses seleksi, proposal KLHS Provinsi Jambi disetujui untuk mendapatkan fasilitasi dari Ditjen Bangda Kemdagri. Fasilitasi diberikan dalam bentuk pendampingan pelaksanaan tahapan KLHS oleh konsultan khusus dan sebagian pembiayaan tahapan KLHS. Dengan putusan ini maka KLHS RTRW Provinsi Jambi dimulai.

1.2 Landasan Hukum 1. Pasal 15, ayat (1) UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Undang-undang No. 26 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang 3. Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor: 660/5113/SJ dan Nomor: 04/MENLH/12/2010

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

1.3 Tujuan KLHS Provinsi Jambi

Pelaksanaan KLHS RTRW Provinsi Jambi bertujuan untuk: 1. Memastikan terintegrasinya RTR Pulau Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi

melalui proses KLHS 2. Memastikan terintegrasinya Visi Jambi dalam Road Map Penyelamatan

Ekosistem Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS 3. Memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan terintegrasi ke dalam RTRW

Prov. Jambi melalui proses KLHS

1.4. Pendekatan dan Metodologi

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah serangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (Pasal 1, UU

Page 12: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐4 

 

No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Pemahaman ini menunjukkan bahwa KLHS merupakan sebuah kajian yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam tataran kebijakan, rencana, dan program.

Prinsip pembangunan berkelanjutan yang dimaksud dalam KLHS terdiri dari 3 (tiga) prinsip, yaitu:

Selain dari tiga prinsip pembangunan keberlanjutan, KLHS juga memiliki beberapa

prinsip utama. Prinsip-prinsip ini diperkenalkan oleh beberapa ahli KLHS internasional dari Eropa, yang diadaptasi oleh ahli KLHS Indonesia dengan beberapa penyesuaian. Prinsip KLHS tersebut antara lain adalah:

Prinsip menilai diri sendiri merupakan prinsip penting untuk mengintegrasikan

KLHS ke dalam proses penyusunan suatu kebijakan, rencana dan atau program. Dengan prinsip ini KLHS akan dilakukan sendiri oleh penyusun rencana, kebijakan dan program, sehingga kualitas KRP untuk mempertimbangkan aspek lingkungan dan keberlanjutan akan terpenuhi dari sudut pandang perencana itu sendiri. KLHS RTRW Provinsi Jambi dilakukan dengan mengacu pada prinsip self assessment tersebut sehingga KLHS dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah Provinsi Jambi, bukan oleh konsultan perencana/lingkungan.

Page 13: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐5 

 

Pelaksanaan KLHS dapat dilakukan dengan berbagai alternatif pendekatan proses, yang ditentukan oleh status proses penyusunan kebijakan, rencana atau program. KLHS secara ideal dilakukan menyatu dalam proses penyusunan RTRW. Menyatu memilki arti bahwa penyusun KRP sudah menggunakan prinsip-prinsip KLHS dalam merumuskan RTRW. Dengan kondisi pelaksanaan KLHS di Indonesia masih pada tahap awal, maka model seperti ini masih belum bisa dilakukan. Maka alternatif lainnya adalah menggunakan metode terintegrasi. Terintegrasi memiliki arti proses KLHS mengiringi proses penyusunan KRP (paralel).

Proses ini model pelaksanaannya pun sangat tergantung pada status proses penyusunan RTRW. Idealnya dimulai bersamaan dengan proses penyusunan RTRW, namun jika tidak memungkinkan maka dapat dilakukan menyusul pada bagian proses yang memungkinkan.

Pendekatan proses KLHS RTRW Provinsi Jambi yang digunakan adalah pendekatan terpadu, terpisah dan ex-post, yaitu proses KLHS dilakukan secara terpisah dari proses penyusunan RTRW, namun merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Ex-post karena pelaksanaan KLHS dilakukan setelah RTRW telah menjadi rancangan Perda (bagian akhir proses).

Proses pelaksanaan KLHS RTRW Provinsi Jambi Metode pelaksanaan KLHS secara umum dapat dilakukan dengan tiga model

tergantung pada situasi penyusunan kebijakan, rencana dan atau program. Metode yang digunakan dan latar belakang pemilihannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 14: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐6 

 

Hal yang menjadi pertimbangan utama adalah sumber daya manusia, biaya dan waktu pelaksanaan yang tersedia. Semakin banyak SDM, cukup pembiayaan dan waktu maka KLHS dapat dilakukan dengan semi detil atau detil. Untuk metode cepat hanya dapat dilakukan untuk KRP yang kondisinya sangat darurat seperti memerlukan pertimbangan yang sangat cepat dan sudah pada tahap paling akhir dari proses penyusunan KRP.

Untuk KLHS Provinsi Jambi yang mendapat fasilitasi dari Ditjen Bina Bangda dengan dukungan DANIDA dan dukungan APBD Provinsi, maka memilih menggunakan metode semi detil dengan muatan kajian perkiraan dampak dan resiko lingkungan.

Adapun tahapan KLHS yang dilakuakan adalah sebagai berikut:

8. Peningkatan kapasitas Tim KLHS Provinsi Jambi 9. Pelingkupan isu-isu strategis 10. Analisis baseline dan analisis tren 11. Pengkajian dampak pengaruh kebijakan, rencana dan program 12. Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi 13. Pengambilan Keputusan 14. Pengintegrasian hasil pengambilan keputusan ke dalam rancangan

akhir RTRW Provinsi Jambi

Pelibatan pemangku kepentingan merupakan keharusan dalam proses KLHS, sehingga Pemerintah Provinsi Jambi melibatkan pemangku kepentingan dalam tahapan KLHS RTRW Provinsi Jambi. Pemangku kepentingan dilibatkan dalam 3 (tiga) lokakarya (workshop) yaitu pada saat tahapan: (1) Pelingkupan isu-isu strategis; (2) Pengkajian; (3) Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi

Page 15: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐7 

 

1.5. Persiapan

KLHS RTRW Provinsi Jambi diawali dengan pembentukan Tim KLHS oleh Gubernur Provinsi Jambi, yang terdiri dari unsur perwakilan SKPD Provinsi, perwakilan Bappeda dan BLH Kabupaten/Kota se- Provinsi Jambi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Untuk mengoptimalkan kerja Tim KLHS, maka Bappeda Provinsi menunjuk Kelompok Kerja yang bertugas melaksanakan teknis kegiatan KLHS. Dalam fasilitisasi dirasa perlu untuk meningkatkan kapasitas tim KLHS RTRW Provinsi Jambi dalam melaksanakan KLHS dengan memberikan bimbingan teknis (BIMTEK) KLHS.

Bimtek KLHS dilaksanakan pada tanggal 22-24 Juni 2011 diberikan kepada Tim KLHS dan unsur perguruan tinggi di Jambi untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka mengenai pengertian dan penerapan KLHS, pendekatan, metodologi dan tahapan-tahapan KLHS; serta membangun kapasitas dan konsolidasi tim. Selain itu, bimtek juga dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang akan dilibatkan dalam proses KLHS dan mengidentifikasi isu-isu strategis hipotetis.

Dari kegiatan bimtek KLHS diidentifikasi pemangku kepentingan yang akan diundang dalam kegiatan KLHS, diantaranya adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, Bappeda dan BLH Kabupaten/Kota, LSM lokal di Jambi, unsur Perguruan Tinggi, dan Lembaga Adat.

Sedangkan isu-isu hipotetis yang berhasil diidentifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.1, Tabel 1.2, dan Tabel 1.3.

Tabel 1.1 Isu-Isu Hipotetis Kelompok I

ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN NO

EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL

1.

Eksploitasi tambang batubara yang berlebihan dan tidak adanya jalur alternative mengakibatkan infrastruktur rusak

Alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit, HTI, tambang batubara

Perebutan kawasan kelola antara investor, pemerintah dan masyarakat mengakibatkan timbulnya konflik

2.

Kurangnya lahan pertanian mengakibatkan kemiskinan masyarakat petani

Kebijakan eskploitatif pada sektor pertambangan (batubara, emas dll) mengakibatkan kerusakan hutan secara luas

Tapal batas yang tidak jelas mengakibatkan konflik antara warga, antar desa, warga – perusahaan, warga - pemerintah

3.

Kepentingan Politik lokal, global dan nasional

Habitat spesies penting (Harimau dan Gajah) berkurang akibat alih fungsi hutan

Akibat alih fungsi lahan ke non pertanian, mengakibatkan penurunan kesehatan, pengangguran dan krisis pangan

4.

Kurangnya akses jalan produksi pada areal perkebunan rakyat

Penurunan biodiversitas akibat perubahan RTRW

Kurangnya sosialisasi UU No. 32 Tahun 2009 mengakibatkan berkurangnya pemahaman masyarakat tentang KLHS

Page 16: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐8 

 

ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN NO

EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL

5.

Keterbatasan akses masyarakat terhadap fasilitas umum

Pembangunan property yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan

Terancamnya nilai-nilai kebudayaan masyarakat akibat terjadinya perubahan fungsi lahan

6. Meningkatnya wabah penyakit menular akibat menurunnya kualitas lingkungan

Ego sektoral mengakibatkan tumpang tindih kebijakan

Tabel 1.2 Isu-Isu Hipotetis Kelompok II

ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN NO

EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL

1. Kerusakan Lahan karena kegiatan pertambangan

Ancaman ketahanan pangan

Konflik lahan

2.

Tata kelola kawasan hutan Perijinan Tata batas Alih fungsi

Izin pemanfaatan ruang kawasan perkotaan

Perencanaan kurang partisipatif

3. Pengelolaan Sepadan Sungai dan Danau

Kemiskinan di sekitar kawasan hutan

Kesetaraan gender

4. Rencana pembangunan prasarana transportasi

Jual beli aset produktif masyarakat di pedesaan

Asesibilitas warga difabel

5. Pengelolaan informal space dan RTH

Terbatasnya industri pengolahan

Sanitasi rendah

6. Koridor satwa Minimnya serapan tenaga kerja lokal

Jangkauan pelayanan kebutuhan dasar (kesehatan,pendidikan, pangan dan sarana prasarana lain)

7. Pencemaran lingkungan

Menurunnya nilai adat istiadat dan agama

Tabel 1.3 Isu-Isu Hipotetis Kelompok III

ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN NO

EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL 1. Pasar Pencemaran dan Kerusakan Kesehatan 2. Swasembada Pangan Alih Fungsi Lahan Pendidikan 3. Penetapan harga Keanekaragaman hayati Lapangan Kerja 4. Ekonomi Kerakyatan Ruang Terbuka Hijau Transportasi 5. Energi Eksploitasi SDA Konflik Masyarakat 6. Reward & Punishment

Page 17: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐9 

 

1.6. Profil Provinsi Jambi

Provinsi Jambi terletak pada Bagian Tengah Pulau Sumatera berhadapan dengan Selat Karimata dan Selat Berhala pada Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan lalu lintas internasional. Secara geografis Provinsi Jambi terletak diantara 0º 74’– 20 46,16’ Lintang Selatandan 1010 12’ – 1040 44’ Bujur Timur.Luas wilayah Provinsi Jambi tercatat 53.435,92 Km2 yang terbagi atas luas daratan 48.989,98 Km2 dan luas lautan 4.445,94 Km2.

Batas-batas Wilayah Provinsi Jambi adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara dengan Provinsi Riau Sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan Sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi

Bengkulu Sebelah Timur dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi

Bangka Belitung

Provinsi Jambi terbagi atas 9 kabupaten, 2 kota, 131 kecamatan, 1.124 desa dan 150 kelurahan. Secara rinci luas dan jumlah administrasi pemerintahan Provinsi Jambi Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Wilayah Administrasi Provinsi Jambi

Tahun 2010

No  Kabupaten/Kota  Luas (KM2)  Ibukota  Jumlah Kecamatan 

1  Kerinci  3.334,99  Siulak  12 

2  Merangin  7.508,23  Bangko  24 

3  Sarolangun  5.948,73  Sarolangun  10 

4  Bungo  4.673,16  Muara Bungo  17 

5  Tebo  6.205,81  Muara Tebo  12 

6  Batanghari  5.536,86  Muara Bulian  8 

7  Muaro Jambi  5.321,67  Sengeti  11 

Darat  4.990,95 8  Tanjung Jabung Barat 

Laut  384,21 Kuala Tungkal  13 

Darat  4.943.36 9  Tanjung Jabung Timur 

Laut  4.061,73 Muara Sabak  11 

10  Kota Sungai Penuh  353,76  Sungai Penuh  5 

11  Kota Jambi  172,26  Jambi  8 

Jumlah daratan  48.989,98    131 

Jumlah lautan  4.445,94     

Total  53.435,92     

Sumber : Biro Pemerintahan & Otda Setda Prov. Jambi, 2010

Page 18: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐10 

 

Page 19: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐11 

 

Page 20: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐12 

 

Provinsi Jambi berada di bagian tengah Pulau Sumatera memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari ketinggian 0 m dpl di bagian timur sampai pada ketingian di atas 1.000 m dpl, ke arah barat morfologi lahannya semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan kawasan pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Tabel 1.2 Klasifikasi Ketinggian di Provinsi Jambi

Luas 

Topografi/ Ketinggian (m/dpl)  Ha  % 

Wilayah/ Kabupaten 

Dataran Rendah (0 – 100 )  3.282.315  67 Kota Jambi, Tanjung Jabung barat, Tanjung  Jabung  Timur,  Muaro Jambi, Merangin, Batang Hari 

Dataran sedang (100 – 500)  832.826,26  17 

 Sebagian  Sarolangun,  Tebo, sebagian Batang Hari, Kota Sungai Penuh,  Merangin,sebagian Tanjung Jabung Barat, 

Dataran Tinggi (> 500)  783.836,48  16 

 Kerinci,  Kota  Sungai  Penuh, sebagian  Merangin,  sebagian Sarolangun dan sebagian Bungo 

Jumlah Luas Daratan  4.898.978  100   

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 21: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐13 

 

Page 22: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐14 

 

Page 23: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐15 

 

Pada dataran rendah didominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan rentan terhadap banjir pasang surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang melewati wilayah ini. Wilayah ini didominasi jenis tanah gley humus rendah dan orgosol yang bergambut. Daya dukung lahan terhadap pengembangan wilayah sangat rendah sehingga membutuhkan input teknologi dalam pengembangannya.

Dibagian tengah didominasi jenis tanah podsolik merang kuning yang kesuburannya relatif rendah. Daya dukung lahan cukup baik terutama pada lahan kering dan sangat potensial untuk pengembangan tanaman keras dan perkebunan.

Pada bagian barat didominasi dataran tinggi lahan kering yang berbukit-bukit. Wilayah ini didominasi oleh jenis tanah latosol dan andosol. Pada bagian tengah Kabupaten Kerinci banyak di temui jenis tanah alluvial yang subur yang dimanfaatkan sebagai lahan persawahan irigasi yang cukup luas.

Beberapa jenis tanah yang secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.3 Luas Wilayah Menurut Jenis Tanah di Provinsi Jambi

No.  Jenis Tanah  Jumlah  % 

1   Podzolik Merah Kuning  1,956,162  39.93

2   Latosol   914,639  18.67

3   Gley Humus Rendah   526,150  10.74

4   Andosol   340,479  6.95

5   Organosol   296,388  6.05

6 Podzolik  Coklat  +  Andosol  +  Podzolik 

264,545  5.4

7   Podzolik Merah Kuning   226,823  4.63

8   Alluvial   191,550  3.91

9   Hidomorfik Kelabu   80,343  1.64

10   Latosol Andosol   57,808  1.18

11   Rawa Laut   41,151  0.84

12   Komplek Latosol + Litosol   2,449  0.05

   Jumlah  48,989.78  100

Sumber: Hasil Analisis

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis tanah yang dominan di Provinsi Jambi adalah Podzolik Merah Kuning dengan luas 1.956.162 hektar atau 39,93% dari luas wilayah sedangkan jenis tanah yang terendah adalah komplek latosol dan litosol yaitu 2.449 hektar atau 0,05%.

Page 24: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐16 

 

Page 25: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐17 

 

Dilihat dari pola aliran sungai, dimana di daerah hulu pola aliran sungainya berbentuk radial terutama di Kabupaten Sarolangun, Merangin dan Kabupaten Kerinci, sedangkan di daerah pesisir berbentuk paralel.

Sungai-sungai di Provinsi Jambi terutama Sungai Batanghari sangat berpengaruh pada musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan kecenderungan air sungai menjadi banjir, sebaliknya pada musim kemarau kecenderungan air sungai menjadi dangkal dan fluktuasinya dapat mencapai 7 (tujuh) meter. Dari kondisi ini sangat berpengaruh pula pada permukiman penduduk yang tinggal di sepanjang Wilayah Sungai Batang Hari baik sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat usaha tani.

Berdasarkan kondisi topografi, kelerengan dan kondisi hidrologi, dapat disimpulkan berbagai karakter lahan di Provinsi Jambi: ini adalah sebagai berikut :

a) Pertanian lahan basah (LB), luasnya 684,060 hektar atau 13,96 % dari total luas daratan Provinsi Jambi, dengan kemiringan 0-3 % dan ketinggian 0-10 m dpl. Terdapat di wilayah timur bagian utara sepanjang pesisir pantai dan bagian wilayah tengah yang merupakan WS Batanghari dan sub WS nya.

b) Pertanian lahan kering dataran rendah sampai sedang (LKDR) luasnya 2.747.105 hektar atau 56,08% dari luas total daratan Provinsi Jambi dengan kemiringan 3-12 % dan ketinggian 10-100 m dpl. Terdapat di wilayah timur bagian selatan (Tanjung Jabung Timur), sebagian besar wilayah tengah kecuali WS (Kota Jambi, Batanghari, Bungo, Tebo bagian tengah dan selatan) dan wilayah barat (Sarolangun, Merangin bagian selatan dan Kerinci bagian tengah).

c) Pertanian lahan kering dataran tinggi (LKDT) luasnya 903.180 hektar atau 18,44 % dari total luas Provinsi Jambi dengan kemiringan 12-40 % dan ketinggian 100-500 m dpl. Umumnya terdapat di wilayah barat (seluruh Kerinci kecuali bagian tengah, Sarolangun-Merangin bagian utara dan barat serta Bungo, Tebo bagian barat dan utara). Sedangkan sisanya 11,53 % merupakan dataran tinggi dengan ketinggian di atas 500 m dpl merupakan daerah pegunungan dari rangkaian pegunungan bukit barisan yang membujur di sebelah barat wilayah Provinsi Jambi.

Berdasarkan karakter komplek ekologinya, perkembangan kawasan budidaya khususnya untuk pertanian terbagi atas tiga daerah yaitu kelompok ekologi hulu, tengah dan hilir. Masing-masing memiliki karakter khusus, dimana pada komplek ekologi hulu merupakan daerah yang terdapat kawasan lindung, ekologi tengah merupakan kawasan budidaya dengan ragam kegiatan yang sangat bervariasi dan komplek ekologi hilir merupakan kawasan budidaya dengan penerapan teknologi tata air untuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap.

Page 26: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐18 

 

Tabel 1.4 Karakter Lahan Pertanian di Provinsi Jambi

Karakter lahan pertanian 

Uraian LB  LKDR  LKDT 

Proporsi  luas Lahan 

18,41 %  53,87 %  18,71 % 

Kemiringan  0‐3 %  3‐12 %  12‐40 % 

Topografi  0‐10 m dpl  10‐100 m dpl  100‐500 m dpl 

Penggunaan  lahan eksisting 

Hutan rawa Hutan bakau, nipah Semak belukar Sawah tanda hujan Sawah pasang surut  Sawah irigasi Kebun kelapa Permukiman Hutan lindung 

Hutan primer Ladang berpindah Karet rakyat Hultikultura Sawah irigasi Kelapa sawit Permukiman Hutan lindung 

Hutan primer Ladang berpindah Perkebunan  kayu manis Hultikultura Sawah irigasi Semak belukar Permukiman Hutan lindung 

Upaya pemanfaatan lahan 

Input  teknologi  menengah tinggi 

 Ketersediaan unsur hara  Keterbatasan  lahan karena  hutan lindung 

Komoditi  potensial  

Sawah pasang susut Sawah tandah hujan Sawah irigasi Palawija, hultikultura Kebun kelapa, kopi kakao Perikanan laut & tambak 

Sawah irigasi Palawija Hortikultura Peternakan Perkebunan sawit Karet, kopi, kakao Perikanan  kolam  dan tambak 

Kayu  Manis (Casiavera) Sawah irigasi Holtikultura Kopi Perikanan kolam 

Cukupan wilayah 

Tanjung  Jabung  Barat  dan Timur WS Batang Hari 

Tanjab Timur Kota Jambi Batanghari Bungo,  Tebo  tengah  & selatan Sarolangun 

Kerinci  kecuali bagian tengah Bungo,  Tebo  Barat dan Utara Sarolangun  utara dan barat 

Keterangan : LB : Lahan Basah LKDR : Lahan Kering Dataran Rendah LKDT : Lahan Kering Dataran Tinggi

Sumber: Hasil Analisis , 2010

Di luar hutan, penggunaan lahan Provinsi Jambi masih didominasi oleh perkebunan karet dengan kontribusi sebesar 26,20%. Diikuti oleh perkebunan sawit sebanyak 19,22%. Sisanya berturut-turut terlihat pada tabel 1.9 di bawah.

Page 27: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐19 

 

Tabel 1.5. Penggunaan Lahan Tahun 2009

No  Jenis Penggunaan  Luas (Ha)  Persentase 

1  Lahan Permukiman    49,631   1.01% 

2  Sawah Tadah Hujan    126,662   2.58% 

3  Tegalan/Ladang    117,516   2.40% 

4  Kebun Campuran    112,787   2.30% 

5  Kebun Karet    1,284,003   26.20% 

6  Kebun Sawit    941,565   19.22% 

7  Kebun Kulit Manis    93,609   1.91% 

8  Kebun teh    4,691   0.10% 

9  Semak dan alang‐alang    87,177   1.78% 

10  Hutan Lebat    1,433,470   29.25% 

11  Hutan Belukar    413,406   8.44% 

12  Hutan Sejenis    187,704   3.83% 

13  Lain‐lain    47,757   0.97% 

   Jumlah  4,899,978   100.00% 

Sumber: Hasil Analisis, 2010

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2010 sebanyak 3.092.265 jiwa, meningkat 28,11% dibandingkan satu dasawarsa sebelumnya yang berjumlah 2.413.846 jiwa, dan telah berubah sebesar 207,36% sejak Sensus Penduduk pertama kali diadakan pada tahun 1971, seperti tertera pada tabel 1.2.

Tabel 1.6. Perubahan Penduduk Provinsi Jambi

Tahun 1971 – 2010

Tahun  Penduduk  % Perubahan 

1971  1,006,084  ‐ 

1980  1,445,994  43.73% 

1990  2,020,568  39.74% 

2000  2,413,846  19.46% 

2010  3,092,265  28.11% 

Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000, 2010

Sedangkan laju pertumbuhan tiap dasawarsa menunjukkan kondisi fluktuatif dengan tren cenderung menurun seperti pada tabel 1.3, dan pada tahun 2030 diperkirakan laju pertumbuhan di Provinsi Jambi tidak akan melebihi angka 1,5% per tahun sebagaimana terlihat pada gambar I.1.

Page 28: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐20 

 

Tabel 1.7.

Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 1971 – 2010

Tahun  Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun 

1971‐1980  4.07 

1980‐1990  3.40 

1990‐2000  1.84 

2000‐2010  2.55 

Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980 , 1990 , 2000 , dan 2010 

 

Gambar 1.1. Trend dan Perkiraan Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 1971

– 2010.(Sumber BPS Provinsi Jambi. Diolah)

Sementara itu, melihat data perubahan penduduk dalam Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi dalam satu dasawarsa, hingga tahun 2010 Kota Jambi memiliki jumlah penduduk terbesar di Provinsi Jambi yakni 531.857 jiwa atau 17,20%, sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kota Sungai Penuh dengan jumlah 82.293 jiwa atau 2,66%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar I.2.

Page 29: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐21 

 

Gambar 1.2 Perubahan Penduduk Provinsi Jambi dirinci per Kabupaten/Kota Tahun 2000 – 2010. (Sumber BPS. Diolah)

Berdasarkan hasil analisis tren, diperkirakan jumlah penduduk di Provinsi Jambi pada tahun 2030 mencapai lebih dari 4,5 juta jiwa. Angka proyeksi penduduk dari tahun 2000 hingga tahun 2030 dapat dilihat pada gambar 1.3.

Gambar I.3 Tren dan Proyeksi Jumlah Penduduk Provinsi Jambi Tahun 2030. (Sumber : BPS Provinsi Jambi. Diolah).

Page 30: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐22 

 

Kepadatan penduduk menggambarkan jumlah penduduk dibandingkan dengan luas wilayah. Berdasarkan luas daratan Provinsi Jambi rata-rata kepadatan penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2010 adalah 63 jiwa/km2. Pada tahun 2030 diproyeksi memiliki kepadatan rata-rata sebesar 99 jiwa/km2. Perkembangan kepadatan penduduk ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidak merata.

Ada kecenderungan kepadatan penduduk yang besar terdapat di daerah perkotaan. Kota Jambi yang sekaligus sebagai ibu kota Provinsi Jambi merupakan daerah terpadat penduduknya yaitu 3.570 jiwa/km2, sedangkan daerah yang relatif jarang penduduknya adalah Kabupaten Merangin yaitu 53 jiwa/km2.

Perincian dan penyebaran kepadatan penduduk pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel 1.5.

Tabel 1.8.

Luas Wilayah dan Proyeksi Kepadatan Penduduk di Provinsi Jambi Tahun 2030

Kepadatan No  Kabupaten/ Kota 

Luas Daratan (Km²) 

Jumlah Kec. 

2010  2030* 

1  Kerinci  3,334.99  12  229,495  69  370,000  111 

2  Merangin  7,508.23  24  333,206  44  400,000  53 

3  Sarolangun  5,948.73  10  246,245  41  365,000  61 

4  Bungo  4,673.16  17  303,135  65  455,000  97 

5  Tebo  6,205.81  12  297,735  48  375,000  60 

6  Batanghari  5,536.86  8  241,334  44  345,000  62 

7  Muaro Jambi  5,321.67  11  342,952  64  705,000  132 

8  Tanjung Jabung Barat  4,990.95  13  278,741  56  460,000  92 

9  Tanjung Jabung Timur  4,943.36  11  205,272  42  285,000  58 

10  Kota Sungai Penuh  353.76  5  82,293  233  125,000  353 

11  Kota Jambi  172.26  8  531,857  3,088  615,000  3,570 

Jumlah  48,989.78  131  3,092,265  63  4,500,000  99 

*Proyeksi Sumber : BPS Provinsi Jambi 2000 – 2010. Diolah.

Page 31: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐23 

 

Page 32: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐24 

 

Di Provinsi Jambi terdapat beberapa daerah yang dikategorikan sebagai daerah rawan bencana yaitu :

Bencana geologi di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai penuh dan Kabupaten Merangin yang berupa amblasan, longsoran, gempa tektonik dan ancaman letusan gunung berapi (vulkanik).

Berdasarkan data yang sangat terbatas dari penelitian penelitian batas-batas daerah bahaya sementara pada Gunung Kerinci, yaitu :

A. Daerah Bahaya

Daerah bahaya Gunung Kerinci adalah suatu daerah disekitar lereng gunung ini, bilamana kegiatannya meningkat (terjadi letusan) akan tertimpa awan panas letusan, bahaya vulkanik yang mematikan.

Jika kegiatan gunung ini meningkat, seluruh wilayah daerah bahaya harus dikosongkan.

B. Daerah Waspada

Daerah waspada Gunung Kerinci adalah suatu daerah disekitar lereng gunung ini bilamana kegiatan gunung meningkat (terjadi letusan) akan tertimpa lapili (kerikil vulkanik) dan abu, ataupun jika di puncak gunung terjadi hujan setelah adanya kegiatan (letusan) daerah ini akan terserang lahar hujan.

Bencana banjir yaitu di Kota Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Sarolangun dan beberapa kabupaten lainnya yang merupakan kejadian rutin di setiap musim hujan.

Bencana Kebakaran, terjadi di Kota Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Merangin.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi yang digambarkan oleh PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 2000 hingga tahun 2010 rata-rata pertumbuhannya 6,20 persen per tahun. Secara runtun pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada tahun 2001 sebesar 6,65 persen, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2002 sebesar 5,86 persen; pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 5 persen dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 5,38 persen serta pada tahun 2005 sebesar 5,57 persen.

Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi sebesar 5,89 persen; pada tahun 2007 meningkat menjadi sebesar 6,82 persen; dan pada tahun 2008 sebesar 7,16 persen. Pada tahun 2009 mengalami penurunan kembali menjadi 6,37 persen dan tahun 2010 kembali meningkat menjadi 7,30 persen. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Gambar I.4.

Page 33: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐25 

 

Gambar I.4 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi Tahun 2001 – 2010

Melihat data pertumbuhan ekonomi di atas, dapat diproyeksikan bahwa angka pertumbuhan ini masih relatif stabil untuk 20 tahun ke depan.

Mencermati data perkembangan perekonomian di Provinsi Jambi, hingga tahun 2009, sektor pertanian masih mendominasi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jambi. Meskipun pada tahun 2008 sektor Pertambangan dan Penggalian sempat unggul, menggeser peran sektor Pertanian. Pada tahun 2009, kontribusi sektor Pertanian mencapai 26,51 persen. Sub sektor Tanaman Perkebunan memberi sumbangan tertinggi terhadap sektor ini setiap tahunnya, dari tahun 2006 hingga tahun 2009 sumbangannya berturut-turut : 13,16 persen (tahun 2006), 12,24 persen (tahun 2007), 11,27 persen (tahun 2008) dan 12,21 persen pada tahun 2009 .

Sektor penyumbang terbesar kedua dalam perekonomian Jambi adalah Pertambangan dan Penggalian dengan peranannya sebesar 18,15 persen di tahun 2009 dan sub sektor Minyak dan Gas Bumi memberi sumbangan tertinggi yaitu 15,42 persen terhadap sektor ini.

Sektor-sektor lain juga tak kalah pentingnya dalam menyumbang PDRB provinsi Jambi dan peranannya pun cukup signifikan. Seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2009 berperan sebesar 15,19 persen sebagai penyumbang terbesar ketiga dalam pembentukan PDRB.

Peranan sektor Industri Pengolahan pada tahun 2009 menduduki tempat ke empat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Peranan sektor Industri Pengolahan tahun 2009 sebesar 11,85 persen.

Sektor Jasa-jasa berperan sebesar 10,30 persen; sektor Pengangkutan dan komunikasi sebesar 7,08 persen. Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang pada tahun 2009 pertumbuhannya sangat tinggi (17,85 persen), peranannya hanya sebesar 5,24 persen terhadap PDRB. Selanjutnya peranan Sektor Bangunan sebesar 4,82 persen.

Sektor Listrik dan air bersih memberi kontribusi terkecil dalam PDRB Provinsi Jambi, yakni 0,86 persen, meski demikian sub sektor ini merupakan penunjang sektor-sektor lainnya.

Sumbangan sektor ekonomi tanpa migas terhadap PDRB provinsi Jambi tahun 2009, ternyata diatas 80% walaupun sempat dibawah 80% pada tahun 2008. Pada tahun 2006 sebesar 84,72 persen, kemudian terus menurun pada tahun 2007 menjadi

Page 34: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐26 

 

sebesar 81,66 persen, tahun 2008 turun sebesar 76,17 persen dan pada tahun 2009 menjadi 83,50 persen.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dapat digambarkan kondisi struktur ekonomi Provinsi Jambi, untuk sektor primer cenderung meningkat trennya, sementara sektor sekunder dan tersier cenderung menurun seperti pada tabel 1.10.

Tabel I.9. Tren Perubahan Struktur Ekonomi Provinsi Jambi 1999 – 2009 (dalam persen)

Sekto

r 199

9 200

4 200

9 Tr

en

Primer

35.75

38.20

44.66

Sekunder

20.85

19.46

16.05

Tersier

43.40

42.34

39.29

Jumlah

100.00

100.00

100.00

Sumber: RPJP Prov. Jambi 2005 – 2025; BPS. Diolah

Dengan struktur ekonomi yang didukung oleh kegiatan primer dan sekunder yang berimbang serta ditunjang kegiatan tersier yang berkembang cepat di Kota Jambi dan beberapa kota lainnya, maka pertumbuhan perekonomian di Provinsi Jambi memiliki prospek yang lebih baik di masa datang.

Kawasan yang berkembang cepat dengan ciri perekonomian perkotaan terutama berkembang di kawasan Kota Jambi, Kota Sungai Penuh dan sekitarnya, Muara Bungo dan sekitarnya, serta Kuala Tungkal dan sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut secara ekonomi berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa perkotaan bagi daerah belakang di Provinsi Jambi dan juga di daerah perbatasan dengan provinsi lain.

Disektor pertanian, subsektor perkebunan baik rakyat maupun besar menjadi sektor andalan Provinsi Jambi terutama wilayah potensial di setiap kabupaten. Sub sektor ini akan mempengaruhi pembentukan basis ekonomi Provinsi Jambi, baik dari segi ekspor maupun arah pengembangan industri, serta orientasi penyediaan jasa perdagangan, maupun perbankan.

Subsektor perikanan yang memiliki prospek di Provinsi Jambi perlu dikelola secara optimal, baik dari segi penangkapan maupun pemasaran. Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk memberdayakan subsektor perikanan sebagai bagian dari pemanfaatan sumberdaya kelautan, maka dukungan terhadap pengembangan subsektor perikanan akan lebih besar. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Provinsi Jambi tahun 2008 tercatat 7,48% dan meningkat menjadi 8,57% pada tahun 2009.

Page 35: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐27 

 

Sektor industri berkembang di Kawasan Kota Jambi, dan disusul dua kawasan lainnya yakni Muaro Jambi dan Kuala Tungkal serta di beberapa kabupaten lainnya seperti Kabupaten Bungo dan Merangin. Sektor industri semula di dominasi oleh industri sedang dan menengah, akan segera disusul dengan perkembangan industri kecil di perdesaan. Pengembangan industri dimasa datang lebih di fokuskan pada agroindustri yang dapat memanfaatkan hasil produksi pertanian namun dalam jangka panjang, pengembangan industri besar dipacu untuk peningkatan pendapatan daerah dengan nilai tambah yang lebih besar.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran tercatat tumbuh dengan pesat namun kontribusinya terhadap PDRB relatif kecil. Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDRB Provinsi Jambi tahun 2008 tercatat 3,99% dan meningkat menjadi 7,56% pada tahun 2009.

Dengan kedudukan Provinsi Jambi baik secara internal maupun regional, terutama berpeluang sebagai pusat pelayanan untuk kawasan Sumatera bagian tengah, sektor perdagangan, hotel dan restoran ini diharapkan berkembang cukup pesat.

Sektor pengangkutan dan komunikasi selama ini belum memberikan sumbangan yang berarti bagi pembentukan PRDB Provinsi Jambi. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2009 tumbuh sebesar 5,81 persen, naik dibanding pertumbuhan tahun 2008 yang tumbuh sebesar 3,37 persen. Subsektor angkutan udara laju pertumbuhannya terbesar di sektor Pengangkutan dan Komunikasi yaitu sebesar 17,95 persen. Sub sektor angkutan jalan raya tumbuh sebesar 4,85 persen lebih tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,40 persen. Sub sektor angkutan laut dan angkutan sungai, masing-masing tumbuh sebesar 4,33 persen dan 1,52 persen. Disisi lain pesatnya bisnis telekomunikasi yang ditandai dengan banyaknya pengguna telepon seluler di Provinsi Jambi, mengakibatkan sub sektor komunikasi mengalami laju pertumbuhan sebesar 6,96 persen, lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2008 yang sebesar 4,23 persen.

Basis perekonomian yang semakin kuat akan berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan sektor pengangkutan dan komunikasi dalam menunjang kegiatan perekonomian di Provinsi Jambi. Peran sektor ini diperkirakan akan segera meningkat sejalan dengan akan dioperasionalkannya pelabuhan Muara Sabak.

Berdasarkan perkembangan ekonomi yang terjadi hingga tahun 2009, wilayah potensial untuk kegiatan pertanian dan industri adalah sebagai berikut:

Page 36: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

I‐28 

 

Tabel. 1.9 Wilayah Potensial Untuk Pertanian dan Industri di Provinsi Jambi

Sub Sektor  Jenis Kegiatan  Wilayah 

Pertanian  Tanaman Pangan 

Persawahan/Padi  Kabupaten  Kerinci,    Tanjung  Jabung Timur  dan  Tanjung  Jabung  Barat, Merangin, Tebo, Bungo, dan Sarolangun 

  Hortikultura/Palawija  Kabupaten  Kerinci,  Sungai  Penuh. Merangin,  Sarolangun    dan  Muara Jambi    

Perkebunan  Perkebunan besar/swasta  dan perkebunan Rakyat 

Karet :  Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tebo, Bungo,  Sarolangun  ,  Muara  Jambi, Merangin dan Batanghari Kelapa Sawit :  Kabupaten  Tanjung  Jabung  Barat, Tanjung  Jabung    Timur,  Tebo,  Bungo, Muara  Jambi  dan  Batanghari, Sarolangun, dan Merangin Kopi : Kabupaten  Merangin,  Sarolangun  dan Kerinci Casiavera: Kabupaten  Kerinci,  Merangin  dan Sarolangun Kelapa Dalam: Kabupaten  Tanjung  Jabung  Barat  dan Tanjung Jabung Timur 

Peternakan  Ternak Besar/Kecil  Semua wilayah kabupaten 

Perikanan  Perikanan Tangkap  Kabupaten  Tanjung  Jabung  Barat  dan Tanjung Jabung Timur 

  Perikanan Budidaya  Semua Kabupaten 

Industri  Industri  besar, menengah  

Kota  Jambi,  Muara  Jambi,  Tanjung Jabung  Timur,  Merangin  dan  Tanjung Jabung Barat 

  Industri kecil  Semua Kabupaten/Kota 

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 37: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  II‐1

2 BAB II PELINGKUPAN

2.1. Proses Pelingkupan

 

Pelingkupan dilakukan dengan menggunakan metode workshop, dengan tujuan 

menetapkan Tujuan dan Mengidentifikasi Isu‐Isu Strategis KLHS RTRW Provinsi Jambi. 

Workshop  Pelingkupan  digunakan  juga  sebagai  momentum  awal  pelaksanaan  KLHS 

dengan mengumumkan  pelaksanaan  KLHS  kepada  pemangku  kepentingan. Workshop 

pelingkupan  dilaksanakan  pada  tanggal  26‐28  Juli  2011  yang  dihadiri  oleh  para 

pemangku  kepentingan  baik  dari  pemerintah  pusat  maupun  pemerintah  daerah  di 

Provinsi Jambi dan dibuka oleh Wakil Gubernur Jambi.  

Workshop  diisi  dengan  kegiatan  pemaparan  kebijakan,  rencana  dan  program 

(KRP)  terkait  Provinsi  Jambi,  yaitu  Raperpres  RTR  Pulau  Sumatera  oleh  KemPU,  Visi 

Jambi  dalam  Roadmap  Ekosistem  Sumatera  oleh  WWF  Indonesia,  Hasil  kerja  Tim 

Terpadu  Kemenhut  dan  Rancangan  Akhir  RTRW  Provinsi  Jambi  serta  RPJM  Provinsi 

Jambi. Dengan paparan  ini diharapkan para pemangku kepentingan bisa mendapatkan 

informasi yang utuh mengenai KRP yang terkait di Provinsi Jambi. 

 Berikutnya  identifikasi  isu‐isu  strategis  dilakukan  oleh  para  pemangku 

kepentingan,  dengan  menggunakan  metode  metaplan  memberikan  kesempatan            

seluas‐luasnya untuk menyampaikan berbagai isu di Provinsi Jambi. Dalam proses terjadi 

interaksi yang baik diantara pemangku kepentingan hingga didapatkan  isu‐isu strategis 

hipotetis.  Disebut  hipotetis,  karena  dirasa  perlu  untuk  menunggu  tahapan  analisis 

baseline data untuk memastikan bahwa isu‐isu tersebut sifatnya benar‐benar strategis. 

 

Gambar 2-1 Diagram Proses Pelingkupan

Pra PelingkupanTim KLHS Provinsi Jambi Isu Strategis

Menetapkan Tujuan  KLHS

Isu Strategis Hipotetik

Identifikasi Pemangku Kegiatan  

Workshop Pelingkupan 

Diskusi Pemangku Kepentingan 

Pemantapan Tujuan KLHS 

Daftar Panjang Isu‐Isu Hipotetis 

Page 38: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  II‐2

2.2. Hasil Pelingkupan

Usulan tujuan KLHS RTRW Provinsi Jambi yang dirumuskan oleh Tim KLHS RTRW Provinsi Jambi dapat diterima oleh para pemangku kepentingan, sehingga memutuskan bahwa tujuan KLHS RTRW Provinsi Jambi adalah:

Dengan berdasarkan pada tujuan tersebut maka diidentifikasi isu-isu yang disebut sebagai isu-isu hipotetis terdiri dari 3 (tiga) kelompok besar, yaitu: Ketersediaan dan kualitas infrastruktur, Kemiskinan, dan Degradasi Lahan dan Sumber daya Hutan.

Untuk mengidentifikasi isu-isu strategis dari isu-isu hipotetis hasil workshop pelingkupan, maka pada tahapan selanjutnya dilakukan analisis baseline data. Hasil baseline data dan isu-isu hipotetis dikonfirmasikan kembali kepada pemangku kepentingan pada workshop pengkajian sehingga diperoleh 5 (lima) isu strategis (box kuning), dengan berbagai pertimbangan dan diskusi para pemangku kepentingan akhirnya disepakati bahwa isu strategis KLHS RTRW Provinsi Jambi Tahun 2011 adalah (1) Jalur Distribusi dan (2) Alih Fungsi Lahan. Dengan adanya kespakatan isu-isu strategis ini maka proses pelingkupan sudah selesai dan dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya.

 Isu-Isu Hipotetis

Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur 

1.1. Transportasi  

1.2. Energi  

1.3. Pasar  

1.4. Telekomunikasi  

Kemiskinan    

2.1. Kemiskinan Masyarakat Petani  

2.2. Pelayanan Kebutuhan Dasar  

2.3. Ketersediaan Pangan  

2.4. Kesetaraan Gender  

2.5. Penurunan Kearifan Lokal  

Degradasi Lahan dan Sumber daya   

Hutan  

3.1. Kerusakan Lahan  

3.2. Alih Fungsi Kawasan Hutan  

3.3. Eksploitasi SDA berlebihan  

3.4. Biodiversitas  

3.5. Habitat dan koridor satwa  

3.6. Terancamnya Spesies langka  

3.7. Konflik Lahan  

3.8. Pencemaran  

Isu-Isu strategis

1. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur

2. Aksesibilitas 3. Energi 4. Kemiskinan 5. Degradasi lahan dan hutan

KESEPAKATAN ISU STRATEGIS

1. Jalur distribusi 2. Alih fungsi lahan

Memastikan terintegrasinya RTR Pulau Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS

Memastikan terintegrasinya Visi Jambi dalam Road Map Penyelamatan Ekosistem Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS

Memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan terintegrasi ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS

Page 39: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐1

3 BAB III ANALISIS BASE LINE

3.1. Proses Analisis Baseline

Analisis baseline dilakukan untuk mendapatkan gambaran saat ini dari setiap isu-isu hipotetis yang telah diidentifikasi. Analisis baseline tidak memerlukan data primer, namun menggunakan data dan informasi yang sudah ada sebelumnya baik data dari instansi pemerintah maupun dari lembaga non pemerintah yang melakukan penelitian-penelitian. Optimalisasi data sekunder menjadi sangat penting dalam proses analisis. Baseline harus dapat menggambarkan pola/tren dari sebuah isu dari masa lalu, ke masa sekarang dan prediksi 20 tahun ke depan (untuk KLHS RTRW), sehingga memerlukan data/informasi yang bersifat time series.

KLHS Provinsi Jambi mengandalkan data tabuler dari Bappeda, BLHD dan beberapa SKPD lainnya. Sedangkan data spasial mengandalkan informasi dari Bappeda, narasumber dari Universitas Jambi, LSM lokal Jambi dan secara khusus WWF Indonesia. Hasil analisis baseline dikonfirmasikan kepada pemangku kepentingan pada saat workshop pengkajian, untuk memeriksa validitas data. Pada saat workshop pengkajian ada beberapa data dan informasi yang ditambahkan oleh pemangku kepentingan, diantaranya adalah lokasi-lokasi konflik lahan yang ditambahkan oleh Walhi.

3.2. Analisis Baseline

3.2.1. Transportasi

Sebagian jalan di Provinsi Jambi merupakan jalur lintas tengah Sumatera yang menghubungkan kota dan kabupaten di Pulau Sumatera. Berdasarkan data dari Dinas PU Provinsi Jambi Tahun 2007, ruas panjang jalan yang berstatus jalan nasional dan jalan provinsi adalah sepanjang 2.387,08 km. Panjang jalan yang berstatus jalan provinsi sepanjang 1566,68 km, dimana prosentase jalan dalam kondisi baik sebesar 31,62 %, sedang 36,55%, rusak ringan 19,12%, rusak berat 12,71%. Adapun jalan yang berstatus jalan nasional adalah sepanjang 820,40 km, dimana yang berada dalam kondisi baik adalah sebesar 55,69 %, sedang 23,59%, rusak ringan 16,14 %, rusak berat 4,58 %.

Pada Tahun 2010, menurut data dari Dinas PU Provinsi Jambi, panjang ruas jalan yang berstatus jalan nasional dan jalan provinsi adalah sepanjang 2.416,99 km. Panjang jalan provinsi adalah sepanjang 1.480,51 km, dimana yang berada dalam kondisi baik adalah sebesar 27,27 %, sedang 30,38%, rusak ringan 23,49%, rusak berat 18,86%. Adapun ruas jalan nasional, dari 936,480 km yang ada di Provinsi Jambi hanya 33,42 % yang berada dalam kondisi baik. Sisanya 49,36% dalam kondisi sedang, 11,96 %, rusak ringan dan 5,26 % rusak berat .

Page 40: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐2

Gambar 3-1 Kondisi jalan Provinsi Jambi Tahun 2007 dan 2010

Gambar 3-2 Peta kondisi jalan di Provinsi Jambi

Memperhatikan trend prosentase kerusakan jalan terlihat, bahwa prosentase jalan yang berada dalam kondisi baik terus menurun, hal ini berimplikasi pada terhambatnya distribusi produk-produk Provinsi Jambi ke pasar wilayah maupun regional. Kondisi di atas disebabkan oleh moda transportasi darat merupakan moda utama atau satu-satunya yang digunakan di Provinsi Jambi. Selanjutnya meningkatnya prosentase jalan dalam kondisi rusak salah satunya adalah karena seimbangnya kemampuan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menangani kerusakan jalan dengan laju kerusakan jalan. Sebagaimana diketahui, penanganan jalan dan jembatan merupakan komponen termahal dalam penanganan infrastruktur wilayah di Provinsi Jambi dan membutuhkan anggaran yang sangat besar.

Page 41: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐3

Selain keterbatasan anggaran, permasalahan utama lainnya adalah kurangnya sarana prasarana, kondisi lapangan (topografi), keadaan iklim, usia dan kapasitas konstruksi, serta kurang efisiennya penanganan kerusakan jalan pada ruas-ruas jalan fungsional milik provinsi akibat laju tingkat kerusakan yang disebabkan oleh overload nya kapasitas konstruksi dibanding muatan dan Laju Harian Rerata (LHR) pada hampir seluruh ruas jalan di Provinsi Jambi.

3.2.2. Energi

Cakupan layanan listrik di Provinsi Jambi pada Tahun 2006 telah mencapai 80,40%. Kondisi ini meningkat menjadi 84,39% pada Tahun 2009. Sedangkan untuk persentase pengguna listrik serta Ratio Elektrisitas Provinsi Jambi juga secara bertahap setiap tahunnya mengalami peningkatan hingga pada Tahun 2009 tercapai 76,43%.

Konsumsi energi di Provinsi Jambi s.d. Agustus Tahun 2010 adalah sebesar 491,23 GWh dengan rata-rata konsumsi per bulan sebesar 61,90 GWh diprediksi konsumsi pada Tahun 2010 mencapai 740 GWh. Dengan demikian beban puncak sistem pada bulan Mei adalah sebesar 107 MW, pasokan energy disajikan pada Tabel 3-2.

Tabel 3-1 Potensi Energi

No Potensi Jumlah 1 GI Aur Duri, Kapasitas GI Aur Duri, Kapasitas 2 x 30 MVA

2 GI Payo Selincah, kapasitas 2 x 30 MVA 3 GI Muara Bulian, Kapasitas 2 x 30 MVA 4 GI Aur Duri, Kapasitas 2 x 30 MVA

5 GI Payo Selincah, kapasitas 2 x 30 MVA 6 GI Payo Selincah, kapasitas 2 x 60 MVA 7 GI Muara Bulian, Kapasitas 2 x 30 MVA Sumber : ESDM, 2010.

Daya mampu pembangkit yang ada di Sistem Jambi sebesar 76,7 MW, dengan demikian maka terdapat deficit daya sebesar 30,3 MW

Masih rendahnya tingkat elektrifikasi dan defisit daya di Provinsi Jambi memerlukan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya. Pemprov jambi menargetkan pada tahun 2015 tingkat elektrifikasi mencapai 82%. Sumberdaya yang telah dimanfaatkan untuk memenuhi target ini antara lain adalah PLTU dengan bahan baku Batu Bara seperti di Kabupaten Sarolangun dan Bungo

Selain itu, juga telah tersedia Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang tersebar yang sudah beroperasi di Merangin dan Bungo yang secara keseluruhan berjumlah 8 unit dengan kapasitas mencapai 390 KV, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sarolangun. Sedangkan kedepan, Provinsi Jambi memiliki potensi PLTMH yang belum dikembangkan dengan kapasitas sebesar 4.461,6 KW berada di 21 titik lokasi.

Page 42: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐4

Tabel 3-2 Lokasi dan Kapasitas Energi

No Kabupaten Lokasi Kapasitas

(KVA) Keterangan

1. Desa Dusun Tua, Kec. Lembah Masurai,

60 Beroperasi

2. Desa Baru, Kec. Jangkat, 20 Beroperasi

3. Desa Gedang, Kec. Jangkat 50 Beroperasi

4. DesaTalang Tembago, Kec, Jangkat

50

5. Desa Rantau Suli, Kec. Jangkat 50 Beroperasi

1 MERANGIN

6. Desa Koto Rami Kec. Lembah Masurai

60 Beroperasi

7. Desa Renah Sungai Besar, Kec. Lembur Lubuk Mingkuang,

50 Beroperasi 2 BUNGO

8. Desa Renah Sungai Ipuh, Kec. Lembur Lubuk Mingkuang,

50 Beroperasi

T O T A L 390

3.2.3. Kemiskinan

Kemiskinan masyarakat petani dapat dilihat dari beberapa data antara lain adalah: tingkat kemiskinan di daerah pedesaan karena sebagian besar dari penduduk di wilayah pedesaan menggantungkan hidupmya dari sektor pertanian. Data dua tahun terakhir menunjukkan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan justru mengalami peningkatan dari 6,67% meningkat menjadi 7,53%, sehingga memberikan kontribusi terhadap peningkatan total tingkat kemiskinan di Provinsi Jambi dari 8,34 pada Tahun 2010 menjadi 8,65%.

Tabel 3-3Tingkat kemiskinan di Provinsi Jambi (2010-2011)

Data Kemiskinan Maret 2010 Maret 2011

Urban 11,80 11,19

Rural 6,67 7,53

Urban+Rural 8,34 8,65

GarisKemiskinan Urban 262.826 294.522

Rural 193.834 219.144

Urban+Rural 216.187 242.272 Sumber: BPS Jambi, 2011

Meningkatnya tingkat kemiskinan di daerah pedesaan erat kaitan dengan pola kemilikan lahan yang terjadi di daerah pedesaan. Dewasa ini dengan menggunakan kekuatan uang (money power) penduduk kota berduyun-duyun membeli lahan di pedesaan untuk dijadikan lahan perkebunan dalam skala yang lebih luas, sebaliknya penduduk pedesaan yang nota bene adalah petani kecil semakin berkurang aset mereka yang paling berharga yakni lahan pertanian. Hal inil memberikan andil yang besar bagi kemiskinan di daerah pedesaan yang nota bene adalah masyarakat petani.

Page 43: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐5

Kemiskinan pada masyarakat petani juga dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang mengalami penurunan dari 96,41% pada Tahun 2010 turun menjadi 96,22% pada tahun 2011. Masih rendahnya NTP jambi mencerminkan masih rendahnya tingkat kesejahtera para petani dimana biaya yang dikeluarkan petani lebih besar dari hasil usahatani mereka. Kondisi ini semakin diperparah oleh tingkat inflasi Provinsi jambi yang relatif tinggi yakni sebesar 10,52%.

Gambar 3-3 Nilai Tukar petani (NTP) Provinsi Jambi November-Desember Tahun 2010

Dari penjelasan di atas dapat ditarik intisari, bahwa kemiskinan di pedesaan di Provinsi Jambi semakin meningkat disebabkan oleh semakin berkurangnya kepemilikan lahan pertanian serta semakin masih rendahnya NTP

3.2.4. Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan, perdagangan pangan, mekanisme pasar, stok yang dimiliki pedagang, cadangan pemerintah dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya di wilayah tersebut.

Dari sembilan wilayah kabupaten di Provinsi Jambi masih terkategori deficit rendah ketersediaan bahan pangan, sementara sisa nya telah menunjukkan surplus bervariasi dari surplus rendah satu kabupaten, mengalami sedang 4 (empat) kabupaten serta surplus tinggi 2 (dua) kabupaten. Dua kabupaten yang tergolong surplus tinggi adalah Kabupaten kerinci dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang merupakan dua kabupaten yang menjadi lumbung pangan Provinsi Jambi. Seperti yang tergambar pada table berikut ini:

Page 44: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐6

Tabel 3-4 Ketersediaan Bahan Pangan (Beras, Jagung dan Umbi-umbian) PROVINSI

JAMBI Tahun 2007 S.D 2009

NO Kabupaten POPULASI KETER-SEDIAAN

IAV RAV

1. Kerinci 136.550 1.451,07 0,21 Surplus tinggi 2. Merangin 44.759 523,72 0,57 Surplus sedang 3. Sarolangun 31.529 554,47 0,54 Surplus sedang 4. Batang Hari 23.738 290,32 1,03 Defisit rendah 5. Muaro Jambi 35.483 382,97 0,78 Surplus rendah 6. Tanjung Jabung Timur 70705 871.19 0,34 Surplus tinggi 7. Tanjung Jabung Barat 42143 502.13 0,60 Surplus sedang 8. Tebo 20883 294.69 1,02 Defisit rendah 9. Bungo 24262 447.25 0,67 Surplus sedang

Sumber: Jambi Dalam Angka, BPS, analisis data, 2010.

Rendahnya kualitas ketersediaan bahan pangan secara tolal pada dua kabupaten yang tergolong defisit lebih disebabkan oleh daya dukung sumberdaya lahan pangan di kabupaten tersebut relative terbatas jika dibandingkan dengan wilayah kabupaten lain di Provinsi Jambi,

Ancaman bagi peningkatan produktifitas tanaman penghasil bahan pangan di tingkat petani menunjukkan indikasi relatif stagnan karena terbatasnya kemampuan produksi, penurunan kapasitas petani, serta kualitas penyuluhan pertanian yang masih kurang.

Semakin terbatasnya kapasitas produksi pangan disebabkan oleh:

a. berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian

b. menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan c. semakin terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air untuk ketersediaan air

untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan d. rusaknya sejumlah prasarana pengairan karena termakan usia dan salah

konstruksi e. persaingan pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan

pemukiman

Page 45: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐7

f. kerusakan yang disebabkan oleh kekeringan maupun banjir semakin tinggi karena fungsi perlindungan alamiah sudah sangat berkurang

g. masih tingginya proporsi kehilangan hasil panen pada proses produksi, penanganan hasil panen dan pengolahan pasca panen, masih menjadi kendala yang menyebabkan penurunan kemampuan penyediaan pangan dengan proporsi yang cukup tinggi

h. perubahan iklim i. persaingan antara pangan untuk konsumsi dan produksi biofuel.

Oleh sebab itu dalam upaya menjaga laju produksi dan produktifitas bahan pangan perlu disikapi dengan baik dengan kebijakan yang mengarah pada:

1. Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan 2. Mengembangkan infrastruktur pertaniaan pedesaan.

3.2.5. Menurunnya Kearifan Lokal Masyarakat adat melihat sumberdaya hutan bukan sekedar tegakan kayu, bagi

mereka hutan merupakan salah satu hal terpenting yang mampu menyediakan bahan-bahan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, obat-obatan, pendapatan keluarga, hubungan religi, ketentraman dan lainnya. Sehingga masyarakat mengupayakan pengelolaan agar dapat menjamin kesinambungan pemanfaatannya. Berdasarkan endapan pengalaman, konsep hutan bukan sekedar komoditi melainkan sebagai bagian dari sistem hidup dan kehidupan.

Pemanfaatannya tidak didasari hanya pada kegiatan eksploitatif, tetapi dilandasi pada usaha-usaha untuk memelihara keseimbangan dan keberlanjutannya. Salah satu hal yang sangat menggembirakan adalah kearifan, kepedulian dan komitmen masyarakat yang tinggi terhadap upaya pelestarian sumberdaya alam dan hutan. Ini terlihat dengan adanya kawasan hutan adat, hutan lindung desa , lubuk larangan dan tempat-tempat yang dikelola dengan prinsip konservasi seperti pohon sialang tempat madu bersarang serta kawasan salak alam.

Kondisi itulah yang menjadi dasar kuatnya militansi masyarakat adat seperti masyarakat yang berada di Batu Kerbau, Guguk, Batang kibul, Lubuk Bedorong, Napal Melintang, Rantau Kermas, Baru Pangkalan Jambu, Keluru, Lempur, Hiang dan lainnya didalam menjaga kawasan mereka. Upaya yang dilakukan bertujuan untuk : a) menjaga keberlanjutan fungsi ekologis sumberdaya hutan (sebagai sumber benih dan bibit tanaman budidaya dan obat, penyedia protein nabati dan hewani, bahan bangunan dan kerajinan serta pelindung sumbermata air dan menjaga terjadinya bencana longsor dan banjir), b) mempertahankan dan mengangkat kembali eksistensi lembaga adat didalam melaksanakan fungsinya akses dan kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya alam, c) pemerataan kesempatan bagi masyarakat didalam pemanfaatan hutan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup secara serasi, seimbang, terkendali, terorganisasi dan berlanjut untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

Pola kearifan lokal yang dikembangkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan diantaranya :

1) Agroforestry

1. Talang, yang banyak dilakukan oleh masyarakat Jambi dengan tanaman utama karet, kebun buah-buahan seperti durian, duku dan beberapa tanaman buah lainnya.

2. Hompongan, yang dilakukan oleh Orang Rimba dengan tanaman utama karet, kebun buah-buahan dan beberapa tanaman lainnya.

Page 46: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐8

2) Hutan Alam 1. Hutan Adat, dengan pemanfaatan kayu untuk internal desa dan bukan bersifat

komersiil 2. Hutan Lindung Dusun, Hutan Hulu Air, yang berfungsi sebagai fungsi lindung,

biasanya untuk sumber air dan keselamatan 3. Rimbo/Imbo Pusako, Rimbo/Imbo Prabukalo, Puasa, yang semuanya berfungsi

lindung dalam konsep yang lebih luas.

3) Sungai dan Rawa 1. Lubuk Larangan 2. Lebak dan Lebung Larangan

Dari gambaran di atas timbul kekawatiran, akan lenyapnya kerifan lokal masyarakat, hal tersebut sudah saatnya untuk dipertahankan, oleh sebab itu muncul beberapa pertanyaan;

1. Semua hutan adat berada dalam Hutan Produksi (HP), dan sampai dengan hari ini secara nasional Hutan Adat belum ada landasan hukumnya. Ancaman utamanya adalah konversi lahan, dimana Pemerintah Pusat memberikan ijin kawasan hutan yang didalamnya ada Hutan Adat menjadi Hutan Tamana Industri (HTI) atau peruntukan lainnya.

2. Semakin tingginya laju migrasi penduduk dari luar Propinsi Jambi yang ‘lapar lahan’ dan pada akhirnya migran merambah sampai pada kawasan Hutan Adat dan kawasan lindung lainnya.

Ada beberapa contoh inisiatif kebijakan Pemerintah Daerah terkait pengelolaan sumber daya hutan oleh masyarakat yang dikeluarkan oleh Bupati akan tetapi belum mendapatkan pengakuan. Untuk itu didalam Tata Ruang, lokasi Hutan Adat yang sudah mendapatkan SK perlu diakomodir didalam RTRW. Beberapa Keputusan Bupati yang sudah diterbitkan terkait dengan pengukuhan Hutan Adat yang telah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut :

Keputusan Bupati Merangin Nomor 95 Tahun 2002 Tentang Pengukuhan Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo Desa Pulau Tengah Kecamatan Jangkat.

Surat Keputusan Bupati Nomor 287 Tahun 2003 tentang Pengukuhan Kawasan Bukit Tapanggang seluas 690 Ha sebagai Hutan Adat Masyarakat Hukum Adat desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin

Surat Keputusan Bupati Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pengukuhan Hutan Adat Imbo Pusako dan Imbo Prabukalo Desa Batang Kibul Kecamatan Tabir Ulu Kabupaten Merangin

Surat Keputusan (SK) Bupati Bungo Nomor. 1249 Tahun 2002 tentang Pengukuhan Hutan adat Desa Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo seluas 2.455 Hektar

Perda Kabupaten Bungo No.3 Tahun 2006 tentang Pengakuan Masyarakat Adat Datuk Senaro Putih yang terdiri atas desa Batu Kerbau dan Baru Pelepat

Penurunan kearifan lokal saat ini terjadi pada dataran rendah Provinsi Jambi dan kawasan gambut di wilayah hilir Propinsi Jambi.Jadi secara umum, penurunan kearifan lokal terjadi mulai dari tengah, hingga kearah Timur Provinsi Jambi.Sementara di daerah hulu, kearifan masih dipertahankan dengan upaya untuk memelihara keseimbangan dan keberlanjutannya.Oleh karena itu perlu segera diakui pengelolaan hutan lestari yang berbasiskan masyarakat.Dan selanjutnya perlu dikuatkan dengan adanya dukungan dan keseriusan pemerintah untuk mengakomodir kearifan masyarakat didalam RTRW.

Page 47: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐9

3.2.6. Kerusakan Lahan dan Alih Fungsi Lahan

Propinsi Jambi pada Tahun 1990-an masih memiliki tutupan lahan (vegetasi) berupa hutan yang masih dominan. Tutupan lahan sendiri diartikan sebagai kondisi permukaan bumi yang menggambarkan penutupan lahan atau vegetasi. Berdasarkan analisis citra landsat pada tahun 1990-an (tanpa melakukan verifikasi lapangan) tutupan hutan di Jambi hampir 50 % dari luas total kawasan di Provinsi Jambi.

Secara keseluruhan pada tahun 1990 masih terdapat 2.4 juta Ha hutan atau sekitar 49.97% dari seluruh luas Provinsi Jambi. Hutan seluas itu terdiri dari berbagai tipe baik hutan dataran rendah, hutan sub alpin (pegunungan) ataupun hutan rawa. Sisanya adalah tutupan lahan non-hutan seperti perkebunan, pertanian, lahan kering tidak roduktif, lahan basah tidak produktif, pemukiman dan lahan terbuka serta tidak ada data (awan, bayangan awan dan tubuh air).

Secara nasional, rata-rata Indonesia kehilangan 1 (satu) juta hektar hutan tiap tahun pada tahun 1980-an, dan sekitar 1,7 juta hektar per tahun pada tahun 1990-an. Bahkan sejak 1996, deforestasi tampaknya malah meningkat lagi sampai sekitar 2 juta hektar per tahun.

Untuk Jambi, dengan menggunakan metode analisa yang sama untuk Tahun 1990, diketahui tutupan lahan hutan Jambi Tahun 2000. Terlihat nyata perubahan tutupan lahan hutan pada periode sepuluh tahun dari jangka waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 dimana tutupan lahan hutan hanya tinggal sebesar 1,4 juta hektar atau sekitar 29,66 % dari luas Jambi seluruhnya.

Perubahan Tutupan Hutan Propinsi Jambi periode 1990-2000

2434556

1445090

1972072

2289845

465780

1137473

Tahun1990

Tahun2000

Luas (H

a)

Tidak ada data

Non Hutan

Hutan

Sumber : Hasil Pengolahan citra landsat TM oleh Lab. GIS KKI WARSI Tahun 2004

Gambar 3-4 Grafik perubahan tutupan lahan Jambi dari Tahun 1990 sampai dengan

Tahun 2000

Telah terjadi pengurangan luas tutupan lahan hutan hampir 1 juta hektar, tepatnya sebesar 989.466 hektar atau sekitar 20,31 % tutupan lahan hutan di Jambi hilang dalam jangka waktu sepuluh tahun. Tahun 2000 tutupan lahan hutan dataran rendah dan pegunungan mengalami pengurangan sebesar 435.610 hektar atau 8,94 % dari tutupan hutan tahun 1990. Sedangkan untuk hutan rawa mengalami pengurangan tutupan hutan sampai tahun yang sama adalah sebesar 553.856 hektar atau 11,37 % dari tutupan hutan yang dibandingkan.

Page 48: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐10

Tabel 3-5 Perubahan tutupan lahan Provinsi Jambi dari Tahun 1990

sampai dengan Tahun 2000

Tahun 1990 Tahun 2000 Besar Perubahan Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas

(%) Hutan 2434556 49.97% 1445090 29.66% -989466 -20.31% Non Hutan 1972072 40.47% 2289845 47.00% 317773 6.52% Tidak ada data 465780 9.56% 1137473 23.35% 671693 13.79% TOTAL 4872408 100.00% 4872408 100.00% 0 0.00% Sumber : Hasil Pengolahan citra landsat TM oleh Lab. GIS KKI WARSI tahun 2004

Catatan : Yang termasuk kedalam kelas bukan hutan adalah perkebunan, pertanian, pemukiman, lahan kering tidak produktif, lahan basah tidak produktif,dan perairan, sedangkan yang termasuk kedalam kelas tidak ada data adalah awan dan bayangan awan.

Laju kehilangan tutupan hutan Jambi sebesar 989.466 hektar atau sekitar 20,31 % dalam jangka waktu sepuluh tahun tersebut dipicu oleh berbagai sebab, baik karena adanya campur tangan manusia maupun karena fenomena dan bencana alam. Penyebab yang berasal dari adanya campur tangan manusia seperti konversi lahan hutan menjadi pengunaan lain terutama untuk perkebunan besar dan lahan budidaya lainnya, aktifitas HPH, HTI, dan pertambangan yang tidak sepenuhnya bekerja sesuai dengan aturan yang telah ada. Disamping itu pertambahan jumlah penduduk baik secara alami maupun karena program transmigrasi telah memperberat tekanan terhadap hutan.

Kecenderungan berkurangnya tutupan hutan ini diperparah dengan maraknya industri pengolahan kayu illegal yang menyumbang sangat besar terhadap menjamurnya aktifitas illegal logging. Bahkan industri pengolahan kayu legalpun juga berperan pada beberapa kasus. Seperti belum cukup, bencana kebakaran hutan besar juga telah terjadi pada periode ini, terutama kebakaran dan pembakaran hutan antara tahun 1997 – 1998, yang telah menghanguskan ribuan hektar hutan di propinsi ini.

Akan tetapi dari sekian banyak sebab yang sebenarnya saling terkait satu dengan lainnya, keprihatinan terbesar mungkin sebaiknya ditujukan pada beberapa faktor yang sampai saat inipun kecenderungannya masih berlanjut seperti keinginan untuk mengkonversi hutan tersisa menjadi perkebunan besar kelapa sawit, pemberian izin HTI pada hutan alam, dan maraknya illegal logging karena tidak berjalannya penegakan hukum.

1. Konversi hutan tersisa untuk perkebunan kelapa sawit

Booming dan demam kelapa sawit yang melanda Indonesia telah menginfeksi hutan-hutan di Jambi. Di Propinsi Jambi, sampai Desember 2002, kawasan hutan yang telah mendapatkan izin pelepasan hampir seluas 344.932 hektar. Luasan itu meliputi 38 pengajuan yang sebagian besar diusulkan untuk perkebunan.

Ditilik dari landasan hukumnya, perkebunan harus dikembangkan di atas lahan hutan yang sudah secara resmi ditentukan untuk konversi menjadi

Page 49: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐11

penggunaan lainnya. Dalam prakteknya terdapat beberapa faktor penting yang melemahkan landasan hukum ini terutama adalah kenyataan bahwa pembangunan perkebunan di atas lahan hutan dua kali lebih menarik. Daya tarik pertama adalah setelah memperoleh Izin Pemanfaatan kayu (IPK), sebuah perusahaan dapat menebang habis kawasan tersebut dan menjual kayunya kepada industri pengolahan kayu. Daya tarik kedua adalah prospek perkebunan kelapa sawitnya sendiri. Hal ini sedikit banyak bisa menjelaskan kenapa hanya sekitar 30 % saja lahan yang direalisasikan penanamannya di Jambi. Motivasi utama pengajuan izin perkebunan adalah mengincar keuntungan dari kayu.

Gambar 3-5 Peta lokasi perusahaan perkebunan Provinsi Jambi

Akan tetapi dengan kondisi seperti itu ternyata pengembangan perkebunan kelapa sawit tetap menjadi trend yang dipilih oleh sebagian besar kabupaten di propinsi Jambi. Dari sisi produksi, kelapa sawit telah menggeser komoditi utama yang selama ini menjadi andalan dan bahkan telah identik dengan daerah Jambi, yaitu karet. Sebelum Tahun 1998, produksi karet selalu menjadi nomor satu diantara komoditi perkebunan lainnya. Tetapi sejak Tahun 1998 kondisi telah berubah dimana produksi kelapa sawit telah mencapai 237.658 ton, sementara karet hanya 232.345 ton. Pada Tahun 2000, produksi kelapa sawit telah jauh melambung menjadi 540.240 ton meninggalkan karet yang hanya berproduksi 238.884 ton.

Pertambahan luas dengan percepatan seperti itu jelas menyumbang besar terhadap laju deforestasi di Propinsi Jambi. Kendati laju penanaman dan pembangunan perkebunan yang baru agak melambat sejak krisis ekonomi Tahun 1997, tetapi semangat berbagai daerah untuk menggaet investor agar masuk ke sektor ini masih tinggi.

Page 50: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐12

2. HTI/HPHTI

Kebijakan HTI pada awalnya merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk menyediakan pasokan tambahan kayu yang berasal dari hutan alam, melakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi, dan mempromosikan konservasi alam. Rencana ini secara ambisius diwujudkan dengan membangun kawasan yang luas untuk hutan tanaman industri yang tumbuh cepat terutama di Sumatera dan Kalimantan.

Di Jambi, menurut data Dinas Kehutanan Propinsi Jambi (2001), terdapat sebanyak 10 perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang masih aktif sampai dengan Desember 2001 dengan jumlah total pencadangan areal seluas 349.408 Ha. Sementara perusahaan HTI pulp yang masih aktif hanya satu yaitu PT. Wirakarya Sakti dengan izin luas areal 350.000 hektar hingga tahun 2010.

Gambar 3-6 Peta lokasi IUPHHK- HT / HTI

3. Illegal logging

Kerusakan hutan Jambi juga disebabkan oleh maraknya illegal logging.Aktifitas ini terjadi secara luas, sistematis, dan seperti tidak terjangkau oleh hukum yang berlaku. Suatu analisis oleh Departemen Kehutanan pada Tahun 2000 bahkan menyebutkan bahwa illegal logging dilakukan oleh suatu bisnis kegiatan kriminal yang dikelola dengan baik dan memiliki pendukung yang kuat dan suatu jaringan kerja yang sangat ekstensif, sangat mantap dan kokoh sehingga sulit ditolak, diancam, dan sebenarnya secara fisik mengancam otoritas penegakan hukum kehutanan.

Kondisi lain yang juga berperan memacu peningkatan aktifitas illegal logging adalah kesenjangan antara kemampuan produksi legal dan permintaan. Ini adalah akibat dari kebijakan ekspansi yang agresif dalam sektor hasil-hasil hutan tanpa mengindahkan pasokan yang berkelanjutan dalam jangka

Page 51: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐13

panjang. Setelah terus mendorong peningkatan produksi kayu bulat dari Tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada awal 1990-an dengan produksi nasional sekitar 36 juta m3, kemampuan hutan-hutan kita memenuhi permintaan mulai menurun. Tidaklah mengherankan jika kemudian aktifitas illegal logging meningkat drastis jumlahnya pada kawasan konservasi karena potensi kayu yang masih baik dibandingkan di hutan produksi.

Taman Nasional lainnya yang berada di Propinsi Jambi yaitu Taman Nasional Berbak (TNB), Taman Nasional Bukit Tiga puluh (TNBT) dan Taman Nasional Bukit Dua belas (TNBD) juga terus menjadi sasaran illegal logging dan berbagai tekanan lainnya. Taman Nasional Berbak misalnya, masih dengan motif yang sama aktifitas illegal logging dipicu oleh munculnya sawmill liar disekitar TNB dan sawmill lain diluar kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jalur distribusi illegal logging di TNB disarat dari dalam hutan kemudian pada musim hujan ditarik melalui parit-parit dan kanal yang sudah tersedia. Kayu-kayu yang sudah berada di dalam parit disusun dan diikat menjadi rakit untuk kemudian ditarik dengan pompong (perahu bermotor besar) sampai pinggiran laut Pelabuhan Pering. Dari sini kayu-kayu illegal ditumpuk dan siap diangkut ke berbagai tujuan. Taman Nasional Bukit Dua Belas juga tidak lepas dari sasaran aktifitas illegal logging.

4. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan pada awalnya merupakan sesuatu yang alami pada hutan-hutan Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan iklim yang dimiliki sebagai negara tropis.Hutan-hutan tropis basah yang belum terganggu umumnya cukup tahan terhadap kebakaran dan hanya akan terbakar jika periode kemarau memang berkepanjangan.

Tetapi pada dua dekade belakangan ini, kebakaran hutan telah berubah dari sesuatu yang menjadi ciri alami hutan Indonesia selama ribuan tahun menjadi bencana. Peran manusia dalam memulai kebakaran semakin besar karena aktifitas perburuan, pengambilan hasil hutan, kayu dan pembukaan lahan pertanian/perkebunan. Pada kondisi ini, kebakaran hutan bukan lagi sesuatu yang alami dan bukan pula bencana yang datang sendiri.

Menurut Suyanto, S dan Applegate, G (2001), kebakaran hutan dan lahan di Sumatera memiliki penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung diantaranya: aktifitas pembukaan lahan, senjata dalam permasalahan konflik tanah, ekstraksi sumberdaya alam, dan tidak disengaja. Sementara penyebab tidak langung diantaranya meliputi berbagai aspek diantaranya: penguasaan lahan, insentif/dis-insentif ekonomi, degradasi hutan dan lahan, dampak perubahan karakteristik kependudukan, serta lemahnya kapasitas kelembagaan. Selama akar persoalan tidak dipahami dan dimengerti dengan sungguh-sungguh, bencana ini sepertinya akan terus berulang.

5. Transmigrasi

Pada rentang waktu 1990-2000, menurut data BPS (2000) terjadi pertambahan luas tanaman karet baru unggul seluas 23.637 ha.Tetapi secara keseluruhan, pertambahan luas perkebunan karet lebih besar lagi. Jika pada tahun 1990 luas perkebunan karet masih 470.896 hektar, maka pada tahun 2000 meningkat menjadi 558.570 hektar yang berarti terjadi penambahan luas ± 87.674 hektar.

Page 52: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐14

Pertambahan penduduk pada rentang waktu yang sama sekitar ± 1,84 %. Jika pada tahun 1990, jumlah penduduk masih 2.020.568 orang, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk telah mencapai ± 2.407.166 orang. Pertumbuhan ini selain karena faktor kelahiran, juga disumbangkan oleh pelaksanaan program transmigrasi. Tahun 2000 saja, Jambi menerima transmigran sebanyak 2.559 jiwa yang ditempatkan di Sarolangun (1.395 jiwa) dan Tanjung Jabung Barat (1.164 jiwa). Total transmigran yang diterima antara tahun 1993 – 2000 adalah 33.799 jiwa (7.731 KK).

Sampai saat ini, kenyataan menunjukkan bahwa pengelolaan hutan alam tersisa belum menunjukkan arah yang menggembirakan. Jika menggunakan angka laju kehilangan hutan rata-rata sebesar 989.466 hektar untuk periode sepuluh tahunan - terhitung mulai tahun 2001 – maka pada tahun 2010 hutan alam yang tersisa di Jambi hanyalah seluas 455.624 hektar saja. Prediksi ini sangat mengerikan karena angka tersebut jauh lebih kecil bahkan dari jumlah luasan Taman Nasional yang dimiliki Jambi menurut paduserasi TGHK dan RTRWP saat ini, yaitu 608.630 hektar. Artinya jika kondisi seperti sekarang terus terjadi, Jambi nyaris tidak memiliki hutan alam lagi selain Taman Nasional sepuluh tahun mendatang. Tidak ada lagi hutan lindung, hutan suaka alam, apalagi hutan produksi. Dan, lima tahun setelah itu, pada tahun 2015, semua hutan alam yang ada hanya akan ditemukan pada foto-foto, tulisan, dan cerita usang untuk anak cucu.

3.2.7. Konflik Lahan

Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir seluruh sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi. Untuk Indonesia termasuk Provinsi Jambi kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (Land Based Agriculture Activities). Sehingga hampir perhatian seluruh sektor bertumpu pada lahan.

Dari Gambar 3.9 kondisi lahan di Provinsi telah berubah ada kecendrungan petani beralih ke lahan perkebunan dalam hal ini sawit, trend ini memicu masyarakat untuk mengalihkan lahan pangan ke kelapa sawit, bagi pertimbangan lingkungan monokultur adalah pertimbangan yang keliru, karena akan menaikan laju erosi, menekan biodiversity. Data terjadinya peralihan lahan dari lahan pangan ke kelapa sawit terus meningkat Pada Tahun 2005 luas tanaman pangan sebesar 908.378 hektar dan pada Tahun 2010 menurun drastis menjadi 603.456 terjadi penurunan yang cukup, hal ini akan berimplikasi terhadap stock beras di Provinsi Jambi pada kurun waktu 5 tahun mendatang, dengan jumlah penduduk 3.088.000 jiwa pada Tahun 2010 dan akan terus meningkat pada lima tahun mendatang, dan penduduk Provinsi Jambi membutuhkan 105 kg/kapita/tahun.

Selain itu, konflik lahan juga dipicu dengan adanya kebijakan pemanfaatan lahan, yaitu pemberian HGU yang belum memasukan pertimbangan lingkungan. Hal ini ditandai dengan konflik lahan terbesar antara PT. WKS dan Masyarakat Desa Senyerang Kecamatan Pengabuan pada Tahun 2010, yang diikuti konflik lahan yang terjadi antara PT. Asiatic Persada dan Masyarakat SAD pada Tahun 2010.

Page 53: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐15

Gambar 3-7 Peta lokasi konflik lahan di Provinsi Jambi

3.2.8. Biodiversitas

Provinsi Jambi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas tumbuhan, hewan serta jasad renik di dunia. Dengan demikian keanekaragaman hayati mencakup keragaman ekosistem (habitat), jenis (spesies) dan genetic (varietas/ras).

Keragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang bisa diperbaharui, sehingga bisa menjadi sumber penghasilan yang tidak akan pernah habis dan dapat diandalkan sebagai tulang punggung pengembangan bio industri seperti biopestisida, pupuk bio, pengelolaan limbah dan sebagainya. Keragaman hayati yang lengkap juga diperlukan guna menciptakan lingkungan hidup yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, baik dari segi fisik (udara dan air bersih), keperluan estetika dan juga kebutuhan spiritual.

Keragaman hayati tidak terbatas hanya pada sisi ekologis tetapi juga menyimpan potensi ekonomi yang sangat tinggi bagi generasi kini dan masa datang jika dimanfaatkan secara benar. Hilangnya sebuah spesies dari sumberdaya hayati berhubungan dengan punahnya sejumlah besar spesies lain yang saling berhubungan dengan spesies tersebut dalam suatu ekosistem melalui jaringan rantai makanan. Krisis keragaman hayati bukan saja hanya merupakan krisis hilangnya spesies yang memiliki potensi menghasilkan suatu keuntungan bagi perusahaan dengan menyediakan bahan mentah industri. Secara mendasar hal itu adalah sebuah krisis yang mengancam sistem kehidupan jutaan penduduk di negara dunia ketiga.

Page 54: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐16

sumber : Peta jalan menuju penyelamatan ekosistem Sumatera

Gambar 3-8 Peta keragaman hayati Provinsi Jambi

Biodiversitas memberikan sejumlah besar benda dan jasa yang mendukung kehidupan manusia. Benda dan jasa yang diberikan oleh ekosistem tersebut adalah:

Menyediakan makanan, bahan bakar dan serat Menyediakan tempat berteduh dan bahan bangunan Penjernihan udara dan air Detoksifikasi dan dekomposisi limbah Stabilisasi dan moderasi iklim bumi Moderasi banjir, kekeringan, suhu ekstrim dan kekuatan angin Memperbaharuhi kesuburan tanah, termasuk siklus makanan Penyerbukan tumbuhan Kontrol hama dan penyakit Memelihara sumber genetik sebagai kunci masuk ke varietas tumbuhan dan

ras hewan ternak, obat-obatan dan lainnya. Keuntungan budaya dan estetika Kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan

Propinsi yang luasnya 53.435 Km2 kini terbagi menjadi 11 daerah Tingkat II, yaitu: Kodya Jambi, Kabupaten Muara Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muara Bungo, Kabupaten Muara Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, Kabupaten Kerinci, Kota Kerinci, Kabupaten Tanjungjabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Di Provinsi Jambi terdapat 4 Taman Nasional; Taman Nasional Kerinci Seblat (1.389.509,87 Ha), Bukit Tiga Puluh (144.223 Ha), Bukit Dua Belas (60.500 Ha) dan Berbak (162.700 Ha). Berbagai jenis satwa dan flora langka banyak terdapat di dalam Taman Nasional tersebut. Namun demikian saat ini jenis tersebut semakin terancam punah akibat terus diburu oleh orang-orang yang mencari keuntungan.

Page 55: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐17

Gambar 3-9 Peta koridor satwa di Provinsi Jambi

Sebagai contoh fauna dan flora yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), adalah: TNKS merupakan habitat terakhir dari Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatraensis) yang populasinya sangat kecil. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah satwa yang paling menarik perhatian masyarakat.

Jenis satwa kelas primata diwakili oleh Siamang (Symphalangus sundactylus). Jenis Ungko (Hylobates agilis) merupakan "raja" pepohonan karena kepandaiannya melakukan atraksi (pergerakan di pohon). Jenis satwa kera ekor panjang (macaca nemestrina) dapat dijumpai di dekat pemukiman penduduk. Jenis Primata yang cantik yaitu Simpei (Presbytis melapophos) umum dijumpai dipohon yang sedang berbuah.

Keseluruhan jenis satwa kelas mamalia di TNKS mencapai 36 jenis, kurang lebih 24 jenis diantaranya adalah satwa langka yang dilindungi. Sedangkan jenis burung tercatat 140 jenis burung (Avifauna) dengan jenis penting diantaranya burung air diwakili oleh Kuntul/Bangau (Egretta inttermedia), bangsa burung pemangsa siang diwakili oleh Elang (Halistur indus), dan Ulung ulung (Spilornis cheela), Burung pemangsa malam diwakili oleh Burung Hantu (Otus scops) dan lainnya. Jenis satwa kelas reptilia antara lain biawak (Varanus salvator), dan beberapa jenis ular, misalnya ular sanca (Phyton reticulatus).

Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi, penyebaran dan produktivitas satwaliar. Habitat yang mempunyai kualitas yang tinggi nilainya diharapkan pula akan meng-hasilkan kehidupan satwaliar yang berkualitas tinggi. Sebaliknya, habitat yang rendah kualitasnya akan menghasilkan kondisi populasi satwaliar yang rapuh (daya reproduksi rendah dan mudah terserang penyakit). Untuk mendapatkan kualitas kehidupan satwaliar seperti yang kita inginkan diperlukan kegiatan pengelolaan habitat.

Pola penggunaan ruang merupakan keseluruhan interaksi antara satwa dengan habitatnya Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas berbagai komponen dan

Page 56: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐18

dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biak satwaliar. Komponen fisik penyusunan habitat tersebut terdiri atas air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang, sedangkan komponen biotiknya meliputi vegetasi, mikro fauna dan makro fauna serta manusia yang merupakan satu kesatuan dan berinteraksi satu dengan lainnya membentuk suatu habitat tertentu.

Habitat mempunyai peranan penting untuk mendukung kehidupan satwaliar. Kuantitas dan kualitasnya perlu dijaga kelestariannya, sehingga tetap berfungsi sebagai tempat mencari makan, minum, berkubang, tidur, istirahat, berlindung dan berkembangbiak. Pertumbuhan dan perkembangan populasi manusia seringkali mendesak habitat satwaliar, yang pada akhirnya memberikan dampak negatif bagi kehidupan mereka.

Upaya perlindungan habitat satwaliar mencakup aspek yang luas dan kompleks, meliputi penetapan daerah-daerah perlindungan (suaka alam), pengelolaan (mengatur kombinasi faktor fisik dan biotik lingkungan sehingga dicapai suatu kondisi yang optimal bagi perkembangan populasi satwaliar), dan melindunginya dari desakan dan gangguan manusia, termasuk pencemaran lingkungan.

Sebagian besar (70%) habitat dari satwaliar merupakan kawasan hutan. Oleh karena itu wajar jika kelestarian satwaliar sangat berkaitan dengan pengelolaan hutan. Kawasan hutan yang berstatus suaka alam dan taman nasional, termasuk hutan lindung, akan menjadi faktor penentu untuk menjamin kelestarian satwaliar dimasa mendatang. Bagi hutan produksi perlu dicarikan suatu pola pengelolaan yang dapat dikombinasikan dengan pelestarian satwaliar.

Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya sumberdaya yang dikonsumsi sehingga menyebabkan habitat yang semula tidak terusik telah menyusut secara drastis. Penyebab kerusakan habitat adalah industri berskala besar dan kegiatan komersial yang berhubungan dengan ekonomi global, seperti pertambangan, peternakan, perikanan komersial, pengusahaan hutan, perkebunan, industri dan pembangunan dam yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Program transmigrasi, juga mengakibatkan kerusakan dan perubahan besar pada penggunaan tanah hutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan habitat, yaitu: karena bencana alam, kegiatan manusia (eksploitasi hutan).

Salah satu ancaman besar bagi keanekaragaman hayati termasuk satwa liar di dalamnya adalah fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat merupakan sebuah proses dimana sebuah kawasan yang kontinu dan luas dari sebuah habitat berkurang dalam kawasan dan terbagi menjadi dua atau lebih fragmen (petak). Ketika habitat dirusak, sering ada sebuah petak kerja dari fragmen-fragmen habitat yang tertinggal. Frgamen-frgamen dari habitat asli ini sering terisolasi dari yang lainnya oleh bentang alam (landscape) yang terdegradasi dan termodifikasi secara besar.

Untuk kepentingan penyelamatan keanekaragaman hayati pada masa mendatang yang akan memegang peranan lebih penting lagi dalam pembangunan karena kebutuhan dunia akan bahan-bahan hayati baru untuk obat, varietas baru tanaman pertanian dan ternak, proses industri dan pengolahan makanan. Dari segi ekosistem, spesies maupun genetik masih cukup mengkhawatirkan seperti sekarang ini. Berbagai faktor, di antaranya eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, kerusakan habitat alami akibat tekanan akan lahan bagi pembangunan dan pertanian, perkebunan, pencemaran sungai, lahan basah serta lautan, dan introduksi spesies eksotik telah menyebabkan degradasi keanekaragaman hayati. Pelestarian

Page 57: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐19

keanekaragaman hayati perlu segera diambil. Tujuan umum konservasi keanekaragaman hayati adalah mengelola kekayaan hayati ini secara berkelanjutan dengan asas daya dukung sumberdaya, peran serta masyarakat, pembagian keuntungan yang adil serta pengetahuan yang holistik.

Mengingat pentingnya keanekaragaman hayati bagi kehidupan maka perlu dilakukan upaya konservasi (save it, study it dan use it) terutama untuk memberikan perlindungan terhadap habitat, flora dan fauna yang terancam punah.

Tabel 3-6Kawasan Hutan Lindung di Provinsi Jambi

Kawasan Lindung Luas Kawasan TN Kerinci Seblat 1.389.509,87 Ha TN Bukit Tiga Puluh 144.223 Ha TN Bukit Dua Belas 60.500 Ha TN Berbak 162.700 Ha CA Hutan Bakau Pantai Timur 6500 Ha CA Hutan Bulian Luncuk 7480 Ha Tahura Sultan Thaha Syaifuddin 60500 Ha TWA Bukit Sari 300 Ha Tahura Senami 15830 Ha Hutan Lindung Gambut 15965 Ha

Gambar 3-10 Peta kawasan konservasi Provinsi Jambi

 

 

 

Page 58: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐20

3.2.9. Eksploitasi Sumberdaya Alam (Pertambangan Batubara)

Masalah eksploitasi sumberdaya alam yang berhubungan dengan sumberdaya alam batubara, merupakan masalah yang krusial di Provinsi Jambi, karena maraknya penambangan yang mensisakan reklamasi yang belum selesai. Terdaftar ada 132 perusahaan pertambangan batubara di Provinsi Jambi dan beberapa kuasa pertambangan tumpang tindih dan memicu konflik lahan.

Gambar 3-11 Peta lokasi izin usaha pertambangan (IUP) di Provinsi Jambi

3.2.10. Pencemaran

Hasil analisis pemantauan Sungai Batanghari dengan metode Storet dari Tahun 2009 sampai dengan Juli 2011 menunjukkan, bahwa untuk mutu air kelas II keadaan sungai Batanghari adalah tercemar sedang. Dari 29 parameter yang diuji, rata-rata menunjukkan cemar ringan dan sedang, sementara 3 parameter menunjukkan cemar berat (parameter Fecal coli, Total coli dan TSS).

Tingginya angka ketiga parameter menggambarkan besarnya bahan-bahan buangan organik dalam sungai yang bersumber dari buangan limbah domestic, industry dan kegiatan lainnya di pinggir sungai Batanghari.

Selain pemantauan, hasil penghitungan beban pencemaran yang masuk ke badan air Sungai Batanghari Tahun 2010 (daerah kajian adalah dari Kabupaten Solok Selatan sampai Kabupaten Tebo) menunjukkan adanya kelebihan beban pencemar sebagai berikut:

1. Beban pencemar untuk parameter TSS telah terlampaui sebesar 309,27 ton/jam, dimana daya tampung sungai adalah 192,79 ton/jam sedangkan beban pencemar yang masuk kesungai adalah 502,06 ton/jam.

Page 59: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐21

2. Beban pencemar yang diterima sungai untuk parameter BOD adalah 245,40 ton/jam, daya tampung sungai 92,18 ton/jam, sehingga sungai telah menerima kelebihan beban sebesar 153,22 ton/jam.

3. Beban pencemar yang diterima sungai untuk parameter COD adalah 515,65 ton/jam, daya tampung sungai sebesar 428,47 ton/jam sehingga sungai menerima kelebihan beban sebesar 87,19 ton/jam.

Page 60: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐22

Hasil pemantauan udara ambient di Provinsi Jambi untuk 4 parameter di 11 kabupaten/kota rata-rata menunjukkan keadaan yang masih baik (dibawah baku mutu). Pencemaran udara di Provinsi Jambi rawan terjadi pada musim-musim tertentu terkait dengan kebakaran lahan dan hutan. Data ISPU dari stasiun Kota Jambi pada Tahun 2010 sampai September 2011 adalah baik atau sedang, dan hanya di bulan September 2011 saja nilai ISPU mencapai kategori tidak sehat.

Tabel 3-7 Nama perusahaan pertambangan batubara di Provinsi Jambi

No Nama perusahaan lokasi Dokumen Keterangan Batang Hari 1. PT. SAWINDO PELITA

CEMERLANG Tambang Batubara

AMDAL -

2. PT. INTIRTA PRIMA SAKTI Tambang Batubara

AMDAL Desember 2008

3. PT. KURNIA ALAM INVESTAMA Tambang Batubara

KA-ANDAL dalam proses

4. PT. BUBUHAN MULTI SEJAHTERA

Tanbang Batubara KA-ANDAL Lokasi Mersam/2010

5. PT. BUBUHAN MULTI SEJAHTERA

Tanbang Batubara KA-ANDAL Lokasi Bajubang dan Pemayung/2010

6. PT. INTI BARA NUSALIMA Tambang Batubara

AMDAL Juni 2008/ Tidak Operasi 2009

7. PT. SARWA SEMBADA KARYA BUMI

Tambang Batubara

AMDAL Oktober 2008/belum operasional

8. PT. NAN RIANG Tambang Batubara

AMDAL Tahun 2010

9. PT. BANGUN WAHANA LINGKUNGAN LESTARI

Tambang Batubara

KA-ANDAL Dalam Proses

10. PT. BUMI BARA MAKMUR MANDIRI

Tambang Batubara

KA-ANDAL Dalam proses

11. PT. SUNGAI BELATI COAL Stockpile batubara dan Dermaga di desa

UKL-UPL Tahun 2008

Page 61: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐23

No Nama perusahaan lokasi Dokumen Keterangan Jebak

12. PT. BANGUN ENERGY INDONESIA

Stockpile batubara didesa Koto boyo

UKL-UPL Tahun 2008

Muaro Jambi 

1.  PT. GLOBALINDO ALAM LESTARI  Lokasi  Ds.  Tanjung Pauh Kec. Mestong 

AMDAL dalam proses 

1000 Ha 

2.  PT. GLOBALINDO ALAM LESTARI  Lokasi  Ds.  Suka Damai,  Kec. Mestong 

‐  1000 Ha 

3.  PT. GLOBALINDO ALAM LESTARI  Lokasi  Ds.  Desa Baru Kec. Mestong 

‐  1000 Ha 

4.  PT. GLOBALINDO ALAM LESTARI  Lokasi Ds. Nyogan, Kec. Mestong 

‐  1000 Ha 

5.  PT. AGRO PANTES MAKMUR  Lokasi Ds. Nyogan, Kec. Mestong 

AMDAL Dalam proses 

954 Ha 

6.  CV. CRISTA JAYA PERKASA  Kec. Mestong  DPPL  3000 Ha 

7.  PT. BARA RAYA PERSADA  Kec. Mestong  AMDAL*  3500 Ha 

8.  PT. GEA LESTARI  Ds.  Tanjung  Pauh Kec. Mestong 

AMDAL*  3500 Ha 

9.  PT. BUMI BORNEO INTI  Ds.  Sungai  Gelam, Kec.Sungai Gelam 

‐  1000 Ha 

10.  PT. AGRO PANTES MAKMUR  Kec. Mestong  ‐  Eksplorasi 3000 Ha 

11.  PT. CRISTA RAYA PERKASA  Kec. Mestong    Eksplorasi 5000 Ha 

12.  PT. MANGGALA BARA HUTAMA  Kec. Mestong    Eksplorasi 3500 Ha 

13.  PT. DIPTA  NUSA ANTARA  Kec. Sungai Bahar    Eksplorasi 5000 Ha 

14.  PT. GEA LESTARI  Kec. Mestong    Eksplorasi 5000 Ha 

15.  PT. HEEZA BARA HARUM  Kec.  Jambi  Luar Kota 

  Eksplorasi 1500 Ha 

16.  PT. HEEZA BARA HARUM  Kec. Sungai Bahar    Eksplorasi 1500 Ha 

17.  PT. HAIKAL ABADI  Kec. Mestong    Eksplorasi 5541 Ha 

18.  PT. HAIKAL ABADI  Kec. Sungai Bahar    Eksplorasi 5000 Ha 

19.  PT. SINAR BAKTI SUKSES  Ds.  Sumber  Agung Kec. Sei. Gelam 

  Eksplorasi 2000 Ha 

20.  PT. ANUGRAH PRASASTI JAMBI  Ds.  Sumber  Agung Kec. Sei. Gelam 

  Eksplorasi 2000 Ha 

21.  PT. BANGUN ENERGY INDONESIA  Ds. Suak Putat Kec. Sekernan 

  Eksplorasi 2000 Ha 

22.  PT. BANGUN ENERGY INDONESIA  Ds. Tj. Lanjut  Kec. Sekernan 

  Eksplorasi 2000 Ha 

23.  PT. AMANAH BARA TUNGGAL  Ds.  Sumber  Agung Kec. Sei. Gelam 

  Eksplorasi 2000 Ha 

24.  PT. TRIADAT QUANTUM  Ds.  Sumber  Agung    Eksplorasi 

Page 62: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐24

Tebo

1. PT. GLOBALINDO ALAM LESTARI Tambang Batubara

AMDAL -

2. PT. ASIA MULTI INVESTAMA Tambang Batubara

KA-ANDAL -

Bungo

1. PT. KUANSING INTI MAKMUR Tambang Batubara

AMDAL -

2. PT. BUMI BARA PERKASA Tambang Batubara

UKL-UPL -

3. PT. KOPTAN MARBATU Tambang Batubara

UKL-UPL -

4. PT. INTRA WAHANA PUTRA NUSANTARA

Tambang Batubara

UKL-UPL -

5. PT. SATRIA GILANG MANDIRI Tambang Batubara

UKL-UPL -

6. PT. BUNGO DANI MANDIRI UTAMA

Tambang Batubara

UKL-UPL -

7. PT. BARA ANUGRAH NUSANTARA

Tambang Batubara

UKL-UPL -

8. PT. BARA ADHIPRATAMA Tambang Batubara

UKL-UPL -

9. PT. DEKALINDO SUMBER MAKMUR

Tambang Batubara

UKL-UPL -

10. PT. GEMARI BUMI PUSAKO Tambang Batubara

UKL-UPL -

11. PT. TANJUNG BATANG ASAM Tambang Batubara

UKL-UPL -

12. PT. SUNGAI PANGEAN JAYA Tambang Batubara

UKL-UPL -

13. PT. MARGA BARA TAMBANG Tambang Batubara

UKL-UPL -

14. PT. TANJUNG BELIT BARA UTAMA

Tambang Batubara

UKL-UPL -

15. PT. ALTRA KARTIKA SEJAHTERA Tambang Batubara

UKL-UPL -

16. PT. SUMBER WAHYU AGUNG Tambang Batubara

UKL-UPL -

17. PT. DAYA BARA NUSANTARA Tambang UKL-UPL -

Kec. Sei. Gelam  2000 Ha 

25.  PT. TRIADAT QUANTUM  Ds.  Talang  Kerinci Kec. Sei. Gelam 

  Eksplorasi 1000 Ha 

26  PT. TRIADAT QUANTUM  Ds. Sebapo       Kec. Mestong 

  Eksplorasi 1000 Ha 

Page 63: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐25

Batubara

18. PT. SUMATERA COAL PERSADA Tambang Batubara

UKL-UPL -

19. PT. INTI BARATAMA ANUGRAH Tambang Batubara

UKL-UPL -

20. PT. BARATAMA REZEKI ANUGRAH SENTOSA UTAMA

Tambang Batubara

UKL-UPL -

21. PT. BUNGO BARA UTAMA Tambang Batubara

UKL-UPL -

22. PT. BOAS MINERAL BERSINAR Tambang Batubara

UKL-UPL -

Sarolangun

1. PT. SUNGAI BELATI COAL Tambang Batubara

AMDAL

2. PT. ANUGRAH JAMBI COALINDO Tambang Batubara

UKL-UPL -

3. PT. SINAR ANUGRAH SUKSES Tambang Batubara

UKL-UPL -

4. PT. GRAHA CIPTA MITRA JAYA Tambang Batubara

UKL-UPL -

5. PT. SINAR BAHARI CERIA Tambang Batu Kali

UKL-UPL -

6. PT. BAKTI PERTIWI SEJAHTERA Tambang Batubara

KA-ANDAL -

7. PT. MINIMEX Tambang Batubara

KA-ANDAL Kec. Mandiangin

8. PT. SELUNA PRIMA COAL Tambang Batubara

KA-ANDAL

9. PT. SINAR WIJAYA PRATAMA Tambang Batubara

KA-ANDAL

10. PT. ANDIKA YOGA PRTAMA Tambang Batubara

KA-ANDAL

11. PT. CITRA SEGARA PRATAMA Tambang Batubara

KA-ANDAL

12. PT. SUNGAI BELATI COAL Tambang Batubara

KA-ANDAL Lokasi Pauh

13. PT. BAKTI SAROLANGUN SEJAHTERA

Tambang Batubara

KA-ANDAL

14. PT. JAMBI PRIMA COAL Tambang Batubara

KA-ANDAL

15. PT. KARYA BUMI BARATAMA Tambang Batubara

KA-ANDAL

16. PT. MARLIN SERANTAUAN ALAM Tambang Batubara

KA-ANDAL

Page 64: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐26

17. PT. BAKTI SAROLANGUN Tambang Batubara

KA-ANDAL

18. PT. SUNGAI BELATI COAL Tambang Batubara

UKL-UPL Lokasi Kel, Sarolangun Kembang

20. PT. MINIMEX INDONESIA Tambang Batubara

UKL-UPL Lokasi Mandiangin Selatan

21. PT. ANUGRAH CIPTA PERMAI Tambang Batubara

UKL-UPL

22. PT. SAROLANGUN PRIMA COAL Tambang Batubara

UKL-UPL

23. PT. SURYA GLOBAL MAKMUR Tambang Batubara

UKL-UPL

24. PT. TAMOTAMA MAS INTERNATIONAL

Tambang Batubara

UKL-UPL

Merangin

1. PT. SITASA Tambang Bijih Besi

AMDAL -

2. PT. PSM Tambang Batubara

AMDAL -

3. PT. ANTAM Tambang Batubara

- Penyelidikan

Tanjabbar

1. PT. GLOBAL PUTRA PERKASA Desa Lubuk Kambing Kec. Merlung

KA-ANDAL AMDAL dalam proses

2. PT. PANDAMASSAKTI Ds. Lubuk Bernai Kec. Batang Asam

UKL-UPL Operasi Produksi

3. CV. CHANDRA JAYA Ds. Lubuk Bernai Kec. Batang Asam

UKL-UPL Eksploitasi

4. PT. ALDIRONPETRA Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh

UKL-UPL Eksploitasi

5. PT. WAHANA ALAM LESTARI Ds. Dusun Mudo Kec. Merlung

- Eksplorasi

6. PT. SEMBILAN SETIA MITRA De. Lubuk Bernai Kec. Batang Asam

- Eksplorasi

7. PT. SOKKI PRIMA COAL Ds. Penyabungan Kec. Merlung

- Eksplorasi

8. PT. SINAR NATUNA Ds. Suban Kec. Batang Asam

- Penyelidikan Umum

9. PT. PANDAMAS SAKTi Ds.Lubuk Bernai, Kec. Batang Asam

- Eksplorasi

10. PT. SAKTI KING Ds. Lubuk Bernai, UKL-UPL Penyelidikan

Page 65: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  III‐27

Kec. Tungkal Ulu Umum

11. PT. BHUMINDO SATAHI MARJAYA

Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh

- Eksplorasi

12. PT. GEOMINERAL BARA PERKASA

Ds. Suban, Kec. Batang Asam

- Eksplorasi

13. PT. GEOMINERAL BARA PERKASA

Ds. Dusun Mudo Kec. Muara Papalik

- Eksplorasi

14. PT. NUSA BARA RAYA Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh

- Eksplorasi

15. PT. BUMI ANDALAN PERSADA Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh

- Eksplorasi

16. PT. INDO COAL MINERAL Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh

- ?

17. PT. BUMI INDO POWER Ds.Lubuk Bernai, Kec. Batang Asam

- ?

18. PT. TITIAN REZEKI Ds. Suban Kec. Tungkal Ulu

- Eksplorasi

19. PT. CITRA TAMBANG RIAU Ds. Lubuk Kambing Kec. Merlung

- Eksplorasi

20. PT. TUBMAS Ds. Suban Kec. Tungkal Ulu

- Eksplorasi

21. PT. STAR NICKEL INDONESIA Ds. Lubuk Kambing Kec. Merlung

- Penyelidikan Umum

22. PT. NATUNAS ENERGI - - -

Hampir seluruh lokasi di Provinsi Jambi wilayah barat, Tengah dan Timur di dominasi dengan pertambangan batubara dan pertambangan ini dilakukan dengan sistem terbuka (open pit mining). Sistem ini menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang besar bila dibandingkan dengan sistem terowongan bawah tanah seperti di China. maka perlu ada solusi keberlanjutan untuk menyeimbangkan nilai ekonomi batubara dengan nilai sosial dan lingkungan. Kesimbangan yang tidak tercapai pada akhirnya akan menjadi bencana.

Page 66: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐1

4 BAB IV 5 PENGKAJIAN

4.1. Proses Pengkajian

Bagan 4.1. Bagan alir proses pengkajian

Tahapan berikutnya setelah pelingkupan adalah pengkajian. Pada tahap ini dilakukan beberapa kajian, yaitu:

1. Analisis baseline data terhadap isu-isu pembangunan berkelanjutan hasil workshop pelingkupan. Analisis dilakukan untuk melihat kondisi masa lalu, masa sekarang dan prediksi masa depan dalam kondisi bussiness as ussual. Hasil analisis baseline data diverifikasi kepada pemangku kepentingan pada saat workshop pengkajian dan hasilnya digunakan untuk menentukan isu-isu strategis KLHS.

Diskusi Pemangku Kepentingan

Kesepakatan isu-isu strategis KLHS

Masukan konsultan internasional dan

nasional

Dampak program terhadap isu-isu strategis

Hasil workshop pelingkupan

Kerja studio Tim KLHS Provinsi

Identifikasi program  RTRW  yang memiliki dampak terhadap isu‐isu pembangunan berkelanjutan 

Apresiasi dokumen K,R,P terkait Provinsi

Jambi

Workshop Pengkajian

Identifikasi program RTRW yang memiliki dampak terhadap isu-isu strategis KLHS

Pemantapan isu-isu pembangunan berkelanjutan

Verifikasi Analisis Baseline Data

Analisis baseline data

Kerja studio Tim KLHS Provinsi

Page 67: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐2

2. Apresiasi terhadap kebijakan, rencana dan program yang terkait Provinsi Jambi baik di tingkat nasional, regional maupun provinsi Jambi sendiri. Dokumen yang diapresiasi adalah Raperpres RTR Pulau Sumatera, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera, Raperda RTRW Provinsi Jambi dan RPJM Provinsi Jambi.

3. Identifikasi dampak program dalam Raperda RTRW Provinsi Jambi terhadap isu-isu strategis dan Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera.

Tahap pengkajian awal dilakukan di studio oleh Tim KLHS RTRW Provinsi Jambi dengan mendapat bimbingan dari konsultan KLHS nasional. Pada kerja studi ini tim mencoba melakukan analisis baseline data dengan mengandalkan data yang tersedia baik dari Bappeda, BLHD, SKPD lain dan LSM, melakukan apresiasi terhadap dokumen kebijakan, rencana dan program yang terkait dengan Provinsi Jambi, dan melakukan identifikasi program dalam Raperda RTRW Jambi yang memiliki kaitan/hubungan dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan.

Identifikasi program dalam Raperda RTRW Jambi yang memiliki kaitan/hubungan dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan dimaksudkan untuk memilah program mana saja dalam Raperda RTRW yang terkait dengan isu-isu, sehingga pada saat pengkajian dampak bersama pemangku kepentingan dapat lebih fokus dan efektif.

Dalam Raperda RTRW Provinsi Jambi terdapat 66 program, tim KLHS melihat bahwa tidak semua program terkait dengan isu-isu, maka dilakukanlah penapisan terhadap program-program tersebut dengan menggunakan matriks identifikasi. Matriks menilai keterkaitan antara program dengan isu-isu menggunakan simbol (+) menunjukkan adanya keterkaitan positif; (-) menunjukkan adanya keterkaitan negatif dan (0) menunjukkan tidak adanya keterkaitan.

Setelah dilakukan identifikasi, maka didapatkan 41 program yang memiliki keterkaitan dengan isu-isu. Kemudian disepakati untuk menambahkan parameter keterkaitan program dengan :

1. Hutan /konservasi/cagar alam/suku anak dalam 2. Lahan kritis 3. Pemukiman 4. Lereng 5. Kawasan tanaman pangan produktif 6. Kapadatan penduduk

Dengan menambahkan parameter di atas, didapatkan hanya 24 program yang akan diverifikasi bersama pemangku kepentingan pada workshop pengkajian.

Dalam workshop pengkajian, tim KLHS memaparkan kembali hasil pelingkupan, memaparkan hasil analisis baseline dan daftar program yang akan dikaji sekaligus melakukan verifikasi kepada pemangku kepentingan. Verifikasi menghasilkan beberapa perbaikan, diantaranya adalah:

1. Penambahan informasi baseline data dari SKPD yang hadir dan LSM

2. Disepakati bahwa dengan berdasarkan hasil telaah baseline data terhadap daftar isu-isu hasil pelingkupan dan diskusi pemangku kepentingan, isu strategis KLHS adalah (1) jalur distribusi (2) alih fungsi lahan.

Page 68: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐3

3. Dengan sudah adanya isu strategis, maka dilakukan kembali penapisan program dalam Raperda RTRW yang terkait dengan isu strategis, menggunakan matriks. Hasilnya adalah 4 program yang akan diidentifikasi dampaknya.

4.2. Kajian Dampak Kebijakan, Rencana dan Program

4.2.1. Telaah Kebijakan, Rencana dan Program Terkait Provinsi Jambi

A. Raperpres Pulau Sumatera

Raperpres RTR Pulau Sumatera disusun oleh Tim Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Penyusunan RTR Pulau Sumatera telah didampingi oleh proses KLHS yang diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Apresiasi patut diberikan kepada proses penyusunan raperpres RTR Pulau Sumatera. Beberapa rekomendasi KLHS Raperpres RTR Pulau Sumatera telah diintegrasikan ke dalam Raperpres RTR Pulau Sumatera versi terakhir, diantaranya yang terkait dengan memasukkan kebijakan tentang kawasan koridor penghubung antara kawasan suaka alam dan pelestarian alam.

Dalam versi terakhir Raperpres RTR Pulau Sumatera, beberapa kebijakan terkait Provinsi Jambi adalah:

1. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan perkebunan

2. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan perikanan

3. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan pertambangan

4. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan kehutanan

5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat tujuan wisata dan kawasan pariwisata berbasis alam, budaya, dan meeting-incentive-convention-exhibition

6. Pengembangan jaringan jalan nasional untuk menghubungkan kawasan perkotaan

7. Pengembangan dan pemantapan akses pelayanan infrastruktur transportasi jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer, dan jaringan jalan strategis nasional pada Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sumatera, Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sumatera, Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sumatera, dan Jaringan Jalan Pengumpan Pulau Sumatera sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

8. Perwujudan jaringan jalur kereta api Trans Sumatera dengan memperhatikan kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan lindung

9. Pengembangan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi yang mengintegrasikan fasilitas produksi, pengolahan dan/atau penyimpanan, hingga akses menuju perkotaan nasional dalam mendukung sistem pasokan energi nasional

10. Rehabilitasi kawasan hutan lindung yang mengalami deforestasi dan degradasi 11. Pemertahanan, pelestarian, dan pengembangan kawasan koridor penghubung

antara kawasan suaka alam dan pelestarian alam serta pengendalian pemanfaatan ruang kawasan budi daya yang dilintasi koridor ekosistem

Page 69: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐4

B. MP3EI

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memiliki semangat Not Business as Usual. Semangat ini tercermin dari sejak proses penyusunannya di mana rumusan strategi dan kebijakan yang awalnya disusun oleh Pemerintah diperkaya dengan mendengarkan pandangan dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, terutama dari dunia usaha, melalui serial dialog intensif, interaktif dan partisipatif. Penyusun kebijakan ini adalah Pemerintah bersama dengan Komite Ekonomi Nasional (KEN) dan Komite Inovasi Nasional (KIN) dan didukung oleh pemangku kepentingan dari sektor, asosiasi profesi , pimpinan pelaku usaha (CEO), para pakar dan akademisi, serta pejabat senior pemerintah.

Dengan semua proses yang interaktif dan partisipatif ini, diharapkan terbentuk suatu ownership yang tinggi terhadap MP3EI serta terbangunnya komitmen bersama dari berbagai pihak pemangku kepentingan untuk mensukseskan keberhasilan MP3EI. Dengan demikian, semangat Not Business as Usual akan terus berlanjut untuk terus melakukan berbagai terobosan dalam rangka percepatan transformasi ekonomi Indonesia demi mencapai visi Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, maju, adil, makmur. Bila meilhat latar belakang di atas nampak jelas bahwa MP3EI adalah kebijakan yang sangat “ekonomi” mengesampingkan aspek “sosial” dan “lingkungan”. Rencana-rencana yang terdapat dalam MP3EI sebagian besar merupakan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan arus distribusi barang antara pusat-pusat produksi ke pusat-pusat distribusi dan konsumen.

Pada beberapa kawasan dapat menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan dari pelaksanaan MP3EI apabila Pemerintah tidak antisipatif menyusun rencana kerja detil untuk mewujudkan MP3EI. Tekanan-tekanan terjadap lingkungan akan terjadi pada wilayah pulau-pulau besar yang masih memiliki kawasan hutan dan pesisir, sedangkan tekanan-tekanan sosial dapat muncul pada kawasan dengan sistem nilai budaya khusus seperti Papua. Sehingga MP3EI harus didampingi dengan KLHS agar dapat teridentifikasi dampak-dampaknya dan dapat diantisipasi dengan mitigasi atau alternatif program.

Kebijakan MP3EI yang terkait dengan Provinsi Jambi adalah

1. Provinsi Jambi sebagai salah satu dari sebelas pusat ekonomi merupakan bagian dari Koridor Ekonomi Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional yaitu simpul kelapa sawit, simpul karet dan simpul batubara.

2. Identifikasi investasi infrastruktur yang akan dilakukan di Provinsi Jambi adalah:

a. Pembangunan jalan Trans Sumatera sepanjang 1.580 Km pada tahun 2012

b. Pembangunan jalan Berbak-Ujung Jabung pada tahun 2015 c. Pembangunan jalan di Kebupaten Merangin tahun 2015 d. Pembebasan lahan seluas 2.000 Ha pada tahun 2013 e. Pembangunan sekolah SMK pada tahun 2013 f. Peningkatan ruas jalan Muaro jambi – Pelabuhan Muara Sabak

sepanjang 43 Km pada tahun 2011 g. Pembangunan transmisi listrik pada tahun 2011 h. Pembangunan PLTP Sungai Penuh 2x55 MW pada tahun 2011 i. Pengembangan bandara Sultan Thaha pada tahun 2011

Page 70: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐5

Koridor Sumatera

Usulan tambang batubara di Jambi    

Page 71: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐6

Dari  daftar  rencana MP3EI di  Provinsi  Jambi maka  yang  perlu mendapatkan  perhatian  khusus adalah  mengenai  rencana  pembangunan  jalan  di  Provinsi  Jambi.  Hal  ini  penting  mengingat rencana  tersebut  akan  melewati  kawasan  hutan.  Adanya  keinginan  untuk  mempertahankan satwa  endemik  Sumatera  di  Jambi,  maka  perlu  difikirkan  rencana  pembangunan  jalan  yang akomodatif  dengan  lingkungan  dan  juga  sosial.  Pemerintah  Provinsi  Jambi  diharapkan  dapat memprakarsai KLHS untuk rencana pelaksanaan program MP3EI yang diperkirakan akan memiliki dampak lingkungan.  C. Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera  

Pembangunan berkelanjutan perlu didasari visi baru. Yaitu visi yang paradigma utamanya adalah pelestarian sumber daya alam. Visi lama yang mempertentangkan pelestarian dengan pembangunan harus ditinggalkan. Konservasi sebagai paradigma pembangunan berkelanjutan berperan besar dalam transformasi pulau Sumatra. Karenanya, upaya menyejahterakan masyarakat perlu disatukan dengan upaya menghemat sumber daya alam.

Terkait Pulau Sumatra, adalah Forum Tata Ruang Sumatera (ForTRUST), yang

anggotanya terdiri dari lembaga‑lembaga non pemerintah (NGO) dan

perwakilan‑perwakilan perguruan tinggi, yang mengembangkan Visi Ekosistem

Sumatra. Tujuannya, membangun pola ruang Pulau Sumatra yang berbasis ekosistem, yang mengakomodasi kepentingan manusia dan makhluk lainnya yang hidup dalam wilayah yang sama. Dasar penyusunannya adalah kondisi ekosistem Sumatra yang telah turun kualitasnya sampai pada tingkat terancam, yang karenanya perlu upaya untuk mencegah laju kerusakannya dengan menyusun Peta Jalan ekosistem Sumatera

Page 72: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐7

Apresiasi disampaikan karena Peta Jalan Ekosistem Sumatera telah disepakati oleh 10 Gubernur se-Sumatera, kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Dalam Negeri. Dengan adanya kesepakatan ini terbuka jalan bagi aspek “lingkungan” dan “sosial” untuk lebih dipertimbangkan dalam tata ruang di Pulau Sumatera.

Khusus untuk Provinsi Jambi, Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera merupakan bagian dari kawasan koridor RIMBA (Riau-Jambi-Sumatera Barat) yang telah di umumkan sebagai model dalam penerapan tata ruang berbasis ekosistem pada tanggal 11 Mei 2010, bersamaan dengan peluncuran dokumen “Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumtera” oleh Kementerian Lingkungkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA terdiri dari 19 Kabupaten yang berada dalam 3 Propinsi (Riau, Jambi dan Sumatera Barat)

Page 73: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐8

Dalam Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatra telah disepakati beberapa rencana aksi (Action Plan), yaitu:

1. Restorasi : Merestorasi hutan alam yang sudah rusak 2. Pengelolaan Ekosistem Penting : Mengupayakan perlindungan

hutan alam dan ekosistem sensitif dalam rangka meningkatkan daya dukung ekosistem pulau Sumatra.

3. Model Insentif: Mengembangkan model insentif dan disinsentif untuk mendorong pemerintah daerah melakukan kegiatan konservasi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Page 74: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐9

4.2.2. Telaah dampak program terhadap isu-isu strategis

Dalam workshop pengkajian yang dilakukan bersama pemangku kepentingan, diperoleh dafatar perkiraan dampak dari program yang ada di Raperda RTRW Provinsi Jambi. Berikut adalah perkiraan dampak dari program terhadap isu strategis.

A. Dampak program terhadap isu strategis alih fungsi lahan

DAMPAK No Program Primer Sekunder Tersier

1 Perkebunan Konflik lahan Rawan sosial Pertikaian Ketidakpercayaan Keamanan dan Kenyamanan terganggu

2 Lahan pangan berkurang

Stock pangan berkurang

Rawan pangan

3 Areal hutan berkurang

Erosi meningkat Ketersediaan air bersih berkurang

4 Pertambangan Kerusakan lahan ex pertambangan

Biodiversity berkurang Lahan pertanian berkurang

Flora dan fauna alami musnah

5 Pencemaran Kualitas air di tempat tertentu menurun

Ketersediaan air bersih berkurang

6 Pengembangan Kawasan Hutan

Hutan tanaman dan hutan

Keragaman hayati dan fauna

Erosi meningkat

Page 75: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐10

tanaman industri berkurang 7 Program Jalur

Penghubung Pusat Ekonomi (MP3EI)

Membendung aliran air, memutus koridor satwa,memutus akses pemukiman masyarakat dan perkebunan rakyat

Menimbulkan genangan, satwa setress, penurunan aksess

Banjir, satwa mati, aksess masyarakat terputus, perdagangan dan jasa masyarakat di sepanjang koridor jalan lama akan colappse

8 Perujudan sistem Prasarana Tranportasi (Jalan Nasional Sengeti-Tanjabar

Koridor satwa terganggu

Satwa stress Satwa punah, konflik satwa dan manusia

B. Dampak program terhadap isu strategis jalur distribusi

DAMPAK Program

Primer Sekunder Tersier Perkebunan Peningkatan volume

pemanfaatan jalan Kerusakan jalan Distribusi

terhambat, biaya produksi meningkat

Pertambangan Peningkatan volume pemanfaatan jalan

Kerusakan jalan Distribusi terhambat, biaya produksi dan distribusi meningkat, konflik sosial

4.2.3. Telaah dampak program terhadap Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera

WWF Indonesia memberi dukungan kajian analisis ruang untuk melihat dampak dari kebijakan, rencana dan program yang terkait di Provinsi Jambi dan juga dalam raperda RTRW Provinsi Jambi terhadap Peta jalan Ekosistem Sumatera. Kajian yang dilakukan adalah melakukan superimposed antara Integrasi Vision Sumatra & Rimba terhadap :

1. Ijin HTI 2. Ijin Perkebunan 3. Ijin Tambang 4. Draft Pola Ruang v.2009 & v. 2011 5. Struktur Ruang (Rencana pembangunan jalan trans Sumatera)

Analisa integrasi peta sebaran ijin HTI terhadap Vision Sumatra dan Area

Rimba. Data HTI yang digunakan adalah gabungan data HTI 2009 Dephut dengan data HTI PT WKS (Wira Karya Sakti). Data yang bersumber dari Dephut difilter lagi dengan berdasarkan status aktif dan non aktifnya juga mengeluarkan poligon PT WKS. Dua data tersebut kemudian digabungkan menjadi data HTI yang digunakan sebagai bahan integrasi terhadap Vision Sumatra dan Area Rimba

Page 76: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐11

  

Konsesi HTI di bagian utara Jambi (PT WKS) sebagian berlokasi di dalam area Rimba sehingga best management practise sangat penting untuk dipastikan implementasinya, terlebih apabila area konsesi tersebut juga masuk ke dalam kategori area Ekosistem Penting menurut Vision Sumatra.

Berdasarkan perhitungan dengan aplikasi GIS, di Kabupaten Merangin, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur terdapat area konsesi HTI yang berlokasi di kawasan Ekosistem Penting sekaligus di dalam area Rimba, dengan masing-masing luas 11.374 Ha, 30.740 Ha, dan 10.770 Ha.

Lokasi HTI (Ha) Vision Kabupaten

Dalam Rimba Luar Rimba Total

Batanghari

11,956.69

11,956.69

Merangin 5,429.18

5,429.18

Muaro Jambi 11,322.28

6,662.80

17,985.08

Sarolangun

9,855.54

9,855.54

Tanjab Barat 34,801.65

63,389.58

98,191.23

Tanjab Timur 31,916.66

8,465.57

40,382.23

Tebo 1,182.66

8,308.26

9,490.92

Jaringan Ekosistem

(blank)

88.97

88.97

Batanghari

5,847.47

5,847.47

Merangin 11,374.10

11,374.10

Kawasan Ekosistem Penting

Muaro Jambi 146.72

Page 77: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐12

146.72

Sarolangun

22,108.65

22,108.65

Tanjab Barat 30,740.92

14,898.11

45,639.03

Tanjab Timur 10,770.85

930.39

11,701.24

Tebo 273.59

974.23

1,247.82

(blank)

27.66

27.66

Batanghari

10,882.81

10,882.81

Merangin

409.89

409.89

Muaro Jambi 602.10

4,433.10

5,035.20

Sarolangun

2,326.55

2,326.55

Tanjab Barat 47.57

72.10

119.67

Tanjab Timur 122.26

122.26

Kawasan Pembangunan

Tebo

6,738.43

6,738.43

Sarolangun

669.04

669.04

Tanjab Barat

410.70

410.70 No Data

(blank)

36.83

36.83

Grand Total 138,730.55

179,493.39

318,223.94  

Analisa integrasi peta sebaran ijin Perkebunan terhadap Vision Sumatra dan Area Rimba. Sebaran data perkebunan yang digunakan mengacu pada peta seperti dibawah ini :

 

Page 78: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐13

Vision  Sumatra  dan  batas  kawasan  Rimba  di‐overlay  dengan  data  pekebunan 

dari  peta  diatas,  kemudian  diklasifikan  sebarannya  berdasarkan  lokasi  terhadap  kelas 

vision sumatra dan posisinya terhadap kawasan Rimba apakah di dalam atau di luar dari 

kawasan  Rimba.  Analisa  sebaran  perkebunan  terhadapa  kawasan  ekosistem  penting 

berdasarkan  Vision  Sumatra  dan  Rimba.  Area  ekosistem  penting  berdasarkan  Vision 

merupakan  area  yang  penting  secara  biodiversity,  terutama  karena  di  area  tersebut 

masih  terdapat  tutupan  hutan  alam  yang  keberadaannya  semakin  terancam. 

Berdasarkan overlay  data  perkebunan  terhadap  kawasan  ini,  didapat  tabel dan  grafik 

sebagai berikut: 

Luas (Ha) Vision Kabupaten Perkebunan

Dalam Rimba Luar Rimba Total

Batanghari kebun 6,067.71

6,067.71

Bungo kebun

9,090.23

0.11

9,090.34

Kerinci kebun 3,002.73

3,002.73

Merangin kebun

28,756.50

230.73

28,987.23

Muaro Jambi kebun

5,458.94 1,866.37

7,325.31

Sarolangun kebun

598.57 4,418.74

5,017.31

Tanjab Barat kebun

3,976.95 1,809.26

5,786.21

Tanjab Timur kebun

12,961.62 4,566.19

17,527.81

Tebo kebun

26,175.63 21,413.30

47,588.93

Kawasan Ekosistem Penting

(blank) kebun

758.23

758.23 Kawasan Ekosistem Penting Total

87,018.44 44,133.37

131,151.81

 

 

  

 

 

Page 79: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐14

  

Dari hasil analisa, bisa dilihat bahwa Kabupaten Merangin memiliki perkebunan 

yang berlokasi di dalam Rimba dengan  luas sekitar 28.000 Ha dan  juga Tanjung Jabung 

Timur dan  Tebo  yang masing‐masing memiliki perkebunan dalam  area Rimba dengan 

luas  12.900  dan  26.100  Ha.  Terutama  untuk  kabupaten  Tebo  yang  meiliki  area 

perkebunan yang  luas di dalam Rimba,  tapi  juga di  luar Rimba yang masih merupakan 

kawasan ekosistem penting berdasarkan Vision Sumatra (luas 21.000 Ha, sehingga total 

+/‐ 47.500 Ha), pada area perkebunan  ini sangat penting untuk mengimplementasikan 

BMP (Best Management Practise) agar terhindar dari upaya ekpansi lahan di sekitarnya 

terutama ekspansi terhadap areal yang berhutan alam. 

Analisa sebaran perkebunan terhadap kawasan jaringan ekosistem berdasarkan 

Vision  Sumatra  dan  Rimba.  Di  area  ini,  banyak  terdapat  perkebunan  dengan  luasan 

terbesar berada di  kabupaten Muaro  Jambi  (luas 95.400 Ha berada di dalam Rimba). 

Untuk  luasan  terbesar  perkebunan  di  luar  area  Rimba,  berlokasi  di  kabupaten 

Batanghari (59,900 Ha) dan kabupaten Tanjung Jabung Barat (67.000 Ha). Lebih lengkap 

ada di tabel berikut : 

Luas (Ha) Vision Kabupaten Perkebunan Dalam

Rimba Luar

Rimba Total

Batanghari kebun

59,984.63

59,984.63

Bungo kebun

48,361.89

419.35

48,781.24

Jaringan Ekosistem

Merangin kebun

33,041.50

6,776.85

39,818.35

Page 80: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐15

Muaro Jambi kebun

95,409.63

32,507.15

127,916.78

Sarolangun kebun

3,677.60

54,665.75

58,343.35 Tanjab Barat kebun

43,172.46

67,090.97

110,263.43

Tanjab Timur kebun

35,675.41

15,671.29

51,346.70

Tebo kebun

2,737.96

47,078.43

49,816.39

(blank) kebun

2,571.18

2,571.18 Jaringan Ekosistem Total

262,076.45

286,765.59

548,842.04

 

  

 

  

Page 81: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐16

Pada  dasarnya,  semua  perkebunan  di  area  ini  perlu menerapkan  BMP  untuk 

menuju  pengelolaan  perkebunan  yang  lebih  lestari  dan  ramah  terhadap  kelestarian 

biodiversity,  terutama  untuk  perkebunan  yang  berlokasi  di  area  Rimba  seperti  di 

kabupaten Muaro Jambi, kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, serta 

Bungo. 

Analisa  sebaran  perkebunan  terhadap  kawasan  pembangunan  berdasarkan 

Vision  Sumatra  dan  Rimba.  Sebagian  besar  perkebunan  berlokasi  di  area  ini,  yang 

memang  secara  biodiveristy  tidak  memiliki  nilai  yang  tinggi  sehingga  cocok  untuk 

dijadikan area pembangunan atau kegiatan ekonomi. Perkebunan di dalam area Rimba 

hanya  berlokasi  di  kabupaten Muaro  Jambi  dengan  luasan  yang  kecil  (<  20.000  Ha), 

sementara di kabupaten  lain  tidak  terdapat perkebunan yang berlokasi di area Rimba, 

karena memang tidak semua kabupaten masuk ke dalam kawasan Rimba. 

Luas (Ha) Vision Kabupaten Perkebunan

Dalam Rimba Luar Rimba Total

Batanghari kebun 119,651.62

119,651.62

Bungo kebun

216.87 124,441.56

124,658.43

Merangin kebun

1,573.07 173,150.65

174,723.72

Muaro Jambi kebun

14,195.20 70,891.18

85,086.38

Sarolangun kebun

0.01 130,733.06

130,733.07

Tanjab Barat kebun

83.96 28.18

112.14

Tanjab Timur kebun

449.39 27,432.52

27,881.91

Tebo kebun

530.13 159,445.59

159,975.72

Kawasan Pembangunan

(blank) kebun 12,729.23

12,729.23 Kawasan Pembangunan Total

17,048.63 818,503.60

835,552.22

 

 

Page 82: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐17

  Analisa integrasi peta sebaran ijin tambang (ijin eksplorasi) terhadap Vision

Sumatra dan Rimba, data sudah tersedia tetapi karena keterbatasan waktu pengerjaan selama Workshop ini sehingga belum sempat dilakukan (akan disusulkan bersama dengan hasil analisa sebaran HTI dan Perkebunan). Sebaran data ijin ekplorasi tambang yang digunakan berdasarkan pada peta berikut :

 Jenis tambang yang dianalisa adalah emas dan batubara. Data tambang yang

digunakan masih berupa ijin ekplorasi sehingga memiliki karakteristik berupa kotak-kotak dengan luas wilayah yang cukup luas. Integrasi data tambang dengan Vision

Page 83: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐18

Sumatra dan Rimba ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah-daerah mana yang terpengaruh oleh ijin ekplorasi dengan melihat pada kelas lahan dari vision sumatra, yaitu kawasan ekosistem penting, kawasan jaringan ekosistem, dan kawasan pembangunan, yang dihubungkan juga dengan lokasi kabupaten di area tersebut. Analisa sebaran ijin eksplorasi tambang terhadap kawasan ekosistem penting berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba.

Tabel hasil analisa disajikan sbb :

Luas (Ha) Vision Kabupaten Tambang

Dalam Rimba Luar Rimba Total

Kawasan Ekosistem Penting  Batanghari  tambang        25,099.30        25,099.30 

   Bungo  tambang          11,655.56           11,655.56 

   Merangin  tambang          27,157.85            183.47        27,341.32 

   Muaro Jambi  tambang              915.16              915.16 

   Sarolangun  tambang          66,131.45           66,131.45 

   Tanjab Barat  tambang          24,704.40         4,966.85        29,671.25 

   Tebo  tambang          48,521.70      26,831.40        75,353.10 

Kawasan Ekosistem Penting Total             178,170.95      57,996.18      236,167.13 

 

 

  

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa di kabupaten Sarolangun terdapat area eksplorasi tambang paling luas sekitar 66.131 Ha yang mana area tersebut juga merupakan kawasan Ekosistem Penting berdasarkan Vision Sumatra dan berlokasi di dalam area Rimba. Disamping kabupaten Sarolangun, kabupaten Tebo juga memiliki area peruntukkan untuk tambang yang cukup luas, yaitu sekitar 48.521 Ha di dalam area Rimba dan sekitar 26.831 Ha di luar area Rimba namun sama-sama di dalam kawasan Ekosistem Penting berdasarkan Vision Sumatra.

 

Page 84: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐19

  

Analisa sebaran ijin eksplorasi tambang terhadap kawasan Jaringan Ekosistem berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Tabel sebaran ijin ekplorasi tamban di kabupaten Jambi yang masuk ke dalam kategori Jaringan Ekosistem berdasarkan Vision Sumatra :

Luas (Ha) Vision Kabupaten Tambang Dalam

Rimba Luar

Rimba Total

Jaringan Ekosistem Batanghari tambang

40,652.18

40,652.18

Bungo tambang

20,457.22

171.43

20,628.65

Merangin tambang

10,207.92

1,427.65

11,635.57

Muaro Jambi tambang

1,283.49

7,102.32

8,385.81

Sarolangun tambang

20,023.74

166.68

20,190.42

Tanjab Barat tambang

14,224.79

25,962.84

40,187.63

Tebo tambang

1,572.06

27,708.08

29,280.14 Jaringan Ekosistem Total

67,769.22

103,191.18

170,960.40

 

 

 

 

Page 85: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐20

Di Kabupaten Bungo, Sarolangun, dan Tanjung  Jabung Barat  terdapat area  ijin 

eksplorasi  yang  cukup  luas  dengan  luas  masing‐masing  20.457  Ha,  20.000  Ha,  dan 

14.224 Ha (semuanya di dalam area Rimba). 

Analisa sebaran ijin eksplorasi tambang terhadap kawasan Pembangunan berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Di kategori Kawasan Pembangunan hampir tidak ada ijin eksplorasi tambang yang berlokasi di dalam area Rimba, kalaupun ada, luasannya sangat kecil sehingga besar kemungkinan merupakan distorsi dari data. Tabel sebagai berikut :

Page 86: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐21

Luas (Ha) 

Vision  Kabupaten  Tambang  Dalam 

Rimba Luar Rimba  Total 

Kawasan 

Pembangunan  Batanghari  tambang          83,503.62  

     

83,503.62  

   Bungo  tambang 

             

533.23        17,377.02  

     

17,910.25  

   Merangin  tambang 

             

433.73        36,093.66  

     

36,527.39  

   Muaro Jambi  tambang 

                  

0.97        54,000.77  

     

54,001.74  

   Sarolangun  tambang                552.31  

           

552.31  

   Tebo  tambang 

             

129.74        17,168.01  

     

17,297.75  

Kawasan 

Pembangunan 

Total       

          

1,097.68      208,695.39  

   

209,793.06 

Di kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi terdapat ijin eksplorasi yang cukup luas dengan luasan masing-masing 83.500 Ha dan 54.000 Ha. Yang menarik di kabupaten Sarolangun tidak terdapat area ijin ekplorasi di Kawasan Pembangunan ini tetapi terdapat ijin yang cukup luas di dua kategori lahan yang secara biodiverisity penting yaitu di kategori Ekosistem Penting dan Jaringan Ekosistem.

Page 87: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐22

Analisa integrasi Vision Sumatra dan Rimba dengan draft Pola Ruang prov. Jambi v.2009. Hasil analisa berupa peta-peta berisi informasi sebaran pola ruang v.2009 terhadap 3 kelas dari Vision Sumatra, yaitu Ekosistem Penting (Important Ecosystem), Jaringan Ekosistem (Network connectivity), dan Kawasan Pembangunan (Development), dengan memisahkan pula berdasarkan area yang masuk kedalam wilayah Rimba dan di luar wilayah Rimba.

Page 88: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐23

Dari tabel di atas, yang perlu diperhatikan adalah Pola Ruang ‘Areal Penggunaan Lainnya’ yang memiliki luas 118.900 Ha (dalam Rimba) dan 52.100 Ha (luar Rimba) sehingga total sekitar 171.000 Ha APL yang berlokasi di kawasan Ekosistem Penting menurut Vision Sumatra. Hal ini perlu menjadi catatan dan penting untuk ditentukan bagaiman menentukan strategis operasional terhadap kawasan ini, karena APL akan cenderung menuju konversi hutan alam untuk kepentingan kegiatan ekonomi, sedangkan menurut Vision Sumatra, kawasan ekosistem penting berarti di area tersebut memiliki nilai biodiversity yang tinggi.

Page 89: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐24

Di kategori Jaringan Ekosistem, total luas APL sekitar 314.300 Ha, yang terdiri dari 138.100 Ha di dalam Rimba dan 176.200 Ha di luar area Rimba. Best management practise sangat penting untuk diimplementasikan di area ini karena area dengan kategori Jaringan Ekosistem memiliki nilai biodiversity yang juga penting

Page 90: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐25

Analisa integrasi Vision Sumatra dan Rimba dengan draft Pola Ruang prov. Jambi v.2011. Hasil analisa berupa peta-peta berisi informasi sebaran pola ruang v.2011 terhadap 3 kelas dari Vision Sumatra, yaitu Ekosistem Penting (Important Ecosystem), Jaringan Ekosistem (Network connectivity), dan Kawasan Pembangunan (Development), dengan memisahkan pula berdasarkan area yang masuk kedalam wilayah Rimba dan di luar wilayah Rimba. Peta draft Pola Ruang Jambi v.2011 :

Page 91: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐26

Dengan draft Pola Ruang versi 2011 seperti ini, terlihat sulit untuk menentukan suatu area cocok untuk peruntukkan tertentu karena pembagian pola ruang yang menjadi 3 kategori besar saja walaupun berdasarkan informasi yang didapat, 3 kategori besar ini (konservasi, produksi, dan distribusi) merupakan arahan secara umum, tetap saja untuk keperluan analisa integrasi dengan Vision Sumatra, informasi arahan lahan yang lebih spesifik dan didukung secara spasial tetap diperlukan.

Setelah diintegrasikan dengan Area Ekosistem Penting, draft pola ruang v.2011 ini memiliki kesesuaian yang tinggi di area barat dari provinsi Jambi, yang memang didesain untuk kawasan konservasi. Namun hal ini menjadikan area-area yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi di daerah tengah dan timur Jambi (Bukit Duabelas dan Berbak) menjadi tidak teridentifikasi karena menurut draft pola ruang daerah tengah difokuskan untuk kawasan produksi dan daerah timur untuk kawasan distribusi.

Page 92: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐27

Dari hasil integrasi, terlihat untuk kawasan Jaringan ekosistem banyak bertampalan dengan Kawasan Produksi yang berlokasi di tengah provinsi dan sebagian besar berlokasi di luar area Rimba. Kawasan distribusi juga memiliki luasan yang cukup besar baik di dalam maupun di luar area Rimba.

Strategi operasional di kawasan Jaringan ekosistem terhadap peruntukkan kawasan distribusi dan produksi harus ditentukan secara hati-hati karena jaringan ekosistem merupakan area yang berfungsi sebagai ‘koridor’ yang menghubungkan kawasan ekosistem penting, sehingga walaupun bila dinilai secara ekosistem tidak setinggi kawasan ekosistem penting tapi fungsinya yang sebagai penghubung menjadikan kawasan ini perlu dikelola secara hati-hati.

Page 93: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐28

Berdasarkan Vision Sumatra, kelas kawasan pembangunan di provinsi Jambi cenderung berlokasi di bagian tengah provinsi, sehingga menjadikannya cenderung di luar area Rimba. Untuk kawasan produksi dari draft pola ruang sudah sesuai dengan kelas kawasan pembangunan dari Vision Sumatra.

Analisa integrasi Vision Sumatra dan Rimba dengan draft Struktur Ruang (Rencana pembangunan jalan Trans Sumatera) Provinsi Jambi. Data draft struktur ruang yang dikaji adalah rencana pembangunan jalan tol dan rencana pembangunan jalan kereta api. Berdasarkan peta berikut, rencana pembangunan jalan tol berlokasi melintasi jalur timur provinsi Jambi dari kabupaten Muaro Jambi hingga ke Tanjung Jabung Barat. Di kabupaten Tanjung Jabung Barat, lintasan jalan tol ini akan sangat berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sementara rencana pembangunan jalan kereta berlokasi dari Kab. Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Muaro Jambi, Batanghari, hingga Tebo dan Bungo.

Page 94: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐29

Rencana  jalan  tol dan  kereta dibuffer dengan  jarak masing‐masing 500, 1000, 

dan  3000 meter untuk melihat  kategori  lahan  apa  saja  yang mengalami  dampak  dari 

pembangunan jalan tersebut. 

Page 95: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐30

Luas (Ha) Status terhadap

Rimba Vision Kabupaten

0 - 500m 1000 - 3000m

500 - 1000m Total Area

Jaringan Ekosistem

Tanjab Barat

2,895.00

10,845.83

2,881.01

16,621.84

Dalam Rimba Kawasan

Ekosistem Penting

Tanjab Barat

794.56

3,256.05

777.99

4,828.60

Batanghari

55.66

1,068.26

171.45

1,295.37 Muaro Jambi

1,433.19

4,147.88

1,357.06

6,938.13

Jaringan Ekosistem

Tanjab Barat

2,595.61

11,598.68

2,603.81

16,798.10

Kawasan Ekosistem Penting

Tanjab Barat

290.38

214.57

264.21

769.16

Batanghari

224.94

1,480.35

209.41

1,914.70

Kota Jambi

80.73

80.73

Luar Rimba

Kawasan Pembangunan

Muaro Jambi

5,660.79

22,819.14

5,653.82

34,133.74

Grand Total

13,950.12

55,511.51

13,918.75

83,380.38

Secara  geografis,  lokasi  rencana  pembangunan  jalan  tol  berhimpitan  dengan 

Taman Nasional Bukit Tigapuluh sehingga perlu penganganan yang sangat hati‐hati dan 

dipastikan  dengan  adanya  jalan  ini,  kelestarian  TN  Bukit  Tigapuluh  ini  tidak  akan 

terancam. Sedangkan dari segi kategori  lahan,  rencana  jalan  tol yang berlokasi di Kab. 

Tanjung Jabung Barat ini bertampalan dengan Kawasan Ekosistem Penting dan Jaringan 

Ekosistem yang merupakan area dengan tingkat keaneka ragaman hayati yang tinggi. 

Page 96: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐31

Rencana  pembangunan  jalan  kereta  lebih  banyak  berlokasi  di  Kawasan 

Pembangunan berdasarkan Vision  Sumatra,  karena  area  ini  cenderung datar  sehingga 

ideal untuk pembangunan  jalan kereta. Disamping  itu kondisi aktual area  ini  terutama 

sudah tidak memiliki tutupan hutan alam lagi. 

Luas (Ha) Status

thd Rimba

Vision Kabupaten

0 - 500m 1000 - 3000m 500 - 1000m Total Area

Kota Jambi

0.92

3.57

4.49

Muaro Jambi

2,253.57 9,711.61 2,482.75

14,447.93

Tanjab Barat

3,656.88 13,663.45 3,553.78

20,874.12

Tanjab Timur

669.13 3,967.24

676.19

5,312.55

Jaringan Ekosistem

Tebo

29.98 459.04

44.42

533.44

Muaro Jambi 132.77

132.77

Tanjab Barat

675.82 3,135.40

792.48

4,603.69

Tanjab Timur

265.53 1,297.50

306.35

1,869.38

Kawasan Ekosistem Penting

Tebo

1,025.39 4,105.93 1,025.04

6,156.35

Kota Jambi

1.59 53.02

6.92

61.53

Muaro Jambi

2,017.80 6,770.01 2,003.68

10,791.49

Tanjab Barat

6.66 38.66

5.74

51.06

Tanjab Timur

0.32

0.20

0.17

0.68

Kawasan Pembangunan

Tebo

52.33 415.12

59.87

527.32

Dalam Rimba

No Data Tanjab Barat -

-

Page 97: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐32

Batanghari 78.46

78.46

Bungo

10.14 88.89

59.71

158.75

Kota Jambi

574.04 38.73

190.38

803.15

Muaro Jambi

3,079.84 7,704.85 3,014.76

13,799.44

Tanjab Barat

2,629.16 12,865.48 2,605.68

18,100.32

Tanjab Timur

2,738.13 10,047.33 2,756.98

15,542.45

Jaringan Ekosistem

Tebo

461.60 2,627.15

491.72

3,580.46

Muaro Jambi 63.39

63.39

Tanjab Barat

258.91 201.12

273.22

733.26

Kawasan Ekosistem Penting

Tanjab Timur

0.04 551.40

1.81

553.24

Batanghari

10,466.06 40,244.30 10,344.96

61,055.32

Bungo

2,377.80 11,376.26 2,372.16

16,126.21

Kota Jambi

2,100.72 6,727.60 1,991.78

10,820.10

Muaro Jambi

3,214.30 14,080.44 3,209.50

20,504.24

Sarolangun

598.75 3,551.48

686.49

4,836.71

Tanjab Barat

472.85 2,642.28

533.98

3,649.12

Tanjab Timur

3,694.46 14,881.35 3,635.80

22,211.61

Kawasan Pembangunan

Tebo

10,055.68 36,984.21 9,960.16

57,000.04

Tanjab Barat 151.23

151.23

Luar Rimba

No Data

Tanjab Timur 105.07

105.07 Grand Total

53,388.38 208,760.94 53,090.04

315,239.36

4.2.4. Perkiraan Dampak Kumulatif

Dampak kumulatif adalah dampak yang diperkirakan akan muncul pada satu waktu dan tempat tertentu sebagai akibat akumulasi dampak-dampak yang muncul dari pelaksanaan kebijakan, rencana dan program.

Dampak kumulatif penting untuk dicarikan mitigasi/alternatif karena total besaran dampak paling besar diantara yang lain. Tim KLHS Provinsi dengan dukungan WWF mencoba mengidentifikasi perkiraan wilayah dampak kumulatif dari RTRW Provinsi Jambi.

Dari overlay rencana perkebunan, pertambangan, HTI, daerah konservasi dan kawasan RIMBA di Jambi, maka perkiraan munculnya dampak kumulatif ada pada wilayah yang tergambar dalam peta di bawah ini. Pada wilayah ini terdapat tumpang tindih rencana pemanfaatan lahan dan secara jelas memotong koridor RIMBA.

Page 98: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  IV‐33

Perkiraan Wilayah Dampak Kumulatif

Perkiraan dampak kumulatif yang dapat ditimbulkan adalah konflik lahan antar perusahaan dengan perusahaan, perusahaan dengan masyarakat, konflik dengan satwa dan tekanan alih fungsi lahan pada kawasan konservasi di sekitarnya.

Page 99: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  V‐1

BAB V PERUMUSAN MITIGASI/ALTERNATIF DAN REKOMENDASI

5.1. Proses Perumusan Mitigasi/Alternatif dan Rekomendasi

Proses perumusan mitigasi/alternatif dan rekomendasi dilakukan setelah pelaksanaan workshop pengkajian. Kerja studio tim KLHS memantapkan hasil identifikasi perkiraan dampak program terhadap isu-isu strategis dan merumuskan sementara mitigasi/alternatif dari dampak program.

Hasil kerja studio diverifikasi kembali kepada pemangku kepentingan dalam workshop perumusan mitigasi/alternatif dan rekomendasi pada tanggal 3-4 November 2011. Dalam workshop ini pemangku kepentingan merasa perlu untuk melihat kembali

Diskusi Pemangku Kepentingan

Identifikasi dampak program

Masukan konsultan nasional

Perumusan Rekomendasi

Hasil  Pengkajian 

Kerja studio Tim KLHS Provinsi

Rumusan sementara mitigasi/alternatif untuk mengatasi dampak

Workshop Pengkajian

Perumusan mitigasi/alternatif untuk mengatasi dampak 

Pemantapan perkiraan dampak program

Verifikasi hasil kerja studio

Penandatanganan Berita Acara Kesepakatan Rekomendasi yang

akan disampaikan Kepada Gubernur Jambi

Rekomendasi KLHS RTRW Provinsi Jambi kepada

Gubernur Jambi

Page 100: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  V‐2

perkiraan dampak yang telah dirumuskan oleh tim KLHS. Diskusi antara pemangku kepentingan pada akhirnya menyepakati perkiraaan dampak program terhadap isu-isu strategis dan langsung dirumuskan langkah-langkah mitigasi/alternatif untuk mengatasi perkiraan dampak.

Setelah disepakati mitigasi/alternatif, pemangku kepentingan bersama-sama merumuskan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Jambi. Pada akhir kegiatan, pemangku kepentingan yang hadir menandatangani Berita Acara Kesepakatan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur. 5.2. Mitigasi/Alternatif Dampak dan Rekomendasi

A. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Dampak Program Perkebunan Terhadap Alih Fungsi Lahan

Program perkebunan dalam hal ini pengembangan areal kelapa sawit yang di peruntukan pada perusahaan besar, berdampak pada konflik lahan antara pihak perusahaan dan masyarakat. Pemberiaan HGU pada perusahaan seringkali tidak mengindahkan keberadaan masyarakat yang ada di sekitar dan di dalamnya, sehingga mengakibatkan terjadinya konflik sosial, yang ditunjukkan dengan adanya masalah lahan di beberapa perkebunana perusahaan kelapa sawit di Provinsi Jambi, sehingga berimplikasi kepada pertikaian, ketidakpercayaan masyarakat kepada pihak perusahaan, dan diakhiri dengan ketidaknyamanan hubungan antara pihak perusahaan dan masyarakat sekitar. Pada kenyataannya hal ini tidak sepenuhnya menjadi kesalahan pihak perusahaan, karena pihak perusahaan memiliki izin HGU yang legal dari Pemerintah.

Untuk itu mitigasi yang diusulkan adalah :

1. Penyelesaian dilakukan antara pihak perusahaan dan masyarakat yang difasilitasi oleh pihak pemerintah setempat, akademisi dan LSM melakukan dialog dan mencari jalan keluar yang terbaik diantara kedua belah pihak. Jangan sepihak artinya tidak berpihak hanya pada masyarakat karena adakalanya masyarakat ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu. Tidak pula hanya berpihak pada perusahaan, karena perusahaan kadang kala hanya berorientasi pada keuntungan semata.

2. pada saat pemberian rekomendasi pemanfaatan lahan (HGU) haruslah melibatkan masyarakat setempat atau melibatkan wakil masyarakat atau tokoh desa dalam diskusi TP3D diranah kabupaten tidak hanya melibatkan camat setempat, karena kadang kala ada pergantian camat seiring dengan pergantian kepala daerah, sehingga camat tidak begitu mengetahui situasi di bawah pemerintahannya. Seharusnya juga ada perubahan pada pengambilan keputusan pada Tim 9 di Provinsi Jambi, ada wakil masyarakat, akademisi dan LSM didalam diskusi, sehingga semua terwakili untuk dapat terlibat.

Program pengembangan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan secara

umum dalam skala besar, telah mengakibatkan luas lahan pangan berkurang, dan mengakibatkan berkurangnya stok beras, dampak berikutnya kemungkinan terjadi rawan pangan di Provinsi Jambi. Rekomendasi dalam KLHS, ruang pangan di dalam peruntukan tata ruang Provinsi Jambi, harus diperhitungkan dan dikaitkan dengan percepatan pertumbuhan penduduk yang pada Tahun 2011 sebesar 2,5%, harus pula dipertimbangkan, bahwa konsumsi perkapita penduduk pertahun sebesar 105 kg dan dikaitkan dengan penduduk Provinsi Jambi pada Tahun 2010 sebesar 3.088.000 jiwa.

Page 101: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  V‐3

Jiwa pertumbuhan penduduk 2,5% dan ruang untuk pangan seluas, maka Tahun 2030 akan terjadi rawan pangan.

Maka mitigasi yang diusulkan adalah:

1) Melakukan intensifikasi pertanian dan diversifikasi pangan 2) Optimalisasi lahan marginal non gambut untuk pertanian pangan 3) Penyusunan peraturan daerah tentang lahan pertanian berkelanjutan. Selanjutnya Rekomendasi yang diusulkan adalah: Mengembalikan ruang

pangan sesuai tata ruang, dan intensifikasi lahan pangan seharusnya didukung oleh berbagai lini termasuk perjuangan komisi penyuluhan untuk menambah penyuluh yang berkualitas dari 30% yang ada sekarang menjadi 60%.

Dampak perkembangan perkebunan mengakibatkan areal berhutan berkurang, sehinga terjadi erosi, daya tangkapan areal di kawasan barat yang diperuntukan sebagai kawasan konservasi berkurang, dampak turunan dari hal ini adalah erosi di wilayah barat, berimplikasi terhadap kualitas air di hilir, akibatnya kekeruhan air sungai menjadi meningkat.

Maka mitigasi yang diusulkan adalah: 1. Kajian khusus untuk hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat.

Sebagai rekomendasi adalah, effisiensi dan kelestarian kajian ruang pada

wilayah barat yang akan dijadikan perkebunan besar. Mewajibkan perusahaan perkebunan untuk mengelola 10 % lahan di areal HGU sebagai areal konservasi melalui penerbitan peraturan daerah dan peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan areal konservasi di areal HGU perusahaan. Selanjutnya kemungkinan dilakukan diversifikasi pada dalam usahatani skala besar.

B. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Dampak

Program Perkebunan Terhadap Jalur Distribusi

Pengembangan perkebunan berdampak pada peningkatan volume pemanfaatan jalan, sehingga menimbulkan kerusakan jalan, pada akhirnya menghambat distribusi hasil perkebunan, selanjutnya pengembangan perkebunan juga berpotensi menimbulkan konflik sosial dan polusi udara meningkat, yang diakibatkan oleh kerusakan jalan.

Maka mitigasi yang diusulkan adalah: 1. Peningkatan kapasitas jalan 2. Optimalisasi fungsi jembatan timbang 3. Optimalisasi kir kendaraan pengangkut hasil perkebunan 4. Revitalisasi transportasi sungai 5. Pembangunan jalur altenatif angkutan sumberdaya alam 6. Mendorong pemanfaatan program CSR pada masyarakat sekitar

perkebunan

Dan sebagai rekomendasi adalah: 1. Mempercepat pelaksanaan pemindahan jalur tranportasi untuk

barang (SDA) 2. Mempercepat revitalisasi sungai sebagai jalur transportasi

barang dan orang

Page 102: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  V‐4

3. Memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan operasional jembatan timbang

4. Optimalisasi dana CSR untuk penghijauan dan pemeliharaan jalan

C. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Dampak

Program Pertambangan Terhadap Isu Alih Fungsi Lahan.

Dampak pengembangan kawasan pertambangan terhadap alih fungsi lahan, karena sistem teknologi di dalam pertambangan terutama pertambangan batubara adalah pit open mining, maka akan terjadi pengupasan tanah pucuk yang akan berdampak terhadap penurunan populasi flora dan fauna., penambahan lahan kritis dan areal lahan hutan akan berkurang yang diikuti dengan rawan sosial, keaneragaman berkurang dan bertambahnya lahan kritis. Selanjutnya berimplikasi terhadap konflik antara perusahaan perkebunan dengan pertambangan, terbukanya lahan-lahan dengan cekungan, mengakibatkan terganggunya tingkat kesehatan tingkat kesehatan:

Maka mitigasi yang diusulkan adalah : 1. Penegasan ruang potensi tambang di dala RTRWP Provinsi Jambi 2. Pengawasan terhadap implemetasi pengelolaan lahan eks-tambang 3. Pengelolaan terhadap pemanfaatan dan pengelolaan tambang berdasarkan

pola tata ruang Provinsi Jambi

D. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Dampak Program Pertambangan Terhadap Isu Strategis Jalur Distribusi .

Program pengembangan kawasan pertambangan mempunyai dampak terhadap peningkatan penggunaan atau pemanfaatan volumen jalan, dengan kapasitas yang melibihi kapasitas jalan, berakibat terhadap kerusakan jalan, baik jalan nasional, maupun jalan produksi. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap distribusi jalan terhambat, biaya produksi meningkat, kondlik sosial dan polusi udara.

Maka mitigasi yang disarankan adalah: 1. Peningkatan kapasitas jalan 2. Optimalisasi fungsi jembatan timbang 3. Optimalisasi KIR kendaraan pengankut hasil pertambangan 4. Reviltalisasi transportasi sungai 5. Jalur alternatif angkutan sumberdaya alam 6. Mendorong pemanfaatan program CSR terhadap masyarakat sekitar

Dan rekomendasi yang disampaikan adalah: Optimalisasi kinerja prasarana transportasi melalui: 1. Peningkatan kapasitas jalan oleh Dinas PU 2. Optimalisasi fungsi jembatan timbang Dinas Perhubungan 3. Optimalisasi KIR dan Uji Emisi kendaraan pengangkut hasil

pertambangan oleh Dinas Perhubungan, BLHD. 4. Pembangunan jalan khusus angkutan sumberdaya alam oleh Dinas

Pu, perhubungan dan BKPMD 5. Menjalin kerjasama dengan perusahaan pertambangan tentang

pemanfaatan program CSR untuk penghijauan di kiri-kanan jalan 6. Revitalisasi transportasi sungai

Page 103: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  VI‐1

BAB VI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

6.1. Proses Pengambilan Keputusan

Pertemuan high level meeting dilaksanakan di rumah Gubernur pada 1 Desember 2011 merupakan tahapan lanjutan yang bertujuan untuk menyampaikan rumusan rekomendasi dari pemangku kepentingan kepada pengambil keputusan. Hasil keputusan akan digunakan dalam penyempurnaan dokumen RTRW Provinsi Jambi.

High level meeting di hadiri oleh SKPD terkait di Provinsi Jambi. Pada pertemuan tersebut Kepala Bappeda Provinsi Jambi telah mempresentasikan hasil proses KLHS RTRW Provinsi Jambi di depan Gubernur dan Sekda. Gubernur dan Sekda Provinsi Jambi menyambut baik pelaksanaan KLHS di Provinsi Jambi yang telah mendapat bantuan dana dari Pemerintah Denmark (DANIDA).

High Level Meeting1 Desember 2011 dengan Gubernur 

dan Sekda Provinsi Jambi 

Draft Laporan KLHS RTRW Provinsi Jambi

Verifikasi Rekomendasi oleh SKPD Provinsi Jambi 

Rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Jambi 

REKOMENDASI

DISEMINASI & PENUTUPAN PROSES KLHS RTRW 

Hasil Pengambilan Keputusan 

MONITORING DAN EVALUASI PENGINTEGRASIAN HASIL PENGAMBILAN KEPUTUSAN KE DALAM 

RTRW PROVINSI JAMBI OLEH BAPPEDA PROVINSI 

Page 104: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

  VI‐2

Setelah pengambilan keputusan hasil KLHS RTRW Provinsi Jambi kembali dipaparkan kepada pemangku kepentingan yang terlibat sejak awal proses KLHS. Pada kesempatan ini pula kegiatan KLHS RTRW Provinsi Jambi 2011 dinyatakan SELESAI. Dan selanjutnya sesuai dengan hasil pengambilan keputusan, Bappeda Provinsi Jambi bertugas melakukan monitoring pengintegrasian hasil pengambilan keputusan ke dalam Raperda RTRW Provinsi Jambi 2011-2031.

6.2. Pengambilan Keputusan

Dalam pertemuan dengan Gubernur disampaikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Mengintegrasikan kesepakatan koridor Visi Sumatera di Wilayah Jambi dalam KRP RTRW Provinsi Jambi serta mengimplementasikannya dalam program – program RPJMD sesuai mitigasi.

2. Pengoptimalan kinerja prasarana transportasi dalam KRP RTRW Provinsi Jambi sesuai mitigasi.

3. Mengintegrasikan prinsip – prinsip pengelolaan perkebunan berkelanjutan dan sistem pertambangan yang berkelanjutan sesuai mitigasi dalam program pengembangan perkebunan dan program pengembangan kawasan pertambangan serta peninjauan ulang pola ruang RTRWP untuk menghindari tumpang tindih kawasan perkebunan dan pertambangan.

4. Menghapus kegiatan pengembangan hutan tanaman dalam program pengembangan kawasan hutan dalam rencana perwujudan pengelolaan kawasan lindung karena bertentangan dengan UU No. 41 tentang Kehutanan dan memasukkannya dalam program lain/ baru dalam rencana perwujudan pemantapan kawasan budidaya.

Dan Gubernur Jambi MEMUTUSKAN:

Menerima rekomendasi KLHS No.1 s/d 4 dengan tindak lanjut kepada Bappeda:

7. Mengintegrasikan koridor visi Sumatera di Wilayah Jambi ke dalam rancangan akhir Raperda RTRW Provinsi Jambi dengan menyusun indikasi program pendukungnya yang berkelanjutan dalam 20 tahun

8. Mengintegrasikan program-program perwujudan koridor visi Sumatera di Wilayah Jambi yang memungkinkan ke dalam RPJM yang sedang berjalan

9. Menyusun indikasi program dalam rencana struktur ruang jaringan transportasi yang mempertimbangkan mitigasi dampak program dalam KLHS yang telah dilakukan

10. Menyusun indikasi program dalam rencana pola ruang kawasan budidaya terkait perkebunan dan pertambangan yang mempertimbangkan mitigasi dampak program dalam KLHS yang telah dilakukan

11. Menata kembali perizinan pemanfaatan ruang antara perkebunan dan pertambangan

12. Memindahkan pasal dalam rancangan akhir RTRW Jambi tentang pengembangan hutan tanaman dalam kawasan hutan lindung ke kawasan budidaya.

Page 105: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

DAFTAR PUSTAKA

Pearce, et al. 1990: 24. Pearce et. al. 1990: 42. Rahardjo. 2007: 9. Rosyani. 2008. Salim. 2004: 1 Salim. 2004: 16. Suyanto, S dan Applegate, G. 2001.

Anonym (2009) Undang-Undang no. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. KLH. Jakarta Anonym (2010) Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor: 660/5113/SJ dan Nomor: 04/MENLH/12/2010

Anonym (2010) Rancangan Akhir Raperda RTRW Provinsi Jambi. Bappeda. Provinsi Jambi.

Anonym (2010) Status Lingkungan Hidup Daerah. BLHD. Provinsi Jambi. Anonym (2010) MP3EI. Kementerian Perekonomian. Jakarta Anonym (2011) Raperpres RTR Pulau Sumatera. Kementerian PU. Jakarta Anonym (2010) Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera. WWF Indonesia.

Jakarta Briffetta, C., Obbardb, J.P., dan Mackee (2003) Towards SEA for the developing

nations of Asia. Environmental Impact Assessment Review. 23 (2003) 171–196 Fischer, T.B. (1999) Benefits Arising from SEA Application: A Comparative Review of

North West England, Noord-Holland, and Brandenburg-Berlin. Environmental Impact Assessment Review. 19 (1999) 143-173

IAIA (2002) Strategic Environmental Assessment: Performance Criteria. Special Publication Series No.1, International Association for Impact Assessment (www.iaia.org/publications).

OECD (2006) Applying Strategic Environmental Impact Assessment: Good Practice Guidance for Development Co-operation. OECD Publishing.

Partidario, M.R. (2000) Elements of an SEA framework—improving the added-value of SEA. Environmental Impact Assessment Review. 20 (2000) 647–663.

Sadler, B. dan Verheem, R. (1996) Strategic Environmental Assessment: Status, Challenges and Future Directions. Report no. 53. The Hague: Ministry of Housing, Physical Planning and Environment.

Sadler B. and Brook C. (1998) Strategic Environmental Appraisal, Department of the Environment, Transport and the Regions, London, UK.

Sadler, B (1999) A framework for environmental sustainability assessment and assurance, in Petts J (ed.) Handbook of Environmental Impact Assessment, (Volume 1), Blackwell Scientific Ltd. Oxford, 12-32.

Sadler, B (2005) Strategic Environmental Assessment at the Policy Level: Recent Progress, Current Status and Future Prospect. Editor. Ministry of The Environment, Czech Republic. Praha.

Sadler B (2002) From environmental assessment to sustainability appraisal, Environmental Assessment Yearbook 2002, Institute of Environmental Management and Assessment, Lincoln and EIA Centre, University of Manchester, 145-152.

Therivel et al (1992) Strategic Environmental Assessment, Earthscan, London: Earthscan

UNEP (United Nation Environmental Program) (2002) EIA Training Resource Manual.

 

Page 106: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN 1 

BERITA ACARA 

KESEPAKATAN  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 107: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 108: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 109: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 110: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 111: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 112: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN 2 

PAPARAN  

HIGH LEVEL MEETING 

 

 

 

 

  

Page 113: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 114: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 115: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 116: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 117: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 118: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 119: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 120: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 121: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 122: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 123: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 124: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

Page 125: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 126: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 127: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 128: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 129: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 130: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 131: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN 3 

TABEL KESEPAKATAN 

HASIL KAJIAN, MITIGASI 

DAN ALTERNATIF 

 

 

Page 132: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

Page 133: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 134: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

Page 135: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 136: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 137: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

 

Page 138: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

  

 

 

 

 

LAMPIRAN 4 

FOTO‐FOTO KEGIATAN  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 139: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

Foto Dokumentasi Bimbingan Teknis untuk Tim KLHS Provinsi Jambi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 140: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

Foto Dokumentasi Seminar Awal dan Workshop Pelingkupan 

KLHS RTRW Provinsi Jambi 

 

 

  

 

 

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 141: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

Foto Dokumentasi Workshop Pengkajian 

KLHS RTRW Provinsi Jambi 

 

   

 

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 142: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

Foto Dokumentasi Workshop Pengkajian 

KLHS RTRW Provinsi Jambi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 143: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

Foto Dokumentasi High Level Meeting 

KLHS RTRW Provinsi Jambi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gubernur (kanan) dan Sekda (kiri) Provinsi Jambi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Paparan Rekomendasi oleh Kepala Bappeda Provinsi Jambi 

Page 144: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

 

 

 

 

LAMPIRAN 5 

SK PEMBENTUKAN  

TIM TEKNIS KLHS 

 

Page 145: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

Page 146: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

Page 147: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

Page 148: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf

 

Page 149: FINAL SEA REPORT FOR 5 LOCATION.pdf