Upload
dangcong
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN JALAN TOL DI INDONESIA
Oleh :
Rani Nurfitriani
H14070053
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRAK
The toll road is one of the critical infrastructure that plays a role in national development and economic growth. But since 1978 until now Indonesia has just able to build about 700 km. This is very much in comparison of Malaysia has been able to build a toll road to 1500 km. In improving the construction of toll roads, since 1987 the Indonesian government has implemented a government-private cooperation for financing the construction of toll roads because of limited funds owned by the government. So that private investors have the opportunity to participate in the procurement of toll roads for the community.
This study uses secondary data period of 1987-2009 using multiple linear regression analysis. However, due to the multicollinearity problem of data transformation is carried out by using the Principal Component Analysis (PCA). The goal is to eliminate the high correlation between independent variables. The analysis showed that the GDP per capita, labor, government funds, private investment, and the number of four-wheeled vehicles and more. In addition the dummy of policy is also positive and significant influence on the development of the toll road which is described by the length of the toll road. Dummy of policys described by establishment the Toll Road Regulatory Agency (BPJT) in 2005 as a toll road regulator replaces the dual function of Jasa Marga as operators as well as regulators. .
Key Word : Toll Road, Multiple Linear Regression, Principal Component Analysis, Badan Pengatur Jalan Tol
RINGKASAN
RANI NURFITRIANI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR)
Infrastruktur merupakan modal bagi suatu negara dan sangat berpengaruh terhadap pergerakan perekonomian, terutama dalam menghadapi proses globalisasi yang bergerak sangat cepat. Listrik, telekomunikasi, dan jalan merupakan beberapa infrastruktur fisik penting yang harus dibangun dan dikembangkan oleh suatu negara, termasuk Indonesia jika ingin dapat bersaing dan bertahan dalam menghadapi proses globalisasi tersebut. Jalan tol merupakan bagian dari infrastruktur fisik yang merupakan jalan alternatif untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh. Walaupun harus rela membayar untuk menggunakan jalan tol, namun kebutuhan akan jalan tol sekarang ini sangat besar karena dapat mempercepat arus orang maupun arus barang. Jalan tol dibangun dengan tujuan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan, dan meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
Namun pembangunan jalan tol di Indonesia masih terbilang sangat lambat, semenjak tahun 1978 hingga tahun 2008 baru 684 km jalan tol yang dibangun di Indonesia. Masih sangat jauh dibandingkan dengan Malaysia dan China yang sudah bisa membangun jalan tol sekitar 1500 km dan 40.000 km jalan tol padahal kedua negara tersebut baru melakukan pembangunan jalan tol pada tahun 1980 dan 1990.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam perkembangan jalan tol di Indonesia. Metode yang digunakan adalahOLS untuk meregresikan model regresi berganda dengan menggunakan minitab 15. Namun karena hasil regresi menunjukkan adanya pelanggaran asumsi klasik, yaitu multikolinearitas maka digunakan Principal Component Analysis untuk menghilangkan multikolineaitas tersebut.
Dari hasil analisis ini dapat diketahui bahwa PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, jumlah kendaraan, dan dummy kebijakan berpengaruh secara positif dan nyata terhadap perkembangan jalan tol yang dilihat dari penambahan panjang jalan tol. Sehingga diperlukan langkah-langkah untuk mendorong faktor tersebut demi percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian diperlukan peran pemerintah untuk meningkatkan minat investor dalam menanamkan modalnya dalam pembangunan jalan tol serta membuat kebijakan yang dapat mendorong perkembangan jalan tol di Indonesia. Cara yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan segera mungkin menyelesaikan Undang-undang pengadaan lahan yang menjadi penghambat terbesar dalam pembangunan jalan tol di Indonesia. Selain itu pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) juga harus menetapkan
regulasi mengenai tarif setegas mungkin mengenai waktu penetapan dan besarannya. Perbankan sebagai sumber dana bagi investor diharapkan dapat lebih lunak dalam hal masa pengembalian hutang investor.
Selain itu, pembatasan jumlah kendaraan perlu dilakukan karena pertumbuhan yang tidak terkendali menyebabkan kemacetan di ruas jalan tol yang seharusnya bebas hambatan. Hal ini bisa dilakukan dengan mencontoh negara lain seperti Singapura yang bisa mengurangi kepemilikan kendaraan pribadi. Salah satu cara adalah menerapkan system Electronic Road Pricing dan pajak progressive bagi pemilik kendaraan. Di Singapura cara ini berhasil dilakukan sehingga dari total penduduk secara keseluruhan hanya 30% yang memiliki kendaraan pribadi. Namun hal ini harus diikuti dengan perbaikan secara kualitas maupun kuantitas terhadap angkutan umum masal.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN JALAN TOL DI INDONESIA
Oleh
Rani Nurfitriani H14070053
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi :Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Jalan Tol di Indonesia
Nama : Rani Nurfitriani
NRP : H14070053
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec
NIP. 19630805 198811 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2011 Rani Nurfitriani H14070053
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rani Nurfitriani lahir pada 26 Januari 1989 di Bogor,
Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari empat saudara, dari pasangan
Agus Sulaeman dan Imas Khalisoh. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa
hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Cibuluh I Bogor pada tahun
2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada
tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih
tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa penulis dipercaya untuk menjadi sekretasris
divisi Research and Development Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2009. Kemudian tahun 2010
penulis dipercaya untuk menjadi ketua divisi Research and Development
HIPOTESA. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kegiatan yang
diadakan oleh Fakultas maupun HIPOTESA. Sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidaah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Jalan Tol di Indonesia”. Jalan Tol merupakan salah satu infrastruktur fisik yang
berperan penting dalam pembangunan dan perekonomian Indonesia. Fungsinya
sebagai prasarana mobilitas barang, jasa, dan orang serta pengurai kemacetan
dibutuhkan oleh masyarakat yang sudah jenuh dengan kondisi kemacetan yang
semakin parah di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec selaku pembimbing skripsi yang selalu
memberi arahan dan bimbingan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku penguji utama yang telah memberikan kritik
saran demi perbaikan skripsi ini.
3. Alla Asmara, M.Si selaku penguji komdik yang telah memberikan saran
penulisan demi perbaikan skripsi ini.
4. Kedua orang tua penulis, papah Agus dan mamah Imas atas semua kasih
sayang, perhatian, doa, serta pengorbanannya yang tak ternilai selama ini.
5. Kakakku, Topan dan Mba Ika dan Adik-adiku, Garry dan Ganny serta
keponakanku Athar yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi
penulis.
6. Keluarga Gunung Batu yang selalu memberikan perhatian dan dukungan
kepada penulis.
7. Teman satu bimbingan, Opie dan Nono yang selalu berbagi ilmu, saran, serta
keluh kesah selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan
semangatnya sehingga skripsi ini bisa selesai tepat pada waktunya.
8. Elvha, Eno, Inggy, Lilih, Ayie yang sudah selalu bersedia menjadi teman
kelompok tugas kuliah, teman belajar bersama, dan teman sharing.
9. Neno, Nhimas, Ai, Amboi, Ajeng, Achuy, Tity, Winda, Kristina, dan Hilman
yang selalu menjadi teman sharing yang mengasyikkan dan teman-teman IE 44
lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan
kalian selama ini.
10.Teman-teman Jamilah, Rurun, Mia, Indri, Uni, Tiwi, Mba Arum, dan Ka
Aisyah atas keceriaan kalian selama ini sehingga penulis merasa senang dan
nyaman berada di kosan Jamilah.
11.Ninit, Alin, Ana, Indri, Evie, Enen, Isty, May, dan Ima yang selalu
memberikan semangat, doa, dan selalu menjaga tali pertemanan.
12.Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua staf TU serta dosen
Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan serta ilmu yang diberikan selama
penulis berkuliah.
Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Juni 2011
Rani Nurfitriani
H14070053
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan .................................................................................................. 7
1.4 Manfaat ................................................................................................ 7
1.5 Ruang Lingkup ..................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Infrastruktur ........................................................................... 10
2.1.1 Infrastruktur Sebagai Barang Publik ................................................ 11
2.1.2 Infrastruktur Sebagai Permintaan Turunan ...................................... 12
2.2. Definisi dan Klasifikasi Jalan ............................................................... 14
2.3. Pengertian Jalan Tol ............................................................................. 18
2.4. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 21
2.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 23
2.6. Hipotesis ............................................................................................. 25
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 26
3.2. Variabel dan Definisi Operasional........................................................ 26
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 27
3.4. Metode Estimasi .................................................................................. 29
3.4.1. Uji Kriteria Statistik ....................................................................... 29
3.4.2. Uji Kriteria Ekonometrika .............................................................. 32
3.4.3. Transformasi Data dengan Model Regresi Komponen Utama ......... 35
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia ................................... 37
4.2. Perkembangan Jalan Tol di Indonesia ................................................. 41
4.3. Investasi Swasta dalam Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ............. 46
4.4. Dampak Krisis Terhadap Perkembangan Jalan Tol di Indonesia ......... 49
4.5. Hambatan Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ................................. 52
4.5.1. Pendanaan .................................................................................... 52
4.5.2. Pengadaan Lahan .......................................................................... 52
4.5.3. Regulasi yang Tidak Konsisten ..................................................... 54
4.6. Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan
Jalan Tol ............................................................................................ 56
4.6.1. Undang-undang No 38 Tahun 2004 .............................................. 56
4.6.2. Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 ...................................... 59
4.7. Badan Pengatur Jalan Tol ................................................................... 61
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pendugaan Model dan Pengujian-pengujian Statistik ................. 64
5.1.1. Uji Normalitas ............................................................................... 65
5.1.2. Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 65
5.1.3. Uji Autokolinearitas ....................................................................... 66
5.1.4. Uji Multikolinearitas ...................................................................... 66
5.2. Pendugaan Model dengan Metode Regresi Komponen Utama ............ 67
5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol
di Indonesia ....................................................................................... 70
5.3.1. PDB per Kapita .............................................................................. 70
5.3.2. Tenaga Kerja.................................................................................. 72
5.3.3. Dana Pemerintah ............................................................................ 74
5.3.4. Investasi Swasta ............................................................................. 76
5.3.5. Jumlah Kendaraan Roda Empat dan Lebih ..................................... 77
5.3.6. Dummy Kebijakan .......................................................................... 78
5.4. Pembahasan........................................................................................ 80
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 86
6.2. Saran .................................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 90
LAMPIRAN .................................................................................................. 93
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Produk Domestik Bruto Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha .............. 2
2 Perkembangan Jalan Tol di Beberapa Negara Selama 2008 ......................... 5
3 Empat Indikator Pengembangan Jalan Tol di 18 Negara .............................. 23
4 Panjang Jalan di Indonesia 1987-2008 ......................................................... 38
5 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga .................
Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2004-2009 ........................................... 39
6 Panjang Jalan Tol per Pulau di Indonesia Tahun 2010 ................................. 44
7 Rencana Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ............................................ 45
8 Ruas Jalan Tol yang Dibangun Investor Swasta 2010 .................................. 46
9 Indikator Keuangan dan Ekonomi Beberapa Negara Asia Tahun 1997-1998 50
10. Hasil Pengolahan Sebelum dan Setelah Multikolinearitas Diatasi ..............
oleh PCA ................................................................................................... 69
11 Jumlah tenaga kerja komuter menurut jenis kelamin dan wilayah 2008 ..... 73
12 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah 1999-2003 74
13 Jumlah Kendaraan Bermotor 2000-2008 ................................................... 78
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Konsep Jalan Tol ........................................................................................ 19
2 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 24
3 Kondisi Jalan Nasional 1997-2002 .............................................................. 40
4 Panjang Jalan Tol Indonesia 1987-2009 ...................................................... 43
5 Prosedur Investasi Pembangunan Jalan Tol ................................................. 48
6 Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh PDB 1993-2002 .................... 72
7 Komposisi Pembiayaan Pembangunan Jalan Dalam ...................................
Dana Pemerintah 1993-2003 ....................................................................... 75
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Hasil Regresi............................................................................................... 93
2 Uji Normalitas ............................................................................................ 94
3 Uji Heteroskedastisitas ................................................................................ 94
4 Uji Autokorelasi .......................................................................................... 95
5 Uji Multikolinearitas ................................................................................... 95
6 Standarisasi Data ......................................................................................... 95
7 Penentuan Skor Komponen Utama .............................................................. 97
8. Regresi Komponen Utama .......................................................................... 97
9. Transformasi Peubah Asal ........................................................................... 97
10. Uji Signifikansi ......................................................................................... 98
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infrastruktur merupakan modal bagi suatu negara dan sangat berpengaruh
terhadap pergerakan perekonomian, terutama dalam menghadapi proses
globalisasi yang bergerak sangat cepat. Listrik, telekomunikasi, dan jalan
merupakan beberapa infrastruktur fisik penting yang harus dibangun dan
dikembangkan oleh suatu negara, termasuk Indonesia jika ingin dapat bersaing
dan bertahan dalam menghadapi proses globalisasi tersebut.
Wilayah Indonesia sangat luas, hingga mencapai 5.193.252 km2 terdiri dari
beribu pulau dan lima pulau besar yang dipisahkan oleh perairan. Meskipun
begitu, tidak dapat dipungkiri jalan merupakan infrastruktur yang terpenting.
Karena jalan merupakan penghubung antar daerah baik jarak dekat maupun jarak
jauh. Jalan juga merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi tingkat
mobilitas perekonomian suatu negara. Karena peran jalan sebagai sarana dan
prasarana pengangkutan, baik muatan barang maupun orang. Pada tahun 2002,
besarnya mobilitas perekonomian melalui jaringan jalan baik nasional maupun
provinsi rata-rata mencapai sekitar 210 juta kendaraan per kilometer (Bappenas,
2003). Oleh karena itu, pentingnya peran jalan terhadap perekonomian harus
didukung oleh pembangunan jalan secara berkelanjutan agar transfer hasil
pembangunan nasional bisa lebih terdistribusi secara merata dan adil.
2
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008
No. Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan
PDB (%) Sumber PDB (milyar)
2007 2008 2007 2008
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 3,5 4,8 541.931,50 716.065,30
2 Pertambangan dan penggalian 1,9 0,7 440.609,60 540.605,30 3 Industri Pengolahan 4,7 3,7 1.068.653,90 1.380.713,10 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 10,3 10,9 34.723,80 40.846,10 5 Konstruksi 8,5 7,5 304.996,80 419.642,40 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,9 6,9 592.304,10 691.494,70
7 Pengangkutan dan Komunikasi 14,0 16,6 264.263,30 312.190,20
8 Keuangan, Real estate, dan Jasa Perusahaan 8,0 8,2 305.213,50 368.129,70 9 Jasa-jasa 6,4 6,2 398.196,70 481.669,90
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008
Dalam sektor perekonomian jalan merupakan bagian dari sektor
pengangkutan. Peran sektor pengangkutan dalam pertumbuhan ekonomi cukup
besar dan penting. Kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap laju
pertumbuhan Produk Domestik Bruto pada tahun 2008 sebesar 16,6 persen
meningkat sebesar 2,6 persen dari tahun sebelumnya. Kontribusi sektor ini
terhadap laju pertumbuhan adalah paling tinggi dibandingkan sektor lainnya dan
cenderung meningkat secara positif dari tahun ke tahun. Meskipun secara
kemampuan sumber daya ekonomi sektor pengangkutan dan perekonomian adalah
terkecil kedua setelah sektor listrik, gas, dan air bersih, peran sektor ini
mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Oleh karena itu
penting mengembangkan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama sektor
jalan yang memiliki kontribusi tertinggi dalam sektor ini.
Selain itu, pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat dan pesat
membuat kebutuhan akan jalan semakin tinggi karena bertambahnya volume
3
kendaraan yang dapat mengakibatkan kemacetan diberbagai ruas jalan jika
pembangunan jalan tidak terus dilakukan. Jika kemacetan tidak diatasi maka akan
mengganggu perekonomian karena akan menghambat proses pengangkutan dan
distribusi barang dan orang. Oleh karena itu perlu dibangun suatu jalan alternatif
yang bebas dari kemacetan yang disebut jalan bebas hambatan atau jalan tol.
Jalan Tol merupakan jalan alternatif untuk mempersingkat jarak dan waktu
tempuh. Walaupun harus rela membayar untuk menggunakan jalan tol, namun
kebutuhan akan jalan tol sekarang ini sangat besar karena dapat mempercepat arus
orang maupun arus barang. Jalan tol dibangun dengan tujuan untuk memperlancar
lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi
barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
pemerataan hasil pembangunan dan keadilan, dan meringankan beban dana
Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
Tol Jagorawi adalah jalan tol pertama yang dibangun oleh pemerintah
Indonesia pada tahun 1978. Jalan tol dengan panjang 59 km ini dibangun
sepenuhnya dengan menggunakan dana pemerintah dan memberikan tanggung
jawab pengelolaan kepada PT. Jasa Marga. Keterbatasan dana membuat
pemerintah harus mengikutsertakan swasta dalam pembangunan jalan tol
berdasarkan UU No 13 Tahun 1980. Kemudian Undang-undang ini diperbaharui
menjadi UU No 38 Tahun 2004. Jalan tol layang bebas hambatan Cawang-
Tanjung Priok atau lebih dikenal dengan jalan tol Ir. Wiyoto Wiyono merupakan
jalan tol pertama yang dibangun oleh swasta pada tahun 1987.
4
Data Departemen Pekerjaan Umum (PU) menunjukkan bahwa total biaya
pemeliharaan dan pembangunan untuk tahun 2006-2010 sebesar Rp 120 triliyun
sedangkan dana yang tersedia hanya Rp 69,39 triliyun. Menurut perhitungan
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dibutuhkan dana Rp 40 triliyun untuk
membangun tol Trans Jawa. Bila pemerintah tidak menyerahkan pembangunan
jalan tol kepada swasta, maka hampir sekitar 60% dana yang dimiliki Departemen
PU hanya untuk memelihara jalan tol Jakarta-Surabaya.
Setelah dikeluarkaannya undang-undang yang mengizinkan peran serta
swasta dalam pembangunan atau penyelenggaraan jalan tol, kendala dana
pemerintah sedikit teratasi. Sudah banyak jalan tol yang dibangun oleh swasta,
bahkan masih banyak jalan tol yang direncanakan akan dibangun. Namun jumlah
penduduk dan luas wilayah Indonesia tidak sebanding dengan keberadaan jalan tol
saat ini.
Hingga tahun 2008 Indonesia baru membangun jalan tol sekitar 684 km
dengan target 1600 km. Keadaan ini sangat tertinggal jauh jika dibandingkan
negara tetangga, Malaysia yang telah membangun lebih dari 1500 km highway
atau jaringan jalan sekelas jalan tol di Indonesia. Padahal Indonesia mempunyai
jumlah penduduk dan luas wilayah yang lebih besar dibandingkan Malaysia.
Selama tiga dekade, Indonesia rata-rata hanya membangun 20 km jalan tol, sangat
jauh dibandingkan Malaysia yang mampu membangun jalan tol 285 km jalan tol
per tahun dan China yang membangun 14 km jalan tol per hari.
5
Tabel 2. Perkembangan Jalan Tol di Beberapa Negara Selama 2008 Negara Jumlah Penduduk (juta) Jalan Arteri (km) Jalan Tol (km)
China 1.300 1.700.000 > 100.000 Jepang 125 1.166.340 11.520 Korea Selatan 46 88.775 2.600 Malaysia 22 64.949 1.500 Indonesia 220 35.000 648
Sumber : Toll Road Assocation, from Investor Daily edition, April 14, 2009 processed by PEFINDO
Ternyata dana bukanlah satu-satunya faktor atau hal yang menentukan
pembangunan jalan tol di Indonesia. Keadaan infrastruktur jalan tol yang kurang
memadai ini akan merugikan perekonomian Indonesia. Apalagi Indonesia yang
sangat tergantung pada investor asing, infrastruktur yang baik sangat menentukan
keberhasilan investasi. Pembangunan jalan tol yang sudah berjalan dari tahun
1978 hingga sekarang ini ternyata masih berjalan lambat. Jika hal ini tidak
diperbaiki akan banyak pihak yang dirugikan, baik dari segi waktu maupun
ekonomi.
Pengembangan jalan tol di Indonesia diperlukan peran pemerintah sebagai
regulator untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan
jalan tol dan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang menghambat
perkembangan jalan tol. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia agar
kebijakan yang dibuat pemerintah sesuai dengan kondisi di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Transportasi merupakan sarana penting bagi kegiatan manusia serta unsur
terpenting dalam mobilitas manusia dan barang-barang. Indonesia memiliki moda
6
transportasi yang bervariasi, yaitu moda transportasi darat, laut, dan udara.
Peranan transportasi sangat besar dalam dinamika masyarakat bahkan dalam
dinamika bangsa dan Negara. Dalam dunia transportasi dikenal ungkapan
“…..ship follow the trade and the trade follow the ship…”. Maksud dari ungkapan
tersebut adalah transportasi akan mengikuti perkembangan kegiatan perdagangan
dan perkembangan kegiatan perdagangan sangat bergantung pada transportasi.
Ungkapan ini menunjukkan bahwa perkembangan transportasi dan kegiatan
ekonomi masyarakat saling mempengaruhi (Simbolon, 2003).
Transportasi darat sangat mendominasi di Indonesia, khususnya moda
transportasi jalan. Perkembangan transportasi jalan perlu diiring dengan
pembangunan infrastruktur jalan sebagai prasarana. Pembangunan infrastruktur
jalan sebagai prasarana transportasi yang efektif dan handal dalam bentuk system
transportasi terpadu akan memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat
luas, pembangunan ekonomi, kemudahan mobilisasi barang dan manusia yang
akan berdampak pada daya saing nasional. Infrastruktur jalan di Indonesia
mempunyai peran penting dalam sistem transportasi nasional dengan melayani
92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang (Dir. Jend. Bina Marga,
2009). Namun perkembangan transportasi jalan dan infrastruktur jalan belum
seimbang. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kemacetan di berbagai ruas jalan
sehingga masyarakat harus menanggung tingginya biaya ekonomi.
Salah satu usaha untuk menghindari kemacetan adalah dengan
dilakukannya pembangunan jalan tol sebagai jalan bebas hambatan. Namun
pembangunan jalan tol di Indonesia belum optimal dan belum mencukupi
7
kebutuhan masyarakat. Hal ini terbukti masih terjadinya kemacetan di ruas jalan
tol. Pembangunan jalan tol di Indonesia terbilang lambat karena setelah 25 tahun
dioperasikan kemitraan pemerintah dan swasta, jalan tol yang dibangun baru
mencapai 606 km pada tahun 2004. Dari total jalan tol yang dibangun, 76%
dikuasai oleh Jasa Marga dan 24% dikuasai oleh pihak swasta. Hal ini
dilatarbelakangi permasalahan yang masih sulit untuk diselesaikan hingga kini.
Permasalahan tersebut antara lain dana, tariff, dan pengadaan lahan.
Padahal tanpa disadari peran jalan tol sangat penting terutama dalam
menghadapi globalisasi yang sangat mengedepankan kecepatan. Oleh karena itu
pemerintah perlu membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung
perkembangan jalan tol di Indonesia serta mengatasi permasalahan yang dihadapi
dalam pembangunan jalan tol. Sehingga perlu dilakukan analisis mengenai factor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia.
Adapun rumusan masalah dari uraian di atas adalah :
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia?
2. Kebijakan pemerintah seperti apa yang dapat mendukung perkembangan jalan
di Indonesia dengan cepat?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di
Indonesia
2. Mengkaji kebijakan pemerintah yang diperkirakan dapat mempercepat
perkembangan jalan tol.
8
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak,
antaralain:
1. Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, yaitu
dapat menambah wawasan penulis di bidang industri terutama industri jalan
tol, mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama kuliah dan memberikan
informasi kepada berbagai pihak mengenai industri jalan tol terutama faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan i jalan tol.
2. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai jalan tol sehingga dapat menyempurnakan
penelitian sebelumnya.
3. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah
mengenai kebijakan-kebijakan yang efektif dan efesien untuk diberlakukan
untuk mengembangkan jalan tol di Indonesia. Memberikan usulan kebijakan
kepada pemerintah sebagai solusi dari permasalahan.
4. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai keadaan jalan tol di Indonesia. Sehingga masyarakat akan lebih
mengerti jika pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai jalan tol, seperti
penyesuaian tarif tol.
9
5. Perusahaan Jalan Tol
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi kepada perusahaan jalan
tol untuk mengatasi kendala-kendala yang mereka hadapi dalam
mengembangkan jalan tol.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Infrastruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah infrastruktur fisik,
khusunya infrastruktur jalan tol.
2. Penelitian ini hanya membahas mengenai infrastruktur jalan tol secara
keseluruhan yang ada di Indonesia.
3. Fokus analisis penelitian ini hanya pada faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan jalan tol di Indonesia.
4. Perkembangan yang dimaksud dalam penelitian adalah dilihat dari
penambahan panjang jalan tol.
5. Data yang diolah dalam penelitian ini berupa data time series tahunan dari
tahun 1987-2009
6. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, PT. Jasa Marga, Departemen
Pekerjaan Umum, dan internet.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infrastruktur
Infrastruktur merupakan modal atau kapital bagi suatu negara dalam
pembangunan yang secara garis besar terdiri dari dua jenis, yaitu infrastruktur
ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastuktur ekonomi adalah infrastruktur fisik
baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh
masyarakat luas. Bentuk dari infrastruktur ekonomi meliputi semua prasarana
umum seperti listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi.
Sedangkan infrastruktur sosial meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan.
Ada banyak berbagai pendapat dan pandangan mengenai definisi
infrastruktur. Menurut World Bank (1994) infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Infrastruktur Ekonomi merupakan pembangunan fisik yang menunjang
aktivitas ekonomi yang terdiri dari public utilities (tenaga, telekomunikasi, air,
sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi, dan drainase) dan
sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang, dan sebagainya).
2. Infrastruktur Sosial merupakan infrastruktur yang mengarah pada pembagunan
manusia dan lingkungan seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan.
3. Infrastruktur Administrasi merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan
hukum, kontrol administrasi dan koordinasi.
Sedangkan Jan Jacobs et. al dalam Sibarani (2006) menggolongkan
infrastruktur menjadi dua bagian, yaitu:
11
1. Infrastruktur Dasar (basic infrastructure) mencakup sektor-sektor publik dan
keperluan mendasar untuk sector perokonomian yang tidak dapat
diperjualbelikan dan tidak dapat dipisah-pisahkan secara teknik maupun
spasial, contoh: jalan raya, jalan tol, kereta api, bendungan, dan sebagainya.
2. Infrastruktur Pelengkap (complementary infrastructure) seperti gas, telepon,
listrik, dan pengadaan air.
Adapun menurut Basri dalam Yanuar (2002) bahwa yang termasuk dalam
kategori infrastruktur adalah jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, Bandar
udara, alat pengangkutan, dan telekomunikasi yang berperan sebagai instrument
dalam mempercepat proses pembangunan.
Infrastruktur secara umum didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam
mengembangkan atau membangun kegunaan public melalui penyediaan barang
dan jasa untuk umum (Yanuar, 2006). Penyediaan fasilitas dan jasa biasanya
dilakukan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol
(Akatsuka dalam Yanuar, 1999).
2.1.1 Infrastruktur Sebagai Barang Publik
Infrastruktur termasuk dalam jenis barang publik yang memiliki dua
karakter, yaitu tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non excludability) dan
penggunaanya tidak perlu persaingan (non rivalry). Infrastruktur sangat
dibutuhkan oleh masyarakat kendati begitu individu tidak bersedia
mengemukakan nilai kesukaan (reveal preference) terhadap infrastruktur. Hal ini
mengakibatkan ketidakinginan pihak swasta untuk menyediakan infrastuktur
sebagai barang publik. Oleh karena itu barang-barang publik seperti infrastruktur
12
disediakan oleh pemerintah karena sistem pasar gagal menyediakan barang publik
tersebut.
Namun seiring perkembangan waktu, sifat infrastruktur sebagai pure
publik good mengalami pergeseran seiring dengan meningkatnya permintaan
menjadi semi public good. Misalnya, jalan raya di kota dengan penduduk yang
padat tidak dapat digolongkan sebagai pure public good karena untuk
memanfaatkannya setiap orang harus bersaing satu sama lain untuk menggunakan
ruas jalan yang terbatas.
Selain itu keterbatasan dana pemerintah menyebabkan pembangunan
infrastruktur harus mengikutsertakan pihak swasta dalam bentuk kemitraan.
Dalam hal ini swata hanya berperan dalam operasional sedangkan pemerintah
sebagai regulator. Keadaan ini yang menyebabkan pergeseran infrastruktur
sebagai pure public good menjadi semi public good. Karena tidak dapat
dipungkiri bahwa pihak swasta tetap harus mendapatkan keuntungan dalam
kemitraan ini.
2.1.2 Infrastruktur sebagai Permintaan Turunan
Suatu faktor produksi “diminta” karena dibutuhkan dalam proses produksi.
Proses produksi dilakukan karena ada permintaan output yang dihasilkan. Jadi,
permintaan input bergantung pada permintaan output. Permintaan akan input ini
menurut Alfred Marshal sebagai konsep pemintaan turunan atau derive demand.
Derived Demand juga bisa didefinisikan sebagai permintaan untuk barang dan
jasa dari suatu sektor berdasarkan atau diturunkan dari sektor lainnya. Secara garis
besar, derived demand terdiri dari dua tipe, yaitu:
13
1. Direct Derived Demand yaitu pergerakan output langsung dari hasil aktivitas
ekonomi tanpa adanya perantara. Misalnya adalah hubungan aktivitas pekerja
pelaju dengan tempat bekerja. Permintaan transportasi didasarkan atar
perbedaan tempat antara penawaran kerja dengan permintaan kerja. Sehingga
transportasi menjadi derived demand untuk hubungan ini.
2. Indirect Derived Demand yaitu pergerakan output akibat adanya pergerakan
output lainnya. Misalnya konsumsi bensin dari aktivitas transportasi yang di
supply oleh sistem produksi energi yang bergerak dari zona ekstrasi, ke kilang
minyak, gudang, dan pada ahirnya dikonsmsi oleh masyarakat.
Begitu pula dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan karena
adanya kebutuhan masyarakat akan prasarana sehingga munculah permintaan
infrastruktur. Permintaan infrastruktur ini dikatakan permintaan turunan atau
derived demand karena permintaan infrastruktur ini ditentukan oleh permintaan
barang dan jasa lainnya. Misalnya, ketika permintaan barang dan jasa meningkat,
maka permintaan transportasi darat juga meningkat sehingga kebutuhan akan jalan
bebas hambatan yang bisa mempersingkat waktu atau jalan tol akan meningkat
pula. Dalam konsep derived demand ini, jalan tol merupakan input bagi
transportasi darat.
2.2 Definisi dan Klasifikasi Jalan
Pengertian jalan berdasarkan UU No. 38 Tahun 1980 adalah suatu
prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
14
lintas. Menurut Undang-undang ini pengertian jalan terdiri atas jalan umum, jalan
tol, dan jalan khusus. Peran jalan adalah sebagai bagian prasarana transportasi
mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan
hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Jalan juga sebagai prasarana distribusi barang dan jasa
merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta
menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.
Jalan yang merupakan prasarana bagi transportasi darat menjadi kebutuhan
pokok dalam distribusi komoditi perdagangan dan industri. Selain itu jalan juga
berfungsi sebagai perekat keutuhan bangsa dan negara dalam berbagai aspek,
terutama dalam era desentralisasi seperti sekarang ini. Oleh karena itu penting
menempatkan jaringan jalan dalam perencanaan transportasi secara global dan
memadukannya dalam perencanaan pembangunan sarana dan prasarana
transportasi dalam konteks sistem transportasi intermoda.
Berdasarkan PP No.36 Tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan di
Indonesia dapat dibagi menurut sistem, fungsi, status, dan kelas jalan.
A. Pembagian Menurut Sistem
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat
kegiatan.
15
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
B. Pembagian Menurut Fungsi
1. Jalan Arteri
- Jalan Arteri Primer
menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau
antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
- Jalan Arteri Sekunder
menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu,
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
2. Jalan Kolektor
- Jalan Kolektor Primer
menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat
kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
- Jalan Kolektor Sekunder
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
3. Jalan Lokal
- Jalan Lokal Primer
16
menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan
lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan
pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.
- Jalan Lokal Sekunder
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan
sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan.
4. Jalan Lingkungan
- Jalan Lingkungan Primer
menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan
jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.
- Jalan Lingkungan Sekunder
menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan.
C. Pembagian Menurut Status
1. Jalan Nasional
terdiri dari jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol.
2. Jalan Provinsi
terdiri dari jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
17
3. Jalan Kabupaten
terdiri dari jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk jalan nasional maupun jalan provinsi, yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal,
serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan Kota
terdiri dari jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa
terdiri dari jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
D. Pembagian Menurut Kelas
1. Jalan Bebas Hambatan
Spesifikasi jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud meliputi
pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang,
dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling
sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit
3,5 (tiga koma lima) meter.
18
2. Jalan Raya
spesifikasi jalan raya sebagaimana dimaksud adalah jalan umum untuk lalu
lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas
dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah,
lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
3. Jalan Kecil
spesifikasi jalan kecil sebagaimana dimaksud adalah jalan umum untuk
melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua)
arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.
4. Jalan Sedang
spesifikasi jalan sedang sebagaimana dimaksud adalah jalan umum dengan
lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling
sedikit 7 (tujuh) meter.
2.3 Pengertian Jalan Tol
Berdasarkan PP No. 15 Tahun 2005 Tentang Jalan, Jalan tol adalah jalan
umum yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dan sebagai jalan
nasional yang penggunanya diwajibkan untuk membayar tol. Tujuan dari
penyelenggaraan jalan tol adalah meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi
guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang
sudah tinggi tingkat perkembangannya. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan
19
pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya serta keseimbangan dalam
pengembangan wilayah dengan prinsip keadilan.
Gambar 1. Konsep Jalan Tol Sumber : Jasa Marga, 2007
Konsep jalan tol dengan jalan umum dibedakan atas dasar sumber
pendanaan, yaitu jalan non tol, jalan tol yang tidak layak secara finansial dan jalan
tol yang layak secara finansial seperti dijelaskan oleh Gambar 1. Jalan non tol
dibangun oleh pemerintah dengan sumber yang berasal dari APBN atau APBD
yang asalnya dari pajak umum yang dibayarkan oleh masyarakat. Sedangkan
untuk jalan tol yang tidak layak secara finansial dibangun dengan sumber dana
yang berasal dari pemerintah berupa subsidi dan dana pemakai jalan tol.
Sedangkan jalan tol yang layak secara finansial dibangun oleh dana yang
Masyarakat
Dana Pemakai Jalan Tol APBN/APBD
Jalan Tol (financial-
layak)
Jalan Tol (financial- tidak
layak)
Jalan Non Tol
Pemerintah Membangun Jaringan Jalan
Dijembatani
Sumber
subsidi
Pajak Tol
Sumber Dana Bagi Jaringan Jalan
20
sepenuhnya berasal dari dana pemakai jalan tol yang dijembatani oleh investor
dan perbankan.
Pembangunan infrastruktur jalan tol memiliki tujuan dan manfaat baik dari
segi ekonomi maupun segi sosial. Adapun tujuan dan manfaat dari pembangunan
jalan tol menurut Badan Pengelola Jalan Tol antara lain:
A. Tujuan Pembangunan Jalan Tol
1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang.
2. Meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang
pertumbuhan ekonomi.
3. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.
4. Meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
B. Manfaat Pembagunan Jalan Tol
1. Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah &
peningkatan ekonomi.
2. Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang.
3. Pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan
biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati
jalan non tol.
4. Badan Usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol
yang tergantung pada kepastian tarif tol.
21
2.4 Penelitian Terdahulu
Studi Irwanto (2005) mengenai infrastruktur memperlihatkan hubungan
antara pembangunan infrastruktur, khususnya jalan raya dengan pertumbuhan
ekonomi di DKI Jakarta. Hasil studi ini memperlihatkan bahwa ketidakefisienan
penggunaan lahan dan ketidakkonsistenan pengembangan Jakarta sebagai kota
jasa membuat pembangunan infrastruktur-infrastruktur tidak memberikan
manfaat. Penambahan panjang dan lebar jalan non tol di DKI Jakarta berdampak
kontra produktif karena menurunkan output dan meningkatkan inflasi. Sedangkan
penambahan panjang dan lebar jalan tol lebih dapat mendukung pertumbuhan
ekonomi dan menurunkan inflasi.
LPDRBR = -5,13 LLJnontol (-1) + 4,19 LLJtol (-1)
keterangan:
LPDRBR = Logaritma pertumbuhan ekonomi kotamadya
LLJnontol = Logaritma luas jalan non tol
LLJtol = Logaritma luas jalan tol
Copo et.al (2005) dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
alokasi pembangunan jalan menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pembangunan jalan di Filiphina dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu faktor
geografis, politik, dan aspek ekonomi. Faktor geografis terdiri dari kepadatan
penduduk dan jumlah kendaraan. Faktor politik terdiri dari dana yang dimiliki
oleh pemerintah. Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari GDP per Kapita, jumlah
tenaga kerja, dan perusahaan swasta yang berinvestasi. Pembangunan jalan tol
dalam studi ini terlihat pada pertumbuhan panjang jalan dalam kilometer. Hasil
22
studi ini menyatakan bahwa semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jalan
berhubungan positif dengan pembangunan jalan di Filiphina, kecuali kepadatan
penduduk.
krt = art - bııpdrt + b2ıınvrt + b3n ofr(t-n) + b4 pert + b3n gcr(t-n) +b6ıert +
ert
keterangan:
k = panjang jalan
pd = kepadatan penduduk
nv = jumlah kendaraan
ofr = dana yang dimiliki oleh pemerintah
pe = peran perusahaan swasta
gc = GDP/kapita
e = jumlah tenaga kerja
Studi Megantoro (2007) berjudul Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Investasi Pemerintah di Bidang Infrastruktur Transportasi Jalan di
Provinsi Jawa Timur menggunakan empat variabel bebas, yaitu anggaran (X1),
volume kendaraan (X2), panjang jalan (X3), dan PDRB (X4) serta satu variabel
bebas investasi (Y) dengan menggunakan metode regresi berganda. Hasil studi
menunjukkan bahwa fakor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi investasi
pemerintah di bidang infrastruktur jalan tol adalah anggaran, volume kendaraan,
dan panjang jalan. Sedangkan PDRB tidak berpengaruh dan variabel yang
memiliki pengaruh terbesar adalah variabel anggaran.
23
Berdasarkan hasil studi World Bank (1994 )dari pengalaman negara lain,
terdapat empat indikator pengembangan jalan tol di 18 negara, yaitu panjang
jalan tol yang beroperasi, produk domestik bruto per kapita, pemilik kendaraan,
dan keterlibatan sektor swasta. Tabel 3. menunjukkan bahwa peran serta swasta
dalam pembangunan jalan tol sangat besar di Negara Asia dan amerika Latin,
kecuali Jepang.
Tabel 3. Empat Indikator Pengembangan Jalan Tol di 18 Negara
Negara Panjang Total Jalan tol yang beroperasi (km)
PDB per kapita (US$, 1997)
Kendaraan per 1000 penduduk 1997
Keterlibatan Sektor Swasta
Argentina 197 9.700 151 Sedang Brazilia 856 6.300 67 Tinggi Chili 2.5 11.600 109 Sedang China 4.735 3.460 8 Tinggi Colombia 1.330 6.200 38 Tinggi Perancis 6.716 22.700 521 Sedang Hongkong 67.8 26.800 74 Tinggi Hungaria 254 7.400 272 Sedang Indonesia 472 4.600 21 Tinggi Italia 6.440 21.500 679 Tinggi Jepang 9.219 24.500 551 Rendah Malaysia 1.127 11.100 152 Tinggi Mexico 6.061 7.700 133 Tinggi Filiphina 168 3.200 12 Tinggi Spanyol 2.255 16.400 457 Tinggi Thailand 91 8.800 105 Sedang Inggris 8 21.200 406 Tinggi Amerika 7.363 30.200 760 Rendah
2.5 Kerangka Pemikiran
Peran jalan tol sangat penting dalam perekonomian suatu negara, termasuk
Indonesia. Namun pembangunan jalan tol di Indonesia masih sangat lambat
dalam tiga dekade belakangan ini. Hal ini bisa merugikan perekonomian nasional.
24
Lambatnya perkembangan jalan tol ini diakibatkan oleh bermacam-macam faktor.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan analisis mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia yang terdiri dari,
PDB per kapita, jumlah kendaraan, dana pemerintah, peran swasta, dan jumlah
tenaga kerja.
Perkembangan jalan tol dapat dilihat melalui panjang jalan tol yang
beroperasi. Fakor-faktor ini akan mempengaruhi secara positif atau negatif yang
dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda . Selain faktor-faktor
diatas, juga perlu dilakukan analisis terhadap kebijakan pemerintah mengenai
jalan tol di Indonesia. Sehingga kebijakan pemerintah bisa mendorong
perkembangan jalan tol di Indonesia
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Peran Jalan Tol terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Kebijakan Pemerintah untuk Mendorong Perkembangan Jalan
Tol di Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
jalan tol
PDB Indonesia Jumlah Kendaraan Dana pemerintah
Peran Swasta Tenaga Kerja
Lambatnya Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
Implikasi
25
2.6 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. PDB per Kapita Indonesia berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol
di Indonesia. Semakin tinggi tingkat PDB per Kapita akan semakin cepat
perkembangan jalan tol di Indonesia.
2. Jumlah kendaraan berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di
Indonesia. Semakin tinggi jumlah kendaraan di Indonesia semakin cepat
perkembangan jalan tol di Indonesia.
3. Dana pemerintah untuk pembangunan infrastruktur berhubungan positif
dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin besar jumlah dana yang
dimiliki oleh pemerintah semakin cepat perkembangan jalan tol di Indonesia.
4. Investasi swasta dalam pembangunan jalan tol di Indonesia berhubungan
positif dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin tinggi peran
swasta dalam pembanguna jalan tol di Indonesia semakin cepat perkembangan
jalan tol di Indonesia.
5. Jumlah tenaga kerja berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di
Indonesia.
6. Dummy kebijakan berhubungan positif dengan pembangunan jalan tol di
Indonesia.
26
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Penelitian berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Jalan Tol” ini menggunakan data sekunder yang digunakan
sebagai informasi dalam menganalisis permasalahan-permasalahan dalam
penelitian ini. Data-data tersebut diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti
Badan Pusat Statistik, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia,
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, dan PT. Jasa Marga. Data
yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1987 hingga 2009.
Penulis melakukan studi pustaka melalui media cetak dan internet guna
memperoleh literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan 7 buah variabel, yang terdiri atas 1 variabel
dependen dan 6 variabel independen. Berikut ini adalah keenam variabel tersebut
beserta dengan definisi operasionalnya:
a. Panjang Jalan Tol (PJT) adalah panjang jalan tol di Indonesia dari tahun ke
tahun yang digambarkan dalam satuan km.
b. Jumlah kendaraan (JK) adalah jumlah kendaraan berotor roda empat yang
dikumpulkan berdasarkan metode pendaftaran yang didapat dari Kantor
Kepolisian.
27
c. Jumlah perusahaan swasta (IS) adalah total investasi swasta termasuk investasi
untuk pembangunan jalan tol.
d. PDB per Kapita (PP) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh
unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dibagi dengan jumlah
penduduk.
e. Dana pemerintah (OF) adalah dana pemerintah untuk pembangunan sektor dan
sub sektor jalan yang dianggarkan dalam APBN.
f. Pekerja (TK) adalah pekerja komuter
g. Dummy kebijakan (K) adalah kebijakan yang memisahkan peranan Jasa Marga
sebagai operator dan regulator sejak tahun 2005.
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis kuantitatif untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan jalan tol di Indonesia dalam penelitian ini diolah menggunakan
regresi. Regresi yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan
mengunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) dan
pengolahan data menggunakan program Minitab 15.
Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia adalah:
PJTi = αi – α1PPi + α2TKi + α3OFi + α4ISi + α5JKi + α6K + εi (3.1)
Persamaan di atas diubah dalam bentuk double log menjadi:
28
LnPJTi = αi – α1ln PPi + α2 ln TKi + α3 ln OFi + α4 lnISi + α5g lnJKi + α6 K+ εi
(3.2)
Nilai koefisien pada persamaan logaritma menunjukkan pengaruh
persentase perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Oleh
karena ini dapat memperlihatkan pengaruh persentase perubahan dari faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia.
Dimana:
PJTi = panjang jalan tol (km)
JKi = jumlah kendaraan roda empat atau lebih (unit)
OFi = anggara pemerintah untuk pembangunan jalan tol (milyar rupiah/tahun)
ISi = investasi swasta (milyar rupiah/tahun)
PPi = pdb/kapita
TKi = pekerja (orang)
K = dummy kebijakan
Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan
untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang mempengaruhi
variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
berperiode.
Menurut Gujarati (2006) metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi
asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homokedastik
b. tidak ada autokolerasi dalam residual
c. variasi residual menyebar normal
29
d. nilai rata-rata dari unsure residual sama dengan nol
e. nilai-nilai peubah tetap untuk contoh-contoh yang berulang
f. tidak ada linear sempurna antara peubah bebas (multikolinearitas)
Asumsi diatas jika dipertahankan dalam model regresi linear berganda,
maka pendug terkecilnya empunyai variansi minimum yang merupakan penduga
linear tidak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Metode ini
mempunyai beberapa kelebihan dan kesederhanaan jika dibandingkan dengan
metode lain.
3.4 Metode estimasi
Setelah koefisien masing-masing variabel eksogen dihasilkan, maka akan
dilakukan uji kriteria statistik dan uji kriteria ekonometrika. Pengujian kriteria
statistik yaitu pengujian tingkat signifikan model. Sedangkan pengujian
berdasarkan kriteria ekonometrika adalah pengujian masalah-masalah dalam
ekonometrika seperti autokolerasi, heterokedastisitas, dan multikolinearitas.
3.4.1 Uji Kriteria Statistik
Pengujian krieia statistic perlu dilakukan untuk melihat korelasi antar
variabel persamaan, yaitu dengan menggunakan uji t, F, R2 .
a. Uji t
Uji t digunakan untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, artinya
apakah variabel bebas (eksogen) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel
terikat (endogen). Perbandingan antara nilai t-statistik dengan nilai t-tabel dapat
menunjukkan wilayah penolakan
30
Hipotesis:
Ho : βi=0
H1 : βi≠0
Kriteria uji:
t-hitung > tα/2 (n-k), maka tolak Ho
t-hitung < tα/2 (n-k), maka terima Ho
Jika Ho ditolak berarti dalam model ini variabel bebas berpengaruh nyata
terhadap variabel tak berbas. Sebaliknya, jika Ho diterima berarti variabel bebas
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
b. Uji F-statistik
Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel eksogen terhadap
variabel endogen secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F hitung.
Selain itu, uji F ini juga untuk mengetaui apakah model peduga yang diajukan
sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Rumus yang
digunakan untuk mengui F-statistik yaitu:
F -Hitung = ⁄( )⁄
Dimana:
R = koefisien determinasi
n = banyak data
k = jumlah koefisien regresi dugaan
Hipotesis:
Ho : βo = β1 = β2 = β3 = ….= βi = 0
(tidak ada pengarh nyata variabel-variabel dalam persamaan)
31
H1 : minimal salah satu βi ≠ 0
(paling sedikit ada 1 varabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel
endogen)
Kriteria uji:
F-Hitung > Fα(k-1, n-k), maka tolak Ho
F-Hitung < Fα(k-1, n-k), maka terima Ho
Jika Ho ditolak dalam uji F berarti minimal ada satu variabel eksogen yang
tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel endogen.
Sebaliknya jika Ho diterima tidak ada satupun variabel eksogen yang berpengaruh
nyata terhadap keragaman variabel endogen.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2 )
Uji Koefisien Determinasi (R2 ) ini digunakan untuk mengukur sejauh
mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel eksogen terhadap
variabel endogen dengan mepertimbangkan derajat bebas. Sifat dari R2 adalah
jika R2 sama denga nol berarti tidak ada hubungan antara variabel eksogen
dengan endogen. Namun, jika nilai R2 mendekati 1 maka terdapat hubungan yang
erat antara variabel eksogen dengan variabel endogen. Rumus untuk menghitung
R2 adalah:
R2 =
dimana:
R2 = koefisien determinasi
JKR = jumlah kuadrat regresi
JKT = jumlah kuadrat total
32
3.4.2 Uji Kriteria Ekonometrika
Uji ekonometrika ini untuk mengestimasi parameter regresi dengan
menggunakan OLS dimana terdapat enam asumsi klasik. Apakah sesuai atau tidak
dengan enam asumsi tersebut yaitu dengan uji multikolinearitas, uji autokorelasi,
dan uji heteroskedastisitas. Jika terjadi pelanggaran maka akan diperoleh hasil
estimasi yang tidak valid.
a. Uji Heterokedastisitas
Menurut Gujarati (1993), suatu model regresi linear harus memiliki varian
yang sama. Menurutnya, jika asumsi ini tidak dipenuhi maka akan terdapat
masalah heteroskedastisitas. Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan
menggunakan White Heterokedasticity Test. Kriteria yang digunakan yaitu,
jika nilai probabilitas pada Obs*R2 > α (taraf nyata) yang digunakan, maka
persamaan tidak mengalami heterokedastisitas. Sedangkan jika nilai
probabilitas pada Obs*R2 < α (taraf nyata) yang digunakan, maka persamaan
mengalami heterokedastisitas.
Konsekuensi bila terjadi heteokedastisitas, maka akan berakibat:
1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang
minimum atatu estimator tidak efisien.
2. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang
sebenarnya akan mempunyai varian yang tinggi, sehingga prediksi
menjadi tidak efisien.
33
3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata tidaknya koefisien atau selang
kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai
varian.
b. Uji Autokolerasi
Autokolerasi adalah korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa
sekarang. Autokolerasi menyebabkan terjadinya dugaan parameter tidak bias,
nilai galat baku terautokolerasi sehingga ramalan tidak efisien, ragam galat
berbias. Autokolerasi berpotensi menimbulkan masalah yang serius yang
menyebabkan varian residual yang diperoleh lebih rendah, sehingga nilai R2
terlalu tinggi dan pengujian hipotesis t statistik dan f statistik menjadi tidak
meyakinkan.
Uji yang paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi
dalam suatu model yaitu Durbin Watson Test. Nilai statistik DW yang berada
pada kisaran dua menandakan tidak terdapat atokorelasi, namun semakin jauh
dari angka dua peluang terjdinya autokorelasi semakin besar. Apabila nilai
statistic d pada daerah ragu-ragu maka hasil uji tidak dapat disimpulkan. Oleh
sebab itu digunakan pengujian lain, yaitu Uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test. Kriteria uji yang digunakan adalah:
1. Apabila nilai probability Obs*R2 > taraf nyata (α) yang digunakan, maka
persamaan tidak mengalami autokolerasi.
2. Apabila nilai probability Obs*R2 < taraf nyata (α) yang digunakan maka
persamaan mengalami autokorelasi
Solusi dari masalah autokorelasi adalah:
34
1. Dihilangkan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel
endogen.
2. Kesalahan spesifikasi model. Hal tersebut diatasi dengan mentransformasi
model, misalnya dari model linear menjadi model non linear atau
sebaliknya.
c. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan linear antar variabel-variabel eksogen
dalam persamaan regresi. Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang
dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara variabel-
variabel eksogen dalam model regresi. Menurut Gujarati (2006), tanda-tanda
adanya multikolinearitas adalah:
1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan
2. R2 nya tingi tetapi uji individu tidak banyak yang nyata atau bahkan tidak
ada yang nyata.
3. Korelasi sederhana antar variabel individu tinggi (rij tinggi)
4. R2 < rij menunjukkan adanya multikolinearitas
Solusi untuk mengatasi multikolineraitas adalah:
1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya.
2. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu
3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi
4. Mentransformasikan data
5. Mendapatkan tambahan data baru.
35
3.4.3 Transformasi Data dengan Metode Regresi Komponen Utama
Analisis regresi komponen utama merupakan suatu metode untuk
mengatasi multikolinearitas dengan cara mentransformasi peubah-peubah bebas
yang berkorelasi menjadi peubah-peubah yang orthogonal dan tidak berkorelasi
dengan tujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara
mereduksinya (Ulpah, 2006). Analisis komponen utama juga dapat didefinisikan
sebagai teknik statistik yang dapat digunakan untuk menjelaskan struktur variansi-
kovariansi dari sekumpulan variabel melalui beberapa variabel baru dimana
variabel baru ini saling bebas, dan merupakan kombinasi linier dari variabel asal.
Selanjutnya variabel baru ini dinamakan komponen utama (principal component).
Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data
dan untuk kebutuhan interpretasi (Prasetyo et.al,2005).
Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier
dari peubah asal Z (Z adalah hasil pembakuan dari peubah X), yang disebut
sebagai komponen utama. Komponen utama ke- j dapat dapat dinyatakan dalam
bentuk persamaan berikut:
Wj = vijZ1 + v2jZ2 + … + vpjZp (3.3)
dimana Wj saling orthogonal sesamanya. Komponen ini menjelaskan bagian
terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan.
Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proposi keragaman yang semakin
lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya terjelaskan. Biasanya tidak
semua W digunakan, sebagian ahli menganjurkan agar memilih komponen utama
yang akar cirinya lebih dari satu, keragaman data yang dapat diterangkan oleh
36
komponen utama tersebut kecil sekali. Morison dalam bukunya Multivariate
Statistical Methods yang terbit pada tahun 1978 menyarankan agar memilih
komponen-komponen utama sampai komponen-komponen utama tersebut
mempunyai keragaman komulatif kira-kira 75% (Ulpah, 2006)
Adapun pembakuan yang dimaksud adalah mengurangkan setiap peubah
bebas asal Xj dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku yang dinotasikan
sebagai berikut:
Z =
Penduga koefisien regresi pada model regresi yang diperoleh dengan
menggunakan regresi komponen utama seringkali berbias, padahal sifat penduga
yang baik adalah tidak bias dengan ragam penduga minimum. Namun, bersamaan
dengan itu telah terjadi reduksi besar-besaran pada ragam penduga koefisien
regresi yang besar karena multikolinearitas. Bias bukanlah hal yang dihindari,
penduga dengan ragam penduga yang minimum sekalipun berbias biasanya lebih
disukai.
Analisis regresi komponen utama memiliki beberapa tahapan (Ulpah,
2006), antara lain:
1. Membakukan peubah asal yaitu X menjadi Z
2. Mencari akar ciri dan vektor ciri matriks R
3. Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri
4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W
5. Transformasi balik dalam bentuk peubah asal
37
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia
Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat. Fungsinya
sebagai media bagi distribusi barang dan orang membuat jalan sangat penting bagi
perekonomian suatu negara. Apalagi Indonesia sebagai negara yang memiliki luas
wilayah yang sangat besar menjadikan jalan sebagai penyambung antar wilayah
yang paling penting karena jalan dapat menghubungkan berbagai daerah baik
dekat maupun jauh. Terutama di era desentralisasi sekarang membuat fungsi jalan
semakin penting bagi pemersatu bangsa. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun
2004, jalan merupakan salah satu sarana transportasi yang memiliki unsur penting
dalam pengembangan hidup berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan kesatuan
dan persatuan. Pentingnya jalan ini dibuktikan dengan pembangunan secara
berkelanjutan oleh pemerintah dari tahun ke tahun.
Pembangunan jalan bahkan telah dilakukan sejak jaman Belanda masih
menjajah Indonesia. Pembangunan jalan Anyer-Panarukan pada tahun 1808 yang
panjangnya hingga mencapai 1000 km dibangun pada masa Gubernur Belanda
Herman Willem Daendels. Kini, sebagian dari jalan ini dikenal dengan jalur
Pantai Utara atau Pantura yang membentang sepanjang utara Pulau Jawa.
Meskipun tujuan utama dari pembangunan jalan ini adalah sebagai pertahanan
militer dari Inggris namun ternyata pembangunan jalan ini memiliki manfaat
ekonomi. Pengangkutan hasil produk kopi dari tanam paksa dari kota Priangan ke
pelabuhan Cirebon dan Indramayu mulai terjadi semenjak jalan yang dikenal
38
dengan Jalan Raya Pos ini dibangun. Sebelumnya, hasil produk kopi membusuk di
gudang-gudang penyimpanan. Selain itu perjalanan Jakarta-Surabaya yang biasa
dicapai hingga 40 hari perjalanan bias dipersingkat menjadi 7 hari perjalanan.
Infrastruktur jalan Indonesia telah mengalami perkembangan. Hal ini bisa
dilihat dari pertambahan panjang jalan dari tahun ke tahun, baik untuk jalan
nasional, provinsi, maupun kota/kabupaten. Dari tabel 4. terlihat bahwa dari tahun
ke tahun panjang jalan di Indonesia semakin bertambah. Namun dari tahun 2004
hingga tahun 2008 jalan nasional dan jalan provinsi tidak mengalami penambahan
panjang jalan. Hanya jalan kota/kabupaten yang mengalami penambahan panjang
jalan. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan jalan yang menghubungkan
antar wilayah yang cukup dekat. Penambahan jalan kota/kabupaten juga bertujuan
agar tidak terjadi penumpukkan kendaraan di jalan-jalan yang banyak dilalui oleh
masyarakat.
Tabel 4. Panjang Jalan di Indonesia, 1987 - 2008
Tahun Negara Propinsi Kab/Kota
Jumlah (Km)
1987 13.863 40.277 168.784 222.924 1993 23.483 46.231 275.178 344.892 1998 27.977 47.863 279.523 355.363 1999 26.206 46.538 283.207 355.951 2005 34.628 49.125 316.255 391.009 2008 34.628 49.125 363.006 437.759
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008
Tabel 4 memperlihatkan pula terjadinya pengurangan panjang jalan
Negara dan propinsi di Indonesia pada tahun 1999. Karena saat perhitungan
panjang jalan pada tahun 1999, Departemen Pekerjaan Umum Pusat dan Daerah
tidak memperhitungkan panjang jalan di Timor Timur. Hal ini berkaitan dengan
39
adanya Jajak Pendapat yang menghasilkan keputusan bahwa Timor Timur resmi
keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penambahan panjang jalan dari tahun ke tahun ternyata tidak mengatasi
permasalahan di jalan raya, yaitu kemacetan. Semakin hari kemacetan Indonesia
semakin parah, terutama untuk wilayah yang padat akan penduduk. Penyebab
utama kemacetan adalah pertambahan jumlah kendaraan yang tidak diikuti dengan
pertambahan ruas jalan. Sehingga banyaknya kendaraan tidak sebanding dengan
banyaknya jalan raya akibatnya terjadi penumpukkan kendaraan. Kota Jakarta
merupakan bukti nyata dari keadaan kurangnya ruas jalan raya jika disesuaikan
dengan jumlah kendaraan yang berada di Jakarta setiap harinya. Sehingga hampir
setiap hari pada jam sibuk di kota Jakarta terjadi kemacetan yang cukup panjang.
Tabel 5. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha, 2004 – 2009 (persen)
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Pengangkutan dan Komunikasi 6,2
6,5
6,9
6,7
6,3
6.,3
Pengangkutan 3,9 4,0
4,3
3,8
3,5
3,2
1. Angkutan Rel 0,1
0
0
0
0
0
2. Angkutan Jalan Raya 1,9
2,1
2,4
2,2
2,0
1,8
3. Angkutan Laut 0,5
0,5
0,5
0,4
0,3
0,3
4. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
5. Angkutan Udara 0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
6. Jasa Penunjang Angkutan 0,8
0,8
0,8
0,7
0,6
0,5
Komunikasi 2,4
2,5
2,7
2,9
2,8
3,0
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
40
Selain perannya sebagai media distribusi barang dan orang, jalan juga
memberikan kontribusi kepada perekonomian Indonesia. Distribusi Persentase
Produk Domestik Bruto merupakan gambaran struktur perekonomian atau
peranan setiap sektor dalam perekonomian. Tabel di atas menunjukkan distribusi
persentase PDB sektor pengangkutan dan komunikasi. Dari tabel dapat dilihat
bahwa sektor pengangkutan memiliki peran lebih besar pada perekonomian
dibandingkan sektor komunikasi, yaitu sebesar 3.9%. Namun jika dibandingkan
sektor lain, distribusi dari sektor pengangkutan sangat kecil. Sehingga kadang
tidak diperhitungkan dalam perkembangan perekonomian nasional.
Gambar 3. Kondisi Jalan Nasional, 1997- 2002
Sumber : Bappenas, 2003
Gambar 3 menunjukkan kondisi jalan nasional dari tahun 1997 hingga
2002. Kondisi baik dan sedang cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan
kondisi baik yang cukup besar, hampir 50% terjadi pada tahun 1999. Namun
peningkatan kondisi jalan yang rusak berat hingga mencapai 21% juga terjadi
pada tahun 2001. Masih buruknya kondisi jalan nasional ini dikarenakan masih
23,915,3
30,3 34,9 34,3 31,4
36,645,6
30,132,4 30,3 38,1
9,3 23,7 22,717,5
14,516,5
20,2 15,5 16,9 15,2 21 13,9
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1997 1998 1999 2000 2001 2002
rusak berat
rusak ringan
sedang
baik
41
terbatasnya dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk memelihara dan
memperbaiki jalan. APBN maupun APBD yang diandalkan untuk membiayai
pembangunan jalan tidak dapat membiayai sepenuhnya pembangunan,
pemeliharaan, serta peningkatan jalan.
Kerusakan prasarana jalan menyebabkan kemacetan diberbagai ruas jalan
dan juga menyebabkan peningkatan biaya sosial yang diderita oleh pengguna
jalan. Jika kondisi jalan ini tidak secepatnya diperbaiki maka dapat mengganggu
perekonomian baik daerah maupun pusat, termasuk kegiatan investasi diberbagai
sektor yang memerlukan prasarana jalan.
4.2 Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat
atas jalan tol adalah kemacetan. Sehingga diperlukan jalan bebas hambatan agar
dapat mempersingkat waktu dan jarak tempuh pengendara. Pemerintah sebagai
pemenuh kebutuhan masyarakat harus memenuhi kebutuhan ini dengan membuat
jalan dengan kualitas yang berbeda dari jalan umum. Konsekuensinya adalah
pengendara harus rela membayar sejumlah uang tertentu untuk melalui jalan tol
Jalan tol pertama yang dibangun oleh pemerintah Indonesia adalah jalan
tol Jagorawi ( Jakarta-Bogor-Ciawi). Jalan tol Jagorawi dibangun sejak tahun
1973 dengan panjang 59 km. Kemudian jalan tol ini diresmikan pada tanggal 9
Maret 1978 oleh Presiden Soeharto. Jalan tol yang dibangun dengan biaya Rp 350
jua per kilometer ini merupakan jalan tol pertama yang dibiayai oleh APBN dari
pinjaman luar negeri.
42
Ketika dalam tahap pembangunan, jalan tol jagorawi ini belum berstatus
sebagai jalan tol. Namun pemerintah berpikir pengelolaan dan pengoperasian
jalan tol harus dibiayai secara mandiri, tidak membebani anggaran pemerintah.
Oleh karena itu, dua minggu sebelum peresmian, tepatnya 25 Februari 1978
diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1978 Tentang Penyertaan Modal
Negara Republik Indonesia untuk pendirian Persero yang mengurusi dan
mengelola infrastruktur jalan raya. Sehingga pada tanggal 1 Maret 1978 PT. Jasa
Marga sebagai perusahaan negara yang bertanggung jawab terhadap
pengoperasian dan pengelolaan jalan tol berdiri.
Pembentukan PT. Jasa Marga ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 4
Tahun 1978 yang bisnisnya mencakup konstruksi, manajemen, dan pemeliharaan
jalan tol. Selain itu ditetapkan pula Keputusan Menteri Keuangan No.
90/KMK.06/1978 pada tanggal 27 Februari 1978 Tentang Modal PT. Jasa Marga
(persero) yang ditetapkan melalui Lembaran Negara RI No. 4. Dokumen resmi
pendirian perusahaan dilegalisasi oleh Menteri Kehakiman melalui Surat
Keputusan Menteri Kehakiman No. YA5/1301/I tertanggal 22 Februari 1982.
Perusahaan ini kemudian terdaftar secara resmi di kantor Pengadilan Tinggi
Jakarta dengan nomor 767 pada tanggal 2 Maret 1982 dan telah diumumkan
dalam Berita Negara RI No. 73 tanggal 10 September 1982 dengan nomor
tambahan 1138.
Kini, Jasa Marga telah menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek
Indonesia sejak pemerintah melepas 30% sahamnya kepada masyarakat pada
tanggal 12 November 2007. Hingga tahun 2007 total panjang jalan tol yang
43
dimiliki oleh Jasa Marga adalah 496 km atau 78% dari panjang jalan tol di
Indonesia yang mencapai 630 km.
Gambar 4. Panjang Jalan Tol Indonesia 1987-2009
Sumber: Annual Report Jasa Marga, 2009
Pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal dana, oleh karena itu pemerintah
mengikutsertakan swasta dalam pembangunan jalan tol dengan menerbitkan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1990 yang merupakan dasar hukum bagi
penyelenggaraan jalan tol oleh pihak swasta di Indonesia. Pembangunan jalan tol
dengan partisipasi swasta dilakukan di kawasan-kawasan dengan pertumbuhan
lalu lintas yang tinggi agar investasi swasta menjadi layak secara ekonomi dan
finansial, dan sektor swasta tertarik untuk melakukan investasi.
Seluruh investasi swasta di jalan tol akan berbentuk kemitraan dengan PT.
Jasa Marga yang dilaksanakan dengan system BOT. Prinsip dari kemitraan ini
adalah menyediakan fasilitas jalan di kawasan yang sudah berkembang dengan
dibiayai oleh pengguna jalan, harus ada jalan alternative yang disediakan untuk
pengguna jalan, dan tarif tol tidak lebih dari 70% dari penghematan BOK jika
kendaraan melewati jalan tol. Pada pertengahan 1995, sekitar 200 km jalan tol
0
200
400
600
800
1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Panjang Jalan Tol Indonesia
44
yang dibangun oleh pihak swasta telah selesai dan sebagian lagi dalam tahap
penyelesaian.
Sejak tahun 1978 hingga kini, jalan tol di Indonesia telah berkembang dan
tumbuh dengan semakin bertambahnya ruas jalan dan panjang jalan tol. Namun
ternyata pertumbuhan panjang jalan tol dari tahun ke tahun tidak terlalu tinggi.
Hingga kini Indonesia baru mampu membangun jalan tol sepanjang 757.40 km.
Bahkan pembangunan jalan tol ini cenderung terpusat dan tidak tersebar ke
seluruh wilayah di Indonesia. Jalan tol terpanjang berada di wilayah Pulau Jawa.
Tabel 6. Panjang Jalan Tol per Pulau di Indonesia Tahun 2010
No Nama Pulau Panjang Ruas Jalan Tol (km) 1. Sumatera 42,70 2. Jawa 697,12 3. Sulawesi 17,65
Total 757,47 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2010
Tabel memperlihatkan bahwa jalan tol di Indonesia hanya tersebar di tiga
Pulau besar Indonesia dan Pulau Jawa memiliki panjang jalan tol terpanjang
dibandingkan Pulau lainnya. Oleh karena itu pergerakan ekonomi di ketiga Pulau
ini lebih cepat dan lebih baik dibandingkan Pulau lainnya karena akses yang
dimiliki lebih mudah dan cepat. Pulau Jawa merupakan pusat perekonomian di
Indonesia karena itu infrastruktur seperti jalan tol lebih berkembang di Jawa.
Padahal jika dibandingkan Kalimantan dan Irian Jaya, wilayah Jawa jauh lebih
kecil.
Namun dikedua Pulau tersebut belum dibangun jalan tol yang akan
berpengaruh pada perkembangan wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan dikedua
Pulau tersebut jumlah kendaraan yang memenuhi jalan tidak sepadat di Pulau
45
Jawa. Berdasarkan data sebaran penduduk diketahui bahwa Pulau Kalimantan dan
Irian Jaya merupakan wilayah yang memiliki penduduk paling rendah. Sehingga
belum dibutuhkan jalan alternative yang dapat mempersingkat waktu. Selain itu,
sebagian besar wilayah Kalimantan adalah perairan sehingga transportasi air lebih
dominan dibandingkan transportasi darat.
Berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
567/KPTS/M/2010 pada tanggal 10 Nopember 2010 direncanakan pembangunan
jalan tol di Pulau Kalimantan dan Pulau Bali. Jalan tol sepanjang 84 km akan
dibangun di Kalimantan untuk ruas Balikpapan-Samarinda. Sedangkan di Pulau
Bali akan dibangun jalan tol ruas Serangan-Tanjung Benoa sepanjang 7.5 km.
Selain akan dilakukan pembangunan dikedua Pulau tersebut, Kementerian
Pekerjaan Umum juga merencanakan pembangunan jalan tol di Pulau Sumatera,
Jawa dan Sulawesi.
Tabel 7. Rencana Pembangunan Jalan Tol di Indonesia
No Nama Pulau Rencana Panjang Ruas Jalan Tol (km) 1. Sumatera 2.805,20 2. Jawa 1.675,71 3. Sulawesi 46,00
Total 4.526,91 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2010
Rencana pembangunan jalan tol di Indonesia ternyata masih banyak dan
tentu hal ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu peran swasta
sebagai investor perlu terus ditingkatkan. Karena kebutuhan masyarakat akan
jalan tol semakin meningkat. Hal ini bisa terlihat dari volume lalu lintas yang
melalui jalan tol. Laporan Tahunan Jasa Marga melaporkan bahwa volume
46
lalulintas rata-rata harian di seluruh jalan tol Indonesia mencapai 2.535.842
kendaraan.
4.3 Investasi Swasta Dalam Pembangunan Jalan Tol
Keterlibatan swasta dalam pembangunan jalan tol mulai dilakukan untuk
mengatasi keterbatasan dana pemerintah. Pada tahun 1986 bisnis konstruksi dan
pengoperasian jalan tol telah dimasukkan dalam daftar urutan prioritas Badan
Kerjasama Penanaman Modal (BKPM). Tujuannya adalah untuk mengUndang
investor swasta berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol bekerjasama dengan
PT. Jasa Marga agar penyediaan jalan tol bagi masyarakat lebih cepat. Selain itu
juga untuk memberikan kesempatan bagi swasta untuk memperoleh keuntungan
pembangunan jalan tol.
Tabel 8. Ruas Jalan Tol yang Dibangun Investor Swasta, 2010
No
Nama Jalan Tol
Panjang Jalan Utama (km)
I nvestor
Mulai Operasi
1. Tanggerang-Merak 73,00 PT. Marga Mandala
Sakti 1987-1996
2. Ir. Wiyoto Wiyono, Msc
15,50 PT. Citra Marga Nusaphala Persada
1990
3. Surabaya-Gresik 20,70 PT. Margabumi Matraraya
1993-1996
4. Harbour Road 11,55 PT. Citra Marga Nusaphala Persada
1995-1996
5. Ujung Pandang Tahap I
6,05 PT. Bosowa Marga Nusantara
1998
6. Serpong-Pondok Aren
7,25 PT. Bintaro Serpong Damai
1999
7. SS Waru-Bandara Juanda
12,80 PT. Citra Margatama Surabaya
2008
8. Makassar Seksi IV 11,60 PT. Jalan Tol Seksi Empat
2008
9. Kanci-Pejagan 35,00 PT. Semesta Margaraya 2010 10. JORR Seksi W1 9,85 PT. Jakarta Lingkar
Barat 1 2010
11. Bogor Ring Road 3,86 PT. Marga Sarana Jabar 2009 Total 207,10
Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol, 2010
47
Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah ini disambut baik oleh
investor swasta karena besarnya investasi yang dibutuhkan dan panjangnya masa
pengembalian hutang. Sehingga muncul perusahaan-perusahaan swasta yang
bergerak dalam konstruksi jalan tol. Hingga kini sudah 200 km lebih jalan tol
yang dibangun oleh investor swasta, seperti dilihat pada tabel 8.
Investasi swasta dalam pembangunan jalan tol ini tidak diberikan
begitu saja oleh pemerintah, melainkan harus melalui prosedur yang diatur oleh
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) selaku regulator. Dalam penanaman investasi
untuk pembangunan jalan tol ini melibatkan dua pihak yaitu Badan Pengatur Jalan
Tol sebagai tangan kanan pemerintah dan Badan Usaha sebagai investor. Ketika
ada jalan tol yang akan dibangun BPJT akan melakukan lelang dengan
mengumumkan kepada pihak investor untuk menyiapkan dokumen untuk
dievaluasi oleh BPJT.
Setelah itu dilakukan rapat penjelasan untuk persiapan dan pralelang yang
memberikan kesempatan bagi investor untuk menyiapkan penawaran kepada
BPJT. Kemudian usulan penawaran dari investor dievaluasi. Proses persiapan
hingga evaluasi penawaran menghabiskan waktu setidaknya 14 bulan. Setelah
penawaran dievaluasi maka ditetapkanlah pemenang lelang yang harus
mempersiapkan perusahaanya dalam membangun jalan tol dan menandatangani
Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol. Dalam perjanjian ini perusahaan harus
memiliki jaminan, dana pengadaan lahan, dan dukungan bank. Hingga perjanjian
dilaksanankan dibutuhkan waktu 4-6 bulan seperti dilihat pada Gambar 5.
48
Gambar 5. Prosedur Investasi Pembangunan Jalan Tol
Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol, 2010
Ada dua bentuk partisipasi sektor swasta dalam pembangunan jalan tol di
Indonesia, yaitu sistem BOT (Build, Operate, Transfer) dan sistem peralihan yang
dimodifikasi. Sistem BOT adalah kerjasama antara investor dengan Jasa Marga
Pemasukan dan
Pembukaan Penawaran
Rapat Penjelasan
Pralelang-Persiapan
Evaluasi Prakualifikasi
Pengumuman/Undangan Praqualifikasi&Lelang
Persiapan Pekerjaan
BPJT
Perjanjian Pengusahaan
Jalan Tol (PPJT)
Evaluasi Penawaran
Penyiapan Dokumen
Praqualifikasi
Penyerahan Dokumen
Praqualifikasi
Penyiapan Usulan
Penawaran
Penyerahan Usulan
Penawaran dan Jaminan
Penerimaan Penetapan
Pemenang
Penyiapan Perusahaan
Jalan Tol
Tanda Tangan Perjanjian
Jaminan Pelaksanaan, Dana
pengadaan tanah, Dukungan
Badan Usaha
Keputusan/Penetapan
Pemenang
Pelaksanaan Perjanjian
+ - 4-6 Bulan
+ - 14 Bulan
49
yang perjanjiannya pihak investor membangun jalan tol dan mengoperasikan jalan
tol dengan membagi pendapatan tol dengan Jasa Marga. Kemudian setelah masa
konsesi berakhir, investor wajib mengembalikan pengoperasian jalan tol kepada
Jasa Marga.
Sedangkan sistem peralihan modifikasi adalah perjanjian yang
mengharuskan pihak investor menyediakan desain, dana, serta bertanggung jawab
dalam pembangunan jalan tol. Tetapi pengoperasian jalan tol diserahkan kepada
Jasa Marga. Investor menerima bagian pendapatan tol tanpa harus melakukan
kegiatan manajemen. Keterlibatan swasta dalam pengembangan jalan tol di
Indonesia belum berdampak banyak pada pembangunan jalan tol. Masih banyak
permasalahan yang dihadapi ketika pemerintah dan swasta sudah siap melakukan
pembangunan diantaranya adalah krisis keuangan yang melanda Asia pada tahun
1997.
4.4 Dampak Krisis Terhadap Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
Permintaan jalan dengan standar yang tinggi semakin meningkat di
beberapa Negara Asia seperti China, Indonesia, Malaysia, Filiphina, dan Thailand.
Hal ini menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan peningkatan
jumlah serta kepemilikan kendaraan bermotor. Malaysia berhasil menjadi Negara
pertama yang menyediakan jalan standar tinggi ini dengan membangun jalan tol
pada tahun 1966. Namun diantara Negara-negara Asia tersebut, China memiliki
jalan tol terpanjang sedangkan Indonesia masih tertinggal jauh.
Pada tahun 1997 krisis melanda Negara-negara di Asia termasuk kelima
Negara tersebut. Krisis yang berawal dari Thailand ini mengakibatkan devaluasi
50
mata uang, peningkatan suku bunga, dan bergejolaknya perbankan domestic
seperti terlihat pada Tabel 9. Hal ini berdampak pada tersendatnya pembangunan
jalan tol di kelima Negara tersebut, kecuali China. Dampak krisis terhadap
pembangunan jalan tol paling besar dialami oleh Indonesia.
Tabel 9. Indikator Keuangan dan Ekonomi Beberapa Negara Asia Tahun 1997-1998
Indikator China Indonesia Malaysia Filiphina Thailand Pertumbuhan ekspektasi GDP tahun 1998 (1997)
8.0% (8.8%)
-13.7% (5.0%)
(-4.8%) NA
1.0% (5.2%)
-7.0% (-0.4%)
Peningkatan Ekspektasi Indeks Harga Konsumen
(1998)
NA (+2.8% 1997) +80% +7-8% +10% +9.2%
Kredit macet NA 61% 33% 17% 48% Devaluasi Mata Uang dari
Jan 1997-Jan 1998 0% -78% -43% -39% -51%
Tingkat Bunga (1998/4) 1997/4
7.98% (10.08%)
70.68% (13.47%)
12.16% (9.25%)
13.00% (10.00%)
12.50% (10.50%)
Volume Lalulintas Sedikit perubahan
Berkurang banyak Berkurang Sedikit
perubahan Berkurang
Derajat Dampak Terhadap Program Jalan Tol
Tidak signifikan Signifikan Sedang Tidak
signifikan Sedang
Sumber : World Bank, 1999
Saat krisis melanda, Indonesia memberhentikan semua pembangunan jalan
tol dan menunda proyek pembangunan jalan tol yang telah direncanakan. Krisis
menyebabkan nilai dolar terhadap rupiah menurun hingga 78%, yaitu dari Rp
2.500,00/dolar menjadi Rp 14.000,00/dolar pada awal 1998. Devaluasi rupiah ini
mengakibatkan utang dari proyek jalan tol meningkat 6 sampai 7 kali. Selain itu
krisis juga menyebabkan peningkatan suku bunga yang berdampak pada konsesi
pengembangan jalan tol. Suku bunga Indonesi pada Januari 1997 sebesar 12%
melonjak tinggi hingga 60-70% pada Agustus 1997
Perbankan Indonesia juga merasakan dampak krisis, akibatnya investor
kesulitan untuk mendapatkan jaminan dari bank. Sehingga investor kesulitan
untuk berinvestasi dan pembangunan jalan tol tersendat karena ketiadaan investor.
51
Krisis juga menyebabkan peningkatan sebesar 80% pada Indeks Harga Konsumen
tanpa diikuti dengan peningkatan upah tenaga kerja. Akibatnya daya beli
masyarakat menurun karena inflasi. Hal ini bisa berdampak pada penurunan
pendapatan tol. Sehingga biaya operasional dan pemeliharaan jalan tol semakin
besar karena tidak adanya pemasukan. Keuangan Jasa Marga selaku operator jalan
tol sebagian besar dihabiskan untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
Sedangkan dana untuk proyek pembangunan sulit dipenuhi.
Harga bahan bakarpun ikut mengalami peningkatan dari harga sebelumnya
Rp 700,00/liter menjadi Rp 1000,00/liter. Begitu juga dengan penjualan mobil
yang berdampak pada penurunan volume lalulintas baik di jalan umum maupun
jalan tol. PT. Astra Internasional selaku pabrik mobil terbesar di Indonesia
memperkirakan penjualan mobil baru pada tahun 1998 turun hingga 88%.
Dampaknya kembali terasa oleh PT. Jasa Marga selaku operator jalan tol yang
mengalami penurunan pendapatan tol.
Saat itu berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi dampak
krisis terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Agar proyek jalan tol yang
telah direncanakan atau sedang dibangun tetap berjalan pemerintah menetapkan
prioritas jalan tol yang tetap harus dibangun. Melalui Keputusan Presiden No 39
Tahun 1997 yang dikeluarkan pada tanggal 20 September 1997, pemerintah
melakukan penangguhan atau pengkajian kembali proyek pemerintah, Badan
Usaha Milik Negra, dan swasta yang berkaitan dengan pemerintah atau Badan
Usaha Milik Negara. Sebanyak 63 proyek pembangunan jalan tol diklasifikasikan
menjadi 3 kategori, yaitu pembangunan dilanjutkan, dijadwal ulang, dan ditunda.
52
Sembilan proyek akhirnya dipilih untuk tetap dilanjutkan pembangunannya
dengan bantuan pinjaman pemerintah. Sedangkan sebanyak 36 proyek ditunda
dan sisanya dijadwal ulang.
4. 5 Hambatan Pembangunan Jalan Tol di Indonesia
Pembangunan jalan tol di Indonesia tidaklah mudah, selain faktor-faktor
yang menentukan perkembangan jalan di Indonesai terdapat beberapa hambatan
yang menyebabkan sulitnya perkembangan jalan tol di Indonesia, yaitu:
4.5.1 Pendanaan
Sejak awal pembangunan jalan tol, Indonesia sudah mengalami kesulitan
dalam hal pendanaan pembangunan jalan tol. Tol Jagorawi yang merupakan tol
pertama Indonesia pun tidak sepenuhnya dibiayai oleh kas negara melainkan dari
utang luar negeri. Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa keterbatasan dana
menjadi alasan pemerintah untuk mengUndang pihak swasta dalam pembangunan
jalan tol.
4.5.2 Pengadaan Lahan
Lahan merupakan unsur terpenting dalam pembangunan jalan tol.
Sekarang ini, lahan merupakan permasalahan utama dalam pembangunan jalan tol
yang masih sulit untuk diatasi oleh pemerintah selaku pihak yang melakukan
proses pengadaan lahan. Pengadaan lahan berdasarkan Keputusan Presiden No 36
Tahun 2005 merupakan kegiatan untuk mendapatkan tanah atau lahan dengan cara
memberikan ganti rugi kepada pihak yang menyerahkan tanah, bangunan,
tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Ongkos pengadaan lahan
53
dikeluarkan oleh pemerintah dan/atau investor. Biaya pengadaan lahan yang
dikeluarkan oleh pemerintah berasal dari Kementerian Keuangan yang
sebelumnya telah berkonsultasi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pengadaan lahan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan jalan
dilakukan dengancara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Proses pelepasan
hak tanah dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai kesepakatan mengenai
bentuk dan besarnya ganti rugi. Proses ini dilakukan oleh panitia yang ditunjuk
oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat dan perlu dilakukan penyuluhan
terlebih dahulu mengenai fasilitas umum yang akan dibagun dan waktu
pembangunannya.
Jika terjadi kesepakatan antara panitia dan pemilik tanah, bentuk ganti rugi
yang diterima oleh pemilik lahan dapat uang, tanah, pemukiman kembali,
gabungan uang, tanah, dan pemukiman kembali atau sesuai kesepakatan antara
panitia dan pemilik lahan. Besarnya ganti rugi berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak
atau ilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak
berjalan berdasarkan penilaian lembaga atau tim penilai harga tanah.
Namun jika tidak terjadi kesepakatan, seperti pemilik tanah tidak
menerima ganti rugi yang ditawarkan maka pemiliki bisa mengadukannya kepada
Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat yang akan megupayakan
penyelesaian masalah dan mengukuhkan kesepakatan. Jika pemilik tetap tidak
sepakat maka panitia akan melakukan pencabutan hak atas tanah dengan meminta
persetujuan Presiden melalui Kepala Badan Pertanahan Nasional . Kemudian
54
keputusan ini akan ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Instansi yang
memerlukan tanah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Permasalahan yang terjadi dalam pengadaan lahan di Indonesia adalah
tidak tegasnya hukum yang mengatur permasalahan ini. Aturan pengadaan lahan
tidak secara tegas menetapkan besarnya harga tanah yang akan diserahkan.
Sehingga akan sulit tercapai kesepakatan antara panitia dan pemilik tanah karena
harus melalui musyawarah yang mufakat. Jika demi kepentingan umum
semestinya pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut hak kepemilikan
tanah namun tetap sesuai denga aturan. Masalah terjadi ketika kesepakatan harga
tanah sebelum pembangunan selalu berubah seiring akan dijalankannya
pembangunan jalan tol. Hal ini karena pemilik maupun makelar tanah menilai
adanya potensi karena kebutuhan pemerintah akan lahan untuk pembangunan
sarana dan prasarana publik. Akibatnya ongkos pembebasan tanah membengkak,
meningkatkan biaya pembangunan, serta tertundanya pembangunan jalan tol.
Selain itu mekanisme pembebasan lahan yang terlalu berbelit-belit
membuat pembangunan jalan tol tertunda. Keadaan ini yang menyebabkan pihak
swasta tidak mau terlibat dengan masalah pengadaan lahan bahkan berinvestasi
karena tingkat resiko paling tinggi dalam pembangunan jalan tol ada pada proses
pengadaan lahan. Sehingga pemerintah harus turun tangan dalam pengadaan lahan
(Sunito, F, 2007).
4.5.3 Regulasi yang tidak konsisten
Tarif merupakan pendapatan bagi badan yang menjalankan operasional
jalan tol. Jika jalan tol dibangun berdasarkan kerjasama antara pemerintah dan
55
swasta maka tarif tol bisa dijadikan sebagai keuntungan bagi hasil bagi kedua
belah pihak. Penetapan tarif beserta kenaikannya diatur dalam Undang-Undang
No 38 Tahun 2004 tentang jalan khususnya pasal 48 ayat 3, bahwa kenaikan tarif
tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi. Kenaikan
tarif ini ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum.
Namun ternyata bagi para investor, pemerintah tidak konsisten dalam
menjalankan regulasi yang mengatur tarif tol ini. Ternyata kenaikkan harga tol ini
tidak selalu dilakukan pemerintah setiap dua tahun sekali, pemerintah selalu
menunda kenaikan tarif tol jika saatnya tiba. Karena pemerintah
mempertimbangkan keberatan masyarakat sebagai konsumen. Namun bagi
investor kenaikan tarif merupakan kenaikan pendapatan dan salah satu alas an
mengapa mereka ingin berinvestasi.
Jika penundaan terus terjadi maka akan merugikan operator jalan tol dan
bisa menyebabkan berkurangnya ketertarikan swasta untuk berinvestasi. Namun
jika kenaikan tarif terus dilakukan tentu hal ini akan membebani masyarakat
pemakai jalan tol. Sebenarnya keberatan masyarakat mengenai kenaikan tarif
didasarkan oleh belum sepadannya antara tarif tol dengan pelayanan jalan tol.
Masyarakat berpendapat bahwa kondisi jalan tol yang mereka rasakan saat ini
belum sepadan dengan kenaikan tarif yang seharusnya dilakukan setiap dua tahun
sekali, misalnya adalah kemacetan yang masih terjadi di jalan tol dan mobil derek
yang seharusnya gratis ternyata tidak. Sedangkan bagi operator, tanpa pendapatan
yang memadai operator tidak bisa memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.
56
Akibatnya ketika kenaikan tarif dilakukan, kenaikan melebihi laju inflasi
yang terjadi. Seperti yang terjadi pada tahun 2010 ketika Jasa Marga hendak
menaikkan tarif tol bandara dan tol Cikampek sebesar 12%. Menurut Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia sebagai pelindung konsumen bahwa laju inflasi
tidak mencapai 12%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi pada
bulan Mei 2010 sebesar 0,29%. Sedangkan laju inflasi Januari-Mei 2010 sebesar
1,44% dan laju inflasi Mei 2010 terhadap Mei 2009 sebesar 4,16%.
Ketidakkonsistenan regulasi akan menyebabkan kerugian bagi kedua belah
pihak, operator sebagai produsen dan pemakai jalan tol sebagai konsumen.
Sehingga diperlukan regulasi yang bisa dijalankan dan menguntungkan kedua
belah pihak. Operator bisa melakukan penaikkan tarif tol sesuai dengan kondisi
dan konsumen bisa mendapatkan pelayanan yang baik sesuai dengan aturan
Standar Pelayanan Minimal (SPM).
4.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan
Jalan Tol di Indonesia
Dalam rangka mempercepat pembangunan jalan tol pemerintah
mengeluarkan beberapa kebijakan yang tersurat dalam Undang-Undang, antara
lain:
4.6.1 Undang-Undang No 38 Tahun 2004
Kebijakan mengenai jalan secara umum tercantum dalam Undang-Undang
No 38 Tahun 2004 ini termasuk mengenai jalan tol. Undang-Undang ini
merupakan pengganti Undang-Undang No 13 Tahun 1980 tentang jalan.
57
Pemberlakuan Undang-Undang ini merupakan awal baru sejarah jalan tol di
Indonesia karena bersamaan denga disahkannya Undang-Undang ini maka
dibentuk pula Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai perpanjangan tangan
pemerintah dalam penyelenggaraan, pengawasan, dan pembinaan jalan tol di
Indonesia.
Penggantian Undang-Undang No 13 tahun 1980 ini dilatarbelakangi oleh
perubahan kondisi Indonesia yang saat ini berada dalam era demokrasi. Selain itu
adanya tuntutan otonomi daerah dan persaingan globalisasi memerlukan suatu
landasan hukum yang dapat mendukung kondisi tersebut. Ada beberapa
perbedaan yang cukup besar antara Undang-Undang No 38 tahun 2004 dengan
Undang-Undang No 13 tahun 1980.
Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain, penentuan ruas jalan tol, tarif
tol, jenis kendaraan bermotor yang melalui jalan tol, dan penggunaan jalan tol
berdasarkan Undang-Undang No 38 tahun 2004 ditentukan dan diputuskan oleh
menteri. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No 13 tahun 1980 hal tersebut
ditentukan oleh presiden dengan masukkan dari menteri. Kemudian mengenai
wewenang penyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol yang bisa diserahkan
kepada BUMN, BUMD, ataupun BUMS secara langsung. Sedangkan UU No 13
tahun 1980 menetapkan bahwa pneyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol hanya
diserahkan kepada BUMN jalan tol atau Jasa Marga.
Pemisahan antara tugas sebagai operator dan regulator juga ditetapkan
dalam Undang-Undang No 38 tahun 2004. Pada Undang-Undang sebelumnya
tugas sebagai operator dan regulator jalan tol dilakukan secara bersamaan oleh
58
Jasa Marga selaku Badan Usaha Milik Negara jalan tol. Namun saat ini, Jasa
Marga hanya berperan sebagai operator murni dan tugas regulator dipegang oleh
Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT.
Undang-Undang No 38 Tahun 2004 ini juga mengatur penyesuaian tarif
tol yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 2001.
Berdasarkan Undang-Undang ini kenaikan tarif tol dilakukan setiap dua tahun
sekali sejak tarif tol terakhir ditetapkan bedasarkan tingkat inflasi wilayah yang
bersangkutan dari Badan Pusat Statistik. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi
pengusaha jalan tol. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur tarif
sebelumnya menetapkan bahwa kenaikan tarif tol dilakukan setiap tiga tahun
sekali dengan kenaikan maksimum 25 persen.
Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol pun diatur dalam Undang-
Undang ini sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 1990 pasal 41
yang menetapkan bahwa pengadaan lahan dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan
dalam Undang-Undang yang baru tercantum bahwa dana yang digunakan untuk
pengadaan tanah bisa berasal dari pemerintah maupun dari badan usaha swasta
yang membangun jalan tol. Selama ini ketentuan yang berjalan adalah apabila
dana pengadaan tanah dibiayai oleh pihak swasta maka dihitung sebagai investasi
dan akan diperhitungkan kompensasinya dalam bentuk penambahan panjang
konsesi. Sedangkan jika dana yang dikeluarkan oleh pemerintah, dana tersebut
tidak diperhitungkan dan tidak ada kompensasinya.
Seharusnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah juga harus ada
perhitungan dan kompensasinya karena dana yang sudah dikeluarkan oleh
59
pemerintah berasal dari pinjaman. Sehingga dana yang sudah ada harus kembali
kepada pemerintah melalui pemberian kompensasi yang sesuai.
4.6.2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol
Peraturan pemerintah ini dimaksudkan untuk melaksanakan Undang-
Undang No 38 Tahun 2004 untuk pasal 43 hingga pasal 53 dan pasal 57 yang
berkaitan dengan jalan tol. Peraturan pemerintah ini lebih menegaskan mengenai
aturan penyelenggaraan jalan tol secara keseluruhan hingga mengenai tugas dan
keorganisasian Badan Pengatur Jalan Tol yang memiliki wewenang dalam
penyelenggaraan jalan tol di Indonesia.
Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan sumber pendanaan bagi
pembangunan jalan tol yang berasal dari pemerintah, badan usaha, dan pemerintah
bekerjasama dengan badan usaha. Jalan tol yang didanai oleh pemerintah
sepenuhnya adalah ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tapi belum layak
secara finansial. Ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tapi belum layak secara
finansial juga bisa didanai oleh pemerintah bekerjasama dengan badan usaha.
Sedangkan jalan tol yang didanai oleh swasta adalah jalan tol yang layak secara
ekonomi dan secara finansial.
Pembangunan jalan tol baik yang didanai pemerintah maupun swasta
diatur oleh BPJT sebagai badan usaha yang memiliki kewenangan dalam
penyelenggaraan jalan tol. BPJT merupakan badan non structural yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada menteri. Dalam menjalankan
weenangnya BPJT memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
60
a. merekomendasikan tarif awal dan penyesuaian tarif tol kepada Menteri;
b. melakukan pengambilalihan hak pengusahaan jalan tol yang telah selesai masa
konsesinya dan merekomendasikan pengoperasian selanjutnya kepada Menteri;
c. melakukan pengambilalihan hak sementara pengusahaan jalan tol yang gagal
dalam pelaksanaan konsesi, untuk kemudian dilelangkan kembali
pengusahaannya;
d. melakukan persiapan pengusahaan jalan tol yang meliputi analisa kelayakan
finansial, studi kelayakan, dan penyiapan amdal;
e. melakukan pengadaan investasi jalan tol melalui pelelangan secara transparan
dan terbuka;
f. membantu proses pelaksanaan pembebasan tanah dalam hal kepastian
tersedianya dana yang berasal dari Badan Usaha dan membuat mekanisme
penggunaannya;
g. memonitor pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi serta
pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol yang dilakukan Badan Usaha dan;
h. melakukan pengawasan terhadap Badan Usaha atas pelaksanaan seluruh
kewajiban perjanjian pengusahaan jalan tol dan melaporkannya secara periodik
kepada Menteri.
Berdasarkan Perpres No 15 Tahun 2005 ini penentuan siapa yang akan
membiayai pembangunan jalan tol atau membangun jalan tol ditentukan melalui
proses pelelangan. Secara bagan proses pelelangan ini telah digambarkan
sebelumnya. Prinsip pelelangan ini dilakukan secara terbuka dan transparan oleh
panitia pelelangan yang dibentuk oleh BPJT. Pemenang pelelangan ditentukan
61
berdasarkan evaluasi yang dilakukan dan harus memenuhi criteria yang telah
ditentukan. Pemenang akan disampaikan kepada BPJT yang kemudian kepala
BPJT mengajukan calon pemenang kepada menteri untuk diumumkan sebagai
pemenang lelang.
Pemerintah melalui menteri mengadakan perjanjian pengusahaan jalan
tol dengan Badan Usaha jalan tol. Perjanjian ini berisi aturan dan ketentuan
mengenai proses pengembalian jalan tol beserta fasilitasnya setelah masa konsesi
berakhir. Isi dari perjanjian pengusahaan jalan tol ini melingkupi lingkup
pengusahaan, masa konsesi pengusahaan jalan tol, tarif awal dan formula
penyesuaian tarif, hak dan kewajiban, termasuk risiko yang harus dipikul para
pihak, di mana alokasi risiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko
secara efisien dan seimbang, perubahan masa konsesi, standar kinerja pelayanan
serta prosedur penanganan keluhan masyarakat, sanksi dalam hal para pihak tidak
memenuhi ketentuan perjanjian pengusahaan, penyelesaian sengketa, pemutusan
atau pengakhiran perjanjian pengusahaan, aset penunjang fungsi jalan tol, dan
sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum
Indonesia. Setelah disepakati perjanjian dijalankan hingga masa konsesi berakhir.
Peraturan pemerintah ini menegaskan peran Badan Pengatur Jalan Tol
sebagai wakil pemerintah dalam mengatur pembangunan dan pengusahaan jalan
tol di Indonesia. Selain itu aturan-aturan mengenai pelelangan serta perjanjian
pengusahaan jalan tol juga dijelaskan dalam peraturan pemerintah ini.
62
4.7 Badan Pengatur Jalan Tol
BPJT atau Badan Pengatur Jalan Tol merupakan badan pemerintahan
yang mempunyai wewenang dalam hal pengaturan, pengusahaan, dan pengawasan
dalam bidang jalan tol. BPJT didirikan oleh Menteri berdasarkan Undang-Undang
No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 15
Tahun 2005 tentang Jalan Tol dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.295/PRT/M/2005 tentang Badan Pengatur Jalan Tol.. Semenjak
didirikannya BPJT pada tahun 2005 maka fungsi Jasa Marga sebagai regulator
berakhir dan dialihkan kepada BPJT. Fungsi Jasa Marga murni hanya sebagai
operator lainnya yang harus mengikuti prosedur yang ada dalam pembangunan
jalan tol.
Visi dari BPJT adalah mewujudkan pengaturan jalan tol yang dapat
meningkatkan peran swasta secara efektif, efisien, terbuka, transparan untuk
percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah. Sedangkan BPJT sebagai
perpanjangan tangan pemerintah mempunyai misi dalam percepatan
pembangunan jalan tol dengan cara meningkatkan iklim yang kondusif bagi badan
usaha untuk berperan dalam investasi jalan tol, meningkatkan kualitas
pembangunan, pelayanan operasi dan pemeliharaan jalan tol melalui pengawasan
yang efektif dan efisien, serta meningkatkan profesionalisme penyelenggara jalan
tol.
Sedangkan tugas dari BPJT sebagai penyelenggara jalan tol meliputi,
pengaturan,pengusahaan, serta pengawasan jalan tol. Cakupan tugas-tugas
tersebut antara lain:
63
a. Pengaturan jalan tol mencakup rekomendasi penentuan tarif awal dan
penyesuaiannya kepada menteri, pengambilalihan jalan tol setelah masa
konsesi berakhir, dan pengoperasian jalan tol selanjutnya.
b. Pengusahaan jalan tol mencakup persiapan pengusahaan jalan tol, pengadaan
investasi, dan pemberian fasilitas pengadaan tanah.
c. Pengawasan jalan tol mencakup pemantauan dan evaluasi pengusahaan jalan
tol serta pengawasan terhadap pelayanan jalan tol.
Pembentukan BPJT merupakan strategi pemerintah dalam rangka
percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia. Melalui pembentukan BPJT
diharapkan minat investor jalan tol meningkat karena aturan mengenai
penyelenggaraan jalan tol yang dibuat lebih objektif dan tidak berpihak pada satu
badan usaha jalan tol.
64
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pendugaan Model dan Pengujian-Pengujian Statistik
Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan jalan tol di Indonesia. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap perkembangan alan tol yang digambarkan dengan panjang jalan
tol digunakan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Ki = αi – α1ppi + α2tki + α3ofi + α4isi + α5jki + α6D1 + εi (3.1)
Ln Ki = αi – α1ln ppi + α2 ln tki + α3 ln ofi + α4 lnisi + α5g lnjki + α6 D1+ εi (3.2)
Fungsi dari perubahan model regresi linear berganda biasa menjadi model
elastisitas seperti model di atas adalah agar dalam interpretasi hasil regresi lebih
mudah dan koefisien dari masing-masing variabel tidak terlalu besar.
Secara teori, keempat variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh
positif terhadap panjang jalan tol. Model yang digunakan terlebih dahulu dari
model yang ada adalah model pada persamaan (3.2). Persamaan regresi yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
pjt = - 52.6 + 0.787 pp + 2.65 tk + 0.0225 of - 0.0614 is - 0.050 jk - 0.070
D………5.1
Hasil regresi dengan model pertama yang digunakan menunjukkan bahwa variabel
PDB per Kapita, tenaga kerja, dana pemerintah berpengaruh positif terhadap
panjang jalan tol. Sedangkan untuk variabel investasi swasta, jumlah kendaraan,
dan dummy kebijakan berpengaruh negatif terhadap panjang jalan tol. Dari kelima
variabel bebas yang digunakan hanya variabel PDB per Kapita dan tenaga kerja
65
yang memiliki pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang jalan tol dengan
nilai probabilitas masing-masing 0,028 dan 0,031, lebih kecil dari alpha 5 persen.
Sedangkan variabel lainnya memiliki nilai probabilitas ang lebih besar dari nilai
alpha 5 persen, sehingga bisa disimpulkan variabel-variabel tersebut tidak
berpengaruh secara nyata (Lampiran 1).
Hasil regresi juga menunjukkan bahwa model yang digunakan memiliki
nilai R2 sebesar 96 persen, artinya model bisa menjelaskan keragaman dengan
faktor-faktor yang ada sebesar 96 persen dan sisanya sebesar 4 persen dijelaskan
oleh faktor-faktor lain di luar model. Nilai ini cukup tinggi untuk menyatakan
bahwa model ini baik. Sedangkan untuk melihat pengaruh variabel eksogen
terhadap variabel endogen secara keseluruhan hasil uji F menunjukkan bahwa
nilai probabilitasnya lebih kecil dari alpha 5 persen, artinya paling sedikit ada satu
varabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.
5.1.1 Uji Normalitas
Asumsi pertama adalah dalam metode OLS galat harus menyebar normal.
Dari uji kenormalan diperoleh bahwa nilai probabilitas sebesar 0,143 lebih besar
dari nilai alpha 5 persen, artinya terima H0 maka dapat disimpulkan bahwa galat
tersebar normal (Lampiran 2)
5.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Selanjutnya dilakukan uji heteroskedastisitas untuk memenuhi asumsi
bahwa model memiliki varian yang sama atau homoskedastisitas. Dengan
meregresikan kuadrat residual dengan semua peubah bebas, diperoleh nilai
66
probabilitas untuk semua peubah bebas 0,624 lebih besar dari alpha 5 persen
maka terima H0 artinya homoskedastisitas (Lampiran 3).
5.1.3 Uji Autokolerasi
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainya. Masalah autokorelasi timbul karena adanya kesalahan
residul (kesalahan pengganggu) tidak bebas satu observasi ke observasi lainya. Ada
tidaknya pelanggaran asumsi ini dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Hasil regresi
menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2.01237, artinya tidak terjadi
autokolerasi. (Lampiran 1).
5.1.4 Uji Multikolinearitas
Salah satu ciri terjadinya multikolinearitas adalah hasil regresi
menunjukkan bahwa model memiliki nilai R2 tetapi banyak variabel eksogen yang
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Dengan menggunakan
minitab juga bisa dilihat dari nilai VIF setiap variabel bebas yang memiliki nilai
lebih dari 10. Selain itu melalui uji korelasi Pearson dapat dilihat hubungan kuat
antara variabel bebas dengan nilai yang mendekati satu.
Melalui uji multikolinearitas ini diketahui bahwa kelima variabel bebas
yang digunakan memiliki hubungan yang sangat kuat. Baik diuji dengan melihat
nilai VIF maupun uji korelasi Pearson dapat disimpulkan bahwa model ini
mengandung multikolinearitas. Nilai VIF dari variabel pp, tenaga kerja, investasi
swasta, dan jumlah kendaraan roda empat lebih masing-masing sebesar 13.4, 48.7,
28.0, dan 62.4 (Lampiran 1). Berdasarkan uji korelasi Pearson juga terlihat bahwa
keempat variabel tersebut memiliki nilai korelasi yang kuat hingga mendekati satu
67
(Lampiran 5). Salah satu cara mengatasi permasalahan multikolinearitas adalah
dengan menggunakan metode Principal omponent Analysis (PCA) atau Analisis
Komponen Utama.
5.2 Pendugaan Model dengan Metode Regresi Komponen Utama
Pelanggaran multikolinearitas dapat diatasi dengan mentransformasi
model dalam bentuk komponen utama. Data awal yang digunakan, ditransformasi
dengan cara dibakukan. Setelah data ditransformasi dengan standarisasi atau
membakukan peubah X menjadi Z dilakukan uji eigenvalue. Sebelum itu data
awal diubah bentuk dalam bentuk logaritma (Lampiran 6). Setelah peubah X
ditransformasi menjadi peubah Z dilakukan uji Eigenanalysis of the Correlation
Matrix untuk mengetahui principal component (PC) mana yang akan digunakan
dalam model PCA ini.
Berdasarkan uji Eigenanalysis of the Correlation Matrix hanya PC 1 yang
memiliki Eigenvalue lebih dari satu (Lampiran 7). Sehingga hanya PC 1 yang
dimasukan dalam regresi komponen utama (W1). ). Dengan demikian komponen
utama pertama yang merupakan kombinasi linear dari Z dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut:
W1 = -0.448 Z1 – 0.453 Z2 – 0.163 Z3 – 0.458 Z4 – 0.457 Z5 – 0.387 Z6…...5.2
Kemudian Lnpjt diregresikan dengan terhadap skor komponen utama W1
yang menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut:
Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1………………………………………………………..5.3
68
Hasil regresi menunjukkan bahwa secara nyata skor komponen utama
(W1) berpengaruh terhadap panjang jalan tol karena memiliki nilai probabilitas
0.000 lebih kecil dibandingkan nilai alpha 5 persen, artinya W1 mewakili pp,
tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, dan jumlah kendaraan semua
signifikan (Lampiran 8). Model ini juga memiliki keragaman yang mampu
dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sebesar 86.1 persen sedangkan sisanya
13.9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
Untuk memperoleh persamaan penduga dengan menggunakan peubah asli,
maka persamaan 5.3 harus ditransformasi ke peubah asal Lnpjt (Lampiran 9).
Dengan mentransformasi W menjadi Z sehingga diperoleh persamaan regresi
dalam peubah baku sebagai berikut:
Lnpjt = 6.07 + 0.0703 Z1 + 0.0711 Z2 + 0.0256 Z3 + 0.0719 Z4 + 0.0717 Z5
+ 0.0608 Z6……………………………………………………………5.4
Setelah itu dilakukan transformasi Z ke Y untuk memperoleh persamaan
penduga dengan menggunakan peubah asli, maka persamaan di atas
ditransformasi ke peubah asal LnPJT . Transformasi balik ini menghasilkan
persamaan dengan peubah asal, yaitu:
Lnpjt = 4.28 + 0.342 Lnpp + 0.628 Lntk + 0.019 Lnof + 0.067 Lnis + 0.115
Lnjk + 0.135 D……………………………………………………….5.5
Persamaan di atas digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat dan bagaimana hubungannya melalui
proses regresi. Hasil regresi menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai
69
probabilitas kurang dari alpha 5 persen atau nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel,
artinya semua variabel berpengaruh nyata terhadap panjang jalan tol. Semua
variabel juga memiliki hubungan positif dengan panjang jalan tol. Jika terjadi
peningkatan pada variabel-variabel bebas maka akan terjadi peningkatan pula
pada panjang jalan tol (Lampiran 10).
Tabel 10. Hasil Pengolahan Sebelum dan Setelah Multikolinearitas Diatasi oleh PCA
Dependen Variabel PJT
Variabel Hasil Sebelum Diatasi Oleh PCA Hasil Sesudah Diatasi PCA Koefisien t-hitung Koefisien t-hitung
C -52,63 -3,27913 4,28 PDB/Kapita (PP) 0,7870 2,423776 0,01694 20,20259 Tenaga Kerja (TK) 2,654 2,365419 0,017129 36,68095 Dana Pemerintah (OF) 0,02251 1,139747 0,006164 3,159957 Investasi Swasta (IS) -0,06136 -0,68774 0,017318 3,848793 Jumlah Kendaraan Roda Empat atau Lebih (JK)
-0,0497
-0,21478
0,017281 6,682864
Dummy Kebijakan (K) -0,0704 -0,64885 0,014634 9,247674 R-squared 0,96 0,861
Adjusted R-squared 0,945 0,854 F-statistic 63,94 129,71
Prob (F-statistic) 0,000 0,000 *signifikan, t-hitung > t table (α = 5%) = t0.05/2 (23-6-1) = 2.120
Hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi berganda yang
kemudian disempurnakan dengan analisis komponen utama ini menghasilkan
persamaan regresi seperti pada persamaan 5.5 yang digunakan untuk melihat
pengaruh variabel pp, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, dan jumlah
kendaraan bermotor terhadap panjang jalan tol yang mengindikasikan
perkembangan jalan tol. Perbedaan hasil dugaan sebelum dan setelah
multikolinearitas diatasi dengan metode PCA dapat dilihat pada tabel
70
5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia
Hasil regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang kemudian
disempurnakan dengan regresi komponen utama menghasilkan persamaan regresi
seperti yang terdapat pada persamaan 5.5. Hasilnya menunjukkan bahwa semua
variabel memiliki koefisien yang positif dan signifikan terhadap panjang jalan tol.
Selain itu keragaman mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sebesar
86,1 persen sedangkan sisanya 13,9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar
model. Sedangkan pengaruh masing-masing variabel terhadap panjang jalan tol
akan dibahas sebagai berikut.
5.3.1 PDB per Kapita
Produk Domestik Bruto per Kapita merupakan indikator tingkat
kesejahteraan masyarakat. Semakin besar nilai PDB per Kapita Indonesia maka
bisa dikatakan semakin sejahtera masyarakat Indonesia. PDB per Kapita ini bisa
dijadikan tolak ukur kesejahteraan masyarakat karena dihitung berdasarkan
jumlah penduduk Indonesia. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga ternyata bisa
mendorong pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan tol.
Dalam penelitian ini PDB per Kapita memiliki pengaruh nyata terhadap
pertambahan panjang jalan tol yang menjadi tolak ukur perkembangan jalan tol di
Indonesia. PDB per Kapita bisa dikatakan berpengaruh nyata karena secara uji
statistik menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dibandingkan t-tabel.
Besaran pengaruh PDB per Kapita terhadap panjang jalan tol dapat digambarkan
oleh koefisien yang memiliki pengaruh positif . Jika PDB per Kapita Indonesia
71
meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus maka panjang jalan tol di Indonesia
akan meningkat sebesar 0,3422 persen atau sebesar 2,6 km.
PDB per Kapita menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi. Peningkatan PDB per Kapita bisa diakibatkan oleh
semakin tingginya aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, baik
kegiatan produksi, distribusi, maupun konsumsi. Dalam melakukan kegiatan
ekonomi akan terjadi perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya atau
mobilisasi barang, jasa, maupun orang. Jalan merupakan sarana dan prasarana
bagi mobilitas barang dan jasa tersebut. Namun semakin tinggi aktivitas ekonomi
masyarakat maka akan terjadi kepadatan di jalan atau kemacetan. Sehingga akan
mendorong pembangunan jalan tol sebagai jalan alternatif yang bebas hambatan.
Salah satu pembentuk nilai PDB adalah investasi, semakin tinggi investasi
maka akan meningkatkan nilai PDB. Infrastruktur seperti jalan tol merupakan
salah satu pertimbangan bagi investor untuk menanamkan dananya. Meningkatkan
minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia akan mendorong
pembangunan jalan tol. Sehingga peningkatan pada PDB atau PDB per Kapita
akan mendorong perkembangan jalan tol yang digambarkan melalui penambahan
panjang jalan tol.
Di Indonesia pembangunan jalan tol dan infrastruktur fisik lainnya
sebagian dibiayai oleh PDB. Oleh karena itu peran penting PDB dalam
pembangunan infrastruktur seperti jalan tol tidak bisa dikesampingkan. Namun
pada kenyataannya pendanaan pembangunan infrastruktur oleh PDB dari tahun ke
tahun mengalami penurunan. Sehingga pembangunan jalan tol di Indonesia
72
cenderung lambat karena dana yang ada menurun tiap tahunnya meskipun PDB
bukanlah sumber utama pembangunan infrastruktur. Penurunan pendanaan
pembangunan infrastruktur tentu berpengaruh pula pada dana pembangunan jalan
tol yang ikut menurun.
Gambar 6. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh PDB
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia 2007
Grafik di atas memperlihatkan bahwa sejak tahun 1993 hingga tahun 2002
pendanaan pembangunan infrastruktur oleh PDB cenderung menurun. Pada tahun
1993 sekitar 5.2 persen dari PDB menjadi seumber pembangunan infrastruktur.
Sedangkan pada tahun 2002 hanya sekitar 2.5 persen dari PDB. Hal ini bisa
menjadi salah satu penyebab terlambatnya pembangunan infrastruktur di
Indonesia termasuk pembangunan jalan tol.
5.3.2 Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah salah satu indikator perekonomian negara. Dalam
penelitian ini variabel tenaga kerja berpengaruh positif terhadap perkembangan
jalan tol. Peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen, cateris paribus akan
0
1
2
3
4
5
6
73
meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.6283 persen. Pengaruh tenaga kerja
terhadap pembangunan jalan tol ditandai dengan mobilitas pekerja dari satu
tempat ke tempat lainnya. Semakin besar jumlah pekerja maka akan
meningkatkan mobilitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan menyebabkan
kepadatan di jalan.
Kepadatan kendaraan di ruas jalan atau kemacetan akan menyebabkan
ketidaknyamanan, mengurangi keefektifan dalam bekerja, dan memperlambat
aktivitas masyarakat. Waktu sangat membatasi pekerja dalam bekerja sehingga
pekerja memerlukan akses untuk menghemat waktu dalam perjalanan menuju
maupun pulang kerja.
Tabel 11. Jumlah tenaga kerja komuter menurut jenis kelamin dan wilayah, 2008 Wilayah Laki-laki Perempuan Total
Jawa 3.743.335 1.460.060 5.203.395 Jabodetabeka 2.011.229 793.287 2.804.516 Luar Jabodetabeka 1.732.106 666.773 2.398.879 Luar Jawa 1.207.738 497.019 1.704.757 Total 4.951.073 1.957.079 6.908.152 Sumber: Dihitung dari SAKERNAS 2008 Catatan: JABODETABEKA mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang Data di atas menunjukkan bahwa mobilitas tenaga kerja komuter di
Indonesia mencapai hampir sekitar 7 juta orang. Jumlah tenaga kerja komuter
tertinggi terdapat di wilayah JABODETABEK dimana Jakarta sebagai pusat
masyarakat sekitar Jakarta sebagai tempat bekerja. Oleh karena itu tingkat
kemacetan di wilayah ini sangatlah tinggi sehingga peran jalan tol sangat penting
untuk mengurai kemacetan. Karena itu pula pembangunan jalan tol dalam kota
banyak dibangun di wilayah Jakarta. Namun karena padatnya penduduk serta
tingginya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan kemacetan di jalan tol.
74
5.3.3 Dana Pemerintah
Dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur
termasuk jalan tol berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah
(APBN) untuk pembangunan rutin sektor dan subsektoral prasarana jalan. Peran
dana pemerintah ini mempengaruhi secara positif dan nyata terhadap
pembangunan jalan tol di Indonesia. Peningkatan dana pemerintah untuk
pembangunan jalan sebesar 1 persen, cateris paribus akan meningkatkan panjang
jalan tol sebesar 0.0194 persen.
Sumber pembiayaan prasarana jalan termasuk didalamnya untuk
pembangunan jalan tol diperoleh dari dana Rupiah Murni (RM) serta pinjaman
Luar Negeri (PLN) bilateral maupun multilateral (Bapenas, 2005). Pembiayaan
melalui dana pemerintah dengan dua komposisi pembiayaan ini cenderung
meningkat dari tahun ke tahun namun terjadi penurunan pada saat krisis melanda
dan terjadi perubahan komposisi pembiayaan setelah krisis melanda.
Tabel 12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah 1999-2003
Klasifikasi Anggaran Tahun Anggaran (Rp Miliar)
1999 2000 2001 2002 2003
1. Anggaran Pembangunan Jalan 5.243,5 1.748.1 2.120 4116.1 4593.6
2. Anggaran Rutin Jalan 35,3 17.1 17.4 19.1 22.1 Sumber : Bappenas, 2003
Tabel 12 merupakan gambaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) untuk anggaran pembangunan dan anggaran rutin subsektoral prasarana
jalan periode 1999-2003. Selama periode tersebut terlihat bahwa anggaran untuk
pembangunan jalan cenderung menurun begitu pula dengan anggaran rutin untuk
75
jalan. Hal ini juga menunjukkan keterbatasan dana pemerintah dalam pendanaan
pembangunan jalan tol.
Gambar 7. Komposisi Pembiayaan Pembangunan Jalan Dalam Dana Pemerintah (Rp. Triliyun)
Sumber: Bappenas, 2003
Gambar 7. menggambarkan peranan komposisi pembiayaan dari APBN
untuk pembangunan prasarana jalan termasuk pembangunan jalan tol. Pembiayaan
dalam Rupiah Murni lebih mendominasi dalam APBN untuk pembangunan
prasaran jalan ini yang terlihat pada tahun 1993 hingga tahun 2002. Namun saat
krisis melanda pada tahun 1997-1998 kedua komposisi pembiayaan ini menurun
dan terjadi perubahan dominasi komposisi pembiayaan. Sebelum tahun 1998,
dana Rupiah Murni (RM) merupakan sumber utama dalam pembangunan
prasarana jalan. Hal ini menggambarkan kemandirian dan kemampuan Negara
dalam membangun infrastruktur jalan tanpa banyak melibatkan Pinjaman Luar
Negeri (PLN).
Kondisi berbeda terjadi setelah krisis moneter melanda pada tahun 1998,
Pinjaman Luar Negeri lebih mendominasi pembiayaan pembangunan jalan. Hal
ini terus berlangsung hingga tahun 2002, kemudian sumber pembiayaan kembali
pada komposisi semula pada tahun 2003. Meskipun begitu pemerintah masih
kekurangan dana untuk pembangunan jalan tol yang menelan biaya besar karena
01234
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Rp Murni
PLN
76
anggaran pemerintah yang cenderung menurun. Selain itu jalan tol memiliki
spesifikasi yang berbeda dengan jalan umum biasa. Sehingga dalam pembangunan
maupun pemeliharaannya lebih mahal. Oleh karenanya sejak tahun 1987
pemerintah secara terbuka mengundang investor swasta untuk berpartisipasi
dalam pembangunan jalan tol.
5.3.4 Investasi Swasta
Variabel ini menggambarkan besarnya total investasi di Indonesia
termasuk di dalamnya investasi untuk pembangunan jalan tol. Besarnya investasi
swasta ini berpengaruh secara positif dan nyata terhadap panjang jalan tol.
Peningkatan total investasi sebesar 1 persen, cateris paribus akan meningkatkan
panjang jalan tol sebesar 0.6665 persen.
Investasi sangat berperan dan dibutuhkan oleh Indonesia dalam
menghadapi proses pembangunan nasional. Seperti penjelasan di atas, dana yang
dimiliki oleh pemerintah sangat terbatas untuk pembangunan infrastruktur.
Investas swasta bisa menjadi sumber pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur
termasuk jalan tol. Pembangunan jalan tol di Indonesia sudah melibatkan pihak
swasta untuk membiayai jalan tol melalui kerjasama pemerintah-swasta. Bahkan
sejak tahun 1987 pembangunan jalan tol sudah mulai dilakukan dan kini sudah
sekitar 200 km lebih jalan tol yang dibangun dengan biaya dari pihak investor
swasta.
Peningkatan investasi di dalam negeri tentu akan meningkatkan kegiatan
ekonomi. Sehinga mendorong pembangunan jalan tol untuk menjadi prasarana
dalam mobilitas barang dan jasa. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan minat
77
investor mendorong pemerintah untuk membangun jalan tol sebagai pertimbangan
investor dalam menanamkan modalnya.
Namun jika dilihat dari kebutuhan jumlah jalan tol yang dibangun oleh
investor belum mencukupi. Kurangnya ketertarikan pihak swasta untuk ikut
berinvestasi dalam pembangunan jalan tol dikarenakan tingginya resiko pada saat
proses pembangunan jalan tol, yaitu proses pembebasan lahan. Biaya pengadaan
lahan harus ditanggung oleh pihak swasta sedangkan kepastian mengenai
pembebasan lahan tidaklah mudah dan cepat. Sehingga akan menyebabkan biaya
meningkat dan penundaan pembangunan jalan tol.
Ketidakpastian dalam kenaikan tarif tol juga menjadi masalah bagi pihak
investor swasta. Karena tarif tol merupakan pendapatan pihak investor yang akan
mengelola jalan tol. Tanpa pendapatan yang sesuai operator tidak bisa
memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen.
5.3.5 Jumlah Kendaraan Bemotor Roda Empat dan Lebih
Kendaraan bermotor roda empat dan lebih merupakan jenis kendaraan
yang bisa melalui jalan tol. Sehingga jumlah kendaraan roda empat dan lebih
dapat mendorong pembangunan jalan tol. Penelitian ini menunjukkan bahwa
secara positif dan nyata kendaraan roda empat lebih ini mempengaruhi panjang
jaln tol. Peningkatan jumlah kendaraan roda empat dan lebih, cateris paribus
akan meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.1154
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan menyebabkan kepadatan
kendaraan di jalan. Jalan biasa atau jalan umum yang dibangun tidak mampu
menampung kendaraan yang setiap harinya bertambah. Keadaan ini biasa dialami
78
d kota-kota besar yang aktivitas ekonominya cukup tinggi. Jalan tol menjadi jalan
alternatif untuk mengatasi kemacetan.
Tabel 13. Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Tahun 2000-2008
Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda
Motor Jumlah
2000 3. 038. 913 666.280 1. 707 .134 13. 563.017 18. 975. 344 2001 3. 261. 807 687.770 1. 759. 547 15. 492.148 21. 201. 272 2002 3. 403. 433 714.222 1. 865. 398 17. 002.140 22. 985. 193 2003 3. 885. 228 798.079 2. 047. 022 19. 976.376 26. 706. 705 2004 4 .464. 281 933.199 2. 315. 779 23. 055.834 30. 769. 093 2005 5. 494. 034 1. 184.918 2. 920. 828 28. 556.498 38. 156. 278 2006 6. 615. 104 1. 511.129 3. 541. 800 33. 413.222 45. 081. 255 2007 8. 864. 961 2. 103.423 4. 845. 937 41. 955.128 57. 769. 449 2008 9. 859. 926 2. 583.170 5. 146. 674 47. 683.681 65. 273. 451 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008
Tabel 13. memperlihatkan pertambahan jumlah kendaraan yang cukup
tinggi dari tahun ke tahun. Sepeda motor merupakan kendaraan paling banyak dan
mendominasi setelah itu truk, bis, dan mobil penumpang. Jadi bisa disimpulkan
bahwa kendaraan terbanyak di jalan adalah kendaraan roda dua yang juga sebagai
penyebab kemacetan. Oleh karena itu bagi kendaran roda empat diperlukan jalan
yang bebas hambatan.
5.3.6 Dummy Kebijakan
Undang-undang No 38 Tahun 2004 merupakan undang-undang tentang
jalan dan di dalamnya termasuk jalan tol. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah mengenai jalan tol adalah pembentukan Badan Pengatur Jalan
Tol (BPJT) sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mengatur, mengawasi,
serta mengevaluasi pembangunan jalan tol di Indonesia. Berdirinya BPJT berarti
79
berkurangnya peran Jasa Marga sebagai regulator karena sudah diambil alih oleh
BPJT.
Berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa dummy kebijakan ini secara
positif mempengaruhi panjang jalan tol. Penelitian ini menunjukkan bahwa jika
kebijakan ini diterapkan terjadi penambahan panjang jalan tol sebesar 0.1353
persen lebih tinggi dibandingkan jika kebijakan ini belum diterapkan yaitu
sebelum tahun 2005. Pemisahan peran regulator sekaligus operator yang
sebelumnya dipegang oleh Jasa Marga merupakan salah satu usaha pemerintah
dalam rangka percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia. Kebijakan ini
membuat Jasa Marga selaku operator jalan tol harus melalui prosedur yang
berlaku jika ingin berinvestasi dalam membangun jalan tol.
Kebijakan ini juga bertujuan agar minat investor semakin tinggi untuk
berinvestasi dalam pembangunan jalan tol. Sebelumnya, investor harus bersaing
dengan Jasa Marga yang juga berperan sebagai regulator sehingga kemungkinan
bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol kecil. Namun
sekarang BPJT yang memegang peranan sebagai regulator
Fungsi Jasa Marga sebagai regulator yang tercantum dalam undang-
undang No 13 Tahun 1980 terlihat kurang berfungsi dan menimbulkan konflik
kepentingan sehingga banyak merugikan Jasa Marga. Selain itu Jasa Marga jika
dilihat dari perspektif bisnis akan cenderung lebih banyak berpihak kepada
fungsinya sebagai operator dan pengusaha jalan tol. Hal ini sesuai dengan maksud
dan tujuan pendirian BUMN yang tertuang dalam UU No 19/2003 tentang
BUMN, dimana PT Jasa Marga adalah Badan Usaha Milik Negara yang harus
80
semaksimal mungkin memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya serta mengejar
keuntungan.
5.4 Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan jalan tol di
Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu PDB/kapita, tenaga kerja, dana
pemerintah, investasi swasta, kendaraan bermotor roda empat dan lebih, serta
kebijakan pemerintah melalui pemisahan fungsi operator dan regulator pada Jasa
Marga.
PDB/kapita merupakan faktor yang berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Hal ini didukung oleh
studi Copo et.al (2005) melalui studinya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan jalan tol di Filiphina. Studi ini menunjukkan bahwa
PDB/kapita berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembangunan
jalan di Filiphina. Peningkatan PDB/kapita sebesar 1 satuan maka akan
meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.0046861 km
Selain itu, Queiroz dan Gautam (1992) juga melakukan investigasi
mengenai keterkaitan antara PDB per Kapita dan besarannya dengan infrastruktur.
Cara yang digunakan adalah dengan mengadopsi pengalaman dari beberapa
negara dan perbandingan langsung melalui pendapatan antar negara dengan
memilih variabel yang sesuai.
81
Hasil studi menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur jalan/kapita
dalam suatu negara berpendapatan tinggi, lebih besar dibandingkan dengan negara
berpendapatan sedang. Misalnya, rata-rata kepadatan jalan aspal (km/juta
penduduk) sebesar 170 pada negara berpendapatan rendah. Sedangkan pada
negara berpendapatan sedang rata-rata kepadatan jalan aspalnya sebesar 1660.
Perbedaan besarnya rata-rata kepadatan jalan aspal negara berpendapatan rendah
dengan negara berpendapatan tinggi mencapai lima kali.
Sedangkan Bappenas (2003) melalui studi Perkembangan Lembaga
Keuangan dan Investasi Infrastruktur yang bertujuan untuk memperkirakan
kebutuhan infrastuktur karena adanya perubahan struktur perekonomian dan
peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia dalam periode 2005-2009
menunjukkan bahwa peningkatan PDB/kapita sebesar satu satuan akan
meningkatkan panjang jalan sebesar 0.508 km/1000 penduduk.
Selain itu World Bank (1994) melalui studinya menggambarkan bahwa
keberadaan infrastruktur yang baik akan meningkatkan produktivitas dan
menurunkan biaya produksi. Dalam studinya, World Bank belum bisa
menemukan hubungan yang tepat antara ketersediaan infrastruktur dengan
pertumbuhan ekonomi. Namun hasil studi menunjukkan bahwa peningkatan
ketersediaan kapasitas infrastruktur sebesar satu persen terkait dengan
peningkatan PDB/kapita sebesar satu persen. Hasil penelitian dan studi lainnya
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara peningkatan
PDB/kapita dengan pertumbuhan infrastruktur termasuk jalan tol.
82
Variabel lain yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
perkembangan jalan tol di Indonesia adalah jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi
jumlah tenaga kerja semakin cepat pula perkembangan jalan tol di Indonesia.
Kondisi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Copo et.al (2005) yang
menjelaskan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh secara positif dan nyata
dalam pembangunan jalan nasional di Filiphina. Hal ini diakibatkan adanya
mobilitas tenaga kerja dari wilayah pinggiran ke wilayah pusat. Dengan
menggunakan panel data diketahui bahwa pertambahan jumlah tenaga kerja
sebanyak satu orang akan meningkatkan panjang jalan nasional di Filiphina
sebesar 0.0559 km.
Di Indonesia hal ini biasa terjadi di kota-kota besar seperti kota Jakarta.
Data tahun 1998/1999 mencatat bahwa pada jam-jam puncak setidaknya terdapat
lebih dari 40.000 kendaraan yang melintas di berbagai ruas jalan di Jakarta. Selain
itu, besarnya mobilitas penduduk ke tempat kerja menuju Jakarta yang berasal
dari Bodetabek dan dalam Jakarta sendiri mencapai angka 62,5 persen Pola
pergerakan seperti ini mengakibatkan terbentuknya suatu pola ulang alik atau
commuter antara DKI Jakarta dan Bodetabek. Faktor utama penyebab kemacetan
tersebut adalah adanya kebangkitan penduduk di wilayah Botabek ke wilayah
DKI Jakarta. Pelebaran jalan dan pembangunan jalan tol merupakan salah satu
usaha untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dana pemerintah merupakan
salah satu faktor penting yang berpengaruh secara positif terhadap pembangunan
jalan tol di Indonesia. Hasi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Copo et.al
83
yang menyatakan bahwa peningkatan dana pemerintah sebesar satu satuan akan
meningkatkan panjang jalan di Filiphina sebesar 0.00000353 km.
Laporan World Bank menunjukkan bahwa proporsi besarnya anggaran
pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di negara
berkembang berkisar antara 2 persen-8persen dengan rata-rata sekitar 4 persen
dari PDB. Kemudian untuk rasio investasi pemerintah di bidang infrastruktur
terhadap PDB pada periode 2005-2009 diasumsikan konstan sebesar 2,33 persen
tiap tahunnya. Sedangkan berdasarkan data historis proporsi besarnya anggaran
pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur periode
1990/1991-2002 berkisar 1,4 persen-2,5 persen dari PDB.
Pembiayaan infrastruktur termasuk pembangunan jalan tol dari PDB
cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sehingga menyebabkan keterlambatan
Indonesia dalam pembangunan infrastruktur. Hasil studi Lembaga Penyelidikan
Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FE-
UI) tentang Roadmap Pembangunan Infrastruktur Indonesia; Dampak
Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi, menunjukkan bahwa
jika diperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,93 persen, maka akan terjadi
kenaikan persentase stok jalan sebesar 14 persen atau sepanjang 21.205 kilometer
maka pemerintah harus menyediakan biaya mencapai Rp 29,7 triliun.
Studi tersebut menunjukkan bahwa percepatan pembangunan jalan harus
didukung oleh dana pemerintah yang besar. Namun dengan keterbatasan dana
yang dimiliki apakah pemerintah sanggup memenuhi kebutuhan dana tersebut.
Sehingga kontribusi swasta dalam pembangunan jalan tol melalui tender-tender
84
yang diadakan oleh pemerintah sangat penting demi kelangsungan pembangunan
nasional.
Oleh karena itu investasi swasta khususnya di bidang jalan tol pun
berpengaruh terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa investasi swasta berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Studi World Bank (2004) juga
menyatakan bahwa pembangunan jalan tol sangat penting dalam pembangunan
wilayah namun ketersediaan dana membuat pembangunan jalan tol terhambat.
Keadaan ini bisa diatasi dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta.
Mexico membangun 4000 km jalan tol dengan mengeluarkan biaya sebesar US$
10 miliar sedangkan Malaysia membangun North South Toll Motorway sebesar
US$23 miliar melalui kerangka public private project.
Hal ini sejalan dengan studi Copo et.al (2005) yang menunjukkan bahwa
investasi swasta berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pembangunan jalan
nasional di Filiphina. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya lapangan kerja
akibat peningkatan investasi swasta di Filiphina. Sehingga aktivitas ekonomi
semakin tinggi begitu juga dengan mobilitas tenaga kerja. Selain itu kebutuhan
dana untuk pembangunan jalan terpenuhi sehingga pembangunan jalan dapat
dilakukan. Akibatnya terjadi peningkatan pembangunan jalan sebesar 0.0031376
persen untuk peningkatan investasi swasta sebesar 1 persen.
Selain itu studi Bappenas (2003) menjelaskan adanya hubungan positif dan
pengaruh nyata antara ketersediaan investasi infrastruktur tahun lalu dengan
ketersediaan infrastruktur untuk periode 2005-2009. Peningkatan ketersediaan
85
investasi infrastruktur tahun sebelumnya sebesar satu satuan akan meningkatkan
panjang jalan sebesar 0.500 km/ 1000 penduduk. Melalui studi ini bisa diketahui
kebutuhan investasi untuk menyediakan infrastruktur adalah dengan proyeksi
peningkatan kebutuhan ketersediaan infrastruktur dikali dengan biaya satuan
investasi untuk masing-masing sektor infrastruktur. Kesimpulannya, infrastruktur
jalan termasuk di dalamnya jalan tol dibutuhkan investasi sebesar Rp 177,1
triliyun untuk pembangunan jalan sepanjang 93,7 ribu km.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan jalan tol di
Indonesia dalam penelitian ini adalah jumlah kendaraan bermotor roda empat dan
lebih. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi Copo et.al juga bahwa jumlah
kendaraan bermotor berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pembangunan
jalan nasional di wilayah Filiphina. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor
sebanyak satu satuan akan meningkatkan panjang jalan sebesar 0.0023569 km.
Pembangunan jalan dilakukan akibat dari kepadatan kendaraan di jalan sehingga
diperlukan tambahan panjang jalan tol untuk mengatasi kemacetan.
86
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur penting dalam pembangunan
nasional. Pembangunan jalan tol di Indonesia masih sangat lambat dibandingkan
Negara-negara lain, termasuk Negara tetangga, Malaysia yang telah membangun
jalan tol sepanjang 1500 km. Keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah
merupakan masalah awal yang dihadapi oleh Indonesia untuk pembangunan jalan
tol sehingga pemerintah melibatkan swasta menjadi partner.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia. Dengan menggunakan
metode OLS hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan jalan tol di
Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini dijelaskan
bahwa PDB per Kapita, tenaga kerja, investasi swasta, dan jumlah kendaraan roda
empat dan lebih berpengaruh secara positif dan nyata terhadap panjang jalan tol.
Kebijakan pemerintah mengenai penetapan Badan Pengatur Jalan Tol sebagai
regulator jalan tol juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan
panjang jalan tol.
6.2 Saran
Pembangunan jalan tol di Indonesia diharapkan bisa berjalan lebih cepat
untuk perekonomian yang lebih baik. Saran yang bisa diberikan penulis antara
lain:
87
1. PDB merupakan salah satu sumber pendanaan pembangunan jalan tol.
Semakin tinggi PDB maka akan semakin besar dana yang dikucurkan untuk
pembangunan jalan tol. Sehingga perlu dilakukan pengembangan terhadap
sektor-sektor ekonomi yang memberi kontribusi tinggi terhadap PDB. Sektor
industri merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB
Indonesia sehingga perlu peran pemerintah untuk mengembangkan sektor
industri Indonesia.
2. Pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor. Hal ini bukan berarti tidak
sejalan dengan pengaruh positif jumlah kendaraan terhadap panjang jalan tol.
Tetapi dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan yang kini bukan hanya
terjadi di jalan umum tetapi di jalan tol juga. Sehingga pembangunan jalan tol
akan terasa percuma jika kemacetan juga terjadi di jalan tol. Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan antara lain adalah penerapan pajak progressive bagi
pemilik kendaraan dan menggunakan sistem Electronic Road Pricing (ERP)
bagi jalan yang berpotensi padat kendaraan. Kedua cara ini dilakukan pula di
Negara padat seperti Singapura. ERP merupakan sistem pemungutan
kemacetan dengan membebankan sejumlah biaya kepada pemilik kendaraan
karena akan melewati jalur tertentu sebab kendaraannya berpotensi
menyebabkan kemacetan pada waktu tertentu. Di Indonesia, tepatnya wilayah
Jakarta, sistem ini sudah pernah diwacanakan pada masa pemerintahan
Gubernur Sutiyoso. Sistem ERP sudah mulai dicanangkan di Singapura
semenjak tahun 1975 dan dampaknya adalah hanya sekitar 30% penduduk
88
3. Pemerintah harus dengan segera menyelesaikan pembuatan undang-undang
yang secara spesifik mengatur masalah pengadaan lahan agar tidak terjadi
konflik antara pemilik lahan dan panitia pengadaan lahan dalam hal ini
pemerintah. Hal ini bertujuan agar resiko pengadaan lahan lebih kecil dan
berjalan lebih cepat sehingga investor tidak takut dalam menanamkan
modalnya dan pembangunan jalan tol tidak tertunda-tunda lagi.
4. Mobilitas tenaga kerja yang tinggi namun pembangunan jalan tol yang
berkembang lambat menyebabkan kemacetan di jalan tol. Padahal masyarakat
bersedia menggunakan jalan tol untuk menghindari kemacetan di jalan biasa
yang menyebabkan kerugian secara ekonomi. Sehingga perlu dilakukannya
perbaikan pada angkutan umum masal yang melewati jalan tol, seperti bus
baik secara kualitas maupun kuantitas agar bisa mengangkut tenaga kerja dan
mengurangi kemacetan.
5. Regulasi mengenai tarif lebih dipertegas lagi mengenai besaran dan waktu
pemberlakuannya. Berdasarkan Undang-Undang No 38 Tahun 2004 kenaikan
tarif tol dilaksanakan setiap dua tahun sekali didasarkan tarif lama yang
disesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi. Namun dalam pelaksanaannya
ternyata tidak seperti yang tertera dalam Undang-Undang tersebut karena
banyaknya keluhan dari masyarakat. Akibatnya pendapatan lebih kecil
dibandingkan pengeluaran sehingga operator pun tidak bisa memperbaiki
standar pelayanan minimum kepada pengguna jalan. Selain itu permasalahan
tarif ini akan menurunkan minat investor swasta. Oleh karena itu pemerintah
melalui Badan Pengatur Jalan Tol harus tegas dalam melaksanakan kenaikan
89
tarif tol. Namun sebelum dilakukan peningkatan tarif tol, BPJT harus
mengevaluai Standar Pelayanan Minimum operator jalan tol.
6. Perbankan merupakan sumber dana bagi investor. Keberhasilan investor untuk
untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan tol harus didukung oleh dana
perbankan sebesar 70 persen. Namun pada kenyataannya banyak badan usaha
jalan tol yang tidak dapat meyakinkan perbankan untuk mengucurkan kredit
untuk pembangunan jalan tol. Perbankan di Indonesia tidak tertarik untuk
membiayai proyek yang jangka waktunya panjang. Sedangkan proyek jalan tol
merupakan proyek yang masa pengembalian atau konsesinya panjang hingga
mencapai 30 tahun lebih. Sehingga investor swasta sulit mendapatkan sumber
dana untuk pembangunan jalan tol dan perkembangan jalan tol akan
terhambat. Oleh karena itu perbankan diharapkan dapat mengucurkan kredit
bagi investor jalan tol dengan masa pengembalian yang lebih lama dan tingkat
bunga yang tidak terlalu tinggi agar proses pengembalian kredit kepada
perbankan lancar.
90
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengatur Jalan Tol. 2011. Jaringan Jalan Tol Non Trans Jawa. BPJT, Jakarta www.bpjt.com/jaringanjalantol (3 Januari 2011)
. 2011. Jaringan Jalan Tol Trans Jawa. BPJT,
Jakarta www.bpjt.com/jaringanjalantol (3 Januari 2011) . 2011. Prinsip Dasar Investasi. BPJT, Jakarta
www.bpjt.com/prinsipdasarinvestasi (3 Januari 2011) Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik,
Jakarta Bank Indonesia. 2007. Laporan Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia,
Jakarta. BAPPENAS. 2003. Pengembangan Lembaga Keuangan dan Investasi
Infrastruktur. BAPPENAS, Jakarta Clower, L dan Weinsten, L. 2006. Impacts of Toll Roads Regional Economy:
Suggested Measures. Eastern of Economic Journal vol 30 (3), 393-409 Copo, Esquejo, Garcia, Sarmiento. 2006. A Study About Determinant of Road
Construction in The Philipphines. Working Paper Gujarati, D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika: Jilid Satu. Erlangga, Jakarta
Indriani Latti. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia [skripsi]. Bogor
Irwanto Karya B. 2005. Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus
Infrastruktur Jalan Raya DKI Jakarta) [tesis]. Depok Jasa Marga. 2006. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta
. 2007. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta
. 2008. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta
Kamaluddin, R. 2003. Ekonomi Transportasi: Karakteristik, Teori, dan Kebijakan. Ghalia Indonesia, Jakarta
Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur
Indonesia Sebelum Selama & Pasca Krisis. Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta
91
Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 567/KPTS/M/2010. Jakarta
Kusumo, G. 2005. Road Map Pembangunan Infrastruktur Indonesia: Dampak
Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi [Bisnis Indonesia].http://els.bappenas.go.id/upload/other/Infrastruktur%20irigasi%20paling-BI.htm [8 Agustus 2005]
Lubis, S. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pendapatan Nasional Indonesia
1976-2006 [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Niken, Ardianti. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pengurangan
Pengangguran di Indonesia 1976-2006 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Pasaribu, M. 2005. The Role of Toll Roads in Promoting Regional Development:
Private Sector Participation: A Case Study of Jabodetabek. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta
www.sustainabledevelopment.org/learning/casbooks/uncrd/pasaribu.pdf Queiroz, C dan Gautam S. 1992. Road Infrastructure and Economic
Development: Some Diagnostic Indicators. The World Bank Working Paper
Republik Indonesia. 1980. Undang-undang No 38 Tahun 1980 Tentang Jalan.
Jakarta Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 Tentang
Jalan. Jakarta Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2006 Tentang
Jalan. Jakarta Simbolon, M. 2003. Ekonomi Transportasi. Ghalia Indonesia, Jakarta
Swan, F dan Helzer, B. Empirical Evidence of Toll Road Traffic Diversion. Journal of Transport Economics and Policy, 33(2), 163-172
The World Bank and Ministry of Construction Japan. 1999. Review of Recent Toll
Road Experience in Selected Countries and Preliminary Tool Kit for Toll Road Development. Asian Toll Road Development Program
Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama [makalah]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor World Development Report. 1994. Infrastructure Development.Oxford University
Press
92
Yanuar, Rahmat. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output Serta Dampaknya Terhadap Kesenjangan di Indonesia.[tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
93
Lampiran 1. Hasil Regresi
Regression Analysis: pjt versus pp, tk, of, is, jk, D The regression equation is pjt = - 52.6 + 0.787 pp + 2.65 tk + 0.0225 of - 0.0614 is - 0.050 jk - 0.070 D Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -52.63 16.05 -3.28 0.005 pp 0.7870 0.3247 2.42 0.028 13.4 tk 2.654 1.122 2.37 0.031 48.7 of 0.02251 0.01975 1.14 0.271 2.0 is -0.06136 0.08922 -0.69 0.501 28.0 jk -0.0497 0.2314 -0.21 0.833 62.4 D -0.0704 0.1085 -0.65 0.526 7.2 S = 0.0853645 R-Sq = 96.0% R-Sq(adj) = 94.5%
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 2.79576 0.46596 63.94 0.000 Residual Error 16 0.11659 0.00729 Total 22 2.91236 Source DF Seq SS pp 1 2.62277 tk 1 0.10040 of 1 0.04205 is 1 0.01955 jk 1 0.00792 D 1 0.00307 Durbin-Watson statistic = 2.01237
94
Lampiran 2. Uji Normalitas
RESI1
Perc
ent
0.20.10.0-0.1-0.2
99
95
90
80
70
605040
30
20
10
5
1
Mean
0.143
3.205166E-15StDev 0.07280N 23KS 0.157P-Value
Kenormalan
Lampiran 3. Uji Heteroskedastisitas
Regression Analysis: absresid versus pp, tk, of, is, jk, D The regression equation is absresid = - 1.02 + 0.036 pp + 0.101 tk - 0.0097 of - 0.0318 is + 0.000 jk + 0.0036 D Predictor Coef SE Coef T P Constant -1.019 9.193 -0.11 0.913 pp 0.0359 0.1860 0.19 0.849 tk 0.1008 0.6427 0.16 0.877 of -0.00973 0.01132 -0.86 0.403 is -0.03177 0.05112 -0.62 0.543 jk 0.0001 0.1326 0.00 1.000 D 0.00358 0.06216 0.06 0.955 S = 0.0489082 R-Sq = 21.8% R-Sq(adj) = 0.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 0.010640 0.001773 0.74 0.624 Residual Error 16 0.038272 0.002392 Total 22 0.048912
95
Lampiran 4. Uji Autokorelasi
Durbin-Watson statistic = 2.01237
Lampiran 5. Uji Multikolinearitas
Correlations: pjt, pp, tk, of, is, jk, D pjt pp tk of is jk pp 0.949 0.000 tk 0.962 0.957 0.000 0.000 of 0.472 0.351 0.380 0.023 0.101 0.074 is 0.911 0.948 0.968 0.297 0.000 0.000 0.000 0.169 jk 0.890 0.935 0.960 0.214 0.972 0.000 0.000 0.000 0.327 0.000 D 0.610 0.711 0.716 0.075 0.795 0.846 0.002 0.000 0.000 0.734 0.000 0.000 Cell Contents: Pearson correlation P-Value Lampiran 6. Standarisasi Data
Lnpjt Lngdp Lntk Lnof Lnis Lnjk D
5.265278 15.31892 18.06974 27.08802 31.32603 14.70224 0
5.288267 15.35452 18.10346 27.89339 31.48102 14.67056 0
5.598422 15.40644 18.11177 27.95332 31.77609 14.75924 0
5.648974 15.47249 18.14428 28.14713 31.96433 14.84729 0
5.7301 15.52254 18.1518 28.52064 32.11595 14.9428 0
5.872118 15.56832 18.17884 28.64886 32.24806 14.9963 0
5.902633 15.61777 18.18749 30.85894 32.20793 15.04792 0
5.955837 15.6743 18.22269 28.79137 32.40768 15.14891 0
96
6.023448 15.73741 18.19891 28.73877 32.60857 15.23427 0
6.066108 15.79731 18.26638 30.55503 32.72755 15.30601 0
6.156979 15.82806 18.28199 28.81023 32.92584 15.38399 0
6.244167 15.67236 18.28913 28.65468 32.70824 15.4215 0
6.244167 15.66546 18.30209 31.13658 32.45942 15.45858 0
6.244167 15.72875 18.31352 31.1949 33.36489 15.50419 0
6.244167 15.751 18.32425 30.93732 33.54741 15.55758 0
6.248043 15.78159 18.33346 27.96068 33.59703 15.60444 0
6.261492 15.81503 18.34607 30.72487 33.8761 15.72213 0
6.300786 15.85094 18.35584 30.94217 33.9451 15.85845 1
6.380123 15.89039 18.36884 30.89568 34.17612 16.07725 1
6.40688 15.93086 18.37419 29.25241 34.3741 16.27236 1
6.44572 15.97947 18.41998 28.57427 34.52383 16.57643 1
6.44572 16.02488 18.44589 27.72792 34.85886 16.68283 1
6.629984 16.05642 18.46824 29.2014 34.88179 16.7214 1
Data Standarisasi
pjt Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 5.265278 -1.92735 -1.78795 -1.66059 -1.59614 -1.28381 -0.58103 5.288267 -1.75414 -1.49006 -1.04765 -1.45247 -1.3348 -0.58103 5.598422 -1.50147 -1.41659 -1.00204 -1.17895 -1.19206 -0.58103 5.648974 -1.1801 -1.12942 -0.85453 -1.00445 -1.05034 -0.58103
5.7301 -0.93656 -1.06301 -0.57027 -0.8639 -0.89662 -0.58103 5.872118 -0.71381 -0.82408 -0.47269 -0.74144 -0.8105 -0.58103 5.902633 -0.47319 -0.74765 1.20934 -0.77865 -0.72742 -0.58103 5.955837 -0.19809 -0.43668 -0.36422 -0.59348 -0.56486 -0.58103 6.023448 0.10901 -0.64678 -0.40426 -0.40726 -0.42747 -0.58103 6.066108 0.40049 -0.05079 0.97805 -0.29697 -0.31201 -0.58103 6.156979 0.55011 0.08716 -0.34987 -0.11316 -0.1865 -0.58103 6.244167 -0.20753 0.15025 -0.46825 -0.31487 -0.12612 -0.58103 6.244167 -0.24113 0.2647 1.42064 -0.54552 -0.06644 -0.58103 6.244167 0.06686 0.36567 1.46503 0.29383 0.00698 -0.58103 6.244167 0.17513 0.46051 1.269 0.46302 0.09291 -0.58103 6.248043 0.324 0.54184 -0.99644 0.50902 0.16834 -0.58103 6.261492 0.48667 0.6533 1.10731 0.76771 0.35777 -0.58103 6.300786 0.66143 0.73961 1.27268 0.83167 0.57718 1.64625 6.380123 0.85341 0.85444 1.2373 1.04583 0.92935 1.64625
6.40688 1.05032 0.90165 -0.01334 1.22935 1.2434 1.64625 6.44572 1.28684 1.30624 -0.52945 1.36814 1.73281 1.64625 6.44572 1.50782 1.53509 -1.17358 1.67871 1.90407 1.64625
6.629984 1.66129 1.73255 -0.05216 1.69997 1.96614 1.64625
97
Lampiran 7. Penentuan Skor Komponen Utama
Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 4.6347 0.9773 0.2988 0.0529 0.0263 0.0100 Proportion 0.772 0.163 0.050 0.009 0.004 0.002 Cumulative 0.772 0.935 0.985 0.994 0.998 1.000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 Z1 -0.448 0.049 0.331 -0.829 0.018 0.017 Z2 -0.453 0.072 0.295 0.388 0.396 0.628 Z3 -0.163 0.931 -0.312 0.016 0.003 -0.090 Z4 -0.458 -0.039 0.139 0.281 -0.830 -0.041 Z5 -0.457 -0.139 0.055 0.254 0.390 -0.743 Z6 -0.387 -0.323 -0.827 -0.135 0.034 0.208 Lampiran 8. Regresi Komponen Utama Regression Analysis: pjt versus W1 The regression equation is Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1 Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.06972 0.02899 209.40 0.000 W1 -0.15679 0.01377 -11.39 0.000 S = 0.139011 R-Sq = 86.1% R-Sq(adj) = 85.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2.5066 2.5066 129.71 0.000 Residual Error 21 0.4058 0.0193 Total 22 2.9124
98
Lampiran 9. Transformasi Peubah Asal Transformasi ke Z
Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1 Lnpjt = 6.07 - 0.157 (-0.448 Z1 -0.453 Z2 -0.163 Z3 -0.458 Z4 -0.457 Z5 -0.387 Z6 ) Lnpjt = 6.07 + 0.0703 Z1 + 0.0711 Z2 + 0.0256 Z3 + 0.0719 Z4 + 0.0717 Z5 + 0.0608 Z6 Transformasi dari Z ke X
Lnpjt = 6.07 + 0.0703
1
11
SXX + 0.0711
2
22
SXX + 0.0256
3
33
SXX +
0.0719
4
44
SXX + 0.0717
5
55
SXX + 0.0608
6
66
SXX
Lnpjt = 6.07 + 0.0703
0.20615.7151X
+ 0.0711
0.113272.182X
+ 0.0256
1.31429.2703X
+ 0.0719
1.07933.0484X
+ 0.0717
0.62115.5005X
+ 0.0608
0.4490.2616X
Lnpjt = 4.28 + 0.342 PP + 0.628 TK + 0.019 OF + 0.067 IS + 0.115 JK + 0.135 DK Lnpjt = 4.28 + 0.342 Lnpp + 0.628 Lntk + 0.019 Lnof + 0.067 Lnis + 0.115 Lnjk + 0.135 D Lampiran 10. Uji Signifikansi
simpangan
baku koefisien t-hitung Keterangan Lnpp 0.01694 0.342237 20.20259 Signifikan Lntk 0.017129 0.62832 36.68095 Signifikan Lnof 0.006164 0.019477 3.159957 Signifikan Lnis 0.017318 0.066655 3.848793 Signifikan Lnjk 0.017281 0.115484 6.682864 Signifikan D 0.014634 0.135327 9.247674 Signifikan
t table (α = 5%)= tα/2( n-k-1) = t0.05/2 (23-6-1) = 2.120