Upload
henrichohermawan
View
9
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Albino
Henricho Hermawan
10.2014.108 / A2
31 Januari 2015
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: [email protected]
Abstract
Every living organism has a different character and nature of one another. It is
derived from the difference in the composition of this gene so that the resulting gene
expression will also be different. Chromosomes are the carriers of the gene in the human
body is divided into autosomes (chromosomes of the body) and gonosom (sex chromosomes).
Sex chromosomes determine the sex chromosomes of living beings while the body will
express other things. Example of the expression is the result of an autosomal coloring skin,
hair and eyes. This can be done because the body was able to produce melanin pigment. If
body can’t produce these pigments will experience whitish called albino. Pigment production
failures occur because the genes that carry the homozygous recessive form.
Keywords: Genes, chromosomes, autosomes, gonosom, melanin pigment, albino, homozygous
recessive
Abstrak
Setiap makhluk hidup memiliki karakter dan sifat yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Hal ini berasal dari perbedaan susunan gen yang dimiliki sehingga ekspresi gen yang
dihasilkan juga akan berbeda. Kromosom yang merupakan pembawa gen di dalam tubuh
manusia dibagi menjadi autosom (kromosom tubuh) dan gonosom (kromosom kelamin).
Kromosom kelamin akan menentukan kelamin makhluk hidup sedangkan kromosom tubuh
akan mengekspresikan hal lainnya. Salah salah satu contoh ekspresi hasil autosom adalah
pewarnaan kulit, rambut dan mata. Hal ini dapat dilakukan karena tubuh berhasil
memproduksi pigmen melanin. Apabila tubuh tidak dapat memproduksi pigmen ini maka
akan mengalami keputihan yang disebut dengan albino. Kegagalan produksi pigmen terjadi
karena gen yang dibawa berupa homozigot resesif.
1
Kata kunci : Gen, Kromosom, Autosom, Gonosom, Pigmen melanin, Albino, Homozigot
resesif
Pendahuluan
Bentuk fisik makhluk hidup dipengaruhi oleh gen yang dibawanya. Gen merupakan
pemberian kedua induknya. Pemberian ini bisa sepenuhnya dari ayah, ibu atau juga campuran
dari keduanya. Ketika seorang anak mewarisi campuran gen dari kedua orangtuanya, maka
disaat inilah kemungkinan akan muncul suatu karakter yang baru dan bukan tidak mungkin
akan tidak sama dengan orangtuanya.
Salah satu karakter yang dapat muncul ketika persilangan gen kedua orangtua adalah
albino. Sifat ini akan muncul ketika sifat gen kedua orangtua yang bersifat tidak dominan
(resesif) saling bertemu. Pertemuan sifat resesif ini akan memicu efek domino didalam tubuh
keturunannya akibatnya, ekspresi gen yang akan dihasilkan berupa kulit dan rambut berwarna
putih susu.
Pembahasan
Pewarisan Sifat
Dengan mengenali metode pewarisan yang pembawa sifat secara mendasar atau
secara umum, teori yang diungkapkan Gregor Mendel memutarbalikkan seluruh gagasan
terdahulu mengenai cara kerja pewarisan sifat biologis.1 Teori ini diungkapkan dalam teori
Mendel 1 dan teori Mendel 2. Hukum Mendel 1 atau biasa disebut dengan Hukum Segregasi
dan hukum Mendel 2 atau Hukum penggolongan bebas.2
Mekanisme pewarisan yang dikemukakan oleh Mendel menunjukkan beberepa
kenyataan tentang factor dari gen yang berada di dalam kromosom:3
a. Gen-gen berada dalam keadaan berpasangan (alel)
b. Gen-gen memisah (segregasi) dalam sel kelamin (kepala, sari dan putik, jantan
dan betina, wanita dan pria), salah satu alela menuju salah satu sel kelamin.
c. Gen tersusun secara rambang (bersamaan, berdampingan dan berpasangan) dalam
sel kelamin
d. Sifat gen tetap dari generasi ke generasi.
Hukum Mendel
2
Hukum Mendel I mengenai segregasi, alela memisahkan diri satu sama lain selama
proses pembentukan gamet dan diwariskan secara berpasangan ke dalam gamet-gamet yang
sama jumlahnya. Sebagai dasar segregasi satu pasang alela terletak pada lokus (tempat gen
dalam kromosom) yang sama dari kromosom homolog. Kromosom ini memisah secara bebas
pada anaphase I dari meiosis dan tersebar dalam gamet-gamet yang berbeda.3
Hukum ini dibuktikan dengan percobaan silang monohybrid (persilangan dengan satu
sifat yang berbeda) yang menghasilkan kesimpulan:3
1. Galur murni (persilangan murni) akan menghasilkan sifat dominan (alel AA) maupun
sifat resesif (alel aa) dari suatu karakter tertentu. Apabila anaknya disilangkan (F1)
akan mempunyai sifat kedua macam alel (Aa) tetapi menampakkan sifat dominan
(apabila dominan lengkap).
2. Individu heterozigot (F1 ; Aa) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai
alel dominan dan setengah lainnya mempunyai alel resesif (a)
3. Dengan melakukan rekombinasi antara gamet secara berpasangan, populasi F2 akan
menampilkan sifat dominan dan resesif denga perbandingan yang dapat diramalkan.
Perbandingan fenotip (sifat yang muncul secara fisik) yaitu dominan 3 (AA atau Aa) :
1 resesif (aa) sedangkan perbandingan genotipnya (pasangan alel) yaitu 1 dominan
lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (lihat table 1)
Hukum Mendel II membahas tentang hukum pengelompokan bebas. Teori dari
hukum ini dibuktikan dengan melakukan percobaan silang dengan dua atau lebih tanda beda
atau sifat yang dapat dikenal yang akan menghasilkan kesimpulan:3
Faktor alel yang mengatur karakter yang berbeda (dua atau lebih sifat yang dikenal)
memisah secara bebas ketika membentuk gamet.
1. Apabila dua pasang gen yang tidak tertaut terdapat di dalam hibrida, maka
perbandigan fenotipenya pada F2 adalah 9 : 3 : 3 : 1. (lihat table 2)
2. Uji silang dihibrida (test cross atau back cross) akan menghasilkan perbandingan
perbandingan fenotipe 1 : 1 : 1 : 1.
3. Semakin banyak jumlah gen (pasangan alel) maka akan semakin banyak jumlah kelas
fenotipe dan genotype pada F2.
3
Tabel 1. Persilangan hukum mendel 1
Tabel 2. Persilangan hukum mendel II
Prinsip yang dikemukakan oeh Mendel kemudian lebih banyak digunakan untuk dasar
analisis genetic pada jasad-jasad hidup yang lain misalnya untuk mengetahui ada atau
tidaknya gen linkage.4 Antara gen pada jasad renik.
Materi Hereditas
Setiap sel tersusun atas sejumlah trillion sel yang berbeda yang semuanya akan
berkembang dan membentuk individu baru. Walaupun setiap trillion sel memiliki fungsinya
masing-masing, namun semuanya akan mengandung nucleus dengan 46 kromosom yang
sama persis dengan 46 kromosom awalnya (lihat gambar 1). Kromosom ini terdiri dari
4
nucleoprotein suatu bahan yang didalamnya terkandung protein, asam ribonukleat (RNA),
dan deoksiribonukleat (DNA). Melalui bahan-bahan inilah sifat-sifat akan diwariskan.5
Gambar 1. 46 Kromosom
Kromosom adalah struktur dalam inti sel yang terdiri dari DNA yang terikat dengan
histon dan protein lain. Gen terbuat dari DNA (meskipun sebagian dari urutan DNA bukan
bagian dari gen apapun). Gen disusun sepanjang kromosom dalam urutan yang
kontinu. Satuan dasar kromosom adalah gen, suatu bagian yang mengandung molekul DNA.
Gen-gen tersusun sepanjang kromosom seperti manic-manik yang terikat dalam tali, masing-
masing memenuhi tempat dan letak yang konstan disebut lokus.5 Setiap sifat bawaan pada
manusia dibentuk oleh gen-gen yang berasal dari ibu dan dari bapaknya.
DNA mengandung materi genetic yang berfungsi untuk memberikan kode dan
instruksi untuk bagian dalam sel. Molekul DNA memiliki bentuk tangga berlipat yang
disebut dengan double helix. Tangga tersebut dibangun oleh 4 huruf alphabet DNA : A,C,T
dan G. Keempatnya memiliki aturan khusus yakni A selalu berpasangan dengan T dan G
selalu berpasangan dengan C.
Kelainan Pewarisan Sifat
Gangguan gen tunggal (single gene disorders) disebut juga dengan istilah Mendelian,
sebagai penghargaan terhadap Gregor Mendel yang pertama kali mengetahui prinsip-prinsip
yang mendasari pewarisan gen tunggal. Ironisnya kemaknaan pekerjaan Mendel baru
diketahui lama setelah kematiannya, sehingga ia tidak pernah membayangkan bahwa
pengamatannya akhirnya terbukti memiliki peran yang sangat besar.6
Gangguan pewarisan ini dapat dijelaskan dengan pola pewarisan menurut Mendel
(misal, autosomal dominan, autosomal resesif, terkait seks, atau terbatas seks). Dalam
pembahasan kali ini akan lebih menitik beratkan pada pewarisan kelainan autosomal dominan
dan resesif. Pada pewarisan autosomal dominan, mutasi satu gen dari satu pasang alel
menghasilkan gambaran fenotip atau ciri yang berbeda. Sementara itu, pada pewarisan
autosomal resesif, suatu gen yang terkena dari satu pasang alel tidak cukup untuk
5
menimbulkan gambaran fenotip ciri tertentu (yakni berbeda dari normal), namun pada
heterozigot ciri-ciri ini dapat muncul.7 Lebih lanjut materi terkait penurunan autosom
dominan dan resesif akan dibahas dibawah ini.
Pewarisan Autosom Dominan
Seperti yang telah disebutkan diatas, pada pewarisan autosomal dominan, mutasi satu
gen dari satu pasang alel menghasilkan gambaran fenotip atau ciri yang berbeda.6 Dengan
kata lain, hadirnya gen dominan dalam genotip menyebabkan penampakan sifat (lihat gambar
2). Salah satu gangguan autosomal dominan yang ringan adalah polidaktili.6 Contoh keadaan
autosomal dominan lainnya adalah akondroplasia, buta warna (kuning-biru), sindrom Ehlers-
Danlos, Chorea Huntington, sindrom Marfan, dsb.
Gambar 2. Diagram silsilah autosom dominan
PewarisanAutosom Resesif
Pada pewarisan autosomal resesif, suatu gen yang terkena dari satu pasang alel tidak
cukup untuk menimbulkan gambaran fenotip ciri tertentu (yakni berbeda dari normal), namun
pada heterozigot ciri-ciri ini dapat muncul.7 Telah diketahui lebih dari 1500 kelainan
autosomal resesif.8 Contoh keadaan autosomal resesif adalah albino, kondrodistrofi, miotonia,
buta warna (total), fenilketonuria, dsb.7
Berikut ini beberapa kriteria pewarisan autosom resesif: frekuensi munculnya ciri ini
sama besar pada kedua jenis kelamin dan supaya ciri muncul maka kedua orangtua harus
merupakan pembawa (carrier) (lihat gambar 3). Apabila dilakuakn proses persilangan, maka
akan didapatkan hasil sebagai berikut: jika kedua orangtuanya homozigot resesif, semua
ketrunannya akan mempunyai ciri tersebut. Sementara itu, jika kedua orangtua heterozigot
6
kemungkinan keturunan memiliki ciri tersebut mengikuti pola: 25% tidak terpengaruh, 50%
sebagai karier (heterozigot), 25% mempunyai ciri tersebut (homozigot).7
Gambar 3. Diagram silsilah autosom resesif
Gangguan autosomal resesif khusunya yang jarang, menunjukkan peningkatan insiden
pada keturunan dari orangtua yang mempunyai pertalian keluarga (ayah dan ibu ada pertalian
keluarga). Diperkirakan hampir semua manusia membawa sekurang-kurangnya satu gen
autosomal resesif yang rusak, karena itu jika antara keluarga menikah maka ada resiko
keduanya membawa satu gen abnormal dari leluhurnya yang sama dan meneruskannya dalam
dosis ganda kepada seorang anak.6
Albino
Albino adalah salah sifat genetic yang pertama kali diidentifikasi sebagai autosom
resesif. Hal ini dapat terjadi di semua ras manusia. Albino adalah kelainan herediter yang
diakibatkan tidak adanya atau sebatas pengurangan pigmen melanin di dalam tubuh yang
berfungsi untuk melakukan pewarnaan kulit, rambut dan mata. Kata albino sendiri berasal
dari bahasa Latin yang berarti putih.8
Produksi melanin membutuhkan enzim tirosinase.8 Melanin dibentuk oleh melanosit
dengan enzim tirosinase memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai
akibat dari kerja enzim tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA)
dan kemudian menjadi dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa
tahap transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer
7
dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang
dibentuk oleh kompleks golgi.9
Pembahasan
Albino merupakan salah satu contoh penyakit autosom resesif. Kelainan ini
disebabkan persilangan dari kedua orangtuanya yang memunculkan genotip homozigot
resesif pada anaknya. Pasangan alel ini mengakibatkan ekspresi gen berupa tidak dapat
terbentuknya pigmen melanin yang berfungsi untuk melakukan pewarnaan kulit, rambut dan
mata. Berikut ini adalah contoh persilangan dari sifat-sifat dari albino, contoh persilangan ini
tidak sebatas membahas kemungkinan yang akan memiliki ekspresi gen albino tapi juga yang
normal serta yang memiliki sifat pembawa.
a. homozigot dominan (AA) >< heterozigot (Aa)
P : AA >< Aa
Gamet : A, A >< A, a
F1 : AA : normal (50%)
Aa : normal (50%)
Jadi kemungkinan keadaan semua anaknya adalah normal, tidak ada
yang albino, namun 50% anaknya adalah normal carrier (pembawa), tetapi
50% nya lagi normal tanpa carrier.
b. heterozigot (Aa) >< heterozigot (Aa)
P : Aa >< Aa
Gamet : A, a >< A, a
F1 : AA : normal (25%)
Aa : normal (50%)
aa : albino (25%)
Jadi kemungkinan keadaan anaknya adalah 50% normal carrier
(pembawa), 25% normal tanpa carrier, dan 25% albino.
c. homozigot dominan (AA) >< homozigot dominan (AA)
P : AA >< AA
Gamet : A, A >< A, A
F1 : AA : normal (100%)
Jadi kemungkinan keadaan anaknya adalah 100% normal tanpa carrier.
d. heterozigot (Aa) >< homozigot resesif (aa)
P : Aa >< aa
8
Gamet : A, a >< a, a
F1 : Aa : normal (50%)
aa : albino (50%)
Jadi kemungkinan keadaan anaknya adalah 50% anaknya adalah
normal carrier (pembawa) tetapi 50% nya albino.
e. Homozigot dominan (AA) >< homozigot resesif (aa)
P : AA >< aa
Gamet : A, A >< a, a
F1 : Aa : normal (100%)
Jadi kemungkinan keadaan anaknya adalah 100% anaknya normal
carrier (pembawa).
Penutup
Gen merupakan unit pembawa hereditas yang dapat menentukan ekspresi gen. Sifat
albino muncul akibat genotip memiliki pasangan alel homozigot resesif. Sifat ini mungkin
muncul ketika kedua orangtuanya memiliki genotip yang sama yakni heterozigot (Aa) namun
kedua orangtuanya normal dan tidak memiliki kelainan albino. Kemungkinan kedua adalah
salah satu orangtuanya memiliki genotip heterozigo (Aa) sedangkan orangtuanya yang satu
lagi memiliki kelainan albino dengan genotip (aa).
Daftar Pustaka
1. Avise JC. The genetic Gods : Kuasa gen atas takdir manusia. Jakarta : PT Serambi
Ilmu Semesta ; 2007. h. 23
2. Maryam A. Ensiklopedia tokoh biologi. Jakarta : Balai Pustaka ; 2008. h. 25
3. Yunus R, Haryanto B & Abadi C. Teori Darwin dalam pandangan Sains dan Islam.
Depok : Prestasi ; 2006. h. 71-3
4. Yuwono T. Biologi Molekuler. Jakarta : Erlangga ; 2011. h. 42
5. Hamilton P. Dasar-dasar keperawatan maternitas. 6th ed. Jakarta : EGC ; 1998. h. 45
6. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2008.h.19-21.
7. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.h.64-5.
9
8. Priastini R, Hartono B. Buku ajar sel dan biologi molekuler. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Ukrida ; 2014. h. 298-9
9. Fitrie AA. Histologi dari melanosit. Medan : Universitas Sumatra Utara : 2004. h. 3
10