15
Meningkatkan Pemahaman Relasional Melalui Strategi Konflik Kognitif Iskandar Zulkarnain Prodi Pendidikan Matematika FKIP Unlam Banjarmasin Abstract This paper explores the findings in the field (South Kalimantan) on the understanding of student / teacher in algebra. The findings indicate a difficulty in high school students and misconceptions in the majority of teachers in the region in solving algebra problems that are not conventional. Based on these findings the author offers an alternative strategy, namely the cognitive conflict strategy to analyze their understanding. This strategy is expected to enhance students' understanding of relational and overcome the most fundamental difficulties in learning algebra which in turn can contribute to national identity. Keywords: misconceptions, understanding, cognitive conflict, learning algebra Latar Belakang Dalam pembelajaran matematika tidak jarang siswa mengalami kesalahan konsep atau ‘miskonsepsi’ dalam upaya untuk memahami suatu materi. Banyak hal yang

Artikel Strategi Konflik Kognitif

  • Upload
    hiskzulk

  • View
    1.283

  • Download
    12

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel Strategi Konflik Kognitif

Meningkatkan Pemahaman Relasional Melalui Strategi Konflik Kognitif

Iskandar Zulkarnain

Prodi Pendidikan Matematika FKIP Unlam Banjarmasin

Abstract

This paper explores the findings in the field (South Kalimantan) on the understanding of student / teacher in algebra. The findings indicate a difficulty in high school students and misconceptions in the majority of teachers in the region in solving algebra problems that are not conventional.

Based on these findings the author offers an alternative strategy, namely the cognitive conflict strategy to analyze their understanding. This strategy is expected to enhance students' understanding of relational and overcome the most fundamental difficulties in learning algebra which in turn can contribute to national identity.

Keywords: misconceptions, understanding, cognitive conflict, learning algebra

Latar Belakang

Dalam pembelajaran matematika tidak jarang siswa mengalami kesalahan

konsep atau ‘miskonsepsi’ dalam upaya untuk memahami suatu materi. Banyak

hal yang menyebabkan miskonsepsi terjadi, misalnya lemahnya konsep awal yang

ada pada siswa atau pemahaman yang tidak komprehensif. Kesalahan konsep

dapat menyebabkan kemampuan yang rendah dalam pendidikan matematika. Jika

miskonsepsi ini dibiarkan, siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami

materi matematika lanjutan. Parahnya, para siswa bahkan tidak menyadari bahwa

konsep-konsep mereka yang sudah ada itu tidak konsisten dengan gambaran

ilmiah. Keadaan ini harusnya segera diatasi dengan menghadapkan mereka

dengan pengalaman yang memunculkan ketidakseimbangan dan kemudian

membantu untuk membentuk konsep yang ilmiah. Untuk itu perlu dikembangkan

strategi pengajaran yang dapat mengatasi masalah tersebut.

Page 2: Artikel Strategi Konflik Kognitif

2

Banyak penelitian dalam pendidikan matematika menggunakan konflik

kognitif sebagai strategi untuk mengembangkan kesadaran siswa akan

kesalahpahaman mereka dan mendukung pemahaman konsep aljabar (misalnya,

Tall, 1977; Fujii, 2003; Zazkis & Chernoff, 2006; Hagit, 2008). Membangkitkan

konflik kognitif sering dianggap sebagai strategi pengajaran yang dapat

berkontribusi dalam pembelajaran. Beberapa peneliti memperlakukan pendekatan

pengajaran konflik sebagai sarana dalam membantu pelajar merekonstruksi

pengetahuan mereka (misalnya, Watson, 2002; Stylianides & Stylianides, 2008).

Landasan Teori

Teori Ekuilibrium Piaget

Teori Piaget berpendapat bahwa perkembangan intelektual manusia

dikendalikan oleh dua fungsi biologis utama yaitu organization dan adaptation

(Piaget, 1952). Organization adalah sebuah fungsi untuk membentuk struktur

kognitif yang oleh Piaget disebut ‘Skema’. Organization adalah konsep Piaget

yang berarti usaha mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah ke dalam urutan

yang teratur, ke dalam sistem fungsi kognitif. Setiap level pemikiran akan

diorganisasikan. Perbaikan terus menerus terhadap organisasi ini adalah bagian

inheren dari perkembangan (Santrock, 2008). Adaptation merupakan sebuah

fungsi untuk menyesuaikan individu terhadap lingkungan dimana individu itu

tinggal dan di dalamnya meliputi dua proses yang tak terpisahkan yaitu asimilasi

dan akomodasi. Asimilasi adalah sebuah proses yang menggabungkan

pengetahuan yang baru ke dalam skema yang dimiliki individu yang sudah ada.

Di lain pihak, proses adaptasi yang lainnya, akomodasi, cenderung untuk

menyesuaikan skema yang ada atau secara langsung menciptakan sebuah skema

yang baru untuk menyesuaikan pengalaman atau informasi yang baru.

Asimilasi dan akomodasi penting untuk proses ekuilibrasi. Piaget

berpendapat bahwa ada gerakan yang kuat antara keadaan ekuilibrium kognitif

dan disekuilibrium saat asimilasi dan akomodasi bekerja sama dalam

menghasilkan perubahan kognitif (Santrock, 2008). Ada sebuah kontrol biologis

Page 3: Artikel Strategi Konflik Kognitif

3

yang digunakan untuk mengejar sebuah keadaan yang optimal tentang

keseimbangan antara struktur kognitif seorang individu dengan lingkungan yang

ditinggalinya. Ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, orang itu

akan mencapai proses ekuilibrasi jika struktur kognitif yang sudah ada bekerja

dengan baik untuk menjelaskan pengetahuan yang baru didapatkan. Ketika

struktur kognitif yang sudah ada gagal untuk bereaksi terhadap informasi yang

baru, disekulibrium menyebabkan seseorang melakukan pengejaran terhadap re-

ekulibrasi terhadap struktur kognitif yang ada. Individu itu akan beranjak naik ke

tingkat perkembangan ekuilibrasi yang lebih tinggi setelah proses akomodasi

terlaksana.

Strategi Konflik Kognitif

Salah satu dari strategi pengajaran utama yang berdasarkan pada

konstruktifisme adalah strategi konflik kognitif. Strategi ini berkembang

berdasarkan pada asumsi yang menyebutkan bahwa pengetahuan siswa yang

sebelumnya mempengaruhi bagaimana cara mereka mempelajari pengetahuan

yang baru dan membentuk gambaran ide yang baru. Strategi ini adalah sebuah

keadaan dimana siswa merasa adanya ketidakcocokan antara strukur kognitif

mereka dengan keadaan lingkungan sekitarnya atau antara komponen-komponen

dari struktur kognitif mereka (Lee et al, 2003).

Pada gambaran ide yang ada pada siswa saat ini ditemukan permasalahan

ilmiah, bila permasalahan ini terus dibiarkan, maka akan menghambat siswa untuk

mendapatkan ide yang ilmiah di kelas. Para siswa mungkin tidak sadar bahwa

pemahaman mereka itu tidak sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh para

pengajar (Tall, 1977). Pengajar pun justru memiliki kekurangan pada

kewaspadaan tentang kurangnya pemahaman diakibatkan oleh pemahaman siswa

yang tidak tepat terus dibiarkan.

Seperti yang dikatakan oleh Maier (Pathare & Pradhan, 2004), “Sebuah

cara untuk memecahkan atau mencegah miskonsepsi adalah menghadapkan secara

langsung miskonsepsi itu dengan sebuah pengalaman yang menyebabkan

ketidakseimbangan yang diikuti oleh akomodasi yang disebutkan pada teori

Page 4: Artikel Strategi Konflik Kognitif

4

Piaget”. Strategi pengajaran konflik kognitif ini mengikuti cara yang secara nyata

menentang ide-ide siswa yang sudah ada dalam rangka untuk memberanikan

siswa dalam mengidentifikasi masalah pemahaman mereka sendiri dan untuk

memotivasi mereka dalam membangun sebuah pemahaman yang tepat. Menurut

Limon (2001), strategi ini secara umum adalah : 1). Menganalisis pengetahuan

yang sudah ada pada siswa ; 2). Menantang siswa dengan informasi yang

berlawanan ; 3). Mengevaluasi perubahan konsep antara ide-ide siswa yang sudah

ada dengan informasi yang terbaru.

Fujii (2003) menggunakan konflik kognitif sebagai alat untuk

menganalisis dan menilai kualitas dan kedalaman pemahaman siswa dalam

pelajaran aljabar.

Prosedur Perlakuan

Baru-baru ini (awal pekan keempat September 2010) kami diminta oleh

ketua program studi Pendidikan matematika FKIP Unlam di Banjarmasin untuk

membantu memberi pelatihan pada PLPG di Banjarmasin dengan topik

pendalaman materi. Peserta pelatihan adalah guru-guru SMA dari berbagai

kabupaten di Kalimantan Selatan yang berjumlah 20 orang. Sempat terpikir

dibenak kami, materi apa yang kiranya tepat diberikan pada pelatihan itu. Dengan

berbagai pertimbangan akhirnya dipilih materi aljabar. Alasan pemilihan topik

aljabar, khususnya persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, adalah hasil ujicoba

informal yang kami lakukan di dua sekolah favorit sekitar bulan Maret 2009

memberikan hasil yang tidak menggembirakan. Saya berpikir apakah ada yang

keliru dalam pengajarannya sehingga siswa dengan kategori unggulan tidak

mampu menyelesaikan soal : x2 + x > -1 ?

Tahap I : Identifikasi potensi konflik

Nah, pada kesempatan pelatihan itu kami mengajukan soal pertama yang

sama kami berikan pada siswa SMA kelas X. Soal tersebut digunakan untuk

mengidentifikasi potensi konflik yang mungkin muncul. Penulis instruksikan

Page 5: Artikel Strategi Konflik Kognitif

5

bahwa soal dikerjakan dalam dua setting yang berurutan. Pertama, masing-masing

peserta bekerja secara individual untuk menyelesaikan soal dengan pemahaman

sendiri. Kemudian mereka berdiskusi dengan setidaknya satu peserta lain di kelas

pada soal yang sama. Ada yang bekerja berpasangan dan ada yang berkelompok

dengan empat anggota.

Penulis fokus mengamati situasi kelas sesaat setelah memberikan soal.

Beberapa saat kemudian terdengar jawaban yang mengejutkan saya (instruktur) :

“ Pak, tidak ada jawabannya”.

“ Jawabannya imajiner, pak”. Sahut peserta lainnya.

Penulis katakan, “silahkan diskusikan dulu dalam kelompok”.

Mereka menjawab hampir serentak, “jawabannya sama pak, tidak ada”.

………………………..

Penulis sudah hampir dapat menyimpulkan bahwa pemahaman peserta pelatihan

(yang notabene adalah guru) terhadap materi pertidaksamaan kuadrat belum

komprehensif. Selanjutnya, penulis menyusun strategi untuk menciptakan situasi

konflik kognitif.

Tahap II : Contoh penyangkal/kontradiksi

Instruktur mulai dengan mengatakan :

“ bagaimana bila x = 0 ?”

Jawab sebagian mereka, “bisa pak”.

Lainnya menjawab, “ memenuhi pak”

Bagaimana bila x saya ganti dengan “1” ?, kata instruktur selanjutnya .

“Juga memenuhi pak” sahut mereka serentak.

“Lantas mengapa anda mengatakan tidak ada jawaban, bukankah 0 dan 1

bilangan real?” kata instruktur.

Mereka tercengang.

Sebagian kelihatan bingung dan ada yang memandang penulis dengan

pandanga heran.

Page 6: Artikel Strategi Konflik Kognitif

6

Ada yang terlihat penasaran dengan mengatakan, “ biasanya difaktorkan

untuk mendapatkan nilai x, tapi karena diskriminannya kurang dari nol

maka tidak ada nilai x yang memenuhi”.

Instruktur katakan, “Apakah tidak ada cara selain dengan cara yang

saudara lakukan sekarang ?”

Salah satu peserta berucap, “Di buku prosedurnya seperti itu pak, yaitu

menentukan harga x kemudian menguji interval dengan batas-batas x

tadi”.

“Karena diskriminannya kurang dari nol maka x tidak ada pak”, Sahut

peserta lainnya.

“Cara apa saja yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan

kuadrat ?” kata instruktur.

“Dengan pemfaktoran” kata salah satu peserta.

“Dengan menggunakan rumus abc, pak” kata peserta lainnya.

“Dengan melengkapkan kuadrat” yang lain menyahut.

Tahap III : Resolusi konflik

“Baik, mana diantara cara tersebut yang belum anda coba?” kata

instruktur.

“Dengan pemfaktoran tidak bisa pak” jawab hampir semua peserta.

“Dengan rumus abc juga tidak, karena diskriminannya kurang dari nol”

kata peserta lainnya.

“ Silahkan coba cara ketiga” kata instruktur.

…………………………. (suasana hening sejenak).

Sesaat kemudian ada yang telah memperoleh hasil perhitungan dengan

mengatakan, “ sama saja pak, ruas kanannya bernilai negatif sehingga

tidak dapat ditarik akarnya”.

Page 7: Artikel Strategi Konflik Kognitif

7

“Bagaimana yang lainnya, adakah hasil yang beda” kata instruktur.

“Sama semua pak” hampir serentak jawaban peserta.

Penulis sudah dapat menduga permasalahan yang dihadapi oleh peserta

pelatihan. Mereka hanya bekerja secara prosedural, tanpa melihat (membaca)

ekspressi yang ada. Padahal alat-alat bukti yang mereka gunakan sudah cukup. Ini

adalah sebuah indikasi bahwa, kemampuan untuk mengkombinasikan aktifitas

matematika seperti membaca, mentransformasikan dan mengekspresikan masih

perlu dikembangkan.

Penulis meminta salah satu peserta untuk menunjukkan apa yang sudah

dikerjakannya. Hasil pekerjaannya adalah (persis seperti yang telah diduga) :

x2 + x > -1

x2 + x + 1 > 0

x2 + x + 1 = 0

(x + ½)2 + 1 = (½)2

(x + ½)2 + 1 = ¼

(x + ½)2 = -3/4

Pada contoh ini, kita dapat melihat bagaimana sebuah prosedur untuk

penyelesaian pada persamaan kuadrat terbawa dan menjadi sebuah model yang

kuat yang tidak berubah. Tentu saja mereka mendapat kesukaran bila harus

menarik akar kuadrat di ruas kanan yang bernilai negatif.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut kami meminta pada peserta agar

pada langkah ketiga tidak mengubah tanda pertidaksamaan menjadi tanda

persamaan dan hanya bekerja pada ruas kiri dengan membiarkan ruas kanan

pertidaksamaan tetap nol. Melalui bantuan dengan petunjuk (hint) yang kami

berikan, ekspresi aljabar yang mereka peroleh adalah :

(x + ½)2 + ¾ > 0

Dengan demikian pertidaksamaan kuadrat :

Page 8: Artikel Strategi Konflik Kognitif

8

x2 + x > -1 ekivalen dengan (x + ½)2 + ¾ > 0

Melalui ekspresi terakhir ini, peserta mulai memahami bahwa berapapun nilai x

yang diberikan tetap akan memenuhi pertidaksamaan. Dengan cara itu pula

mereka mendapat pemahaman baru bahwa dengan melengkapkan kuadrat dapat

digunakan untuk menyelesaikan pertidaksamaan kuadrat. Hal yang baru bagi

mereka.

Penutup

Melalui diskusi dengan peserta pelatihan terungkap bahwa, mereka

mengajar persis seperti urutan yang ada pada buku. Dari satu bab ke bab yang lain

tanpa membuat peta materi prioritas. Penguasaan konsep mereka dapat dikatakan

tidak dangkal, namun masing-masing konsep berdiri sendiri tidak saling terkait.

Keadaan seperti ini memicu munculnya kesalahan konsep seperti yang disinyalir

oleh Santi & Sbaragli (2008) bahwa sebuah ‘miskonsepsi’ itu bukanlah kurangnya

pengetahuan atau sekedar sebuah kesalahpahaman konsep melainkan pengetahuan

yang tidak berfungsi pada sebuah keadaan yang lebih luas.

Strategi konflik kognitif dalam pembelajaran matematika mempunyai

peran yang penting untuk mengubah konsepsi yang salah dengan menghadapkan

miskonsepsi dengan pengalaman yang memunculkan ketidakseimbangan yang

diikuti oleh proses akomodasi. True Learning terjadi bila seorang individu dapat

menyelesaikan konflik dengan menata ulang struktur kognitif mereka sedemikian

rupa sehingga konflik ditampung dan berasimilasi ke dalam struktur kognitif

individu.

Daftar Pustaka

Fujii, T. (2003). Probing Student’s Undestanding Of Variables Through Cognitive Conflict Problem. Is The Concept Of A Variable So Difficult For Student

Page 9: Artikel Strategi Konflik Kognitif

9

To Understand ? [Online]. Tersedia : http// onlinedb.terc.edu/PME2003/ PDF/Plen5fujii.pdf [26 Pebruari 2010]

Lee, G. et al. (2003). Development of an Instrument for Measuring Cognitive Conflict in Secondary-Level Science Classes. [Online]. Tersedia : http// www.rhodes.aegean.gr/ptde/labs/lab-fe/downloads /articles/cognitive_ conflict.pdf [20 April 2010]

Limon, M. (2001). On the cognitive conflict as an instructional strategy for conceptual change: a critical Appraisal. [Online]. Tersedia : www.elsivier.com/locate/learninstruc [18 Pebruari 2010]

Pathare, S & Pradhan, H.C. (2004). Students’ Alternative Conceptions in Pressure

Heat and Temperature. [Online]. Tersedia : http://www.hbcse.tifr.res.in/ episteme/episteme-1/allabs/shirish_abs.pdf [20 April 2010]

Piaget, J. (1952). The Origins of Intelligence in Children. New York : International Universities Press,Inc.

Santi, G. & Sbaragli, S. (2008). Misconceptions and semiotics : a comparasion. [Online].Tersedia : http://www.dm.unibo.it/rsddm/it/articoli/sbaragli/2008 Cipro [ 1 April 2010]

Santrock, JW. (2008). Psikologi Pendidikan, edisi kedua. Jakarta: Kencana.

Sela, H. (2008). Coping With Mathematical Contradictions With Peers. [Online]. Tersedia : http//tsg.icme11.org/document/get/632 [28 Pebruari 2010]

Stylianides, A.J. & Stylianides G.J. (2008). Cognitive Conflict as a Mechanism For Supporting Developmental Progressions in Students, Knowledge About Proof. [Online]. Tersedia :http// tsg.icme11.org/document/get/283 [21 Januari 2010]

Tall, D. (1977). Cognitive Conflict and the Learning of Mathematics. [Online] Tersedia : http:// www.warwick.ac.uk/staff/David.Tall/pdfs/dot1977a-cog-confl-pme.pdf [21 Januari 2010]

Watson, JM. (2002). Creating Cognitive Conflict a Controlled Research Setting : Sampling. [Online]. Tersedia : http// www.stat.auckland.ac.nz/~iase/ publications/1/6a1_wats.pdf [28 Pebruari 2010]

Zazkis, R. & Chernoff, E. (2006). Cognitive Conflict and its Resolution Via Pivotal/Bridging Example. [Online]. Tersedia : http// www.emis.de/ proceedings /PME30/5/465.pdf [20 Januari 2010]

Page 10: Artikel Strategi Konflik Kognitif

10