Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
127
ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN KARYAWAN BANK TERHADAP
AKAD PEMBIAYAAN PRODUK KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)
BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG ACEH
Leni Oktaviani1,
Suazhari
2
1) 2)
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Indonesia
Korespondensi Penulis: [email protected]
ABSTRACT
This research was conducted to analyze the comprehension level of bank employees
regarding financing agreement of morgage loans (KPR) products at Bank Syariah Mandiri
Aceh Branch. This research is considered as a qualitative descriptive research, which is a
research method aiming to describe information collected through the research. Populations
and research samples are 5 (five) employees of Bank Syariah Mandiri in Aceh Branch Office
from the financing agreement of house ownership product department, chosen using
purposive sampling technique. The data used in this research are the primary and secondary
data. Data collecting method is through the interview and documentation. The result
indicates that employees’ comprehension level regarding financing agreement of housing
ownership credit (KPR) product is considered very low. The explanation described by
employees about financing agreement of KPR (murabahah agreement) is yet to be
corresponding with appropriate sharia and fatwa DSN-MUI No: 4/DSN-MUI/2000
regarding Murabahah.
Keywords: KPR, Murabahah, Comprehension, Fatwa DSN-MUI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pemahaman karyawan bank terhadap akad
pembiayaan produk kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Aceh. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu metode penelitian yang
bertujuan mendeskripsikan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Populasi dan
sampel penelitian yaitu karyawan Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Aceh yang
berjumlah 5 orang berasal dari karyawan pembiayaan produk KPR diambil melalui teknik
purposive sampling. Data yang digunakan yaitu data primer dan skunder. Teknik
pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pemahaman karyawan bank terhadap akad pembiayaan produk kredit
pemilikan rumah (KPR) masing sangat kurang. Penjelasan karyawan terhadap akad (KPR) (
akad murabahah) masih belum sesuai dengan syariah dan fatwa DSN-MUI No: 4/DSN-
MUI/2000 tentang Murabahah.
Kata Kunci: KPR, Murabahah, Pemahaman, Fatwa DSN-MUI
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
128
PENDAHULUAN
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia Presiden telah
mencanangkan “Program Nasional Satu Juta Rumah untuk Rakyat” pada tanggal 29 April
2015 dengan target satu juta unit rumah terbangun setiap tahun. Program tersebut dilakukan
untuk mewujudkan cita-cita kebutuhan rumah bagi semua lapisan masyarakat yaitu
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk mewujudkan program ini dibutuhkan
banyak kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari kementrian/lembaga, pemerintah
daerah, pihak yang ada di bidang perumahan, pertanahan, perizinan, perpajakan, perkotaan,
lembaga jasa keuangan, Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan,
pelaku pembangunan dan dunia usaha (Departemen Perlindungan Konsumen OJK, 2017:3).
Lembaga jasa keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu
menjalankan program tersebut melalui penyaluran dana dalam bentuk Kredit Pemilikan
Rumah (KPR). Hal ini dapat membantu masyarakat untuk memiliki rumah dengan tidak
harus membayar secara tunai. Sekarang ini, jenis jasa keuangan yang menyalurkan dana
untuk KPR juga mengalami perkembangan bahkan bukan hanya jasa keuangan perbankan
namun juga beberapa dari perusahaan pembiayaan dan BPJS Ketenagakerjaan. Meskipun
demikian, perbankan masih memegang porsi yang lebih besar dalam penyaluran dana KPR
tersebut.
Penyaluran dana dalam bentuk KPR ini ternyata belum berjalan mulus, dikarenakan
ada beberapa jenis permasalahan terkait perumahan ini, dan yang paling banyak adalah
sertifikat rumah yang belum diserahkan oleh developer kepada konsumen dan konsumen
gagal bayar akibat perubahan suku bunga yang ditetapkan oleh bank. Memandang bunga ini
sangat memberatkan masyarakat dan Islam sendiri telah melarang adanya transaksi dengan
unsur bunga. Untuk itu, adanya lembaga keuangan syariah turut membantu permasalah ini
dengan mengeluarkan produk KPR berbasis syariah yang lebih bisa diterima masyarakat.
Pembiayaan KPR pada bank syariah berbeda dengan KPR yang ada pada bank
konvensional, selain dari segi bunga, perbedaan yang paling mendasar dilihat dari skema
yang digunakan. Pada bank syariah, skema yang digunakan untuk KPR adalah akad jual beli.
Sehingga tidak ada unsur bunga, karena bank tidak memberikan pinjaman uang, melainkan
bank menjual barang kepada nasabah dan nasabah membeli dengan mencicil. Bank Syariah
Mandiri adalah salah satu bank syariah di Indonesia yang beroperasi sesuai prinsip syariah,
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
129
yang berdiri pada tahun 1999, dan juga memiliki usaha dalam KPR melalui pembiayaan
Griya BSM dengan akad murabahah. Akad murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga pokok penjualan ditambah dengan keuntungan (margin) yang disepakati
oleh bank dan nasabah. Dalam hal ini pihak bank harus memberitahu kepada nasabah harga
pokok dan keuntungan yang akan diambil oleh bank (Kasmir, 2002:223).
Pembiayaan Griya BSM merupakan fasilitas yang disediakan oleh Bank Syariah
Mandiri untuk pembiayaan pemilikan rumah tinggal, menyediakan berbagai fasilitas seperti
untuk rumah baru, rumah bekas, renovasi rumah, take over, dan apartemen (Syariah Mandiri,
2018). Dalam memberikan pembiayaan Griya BSM tersebut, karyawan Bank Syariah
Mandiri harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang akad murabahah dalam
produk KPR Syariah. Pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam memahami arti,
konsep, situasi dan fakta yang telah diketahuinya. Untuk memahami sesuatu seseorang
terlebih dahulu harus mengetahui apa yang ingin dipahami (Purwanto 2013: 44). Jadi, sebagai
karyawan untuk dapat memahami akad pembiayaan produk KPR, harus memiliki
pengetahuan terlebih dahulu, tekait tentang akad sebelum melakukan transaksi dengan
nasabah pembiayaan.
Karyawan yang dikatakan sebagai sumber daya manusia merupakan sebuah aset yang
sangat penting bagi sebuah perusahaan. Maju atau mundurnya perusahaan ditentukan oleh
kualitas karyawannya. Begitu juga dengan perbankan syariah membutuhkan sumber daya
manusia berkualitas yang mempunyai pengetahuan serta pemahaman yang baik, mulai dari
bidang bisnis, operasional serta implementasi akad dalam setiap produk yang ditawarkan
perbankan syariah.
Berdasarkan data SPS OJK per Desember 2017, bahwa perbankan syariah terus
mengalami perkembangan, di mana terdapat 13 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit Usaha
Syariah (UUS), kemudian ditambah lagi dengan jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) yang jumlahnya sudah mencapai 167 unit (Otoritas Jasa Keuangan, 2018 ).
Bertambahnya jumlah perbankan syariah di Indonesia, tentunya membutuhkan sumber daya
manusia yang banyak. Di mana rata-rata kebutuhan SDM dalam industri perbankan syariah
mencapai 5.900 orang, sementara lulusan ekonomi syariah hanya sekitar 1.500 orang. Jumlah
yang dibutuhkan oleh bank syariah tidak diikuti dengan jumlah SDM yang memadai, baik
dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan perbankan
syariah merekrut karyawan dari bank konvensional (Republika, 2015).
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
130
Banyaknya karyawan dari bank konvensional yang bekerja di bank syariah tidak
jarang membuat pelayanan dan pengaplikasian akad dalam produk perbankan syariah dalam
beberapa aspek tidak sesuai dengan konsep syariah, karena SDM perbankan konvensional
masih sangat terbatas dalam memahami akad-akad produk dan sistem bank syariah. Hal ini
dikarenakan SDM perbankan sebelumnya tidak memiliki background bank syariah, terutama
pengalaman akademik di bidang islamic banking (Serambinews.com, 2016). Hal ini tidak
boleh dibiarkan begitu saja, perbankan syariah harus memilih SDM yang berkualitas tentunya
paham dengan konsep-konsep perbankan syariah agar dalam memberikan penjelasan terkait
produk-produk bank syariah kepada calon nasabah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. Sehingga masyarakat merasa nyaman dalam bertransaksi dan menaruh kepercayaan
kepada perbankan syariah untuk tetap menggunakan setiap produk perbankan syariah.
TINJAUAN TEORITIS
Bank dan Perbankan Syariah
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, menyebutkan bahwa bank
merupakan badan usaha yang tugasnya menghimpun dana dari seseorag yang memiliki
kelebihan dan menyalurkanya kepada seseorang yang kekurangan dalam bentuk pemberian
kredit atau lainnya dengan harapan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bank
memiliki dua bentuk, yaitu bank konvensional dan bank syariah (Yaya, 2016:48). Bank
konvensional adalah bank yang menjalankan operasionalnya secara konvensional yang juga
terdiri dari Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang
juga terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Prinsip syariah
yaitu prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (Yaya,
2016:48).
Definisi Akad dan Jenis Akad Pembiayaan di Bank Syariah
Akad adalah sesuatu yang keluar dari seseorang yang memiliki tekat untuk
melakukannya, apakah itu muncul dari satu pihak, (wakaf, talak dan sumpah) atau yang
muncul dari dua pihak (jual beli, sewa, wakalah dan gadai) (Ascarya, 2011:35). Dalam arti
yang lebih luas, akad adalah kontak antara dua belah pihak yang melakukan transaksi baik
transaksi jangka pendek maupun transaksi jangka panjang. Akad mengikat antara kedua belah
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
131
pihak di mana keduanya saling bersepakat terlebih dahulu dan sudah ditetapkan secara rinci
spesifikasinya (Karim, 2011:65). Karena akad mengikat kedua belah pihak, maka apabila ada
diantara keduanya melakukan pelanggaran atau tidak melakukan kewajibannya, maka pihak
tersebut dapat dikenakan sanksi berdasarkan kesepakatan sebelumnya.
Akad memiliki rukun dan syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang
berakat, diantaranya pelaku akad yaitu pihak-pihak yang mampu berakad, objek akad yaitu
harus ada disaat akad berlangsung, dan ijab qabul yaitu harus jelas maksudnya dan sesuai
antara ijab dan qabul serta bersambung antara keduanya (Ascarya, 2011:35). Adapun jenis
akad pembiayaan di bank syariah dikelompokkan menjadi empat pola, yaitu:
1. Pola Bagi Hasil yang terdiri dari akad mudharabah dan akad musyarakah
2. Pola Jual Beli yang terdiri dari akad murabahah, salam dan istishna’
3. Pola Sewa yang terdiri dari akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik
4. Pola Pinjaman yang terdiri dari Akad qardh
Pembiayaan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Bab
I Pasal I mendefinisikan pembiayaan merupakan salah satu fasilitas penyediaan dana atau
tagihan yang berupa transaksi dalam bentuk bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah,
sewa menyewa dalam bentuk ijarah dan bentuk ijarah muntahiya bittamlik, jual beli dalam
bentuk piutang murabahah, salam dan istishna’, dan pinjam meminjam dalam bentuk piutang
qardh. Semua ini dilakukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan pihak yang diberi dana
untuk dapat mengembalikannya dalam waktu yang sudah ditentukan serta memberikan
imbalan dalam bentuk ujrah, bagi hasil ataupun tanpa imbalan.
Menurut Rivai (2008:3), Istilah pembiayaan intinya berarti:
“I Believe, I Trust, yang artinya saya percaya, dan saya menaruh kepercayaan. Jadi dapat
dikatakan bahwa pembiayaan adalah kepercayaan. Maksud dari kepercayaan di sini adalah
lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan bertindak sebagai Shahibul mal yang
memberi kepercayaan kepada nasabah selaku pemengang amanah untuk melaksanakan
kewajibannya. Dana yang diberikan oleh pihak perbankan harus digunakan sebagai mana
mestinya dengan benar, adil dan disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta
saling menguntungkan di antara kedua belah pihak”.
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
132
Unsur-unsur Pembiayaan
Adapun unsur-unsur dalam pembiayaan yaitu:
1. Bank Syariah (selaku badan usaha yang memberikan dana kepada yang
membutuhkan)
2. Mitra Usaha (selaku orang yang mendapatkan dana dari bank syariah atau pihak yang
mendapatkan saluran dana dari bank syariah)
3. Kepercayaan (yaitu bank memberikan kepercayaannya kepada orang yang diberi dana
untuk dapat dipergunakan dan dikembalikan sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak)
4. Akad (kontrak yang dilakukan oleh bank syariah dan mitra usaha)
5. Risiko (bank dalam memberikan dana kepada pihak yang membutuhkan tentunya
memiliki risiko tidak kembali)
6. Jangka Waktu (priode tertentu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat
mengembalikan dana yang sudah digunakan kepada bank syariah)
7. Balas Jasa (seseorang memberikan sejumlah tertentu kepada bank syariah sebagai
balas jasa karena telah diberikan sejumlah dana untuk digunakan sesuai dengan
kesepakatan sebelumnya) (Ismail, 2013:107-108).
Jenis-jenis Pembiayaan
Dilihat dari sifat penggunanya, pembiayaan terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Pembiayaan Produktif
2. Pembiayaan Konsumtif
Menurut Antonio (200:161) selain dari segi sifatnya, pembiayaan juga dibedakan
berdasarkan segi kegunaannya, yaitu:
1. Pembiayaan Investasi
2. Pembiayaan Modal Kerja
Dilihat dari segi jangka waktunya, pembiayaan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang (Rivai, 2008:11).
1. Pembiayaan Jangka Pendek (Short Term)
2. Pembiayaan Jangka Menengah (Intermedite)
3. Pembiayaan Jangka Panjang (Long Term)
Selain itu, pembiayaan juga dibedakan berdasarkan jenis jaminannya, (Ismail,
2013:117-118) yaitu:
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
133
1. Pembiayaan dengan Jaminan
2. Pembiayaan Tanpa Jaminan
Definisi KPR Secara Umum
Kredit pemilikan rumah adalah salah satu jenis kredit yang ditujukan kepada
masyarakat dari latar belakang ekonomi yang berbeda-beda. Kredit ini ditujukan kepada
konsumen, sehingga jenis kredit ini disebut kredit konsumtif. Kredit pemilikan rumah adalah
salah satu fasilitas kredit konsumtif yang paling banyak ditawarkan di perbankan (wardhani,
2015:3).
KPR Syariah
Kredit Pemilikan Rumah Syariah (KPRS) adalah salah satu produk yang dikeluarkan
oleh bank-bank syariah. Pada KPR Syariah, yang menjadi objek transaksi adalah barang
dalam hal ini berupa rumah dengan menggunakan prinsip-prinsip jual beli (murabahah,
salam, istishna’) bukan dalam bentuk uang seperti yang dipraktikkan di bank konvensional
(Santoso, 2010 dalam Muhammad, 2015:466).
Akad Murabahah pada Pembiayaan Produk KPR di Bank Syariah
Akad Murabahah adalah akad jual beli barang yang menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang sudah disepakati kedua belah pihak, yaitu bank dan nasabah
(Karim, 2003:161). Akad murabahah adalah akad jual beli suatu barang di mana penjual
menyebutkan harga jual barang yang terdiri dari harga pokok dan keuntungan kepada
pembeli dan disetujui (Hakim, 2012:116).
Akad murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual
menyebutkan berapa harga beli kemudian menjualnya dengan mensyaratkan keuntungan
yang diharapkan sesuai dengan jumlah tertentu (Ismail, 2013:138).
Murabahah adalah akad yang dipergunakan dalam perjanjian jual beli barang (rumah)
dengan menyatakan harga pokok barang dan keuntungannya (margin) yang disepakati antara
penjual dan pembeli. Dalam pembiayaan murabahah ini, bank boleh membiayai sebagian
atau seluruh harga pembelian barang. Selain itu, dalam memperoleh barang dalam hal ini
rumah, bank boleh mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga
(supplier) atas nama bank, selanjutnya bank menjual barang tersebut kepada nasabah. Dan
pembayarannya dapat dilakukan secara tunai maupun tangguh sesuai dengan kesepakatan dan
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
134
jangka waktu pembayaran harga barang tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
bank dan nasabah (Darsono, 2017:166).
Definisi Pemahaman Karyawan
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengerti
atau memahamai sesuatu itu setelah sesuatu tersebut diketahuinya atau telah diingat. Adapun
yang mencakup pemahaman adalah yaitu mencakup kemampuan seseorang dalam
menangkap makna dari arti, dari bahan yang telah dipelajari, yang dapat dinyatakan dengan
menguraikan kembali isi pokok dari bacaan, atau mengubahnya dalam bentuk yang lain
(Sudaryono, 2012:44).
Menurut Sudijono (2003:50) pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diingat. Dengan kata lain memahami
adalah mengetahui tentang sesuatu yang mana dapat melihatnya dari berbegai segi. Seseorang
dikatakan paham apabila mampu menjelaskan atau menguraikan secara rinci tentang sesuatu
dengan kata-katanya sendiri.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif, yaitu metode yang hanya mendeskripsikan informasi yang diperoleh dari hasil
penelitian. Adapun upaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
upaya menganalisis tingkat pemahaman karyawan bank terhadap akad pembiayaan produk
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Aceh.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang
lingkup dan waktu tertentu (Zuriah, 2009: 116). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
karyawan Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Aceh. Sedangkan yang menjadi sampel
dalam penelitian ini yaitu karyawan bank pembiayaan KPR Syariah yaitu karyawan
marketing. Adapun teknik pengambilan sampel dengan metode Nonprobability Sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama
bagi setiap unsur yang dipilih menjadi sampel. Nonprobability sampling memiliki beberapa
teknik, yang peneliti gunakan adalah teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
135
sampel dengan pertimbangan tertentu yang sangat erat hubungannya dengan tujuan penelitian
(Zuriah, 2009: 124). Adapun Sampel yang diambil oleh peneliti berjumlah 5 orang yang
berasal dari karyawan marketing.
Data dan Sumber Data
Sumber data sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data
skunder. Data primer merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
peneliti, sehingga seseorang terlebih dahulu mencarinya dari orang lain, sedangkan data
skunder merupakan data yang sudah ada sehingga peneliti tinggal mengolahnya (Sugiyono,
2009:137).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua sumber tersebut untuk memperoleh
data. Data primer diperoleh langsung dalam bentuk wawancara dengan responden dan
dokumentasi yang di dapat di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabanga Banda Aceh. Dan data
skunder diperoleh dari literatur dan studi pustaka serta beberapa jurnal dan skripsi penelitian
terdahulu yang dapat mendukung data utama tentang tingkat pemahaman karyawan bank
terhadap akad pembiayaan produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Aceh.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Wawancara
merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan
memberikan beberapa pertanyaan kepada responden secara lisan (Zuriah, 2009:179). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara terbuka dan terstruktur guna untuk
memperoleh informasi lebih mendalam tentang responden. Adapun yang menjadi responden
dalam penelitian ini adalah karyawan Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Aceh
pembiayaan KPR yaitu karyawan marketing.
Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data, namun melalui
peninggalan tulisan, yang diperoleh dari arsip, buku, pendapat, dalil dan sebagainya yang
berhubungan dengan masalah penelitian (Zuriah, 2009: 191).
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
136
Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis
deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh langsung dari hasil
wawancara dan dokumentasi di Bank Syariah Mandiri. Setelah pengumpulan data, tahap
selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu Reduksi data (data reduction), Penyajian data
(data display), dan Penarikan kesimpulan (conclusion drawing/verification).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Akad Pembiayaan Produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Aceh
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan produk pembiyaan konsumen yang banyak
ditawarkan oleh bank di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya permintaan akan rumah
dengan sistem cicilan di masyarakat. Produk ini juga banyak ditawarkan oleh bank syariah di
Indonesia yang menginginkan produk tersebut dengan tujuan untuk menghindari sistem
bunga di bank konvensional. KPR yang ada di bank syariah tidak kalah bersaing dengan KPR
di bank konvensional, dimana KPR di bank syariah menawarkan margin yang sifatnya tetap
sampai akhir perjanjian. Salah satu bank yang menawarkan produk tersebut adalah Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Aceh dengan akad murabahah. Akad murabahah yang
digunakan oleh Bank Syariah Mandiri adalah akad murabahah jenis pesanan yang bersifat
mengikat. Dalam hal ini bank akan menyediakan rumah apabila ada pesanan dari nasabah
selaku pembeli dan nasabah harus membeli rumah tersebut karena bersifat mengikat.
Selain akad murabahah, untuk memudahkan pihak bank merealisasikan akad tersebut
pada produk KPR maka dibuat akad wakalah sebagai sarana untuk memberi kuasa kepada
nasabah untuk membeli rumah yang dibutuhkan. Bank sebagai lembaga intermediasi yang
memiliki keterbatasan tentunya membutuhkan akad tersebut untuk membantu dalam
penyaluran pembiayaan KPR, dan ini diperbolehkan selama tidak menyalahi prinsip syariah
dan fatwa DNS-MUI yang berlaku.
Akad wakalah dapat diartikan sebagai perlindungan, pencukupan, tanggungan, atau
pendelegasian. Sedangkan menurut para ulama seperti Ulama Malikiyah, dan Ulama
Syafi‟iah mengartikan akad wakalah adalah tindakan atau ungkapan seseorang yang berupa
pendelegasian dari seseorang kepada orang lain untuk melaksanakan apa yang dikuasakan
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
137
oleh pemberi kuasa (Huda, 2015:110). Dalam pelaksaan akad wakalah Bank Syariah Mandiri
harus memenuhi rukun dan syarat akad wakalah (Yusuf, 2011:131) yaitu:
1. Rukun akad wakalah
a. Muakil (orang yang memberi kuasa)
b. Wakil (orang yang menerima kuasa)
c. Taukil (objek yang dikuasakan)
d. Sighat (ijab qabul)
2. Syarat-syarat akad wakalah
a. Muakil dan wakil ialah orang yang dapat dipertanggung jawabkan
b. Muakil memiliki kuasa untuk dapat mengendalikan perkara yang diwakili
c. Wakil harus memberitahu dengan jelas apa yang akan diwakili dalam perjanjian
d. Wakil perlu menyebutkan nama yang memberikan kuasa kepadanya dalam
melakukan akad wakalah.
Istilah wakalah dalam akad murabahah untuk produk pembelian rumah disebut dengan
murabahah bil wakalah. Akad murabahah bil wakalah merupakan akad jual beli dengan cara
wakalah. Jual beli yang dilakukan dengan sistem ini nasabah ditunjuk oleh bank sebagai
wakil bank untuk membeli rumah yang menjadi objek transaksi atas nama bank. Di sini akad
pertama yang dilakukan adalah akad wakalah setelah akad wakalah berakhir, maka barang
yang menjadi milik bank dijual kepada nasabah dengan akad murabahah. Akad pertama dan
kedua harus dilakukan secara terpisah karena tidak boleh melakukan transaksi dalam dua
akad.
Akad murabahah bil wakalah sudah diatur dalam fatwa DSN-MUI No. 4/DSN-
MUI/IV/2000 tentang murabahah pasal 1 ayat 9 yaitu: “jika bank hendak mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank”. Berdasarkan penjelasan fatwa di atas
maka ditarik kesimpulan akad murabahah bil wakalah bisa dilakukan dengan syarat apabila
rumah yang dibeli oleh nasabah kepada supplier sudah menjadi milik bank sepenuhnya,
kemudian bank boleh malakukan akad murabahah dengan nasabah. Akad murabahah bil
wakalah memilki rukun dan syarat yang hampir sama dengan rukun dan syarat akad
murabahah. Bedanya dalam akad ini ada muakil, dan wakil.
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
138
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan beberapa informasi untuk
menjawab rumusan masalah yang peneliti lakukan. Informasi tersebut diperoleh dari
penjelasan responden yang menurut peneliti belum sepenuhnya berdasarkan prinsip syariah
dan fatwa DSN-MUI. Beberapa penjelasan tersebut diantaranya:
1. Pelaksanaan akad murabahah dalam produk KPR Syariah: “bank membeli barang
yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan
bebas riba
Pelaksanaan akad murabahah dalam produk KPR Syariah yang sesuai dengan fatwa
DSN-MUI yaitu di sini bank (penjual) yang menyediakan rumah yang dibutuhkan oleh
nasabah. Pembelian rumah tersebut tidak harus dilakukan oleh bank secara aktif, namun bisa
juga secara pasif, dengan menunjuk nasabah untuk membeli rumah tersebut kepada supplier.
Akan tetapi, menurut penjelasan responden bahwa bank sama sekali tidak melakukan
pembelian rumah kepada supplier baik aktif maupun pasif, karena pada saat bank menunjuk
nasabah untuk membeli rumah sendiri kepada supplier, bank dan nasabah sudah terlebih
dahulu melakukan trankasi dengan akad murabahah sehingga nasabah yang membeli rumah
tersebut atas nama bank bukan untuk bank tetapi untuk nasabah sendiri dan dalam
pelaksanaan akad murabahah yang dilakukan oleh bank dan nasabah tidak sah karena rumah
yang menjadi objek transaksi murabahah belum menjadi milik bank sehingga jual beli
tersebut merupakan jual beli tidak sah karena objek jual beli belum ada saat dilakukan
transaksi.
Penjelasan responden terhadap pelaksanaan akad murabahah pada produk KPR dapat
dilihat dengan jelas bahwa bank bertindak bukan untuk menyediakan rumah yang dibutuhkan
oleh nasabah tetapi bertindak sebagai penyedia dana seperti halnya dengan akad mudharabah
dan musyarakah.
2. Proses penyediaan barang: “bank boleh mewakilkan pembelian rumah kepada
nasabah atas nama bank. Akan tetapi, akad murabahah dilakukan setelah barang
secara prinsip menjadi milik bank
Dalam hal penyediaan barang, bank memiliki dua opsi yaitu menyediakan rumah
tersebut atau bank boleh meminta nasabah untuk membeli rumah sendiri atas nama bank.
Apabila bank menggunakan opsi kedua, maka prosedurnya harus sesuai dengan ketentuan
fatwa DSN-MUI yang berlaku yaitu melakukan transaksi jual beli dengan nasabah ketika
rumah tersebut sudah dimiliki oleh bank secara penuh.
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
139
Hal ini justru berbeda dengan penjelasan para responden yang menyebutkan bahwa
nasabah sendiri yang membeli rumah tersebut atas nama bank. Namun pelaksanaan
pembelian rumah tersebut dilakukan setelah bank dan nasabah menandatangani akad
murabahah. Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa bank dengan nasabah melaksanakan akad
jual beli murabahah yang mana rumah yang menjadi objek transkasi belum ada sehingga
tidak sesuai dengan prinsip syariah dan fatwa DSN-MUI.
3. Ketentuan Uang Muka (‘Urbun): “dalam jual beli murabahah bank boleh meminta
nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan
Akad murabahah yang terdapat pada produk KPR di Bank Syariah Mandiri
memberlakukan adanya uang muka („urbun) kepada nasabah, akan tetapi ketentuan uang
muka tersebut tidak ada hubungannya dengan pihak bank. Nasabah sendiri yang
menyerahkan langsung kepada supplier. Untuk besarannya 30% dari harga rumah, artinya di
sini bank hanya membiayai 70% saja rumah yang diajukan oleh nasabah. Apabila di anaslisis,
bahwa yang melakukan pembelian rumah dengan pihak ketiga adalah nasabah. Sementara
bank hanya bertindak sebagai penyedia dana saja. Hal ini tidak sesuai degan prinsip jual beli
murabahah yang seharusnya, karena bank sebenarnya tidak menjaul barang namun
memberikan pinjaman dana kepada nasabah yang membutuhkan dana untuk dapat membeli
rumah tersebut kepada supplier.
Adapun ketentuan uang muka, sudah di atur dalam fatwa DSN-MUI No. 4 pasal 2 ayat
4-7. Yaitu: “Dalam jual beli murabahah pihak bank diperbolehkan meminta nasabah agar
menyediakan sejumlah uang muka saat awal pemesanan. Apabila nasabah tidak jadi membeli
rumah tersebut, maka uang muka yang menjadi biaya bank akan diambil oleh pihak bank.
Apabila jumlahnya kurang dan bank masih rugi, maka bank boleh meminta kembali kepada
nasabah. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka
(a) apabila nasabah setuju untuk tetap membeli rumah, nasabah tinggal membayar sisa harga.
(b) Jika batal, maka uang muka tersebut digunakan untuk menutupi kerugian pihak bank.
Berdasarkan penjelasan pasal di atas jelas bahwa uang muka diserahkan kepada pihak bank
bukan kepada supplier untuk mengurangi jumlah piutang murabahah.
4. Ketentuan konversi akad (akad baru) dalam akad murabahah pada produk KPR
Syariah: “apabila bank mewakilkan pembelian rumah kepada nasabah, akad
pertama yang dilakukan adalah akad wakalah kedua akad murabahah
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
140
Bank Syariah Mandiri dalam menggunakan akad murabahah pada produk KPR,
menggunakan akad pendamping yaitu akad wakalah. Istilah akad wakalah dalam murabahah
disebut dengan akad murabahah bil wakalah. Adapun fungsi akad tersebut yaitu membantu
mempermudah pihak bank dan nasabah untuk membeli rumah yang menjadi objek transaksi.
Akan tetapi, berdasarkan penjelasan para responden, bahwa penggunaan akad wakalah
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI No. 4 pasal 1 ayat 9.
Dalam penjelasannya, bahwa akad wakalah dilakukan setelah akad murabahah. Artinya
akad pertama yang dilakukan adalah akad murabahah kemudian akad wakalah. Seharusnya
ketentuannya yaitu akad pertama adalah akad wakalah, apabila barang sudah menjadi milik
bank akad tersebut selesai maka dibuat akad kedua yaitu akad murabahah. Maka dapat
disimpulkan bahwa karyawan Bank Syariah Mandiri masih sangat kurang dalam memahami
akad murabahah pada produk KPR.
Tingkat Pemahaman Karyawan Bank Syariah Mandiri Terhadap Akad Pembiayaan
Produk KPR
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh langsung di Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Aceh, bahwa tingkat pemahaman karyawan bank terhadap akad pembiayaan produk
KPR bank syariah masih sangat kurang, dikarenakan karyawan tidak bisa menjelaskan akad
murabahah sesuai dengan prinsip syariah dan fatwa DSN-MUI. Kurangnya tingkat
pemahaman karyawan tersebut disebabkan karena tidak ada satupun dari mereka berlatar
belakang pendidikan Ekonomi Islam. Selain itu, selama menjadi karyawan pembiyaan KPR
Bank Syariah Mandiri, mereka tidak pernah mengikuti pelatihan terkait akad produk tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden, untuk menjadi karyawan Bank Syariah
Mandiri tidak ada standar yang mewajibkan bahwa yang menjadi karyawan harus dari
Sarjana Ekonomi Islam serta harus mengetahui prinsip-prinsip syariah. Untuk menjadi
karyawan Bank Syariah Mandiri dibolehkan dari jurusan mana saja yang terpenting para
karyawan memiliki komitmen yang tinggi untuk bekerja di bank syariah. Untuk pemahaman
bisa diasah pada saat karyawan sudah bekerja di bank syariah dengan memberikan
pendidikan dan pelatihan terkait bank syariah dan produk-produknya. Akan tetapi,
pemahaman yang diberikan hanya dasar-dasarnya saja dan sesuai bidang pekerjaannya
masing-masing.
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
141
Selain itu, rata-rata karyawan pembiayaan produk KPR Bank Syariah Mandiri
berjenjang pendidikan S1. Akan tetapi, tidak ada satupun yang berlatar belakang pendidikan
Ekonomi Islam. Selain itu, tidak ada satupun diantara karyawan yang pernah mengikuti
pelatihan terkait bank syariah terutama akad pembiyaan produk KPR. Oleh karena itu,
pelaksanaan akad murabahah yang dijelaskan oleh karyawan tidak sesuai dengan prinsip
syariah. Maka dari itu dibutuhkan upaya untuk meningkatkan pemahaman karyawan
pembiayaan produk KPR Bank Syariah Mandiri tentang akad produk KPR melalui
pendidikan dan pelatihan, agar setiap transksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah dan fatwa DSN-MUI yang berlaku.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu:
1. Akad produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Aceh bukan murni akad murabahah, dikarenakan dalam pengaplikasian akad murabahah
dalam produk KPR Bank Syariah Mandiri menggunakan akad wakalah untuk
mendelegasikan kepada nasabah membeli rumah yang dibutuhkan kepada suppiler. Akan
tetapi, dalam penggunaan akad wakalah tersebut dilakukan secara bersamaan dengan
akad murabahah. Adapun akad yang terlebih dahulu dilakukan adalah akad murabahah
kemudian akad wakalah.
2. Tingkat Pemahaman karyawan Bank Syariah Mandiri terhadap akad pembiayaan produk
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih sangat kurang, dikarenakan karyawan bank
menjelaskan akad murabahah tidak sesuai syariah dan fatwa DSN-MUI No. 4/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Ketidak sesuaian tersebut terletak pada (a) Pelaksaan
akad murabahah, yang mana dalam pelaksanaan akad murabahah bank dan nasabah
melakukan transaksi jual beli pada saat rumah belum menjadi milik bank sepenuhnya.
(b) Penyediaan barang, bank mewakilkan kepada nasabah membeli rumah kepada
supplier atas nama bank. Akan tetapi akad murabahah dilakukan sebelum rumah secara
prinsip menjadi milik bank. (c) Ketentuan uang muka (‘urbun), uang muka tidak
diserahkan kepada bank untuk mengurangi jumlah piutang murabahah melainkan
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
142
diserahkan langsung kepada supplier. (d) Ketentuan akad wakalah dalam murabahah,
bank melakukan akad wakalah setelah akad murabahah.
3. Sebagian besar karyawan pembiayaan produk KPR Bank Syariah Mandiri berjenjang S1.
Akan tetapi, tidak ada satupun lulusan dari Ekonomi Islam, dan selama bekerja sebagai
karyawan Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Aceh semua karyawan tidak pernah
mengikuti pelatihan sama sekali yang memang seharusnya dilaksanakan agar bisa
menambah pemahaman karyawan tetang akad-akad produk bank syariah.
Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini yaitu dalam hal pengumpulan data peneliti tidak
melakukan observasi lapangan karena pada saat penelitian berlangsung tidak ada nasabah
yang megajukan pembiayaan tersebut, sehingga peneliti tidak melihat langsung bagaimana
karyawan bank syariah menjelaskan kepada nasabah tentang akad produk KPR tersebut.
Saran
1. Kepada karyawan BSM pembiayaan produk KPR, untuk bisa meningkatkan lagi tingkat
pemahamanya tentang akad, terutama akad dalam produk KPR. Para karyawan bisa
mengikuti beberapa pelatihan yang bisa membantu dalam peningkatan pemahaman, agar
tidak terjadi kesalahan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah. dan apabila melakukan
transaksi, ada baiknya melihat kembali fatwa DSN- MUI yang memang menjadi pedoman
LKS dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah.
2. Kepada DPS, supaya bisa mengawasi setiap transaksi yang dilakukan oleh setiap
karyawan, jika dirasa belum sesuai, ada baiknya DPS melakukan teguran dan mencoba
memberikan penjelasan yang lebih baik lagi kepada karyawan dan memberi pemahaman
yang lebih tinggi lagi agar tidak terjadi kesalahan dalam penerepan prinsip syariah.
3. Kepada Bank Syariah Mandiri supaya bisa membuat anak perusahaan yang memiliki
usaha dibidang properti rumah maupun produk lainnya sehingga apabila melakukan
transaksi dengan akad murabahah, pihak bank sudah mempunyai produk sendiri untuk
diperjual belikan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap akad yang digunakan. Atau pihak
bank bisa bekerja sama dengan beberapa pihak developer yang bisa memenuhi kebutuhan
antara bank dan nasabah.
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
143
4. Kepada Akademisi, supaya berupaya melahirkan SDM perbankan syariah yang memiliki
tingkat pemahaman yang baik tentang akad dan prinsip-prinsip syariah yang siap pakai
dan siap bersaing di dunia perbankan.
5. Untuk penelitian selanjutnya agar bisa meneliti dari aspek lain yang bisa melengkapi
kekurangan penelitian ini salah satunya tentang faktor-faktor penyebab rendahnya
pemahaman karyawan serta upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
karyawan tersebut. Atau peneliti selanjutnya bisa meneliti bagaimana pengaruh
pemahaman karyawan terhadap kinerjanya dalam perbankan syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Syafi‟I. 2001. Bank Syaria Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insani
Ascarya. 2011. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Darsono. 2017. Dinamika Produk dan Akad Keuangan Syariah di Indonesia. Depok: PT
RajaGrafindo Persada
Departemen Perlindungan Konsumen OJK. 2017. Kajian Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan: Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
Djamil, Faturrahman. 2013. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
Fatwa Dewan Syariah Nasional No:23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan
dalam Murabahah
Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga
Https://www.syariahmandiri.co.id/consumer-banking/pembiayaan-konsumen/pembiayaan-
griya-bsm. Diakses 12 Maret 2018
Huda, Nurul. 2010. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta:
Kencana
Ismail. 2013. Perbankan Syariah [Edisi Pertama]. Jakarta: PT Fajar Inter Pratama Mandiri
Karim, Adiwarman A. 2011. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Rajawali
Pers
. 2003. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan [Edisi Pertama]. Jakarta: IIT
Indonesia
Kasmir. 2004. Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana
. 2002. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Mardani. 2012. Fqih Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana
Analisis Tingkat Pemahaman ... Leni oktaviani, Suazhari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA EKONOMI ISLAM Volume 1 Nomor 1, Mei 2019
ISSN. 2656-6540
144
Muhammad. 2002. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam.Jakarta: Salemba
Empat
Pandia, Frianto, dkk. 2005. Lembaga Keuangan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
Puwanto, Ngalim. 2013. Prnsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja
Rosdakaya
Republika. 2015. Perbankan Syariah Kekurangan SDM.
https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/04/30/nnlvn3-perbankan-
syariah-kekurangan-sdm. Diakses 20 Desember 2018.
Rivai, Veithzal. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Serambinews.com. 2016. Problematika SDM Perbankan Syariah.
http://aceh.tribunnews.com/2016/05/18/problematika-sdm-perbankan-syariah.
Diakses 20 Desember 2018.
Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sudijono,Anas. 2013. PengantarEvaluasi Pendidikan. Jakata: PT RajaGrafindo Persada
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: CV
Alfabeta
Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Melalui
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/undang-undang/Pages/undang-
undang-nomor-21-tahun-2008-tentang-perbankan-syariah.aspx. Diakses 12 Maret
2018
Wirdyaningsih dkk. 2005. Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana
Yaya, Rizal, dkk. 2016. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer.
Jakarta: Salemba Empat
Yusuf, Muhammad. 2011. Bisnis Syariah. Jakarta: Mitra Wacana Media
Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara