68
FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN PATIENTS WITH POSTOPERATIVE FACOEMULSIFIKASI CATARACT IN BKMM SULSEL FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PENCAPAIAN TAJAM PENGLIHATAN TIDAK MAKSIMAL PADA PASIEN POST OPERASI KATARAK FACOEMULSIFIKASI DI BKMM SUL-SEL SKRIPSI Disusun Oleh: Muhammad Fajri Jami’ady 10542 0299 11 Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN PATIENTS WITHPOSTOPERATIVE FACOEMULSIFIKASI CATARACT IN BKMM SULSEL

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PENCAPAIAN TAJAM PENGLIHATANTIDAK MAKSIMAL PADA PASIEN POST OPERASI KATARAK

FACOEMULSIFIKASI DI BKMM SUL-SEL

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Muhammad Fajri Jami’ady

10542 0299 11

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SarjanaKedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

Page 2: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN
Page 3: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN
Page 4: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR10 Maret 2015

Muhammad Fajri Jami’ady (10542 0299 11)dr. Hj. Rahasia Taufik , Sp.M

”FAKTOR – FAKTOR YANG MENYEBABKAN TAJAM PENGLIHATAN TIDAKMAKSIMAL PADA PASIEN POST OPERASI KATARAK FACOEMULSIFIKASI DIBKMM SUL – SEL”.

ABSTRAK

LATAR BELAKANG : Katarak merupakan penyakit yang pertama dari lima areaprioritas utama pada prakarsa global untuk mengurangi angka kebutaan (Vision 2020).Penyakit katarak di Indonesia terjadi pada usia lebih muda, yaitu pada usia 45 tahun.Menurut kriteria WHO tajam penglihatan pada hari VIII pasca operasi katarakfacoemulsifikasi diklasifikasikan yaitu (1) tajam penglihatan baik apabila tajampenglihatan sebesar 6/6-6/18, ( 2 ) tajam penglihatan kriteria sedang apabila tajampenglihatan sebesar <6/18-6/60, dan (3) tajam penglihatan kriteria buruk apabila tajampenglihatan sebesar <6/60.TUJUAN : Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pencapaian TajamPenglihatan Tidak Maksimal pada Pasien Post Operasi Katarak Facoemulsifikasi diBKMM Sul- SelMETODE : Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode casecontrol yang bersifat deskriptif. Data penelitian yang digunakan adalah data primer dandata sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pasien katarak pascaoperasi. Data sekunder diperoleh dari medical record pasien.HASIL : Dari hasil yang didapat faktor – faktor yang menyebabkan tajam penglihatantidak maksimal pada pasien post operasi katarak facoemulsifikasi yaitu Diabetes Melitus0 % , Degeneratif : 66.7 % , Follow Up : 44.4 % , Teknik Operasi : 0 % , ketidakpercayaan dan kepuasan pelayanan : 16,7 %KESIMPULAN : Variable yang berhubungan dengan faktor – faktor penurunan tajampenglihatan tidak maksimal adalah umur diatas 60 tahun ( Degeneratif ), jenis kelaminperempuan , dan kurangnya follow up dari para pasien post operasi katarakfacoemulsifikasi

Kata Kunci :Mata,Katarak , facoemulsifikasi

Page 5: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

FACULTY OF MEDICINEUNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSAR10 Maret 2015

Muhammad Fajri Jami’ady (10542 0299 11)dr. Hj. Rahasia Taufik, Sp.M

“FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN PATIENTSWITH POSTOPERATIVE FACOEMULSIFIKASI CATARACT IN BKMM SULSEL”

ABSTRACK

BACKGROUND : Cataract is a disease that is the first of the five main priority areas ona global initiative to reduce blindness (Vision 2020). Cataract in Indonesia occurred at ayounger age, that is at the age of 45 years. According to the WHO criteria for visualacuity on the eighth day after facoemulsifikasi cataract surgery is classified: (1) thecriteria of good visual acuity if the visual acuity is amounting 6 / 6-6 / 18, (2) the criteriaof medium visual acuity if the visual acuity is amounting <6 / 18-6 / 60, and (3) thecriteria of poor visual acuity if visual acuity is amounting <6/60.PURPOSE : To determine the Factors That Cause No Maximum Achievement SharpVision in Patients with Facoemulsifikasi Cataract post Surgery in BKMM sulselMETHODS : The method used in this study is descriptive case-control method. The dataused in this research is the primary data and secondary data. Primary data is data obtaineddirectly from the patient's postoperative cataract. Secondary data were obtained frommedical records of patients.RESULT : From the results obtained the factors that cause no maximum visual acuity inpatients with postoperative cause no maximum visual acuity in patients withpostoperative facoemulsifikasi cataract which is Diabetes Mellitus0%, Degenerative:66.7%, Follow Up: 44.4%, Mechanical Operations: 0%, distrust and service satisfaction:16, 7%.CONCLUSION : Variables associated with the factor of the reduction that is not optimalvisual acuity age over 60 years (Degenerative), female gender, and the lack of follow upof the patients postoperative facoemulsifikasi cataract

Keyword : Eye,Cataract, facoemulsifikasi

Page 6: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”FAKTOR-FAKTOR YANG

MENYEBABKAN PENCAPAIAN TAJAM PENGLIHATAN TIDAK MAKSIMAL PADA

PASIEN POST OPERASI KATARAK FACOEMULSIFIKASI DI BKMM SUL-SEL”

Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad, penulis curahkan ke hadirat junjungan

umat, pemberi syafa’at, penuntun jalan kebajikan, penerang di muka bumi ini, seorang manusia

pilihan dan teladan kita, Rasullulah SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikut Beliau

hingga akhir zaman, Amin.

Penulis memulai tulisan ini dengan huruf kemudian menjadi kata lalu menjadi kalimat,

begitu seterusnya hingga teesusunlah karya tulis ilmiah ini untuk menjadi salah satu syarat

mendapatkan gelar sarjana kedokteran (S.Ked) di program studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. DR. H. Irwan Akib, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar beserta

jajarannya.

2. dr. H. Mahmud Ghaznawie, Ph.D, Sp. PA(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Makassar beserta jajarannya.

Page 7: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

3. dr. Hj. Rahasia Taufik , Sp. M selaku pembimbing dan dr. Nurmila , M.Kes selaku

penguji yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan pengarahan

dan koreksi sampai skripsi ini selesai.

4. dr. Dara Ugi , M. Kes selaku dosen penasehat akademik yang membimbing dari

semester 1 sampai semester akhir.

5. Kepala Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sul - Sel yang telah memberi izin kepada

penulis untuk melakukan penelitian dan segenap Pegawai BKMM yang telah membantu

penulis dalam melakukan penelitian pada instansi tersebut.

6. Ayahanda Prof. Dr. Abdul Rahman , M.Pd dan Ibunda Dra. Hj. Nursiah , M.Pd yang

tercinta atas segala doa, pengorbanan, kasihsayang, didikan, dan bantuan moril maupun

materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kakak Iftithah Nurmaulidia , S.Kom dan adik Agung Tri Utomo dan Rikah Fahranah

yang senantiasa membantu dan memberi dukungan kepada penulis sehingga tulisan ini

bisa selesai.

8. Keluarga besar angkatan 2011 Astrocyte yang selama ini bersama-sama dengan kompak

dalam menjalani perkuliahan.

9. Teman sepembimbing seperjuangan Andi Nurlaely Hamid , Nur Hikmah Jihad, dan

Muhammad Ilyas Nurdin.

10. Afra Fatin Arindy yang selalu membantu dan memberi motivasi yang terus-menerus

sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, dengan kerendahan hati, penulis menerima saran dan kritik yang sifatnya konstruktif dari

berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Page 8: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis memohon ridha dan magfirah-Nya, semoga

segala dukungan serta bantuan semua pihak mendapat pahala yang berlipat ganda disisi Allah

SWT, semoga karya ini dapat bermanfaat kepada para pembaca, Aamiin

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Maret 2015

Penulis

Page 9: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK……………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 2

C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………. 2

D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………… 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………... 4

BAB III KERANGKA KONSEP …………………………………………………..…… 32

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………………… 34

BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………………………….……. 36

BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………………………….. 44

BAB VII KAJIAN KEISLAMAN………………………………………………………. 49

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….. 51

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 52

LAMPIRAN……………………………………………………………………………… 53

Page 10: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Studi Ketajaman Penglihatan pada Anak Usia Lima Tahun Keatas …… 12

Tabel 2.2 Nilai Tajam Penglihatan Dalam Meter, Kaki, Desimal……………… 16

Tabel 2.3 Metode Estimasi Persentase Kehilangan Ketajaman Penglihatan……… 16

Tabel 3.1 Frekuensi Pasien Akibat DM…………………………………………… 36

Tabel 3.2 Frekuensi Pasien Akibat Degeneratif…………………………………… 36

Tabel 3.3 Distribusi Penderita Menurut Umur dan Jenis Kelamin………………… 37

Tabel 3.4 Frekuensi Follow Up…………………………………………………….. 37

Tabel 3.5 Follow Up……………………………………………………………….. 38

Tabel 3.6 Tekknik Operasi………………………………………………………… 38

Tabel 3.7 Kurang Kepercayaan Pelayanan ……………………………………….. 39

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 struktur Aksesori Mata……………………………………………… 4

Gambar 2.2 Otot – otot Ekstrinsik Bola Mata…………………………………… 5

Gambar 2.3 Anatomi Bola Mata…………………………………………………. 6

Gambar 2.4 Jeras Penglihatan…………………………………………………… 9

Gambar 2.5 Kinetic Perimetry…………………………………………………… 18

Kerangka Teori…………………………………………………………………… 28

Kerangka Konsep………………………………………………………………… 29

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Penelitian Kepada Kepala Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sul – Sel

2. Data Dalam Microsoft Excel

3. Analisis SPSS

4. Riwayat Hidup

Page 11: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Katarak merupakan penyakit yang pertama dari lima area prioritas

utama pada prakarsa global untuk mengurangi angka kebutaan (Vision 2020).

Katarak dipilih karena merupakan penyebab utama gangguan penglihatan didunia.

Katarak merupakan masalah nasional yang perlu segera ditanggulangi. Katarak

dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Farida (1989-1999), lebih dari separuh (52%) kebutaan disebabkan oleh

katarak. Bahkan 16 % buta oleh karena katarak dialami oleh penduduk usia

produktif (40-54 tahun). Penyakit katarak di Indonesia terjadi pada usia lebih

muda, yaitu pada usia 45 tahun.

Menurut kriteria WHO tajam penglihatan pada minggu VIII pasca operasi

katarak diklasifikasikan yaitu (1) tajam penglihatan baik apabila tajam

penglihatan sebesar 6/6-6/18, ( 2 ) tajam penglihatan kriteria sedang apabila tajam

penglihatan sebesar <6/18-6/60, dan (3) tajam penglihatan kriteria buruk apabila

tajam penglihatan sebesar <6/60.

Dari masalah tersebut diatas, melihat besarnya kasus pada penderita

katarak pasca operasi katarak , sehingga hal ini menjadi latar belakang bagi

penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Menyebabkan

Pencapaian Tajam Penglihatan Tidak Maksimal pada Pasien Post Operasi Katarak

Facoemulsifikasi di BKMM Sul- Sel”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya tajam penglihatan yang

tidak maksimal pada pasien pasca operasi katarak facoemulsifikasi

di BKMM Sul- Sel.

2. Terkhusus pada pasien yang telah dioperasi, dalam hal ini adalah

operasi katarak facoemulsifikasi.

Page 12: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

2

3. Pasien post operasi katarak facoemulsifikasi adalah pasien yang

melakukan follow up selama tujuh hari.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui faktor penyebab tajam penglihatan tidak maksimal

pada pasien post operasi katarak facoemulsifikasi di BKMM Sul- Sel

2. Untuk mengurangi prevalensi penyebab tajam penglihatan tidak

maksimal pada pasien post operasi katarak facoemulsifikasi di

BKMM Sul- Sel .

D. MANFAAT PENELITIAN

Ada pun manfaat yang diambil dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat terhadap penulis :

1. Memahami Faktor resiko penyebab tidak maksimalnya hasil

operasi facoemulsifikasi pada pasien katarak di BKMM Sul- Sel.

2. Manfaat terhadap akademik :

1. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang penyakit mata,

baik pra-operasi maupun pasca operasi.

Page 13: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Mata

Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata

dilindungi oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti

tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of sphenoid,

lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001).

1. Komponen Bola Mata

Sebagai struktur tambahan mata, dikenal berbagai struktur aksesori

yang terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus

lakrimal, dan otot-otot mata ekstrinsik. Alis mata dapat mengurangi

masuknya cahaya dan mencegah masuknya keringat, yang dapat

menimbulkan iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu mata mencegah

masuknya benda asing ke dalam mata. Konjungtiva merupakan suatu

membran mukosa yang tipis dan transparan. Konjungtiva palpebra melapisi

bagian dalam kelopak mata dan konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior

permukaan mata yang berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungtiva

palpebra dan bulbar disebut sebagai conjunctival fornices (Seeley, 2006).

Apparatus lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal yang terletak di sudut

anterolateral orbit dan sebuah duktus nasolakrimal yang terletak di sudut

inferomedial orbit. Kelenjar lakrimal diinervasi oleh serat-serat parasimpatis

dari nervus fasialis. Kelenjar ini menghasilkan air mata yang keluar dari

kelenjar air mata melalui berbagai duktus nasolakrimalis dan menyusuri

permukaan anterior bola mata. Tindakan berkedip dapat membantu

menyebarkan air mata yang dihasilkan kelenjar lakrimal (Seeley, 2006).

Air mata tidak hanya dapat melubrikasi mata melainkan juga mampu

melawan infeksi bakterial melalui enzim lisozim, garam serta gamma

globulin. Kebanyakan air mata yang diproduksi akan menguap dari

permukaan mata dan kelebihan air mata akan dikumpulkan di bagian medial

Page 14: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

4

mata di kanalikuli lakrimalis. Dari bagian tersebut, air mata akan mengalir

ke saccus lakrimalis yang kemudian menuju duktus nasolakrimalis. Duktus

nasolakrimalis berakhir pada meatus inferior kavum nasalis dibawah konka

nasalis inferior (Rizzo, 2001).

Untuk menggerakkan bola mata, mata dilengkapi dengan enam otot

ekstrinsik. Otot-otot tersebut yaitu superior rectus muscle, inferior rectus

muscle, medial rectus muscle, lateral rectus muscle, superior oblique

muscle, dan inferior oblique muscle. Pergerakan bola mata dapat

digambarkan secara grafik menyerupai huruf H sehingga uji klinis yang

digunakan untuk menguji gerakan bola mata disebut sebagai H test.

Superior oblique muscle diinervasi oleh nervus troklearis. Lateral rectus

muscle diinervasi oleh nervus abdusen. Keempat otot mata lainnya

diinervasi oleh nervus okulomotorius (Seeley, 2006).

Otot-otot ekstrinsik bola mata dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1. Struktur Aksesori Mata (Saladin, 2006)

Untuk menggerakkan bola mata, mata dilengkapi dengan enam otot

ekstrinsik. Otot-otot tersebut yaitu superior rectus muscle, inferior rectus

muscle, medial rectus muscle, lateral rectus muscle, superior oblique

muscle, dan inferior oblique muscle. Pergerakan bola mata dapat

digambarkan secara grafik menyerupai huruf H sehingga uji klinis yang

digunakan untuk menguji gerakan bola mata disebut sebagai H test.

Page 15: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

5

Superior oblique muscle diinervasi oleh nervus troklearis. Lateral rectus

muscle diinervasi oleh nervus abdusen. Keempat otot mata lainnya

diinervasi oleh nervus okulomotorius (Seeley, 2006).

Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas tiga lapisan

utama, yaitu outer fibrous layer, middle vascular layer dan inner layer.

Outer fibrous layer (tunica fibrosa) dibagi menjadi dua bagian yakni sclera

dan cornea. Sclera (bagian putih dari mata) menutupi sebagian besar

permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang ditembus

oleh pembuluh darah dan saraf. Kornea merupakan bagian transparan dari

sclera yang telah dimodifikasi sehingga dapat ditembus cahaya (Saladin,

2006).

Otot-otot ekstrinsik bola mata dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2. Otot-otot Ekstrinsik Bola Mata (Saladin, 2006)

Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea. Lapisan ini

terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris. Choroid

merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat

terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina. Ciliary body

merupakan ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin

Page 16: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

6

muskular disekitar lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta

mensekresi cairan yang disebut sebagai aqueous humor (Saladin, 2006).

Iris merupakan suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya dan

lubang yang dibentuk oleh iris ini disebut sebagai pupil. Iris memiliki dua

lapisan berpigmen yaitu posterior pigment epithelium yang berfungsi

menahan cahaya yang tidak teratur mencapai retina dan anterior border layer

yang mengandung sel-sel berpigmen yang disebut sebagai chromatophores.

Konsentrasi melanin yang tinggi pada chromatophores inilah yang

memberi warna gelap pada mata seseorang seperti hitam dan coklat.

Konsentrasi melanin yang rendah memberi warna biru, hijau, atau abu-abu.

Inner layer (tunica interna) terdiri dari retina dan nervus optikus (Saladin,

2006).

Struktur anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 2.3. Anatomi Bola Mata (Khurana, 2007)

2. Komponen Optik Mata

Komponen optik dari mata adalah elemen transparan dari mata yang

tembus cahaya serta mampu membelokkan cahaya (refraksi) dan

memfokuskannya pada retina. Bagian-bagian optik ini mencakup kornea,

Page 17: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

7

aqueous humor, lensa, dan vitreous body. Aqueous humor merupakan cairan

serosa yang disekresi oleh ciliary body ke posterior chamber, sebuah ruang

antara iris dan lensa. Cairan ini mengalir melalui pupil menuju anterior

chamber yaitu ruang antara kornea dan iris. Dari area ini, cairan yang

disekresikan akan direabsorbsi kembali oleh pembuluh darah yang disebut

sclera venous sinus (canal of Schlemm) (Saladin,2006).

Lensa tersuspensi dibelakang pupil oleh serat-serat yang membentuk

cincin yang disebut suspensory ligament, yang menggantungkan lensa ke

ciliary body. Tegangan pada ligamen memipihkan lensa hingga mencapai

ketebalan 3,6 mm dengan diameter 9,0 mm. Vitreous body (vitreous humor)

merupakan suatu jelly transparan yang mengisi ruangan besar dibelakang

lensa. Sebuah kanal (hyaloids canal) yang berada disepanjang jelly ini

merupakan sisa dari arteri hyaloid yang ada semasa embrio (Saladin, 2006).

3. Komponen Neural Mata

Komponen neural dari mata adalah retina dan nervus optikus. Retina

merupakan suatu membran yang tipis dan transparan dan tefiksasi pada

optic disc dan ora serrata. Optic disc adalah lokasi dimana nervus optikus

meninggalkan bagian belakang (fundus) bola mata. Ora serrata merupakan

tepi anterior dari retina. Retina tertahan ke bagian belakang dari bola mata

oleh tekanan yang diberikan oleh vitreous body. Pada bagian posterior dari

titik tengah lensa, pada aksis visual mata, terdapat sekelompok sel yang

disebut macula lutea dengan diameter kira-kira 3 mm. Pada bagian tengah

dari macula lutea terdapat satu celah kecil yang disebut fovea centralis,

yang menghasilkan gambar/visual tertajam. Sekitar 3 mm pada arah medial

dari macula lutea terdapat optic disc. Serabut saraf dari seluruh bagian mata

akan berkumpul pada titik ini dan keluar dari bola mata membentuk nervus

optikus. Bagian optic disc dari mata tidak mengandung sel-sel reseptor

sehingga dikenal juga sebagai titik buta (blind spot) pada lapangan pandang

setiap mata (Saladin, 2006).

Page 18: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

8

4. Proses Visual Mata

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina

dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi

maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak

dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri

diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang

terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel

epithelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga

sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006).

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan

melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.

Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya

berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau

objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya

memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada

kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006).

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humor

(n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak

dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan

yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah

cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap

terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi

potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini

terjadi pada retina (Saladin, 2006).

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan

sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi

pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada choroid

membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan

mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor

yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan

fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini

dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan

Page 19: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

9

bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan

ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan

sel bipolar dan ganglionic (Seeley, 2006).

Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang

terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract,

lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri

(Seeley, 2006).

Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 2.4. Jaras Penglihatan (Khurana, 2007)

Penglihatan manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Cental Vision

Central vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya

jatuh pada area macula lutea retina dan memberikan stimulus pada

fotoreseptor yang berada pada area tersebut. Dalam

pemeriksaannya, central vision dapat dibagi menjadi uncorrected

visual acuity dimana mata diukur ketajamannya tanpa

menggunakan kacamata maupun lensa kontak dan corrected visual

acuity dimana mata yang diukur telah dilengkapi dengan alat bantu

penglihatan seperti kacamata maupun lensa kontak. Karena

Page 20: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

10

penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh dapat disebabkan oleh

kelainan refraksi, umumnya jenis pemeriksaan yang dipilih untuk

menilai kesehatan mata adalah corrected visual acuity (Riordan-

Eva, 2007).

b. Peripheral Vision

Peripheral vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya

jatuh pada area diluar macula lutea retina dan memberikan

stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut.

Penglihatan perifer dapat ditinjau secara cepat dengan

menggunakan confrontation testing. Pada pemeriksaan ini, mata

yang tidak diperiksa ditutup dengan menggunakan telapak tangan

dan pemeriksa duduk sejajar dengan pasien. Jika mata kanan

pasien diperiksa, maka mata kiri pasien ditutup dan mata kanan

pemeriksa ditutup. Pasien diminta untuk melihat lurus sejajar

dengan mata kiri pemeriksa. Untuk mendeteksi adanya gangguan,

pemeriksa menunjukkan angka tertentu dengan menggunakan jari

tangan yang diletakkan diantara pasien dan pemeriksa pada

keempat kuadran penglihatan. Pasien diminta untuk

megidentifikasi angka yang ditunjukkan (Riordan-Eva, 2007).

1. Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan sistem penglihatan

untuk membedakan berbagai bentuk (Anderson, 2007). Penglihatan yang

optimal hanya dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh,

stuktur mata yang sehat serta kemampuan fokus mata yang tepat (Riordan-

Eva, 2007).

Perkembangan kemampuan melihat sangat bergantung pada

perkembangan tumbuh anak pada keseluruhan, mulai dari daya

membedakan sampai pada kemampuan menilai pengertian melihat.

Walaupun perkembangan bola mata sudah lengkap waktu lahir, mielinisasi

berjalan terus sesudah lahir. Tajam penglihatan bayi sangat kurang

Page 21: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

11

dibanding penglihatan anak. Perkembangan penglihatan berkembang cepat

sampai usia dua tahun dan secara kuantitatif pada usia lima tahun (Ilyas,

2009).

Tajam penglihatan bayi berkembang sebagai berikut:

Baru lahir : Menggerakkan kepala ke sumber cahaya besar

6 minggu : Mulai melakukan fiksasi; Gerakan mata tidak teratur ke

arah sinar

3 bulan : Dapat menggerakkan mata ke arah benda bergerak

4-6 bulan : Koordinasi penglihatan dengan gerakan mata. Dapat

melihat dan mengambil objek

9 bulan : Tajam penglihatan 20/200

1 tahun : Tajam penglihatan 20/100

2 tahun : Tajam penglihatan 20/40

3 tahun : Tajam penglihatan 20/30

5 tahun : Tajam penglihatan 20/20 (Ilyas, 2009).

Secara klinis, derajat ketajaman anak-anak mencapai nilai yang

mendekati 6/6 saat mencapai usia 5 tahun. Hal ini dikarenakan pemeriksaan

visus pada anak-anak secara subjektif maupun objektif tidak dapat

menghasilkan data yang valid. Ketajaman penglihatan dapat dibagi lagi

menjadi recognition acuity dan resolution acuity. Recognition acuity adalah

ketajaman penglihatan yang berhubungan dengan detail dari huruf terkecil,

angka ataupun bentuk lainnya yang dapat dikenali. Resolution acuity adalah

kemampuan mata untuk mengenali dua titik ataupun benda yang

mempunyai jarak sebagai dua objek yang terpisah (Leat, 2009).

Hubungan antara jenis ketajaman penglihatan tersebut dengan usia

dimana kondisi tersebut dapat dicapai dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut

(Leat, 2009).

Page 22: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

12

Tabel 2.1.

Studi Ketajaman Penglihatan pada Anak Usia Lima Tahun Keatas

2. Pemeriksaan visus mata

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab

kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam

penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.

Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan

kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur

dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun

proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan

rincian benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang

masih dapat dilihat pada jarak tertentu (Ilyas, 2009).

Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat

kemampuan membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk

Page 23: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

13

kartu. Pasiennya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk

penglihatan normal. Pada keadaan ini, mata dapat melihat huruf pada jarak

20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam

penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15

atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea,

sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji

warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam

penglihatan mata (Ilyas, 2009).

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan

kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam

penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan

gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata hanya

dapat membedakan dua titik tersebut membentuk sudut satu menit. Satu

huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit

dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin jauh huruf

harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut

yang dibentuk harus tetap lima menit (Ilyas, 2009).

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak lima

atau enam meter. Pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan

beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan

dipakai kartu baku atau standar, misalnya kartu baca Snellen yang setiap

hurufnya membentuk sudut lima menit pada jarak tertentu sehingga huruf

pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit

pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut

membentuk sudut lima menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6

adalah huruf yang membentuk sudut lima menit pada jarak enam meter,

sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan jelas (Ilyas,

2009).

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan

atau kemampuan melihat seseorang, seperti :

Page 24: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

14

Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada

jarak enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat

pada jarak enam meter.

Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan

angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan

angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada

jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat

pada jarak 60 meter.

Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen

maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang

normal pada jarak 60 meter.

Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60.

Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai

1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan

pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat

gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya

dapat melihat lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam

penglihatannya adalah 1/300.

Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak

dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam

penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak

tidak berhingga.

Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka

dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).

Hal diatas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat

berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan

tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang

dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan

Page 25: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

15

berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal

akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan

untuk dapat mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai

terbentuk sehingga dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi

penglihatan bayi pada masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar

dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan

dalam pengujian penglihatannya (Ilyas, 2009).

Untuk mengetahui sama tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata

dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup

akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia

sedang memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding

dengan mata lainnya (Ilyas, 2009).

Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat

kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole

penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat

dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan

diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau

kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun

(Ilyas, 2009).

Pada Tabel 2.2. dibawah ini terlihat tajam penglihatan yang dinyatakan

dalam sistem desimal, Snellen dalam meter dan kaki (Ilyas, 2009).

Page 26: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

16

Tabel 2.2.

Nilai Tajam Penglihatan dalam

Meter, Kaki dan Desimal

Snellen (6 meter)

20 kaki Sistem desimal

6/6 20/20 1.0

5/6 20/25 0.8

6/9 20/30 0.7

5/9 15/25 0.6

6/12 20/40 0.5

5/12 20/50 0.4

6/18 20/70 0.3

6/60 20/200 0.1

Tabel 2.3. Metode Estimasi Persentase Kehilangan Ketajaman Penglihatan

(Riordan-Eva, 2007)

Page 27: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

17

3. Penurunan ketajaman penglihatan

Penurunan ketajaman penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai

faktor seperti usia, kesehatan mata dan tubuh dan latar belakang pasien.

Ketajaman penglihatan cenderung menurun sesuai dengan meningkatnya

usia seseorang. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor yang

mempengaruhi ketajaman penglihatan seseorang (Xu, 2005). Dari penelitian

yang dilakukan di Sumatra, Indonesia, didapat bahwa penyebab tertinggi

terjadinya low vision atau visual impairment adalah katarak, kelainan

refraksi yang tidak dikoreksi, amblyopia, Age-related Macular

Degeneration, Macular Hole, Optic Atrophy, dan trauma (Saw, 2003).

Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan mata yang herediter (Riordan-

Eva, 2007).

3. Visual Impairment

Menurut International Classification of Diseases (ICD), visual

impairment adalah suatu keterbatasan fungsional dari mata. Visual

impairment ini sendiri dapat dinilai dengan menggunakan tiga kriteria

penting, yaitu:

a. Visual Acuity

Ketajaman penglihatan dapat dinilai dengan metode yang telah dijelaskan

sebelumnya (Riordan-Eva, 2007).

b. Visual Field

Metode tradisional standar yang dapat digunakan untuk menilai

gangguan dalam lapangan pandang adalah kinetic perimetry untuk

menentukan lapangan pandang setiap mata secara keseluruhan. Untuk

setiap delapan meridian utama, nilai gangguan lapangan pandang

dinyatakan dalam satuan derajat yang kemudian akan dibandingkan

dengan nilai standar lapangan pandang normal. Selisih derajat yang

didapat akan dirata-ratakan untuk mendapat nilai penurunan lapangan

pandang. Nilai kumulatif lapangan pandang mata normal pada delapan

Page 28: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

18

meridian adalah sebesar 500 derajat. Jika batas lapangan pandang sesuai

dengan meridian utama maka digunakan rata-rata dari nilai terujung batas

sepanjang meridian tersebut. Selain itu, scotoma juga diperhitungkan

dengan cara mengurangi batas scotoma tersebut pada garis meridian.

Sebagai contoh, penggunaan kinetic perimetry dapat dilihat pada gambar

berikut (Riordan-Eva, 2007).

Gambar 2.5. Kinetic Perimetry (Riordan-Eva, 2007)

c. Ocular Motility

Motilitas okuler dapat dinilai dengan menggunakan arc perimeter dengan

pasien tetap melihat mengunakan kedua mata. Motilitas okuler dapat

menilai adanya gangguan pada mata seperti diplopia (Riordan-Eva,

2007).

2.1.Katarak

2.1.1. Definisi Katarak

Definisi Lensa adalah suatu struktur transparan (jernih). Kejernihannya

dapat terganggu oleh karena proses degenerasi yang menyebabkan kekeruhan

serabut lensa (Khurana AK, 2007). Terjadinya kekeruhan pada lensa disebut

katarak. Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan

Page 29: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

19

tembus cahaya menjadi keruh. "Katarak menyebabkan penderita tidak bisa

melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai

retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina

(http://www.republika.co.id).

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggeris Cataract, dan Latin

cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat

kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan

progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama

(Ilyas, 2013)

Keadaan lensa seperti ini bukan tumor atau pertumbuhan jaringan di dalam

mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Bila kekeruhan

katarak bertambah tebal, penglihatan akan menjadi keruh seperti melihat

melalui kaca jendela yang berkabut. Berat ringannya gangguan tajam

penglihatan pada penderita katarak tergantung dari derajat kekeruhan lensa

matanya. Gangguan tajam penglihatan bervariasi dari mulai kesulitan melihat

benda-benda yang kecil sampai pada kebutaan. Katarak tidak menular ke

mata yang sebelahnya tetapi dapat mengenai kedua lensa mata. Katarak

bukan disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata yang

dipakai tidak akan memperberat katarak. Katarak tidak berhubungan dengan

kanker dan bila menderita katarak bukan berarti akan tetap buta (Ilyas, 2006).

2.1.2. Klasifikasi Katarak:

Menurut Ilyas (2013), katarak dapat diklasifikasikan ke dalam golongan

sebagai berikut:

1. Berdasarkan usia katarak

Katarak congenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1

tahun.

Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

Page 30: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

20

Katarak sensil, katarak setelah usia 50 tahun.

2. Katarak komplikata, katarak akibat penyakit mata lain

3. Katarak diabetes, katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes

mellitus.

4. Katarak sekunder, katarak yang terjadi akibat terbentuknya jaringan

fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal.

2.2. Keluhan dan Tanda – Tanda Katarak

Lensa mata terletak di bagian depan bola mata. Lensa akan memusatkan

sinar pada selaput jala (retina) mata yang terletak dibagian belakang bola

mata. Sinar melalui lensa yang akan menghasilkan bayangan yang tajam pada

retina. Tergantung pada besar dan letak kekeruhan pada lensa, penderita dapat

atau sama sekali tidak sadar akan telah terjadi katarak pada matanya. Bila

katarak terjadi pada tepi lensa maka tajam penglihatan tidak akan mengalami

perubahan. Bila letak kekeruhan ditengah lensa, penglihtan menjadi kabur.

Bila telah terbentuk katarak, lensa akan demikian keruh dan tidak bening

sehingga mengganggu penyaluran sinar masuk ke dalam retina. Katarak akan

menghalangi sinar masuk ke dalam sehingga terjadi penurunan tajam

penglihatan. Membaca menjadi sukar terutama bila penerangan terlalu kuat,

bila mengendarai kendaraan terutama dimalam hari, penglihatan akan silau

terhadap sinar yang datang, sehingga penderita katarak terkadang lenih

menyukai membaca atau berada ditempat yang tidak terlalu terang dan sulit

membaca dan mengendari di malam hari..

Kadang-kadang pada katarak dini dirasakan tidak perlu memakai kacamata

sewaktu membaca dekat. Pada beberapa orang , perlu sering mengganti

kacamata. Penglihatan ganda dapat pula terjadi pada saat katarak mulai

berkembang. Bila katarak telah lanjut, penglihatan akan seperti berasap,

berkabut bahkan kabur sama sekali.

Bila katarak lebih memburuk, kacamata yang tebal sekalipun tidak akan

menolong penglihatan. Pada tahap ini, penderita membutuhkan pertolongan

operasi ekstrasi katarak. Biasanya katarak sukar terlihat tanpa alat bantu

khusus. Tanda yang jelas terlihat pada katarak yang telah lanjut adalah

Page 31: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

21

adanya kekeruhan atau warna keputih-putihan pada pupi atau manic mata.

Bagian dalam mata biasanya diperiksa juga dengan oftalmoskop (Ilyas, 2006)

2.3. Penyebab terjadinya katarak

Katarak dapat disebabkan oleh bermacam – macam faktor seperti kelainan

bawaan sejak lahir, penyakit, trauma, efek samping obat, dan radiasi sinar

matahari. Tetapi, umumnya penyebab terbesar adalah proses ketuaan/faktor

usia.

Berdasarkan faktor risiko penyebabnya. Katarak dapat digolongkan ke

dalam beberapa tipe, yaitu sebagai berikut:

Katarak Kongenital

Adalah katarak yang ditemukan pada anak-anak. Biasanya adalah katarak

yang ditemukan pada bayi ketika waktu lahir yang disebabkan oleh virus

rubella pada ibu yang hamil muda.

Katarak Komplikata

Adalah katarak yang disebabkan oleh beberapa jenis infeksi dan penyakit

tertentu seperti Diabetes Mellitus, Hipertensi, Glaukoma, lepasnya retina

atau ablasi retina dan penyakit umum tertentu lainnya.

Katarak Trauma

Adalah katarak yang diakibatkan oleh cedera mata seperti: pukulan keras,

luka

tembus, luka menyayat, panas tinggi atau bahan kimia dapat

mengakibatkan kerusakan pada lensa. Katarak trauma dapat terjadi pada

semua umur.

Kataral Senilis

Adalah katarak yang disebabkan oleh proses ketuaan/faktor usia sehingga

lensa mata menjadi keras dan keruh. Katarak senilis merupakan tipe

katarak yang paling banyak ditemukan. Biasanya ditemukan pada

golongan usia di atas 40 tahun keatas (Ilyas, 2006).

Terdapat dua bentuk katarak senilis yaitu :

Page 32: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

22

a. Tipe Kortikal : Proses kekaburan mulai pada bagian superficial dari

konteks lensa mata.

b. Tipe Nuklear : Proses kekaburan mulai pada bagian nucleus (inti) lensa

mata.

Katarak senile secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipient,

imatur, intumesen, matur, hipermatur, dan morgagni.

Katarak insipien. Pada stadium akan terlihat hal-hal berikut ini :

a) Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior

dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.

Katarak subskapular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior

subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi

jaringan degenerative (benda Morgagni) pada katarak insipient.

b) Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi

yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang

menetap untuk waktu yang lama.

Katarak intumesen. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa menjadi

bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi

dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat

memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak

yang berjalan cepat dan mengakibatkan myopia lentikular. Pada keadaan ini dapat

terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan

bertambah, yang memberikan miopisasi.

Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan

jarak lamel lensa.

Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum

mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume

lensa akibat meningkatnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada

Page 33: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

23

keadaan dimana lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,

sehingga terjadi glaucoma sekunder.

Katarak matur. Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh

masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.

Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan

keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan

seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata

depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris

pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negative.

Katarak hipermatur. Katarak hipermatur, katarak yang mengalami

proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.

Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa

menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik

mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus

sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak

berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi

dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai

sekantong susu disertai dengan nucleus yang terbenam di dalam korteks lensa

karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. (Ilyas,2013)

2.4. Penatalaksanaan dan pengobatan pada penderita Katarak

Ada beberapa cara untuk mendiagnostik katarak antara lain:

1. Keratometri

2. Oftalmoskop

3. A-Scan Ultrasoundm (Echography)

4. Hitung sel endotel

(http://www.news-medical.net/health/Cataract-Classificatio(Indonesian).aspx)

Page 34: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

24

Penatalaksanaan / Pengobatan untuk penderita katarak adalah sebagai

berikut:

1. Pembedahan / Operasi Katarak

Operasi katarak bertujuan untuk mengeluarkan lensa yang keruh.

Penentuan waktu operasi katarak sangat ditentukan oleh dokter dan pasien,

Berdasarkan penentuan waktu tersebut terdapat dua macam indikasi

pembedahan katarak, yaitu:

a) Indikasi Sosial (berorientasi pada pasien)

Pembedahan katarak dilakukan jika kekeruhan lensa telah

mengganggu pekerjaan sehari-hari atai mengakibatkan kebutaan pada

penderitanya (tajam penglihatan kedua mata kurang atau sama dengan

3/60 setelah dikoreksi). Dulum operasi katarak dilakukan bila katarak

sudah matang. Kalau sekarang dilakukan demi memberikan kemudahan

bagi para orang-orang dengan pekerjaan halus seperti pengrajin, pelukis,

penjahit dan ahli bedah mikro. Sehingga mereka dapat melakukan

pekerjaan sehari- hari dengan mudah.

b) Indikasi Medik (berorientasi pada Medis)

Sebaiknya katarak operasi secepatnya bila katarak telah

matur/matang, karena bila terlambat akan mengakibatkan penyulit atau

komplikasi akibat lensa yang terlalu matang. Penyulit yang akan timbul

berupa peradangan bola mata (uveitis) dan terjadinya gangguan

keseimbangan pengaliran cairan dalam bola mata yang akan menaikkan

tekanan bola mata (glaucoma sekunder). Hal ini akan memberikan keluhan

mata merah tanpa kotoran dengan rasa sakit pada mata tersebut dan dapat

berakhir dengan kebutaan permanen. Sebaiknya operasi dilakukan pada

satu mata saat mata yang lain masih dapat dipergunakan.

Teknik operasi katarak, terdiri dari dua macam teknik, yaitu:

Pengangkatan seluruh lensa katarak, disebut dengan teknik Ekstraksi

Katarak Intra Kapsuler (Intra Capsuler Cataract Extraction/ICCE).

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.

Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan

mudah diputus.

Page 35: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

25

Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder

dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.

Pembedahan ini dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan

pemakaian alat khusus sehingga penyulit tidak banyak seperti

sebelumnya. Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan

atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang

masih mempunyai ligament hialoidea kapsular.

Pengangkatan katarak dengan meninggalkan kapsul belakang lensa,

disebut Ekstrasi Katarak Ekstra Kapsular (Extra Capsuler Cataract

Extraction/ECCE). Tindakan pembedahan pada lensa katarak, di mana

dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul

lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar

melalui robekan terebut, kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm,

lensa intraokuler diletakkan pada kapsul anterior. (Ilyas, 2013).

Pada operasi katarak masal, WHO menganjurkan metoda ICCE karena

dianggap lebih cepat dan lebih murah. Indonesia, Safari katarak menggunakan

teknik ICCE dan ECCE. Dalam penanggulangan katarak paripurna (PKKP)

Departemen Kesehatan ini cenderung menggunakan teknik ICCE

a) Dengan Kaca mata apakia

b) Lensa kontak

c) Implan Lensa Okuler (IOL)

Intraocular Lens (IOL) menggantikan fungsi lensa mata yang diangkat

pada waktu operasi katarak. Kualitas IOL sangat mempengaruhi fungsi

penglihatan paska operasi Bahan Acrysof‚ adalah acrylic hydrophobic

dengan bio-kompatibilitas yang paling baik dan terbukti secara klinis

mempunyai angka terjadinya katarak sekunder (PCO) paska operasi yang

paling rendah dibandingkan dengan lensa lainnya yang ada saat ini

Acrysof Single Piece dibuat dalam satu kesatuan bahan, tanpa sambungan

dan dapat dimasukkan ke dalam bola mata melalui sayatan luka yang kecil

(2,2 mm‚ 2,75 mm) dengan injektor khusus.

Page 36: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

26

2.6. Komplikasi Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)

a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama

operasi maka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang

merupakan resiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.

b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode

paska operasi dini. Pupil mengalami distorsi.

c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun

jarang terjadi (<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa

nyeri, penurunan tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik

mata depan (hipopion).

d. Astigmatisma pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan

kornea untuk mengurangi astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum

melakukan pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh

dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih

dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan

jahitan biasanya menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan

mudah di klinik dengan anastesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit

lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun

mungkin diperlukan jahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi tidak

sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil

menghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka

memungkinkan koreksi astigmatisma yang telah ada sebelumnya.

e. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan,

terutama bila disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring

berjalannya waktu, namun dapat menyebabkan penurunan tajam

penglihatan yang berat.

f. Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan

dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini

bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.

g. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul

posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel

epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur

Page 37: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

27

dan mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada

kapsul dengan laser (neodymium yttrum (ndYAG) laser) sebagai prosedur

klinis rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau

terlepasnya retina setelah kapsulotomi YAG. Penelitian yang ditujukan

pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang

digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih

lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting

dalam mencegah opasifikasi kapsul posterior

Page 38: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

28

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Katarak

( Keruh )

Tajam Penglihatan

Operasi Katarak

Faktor – faktor pasca operasi

Komplikasi pasca operasi- Hilangnya vitreous- Edema Kornea- Prolap Iris- Kekeruhan kapsul

Posterior- Residual lens material- Hifema- Endoflamitis- Edema macula kistoid

Sistem Persyarafan

1. Retina / Makula2. PN II3. Jalur visual

Refraksi Anomali

1. Miopia2. Hipermetropia3. Astigmatisma

Media Refrakta

1. Kornea2. HA3. LEnsa4. CV

Faktor Pre Operatif

- Hipertensi- Diabetesmilitus- Glukoma

Page 39: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

29

3.2 Kerangka Konsep

Penderita Katarak

Tajam Penglihatan

Operasi Katarak

Faktor – faktor pasca operasi

Komplikasi pasca operasi- Hilangnya vitreous- Edema Kornea- Prolap Iris- Kekeruhan kapsul Posterior- Residual lens material- Hifema- Endoflamitis- Edema macula kistoid

Page 40: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

30

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah pasien katarak pasca operasi katarak di

Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sul-Sel selama periode 1 Oktober

hingga 30 November 2014.

Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 dibagian rekam

medic Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sul-Sel untuk pengumpulan data,

kemudian analisis dan pengolahan data akan dilakukan pada bulan

Desember 2014.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode case control yang bersifat deskriptif. Data penelitian yang

digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data

yang diperoleh langsung dari pasien katarak pasca operasi. Data sekunder

diperoleh dari medical record pasien.

3. Variable Penelitian

Variable yang terdapat dalam penelitian adalah variable

independen (X) dan variable dependen (Y). Variable Independen adalah

faktor faktor yang menyebabkan pencapaian tajam penglihatan tidak

maksimal pada pasien katarak dimana aspek yang menjadi subjek yang

akan dilakukan penelitian sedangkan variable dependen adalah pasien

pasca operasi katarak.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam prosedur pengumpulan data, peneliti menggunakan data

wawancara dan observasi. Metode wawancara merupakan teknik untuk

mengumpulkan data dan informasi. Sedangkan observasi merupakan

Page 41: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

31

sebuah teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan

menggunakan medical record pasien sebagai datanya.

5. Teknik Pengambilan Sample

1. Melakukan survey penderita katarak di Balai Kesehatan Mata

Masyarakat Makassar.

2. Mengurus perizinan melakukan penelitian di Balai Kesehatan Mata

Masyarakat Makassar.

3. Menggunakan rumus sample dan melakukan pengambilan sample

menggunakan data catatan medis penderita katarak dengan metode

case control

4. Seleksi sample berdasarkan kriteria tajam penglihatan maka

didapatkan sampel yang benar untuk diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis univariat pada setiap variable

yang terdapat dalam instrument penelitian yang meliputi faktor-faktor

yang mempengaruhi tajam penglihatan pada pasien katarak pasca operasi.

7. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian peneliti telah melakukan prosedur

yang berkaitan dengan etiika penelitian. Penelti telah meminta surat

persetujuan dari pembimbing. Setelah disetujui kemudian peneliti meminta

ijin kepada Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sul-Sel untuk mencari data

pasien yang pernah dilakukan tindakan operasi katarak.

Page 42: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

32

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum lokasi penelitian

Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak antara 0°12’ -

8° Lintang Selatan dan 116°48’ - 122°36’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan

Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di

sebelah timur, batas sebelah barat dan timur masing-masing adalah Selat

Makassar dan Laut Flores.

Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 45.519,24 km2 yang secara

administrasi pemerintahan terbagi menjadi 21 kabupaten dan 3 kota, dengan 304

kecamatan dan 2.953 desa/kelurahan..

Tempat yang dijadikan pengambilan sampel adalah Balai Kesehatan Mata

Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di jalan Wijaya Kususma

Raya no.19 Makassar.

VISI

Balai Kesehatan Mata Masyarakat Propinsi Sulawesi Selatan mempunyai

visi untuk menjadi “Center of Excellent” Pelayanan kesehatan Mata dan THT di

wilayah Indonesia Timur.

MISI

a. Membangun citra pelayanan prima, bermutu serta professional

b. Menjalin kemitraan dengan semua pihak

c. Melaksanakan Diklat dan Penelitian bidang kesehatan mata dan THT

Page 43: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

33

a) Latar Belakang

Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Makassar sebelumnya berbentuk

Seksi Mata dibawah koordinasi dan pengawasan Kanwil Departemen Kesehatan

Propinsi Sul-Sel dikepalai oleh Prof.DR.dr.Waraouw,DSM yang dulunya

berlokasi di Jln. G. Lompobattang No. 10 Makassar.

Dalam rangka pengembangan Pelayanan Kesehatan Mata, maka Pemerintah

melalui SK Menkes RI No. 350 a/Menkes/SK/VI/1991 melembangakan 12 UPT

di bidang Kesehatan Masyarakat, salah satu diantaranya adalah BKMM Prop. Sul-

Sel diresmikan oleh Dirjen Binkesmas Depkes RI Dr. Leimena, MPH di Gedung

Baru Komp. Kesehatan Banta-Bantaeng Jl. Wijaya Kusuma Raya No. 19

Makassar.

Pada tanggal 10 januari 200 BKMM Sul-Sel melakukan kerjasama dengan

bagian Ilmu Kesehatan THT FK-Unhas mengadakan uji coba kesehatan THT

terpadu dengan dukungan dari Depkes RI, maka pada tanggal 08 Mei 2006

kerjasama tersebut dikukuhkan secara resmi.

Sesuai Peraturan Menkes No. 1652/Menkes/Per/XII/2005 struktur dan

organisasi BKMM Makassar meningkat dari Eselon IIIb menjadi Eselon IIIa

dengan wilayah kerja meliputi 13 Propinsi.

Sejak dari Seksi Kesehatan Mata sampai sekarang telah beberapa kali

pergantian pimpinan.

1. Prof DR. Dr. Waraouw, DSM tahun 1955 sampai dengan 1970

2. Prof dr. Umar, DSM tahun 1970 sampai dengan 1982

3. dr. Robert Sutjiadi, DSM tahun 1982 sampai dengan 1992

4. dr. Semuel R. Dundu, DSM tahun 1992 sampai dengan 1995

5. dr. Ny. Hj. Rahasiah Taufik, DSM tahun 1995 sampai dengan 2003

6. dr. Hamzah, Sp.M tahun 2003 sampai 2011

7. dr. Noor Syamsu, Sp.M, M.Kes (Mars) tahun 2011 sampai sekarang

Page 44: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

34

Saat ini Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar telah berubah menjadi

Badan Layanan Umum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan

dengan Nomor 56/KMK.05/2011 tentang penetapan Balai Kesehatan Mata

Masyarakat makassar pada kementerian kesehatan sebagai instansi pemerintah

yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU)

dengan status Badan Layanan Umum secara Penuh (BLU secara Penuh). Dengan

status BLU secara Penuh memberikan feksibelitas pengelolaan keuangan kepada

Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar sesuai dengan Peraturan Pemerintah

No. 23 tahun 2005.

b) Tugas Pokok (Kepmenkes No.1652/MENKES/PER/XII/2005)

1. Pelayanan Kesehatan Mata

2. Pendidikan dan Pelatihan Teknis

3. Peningkatan Kemitraan di Bidang Kesehatan Mata

c) Fungsi

Dengan adanya Kepmenkes No. 1652/MENKES/PER/XII/2005 yang

menyangkut Perencanaan, Koordinasi, Pelaksanaan, Evaluasi dalam fungsi

sebagai berikut :

1. Pelayanan Kesehatan Mata Masyarakat

2. Urusan Tata Usaha & RT BKMM

3. Pencegahan timbulnya ganguan kesehatan Mata

4. Pengobatan mata masyarakat

5. Pelayanan penunjang di bidang Kesehatan Mata Masyarakat

6. Pemulihan & peningkatan fungsi penglihatan & kebutaan

7. Pelaksanaan rujukan Kesehatan Mata Masyarakat

8. Diklat tenaga kesehatan

9. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna

10. Pelaksanaan kemitraan dan sosialisasi kesehatan mata masyarakat

Page 45: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

35

d) Kegiatan Pelayanan

- Loket

- Poliklinik Mata

- Poliklinik THT

- Pemeriksaan Spesialis Mata dan THT

- Laboratorium Sederhana

- Pemeriksaan dengan alat penunjang diagnostik seperti Biometri A &

B Scan, Keratometri, Slit Lamp, Tonometri non kontak.

- Tindakan Operasi ( operasi kecil, sedang, besar )

- Apotek

- Ruang Observasi

- Pelayanan Bengkel Kacamata dan Optik

- Operasi fakoemulsifikasi

B. Karektristik Sampel Penelitian

Penelitian dilaksanakan di BALAI KESEHATAN MATA MAKASSAR

(BKMM) pada bulan DESEMBER 2014 dengan menggunakan data rekam medic

dan wawancara pasien pasca operasi katarak dengan facoemulsifikasi di bulan

oktober . dari keseluruhan penderita yang di operasi yaitu 100 pasien dan

didapatkan hasil yang masuk kategori WHO pasien pasca operasi katarak

facoemulsifikasi adalah sebagai berikut : BAIK (6/6-6/18) sebanyak 57 pasien ,

SEDANG (<6/18-6/60) sebanyak 25 pasien , BURUK (<6/60) sebanyak 18

pasien.

Page 46: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

36

A. DIABETES MELITUS

Tabbel 5.1 Frekuensi pasien akibat DM

DM

Frequency Percent Valid Percent

Tidak

Iya

18

0

100.0

0

100.0

0

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa tidak terdapatnya pengaruh Diabetes

Melitus yang mengakibatkan tidak maksimalnya tajam penglihatan pada pasien

katarak pasca operasi katarak facoemulsifikasi.

B. UMUR DAN JENIS KELAMIN

Dari 18 pasien yang buruk setelah melakukan operasi katarak facoemulsifikasi

terdapat 12 pasien yang diakibatkan Degeneratif, dan 6 pasien tidak dapat dilihat

pada tabbel 5.2.

Tabbel 5.2 Frekuensi pasien akibat Degeneratif

Degeneratif

Frequency Percent Valid Percent

Tidak 6 33.3 33.3

Iya 12 66.7 66.7

Total 18 100.0 100.0

Dari 18 penderita didapatkan laki-laki berjumlah 8 orang ( 45% ) , dan

perempuan 10 orang ( 55% ). Umur terendah 47 tahun dan tertinggi 76 tahun.

Distribusi pada masing- masing kelompok umur dapat dilihat pada tabel 5.3

Page 47: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

37

Tabbel 5.3. Distribusi penderita menurut umur dan jenis kelamin

UMUR ( TAHUN ) ( N ) n (%)

( L ) ( P )

40 – 49 1 ( 6% ) 0 ( 0% ) 1 ( 6% )

50 – 59 2 ( 11% ) 4 ( 22% ) 6 ( 33% )

60 – 69 4 ( 22% ) 5 ( 27% ) 9 ( 49% )

70 – 79 1 ( 6% ) 1 ( 6% ) 2 ( 12% )

JUMLAH 8 ( 45% ) 10 ( 55% ) 18 ( 100% )

C. FREKUENSI FOLLOW UP

Tabbel 5.4 Frekuensi Follow Up

Follow up

Frequency Percent Valid Percent

Tidak 10 55.6 55.6

Iya 8 44.4 44.4

Total 18 100.0 100.0

Dari tabbel 5.4 menjelas kan bahwa terdapat 8 pasien yang tidak teratur

melakukan follow up setelah operasi katarak facoemulsifikasi dan 10 pasiennya

tidak.

Hasil FOLLOW UP pasien pasca operasi katarak facoemulsifikasi dapat

dilihat pada tabel 5.5

Page 48: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

38

Tabbel 5.5 Follow Up

FOLLOW UP ( n )

Tidak ada 2

1 kali 2

2 kali 9

3 kali 3

4 kali Tidak ada

5 kali 1

6 kali 1

7 kali Tidak ada

JUMLAH 18 pasien

D. TEKNIK OPERASI

Tabbel 5.6 Teknik Operasi

teknik operasi

Frequency Percent Valid Percent

Tidak

Iya

18

0

100

0

100

0

Dari tabel 5.6 menjelaskan bahwa TIDAK adanya dampak kesalahan teknik

operasi pada pengaruh tidak maksimalnya pengelihatan pasien pasca operasi

katarak facoemulsifikasi.

Page 49: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

39

E. KURANGNYA KEPERCAYAAN DAN KEPUASAN PADA

PELAYANAN FACILITAS KESEHATAN

Tabel 5.7 Kurang Kepercayaan dan Kepuasan Pelayanan

Kurang kepercayaandan kepuasan pelayanan

Frequency Percent Valid Percent

Tidak 15 83.3 83.3

Iya 3 16.7 16.7

Total 18 100.0 100.0

Dari tabel 5.7 terdapat 3 pasien yang kurang percaya dan kepuasan pada

pelayanan kesehatan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi

selatan

Page 50: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

40

BAB VI

PEMBAHASAN

A. DIABETES MELITUS

Pada tabel 5.1 menjelaskan bahwa pada pasien pasca opersai katarak

facoemulsifikasi TIDAK terdapat penurunan maksimal tajam pengelihatan yang

disebabkan Diabetes Melitus. Hal ini dikuatkan dengan adanya pemeriksaan gula

darah pada pasien sebelum melakukan operasi . dan juga pemberian obat tetes

mata 2 -3 kali pemberia setelah operasi facoemulsifikasi untuk menghindari faktor

DM.

B. UMUR DAN JENIS KELAMIN

Pada tabel 5.2 terlihat bahwa frekuensi penurunan tajam penglihatan pasca

operasi katarak facoemulsifikasi yang disebabkan karena umur ( Degeneratif )

terdapat 12 pasien , Sebagian besar penderita berada pada kelompok usia 60 – 69

tahun. Beberapa penyakit mata yang sering terjadi seiring pertambahan usia:

Presbiopia. Masalah mata ini paling umum dialami terkait dengan penuaan.

Perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang

diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada usia diatas 40

tahun umumnya seseorang akan membutuhkan kacamata baca.

Pengembara (Floater) dan Kilatan (Flashes). Ini merupakan titik-titik yang

melayang yang kadang Anda lihat bergerak pada penglihatan Anda. Mereka

sebenarnya merupakan gumpalan kecil gel atau puing-puing selular di dalam

vitreous, cairan seperti jeli yang mengisi rongga dalam mata. Pada usia

pertengahan, gel vitreous menyusut atau mengembun, berubah membentuk

gumpalan atau benang dalam mata. Floater juga sering terjadi pada orang dengan

gangguan penglihatan jarak dekat atau pada mereka yang telah menjalani operasi

katarak.

Tidak ada obat untuk floater, dan biasanya hilang dengan sendirinya. Floater

jarang menjadi hal yang serius. Namun, jika tiba-tiba mendapati floater baru yang

Page 51: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

41

banyak atau kilatan cahaya, hal itu bisa menjadi indikasi robeknya retina. Dalam

hal itu, Anda perlu mencari perhatian medis dengan segera.

Katarak. Sebagian besar katarak terjadi pada orang yang lebih tua. Lensa

pada mata menjadi keruh sehingga menyebabkan penglihatan kabur. Kondisi itu

mudah diobati. Paparan sinar UV yang lama, penggunaan obat-obatan jangka

panjang, seperti steroid, dan penyakit tertentu, seperti diabetes, dapat

memengaruhi seseorang untuk mendapat katarak lebih awal. Beberapa tanda-

tanda dan gejala lain termasuk sensitivitas terhadap cahaya dan silau yang

membuat sulit mengemudi pada malam hari, lingkaran cahaya di sekitar lampu,

warna menjadi pudar atau menguning, sering mengganti kacamata.

Glaukoma. Tidak hanya satu penyakit, tetapi sekelompok kondisi yang

mengakibatkan kerusakan saraf optik sehingga memengaruhi penglihatan Anda.

Biasanya disebabkan oleh tingginya tekanan di dalam bola mata yang merusak

saraf optik.

Glaukoma merupakan penyebab banyak orang menjadi buta sehingga sering

disebut pencuri penglihatan secara diam-diam. Glaukoma dapat merusak

penglihatan Anda, sehingga secara bertahap Anda tidak merasakan adanya

kehilangan penglihatan, sampai ketika penyakit itu sudah stadium lanjut. Jenis

yang paling umum dari glaukoma adalah glaukoma primer sudut terbuka. Jenis itu

tidak memiliki tanda-tanda atau gejala yang terlihat, kecuali kehilangan

penglihatan secara bertahap.

Gejala glaukoma sudut tertutup akut termasuk sakit mata yang parah, mual

dan muntah yang menyertai sakit mata parah, kemerahan pada mata, lingkaran

cahaya di sekitar lampu, penglihatan kabur, sakit kepala

Degenerasi Makula Terkait Usia (age-related macular

degeneration/AMD). Penyakit ini diakibatkan kerusakan pada jaringan di bagian

mata yang bertanggung jawab untuk penglihatan sentral. Meski tidak

menyebabkan kebutaan total, tetapi memperburuk kualitas hidup Anda dengan

mengaburkan atau menyebabkan bintik buta dalam penglihatan pusat Anda yang

diperlukan untuk membaca, mengemudi, mengenali wajah dan melakukan

pekerjaan detail.

Page 52: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

42

Degenerasi makula cenderung memengaruhi orang dewasa usia 50 ke atas.

Ada dua bentuk degenerasi makula, yaitu basah dan kering. AMD kering

merupakan tahap awal penyakit dan mayoritas pasien penderita AMD

mengalaminya. Bentuk AMD basah biasanya menyebabkan kehilangan

penglihatan yang serius. Pada sekitar 10 persen dari jumlah kasus, AMD kering

berkembang menjadi AMD basah, di mana pembuluh darah baru tumbuh di

bawah retina dan menyebabkan kebocoran darah dan cairan. Akibatnya, sel-sel

retina yang rusak menyebabkan bintik-bintik buta dalam visi pusat.

AMD akan menyebabkan titik buta di tengah pusat penglihatan Anda. Tanda

dan gejala lain termasuk kebutuhan untuk cahaya semakin terang ketika membaca

atau melakukan pekerjaan jarak dekat, kata-kata tercetak yang muncul terlihat

terdistorsi atau semakin lama semakin kabur, warna-warna tampak pudar dan

kusam, kekaburan bertahap pada penglihatan secara keseluruhan.

Pada tabel 5.3 terlihat bahwa pasien perempuan yang sudah melakuakan

operasi katarak facoemulsifikasi lebih besar dari pada laki - laki.

Pada tabel 5.3 juga menggambarkan penggolongan sampel berdasarkan umur

didapatkan pada umur 40 – 49 tahun sebanyak 6 % , umur 50 – 59 tahun sebanyak

33 % , umur 70 – 79 tahun sebanyak 12 %, dan ternyata jumlah terbanyak

didapatkan pada umur 60- 69 sebanyak 49 % . hal ini sesuai dengan penelitian

Puryanto didapatkan jumlah penderita terbanyak pada golongan umur diatas 65

tahun ( 40.8 % ). Hasil yang serupa didapatkan pada penelitian oleh susilowati

dimana didapatkan jumlah penderita terbanyak pada usia 60 – 69 tahun. Akan

tetapi, berdasarkan tabel 2.2 yang menggambarkan penggolongan sampel sesuai

jenis kelamin didapatkan jumlah penderita perempuan lebih banyak dari penderita

laki – laki . penderita perempuan sebanyak 10 orang ( 55 % ) dan laki – laki

sebanyak 8 orang ( 45 % ) hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh puryanto yang mendapatkan hasil pria sebanyak 53,3 % dan perempuan 44,7

%.

Page 53: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

43

C. FOLLOW UP

Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa pasien yang tidak melakukan follow up

terdapat 2 pasien , yang melakukan follow up 1 kali terdapat 2 pasien , yang

melakukan follow up 2 kali terdapat 9 pasien , yang melakukan follow up 3 kali

terdapat 3 pasien , yang melakukan follow up 4 kali terdapat TIDAK ADA pasien

, yang melakukan follow up 5 kali terdapat 1 pasien , yang melakukan follow up 6

kali terdapat 1 pasien , yang melakukan follow up 7 kali terdapat TIDAK ADA

pasien . Jadi, dari tabel 5.5 diatas menggambarkan bahwa pasien buruk pasca

operasi katarak facoemulsifikasi yang semestinya melakukan follow up 7 kali

ternyata TIDAK ADA pasien, sedangkan pada tabel 5.5 diatas juga

menngambarkan bahwa terdapat 2 pasien yang tidak melakukan follow up sama

sekali pasca operasi katarak facoemulsifikasi.

Pada faktor ini juga terdapat beberapa alasan pasien kenapa tidak melakukan

follow up secara rutin , seperti jarak tempat tinggal pasien dengan balai

pengobatan mata relative jauh , tidak adanya support oleh keluarga pasien untuk

mengantarnya berobat atau pun melakukan pemeriksaan rutin , dan juga adanya

alasan pasien bahwa penglihatannya sudah membaik sesudah operasi katarak

facoemulsifikasi sebelum follow up hari ke 7.

D. TEKNIK OPERASI

Dari tabel 5.6 menjelaskan bahwa TIDAK adanya dampak kesalahan teknik

operasi pada pengaruh tidak maksimalnya pengelihatan pasien pasca operasi

katarak facoemulsifikasi.

E. KURANGNYA KEPERCAYAAN DAN KEPUASAN PADA

PELAYANAN FACILITAS KESEHATAN

Hubungan pasien terhadap pelayanan facilitas kesehatan primer diketahui dari

hasil wawancara dengan pasien. Dari hasil penelitian diketahui pada tabel 5.7 ,

Page 54: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

44

terdapat 3 pasien dari 18 pasien buruk pasca opersai katarak facoemulsifikasi

menyatakan bahwa pelayanan medis yang diterimanya tidak maksimal dan

memuaskan , hal ini sangat beralasan sebab dari para informan diperoleh

informasi bahwa pelayanan facilitas kesehatan primer tersebut kurang yang

dikarenakan ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien saat berada disana.

Sehingga ini menjadi salah satu alasan mengapa pada pasien buruk pasca operasi

katarak facoemulsifikasi tidak teratur melakukan follow up serta tidak

melanjutkan pengobatan di balai pengobatan kesehatan tersebut , melainkan

melanjutkan pengobatannya pada klinik pengobatan mata lain.

Page 55: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

45

BAB VII

TINJAUAN KEISLAMAN

Adapun tinjauan yang dapat dilihat dari spesifik keislaman dari mata

menurut Al-Quran dan Hadits, adalah sebagai berikut :

A. Pendahuluan

Pemahaman tentang mata untuk zaman globalisasi saat ini merupakan

salah satu faktor penting untuk menunjang aktivitas. Namun kadang,

seseorang tidak mengetahui terlalu banyaknya aktivitas akan merusak mata.

Kenyataannya kita sering lupa untuk melakukan perawatan mata, padahal

seperti halnya bagian tubuh yang lain, mata mungkin saja terkena gangguan

atau masalah kesehatan. Gangguan-ganguan tersebut bisa disebabkan oleh

udara yang tidak bersih atau terpolusi, radiasi sinar matahari, radiasi akibat

terlalu lama di depan komputer, dan gangguan-gangguan lainnya.

Adapun faktor kesehatan mata dilihat dari tinjauan keislaman pada surah

Al-A’raaf ayat 179, yakni :

….

“… dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat

(tanda-tanda kekuasaan Allah).. “ (Q.S. Al-A’araaf : 179).

Secara asbabun nuzul, ayat di atas diturunkan karena para manusia tidak

pernah bersyukur apa yang telah diberikan kepadanya. Salah satunya yakni mata.

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa (mata) merupakan salah satu indera yang

memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Ulama mengartikan mata

merupakan kunci dari segala aktivitas. Ketika mata baik, maka baik pula yang

dikerjakan dan ketika mata tidak baik maka apa yang dilakukan pun menjadi tidak

baik. Sedangkan mereka yang tidak memanfaatkan mata dengan baik maka

mereka adalah orang yang merugi. Karena itu, ketika seseorang dapat melihat

dengan baik, sebaiknya dapat memanfaatkan matanya dengan sebaik-baiknya.

Page 56: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

46

Adapun maksud dari ayat diatas adalah mata merupakan hal penting yang

harus dijaga oleh manusia. Namun secara garis besar manusia menyia-nyiakan

alat indera yang satu ini. Allah SWT secara terang-terangan menjelaskan bahwa

ketika alat indera dalam hal ini adalah mata tidak bias digunakan untuk hal yang

baik maka tidak akan menemukan yang baik pula. Pada dasarnya apa yang

dilakukan kuncinya ada pada alat indera penglihatan. Ketika mata rusak maka

yang akan dikerjakan pun tak aka nada hasilnya. Ketika mata rusak maka yang

dilihatpun tak akan ada baiknya.

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama,

jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas

berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya

dengan tuntunan kesehatan.

Adapun hadits yang membahas tentang anjuran berobat, yakni ;

وَجَلَّلِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ االلهِ عَزَّ

“ Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya

maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Pada hadits di atas dijelaskan tentang betapa penting anjuran berobat. Pada

zaman Rasulullah pun dianjurkan untuk berobat, karena tidak ada penyakit yang

tidak dapat disembuhkan kecuali atas seizin Allah SWT.

Apabila seseorang telah rusak pandangan matanya , maka ia akan hidup

dalam suasana gelapgulita, tidak melihat apapun.

Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan,

maka agaknya dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat

melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata.

Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, dalam Musyawarah Nasional

Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai “ketahanan jasmaniah,

Page 57: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

47

ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib

disyukuri dengan mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara serta

mengembangkannya.”

Memang banyak sekali tuntunan agama yang merujuk kepada ketiga jenis

kesehatan itu. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi

Muhammad saw.:

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dia berkata bahwa Rasulullah saw telah

bertanya (kepadaku): “Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan dan

selalu berjaga di malam hari?” Aku pun menjawab: “ya (benar) ya

Rasulullah.”Rasulullah saw pun lalu bersabda: “Jangan kau lakukan semua itu.

Berpuasalah dan berbukalah kamu, berjagalah dan tidurlah kamu, sesungguhnya

badanmu mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu, dan

isterimu pun mempunyai hak atas dirimu.” (Hadis Riwayat al-Bukhari dari

‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash)

Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud

melampaui batas dalam beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan

dan kesehatannya terganggu. Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan

fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip: “Pencegahan lebih baik daripada

pengobatan.”

Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan sekian banyak petunjuk

Kitab Suci dan Sunah Nabi saw. yang pada dasarnya mengarah pada upaya

pencegahan.

Page 58: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

48

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “FAKTOR PENYEBAB

TAJAM PENGELIHATAN TIDAK MAKSIMAL PADA PASIEN POST

OPERASI KATARAK FACOEMULSIFIKASI DI BALAI KESEHATAN

MATA MASYARAKAT ( BKMM ) SUL – SEL” , dapat disimpulkan sebagai

berikut :

- Variable yang berhubungan dengan faktor – faktor penurunan tajam

penglihatan tidak maksimal adalah umur diatas 60 tahun ( Degeneratif ),

jenis kelamin perempuan , dan kurangnya follow up dari para pasien post

operasi katarak facoemulsifikasi

2. SARAN

Untuk mengurangi prevalensi penyebab penglihatan tidak maksimal pada

pasien post operasi katarak facoemulsifikasi di Balai Kesehatan Mata Masyarakat

( BKMM ) Sul – Sel sebaiknya lebih mengintensitaskan follow up post operasi

katarak facoemulsifikasi , agar dapat mencegah faktor – faktor yang dapat

menyebabkan tajam penglihatan tidak maksimal setelah melakukan operasi

katarak facoemulsifikasi.

Page 59: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

49

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Rencana Strategis Nasional Penanggulangan

Gagguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) untuk Mencapai Vision 2020.

Jakarta. 2005.

2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta. 2006.

3. James, B., Chew, C., Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed.

Erlangga Medical Series: Jakarta.

4. Rahayu NK. Evaluasi Tajam Penglihatan Pasca Operasi Katarak Massal di

Jawa Tengah. Semarang: Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Mata FK UNDIP/

RSUP dr. Kariadi Semarang, 2004.

5. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2007). Oftalmologi umum. Bab.8 lensa

hal 169-184. Edisi 17. Widya medika : Jakarta.

6. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-6, Penerbit Abadi tegal,

Jakarta, 1993 : 190-196

7. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2006. 7-15

8. Susilowati Y. Komplikasi pada segmen anterior pasca operasi katarak

ekstrakapsuler masal dengan pemberian gentamisisn pada cairan irigasi.

Laporan penelitian program studi ilmu penyakit mata, Program pendidikan

dokter spesialis FK UNDIP, 2003

9. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T., Oftamologi Umum. Edisi 14. Widya

Medika. Jakarta. 2000

10. http://bkmmsulsel.net

11. https://kangmuz.wordpress.com/2011/07/29/memahami-ayat-ayat-dan-hadits-

nabi-tentang-kesehatan/

12. http://abuzuhriy.com/hakikat-fungsi-mata-telinga-dan-akal/

13. http://pamanabu.blogspot.com/2010/07/kesehatan-dalam-perspektif-al-quran-

dan.html

Page 60: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

50

LAMPIRAN

Page 61: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

51

Frequencies

Statistics

DM Degeneratif Follow up teknik operasi Kurang

kepercayaan

pelayanan

NValid 18 18 18 18 18

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1.00 1.67 1.44 1.00 1.17

Std. Error of Mean .000 .114 .121 .000 .090

Median 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00

Std. Deviation .000 .485 .511 .000 .383

Variance .000 .235 .261 .000 .147

Range 0 1 1 0 1

Minimum 1 1 1 1 1

Maximum 1 2 2 1 2

Percentiles

25 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

50 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00

75 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00

Frequency Table

DM

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid tidak 18 100.0 100.0 100.0

Degeneratif

Page 62: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

52

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Tidak 6 33.3 33.3 33.3

Iya 12 66.7 66.7 100.0

Total 18 100.0 100.0

Follow up

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Tidak 10 55.6 55.6 55.6

Iya 8 44.4 44.4 100.0

Total 18 100.0 100.0

Teknik operasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Tidak 18 100.0 100.0 100.0

Kurang kepercayaan pelayanan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Tidak 15 83.3 83.3 83.3

Iya 3 16.7 16.7 100.0

Total 18 100.0 100.0

Page 63: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

53

Page 64: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

54

Page 65: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

55

Page 66: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

56

Teknik operasi

Teknik operasi

Page 67: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

57

Page 68: FACTORS THAT CAUSE VISUAL ACUITY WAS NOT OPTIMAL IN

RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Fajri Jami.ady

NIM : 10542 0299 11

Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 15 Desember 1992

Agama : Islam

Alamat :Jl. Dg. Tata Kompleks Hartaco Indah Blok 4 AF No.10

Nama Orang Tua :

- Ayah : Prof. Dr. Abdul Rahman, M.Pd

- Ibu : Dra. Hj. Nursiah, M.Pd

Riwayat Pendidikan :

- TK Patun Makateks (1998-1999)

- SDN Inpres Hartaco Indah (1999-2005)

- SMPN 1 Makassar (2005-2008)

- SMAN 3 Makassr (2008-2011)

- Universitas Muhammdiyah Makassar (2011-sekarang)

Riwayat Organisasi :

- Anggota OSIS SMAN 3 Makassar

- Medical Art Club FK Unismuh Makassar

- BEM FK Unismuh Makassar