Upload
ngominh
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PENYAKIT TUMBUHAN
“IDENTIFIKASI PATOGEN TANAMAN”
OLEH:
NAMA : ARIF HERMANTO
NIM : 0910480021
KELOMPOK : JUM’AT, 07.30 WIB
ASISTEN : EKO FAMUJI A DAN DIAN EKA
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tahapan yang penting dalam mendiagnosa gejala serangan penyakit
tanaman adalah identifikasi terhadap patogen tanaman. Patogen yang diidentifikasi berasal
dari pengambilan sampel tanaman yang terserang penyakit. Sampel tanaman yang terserang
penyakit kemudian diisolasi dan ditumbuhkan pada media aseptik buatan. Identifikasi
menjadi sangat penting karena pada tahapan tersebut ditekankan beberapa hal pokok seperti
untuk pengendalian khususnya untuk uji antagonis ataupun hanya sekedar untuk mengetahui
jenis patogen yang menyerang tanaman.
Dari hasil identifikasi, dapat diperoleh suatu kesimpulan mengenai jenis patogen yang
menyerang tanaman kemudian lebih lanjut upaya tersebut juga dapat diarahkan untuk
mempelajari upaya – upaya pengendalian yang tepat untuk mencegah serangan patogen
tersebut. Salah satunya melalui uji antagonismu dari jamur antagonis.
Hal ini menyebabkan proses identifikasi patogen tanaman menjadi sangat penting
untuk memastikan jenis patogen yang menyerang tanaman secara akurat. Untuk itu, perlu
dilakukan praktik secara langsung untuk mengidentifikasi patogen tanaman.
1.2. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengadakan determinasi terhadap jenis
patogen yang menyerang tanaman melalui identifikasi secara langsung.
1.3. Manfaat
Manfaat yang bisa diperoleh dari praktikum ini antara lain:
a. Mampu melakukan identifikasi terhadap jenis patogen yang menyerang tanaman.
b. Mengetahui jenis patogen yang menyerang tanaman.
c. Dari hasil identifikasi dapat diarahkan untuk menentukan aras pengendalian yang tepat.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Identifikasi Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap suatu hal dengan mengamati sifat – sifat
khasnya.
(Tim Penyusun, 2008)
Pengertian identifikasi (penyakit) secara umum adalah membuat kepastian terhadap suatu
penyakit berdasarkan gejala yang tampak, atau suatu proses untuk mengenali suatu penyakit
tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas termasuk faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan proses penyakit tersebut.
(Nurhayati, 2012)
2.2. Metode Identifikasi patogen Tanamana. Teknik Molekuler
Identifikasi patogen penyebab penyakit dilakukan dalam rangka menentukan spesies
penyebab penyakit yang terbawa oleh media pembawa. Pengelolaan sampel kerja (Media
Pembawa) dalam identifikasi penyebab menggunakan metode molekuler akan memudahkan
Petugas Karantina melakukan tindakan pengujian di laboratorium. Indeksing adalah istilah
yang digunakan untuk suatu prosedur pengujian keberadaan patogen yang diketahui, terutama
virus, pada tanaman. Indeksing memberi peluang untuk menerapkan secara cepat strategi
pengendalian dan mengurangi kemungkinan berkembangnya wabah penyakit.
(Dewianti, 2011)
b. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
memperbanyak suatu fragmen DNA yang spesifik secara invitro. Posisi fragmen DNA yang
spesifik tersebut ditentukan oleh sepasang primer yang akan menjadi cetakan awal untuk
proses perbanyakan fragmen DNA selanjutnya dengan bantuan enzim polimerase dan
deoxyribonucleotide triposphate (dNTPs) yang dikondisikan pada suhu tertentu. Fragmen
DNA, yang pada awalnya terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah akan diperbanyak
menjadi cetakan fragmen DNA baru yang cukup untuk dapat divisualisasi pada gel agarosa .
Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali. Setiap siklus
terdiri dari tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:
1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi,
94–96°C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berberkas tunggal.
Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk
memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan
siap menjadi templat ("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang
komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60°C. Penempelan ini
bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer
menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis
DNApolimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanyadilakukan pada
suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Pada denaturasi awal (1) Dna akan dipisah
menjadi untai tunggal. Kemudian primer melekat pada posisi target dari masing-masing untai
DNA (2) pada saat annealing. Setelah itu taq polimerase melakukan ekstensi DNA dari ujung
3’ primer pada tahap ekstensi. Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahap 4
pada gambar menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat
denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer
lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai
dalam jumlah yang melimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.
(Sadatin, 2011)
c. Teknik Serologi
Prinsip kerja serologi didasarkan pada reaksi spesifik antara antigen dan antibodi (antiserum)
sehingga terbentuk reaksi conjugate antibody-enzyme (Hunter D. 2001).
Salah satu metode pengujian serologi adalah Enzyme Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) Metode pengujian ini mulai berkembang sejak tahun 1971. ELISA merupakan suatu
metode pengujian serologi yang melekatkan kompleks ikatan antara antibodi dengan antigen
di dalam sumuran plate ELISA yang terbuat dari bahan plastik (Dijkstra et al. 1998). Jika
terjadi reaksi kompatibel antara antibodi dengan antigen akan ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna yang terjadi.
Keunggulan metode ini (Dijkstra et al. 1998):
1. Dapat mendeteksi virus padakonsentrasi rendah (1-10 ng/ml).
2. Penggunaan antibodi dalam jumlah sedikit.
3. Hasil pengujian pada sap tanaman sama baiknya dengan pengujian pada suspensi virus
yang dimurnikan.
4. Pengujian dapat diaplikasi pada sampel pengujian dalam jumlah besar.
5. Pengujian dapat distandarkan dengan menggunakan kit bahan pengujian .
6. Memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara kuantitatif (nilai absorbansi) disamping
hasil kualitatif (perubahan warna).
Dalam perkembangannya, metode ini mengalami modifikasi dalam prosedur pelaksanaan
pengujian, diantaranya adalah pengujian standar (direct) DAS ELISA dan indirect ELISA.
Perbedaan kedua metode ini adalah pada tempat enzim terikat. Bila konjugasi enzim
dilakukan pada imunoglobulin antivirus maka metode itu termasuk DAS ELISA, tetapi bila
konjugasi enzim dilakukan pada imunoglobulin dari serum darah hewan maka metode
tersebut diklasifikasikan sebagai Indirect ELISA.
(Sadatin, 2011)
d. Mikroskop
Menggunakan mikroskop elektron payar Scanning Electron Microscope (SEM) untuk
menghasilkan gambar. Metode ini terbilang paling sederhana diantara metode yang lain,
prosedur kerjanya dapat dilakukan secara langsung dengan cara pengamatan terhadap sampel
patogen yang telah diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan. Teknik ini lebih mudah
apabila digunakan untuk mengidentifikasi patogen yang dapat dibiakkan pada media buatan
misalnya jamur.setelah diletakkan diatas preparat lalu lakukan pengamatan dengan mikroskop
kemudian hasil identifikasinya diambil gambarnya.
(Anonymous, 2012)
2.3. Deskripsi Gejala makroskopis Spesimen
Menurut Semangun (2007) jamur membentuk aservulus di bawah epidermis tumbuhan
inang. Aservulus membentuk konidium yang setelah masak akan bebas dengan menembus
epidermis. Konidium bersel 2, hialin, lebih kurang berukuran 14,5-21 x 3,5-5,3 µm. Konidiofor
tegak atau agak melengkung, hialin, dengan ukuran 10,5-24 x 3,5-7 µm.
Sumber: Lee at al (2011)
2.4. Postulat koch
Dalam Postulat Koch dijelaskan bahwa mikroorganisme dikatakan sebagai penyebab penyakit
bila memenuhi kriteria berikut:
(1) mikroorganisme penyebab penyakit selalu berasosiasi dengan gejala penyakit yang
bersangkutan,
(2) mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat diisolasi pada media buatan secar murni,
(3) mikroorganisme penyebab penyakit hasil isolasi harus dapat menimbulkan gejala yang
sama dengan gejala penyakitnya, apabila diinokulasikan, dan
(4) mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat direisolasi dari gejala yang timbul hasil
lnokulasi.
Postulat Koch ini oleh Smith (1906) dimodifikasi, untuk parasit obligat, tidak perlu pada
media buatan, tetapi harus dapat dibiakkan secara murni sekalipun pada inang.
(Cut Putria, 2010)
Siapkan biakan murni patogen
Ambil dengan jarum ose
Letakkan di preparat
Amati di bawah mikroskop perbesaran 10x
Foto
BAB IIIMETODE PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahana. Alat
- Mikroskop : digunakan untuk mengidentifikasi kenampakan mikroskopis patogen
- Objek glass dan Cover glass : digunakan sebagai tempat spesimen yang diamati.
- Jarum ose : digunakan untuk mengambil spesimen.
- Kamera : digunakan untuk mendokumentasikan hasil identifikasi
b. Bahan
- Aquades : untuk membersihkan alat.
- Alkohol : untuk mensterilkan alat.
- Biakan murni patogen : spesimen yang diamati.
3.2. Pelaksanaan Identifikasi patogen Tanaman
Biakan patogen yang sudah dipurifikasi, kemudian diambil dengan jarum ose, dan
setelah itu diletakkan di preparan yang sudah ditetesi air kemudian ditutup dengan cover glass.
Langkah berikutnya, preparat yang telah berisi sampel patogen kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10 x. Setelah kenampakan mikroskopisnya terlihat maka segera
didokumentasikan hasilnya dan dibandingkan dengan literatur.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Gambar Identifikasi Gambar Literatur Keterangan
Tampak kumpulan hifa
pada hasil pengamatan mikroskopis
4.2. Pembahasan Dari hasil pengamatan mikroskopis dan dibandingkan dengan literatur ternyata
hasilnya menunjukkan kenampakan yang tidak sama. Menurut Semangun (2007) jamur
membentuk aservulus di bawah epidermis tumbuhan inang. Aservulus membentuk konidium
yang setelah masak akan bebas dengan menembus epidermis. Konidium bersel 2, hialin, lebih
kurang berukuran 14,5-21 x 3,5-5,3 µm. Konidiofor tegak atau agak melengkung, hialin,
dengan ukuran 10,5-24 x 3,5-7 µm.
Hasil yang tidak sesuai ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah karena masa
inkubasi dari biakan Marssonina coronaria yang singkat (7 hari). Menurut Lee et al (2011)
Marssonina sp. agak sulit untuk dibiakkan secara in vitro karena pertumbuhan patogen ini
sangat lambat, umumnya menggunakan media PDA. Koloni berwarna coklat gelap sampai
hitam tanpa daerah miselium, berbentuk keriput pada permukaan, dan dengan diameter 5-7
mm pada permukaan PDA setelah masa inkubasi 30 hari pada suhu 200C.
Miselium
BAB VKESIMPULAN
Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap suatu hal dengan mengamati sifat-sifat
khasnya. Berdasarkan hasil pengamatan patogen secara mikroskopis menunjukkan bahwa
kenampakan mikroskopis yang diperoleh tidak sama dengan gejala mikroskopis dari
Marssonina coronaria yang disebutkan pada literatur. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa patogen yang diisolasi bukan Marssonina coronaria.
Menurut literatur Marssonina coronaria agak sulit untuk dibiakkan secara in vitro karena
pertumbuhan patogen ini sangat lambat, umumnya menggunakan media PDA. Koloni
berwarna coklat gelap sampai hitam tanpa daerah miselium, berbentuk keriput pada
permukaan, dan dengan diameter 5-7 mm pada permukaan PDA setelah masa inkubasi 30
hari pada suhu 200C.
DAFTAR PUSTAKA
Cutputria. 2010. Postulat koch. http://cutputrias08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/postulat-koch-part-2/
diunduh 30 mei 2012.
Dewianti. 2011. Identifikasi Pengganggu Tumbuhan.
http://dewiantib.blogspot.com/2011/06/makalah-identifikasi-pengganggu.html diunduh 30
mei 2012.
Ghurri, Sadatin. 2011. Diagnose Virus Patogen Tanaman.
http://sadatin091089.blogspot.com/2011/04/diagnosis-virus-patogen-tanaman-tugas.
Diunduh 30 mei 2012.
Lee et al. 2011. Biological Characterization of Marssonina coronaria Associated with Apple Blotch
Disease. Mycobiology. 39 (3) : 200-205
Nurhayati. 2012. Diagnose Penyakit
Tumbuhan .http://nurhayatisite.blogspot.com/2011/03/diagnosis-penyakit-tanaman
Diunduh 30 Mei 2012.
Semangun, Haryomo. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Tim Penyusun S. 1997. Kamus Pertanian Umum. Penebar Swadaya. Jakarta