Upload
selli-novita-belinda
View
84
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
1
SKENARIO A
A male baby was born at Moh Hoesin Hospital a 40 years old woman. Her
mother, Mrs. Astuti was hospitalized at Moh Hoesin Hospital due to high blood
pressure (170/100). It was her second pregnancy. She forgot when her first day of
last period, but she thought that her pregnancy was abput 8 months. She delivered
her baby via czesarean section because of fetal distress. The baby was not cried
spontaneously after birth, and resuscitation was done. APGAR score at 1 minute
was 1 and 5 minute was 3 and 10 minute was 7.
On physical examination :
Body weight was 1300 grams, body length was 40 cms, and head circumference
was 30 cm.The muscle tone was decreased, he was [oorly flexed at the limbs,he
has thin skin, more lanugo over the body and plantar creases 1/3 anterior. At 15
minute of age, he still had grunting and cyanosis of the whole body. Respiratory
rate was 90 bpm, heart rate was 150 bpm, there was chest indrawing,the breath
sound was decreased.
I. Klarifikasi Istilah
1. Lanugo : rambut halus pada fetus
2. Fetal distress : keadaan atau reaksi ketika janin tidak memperoleh
oksigen yang cukup
3. Plantar creases: garis atau cekungan linear pada telapak kaki
4. APGAR score : metode simple yang digunakan untuk menilai
kesehatan bayi segera setelah lahir dengan lima criteria yakni appearance,
pulse, grimace, activity, dan respiration.
5. Grunting (merintih) :….Terdengar merintih atau menangis saat inspirasi
sebagai kompensasi bayi untuk mengembangkan alveoli yang kolaps.
6. Cyanosis : diskolorasi kebiruan pada kulit dan mukosa akibat
konsentrasi hemoglobin yang tereduksi yang berlebihan dalam darah
7. Muscle tone : derajat kekuatan atau tegangan pada otot
2
8. Chest indrawing : Terdengar merintih atau menangis saat inspirasi
sebagai kompensasi bayi untuk mengembangkan alveoli yang kolaps.
9. Hipertensi : tekanan darah arterial yang tinggi
10. Resusitasi : tindakan atau pertolongan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan atau fungsi jantung yang terganggu guna meneruskan
hidup penderita
11. Poorly flexed : gerakan ekstrimitas yang lemah
12. Not cried spontaneously : tidak menangis secara langsung setelah lahir
13. HPHT : hari pertama haid terakhir yang digunakan untuk
menentukan usia kehamilan
14. Breath sound : suara nafas yang timbul karena udara yang dihirup
dan dihembuskan selama ventilasi
II. Identifikasi Masalah
1. Ibu :
a. Seorang bayi laki-laki dilahirkan oleh ibu yang berumur 40 tahun
b. Mrs Astuti (G2P2A?) masuk RSMH karena tekanan darah tinggi
170/100 mmHg
c. HPHT tidak diketahui, kemungkinan usia gestasi 8 bulan
2. Bayi :
a. Bayi dilahirkan secara sesar karena fetal distress
b. Bayi tidak menangis secara spontan setelah lahir dan resusitasi telah
dilakukan
c. APGAR score 1 menit pertama adalah 1, 5 menit adalah 3 dan 10
menit adalah 7
3. Pemeriksaan fisik
3
III. Analisis Masalah
1. Apa hubungan usia ibu dengan semua keluhan yang dialami?
Jawab :
Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun.
Pada kehamilan diusia kurang dari 20 tahun secara fisik dan psikis masih
kurang, misalnya dalam perhatian untuk pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi
selama kehamilannya. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun berkaitan
dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai
penyakit yang sering menimpa diusia ini (Widyastuti, dkk, 2009).
Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih tinggi
mengalami penyulit obstetri serta morbiditas dan mortalitas perinatal.
Wanita berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan peningkatan dalam
masalah hipertensi, diabetes, solusio plasenta, persalinan prematur, lahir
mati dan plasenta previa (Cunningham, 2006).
2. Apa dampak dari tekanan darah tinggi pada ibu terhadap kehamilan dan
keadaan anaknya?
Jawab :
Ibu hipertensi => aliran darah uteroplasenta terganggu => bayi
kekurangan oksigen dan nutrisi => hipoksia pada janin => gawat janin =>
asfikisia bayi baru lahir
3. Apa dampak kelahiran preterm (8 bulan) dengan keadaan bayi serta apa
saja klasifikasi prematuritas?
Jawab :
Bayi kurang bulan sering mempunyai masalah sebagai berikut
1. Ketidakstabilan suhu
BKB memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat:
Peningkatan hilangnya panas
Kurangnya lemak sub kutan
Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar
4
Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai
dan ketidakmampuan untuk menggigil
2. Kesulitan pernapasan
Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (Penyakit
Membran Hialin)
Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya reflek batuk, reflek
menghisap, dan reflek menelan
Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang
lemah
Pernafasan yang periodik dan apnea
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
Reflek isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu
Motilitas usus yang menurun
Pengosongan lambung tertunda
Pencernaan dan absorbsi vitamin yang larut dalam lemak kurang
Defisiensi enzim laktase pada brush border usus
Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam
tubuh
Meningkatnya resiko EKN (Enterokolitis nekrotikans)
4. Imaturitas hati
Konyugasi dan ekskresi bilirubin terganggu
Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K
5. Imaturitas ginjal
Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar
Akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik
Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau
hipernatremia, hiperkalemia atau glikosuria ginjal
6. Imaturitas imunologis
Resiko infeksi tinggi akibat:
Tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama
trimester ke tiga
5
Fagositosis terganggu
Penurunan faktor komplemen
7. Kelainan neurologis
Reflek isap dan telan yang imatur
Penurunan motilitas usus
Apnea dan bradikardia berulang
Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel
Pengaturan perfusi serebral yang buruk
Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE)
Retinopati prematuritas
Kejang
Hipotonia
8. Kelainan kardiovaskular
Patent ductus arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum
ditemui pada bayi BKB
Hipotensi atau hipertensi
9. Kelainan hematologis
Anemia (onset dini atau lanjut)
Hiperbilirubinemia
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Hemorrhagic disease of the newborn (HDN)
10. Metabolisme
Hipokalsemia
Hipoglikemia atau hiperglikemia
(Sumber : Neonatologi Anak IDAI)
Menurut usia kehamilannya maka prematur dibedakan menjadi
beberapa, yaitu:
a. Usia kehamilan 32 – 36 minggu disebut persalinan prematur
(preterm)
6
b. Usia kehamilan 28 – 32 minggu disebut persalinan sangat
premature (very preterm)
c. Usia kehamilan 20 – 27 minggu disebut persalinan ekstrim
premature (extremely preterm)
Menurut berat badan lahir, bayi prematur dibagi dalam kelompok:
a. Berat badan bayi 1500 – 2500 gram disebut bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR)
b. Berat badan bayi 1000 – 1500 gram disebut bayi dengan Berat
Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
c. Berat badan bayi < 1000 gram disebut bayi dengan Berat Badan
Lahir Ekstrim Rendah (BBLER)
(Krisnadi, 2009)
4. Bagaimana cara menentukan usia gestasi selain menggunakan HPHT?
Jawab :
Penentuan umur kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal sampai
setelah persalinan.
A. Teknik penilaian umur kehamilan antenatal
HPHT
Pengukuran tinggi fundus uteri (ukuran McDonald) dalam cm di
atas simfisis pubis
USG
B. Teknik penilaian umur kehamilan pasca persalinan(9)
1. Penilaian Umur kehamilan berdasarkan ciri fisik luar
7
2. Penilaian umur kehamilan dengan pemeriksaan neurologis
1. Postur
2. Jendela pergelangan tangan
3. Gerakan lengan membalik
4. Sudut popliteal
5. Scarf Sign (Tanda selendang)
6. Tumit ke Telinga
8
3. Penilaian umur kehamilan berdasarkan maturitas fisik dan
neurologis
Ballard score
9
4. Penilaian umur kehamilan berdasarkan pemeriksaan vaskularisasi
anterior kapsul lensa
Terjadi perubahan terus menerus pembuluh-pembuluh
vascular anterior kapsul lensa sesuai dengan pertambahan umur
kehamilan. Ada hubungan yang erat antara perubahan vascular
tersebut dengan umur kehamilan yang ditentukan oleh metode
dubowitz, namun hanya selama minggu ke 27-34 kehamilan.
Hubungan ini tampaknya tidak dipengaruhi oleh berat lahir.
Penilaian umur kehamilan berdasarkan pemeriksaan vascular anterior
5. Penilaian ukuran antropometri
1. BB lahir
2. Dengan rumus finnstorm : “crown heel length”, lingkar kepala,
diameter oksipito-frontal, diameter biparietal dan panjang
badan
rumus :
Y : masa gestasi
X : lingkar kepala
Dalam kasus lingkar kepala = 30 cm
Y = 11,03 + 7,75X
10
Y= 11,03 +7,75 (30)
Y=34,28 minggu 34 minggu
6. Pemeriksaan radiologis : dengan meneliti pusat epifisis
7. “motor conduction velocity” : dengan mengukur “motor
conduction velocity” dari nervus ulnaris
8. Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)
5. Apa saja yang dapat menyebabkan fetal distress dan dampaknya kepada
bayi?
Jawab :
Faktor Ibu
a. penurunan kemampuan membawa oksigen ibu
b. Anemia yang signifikan
c. penurunan aliran darah uterin
d. posisi supine atau hipotensi lain, preeklampsia
e. kondisi ibu yang kronis
f. hipertensi
Faktor Uteroplasental
a. Kontraksi uterus seperti hiperstimulas dan solusio plasenta
b. disfungsi uteroplasental
infark plasental
korioamnionitis
disfungsi plasental ditandai oleh IUGR, oligohidramnion
Faktor Janin
a. kompresi tali pusat
oligohidramnion
prolaps tali pusat
puntiran tali pusat
11
b. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen
anemia berat, misal : isoimunisasi, perdarahan feto-maternal
Fetal distress merupakan asfiksia janin yang progresif yang dapat
menimbulkan berbagai dampak seprti dekompresi dan gangguan sistem
saraf pusat serta kematian.
6. Apa yang menyebabkan bayi tersebut tidak menangis spontan setelah
lahir?
Jawab :
Penyebabnya adanya gangguan ventilasi yang menyebabkan penurunan
perfusi oksigen ke otak sehingga otak tidak dapat berfungsi optimal
sehingga tidak menangis
Dampaknya
1. Hipoksia jaringan
Terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat
dan asam organik lainnya di jaringan sehingga menyebabkan
terjadinya asidosis metabolic
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan
terbentuknya fibrin. Fibrin bersama jaringan epitel yang nekrotik
akan membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung
Menurunnya aliran darah paru sehingga mengakibatkan
berkurangnya pembentukan substansi surfaktan
2. Gagal napas
Ekspansi paru yang in adekuat menyebabkan gagal napas. Dimana
alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat
mengamnil napas pertama, udara masuk ke alveoli paru dan cairan
paru di absorpsi oleh jaringa paru. Pada napas ke 2 dan seterusnya
udarfa yang masuk makin banyak dan cairan yang diarbsopsi juga
12
makin banyak sehinga seluruh aleveoli berisi udara yang mengandung
okisgen
7. Apa dampak rendahnya APGAR score pada bayi?
Jawab :
Skor APGAR yang rendah pada bayi dapat merupakan tanda-tanda
terjadi asfiksia. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara
lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi
cepat. Asfiksia juga mempunyai gejala lanjut seperti berikut ini :
1. Pernafasan dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
8. Apa interpretasi dan mekanisme keabnormalan pemeriksaan fisik?
Jawab :
No. Pemeriksaan Pada kasus Nilai normal Interpretasi
1. Berat Badan 1300 gram
Bayi normal : 2500-
4000 gram
Usia 34 minggu :
1500-2700 gram
BBLSR
KMK (Kecil Masa
Kehamilan)
2. Panjang badan 40 cmUsia 34 minggu :
40,5-49 cmRendah
3. Lingkar kepala 30 cmUsia 34 minggu : 29-
34 cmNormal
4. Tonus otot Menurun Baik Hipoksia Janin
13
5. Fleksi pada limb Jelek Baik Hipoksia Janin
6. Kulit Tipis Tebal Tanda dismaturitas
7.Lanugo pada seluruh
tubuh+ - Tanda dismaturitas
8. Plantar creases 1/3 anterior Seluruh plantar Tanda dismaturitas
9. Grunting + -Gangguan
pernafasan (RD)
10. Cyanosis + -Adanya gangguan
oksigenasi
11. RR 90 x/min 30-50 x/min Takipnea
12. HR 150 x/min 120-160 x/min Normal
13. Chest indrawing + -Usaha lebih untuk
bernafas
14. Suara nafas Menurun NormalAdanya gangguan
respirasi (RDS)
Mekanisme keabnormalan
- Hipertensi ibu selama kehamilan gangguan system uteroplasenta
asupan nutrisi dan oksigen ke bayi menurun pertumbuhan bayi in
utero terhambat SGA, BBLSR dan Panjang badan rendah.
- Tanda dismaturitas
Karena ada beberapa perkembangan yang belum selesai saat bayi
tersebut dilahirkan.
- Grunting, sianosis, chest indrawing, Takipnea
Hipertensi ibu fetal distress lahir pada usia 34 minggu belum
cukupnya pembentukan dan diferensiasi sel tipe II yang memproduksi
surfaktan pembentukan surfaktan belum cukup gangguan
komplians paru saat lahir oksigen masuk sedikit suplai oksigen
tidak mencukupi tubuh sianosis dan suara nafas menurun
kompensasi/usaha lebih untuk bernafas grunting, chest indrawing,
takipnea.
9. Apa diagnosis banding kasus ini?
14
Jawab :
Hialin
Membrane
TTN PDA Pneumonia
aspiration
Meconium
aspiration
+ + - -(wheezing) -
+ - + + +
+ + + + +
+ + - -
10. Apa pemeriksaan penunjang untuk kasus ini?
Jawab :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah. Selain itu, oksigen transkutaneus secara
kontinu dan pemantauan karbon dioksida atau pemantauan
saturasi oksigen, atau keduanya, yang membuktikan sangat
membantu dalam pemantauan menit-ke-menit bayi-bayi PMH.
b. Pemeriksaan darah rutin dan CRP
c. Kadar gula darah
d. Kadar elektrolit serum termasuk kalsium harus dipantau setiap 12-
24 jam untuk pengelolaan cairan parenteral.
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Ultrasonografi
Opaksifikasi yang homogen pada paru-paru adalah karena
konsolidasi lobus inferior yang boleh dilihat pada ultrasonografi
abdominal bagian atas. Selain itu, ultrasonografi sangat berguna
dalam mendiagnosa atau menyingkirkan efusi pleura yang timbul
bersamaan atau sebagai komplikasi.
4. Ekokardiografi
Merupakan alat diagnostik yang berharga dalam evaluasi bayi
dengan hipoksemia dan gangguan pernapasan. Hal ini digunakan
untuk mengkonfirmasi diagnosis PDA serta merekod respon terhadap
15
terapi. Penyakit jantung kongenital yang signifikan dapat disingkirkan
dengan teknik ini juga.
11. Bagaimana Working Diagnosis untuk kasus ini?
Jawab :
1. Langkah awal untuk mencari penyebab:
a. Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan
intrapartum sangat diperlukan, antara lain tentang hal:
Prematuritas, sindrom gangguan napas. sindrom aspirasi
mekonium, infeksi: pneumonia,dysplasia pulmoner, trauma
persalinan sungsang, kongesti nasal, depresi susunan saraf
pusat, perdarahan susunan saraf pusat, paralisis nervus
frenikus, takikardia atau bradikardia pada janin, depresi
neonatal, tali pusat menumbung, bayi lebih bulan, demam atau
suhu yang tidak stabil (pada pneumonia).
Gangguan SSP: tangis melngking, hipertoni, flasiditas, atonia,
trauma, miastenia.
Kelainan congenital: arteri umbilikaslis tunggal, anomali
congenital lain: anomali kardiopulmonal, abdomen cekung
pada hernia diafragmatika, paralisis erb (paralisi nervus
frenikus, atresia khoanae, kongesti nasal obstruktif,
meningkatnya diameter anterior posterior paru, hipoplasia paru,
trakeoesofageal fistula).
Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan
kurang bulan, partus lama, kulit ketuban pecah dini,
oligohidramnion, penggunaan obat berlebihan.
b. Pemeriksaan fisik yang tepat
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik
gangguan napas seperti:
16
Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih
kemerahan, merupakan gejala menonjol.
Sianosis
Retraksi
Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresia koana,
ditandai kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui
hidung.
Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau-
kekuningan pada tali pusat.
Abdomen mengempis (scaphoid abdomen).
c. Menilai tingkat maturitas dengan Ballard atau Dubowitz (bila
keadaan bayi masih labil pemeriksaan ini ditunda dulu)
2. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisis gas darah (AGD):
Dilakukan untuk untuk menentukan adanya gagal napas
akut yang ditandai dengan: PaCO2 > 50 mmHg, PaO2 <
60mmHg, atau saturasi oksigen arterial < 90%.
Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi
oksigen lebih dari 20 menit. darah arterial lebih dianjurkan.
Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil
sampel darah dari arteri umbilikalis atau pungsi arteri.
Menggambarkan gambaran asidosis metabolic atau asidosi
respiratorik dan keadaan hipoksia.
Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis alveolar
dan/atau overdistensi saluran napas bawah.
Asidosis metabolik, biasanya diakibatkan asidosis laktat
primer, yang merupakan hasil dari perfusi jaringan yang
buruk dan metabolisme anaerobic.hipoksi terjadi akibat
17
pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh darah pulmonal,
PDA dan/atau persisten foramen ovale.
Pulse oxymeter digunakan sebagai cara non invasif untuk
memantau saturasi oksigen yang dipertahankan pada 90-
95%.
2. Elektrolit:
Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena
kompensasi metabolic untuk hiperkapnea kronik.
Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan
hipoglikemia.
Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh karena
kondisi kelemahan tubuh; hipokalemia dan hipofosfatemia
dapat mengakibatkan gangguan kontraksi otot.
3. Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena
hipoksemia kronik.
b. Pemeriksaan radiologik dada
Pemeriksaan radiologi toraks pada bayi dengan PMH,
menunjukkan gambaran retikulogranular yang difus bilateral
atau gambaran bronkogram udara (air bronchogram) dan paru
tidak berkembang.
Gambaran air bronchogram yang menonjol menunjukkan
bronkious yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps.
Gambaran jantung yang samar mungkin normal atau
membesar.
Kardiomegali mungkin merupakan akibat asfiksia prenatal,
maternal diabetes, PDA, berhubungan dengan kelainan jantung
bawaan atau pengambangan paru yang buruk. Gambaran ini
mungkin akan berubah dengan pemberian terapi surfaktan
secara dini atau terapi indometasin dengan ventilator mekanik.
Gambaran radiologik PMH ini kadang tidak dapat dibedakan
secara nyata dengan pneumonia.
18
Pemeriksaan transiluminasi toraks dilakukan dengan cara
memberi iluminasi atau sinar yang terang menembus dinding
dada untuk mendeteksi adanya penumpukan abnormal
misalnya pneumotoraks. Pemeriksaan radiologik toraks ini
berguna untuk membantu konfirmasi ada tidaknya
pneumotoraks dan gangguan parenkimal seperti pneumonia
atau PMH.
Di samping itu pemeriksaan radiologi toraks juga berguna
untuk:
Evaluasi adanya kelainan yang memerlukan tindakan
segera misalnya: malposisi pipa endotrakeal, adanya
pneumotoraks.
Mengetahui adanya hal-hal yang berhubungan dengan
gangguan atau gagl napas seperti berikut:
Penyakit fokal atau difus (misal: pneumonia, acute
respiratory distress syndrome (ARDS), hiperinflasi
bilateral, pengambangan paru asimetris. Efusi pleura,
kardiomegali)
Bila terjadi hipoksemia tetapi pemeriksaan foto toraks
normal, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit
jantung bawaaan tipe sianotik, hipertensi pulmonal atau
emboli paru.
Derajat Berat/ringan Temuan pada pemeriksan
radiologik toraks
I Ringan Kadang normal atau gambaran
granuler, homogen, tidak ada air
bronchogram
II Ringan-Sedang Seperti tersebut di atas ditambah
gambaran air bronchogram
III Sedang-Berat Seperti di atas ditambah batas
19
jantung menjadi tidak jelas
IV Berat “white lung” : paru putih
menyeluruh
Tabel 2. Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada PMH
menurut kriteria Bomsel terdiri dari 4 stadium.
Gambar 5. Gambaran pemeriksaan radiologik toraks pada PMH
menurut kriteria Bomsel.
c. Septic work up dan mencari kemungkinan penyebab karena
pneumonia: minimal kultur darah dan jumlah sel.
d. Status metabolik: dilakukan pemeriksaan analisa gas darah,
skrining kadar glukosa darah.
Working Diagnosis : Bayi laki-laki ibu Astuti mengalami respiratory
distress akibat hyaline membrane disease
20
12. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini?
Jawab :
ETIOLOGI
Perkembangan paru bayi yang belum sempurna defisiensi surfaktan
(penurunan produksi dan sekresi)
FAKTOR RISIKO
Faktor Resiko yang meningkatkan dan menurunkan PMH
13. Apa epidemiologi kasus ini?
Jawab :
Respiratory distress syndrome terjadi terutama pada bayi premature.
Insidensinya berhubungan dengan usia gestasi dan berat badan saat
lahir.
Terutama terjadi 60-80% pada bayi pada usia kehamilan <28 wk, in
15-30% pada usia kehamilan di antara 32 dan 36 wk, and jarang pada
usia kehamilan >37 wk.
21
14. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
Jawab :
Patogenesis HMD
Gambaran alveoli yang kolaps
Hipertensi ibu selama masa kehamilan
Gangguan system uteroplasenta
Lahir preterm
gangguan komplians paru saat lahir
belum cukupnya pembentukan dan diferensiasi sel tipe II yang memproduksi surfaktan
asupan nutrisi dan oksigen ke bayi menurun
Fetal distress
BBLR, KMK, PB <<Pertumbuhan bayi in utero terhambat
suplai oksigen tidak mencukupi tubuh
oksigen masuk sedikit
Sianosis
Kulit tipis, lanugo banyak, plantar creases 1/3 anterior
kompensasi / usaha lebih untuk bernafas
grunting, chest indrawing, takipnea.
Respiratory Distress Syndrome/Hyalin Membran Disease
Usia ibu tua
Tindakan SC
Oksigenasi ke otak <<
Tidak menangis spontan
Oksigen yg diikat Hb berkurangMuscle tone <<
22
Patofisiologi
23
15. Apa saja manifestasi klinis kasus ini?
Jawab :
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atalektasis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan keadaan
klinis seperti :
1. Kesukaran pernafasan ditandai:
- Dispnea atau hiperpnea
- Rintihan saat ekspirasi (grunting)
- flaring
- Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit)
- Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostal
2. Sianosis
3. Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru
4. Dapat pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya duktur
arteriosus yang paten yang disertai pula timbulnya kardiomegali
5. Bradikardi (pada PMH berat)
6. Hipotensi
7. Tonus otot menurun
8. Edema
9. Barotrauma (dari ventilasi tekanan positif) atau kerusakan oksidatif
dapat menunda pulihan itu.
10. Paru PMH kongesti & mirip jaringan hati dengan kersakan pada
epitelium pada ujung saluran nafas.
16. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Jawab :
Pengobatan
Dirawat di NICU
Tujuan : meminimalkan variasi kelainan fisiologis dan
masalah ;atrogenic yang menumpangi
24
Perawatan suportif awal bayi BBLR terutama pada pengobatan
asidosis, hipoksia, hipotermi, dan hipotensi dapat mengurangi
keparahan PMH
1. Kontrol suhu
- Letakkan bayi dalam incubator untuk menjaga agar suhu tubuh
bayi masih dalam batas normal (36,5º-37ºC)
- Kehangatan dijaga ketat: Suhu tubuh yang terlalu panas atau
terlalu dingin menambah beban metabolik
2. Pernafasan
- Oksigen dengan monitor PaO₂ secara teratur (pertahankan 80-
100 mmHg), jika fasilitas PaO₂, O₂ diberikan sampai sianosis
menghilang.
3. Cairan
Pastikan status hidrasi cukup:
- Bayi yang lebih kecil perlu > cairan/kg
- 24 jam pertama 10% glukosa dan air harus diinfuskan melalui
vena perifer dengan kecepatan 65-75 ml/kg/24jam, ditambah
elektrolit.
- Diuresis biasanya mulai pada hari ke 3-4
- Kadar glukos serum harus dimonitor dan dikoreksi bila
menurun.
4. Sistem Peredaan Darah
- Monitor denyut jantung
- Mengukur Tekanan Darah
- Kontrol perfusi periferal dan “capillary refill”
- Hindari telalu banyak pengambilan darah untuk tes
- Laborat Sediakan cukup oksigen supaya bayi tetap “merah
muda”.
4. Penyebab lain
- Pemberian antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi, jika
diketahui tidak ada infeksi maka hentikan pemberian antibiotic.
25
- Evaluasi (lab, CXR)
- CPAP; jika setelah CPAP terdapat pH darah <7,2 atau PO2 <40
mmHg atau PCO2 >60 mmHg atau Base deficit >-10 maka perlu
dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis
- Diteruskan selama ada tanda klinis yang mendukung
5. Jika perlu dilakukan pemberian surfaktan eksogen
17. Apa prognosis kasus ini?
Jawab :
Quo ad vitam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia
Tergantung derajat HMD dan penatalaksanaan
18. Apa komplikasi kasus ini?
Jawab :
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
26
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
5. Perdarahan paru-paru
6. Necrotizing enterocolitis (NEC) dan / atau perforasi gastrointestinal
(GI)
7. Apnea pada bayi prematur
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas
oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan
kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan
yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy premature (RBP)
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
3. Gangguan neurologis
19. Bagaimana tindakan preventif dan edukasi untuk kasus ini?
Jawab :
Mencegah hipertensi dalam kehamilan
Mencegah prematuritas adalah hal yang paling untuk mencegah IRDS.
Idealnya usaha ini dimulai pada kunjungan prenatal pertama, yang
dijadwalkan segera setelah Ibu mengetahui dirinya hamil. Asuhan
27
prenatal yang baik dapat menghasilkan bayi yang lebih sehat dan
mengurangi kelahiran premature.
Menghindari persalinan cesarean
Jika ibu harus melakukan persalinan lebih awal, lakukan pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui kematangan paru. Sedapatnya ditunda
sampai hasil lab menunjukkan paru telah matang, hal ini juga
menurunkan resiko NRDS
Pada beberapa kasus, diberikan corticosteroids untuk percepatan
maturasi paru. Seringnya diberikan pada wanita hamil pada usia
gestasi 24-34 minggu yang memilki indikasi untuk melakukan
persalinan seminggu ke depan . Terapi ini dapat mereduksi tingkat dan
keparahan NRDS, dan juga komplikasi premature lain, seperti
perdarahan intraventrikular, PDA, dan necrotizing enterocolitis.
20. Apa KDU kasus ini?
Jawab :
3B
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat).
IV. Hipotesis
Seorang bayi laki-laki ibu Astuti mengalami respiratory distress akibat hyaline
membrane disease
V. Kerangka konsep
Hipertensi, Usia ibu tua, Sectio Caesaria
Bayi Laki-Laki Ibu Astuti Lahir prematur
Imaturasi paru
Defisiensi surfaktan
Grunting, cyanosis,, chest indrawing
BBLSR, KMK
RDS/HMD
Plantar creases 1/3
anterior
Tonus otot ↓, fleksi
tungkai <
Kulit tipis, banyak lanugo
28
VI. Sintesis
29
1) Penyakit Membran Hyalin
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau Penyakit
Membran Hyalin disebut juga respiratory distress syndrome (RDS)
atau Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang
bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya
kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernapasan
dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi
progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan. Penyebabnya adalah
kurangnya surfaktan. Gagal nafas dapat didiagnosa dengan analisis gas darah.
Edema sering didapatkan pada hari ke-2, disebabkan oleh retensi cairan dan
kebocoran kapiler. Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pada
pemeriksaan radiologist ditemukan pola retikulogranuler yang uniform,
gambaranground glass appearance dan air bronchogram. Namun gambaran
ini bukan patognomonik RDS.
A. Insidensi
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab
kematian pada bayi baru lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000
bayi per tahun. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus
disebabkan oleh HMD atau komplikasinya.
HMD pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-
80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu,
5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada bayi
matur.
Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum
usia kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran
dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat, asfiksia, stress dingin,
dan riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. Pada ibu diabetes, terjadi
30
penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan terjadinya
disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban
untuk waktu yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stress pada fetus
seperti ibu dengan hipertensi / drug abuse, atau adanya infeksi kongenital
kronik.
Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi
kulit putih. (9)Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru
dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II.
Insidensinya berkurang pada pemberian steroid / thyrotropin
releasing hormon pada ibu.
B. Etiologi dan Patofisiologi
Pembentukan Paru dan Surfaktan
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 – 4 minggu dengan
terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga
udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi
pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun
jarak antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar
dibanding pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi pembentukan
bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 – 34 minggu.
Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20
minggu tapi belum mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan
amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur baru muncul setelah 35
minggu kehamilan.
Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli,
memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama
ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan
pada sistem pertahanan terhadap infeksi.
31
Komponen utama surfaktan
adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) – 80
%, phosphatidylglycerol – 7 %, phosphatidylethanolamine – 3 %,
apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan
bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan
penyimpanannya pada sel alveolar tipe II.(9) Protein merupakan 10 % dari
surfaktan., fungsinya adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid
pada perbatasan udara-cairan di alveolus, dan ikut serta dalam proses
perombakan surfaktan.
Surfaktan disintesa dari prekursor (1) di retikulum endoplasma
(2) dan dikirim ke aparatus Golgi (3) melalui badan multivesikular.
Komponen-komponennya tersusun dalam badan lamelar (4), yaitu
penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum surfaktan disekresikan.
Setelah disekresikan (eksositosis) ke perbatasan cairan alveolus,
fosfolipid-fosfolipid surfaktan disusun menjadi struktur kompleks yang
disebut mielin tubular (5). Mielin tubular menciptakan fosfolipid yang
menghasilkan materi yang melapisi perbatasan cairan dan udara (6) di
alveolus, yang menurunkan tegangan permukaan. Kemudian surfaktan
dipecah, dan fosfolipid serta protein dibawa kembali ke sel tipe II, dalam
bentuk vesikel-vesikel kecil (7), melalui jalur spesifik yang melibatkan
endosom (8) dan ditransportasikan untuk disimpan sebagai badan
lamelar (9) untuk didaur ulang. Beberapa surfaktan juga dibawa oleh
makrofag alveolar (10). Satu kali transit dari fosfolipid melalui lumen
alveoli biasanya membutuhkan beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen
dibawa kembali ke sel tipe II dan digunakan kembali 10 kali sebelum
didegradasi. Protein surfaktan disintesa sebagai poliribosom dan
dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma, aparatus Golgi
dan badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan
lamelar sebelum surfaktan disekresikan ke alveolus.
C. Etiologi HMD
32
Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC)
dan kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis
berhubungan dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya
phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol, phosphatydilserin,
phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin. (4)
Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan
perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan
surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat
konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi,
mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan.
D. Patofisiologi HMD
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum
berkembang dengan baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat.
Pembersihan cairan paru yang tidak efisien karena jaringan interstitial
paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial terjadi sebagai
resultan dari meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli
sehingga cairan dan protein masuk ke rongga laveoli yang kemudian
mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat respirasi
belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang masih lemah.
Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran
hialin, dan edema interstitial mengurangi compliance paru-paru;
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan saluran
udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena
diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi
jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal tersebut
menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi
prematur yang memiliki compliance tinggi memberikan tahanan rendah
dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan alami dari
33
paru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-
paru mencapai volume residu, cencerung mengalami atelektasis.
Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama
dengan unit respirasi yang kecil dan berkurangnya compliance dinding
dada, menimbulkan atelektasis, menyebabkan alveoli memperoleh
perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang menimbulkan hipoksia.
Berkurangnya compliance paru, tidal volume yang kecil, bertambahnya
ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha bernafas, dan tidak cukupnya
ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia. Kombinasi hiperkarbia,
hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan
meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus
arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan
jejas iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan dan bantalan
vaskuler menyebabkan efusi materi protein ke rongga alveoli.
Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada
compliant, otot nafas lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini
menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau di
paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan
asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru.
Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan
turun. Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri
melalui foramen ovale dan duktus arteriosus memperburuk hipoksemia.
Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat
karena berkurangnya resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai
tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah paru
meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga
alveolar. Protein pada rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan.
34
Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan
penurunan compliance paru merupakan karakteristik HMD. Beberapa
alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisi
cairan, menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi premature
mengalami grunting yang memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC
semakin berkurang. Compliance paru
E. Patologi
Paru nampak merah keunguan dengan konsistensi menyerupai
liver. Secara mikroskopis, terdapat atelektasis luas. Beberapa ductus
alveolaris, alveoli dan bronchiolus respiratorius dilapisi mebran
kemerahan homogen atau granuler. Debris amnion, perdarahan intra-
alveolar, dan emfisema interstitial dapat ditemukan bila penderita telah
mendapat ventilasi dengan positive end expiratory pressure (PEEP).
Karakteristik HMD jarang ditemukan pada penderita yang meninggal
kurang dari 6-8 hari sesudah lahir. Membran hyalin tidak didapatkan
pada bayi dengan RDS yang meninggal <>
Ditandai dengan alveoli yang kolaps berselang-seling dengan
alveoli yang mengalami hiperaerasi, kongesti vaskuler, dan membran
hyalin (fibrin, debris sel, eritrosit, netrofil dan makrofag). Membran
hyalin terlihat sebagai materi yang eosinifil dan amorf, membatasi atau
mengisi rongga alveolar dan menghambat pertukaran gas.
F. Manifestasi klinik
Tanda dari HMD biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir,
namun biasanya baru diketahui beberapa jam kemudian di mana
pernafasan menjadi cepat dan dangkal (60 x / menit).Bila didapatkan
onset takipnea yang terlambat harus dipikirkan penyakit lain. Beberapa
pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum atau
distres pernafasan awal yang berat Biasanya ditemukan takipnea,
grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan pernafasan cuping
35
hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif terhadap
oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular
yang kasar, dan pada inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah
halus, terutama pada basis paru posterior. Terjadi perburukan yang
progresif dari sianosis dan dyspnea.
Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh
akan turun, terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting
berkurang atau hilang seiring memburuknya penyakit.apnea dan
pernafasan iregular mucul saat bayi lelah, dan merupakan tanda perlunya
intervensi segera.
Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik,
edema, ileus, dan oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau
kegagalan respirasi muncul bila ada progresi yang cepat dari penyakit.
Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan kasus berat.
Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3 hari.
Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan
respirasi mulai membaik. Bayi yang lahir pada 32 – 33 minggu
kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1 minggu
kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28 minggu)
biasanya memerlukan ventilasi mekanik.
Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan
oksigenasi pada kadar oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi
pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada hari kedua sampai ketujuh,
sehubungan dengan adanya kebocoran udara alveoli (emfisema
interstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau intraventrikular.
Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila
terjadibronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan
ventilasi mekanik (HMD berat).
36
G. Diagnosis
Gejala klinis
Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai
adanya takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap
atau progresif setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi,
hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir.
Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan
APGAR score (derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai
Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang
menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam.
Grad
e
Gerakan
dada atas
Dada
bawah
(retraks
i ICS)
Retraksi
epigastriu
m
PCH Grunting
0 sinkron - - - -
1 Tertingga
l pada
inspirasi
ringan ringan minima
l
Terdenga
r pada
stetoskop
2 See-saw jelas jelas jelas Terdenga
r tanpa
stetoskop
Gambaran Rontgen
37
Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan
gambaran yang karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi
gambaran retikulogranular halus dari parenkim dan gambaran air
bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena
superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen
normal, gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari. (9)
Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat
Stage I : gambaran reticulogranular
Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung
Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.
Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan
thymus. Gambaran white lung.
Laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan
gambaran darah tepi tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah
tidak terdapat Streptokokus. Analisis gas darah awalnya dapat ditemukan
hipoksemia, dan pada keadaan lanjut ditemukan hipoksemia progresif,
hipercarbia dan asidosis metabolik yang bervariasi.
Echocardiografi
Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan
menentukan arah dan derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa
hipertensi pulmonal dan menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan
struktural jantung.
Tes kocok (Shake test)
38
Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung
diambil melalui nasogastrik tube pada neonatus <>banyak 0,5 ml. Lalu
tambahkan 0,5 ml alkohol 96 %, dicampur di dalam tabung 4 ml,
kemudian dikocok selama 15 detik dan didiamkan selama 15 menit.
Pembacaan :
Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD
+1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko
terjadi HMD
+2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung
+3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa
gelembung pada dua deret <>
+4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh
permukaan neonatus matur
Amniosentesis
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin
dari cairan amnion dengan melakukan amniosentesis (pemeriksaan
antenatal).
Tes apung paru
Tes apung paru-paru (docimacia pulmonum hydrostatica),
dikerjakan untuk mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup.
Untuk melakukan test ini syaratnya mayat harus segar.
Keluarkan alat-alat dalm rongga mulut, leher dan rongga dada
dalam satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakhea boleh diikat.
Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air. Bila
terapung, lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan
39
pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat 5 lobus, kiri 2 lobus.
Apungkan semua lobus tersebut, catat mana yang tenggelam, mana yang
terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5
potong dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan
perifer. Apungkan ke-25 potongan kecil-kecil tersebut. Bila terapung,
letakan potongan tersebut pada 2 karton, dan lakukan penginjakan
dengan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air. Bila
terapung berarti tes apung positif, paru-paru mengandung udara, bayi
tersebut pernah dilahirkan hidup. Bila hanya sebagian yang terapung,
kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah dilahirkan
hidup.
H. Diagnosis Banding
Pneumonia neonatal
Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup B
kurang bisa dibedakan dengan HMD. Pada pneumonia yang muncul saat
lahir, gambaran rontgen dada dapat identik dengan HMD, namun
ditemukan coccus gram positif dari aspirat lambung atau trakhea, dan
apus buffy coat. Tes urin untuk antigen streptococcus positif, serta
adanya netropenia.
Transient Tachypnea of The Newborn
Takipnea sementara dapat disingkirkan karena gejala klinisnya
pendek dan ringan. Hiperaerasi adalah ciri khas TTN (kebalikan dari
RDS – hipoaerasi). Densitas retikulogranular bilateral akan hilang bilang
diberi ventilasi, sementara pada RDS gambaran opak menetap minimal 3
– 4 hari.
Sindroma aspirasi mekonium
40
Terlihat adanya air trapping, gambaran opak noduler kasar difus,
serta area emfisema fokal. Berbeda dengan gambaran opak granuler
halus pada RDS. Paru-paru biasanya hiperaerasi.
Lain-lain
Penyakit jantung sianotik ( anomali total aliran balik vena
pulmonal), sirkulasi fetal yang persisten, sindroma aspirasi,
pneumotorax spontan, efusi pleura, eventrasi diafragma, dan kelainan
kongenital seperti malformasi kistik adenomatoid, limfangiektasi
pulmonal, hernia diafragma, atau emfisema lobaris harus
dipertimbangkan, dan untuk membedakannya diperlukan gambaran
rontgen.
Proteinosis alveoli kongenital adalah kelainan familial yang
jarang dan kadang muncul sebagai respiratory distress syndrome (RDS)
yang berat dan mematikan. Perdarahan paru, sepsis.
Hal-hal yang dapat menimbulkan edema paru seperti
PDA, obstruction of pulmonary venous drainage, hypoplastic left heart
syndrome, dan edema pulmo neurogenik, sekunder darimperdarahan
intracranial.
Hal-hal yang diasosiasikan dengan hipoaerasi paru seperti sedasi
ibu, hipoksemia berat, hipotermia, kerusakan CNS. Keadan ini tidak
menimbulkan gambaran opak granular bilateral pada rontgen thoraks
(berbeda dengan RDS).
I. Pencegahan
1. Mencegah kelahiran prematur
Yang terpenting adalah mencegah prematuritas, seperti
menghindari operasi caesar yang tidak perlu, penganan yang baik
dari kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi, prediksi dan
terapi intra uterin dari imaturitas paru-paru.
41
Menurut Goldenberg, hal-hal yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya kelahiran prematur adalah, ibu yang merokok,
abnormalitas ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu keras selama
kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia,
hal ini ternyata dapat mengurangi angka kelahiran prematur. Pada 10
% wanita hamil yang menjalani apus vagina pada kehamilan 24 – 27
minggu, ditemukan fibronektin yang merupakan penanda terjadinya
infeksi. Infeksi dapat menimbulkan kelahiran yang prematur, oleh
karena itu sedang dilakukan penelitian apakah aman bila ibu hamil
dengan infeksi diberikan terapi metronidazol.
Pada saat menentukan waktu untuk induksi persalinan atau
operasi caesar, perkiraan lingkar kepala fetus dengan USG dan
penentuan konsentrasi lecithin pada cairan amnion dengan rasio
lecithin : sphingomyelin, menurunkan kemungkinan lahirnya bayi
prematur. Pemantauan intrauterin antenatal dan intrapartum
menurunkan kemungkinan terjadinya asfiksia, yang dikaitkan dengan
meningkatnya insidensi dan beratnya HMD.
2. Cervical cerclage
Wanita yang pernah mengalami keguguran pada trimester
kedua > 3x, atau kelahiran prematur tanpa alasan yang jelas,
mungkin mengalami inkompetensi servik. Bila ditemukan servik
berdilatasi dengan membran (ketuban) uth dan tanpa tanda-tanda
infeksi, harus dipertimbangkan untuk segera melakukan cervical
cerclage. Dapat dilakukan ultrasound untuk menentukan panjang
servik, sehingga dapat memprediksi kelahiran prematur, dan
melakukan cervical cerclage untuk mencegahnya.
3. Antibiotik untuk ibu
42
Pemberian antibiotik untuk preterm prelabour rupture of the
membrane(ketuban pecah sebelum waktu), dapat mengurangi
insidensi kelahiran premature, infeksi neonatus dan perdarahan
periventrikular, namun tidak berpengaruh terhadap kematian
perinatal, dan efeknya terhadap insidensi RDS masih dipertanyakan.
Keuntungan pemberian antibiotik lebih banyak dari efek buruknya.
Karena itu dapat diberikan eritromisin 500 mg qds ditambah
amoxicillin / clavulanic acid (Augmentin) 375 mg qds untuk 7 hari.
Apabila organisme penyebab diperkirakan Mycoplasma hominis,
dapat diberikan klindamisin 150 mg qds selama 7 hari.
4. Tokolitik
Pemberian ritrodine memperlambat persalinan selama 24
jam namun tidak mengurangi resiko RDS atau kematian perinatal.
Penggunaannya dibatasi dalam waktu singkat untuk mempersiapkan
kelahiran prematur dan memberikan sterooid antenatal. Efek
sampingnya antara lain edema paru. Pemberian merupakan kontra
indikasi bagi wanita dengan penyakit jantung, hipertiroid, dan
diabetes. Untuk wanita-wanita tersebut dapat diberikan indometasin
sebagai tokolitik.
5. Membantu pematangan paru
2) Asfiksia perinatal
Asfiksia adalah keadaan di mana tubuh atau bagian tubuh kekurangan
oksigen. Jika kondisi ini terjadi pada bayi baru lahir disebut juga dengan
asfiksia perinatal. Resiko dari asfiksia perinatal mulai dari berbagai derajat
gangguan saraf dan motorik sampai menyebabkan kematian. Akibat yang
ditimbulkan tergantung pada lokasi dan luasnya jaringan yang mengalami
kerusakan.
43
Angka kejadian asfiksia perinatal bervariasi di masing-masing negara ,
sekitar 2 sampai 9 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Penelitian di California
dari tahun 1991-2000 didapatkan angka kejadian asfiksia perinatal sebesar 4.5
setiap 1000 kelahiran hidup, di British Hospital angka kejadian asfiksia sangat
menurun dari 7.7 per 1000 kelahiran hidup pada akhir 1970 menjadi 1.9 per
1000 kelahiran hidup ditahun 1990. Di Swedia angka kejadian asfiksia
perinatal berkisar 1,8 sampai 6,9 setiap 1000 kelahiran hidup.
Asfiksia perinatal didefinisikan sebagai kegagalan bernafas spontan
dan teratur saat bayi lahir dan sesaat setelah lahir ditandai dengan hipoksemia,
hiperkapnia dengan asidosis metabolik. Asfiksia dapat terjadi selama
antepartum, intrapartum dan postpartum dengan penyebab bisa faktor ibu,
faktor bayi dan faktor placenta.
The American Academy of Pediatrics (AAP) dan The American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) memberikan
karakteristik asfiksia perinatal16 :
6. Asidosis (pH<7.00),
7. Skor Apgar 0-3 menetap lebih dari 5 menit,
8. Terdapat manifestasi neurologi : kejang, hipotoni, HIE, koma,
9. Didapatkan disfungsi multiorgan.
Menurut World Health Organization definisi asfiksia berat :
- Denyut jantung kurang dari 100 per menit
- Pernafasan yang terengah-engah atau tidak bernafas
- Warna kulit membiru
- Tonus otot tidak ada
Apgar skor 0-3 pada 1 menit pertama
Nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration)
merupakan penilaian sederhana untuk menilai derajat berat ringannya asfiksia.
44
Tanda-Tanda dan Penilaiannya
Skor Apgar ditetapkan dengan mengevaluasi bayi baru lahir berdasarkan
lima kriteria dengan skala 0-2, lalu menjumlahkan kelima kriteria tersebut. Skor
Apgar keseluruhan berkisar antara 0 sampai 10. Penilaian dilakukuan pada 1
menit, 3 menit, 5 menit, 10 menit setelah kelahiran.
Manajemen pada bayi dengan asfiksia perinatal sangat penting untuk
mencegah kerusakan otak yang lebih lanjut akibat terjadinya hypoxic-ischemic
encephalopathy baik secara farmakologi maupun non farmakologi.
Salah satu manajemen asfiksia perinatal saat ini adalah dengan metode
hipotermi yang dapat melindungi kerusakan neuron otak dengan mengurangi
tingkat metabolisme serebral, mengurangi pelepasan asam amino (glutamat,
dopamin), menurunkan produksi nitrat oksida beracun dan radikal bebas.
3) APGAR
APGAR Score
45
Dilakukan pada :
- 1 menit kelahiran, yaitu untuk menilai kemampuan adaptasi bayi
terhadap perubahan lingkungan dari intrauterine ke ekstrauterine
atau untuk menilai keadaan fisiologis bayi baru lahir.
- Menit ke-5, untuk menilai keberhasilan tindakan resusitasi yang
dilakukan serta sebagai penentu prognosis.
- Menit ke-10. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi
morbiditas pada masa mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg
kondisi neurologis. Penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada
nilai yg rendah & perlu tindakan resusitasi
Klasifikasi Skor
Skor 7-10 : Normal
Skor 4-7 : Membutuhkan beberapa bantuan resusitasi yang terukur
Skor < 3 : Butuh resusitasi dengan segera
Berikut keterangan mengenai skor APGAR dan interpretasinya secara
umum:
Kriteria 0 1 2Activity (tonus otot)
Tidak ada gerakan Fleksi tungkai atas dan bawah
Gerakan aktif
Pulse (denyut jantung)
Tidak ada < 100x/min > 100x/min
46
Grimace (refleks iritabilitas)
Tidak ada respon Meringis Bersin atau batuk, menjauh saat saluran napas distimulasi
Appearance (warna kulit)
Biru - abu-abu atau pucat di seluruh tubuh
Badan merah, kaki dan tangan biru
Seluruh tubuh dan anggota gerak merah
Respiration (pernapasan)
Tidak bernapas Menangis lemah; terdengar seperti merengek atau mendengkur; Lambat, ireguler
Baik, menangis kuat
Skor APGAR pada Kasus :
- APGAR score 1 menit 1
- APGAR score 5 menit 3
- APGAR score 10 menit 7
47
DAFTAR PUSTAKA
48
1. American Academy of Pediatrics. The Apgar Score. The American college of
obstetrician and gynecologists. 2006: 117(4);1444-1447
2. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson
Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8.
3. Cunningham, F.G et al: Williams Obstetrics 21 st Editions . McGraw-Hill
Medical Publishing Divisions.
4. Majeed R, Memon Y, Majeed F, Shaikh NP, Rajar UDM. Risk factors of birth
asphyxia. J Ayub Med Abbottabad 2007: 19(3):67-71
5. Misra P.K, Katiyar C.P, Kapoor R.K, Shukla R, Malik G.K, et al. Brainstem
auditory evoked reponse in neonates with birth asphyxia. Indian Pediatrics
1997: 34:199-204
6. Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu
Kebidanan; edisi ke-3. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2002;771-83.
7. Saifuddin, AB, Adrianz, G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam : Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1. Jakarta :
yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-8.
8. Golighltly TH, Raz S, Sander CJ. Influence of slight to moderate risk for birth
hypoxia on acquisition of cognitive and language function inthe preterm
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Neonatologi, cetakan
pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
10. Nelson, Waldo, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
11. MacDonald.Mhairi G, dkk. 2005. Avery’s Neonatology Pathophysiology &
Management of the Newborn edisi 6, Lippincott Williams & Wilkins