15
12 PEMAHAMAN KONSEP PENDAPATAN NASIONAL MELALUI PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING Yustina Rustini SMA Negeri 1 Tarakan ABSTRACT This classroom action research aims at investigating wheather direct teaching by using problem posing can enhanced teacher’s activities, students’ activities, students’ comprehension, and how they respond to the teaching. Data were gathered by using observation sheet, questionnaire, and comprehension test. Teacher’s activities were gathered by using observation list; students’ activities were gathered by using observation sheet and questionnaire; whereas the students’ comprehension was measured by using comprehension test. The level of both teacher and studnets’ activeness is catergorized into Very Good (4 or 75% -100%), Good (3 or 51%-75%), Fair (2 or 30%-50%), Poor (1 or less than 30%). The level of comprehension is considered accomplished if more than 85% of the students achieve more or equal to 75. The findings show that direct teaching by using problem posing approach can increase the teacher’s activity within Very Good criteria and average increase equals to 2.95%. It also increases students’ activity up to Very Good category and average increase equals to 4.86%. In addition, it also increases students’ comprehension up to 89.29% accomplishment above the minimum criterion which is 85%. The average increase is 19,6%. Eventually, most of the students claimed that they can understand better the topic of state income during direct teaching using problem posing approach. Key Words: direct teaching, problem posing, conceptual comprehension. Mata pelajaran Ekonomi termasuk salah satu mata pelajaran dalam ujian nasional. Pendapatan nasional adalah salah satu tema yang dibahas dalam mata pelajaran Ekonomi kelas X. Materi pendapatan nasional termasuk materi esensial yang harus dikuasai peserta didik karena selalu keluar dalam soal-soal ujian nasional. Materi ini termasuk jenis materi konsep, prinsip, sekaligus procedural (Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran, 2008). Materi pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Karena perannya sangat penting dalam kurikulum materi pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik untuk Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Penyampaian materi pembelajaran harus diupayakan sesuai jenis materi yang akan disampaikan. Faktanya, proses pembelajaran di SMA 1 Tarakan sudah cukup baik dengan MGMP setiap rumpun mata pelajaran di awal semester. Namun pemilihan model yang digunakan dalam penyampaian materi terkadang kurang matang dan belum sesuai jenis materi yang akan di sampaikan. Akibatnya, guru masih mendominasi dalam pembelajaran dan penyampaian belum terstuktur dengan runtut. Proses pembelajaran kurang bisa mencapai sasaran yang diharapkan dan penguasaan materi peserta didik kurang optimal sehingga hasil belajar rendah. Buktinya, persentase penguasaan materi dalam menentukan GNP, GDP, NNI/PI pada ujian nasional tahun pelajaran 2009/2010 adalah 56,41% tipe A dan 22,50 tipe B, tergolong rendah (Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional, 2010) Fakta ini menuntut perencanaan yang

PEMAHAMAN KONSEP PENDAPATAN NASIONAL MELALUI

Embed Size (px)

Citation preview

12

PEMAHAMAN KONSEP PENDAPATAN NASIONAL MELALUI PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM

POSING

Yustina RustiniSMA Negeri 1 Tarakan

ABSTRACT

This classroom action research aims at investigating wheather direct teaching by using problem posing can enhanced teacher’s activities, students’ activities, students’ comprehension, and how they respond to the teaching. Data were gathered by using observation sheet, questionnaire, and comprehension test. Teacher’s activities were gathered by using observation list; students’ activities were gathered by using observation sheet and questionnaire; whereas the students’ comprehension was measured by using comprehension test. The level of both teacher and studnets’ activeness is catergorized into Very Good (4 or 75% -100%), Good (3 or 51%-75%), Fair (2 or 30%-50%), Poor (1 or less than 30%). The level of comprehension is considered accomplished if more than 85% of the students achieve more or equal to 75.

The findings show that direct teaching by using problem posing approach can increase the teacher’s activity within Very Good criteria and average increase equals to 2.95%. It also increases students’ activity up to Very Good category and average increase equals to 4.86%. In addition, it also increases students’ comprehension up to 89.29% accomplishment above the minimum criterion which is 85%. The average increase is 19,6%. Eventually, most of the students claimed that they can understand better the topic of state income during direct teaching using problem posing approach.

Key Words: direct teaching, problem posing, conceptual comprehension.

Mata pelajaran Ekonomi termasuk salah satu mata pelajaran dalam ujian nasional. Pendapatan nasional adalah salah satu tema yang dibahas dalam mata pelajaran Ekonomi kelas X. Materi pendapatan nasional termasuk materi esensial yang harus dikuasai peserta didik karena selalu keluar dalam soal-soal ujian nasional. Materi ini termasuk jenis materi konsep, prinsip, sekaligus procedural (Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran, 2008). Materi pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Karena perannya sangat penting dalam kurikulum materi pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik untuk Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Penyampaian materi pembelajaran harus diupayakan sesuai jenis materi yang akan disampaikan.

Faktanya, proses pembelajaran di SMA 1 Tarakan sudah cukup baik dengan MGMP setiap rumpun mata pelajaran di awal semester. Namun pemilihan model yang digunakan dalam penyampaian materi terkadang kurang matang dan belum sesuai jenis materi yang akan di sampaikan. Akibatnya, guru masih mendominasi dalam pembelajaran dan penyampaian belum terstuktur dengan runtut. Proses pembelajaran kurang bisa mencapai sasaran yang diharapkan dan penguasaan materi peserta didik kurang optimal sehingga hasil belajar rendah. Buktinya, persentase penguasaan materi dalam menentukan GNP, GDP, NNI/PI pada ujian nasional tahun pelajaran 2009/2010 adalah 56,41% tipe A dan 22,50 tipe B, tergolong rendah (Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional, 2010)

Fakta ini menuntut perencanaan yang

13

lebih baik berdasarkan hasil evaluasi. Amanat ini dimuat dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 64 ayat 2 dan Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan (dalam Wahidmurni, 2010:14). Analisis masalah berdasarkan daftar nilai harian, catatan harian, jurnal mengajar, wawancara dengan beberapa peserta didik, dan refleksi guru-guru pengajar Ekonomi menyimpulkan bahwa penyebab-penyebab peserta didik kurang menguasai materi kelas X khususnya materi pendapatan nasional adalah: 1) dominasi pemberian informasi dari guru; 2) ketidaksesuaian model pembelajaran dengan jenis materi yang membuat peserta didik hanya diam mendengarkan tanpa ikut terlibat langsung dalam proses pembelajaran; 3) tidak runtutnya penyampaian materi; 4) pasifnya peserta didik dan kurang responsive; dan 5) kurangnya inisiatif peserta didik dalam proses pembelajaran.

Alasan tersebut menyuratkan pentingnya menentukan model pembelajaran secara tepat yang sesuai jenis materi yang akan disampaikan untuk memperbaiki proses pembelajaran selain aspek lain yang harus diperhatikan seperti tujuan pengajaran, jenis tugas, respon yang diharapkan peserta didik kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik peserta didik sehingga proses pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai sasaran. Rusman (2011: 133) menyarankan pemilihan model pembelajaran harus mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai, bahan atau materi pelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (kematangan, minat, bakat, kondisi, gaya belajar), dan sarana/ fasilitas. Setiap peserta didik dilatih melakukan sendiri dan bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing agar mereka termotivasi untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Selain itu dalam kegiatan pembelajaran, guru harus dapat mengaitkan materi yang

terdapat dalam kurikulum dengan kondisi lingkungan atau sesuai dengan dunia nyata sehingga peserta didik merasa pembelajaran menjadi lebih bermakna dan memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari (dePorter; Vigotsky dalam Suparno, 1997)

Untuk mengaktifkan peserta didik, Silberman (2011: 23) mengajukan belajar aktif hasil dari modifikasi dan perluasan kata-kata bijak Konfusius yaitu sebagai berikut: yang saya dengar, saya lupa; yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat; yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami; dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan; yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai. Magnesen (dalam De Porter, 2000: 23) mengatakan bahwa kita belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20 % dari apa yang kita dengar, 30 % dari apa yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa yang kita katakan, 90 % dari apa yang kita katakan dan lakukan.

Merujuk pada keyakinan Magnesen, belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja peserta didik sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng, Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif. Agar belajar menjadi aktif, peserta didik harus mengerjakan banyak tugas yang menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. untuk bisa mempelajari sesuatu yang baik, perlu mendengarnya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan cuma itu, peserta didik perlu mengerjakannya, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah

14

atau harus mereka dapatkan Silberman (2011: 9-10). Diperkuat oleh Souders & Prescot (dalam Johnson, 2005:155) belajar aktif yang disebut juga belajar langsung adalah belajar yang membuat pelajaran melekat. Mencari dan menggabungkan informasi secara aktif dari tempat kerja, masyarakat, maupun ruang kelas, lalu menggunakannya untuk alasan tertentu akan menyematkan informasi tersebut dalam ingatan.

Ilustrasi tentang bagaimana seseorang belajar tadi menunjukkan bahwa kesesuaian pemilihan model pembelajaran dengan materi juga mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran. Dengan demikian dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu, guru harus memilih model yang paling sesuai agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Arends (2009: 295) menyatakan bahwa model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap, langkah demi langkah. Dalam materi pendapatan nasional, peserta didik tidak hanya dituntut mempelajari teori-teori atau pengertian (pengetahuan deklaratif) saja, tetapi juga dituntut untuk menghitung konsep-konsep pendapatan nasional secara bertahap langkah demi langkah (procedural). Dari yang paling besar PDB sampai yang terkecil Disposible income, begitu juga dalam menghitung pendapatan nasional harus memahami komponen-komponen yang menyertainya. Untuk mengajarkan pengetahuan procedural, diperlukan suatu model yang sesuai yang dapat mencapai sasaran yang diharapkan.

Untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas dipilih pendekatan problem posing. Silver (1994) mengatakan bahwa pendekatan

problem posing merupakan aktivitas peserta didik yang meliputi merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan penyelesaiannya berdasarkan informasi yang diberikan oleh guru. Pendekatan tersebut jelas dimaksudkan untuk lebih memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sebagaimana tampak dalam langkah-langkah pembelajarannya: establishing set, demonstrasi pengetahuan, pemberian tugas terbimbing, memeriksa pemahaman dan pemberian transfer diperluas/ tugas mandiri. Pendekatan problem posing juga mengupayakan agar pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centre oriented) berubah menjadi terpusat pada peserta didik (student centre oriented) Soedjadi (1992). Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan secara luas untuk mengembangkan kreativitas dengan menyusun soal sendiri dan cara penyelesaian sendiri dengan bimbingan guru. Problem posing merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang menuntut adanya partisipasi aktif peserta didik baik mental maupun fisik sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar secara maksimal meski menurut Tobroni (2011: 350) problem posing tidak bisa diterapkan pada kelas rendah. Dalam penelitian ini problem posing diterapkan pada kelas yang memiliki kemampuan rata-rata ke atas, karena meskipun kemampuan peserta didik di atas rata- rata, dalam kenyataannya hasil daya serap UN masih rendah.

Ilustrasi tentang masalah yang sedang dihadapi relevan dengan esensi model pembelajaran langsung maka model ini dianggap tepat untuk memecahkan masalah, sedangkan untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dan mengukur tingkat

15

pemahaman dalam proses pembelajaran di kelas maka diterapkan problem posing. Oleh karena itu penelitian berusaha mendiskripsikan apakah pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan pemahaman peserta didik dalam materi pendapatan nasional di kelas XB SMAN 1 Tarakan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dirancang berdasarkan desain dasar penelitian tindakan kelas yang dilakukan melalui siklus dan bersamaan dengan proses pembelajaran tanpa mengganggu proses pembelajaran itu sendiri. Subyek penelitian adalah peserta didik SMAN 1 Tarakan kelas XB sejumlah 28 peserta didik tahun pembelajaran 2012/2013. Kelas ini terdiri dari peserta didik yang heterogen kompetensinya namun secara umum memiliki standar kompetensi di atas rata rata. Mereka terdiri dari 11 peserta didik laki laki dan 17 peserta didik perempuan.

Langkah-langkahnya merujuk pada Kemis dan Eliot (1993) meliputi: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan tindakan, 3) observasi dan evaluasi, dan 4) analisis dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga siklus dari bulan Januari hingga Februari 2013. Setiap siklus dilaksanakan satu kali pertemuan (3 x 45 menit). Pada setiap siklus, tindakan yang dilakukan diamati dan dievaluasi dengan teliti. Hasil refleksi ini digunakan sebagai masukan dalam merancang implementasi tindakan pada siklus berikutnya.

Penelitian di laksanakan dalam tahapan: 1) menyusun perangkat pembelajaran, 2) membuat lembar pengamatan, 3) membuat angket, 4) membuat soal tes pemahaman konsep, 5) membuat lembar penilaian dan rubriknya, serta 6) menyusun strategi pengamatan dan pelaksanaan penelitian.

Model pembelajaran yang digunakan dalam RPP adalah model pembelajaran

langsung dengan pendekatan problem posing. Proses pembelajaran berdasarkan sintaks pada pembelajaran langsung, pada fase ke empat disisipkan problem posing. Fase 1 yaitu awal pembelajaran guru membuka pelajaran dan mengaitkan pembelajaran dengan materi ekonomi makro dan miko kurang lebih 5 menit. Selanjutnya melakukan eksplorasi untuk menggali pengetahuan peserta didik kurang lebih 10 menit. Fase 2 adalah kegiatan inti, mulai Tatap Muka (TM) atau tahap Elaborasi selama 35 menit, yang menyajikan materi tentang konsep-konsep pendapatan nasional. Pada Fase 3 guru memberikan latihan satu soal mudah, berikutnya 1 soal lagi agak sulit. Pada Fase 4 guru memberikan Penugasan Terstruktur (PT) selama 20 menit peserta didik diminta membuat soal secara berkelompok. Pada saat inilah problem posing diterapkan dan penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan Lembar Pengamatan kinerja. Selanjutnya pada tahap Konfirmasi peserta didik mempresentasikan hasil soal yang dibuat secara berkelompok dan pada saat ini pula presentasi peserta didik diamati dengan menggunakan Lembar pengamatan Presentasi. Langkah berikutnya adalah Penutup atau Fase 5 dimana guru bersama peserta didik menyimpulkan materi yang dibahas dilanjutkan memberikan PR membuat 1 soal dan cara penyelesaiannya sebagai KMTT (Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur) untuk meningkatkan pemahaman materi. Di akhir siklus 1 diadakan post test selama 30 menit untuk mengukur pemahaman peserta didik. Langkah yang sama dilakukan untuk siklus berikutnya dengan materi ajar yang berbeda.

Untuk mengumpulkan data penelitian menggunakan beberapa instrumen yaitu lembar pengamatan aktivitas guru dan peserta didik, lembar pengamatan kinerja kelompok, lembar pengamatan presentasi, angket, dokumentasi, dan tes pemahaman.

16

Lembar pengamatan aktivitas guru dan peserta didik berfungsi untuk mengetahui bagaimana aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran, aktivitas guru dan kesesuaiannya dengan RPP yang dirancang. Sementara angket ini dibuat didasarkan pada teori tentang pembelajaran problem posing, seperti dampak menyenangkan, memahami soal, terdorong menggunakan kemampuan berpikir dan lain-lain.

Selain itu, soal tes pemahaman konsep pendapatan nasional dibuat sebanyak 40 butir dan telah divalidasi secara kualitatif oleh pakar dan kuantitatif diujicobakan kepada peserta didik yang pernah memperoleh materi pendapatan nasional. Hasil validasi menunjukkan bahwa soal tergolong baik dan uji coba menunjukkan bahwa 30 soal valid 10 soal invalid dan reliable (0,94) kategori sangat tinggi. Dari hasil uji validitas, reliabilitas, maka diputuskan untuk menggunakan 30 soal yang valid dari 40 soal yang diujikan. Soal yang digunakan juga memenuhi kriteria soal yang diterima dari penghitungan tingkat kesukaran dan daya beda, selebihnya soal dalam kriteria ditolak tidak digunakan.

Aktivitas presentasi direkam melalui lembar penilaian yang disusun sesuai dengan kompetensi dan indikator pembelajaran. Materi isi penilaian disesuaikan dengan tujuan penelitian untuk pemahaman konsep peserta didik terhadap materi pendapatan nasional. Penilaian ini didasarkan pada kebenaran peserta didik dalam menyelesaikan/menjawab soal yang disesuaikan dengan kunci lembar penilaian. Penilaian ini menekankan pada produk. Sedang penilaian proses menggunakan penilaian kinerja peserta didik ketika memecahkan masalah yang disiapkan guru dan mengajukan soal serta cara penyelesaiannya. Pengamatan untuk setiap kegiatan dilakukan oleh 2 orang sejawat yang memiliki kompetensi dan kredibilitas baik dan telah dilakukan diskusi tentang apa yang harus

diamati sebelum kegiatan dilaksanakan. Peneliti bertindak sebagai guru yang melaksanakan terapan metode yang diteliti dalam penelitian ini.

Penilaian aktivitas kinerja didasarkan pada rubrik penilaian yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu Sangat Baik (4), Baik (3), Cukup (2), Kurang (1), dan Sangat Kurang (0). Selain penilaian kinerja peneliti juga membuat penilaian presentasi yang didasarkan pada pendapat O’Maelly (1996) yang menyatakan bahwa sebuah presentasi tentang konsep tertentu dapat dinilai dengan memfokuskan pada kebenaran isi, organisasi penyampaian (kedalaman dan akurasi konsep), kejelasan bahasa, dan penggunaan bahasa non verbal. Hasil analisis tingkat keaktifan guru dan peserta didik dinyatakan dengan kriteria: Sangat Baik (4 atau dalam persentase 75% -100%), Baik (3 atau dalam persentase 51%-75%), Cukup Baik (2 atau dalam persentase 30%-50%), Kurang (1 atau dalam persentase <30%).

Penelitian ini dinyatakan berhasil dan dapat dihentikan jika lebih 85% peserta didik memperoleh nilai ketuntasan lebih besar atau sama dengan 75. Aktivitas guru dan peserta didik dinyatakan berhasil jika minimal mencapai rata-rata “aktif“ atau masuk dalam kategori “Baik”.

Hasil Penelitian

Tabel 1.1 menampilkan keterkaitan hasil penelitian masing-masing siklus dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan dan peningkatan hasil observasi dalam penelitian ini yang terdiri dari; aktivitas guru, aktivitas peserta didik, aktivitas kinerja, aktivitas presentasi, hasil test pemahaman konsep peserta didik pada setiap siklus

.

17

Tabel 1 Rekapitulasi Hasil PTK

No Aspek Yang Diobservasi Hasil PTK/ Siklus Rerata Kenaikan Simpulan1 2 3

1. Aktivitas Guru93,4 %

(3,74)

98,5 %

(3,94)

99,3 %

(3,99)2,95% Sangat Baik

2. Aktivitas PD80 %

(3,08)

88,06 %

(3,45)

89,72 %

(3,65)4,86% Sangat Baik

3. Aktivitas Kinerja PD94 %

(3,77)

95 %

(3,80)

97 %

(3,87)1,5% Sangat Baik

4. Aktivitas Presentasi96,9 %

3,88

92,2 %

3,69

96,9 %

3,880% Sangat Baik

5. Hasil Pemahaman50 %

69

85,7 %

85,7

89,29 %

87,219,6% Sangat Baik

PEMBAHASAN

Bagian ini mendiskusikan tentang hasil-hasil penelitian yang dibagi dalam beberapa bagian meliputi aktivitas guru, aktivitas peserta didik, pemahaman peserta didik dan pendapat peserta didik dalam KBM.Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran

Guru memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran, baik kualitas proses maupun kualitas lulusan (Mulyasana, 2011:440). Hal itu dapat dilihat dari hasil pengamatan aktivitas guru dalam proses pembelajaran pemahaman konsep pendapatan nasional melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing yang selalu meningkat pada setiap siklusnya.

Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat peningkatan aktivitas guru hingga 3,99 (99,30 %) dalam kriteria Sangat Baik. Rata- rata kenaikan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 2,95 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 93,45 %, 98,5 %, dan 99,3 %. Kenaikan ini diduga dipengaruhi oleh proses pembelajaran baik itu dikegiatan awal, kegiatan inti, maupun kegiatan penutup yang konsisten terhadap sintaks pembelajaran..

Disetiap siklus guru memulai

pembelajaran dimulai dengan kegiatan tanya jawab untuk mempersiapkan pengalaman awal peserta didik serta mereview pembelajaran yang pernah dipelajari sebelumnya (Kardi & Nur, 2005:29). Sejalan dengan Yamin (2008 :18) yang menyatakan murid sudah membawa pengetahuan awal (rumah tangga produksi), pengetahuan yang mereka punyai adalah dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya. Langkah ini disebut establishing set dalam Arends (2008: 295). Tanya jawab dilakukan untuk untuk menjembatani pelajaran sekarang dengan dunia nyata, sehingga mempermudah pamahaman peserta didik terhadap materi, menjembatani kesenjangan antara dunia kita dan dunia mereka. Dengan mengetahui apa manfaat pelajaran itu bagi mereka, mereka akan lebih berminat untuk belajar (de Porter 2000: 84; Sardiman 2011: 113; Nur, 2011: 70) Dalam tahap ini proses Tatap Muka dimulai sehingga terjadi interaksi dengan pola guru-kelas dan guru-peserta didik (Usman, 2000: 25).

Dominasi guru diawal adalah ciri pembelajaran dimana pembelajaran langsung adalah sebuah model yang berpusat pada guru yang memiliki lima langkah: establishing set, penjelasan dan/atau demonstrasi, guided practice, umpan balik dan extended practice (Arends,

18

2008: 295). Jika pada tahapan establishing set terlaksana dengan baik, maka kegiatan di tahap penjelasan/ demonstrasi akan lebih berhasil dan pada akhirnya guided practice (PT) dan extended practice (KMTT) akan terlaksana dengan baik pula (Kardi & Nur, 2005:30).

Langkah kedua dari pembelajaran langsung adalah penjelasan atau demonstrasi tentang konsep-konsep (pendapatan nasional) dilanjutkan dengan latihan bergradasi dikerjakan secara bergiliran maju menulis di papan tulis sementara guru berkeliling memantau peserta didik. Untuk memotivasi peserta didik agar bersedia maju guru menunjuk peserta didik yang sudah mengerjakan dengan benar. Dampaknya ternyata kontra produktif, membuat peserta didik yang lain berhenti berfikir dan berusaha: hanya melihat dan menunggu temannya mengerjakan di papan tulis. Di satu sisi terjadi ketenangan dan fokus pada masalah yang dipecahkan, di sisi lain peserta didik lain yang seharusnya tetap berusaha dan berfikir justru berhenti bekerja..

Langkah berikutnya guru memberikan tugas terstruktur (PT) secara berkelompok. Dalam membagi kelompok guru berinovasi dengan menggunakan kartu (Cue Card) yang berfungsi ganda (Silberman (2011: 47). Kartu dibuat dari kertas tebal berukuran 4cm x 7cm. Bagian depan bergambar kartun berwarna agar menarik, sementara dibelakangnya bertuliskan penggalan-panggalan pertanyaan (Focusing). Peserta didik mengambil satu kartu, mereka memiliki gambar sama membentuk satu kelompok yang beranggotakan 5 orang. Setiap kelompok diberi nama tokoh-tokoh Ekonomi seperti Adam Smith, David Richardo, Franscois Quisnay, Thomas Robert Malthus, J.M . Keynes, dan J.S. Mill untuk mengenalkan tokoh-tokoh ekonomi yang seharusnya mereka ketahui. Kartu juga berfungsi memberikan pertanyaan-pertanyaan dimana setiap kartu bertuliskan penggalan-penggalan dari satu unit

permasalahan yang hanya bisa dijawab setelah semua anggota kelompok menggabungkan dan mengurutkannya. Setelah itu setiap kelompok memecahkan masalah dengan menggunakan lembar kerja yang sudah disediakan oleh guru. Lembar kerja ini bertuliskan nama tokoh ekonomi pada setiap kelompok. Peserta didik akan mengisi nama anggota kelompok dan memecahkan masalah sesuai langkah-langkah dan cara penyelesaiannya. Setelah mampu memahami masalah dan membuat penyelesaian, mereka merumuskan masalah dalam bentuk soal dengan mengubah hal-hal yang diketahui dan yang ditanyakan sekaligus membuat kunci jawaban. Selanjutnya soal diberikan kepada kelompok lain secara acak. Proses ini mengakomodir setiap modus pembelajaran: Auditori (Mendengar), Visual (Melihat), Kinestetik (Gerak). Diharapkan mereka dapat mendapatkan pengalaman belajar secara maksimal sesuai dengan pernyataan de Porter dan Hernacki (2000: 112) dan de Porter, Bobbi., Reardon, Mark & Singer-Nourie Sarah (2000: 81) yang berbunyi kegiatan yang memungkinkan peserta didik bereksplorasi secara aktif memungkinkan terjadinya pemerolehan belajar yang maksimal. Terlebih lagi jika peserta didik mampu melakukan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi secara mandiri. Dalam kegiatan semacam peserta didik mempunyai kesempatan berbagi secara aktif (Silberman 2011: 100). Selain itu dengan keterlibatan peserta didik secara verbal, visual dan perbuatan memungkinkan peserta didik mengalami 90 % pengalaman belajar (Wyatt dan Looper dalam Balitbang Diknas, 2010).

Selama peserta didik berdiskusi mengerjakan tugas terstruktur dan pengajuan soal, guru memantau dan pengamat mengamati dan melakukan penilaian menggunakan lembar pengamatan Kinerja Peserta didik dalam kelompok. Dari sisi proses fase ini termasuk elaborasi, dimana guru memfasilitasi peserta

19

didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru dengan pengajuan soal yang dibuatnya, baik secara lisan maupun tertulis. Ini memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut sejalan dengan prinsip kooperatif dan kolaboratif. Kemudian Penugasan Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur secara individual maupun kelompok dilakukan (Permendiknas No 22 Tahun 2006).

Berikutnya, kelompok mempresentasikan hasil soal yang telah selesai dibuat. Ketika kelompok mempresentasikan soal yang dibuat guru mengamati bagaimana peserta didik mempresentasikan. Guru memberikan konfirmasi soal yang diajukan dan penyelesaian oleh kelompok lain. Konfirmasi ini memperkuat konfirmasi awal yang mereka lakukan sendiri jika konfirmasi yang mereka lakukan benar. Sebaliknya konfirmasi ini menjadi penyeimbang jika konfimasi yang mereka lakukan tidak benar.

Langkah terakhir dalam pembelajaran langsung adalah extended practice. Kegiatan ini secara sekuensial terletak pada kegiatan penutup dalam pembelajaran. Guru bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri membuat rangkuman/ simpulan pelajaran. Selanjutnya guru melakukan penilaian. dan/ atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. Guru juga memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran serta merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/ atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik (Permendiknas no. 41 tahun 2007). Akhirnya guru harus menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Melihat konsistensi langkah, secara

keseluruhan aktivitas guru telah memenuhi kriteria: langkah-langkah yang dilakukan sudah merujuk pada sintaks pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing. Yaitu mengklarifikasi tujuan dan establishing set, mendemonstrasikan pengetahuan atau ketrampilan, memberikan praktik dengan bimbingan, memeriksa pemahaman peserta didik dan memberikan umpan balik (problem posing), memberikan praktek dan transfer diperluas.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata penilaian yang dilakukan oleh pengamat sebesar 3,78, apabila dihubungkan dengan kriteria ukuran aktivitas guru yang dihitung dengan rumus yang dikemukakan pada metode penelitian hasilnya 93,4 % artinya tergolong Sangat Aktif. yang berarti guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing sebagian besar sesuai dengan aspek yang diamati. Meski demikian waktu yang diperlukan lebih panjang (Thobroni, 2011:350).

Terlepas dari masalah alokasi waktu dalam pembelajaran ini peserta didik benar-benar berkesempatan untuk bereksplorasi dan mengelaborasikan pemahamannya terlihat dari hasil pengajuan soal dan cara pemecahannya. Ide kreatif peserta didik teridentifikasi dari soal-soal yang dibuat berbeda dari contoh yang diberikan guru. Dengan kata lain inti pembelajaran diperoleh secara langsung oleh peserta didik melalui proses penemuan sendiri. Hal ini senada dengan prinsip pembelajaran discovery learning (Amri dan Ahmadi 2012: 89) atau dalam bahasa Rusman (2011: 237) dituliskan bahwa secara prinsip pembelajaran ini serupa dengan pembelajaran berbasis masalah dimana peserta didik harus memahami masalah dan tahu cara pemecahannya. Demikian pula Thobroni (2011: 344) mengatakan dengan membuat soal, peserta didik perlu membaca informasi yang diberikan

20

dan mengkomunikasikan pertanyaan secara verbal maupun tertulis. Menulis pertanyaan dari informasi yang ada dapat menyebabkan ingatan peserta didik jauh lebih baik. Hal tersebut menunjukkkan kegiatan pengajuan soal dapat memantapkan kemampuan belajar. Dengan demikian terbukti seperti yang dikatakan dalam pendahuluan mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri pemahaman peserta didik akan lebih baik dan resistensi di memori lebih tinggi (bertahan lama).

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Anwar (2008) yang menyatakan bahwa aktivitas peserta didik juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengelola dalam pembelajaran, terutama dalam memotivasi peserta didik agar terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. peningkatan kemampuan guru dalam memotivasi peserta didik, turut meningkatkan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran, sehingga apa yang dilakukan baik dosen atau guru tersebut mampu menumbuhkan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Keadaan peserta didik yang dinamis, berubah ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi peserta didik memerlukan motivasi ekstrinsik, kecuali mereka yang telah matang dan memiliki motivasi instrinsik yang tinggi (Sardiman 2011: 91).

Aktivitas Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran

Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran yang dibahas dalam bagian ini mencakup aktivitas dalam mengikuti pembelajaran, unjuk kerja dalam aktivitas kerja berkelompok, dan unjuk kerja dalam presentasi.

Aktivitas peserta didik meningkat hingga 3,65 (89,72 %) dalam kriteria Sangat Baik. Rata rata kenaikan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 4,86 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 80 %, 88.06 %, and 89.72 %. Kedua, ditemukan peningkatan aktivitas peserta didik dalam kelompok pada penilaian kinerja mencapai 3,87 (97 %) dalam kriteria juga Sangat Baik. Rata rata peningkatan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 1,5 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 94 %, 95 %, and 97 %. Ketiga, terjadi fluktuasi aktivitas peserta didik dalam presentasi dari 3,88 pada Siklus 1 menurun menjadi 3,69 pada Siklus 2 kemudian naik lagi menjadi 3,88 pada Siklus 3 sama pada Siklus 1, namun Siklus 1, 2, 3 masih dalam kategori sangat baik. Rata rata peningkatan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 0 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 96,9 %, 92,2 %, 96,9 %.

Sebagian besar peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran (80 %), termasuk dalam kategori sangat aktif karena lebih dari 75% peserta didik terlibat. Bentuk keterlibatan mereka adalah bertanya, mengerjakan tugas di papan, menanggapi jawaban teman, mengerjakan tugas dalam kelompok, mengerjakan bila ada tugas, dan mengikuti langkah demi langkah dengan penuh perhatian.

Sedangkan pada Siklus 2 skor rata-rata aktivitas peserta didik dari seluruh aspek yang diamati sebesar 3,45, terdapat peningkatan sebesar 0,37 atau 12% artinya peserta didik yang aktif terlibat dalam proses pembelajaran sekitar 86,25% dan bila dihitung dari aspek yang diamati pada Siklus 2 ini skor dari data 159 sedangkan skor total 180 (88,06%) dan termasuk dalam kategori Sangat Aktif.

Peningkatan aktivitas peserta didik terlihat pada indikator “terdorong untuk mengungkapkan ide” terlihat dari usaha untuk menjawab pertanyaan dari guru dan berusaha menemukan dengan membuka literature yang

21

dimiliki. Menghargai pendapat temannya dengan memperhatikan dan mendengarkan ketika temannya berbicara. Namun ada penurunan nilai pada bagian mencatat ha-hal yang penting peserta didik yang terlibat sekitar 50% saja. Hal ini bisa terjadi karena rata-rata peserta didik memiliki buku. Ini tidak terlalu mengganggu karena pada Siklus 2 hasil pemahaman konsep meningkat dan 24 peserta didik dinyatakan tuntas dari 14 peserta didik yang tuntas pada Siklus 1 atau meningkat sebesar 71%. Mereka paham sesuai kriteria pada rubrik pengamatan, antara lain ditunjukkan dengan 1) menulis yang diketahui maupun yang ditanyakan soal serta soal yang harus dibuat, 2) memilih dan menggunakan dengan alasan atau strategi yang jelas dan rasional, dan 3) melakukan perhitungan sesuai prosedur dan langkah-langkah yang benar. Namun demikian, rata-rata setiap kelompok masih kurang menunjukkan kemampuan berfikir kreatif (kefasihan, kebaruan dan fleksibilitas), dan membuat simpulan atau memeriksa jawaban soal dengan tepat.

Pada Siklus 3, angka 3.87 lebih tinggi 0,07 atau 1,84% dari Siklus 2 (3,80). Implementasi pada Siklus 3 fokus guru berupaya memantau kelompok yang skornya turun tetap memperhatikan kelompok lain. Pengamat mencatat adanya peningkatan kinerja yang dialami oleh dua kelompok lain sementara empat kelompok lain skornya tetap. Maka dapat kita simpulkan bahwa terjadi kenaikan aktivitas kinerja peserta didik pada setiap siklusnya.

Selanjutnya peserta didik melakukan presentasi hasil soal yang dibuat. Hasil pengamatan presentasi dapat diketahui rerata 3,8 yang mendekati sangat baik artinya secara keseluruhan presentasi menampilkan kriteria penilaian yang terdiri dari Kebenaran Isi dari soal yang dibuat sesuai kriteria petunjuk tugas misalnya hal-hal yang diketahui dalam soal dan yang ditanyakan harus berbeda dari contoh yang

dibuat guru, kejelasan bahasa, peserta didik dalam menyampaikan jelas dan dapat dipahami teman-temannya, penggunaan bahasa non verbal yaitu terlihat dari antusias dan kadang agak emosi dalam menjawab pertanyaan dan kriteria terakhir Kedalaman dan akurasi konsep, dalam hal ini ada kelompok yang menyampaikan soal yang kreatif dan cukup mendalam. Kekurangan yang harus diperbaiki pada siklus berikutnya terdapat pada penggunaan bahasa non verbal terkadang masih terlihat emosi, kedalaman akurasi konsep serta kurang jelas bahasanya dalam penyampaian. Presentasi ini ternyata menghabiskan waktu hampir 2 kali lipat waktu yang direncanakan.

Pada Siklus 2, nilai presentasi rata-rata seluruh kelompok pada Siklus 23,69 terjadi penurunan sebesar 0,19 atau sekitar 4,7% jika dibandingkan Siklus 1 sebesar 3,88, ternyata tindakan yang dilakukan yaitu pembatasan kelompok yang presentasi dengan tujuan mengefektifkan waktu berdampak pada penurunan skor peserta didik pada saat presentasi. Penyebabnya diduga karena tidak semua kelompok memberikan tanggapan pada kelompok yang presentasi. karena jumlah kelompok yang presentasi terbatas maka kelompok yag belum presentasi tetap berkesempatan menyampaikan aspirasinya (pendapat, usul, sanggahan, tanggapan dan lain-lain)pada siklus berikutnya.

Jika ada perbedaan pendapat seperti pada Siklus 3, guru menengahi dengan mengatakan walaupun tidak sesuai petunjuk cara membuat soal dan cara mengerjakannya sudah benar, dan kelompok ini juga bisa segera menyelesaikan dengan cepat tugas sesuai petunjuk. Justru pada waktu yang sama bisa menyelesaikan 2 soal sekaligus. Pada Siklus 3 presentasi hanya satu kelompok tetapi menghidupkan kegiatan presentasi tersebut. Ini terbukti dari data pengamatan presentasi skor nya lebih tinggi dari

22

skor presentasi Siklus 2 dari 3,69 menjadi 3,88, terjadi peningkatan 4,7%, skor ini sama skor pada Siklus 1.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing telah mampu mengaktifkan peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Gonzales (dalam Priatno, 2003) yang menemukan dalam penelitiannya bahwa pendekatan dengan pengajuan masalah Matematika dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Begitu pula penelitian Anwar (2009) yang menyatakan bahwa peserta didik sangat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Pemahaman Konsep Peserta Didik

Dalam kalimat yang ringkas, dapat dikatakan bahwa terdapat peningkatan pemahaman peserta didik tentang pendapatan nasiomal dalam pembelajaran langsung menggunakan pendekatan problem posing. Peningkatan pemahaman konsep pendapatan nasional mencapai 87,2 dalam 3 siklus dengan ketuntasan 89,29% dari kriteria minimal 85%. Rata rata peningkatan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 19,6 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 50 %, 85,7 %, 89,29 %.

Proses pembelajaran melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing pada Siklus 1 belum dapat mencapai kriteria keberhasilan yang dirumuskan (50%). Hasil belajar yang dicapai peserta didik mencapai rata-rata 69 sehingga hasil belajar peserta didik pada Siklus 1 baru mencapai tingkat penguasaan kompetensi 69%. Dapat dianalisis setiap indikator sebagai berikut. Indikator 1 (menjelaskan pengertian PDB, PDRB, PNB, PN (NNI), PI, dan DI). Pada nomor soal 1, 2, 8 = 3 nomor, indikator 2 (menghitung cara mencari NNI, PI, DI) pada nomor soal 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10 = 7 nomor, Indikator 3 (menyusun soal

cara mencari GNP, NNP, NNI, PI, DI dan cara penyelesaiannya) = nilai kinerja + presentasi + soal dan penyelesaiannya. Penyajian soal per indikator memang agak sedikit rumit pengerjaannya namun bila sudah terbiasa akan mudah saja. Pada soal yang dipergunakan dalam test pemahaman konsep pencapaian indikator 1 meliputi soal nomor 1, 2, 8 artinya bila peserta didik menjawab benar semua nomor soal ini nilainya 100, setiap nomor soal bernilai 33,3. Sedangkan indikator 2 meliputi soal nomor 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10 artinya setiap nomor bernilai 14,3. Nilai yang diperoleh setiap peserta didik dengan cara jumlah nilai indikator 1 ditambah jumlah nilai indikator 2 dibagi 2. Keunggulan penilaian per indikator mempermudah guru mendeteksi tingkat ketuntasan peserta didik dan memberikan pelayanan remedial secara tepat. Hal ini sesuai fungsi KKM (Depdiknas 2008: 4) yang antara lain berbunyi 1)sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan; 2) sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan.

Bila dilihat per indikator, pada indikator 1 terdapat 19 peserta didik yang telah tuntas sedangkan pada indikator 2 baru 11 peserta didik yang telah tuntas, bila dilihat dari rata rata maka 14 peserta didik telah tuntas.

23

Merujuk pada 7 indikator pemahaman yang dikemukakan Anderson dan Krathwol (2010: 105-115) bahwa proses kognitif dalam kategori memahami meliputi; menafsirkan, mencontohkan, mengklasifika-sikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Berdasarkan 7 indikator tersebut, pencapaian tingkat pemahaman pada Siklus 1 indikator 1 peserta didik belum menguasai pada menjelaskan konsep NNI, namun cukup menguasai cara menghitung NNI dan menyimpulkan penghitungan PNB (GNP). Pada indikator 2 peserta didik telah mampu mengklasifikasikan konsep PDB, PNB, DI dengan angka sederhana. Namun sebagian besar (50%) atau lebih belum menguasai penghitungan dengan angka yang lebih besar (kompleks). Hal ini diduga peserta didik belum terbiasa menghitung tanpa bantuan mesin hitung. Demikian pula kemampuan menyimpulkan dalam konsep PDB, PNB, diduga belum memahami konsep PDB, PNB. Indikator ke 3 dicapai dengan nilai kinerja dan presentasi serta nilai tugas, untuk nilai ini peserta didik telah tuntas semua. Hal ini bisa dimaklumi karena pengerjaannya secara kelompok sehingga peserta didik dalam kelompok bisa saling bertanya dan menjelaskan pada anggota kelompok yang belum paham, pernyataan ini memperkuat penelitian sebelummya yang dilakukan oleh Anwar (2009) yang menyatakan apabila ada anggota dalam kelompoknya yang belum mampu menyelesaikan soal yang ada, anggota yang membuat soal harus menjelaskan ke anggota yang mengalami kesulitan. Dengan demikian, terjadi kegiatan diskusi sesama anggota kelompok (tutor sebaya).

Tugas yang diberikan kepada peserta didik ada dua macam, Penugasan Terstruktur (PT) dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur (KMTT), semua peserta didik sudah memahami konsep terlihat dari hasil kedua tugas yang dicapai

peserta didik mencapai rata-rata 96,8 untuk PT yang dikerjakan secara berkelompok dan 95,4 untuk KMTT yang dikerjakan di rumah. Artinya peserta didik mampu memahami konsep ketika mengerjakan bersama dan mengerjakan sendiri dengan boleh membuka buku referensi di rumah dengan waktu yang panjang. Kekurangan terletak pada cara pengerjaan dan ada soal yang tidak diberi pertanyaan.

Dari hasil analisis di atas dapat dikatakan bahwa rata rata pemahaman peserta didik dan ketuntasan belum memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu 85% peserta didik mencapai rara-rata ≥75 sehingga menuntut dilanjutkannya perlakuan pada siklus selanjutnya.

Pada Siklus 2 telah terjadi peningkatan peserta didik yang telah mencapai ketuntasan. Peserta didik yang mencapai ketuntasan 85,7% atau sejumlah 24 peserta didik dan secara kebetulan rata-rata pemahaman konsep yang dicapai peserta didik mencapai rata-rata 85,7 juga sehingga hasil belajar peserta didik pada Siklus 2 sudah mencapai tingkat penguasaan kompetensi 85,7%. Dibandingkan dengan hasil belajar Siklus 1 16,7% lebih tinggi dari sebelumnya 69%. Artinya telah terjadi kenaikan pemahaman konsep pada Siklus 2 sebesar 16,7%. Pada Siklus 2 penyajian nilai pemahaman disajikan per indikator juga. Bila dilihat ketuntasan per indikator maka untuk indikator 4 (Menjelaskan pengertian pendapatan nasional dengan pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran) baru sejumlah 64% peserta didik yang tuntas sedangkan pada indikator ke 5 (Menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran) mencapai 89,3 % peserta didik yang telah mencapai ketuntasan. Sedangkan secara rata-rata 85,7%, nilai ini sudah mencapai kriteria penelitian. Merujuk pada 7 indikator pemahaman pada Siklus 2, khususnya indikator 4 dan 5 peserta didik

24

telah menguasai 6 dari 7 indikator pemahaman yaitu menafsirkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membanding-kan, dan menjelaskan. Indikator pemahaman untuk kemampuan mencontohkan yang masih kurang, khususnya soal nomor 9 terdapat 46% peserta didik masih menjawab tidak tepat. Diduga ketidaktepatan menjawab peserta didik disebabkan belum memahami komponen-konponen yang termasuk dalam hitungan PDB. Kesimpulan ini berdasarkan analisis hasil tes pemahaman konsep Siklus 2.

Selain karena terdapat 14,3% peserta didik yang masih termasuk dalam kategori belum tuntas, perlakuan perlu dilanjutkan untuk melihat keajegan peningkatan yang terjadi pada semua aspek yang diteliti dalam penelitian ini dan verifikasi hasil yang diperoleh pada siklus-siklus sebelumnya. Selain itu perlakuan selanjutnya memantapkan penerapan pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing.

Pada Siklus 3 telah terjadi peningkatan peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar. Peserta didik yang tuntas mencapai 89,29%. Hal ini nampak bahwa hasil pemahaman konsep peserta didik setelah proses pembelajaran melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing pada Siklus 3 meningkat menjadi rata-rata 87,2 dibandingkan dengan hasil pemahaman konsep Siklus 2 yang hanya mencapai rata-rata 85,7, berarti telah terjadi kenaikan pemahaman konsep pada Siklus 3 sebesar 1,75%. Pada Siklus 3 ini peserta didik sudah menguasai 7 indikator pemahaman terlihat dari rata-rata hasil tes pemahaman mencapai 87,2, artinya daya serap peserta didik terhadap materi yang dibahas sebesar 87,2 %. Peserta didik sudah telah memahami metode yang diterapkan.

Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian tindakan kelas dengan pemahaman konsep pendapatan

nasional melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing dapat dinyatakan berhasil. Keberhasilan ini ditunjukkan oleh indikator sebagai berikut: 1)Peserta didik telah mencapai ketuntasan 89,29% atau sejumlah 25 dari 28 peserta didik. Hal ini telah melebihi dari target yang direncanakan yaitu jika ≥ 24 peserta didik memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 75 maka penelitian ini berhasil karena 85% peserta didik secara klasikal telah memenuhi kriteria keberhasilan. 2) Hasil pemahaman konsep peserta didik mencapai nilai rata-rata 87,2, lebih tinggi dari 75 yang ditetapkan. 3) Aktivitas guru mencapai tingkat kriteria sangat Baik/aktif, lebih tinggi dari target rancangan PTK “Baik/Aktif”. 4) Aktvitas peserta didik dalam KBM, dalam kelompok dan presentasi mencapai kriteria sangat aktif lebih tinggi dari target rancangan PTK “Aktif”

Dari indikator yang telah dikemukakan maka, Hipotesis Tindakan yang diajukan dalam PTK yaitu Penerapan pendekatan pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan pemahaman konsep pendapatan nasional peserta didik dapat diterima.

Pendapat Peserta Didik terhadap Proses Pembelajaran

Hasil angket menunjukkan respon positif terhadap pembelajaran karena aspek yang disetujui atau sangat disetujui lebih banyak (87,4%) daripada aspek yang tidak atau sangat tidak disetujui. Pertama, peserta didik merasa senang karena pembelajaran problem posing memungkinkan mencoba dan menggunakan ide sendiri. Dua, dengan membuat soal dan mengerjakannya menjadikan materi pelajaran mudah. Ketiga, saat mengikuti pelajaran dengan cara yang dilakukan, mereka yakin akan dapat mempelajari cara memecahkan masalah. Keempat, dengan membuat soal sendiri dan memecahkannya mengharuskan mereka

25

memahami soal-soal sebelumnya, menggunakan kemampuan berpikir/ide kreatif, terdorong memikirkan untuk menjawab soal dengan cara-cara yang berbeda, mampu menghubungkan mata pelajaran ekonomi dengan materi sebelumnya atau hal-hal lain dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, pemberian tugas membuat mereka mengulangi materi pelajaran yang dijelaskan di kelas, mengulang materi pelajaran di rumah, dan mendorong untuk lebih banyak membaca di rumah. Mendiskusikan persoalan bersama teman juga dianggap membuat mereka tetap fokus pada pelajaran yang sedang di bahas. Mereka juga menganggap bahwa membuat soal sendiri dan mencari penyelesaiannya merupakan cara mengajar yang baru. Jadi, secara umum pengajaran langsung dengan pendekatan problem posing diterima oleh peserta didik.

SIMPULAN

Pemahaman konsep pendapatan nasional melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, Terdapat kenaikan aktivitas guru dalam kriteria Sangat Baik. Rata rata kenaikan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 2,95 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 93.45 %, 98.5 %, dan 99.3 %. Kedua, terdapat kenaikan aktivitas peserta didik kelas dalam kriteria Sangat Baik. Rata rata kenaikan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 4,86 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 80 %, 88.06 %, and 89.72 %. Ketiga, terdapat peningkatan pemahaman konsep pendapatan nasional kelas XB hingga mencapai 87,2 dalam 3 siklus dengan ketuntasan 89,29% dari kriteria minimal 85%. Rata rata peningkatan dari Siklus 1 hingga Siklus 3 sebesar 19,6 % sebagaimana terlihat dalam urutan persentase 50 %, 85,7 %, 89,29 %. Keempat, berdasarkan angket, terdapat respon yang baik yaitu 87,4% (25 dari 28) peserta didik yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pemahaman konsep

pendapatan nasional melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing meningkatkan pemahaman peserta didik.

SARAN

Berdasarkan proses penelitian tindakan kelas pada penelitian ini, dari awal hingga akhir dapat disampaikan saran sebagai berikut. Pertama, proses pembelajaran melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing bisa digunakan sebagai alternatif pilihan metode untuk menyampaikan materi Pendapatan Nasional, oleh karena itu guru disarankan untuk mencoba menggunakannya dalam materi yang sama atau berbeda dengan ciri ciri serupa (konsep deklaratif, prosedur penghitungan, dan pemecahan masalah ber-rumus). Kedua, proses pembelajaran melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing menuntut kemampuan kognitif di atas pengetahuan (C1), untuk itu guru atau peneliti lain diharapkan untuk meningkatkan lagi aplikasi pembelajaran ini di tingkat pemahaman (C2) atau diatasnya. Ketiga, perlu diperhatikan bahwa persiapan yang matang dan alokasi waktu yang ketat ternyata masih membuat proses pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing kekurangan waktu. Untuk itu guru disarankan untuk benar-benar mengontrol proses pembelajaran dan patuh terhadap alokasi waktu yang direncanakan. Keempat, pada diskusi kelompok selain efektif mengaktifkan peserta didik, Pembelajaran Problem Posing memiliki dampak pengiring (nurturant effect) meningkatkan kegiatan tutor sebaya yang dapat meningkatkan tingkat pemahaman materi yang dipelajari peserta didik. Untuk itu disarankan peneliti lain mencoba pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing untuk melihat efektivitas menggunakan metode yang sama yang berfokus pada tutor sebaya. Kelima, proses pembelajaran melalui pembelajaran langsung dengan pendekatan problem posing

26

mendorong peserta didik menggunakan kemampuan berpikir/ide kreatif. Terbukti ketika guru memberikan tugas mengajukan soal dengan data yang tersedia peserta didik mampu mengajukan soal dengan data yang dibuat sendiri dan data yang disiapkan guru. Untuk itu disarankan peneliti lain mencoba metode yang sama untuk meningkatkan kreativitas peserta didik.

DAFTAR RUJUKAN

Amri, Sofan & Ahmadi, Iif Khoriu. 2012. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustak Publisher.

Anderson, W. Orin 7 Krathwohl, D.R. 2010. A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing. New Jersey: Addison Wesley, Longman.Inc.

Anwar, Khoirul (2008). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Problem Posing – STAD pada Siswa Kelas XII IPA-1 SMANegeri Dempet Tahun Pelajaran 2008/2009. Widya tama vol. 6. No.1 Maret 2009.

Arends, Richard I. 2009. Learning To Teach, Belajar untuk Mengajar.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

De Porter, Bobbi., Reardon, Mark & Singer- Nourie Sarah 2000. Quantum Teaching. Bandung: Mizan Media Utama (MMU).

De Porter, Bobbi & Hernacki, Mike. 2000. Quantum Learning. Bandung: Mizan.

Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. Thousand Oaks: Corwin Press.

Johnson, Elaine. B. 2005. Contextual Teach ing & Learning. Bandung: MLC

Kardi, Soeparman & Nur, Mohammad. 2005. Pembelajaran Langsung . Surabaya: Unesa.

Mulyasana, Dedy. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Jakarta: Rosda.

O’Maelly, Michael & Pierce, V. 1996. Authentic Assessment for Language Learner. New Jersey : Houghton Mifflin.

Panduan Penetapan KKM, Direktorat Pembinaan SMA

Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sardiman AM. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Balai Pustaka.

Silberman Melvin L.2011. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Penerbit Nuansa

Silver, E. A. 1994. On Mathematical Problem Posing. For the Learning of Mathematics, 14 (1), 19-28

Silver, E., dan Cai, J 1996. An Analiysis of Arithmetic Problem Posiing by Middle School Students. Journal For Research in Mathemathics Education. Vol.27. No.3, Mei 1996.

Soedjadi, R. 1992. Pokok-pokok Pikiran Tentang Orientasi Masa depan Matematika Sekolah Dasar di Indonesia. Media Pendidikan Matematika. No.2. 1992 Surabaya.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Kanisius.

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: AR-Ruzz Media.

Usman, Usher. 2000. Menjadi Guru Profesional. Jakarta : Rosda Karya.

Wahidmurni. 2010. Evaluasi Pembelajaran Kompetensi dan Praktik, Yogyakarta:

Nuha Litera