Upload
sally-novizar
View
224
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
SKENARIO A BLOK 22 TAHUN 2015
Mrs. Ani, 72-year-old-came to dr. Mohammad Hoesin Hospital with a 2-month history of
increasing pain in her lower back, which has not improved with ibuprofen and is causing
difficulty with walking and dressing. On questioning, she reports having lost about 5 cm of
height since she was a young women.
On examination, there is mild khyphosisin her lower thoracic spine but no point tenderness. A
lateral spine radiograph reveals that the L3 vertebra is biconcave in appearance, a finding that is
consistent with a vertebral fractureand. From these information, doctor suggested to examine her
bone mineral density.
Her lumbal vertebra x-ray:
L3
ANALISIS MASALAH
1. Keluhan utama
Mrs. Ani, 72-year-old-came to dr. Mohammad Hoesin Hospital with a 2-month history of
increasing pain in her lower back, which has not improved with ibuprofen and is causing
difficulty with walking and dressing.
b. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme nyeri pinggang pada kasus? Mengapa
Nyeri pinggang pada Ny. Ani pada kasus ini disebabkan oleh osteoporosis.
Osteoporosisi dapat menurunkan kepadatan tulang vertebrae. Dengan adanya
penurunan atau pengeroposan tulang dapat memicu fraktur vertebrae yang
disebabkan oleh adanya penigkatan tekanan pada tulang yang mengeropos
sehingga menyebabkan menjadi fraktur.
Fraktur pada vertebra lumbal dapat menyebabkan iritasi pada periosteum
vertebra akibat adanya gesekan ataupun kompresi. Periostem adalah suatu
jaringan ikat fibrosa yang mengandung pembuluh darah, sel – sel osteogenik,
banyak persarafan dan sangat peka.Akibatnya ketika terjadi gerakan yang memicu
gesekan pada bagian fraktur maka dapat menyebabkan nyeri pada Ny. Ani.
Terdapat juga beberapa kemungkinan lainnya, bahwa fraktur vertebra
akan menyebabkan beberapa komponen corpus vertebra (serpihan) yang retak
terlepas dan mendesak medula spinalis tepat dibelakangnya. Desakan pada
medula spinalis akan menyebabkan timbulnya penekanan terhadap saraf medula
spinal. Penekanan tersebut selanjutnya akan menyebabkan timbulnya nyeri
pinggang. Apabila kompresi ini terus berlanjut maka akan menimbulkan
gangguan pada saraf yang akan keluar dari medula spinalis.
3. Pemeriksaan fisik
There is mild kyphosis in her lower thoracic spine but no point tenderness.
b. Bagaimana patomekanisme mild kyphosis? Panji, ary
Kifosis merupakan gangguan lengkung pada vertebra dengan ditemukannya lengkungan
yang mengarah ke arah depan. Pada kasus Ny. Ani ini, kifosis dapat disebabkan oleh
osteoporosisi. Osteoporosis dapat menurunkan kepadatan tulang di seluruh tubuh tidak
terkecuali pada tulang vertebra. Kepadatan tulang yang berangsur – angsur menurun akan
menyebabkanterjadi kolaps pada tulang vertebra, segmen pada ujung vertebrae maju,
mengakibatkan kurva melengkung berlebihan ke arah depan berlebihan dan postur menjadi
bungkuk. Selain itu kifosis juga dapat disebabkan oleh adanya fraktur pada vertebra.
4. Pemeriksaan Penunjang
A lateral spine radiograph reveals that the L3 vertebra is biconcave in appearance, a
finding that is consistent with a vertebral fracture. From this information, doctor
suggested to examine her bone mineral density.
Her lumbal vertebra x-ray:
L3
b. Apa dampak fraktur vertebra L3? (hubungan dengan nyeri pinggang) Panji, ary
Fraktur pada vertebrae L3 dapat menyebabkan terjadi nyeri pinggang yang
disebabakan adanya tekanan pada medula spinalis danterjadi gesekan antar tulang. Hal
lain yang dapat disebabkan oleh fraktur verterbra L3 adalah kompresi pada saraf spinalis
L3 yang keluar tepat di foramen yang sama antara vertebra L3 dan L4. Saraf spinal L3
yang terkompresi dapat menimbulkan nyeri dermatom pada aspek medial lutut dan
melemahnya fungsi motorik fleksi panggul, ekstensi lutut dan adduksi panggul.
HIPOTESIS
Ny. Ani 72 tahun mengalami nyeri pinggang sehingga sulit berjalan dan berpakaian karena
fraktur kompresi akibat osteoporosis.
LEARNING ISSUE
2. Osteoporosis (Dini, dea, Panji, ary)
- Penegakkan diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi penderita osteoporosis. Keluhan-
keluhan utama yang dapat mengarah kepada diagnosis, seperti misalnya bowing leg dapat
mengarah pada diagnosis riket, kesemutan dan rasa kebal di sekitar mulut dan ujung jari yang
terjadi pada hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau tubuh pendek, nyeri
tulang, dan kelemahan otot, waddling gait, dan kalsifikasi ekstraskeletal dapat mengarah pada
penyakit tulang metabolik.
Selain dengan anamnesis keluhan utama, pendekatan menuju diagnosis juga dapat
dibantu dengan adanya riwayat fraktur yang terjadi karena trauma minimal, adanya faktor
imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari,
asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, dan faktor-faktor risiko lainnya.
Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga dapat digunakan untuk
menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi kortikosteroid, hormon tiroid, antikonvulsan,
heparin. Selain konsumsi obat-obatan, juga konsumsi alkohol jangka panjang dan merokok.
Tidak kalah pentingnya, yaitu adanya riwayat keluarga yang pernah menderita osteoporosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan berat badan, demikian
juga dengan gaya jalan penderita, deformitas tulang, leg-lenght inequality , dan nyeri spinal.
Hipokalsemia yang terjadi dapat ditandai oleh adanya iritasi muskuloskeletal, yaitu
berupa tetani. Adduksi jempol tangan juga dapat dijumpai, fleksi sendi metacarpophalangeal, dan
ekstensi sendi interphalang.
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsalatau gibbus (Dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberansia abdomen, spasme
otot paravertebral, dan kulit yang tipis (tanda McConkey).
3. Pemeriksaan laboratorium
Manfaat dari adanya pemeriksaan petanda biokimia tulang adalah dapat memprediksi
adanya kehilangan massa tulang dan adanya risiko fraktur, untuk menyeleksi pasien yang
membutuhkan terapi antiresorpstif, dan untuk mengevaluasi efektifitas terapi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menunjang diagnosis osteoporosis yaitu dengan
menggunakan berbagai petanda biokimiawi untuk menentukan bone turnover kalsium, dan
fosfatase alkali serum yang semuladianggap merupakan petanda turnover tulang yang baik,
ternyata kadarnya dalam darah normal. Pemeriksaan biokimiawi tulang lainnya yaitu kalsium
total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor dalam serum, kalsium urin, osteokalsin serum,
fosfat serum, piridinolin urin, dan bila perlu hormon paratiroid dan vitamin D. Dengan penelitian
yang ada, saat ini yang dianggap sebagai petanda turnover tulang yang baik adalah:
Sebagai penanda pembentukan tulang:
- Osteokalsin (= bone GLA protein) serum.
- Isoenzim fosfatase alkali.
Sedangkan sebagai penanda reabsorpsi tulang adalah :
- Piridinolin dan deoksi-piridinolin “cross-link” urin.
- Hidroksiprolin urin.
Walaupun aspek dinamik tulang dan dari segi deteksi dini pemeriksaan ini memenuhi
syarat, akan tetapi mengingat biaya pemeriksaan yang cukup mahal, pemeriksaan ini tidak begitu
banyak dilakukan.
Kalsium serum terdiri dari 3 fraksi, yaitu kalsium yang terikat pada albumin (40%),
kalsium ion (48%), dan kalsium kompleks (12%). Kalsium yang terikat pada albumin tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus. Keadaan yang dapat mempengaruhi kadar albumin serum, seperti
sirosis hepatik dan sindrom nefrotik akan mempengaruhi kadar kalsium total serum. Ikatan
kalsium pada albumin sangat baik terjadi pada pH 7-8. Peningkatan dan penurunan pH 0,1 secara
akut akan menurunkan ikatan kalsium padaalbumin sekitar 0,12 mg/dl. Pada penderita
hipokalsemia dengan asidosis metabolik yang berat, misalnya pada penderita gagal ginjal,
koreksi asidemia yang cepat dengan natrium bikarbonat akan dapat menyebabkan tetani karena
kadar kalsium akan menurun dengan drastis.
Pemeriksaan ion kalsium lebih bermakna dibandingkan dengan pemeriksaan kadar
kalsium total. Ion kalsium merupakan fraksi kalsium plasma yang penting pada proses-proses
fisiologik, seperti pada kontraksi otot, pembekuan darah, sekresi hormon paratiroid, dan
mineralisasi tulang.
Osteokalsin merupakan salah satu tanda dari aktifitas osteoblas dan formasi tulang. Selain
sebagai petanda aktifitas formasi, osteokalsin juga dilepaskan pada saat proses resorpsi tulang,
sehingga kadarnya dalam serum tidak hanya menunjukkan aktifitas formasi, namun juga aktifitas
resorpsi. Kadar osteokalsin dalam matriks akan meningkat bersamaan dengan peningkatan
hidroksiapatit selama pertumbuhan tulang.
Carboxy-terminal propeptide of type I collagen dan amino-terminal propeptide of type I
collagen merupakan bagian dari petanda adanya proses formasi tulang karena sebagian besar
protein yang dihasilkan oleh osteoblas adalah kolagen tipe I, namun kolagen tipe I juga
dihasilkan oleh kulit, sehingga penggunaannya di klinik tidak sebaik alkali fosfatase tulang
ataupun osteokalsin.
Produk degradasi kolagen yaitu hidroksilisil-piridinolin (piridinolin), dan lisil-piridinolin
(deoksipiridinolin). Pada saat tulang diresorpsi, produk degradasi kolagen akan dilepaskan ke
dalam darah, dan akhirnya akan diekskresi lewat ginjal. Piridinolin lebih banyak ditemukan di
dalam ginjal daripada deoksipiridinolin, akan tetapi deoksipiridinolin lebih spesifik karena
piridinolin juga ditemukan dalam kolagen tipe II pada sendi dan jaringan ikat lainnya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan petanda biokimia tulang,
yaitu:
1. Petanda biokimia tulang diukur dalam urin, sehingga perlu memperhatikan kadar
kreatinin dalam darah dan urin karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2. Petanda biokimia tulang dipengaruhi umur, karena pada usia muda terjadi peningkatan
bone-turnover.
3. Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya penyakit paget hasil
alkali fosfatase tulang akan lebih tinggi dibandingkan osteokalsin, terapi bifosfonat akan
menurunkan kadar piridinolin dan deoksipiridinolin yang terikat protein tanpa perubahan
ekskresi, terapi estrogen akan menurunkan ekskresi piridinolin dan deoksipiridinolin urin
bebas maupun yang terikat protein.
4. Pemeriksaan Radiologik
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah adanya penipisan
korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak jelas pada tulang-
tulang vertebra yang memberikan gambaranpicture-frame vertebra. Pada pemeriksaan
radiologik tulang vertebra sangat baik untuk menemukan adanya fraktur kompresi,
fraktur baji atau fraktur bikonkaf. Pada anak-anak, fraktur kompresi dapat timbul spontan
danberhubungan dengan osteoporosis yang berat, misalnya pada osteogenesis
imperfekta, riketsia, artritis rheumatoid juvenil, penyakit Crohn atau penggunaan steroid
jangka panjang. Bowing deformity pada tulang panjang sering didapatkan pada anak-
anak dengan osteogenesis imperfekta, riketsia, dan displasia fibrosa.
Selain dengan memeriksa foto polos, dapat dilakukan juga skintigrafi tulang
dengan menggunakan Technetium-99m yang dilabel pada metilen difosfonat atau
hidroksi metilen difosfonat. Diagnosis ditegakkan dengan mencari uptake yang
meningkat, baik secara umum maupun fokal.
5. Pemeriksaan densitas tulang
Massa tulang yang rendah merupakan faktor utama terjadinya osteoporosis.
Terdapat hubungan berkebalikan antara BMD dengan kecenderungan patah tulang. BMD
merupakan indikator utama risiko patah tulang pada pasien tanpa riwayat patah tulang
sebelumnya.
Terdapat berbagai cara pemeriksaan densitas tulang, yaitu : Foto rontgen tulang
absorpsiometri foton tunggal (SPA), absorpsi foton Ganda (DPA), tomografi komputer
kuantitatif (CT SCAN) DPA dengan energi sinar X ganda (DEXA) atau dengan
ultrasound. Saat ini yang terbanyak dipakai, walaupun harganya cukup mahal adalah
DPA dan DEXA, (DEXAmerupakan gold standard sesuai rekomendasi WHO).
Kekurangan cara pemeriksaan ini adalah tidak dapat menggambarkan keadaan dinamik
tulang, walaupun dapat diatasi dengan mengadakan pemeriksaan serial.
Ukuran dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) dari tulang pinggul dan tulang
belakang merupakan teknologi yang dipakai untuk menetapkan atau mengkonfirmasi
diagnosis osteoporosis, prediksi risiko fraktur yang akan datang dan monitoring pasien
yang untuk menilai performa serial. Hasil pengukuran DEXA berupa densitas mineral
tulang yang dinilai satuan bentuk gram per cm2 , kandungan mineral dalam satuan gram,
perbandingan densitas tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada
orangseusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase, atau perbandingan
hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang
seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z-score atau T-
score).
Pengukuran BMD sering dilakukan dengan T-score yaitu angka deviasi antara
BMD pasien dengan puncak BMD rata-rata pada subjek yang normal dengan jenis
kelamin sama. Ukuran BMD lain yaitu Z-score, dimana ukuran standar deviasi pada
BMD pasien dengan BMD pada usia yang sama.
Perbedaaan antara skor pasien dan normal menunjukkan standar deviasi (SD)
dibawah atau diatas rata-rata. Biasanya, 1 standar deviasi antara 10-15% ukuran BMD
dalam g/cm2. Tergantung pada bagian tulang, penurunan BMD dalam massa absolut
tulang atau standar deviasi (T-score atau Z-score) yang berlangsung selama dewasa
muda, mempercepat pada wanita menopause dan berlanjut secara progresif pada wanita
pasca menopause atau pria usia 50 tahun atau lebih. Diagnosis BMD normal, massa
tulang rendah, osteoporosis dan osteoporosis berat didasarkan klasifikasi diagnostik
WHO
6. Biopsi Tulang
Cara ini dapat menunjukkan adanya osteoporosis serta proses dinamik tulang, akan
tetapi karena bersifat invasif sehingga tidak dapat dipakai sebagai prosedur rutin,
baik untuk uji saring (penentuan risiko) atau untuk pemantauan pengobatan. Biopsi
tulang dapat digunakan untuk menilai kelainan metabolik tulang. Biopsi biasanya
dilakukan di transiliakal.
- DD
- Pemeriksaan penunjang
- WD
- Etiologi
Tipe I osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita.
- Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa
mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Perbandingan laki-laki dan
perempuan = 1:6-8
- Kehilangan jaringan tulang trabekular lebih besar dibanding tulang kortikal.
- Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit
ini daripada wanita kulit hitam.
Tipe II osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
- Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita
seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
- Kerusakan jaringan tulang trabekular sama dengan kerusakan
Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
- Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
- Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan
osteoporosis.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang
jelas dari rapuhnya tulang.
Tipe I Tipe II
Umur (tahun) 50-75 >70
Perempuan : laki-laki 6:1 2:1
Tipe kerusakan tulang Terutama Trabekular Trabekular dan kortikal
Bone Turnover Tinggi Rendah
Lokasi fraktur terbanyak Vertebrae, radius distal Vertebrae, kolum femoris
Fungsi paratiroid Menurun Meningkat
Efek estrogen Terutama skeletal Terutama ekstraskeletal
Etiologi utama Defisiensi estrogen Penuaan, defisien estrogen
- Epidemiologi
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan
pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35
tahun sedangkan pada pria hormon testoteron turun pada usia 65 tahun. Menurut
statistik dunia 1 dari 3 wanita rentan terkena penyakit osteoporosis. Insiden
osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia lanjut. Pada tahun
2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia, jumlah ini akan bertambah hingga 33
juta pada tahun 2020 dengan usia harapan hidup mencapai 70 tahun.
Menurut data statistic Itali tahun 2004 lebih dari 44 juta orang Amerika
mengalami osteopenia dan osteoporosis. Pada wanita usia ≥ 50 tahun terdapat 30%
osteoporosis, 37-54% osteopenia dan 54% berisiko terhadap fraktur osteoporotik.
Menurut WHO (1994), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis di
seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini
akan terdapat di Negara berkembang.
Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya
menderita osteoporosis. Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih tinggi adalah
Sumatera Selatan (27,75%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra
Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%). Prevalensi wanita
yang menderita osteoporosis di Indonesia pada golongan umur 50-59 tahun yaitu 24%
sedangkan pada pria usia 60-70 tahun sebesar 62%.
- Faktor Resiko
F a k t o r R i s i k o O s t e o p o r o s i s
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh
hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45
tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia
75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam
mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan
kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia
rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan
menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik
memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga
pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya
mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid,
penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang
keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen
Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska
yang menemukan hubungan antara minuman
berkafein dengan keroposnya tulang.
Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih
banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal
dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan
alkohol bersifat toksin yang menghambat proses
pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya
(proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan
berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang
untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat
rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat
penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan
aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel
tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga
membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan
tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka
proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan
osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek
nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang
masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan
mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan
mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
f. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit
asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab,
kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan
antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan
tulang.
g. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal
kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh
bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan
terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah
pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung
kurang terbentuk sempurna
Sedangkan faktor-faktor resiko tambahannya:
1. Gangguan penglihatan
2. Menopause dini (usia kurang dari 45 tahun)
3. Deficiensi estrogen.
4. Dementia (pikun)
5. Mudah sakit
6. Sering jatuh
7. Kurangnya konsumsi kalsium dalam jangka waktu yang lama .
8. Gaya hidup
9. Alcohol
10. Merokok
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan osteoporosis :
1. Hormonal
- Hypergonadism
- Hyperthyroidsm
- Hyperparathyroidsm
- Hyperadrenocortism
- Insuline Dependent Diabetes Melitus ( IDDM )
2. Autoimune
- Rheumatoid Arthritis
3. Gastrointestinal
Gangguan penyerapan
a. Gastrectomy ( operasi pemotongan lambung )
b. Intestinal By Pass ( operasi penyambungan usus )
c. Penyakit Crohn
d. Penyakit Celiac
- Patofisiologi
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga
mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan
oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel
osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa
tulang.
Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan
pertumbuhan linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang baru pada permukaan luar
korteks. Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk memperbaiki
kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang
rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan
kalsium serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang
sebagai hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium
melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana juga transpor kalsium
oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan hiperparatiroidisme
sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan jaringan tulang secara
keseluruhan.
Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk
estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor
pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGF-II, transforming growth
factor (TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin,
dan anggota superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara
primer memodulasi kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu
proses yang menghasilkan resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh suatu periode
perbaikan selama jaringan tulang baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung
jawab untuk komunikasi di antara osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain, dan
osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan (reseptor aktivator dari NF-kappa-
B; RANKL). RANKL, anggota dari keluarga TNF, disekresikan oleh oesteoblas dan
sel-sel tertentu dari sistem imun. Reseptor osteoklas untuk protein ini disebut sebagai
RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur final umum dalam
perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan humoral untuk RANKL, juga
disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai osteoprotegerin. Modulasi perekrutan
dan aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor ini.
Pengaruh tambahan termasuk gizi (khususnya asupan kalsium) dan tingkat aktivitas
fisik.
Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas sinovial, dan
sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke reseptor ikatan-membran RANK untuk
memicu diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas. Sebaliknya ekspresi
osteoproteregin (OPG) diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme
tulang dan memicu efek anabolik. OPG mengikat dan menetralisir RANKL, memicu
hambatan osteoklastogenesis dan menurunkan survival osteoklas yang sebelumnya
sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti NBF; PTH, hormon paratiroid;
PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis factor; LIF, leukemia inhibitory
factor; TP, thrombospondin; PDGF, platelet-derived growth factor; OPG-L,
osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth factor.
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang seimbang
jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa puncak tulang
sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan
formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi. Ketidakseimbangan
ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka
yang berbeda; ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause.
Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas
osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen
lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel pada jaringan tulang
tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan
biomekanik tulang panjang.
- Manifestasi klinis
Manifestasi klinis osteoporosis yang sering dijumpai antara lain:
a. Nyeri
Gejala awal paling sering adalah nyeri pinggang tanpa tanda-tanda
sebelumnya,biasanya nyeri timbul sesudah aktivitas berat seperti mengangkat barang.
Sifat nyeri tajam seperti terbakar, yang bertambah hebat bila melakukan gerakan
membungkuk, mengangkat beban berat, melompat atau bahkan tanpa aktivitas
apapun.Keadaan ini menunjukkan adanya fraktur kompresi atau patah tulang pada
tulang belakang. Tulang belakang yang sering terkena adalah pinggang tengah
segmen ke-12 dan pinggang bawah segmen pertama,dimana berat badan tertumpu
pada kedua tulang tersebut.
b. Deformitas
Deformitas pada kasus ini berupa ketidaknormalan bentuk dan postur pada tulang
belakang.Karena adanya fraktur kompresi maka menyebabkan tinggi badan pada
lansia berkurang beberapa sentimeter sehingga badan cenderung memendek dan
membungkuk. Kelainan ini muncul sebagai gejala khas dari proses osteoporosis
tulang belakang yang cukup lama. Bila proses bertambah berat dan lama maka bisa
terjadi tulang rusuk sebelah depan bersentuhan dengan tulang panggul.
c. Fraktur/patah tulang
Tempat yang paling sering terjadi patah tulang pada lansia adalah pangkal tulang
paha yang biasanya terjadi karena terjatuh pada saat berjalan. Dapat dimengerti
karena pangkal tulang paha/collum femur memiliki sedikit vaskularisasi darah
sehingga rawan keropos dan mudah patah.Resiko jatuh saat jalan juga disebabkan
oleh penurunan keseimbangan terutama pada lansia.
- Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semuawanita, terutama
yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah
yang mencukupi.
Wanita paska menopause yang menderita osteoporosis jugabisa mendapatkan
estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa
memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk
mengobati osteoporosis.
Alendronat berfungsi:
• mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause
• meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul
• mengurangi angka kejadian patah tulang.
Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air
pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum
yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga
setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat
ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit
kerongkongan dan lambung tertentu.
Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang
belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot
hidung.
Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa
mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan
vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak
menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa
diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya di
atasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau
diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung
yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan
terapi fisik.
Penatalaksaan Kedaruratan:
1. Segera setelah cedera, bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi
bagian tubuh segera sebelum dipindahkan.
2. Bila pasien cedera harus dipindahkan dari keadaan sebelum dapat dilakukan
pembidaian, ekstermitas harus dijaga angulasi, gerakan fragmen fraktur dapat
menyebakan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lanjut.
3. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan nutrisi.
4. Pada fraktur terbuka, tutup dengan kasa steril untuk mencegah infeksi yang terjadi.
5. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pada sisi cedera,
ekstermitas sebisa mungkin dijaga jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakaan lebih lanjut.
Penatalaksanaan lanjut :
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani fraktur :
1) Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang patah,
kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan,
tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya pemasangan bidai.
2) Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin
kembali seperti letak asalnya.
Cara penanganan secara reduksi :
a. Pemasangan gips
Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
b. Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi tulang
dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi maupun di dalam
tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
3) Debridemen
Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur pada
keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
4) Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan
fungsi normal.
5) Perlu dilakukan mobilisasi
Kemandirian bertahap.
PEMBEDAHAN
Pembedahan pada penderita osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur
panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita
osteophorosis adalah:
a. penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah,
sebaiknya segera dilakukan. Sehingga dapat dihindari immobilisasi lama dan komplikasi
fraktur yang lebih lanjut.
b. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga
mobilisasi penderita dapat dilakukan sedini mungkin.
c. Asupan kalsium harus diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan
bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.
d. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medika mentosa
osteoporosis dengan bifosphonat atau raloksifen atau terapi pengganti hormonal maupun
kalsitonin tetap harus diberikan.
Pada fraktur korpus vertebra, dapat dilakukan vertebroplasti atau kifoplasti.
Vertebroplasti adalah tindakan penyuntikan semen tulang kedalam korpus vertebra yang
mengalami fraktur, sedangkan kifoplasti adalah penyuntikan semen tulang ke dalam
balon yang sebelumnya sudah dikembangkan di dalam korpus vertebra yang kolaps
akibat fraktur.
- Pencegahan
1. Jumlah kalsium yang memadai
Salah satu sumber kalsium yang cukup baik adalah susu. Dua gelas susu
sehari sudah dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan kalsium. Dari dua gelas
susu (500ml) akan diperoleh 1.250 mg kalsium. Perolehan kalsium tersebut
sudah melebihi kebutuhan kalsium orang dewasa yaitu 800-1.000 mg/hari.
Sumber kalsium yang lain meliputi:
Sayuran berdaun hijau gelap
Salmon atau sarden dengan tulang
Produksi kedelai, seperti tahu, tempe, susu kedelai dll
Kalsium yang diperkaya sereal dan jus jeruk
2. Vitamin D yang cukup
Kebutuhan vitamin D normal per hari adalah 400 IU. Dalam bentuk non
aktif, vitamin D banyak terdapat di bawah kulit. Cukupi konsumsi vitamin
D diketahui mampu memelihara kesehatan tulang dengan cara
meningkatkan penyerapan kalsium dari sistem pencernaan, serta
mengurangi pembuangannya dari ginjal. Vitamin D akan menjadi aktif
apabila terpapar sinar matahari pagi yang banyak mengandung ultraviolet.
Terpapar sinar matahari selama 20 menit sekitar 20 menit sehari, minimal 3
kali seminggu sudah dapat membantu produksi vitamin D.
3. Olahraga secara teratur
Olahraga dapat membantu membangun tulang yang kuat dan memperlambat
pengeroposan tulang. Olahraga dapat memberikan manfaat pada tulang
meskipun memulainya npada saat dewasa, tetapi alangkah baiknya untuk
memulainya ketika masih muda dan terus berolharaga secara rutin. Latihan
olahraga diutamakan untuk membantu untuk memperkuat otot dan tulang
4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi
testosterone pada laki-laki dan menopause pada perempuan.
5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat
menimbulkan osteoporosis
6. Hindari mengangkat benda-benda yang berat (diluar kemampuan)
7. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh,
misalnya lantai yang licin, obat-obatan sedative dan obat anti hipertensi
yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik
8. Hindari peningkatan eskresi kalsium lewat ginjal dengan
membatasi asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan
reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal. Bila eskresi kalsium urin > 300
mg/hari, berikan diuretic tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari)
- Komplikasi
Fraktur tulang
Kifosis
Penurunan tinggi badan
Hiperkalsiuria
- Prognosis
- SKDI
Tingkat Kemampuan 3A yang isinya: mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X- ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (bukan kasus gawat darurat).