170
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PRODUKSI SUSU STERILISASI (Studi Kasus : Produk Susu Sterilisasi ‘Fresh Time’ KPSBU Jawa Barat) SKRIPSI DESSY NATALIA H34063102 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PRODUKSI SUSU STERILISASI ... · Dengan adanya kelebihan ... penurunan harga output susu sterilisasi dan ... Namun penulis menyadari bahwa masih terdapat

Embed Size (px)

Citation preview

i

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PRODUKSI SUSU STERILISASI

(Studi Kasus : Produk Susu Sterilisasi ‘Fresh Time’

KPSBU Jawa Barat)

SKRIPSI

DESSY NATALIA

H34063102

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Business Feasibility Analysis of Sterilized Milk Production (Case : Sterilized Milk

Product ‘Fresh Time’ from KPSBU Jawa Barat)

Dessy Natalia

H34063102

Milk is one of agricultural commodity which have good prospect to be

developed. It caused of national milk consumption doesn’t have fulfilled by the

national milk production, increasing of income, population of Indonesia, the habitual

changes of animal consumption, the realized of nutrition need, and the change of

citizen lifestyle. But, the member’s income of cow farmer cooperation as supporter of

national milk production has tend to stabile, while production cost (especially for

concentrate food) has tend to increase by years. It cause milk quality doesn’t improve

and bargaining position of farmer is getting weaker. One of cooperation which has

biggest milk production is KPSBU Jawa Barat. In 2009, there is quota regulatory

which cause some of milk from cooperation is dumped. One thing that do to prevent

the dump of milk is make a production subcontract with PT ISAM. Whereas, if

cooperation had their own milk factory, the cooperation would have more benefit for

itself and the members. To compare which more feasible from sterilized milk

production between make a production subcontract with PT ISAM with have own

milk factory, so the business feasible analysis from nonfinancial and financial aspect

is need to do. Nonfinancial aspect is consist of market, technical production,

management, legal, social, economy and environmental aspect. Financial aspect are

analyzed by using criteria such as NPV, IRR, Net B/C and payback period. The

analysis was also conducted to determine the change of some variables. The result of

nonfinancial aspect of the analysis states that the market, technical production,

management, legal, social, economy and environmental aspect of all scenario is

feasible. On the financial aspect criteria, there is two scenario which feasible

(scenario I and III), while the scenario II is not feasible because it hasn’t fulfilled the

criteria.

ii

RINGKASAN

DESSY NATALIA. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Susu

Sterilisasi (Studi Kasus pada Produk Susu Sterilisasi Fresh Time KPSBU

Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI

TINAPRILLA).

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya permasalahan yang dihadapi oleh

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat, salah satunya

kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat belum mampu

meningkatkan kekuatan tawar koperasi sapi perah dibandingkan Industri

Pengolahan Susu (IPS). Hal ini terlihat dari cenderung stabilnya harga susu segar

dibandingkan dengan harga susu dunia, padahal biaya produksi (terutama pakan

konsentrat) semakin meningkat. Hal ini menyebabkan peternak harus

mengalokasikan pendapatannya yang cenderung stabil untuk biaya pakan

konsentrat yang semakin meningkat, dengan tujuan menjaga kualitas susu

segarnya. Permasalahan lainnya adalah pada April 2009, Frisian Flag Indonesia

(FFI) memberlakukan pembatasan kuota pembelian susu peternak lokal yang

langsung dirasakan dampaknya oleh KPSBU Jawa Barat. Sebanyak 16 ton susu

segar hasil produksi koperasi terpaksa terbuang karena tidak dapat dipasok ke FFI.

Dengan adanya kelebihan susu yang tidak terserap oleh IPS tersebut tentunya

dapat menyebabkan kerugian pada peternak dan KPSBU bila terbuang sia-sia.

Salah satu jalan keluar dari permasalahan-permasalahan tersebut adalah

mengolah susu segar menjadi produk olahan susu oleh koperasi. Pada April 2010,

koperasi mulai memproduksi susu sterilisasi Fresh Time dengan melakukan

subkontrak produksi dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM) milik

GKSI Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena ketidaksiapan koperasi untuk

melakukan investasi pendirian pabrik dan pembelian mesin-mesin pengolahan

susu. Padahal jika memiliki pabrik, diduga bahwa KPSBU Jawa Barat akan lebih

mandiri dan dapat melakukan pengolahan susunya sendiri dengan kuantitas yang

jauh lebih banyak, sehingga dapat meningkatkan nilai dari susu segar produksi

para peternak. Hal ini pun sesuai dengan rencana manajemen untuk melakukan

pengembangan usaha koperasi dengan mendirikan pabrik pengolahan susu.

Karena terdapat beberapa alternatif dalam memproduksi susu sterilisasi

Fresh Time, maka dibutuhkan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui

alternatif produksi manakah yang layak untuk dilaksanakan dan

direkomendasikan kepada koperasi. Tujuan dari penelitian ini adalah (1)

menganalisis kelayakan dari ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh

Time ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi dan

lingkungan; (2) menganalisis kelayakan dari ketiga skenario usaha produksi susu

sterilisasi Fresh Time layak ditinjau dari aspek finansial; (3) menganalisis

sensitivitas kelayakan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time jika terjadi

penurunan harga output susu sterilisasi dan kenaikan biaya produksi; dan (4)

mengetahui skenario yang dapat menjadi rekomendasi terbaik bagi KPSBU.

Penelitian bertempat di kantor administratif KPSBU Jawa Barat dan pabrik

pengolahan susu PT ISAM Bandung pada bulan April hingga Mei 2010. Metode

penelitian yang digunakan adalah dengan cara wawancara langsung kepada pihak

iii

KPSBU Jawa Barat, PT ISAM dan lembaga pemerintahan yang terkait serta

melakukan penelusuran dari berbagai literatur. Pengolahan data menggunakan

analisis kualitatif untuk aspek-aspek nonfinansial dan analisis kuantitatif untuk

aspek-aspek finansial.

Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan aspek nonfinansial, yaitu

aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan ketiga

skenario layak untuk dilaksanakan. Sedangkan berdasarkan aspek finansial,

skenario yang layak untuk dilaksanakan berdasarkan persyaratan kriteria investasi

adalah skenario I dengan NPV sebesar Rp 971.916.314,00; IRR sebesar 49 persen,

Net B/C sebesar 4,98 dan payback periode selama 3 tahun 1 bulan 22 hari.

Berdasarkan analisis switching value, memperlihatkan bahwa pada skenario I, jika

harga output menurun lebih dari 9 persen, harga susu segar naik lebih dari 38,86

persen dan biaya subkontrak produksi naik lebih dari 15,31 persen maka usaha

produksi susu sterilisasi Fresh Time pada skenario I tidak layak lagi untuk

dilaksanakan.

Kesimpulan utama dari hasil penelitian adalah skenario I, II, dan III layak

untuk dilaksanakan berdasarkan aspek-aspek nonfinansial, namun berdasarkan

aspek finansial, hanya skenario I yang layak untuk dilaksanakan oleh koperasi,

sehingga peneliti merekomendasikan koperasi untuk melakukan subkontrak

produksi dengan PT ISAM dalam memproduksi susu sterilisasi Fresh Time.

iv

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PRODUKSI SUSU STERILISASI

(Studi Kasus : Produk Susu Sterilisasi ‘Fresh Time’

KPSBU Jawa Barat)

DESSY NATALIA

H34063102

Skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

v

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Finansial Produksi Susu Sterilisasi (Studi

Kasus : Produk Susu Sterilisasi „Fresh Time‟ KPSBU Jawa Barat)

Nama : Dessy Natalia

NIM : H34063102

Menyetujui,

Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM

NIP. 19690410 199512 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Kelayakan Usaha Produksi Susu Sterilisasi (Studi Kasus : Produk Susu Sterilisasi

„Fresh Time‟ KPSBU Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar

pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Dessy Natalia

H34063102

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Desember 1988. Penulis

adalah putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dede Karel Engel

dan Ibu Yetti Setiawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Santo Agustinus Bandung

pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003

di SLTPN 14 Bandung. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 3 Bandung

diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2006 dan diterima pada

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Agustus 2007.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan

Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen

Pengembangan Sumber Daya Manusia periode tahun 2008 – 2009 dan menjadi

panitia pada beberapa kegiatan kemahasiswaan di tingkat departemen, fakultas

dan kampus serta kegiatan lainnya di luar kampus. Penulis berkesempatan

memperoleh beasiswa dari Tanoto Foundation periode tahun 2008 – 2010.

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Kelayakan Usaha Produksi Susu Sterilisasi (Studi Kasus : Produksi Susu

Sterilisasi „Fresh Time‟ KPSBU Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha dari beberapa

alternatif produksi susu sterilisasi Fresh Time yang dapat dilakukan oleh KPSBU

Jawa Barat dan rencana pengembangan usaha koperasi dengan membangun pabrik

pengolahan susu.

Namun penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan karena

keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran

dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2010

Dessy Natalia

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Sebagai bentuk rasa syukur kepada

Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, penulis ingin menyampaikan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Mama, Papa, Oma (alm), saudara-saudara penulis (Tita, Adel dan Lendy),

Marvin, Marvel, Nane serta keluarga besar penulis untuk setiap cinta, doa, dan

dukungan yang tak hentinya kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi

persembahan dan tanda bakti yang terbaik.

2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,

waktu, kesabaran dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama

penyusunan skripsi ini.

3. Eva Yolynda Aviny, SP. MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang

penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran

demi perbaikan skripsi ini.

4. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan atas saran

dan masukan yang diberikan demi perbaikan skripsi ini.

5. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku pembimbing akademik atas waktu dan

bimbingannya kepada penulis selama penulis berada di Departemen

Agribisnis.

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis, terutama Pak Nunung, Bu

Dwi, Bu Ida, Teh Dian, dan Pak Yusuf, atas bimbingan dan bantuannya

kepada penulis.

7. Pihak KPSBU Jawa Barat (Bapak Jajang, Bapak Darojat, Mas Hilman, Bapak

Budhi), pihak PT ISAM (Bapak Yusuf, Bapak Widyatmoko dan petugas

keamanan), pihak Direktorat Jenderal Peternakan (bapak dan ibu di bagian

data statistik), Dinas Perindustrian serta Dinas Peternakan Jawa Barat atas

kebaikan hati, waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan

selama penelitian.

8. Kak Rhesa Ardiansyah yang bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil

penelitian, atas saran dan masukan yang diberikan.

9. Mochamad Setyadi dan Evy Kurniasari yang selama ini telah banyak

memberikan bantuan, motivasi, nasihat-nasihat dan semangat kepada penulis.

x

10. Tanoto Foundation, khususnya Pak Chandra dan Mbak Fika, yang telah

memberikan dukungan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen

Agribisnis.

11. Seluruh sahabat di Agribisnis 43, 42 dan 44, Agis, Ella, Syura, Achmad, Ine,

Fani, Ovy, Uji, Triana, Tita, Jiban, Dewi, Kristy, Gangga, Rozak, Aries,

Faisal, Widy, Mawar, Adam, Bank Iif, Dhida, Fath, Firza, Via, Bunbun, Izil,

Mila, Ivan, Rekso, Selly dan lain-lain, atas inspirasi, bantuan dan kebersamaan

selama ini hingga nanti. Amin.

12. Teman-teman seperjuangan di B22 TPB IPB angkatan 43, asrama putri A1

Lorong 5 (Shinicha, Delina), Pamaung IPB (Imam, Ferdin, Bichu, a‟Gilang,

Asep, dkk), teman-teman di aktivitas kemahasiswaan dan keluarga besar KPA

3 atas pengalaman-pengalaman dan kebersamaannya selama ini.

13. Saudari-saudari di Pondok Amazon (Teh Cici, Pietz, Uul, Dince, Ophie,

Kuntil, Bakti, Fika, Achi) dan Pondok Ixora (Erchan, Mbak Hap, Bu Medan,

Dewi, Mbak Astrid, Mbak Mamah, Mbak Wiwin, Dania, Mpus, dan Pak

Bukit) yang selalu membantu setiap saat. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2010

Dessy Natalia

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xvi

I PENDAHULUAN .............................................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................. 5

1.3. Tujuan ..................................................................... 10

1.4. Manfaat ................................................................... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 11

2.1. Susu Sterilisasi ......................................................... 11

2.2. Penelitian Terdahulu ................................................ 11

2.2.1 Pengaruh dari Pengolahan Hasil Produksi

Pertanian yang Dilakukan Koperasi .............. 11

2.2.2 Analisis Kelayakan Usaha dengan

Menggunakan Dua Skenario ......................... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ............................................. 16

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................... 16

3.1.1 Studi Kelayakan Bisnis ................................. 16

3.1.2 Aspek Nonfinansial ...................................... 17

3.1.2.1 Aspek Pasar ...................................... 17

3.1.2.2 Aspek Teknis .................................... 18

3.1.2.3 Aspek Manajemen ............................ 20

3.1.2.4 Aspek Hukum ................................... 21

3.1.2.5 Aspek Sosial, Ekonomi dan

Lingkungan ....................................... 22

3.1.3 Aspek Finansial ............................................ 22

3.1.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value

Analysis) ...................................................... 24

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................. 25

IV METODE PENELITIAN .................................................. 29

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................... 29

4.2. Data dan Instrumentasi ............................................. 29

4.3. Metode Pengumpulan Data ...................................... 29

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................... 30

4.5. Asumsi Dasar ........................................................... 34

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................... 36

5.1. Sejarah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara

(KPSBU) Jawa Barat ............................................... 37

5.2. Lokasi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara

(KPSBU) Jawa Barat ............................................... 38

5.3. Visi, Misi dan Tujuan Koperasi Peternak

xii

Sapi Bandung Utara(KPSBU) Jawa Barat ................ 38

5.4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi

Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat . 39

5.5. Aktivitas Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat ............................................... 42

VI ASPEK NONFINANSIAL ................................................ 46

6.1. Aspek Pasar ............................................................. 46

6.1.1 Potensi Pasar ................................................ 46

6.1.2 Strategi Pemasaran ....................................... 50

6.1.2.1 Segmentasi, Target dan Posisi Produk

di Pasar .......................................... 50

6.1.2.2 Bauran Pemasaran .......................... 50

6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ........................... 54

6.2. Aspek Teknis ........................................................... 54

6.2.1 Lokasi Usaha ................................................ 54

6.2.2 Bahan Baku .................................................. 55

6.2.3 Luas Produksi ............................................... 56

6.2.4 Mesin dan Peralatan yang Digunakan ........... 56

6.2.5 Proses Poduksi ............................................. 69

6.2.6 Layout Usaha ............................................... 61

6.2.7 Hasil Analisis Aspek Teknis ......................... 62

6.3. Aspek Manajemen ................................................... 63

6.3.1 Wewenang dan Tanggung Jawab .................. 64

6.3.2 Spesifikasi Pekerjaan .................................... 65

6.3.3 Rekruitmen Tenaga Kerja ............................. 66

6.3.4 Sistem Pengupahan ...................................... 66

6.3.5 Hasil Analisis Aspek Manajemen ................. 66

6.4. Aspek Hukum .......................................................... 66

6.4.1 Bentuk Badan Usaha .................................... 67

6.4.2 Ijin Usaha ..................................................... 67

6.4.3 Ijin Lokasi Pendirian Pabrik ......................... 68

6.4.4 Hasil Analisis Aspek Hukum ........................ 68

6.5. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan .................. 68

VII ASPEK FINANSIAL ......................................................... 70

7.1. Skenario I ................................................................ 70

7.1.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario I 70

7.1.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow)

Skenario I ..................................................... 71

7.1.3 Analisis Finansial pada Skenario I ................ 78

7.1.4 Proyeksi Laporan Laba Rugi pada Skenario I . 79

7.1.5 Analisis Switching Value pada Skenario I ....... 79

7.2. Skenario II ............................................................... 80

7.2.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario II 80

7.2.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow)

Skenario II .................................................... 81

7.2.3 Analisis Finansial pada Skenario II ............... 87

7.3. Skenario II ............................................................... 89

xiii

7.3.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow)

Skenario III .................................................. 89

7.3.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow)

Skenario III .................................................. 90

7.3.3 Analisis Finansial pada Skenario III ............. 97

7.4. Analisis Perbandingan Usaha Produksi Susu Sterilisasi

Fresh Time ............................................................... 98

VIII KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 101

8.1. Kesimpulan .............................................................. 101

8.2. Saran ....................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 103

LAMPIRAN .................................................................................. 105

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Sapi Perah, Produksi dan Konsumsi Susu di Indonesia

(2001-2008) .......................................................................... 3

2. Perbandingan Usaha KPSBU Jawa Barat tahun 2006-2008 ... 4

3. Perkembangan Harga Susu Dalam Negeri dengan Harga

Susu Impor Setara dengan Susu Segar (1999-2008) .............. 6

4. Jenis, Contoh dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ............................................................................. 30

5. Keanggotaan KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2008 ............ 40

6. Susunan Pengurus KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011 ..... 40

7. Susunan Pengawas KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011 .. 41

8. Perbandingan Produksi SSDN dengan Konsumsi Susu

Nasional Tahun 2001-2008 ................................................... 47

9. Proyeksi Umur menurut Kategori Kelompok Umur di Jawa Barat tahun 2005 – 2010 ....................................................... 48

10. Pengeluaran untuk Telur dan Susu perkapita dalam Sebulan

untuk Masing-masing Golongan Pengeluaran perkapita Sebulan Tahun 2009 ............................................................. 48

11. Peningkatan Jumlah Penduduk di Jawa Barat Tahun 2005

-2008) ................................................................................... 49

12. Uraian Biaya Investasi, Nilai Sisa dan Penyusutan Skenario I 72

13. Biaya Reinvestasi pada Skenario I Tahun Ke-11 ................... 72

14. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi

Fresh Time dengan Melakukan Subkontrak Produksi ............ 78

15. Hasil Analisis Switching value pada Skenario I ..................... 80

16. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time Skenario II ......................................................... 88

17. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi

Fresh Time Skenario III ........................................................ 97

18. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan II .......... 98

19. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan III ……. 99

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................... 28

2. Saluran 1 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU

Jawa Barat .......................................................................... 53

3. Saluran 2 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat .......................................................................... 53

4. Layout Usaha Pabrik Pengolahan Susu ............................... 62

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Susu Segar Perprovinsi (Ton) .............................. 105

2. Produksi Susu Segar di Jawa Barat tahun 2009 ................... 106

3. Kuesioner Penelitian ............................................................ 107

4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi Peternak

Susu Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat, Tahun 2006-2011 ............................................................... 113

5. Diagram Alir Proses Produksi Susu Sterilisasi .................... 114

6. Usulan Struktur Organisasi pada Pabrik Pengolahan Susu

(Skenario II dan III) ............................................................ 115

7. Spesifikasi Pekerjaan dari Manajemen Pabrik Pengolahan Susu ..................................................................................... 116

8. Gaji Tenaga Kerja .............................................................. 119

9. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario I .............................. 120

10. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario I ............................. 121

11. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario I ......................... 122

12. Proyeksi Laba Rugi Skenario I ........................................... 123

13. Cash Flow Skenario I ......................................................... 124

14. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi

Penurunan Harga Output Sebesar 9,00010827331693 Persen 125

15. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi

Kenaikan Harga Susu Segar Sebesar 38,86536361731

Persen ................................................................................ 126

16. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi

Kenaikan Biaya Subkontrak Produksi Sebesar 15,3124330888278 Persen ……………………………….. 127

17. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario II ………………… 128

18. Biaya Investasi pada Skenario II pada Tahun Ke-1 ............ 129

19. Biaya Reinvestasi pada Skenario II pada Tahun Ke-11 ...... 130

20. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario II ................. 131

21. Biaya Tetap Tahunan Skenario II (Rp. 1.000) .................... 132

xvii

22. Biaya Variabel Tahunan Skenario II (Rp. 1.000) ………… 133

23. Proyeksi Laba Rugi Skenario II ………………………….. 134

24. Cash Flow Skenario II ....................................................... 135

25. Uraian Volume Produksi Harian untuk Masing-masing

Jenis Output Pabrik Pengolahan Susu Skenario III ............. 137

26. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Susu Sterilisasi ……………………………………………. 138

27. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari

Penjualan Susu Pasteurisasi ……………………………… 139

28. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Yoghurt ………………………………………………….. 140

29. Uraian Total Penerimaan Tahunan Skenario III ………… 141

30. Biaya Investasi pada Skenario III pada Tahun Ke-1 ……. 142

31. Biaya Reinvestasi pada Skenario III Tahun Ke-11 ……… 143

32. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario II ………… 144

33. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario III ……………… 145

34. Pembayaran Pinjaman …………………………………… 146

35. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario III …………… 147

36. Proyeksi Laba Rugi Skenario III ………………………... 150

37. Cash Flow Skenario III …………………………………. 151

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau

lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi

pertanian adalah koperasi peternak sapi perah yang memproduksi susu segar. Jenis

koperasi ini dapat tumbuh secara lebih kokoh dibandingkan koperasi komoditi

pertanian lainnya. Salah satu alasannya adalah karena sebagian besar kelompok

peternak sapi perah ini memiliki tingkat aglomorasi yang tinggi, yaitu cenderung

berkelompok pada suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk suatu daerah

khusus yaitu „daerah kelompok peternak sapi perah‟1. Hal tersebut mengakibatkan

kebutuhan para peternak, untuk membentuk organisasi yang dapat memenuhi

kebutuhan bersama melalui unit usaha yang dimiliki dan dikelola bersama, dapat

terpenuhi dalam sebuah koperasi peternak sapi perah. Koperasi peternak sapi

perah ini dapat menjadi mediator antara peternak dengan Industri Pengolahan

Susu (IPS) dalam menentukan posisi tawar peternak untuk menetapkan waktu

penjualan, jumlah penjualan susu dan harga yang akan diterima peternak sehingga

diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dari para peternak

dan memudahkan dalam pemenuhan kebutuhan susu nasional.

Pada tahun 1949, koperasi-koperasi peternak di Indonesia mendirikan

sebuah wadah bernaung bernama Gabungan Petani Peternak Sapi Indonesia

Pangalengan (GAPPSIP). Namun pada tahun 1961 GAPPSIP membubarkan diri

karena tidak mampu menghadapi labilnya perekonomian Indonesia. Akan tetapi,

karena pemerintah merasa sangat penting untuk membentuk suatu organisasi

sebagai wadah bersatunya seluruh koperasi peternak sapi di Indonesia, maka pada

tahun 1978 dibentuklah Badan Koordinasi Koperasi Susu Indonesia (BKKSI).

Selanjutnya pada tahun 1979 BKKSI dibubarkan dan digantikan oleh Gabungan

Koperasi Susu Indonesia (GKSI) sebagai koperasi sekunder persusuan sampai saat

ini.

Adanya GKSI ini menjadi satu kekuatan yang dimiliki oleh para peternak

sapi perah karena susu produksi peternak dapat dipastikan terserap pasar. Hal ini

1 Soetrisno, Noer. Koperasi Produsen Susu : Model Klaster Industri Peternakan.

http://www.scribd.com/doc/12775908/Koperasi-Produsen-Susu-Model-Cluster [12 Februari

2010]

2

terkait dengan salah satu peran GKSI yaitu sebagai satu-satunya lembaga yang

menjadi fasilitator penjualan susu peternak sapi perah ke IPS dengan kualitas yang

baik dan volume stabil serta harga yang disepakati oleh kedua belah pihak2. GKSI

memiliki beberapa pabrik pengolahan susu atau milk treatment. Salah satu pabrik

yang dimiliki oleh GKSI adalah PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM) di

Bandung, Jawa Barat. Pabrik ini mengolah susu dari para peternak sapi perah

yang disalurkan melalui koperasi-koperasi primer. PT ISAM ini juga bekerja sama

dengan beberapa perusahaan lain untuk mengolah susu dalam pemenuhan

kebutuhan susu di masyarakat. Koperasi-koperasi primer anggota GKSI pun

memiliki kesempatan untuk melakukan pengolahan susu di PT ISAM dengan cara

melakukan subkontrak produksi. Dengan keberadaan PT ISAM ini, diharapkan

mampu menyediakan dan mendistribusikan produk-produk olahan susu untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat serta dapat mensejahterakan masyarakat baik di

pihak peternak maupun masyarakat konsumen pada umumnya3.

Saat ini, koperasi peternak sapi perah di Indonesia memerlukan

pengembangan usaha yang terlihat dari belum terpenuhinya kebutuhan konsumsi

susu nasional oleh produksi susu nasional, yang sebagian besar diproduksi oleh

koperasi peternak sapi perah, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Pada tahun 2007

saja, dari konsumsi susu nasional sebesar 1.758.243 ton, hanya 567.638 ton yang

dapat dipenuhi oleh produksi susu nasional dan sisanya dipenuhi oleh susu impor.

Seiring dengan peningkatan konsumsi susu nasional tersebut, maka IPS menutupi

kekurangan bahan baku susu lokal dengan melakukan impor susu yang berbentuk

Skim Milk Powder (SMP) dan Anhydrous Milk Fat (AMF).

Alasan lainnya adalah pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk

Indonesia yang semakin meningkat setiap tahunnya serta perubahan pola

konsumsi hewani yang didorong oleh arus urbanisasi, kesadaran gizi serta

perubahan gaya hidup masyarakat yang berdampak kepada meningkatnya

permintaan susu nasional (Delgado et al. dalam Priyanti dan Saptati 2009). Kedua

alasan inilah yang menyebabkan diperlukannya suatu usaha untuk

2 Kompas. 26 Februari 2009. GKSI Jadi Pemasok Tunggal IPS. http://cetak.kompas.com [16

Februari 2010] 3 Nurdiansyah, Nanda. 2008. Perusahaan Pengolahan Susu Sapi. http://agro-ekonomi.blogspot.com

[12 Februari 2010]

3

mengembangkan persusuan nasional terutama dari tingkat koperasi peternak sapi

perah dan anggota peternaknya.

Tabel 1. Jumlah Sapi Perah, Produksi dan Konsumsi Susu di Indonesia (2001-

2008)

Tahun Jumlah sapi perah

(ekor)

Produksi susu (ton) Konsumsi susu (ton)

2001 346.998 479.947 883.758

2002 358.386 493.375 889.934

2003 373.573 553.442 1.133.091

2004 364.062 549.945 957.624

2005 361.351 535.962 845.744*)

2006 369.008 616.549 1.621.524

2007 374.067 567.638 1.758.243

2008**) 407.767 574.406 -

Keterangan : *) Tidak masuk data beberapa provinsi **) Angka sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2010)

Salah satu sentra produksi susu di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat,

yang merupakan penghasil susu segar peringkat kedua setelah Jawa Timur. Pada

tahun 2009, produksi susu segar di Jawa Barat mencapai 236.473 ton susu segar

dari 679.331 ton keseluruhan produksi susu segar di Indonesia, seperti yang

terlihat pada Lampiran 1 (Direktorat Jenderal Peternakan 2010). Salah satu

penyumbang susu dari Jawa Barat adalah kelompok peternak yang berasal dari

daerah Kabupaten Bandung Utara dan Barat yang tergabung dalam Koperasi

Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat. KPSBU, yang memproduksi

susu segar sebanyak 40.312.703 liter sepanjang tahun 2008 (Laporan Tahunan

KPSBU 2009), merupakan penyumbang terbesar dari produksi susu di Jawa Barat

(Lampiran 2).

KPSBU Jawa Barat didirikan pada 8 Agustus 1971 dengan perintis

sebanyak 35 orang peternak sapi perah yang berlokasi di daerah Lembang. Dalam

perkembangannya selama kurang lebih 28 tahun, pada tahun 2009 anggota

KPSBU telah mencapai 6.351 orang, dengan populasi sapi sebanyak 17.000 ekor

4

dan produksi susu per hari sebanyak 135.000 liter. Berkat kerja keras anggota dan

pengurus koperasi dalam mempertahankan kualitas dan kuantitas susu segarnya

serta kualitas manajemen koperasi yang baik, KPSBU mendapatkan Indonesia

Cooperative Award (ICA) dari Kementrian Negara Koperasi dan UKM pada

tahun 2006 sebagai peringkat kelima dari sepuluh koperasi terbaik di Indonesia.

Seperti koperasi peternak sapi pada umumnya, KPSBU juga mengadakan kerja

sama dengan IPS dalam memasarkan produk susu segarnya. Kerja sama KPSBU

dengan IPS dimulai sejak tahun 70-an yaitu dengan melakukan pemasaran susu

segar setiap harinya kepada Frisian Flag Indonesia (FFI).

Tabel 2. Perbandingan Usaha KPSBU Jawa Barat tahun 2006-2008

Uraian Tahun

2006 2007 2008

Keanggota

an (orang)

6.163 6.226 6.351

Kepegawai

an (orang)

276 271 313

Populasi

sapi (ekor)

15.947 16.533 16.469

Penjualan

Susu (Rp)

83.031.192.015,08 110.943.931.706,48 146.857.476.375,85

Penjualan

Yoghurt

(Rp)

- - 637.362.288,46

Total

Pendapatan

(Rp)

117.134.295.594,83 154.404.484.891,12 208.523.854.049,14

SHU 1.204.348.905,93 1.210.334.633,52 1.215.907.038,16

Sumber : Laporan Tahunan KPSBU (2009)

KPSBU Jawa Barat memiliki beberapa keunggulan, di antaranya adalah

jumlah anggota dan karyawan yang besar dan meningkat setiap tahunnya,

tingginya populasi sapi, total pendapatan yang selalu melebihi target Rapat

Anggota Tahunan (RAT) pada setiap tahunnya, kualitas susu yang baik karena

dapat memenuhi standar IPS (dalam hal ini adalah standar laboratorium susu FFI),

kuantitas susu perhari yang kontinu sehingga dapat memenuhi permintaan IPS dan

sisanya dipasarkan langsung ke konsumen dalam bentuk susu segar dan produk

5

olahan yoghurt serta keunggulan lainnya yang terdapat pada Tabel 2. Keunggulan-

keunggulan tersebut dapat menjadi kekuatan koperasi dalam menghadapi peluang

besar tingginya permintaan susu nasional yang belum dapat dipenuhi oleh

produksi susu dalam negeri.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu pihak yang memiliki pengaruh besar terhadap agribisnis

persusuan adalah pemerintah yang ditunjukkan dengan adanya beberapa kebijakan

yang berdampak pada kondisi persusuan di Indonesia. Salah satu kebijakan

pemerintah yang menyangkut kondisi persusuan Indonesia adalah dikeluarkannya

Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri Pertanian, Menteri

Perindustrian dan Menteri Perdagangan dan Koperasi) pada tahun 1983. Dalam

SKB tersebut IPS diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai

pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan

susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan

antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan

dalam bentuk ”bukti serap” atau lebih dikenal dengan BUSEP. Tujuan dari

BUSEP adalah untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap

susu impor. Namun kebijakan BUSEP ini menjadi tidak berlaku dengan adanya

Inpres No. 4 Tahun 1998, sehingga susu impor menjadi komoditi yang bebas

masuk ke dalam negeri. Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri,

keberadaan Inpres No. 4/1998 ini mengakibatkan posisi IPS menjadi jauh lebih

kuat dibandingkan peternak karena IPS mempunyai pilihan untuk memenuhi

bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari

impor. Kebijakan pemerintah lainnya untuk melindungi peternak lokal adalah

dengan menetapkan bea masuk bahan baku susu dan produk susu sesuai SK

Menteri Keuangan No. 573 tahun 2000 sebesar lima persen.

Namun, kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut ternyata belum mampu

memperkuat posisi tawar koperasi dan peternak dibandingkan IPS. Hal ini terlihat

dari relatif stagnannya harga susu segar yang diterima oleh peternak dalam negeri4

4 Daryanto, Arief. 2007. Persusuan Indonesia : Kondisi, Permasalahan dan Arah Kebijakan.

http://ariefdaryanto.wordpress.com [14 Februari 2010]

6

dan kondisi peternak yang tidak mampu bersaing dengan susu impor karena harga

dan kualitas yang lebih baik dibandingkan peternak dalam negeri.

Tabel 3. Perkembangan Harga Susu Dalam Negeri dengan Harga Susu Impor

Setara dengan Susu Segar (1999-2008)

Tahun Harga Susu Impor

Setara Susu Segar

(Rp/l)

Harga Susu Dalam

Negeri (Rp/l)

Rasio Harga Susu

Dalam Negeri

terhadap Impor

1999 1.882 1.000 0,53

2000 2.279 1.137 0,50

2001 2.399 1.411 0,59

2002 1.725 1.562 0,91

2003 2.139 1.612 0,75

2004 2.668 1.647 0,62

2005 2.792 1.756 0,63

2006 2.916 1.988 0,68

2007 5.764 2.431 0,42

2008 5.196 3.200 0,62

Sumber : Priyanti dan Saptati (2009)

Pada Tabel 3 terlihat bahwa harga susu segar dalam negeri selalu berada di

bawah harga impor setara susu segar. Pada tahun 2006 hingga 2007 harga susu

dunia meningkat hingga rata-rata tertinggi 74 persen dibandingkan harga

biasanya. Pada saat harga susu dunia meningkat cukup tinggi, harga susu segar

dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang terlalu tinggi, bahkan rasionya

terhadap harga susu impor setara susu segar hanya mencapai 0,42 saja.

Seharusnya kenaikan harga susu di pasar internasional dapat meningkatkan

bargaining power dan tingkat kompetitif dari susu segar dalam negeri. Namun

yang terjadi adalah adanya kesenjangan harga susu segar yang relatif besar di

tingkat IPS dan peternak dikarenakan posisi tawar peternak atau dalam hal ini

koperasi peternak sapi terhadap IPS yang rendah.

Harga susu yang rendah juga disebabkan karena rendahnya kualitas susu

segar yang dinilai oleh IPS dari kandungan mikroba dan total solid dari susu segar

hasil produksi koperasi. Rendahnya kualitas ini disebabkan karena tidak

7

terpenuhinya kebutuhan sapi perah akan pakan konsentrat yang mengalami

kenaikan harga seiring dengan kenaikan harga susu segar. Peningkatan mutu

pakan konsentrat ini sangat berpengaruh pada kuantitas dan kualitas susu yang

dihasilkan, sehingga bila kualitas susu meningkat harga susu segar pun dapat turut

meningkat (Priyanti dan Saptati 2009). Dengan adanya permasalahan ini, peternak

tidak mampu merasakan peningkatan harga susu segar karena harus

mengalokasikannya terhadap harga konsentrat yang juga mengalami kenaikan.

Berbagai kebijakan pemerintah dan harga susu yang cenderung stagnan

pun turut dirasakan oleh KPSBU Jawa Barat, terutama karena posisi tawar yang

lemah terhadap IPS yang membeli hampir 91 persen produksi susu KPSBU

perharinya. Harga susu segar KPSBU ditentukan oleh hasil uji lab milik FFI

sehingga dalam hal ini KPSBU berperan sebagai price taker dan mengalami

kestagnanan harga susu yang selalu diiringi dengan kenaikan biaya produksi sapi

perah. Hal tersebut mengakibatkan cenderung stabilnya pendapatan peternak

sedangkan biaya produksi terutama pakan konsentrat semakin meningkat.

Permasalahan lainnya adalah pada bulan April 2009 sejumlah IPS,

termasuk FFI, memberlakukan kuota pembelian susu peternak lokal. Hal ini

berdampak negatif terhadap peternak, termasuk KPSBU. KPSBU terpaksa

membuang susu yang tidak terserap IPS sebanyak 16 ton per hari. Kondisi ini

dikarenakan IPS tidak memberi waktu kepada KPSBU untuk mencari pembeli

lain yang dapat menerima pasokan susu dari koperasi5. Dengan adanya kelebihan

susu yang tidak terserap oleh IPS tersebut tentunya dapat menyebabkan kerugian

pada peternak dan KPSBU bila terbuang sia-sia.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu jalan keluar

untuk memanfaatkan jumlah susu yang tidak terserap oleh FFI dan untuk

meningkatkan pendapatan KPSBU yang akan berdampak pada pendapatan

peternak agar sesuai dengan tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan

anggotanya. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan tersebut adalah

dengan menciptakan nilai tambah dari susu segar produksi KPSBU. Pada tahun

2008, KPSBU mulai mengolah susu segar produksinya menjadi produk olahan

yoghurt. Setiap harinya KPSBU memproduksi yoghurt bermerek Fresh Time

5 215 Ton Susu Koperasi akan Dibuang. www.web.bisnis.com [28 Januari 2010]

8

sebanyak 0,30 persen dari jumlah total susu yang diproduksi. Namun, terdapat

beberapa kendala dalam produksi yoghurt ini, seperti yang tercantum di dalam

Laporan Tahunan KPSBU Jawa Barat tahun 2008, yaitu realisasi pendapatan

produksi yoghurt hanya tercapai 58,79 persen dari rencana tahunan (Rp

637.362.288,46 dari rencana pendapatan Rp 1.084.089.000), pemantauan yang

kurang terhadap distribusi yoghurt pada sejumlah pedagang di daerah Bandung,

pengendalian yang kurang optimal terhadap yoghurt yang rusak dan hal ini akan

merusak image dari yoghurt produksi KPSBU Jawa Barat. Karena terdapat

beberapa kendala yang ada dalam produksi yoghurt inilah maka pihak manajemen

KPSBU melakukan pengolahan susu segar menjadi produk olahan baru, yaitu

susu sterilisasi dengan merek yang sama, Fresh Time. Susu sterilisasi dipilih

karena perizinan yang tidak memakan waktu lama, proses pembuatan yang relatif

mudah dan daya tahan susu yang dapat bertahan jauh lebih lama dibandingkan

yoghurt dalam kondisi suhu ruangan normal sehingga tidak memerlukan biaya

penyimpanan yang cukup besar serta pasar yang lebih luas untuk produk susu

sterilisasi

Dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time, pihak

manajemen KPSBU melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM karena

pihak KPSBU belum merasa siap untuk melakukan produksi susu sterilisasi Fresh

Time sendiri. Ketidaksiapan ini berasal dari segi investasi (biaya investasi untuk

mendirikan pabrik pengolahan susu, membeli dan melakukan instalasi mesin-

mesin dan peralatan produksi dan alat transportasi), biaya produksi, teknologi

yang akan digunakan, kesiapan sumber daya manusia KPSBU baik dari anggota

maupun karyawan dan masih banyak lagi. Padahal, dengan melakukan subkontrak

produksi susu yang dapat diolah koperasi sangatlah terbatas yaitu sebanyak 2 ton

sehari dengan frekuensi dua minggu sekali. Jumlah tersebut sangatlah kecil jika

dibandingkan dengan jumlah susu produksi koperasi yang tidak dapat dipasok lagi

kepada FFI. Maka koperasi membutuhkan suatu pengembangan usaha dengan

mendirikan pabrik pengolahan susu yang dapat mengolah seluruh susu yang tidak

dapat dipasok lagi ke FFI sehingga akan membawa manfaat yang lebih besar dan

dapat meningkatkan nilai dari susu segar dan pendapatan koperasi serta para

peternak. Hal tersebut juga sesuai dengan rencana manajemen koperasi untuk

9

melakukan pengembangan usaha koperasi dengan cara mendirikan pabrik

pengolahan susu.

Karena terdapat beberapa alternatif dalam memproduksi susu sterilisasi

Fresh Time maka dibutuhkan suatu analisis kelayakan dari alternatif-alternatif

tersebut untuk mengetahui alternatif manakah yang layak untuk direkomendasikan

kepada KPSBU Jawa Barat dalam melakukan produksi susu sterilisasi Fresh Time

sehingga dapat menghasilkan manfaat terbesar bagi koperasi dan anggotanya.

Dalam melakukan analisis kelayakan usaha produksi susu sterilisasi ini, terdapat

tiga skenario yang dianalisis yaitu : (1) KPSBU melakukan subkontrak produksi

(subcontracting production) dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM)

milik GKSI untuk memproduksi susu sterilisasi, dan hanya mengeluarkan biaya

sewa produksi, transportasi dan menambah sedikit sumber daya manusia dalam

proses transportasi bahan baku susu segar dan bahan baku tambahan lainnya dari

KPSBU ke lokasi pabrik PT ISAM; (2) KPSBU memproduksi susu sterilisasi

dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan

peralatan, dan menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam

produksi susu sterilisasi, namun masih berproduksi dengan volume produksi yang

sama dengan skenario pertama; dan (3) KPSBU memproduksi susu sterilisasi

dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan

peralatan, dan menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam

produksi susu, dan mengolah seluruh susu yang tidak dapat dipasok kepada FFI

untuk dijadikan produk-produk olahan susu.

Dari uraian tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini

adalah :

1. Apakah ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time oleh

KPSBU Jawa Barat layak bila ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen,

hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan?

2. Apakah secara finansial ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh

Time oleh KPSBU Jawa Barat layak untuk dilaksanakan?

3. Bagaimanakah sensitivitas kelayakan usaha produksi susu sterilisasi Fresh

Time jika terjadi penurunan harga output susu sterilisasi dan kenaikan biaya

produksi?

10

4. Setelah dilakukan analisis kelayakan, skenario manakah yang lebih layak untuk

dilaksanakan dan memberikan lebih banyak manfaat kepada KPSBU Jawa

Barat?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan dari tiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh

Time oleh KPSBU Jawa Barat ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen,

hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan.

2. Menganalisis kelayakan dari tiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh

Time oleh KPSBU Jawa Barat ditinjau dari aspek finansial.

3. Menganalisis dampak yang terjadi apabila penurunan harga output susu

sterilisasi dan harga bahan baku pada usaha produksi susu sterilisasi Fresh

Time oleh KPSBU.

4. Mengetahui skenario manakah yang lebih layak untuk dilaksanakan dan

memberikan lebih banyak manfaat kepada KPSBU Jawa Barat.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak

yang berkepentingan :

1. Pengambil keputusan pada KPSBU Jawa Barat sebagai bahan masukan dalam

melakukan perencanaan usaha.

2. Pelaku usaha, pengambil keputusan maupun segenap pemerhati yang

berkecimpung di bidang yang sama atau sejenis sebagai bahan masukan.

3. Peneliti sebagai bahan referensi untuk bahan referensi penelitian selanjutnya.

11

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Susu Sterilisasi

Salah satu jenis olahan susu yang dapat dijumpai di pasaran Indonesia

adalah susu sterilisasi. Susu sterilisasi adalah salah satu contoh hasil pengolahan

susu yang dapat menyebabkan susu segar dapat bertahan lebih lama. Suhu yang

digunakan untuk memanaskan susu berada di atas suhu yang diperlukan untuk

membuat susu pasteurisasi dan di bawah suhu susu UHT yaitu sekitar 100 – 140 °

Celcius dalam waktu yang sangat pendek yaitu kurang lebih 1 – 4 detik saja

(Saleh 2004). Apabila proses pasteurisasi hanya bertujuan untuk membunuh

bakteri patogen (bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hewan

dan tumbuhan), sterilisasi susu bertujuan untuk membunuh semua bakteri, baik

bakteri patogen maupun bakteri nonpatogen. Alat yang digunakan untuk sterilisasi

antara lain otoklav (untuk kapasitas kecil) dan retrot (untuk kapasitas besar).

Metode yang digunakan dalam pembuatan susu sterilisasi ada tiga yaitu :

1. One stage (autoclave) dengan suhu 110 – 120 ° C selama 10 – 40 menit.

2. Two stage (UHT) dengan suhu 135 – 155 ° C selama 2 – 5 detik.

3. Continuous sterilisasi yaitu dengan melakukan kedua metode di atas.

Umumnya susu ini dijual dalam bentuk cair dalam kemasan kardus, botol

plastik atau kaleng. Kelebihan yang dimiliki oleh susu sterilisasi adalah meskipun

menggunakan panas yang tinggi, kerusakan gizinya terbilang rendah karena

proses pemanasan berlangsung singkat. Selain itu, susu sterilisasi pun dapat

bertahan lebih lama dibandingkan dengan susu segar, susu pasteurisasi ataupun

yoghurt. Namun, susu sterilisasi juga memiliki kekurangan dibandingkan susu

pasteurisasi yaitu hilangnya citarasa segar seperti yang terdapat pada susu

pasteurisasi.

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1 Pengaruh dari Pengolahan Hasil Produksi Pertanian yang Dilakukan

Koperasi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erwin (2008), dalam salah

satu alternatif strategi yang diajukan untuk pengembangan usaha Koperasi

Produksi Susu (KPS) Bogor adalah dengan melakukan produksi susu olahan

12

sendiri dan memasarkannya. KPS Bogor sebaiknya mengolah susu murni dari

peternak-peternaknya menjadi susu pasteurisasi. Hal ini dapat dilakukan untuk

menambah pendapatan koperasi dan meningkatkan kesejahteraan peternak

anggotanya. Hal ini juga didukung dengan alat-alat produksi yang telah dimiliki

oleh koperasi namun tidak digunakan karena memerlukan perbaikan.

Hafsah (2007) meneliti Koperasi Warga Sejahtera yang merupakan satu-

satunya koperasi yang bergerak pada industri sutera alam di Kabupaten Ciamis.

Koperasi ini bergerak dari sektor hulu ke sektor hilir dalam industri persuteraan

alam. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, diketahui bahwa industri sutera

alam akan semakin menguntungkan pada sektor hilir, artinya nilai tambah yang

dihasilkan akan semakin besar. Nilai tambah yang besar terlihat dari harga jual

kain sutera yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp 100.000 – Rp 115.000 permeter

untuk kain sutera putihan atau dobby, sedangkan untuk kain sutera yang diwarnai

atau bermotif berkisar antara Rp 120.000 – Rp 200.000 permeter. Hal ini dapat

dibandingkan dengan harga jual bahan bakunya yaitu kokon dan benang sutera.

Pada pengolahan kain sutera yang efisien, berlaku rasio perbandingan 1 : 10

artinya satu kilogram benang sutera dapat menghasilkan sepuluh meter kain.

Benang sutera dihasilkan dari sepuluh kilogram kokon. Jika harga kokon saat ini

Rp 25.000 perkilogram, dan harga benang Rp 350,00 perkilogram, maka nilai

tambah pengolahan kain sutera lebih dari 50 persen.

Oleh karena itulah industri persuteraan alam memiliki prospek yang cerah

untuk dikembangkan. Selain itu, nilai tambah yang besar akan dapat memberikan

imbalan kesejahteraan yang besar bagi para pekerjanya dan anggota Koperasi

Warga Sejahtera.

Berdasarkan kedua hasil penelitian terdahulu tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa dengan mengolah hasil produksi pertaniannya, koperasi akan

mendapatkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan menjual hasil

produksinya langsung tanpa dilakukan proses penciptaan nilai tambah melalui

proses pengolahan. Pada penelitian ini, penulis menganalisis usaha pengolahan

susu segar yang dilakukan oleh KPSBU Jawa Barat yang diduga dapat

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan koperasi dan anggotanya.

13

2.2.2 Analisis Kelayakan Usaha dengan Menggunakan Dua Skenario

Oktafiyani (2009) melakukan penelitian mengenai pembuatan kerupuk

rambak. Terdapat dua skenario yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis

kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dengan menggunakan bahan baku

kulit sapi dan analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dengan

menggunakan bahan baku kulit kerbau. Hal yang melatarbelakangi adanya dua

skenario ini adalah karena bahan baku kulit kerbau relatif lebih mahal jika

dibandingkan dengan kulit sapi. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis

bagaimana pengaruh penggunaan bahan baku kulit kerbau sebagai input produksi

kerupuk rambak terhadap kelayakan usaha. Hal ini dikarenakan dengan

menggunakan bahan baku yang lebih mahal maka harga pokok penjualan yang

didapat akan lebih tinggi. Produk kerupuk rambak dijual pada tingkat harga yang

sama sehingga akan mengurangi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh

pengusaha yang menggunakan bahan baku kulit kerbau.

Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan, kedua skenario

ternyata layak untuk dilaksanakan jika dilihat dari aspek nonfinansial, yaitu pasar,

teknis, hukum, manajemen, dan aspek sosial ekonomi lingkungan. Hasil dari

analisis kelayakan finansial pada usaha pembuatan kerupuk rambak baku kulit

sapi layak untuk diusahakan dengan nilai NPV sebesar Rp 271.883.775,00; IRR

sebesar 67,81 persen; Net B/C sebesar 5,09 dan payback period selama 2,83

tahun. Sedangkan hasil analisis finansial pada usaha pembuatan kerupuk rambak

kulit kerbau juga layak untuk diusahakan dengan nilai NPV sebesar Rp

89.836.856,00; IRR sebesar 27,48 persen; Net B/C sebesar 2,16 dan payback

period sebesar 5,30 tahun.

Setelah dilakukan analisis perbandingan usaha, diketahui bahwa usaha

pembuatan kerupuk rambak dengan bahan baku kulit sapi lebih layak diusahakan

dibandingkan dengan usaha yang menggunakan bahan baku kulit kerbau.

Keuntungan yang diperoleh pada usaha pembuatan kerupuk rambak yang

menggunakan bahan baku kulit sapi pun lebih tinggi dibandingkan dengan usaha

pembuatan kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit kerbau.

Terdapat dua skenario yang digunakan pada penelitian yang dilakukan

Rivai (2009) yaitu analisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong dengan

14

menggunakan modal sendiri dan analisis kelayakan usaha penggemukan sapi

potong dengan menggunakan modal pinjaman dari bank. Hasil analisis finansial

usaha penggemukan sapi potong dengan menggunakan modal sendiri (discount

factor 7 persen) menghasilkan NPV sebesar Rp 4.473.018.300,00; IRR sebesar 37

persen; Net B/C sebesar 2,92, dan payback period selama 3,5 tahun. Sedangkan

hasil analisis finansial usaha penggemukan sapi potong dengan menggunakan

modal pinjaman dari bank (discount factor 13 persen) menghasilkan NPV sebesar

Rp/ 186.799.039,00; IRR sebesar 15 persen; Net B/C sebesar 1,07 dan payback

period selama 8,2 tahun. Kedua hasil analisis kelayakan usaha tersebut layak

untuk diusahakan, namun skenario I, yaitu usaha penggemukan sapi potong

dengan menggunakan modal sendiri lebih layak untuk dijalankan karena hasil

analisis kriteria investasi yang dimiliki oleh skenario I lebih besar dibandingkan

hasil analisis kriteria investasi pada skenario II.

Musarofah (2009) melakukan penelitian mengenai usaha pengolahan

nugget ikan. Terdapat dua skenario yang digunakan pada penelitian ini yaitu

pengusahaan nugget dengan kapasitas saat ini yaitu sebanyak 747 kemasan

perhari dan pengusahaan dengan peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.747

kemasan perhari. Adanya dua skenario ini karena perusahaan memiliki rencana

untuk melakukan pengembangan usaha dengan peningkatan kapasitas produksi

dan memerlukan sejumlah investasi seperti lahan, bangunan dan peralatan

produksi yang lebih besar, sehingga diperlukan analisis kelayakan usaha untuk

mengetahui kelayakan usaha yang sedang berjalan saat ini dan kelayakan

pengembangan usaha yang akan dilakukan. Hasil analisis nonfinansial dari kedua

skenario adalah layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial dari

pengusahaan nugget dengan kapasitas saat ini adalah NPV sebesar Rp

128.253.816,00; IRR sebesar 89 persen; Net B/C sebesar 5,08 dan payback period

sebesar 2,15 tahun. Sedangkan hasil analisis finansial dari pengusahaan nugget

dengan peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.747 kemasan perhari adalah

NPV sebesar Rp 309.706.718; IRR sebesar 98 persen; Net B/C sebesar 6,00 dan

payback period sebesar 2,53 tahun.

Setelah melakukan perbandingan antara kedua skenario, kesimpulannya

adalah skenario kedua (pengusahaan dengan peningkatan kapasitas produksi

15

menjadi 1.747 kemasan perhari) lebih menguntungkan karena pengembangan

usaha tersebut dapat memberikan keuntungan berupa keleluasaan tempat

produksi, peningkatan citra perusahaan dan peningkatan keuntungan secara

finansial yang lebih besar bagi pemilik. Selain itu adanya pengembangan usaha

juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui penyerapan

tenaga kerja yang lebih banyak, penyerapan bahan baku yang lebih besar, dan

terpenuhinya permintaan produk.

Pada penelitian mengenai analisis kelayakan usaha produksi susu

sterilisasi ini terdapat tiga skenario yang akan dianalisis. Ketiga skenario ini

dibedakan berdasarkan investasi yang dikeluarkan dan volume produksi susu yang

diolah. Pada skenario I, koperasi tidak mengeluarkan investasi untuk pendirian

pabrik dan pembelian mesin-mesin, sedangkan pada skenario II dan III koperasi

mengeluarkan biaya investasi untuk mendirikan pabrik dan pembelian mesin-

mesin. Volume produksi yang digunakan pada skenario I dan II adalah volume

produksi yang telah ditetapkan pada subkontrak produksi yaitu sebanyak 2 ton

perhari dengan frekuensi produksi dua kali seminggu. Pada skenario III, volume

produksi koperasi adalah 16 ton perhari dengan frekuensi prduksi dilakukan setiap

hari.

16

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Ibrahim (2003), studi kelayakan bisnis adalah kegiatan untuk

menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dari suatu kegiatan

usaha/proyek. Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil

suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha/proyek

yang direncanakan. Pengertian layak menurut Ibrahim (2003) adalah

kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan

manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social

benefit.

Menurut Umar (2007), studi kelayakan bisnis adalah suatu kajian yang

cukup mendalam dan komprehensif untuk mengetahui apakah usaha yang akan

dilakukan itu layak atau tidak layak. Hal tersebut sangatlah penting untuk

dilakukan sebelum melakukan pengembangan usaha. Sedangkan menurut Sofyan

(2003), studi kelayakan bisnis merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari

konsep manajemen keuangan, terutama ditujukan dalam rangka mencari atau

menemukan inovasi baru dalam perusahaan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa sebelum suatu pelaku usaha memulai atau mengembangkan

suatu usaha, sangatlah diperlukan suatu studi mengenai usaha tersebut untuk

menilai dan mengetahui apakah usaha yang akan dimulai atau dikembangkan

layak untuk dilaksanakan dan dapat membawa manfaat bagi pelaku usaha. Hasil

dari studi kelayakan bisnis dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Bagi pihak

investor, studi kelayakan bermanfaat untuk mengetahui prospek dari usaha yang

akan dimulai atau dikembangkan. Bagi pihak kreditur/bank, studi ini bermanfaat

untuk mengetahui bagaimana periode pengembalian pinjaman yang dapat

dilakukan oleh investor jika meminjam dana pada kreditur/bank, berkaitan dengan

segi keamanan dana yang dipinjamkan oleh kreditur/bank. Bagi pemerintah, studi

ini bermanfaat untuk mengetahui manfaat usaha bagi perekonomian nasional

(Husnan dan Muhammad 2005).

17

3.1.2 Aspek Nonfinansial

3.1.2.1 Aspek Pasar

Definisi pasar secara umum adalah permintaan yang dibuat oleh

sekelompok pembeli potensial terhadap suatu barang dan jasa. Sedangkan

pengertian pasar yang lebih spesifik dari sudut pandang pemasaran adalah pasar

terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan

tertentu yang mungkin bersedia dan sanggup untuk melibatkan diri dalam proses

petukaran guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Sehingga

besarnya pasar tergantung pada jumlah orang yang memiliki kebutuhan,

mempunyai sumber daya yang diminati orang/pihak lain dan bersedia

menawarkan sumber daya tersebut untuk ditukar supaya dapat memenuhi

keinginan mereka.

Dalam memberikan petunjuk tentang bagaimana mencapai dan melayani

para pembeli secara lebih efektif maka seorang pengusaha harus mengetahui

perilaku pasar konsumen yaitu dengan mempelajari empat faktor utama yang

mempengaruhi preferensi konsumen yaitu budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.

Hal ini juga mempengaruhi bagaimana menciptakan daya saing produk yang

dimiliki agar tetap terjaga eksistensinya di pasaran, dilihat begitu banyak pesaing

dengan produk sejenis.

Agar dapat bersaing dengan pesaing-pesaing di pasar, maka sebuah

perusahaan harus menerapkan suatu strategi pemasaran. Menurut Dharmmesta

(2008), strategi pemasaran adalah suatu rencana yang diutamakan untuk mencapai

tujuan perusahaan, yaitu memberikan kepuasan kepada konsumen dan masyarakat

lain dalam pertukarannya untuk mendapatkan laba atau perbandingan antara

penghasilan dan biaya yang menguntungkan, yang berdasarkan kebutuhan dan

keinginan konsumen. Sedangkan menurut Husnan dan Muhammad (2005), yang

dimaksudkan dengan strategi pemasaran adalah berbagai usaha yang perlu

dilakukan oleh calon investor dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk

melakukan pembelian hasil produksinya.

Pada penelitian ini dilakukan dianalisis strategi pemasaran yang dilakukan

oleh KPSBU Jawa Barat dalam memasarkan produk susu sterilisasi Fresh Time,

yaitu dari segi pasar sasaran dan bauran pemasaran. Pasar sasaran adalah

18

sekelompok konsumen atau pelanggan yang secara khusus menjadi sasaran usaha

pemasaran bagi sebuah perusahaan (Djatmiko 2009). Dalam menerapkan pasar

sasaran terdapat tiga langkah pokok yang harus diperhatikan yaitu segmentasi

pasar, penetapan pasar sasaran dan penempatan produk atau segmentation,

targeting dan postioning (STP).

Segmentasi pasar adalah mengidentifikasi dan membentuk kelompok

pembeli yang berbeda yang mungkin meminta produk dan/atau bauran pemasaran

tersendiri. Segmentasi pasar menunjukkan usaha untuk meningkatkan ketepatan

penetapan sasaran dari suatu perusahaan. Terdapat empat variabel utama dalam

melakukan segmentasi pasar konsumen yaitu aspek geografis, aspek demografis,

aspek psikografis, dan aspek perilaku (Kotler 1994). Penetapan pasar sasaran

adalah kegiatan yang berisi penilaian serta pemilihan satu atau lebih segmen pasar

yang akan dimasuki suatu perusahaan. Sedangkan penempatan produk adalah

tindakan merancang produk dan bauran pemasaran agar tercipta kesan tertentu di

ingatan konsumen (Djatmiko 2009).

Bauran pemasaran adalah sejumlah variabel pemasaran yang terkontrol

oleh perusahaan dan digunakan oleh perusahaan untuk mencapai target pasar yang

telah ditetapkan dan memberikan kepuasan pada konsumen. Unsur dari bauran

pemasaran yang sering disebut sebagai 4P yaitu product (produk), place (saluran

distribusi), people (promosi) dan price (harga).

3.1.2.2 Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses

pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut

selesai dibangun. Dalam melakukan proses produksi suatu produk kita perlu

memperhatikan aspek teknis yang menunjang pelaksanaan produksi tersebut. Hal

yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah manajemen operasi saat

melakukan produksi produk, teknologi yang digunakan untuk memproduksi,

tempat produksi serta sarana prasarana yang menunjang kuantitas dan kualitas

produk yang dihasilkan. Oleh karena itu aspek teknis sangat berhubungan dengan

aspek-aspek lain dalam memproduksi produk. Seperti halnya aspek pemasaran,

pasar dan pemasaran sangat berhubungan dengan aspek teknis karena perubahan

penawaran dan permintaan pasar dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat teknis

19

yang menunjang proses produksi tersebut. Pada penelitian ini, aspek teknis yang

dianalisis meliputi :

1. Lokasi proyek. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi di

antaranya adalah ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga

listrik dan air, suplai tenaga kerja, fasilitas transportasi, hukum dan peraturan

yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap masyarakat dan rencana untuk

perluasan usaha.

2. Bahan Baku

Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai bahan baku produksi adalah

jumlah kebutuhan bahan baku selama satu periode (tahun) dan selama usia

investasi; kelayakan harga bahan baku, baik sekarang maupun pada masa

dating; kapasitas, kualitas dan kontinuitas sumber bahan baku; dan biaya-

biaya pendahuluan yang diperlukan sebelum bahan baku siap diproses,

misalnya biaya pengangkutan dan lain-lain (Nurmalina et al. 2009).

3. Luas Produksi

Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk

mencapai keuntungan yang optimal (Nurmalina et al 2009). Menurut Husnan

(2005), luas produksi ditentukan oleh kemungkinan market share yang dapat

diraih dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dari peralatan yang

dimiliki.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi

adalah batasan permintaan yang telah diketahui terlebih dahulu dalam

perhitungan market share; tersedianya kapasitas mesin-mesin yang dalam hal

ini dibatasi oleh kapasitas teknis atau kapasitas ekonomis, jumlah dan

kemampuan tenaga keja pengelola proses produksi; kemampuan finansial dan

manajemen perusahaan; dan kemungkinan adanya perubahan teknologi

produksi di masa yang akan datang yang dapat meningkatkan tingkat efisiensi

produksi sehingga memungkinkan meningkatkan produksi.

4. Teknologi yang Digunakan

Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah

seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang

diharapkan, di samping kriteria lain yaitu ketepatan jenis teknologi yang

20

dipilih dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis

tekologi tersebut tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri mendekati

lokasi proyek, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan

kemungkinan perkembangannya serta pertimbangan kemungkinan adanya

teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang akan dipilih sebagai akibat

keusangan.

5. Proses Produksi

Proses produksi adalah suatu cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau

menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-

sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada. Adapun jenis

proses produksi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

proses produksi terus menerus dan proses produksi yang terputus-putus.

6. Layout bangunan

Layout merupakan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas

yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian pengertian layout

mencakup layout site (layout lahan lokasi proyek), layout pabrik, layout

bangunan bukan pabrik dan fasilitas-fasilitasnya. Dalam layout pabrik terdapat

dua tipe utama, yaitu layout fungsional (layout process) dan layout produk

(layout garis).

3.1.2.3 Aspek Manajemen

Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal

perusahaan, yaitu para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada. Usaha

yang dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang

profesional mulai dari merencanakan, melaksanakan sampai dengan

mengendalikannya agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan

struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan proyeknya

(Kasmir dan Jakfar 2006).

Studi aspek sumber daya manusia bertujuan untuk mengetahui apakah

dalam pembangunan dan implementasi bisnis diperkirakan layak atau sebaliknya

dilihat dari ketersediaan SDM. Keberadaan SDM hendaknya dianalisis untuk

mendapatkan jawaban apakah SDM yang diperlukan untuk pembangunan maupun

pengimplementasian bisnis dapat dimiliki secara layak atau sebaliknya. Kajian

21

dapat dimulai dari perencanaan SDM, analisis pekerjaan, rekrutmen, seleksi,

orientasi sampai pada pemutusan hubungan kerja.

Untuk meneliti perencanaan SDM dibutuhkan data, data yang dibutuhkan

antara lain mengenai jumlah tipe pekerja diberbagai kategori pekerjaan, golongan

dan tingkat upah. Hal-hal yang akan dianalisis adalah jenis pekerjaan, waktu

pelaksanaan tiap jenis kegiatan, tenaga pelaksana, peralatan, anggaran,

keterampilan SDM dan kesiapan organisasi. Hasil studi mengenai SDM

hendaknya memberikan informasi dalam hal mampu membedakan antara

merencanakan SDM dalam pembangunan proyek bisnis dan SDM dalam

implementasi bisnis rutin. Menentukan kelayakan tiap unsur MSDM, seperti

beberapa jumlah karyawan yang dibutuhkan, penentuan deskripsi pekerjaan yang

jelas, penentuan kebijakan pelaksanaan rekrutment-seleksi-orientasi, penentuan

produktivitas, rencana pelatihan dan pengembangan, penentuan prestasi kerja,

kompensasi, perencanaan karier, keselamatan dan kesehatan kerja dan mekanisme

PHK.

3.1.2.4 Aspek Hukum

Aspek hukum mengkaji tentang legalitas usulan proyek yang akan

dibangun dan dioperasikan. Ini berarti setiap proyek yang akan didirikan dan

dibangun di wilayah tertentu harus memenuhi hukum dan tata peraturan yang

berlaku di wilayah tersebut (Suratman 2002). Aspek teknis yang diteliti adalah :

1. Bentuk Badan Usaha

Bentuk badan usaha merupakan wujud secara legal atas status dari usaha yang

didirikan. Bentuk-bentuk badan usaha meliputi : PT, CV, Perseorangan,

Koperasi dan lain-lain.

2. Ijin Usaha

Ijin usaha merupakan wujud pengesahan secara legal/formal dari pemerintah

setempat atas jenis/kegiatan usaha yang akan dijalankan.

3. Ijin Lokasi Pendirian Proyek

Ijin lokasi pendirian proyek adalah wujud pengesahan secara legal/formal dari

pemerintah setempat tentang lokasi proyek.

22

3.1.2.5 Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

Analisis terhadap aspek sosial ekonomi dan lingkungan merupakan suatu

analisis yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi

yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial tersebut harus

dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan ketanggapan suatu proyek

terhadap keadaan sosial yang terjadi (Gittinger 1986). Contoh pengaruh proyek

terhadap kondisi sosial ekonomi dan lingkungan di antaranya adalah perluasan

kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, serta dampak limbah proyek

terhadap lingkungan sekitar.

3.1.3 Analisis Finansial

Menurut Kasmir dan Jakfar (2006) analisis dalam aspek finansial

dilakukan untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan dihitung dan seberapa

besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Dilanjutkan dengan meneliti seberapa

besar pendapatan yang akan diterima jika usaha benar-benar dijalankan. Analisis

ini meliputi lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan

proyek dan tingkat suku bunga yang berlaku sehingga jika dihitung dengan

formula penilaian investasi akan sangat menguntungkan. Hal-hal yang

mendapatkan perhatian dalam penelitian aspek ini antara lain :

1. Biaya kebutuhan investasi

Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk membeli

aset-aset yang dibutuhkan proyek tersebut. Aset-aset ini biasanya berupa aset

tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari pendirian hingga dapat

dioperasikan. Oleh karena itu, dalam melakukan investasi dibutuhkan biaya

kebutuhan investasi yang digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan yang

berkaitan dengan investasi tersebut. Biaya kebutuhan investasi biasanya

disesuaikan dengan jenis proyek yang akan dijalankan. Secara umum

komponen biaya kebutuhan investasi terdiri dari biaya prainvestasi, biaya

pembelian aktiva tetap dan biaya operasional (Kasmir dan Jakfar 2006).

2. Sumber-sumber dana

Dana yang dibutuhkan dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang ada,

seperti modal sendiri, modal pinjaman, atau gabungan keduanya. Pilihan

apakah menggunakan modal sendiri atau modal pinjaman atau gabungan dari

23

keduanya tergantung dari jumlah modal yang dibutuhkan dan kebijakan

pemilik usaha (Kasmir dan Jakfar 2006). Pada dasarnya pemilihan sumber

dana bertujuan untuk memilih sumber dana yang pada akhirnya bisa

memberikan kombinasi dengan biaya terendah, dan tidak menimbulkan

kesulitan likuiditas bagi usaha atau perusahaan yang mensponsori usaha

tersebut. Sumber-sumber dana yang utama terdiri dari modal sendiri yang

disetor oleh pemilik perusahaan, penerbitan saham biasa atau saham preferen

di pasar modal, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar

modal, kredit bank, leasing (sewa guna) dari lembaga keuangan nonbank dan

project finance.

3. Aliran kas (cash flow)

Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam

suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk

(cash in) ke perusahaan dan jenis pemasukan tersebut. Cash flow juga

menggambarkan berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya

yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar 2006). Aliran kas penting digunakan

dalam akuntansi karena laba dalam pengertian akuntansi tidak sama dengan

kas masuk bersih, dan yang relevan bagi para investor adalah kas bukan laba.

Aliran kas yang berhubungan dengan suatu usaha dapat dikelompokkan dalam

tiga bagian, yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas

operasional (operational cash flow) dan aliran kas terminal (terminal cash

flow). Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode merupakan

initial cash flow. Aliran kas yang diperoleh pada waktu proyek berakhir

disebut terminal cash flow. Pada umumnya, initial cash flow bernilai negatif,

operational dan terminal cash flow umumnya bernilai positif. Aliran-aliran

kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak (Husnan dan Muhammad

2005)

Menurut Kasmir dan Jakfar (2006) dalam menentukan layak atau tidaknya

suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan perlu dilakukan pengukuran dengan

beberapa kriteria. Kriteria ini sangat tergantung dari kebutuhan masing-masing

proyek dan metode mana yang akan digunakan. Setiap metode yang digunakan

mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Sehingga dalam

24

penilaian kelayakan suatu proyek hendaknya digunakan beberapa metode

sekaligus agar dapat memberikan hasil yang lebih sempurna. Adapun kriteria yang

biasa digunakan antara lain :

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat

(benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. Apabila hasil

perhitungan NPV lebih besar dari nol (NPV > 0), dapat dikatakan usaha tersebut

feasible atau layak untuk dilaksanakan dan jika lebih kecil dari nol (NPV < 0) maka

tidak layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika hasil perhitungan NPV sama dengan

nol (NPV = 0) berarti usaha tersebut berada dalam keadaan Break Event Point (BEP)

dimana TR = TC dalam bentuk present value.

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan

NPV sama dengan nol (NPV = 0). Jadi, jika hasil perhitungan IRR lebih besar dari

discount rate yang digunakan, maka dapat dikatakan usaha tersebut feasible, bila

sama dengan discount rate yang digunakan berarti pulang pokok dan di bawah

discount rate yang digunakan usaha tersebut tidak feasible.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara net benefit yang

telah didiscount positif (+) dengan net benefit yang telah didiscount negatif (-). Jika

nilai Net B/C lebih besar dari 1 (satu) berarti gagasan usaha tersebut layak untuk

dilaksanakan. Untuk Net B/C sama dengan 1 (satu) berarti cash in flows sama dengan

cash out flows, dalam present value disebut dengan Break Event Point (BEP), yaitu

total cost sama dengan total revenue. Sedangkan jika nilai Net B/C kurang dari 1

(satu) maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

4. Payback Periode (PP)

Payback Periode (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk

menutup kembali pengeluaan investasi dengan menggunakan aliran kas.

3.1.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)

Analisis nilai pengganti (analisis switching value) adalah suatu variasi dari

analisis sensitivitas (Gittinger dalam Nurmalina et al 2009). Switching value

merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan

suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau

25

perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya

produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Perhitungan

ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai dengan NPV sama

dengan nol (NPV = 0).

Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas dengan switching value

adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara

empirik bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Sedangkan pada

perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari. Bila melebihi

switching value tersebut, maka bisnis tidak layak atau NPV < 0.

Analisis switching value dilakukan dengan menghitung secara coba-coba

perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan di dalam komponen

inflow atau outflow (Nurmalina et al 2009).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat adalah salah

satu sentra produksi susu segar di Indonesia. Pada tahun 2009, produksi susu

segar yang dapat dihasilkan perharinya adalah sebanyak 135.000 liter yang

dikumpulkan dari 6.351 peternak anggota koperasi dengan total populasi sapi

mencapai 17.000 ekor (Kepala Bagian Personalia KPSBU Jabar 2010). Dari total

produksi tersebut, sekitar 91 persen atau sebanyak 123.000 liter dipasarkan ke

Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan harga yang sesuai dengan kualitas susu

segar, yaitu berkisar antara Rp 3.000 – 3.400 perliter. Namun, sejak bermitra

dengan IPS yaitu pada 1970-an hingga kini, KPSBU cenderung menerima harga

beli susu yang stagnan dari IPS. Belum lagi pada pertengahan 2009, pemerintah

menetapkan pembebasan tarif impor untuk susu yang masuk ke dalam negeri

sehingga daya saing susu lokal semakin menurun dan IPS pun menerapkan

pemberlakuan kuota penerimaan susu dari peternak lokal. Kedua hal tersebut

mengakibatkan tidak pernah meningkatnya kesejahteraan peternak sebagai

anggota dari KPSBU Jawa Barat. Permasalahan lainnya adalah pada April 2009,

Frisian Flag Indonesia (FFI) memberlakukan pembatasan kuota pembelian susu

peternak lokal yang langsung dirasakan dampaknya oleh KPSBU Jawa Barat.

Sebanyak 16 ton susu segar hasil produksi koperasi terpaksa terbuang karena tidak

dapat dipasok ke FFI.

26

Seperti halnya koperasi pada umumnya, KPSBU memiliki tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui usaha-usaha yang dilakukannya.

Dengan adanya kelebihan susu sebanyak 16 ton yang tidak terserap oleh IPS

tersebut tentunya dapat menyebabkan kerugian bila terbuang sia-sia. Sehingga

KPSBU mengeluarkan kebijakan untuk mengolah sebagian dari hasil produksi

susunya dan dijual langsung pada konsumen. Dengan mengolah susu sapi segar

menjadi berbagai macam produk, diharapkan akan mengurangi ketergantungan

KPSBU kepada IPS serta menciptakan nilai tambah pada susu sapi segar yang

dapat menambah keuntungan usaha koperasi. Produk olahan susu yang telah

diproduksi oleh KPSBU adalah yoghurt dengan merek Fresh Time. Akan tetapi,

menurut pihak manajemen, yoghurt tersebut memiliki kelemahan-kelemahan

terutama masa berlaku produk yang tidak panjang, sehingga KPSBU berencana

untuk membuat suatu produk olahan susu yang dapat bertahan lebih lama dan

tetap memiliki gizi yang baik, yaitu susu sterilisasi. Namun, KPSBU masih

memiliki keterbatasan dana untuk membuat pabrik pengolahan sendiri sehingga

KPSBU melakukan subkontrak produk dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT

ISAM) milik Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) untuk memproduksi

susu sterilisasi Fresh Time. Padahal, dengan memiliki pabrik sendiri diduga akan

memberikan manfaat yang jauh lebih besar karena dapat mengolah lebih banyak

susu segar menjadi produk olahan susu. Pendirian pabrik tersebut juga sesuai

dengan rencana manajemen untuk melakukan pengembangan usaha koperasi

dengan pendirian pabrik pengolahan susu.

Karena terdapat beberapa alternatif dalam memproduksi susu sterilisasi,

maka dibutuhkan suatu analisis kelayakan usaha untuk mengetahui alternatif

manakah yang layak untuk direkomendasikan dan dilaksanakan oleh KPSBU

Jawa Barat. Terdapat tiga skenario yang dianalisis yaitu : (1) KPSBU melakukan

subkontrak produksi (subcontracting production) dengan PT Industri Susu Alam

Murni (PT ISAM) milik GKSI untuk memproduksi susu sterilisasi, dan hanya

mengeluarkan biaya sewa produksi, transportasi dan menambah sedikit sumber

daya manusia dalam proses transportasi bahan baku susu segar dan bahan baku

tambahan lainnya dari KPSBU ke lokasi pabrik PT ISAM; (2) KPSBU

memproduksi susu sterilisasi dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan

27

pembelian mesin-mesin dan peralatan, dan menambah jumlah sumber daya

manusia yang dibutuhkan dalam produksi susu sterilisasi, namun masih

berproduksi dengan volume produksi yang sama dengan skenario pertama; dan (3)

KPSBU memproduksi susu sterilisasi dengan mendirikan pabrik sendiri,

melakukan pembelian mesin-mesin dan peralatan, dan menambah jumlah sumber

daya manusia yang dibutuhkan dalam produksi susu, dan mengolah seluruh susu

yang tidak dapat dipasok kepada FFI untuk dijadikan produk-produk olahan susu.

Penelitian ini akan menganalisis skenario manakah yang lebih layak untuk

dilaksanakan oleh koperasi saat ini. Apakah koperasi lebih baik memproduksi

susu sterilisasi Fresh Time dengan cara melakukan subkontrak produksi atau

mendirikan pabrik sendiri, jika diasumsikan koperasi memproduksi susu sebanyak

2 ton perhari dengan frekuensi dua kali seminggu sesuai dengan kesepakatan

dengan PT ISAM. Ataukah lebih layak untuk mendirikan pabrik sendiri dan

mengolah 16 ton susu yang tidak dapat dipasok lagi pada FFI.

Analisis kelayakan usaha yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari

dua aspek yaitu aspek nonfinansial dan aspek finansial. Aspek nonfinansial yang

digunakan adalah aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi dan

lingkungan. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk menganalisis kelayakan

finansial adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit

Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periode (PP). Peneliti juga akan menggunakan

metode analisis switching value untuk mengetahui sejauh mana usaha tersebut

masih tetap layak jika terjadi perubahan pada komponen inflow dan outflow.

28

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

KPSBU Jabar memiliki produktivitas susu segar yang sangat besar perharinya yaitu 135.000 liter. Sekitar

91% dari total produksi tersebut dipasarkan pada IPS, namun harga yang diterima cenderung stagnan

kemudian disusul dengan pembebasan tarif impor susu oleh pemerintah dan pemberlakuan kuota

penerimaan susu dari peternak yang mengakibatkan terdapatnya 16 ton susu yang terbuang, sehingga

KPSBU harus melakukan langkah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Pengolahan susu segar menjadi susu sterilisasi

Analisis Kelayakan Usaha

Pengembangan KPSBU JABAR dengan memproduksi variasi produk

susu segar untuk menciptakan nilai tambah

Skenario I : Melakukan subcontracting

production dengan PT ISAM

Skenario II : Mendirikan pabrik dan

memproduksi dengan volume produksi pada

skenario I

Skenario III : Mendirikan pabrik dan

memproduksi dengan volume produksi 16 ton

Aspek Nonfinansial Aspek Finansial :

1. NPV 2. IRR

3. Net B/C

4. PP

Aspek Pasar : Potensi Pasar, Strategi Pemasaran

Aspek Teknis : Lokasi, Bahan Baku, Luas Produksi,

Teknologi, Proses Produksi, Layout Usaha

Aspek Manajemen : Wewenang dan Tanggung Jawab,

Spesifikasi Pekerjaan, Rekruitmen, Pengupahan

Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan : Pendapatan,

Penyerapan Tenaga Kerja, Dampak Lingkungan

Analisis Switching Value : 1. Penurunan harga

output susu

sterilisasi

2. Kenaikan harga

bahan baku Aspek Hukum : Bentuk Badan Usaha, Ijin Usaha, Ijin

Lokasi Pendirian Pabrik

Perbandingan Hasil Analisis

Skenario I, II dan III

Ketiga Skenario Tidak Layak Skenario yang Membawa Lebih Banyak Manfaat

kepada Koperasi dan Lebih Layak untuk Dilaksanakan

Pelaksanaan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh

Time‟ oleh KPSBU Jawa Barat Evaluasi

Rekomendasi kepada pihak manajemen

KPSBU

29

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak

Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru

Lembang Jalan Kayu Ambon nomor 23, Pasar Panorama, Lembang, Bandung,

Jawa Barat dan pabrik susu PT Industri Susu Alam Murni yang berlokasi di Jalan

Rumah Sakit nomor 114, Ujung Berung Bandung, Jawa Barat. Kegiatan penelitian

dan pengumpulan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2010.

Tempat penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive

sampling yaitu pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan-

pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan lokasi

adalah KPSBU Jawa Barat merupakan sentra produksi susu segar terbesar di Jawa

Barat.

4.2. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer yang

digunakan adalah data yang diperoleh dengan observasi langsung di tempat

penelitian, hasil wawancara dengan responden yang merupakan pihak pengurus

dari KPSBU Jawa Barat yang merupakan pengambil keputusan dalam KPSBU

Jawa Barat, pihak pengelola PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM), serta hasil

wawancara dengan petugas dari dinas pemerintahan yang terkait.

Data sekunder yang digunakan adalah data BPS, Dirjen Peternakan,

Laporan Tahunan ke-37 tahun 2008 KPSBU Jawa Barat, serta berbagai literatur

baik berupa buku maupun hasil penelitian sebelumnya. Instrumentasi atau alat

pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan,

alat perekam, dan alat pencatat.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Waktu yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah selama dua

bulan, yaitu dimulai dari bulan April 2010 hingga Mei 2010. Lokasi dalam

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah KPSBU Jawa Barat, PT ISAM,

dinas-dinas pemerintahan dan lembaga terkait serta perpustakaan LSI-IPB.

30

Responden yang berasal dari pengurus KPSBU, pengelola PT ISAM, serta

petugas dinas pemerintahan dan lembaga terkait ditentukan dengan menggunakan

metode purposive sampling karena pihak-pihak tersebut dianggap sebagai pihak-

pihak yang paling paham mengenai kondisi perusahaan dan industri yang terkait.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah :

1. Wawancara langsung dan mendalam dengan KPSBU, pengelola PT ISAM,

serta petugas dinas pemerintahan dan lembaga terkait.

2. Observasi langsung di lapangan mengenai proses pengolahan susu.

3. Pencarian di internet untuk pencarian beberapa data dan literatur.

4. Studi pustaka untuk pencarian literatur dari berbagai pustaka.

Adapun tabel jenis, macam dan sumber data disajikan di bawah ini :

Tabel 4. Jenis, Contoh dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

Jenis Data Contoh Data Sumber Data

Primer Harga produk, Bahan

baku dan penolong, Biaya

produksi, Merek lain

(pesaing), Lingkungan

persaingan

Internal KPSBU, Dinas

Perindustrian dan

Perdagangan, Manajemen

Hypermart Bandung

Indah Plaza

Sekunder Permintaan dan

penawaran susu

BPS, Ditjennak

4.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft

Excel dan dibantu oleh alat bantu lainnya seperti kalkulator. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kualitatif digunakan untuk mengetahui kelayakan produksi susu sterilisasi pada

KPSBU Jawa Barat diihat dari aspek-aspek nonfinansial, yaitu aspek pasar, aspek

teknis dan teknologi, aspek sumber daya manusia, aspek manajemen dan aspek

sosial, ekonomi serta lingkungan. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk

mengetahui kelayakan produksi susu sterilisasi dari segi aspek finansial. Metode

analisis yang digunakan adalah analisis kelayakan investasi dan analisis switching

value. Analisis kelayakan investasi digunakan dengan melibatkan beberapa

31

kriteria yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit

Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periode (PP).

1. Net Present Value (NPV)

NPV adalah nilai kini arus pendapatan yang ditimbulkan oleh

penanaman investasi. NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh

selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada

waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu

tertentu (Gittinger 1986). Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat

suku bunga yang relevan. Rumus menghitung NPV adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Bt = Penerimaan total pada tahun ke-t (Rupiah)

Ct = Pengeluaran total pada tahun ke-t (Rupiah)

t = Tahun proyek (t = 0, 1, 2, 3, ... , n), di mana n = 10

i = Tingkat suku bunga / diskonto (persen per tahun)

Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

NPV = 0, artinya usaha tersebut mampu mengembalikan persis sebesar

modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain,

usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi.

NPV > 0, artinya suatu usaha sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat

dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya.

NPV < 0, artinya usaha yang diperoleh dari usaha tersebut lebih kecil

daripada biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, usaha tersebut

merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.

2. Internal Rate Return (IRR)

IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat NPV dari suatu proyek

sama dengan nol. IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi

perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen

(Gittinger 1986). Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal

yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu

investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga

32

yang berlaku dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga

yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus untuk

menghitung IRR adalah:

Keterangan :

i = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif

i‟ = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif

NPV = NPV yang bernilai positif

NPV‟ = NPV yang bernilai negatif

3. Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka

perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah

nilai sekarang yang bernilai negatif.

Rumus untuk menghitung Net B/C adalah:

Keterangan :

Bt = Penerimaan total pada tahun ke-t (Rupiah)

Ct = Pengeluaran total pada tahun ke-t (Rupiah)

t = Tahun proyek (t = 0, 1, 2, 3, ... , n), di mana n = 10

i = Tingkat suku bunga / diskonto (persen per tahun)

Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

Net B/C = 1, berarti usaha tidak untung dan tidak rugi, sehingga usaha masih

layak untuk dilaksanakan.

Net B/C > 1, berarti usaha menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan.

Net B/C < 0, berarti usaha merugikan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

4. Tingkat Pengembalian Investasi / Pay Back Period (PP)

Penilaian PP dilakukan untuk mengetahui pada umur berapakah

investasi dapat dikembalikan oleh perusahaan melalui usaha yang dilakukan.

33

Semakin cepat pengembalian investasi, maka semakin lancar perputaran

modalnya dan semakin baik usaha tersebut dapat dijalankan. Pada dasarnya

semakin cepat Payback Period menandakan semakin kecil resiko yang

dihadapi oleh investor.

5. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)

Analisis nilai pengganti (analisis switching value) adalah suatu variasi

dari analisis sensitivitas (Gittinger dalam Nurmalina 2009). Switching value

merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari

perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan

produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau

peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih

tetap layak. Perhitungan ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi

sampai dengan NPV sama dengan nol (NPV = 0).

Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas dengan switching value

adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara

empirik bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Sedangkan pada

perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari. Bila melebihi

switching value tersebut, maka bisnis tidak layak atau NPV < 0.

Analisis switching value dilakukan dengan menghitung secara coba-

coba perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan di dalam

komponen inflow atau outflow (Nurmalina et al 2009). Setelah mengetahui

persentase yang menyebabkan NPV positif dan negatif, kemudian dihitung

interpolasi untuk mengetahui batas perubahan yang menyebabkan NPV = 0.

Rumus untuk mencari interpolasi adalah sebagai berikut :

NPV

Interpolasi = p + (p‟ – p)

NPV – NPV‟

Keterangan :

p = Perubahan komponen inflow atau outflow yang menghasilkan NPV positif

p‟= Perubahan komponen inflow atau outflow yang menghasilkan NPV negatif

NPV = NPV yang bernilai positif

NPV‟ = NPV yang bernilai negative

34

4.5. Asumsi Dasar

Terdapat beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam melakukan analisis

kelayakan usaha produksi susu sterilisasi pada penelitian ini, yaitu :

1. Skenario I merupakan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh Time‟ yang

dilakukan oleh KPSBU dengan mengadakan kontrak kerjasama berbentuk

subkontrak produksi dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM) milik

GKSI. Dalam hal ini, KPSBU melakukan „penitipan‟ produksi pada pabrik

pengolahan susu PT ISAM, sedangkan bahan baku, kemasan dan label

disediakan oleh KPSBU.

2. Skenario II merupakan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh Time‟ yang

dilakukan oleh KPSBU dengan melakukan pembangunan pabrik terlebih

dahulu dan mengadakan investasi mesin-mesin pengolahan serta peralatan

dan perlengkapan lainnya dan berproduksi dengan volume produksi yang

sama dengan skenario I.

3. Skenario III merupakan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh Time‟ yang

dilakukan oleh KPSBU dengan melakukan pembangunan pabrik terlebih

dahulu dan mengadakan investasi mesin-mesin pengolahan serta peralatan

dan perlengkapan lainnya dan mengolah seluruh susu yang tidak dapat

dipasok pada FFI (16 ton) menjadi produk olahan susu.

4. Umur usaha untuk ketiga skenario adalah 15 tahun. Hal ini didasarkan pada

umur ekonomis investasi yang paling lama yaitu bangunan pabrik.

5. Sumber modal yang digunakan pada skenario I seluruhnya berasal dari

KPSBU, sedangkan skenario II dan III modal berasal dari KPSBU dan juga

pinjaman dari bank (dalam hal ini BNI 46). BNI 46 digunakan karena

koperasi memiliki simpanan di bank tersebut.

6. Tingkat diskonto (discount rate) yang digunakan untuk skenario I adalah

sebesar 6,75 persen yang merupakan tingkat suku bunga simpanan Bank BNI

46, sedangkan untuk skenario II dan III adalah sebesar 11 persen yang

merupakan tingkat suku bunga pinjaman Bank BNI 46.

7. Tahun pertama usaha pada skenario I, II dan III adalah tahun 2010.

8. Jumlah produksi pada kedua skenario semakin meningkat setiap tahunnya

dengan asumsi peningkatan tersebut disebabkan oleh kegiatan promosi yang

35

dilakukan oleh KPSBU dan juga semakin dikenalnya produk oleh

masyarakat.

9. Kapasitas produksi pada skenario I dan II mengacu pada kapasitas produksi

yang dimiliki oleh pabrik PT ISAM yaitu kapasitas mesin autoclave sebesar

4.000 botol perjam atau sekitar 0,93 ton perjam. Adapun frekuensi produksi

susu sterilisasi Fresh Time adalah dua kali seminggu yaitu sesuai dengan

kesepakatan antara PT ISAM dengan KPSBU Jawa Barat.

10. Kapasitas produksi pada skenario III mengacu pada kapasitas mesin

pasteurisasi yaitu 5 ton perjam dan mesin steril botol (autoclave) yaitu 0,93

ton perjam dengan melakukan produksi setiap harinya selama 16 jam perhari.

11. Pada skenario II dan III, koperasi mulai berproduksi pada saat semester kedua

tahun kedua, karena memerlukan waktu selama satu setengah tahun atau 18

bulan untuk melakukan pengurusan perijinan lahan, perijinan pendirian

pabrik, pembangunan pabrik, pembelian serta instalasi mesin-mesin dan

peralatan.

12. Harga input dan output yang digunakan dalam penelitian adalah harga

konstan, hal ini untuk mempermudah penghitungan cashflow. Perubahan

yang terjadi diperhitungkan dalam analisis switching value.

13. Perhitungan pajak dilakukan melalui analisis laba rugi berdasarkan UU No.

36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan.

36

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Sejarah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat

Hal yang melatarbelakangi pembentukan Koperasi Peternak Sapi Bandung

Utara (KPSBU) adalah adanya permasalahan yang dihadapi oleh para peternak di

wilayah Bandung bagian Utara. Permasalahan tersebut adalah susu yang

dihasilkan oleh peternak ditampung oleh tengkulak yang memberikan harga

pembelian yang terbilang sangat rendah jika dibandingkan menjual langsung

kepada Industri Pengolahan Susu (IPS). Hal lainnya adalah kekhawatiran para

peternak akan kekontinuan tengkulak dalam menampung susu yang dihasilkan

oleh peternak karena susu diproduksi setiap harinya oleh sapi perah sehingga jika

dalam satu hari saja susu tersebut tidak diolah, maka susu segar akan rusak dan

terbuang sia-sia dikarenakan sifat susu segar yang mudah rusak (perishable).

Karena peternak merasa dirugikan dan memiliki bargaining position yang rendah,

maka 35 orang peternak pun berinisiatif untuk membentuk suatu wadah yang

dapat membantu para peternak dalam memasarkan susu segar yang diproduksi

setiap harinya kepada IPS atau pihak lain yang memerlukan pasokan susu segar.

Akhirnya pada tahun 1971 terbentuklah suatu badan yang dapat

mempersatukan para peternak sapi perah di kawasan Bandung bagian Utara yaitu

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU). Pembentukan koperasi ini

disambut baik oleh para peternak yang ditunjukkan dengan bergabungnya mereka

ke dalam KPSBU karena para peternak merasa tertarik akan fasilitas yang

ditawarkan koperasi terhadap anggotanya dan kesejahteraan yang lebih terjamin

jika bergabung ke dalam koperasi.

Sejak tahun 1971 hingga 2008, wilayah kerja dari KPSBU ini hanya terdiri

dari daerah Bandung bagian Utara saja atau daerah Kabupaten Bandung, terutama

di Kecamatan Lembang. Namun pada perjalanannya, KPSBU berkembang

sehingga memiliki peternakan di daerah Kabupaten Subang dan wilayah

percobaan peternakan sapi perah di daerah Kabupaten Karawang. Ditambah lagi

dengan terjadinya perubahan administratif pada Kabupaten Bandung pada tahun

2008 yang berdampak pada pemekaran wilayah Kabupaten Bandung Barat

sehingga Kecamatan Lembang, yang merupakan basis kegiatan administrasi

KPSBU, menjadi berada pada Kabupaten Bandung Barat. Oleh karena itu, pihak

37

kementerian memberikan arahan kepada KPSBU untuk mengubah wilayah

kerjanya menjadi Koperasi Tingkat Provinsi karena wilayah kerja KPSBU berada

di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan

Kabupaten Subang sehingga namanya berganti menjadi KPSBU Jawa Barat.

Selain wilayah kerja, KPSBU Jawa Barat juga memiliki lahan untuk pakan sapi

perah di daerah Kabupaten Karawang. Dengan statusnya sebagai Koperasi

Tingkat Provinsi memudahkan KPSBU Jawa Barat untuk menjalin kerja sama

dengan pihak BUMN, Perhutani dalam pengadaan rumput pakan dan juga

peternak-peternak sapi perah.

Dari awal terbentuknya KPSBU hingga kini menjadi KPSBU Jawa Barat,

koperasi ini telah mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, yaitu produksi

susu, anggota koperasi dan juga populasi sapi perah yang selalu meningkat setiap

tahunnya. Selain itu, KPSBU Jawa Barat juga mengalami peningkatan dalam

mutu manajemen koperasi sehingga pada tahun 2006 KPSBU mendapatkan

penghargaan Indonesia Cooperatives Award (ICA) dari Kementerian Negara

Koperasi dan UKM dan Majalah SWA sebagai koperasi terbaik peringkat kelima

dari sepuluh koperasi terbaik di Indonesia. Penghargaan tersebut didapat atas kerja

keras anggota, pengurus, karyawan serta kerja sama yang dilakukan dengan

berbagai pihak sehingga KPSBU memiliki manajemen koperasi yang baik serta

kualitas susu yang baik pula. Pada tahun 2008 rata-rata kualitas susu yang

diproduksi oleh KPSBU memiliki Total Solid sebesar 11,79 persen dan Total

Plate Count sebesar 0,85 juta/ml.

5.2. Lokasi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat berlokasi di

Kompleks Pasar Baru Lembang Jalan Kayu Ambon nomor 23, Pasar Panorama,

Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. KPSBU Jawa Barat

yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang berfungsi sebagai kantor

administratif, tempat diadakannya Rapat Anggota Tahunan, pelatihan dasar

anggota koperasi, tempat pemasaran susu segar dan olahan kepada konsumen atau

agen, warung serba ada (waserda) bagi anggota dan pengurus koperasi, pabrik

pakan ternak serta sebagai cooling unit pusat yang dimiliki oleh KPSBU.

38

Selain kantor administratif tersebut, KPSBU juga memiliki lahan yang

tersebar di beberapa wilayah kerjanya, seperti cooling unit daerah yang terdapat di

beberapa daerah seperti Cibodas, Cibogo, Nagrak dan Cibedug, lahan untuk

pembibitan sapi perah di daerah Nagrak, lahan di Kabupaten Subang, lahan-lahan

yang dipergunakan untuk mendirikan Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) yang

tersebar di 24 daerah, serta lahan percobaan peternakan sapi perah dan lahan

untuk produksi pakan sapi perah di Kabupaten Karawang.

5.3. Visi, Misi dan Tujuan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara

(KPSBU) Jawa Barat

Visi dari KPSBU Jawa Barat adalah menjadi koperasi susu terdepan di

Indonesia dalam menyejahterakan anggotanya. Untuk mencapai visi tersebut,

KPSBU Jawa Barat menjabarkan visinya dalam pernyataan misi KPSBU Jawa

Barat yang menjadi bagian penting untuk penetapan sasaran (tujuan) perusahaan

dan perumusan strategi perusahaan. Suatu misi bisnis (hasil dari penjabaran visi

bisnis) merupakan dasar untuk menetapkan prioritas bisnis, strategi bisnis,

rencana bisnis, dan penugasan kerja. Misi bisnis dapat dijabarkan kembali, agar

lebih konkrit. Penjabaran misi bisnis ini dapat dituangkan kembali ke dalam

penjabaran tujuan bisnis. Hasi pelaksanaan dari tujuan ini pada akhirnya akan

menuju visi bisnis yang telah ditetapkan sebelumnya (David 2002). Adapun misi

dari KPSBU Jawa Barat adalah :

1. Menyejahterakan anggota melalui layanan prima dalam industri persusuan

dengan manajemen yang berkomitmen.

2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi melalui pendidikan,

pemberdayaan sumberdaya manusia dan kemitraan strategis.

Sedangkan tujuan utama KPSBU Jawa Barat adalah menghasilkan core

commodity yang unggul yakni susu segar yang dihasilkan peternak sebagai produk

bermutu tinggi di pasaran. Dalam mencapai visi, misi dan tujuannya, KPSBU

Jawa Barat dibekali dengan nilai-nilai KPSBU yaitu inovatif, dinamis,

berorientasi pada kualitas, keterbukaan, keadilan, demokratis dan mandiri. Selain

nilai-nilai tersebut, KPSBU Jawa Barat juga memiliki anggota yang setia dan aktif

dalam menjalankan semua kewajiban sehingga dapat bersama-sama berjuang

dalam mencapai visi, misi dan tujuan KPSBU Jawa Barat. Sebagai realisasi dari

39

misi KPSBU Jawa Barat, pengurus mendorong tercapainya transparansi dan

bertanggung jawab membangun manajemen koperasi yang berbasis pada hasil dan

berorientasi pada kebutuhan anggota. Manajemen diarahkan untuk berfungsi

sebagai sebuah tim agar dapat mendukung keberadaan koperasi dalam lingkungan

yang sangat kompetitif saat ini. Cost effective dan quality oriented merupakan

kewajiban bagi Tim Manajemen6.

5.4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi Peternak Sapi

Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat

Seperti halnya koperasi di Indonesia pada umumnya, organisasi koperasi

pada KPSBU Jawa Barat terdiri dari keanggotaan, rapat anggota, badan pengurus,

pengawas dan seorang manajer yang memimpin sejumlah karyawan yang bertugas

dalam melaksanakan pengelolaan usaha pada KPSBU Jawa Barat. Keanggotaan

koperasi termasuk salah satu unsur yang menentukan dalam organisasi koperasi.

Kedudukan anggota dalam koperasi secara hukum adalah suatu keharusan dan

sebagai konsekuensinya adalah anggota tersebut memiliki hak serta kewajiban

umum. Dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian yang menyebutkan 1) Anggota koperasi adalah pemilik dan

sekaligus pengguna jasa koperasi; 2) Keanggotaan koperasi dicatat dalam buku

daftar anggota. Jumlah anggota KPSBU Jawa Barat selalu mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun yang disebabkan karena tingginya kesadaran

peternak sapi akan pentingnya menjadi anggota koperasi untuk meningkatkan

kesejahteraannya. Peningkatan keanggotaan tersebut dapat dilihat dari Tabel 5.

Rapat anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan menetapkan

kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi.

Kebijaksanaan dan keputusan yang ditetapkan oleh rapat anggota harus ditaati dan

mengikat semua anggota, pengurus, pengawas dan pengelola usaha koperasi. Pada

KPSBU Jawa Barat Rapat Anggota dilaksanakan minimal satu kali setiap

tahunnya dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT). RAT ini dihadiri oleh pengurus,

pengawas, perwakilan anggota yaitu sekitar 10% dari anggota aktif tahun buku

sebelumnya dan undangan-undangan lainnya. Dalam RAT, anggota aktif

6 KPSBU Jawa Barat. 2008. Tentang KPSBU. http://www.kpsbu.co.id [29 Januari 2010]

40

mempunyai hak menyampaikan saran dan pendapatnya yang mewakili kondisi

anggota-anggota yang diwakilinya dalam RAT. RAT dipimpin oleh ketua KPSBU

Jawa Barat dan apabila ketua berhalangan hadir, pimpinan rapat dilakukan oleh

salah seorang pengurus. Bahan RAT adalah buku laporan pertanggungjawaban

pengurus dan pengawas KPSBU tahun buku sebelumnya dan rencana kerja dan

rencana anggaran pendapatan dan biaya (RAPB) KPSBU tahun buku saat ini. Hal

ini dibutuhkan dalam mengevaluasi pencapaian tahun ini dengan tahun

sebelumnya serta pencapaian target-target yang telah disusun sebelumnya pada

awal tahun. Keputusan rapat diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan

apabila tidak tercapai kata sepakat dilakukan pemungutan suara dari anggota yang

hadir.

Tabel 5. Keanggotaan KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2008

Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah

2006 5.189 974 6.163

2007 5.254 972 6.226

2008 5.332 1.019 6.351

Sumber : Buku Laporan Tahunan KPSBU Jawa Barat ke-37 (2009)

Unsur lain dari organisasi koperasi adalah pengurus. Sesuai dengan pasal

29 ayat 2 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang

menyebutkan bahwa pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota, sedang

dalam pasal 30 di antaranya juga disebutkan bahwa 1) Pengurus bertugas

mengelola koperasi dan usahanya; 2) Pengurus berwenang mewakili koperasi di

dalam dan di luar pengadilan.

Tabel 6. Susunan Pengurus KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011

No. Jabatan Nama

1 Ketua Drs. Dedi Setiadi SP.

2 Sekretaris drh. Ramdan Sobahi

3 Bendahara Toto Abidin

Sumber : Buku Laporan Tahunan KPSBU Jawa Barat ke-37 (2009)

41

Selain pengurus, ada pula pengawas yang mengemban amanat anggota

untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan

pengelolaan koperasi, sebagaimana telah ditetapkan dalam anggaran

dasar/anggaran rumah tangga koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya

yang ditetapkan dan berlaku dalam koperasi. Fungsi dari pengawas adalah

mengamankan keputusan rapat anggota, ketentuan anggaran dasar/anggaran

rumah tangga koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya yang berlaku

dalam koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya yang berlaku dalam

koperasi bersangkutan. Di samping itu, pengawas juga berfungsi untuk

melindungi kepentingan anggota dan koperasi dari kesewenangan dan

penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus dan atau pengelola. Susunan

pengawas pada KPSBU Jawa Barat adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Susunan Pengawas KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011

No. Jabatan Nama

1 Ketua Jajang Sumarno, BE

2 Anggota H. Asep Hamdani, ST

Mansyur Hamzah

Sumber : Profil KPSBU Jawa Barat (2010)

Pada KPSBU Jawa Barat, pengurus mengangkat pengelola sebagai pihak

yang melaksanakan pengelolaan usaha sesuai dengan kuasa dan wewenang yang

diberikan oleh pengurus. Manajer KPSBU Jawa Barat yaitu Agus Rahmat

Indrajaya, SE memimpin sekitar 289 karyawan yang tergabung dalam suatu

manajemen yang melayani anggota KPSBU agar anggota dapat menghasilkan

susu segar yang bermutu tinggi yang dapat diterima oleh Industri Pengolahan

Susu. Manajemen terdiri dari 12 bagian, dimana masing-masing bagian dipimpin

oleh seorang kepala bagian dan beranggotakan sejumlah staf atau karyawan.

Bagian-bagian tersebut adalah bagian personalia dan kesekretariatan, bagian

warung serba ada, bagian makanan ternak, bagian pelayanan keuangan, bagian

administrasi keuangan, bagian pembibitan, bagian inseminasi buatan dan

kesehatan hewan, bagian pengelolaan susu, bagian kelembagaan dan penyuluhan,

bagian produksi susu, bagian pengembangan Puspa Mekar serta bagian

42

pengembangan Ciater. Lebih jelasnya untuk struktur organisasi dari KPSBU Jawa

Barat dapat dilihat dari Lampiran 4.

5.5. Aktivitas Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa

Barat

Aktivitas yang dilakukan oleh Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara

(KPSBU) Jawa Barat dapat dibedakan menjadi dua yaitu aktivitas utama dan

aktivitas penunjang. Aktivitas utama dari KPSBU Jawa Barat adalah menampung

susu murni setiap harinya dari peternak, melakukan proses pendinginan pada susu

murni sebelum akhirnya dilakukan pengiriman kepada IPS yang membutuhkan

susu murni dari KPSBU Jawa Barat. Susu murni dari peternak dikumpulkan dua

kali dalam sehari yaitu pada pukul 4 pagi dan 4 sore. Para peternak menyetorkan

susunya kepada Tempat Penampungan Susu (TPS) yang terdapat di beberapa

lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal para peternak. Satu buah TPS

terdiri dari 15-100 orang peternak dengan syarat pembentukan TPS yaitu setiap

TPS harus mampu menyetorkan minimal 100 liter susu setiap paginya. KPSBU

Jawa Barat memiliki 648 TPS yang dibuat untuk memudahkan proses

pengambilan susu kepada peternak. Pada setiap TPS terdapat tiga petugas yang

melayani peternak dalam penyetoran susu, yaitu supir truk tangki susu yang

merangkap sebagai petugas penakar susu, petugas pemeriksaan susu yang

memeriksa kandungan alkohol, berat jenis dan organoleptik dari susu serta

petugas administrasi daerah yang bertugas mencatat setoran peternak setiap

harinya, karena susu akan dibayar setiap lima belas hari sekali sesuai dengan

catatan petugas administrasi daerah.

Dari TPS, susu lalu dikirim ke Tempat Pelayanan Koperasi (TPK).

KPSBU Jawa Barat memiliki 21 TPK yang masing-masingnya terdiri dari dua

sampai enam TPS. Untuk meminimalisir perkembangbiakkan bakteri pada susu,

susu segar dari peternak harus langsung dikirim ke cooling unit (CU) yang

dimiliki oleh KPSBU. KPSBU memiliki tujuh buah CU yaitu satu buah CU Pusat

di kantor administrasi KPSBU Jawa Barat di Kompleks Pasar Baru Lembang dan

enam buah CU daerah yang tersebar di tiga kawasan yaitu Kecamatan Lembang,

Parompong dan Kabupaten Subang. Pada CU dilakukan proses pendinginan, yaitu

susu didinginkan dari suhu pemerasan yang berkisar dari 15° hingga 18° C

43

menjadi 2° - 4° C. Proses pendinginan ini dilakukan agar bakteri tidak

berkembang biak pada susu karena susu masih harus diantar ke IPS yang berjarak

tempuh lebih dari dua jam. Setelah didinginkan, susu lalu dinaikkan ke truk tangki

susu yang berkapasitas 6.000 – 12.500 liter sesuai dengan pesanan perusahaan.

Lalu susu dari setiap truk tangki yang akan diberangkatkan wajib melalui proses

pemeriksaan yang dilakukan oleh laboratorium KPSBU untuk memastikan bahwa

susu yang dikirim sesuai dengan standar IPS juga sebagai salah satu syarat untuk

dikeluarkannya surat jalan untuk masing-masing truk tangki susu. Setelah

menerima surat jalan, susu-susu pun diberangkatkan ke IPS yang berlokasi di

Jakarta yaitu PT. Frisian Flag Indonesia.

Aktivitas lainnya adalah aktivitas pemasaran susu. Pada tahun 2009,

persentase pemasaran susu yang dilakukan oleh KPSBU adalah 74 persen atau

sekitar 100 ton dari 135 ton total produksi susu keseluruhan dipasarkan pada PT.

Frisian Flag Indonesia, 14,8 persen atau sekitar 20 ton susu dipasarkan pada

beberapa IPS yang membutuhkan pasokan susu murni dari KPSBU, dan 11,11

persen atau sekitar 15 ton susu dijual langsung kepada konsumen. Dari 15 ton

yang dipasarkan langsung, sebanyak 8 ton dijual per liter dengan harga Rp 3.650,

00 per liter dan sisanya diolah menjadi yoghurt Fresh Time yang dijual dengan

harga Rp 3.000, 00 per cup dan susu sterilisasi Fresh Time dengan harga Rp

2.500, 00 per botol.

Dari masing-masing proses pemasaran tersebut memiliki kekuatan dan

kelemahan yang berbeda. Untuk pemasaran susu ke IPS keuntungan yang didapat

adalah IPS secara kontinu dapat menampung pasokan dari KPSBU sehingga

produksi susu KPSBU terjamin pemasarannya, sedangkan kelemahannya adalah

harga yang relatif rendah yang cenderung tidak pernah meningkat sehingga tidak

menghasilkan keuntungan bagi koperasi dan anggotanya. Pemasaran susu murni

eceran perliter langsung kepada konsumen memiliki kekuatan yaitu

menguntungkan karena menghasilkan profit dari setiap penjualannya sedangkan

kelemahannya adalah kuantitas penjualan susu secara eceran relatif sedikit yaitu

hanya 8 ton per harinya. Untuk penjualan yoghurt dan susu sterilisasi keuntungan

yang dimiliki adalah menghasilkan profit yang besar karena susu murni diberi

44

perlakuan dan nilai tambah sebelum dijual kepada konsumen, namun memiliki

kelemahan yaitu kuantitas susu yang diolah masing sangat sedikit.

Aktivitas lainnya adalah aktivitas pelayanan terhadap anggota yang terdiri

dari :

1. Warung Serba Ada (Waserda)

Waserda yang dikelola oleh KPSBU Jawa Barat menyediakan barang-barang

kebutuhan rumah tangga dan kandang khusus bagi anggota dan karyawan

koperasi. Barang-barang yang telah dipesan akan dikirim langsung ke rumah

peternak. Sistem pembayarannya menggunakan sistem kartu yang dapat diisi

ulang atau sistem pemotongan pada saat pembayaran susu.

2. Pelayanan peternakan

Pelayanan peternakan ini terdiri dari empat pelayanan dan kegiatan yaitu :

a. Kesehatan hewan dan inseminasi buatan

KPSBU Jawa Barat menyediakan dokter hewan yang siaga 24 jam untuk

melayani peternak akan masalah kesehatan sapi perahnya seperti sakit dan

melahirkan. Para peternak tidak dikenakan biaya jasa dokter namun untuk

obat tetap harus membayar sesuai dengan obat yang diperlukan untuk

kesehatan sapi perahnya. Selain itu disediakan juga inseminasi buatan

yang dapat menyebabkan sapi betina hamil tanpa kawin.

b. Pakan konsentrat

KPSBU Jawa Barat sudah memiliki Pabrik Makanan Ternak sendiri yang

menghasilkan pakan konsentrat untuk sapi perah milik anggota koperasi.

Hingga kini pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi pakan hingga

2.091.350 kg/bulan. Pakan yang dipesan akan langsung diantar oleh

petugas koperasi langsung ke kandang anggota.

c. Pembibitan sapi

Lahan untuk pembibitan sapi perah yang dimiliki oleh KPSBU Jawa Barat

terdapat di kawasan Nagrak. Peternak dapat membeli sapi perah dengan

tunai atau dengan kredit. Untuk pembayaran secara kredit tidak dikenakan

bunga pinjaman kepada peternak. Pembelian dapat dilakukan kapan saja

sepanjang tahun.

45

d. Program sapi bergulir mandiri

Program ini adalah hasil kerja sama antara KPSBU Jawa Barat dengan

pemerintah daerah yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali.

Pemerintah memberi subsidi kepada koperasi untuk membeli sapi perah.

Sapi perah lalu dibagikan kepada 20-30 anggota yang dipilih secara acak

dan anggota dapat mengkredit sapi tersebut tanpa bunga.

3. Pelayanan anggota lainnya

a. Pelayanan simpan pinjam anggota

Pelayanan koperasi ini memberikan kesempatan kepada anggota untuk

melakukan pinjaman tanpa beban bunga.

b. Pelayanan kesehatan anggota

Koperasi menunjuk bidan dan dokter di setiap wilayah kerja koperasi

untuk melayani kebutuhan anggota akan kesehatan dirinya dan anggota

keluarganya. Koperasi menyediakan lima kartu kesehatan kepada setiap

anggota yang masing-masing berharga Rp 17.500,00 untuk ditukarkan

dengan biaya pengobatan yang dilakukan oleh bidan atau dokter.

Selain pelayanan terhadap anggota, seperti halnya koperasi pada

umumnya, setiap satu tahun sekali KPSBU Jawa Barat menyelenggarakan

pendidikan dan pelatihan untuk para calon anggota koperasi. KPSBU Jawa Barat

juga secara rutin mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan untuk masyarakat

yang berada di wilayah kerja koperasi. Kegiatan sosial itu terdiri dari

pembangunan masjid, jalan, khitanan massal, dan beasiswa kepada anak anggota

yang memenuhi persyaratan dari koperasi.

46

VI ASPEK NONFINANSIAL

Pada penelitian ini, kelayakan usaha diteliti dari dua aspek yaitu aspek

nonfinansial dan aspek finansial. Aspek nonfinansial yang dibahas pada bagian ini

adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial,

ekonomi dan lingkungan.

6.1. Aspek Pasar

Persaingan yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang menghasilkan

produk sejenis di pasar menjadikan aspek pasar lebih diprioritaskan dibandingkan

aspek lainnya dalam pertimbangan investor dan pengambil keputusan dalam

pendirian ataupun perluasan usaha. Pada penelitian ini, aspek pasar yang diteliti

meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran.

6.1.1 Potensi Pasar

Dalam menganalisis potensi pasar dari susu sterilisasi Fresh Time dapat

terlebih dahulu melihat potensi pasar dari susu segar dalam negeri (SSDN) yang

dapat diketahui dengan membandingkan antara produksi SSDN dengan konsumsi

susu (dalam berbagai jenis susu) dalam beberapa tahun terakhir seperti yang

terlihat pada Tabel 8. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa produksi SSDN

mengalami peningkatan yang cenderung kecil setiap tahunnya sehingga produksi

SSDN pada setiap tahunnya tidak mampu memenuhi konsumsi susu rakyat

Indonesia. Persentase pemenuhan konsumsi susu oleh produksi SSDN dalam

negeri bahkan cenderung stabil dan pada tahun 2005 mengalami penurunan yang

sangat signifikan.

Jalan keluar yang dilakukan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) sebagai

produsen terbesar berbagai jenis susu olahan yang dikonsumsi oleh rakyat

Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku susu segar adalah dengan

mengimpor susu dari luar negeri. Sebagian besar susu yang diimpor dari luar

negeri oleh IPS berbentuk Skim Milk Powder (SMP) dan Anhydrous Milk Fat

(AMF). Oleh karena itu, masih sangat jarang ditemui susu sterilisasi atau UHT di

pasaran yang mengandung 100 persen susu murni sehingga dapat memberikan

gizi terbaik bagi konsumennya. Dalam hal ini, KPSBU Jawa Barat memproduksi

47

susu sterilisasi yang mengandung 100 persen susu murni dan tidak mengandung

zat-zat kimia yang berbahaya seperti zat pengawet.

Tabel 8. Perbandingan Produksi SSDN dengan Konsumsi Susu Nasional Tahun

2001-2008

Tahun Produksi SSDN

(ton)

Konsumsi susu

nasional (ton)

Persentase pemenuhan

konsumsi susu oleh SSDN

(%)

2001 479.947 883.758 54%

2002 493.375 889.934 55%

2003 553.442 1.133.091 49%

2004 549.945 957.624 57%

2005 535.960 845.744*) 63%

2006 616.548 1.621.524 38%

2007 567.682 1.758.243 32%

2008**) 574.406 - -

Keterangan : *) Tidak masuk data beberapa provinsi

**) Angka sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, diolah (2010)

Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki jumlah penduduk

peringkat pertama terbesar di Indonesia sehingga Jawa Barat merupakan potensi

pasar yang besar bagi susu sterilisasi Fresh Time produksi KPSBU Jawa Barat.

Potensi pasar utama dari susu sterilisasi Fresh Time adalah penduduk dengan

kategori umur antara 5 hingga 24 tahun. Penduduk dengan kategori umur tersebut

merupakan 35 persen dari total penduduk di Provinsi Jawa Barat. Selain hal

tersebut, faktor lain yang merupakan potensi pasar dari susu sterilisasi Fresh Time

adalah peningkatan jumlah penduduk yang terjadi di provinsi Jawa Barat setiap

tahunnya. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistika Provinsi

Jawa Barat diketahui bahwa pengeluaran rata-rata perkapita sebulan dari

masyarakat Jawa Barat yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan telur dan

susu pada tahun 2009 adalah Rp 14.350,00 yang meningkat dari tahun

sebelumnya yaitu sebesar Rp 12.613,00 atau 6,52 persen dari total keseluruhan

48

pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan dalam

sebulannya perkapita.

Tabel 9. Proyeksi Umur menurut Kategori Kelompok Umur di Jawa Barat tahun

2005 – 2010

Kelomp

ok

Umur

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

5 – 9 3.605,21 3.635,77 3.717,47 3.823,05 3.910,35 3.948,47

10 – 14 3.861,69 3.871,96 3.870,2 3.861,7 3.861,41 3.884,58

15 – 19 3.872,24 3.898,51 3.928,44 3.967,03 4.003,34 4.025,47

20 – 24 3.742,89 3.768,33 3.801,57 3.833,39 3.856,48 3.876,65

Jumlah 15.082,03 15.174,57 1.5317,68 15.485,17 15.631,58 15.735,17

Sumber : BPS Jawa Barat (2010)

Pada Tabel 10 diketahui bahwa semakin tingginya pendapatan seseorang

maka pengeluarannya untuk susu pun akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa

pengkonsumsi susu tersebar di seluruh golongan pendapatan dan menjadi pasar

yang potensial bagi susu sterilisasi Fresh Time produksi KPSBU Jawa Barat

karena harga yang ditawarkan relatif dapat terjangkau oleh seluruh golongan

pendapatan di Jawa Barat.

Tabel 10. Pengeluaran untuk Telur dan Susu perkapita dalam Sebulan untuk

Masing-masing Golongan Pengeluaran perkapita Sebulan Tahun 2009

No. Golongan Pengeluaran perkapita

Sebulan (Rp)

Pengeluaran perkapita Sebulan

(Rp)

1 Kurang dari 100.000 1.013

2 100.000 – 149.999 2.842

3 150.000 – 199.999 4.686

4 200.000 – 299.999 7.474

5 300.000 – 499.999 13.518

6 500.000 – 749.000 22.781

7 750.000 – 999.999 31.631

8 1.000.000 dan lebih 47.449

Rata-rata perkapita 14.350

Sumber : BPS (2010)

49

Pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang secara kontinu meningkat

karena perkembangan kondisi ekonomi juga menambah jumlah potensi pasar bagi

susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat. Prospek lainnya juga terdapat

pada lokasi Kota Bandung yang merupakan salah satu pusat wisata di Jawa Barat

bahkan di Pulau Jawa sehingga menyebabkan banyaknya tempat wisata, rumah

makan, dan tempat oleh-oleh khas Bandung yang dapat dijadikan pasar potensial

oleh produk ini. Selain itu, koperasi juga dapat memasuki pasar anak sekolahan,

kantor dan pasar yang tersebar di seluruh Jawa Barat.

Tabel 11. Peningkatan Jumlah Penduduk di Jawa Barat Tahun 2005 -2008

No. Tahun Jumlah Penduduk Persentase Peningkatan

Jumlah Penduduk (%)

1 2005 39.960.869

2 2006 40.737.594 1,94

3 2007 41.483.729 1,83

4 2008 42.194.869 1,71

Sumber : BPS Jawa Barat, diolah (2010)

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 ini sedang

menghidupkan gerakan minum susu dalam rangka memperingati Hari Susu

Nusantara yang diadakan pertama kalinya di Indonesia pada tahun ini. Dengan

adanya gerakan ini semakin memperluas dan memperkuat potensi pasar dari susu

sterilisasi Fresh Time yang ditawarkan oleh KPSBU Jawa Barat.

Berdasarkan beberapa hal di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

potensi untuk produk susu sterilisasi Fresh Time dari KPSBU Jawa Barat dan

koperasi berpeluang untuk menarik konsumen yang peduli akan kesehatannya

dengan mengkonsumsi susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat yang

menawarkan produk dengan kandungan susu murni 100 persen.

Pada skenario III, selain memproduksi susu sterilisasi, koperasi juga

memproduksi susu pasteurisasi rasa stroberi dan cokelat dan yoghurt Fresh Time

dengan lima varian rasa (melon, stroberi, duren, anggur dan moka). Susu

pasteurisasi dan yoghurt memiliki potensi pasar yang sama dengan susu sterilisasi

Fresh Time, karena sebelumnya pun koperasi telah memproduksi jenis olahan

50

susu tersebut namun dengan kuantitas produksi yang tidak terlalu besar dan

menggunakan teknologi yang masih sederhana.

6.1.2 Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran dari produk susu sterilisasi Freh Time dapat dianalisis

dari penetapan segmentasi, target dan posisi produk di pasar serta bauran

pemasaran susu sterilisasi Fresh Time oleh KPSBU Jawa Barat.

6.1.2.1 Segmentasi, Target dan Posisi Produk di Pasar

Pada aspek geografis, segmentasi pasar bagi produk susu sterilisasi Fresh

Time adalah Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan letak KPSBU Jawa Barat

berada di Provinsi Jawa Barat sehingga koperasi merasa bertanggung jawab untuk

menyuplai kebutuhan susu bagi pemenuhan gizi masyarakat Jawa Barat. Dalam

pengimplementasiannya, distribusi susu sterilisasi Fresh Time baru mencapai kota

dan kabupaten Bandung, Subang dan Majalengka.

Dalam aspek demografis, segmentasi pasar susu sterilisasi Fresh Time

adalah konsumen dengan umur di atas tiga tahun hingga orang dewasa, semua

jenis kelamin, dalam keluarga memiliki anak-anak dan remaja yang masih sangat

membutuhkan asupan gizi untuk pertumbuhannya, berbagai tingkat pendapatan,

pendidikan dan pekerjaan.

Target pasar dari susu sterilisasi Fresh Time adalah masyarakat yang

terdapat pada tiga unsur yaitu SEPAKAT (sekolah, pasar dan kantor). Dengan

target ini diharapkan susu sterilisasi dapat menjangkau berbagai elemen

masyarakat. Positioning dari susu sterilisasi Fresh Time adalah sebagai minuman

kesehatan yang menyegarkan dan terbuat dari susu segar.

6.1.2.2 Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran dari susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat

adalah sebagai berikut :

a. Produk

Susu sterilisasi Fresh Time merupakan barang konsumsi, yaitu barang

yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi. Berbeda dengan

kebanyakan susu sterilisasi yang beredar di pasaran, yaitu menggunakan

campuran antara susu murni dan padatan susu tanpa lemak, KPSBU Jawa

51

Barat menawarkan produk susu sterilisasi dengan kandung susu murni sebesar

100 persen. Hal ini menyebabkan kandungan gizi yang terdapat pada susu

sterilisasi ini lebih besar dibandingkan dengan produk susu sterilisasi lainnya.

Selain karena alasan pemenuhan gizi masyarakat, KPSBU Jawa Barat juga

menawarkan jenis produk ini dengan alasan kepedulian kepada masyarakat

sekitar yang belum menyadari akan pentingnya pemenuhan gizi dengan

mengkonsumsi susu serta dalam rangka pencerdasan generasi muda di sekitar

koperasi secara khusus dan di wilayah Jawa Barat secara umum.

Susu sterilisasi Fresh Time dikemas dalam botol HDPE dengan isi

bersih sebesar 180 ml perbotolnya. Kemasan dan label yang menarik ditujukan

untuk menarik minat anak-anak usia sekolah untuk mengkonsumsi produk ini.

Setiap pembelian susu konsumen juga akan mendapatkan sedotan untuk

mempermudah konsumen dalam mengkonsumsi susu. Rasa yang ditawarkan

oleh KPSBU Jawa Barat adalah rasa cokelat dan stroberi. Untuk daya tahan,

susu sterilisasi Fresh Time dapat dikonsumsi dengan jangka waktu kadaluarsa

selama sembilan bulan dan dapat bertahan dalam suhu ruangan biasa sehingga

tidak membutuhkan tempat penyimpanan khusus seperti freezer atau lemari

kulkas.

Pada saat ini KPSBU Jawa Barat melakukan sistem subkontrak

produksi (subcontracting production) dengan PT Industri Susu Alam Murni

(PT ISAM) dalam memproduksi susu sterilisasi Fresh Time. Hal ini dilakukan

karena ketidaksiapan koperasi akan kebutuhan biaya investasi dan sumberdaya

manusia jika memproduksi olahan susunya sendiri. Dalam sistem subkontrak

produksi ini, KPSBU Jawa Barat hanya mengirimkan sejumlah susu murni

yang akan diolah menjadi susu sterilisasi, sementara bahan baku pendukung

(seperti gula, perisa, penyeimbang makanan, air, botol, sedotan, kardus, dan

lain-lain) dan teknologi pengolahan susu disediakan oleh PT ISAM. Dalam

perjanjian ini terdapat fleksibilitas yang ditawarkan oleh PT ISAM yaitu

dalam hal bahan baku pendukung. KPSBU Jawa Barat dibebaskan untuk

memilih menggunakan bahan baku pendukung yang berasal dari PT ISAM

atau bahan baku lain yang dianggap memiliki biaya termurah bagi KPSBU

Jawa Barat.

52

b. Harga

Harga dari susu sterilisasi Fresh Time yang ditawarkan oleh KPSBU

Jawa Barat adalah Rp 2.500,00 perbotol. Penetapan harga ini dilakukan

berdasarkan dua alasan yaitu perhitungan Harga Pokok Pembelian perunit

ditambah dengan besarnya jumlah keuntungan yang diinginkan oleh koperasi

serta memperhatikan daya beli dari target pasar produk ini yaitu sekolah, pasar

dan kantor (SEPAKAT). Untuk rasa cokelat dan stroberi ditetapkan harga

yang sama dan dilakukan pemberian harga khusus bagi agen atau konsumen

yang melakukan pembelian susu sterilisasi Fresh Time dalam paket dus yaitu

Rp 2.000,00 dimana setiap dus berisi 24 botol susu. Berdasarkan pengamatan

harga susu sterilisasi Fresh Time berada di bawah rata-rata harga pasar susu

sterilisasi jika mengingat kandungan 100 persen susu murninya.

c. Kegiatan promosi

Sejauh ini kegiatan promosi yang telah dilakukan KPSBU untuk

memperkenalkan produknya kepada masyarakat adalah :

- Memasang iklan di media cetak, yaitu majalah Majelis Ulama Indonesia

(MUI).

- Melakukan promosi saat berlangsungnya acara-acara pemerintah daerah,

seperti saat berlangsungnya kegiatan APPA, festival kebudayaan, dan

ekspo atau pameran produk UKM dan Koperasi.

- Melakukan promosi di sekolah-sekolah, toko-toko, pasar, dan perkantoran

dengan memberikan sample susu gratis dan membagikan brosur mengenai

pentingnya minum susu.

- Memasang spanduk dan menyebarkan brosur-brosur mengenai produk

Fresh Time dan juga pentinganya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-

masyarakat di sekitar koperasi dan wilayah pemasaran lainnya.

KPSBU Jawa Barat juga ikut serta dalam memeriahkan kegiatan

minum susu bersama Presiden Republik Indonesia setelah sebelumnya ikut

serta memeriahkan kegiatan minum susu bersama Gubernur Jawa Barat.

Keikutsertaan KPSBU Jawa Barat dalam acara ini adalah untuk

mempromosikan produk terbarunya susu sterilisasi Fresh Time dan juga turut

menyukseskan gerakan minum susu nasional.

53

d. Distribusi

Saat ini saluran distribusi yang digunakan oleh KPSBU Jawa Barat

dalam memasarkan produknya dapat dikatakan masih sederhana yaitu menjual

langsung ke konsumen atau melalui penjual yang memiliki toko pribadi atau

kios di pasar. Terdapat dua saluran distribusi dalam memasarkan produk yaitu:

- Saluran 1

Saluran 1 terdiri dari koperasi yang langsung memasarkan produknya

kepada konsumen. Tempat penjualan susu sterilisasi Fresh Time adalah

kios penjualan berbagai jenis susu produksi KPSBU Jawa Barat yang

berada di depan kantor administrasi KPSBU Jawa Barat di Pasar Baru

Lembang.

Gambar 2. Saluran 1 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa

Barat

- Saluran 2

Saluran 2 terdiri dari koperasi yang menjual produknya kepada penjual

yang memiliki toko pribadi atau kios di pasar yang selanjutnya

menawarkan kepada konsumen yang berbelanja di tempatnya.

Gambar 3. Saluran 2 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa

Barat

Ke depannya KPSBU Jawa Barat berencana untuk merekrut agen-agen

dari wilayah pemasaran untuk memasarkan produknya sehingga konsumen

dapat dengan mudah mendapatkan produk ini di mana saja. Selain itu, KPSBU

Jawa Barat juga berencana untuk memasuki pasar supermarket dan

minimarket dalam beberapa waktu ke depan. Untuk merealisasikan rencana

tersebut, koperasi harus meningkatkan kualitas produk sehingga dapat

diterima oleh standar pasar supermarket atau minimarket.

Konsumen Koperasi

Koperasi

Penjual

(Pemilik Toko

Pribadi atau

Kios di Pasar)

Konsumen

54

Dalam pemasarannya KPSBU Jawa Barat menggunakan mobil boks

untuk mengangkut produk ke wilhayah pemasaran yang berada di luar

Lembang dan menggunakan sepeda motor untuk wilayah Lembang dan

sekitarnya. Persediaan susu sterilisasi disimpan dalam gudang tersendiri yang

terdapat di wilayah kantor administrasi KPSBU Jawa Barat.

6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar

Berdasarkan analisis aspek pasar yang meliputi potensi pasar dan strategi

pemasaran, dapat disimpulkan bahwa ketiga skenario produksi susu sterilisasi

Fresh Time layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar

untuk produk ini yang dikarenakan masih adanya gap antara permintaan atau

konsumsi dengan penawaran, terdapatnya potensi pasar bagi produk susu

sterilisasi dan keunikan yang dimiliki produk. Selain itu strategi pemasaran yang

direncanakan oleh koperasi juga layak untuk dijalankan untuk mendukung

penjualan produk kepada konsumen serta untuk memperkenalkan susu sterilisasi

Fresh Time sebagai susu sterilisasi yang mengandung 100 persen susu murni.

6.2. Aspek Teknis

Setelah mengetahui kelayakan usaha dari aspek pasar, tahapan selanjutnya

dalam analisis kelayakan usaha susu sterilisasi Fresh Time adalah menganalisis

dari aspek teknis.

6.2.1 Lokasi Usaha

Pada skenario I, yaitu KPSBU melakukan sistem subkontrak produksi

(subcontracting production) dengan PT. Industri Susu Alam Murni (PT ISAM)

milik GKSI untuk memproduksi susu sterilisasi, lokasi usaha berada di Pabrik PT

ISAM yang beralamat di Jalan Rumah Sakit 114 Ujung Berung Bandung. Saham

dari PT ISAM dimiliki oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa

Barat. PT ISAM menjalin kerja sama dengan beberapa instansi untuk mengolah

susu segar menjadi produk pesanan instansi terkait. Seperti saat ini, PT ISAM

setiap harinya memproduksi susu dengan merek dagang Milkuat dengan rasa

stroberi, jeruk dan mangga bekerja sama dengan PT. Danone Dairy Indonesia.

Alasan KPSBU Jawa Barat melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM

adalah karena KPSBU Jawa Barat memiliki bagian dalam saham GKSI pada PT

55

ISAM, sehingga KPSBU Jawa Barat dapat memanfaatkan fasilitas PT ISAM

dengan melakukan subkontrak produksi.

Pada skenario II dan III, KPSBU memproduksi susu sterilisasi dengan

mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan peralatan serta

menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam produksi susu

sterilisasi. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pendirian pabrik adalah

ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply

tenaga kerja dan fasilitas transportasi. Untuk kasus pendirian pabrik pengolahan

susu, sebaiknya pengambil keputusan lebih mempertimbangkan aspek

ketersediaan bahan baku karena bahan baku dari pabrik pengolahan susu adalah

susu segar yang bersifat mudah rusak disebabkan oleh bakteri-bakteri yang dapat

dengan mudah berkembang biak pada media susu segar. Selain itu, hal lain yang

juga harus dipertimbangkan adalah ketersediaan tenaga listrik dan air yang sangat

berperan penting dalam proses produksi pabrik pengolahan susu. Letak pasar yang

dituju menjadi kurang penting karena produk susu sterilisasi mampu bertahan

cukup lama yaitu sekitar sembilan bulan dan dapat disimpan pada suhu ruangan.

Dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan bahan baku, listrik dan air,

maka sebaiknya lokasi pendirian pabrik yang dipilih adalah lokasi yang

berdekatan dengan bahan baku susu segar yaitu di sekitar Kecamatan Lembang

atau Kabupaten Subang. Di kedua wilayah ini terdapat lahan-lahan kosong

masyarakat sekitar yang dapat dibeli dan dibangun pabrik pengolahan susu oleh

KPSBU Jawa Barat. Namun, pendirian pabrik juga tetap harus memperhatikan

hukum dan peraturan yang berlaku di daerah setempat, keadaan tanah yang akan

didirikan pabrik, sikap dari masyarakat setempat serta dampaknya pada

lingkungan sekitar.

6.2.2 Bahan Baku

Pada ketiga skenario bahan baku dan bahan pendukung yang digunakan

dalam pembuatan susu sterilisasi Fresh Time adalah relatif sama. Bahan baku

yang digunakan adalah susu segar dari sapi perah yang dihasilkan oleh peternak-

peternak anggota KPSBU Jawa Barat. Sedangkan bahan pendukung yang

digunakan dalam pembuatan susu sterilisasi Fresh Time adalah gula, bubuk

cokelat dan perisa stroberi serta penyeimbang makanan (stabilizer). Gula

56

berfungsi untuk menambah rasa manis pada susu. Bubuk cokelat dan perisa

stroberi berfungsi untuk menambah rasa pada susu agar lebih menarik bagi

konsumen untuk mengkonsumsi dan menambah cita rasa susu. Pemberian

penyeimbang makanan (stabilizer) bertujuan sebagai penstabil makanan dan

mencegah pemisahan cairan susu. Adapun komposisi bahan baku dan bahan

pendukung dalam 180 ml susu sterilisasi Fresh Time adalah 93 persen susu segar,

6,3 persen gula pasir, 0,65 persen perisa makanan, 0,05 persen karagenan dan

sedikit air.

Pada skenario I dan II, bahan baku susu segar yang diolah menjadi susu

sterilisasi Fresh Time adalah sebanyak 2 ton sehari dengan frekuensi produksi dua

kali dalam seminggu. Persentase dari jumlah susu segar yang diolah menjadi susu

sterilisasi Fresh Time jika dibandingkan dengan jumlah susu segar yang tidak

dapat dipasok ke FFI adalah sebesar 12,5 persen. Pada skenario III, bahan baku

susu segar yang diolah pada pabrik pengolahan susu adalah sebanyak 16 ton

perhari yang berarti seluruh susu segar yang tidak dapat dipasok ke FFI dapat

diolah koperasi menjadi produk olahan susu.

6.2.3 Luas Produksi

Pada skenario I dan II, luas produksi mengacu pada kapasitas produksi

dari mesin pengolahan susu PT ISAM. Mesin yang digunakan dalam pembuatan

susu sterilisasi Fresh Time adalah mesin steril botol (autoclave), sehingga

kapasitas produksi dari PT ISAM dalam menghasilkan susu sterilisasi Fresh Time

adalah 4.000 botol perjam atau sekitar 930 liter perjam. Adapun frekuensi

produksi susu sterilisasi Fresh Time adalah dua kali seminggu yaitu sesuai dengan

kesepakatan antara PT ISAM dengan KPSBU Jawa Barat.

Pada skenario III, luas produksi mengacu pada kapasitas mesin

pasteurisasi yaitu 5.000 liter perjam dan mesin steril botol (autoclave) yaitu 4.000

botol perjam dengan melakukan produksi setiap harinya selama 16 jam perhari.

6.2.4 Mesin dan Peralatan yang Digunakan

Pada skenario I mesin dan peralatan yang dugunakan adalah mesin dan

peralatan yang dimiliki oleh PT ISAM yang disewa oleh koperasi dalam bentuk

57

subkontrak ptoduksi. Sedangkan pada skenario II dan III, mesin dan peralatan

yang digunakan dalam pembuatan susu sterilisasi adalah sebagai berikut :

1. Timbangan

Alat ini berfungsi untuk menimbang dan sebagai penampungan susu

sementara yang dibawa oleh truk tangki susu sebelum proses pengolahan susu

selanjutnya. Timbangan susu dilengkapi dengan saringan yang berguna untuk

menyaring kotoran yang terbawa oleh susu.

2. Plate cooler

Plate cooler atau mesin pendingin adalah mesin yang berfungsi untuk

mendinginkan susu hingga mencapai suhu 4° C. Prinsip yang digunakan alat

ini adalah melakukan pertukaran panas antara air pendingin dengan susu yang

masuk. Alat ini terdiri dari lempengan-lempengan yang tersusun rapat

membentuk sebuah kerangka, dilengkapi dengan pembatas antara aliran air

dingin dengan susu sehingga keduanya tidak bercampur..

3. Buffer tank

Buffer tank atau tangki penyimpanan sementara digunakan untuk menyimpan

susu sementara yang sudah didinginkan. Tangki ini memiliki kapasitas 5.000

liter, dilengkapi dengan pipa hisap berkapasitas 3.000 liter perjam dan

termometer untuk mengetahui suhu dalam tangki. Prinsip kerja alat ini adalah

pengisolasian kondisi ruangan terhadap udara luar sehingga suhu susu tetap 4°

C.

4. Balance tank

Alat ini berfungsi untuk mengatur keseimbangan aliran susu yang masuk ke

Plate Heat Exchanger dengan cara mengatur jumlah dan tekanan susu. Alat

ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam dan dilengkapi dengan pelampung

utnuk mengatur aliran susu. Prinsip kerjanya adalah berdasarkan perbedaan

tinggi rendahnya pelampung yang mengatur laju aliran susu.

5. Plate heat exchanger

Alat ini berfungsi untuk memanaskan dan mendinginkan susu. Prinsip kerja

alat ini adalah pertukaran panas secara tidak langsung. Plate Heat Exchanger

merupakan alat yang biasa digunakan dalam perlakuan panas pada industri

persusuan. Alat ini terdiri dari lempengan-lempengan stainless steel yang

58

terapit satu sama lain menjadi satu kerangka. Alat ini memiliki kapasitas 3.000

liter perjam dan pengoperasiannya dilakukan secara kontinu.

6. Homogenizer

Alat ini berfungsi untuk memperkecil butiran lemak susu, sehingga diperoleh

suatu emulsi susu yang stabil. Alat ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam,

dioperasikan secara kontinu. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pemampatan

susu dalam ruangan oleh piston.

7. Batch pasteurizer

Alat ini berfungsi untuk pencampuran sekaligus pemanasan pada pembuatan

susu cokelat, stroberi dan yoghurt. Dilengkapi dengan corong venture,

agigator, pompa sirkulasi dan oli pemanas. Proses pemanasan dilakukan

dengan uap panas.

8. Deodorizer

Alat ini berfungsi untuk menghilangkan bau yang tidak diinginkan pada susu.

Alat ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam, dilengkapi dengan pompa

penghisap dan dioperasikan secara kontinu. Prinsip kerjanya adalah

menguapkan bau yang terdapat pada susu.

9. Separator

Alat ini berfungsi untuk memisahkan antara skim, krim dan kotoran susu. Alat

ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam, terdiri dari 86 buah piring pemisah

dengan kecepatan perputaran 7.200 rpm dan dilengkapi dengan motor 3,5 kw

dengan putaran 50 rpm. Prinsip kerja alat ini berdasarkan perbedaan berat

jenis dengan gaya sentrifugal.

10. Boiler

Berfungsi untuk menghasilkan uap panas, yang diperlukan untuk pemanasan

susu pada proses pasteurisasi dan untuk pencucian alat. Jenis boiler yang ada

adalah boiler pipa api, dimana pemanasan dihasilkan dari semburan api yang

berada di dalam pipa, sedangkan bagian luar pipa diselimuti air yang

jumlahnya cukup banyak. Boiler ini bekerja pada suhu 170° - 230° C. Air

yang digunakan untuk menghasilkan uap panas dimasukkan ke dalam boiler

dengan menggunakan pompa. Air yang digunakan harus memenuhi syarat

kesadahan dengan pH 11,5 - 12. Sebelumnya air dicuci terlebih dahulu dengan

59

pasir laut dan karton, kemudian dilewatkan pada mesin Ca (softener) yang

berguna untuk melunakkan air sehingga kesadahan air sama dengan nol dan

ditambahkan scale inhibitor serta corosif inhibitor berupa injeksi bahan kimia

yang berguna untuk mencegah korosif dan kerak pada boiler, yang dapat

menghambat penetrasi panas dan mempercepat kerusakan boiler. Uap panas

yang dihasilkan perjam adalah 2.000 liter.

11. Mesin steril botol (autoclave) yang dapat menghasilkan produk steril kemasan

botol dengan kapasitas masak 4.000 botol perjam dengan volume botol yang

bervariasi dari 100 ml hingga 1.000 ml.

6.2.5 Proses Produksi

Pada skenario I, koperasi tidak melakukan proses produksi susu sterilisasi

Fresh Time karena pengolahan susu dilakukan oleh PT ISAM. Aktivitas yang

dilakukan oleh koperasi pada skenario ini adalah sebatas pengiriman susu segar

kepada PT ISAM, pengambilan susu yang telah diolah menjadi susu sterilisasi

Fresh Time, penyimpanan dalam gudang persediaan dan pemasaran susu

sterilisasi Fresh Time.

Sedangkan pada skenario II dan III, koperasi mengolah sendiri susu segar

menjadi susu sterilisasi Fresh Time. Adapun proses produksi susu sterilisasi Fresh

Time dimulai dengan mengolah susu segar menjadi susu pasteurisasi terlebih

dahulu sebelum mengolahnya kembali dalam proses sterilisasi menggunakan

mesin steril botol (autoclave). Proses pembuatan susu pasteurisasi adalah sebagai

berikut :

1. Pemanasan pendahuluan

Dari tangki penampungan susu dingin, susu dipompakan ke lempengan Plate

Heat Exchanger (PHE). Pengaliran susu ke lempengan PHE diatur oleh tangki

keseimbangan (balance tank). Sistem penukar panas yang bekerja pada

lempengan PHE adalah sistem regenerasi. Susu dingin yang dialirkan dari

tangki keseimbangan dengan bantuan pompa akan dialirkan ke ruang

regenerasi untuk mengalami proses pemanasan pendahuluan. Setelah

mengalami proses pemanasan pendahuluan, suhu susu meningkat dari 4°

menjadi 60° C.

60

2. Separasi

Selanjutnya susu yang telah bersuhu 60° C tersebut dialirkan pada cream

separator yang bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang masih

terbawa pada susu dan juga untuk memisahkan krim dengan susu. Pemisahan

ini berdasarkan atas perbedaan berat jenis dengan kecepatan sentrifugasi

sebesar 1.500 rpm. Cream separator mampu memisahkan krim dari susu

dengan kadar lemak 60 – 70 persen dan dihasilkan skim dengan kadar lemak

0,1 – 0,2 persen.

3. Homogenisasi

Ukuran partikel-partikel lemak yang terdapat pada susu murni yang dihasilkan

sapi perah memiliki ukuran yang berbeda. Alat homogenizer berguna untuk

mengatasi ketidakseragaman partikel lemak susu dengan proses homogenisasi.

Proses homogenisasi yang dilakukan adalah dengan memberikan tekanan

sebesar 2.000 – 2.500 psi, kemudian melalui lubang pengeluaran yang

berukuran sangat kecil, butiran-butiran lemak susu yang berdiameter 5 – 20 π

(micron) tereduksi menjadi butiran-butiran lemak susu berdiameter 2 – 3 π.

4. Pasteurisasi

Susu yang telah mengalami proses homogenisasi lalu dialirkan ke dalam

mesin proses pasteurisasi pada rangkaian lempengan PHE. Susu mengalami

proses pemanasan oleh air panas bersuhu 84° C. Susu akan mengalami proses

pasteurisasi selama 15 detik pada suhu 76° C. Proses ini dikenal dengan nama

sistem High Temperature Short Time atau HTST. Kemudian susu dialirkan

melalui holding section yang memiliki fungsi menurunkan suhu susu menjadi

75° C.

Setelah susu diolah menjadi susu pasteurisasi bersuhu 75° C, susu lalu

dialirkan ke dalam tangki pencampur untuk mencampur susu dengan bahan baku

pendukung lainnya seperti gula pasir, perisa makanan dan penyeimbang makanan.

Sebelum dimasukkan ke dalam tangki pencampur, bahan baku pendukung

tersebut terlebih dahulu dilarutkan di dalam corong pencampur yang dilengkapi

dengan agigator (pengaduk) dan filter. Alat ini berfungsi untuk mencampur serta

melarutkan bahan baku pendukung yang berbentuk padatan, disaring kemudian

dialirkan ke tangki pencampur melalui pipa penghubung.

61

Setelah dilakukan penyampuran susu dengan bahan baku pendukung, susu

yang bersuhu 65° C kemudian didinginkan hingga mencapai susu 2° C. Setelah

dingin, susu lalu dimasukkan ke dalam botol-botol bervolume 180 ml dengan

mesin pengemas lalu bagian atasnya ditutup oleh lapisan aluminium foil berwarna

biru.

Botol-botol yang telah diisi dengan susu lalu diletakkan pada wadah botol

yang masing-masing memiliki kapasitas 1.400 botol. Kemudian, dilakukan proses

sterilisasi dengan cara wadah-wadah botol yang sudah terisi penuh dengan botol-

botol susu dimasukkan ke dalam mesin steril botol (autoclave) dengan suhu 125°

C selama 10 menit. Proses ini merupakan proses terakhir dari pembuatan susu

sterilisasi yang bertujuan untuk mensterilkan susu beserta botol kemasannya.

Setelah dilakukan proses sterilisasi kemudian susu sterilisasi didiamkan beberapa

saat hingga cukup dingin untuk dilanjutkan pada proses pelabelan.

Susu yang telah selesai dilabeli kemudian disimpan di gudang

penyimpanan selama tujuh hari untuk pelaksanaan proses karantina. Setelah

dikarantina selama tujuh hari, diambil beberapa sampel dari susu sterilisasi untuk

dilakukan percobaan dalam melihat kandungan bakteri dalam susu. Hasilnya akan

terlihat dalam waktu tiga hari. Jika kandungan bakteri dalam susu telah mencapai

angka nol, maka susu tersebut lolos kualifikasi dan dapat dijual dengan jangka

waktu kadaluarsa selama sembilan bulan.

6.2.6 Layout Usaha

Layout usaha yang diusulkan kepada pabrik pengolahan susu KPSBU

Jawa Barat disusun berdasarkan aliran produksi atau sesuai dengan proses

produksi susu sterilisasi Fresh Time. Adapun bagian pabrik yang merupakan

tempat pengolahan susu dibagi menjadi lima ruangan utama, yaitu :

1. Ruang A, yaitu ruangan berisi timbangan susu, untuk menampung susu dari

tangki susu sebelum diolah lebih lanjut.

2. Ruang B, yaitu ruang produksi di mana susu diolah menjadi susu pasteurisasi

dan sterilisasi.

3. Ruang C, yaitu ruang pengemasan susu ke dalam botol sebelum susu

mendapatkan proses sterilisasi.

62

4. Ruang D, yaitu ruang pengemasan, dimana susu sterilisasi yang telah diolah

dikemas ke dalam kardus-kardus.

5. Ruang E, yaitu gudang persediaan yang berguna untuk menyimpan persediaan

susu sterilisasi untuk diuji ke laboratorium susu sebelum akhirnya dipasarkan.

Gambar 4. Layout Usaha Pabrik Pengolahan Susu

Adapun keterangan untuk gambar adalah sebagai berikut :

1. Timbangan

2. Buffer Tank

3. Balance Tank

4. Plate Heat Exchanger

5. Cream Separator

6. Homogenizer

7. Corong Pencampur

8. Tangki Pencampur

9. Tangki Penampung

10. Mesin Pengemas

11. Wadah Botol

12. Autoclave

6.2.7 Hasil Analisis Aspek Teknis

Berdasarkan hasil analisis aspek teknis yang meliputi lokasi usaha, bahan

baku, kapasitas produksi, proses produksi, mesin dan peralatan yang digunakan

D B

E A

4

6

7 8

C

C 11

9 10

12

6

2 3

5

1

63

serta layout dari usaha susu sterilisasi Fresh Time, dapat disimpulkan bahwa

produksi susu sterilisasi layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan lokasi usaha

yang terjangkau dan memenuhi kebutuhan akan bahan baku, listrik dan air pada

ketiga skenario. Dari bahan baku, tidak ada kendala dalam penyediaan bahan baku

untuk proses pengolahan susu. Luas produksi yang ada pada ketiga skenario

diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar yang ada, khususnya di wilayah

pemasaran Jawa Barat. Dari segi teknologi, teknologi serta mesin dan peralatan

yang digunakan telah dapat mendukung proses produksi dari susu sterilisasi,

begitupun dengan layout usaha yang dapat memperlancar proses produksi pada

pabrik pengolahan susu.

6.3. Aspek Manajemen

Produksi susu sterilisasi Fresh Time yang merupakan salah satu usaha dari

KPSBU Jawa Barat masih dikelola secara sederhana. Dalam mengelola usaha

barunya ini, KPSBU Jawa Barat belum melakukan penambahan sumber daya

manusia untuk mempermudah pengelolaan usaha susu sterilisasi Fresh Time.

Sampai saat ini sumber daya manusia yang digunakan adalah karyawan yang

bekerja pada bagian pengolahan susu yang terdapat pada struktur organisasi

KPSBU Jawa Barat (dapat dilihat pada Lampiran 4). Selain harus bertanggung

jawab pada pengelolaan usaha susu sterilisasi Fresh Time, karyawan pada bagian

pengolahan susu juga memiliki tanggung jawab lain seperti melakukan produksi

yoghurt Fresh Time, melakukan pemasaran produksi susu olahan KPSBU Jawa

Barat dan lain-lain. Walaupun terdapat banyaknya tanggung jawab yang harus

dilaksanakan oleh karyawan pada bagian susu, namun usaha susu sterilisasi Fresh

Time ini masih dapat dilaksanakan dengan baik oleh koperasi.

Pada skenario II dan III, terdapat dua aktivitas yang menuntut adanya

manajemen kerja yang lebih kompleks yaitu aktivitas pembangunan proyek pabrik

pengolahan susu dan aktivitas operasional pengolahan susu. Untuk pembangunan

proyek pabrik pengolahan susu dibutuhkan para tenaga ahli untuk melakukan

pembuatan layout pabrik, penentuan mesin-mesin yang akan digunakan,

pembangunan pabrik serta instalasi dan uji coba mesin-mesin pengolahan susu.

Pada aktivitas kedua yaitu aktivitas operasional pengolahan susu yang

akan berjalan secara kontinu, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan

64

yaitu wewenang dan tanggung jawab, spesifikasi pekerjaan, rekruitmen tenaga

kerja dan sistem pengupahan.

6.3.1 Wewenang dan tanggung jawab

Wewenang dan tanggung jawab manajemen dalam proses produksi susu

sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat yang disarankan adalah sebagai berikut

:

1. Kepala pabrik, bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan seluruh

kegiatan pabrik secara keseluruhan. Kepala pabrik membawahi beberapa

manajer yang menangani bidang-bidang yang lebih spesifik sesuai dengan

kebutuhan pabrik.

2. Manajer produksi, bertanggung jawab atas seluruh kegiatan produksi

pengolahan susu dimulai dari susu diterima oleh pabrik, pelaksanaan quality

control dan perawatan mesin-mesin produksi. Manajer produksi membawahi

beberapa kepala bagian yang mendukung bidang-bidang di dalam produksi

pengolahan susu, yaitu :

a. Kepala bagian produksi, bertanggung jawab atas ketersediaan bahan baku

produksi, penerimaan bahan baku produksi, pengolahan susu hingga susu

siap dikonsumsi, pengemasan, hingga pengepakan susu untuk

mempermudah proses pemasaran. Kepala bagian produksi membawahi

beberapa karyawan yang membantunya dalam menjalankan tanggung

jawab.

b. Kepala bagian quality control, bertanggung jawab atas kualitas susu yang

dihasilkan oleh pabrik pengolahan susu. Kepala bagian quality control

membawahi beberapa karyawan yang bertugas dalam menjaga kualitas

susu yang dihasilkan.

c. Kepala bagian mekanik, bertanggung jawab atas penggunaan mesin

selama produksi, perawatan dan pemeliharaan mesin-mesin yang

digunakan dalam kegiatan produksi. Kepala bagian mekanik juga

membawahi beberapa karyawan yang bertugas sebagai operator serta

merawat dan memelihara mesin-mesin produksi.

3. Manajer administrasi dan keuangan, bertanggung jawab dalam kegiatan-

kegiatan yang mendukung kegiatan produksi pabrik dalam hal pelayanan

65

administrasi, keuangan dan sumber daya manusia. Manajer administrasi dan

keuangan membawahi beberapa kepala bagian yang mendukung, dimana

masing-masing kepala bagian juga membawahi beberapa karyawan untuk

membantu pekerjaannya :

a. Kepala bagian administrasi, bertanggung jawab atas segala kegiatan

administrasi yang berlangsung di pabrik maupun di luar pabrik yang

berhubungan dengan kelancaran proses produksi.

b. Kepala bagian keuangan, bertanggung jawab atas laporan dari aliran uang

yang berhubungan dengan segala sesuatu yang berlangsung pada pabrik

hingga proses pemasaran produk akhir.

c. Kepala bagian personalia, bertanggung jawab atas perekrutan tenaga kerja

yang dibutuhkan oleh pabrik, pelatihan tenaga kerja, dan masalah

pengupahan serta tunjangan bagi karyawan.

4. Manajer pemasaran, bertanggung jawab atas perencanaan program pemasaran

dari produk akhir yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan susu, melaksanakan

pemasaran produk akhir dan memberikan pelayanan konsumen. Manajer

pemasaran membawahi beberapa kepala bagian yang dibantu oleh sejumlah

karyawan :

a. Kepala bagian pemasaran produk, bertanggung jawab pada seluruh

kegiatan pemasaran produk akhir dari pabrik pengolahan susu.

b. Kepala bagian pelayanan konsumen, bertanggung jawab untuk

memberikan pelayanan kepada konsumen dalam pemberian informasi

maupun penerimaan keluhan atau masalah pada produk yang dialami

konsumen.

6.3.2 Spesifikasi Pekerjaan

Spesifikasi pekerjaan menunjukkan siapa yang melakukan pekerjaan

tersebut dan faktor-faktor tenaga manusia yang disyaratkan dalam melakukan

pekerjaan tersebut. Persyaratan-persyaratan tersebut meliputi pendidikan,

pelatihan, pengalaman dan persyaratan fisik dan mental. Secara umum setiap

pekerjaan harus dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki keahlian untuk

mendukung pelaksanaan tanggung jawabnya masing-masing. Spesifikasi untuk

masing-masing pekerjaan dapat dijabarkan lebih lanjut pada Lampiran 7.

66

6.3.3 Rekruitmen Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dapat berasal dari masyarakat yang tinggal

di sekitar daerah pembangunan pabrik maupun melakukan rekruitmen di media

cetak maupun elektronik.

6.3.4 Sistem Pengupahan

Gaji dibagikan setiap satu bulan sekali maksimal tanggal 5 setiap

bulannya. Metode pembayaran yang disarankan adalah melalui rekening masing-

masing pekerja untuk menjamin keamanan dan ketepatan jumlah pembayaran.

Namun jika hal ini masih sulit dilakukan, pembagian gaji dapat dilakukan oleh

bagian personalia dari manajemen pabrik. Adapun usulan rencana rincian gaji dari

tenaga kerja yang digunakan pada pabrik ini dapat dilihat pada Lampiran 8.

Sedangkan bagi karyawan yang bekerja langsung pada proses produksi susu

sterilisasi Fresh Time akan mendapatkan upah yang dihitung berdasarkan jumlah

jam kerja selama satu bulan. Jam kerja tersebut sangat bergantung pada kuantitas

susu yang diolah oleh pabrik.

6.3.5 Hasil Analisis Aspek Manajemen

Pada skenario I, walaupun layak untuk dilaksanakan, aspek manajemen

yang dijalankan memerlukan perbaikan karena sumber daya yang digunakan

masih sama atau berjabatan ganda sebagai bagian dari divisi pengolahan susu

KPSBU Jawa Barat sehingga belum dapat melakukan tugasnya dengan optimal

dan butuh perbaikan pada aspek ini. Sedangkan pada skenario II dan III, pekerjaan

yang dibutuhkan telah dideskripsikan dengan baik dari aspek wewenang dan

tanggung jawab serta sistem pengupahan sehingga layak untuk dilaksakan.

6.4. Aspek Hukum

Analisis aspek hukum ditujukan untuk mengetahui kelayakan usaha jika

dipandang dari segi legalitasnya di mata hukum yang berlaku. Suatu usaha

dikatakan layak untuk dijalankan apabila usaha yang akan didirikan atau dibangun

harus memenuhi hukum dan tata aturan yang terdapat di wilayah tersebut.

Analisis aspek hukum meliputi bentuk badan usaha, ijin usaha dan ijin lokasi

pendirian proyek.

67

6.4.1 Bentuk Badan Usaha

Bentuk badan usaha dari lokasi penelitian ini adalah koperasi yang

merupakan badan usaha yang bergerak di bidang ekonomi yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan anggotanya yang bersifat murni, pribadi dan tidak

dapat dialihkan (Umar 2007). Sedangkan menurut UU No. 25 tahun 1992,

koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang

atau badan hukum koperasi dengan melandakan kegiatannya berdasarkan prinsip-

prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas

asas kekeluargaan.

6.4.2 Ijin Usaha

Sebelum memulai usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time, pihak

KPSBU Jawa Barat harus terlebih dahulu mengurus ijin usaha kepada

pemerintahan setempat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta

sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk mendapatkan ijin

usaha dari pihak-pihak tersebut, KPSBU Jawa Barat harus melengkapi data ijin

usaha terlebih dahulu yaitu :

1. Akte pendirian koperasi dari notaris.

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) koperasi.

3. Surat tanda daftar perusahaan.

4. Surat ijin tempat usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.

5. Surat rekomendasi dari kadin setempat.

6. Surat tanda rekanan dari pemerintah daerah setempat.

7. SIUP setempat.

8. Surat tanda terbit yang dikeluarkan oleh Kanwil Departemen Penerangan.

Sejauh ini produk susu sterilisasi Fresh Time sudah memiliki ijin usaha,

sertifikasi dari BPOM dan sertifikat halal dari MUI. Sehingga hal ini dapat

meyakinkan konsumen bahwa produk susu sterilisasi Fresh Time halal dan baik

untuk dikonsumsi.

68

6.4.3 Ijin Lokasi Pendirian Pabrik

Dalam melakukan usaha pada skenario II dan III dibutuhkan ijin lebih

lanjut yaitu ijin lokasi pendirian pabrik pengolahan susu. Untuk mendapatkan ijin

tersebut, KPSBU Jawa Barat harus melengkapi persyaratan pembuatan ijin yaitu :

1. Sertifikat (akte) tanah di mana pabrik akan didirikan.

2. Bukti pembayaran PBB terbaru.

3. Rekomendasi dari Rukun Tetangga dan Rukun Warga setempat.

4. Rekomendasi dari kecamatan.

5. KTP dari pemrakasa proyek pendirian pabrik.

6.4.4 Hasil Analisis Aspek Hukum

Melihat dari sudah dimiliki ijin usaha, sertifikat dati BPOM dan MUI

untuk produksi susu sterilisasi Fresh Time, maka dapat disimpulkan bahwa usaha

ini layak untuk dijalankan karena KPSBU Jawa Barat sudah dapat memenuhi

kelengkapan data yang disyaratkan oleh pemerintah. Sedangkan untuk ijin lokasi

pendirian, kelengkapan data yang disyaratkan dapat terpenuhi jika KPSBU Jawa

Barat sudah mulai merealisasikan pendirian pabrik pengolahan susu.

6.5. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

Pada skenario I, adanya usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time tidak

terlalu mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di sekitar KPSBU

Jawa Barat. Dari aspek sosial, adanya usaha ini belum menyebabkan perubahan

seperti wilayah yang bertambah ramai, adanya jalur komunikasi, transportasi

maupun penerangan listrik dan lain sebagainya. Dari aspek ekonomi, adanya

usaha ini belum mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat karena

pengelolaan usaha ini masih dipegang oleh sumber daya koperasi yang sudah ada.

Sedangkan dari segi pendapatan anggota koperasi, usaha ini belum dapat

memberikan tambahan pendapatan karena usaha ini masih dalam tahap permulaan

yang membutuhkan banyak biaya dibandingkan keuntungan yang dihasilkan. Dari

aspek lingkungan, adanya usaha ini tidak membawa dampak yang terlalu negatif

terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan antara lain adalah botol-botol susu

kosong, sedotan, plastik dan kardus susu yang kesemuanya dikumpulkan pada

69

tempat pembuangan sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar

koperasi.

Pada skenario II dan III, dari aspek sosial adanya pabrik pengolahan susu

dapat memberi pengaruh kepada sosial kemasyarakatan seperti bertambah

ramainya lokasi pendirian pabrik, adanya jalur transportasi baru yang dibuka oleh

koperasi guna mempermudah jalannya kegiatan operasional pengolahan dan

pemasaran susu yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, serta

adanya jalur komunikasi dan penerangan yang juga dapat bermanfaat bagi

masyarakat sekitar. Dari aspek ekonomi, pendirian pabrik pengolahan susu dapat

menyerap cukup banyak tenaga kerja sehingga dapat menambah pendapatan

masyarakat. Sedangkan dari aspek lingkungan, pabrik pengolahan susu berusaha

untuk tidak terlalu memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Limbah yang

dihasilkan antara lain susu yang terbuang, air, zat kimia untuk membersihkan

mesin dan peralatan serta peralatan pengemasan yang tidak terpakai. Pabrik

pengolahan susu harus melakukan standar pengolahan limbah sehingga tidak

terlalu berdampak negatif bagi lingkungan.

70

VII ASPEK FINANSIAL

Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial,

analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial

yaitu dari aspek keuangan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time. Terdapat

tiga skenario yang akan dianalisis dari aspek finansialnya. Skenario tersebut

adalah :

1. Skenario I adalah usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan

melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM, volume produksi yang

ditetapkan antara kedua belah pihak adalah 2 ton per hari dengan frekuensi

produksi dua kali dalam satu minggu.

2. Skenario II adalah usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan

melakukan pendirian pabrik dengan volume produksi dan frekuensi

pengolahan yang sama dengan volume produksi pada skenario I.

3. Skenario III adalah usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan

melakukan pendirian pabrik dengan mengolah seluruh susu segar yang tidak

dapat dipasok lagi kepada FFI yaitu sebanyak 16 ton perhari.

7.1. Skenario I

7.1.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario I

Analisis aliran kas (cash flow) merupakan analisis terhadap arus manfaat

bersih sebagai pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat, atau dengan kata

lain dengan mengurangi total perkiraan penerimaan usaha dengan total perkiraan

biaya usaha. Unsur-unsur dari aliran kas (cash flow) yang dianalisis pada

penelitian ini adalah arus penerimaan (inflow), arus pengeluaran (outflow) dan

manfaat benefit (net benefit).

Pada skenario I arus penerimaan (inflow) yang diterima oleh koperasi

terdiri dari tiga yaitu penerimaan penjualan susu sterilisasi Fresh Time,

penerimaan penjualan susu segar dari PT ISAM dan nilai sisa dari barang-barang

investasi yang dinilai pada tahun kelima belas yaitu tahun terakhir umur usaha.

Adapun uraian penerimaan tahunan pada skenario I dapat dilihat pada Lampiran

9.

71

Perhitungan volume produksi susu sterilisasi Fresh Time dilakukan dengan

cara proyeksi. Asumsi yang digunakan adalah selama umur usaha (15 tahun) tidak

terjadi perubahan volume produksi susu sterilisasi Fresh Time pada kesepakatan

antara koperasi dan PT ISAM. Maka, volume produksi dari tahun ke-1 hingga 15

adalah sebanyak 2 ton perhari dengan frekuensi produksi dua kali seminggu.

Sehingga berdasarkan perhitungan, volume produksi susu segar yang diolah

menjadi susu sterilisasi adalah sebanyak 192.000 liter, kecuali pada tahun ke-1

yaitu 144.000 liter karena koperasi baru melakukan subkontrak produksi dengan

PT ISAM pada bulan ke-4. Satu liter susu segar akan menghasilkan 5,5 botol susu

sterilisasi Fresh Time, sehingga dalam satu tahun produksi susu sterilisasi Fresh

Time mencapai 1.056.000 botol, kecuali pada tahun ke-1 yaitu 792.000 botol.

Harga jual susu sterilisasi Fresh Time adalah Rp 2.000,00 perbotol untuk

grosir, Rp 2.500,00 perbotol untuk eceran dan Rp 3.000,00 perbotol untuk dijual

di supermarket. Persentase untuk masing-masing jenis penjualan adalah 50 persen

dijual grosir, 30 persen dijual eceran dan 20 persen dijual ke supermarket. Untuk

penjualan supermarket baru dimulai pada tahun keempat karena koperasi

memerlukan persiapan akan kualitas, kuantitas dan perizinan sebelum

memasukkan produk ke supermarket. Harga penjualan susu segar ke pabrik adalah

Rp 3.750,00. Terdapat margin sebesar Rp 500,00 yang diperoleh koperasi karena

adanya pemberian nilai tambah dari susu sapi segar menjadi susu dingin yang siap

dijual ke pabrik.

Nilai sisa pada tahun ke-15 diperoleh dari nilai sisa kendaraan operasional

koperasi dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi yaitu tangki susu dan

mobil boks. Nilai sisa pada tahun terakhir adalah Rp 202.500.000,00. Untuk lebih

lengkapnya, nilai sisa pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 12.

7.1.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow) Skenario I

Unsur-unsur yang terdapat pada arus pengeluaran (outflow) pada skenario

I adalah biaya investasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya variabel dan

biaya tetap.

1. Biaya Investasi

Pada skenario I, investasi yang dibutuhkan adalah truk tangki susu yang

memiliki daya tampung 10.000 liter susu yang berfungsi untuk mengirim susu

72

segar dalam keadaan dingin kepada pabrik pengolahan susu PT ISAM, mobil boks

yang berfungsi untuk mengangkut susu sterilisasi Fresh Time yang telah diolah

oleh PT ISAM ke kantor administrasi KPSBU Jawa Barat di Lembang serta untuk

mendukung proses distribusi produk susu sterilisasi Fresh Time ke berbagai

daerah pemasaran serta gudang penyimpan susu sterilisasi yang belum dipasarkan.

Selain itu, terdapat biaya investasi berupa aktiva tidak berwujud yaitu biaya

perijinan dalam hal pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Biaya investasi

untuk keempat hal tersebut dapat uraikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Uraian Biaya Investasi, Nilai Sisa dan Penyusutan Skenario I

No. Jenis

Investasi

Harga

Beli

(Rp

1.000)

Umur

Ekonomis

(tahun)

Penyusutan

pertahun (Rp

1.000/tahun)

Nilai Sisa

pada Tahun

ke-15

(Rp 1.000)

1 Perizinan 20.000 - - -

2

Mobil

Tangki Susu 250.000 10 25.000 125.000

3 Mobil Boks 155.000 10 15.500 77.500

4 Gudang 50.000 15 3.333 0

Total 475.000 - 43.833 202.500

Biaya investasi di atas dikeluarkan pada tahun pertama usaha dan

selanjutnya dilakukan pembelian ulang (reinvestasi) untuk truk tangki susu dan

mobil boks pada tahun ke-11 karena umur ekonomisnya selama sepuluh tahun

sudah habis dan harus diganti dengan barang yang baru.

Tabel 13. Biaya Reinvestasi pada Skenario I Tahun Ke-11

No. Uraian Umur

Ekonomis

Jumlah Harga/Unit

(Rp 1.000)

Total (Rp

1.000)

1 Mobil Tangki

Susu

10 1 250.000 250.000

2 Mobil Boks 10 1 155.000 155.000

Total Biaya Reinvestasi 405.000

73

Sehingga terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11

untuk membeli truk tangki susu dan mobil boks yang diuraikan pada Tabel 13.

2. Biaya Operasional

Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap

adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah

produksi atau penjualan dalam satu satuan waktu. Sedangkan biaya variabel

adalah biaya yang besar kecilnya selaras dengan perkembangan produksi atau

penjualan setiap satu satuan waktu (Nurmalina et al 2009).

Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario I adalah biaya perawatan

kendaraan operasional, biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor, biaya

asuransi kendaraan operasional, biaya gaji, biaya komunikasi, biaya promosi,

biaya perawatan gudang dan biaya penyusutan. Berikut adalah uraian biaya tetap

pada skenario I :

1. Biaya perawatan kendaraan operasional, yaitu truk tangki susu dan mobil

boks. Biaya perawatan kendaraan operasional ini terdiri dari biaya service¸

penggantian ban bila dibutuhkan, penggantian oli secara berkala dan

penggantian suku cadang bila dibutuhkan. Biaya perawatan kendaraan

operasional ini berjumlah Rp 30.000.000, 00 untuk dua jenis kendaraan

operasional dalam jangka waktu satu tahun.

2. Biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor yang dikeluarkan setiap satu

tahun sekali. Untuk 2 kendaraan, pajak kendaraan bermotor tahunan

diestimasikan sejumlah Rp 7.000.000, 00 pertahun. Sedangkan setiap lima

tahun sekali, koperasi mengeluarkan biaya pajak balik nama kendaraan

bermotor untuk 2 kendaraan operasional sebesar Rp 11.000.000,00 perlima

tahun.

3. Biaya asuransi kendaraan operasional. Asumsi penetapan biaya asuransi ini

didasarkan pada suku premi pertahun untuk kendaraan bermotor pada

perusahaan asuransi ACA yang dihitung menggunakan rumus :

Besarnya Biaya Asuransi = Jumlah Uang Pertanggungan (Harga Pasar untuk

Barang yang Diasuransikan) x Suku Premi pertahun

74

Dengan menggunakan rumus di atas (dengan suku premi pertahun adalah 5,5

persen), maka biaya asuransi untuk truk tangki susu adalah Rp 12.650.000,00

pertahun dan biaya asuransi untuk mobil boks adalah Rp 4.477.500,00

pertahun. Sehingga total biaya asuransi yang dikeluarkan selama satu tahun

adalah Rp 17.127.500,00 pertahun.

4. Biaya gaji untuk supir truk tangki, supir mobil boks, karyawan gudang dan

karyawan bagian pemasaran. Biaya gaji yang dikeluarkan selama setahun

untuk tenaga kerja tersebut adalah Rp 240.000.000,00 (kecuali pada tahun ke-

1 yaitu Rp 180.000.000,00) dengan rincian sebagai berikut :

a. Gaji 4 (dua) orang supir dalam setahun adalah Rp72.000.000,00.

b. Gaji 2 (dua) orang karyawan gudang dalam setahun adalah Rp

48.000.000,00.

c. Gaji 4 (empat) orang karyawan bagian pemasaran dalam setahun adalah

Rp 120.000.000,00.

5. Biaya komunikasi yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi dengan

pihak pabrik PT ISAM, penjual, antarpegawai, dan pihak lainnya dalam

rangka memperlancar proses produksi dan pemasaran susu sterilisasi Fresh

Time dalam setahun mencapai Rp 13.200.000,00.

6. Biaya promosi yang sangat dibutuhkan dalam usaha produksi susu sterilisasi

Fresh Time karena produk ini adalah produk yang baru beredar di masyarakat

dan memerlukan promosi kepada masyarakat, khususnya yang berada di

wilayah pemasaran yaitu Jawa Barat. Pada tahun ke-1 hingga tahun ke-3

koperasi melakukan promosi pembukaan yaitu promosi yang dilakukan untuk

memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, biaya promosi yang

dikeluarkan adalah sebagai berikut :

a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan

masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau

kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk sepuluh buah spanduk

dan biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat sebesar mencapai

Rp 265.200.000,00 dalam satu tahun.

b. Pembagian brosur dan poster mengenai produk Fresh Time dan juga

pentingnya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-masyarakat di sekitar

75

koperasi dan wilayah pemasaran lainnya. Brosur dan poster yang disebar

adalah sebanyak 10.000 lembar untuk jangka waktu satu tahun dan

menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 20.000.000,00

c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk

memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar

dan internet diperkirakan sebesar Rp 12.000.000,00 pertahun.

d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh

instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat

menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak empat

kali. Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,

dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan

sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp

60.000.000,00 dalam setahun.

e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang

terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk

memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan

untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum

susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini

biaya yang disediakan sekitar Rp 24.000.000,00 dalam satu tahun.

Total dari biaya promosi pada tahun ke-1 hingga ke-3 adalah Rp

381.200.000,00 pertahun. Dengan asumsi bahwa setelah tahun ke-3

masyarakat di wilayah pemasaran sudah mengetahui keberadaan susu

sterilisasi Fresh Time, maka pada tahun ke-4 hingga tahun ke-15 koperasi

tidak lagi melakukan promosi pembukaan melainkan promosi terus menerus

yang bertujuan agar produk tetap berada di benak pasar sasaran. Biaya untuk

promosi pada tahun ke-4 hingga ke-15 adalah sebagai berikut :

a. Lima (5) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan

masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau

kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk lima buah spanduk dan

biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat mencapai Rp

135.600.000,00 dalam satu tahun.

76

b. Penempelan poster-poster mengenai produk Fresh Time di lokasi-lokasi

pusat perbelanjaan, pasar, pertokoan, terminal dan tempat umum lainnya.

Poster yang disebar adalah sebanyak 5.000 lembar dan menghabiskan

biaya pembuatan sebesar Rp 10.000.000,00 pertahun.

c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk

memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar

dan internet diperkirakan sebesar Rp 6.000.000,00 pertahun.

d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh

instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat

menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak dua kali.

Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,

dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan

sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp

30.000.000,00 dalam setahun.

e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang

terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk

memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan

untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum

susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini

biaya yang disediakan sekitar Rp 6.000.000,00 dalam satu tahun.

Total biaya promosi untuk tahun ke-4 hingga tahun ke-15 adalah sebesar Rp

187.600.000,00 pertahun.

7. Biaya perawatan gudang untuk produk sterilisasi Fresh Time. Biaya

pemeliharaan diasumsikan sebesar 2,5 persen dari biaya pembangunan gudang

yaitu 2,5 persen dari Rp 50.000.000,00 yaitu Rp 1.250.000,00.

8. Biaya penyusutan barang investasi. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan

menggunakan metode garis lurus yaitu :

Penyusutan = Nilai Beli – Nilai Sisa

Umur Pakai

77

Biaya penyusutan barang investasi pada skenario I, yaitu truk tangki susu,

mobil boks dan gudang diuraikan pada Tabel 12. Total biaya penyusutan

dalam satu tahun adalah Rp 43.833.333,00.

Secara keseluruhan biaya tetap yang dikeluarkan koperasi pada skenario I

diuraikan pada Lampiran 10. Biaya operasional yang kedua adalah biaya variabel.

Besar kecilnya biaya variabel sangat bergantung dari berapa banyak susu

sterilisasi yang akan diproduksi. Sehingga total biaya variabel pada setiap

tahunnya akan berbeda-beda sesuai dengan peningkatan produksi yang dilakukan

oleh koperasi. Adapun biaya variabel yang dikeluarkan pada skenario I adalah

sebagai berikut :

1. Biaya bahan baku susu segar. Bahan baku utama dari susu sterilisasi Fresh

Milk adalah susu segar yang berasal dari para peternak anggota KPSBU Jawa

Barat. Untuk itu koperasi berkewajiban untuk membayarkan susu yang

dikumpulkan para peternak tersebut. Dalam hal penentuan harga susu, KPSBU

Jawa Barat menggunakan hasil uji laboratorium sebagai dasar penentuan

harga. Harga rata-rata tertinggi di tingkat peternak adalah Rp 3.250,00 perliter

sehingga hal tersebut menjadi asumsi biaya susu segar yang dipergunakan

sebagai bahan baku susu sterilisasi Fresh Time.

2. Biaya bahan bakar truk tangki susu dan mobil boks. Untuk mengantar susu

segar dingin menggunakan truk tangki susu dari Lembang ke daerah Ujung

Berung Bandung (lokasi PT ISAM) ditempuh jarak sekitar 25 km. Dalam satu

kali perjalanan, truk tangki susu dapat mengantar 10.000 liter atau 10 ton susu,

sehingga untuk setiap 10 ton susu atau kurang. Mobil boks digunakan untuk

mengambil susu sterilisasi yang telah diolah dan memperlancar proses

distribusi ke berbagai wilayah pemasaran susu sterilisasi Fresh Time.

3. Biaya subkontrak produksi yang dibayarkan kepada PT ISAM untuk proses

pengolahan susu, biaya bahan baku pendukung, pengemasan, biaya-biaya lain

yang dikeluarkan pabrik seperti listrik, air, tenaga kerja, dan lain-lain. Biaya

yang harus dikeluarkan KPSBU Jawa Barat untuk satu buah susu sterilisasi

dalam kemasan botol 180 ml adalah Rp 1.350,00.

Biaya variabel yang dikeluarkan koperasi pada setiap tahunnya dapat

dilihat pada Lampiran 11.

78

7.1.3 Analisis Finansial pada Skenario I

Berdasarkan aliran kas (cash flow) yang telah disusun berdasarkan inflow

dan outflow pada bagian sebelumnya, dapat dinilai kelayakan usaha pada usaha

produksi susu sterilisasi Fresh Time skenario I dengan menggunakan beberapa

kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate

of Return (IRR), dan Payback Periode (PP).

Berdasarkan hasil analisis switching value, Net Present Value (NPV) atau

nilai kini manfaat bersih yang dihasilkan usaha produksi susu sterilisasi pada

skenario I adalah sebesar Rp 971.916.310,00 yang berarti lebih besar dari 0 (NPV

> 0). Hal ini memiliki makna bahwa usaha produksi susu sterilisasi pada skenario

I menguntungkan atau memberikan manfaat. Berdasarkan kriteria investasi NPV,

usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I yaitu dengan melakukan

subkontrak produksi, layak untuk dilaksanakan.

Tabel 14. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time

dengan Melakukan Subkontrak Produksi

Kriteria Investasi Hasil

NPV Rp 971.916.310,00

IRR 49%

Net B/C 5,6192

Payback Periode 3 tahun 1 bulan 22 hari

Kriteria investasi selanjutnya adalah Internal Rate of Return (IRR) atau

tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Dari IRR

dapat terlihat seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang

ditanamkan. IRR dari usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I adalah

sebesar 49 persen atau lebih besar dari discount rate yaitu 6,75 persen. Arti dari

IRR sebesar 49 persen adalah jika investor menginvestasikan modal sebesar satu

satuan pada usaha tersebut maka akan mendapatkan tingkat pengembalian sebesar

49 persen. Berdasarkan kriteria IRR usaha produksi susu sterilisasi pada skenario

I layak untuk dilaksanakan.

Nilai Net B/C atau rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan

manfaat bersih yang bernilai negatif dari skenario I adalah 5,61. Karena nilai Net

79

B/C yang dihasilkan lebih besar dari 1 maka usaha tersebut layak untuk

dilaksanakan. Payback periode untuk skenario ini adalah 3 tahun 1 bulan 22 hari.

Payback period dari skenario ini lebih kecil daripada umur skenario I yaitu 15

tahun sehingga layak untuk dilaksanakan.

7.1.4 Proyeksi Laporan Laba Rugi pada Skenario I

Dari proyeksi laporan laba rugi dapat diketahui berapa keuntungan yang

diperoleh koperasi dalam memproduksi susu sterilisasi Fresh Time dengan

melakukan subkontrak produksi. Pada proyeksi laporan laba rugi yang dapat

dilihat pada Lampiran 12 dapat diketahui bahwa usaha produksi susu sterilisasi

Fresh Time pada skenario I mendapatkan keuntungan mulai dari tahun ke-1 yaitu

Rp 29.429.000,00. Pada tahun ke-2 dan 3 besarnya keuntungan yang didapat

adalah Rp 166.642.000,00. Tahun keempat hingga ke-15 keuntungan yang didapat

adalah Rp 240.562.000, 00. Sedangkan pada tahun ke-6 dan 11 keuntungan yang

didapat adalah 237.562.000,00.

7.1.5 Analisis Switching value pada Skenario I

Pada analisis switching value skenario I, dilakukan beberapa perubahan

untuk melihat sejauh mana usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan

subkontrak produksi masih layak untuk dilaksanakan. Perubahan-perubahan

tersebut adalah penurunan harga output, kenaikan harga susu segar sebagai bahan

baku utama susu sterilisasi Fresh Time dan kenaikan biaya subkontrak produksi.

Ketiga variabel ini dipilih karena berdasarkan pengamatan, variabel-variabel

tersebut memiliki pengaruh terbesar dalam laporan keuangan dan berpengaruh

terhadap kelayakan usaha jika terjadi perubahan. Saat dilakukan analisis switching

value untuk masing-masing perubahan, variabel-variabel lain di dalam laporan

keuangan dianggap konstan.

Seperti terlihat pada tabel, bahwa batas maksimal penurunan harga output

yang masih dapat ditolerir sehingga usaha tersebut masih layak untuk

dilaksanakan adalah 9 persen. Jika penurunan harga output lebih dari angka

tersebut maka usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada skenario I tidak

layak lagi untuk dilaksanakan. Perubahan lain yang dilakukan adalah kenaikan

bahan baku utama susu sterilisasi Fresh Time yaitu susu segar. Berdasarkan hasil

80

analisis switching value, batas maksimal kenaikan harga susu segar di tingkat

petani adalah sebesar 38,86 persen. Lebih dari batasan tersebut, koperasi akan

mengalami kerugian sehingga usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time tidak

layak lagi untuk dilaksanakan. Perubahan terakhir adalah kenaikan biaya

subkontrak produksi. Usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I ini tetap

layak untuk dilaksanakan sampai terjadinya kenaikan biaya subkontrak produksi

sebesar 15,31 persen.

Tabel 15. Hasil Analisis Switching Value pada Skenario I

Perubahan Persentase

(%)

NPV (Rp) Net B/C IRR (%)

Penurunan harga

output

9 0 1,4030 7

Kenaikan harga

susu segar

38,86 0 1,3643 7

Kenaikan biaya

subkontrak

produksi

15,31 0 1,4145 7

Berdasarkan hasil analisis switching value tersebut dapat disimpulkan

bahwa perubahan variabel yang sangat sensitif terhadap kelayakan usaha adalah

penurunan harga output. Hal ini terlihat dari persentase perubahan yang dapat

mengubah tingkat kelayakan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada

skenario I.

7.2. Skenario II

7.2.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario II

Pada skenario II, arus penerimaan (inflow) dari usaha produksi susu

sterilisasi Fresh Time dengan mendirikan pabrik pengolahan susu terdiri dari tiga

yaitu penerimaan penjualan susu sterilisasi Fresh Time, pinjaman dari pihak bank

pada tahun pertama dan nilai sisa barang-barang investasi pada tahun terakhir

umur usaha.

Pada skenario II, penjualan susu sterilisasi Fresh Time baru dimulai pada

tahun kedua semester kedua atau pada bulan ketujuh tahun kedua. Hal ini

disebabkan karena koperasi harus melakukan pembangunan pabrik pengolahan

81

susu pada tahun pertama yang menghabiskan waktu sekitar 18 bulan. Pada

skenario II ini, volume dan frekuensi produksi disamakan dengan volume dan

frekuensi produksi pada skenario I untuk mempermudah dalam membandingkan

kelayakan usaha antara kedua skenario. Adapun penjabaran dari arus penerimaan

(inflow) pada skenario II terdapat pada Lampiran 17.

Pinjaman pada tahun I diperlukan koperasi untuk mempersiapkan

kebutuhan dalam membangun sebuah pabrik pengolahan susu, di antaranya adalah

membeli lahan, pembangunan pabrik, perijinan, pembelian serta instalasi mesin-

mesin dan peralatan. Sedangkan nilai sisa pada tahun terakhir diperoleh dari nilai

sisa barang-barang investasi yang pada akhir umur usaha belum habis umur

ekonomisnya.

Harga jual susu sterilisasi Fresh Time adalah Rp 2.000 perbotol untuk

grosir, Rp 2.500,00 perbotol untuk eceran dan Rp 3.000,00 perbotol untuk dijual

di supermarket. Persentase untuk masing-masing jenis penjualan adalah 50 persen

dijual grosir, 30 persen dijual eceran dan 20 persen dijual ke supermarket. Untuk

penjualan supermarket baru dimulai pada tahun keempat karena koperasi

memerlukan persiapan akan kualitas, kuantitas dan perizinan sebelum

memasukkan produk ke supermarket.

Nilai sisa pada tahun ke-15 diperoleh dari nilai sisa kendaraan operasional

koperasi dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi yaitu tangki susu dan

mobil boks serta peralatan laboratorium, mesin dan peralatan produksi susu. Nilai

sisa pada tahun terakhir adalah Rp 3.348.251.000,00. Untuk lebih lengkapnya,

nilai sisa pada skenario II dapat dilihat pada Lampiran 20.

7.2.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow) Skenario II

Unsur-unsur yang terdapat pada arus pengeluaran (outflow) pada skenario

II adalah biaya investasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya variabel dan

biaya tetap.

1. Biaya Investasi

Investasi yang dibutuhkan pada skenario II adalah biaya perizinan untuk

pendirian pabrik pengolahan susu dan pembuatan produk susu sterilisasi Fresh

Time, mobil tangki susu untuk mengantarkan susu dingin dari cooling unit ke

pabrik pengolahan susu, mobil boks untuk mempelancar proses pendistribusian

82

produk, biaya pembelian lahan yang akan digunakan sebagai tempat pendirian

pabrik, biaya pembangunan pabrik pengolahan susu, biaya pembuatan jalan dari

jalan utama menuju ke pabrik serta biaya pembelian dan instalasi mesin-mesin

dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses produksi susu sterilisasi Fresh Time.

Total biaya investasi pada tahun ke-1 skenario II adalah Rp 49.141.502,00.

Adapun biaya investasi pada skenario II diuraikan pada Lampiran 18.

Biaya investasi di atas dikeluarkan pada tahun ke-1 usaha dan selanjutnya

dilakukan pembelian ulang (reinvestasi) untuk truk tangki susu, mobil boks,

perbaikan jalan, pembelian peralatan laboratorium dan mesin-mesin serta

peralatan produksi susu sterilisasi Fresh Time pada tahun ke-11 karena umur

ekonomisnya sudah habis dan harus diganti dengan barang yang baru. Sehingga

terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11 yang berjumlah Rp

6.696.502,00 yang diuraikan pada Lampiran 19.

2. Biaya Operasional

Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap

yang dikeluarkan pada skenario II adalah :

1. Biaya perawatan kendaraan operasional, yaitu truk tangki susu dan mobil

boks. Biaya perawatan kendaraan operasional ini terdiri dari biaya service¸

penggantian ban bila dibutuhkan, penggantian oli secara berkala dan

penggantian suku cadang bila dibutuhkan. Biaya perawatan kendaraan

operasional ini berjumlah Rp 30.000.000, 00 untuk dua jenis kendaraan

operasional dalam jangka waktu satu tahun.

2. Biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor yang dikeluarkan setiap satu

tahun sekali. Untuk kedua kendaraan, pajak kendaraan bermotor tahunan

diestimasikan sejumlah Rp 7.000.000, 00 pertahun. Sedangkan setiap lima

tahun sekali, koperasi mengeluarkan biaya pajak balik nama kendaraan

bermotor untuk kedua kendaraan operasional sebesar Rp 11.000.000,00

perlima tahun.

3. Biaya asuransi kendaraan operasional. Asumsi penetapan biaya asuransi ini

didasarkan pada suku premi pertahun untuk kendaraan bermotor pada

perusahaan asuransi ACA yang dihitung menggunakan rumus :

Besarnya Biaya Asuransi = Jumlah Uang Pertanggungan (Harga Pasar untuk

Barang yang Diasuransikan) x Suku Premi pertahun

83

Dengan menggunakan rumus di atas (dengan suku premi pertahun adalah 5,5

persen), maka biaya asuransi untuk truk tangki susu adalah Rp 12.650.000,00

pertahun dan biaya asuransi untuk mobil boks adalah Rp 4.477.500,00

pertahun. Sehingga total biaya asuransi yang dikeluarkan selama satu tahun

adalah Rp 17.127.500,00 pertahun.

4. Biaya asuransi bangunan pabrik, mesin dan peralatan untuk mengurangi risiko

dari ketidakpastian. Asumsi penetapan biaya asuransi bangunan pabrik, mesin

dan peralatan dilakukan berdasarkan rumus yang sama dengan asuransi

kendaraan operasional pada bagian sebelumnya. Sehingga dalam satu tahun,

biaya asuransi yang harus dikeluarkan adalah Rp 1.412.897.310,00.

5. Biaya pemeliharaan bangunan pabrik dalam satu tahunnya mencapai Rp

500.000.000,00 dan biaya pemeliharaan mesin serta peralatan sebesar Rp

142.226.050,00. Kedua biaya tersebut diasumsikan sebesar 2,5 persen dari

harga pembelian barang yang diasuransikan tersebut.

6. Biaya komunikasi yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi dengan

pihak koperasi, penjual, antarpegawai, dan pihak lainnya dalam rangka

memperlancar proses produksi dan pemasaran susu sterilisasi Fresh Time

dalam setahun mencapai Rp 24.000.000,00.

7. Biaya promosi yang sangat dibutuhkan dalam usaha produksi susu sterilisasi

Fresh Time karena produk ini adalah produk yang baru beredar di masyarakat

dan memerlukan promosi kepada masyarakat, khususnya yang berada di

wilayah pemasaran yaitu Jawa Barat. Pada tahun ke-2 hingga tahun ke-4

koperasi melakukan promosi pembukaan yaitu promosi yang dilakukan untuk

memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, biaya promosi yang

dikeluarkan adalah sebagai berikut :

a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan

masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau

kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk sepuluh buah spanduk

dan biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat sebesar mencapai

Rp 265.200.000,00 dalam satu tahun.

84

b. Pembagian brosur dan poster mengenai produk Fresh Time dan juga

pentingnya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-masyarakat di sekitar

koperasi dan wilayah pemasaran lainnya. Brosur dan poster yang disebar

adalah sebanyak 10.000 lembar untuk jangka waktu satu tahun dan

menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 20.000.000,00

c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk

memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar

dan internet diperkirakan sebesar Rp 12.000.000,00 pertahun.

d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh

instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat

menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak empat

kali. Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,

dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan

sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp

60.000.000,00 dalam setahun.

e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang

terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk

memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan

untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum

susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini

biaya yang disediakan sekitar Rp 24.000.000,00 dalam satu tahun.

Total dari biaya promosi pada tahun ke-2 hingga ke-4 adalah Rp

381.200.000,00 pertahun. Dengan asumsi bahwa setelah tahun ke-4

masyarakat di wilayah pemasaran sudah mengetahui keberadaan susu

sterilisasi Fresh Time, maka pada tahun ke-5 hingga tahun ke-15 koperasi

tidak lagi melakukan promosi pembukaan melainkan promosi terus menerus

yang bertujuan agar produk tetap berada di benak pasar sasaran. Biaya untuk

promosi pada tahun ke-5 hingga ke-15 adalah sebagai berikut :

a. Lima (5) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan

masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau

kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk lima buah spanduk dan

85

biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat mencapai Rp

135.600.000,00 dalam satu tahun.

b. Penempelan poster-poster mengenai produk Fresh Time di lokasi-lokasi

pusat perbelanjaan, pasar, pertokoan, terminal dan tempat umum lainnya.

Poster yang disebar adalah sebanyak 5.000 lembar dan menghabiskan

biaya pembuatan sebesar Rp 10.000.000,00 pertahun.

c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk

memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar

dan internet diperkirakan sebesar Rp 6.000.000,00 pertahun.

d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh

instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat

menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak dua kali.

Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,

dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan

sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp

30.000.000,00 dalam setahun.

e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang

terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk

memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan

untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum

susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini

biaya yang disediakan sekitar Rp 6.000.000,00 dalam satu tahun.

Total biaya promosi untuk tahun ke-5 hingga tahun ke-15 adalah sebesar Rp

187.600.000,00 pertahun.

8. Biaya penyusutan barang investasi. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan

menggunakan metode garis lurus yaitu :

Biaya penyusutan barang investasi pada skenario II, yaitu truk tangki susu,

mobil boks, peralatan laboratorium, mesin dan peralatan produksi susu

Penyusutan = Nilai Beli – Nilai Sisa

Umur Pakai

86

diuraikan pada Lampiran 20. Besar biaya penyusutan dalam satu tahun adalah

Rp 1.987.497.000,00.

9. Biaya gaji. Penjabaran untuk biaya gaji dapat dilihat pada Lampiran 8. Selain

biaya gaji, setiap tahunnya koperasi juga memberikan Tunjangan Hari Raya

sebagai bentuk kepedulian terhadap karyawan dan biaya pelatihan untuk

menambah kualitas sumber daya manusia yang dimiliki pabrik. Total biaya

gaji dalam satu tahun adalah Rp 1.948.500.000,00.

10. Biaya administrasi pabrik. Biaya administrasi pabrik terdiri dari pembayaran

pajak bumi dan bangunan setiap tahunnya dan keperluan administrasi pabrik.

Besarnya biaya administrasi pabrik adalah Rp 100.000.000,00 pertahun.

11. Pembayaran pinjaman. Pinjaman dibayar secara diangsur setiap tahunnya

sebesar Rp 3.906.339.168,00

Biaya operasional yang kedua adalah biaya variabel. Besar kecilnya biaya

variabel sangat bergantung dari berapa banyak susu sterilisasi yang akan

diproduksi. Sehingga total biaya variabel pada setiap tahunnya akan berbeda-beda

sesuai dengan peningkatan produksi yang dilakukan oleh koperasi. Biaya variabel

pada skenario II jauh berbeda dibandingkan dengan biaya variabel pada skenario

I, karena pada skenario II, koperasi memproduksi sendiri susu sterilisasi melalui

pabrik pengolahan susu yang didirikannya. Adapun biaya variabel yang

dikeluarkan pada skenario II adalah sebagai berikut :

1. Biaya bahan baku susu segar. Bahan baku utama dari susu sterilisasi Fresh

Time adalah susu segar yang berasal dari para peternak anggota KPSBU Jawa

Barat. Untuk itu koperasi berkewajiban untuk membayarkan susu yang

dikumpulkan para peternak tersebut. Dalam hal penentuan harga susu, KPSBU

Jawa Barat menggunakan hasil uji laboratorium sebagai dasar penentuan

harga. Harga rata-rata di tingkat peternak adalah Rp 3.250,00 perliter sehingga

hal tersebut menjadi asumsi biaya susu segar yang dipergunakan sebagai

bahan baku susu sterilisasi Fresh Time.

2. Biaya bahan baku pendukung yang terdiri dari gula, bubuk cokelat, perisa

stroberi, dan karagen. Adapun formulasi dari bahan baku pendukung yang

diperlukan untuk membuat satu buah susu sterilisasi dalam kemasan botol 180

ml adalah 93 persen susu segar, 6,3 persen gula, 0,65 persen bubuk cokelat

87

untuk susu sterilisasi rasa cokelat dan perisa stroberi untuk susu sterilisasi rasa

stroberi, serta 0,05 persen karagen. Harga untuk masing-masing bahan adalah

sebagai berikut : (1) Rp 8.000,00 perkilogram untuk gula; (2) Rp 137.000,00

perkilogram untuk bubuk cokelat; (3) Rp 637.500,00 perkilogram untuk perisa

stroberi; dan (4) Rp 130.000,00 perkilogram untuk penyeimbang nabati.

3. Biaya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mengemas susu sterilisasi, yaitu

botol HDPE 180 ml, sedotan, aluminium foil, label, kardus, dan lakban. Harga

satuan untuk masing-masing bahan tersebut adalah Rp 600,00 perbotol, Rp

10,00 perbuah, Rp 10,00 persentimeter, Rp 200,00 perbuah, Rp 1.750,00

perbuah, dan Rp 5,00 persentimeter.

4. Biaya bahan bakar truk tangki susu dan mobil boks. Pada skenario II,

diasumsikan bahwa lokasi pembangunan pabrik masih berada di sekitar

Kecamatan Lembang atau Kabupaten Subang sehingga diperkirakan jarak

antara cooling unit dengan pabrik pengolahan susu adalah sekitar 5 kilometer.

Sehingga dalam satu tahun biaya untuk bahan bakar truk tangki susu adalah

sekitar Rp 617.142,90. Mobil boks digunakan untuk mengambil susu

sterilisasi yang telah diolah dan memperlancar proses distribusi ke berbagai

wilayah pemasaran susu sterilisasi Fresh Time.

5. Biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik. Untuk setiap satu buah botol susu

sterilisasi Fresh Time 180 ml, biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik yang

dibutuhkan adalah sebesar Rp 183,00. Angka ini didapat dari hasil penelitian

di pabrik pengolahan susu yang telah ada sebelumnya.

6. Listing fee, yaitu biaya yang harus dibayarkan kepada supermarket dimana

produk susu sterilisasi Fresh Time dipasarkan. Listing fee ini besarnya

bervariasi sesuai dengan jumlah produk yang terjual, berdasarkan literatur

listing fee yang harus dibayarkan adalah sekitar 40 persen dari total

pendapatan penjualan produk yang terjual di supermarket tersebut.

7. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu upah untuk pekerja pabrik yang bekerja

dalam bidang produksi, dari penerimaan susu hingga pengemasan serta

operator mesin. Upah dibayarkan perjam dan setiap beberapa tahun

diasumsikan pabrik menambah lama produksinya untuk menghasilkan lebih

88

banyak produk susu. Upah dari tenaga kerja langsung ini adalah Rp 4.500,00

perjam.

Biaya tetap dan variabel yang dikeluarkan koperasi pada skenario II dapat

dilihat pada Lampiran 21 dan 22.

7.2.3 Analisis Finansial pada Skenario II

Berdasarkan aliran kas (cash flow) yang telah disusun berdasarkan inflow

dan outflow pada bagian sebelumnya, dapat dinilai kelayakan usaha pada usaha

produksi susu sterilisasi Fresh Time skenario II dengan menggunakan beberapa

kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate

of Return (IRR), dan Payback Periode (PP).

Net Present Value (NPV) atau nilai kini manfaat bersih yang dihasilkan

usaha produksi susu sterilisasi pada skenario II adalah sebesar minus Rp

59.082.268.000,00 yang berarti jauh lebih kecil dari 0 (NPV < 0). Hal ini

memiliki makna bahwa usaha produksi susu sterilisasi pada skenario II tidak

menguntungkan atau tidak memberikan manfaat bahkan merugikan karena

menimbulkan kerugian yang sangat besar. Berdasarkan kriteria investasi NPV

usaha produksi susu sterilisasi pada skenario II tidak layak untuk dilaksanakan.

Tabel 16. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time

Skenario II

Kriteria Investasi Hasil

NPV - Rp 59.082.268.000,00

IRR -

Net B/C 0

Pay Back Periode -

Kriteria investasi selanjutnya adalah Internal Rate of Return (IRR) atau

tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Dari IRR

dapat terlihat seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang

ditanamkan. Berdasarkan perhitungan, IRR dari usaha produksi susu sterilisasi

pada skenario II tidak dapat diketahui yang berarti usaha pada skenario II ini tidak

89

memiliki tingkat pengembalian sedikitpun. Berdasarkan kriteria IRR, usaha pada

skenario II ini tidak layak untuk dilaksakan.

Nilai Net B/C atau rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan

manfaat bersih yang bernilai negatif dari skenario II adalah 0. Karena nilai Net

B/C yang dihasilkan lebih kecil dari 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan.

Berdasarkan kriteria-kriteria investasi di atas, usaha produksi susu

sterilisasi Fresh Time pada skenario II tidak layak untuk dilaksanakan. Penjelasan

teknis untuk ketidaklayakan ini adalah karena pabrik tidak berproduksi setiap hari

sehingga biaya operasional tetap dari pabrik pengolahan susu tidak dapat ditutupi

oleh pendapatan dari penjualan susu steriliasi. Pada skenario II ini, pabrik hanya

berproduksi setiap dua kali dalam seminggu dan belum menggunakan semua

sumber daya yang terdapat pada pabrik, berupa kapasitas produksi yang dimiliki

oleh mesin pengolahan susu. Karena ketidaklayakan usaha pada skenario II ini,

analisis tidak dilanjutkan pada analisis switching value dan laporan laba rugi.

7.3. Skenario III

7.3.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario III

Pada skenario III, arus penerimaan (inflow) dari usaha produksi susu

sterilisasi Fresh Time dengan mendirikan pabrik pengolahan susu terdiri dari lima

yaitu penerimaan penjualan susu sterilisasi Fresh Time, penerimaan penjualan

susu pasteurisasi, penerimaan penjualan yoghurt Fresh Time, pinjaman dari pihak

bank pada tahun ke-1 dan nilai sisa barang-barang investasi pada tahun terakhir

umur usaha.

Pada skenario III, produksi susu baru dimulai pada tahun ke-2 semester

ke-2 atau pada bulan ketujuh tahun ke-2. Hal ini disebabkan karena koperasi harus

melakukan pembangunan pabrik pengolahan susu pada tahun ke-1 yang

menghabiskan waktu sekitar 18 bulan. Selain susu sterilisasi Fresh Time, pada

skenario III ini juga diproduksi jenis olahan susu segar yang lain. Hal ini dapat

dilakukan karena pada skenario III, diasumsikan bahwa pabrik melakukan

produksi dengan kapasitas mesin yang dimilikinya. Dalam satu hari, pabrik

mengolah 16.000 liter susu segar yang tidak dapat dipasok kepada FFI. Jumlah

90

tersebut 63 persen diolah menjadi susu sterilisasi, 34 persen menjadi susu

pasteurisasi dan 3 persen diolah menjadi yoghurt. Uraian lebih jelas mengenai

volume produksi dari masing-masing jenis susu olahan dapat dilihat pada

Lampiran 25.

Harga jual susu sterilisasi Fresh Time adalah Rp 2.000,00 perbotol untuk

grosir, Rp 2.500,00 perbotol untuk eceran dan Rp 3.000,00 perbotol untuk dijual

di supermarket. Untuk harga jual susu pasteurisasi, harga untuk grosir adalah Rp

1.800,00 percup, Rp 2.000,00 untuk eceran dan Rp 2.500,00 untuk dijual ke

supermarket. Sedangkan untuk yoghurt Fresh Time, harga jual grosir adalah Rp

2.500,00 percup, Rp 3.000,00 percup untuk eceran dan Rp 3.500,00 untuk dijual

ke supermarket. Persentase untuk masing-masing jenis penjualan adalah 50 persen

dijual grosir, 20 persen dijual eceran dan 30 persen dijual ke supermarket. Untuk

penjualan supermarket baru dimulai pada tahun ke-5 karena koperasi memerlukan

persiapan akan kualitas, kuantitas dan perizinan sebelum memasukkan produk ke

supermarket. Adapun penjabaran dari arus penerimaan (inflow) pada skenario III

dapat dilihat pada Lampiran 29.

Pinjaman pada tahun I diperlukan koperasi untuk mempersiapkan

kebutuhan dalam membangun sebuah pabrik pengolahan susu, di antaranya adalah

membeli lahan, pembangunan pabrik, perijinan, pembelian serta instalasi mesin-

mesin dan peralatan. Besar pinjaman pada tahun ke-1 adalah Rp

39.437.201.600,00 atau sebesar 80 persen dari total biaya investasi yang

dibutuhkan. Hal ini berdasarkan masih kecilnya kemampuan koperasi dalam

penyediaan modal pribadi sehingga lebih baik jika meminjam dari pihak lain,

dalam kasus ini adalah pihak Bank BNI 46. Sedangkan nilai sisa pada tahun

terakhir diperoleh dari nilai sisa barang-barang investasi yang pada akhir umur

usaha belum habis umur ekonomisnya. Nilai sisa pada tahun ke-15 adalah sebesar

Rp 3.348.251.000,00.

7.3.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow) Skenario III

Unsur-unsur yang terdapat pada arus pengeluaran (outflow) pada skenario

III adalah biaya investasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya variabel

dan biaya tetap.

91

1. Biaya Investasi

Investasi yang dibutuhkan pada skenario III adalah biaya perizinan untuk

pendirian pabrik pengolahan susu dan pembuatan produk susu sterilisasi Fresh

Time, mobil tangki susu untuk mengantarkan susu dingin dari cooling unit ke

pabrik pengolahan susu, mobil boks untuk mempelancar proses pendistribusian

produk, biaya pembelian lahan yang akan digunakan sebagai tempat pendirian

pabrik, biaya pembangunan pabrik pengolahan susu, biaya pembuatan jalan dari

jalan utama menuju ke pabrik serta biaya pembelian dan instalasi mesin-mesin

dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses produksi susu sterilisasi Fresh Time.

Adapun biaya investasi pada skenario III diuraikan pada Lampiran 30. Total biaya

investasi yang dikeluarkan pada tahun ke-1 adalah Rp 49.296.502.000,00

Biaya investasi di atas dikeluarkan pada tahun ke-1 usaha dan selanjutnya

dilakukan pembelian ulang (reinvestasi) untuk truk tangki susu, mobil boks,

perbaikan jalan, pembelian peralatan laboratorium dan mesin-mesin serta

peralatan produksi susu sterilisasi Fresh Time pada tahun ke-11 karena umur

ekonomisnya sudah habis dan harus diganti dengan barang yang baru. Sehingga

terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11 yang diuraikan pada

Lampiran 31. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11 adalah

Rp 6.696.502.000,00.

2. Biaya Operasional

Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap

yang dikeluarkan pada skenario III adalah :

1. Biaya perawatan kendaraan operasional, yaitu truk tangki susu dan mobil

boks. Biaya perawatan kendaraan operasional ini terdiri dari biaya service¸

penggantian ban bila dibutuhkan, penggantian oli secara berkala dan

penggantian suku cadang bila dibutuhkan. Biaya perawatan kendaraan

operasional ini berjumlah Rp 45.000.000, 00 untuk tiga buah kendaraan

operasional dalam jangka waktu satu tahun.

2. Biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor yang dikeluarkan setiap satu

tahun sekali. Untuk tiga kendaraan, pajak kendaraan bermotor tahunan

diestimasikan sejumlah Rp 5.000.000, 00 pertahun. Sedangkan setiap lima

tahun sekali, koperasi mengeluarkan biaya pajak balik nama kendaraan

92

bermotor untuk tiga kendaraan operasional sebesar Rp 10.000.000,00 perlima

tahun.

3. Biaya asuransi kendaraan operasional. Asumsi penetapan biaya asuransi ini

didasarkan pada suku premi pertahun untuk kendaraan bermotor pada

perusahaan asuransi ACA yang dihitung menggunakan rumus :

Dengan menggunakan rumus di atas (dengan suku premi pertahun adalah 5,5

persen), maka biaya asuransi untuk truk tangki susu adalah Rp 12.650.000,00

pertahun dan biaya asuransi untuk mobil boks adalah Rp 4.477.500,00

pertahun. Sehingga total biaya asuransi yang dikeluarkan selama satu tahun

adalah Rp 21.605.000,00 pertahun.

4. Biaya asuransi bangunan pabrik, mesin dan peralatan untuk mengurangi risiko

dari ketidakpastian. Asumsi penetapan biaya asuransi bangunan pabrik, mesin

dan peralatan dilakukan berdasarkan rumus yang sama dengan asuransi

kendaraan operasional pada bagian sebelumnya. Sehingga dalam satu tahun,

biaya asuransi yang harus dikeluarkan adalah Rp 1.412.897.310,00.

5. Biaya pemeliharaan bangunan pabrik dalam satu tahunnya mencapai Rp

500.000.000,00 dan biaya pemeliharaan mesin serta peralatan sebesar Rp

142.226.050,00. Kedua biaya tersebut diasumsikan sebesar 2,5 persen dari

harga pembelian barang yang diasuransikan tersebut.

6. Biaya komunikasi yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi dengan

pihak koperasi, penjual, antarpegawai, dan pihak lainnya dalam rangka

memperlancar proses produksi dan pemasaran susu sterilisasi Fresh Time

dalam setahun mencapai Rp 30.000.000,00.

7. Biaya promosi yang sangat dibutuhkan dalam usaha produksi susu sterilisasi

Fresh Time karena produk ini adalah produk yang baru beredar di masyarakat

dan memerlukan promosi kepada masyarakat, khususnya yang berada di

wilayah pemasaran yaitu Jawa Barat. Pada tahun ke-2 hingga tahun ke-4

koperasi melakukan promosi pembukaan yaitu promosi yang dilakukan untuk

Besarnya Biaya Asuransi = Jumlah Uang Pertanggungan (Harga Pasar untuk

Barang yang Diasuransikan) x Suku Premi pertahun

93

memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, biaya promosi yang

dikeluarkan adalah sebagai berikut :

a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan

masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau

kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk sepuluh buah spanduk

dan biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat sebesar mencapai

Rp 265.200.000,00 dalam satu tahun.

b. Pembagian brosur dan poster mengenai produk Fresh Time dan juga

pentingnya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-masyarakat di sekitar

koperasi dan wilayah pemasaran lainnya. Brosur dan poster yang disebar

adalah sebanyak 10.000 lembar untuk jangka waktu satu tahun dan

menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 20.000.000,00

c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk

memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar

dan internet diperkirakan sebesar Rp 12.000.000,00 pertahun.

d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh

instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat

menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak empat

kali. Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,

dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan

sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp

60.000.000,00 dalam setahun.

e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang

terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk

memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan

untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum

susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini

biaya yang disediakan sekitar Rp 24.000.000,00 dalam satu tahun.

Total dari biaya promosi pada tahun ke-2 hingga ke-4 adalah Rp

381.200.000,00 pertahun. Dengan asumsi bahwa setelah tahun ke-3

masyarakat di wilayah pemasaran sudah mengetahui keberadaan susu

sterilisasi Fresh Time, maka pada tahun ke-5 hingga tahun ke-15 koperasi

94

tidak lagi melakukan promosi pembukaan melainkan promosi terus menerus

yang bertujuan agar produk tetap berada di benak pasar sasaran. Biaya untuk

promosi pada tahun ke-5 hingga ke-15 adalah sebagai berikut :

a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan

masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau

kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk lima buah spanduk dan

biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat mencapai Rp

135.600.000,00 dalam satu tahun.

b. Penempelan poster-poster mengenai produk Fresh Time di lokasi-lokasi

pusat perbelanjaan, pasar, pertokoan, terminal dan tempat umum lainnya.

Poster yang disebar adalah sebanyak 5.000 lembar dan menghabiskan

biaya pembuatan sebesar Rp 10.000.000,00 pertahun.

c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk

memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar

dan internet diperkirakan sebesar Rp 6.000.000,00 pertahun.

d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh

instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat

menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak dua kali.

Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,

dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan

sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp

30.000.000,00 dalam setahun.

e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang

terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk

memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan

untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum

susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini

biaya yang disediakan sekitar Rp 6.000.000,00 dalam satu tahun.

Total biaya promosi untuk tahun ke-5 hingga tahun ke-15 adalah sebesar Rp

187.600.000,00 pertahun.

8. Biaya penyusutan barang investasi. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan

menggunakan metode garis lurus yaitu :

95

Biaya penyusutan barang investasi pada skenario III, yaitu truk tangki susu,

mobil boks dan gudang diuraikan pada Lampiran 32. Dalam satu tahun,

besarnya biaya penyusutan adalah Rp 2.002.983.533,00.

9. Biaya gaji. Penjabaran untuk biaya gaji dapat dilihat pada Lampiran 8. Dalam

satu tahun, biaya gaji yang harus dikeluarkan oleh pabrik adalah Rp

1.948.500.000,00.

10. Biaya administrasi pabrik. Biaya administrasi pabrik terdiri dari pembayaran

pajak bumi dan bangunan setiap tahunnya dan keperluan administrasi pabrik.

Besarnya biaya administrasi pabrik adalah Rp 100.000.000,00 pertahun.

11. Pembayaran pinjaman. Pinjaman dibayar secara diangsur setiap tahunnya

sebesar Rp 6.269.856.598,00

Biaya operasional yang kedua adalah biaya variabel. Besar kecilnya biaya

variabel sangat bergantung dari berapa banyak susu segar yang akan diolah.

Sehingga total biaya variabel pada setiap tahunnya akan berbeda-beda sesuai

dengan peningkatan produksi yang dilakukan oleh koperasi. Adapun biaya

variabel yang dikeluarkan pada skenario III adalah sebagai berikut :

1. Biaya bahan baku susu segar. Bahan baku utama dari susu sterilisasi Fresh

Milk adalah susu segar yang berasal dari para peternak anggota KPSBU Jawa

Barat. Untuk itu koperasi berkewajiban untuk membayarkan susu yang

dikumpulkan para peternak tersebut. Dalam hal penentuan harga susu, KPSBU

Jawa Barat menggunakan hasil uji laboratorium sebagai dasar penentuan

harga. Harga rata-rata di tingkat peternak adalah Rp 3.250,00 perliter sehingga

hal tersebut menjadi asumsi biaya susu segar yang dipergunakan sebagai

bahan baku susu sterilisasi Fresh Time.

2. Biaya bahan baku pendukung susu sterilisasi dan pasteurisasi yang terdiri dari

gula, bubuk cokelat, perisa stroberi, dan karagen. Adapun formulasi dari

bahan baku pendukung yang diperlukan untuk membuat satu buah susu

sterilisasi dalam kemasan botol 180 ml adalah 93 persen susu segar, 6,3 persen

gula, 0,65 persen bubuk cokelat untuk susu sterilisasi rasa cokelat dan perisa

Penyusutan = Nilai Beli – Nilai Sisa

Umur Pakai

96

stroberi untuk susu sterilisasi rasa stroberi, serta 0,05 persen karagen. Harga

untuk masing-masing bahan adalah sebagai berikut : (1) Rp 8.000,00

perkilogram untuk gula; (2) Rp 137.000,00 perkilogram untuk bubuk cokelat;

(3) Rp 637.500,00 perkilogram untuk perisa stroberi; dan (4) Rp 130.000,00

perkilogram untuk karagen.

3. Biaya bahan baku pendukung yoghurt terdiri dari gula, bibit yoghurt, perisa

melon, stroberi, moka, anggur, dan durian. Harga untuk masing-masing bahan

tersebut adalah sebagai berikut : (1) Rp 8.000,00 untuk gula; (2) Rp 6,25

perliter untuk bibit yoghurt; dan (3) Rp 637.500,00 untuk semua jenis perisa.

4. Biaya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mengemas susu olahan, yaitu botol

HDPE 180 ml, cup 180 ml, sedotan, aluminium foil, label, kardus, dan lakban.

Harga satuan untuk masing-masing bahan tersebut adalah Rp 600,00 perbotol,

Rp 200,00 percup, Rp 10,00 perbuah, Rp 10,00 permeter, Rp 200,00 perbuah,

Rp 1.750,00 perbuah, dan Rp 30,00 persentimeter.

5. Biaya bahan bakar truk tangki susu dan mobil boks. Pada skenario III,

diasumsikan bahwa lokasi pembangunan pabrik masih berada di sekitar

Kecamatan Lembang atau Kabupaten Subang sehingga diperkirakan jarak

antara cooling unit dengan pabrik pengolahan susu adalah sekitar 5 kilometer.

6. Biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik. Untuk setiap satu buah botol susu

sterilisasi Fresh Time 180 ml, biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik yang

dibutuhkan adalah sebesar Rp 183,00, untuk setiap cup yoghurt dan susu

pasteurisasi dalam cup, biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik adalah Rp

150,00. Sedangkan untuk susu pasteurisasi biaya listrik, air dan bahan bakar

pabrik untuk setiap liternya adalah Rp 550,00. Angka ini didapat dari hasil

penelitian di pabrik pengolahan susu yang telah ada sebelumnya.

7. Listing fee, yaitu biaya yang harus dibayarkan kepada supermarket dimana

produk susu sterilisasi Fresh Time dipasarkan. Listing fee ini besarnya

bervariasi sesuai dengan jumlah produk yang terjual, berdasarkan literatur

listing fee yang harus dibayarkan adalah sekitar 40 persen dari total

pendapatan penjualan produk yang terjual di supermarket tersebut.

8. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu upah untuk pekerja pabrik yang bekerja

dalam bidang produksi. Upah dibayarkan perjam dan setiap beberapa tahun

97

diasumsikan pabrik menambah lama produksinya untuk menghasilkan lebih

banyak produk susu. Upah dari tenaga kerja langsung ini adalah Rp 4.500,00

perjam.

Secara keseluruhan biaya tetap dan variabel yang dikeluarkan koperasi

pada skenario III dapat dilihat pada Lampiran 33 dan 35.

7.3.3 Analisis Finansial pada Skenario III

Berdasarkan aliran kas (cash flow) yang telah disusun berdasarkan inflow

dan outflow pada bagian sebelumnya, dapat dinilai kelayakan usaha pada usaha

produksi susu sterilisasi Fresh Time skenario III dengan menggunakan beberapa

kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate

of Return (IRR), dan Payback Periode (PP). Hasil dari penilaian berdasarkan

kriteria penilaian investasi adalah sebagai berikut :

Tabel 17. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time

Skenario III

Kriteria Investasi Hasil

NPV - Rp. 6.886.181.000

IRR - 5 %

Net B/C 0,6618

Payback Periode 129 tahun 5 bulan 22 hari

Net Present Value (NPV) atau nilai kini manfaat bersih yang dihasilkan

usaha produksi susu sterilisasi pada skenario III adalah sebesar minus Rp .

6.886.181.000,00 yang berarti lebih kecil dari 0 (NPV < 0). Hal ini memiliki

makna bahwa usaha produksi susu sterilisasi pada skenario III tidak menghasilkan

keuntungan atau manfaat bagi koperasi. Berdasarkan kriteria investasi NPV usaha

produksi susu sterilisasi pada skenario III dinyatakan tidak layak untuk

dilaksanakan.

Kriteria investasi selanjutnya adalah Internal Rate of Return (IRR) atau

tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Dari IRR

dapat terlihat seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang

ditanamkan. Berdasarkan perhitungan, IRR dari usaha produksi susu sterilisasi

98

pada skenario III adalah minus 5 persen, lebih kecil dibandingkan discount rate

yang digunakan yaitu 11 persen. Berdasarkan kriteria investasi IRR usaha

produksi susu sterilisasi pada skenario III tidak layak untuk dilaksanakan.

Nilai Net B/C atau rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan

manfaat bersih yang bernilai negatif dari skenario III adalah 0,6618. Karena Net

B/C dari skenario III lebih kecil dari satu (Net B/C < 1) maka usaha produksi susu

sterilisasi pada skenario III tidak layak untuk dilaksanakan. Payback periode

untuk skenario ini adalah 129 tahun 5 bulan 22 hari jauh lebih lama dari umur

usaha pada skenario III yaitu 15 tahun, sehingga berdasarkan kriteria investasi

payback periode, skenario III tidak layak untuk dilaksanakan. Karena kriteria

investasi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial pada skenario

III menunjukkan bahwa skenario tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, maka

secara finansial disimpulkan bahwa skenario III tidak layak untuk dilaksanakan.

Karena ketidaklayakan tersebut, analisis skenario III tidak dilanjutkan pada

analisis switching value.

7.4. Analisis Perbandingan Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time

Setelah ketiga skenario dalam usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time

dianalisis dari aspek finansial, selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara

skenario I dan II untuk mengetahui skenario manakah yang lebih layak untuk

dilakukan oleh koperasi saat ini. Skenario I dan II dapat dibandingkan karena

kedua skenario menggunakan volume dan frekuensi yang sama yaitu 2 ton perhari

dengan frekuensi dua kali dalam seminggu. Apakah lebih baik melakukan

subkontrak produksi dengan PT ISAM ataukah mendirikan pabrik pengolahan

susu sendiri.

Tabel 18. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan II

Kriteria Skenario I Skenario II

NPV Rp 971.916.310,00 - Rp 59.082.268.000,00

IRR 49% -

Net B/C 5,61 0

Payback Periode 3 tahun 1 bulan 22 hari -

99

Berdasarkan tabel, diketahui bahwa skenario I layak untuk dilaksanakan

karena telah memenuhi persyaratan kriteria investasi yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu NPV, IRR, Net B/C dan Payback Periode. Sedangkan

berdasarkan kriteria investasi pula, skenario II tidak layak untuk dilaksanakan

karena tidak memenuhi kriteria investasi dan tidak memberikan manfaat serta

keuntungan bagi koperasi bila dilaksanakan. Sehingga dari hasil analisis kedua

skenario, dapat disimpulkan bahwa sebaiknya saat ini koperasi lebih baik

melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM dibandingkan mendirikan

pabrik pengolahan susu sendiri.

Setelah melakukan perbandingan antara skenario I dan II, kemudian

skenario yang lebih layak untuk dilaksanakan dibandingkan dengan skenario III

yaitu koperasi mendirikan pabrik pengolahan susu dan memproduksi susu

sejumlah susu yang tidak dapat dipasok lagi kepada FFI sebesar 16 ton perhari.

Pada Tabel 19 terlihat bahwa NPV dari skenario I lebih besar dari skenario III,

artinya bahwa skenario I juga dapat memberikan manfaat bersih lebih besar

dibandingkan dengan skenario III.

IRR dari skenario III lebih kecil dibandingkan skenario I. Hal ini berarti

bahwa skenario III dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih kecil

dibandingkan dengan skenario I. Sedangkan Net B/C pada skenario I lebih besar

dibandingkan skenario III, yang berarti bahwa setiap satu satuan biaya yang

dikeluarkan pada skenario I akan membawa manfaat yang lebih besar

dibandingkan pada skenario III.

Tabel 19. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan III

Kriteria Skenario I Skenario III

NPV Rp 971.916.310,00 - Rp. 6.886.181.000

IRR 49% - 5 %

Net B/C 5,61 0,6618

Payback Periode 3 tahun 1 bulan 22 hari 129 tahun 5 bulan 22 hari

Kriteria terakhir yang dibandingkan adalah payback periode. Payback

periode pada skenario I lebih kecil daripada umur usaha (15 tahun) yang berarti

100

skenario layak untuk dilaksanakan. Sedangkan payback periode pada skenario III

menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu 129 tahun 5 bulan 22 hari, jauh lebih lama

dibandingkan umur usaha, untuk menutupi biaya investasi sehingga berdasarkan

seluruh kriteria investasi ini, skenario III dinyatakan tidak layak untuk

dilaksanakan. Berdasarkan perbandingan dari kriteria investasi dari kedua

skenario, dapat disimpulkan bahwa skenario yang lebih layak untuk dilaksanakan

adalah skenario I yaitu melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM untuk

memproduksi susu sterilisasi Fresh Time.

101

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis

kelayakan usaha usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada tiga kondisi

skenario, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ditinjau dari aspek-aspek nonfinansial, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen,

hukum, sosial dan lingkungan, ketiga kondisi skenario layak untuk

dilaksanakan. Namun untuk skenario I ada beberapa aspek yang harus

diperbaiki seperti aspek manajemen dan ekonomi, karena usaha produksi susu

Fresh Time pada skenario I belum memiliki manajemen sendiri dan masih

bergabung dengan karyawan koperasi sehingga tidak optimal dalam

mengelola susu sterilisasi Fresh Time dan juga belum menciptakan lapangan

pekerjaan bagi masyarakat sekitar seperti pada skenario II atau III.

2. Berdasarkan aspek finansial, terdapat satu skenario yang layak untuk

dilaksanakan yaitu skenario I (usaha produksi susu sterilisasi dengan

melakukan subkontrak produksi). Sedangkan berdasarkan kriteria investasi

pada aspek finansial, skenario II dan III tidak layak dilaksanakan karena tidak

dapat memenuhi persyaratan pada kriteria investasi.

3. Hasil analisis switching value memperlihatkan bahwa pada skenario I, jika

harga output menurun lebih dari 9 persen, harga susu segar naik lebih dari

38,86 persen dan biaya subkontrak produksi naik lebih dari 15,31 persen maka

usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada skenario I tidak layak lagi

untuk dilaksanakan.

4. Berdasarkan hasil analisis dari aspek nonfinansial dan finansial, peneliti

merekomendasikan agar saat ini koperasi melakukan subkontrak produksi

dengan PT ISAM karena membawa lebih banyak manfaat dibandingkan

dengan mendirikan pabrik, dengan volume dan frekuensi yang digunakan

adalah volume dan frekuensi produksi berdasarkan kesepakatan dengan PT

ISAM.

102

8.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk usaha produksi susu sterilisasi Fresh

Time adalah :

1. Dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I sebaiknya

koperasi dapat mencari bahan baku pendukung, seperti gula, cokelat bubuk,

perisa, karagen dan lainnya yang memiliki harga yang lebih murah

dibandingkan dengan harga bahan baku pendukung yang disediakan pabrik

agar koperasi dapat meminimumkan biaya subkontrak produksi. Koperasi

dapat melakukan hal ini karena merupakan kewenangan yang diberikan oleh

pihak pabrik PT ISAM.

2. Dalam melaksanakan subkontrak produksi, sebaiknya koperasi berusaha agar

dapat menambah volume produksi susu agar dapat meningkatkan penjualan

dan keuntungan serta memanfaatkan sisa susu yang tidak dapat dipasok ke

FFI.

3. Koperasi sebaiknya memperkuat hubungan kerja sama dengan PT ISAM agar

didapatkan hubungan yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan.

4. Jika ingin melakukan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan

melakukan pendirian pabrik pengolahan susu sendiri, koperasi sebaiknya

meningkatkan hubungan dengan pemerintah seperti Dinas Peternakan,

Direktorat Jenderal Peternakan dan Direktorat Jenderal Industri Agro dan

Kimia. Pada beberapa instansi pemerintah tersebut, pengolahan susu sedang

menjadi sasaran pengembangan. Terutama karena sedang digalakkannya

gerakan minum susu nasional di Indonesia mulai tahun 2010 ini. Dengan

mengadakan kerjasama dengan beberapa instansi tersebut diharapkan koperasi

dapat mendapatkan bantuan sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya

investasi yang terlalu besar.

103

DAFTAR PUSTAKA

Damron, W. StepHen. Introduction to Animal Science : Global, Biological, Sosial and Industry Perspectives. 2006. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Dharmmesta B, Handoko H. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: BPFE-

Yogyakarta

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Produksi Susu Segar Perprovinsi. Jakarta: Ditjenak RI.

Djatmiko, Budi. Studi Kelayakan Bisnis. 2009. Bandung: Tabi‟ Press

Early, Ralph. The Technology of Dairy Products. 1998. Cornwall : T. J.

International Ltd.

Erwin. 2008. Analisis strategi pengembangan usaha Koperasi Produksi Susu

(Studi Kasus Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor, Jawa

Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gittinger, J. Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta: UI Press

Hafsah, Nurul Ismalia. 2007. Optimalisasi produksi kain sutera alam pada

Koperasi “Warga Sejahtera” Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Ibrahim, Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Rineka Cipta

Hendar, Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI

Husnan S, Muhammad S. 2005. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP

YKPN

Kadariah, Lien, K., C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbit FE-UI

Kasmir, Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana

Kotler, PHilip. 1994. Manajemen Pemasaran. New Jersey: A Simon and Schuster Company.

KPSBU. Laporan Tahunan Ke-37 Tahun 2008. 2009. Bandung

Musarofah, Siti M. 2009. Analisis kelayakan usaha pengolahan nugget ikan (kasus

pada pengolahan nugget ikan Putra Barokah, Desa Blanakan, Kecamatan

Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor

Oktafiyani, Roch Ika. 2009. Analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk tambak

kulit sapid an kulit kerbau (studi kasus : usaha pembuatan kerupuk rambak

104

di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah) [skripsi].

Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Priyanti A. dan Saptati R.A. 2009. Dampak Harga Susu Dunia terhadap Harga

Susu Dalam Negeri di Tingkat Peternak : Kasus Koperasi Peternak

Bandung Utara di Jawa Barat. [laporan penelitian]. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Rivai, Arief. 2009. Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong

(fattening) pada PT Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan

Ciampea Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Saleh, Eniza. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Sofyan, Iban. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu

Sutojo, Siswanto. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta: PT Damar Mulia

Pustaka

Umar, Husein. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Yusda Y, Ilham N. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat.

Analisis Kebijakan Pertanian volume 4 nomor 1 (Maret):18-38

105

LAMPIRAN

Lampiran 1. Produksi Susu Segar Perprovinsi (Ton)

Sumber : Dirjen Ternak (2010)

106

Lampiran 2. Produksi Susu Segar di Jawa Barat tahun 2009

Kabupaten/ kota Produksi Susu Sapi Perah

Kabupaten Liter Kg

1 B o g o r 12.504.646 12.854.777

2 Sukabumi 9.945.290 10.223.758

3 Cianjur 6.062.859 6.232.619

4 Bandung 57.192.828 58.794.227

5 Garut 34.287.753 35.247.810

6 Tasikmalaya 3.723.662 3.827.925

7 Ciamis 410.682 422.182

8 Kuningan 10.988.932 11.296.622

9 Cirebon 268.849 276.377

10 Majalengka 2.129.622 2.189.251

11 Sumedang 20.627.268 21.204.832

12 Indramayu 4.193.619 4.311.040

13 Subang 2.891.713 2.972.681

14 Purwakarta 14.818 15.233

15 Karawang 71.975 73.991

16 Bekasi 209.575 215.443

17 Bandung Barat 62.059.627 63.797.296

Kota

18 Bogor 1.911.579 1.965.103

19 Sukabumi 577.919 594.101

20 Bandung 2.250.286 2.313.294

21 Cirebon 8.468 8.705

22 Bekasi - -

23 Depok 1.511.481 1.553.802

24 Cimahi 753.624 774.725

25 Tasikmalaya 886.989 911.825

26 Banjar 23.286 23.938

Jawa Barat 235.507.350 242.101.556

Sumber : Dinas Peternakan Jawa Barat (2010)

107

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

KUESIONER

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN ASPEK KELAYAKAN

USAHA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI ‘FRESH TIME’ KPSBU

JAWA BARAT

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Perusahaan

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

2. Lokasi Perusahaan

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

3. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

4. Aktivitas perusahaan

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

B. Aspek Kelayakan Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU

Jawa Barat

No. Kriteria Aspek Kelayakan Uraian

1 Aspek Pasar :

Bentuk Pasar

Pasar Potensial

Pangsa Pasar

108

Segmentasi, Target, Posisi di Pasar

Permintaan dan Penawaran

Harga :

- Susu sterilisasi rasa cokelat

- Susu sterilisasi rasa stroberi

- Susu sterilisasi rasa vanilla

- Susu sterilisasi rasa ….

Biaya Produksi :

- Komposisi bahan baku

- Harga bahan baku

- Ongkos produksi

- Harga jual

Strategi Perusahaan/Promosi

Distribusi Produk

Pesaing/Situasi Persaingan di Lingkungan

Industri

Rencana/Proyeksi Penjualan

2 Aspek Teknis :

Lokasi Proyek

Fasilitas Transportasi

Bahan Baku dan Bahan Penolong yang

Digunakan

Ketersediaan Bahan Baku

Tenaga Listrik

Tenaga Air

Supply Tenaga Kerja

Jadwal Kerja

Proses Produksi

Pemilihan Teknologi

Perencanaan Letak Pabrik (terkait dengan

ketersediaan bahan baku/bahan mentah.

109

Fasilitas transportasi, letak pasar yang

dituju, tenaga listrik dan air, pasokan

tenaga kerja)

Perencanaan Tataletak (layout)

Perencanaan Kapasitas dan Jumlah

Produksi

Pengawasan Kualitas Produk

- Pengawasan kualitas bahan baku

- Pengawasan proses produksi :

a. Pengawasan mesin

b. Pengawasan karyawan

c. Pengawasan hasil produksi

3 Aspek Manajemen :

Pembangunan Proyek

- Kapan proyek dimulai

- Perkiraan waktu proyek selesai

- Siapa yang melakukannya

- Pengawasan

Implementasi Bisnis

- Struktur Organisasi

a. Kegiatan operasional

b. Kegiatan produksi

- Deskripsi pekerjaan

- Syarat-syarat yang diperlukan untuk

menjalankan pekerjaan tersebut

- Sistem pembagian kerja

- Sistem kompensasi

4 Aspek Hukum :

Bentuk Badan Usaha

Perizinan

Kegiatan Praoperasional

5 Aspek Sosial dan Lingkungan :

110

Penciptaan Lapangan Pekerjaan

Perubahan Tingkat Pengetahuan dan

Perilaku Kehidupan

Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat

Dampak Usaha terhadap Lingkungan

6 Aspek Finansial :

Kebutuhan Dana dan Sumber Modal

Harga Tanah / Sewa Tanah untuk Pabrik

Biaya Peralatan

Biaya Perlengkapan

Biaya Tenaga Kerja

C. Biaya Investasi Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU Jawa

Barat

No

.

Uraian Umur

Ekonomis

Jumlah Harga/Unit

(Rp)

Total

(Rp)

1 Biaya Pendirian

Pabrik

2 Biaya Pembelian

Mesin Produksi

3 Biaya Pembelian

Alat Transportasi

4 Biaya Pembelian

Perlengkapan

5 Biaya Pembelian

Peralatan

6 ……

Total Biaya

111

D. Biaya Tetap Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU Jawa

Barat

No

.

Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan

(Rp)

Total

(Rp)

1 Gaji Karyawan

2 Komunikasi

3 Listrik

4 Air

5 …..

Total Biaya

E. Biaya Variabel Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU Jawa

Barat

No

.

Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan

(Rp)

Total

(Rp)

1 Biaya Bahan Baku

Susu Pateurisasi Rasa

Cokelat

2 Biaya Bahan Baku

Susu Pateurisasi Rasa

Stroberi

3 Biaya Bahan Baku

Susu Pateurisasi Rasa

Vanila

4 Biaya Bahan Baku

Susu Pateurisasi Rasa

…..

5 Biaya Sewa Produksi

perperiode Waktu

(Skenario 2)

6 …..

Total Biaya

112

F. Nilai Penyusutan Barang pada Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh

Time’ KPSBU Jawa Barat

No. Uraian Nilai Beli

(Rp)

Nilai Sisa

(Rp)

Umur

Ekonomis

Total

Penyusutan

(Rp)

1 Pabrik

2 Mesin Produksi

3 Alat

Transportasi

4 Peralatan

5 Perlengkapan

6 Instalasi Air

7 Instalasi Listrik

8 Instalasi

Telepon

9 …..

Total Biaya

113

Lampiran 4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat Periode 2006 – 2011

Pengurus

Rapat Anggota

Tahunan (RAT)

Kabag Personalia

& Kesekretariatan

(Darojat)

Kabag Makanan

Ternak

(Kurnia Hidayat)

Pengawas

Kabag Pengembangan

Ciater

(Maman Somantri)

Kabag Waserda

(Agus Mulyana)

Manajer

(Agus Rahmat Indrajaya, SE)

Lab. QC

Makter

Audit Internal

Kabag Pelayanan

Keuangan

(Ai Hayati)

Kabag Produksi

Susu

(Budhi Wicaksono)

Kabag Pembibitan

(Yana Sudaryana)

Kabag Kelembagaan &

Penyuluhan

(Sukmana)

Kabag Pengolahan

Susu

(Jajang Samsah)

Kabag IB / Keswan

Drh. Tulus

Mugiyono

Kabag Adminkeu

(Komar Arif)

Kabag Pengembanga

Puspa Mekar

(Sumira Fardiansyah)

114

Lampiran 5. Diagram Alir Proses Produksi Susu Sterilisasi

Buffer Tank

Plate Heat Exchanger

Cream Separator

Homogenizer

Plate Heat Exchanger

Holding Section

Balance Tank

Chilled Water Plant

Balance Tank

Susu Pasteurisasi

Pencampuran bahan baku pendukung (gula pasir, perisa makanan

dan penyeimbang makanan)

Pendinginan susu, 2 ° C

Dikemas ke dalam botol HDPE bervolume 180 ml

Proses sterilisasi di dalam mesin steril botol (autoclave)

125 ° C, 10 menit

Pelabelan

Pengemasan ke dalam kardus

115

Lampiran 6. Usulan Struktur Organisasi pada Pabrik Pengolahan Susu (Skenario II dan III)

116

Lampiran 7. Spesifikasi Pekerjaan dari Manajemen Pabrik Pengolahan Susu

No. Jabatan Pendidikan Pengalaman

1 Kepala Pabrik Minimal S2

jurusan teknik

Minimal bekerja

selama 15 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

2 Manajer Produksi Minimal S1

jurusan teknik

Minimal bekerja

selama 10 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

3 Manajer Administrasi dan

Keuangan

Minimal S1

jurusan

manajemen

akuntansi

Minimal bekerja

selama 10 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

4 Manajer Pemasaran Minimal S1

jurusan

manajemen bisnis

Minimal bekerja

selama 10 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

5 Kepala Bagian Produksi Minimal S1

jurusan teknik

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

6 Kepala Bagian Quality Control Minimal S1

jurusan kimia atau

teknik

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

117

sama

7 Kepala Bagian Mekanik Minimal S1

jurusan teknik

permesinan

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

8 Kepala Bagian Administrasi Minimal S1

jurusan

manajemen

akuntansi

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

9 Kepala Bagian Keuangan Minimal S1

jurusan

manajemen

akuntansi

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

10 Kepala Bagian Personalia Minimal S1

jurusan

manajemen

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

11 Kepala Bagian Pemasaran

Produk

Minimal S1

jurusan

manajemen

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

12 Kepala Bagian Pelayanan

Konsumen

Minimal S1

jurusan

manajemen

Minimal bekerja

selama 5 tahun

pada bidang

pekerjaan yang

sama

13 Karyawan Minimal SMA Minimal

118

atau sederajat di

bidang yang

menunjang

pekerjaan

memiliki

pengalaman

pekerjaan selama

1 tahun

14 Operator Mesin Minimal SMK

Permesinan

Minimal

memiliki

pengalaman

pekerjaan selama

1 tahun

119

Lampiran 8. Gaji Tenaga Kerja

No. Jabatan Jumlah Gaji

(Rp/bulan)

Total

1 Kepala Pabrik 1 15.000.000 15.000.000

2 Manajer Produksi 1 7.000.000 7.000.000

3 Manajer Administrasi dan

Keuangan

1 7.000.000 7.000.000

4 Manajer Pemasaran 1 7.000.000 7.000.000

5 Kepala Bagian Produksi 1 5.000.000 5.000.000

6 Kepala Bagian Quality

Control

1 5.000.000 5.000.000

7 Kepala Bagian Mekanik 1 5.000.000 5.000.000

8 Kepala Bagian

Administrasi

1 5.000.000 5.000.000

9 Kepala Bagian Keuangan 1 5.000.000 5.000.000

10 Kepala Bagian Personalia 1 5.000.000 5.000.000

11 Kepala Bagian

Pemasaran Produk

1 5.000.000 5.000.000

12 Kepala Bagian Pelayanan

Konsumen

1 5.000.000 5.000.000

13 Karyawan 20 2.250.000 67.500.000

14 Keamanan 2 1.500.000 3.000.000

120

Lampiran 9. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario I

Tahun Susu Segar

yang Diolah

(Liter)

Susu Sterilisasi

yang

Diproduksi

(Botol)

Persentase Penjualan Pendapatan

dari Penjualan

Susu Segar

(Rp 1.000)

Pendapatan dari

Penjualan Susu

Sterilisasi (Rp

1.000)

Total Penjualan

(Rp 1.000) Eceran Grosir Superma

rket

1 144.000 792.000 40% 60% 0 540.000 1.742.400 2.282.400

2 192.000 1.056.000 40% 60% 0 720.000 2.323.200 3.043.200

3 192.000 1.056.000 40% 60% 0 720.000 2.323.200 3.043.200

4 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

5 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

6 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

7 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

8 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

9 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

10 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

11 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

12 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

13 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

14 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

15 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600

121

Lampiran 10. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario I

Tahun Biaya

Perawatan

Kendaraan

Operasional

(Rp 1.000)

Biaya Pajak

Kendaraan

Operasional

(Rp 1.000)

Asuransi

Kendaraan

Operasional

(Rp 1.000)

Biaya

Komunikasi

(Rp 1.000)

Biaya

Promosi

(Rp1.000)

Biaya Gaji

(Rp 1000)

Biaya

Pemeliharaan

Gudang

(Rp 1.000)

Biaya

Penyusutan

(Rp 1.000)

Total Biaya

Tetap

(Rp 1.000)

1 30.000 11.000 17.127,5 13.200 381.200 180.000 1.250 43.833 677.611

2 30.000 7.000 17.127,5 13.200 381.200 240.000 1.250 43.833 733.611

3 30.000 7.000 17.127,5 13.200 381.200 240.000 1.250 43.833 733.611

4 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

5 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

6 30.000 11.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 544.011

7 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

8 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

9 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

10 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

11 30.000 11.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 544.011

12 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

13 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

14 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

15 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011

122

Lampiran 11. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario I

Tahun Kebutuhan

Susu Segar

(Liter)

Susu

Sterilisasi

yang

Diproduksi

(Botol)

Pendapatan

Penjualan

Supermarket

(Rp 1.000)

Kebutuhan

BBM

(Liter)

Biaya

Susu

Segar

(Rp1.000)

Biaya

Subkontrak

Produksi

(Rp 1.000)

Listing

Fee (Rp

1.000)

Biaya

Transportasi

(Rp 1.000)

Total Biaya

Variabel

(Rp 1.000)

1 144.000 792.000 0 6.300 468.000 1.069.200 0 28.350 1.565.550

2 192.000 1.056.000 0 8.400 624.000 1.425.600 0 37.800 2.087.400

3 192.000 1.056.000 0 8.400 624.000 1.425.600 0 37.800 2.087.400

4 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

5 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

6 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

7 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

8 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

9 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

10 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

11 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

12 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

13 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

14 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

15 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400

123

Lampiran 12. Proyeksi Laba Rugi Skenario I (Rp 1.000)

KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

A. PENJUALAN

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000

TOTAL PENJUALAN 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600

B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 1.565.550 2.087.400 2.087.400 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840

C. MARJIN KOTOR 716.850 955.800 955.800 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760

D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 677.611 733.611 733.611 540.011 540.011 544.011 540.011 540.011 540.011 540.011 544.011 540.011 540.011 540.011 540.011

E. LABA KOTOR 39.239 222.189 222.189 320.749 320.749 316.749 320.749 320.749 320.749 320.749 316.749 320.749 320.749 320.749 320.749

F. BUNGA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

G. LABA SEBELUM PAJAK 39.239,2 222.189,2 222.189,2 320.749,2 320.749,2 316.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2 316.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2

H. PAJAK 9.810 55.547 55.547 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187

I. LABA BERSIH 29.429 166.642 166.642 240.562 240.562 237.562 240.562 240.562 240.562 240.562 237.562 240.562 240.562 240.562 240.562

124

Lampiran 13. Cash Flow Skenario I (Rp 1.000)

URAIAN KOMPONEN TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000

3. NILA SISA 202.500

TOTAL INFLOW 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.404.100

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 1.565.550 2.087.400 2.087.400 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840

2.2. BIAYA TETAP 633.778 689.778 689.778 496.178 496.178 500.178 496.178 496.178 496.178 496.178 500.178 496.178 496.178 496.178 496.178

TOTAL BIAYA TETAP 2.199.328 2.777.178 2.777.178 2.837.018 2.837.018 2.841.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018 2.841.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018

3. PAJAK 9.810 55.547 55.547 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187

TOTAL OUTFLOW 2.684.137 2.832.725 2.832.725 2.917.205 2.917.205 2.920.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205 3.325.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205

NET BENEFIT -401.737 210.475 210.475 284.395 284.395 281.395 284.395 284.395 284.395 284.395 -123.605 284.395 284.395 284.395 486.895

DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754

PV/TAHUN -376.335 184.699 173.020 219.003 205.155 190.156 180.031 168.647 157.983 147.994 -60.254 129.870 121.658 113.965 182.775

NPV Rp 971.916

IRR 49%

PV POSITIF 2.114.703

PV NEGATIF -376.335

NET B/C 5,6192

125

Lampiran 14. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi Penurunan Harga Output Sebesar 9,00010827331693 Persen

URAIAN KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.585.582 2.114.109 2.114.109 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253

2. PENJUALAN SUSU SEGAR 522.959 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279

3. NILA SISA 202.500

TOTAL INFLOW 2.125.582 2.834.109 2.834.109 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 3.180.753

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 1.517.040 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721

2.2. BIAYA TETAP 2.267.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577 2.267.577 2.263.577 2.263.577. 2.263.577 2.263.577 2.267.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577

3. PAJAK -29.395 3.275 3.275 24.351 24.351 23.351 24.351 24.351 24.351 24.351 23.351 24.351 24.351 24.351 24.351

TOTAL OUTFLOW 2.644.933 2.780.452 2.780.452 2.861.368 2.861.368 2.864.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368 3.269.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368

NET BENEFIT -519.351 53.657 53.657 116.885 116.885 113.885 116.885 116.885 116.885 116.885 -291.115 116.885 116.885 116.885 319.385

DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754

PV/TAHUN -486.511 47.086 44.109 90.009 84.318 76.959 73.992 69.313 64.930 60.825 -141.911 53.376 50.001 46.839 119.894

NPV 0

IRR 7%

PV POSITIF 881.651

PV NEGATIF -628.423

NET B/C 1,4030

126

Lampiran 15. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi Kenaikan Harga Susu Segar Sebesar 38,86536361731 Persen

URAIAN KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000

3. NILA SISA 202.500

TOTAL INFLOW 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.404.100

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 1.747.440 2.329.920 2.329.920 2.340.840 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360

2.2. BIAYA TETAP 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578

3. PAJAK -35.663 -5.083 -5.083 80.187 19.557 18.557 19.557 19.557 19.557 19.557 18.557 19.557 19.557 19.557 19.557

TOTAL OUTFLOW 2.820.555 3.014.615 3.014.615 2.917.205 3.099.095 3.102.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095 3.507.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095

NET BENEFIT -538.155 28.585 28.585 284.395 102.505 99.505 102.505 102.505 102.505 102.505 -305.495 102.505 102.505 102.505 305.005

DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754

PV/TAHUN -504.126 25.085 23.498 219.003 73.945 67.242 64.889 60.786 56.942 53.342 -148.921 46.809 43.849 41.077 114.496

NPV 0

IRR 7%

PV POSITIF 890.963

PV NEGATIF -653.048

NET B/C 1,3643

127

Lampiran 16. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi Kenaikan Biaya Subkontrak Produksi Sebesar 15,3124330888278 Persen

URAIAN KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000

3. NILA SISA 202.500

TOTAL INFLOW 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.404.100

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 1.729.271 2.305.694 2.305.694 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134

2.2. BIAYA TETAP 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578

3. PAJAK 0 974 974 25.614 25.614 24.614 25.614 25.614 25.614 25.614 24.614 25.614 25.614 25.614 25.614

TOTAL OUTFLOW 2.806.928 2.996.445 2.996.445 3.080.925 3.080.925 3.083.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925 3.488.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925

NET BENEFIT -524.528 46.755 46.755 120.675 120.675 117.675 120.675 120.675 120.675 120.675 -287.325 120.675 120.675 120.675 323.175

DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754

PV/TAHUN -491.361 41.029 38.435 92.928 87.052 79.520 76.391 71.560 67.036 62.797 -140.064 55.106 51.622 48.358 121.316

NPV 0

IRR 7%

PV POSITIF 893.148

PV NEGATIF -631.425

NET B/C 1,4145

128

Lampiran 17. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario II

Tahun Susu Segar yang

Diolah (Liter)

Susu Sterilisasi

yang Diproduksi

(Botol)

Persentase Penjualan Pendapatan dari

Penjualan Susu

Sterilisasi (Rp

1.000)

Total Penjualan

(Rp 1.000) Eceran Grosir Supermar

ket

1 144.000 792.000 40% 60% 0 1.742.400 1.742.400

2 192.000 1.056.000 40% 60% 0 2.323.200 2.323.200

3 192.000 1.056.000 40% 60% 0 2.323.200 2.323.200

4 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

5 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

6 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

7 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

8 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

9 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

10 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

11 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

12 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

13 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

14 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

15 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600

129

Lampiran 18. Biaya Investasi pada Skenario II pada Tahun Ke-1

No

.

Uraian Umur

Ekonomis

Jumlah Harga/Unit

(Rp 1.000)

Total (Rp

1.000)

1 Perizinan - - - 100.000

2 Mobil tangki susu 10 1 250.000 250.000

3 Mobil boks 10 1 155.000 155.000

4 Lahan - 15.000 m2 1.500 22.500.000

5 Bangunan pabrik 15 10.000 m2 2.000 20.000.000

6 Jalan 10 2 km 223.730 447.460

7 Peralatan

laboratorium

10 - - 383402

8 Mesin dan

peralatan :

Homogenizer

Pasteurizer

Buffer tank

Corong

pencampur

Mixing tank

Plate cooler

Cooler tank

Mesin

pengemas

Wadah botol

Autoclave

Mesin

labelisasi

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

1

1

1

1

1

1

1

1

4

1

1

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

23.000

2.300.000

234.600

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

92.000

2.300.000

234.600

Total Biaya Investasi 49.141.502

130

Lampiran 19. Biaya Reinvestasi pada Skenario II Tahun Ke-11

No. Uraian Umur

Ekonomis

Jumlah Harga/Unit

(Rp 1.000)

Total (Rp

1.000)

1 Mobil tangki

susu

10 1 250.000 250.000

2 Mobil boks 10 2 155.000 310.000

3 Jalan 10 2 km 223.730 447.460

4 Peralatan

laboratorium

10 - - 383402

5 Mesin dan

peralatan :

Homogenizer

Pasteurizer

Buffer tank

Corong

pencampur

Mixing tank

Plate cooler

Cooler tank

Mesin

pengemas

Wadah botol

Autoclave

Mesin

labelisasi

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

1

1

1

1

1

1

1

1

4

1

1

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

23.000

2.300.000

234.600

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

92.000

2.300.000

234.600

Total Biaya Reinvestasi 6.696.502

131

Lampiran 20. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario II

No

.

Jenis Investasi Nilai Beli

(Rp 1.000)

Umur

Pakai

(tahun)

Nilai Sisa

(Rp 1.000)

Penyusutan

per Tahun

(Rp 1.000)

1 Mobil tangki susu 250.000 10 125.000 25.000

2 Mobil boks 155.000 15 77.500 15.500

3 Bangunan pabrik 20.000.000 10 0 1.333.333

4 Jalan 447.460 10 223.730 44.760

5 Peralatan

laboratorium

383.402 10 191.701 38.340,2

6 Mesin dan

peralatan :

Homogenizer

Pasteurizer

Buffer tank

Corong

pencampur

Mixing tank

Plate cooler

Cooler tank

Mesin pengemas

Wadah botol

Autoclave

Mesin labelisasi

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

92.000

2.300.000

234.600

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

310.500

218.500

86.940

172.500

86.940

204.700

86.940

172.500

46.000

1.150.000

117.300

62.100

43.700

17.388

34.500

17.388

40.940

17.388

34.500

9.200

230.000

23.460

Total Penyusutan pertahun 1.987.497

132

Lampiran 21. Biaya Tetap Tahunan Skenario II (Rp 1.000)

JENIS BIAYA TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

BIAYA PERAWATAN KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000) 0 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000

BIAYA PERPANJANGAN PAJAK KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000) 11.000 7.000 7.000 7.000 7.000 11.000 7.000 7.000 7.000 7.000 11.000 7.000 7.000 7.000 7.000

BIAYA ASURANSI KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000) 0 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5

BIAYA ASURANSI BANGUNAN PABRIK, MESIN DAN PERALATAN (RP 1.000) 0 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897

BIAYA PEMELIHARAAN BANGUNAN PABRIK (RP 1.000) 0 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000

BIAYA PEMELIHARAAN MESIN (RP 1.000) 0 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226

BIAYA KOMUNIKASI (RP 1.000) 0 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000

BIAYA PROMOSI (RP 1.000) 0 381.200 381.200 381.200 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600

BIAYA GAJI (RP 1.000) 0 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500

BIAYA ADMINISTRASI PABRIK (RP 1.000) 0 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000

BIAYA PENYUSUTAN (RP 1.000)

0 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497

133

Lampiran 22. Biaya Variabel Tahunan Skenario II (Rp 1.000)

URAIAN TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

SUSU SEGAR YANG DIOLAH (LITER)

0 144.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000

SUSU STERILISASI YANG DIPRODUKSI (BOTOL)

0 792.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000

BIAYA SUSU SEGAR 0 468.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000

BIAYA GULA 0 48 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96

BIAYA COKELAT BUBUK

0 42 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85

BIAYA PERISA STROBERI

0 197 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394

BIAYA PENYEIMBANG NABATI

0 6 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

BIAYA SEDOTAN 0 7.920 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560

BIAYA BOTOL 0 475.200 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600

BIAYA KARDUS 0 38.500 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000

BIAYA ALUMINIUM FOIL

0 13.200 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400

BIAYA LAKBAN 0 4.400 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800

Keterangan :

1. Harga susu segar = Rp 3.250,00/liter

2. Harga gula = Rp 8.000,00/kg

3. Harga cokelat bubuk = Rp 137.000/kg

4. Harga perisa stroberi = Rp 637.500/kg

5. Harga penyeimbang nabati = Rp 130.000,00/kg

6. Harga sedotan = Rp 10,00/buah

7. Harga botol = Rp 600,00/botol

8. Harga kardus = Rp 1.750,00/buah

9. Harga aluminium foil = Rp 10,00/cm

10. Harga lakban = Rp 5,00/cm

134

Lampiran 23. Proyeksi Laba Rugi Skenario II (Rp 1.000)

KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. PENJUALAN

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

TOTAL PENJUALAN 0 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 0 1.943.513 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947

C. MARJIN KOTOR 0 -201.113 -305.747 -305.747 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347

D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 11.000 5.671.448 6.550.448 6.550.448 6.356.848 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848

E. LABA KOTOR -11.000 -5.872.561 -6.856.194 -6.856.194 -6.504.194 -6.508.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194

F. BUNGA 0 3.034.277 2.933.453 2.821.539 2.697.314 2.559.425 2.406.368 2.236.474 2.047.892 1.838.566

G. LABA SEBELUM PAJAK -11.000 -8.906.838 -9.789.647 -9.677.733 -9.201.508 -9.067.619 -8.910.562 -8.740.668 -8.552.086 -8.342.760

H. PAJAK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

I. LABA BERSIH -11.000 -8.906.838 -9.789.647 -9.677.733 -9.201.508 -9.067.619 -8.910.562 -8.740.668 -8.552.086 -8.342.760

KOMPONEN

TAHUN

11 12 13 14 15

A. PENJUALAN

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

TOTAL PENJUALAN 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947

C. MARJIN KOTOR -147.347 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347

D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848

E. LABA KOTOR -6.508.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194

F. BUNGA 1.606.215 1.348.304 1.062.024 744.252 391.526

G. LABA SEBELUM PAJAK -8.114.409 -7.852.498 -7.566.218 -7.248.446 -6.895.720

H. PAJAK 0 0 0 0 0

I. LABA BERSIH -8.114.409 -7.852.498 -7.566.218 -7.248.446 -6.895.720

135

Lampiran 24. Cash Flow Skenario II (Rp 1.000)

KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

2. PINJAMAN 24.570.751

3. NILAI SISA

TOTAL INFLOW 24.570.751 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 49.141.502 6.696.502

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 0 1.943.513 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947

2.2. BIAYA TETAP 11.000 5.671.448 6.550.448 6.550.448 6.356.848 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.360.848

3. PEMBAYARAN PINJAMAN 0 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854

4. BIAYA BUNGA 0 3.034.277 2.933.453 2.821.539 2.697.314 2.559.425 2.406.368 2.236.474 2.047.892 1.838.566 1.606.215

5. PAJAK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL OUTFLOW 49.152.502 14.600.092 16.063.702 15.951.788 15.633.963 15.500.073 15.343.016 15.173.123 14.984.541 14.775.215 21.243.365

NET BENEFIT -24.581.751 -

12.857.692 -

13.740.502 -13.628.588 -13.152.363 -

13.018.473 -

12.861.416 -12.691.523 -

12.502.941 -

12.293.615 -

18.761.765

DISCOUNT FACTOR 11 % 0,9009 0,8116 0,7312 0,6587 0,5935 0,5346 0,4817 0,4339 0,3909 0,3522 0,3173

PV/TAHUN -22.145.722 -

10.435.591 -

10.046.936 -8.977.573 -7.805.287 -6.960.208 -6.194.809 -5.507.188 -4.887.709 -4.329.620 -5.952.795

NPV -59.082.268

IRR -

PV POSITIF 0

PV NEGATIF -

103.748.491

NET B/C 0

136

KOMPONEN

TAHUN

11 12 13 14 15

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600

2. PINJAMAN

3. NILAI SISA 3.348.251

TOTAL INFLOW 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 5.829.851

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 6.696.502

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947

2.2. BIAYA TETAP 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848

3. PEMBAYARAN PINJAMAN 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854

4. BIAYA BUNGA 1.606.215 1.348.304 1.062.024 744.252 391.526

5. PAJAK 0 0 0 0 0

TOTAL OUTFLOW 21.243.365 14.284.953 13.998.672 13.680.901 13.328.175

NET BENEFIT -18.761.765 -11.803.353 -11.517.072 -11.199.301 -7.498.324

DISCOUNT FACTOR 11 % 0 0 0 0 0

PV/TAHUN -5.952.795 -3.373.880 -2.965.810 -2.598.180 -1.567.182

137

Lampiran 25. Uraian Volume Produksi Harian untuk Masing-masing Jenis Output Pabrik Pengolahan Susu Skenario III

Tahun Jumlah Susu

Segar yang

Tidak Dipasok

ke FFI (Liter)

Produksi Susu

Pasteurisasi (Liter)

Produksi Yoghurt Fresh

Time (Liter)

Produksi Susu Sterilisasi

Fresh Time (Liter)

Total Harian (Liter)

1 0 0 0 0 0

2 16.000 5500 10.000 500 16.000

3 16.000 5500 10.000 500 16.000

4 16.000 5500 10.000 500 16.000

5 16.000 5500 10.000 500 16.000

6 16.000 5500 10.000 500 16.000

7 16.000 5500 10.000 500 16.000

8 16.000 5500 10.000 500 16.000

9 16.000 5500 10.000 500 16.000

10 16.000 5500 10.000 500 16.000

11 16.000 5500 10.000 500 16.000

12 16.000 5500 10.000 500 16.000

13 16.000 5500 10.000 500 16.000

14 16.000 5500 10.000 500 16.000

15 16.000 5500 10.000 500 16.000

138

Lampiran 26. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Susu Sterilisasi

Tahun Susu Segar yang

Diolah (Liter)

Susu Sterilisasi yang

Diproduksi (Botol)

Persentase Penjualan Pendapatan dari

Penjualan Susu Sterilisasi

(Rp 1.000) Eceran Grosir Supermarket

1 0 0 0 0 0 0

2 900.000 4.950.000 40% 60% 0 10.890.000

3 3.600.000 19.800.000 40% 60% 0 43.560.000

4 3.600.000 19.800.000 40% 60% 0 43.560.000

5 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

6 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

7 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

8 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

9 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

10 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

11 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

12 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

13 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

14 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

15 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000

139

Lampiran 27. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Susu Pasteurisasi

Tahun Susu Segar yang

Diolah menjadi Susu

Pasteurisasi (Liter)

Susu Pasteurisasi

yang Diproduksi

(Cup)

Persentase Penjualan Pendapatan dari

Penjualan Susu

Pasteurisasi (Rp 1.000) Eceran Grosir Supermarket

1 0 0 0 0 0 0

2 990.000 5.445.000 40% 60% 0 10.236.600

3 1.980.000 10.890.000 40% 60% 0 20.473.200

4 1.980.000 10.890.000 40% 60% 0 20.473.200

5 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

6 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

7 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

8 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

9 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

10 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

11 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

12 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

13 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

14 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

15 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300

140

Lampiran 28. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Yoghurt

Tahun Susu Segar yang

Diolah (Liter)

Yoghurt yang

Diproduksi (Cup)

Persentase Penjualan Pendapatan dari

Penjualan Yoghurt (Rp

1.000) Eceran Grosir Supermarket

1 0 0 0 0 0 0

2 90.000 495.000 40% 60% 0 1.336.500

3 180.000 990.000 40% 60% 0 2.673.000

4 180.000 990.000 40% 60% 0 2.673.000

5 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

6 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

7 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

8 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

9 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

10 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

11 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

12 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

13 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

14 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

15 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500

141

Lampiran 29. Uraian Total Penerimaan Tahunan Skenario III

Tahun Pendapatan dari Penjualan

Susu Sterilisasi

(Rp 1.000)

Pendapatan dari Penjualan

Susu Pasteurisasi

(Rp 1.000)

Pendapatan dari Penjualan

Yoghurt

(Rp 1.000)

Total Penjualan

(Rp 1.000)

1 0 0 0 0

2 10.890.000 10.236.600 1.336.500 22.463.100

3 43.560.000 20.473.200 2.673.000 66.706.200

4 43.560.000 20.473.200 2.673.000 66.706.200

5 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

6 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

7 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

8 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

9 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

10 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

11 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

12 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

13 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

14 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

15 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800

142

Lampiran 30. Biaya Investasi pada Skenario III pada Tahun Ke-1

No

.

Uraian Umur

Ekonomis

Jumlah Harga/Unit

(Rp 1.000)

Total

(Rp 1.000)

1 Perizinan - - - 100.000

2 Mobil tangki susu 10 1 250.000 250.000

3 Mobil boks 10 2 155.000 310.000

4 Lahan - 15.000 m2 1.500 22.500.000

5 Bangunan pabrik 15 10.000 m2 2.000 20.000.000

6 Jalan 10 2 km 223.730 447.460

7 Peralatan

laboratorium

10 - - 383402

8 Mesin dan

peralatan :

Homogenizer

Pasteurizer

Buffer tank

Corong

pencampur

Mixing tank

Plate cooler

Cooler tank

Mesin

pengemas

Wadah botol

Autoclave

Mesin

labelisasi

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

1

1

1

1

1

1

1

1

4

1

1

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

23.000

2.300.000

234.600

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

92.000

2.300.000

234.600

Total Biaya Investasi 49.296.502

143

Lampiran 31. Biaya Reinvestasi pada Skenario III Tahun Ke-11

No. Uraian Umur

Ekonomis

Jumlah Harga/Unit

(Rp 1.000)

Total

(Rp 1.000)

1 Mobil tangki

susu

10 1 250.000 250.000

2 Mobil boks 10 2 155.000 310.000

3 Jalan 10 2 km 223.730 447.460

4 Peralatan

laboratorium

10 - - 383402

5 Mesin dan

peralatan :

Homogenizer

Pasteurizer

Buffer tank

Corong

pencampur

Mixing tank

Plate cooler

Cooler tank

Mesin

pengemas

Wadah botol

Autoclave

Mesin

labelisasi

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

1

1

1

1

1

1

1

1

4

1

1

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

23.000

2.300.000

234.600

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

92.000

2.300.000

234.600

Total Biaya Reinvestasi 6.696.502

144

Lampiran 32. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario III

No

.

Jenis Investasi Nilai Beli

(Rp 1.000)

Umur

Pakai

(tahun)

Nilai Sisa

(Rp 1.000)

Penyusutan

per Tahun

(Rp 1.000)

1 Mobil tangki susu 250.000 10 125.000 12.500

2 Mobil boks 310.000 15 155.000 15.500

3 Bangunan pabrik 20.000.000 10 0 1.333.333

4 Jalan 447.460 10 223.730 44.760

5 Peralatan

laboratorium

383.402 10 191.701 38.340,2

6 Mesin dan

peralatan :

Homogenizer

Pasteurizer

Buffer tank

Corong

pencampur

Mixing tank

Plate cooler

Cooler tank

Mesin pengemas

Wadah botol

Autoclave

Mesin labelisasi

621.000

437.000

173.880

345.000

173.880

409.400

173.880

345.000

92.000

2.300.000

234.600

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

310.500

218.500

86.940

172.500

86.940

204.700

86.940

172.500

46.000

1.150.000

117.300

62.100

43.700

17.388

34.500

17.388

40.940

17.388

34.500

9.200

230.000

23.460

Total Penyusutan pertahun 2.002.983

145

Lampiran 33. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario III

JENIS BIAYA TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

BIAYA PERAWATAN KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000)

0 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000

BIAYA PERPANJANGAN PAJAK KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000)

10.000 5.000 5.000 5.000 5.000 10.000 5.000 5.000 5.000 5.000 10.000 5.000 5.000 5.000 5.000

BIAYA ASURANSI KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000)

0 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605

BIAYA ASURANSI BANGUNAN PABRIK, MESIN DAN PERALATAN (RP 1.000)

0 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897

BIAYA PEMELIHARAAN BANGUNAN PABRIK (RP 1.000)

0 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000

BIAYA PEMELIHARAAN MESIN (RP 1.000)

0 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226

BIAYA KOMUNIKASI (RP 1.000)

0 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000

BIAYA PROMOSI (RP 1.000)

0 381.200 381.200 381.200 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600

BIAYA GAJI (RP 1.000)

0 1.069.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500

BIAYA ADMINISTRASI PABRIK (RP 1.000)

0 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000

BIAYA PENYUSUTAN (RP 1.000)

0 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983

146

Lampiran 34. Pembayaran Pinjaman

Tahun Pokok Pinjaman Biaya Bunga Angsuran Sisa Pokok Pinjaman

2 1.454.574.283 4.815.282.315 6.269.856.598 42.320.719.493

3 1.614.577.454 4.655.279.144 6.269.856.598 40.706.142.039

4 1.792.180.974 4.477.675.624 6.269.856.598 38.913.961.065

5 1.989.320.881 4.280.535.717 6.269.856.598 36.924.640.184

6 2.208.146.178 4.061.710.420 6.269.856.598 34.716.494.006

7 2.451.042.258 3.818.814.341 6.269.856.598 32.265.451.748

8 2.720.656.906 3.549.199.692 6.269.856.598 29.544.794.842

9 3.019.929.166 3.249.927.433 6.269.856.598 26.524.865.677

10 3.352.121.374 2.917.735.224 6.269.856.598 23.172.744.303

11 3.720.854.725 2.549.001.873 6.269.856.598 19.451.889.578

12 4.130.148.745 2.139.707.854 6.269.856.598 15.321.740.833

13 4.584.465.107 1.685.391.492 6.269.856.598 10.737.275.726

14 5.088.756.268 1.181.100.330 6.269.856.598 5.648.519.458

15 5.648.519.458 621.337.140 6.269.856.598 0

147

Lampiran 35. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario III

JENIS BIAYA

TAHUN

1 2 3 4 5-15

SUSU STERILISASI

SUSU YANG DIOLAH (LITER) 0

1.800.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000

SUSU STERILISASI YANG DIPRODUKSI (BOTOL) 0

9.900.000 19.800.000 19.800.000 19.800.000

BIAYA SUSU SEGAR 0 5.850.000.000 11.700.000.000 11.700.000.000 11.700.000.000

BIAYA GULA 0 898.128 1.796.256 1.796.256 1.796.256

BIAYA COKELAT BUBUK 0 793.436 1.586.871 1.586.871 1.586.871

BIAYA PERISA STROBERI 0 505.815.131 7.384.163 7.384.163 7.384.163

BIAYA PENYEIMBANG NABATI 0 115.830 231.660 231.660 231.660

BIAYA BOTOL 0 5.940.000.000 11.880.000.000 11.880.000.000 11.880.000.000

BIAYA SEDOTAN 0 99.000.000 198.000.000 198.000.000 198.000.000

BIAYA KARDUS 0 721.875.000 1.443.750.000 1.443.750.000 1.443.750.000

BIAYA LAKBAN 0 61.875.000 123.750.000 123.750.000 123.750.000

BIAYA ALUMINIUM FOIL 0 247.500.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000

BIAYA LABEL 0 1.980.000.000 3.960.000.000 3.960.000.000 3.960.000.000

BIAYA OVERHEAD 0 1.811.700.000 3.623.400.000 3.623.400.000 3.623.400.000

BIAYA LISTING FEE 0 0 0 0 7.128.000.000

TOTAL BIAYA VARIABEL SUSU STERILISASI 0 15.407.872.525 31.623.198.950 33.434.898.950 33.434.898.950

SUSU PASTEURISASI

SUSU YANG DIOLAH (LITER) 0 990.000 1.980.000 1.980.000 1.980.000

SUSU PASTEURISASI YANG DIPRODUKSI (CUP) 0 5.445.000 10.890.000 10.890.000 10.890.000

BIAYA SUSU SEGAR 0 3.217.500.000 6.435.000.000 6.435.000.000 6.435.000.000

BIAYA GULA 0 493.970 987.941 987.941 987.941

BIAYA COKELAT BUBUK 0 436.390 872.779 872.779 872.779

148

BIAYA PERISA STROBERI 0 2.030.645 4.061.289 4.061.289 4.061.289

BIAYA PENYEIMBANG NABATI 0 63.707 127.413 127.413 127.413

BIAYA CUP 0 1.089.000.000 2.178.000.000 2.178.000.000 2.178.000.000

BIAYA SEDOTAN 0 54.450.000 108.900.000 108.900.000 108.900.000

BIAYA KARDUS 0 397.031.250 794.062.500 794.062.500 794.062.500

BIAYA LAKBAN 0 34.031.250 68.062.500 68.062.500 68.062.500

BIAYA OVERHEAD 0 816.750.000 1.633.500.000 1.633.500.000 1.633.500.000

BIAYA LISTING FEE 0 0 0 0 3.267.000.000

TOTAL BIAYA VARIABEL SUSU PASTEURISASI 0 5.611.787.211 11.223.574.422 11.223.574.422 14.490.574.422

YOGHURT

SUSU YANG DIOLAH (LITER) 0 90.000 180.000 180.000 180.000

YOGHURT YANG DIPRODUKSI (CUP) 0 495.000 990.000 990.000 990.000

BIAYA SUSU SEGAR 0 292.500.000 585.000.000 585.000.000 585.000.000

BIAYA BIBIT YOGHURT 0 562.500 1.125.000 1.125.000 1.125.000

BIAYA GULA 0 44.906 89.813 89.813 89.813

BIAYA PERISA STROBERI 0 369.208 738.416 738.416 738.416

BIAYA PERISA MELON 0 369.208 738.416 738.416 738.416

BIAYA PERISA ANGGUR 0 369.208 738.416 738.416 738.416

BIAYA PERISA MOKA 0 369.208 738.416 738.416 738.416

BIAYA PERISA DURIAN 0 369.208 738.416 738.416 738.416

BIAYA CUP 0 99.000.000 198.000.000 198.000.000 198.000.000

BIAYA SEDOTAN 0 39.600.000 118.800.000 118.800.000 158.400.000

BIAYA KARDUS 0 36.093.750 72.187.500 72.187.500 72.187.500

BIAYA LAKBAN 0 3.093.750 6.187.500 6.187.500 6.187.500

BIAYA OVERHEAD 0 74.250.000 148.500.000 148.500.000 148.500.000

BIAYA LISTING FEE 0 0 0 0 415.800.000

TOTAL BIAYA VARIABEL YOGHURT 0 512.340.947 1.024.681.894 1.024.681.894 1.440.481.894

149

TENAGA KERJA

JAM KERJA HARIAN 0 4 8 8 12

UPAH PERORANG PERTAHUN 0 3.240.000 6.480.000 6.480.000 9.720.000

BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG 0 74.520.000 149.040.000 149.040.000 223.560.000

TRANSPORTASI

BIAYA BBM TRUK TANGKI SUSU 0 4.628.571 9.257.143 9.257.143 11.571.429

BIAYA BBM MOBIL BOKS 0 23.142.857 46.285.714 46.285.714 46.285.714

BIAYA TRANSPORTASI 0 27.771.429 55.542.857 55.542.857 57.857.143

TOTAL BIAYA VARIABEL 0 22.943.869.061 45.887.738.123 45.887.738.123 56.775.372.409

150

Lampiran 36. Proyeksi Laba Rugi Skenario III

KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8

A. PENJUALAN

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 21.780.000 43.560.000 43.560.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000

2. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 0 10.236.600 20.473.200 20.473.200 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300

3. PENJUALAN YOGHURT 0 1.336.500 2.673.000 2.673.000 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500

TOTAL PENJUALAN 0 33.353.100 66.706.200 66.706.200 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800

B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 0 22.943.869 45.887.738 45.887.738 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372

C. MARJIN KOTOR 0 10.409.231 20.818.462 20.818.462 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428

D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 10.000 5.704.412 5.704.412 5.704.412 5.704.412 5.709.412 5.704.412 5.704.412

E. LABA KOTOR -10.000 4.704.819 15.114.050 15.114.050 11.493.016 11.488.016 11.493.016 11.493.016

F. BUNGA 0 4.815.282 4.655.279 4.477.676 4.280.536 4.061.710 3.818.814 3.549.200

G. LABA SEBELUM PAJAK -

10.000 -110.463 10.458.771 10.636.374 7.212.480 7.426.305 7.674.201 7.943.816

H. PAJAK 0 0 2.614.693 2.659.094 1.803.120 1.856.576 1.918.550 1.985.954

I. LABA BERSIH -

10.000 -110.463 7.844.078 7.977.281 5.409.360 5.569.729 5.755.651 5.957.862

KOMPONEN

TAHUN

9 10 11 12 13 14 15

A. PENJUALAN

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000

3. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300

4. PENJUALAN YOGHURT 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500

TOTAL PENJUALAN 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800

B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372

C. MARJIN KOTOR 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428

D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 5.704.412 5.704.412 5.709.412 5.704.412 5.704.412 5.704.412 5.704.412

E. LABA KOTOR 11.493.016 11.493.016 11.488.016 11.493.016 11.493.016 11.493.016 11.493.016

F. BUNGA 3.249.927 2.917.735 2.549.002 2.139.708 1.685.391 1.181.100 621.337

G. LABA SEBELUM PAJAK 8.243.088 8.575.280 8.939.014 9.3053.308 9.807.624 10.311.915 10.871.679

H. PAJAK 2.060.772 2.143.820 2.234.753 2.338.327 2.451.906 2.577.979 2.717.920

I. LABA BERSIH 6.182.316 6.431.460 6.704.260 7.014.981 7.355.718 7.733.937 8.153.759

151

Lampiran 37. Cash Flow Skenario III (Rp 1.000)

URAIAN KOMPONEN

TAHUN

1 2 3 4 5 6 7

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 21.780.000 43.560.000 43.560.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000

2. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 0 10.236.600 20.473.200 20.473.200 22.542.300 22.542.300 22.542.300

3. PENJUALAN YOGHURT 0 1.336.500 2.673.000 2.673.000 2.920.500 2.920.500 2.920.500

4. PINJAMAN 39.437.202

5. NILAI SISA

TOTAL INFLOW 39.437.202 33.353.100 66.706.200 66.706.200 73.972.800 73.972.800 73.972.800

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 49.296.502

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 0 22.943.869 45.887.738 45.887.738 56.775.372 56.775.372 56.775.372

2.2. BIAYA TETAP 10.000 3.701.428 3.701.428 3.701.428 3.701.428 3.706.428 3.701.428

3. PEMBAYARAN PINJAMAN 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660

4. BIAYA BUNGA 2.031.205 1.823.585 1.593.126 1.337.317 1.053.370 738.188 388.336

5. PAJAK 0 0 2.614.693 2.659.094 1.803.120 1.856.576 1.918.550

TOTAL OUTFLOW 49.306.502 37.730.436 63.788.245 63.655.042 73.344.363 73.183.994 72.998.072

NET BENEFIT -9.869.300 -4.377.336 2.917.955 3.051.158 628.437 788.806 974.728

DISCOUNT FACTOR 11 % 0,9009 0,8116 0,7312 0,6587 0,5935 0,5346 0,4817

PV/TAHUN -8.891.262 -3.552.744 2.133.584 2.009.892 372.947 421.728 469.486

NPV Rp.-6.370.870

IRR -5%

PV POSITIF 6.886.181

PV NEGATIF -10.405.707

NET B/C 0,6618

PBP 129 tahun 5 bulan 22 hari

152

URAIAN KOMPONEN

TAHUN

9 10 11 12 13 14 15

A. INFLOW

1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000

2. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300

3. PENJUALAN YOGHURT 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500

4. PINJAMAN

5. NILAI SISA

TOTAL INFLOW 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800

B. OUTFLOW

1. BIAYA INVESTASI 6.696.502

2. BIAYA OPERASIONAL

2.1. BIAYA VARIABEL 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372

2.2. BIAYA TETAP 3.701.428 3.701.428 3.701.428 3.706.428 3.701.428 3.701.428 3.701.428

3. PEMBAYARAN PINJAMAN 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660

4. BIAYA BUNGA 2.031.205 1.823.585 1.593.126 1.337.317 1.053.370 738.188 388.336

5. PAJAK 1.985.954 2.060.772 2.143.820 2.234.753 2.338.327 2.451.906 2.577.979

TOTAL OUTFLOW 72.795.861 72.571.407 72.322.263 78.745.965 71.738.742 71.398.005 71.019.787

NET BENEFIT 1.176.939 1.401.393 1.650.537 -4.773.165 2.234.058 2.574.795 2.953.013

DISCOUNT FACTOR 11 % 0,4339 0,3909 0,3522 0,3173 0,2858 0,2575 0,2320

PV/TAHUN 510.705 547.839 581.294 -1.514.446 638.585 663.046 685.084