35
ASSIGNMENT PRESENTATION CLINICAL SKILL LEARNING Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Mata Kuliah Keahlian Program Doktor Ilmu Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan DISUSUN OLEH: YANTI NIM : 11/324172/SKU/00412 0

ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

ASSIGNMENT PRESENTATION

CLINICAL SKILL LEARNING

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Mata Kuliah Keahlian

Program Doktor Ilmu Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan

DISUSUN OLEH:

YANTI

NIM : 11/324172/SKU/00412

PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA TAHUN 2011

0

Page 2: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

STRATEGI PEMBELAJARAN PRAKTIK KLINIK DALAM MENINGKATKAN KEMAHIRAN KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL ACQUISITION)

MAHASISWA D III KEBIDANAN

A. Pendahuluan

Belajar adalah sebuah proses komplek yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

variasi individu, kelembagaan, situasi belajar mengajar, tingkat supervisi, jumlah kasus dari

waktu ke waktu, banyaknya pengetahuan yang dipelajari, serta kenyamanan dalam belajar

(Konrad, 1998 & Reves, 2000). Hal itu yang membuat kesulitan dalam mendefinisikan

batasan pengalaman minimal yang dibutuhkan oleh siswa untuk menjadi master dalam

keterampilan manajemen kasus.

Secara tradisional, keterampilan klinik diperoleh dalam laboratorium universitas dan

bangsal-bangsal simulasi, dengan konsolidasi dan perluasan keterampilan yang diperoleh

melalui rotasi klinik di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan. Saat ini sistem pembelajaran

klinik telah mengalami perbaikan, oleh karena banyaknya kecaman atas kemampuan dari

model tersebut dalam menyediakan kecukupan situasi klinik yang berkualitas (Maben et al

2006).

Pembelajaran keterampilan profesional adalah sebuah proses pengembangan, dimana

adanya pembentukan dan penghalusan secara berkelanjutan melalui karir dokter. Cultivation

(pengolahan) pada skill acquisition (kemahiran keterampilan) pada awal pembelajaran

terhadap siswa kedokteran dihasilkan dari keterpaparan pengalaman belajar klinik yang

lebih banyak, kesempatan melakukan secara berulang, observasi dan umpan balik

berdasarkan kemampuan yang ditunjukkan, serta belajar secara mandiri dan proaktif (self-

directed proactive learning) (Fischer, 2007).

1

Page 3: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Kemahiran atas suatu keahlian dalam berbagai area termasuk keterampilan medis

tergantung pada praktik yang disengaja dengan melakukan prosedur secara berulang dari

keterampilan yang ditargetkan, bersamaan dengan penilaian secara tepat akan memberikan

umpan balik secara informatif dan spesifik. (Ericsson, 1993-1996 & Moulaert, 2004).

Sementara pengalaman klinik merupakan sumber belajar berbasis pengalaman

(experential learning), dan juga proses aktif yang memerlukan pemahaman awal yang cukup

serta keterlibatan pebelajar secara penuh daripada mahir dalam satu tindakan, oleh karenanya

ia dapat melakukan secara terampil berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang jelas dan

spesifik (Konrad, 1998 & Reves, 2000).

Sebagian besar upaya pengembangan keterampilan klinik muncul di seting klinik

menggunakan model-model pembelajaran berbasis pengalaman dan berbasis masalah

(experiential and problem-based learning models). Kenyataannya, harapan siswa agar

terpapar dengan berbagai kondisi pasien dihadapkan pada permasalahan biaya, ketersediaan

lahan, dan keterbatasan waktu (Tanner, 2006).

Kondisi praktik klinik saat ini seperti yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa

untuk dapat belajar dengan efektif, mahasiswa memerlukan kesempatan untuk memperoleh

penilaian dan umpan balik ketika mereka mengintegrasikan dan mengimplementasikan

pengetahuan, keterampilan dan perilaku baru. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut,

maka dibutuhkan lingkungan praktik yang kondusif.

2

Page 4: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

B. Pembelajaran Praktik Klinik Dalam Meningkatkan Kemahiran Keterampilan

Klinik Mahasiswa

Kemahiran keterampilan klinik merupakan fokus utama bagi profesi kesehatan,

berkembang sejak menjadi mahasiswa diploma hingga pascasarjana dan berlanjut pada

pendidikan profesi.

Sebuah tinjauan literatur pada tahun 1998 mengidentifikasi banyak faktor yang

mempengaruhi kemahiran, penyimpanan, dan pengurangan dari prosedur keterampilan

klinik, termasuk karakteristik pekerjaan, faktor yang berhubungan dengan pembelajaran, dan

perjalanan waktu. Tinjauan tersebut juga menunjukkan bahwa pembelajaran yang lebih

lanjut (penambahan pelatihan ekstra yang diperlukan untuk keahlian awal) merupakan satu

faktor terpenting guna mengantisipasi pengurangan keterampilan (Arthur at al, 1998).

Model skill acquisition Dreyfus menunjukkan keefektifan dari experiential learning

dalam berbagai perspektif, tidak terbatas pada suatu tempat dari waktu ke waktu. Model

tersebut lebih situasional daripada menjadi sebuah model dengan ciri atau bakat tertentu oleh

karena fokus pada kinerja nyata serta outcome dalam situasi tertentu. Model tersebut

berkembang dalam perubahan kinerja pada situasi tertentu yang dapat dibandingkan

sepanjang waktu. Bagaimanapun, model ini tidak fokus atau mengidentifikasi ciri atau bakat

tertentu dari seseorang secara umum atas kinerjanya secara terampil (Benner, 2004).

Benner melaporkan tentang nilai mahasiswa melalui tingkatan kemampuan dalam

kemahiran dan perkembangan keputusan klinik, dari pemula, pemula lanjut, kompeten,

mahir, hingga ahli. Benner mengimplementasikan Model Dreyfus dari skill acquisition

perawat. Ia menjelaskan bahwa para pemula, seperti halnya mahasiswa baru, diajari peran-

peran dalam ruang lingkup secara bebas untuk memberi arah tindakan-tindakan mereka

3

Page 5: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

dalam area klins. Mahasiswa perawat berubah melalui berbagai tingkatan kemahiran, serta

banyak pendekatan minimal tingkatan dari pemula lanjut dan kompeten dalam program

pendidikan.

Skill Acquisition Model Dreyfus mempelajari skill-acquisition menjelaskan bahwa, keberhasilan individu dilalui

dalam lima tahap perkembangan : novice, competent, proficient, expert dan master. Menurut

Dreyfus (1986), seseorang menjadi terampil tergantung pada sedikit prinsip-prinsip abstrak

dan lebih banyak pada pengalaman nyata. Tahap pemula digolongkan berdasarkan tingkatan

terampilnya kinerja masing-masing pebelajar di kelas, pada umumnya secara teori maupun

prinsip-prinsip; bagaimanapun, skill acquisition yang tinggi ditunjukkan dengan kinerja dan

decision-making dimana diperoleh hanya melalui praktik dalam situasi nyata (Dreyfus &

Dreyfus, 1986).

Tiap-tiap tahap dari Model Skill Acquisition Dreyfus memuat perbedaan persepsi

mengenai keterampilan dan atau cara pengambilan keputusan secara kualitatif. Pelatihan

keterampilan harus berdasarkan pada model skill acquisition, sehingga dapat menunjukkan

topik-topik termasuk dalam memfasilitasi peningkatan lebih lanjut tiap-tiap tahap pelatihan

(Dreyfus & Dreyfus, 1986).

Dalam aplikasi Model Dreyfus pada klinik keperawatan, Benner (1984) menunjukkan

bahwa perawat klinik berkembang dalam pengalaman, mereka menjadi lebih terampil dalam

lingkungan klinik. Benner mengidentifikasi lima tahap kemahiran perawat klinik: pemula,

pemula lanjut, kompeten, mahir, dan ahli. Menurut Benner (1984), pemula adalah yang

memasuki lingkungan baru dan belum mempunyai pengalaman mengenai situasi yang

mereka harapkan untuk bekerja. Para pemula menggunakan aturan-aturan yang menuntun

4

Page 6: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

kinerja mereka, akan tetapi Benner (1984) mencatat “Mengikuti aturan-aturan pekerjaan

berlawanan dengan keberhasilan kinerja karena aturan-aturan tidak dapat memberitahukan

kepada mereka sebagain besar tugas-tugas yang sesuai untuk dilakukan dalam situasi nyata.”

(p. 21).

Pemula lanjut menunjukkan penerimaan kinerja secara garis besar. Mereka memiliki

cukup pengalaman dengan situasi nyata untuk membentuk pengulangan komponen-

komponen situasional yang “aspek-aspek situasional”(p. 22) dalam Model Dreyfus (Benner,

1984). Pelaksana yang kompeten (Competent performers) menyadari batasan keluasan tujuan

atau perencanaan dan mulai mengetahui tindakannya dalam mencapai tujuan. Perhatian

terhadap tujuan mengarahkan perencanaan; pelaksana yang kompeten mampu melihat

sebagian besar unsur-unsur yang menonjol dari situasi saat ini dan yang akan datang

mengarahkan mereka mencapai tujuan. Hal terpenting, pelaksana yang kompeten cukup

memahami situasi untuk menyaring unsur-unsur situsional, bekerja dengan beberapa dan

mengabaikan yang lain sebagai keleluasaan situasi (Benner, 1984). Perawat yang terampil

memiliki cukup pengalaman untuk melihat keseluruhan situasi, daripada seperangkat aspek-

aspek situasional. Menurut Dreyfus (1980a; 1980b) dan Benner (1984), kinerja yang

mumpuni dituntun oleh suatu pemahaman. Perspektif tersebut tidak membutuhkan

pemikiran, dengan mudah muncul dengan sendirinya.

Perawat yang ahli memiliki pegangan intuisi mengenai situasi. Mereka tidak

menyandarkan diri pada prinsip-prinsip analitik (aturan, panduan, maupun konsep) untuk

menuntun tindakannya. Ketika menghadapi permasalahan dengan tanpa memiliki

pengalaman, bagaimanapun, mereka kemungkinan besar akan menggunakan prinsip-prinsip

analitik. Para ahli percaya pada intusisi mereka mengenai situasi tertentu. Mereka

5

Page 7: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

menganalisis situasi secara cepat dan tepat, memutuskan suatu tindakan tanpa buang-buang

waktu dalam berpikir, meneliti, maupun tindakan-tindakan yang tidak berguna (Benner,

1984). Perawat klinik menjadi lebih berpengalaman dan berpengatahuan, kemampuan

pengambilan keputasan (Benner, 1984) dan penalaran diagnostik (Tanner, Padrick, Westfall,

& Putzier, 1987) akan tumbuh. Dijelaskan lebih lanjut, kemampuan keterampilan mereka

meningkat (Zarett, 1980) dan mereka dapat mendemonstrasikan peningkatan kemampuan

berfikir kritis (Martin, 2002; Maynard, 1996).

Melalui pengalaman keterampilan klinik, mahasiswa mengembangkan kemampuan

interpersonal, interview, pemeriksaan fisik, dan keterampilan berkomunikasi yang akan

mengijinkannya menyelesaikan permasalahan pasien.

Skill acquisition bagi pemula berhubungan dengan peerkembangan clinical judgment

dari waktu ke waktu. Perbaikan pengetahuan dan pengulangan tindakan yang muncul dengan

pengalaman klinik dapat membantu dalam perubahan pemula dari berbasis aturan-aturan,

bebas ruang lingkup guna memperoleh kebebasan berfikir kritis yang lebih analitis dan

rasional (Benner at al, 1996). Mahasiswa membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan

dan menguji metodenya sendiri dalam pemecahan dan penalaran masalah sampai dengan

pengambilan keputusan klinik (Miller, 1992). Kesempatan itu dapat muncul melalui berbagai

pengalaman belajar (learning experiences).

Keterlibatan dalam berbagai pengalaman belajar menyediakan kesempatan yang luas

untuk mengimplementasikan teori di kelas dalam seting klinik. Pengalaman-pengalaman

tersebut dapat membantu perubahan pebelajar dari tingkat pemula ke pemula lanjut. Pemula

lanjut telah diarahkan untuk memilih situasi kehidupan nyata dan oleh karena itu memiliki

lebih banyak panduan-panduan yang kontekstual. Pemula lanjut, bagaimanapun, masih

6

Page 8: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

memerlukan bimbingan maupun supervisi. Mereka hanya memulai untuk merasakan bentuk-

bentuk pemahaman secara berulang dalam praktik klinik.

Dalam Skill acquisition dinyatakan bahwa kecakapan dan keahlian merupakan suatu

fungsi dari keterpaparan pada berbagai situasi. Bagi pebelajar, situasi tersebut

menjadikannya berpengalaman dan dapat mencetuskan respon-respon yang tepat. Bandura

(1977) menekankan bahwa kebanyakan pembelajaran muncul melalui perilaku mengamati

dan modeling. Informasi kemudian disimpan dan dikode secara kognitif serta digunakan

sebagai panduan untuk bertindak. Bandura menegaskan bahwa bentuk dari pembelajaran

dengan seting riil disertai dengan lingkungan, perilaku, dan pengajaran membantu

perkembangan akuisisi terhadap keterampilan klinik yang komplek. Simulasi dapat

membantu dalam meningkatkan keterpaparan situasi klinik pada mahasiswa.

Experiential Learning

Pengalaman sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kekuatan dalam pembangunan

manusia sudah tampak sejak awal abad IV SM. Gagasan pendidikan berbasis pengalaman

(experiential education) atau yang disebut “learning by doing” memiliki sejarah panjang.

Pemikiran mengenai pendidikan berbasis pengalaman semakin berkembang dengan

munculnya karya John Dewey (1938) yang mengungkapkan pentingnya pembelajaran

melalui pengalaman sebagai landasan dalam menetapkan pendidikan formal.

Experiential Learning merupakan sebuah model holistic dari proses pembelajaran di

mana manusia belajar, tumbuh dan berkembang. Penyebutan istilah experiential learning

dilakukan untuk menekankan bahwa experience (pengalaman) berperan penting dalam

proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori

pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme (Kolb, 1984).

7

Page 9: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Kolb meyakini bahwa “belajar adalah sebuah proses dimana pengetahuan diciptakan

melalui transformasi dari pengalaman (1984, p. 38). Teori tersebut menunjukkan sebuah

model siklus pembelajaran, meliputi empat tahap seperti tampak pada bagan 1 berikut. Salah

satunya mungkin dapat mulai pada fase tertentu, akan tetapi harus diikuti oleh masing-

masing yang lainnya secara berurutan:

1. Pengalaman nyata (concrete experience) (or “Feeling”)

2. Pengamatan refleksi (reflective observation) (or “Wacthing”)

3. Konseptualisasi abstrak (abstract conceptualization) (or “Thinking”)

4. Percobaan secara aktif (active experimentation) (or “Doing”)

Bagan 1. Kolb’s Experiential Learning Cycle.

Ke-4 fase siklus pembelajaran Kolb menunjukkan bagaiman pengalaman diterjemahkan

melalui refleksi ke dalam konsep, yang digunakan untuk menggiring pada percobaan secara

aktif serta piihan terhadap pengalaman baru. Fase pertama, concrete experience (CE),

dimana pebelajar secara aktif mengalami aktifitas seperti di laboratorium atau di tempat

kerja. Fase kedua, reflective observation (RO), yaitu pada saat pebelajar dengan sadar

8

Page 10: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

merefleksi kembali apa yang sudah dialaminya. Fase ketiga, abstract conceptualization

(AC), dimana pebelajar berusaha untuk memahami sebuah teori atau model dari apa yang

mereka amati. Fase keempat, active experimentation (AE), adalah dimana pebelajar mencoba

merencanakan bagaimana untuk menguji sebuah teori atau model atau rencana pengalaman

mendatang.

Kolb mengidentifikasi empat gaya belajar yang disesuaikan dengan masing-masing fase.

Gaya belajar disesuaikan agar pebelajar dapat belajar dengan baik, yang meliputi:

1. assimilators, seseorang yang belajar dengan baik saat diperkenalkan dengan

gambaran teori secara logis untuk dipertimbangkan.

2. convergers, seseorang yang belajar dengan baik saat disajikan dengan praktik

penerapan teori atau konsep tertentu.

3. accommodators, seseorang yang belajar dengan baik saat disajikan dengan “hands-

on” experiences

4. divergers, seseorang yang belajar dengan baik saat diijinkan mengamati dan

mengumpulkan informasi secara luas.

Metode Experiential Learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep-

konsep saja. Namun, juga memberikan pengalaman yang nyata yang akan membangun

keterampilan melalui penugasan nyata. Selanjutnya, metode ini akan mengakomodasi dan

memberikan proses umpan balik serta evaluasi antara hasil penerapan dengan apa yang

seharusnya dilakukan.

Dengan demikian, dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diambil sebuah pengertian

bahwa experiential learning adalah suatu metode proses belajar mengajar yang mengaktifkan

pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara

9

Page 11: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

langsung. Dalam hal ini, Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai

katalisator untuk membantu pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya

dalam proses pembelajaran sehingga pembelajar terbiasa berpikir kreatif.

Clinical Experience

Clinical Experience: didefinisikan dalam Ohio Administrative Code (2003) sebagai

sebuah aktifitas yang terencana atas suatu tujuan atau luaran sebuah pelatihan atau

pembelajaran mahasiswa keperawatan untuk menyediakan kesempatan belajar

mempraktikkan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada individu maupun kelompok. Indiana State Board of Nursing

mendefinisikan clinical experience sebagai “pengalaman pembelajaran yang disediakan

dalam memenuhi tujuan kurikulum” dalam rangka mempersiapkan mahasiswa agar terdaftar

dan diijinkan berpraktik (Indiana Administrative Code, 2005). Menurut Michigan rules and

regulations pengaturan clinical experience pendidikan keperawatan didefinisikan sebagai

“pengalaman perawatan langsung terhadap pasien dimana mahasiswa dapat

mengintegrasikan, mengimplementasikan dan mengembangkan kemampuan serta

keterampilan tertentu berdasarkan konsep-konsep teoritis maupun prinsip-prinsip ilmiah

(Administrative Rules of the Michigan Board of Nursing, 2003).

Clinical Experiential Learning (Pembelajaran Praktik Klinik)

Pembelajaran praktik klinik merupakan suatu bentuk pengalaman belajar profesional

yang menekankan pada pentingnya klien, mahasiswa dan konteks situasional dimana proses

pembelajaran terjadi (Smyth, W.J, 1986). Pembelajaran praktik klinik berfokus pada

hubungan antara teori dan praktik yang dapat membantu mahasiswa bukan hanya

mengaplikasikan teori tetapi juga menemukan bahwa teori-teori dapat timbul dari kayanya

10

Page 12: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

pengalaman klinik (Benner, 1989). Menurut Schweer (1972), pembelajaran praktik klinik

adalah situasi yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu

yang diperoleh sebelumnya ke dalam berbagai kegiatan yang bersifat keterampilan

psikomotor dalam mewujudkan asuhan yang berkualitas.

Melalui praktik klinik, mahasiswa disiapkan untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan

sebelumnya dengan performa keterampilan serta kompetensi yang berhubungan dengan

asuhan klien dan memperoleh berbagai keterampilan profesional dan personal, penampilan

dan perilaku berfikir untuk memasuki sistem pelayanan (Meleca dkk, 1978).

Praktik klinik merupakan suatu bentuk pengalaman belajar yang dilaksanakan pada

suatu tatanan pelayanan kesehatan nyata untuk membina sikap dan keterampilan profesional

mahasiswa. Dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh sebelumnya

sehingga memiliki sikap yang diperlukan untuk melaksanakan praktik dalam bidang

profesinya secara mandiri.

Siklus pembelajaran klinik

Pengalaman belajar teori dan praktik di laboratorium merupakan proses pembelajaran

yang penting untuk mempersiapkan mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran praktik

klinik. Pengalaman belajar klinik di lahan praktik lebih difokuskan ke arah penerapan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional dengan memberi kesempatan kepada

mahasiswa untuk berfikir kritis selama melakukan asuhan. Untuk itu dalam pengalaman

belajar di lahan praktik lebih diarahkan dengan memberi kesempatan kepada mahasiswa

untuk dapat mengintegrasikan pengetahuan yang sudah didapat dengan keterampilan

profesional berdasarkan standar profesi melalui proses pembelajaran pada situasi nyata.

11

Page 13: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Mekanisme pembelajaran klinik menggunakan siklus pembelajaran praktik yang

menggambarkan proses pembelajaran sistematis yang dilaksanakan sebagai kelanjutan

pembelajaran teori yang diberikan di kelas dan praktik di laboratorium dapat dilihat pada

bagan berikut:

Siklus Pembelajaran Klinik

Sumber : White. R. Ewan; C. Hatton; N. Higg; J. Hickey; C. Baker (1988). The Clinical teaching microskills package for clinical teachers. An instructional Manual UNSW.

Siklus pembelajaran klinik ini terdiri dari 6 (enam) tahap, sebagai berikut:

1. Persiapan teori

Berupa kegiatan penggalian informasi teoritis dan pengalaman mahasiswa yang

berkaitan dengan program pembelajaran praktik yang akan dilaksanakan, termasuk

informasi tentang lingkungan kerja di klinik tempat mahasiswa akan melaksanakan

praktik klinik.

12

Persiapan teori

Laboratorium

Pertemuan Praklinik

Praktik Klinik

Pertemuan Pascaklinik

Evaluasi & Tindak lanjut

Page 14: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

2. Laboratorium

Pembelajaran di laboratorium merupakan proses pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada mahasiswa mengaplikasikan teori dan konseptual model yang

mendukung pembelajaran praktikum di laboratorium. Menggunakan berbagai

metoda seperti simulasi, pemecahan masalah dan demonstrasi guna melatih

keterampilan mahasiswa sampai kompeten dengan menggunakan alat peraga dan

atau mahasiswa itu sendiri secara bergantian sebagai modelnya.

3. Pertemuan Pra klinik

Adalah pertemuan antara mahasiswa dengan preseptor, yang merupakan kegiatan

pembelajaran dimana pembimbing memberikan informasi dan juga membahas

kasus-kasus terpilih dan tersedia di lahan praktik sesuai dengan kompetensi yang

ditetapkan. Pada kesempatan ini juga diinformasikan tentang strategi pembimbingan,

metode serta sistem penilaian pembelajaran praktik yang akan digunakan.

4. Praktik Klinik

Praktik klinik adalah kegiatan pembelajaran praktik dengan menggunakan target

kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa pada situasi nyata sesuai dengan

waktu yang dijadualkan. Pembelajaran praktik ini memberikan kesempatan kepada

mahasiswa memperoleh pengalaman nyata dalam mencapai kompetensi yang

dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Mahasiswa akan

mengembangkan tanggung jawab profesi, berfikir kritis, kreatifitas, hubungan

interpersonal, pemahaman terhadap profesi serta aspek sosial budaya dan

mengaplikasikan teori ke dalam praktik klinik.

13

Page 15: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

5. Pertemuan Pasca Klinik

Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengevaluasi hasil praktik dan langsung

memberikan umpan balik kepada mahasiswa atas kegiatan pembelajarannya serta

dalam rangka mengidentifikasi temuan mahasiswa, kemampuan dan pandangan-

pandangan baru dari mahasiswa berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Pada tahap

ini pembimbing harus mampu memfasilitasi mahasiswa untuk merefleksikan

pengalaman belajarnya dan mendiskusikan apa yang diinterpretasikan mahasiswa

terhadap kejadian kritis dan keputusan kinik yang diambil.

6. Evaluasi dan Tindak lanjut

Pada tahap ini pembimbing melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan praktik klinik

khususnya terhadap pencapaian kompetensi yang ditetapkan dan dapat memberikan

umpan balik kepada institusi pendidikan dan lahan praktik. Kegiatan ini diikuti oleh

seluruh mahasiswa dan pembimbing klinik.

C. Implementasi Pembelajaran Praktik Klinik Untuk Meningkatkan Keterampilan

Klinik Mahasiswa D III Kebidanan

1. Tahap Persiapan

a. Mengidentifikasi lahan praktik klinik

Dengan berkonsultasi dengan para pihak terkait, koordinator praktik klinik

mengidentifikasi lahan praktik klinik yang sesuai. Koordinator harus memperoleh

persetujuan dari pimpinan lahan praktik tersebut untuk menempatkan mahasiswa dan

mengijinkan preseptor dari luar institusi pelayanan tersebut untuk mengawasi praktik

mahasiswa, dan bila memungkinkan seorang anggota staf yang telah ditunjuk berperan

14

Page 16: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

sebagai perseptor. Mungkin juga diperlukan mengidentifikasi alternatif lokasi yang belum

pernah digunakan sebagai lahan praktik.

Untuk memastikan bahwa praktik klinik bersifat relevan dan realistik, mahasiswa harus

mengalami mayoritas rotasi klinik baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Dengan

mengalami rotasi klinik tersebut diharapkan mahasiswa memperoleh pengalaman klinik dan

keterampilan-keterampilan yang cukup sehingga pada akhirnya mahasiswa mampu untuk

merespon terhadap komplikasi yang dapat muncul tanpa memandang tempat komplikasi

terjadi.

b. Memilih dan menyiapkan Preseptor/Mentor Klinik

Praktik klinik yang efektif tergantung pada partisipasi seorang preseptor klinik.

Preseptor dapat dipilih dari staf di institusi D III Kebidanan, staf di lahan praktik untuk

membimbing mahasiswa di lahan praktik.

Preseptor bertanggung jawab untuk mengawasi aktivitas mahasiswa di klinik dan harus

ada setiap saat selama praktik klinik. Adapun kriteria preseptor klinik untuk kegiatan praktik

klinik D III Kebidanan antara lain:

1) Mampu berperan sebagai role model bagi mahasiswa

2) Mahir dalam keterampilan-keterampilan klinik maupun konseling

3) Bersedia bekerja secara penuh dengan mahasiswa selama rotasi klinik

4) Diutamakan yang bekerja di sebuah tempat praktik yang menyediakan ruang lingkup

pelayanan kebidanan

Untuk memperkuat keterampilan klinik yang mungkin masih kurang serta dalam rangka

mengembangkan keterampilan mengajar dan fasilitasi selama pembelajaran klinik yang

efektif, dilakukan melalui magang (in service) dan pelatihan-pelatihan.

15

Page 17: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Dalam melaksanakan bimbingan, preseptor/mentor memerlukan panduan teknis

bimbingan sesuai tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran praktik klinik. Panduan

tersebut disusun dan disiapkan oleh institusi pendidikan.

c. Mensosialisasikan Preceptorship dan Mentorship ke lahan praktik

Langkah selanjutnya, apabila persiapan perseptor/mentor dinilai sudah cukup adalah

mempertemukan mereka dengan pihak lahan praktik dan anggota staf lainnya untuk

membahas pendekatan baru terhadap praktik klinik ini.

2. Pelaksanaan

a. Pengelompokan Mahasiswa

Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil dan memilih preseptor/mentor yang akan

membimbingnya. Dalam hal ini mahasiswa diijinkan untuk mendata kecenderungan

lokasi tempat praktik yang lebih mereka sukai agar lebih termotivasi dan berperan

lebih aktif dalam proses belajar mereka. Oleh karena itu koordinator praktik institusi

menyediakan daftar lokasi praktik dan meminta mahasiswa memilih 3 teratas serta

perlu dijelaskan pilihan mereka mungkin saja tidak tersedia.

Tiap kelompok preseptorship maksimal terdiri dari 5 mahasiswa dan maksimal 2

mahasiswa untuk 1 mentor.

b. Orientasi lokasi tempat praktik

Untuk dapat membentuk lingkungan belajar yang positif, para mahasiswa harus

melakukan orientasi menyeluruh terhadap lokasi praktik klinik, guna membantu

menjadualkan orientasi selama 45-60 menit sebelum sesi klinik pertama.

16

Page 18: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Pada pertemuan awal ini, preseptor dan mahasiswa mulai saling mengenal dan

mengklarifikasi harapan-harapan, jauh dari tekanan-tekanan yang muncul selama

praktik klinik.

c. Pertemuan Pra Klinik

Preseptor dan Mentor harus memulai setiap sesi klinik dengan pertemuan 15-30

menit untuk menyiapkan mahasiswa pada sesi yang akan dilakukan. Pertemuan ini

merupakan kesempatan untuk membahas tujuan atau tugas-tugas khusus hari itu,

serta kesempatan bagi Mentor untuk meyakinkan mahasiswa bahwa ia bersedia

untuk membantu dan memastikan keselamatan klien.

Pertemuan pra klinik dilakukan di tempat yang jauh dari area pelayanan klien

(ruangan khusus). Selama peretemuan tersebut, preseptor/mentor harus menerima

mahasiswa dengan baik, membahas kontrak belajar hari itu, memberikan tugas dan

menunjuk klien untuk masing-masing mahasiswa, serta menjawab setiap pertanyaan

yang diajukan mahasiswa.

d. Praktik klinik (Pelayanan Antenatal)

- Para mahasiswa harus memiliki kesempatan untuk melakukan pelayanan

berkualitas tinggi, menyeluruh dan didasarkan pada bukti ilmiah (evidence-

based). Karena mahasiswa masih mengembangkan keterampilan-keterampilan

dasar, maka perlu diidentifikasi sebuah ruangan tempat dimana mahasiswa

diijinkan mengelola satu orang klien selama 30-45 menit.

- Selama waktu tersebut, mahasiswa akan melakukan pencatatan riwayat terfokus,

melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, memberikan konseling tentang

17

Page 19: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

persiapan persalinan maupun kesiagaan terhadap komplikasi, serta

mendokumentasikan semua temuannya dalam catatan SOAP.

- Seiring dengan kemajuan mahasiswa, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk

sebuah asuhan lengkap berkualitas akan berkurang. Idealnya mahasiswa

mengelola 3-5 klien dalam satu shift dengan kualitas tinggi daripada 15 klien

tetapi tidak melakukan asuhan secara lengkap.

- Pada awal rotasi, preseptor harus hadir pada saat mahasiswa melakuakan asuhan

kebidanan secara lengkap dari pengkajian sampai dengan membantu menulis

catatan SOAP. Bila preseptor menilai bahwa mahasiswa telah melakukan

pelayanan yang aman dan kompeten, maka ia tidak perlu hadir, namun mengkaji

kembali sebelum pasien pulang dan juga dari catatan SOAP mahasiswa.

e. Pertemuan Pasca Klinik

Pertemuan pasca klinik seringkali dianggap sebagai salah satu komponen terpenting

dalam pengajaran klinik (Lichtman, 2003). Pertemuan pasca klinik merupakan

kombinasi dari debreafing, belajar, dan membuat rencana. Pertemuan ini merupakan

kesempatan bagi mahasiswa dalam berbagi pengalaman di hari itu dan

mendiskusikan secara terbuka setiap kesulitan yang ditemui. Preseptor/mentor harus

menyediakan 45-60 menit di akhir sesi klinik untuk pertemuan pasca klinik. Selama

pertemuan preseptor harus:

- Mengkaji tujuan hari itu dan kemajuan yang diperoleh

- Bertanya kepada mahasiswa mengenai kasus saat itu, terutama kasus yang

menarik atau sulit

- Menjawab pertanyaan mengenai situasi atau klien

18

Page 20: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

- Mendemonstrasikan ulang pada model atau simulasi bila diperlukan

- Mengkaji ulang dan mendiskusikan tugas kelompok

- Merencanakan sesi klinik selanjutnya

f. Evaluasi Pembelajaran Praktik Klinik

Untuk mengetahui tingkatan kinerja mahasiswa maka perlu dilakukan evaluasi

pencapaian keterampilan klinik. Evaluasi dilakukan sesuai dengan keterampilan

yang harus dicapai dalam pembelajaran klinik. Evaluasi dilakukan baik secara

formatif maupun sumatif yang dilaksanakan selama praktik klinik berlangsung.

D. Kesimpulan

Pengalaman sebagai sumber ilmu pengetahuan telah memunculkan model pendidikan

berbasis pengalaman (experiential education) atau yang disebut “learning by doing”.

Clinical Experience memberikan kesempatan mahasiswa memperoleh pengalaman

memberikan asuhan langsung terhadap pasien dimana mahasiswa dapat mengintegrasikan,

mengimplementasikan dan mengembangkan kemampuan serta keterampilan tertentu

berdasarkan konsep-konsep teoritis maupun prinsip-prinsip ilmiah.

Untuk mencapai suatu kompetensi klinik tertentu mahasiswa membutuhkan pengalaman

belajar praktik klinik. Melalui pengalaman praktik klinik, mahasiswa mengembangkan

kemampuan interpersonal, interview, pemeriksaan fisik, dan keterampilan berkomunikasi

yang akan mengijinkannya menyelesaikan permasalahan pasien. Dengan dibantu oleh

preseptor/mentor mereka akan mengalami tahapan peningkatan tingkat kemahiran

keterampilan dari pemula hingga mahir.

19

Page 21: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Terlaksananya pembelajaran praktik klinik yang efektif tergantung pada komponen-

komponen berikut:

1. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, yang perlu disiapkan dengan melibatkan

berbagai unsur.

2. Adanya seseorang yang memfasilitasi, memonitor dan menilai proses belajar siswa.

3. Adanya suatu sistem rotasi mahasiswa yang mendukung pemakaian waktu yang

efektif.

Institusi Pendidikan D-III Kebidanan sebagai salah satu jenjang pendidikan tinggi bidan

bertujuan menyiapkan lulusan yang kompeten sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan

yang aman dan efektif sesuai dengan kewenangannya. Pembelajaran praktik klinik yang

efektif merupakan upaya untuk mengantarkan mahasiswa menjadi bidan yang kompeten

dalam memberikan asuhan kebidanan.

20

Page 22: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

DAFTAR PUSTAKA

Arthur W Jr, Bennett W Jr, Stanush PL, McNelly PL. Factors that Influence skill decay and retention: A quantitative review and analysis. Human Performance. 1998;11(1):57–101.

Bandura A. Self-efficacy: toward a unifying theory of behavior change. Psych Rev. 1977;84:191–215.

Benner, P. From novice to expert. American Journal of Nursing. 1982, 402-407.

Benner, P. Using the Dreyfus Model of Skill Acquisition to Describe and Interpret Skill Acquisition and Clinical. Bulletin of Science Technology Society. 2004; 24; 188.

Benner P, Tanner CA, Chelsea CA. Expertise in Nursing: Caring, Clinical Judgment and Ethics. New York: Springer; 1996.

Dreyfus, S. E., & Dreyfus, H. L. (1986). A five-stage model of the mental activities involved in directed skill acquisition. Unpublished report, University of California, Berkeley.

Dewey, J. (1938). Experience and education. New York:Macmillan.

Ericsson KA, Charness N. Expert performance: Its structure and acquisition. American Psychologist. 1994;49:725–47.

Ericsson KA, Krampe RT, Tesch-Romer C. The role of deliberate practice in the acquisition of expert performance. Psychological Review. 1993;100:363–406.

Ericsson KA, Lehmann AC. Expert and exceptional performance: evidence of maximal adaptation to task constraints. Annual Review of Psychology. 1996;47:273–305.

Fischer T, Chenot JF, Simmenroth-Nayda A, et al. Learning core clinical skills – a survey at 3 time points during medical education.Med Teacher 2007, 29: 397-399.

Indiana Nursing Licensure Statutes and Rules. A compilation from the Indiana code and administrative code, (2005).

Konrad C, Schupfer G, Wietlisbach M, Gerber H. Learning manual skills in anesthesiology: Is there a recommended number of cases for anesthetic procedures? Anesth Analg 1998;86:635-9.

Kolb, David A. 1984. Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J.

21

Page 23: ASSIGNMENT PRESENTATION CSL.docx

Maben, J., Latter, S. and Clark, J. M. 2006. The theory practice gap: impact of professional bureaucratic work conflict on newly-qualified nurses. Journal of Advanced Nursing, 55(4):465-477.

Martin, C. (2002). The theory of critical thinking. Nursing Education Perspectives, 23 (5), 243-247.

Maynard, C. A. (1996). Relationship of critical thinking to professional nursing competence. Journal of Nursing Education, 35, 12-18.

Meleca, C.B., Schimpfauser, F.T, and Witteman, J.K (1978). A comprehensive and systematic Assessement of Clinical Teaching Skills and Strategies in the Health Sciences. US Departement of Health Education and Welfare. Public HS. National Institutes of Health.

Michigan Board of Nursing. Administrative Rules of the Michigan Board of Nursing, R 338.10301, 2003

Moulaert V, Verwinjnen MGM, Rikers R, Scherpbier AJJA. The effects of deliberate practice in undergraduate medical education. Med Educ. 2004;38:1044–52.

Miller MA. Outcome evaluation: measuring critical thinking. J Adv Nurs. 1992;17:1401–1407.

Old A, Naden G, Child S. Procedural skills of first-year postgraduate doctors at Auckland District Health Board, New Zealand. N Z Med J. 2005;119(1229).

Ohio Administrative Code. Rules promulgated from the law regulating the practice of nursing as of February 4, 2004. Chapter 5, 4723-5-01 to 4723-5-24.

Reves JG. Lessons on learning about learning curves. Anesth Analg 2000;91:1047-8.

Schweer, J.E., (1972). Creative teaching in clinical nursing. Mosby

Smyth, W.J. (1986). Learning about Teaching through Clinical Supervision. Croom Helm. London.

Tanner, C. A. (2006). Thinking like a nurse: A research-based model of clinical judgment in nursing. Journal of Nursing Education, 45(6), 204–211.

Tanner, C. A., Padrick, K. P., Westfall, U.E., Putzier, D.J. (1987). Diagnostic reasoning strategies of nurses and nursing students. Nursing Research, 36, 358-363.

White. R. Ewan; C. Hatton; N. Higg; J. Hickey; C. Baker (1988). The Clinical teaching microskills package for clinical teachers. An instructional Manual UNSW.

Zarett, A. (1980). Is the BSN better? RN, 43(3), 28-33.

22