114
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN JALAN TOL DI INDONESIA Oleh : Rani Nurfitriani H14070053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/50003/H11rnu.pdf · ekonomi, meningkatkan ... Indonesia. Masih sangat jauh dibandingkan

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERKEMBANGAN JALAN TOL DI INDONESIA

Oleh :

Rani Nurfitriani

H14070053

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

ABSTRAK

The toll road is one of the critical infrastructure that plays a role in national development and economic growth. But since 1978 until now Indonesia has just able to build about 700 km. This is very much in comparison of Malaysia has been able to build a toll road to 1500 km. In improving the construction of toll roads, since 1987 the Indonesian government has implemented a government-private cooperation for financing the construction of toll roads because of limited funds owned by the government. So that private investors have the opportunity to participate in the procurement of toll roads for the community.

This study uses secondary data period of 1987-2009 using multiple linear regression analysis. However, due to the multicollinearity problem of data transformation is carried out by using the Principal Component Analysis (PCA). The goal is to eliminate the high correlation between independent variables. The analysis showed that the GDP per capita, labor, government funds, private investment, and the number of four-wheeled vehicles and more. In addition the dummy of policy is also positive and significant influence on the development of the toll road which is described by the length of the toll road. Dummy of policys described by establishment the Toll Road Regulatory Agency (BPJT) in 2005 as a toll road regulator replaces the dual function of Jasa Marga as operators as well as regulators. .

Key Word : Toll Road, Multiple Linear Regression, Principal Component Analysis, Badan Pengatur Jalan Tol

RINGKASAN

RANI NURFITRIANI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR)

Infrastruktur merupakan modal bagi suatu negara dan sangat berpengaruh terhadap pergerakan perekonomian, terutama dalam menghadapi proses globalisasi yang bergerak sangat cepat. Listrik, telekomunikasi, dan jalan merupakan beberapa infrastruktur fisik penting yang harus dibangun dan dikembangkan oleh suatu negara, termasuk Indonesia jika ingin dapat bersaing dan bertahan dalam menghadapi proses globalisasi tersebut. Jalan tol merupakan bagian dari infrastruktur fisik yang merupakan jalan alternatif untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh. Walaupun harus rela membayar untuk menggunakan jalan tol, namun kebutuhan akan jalan tol sekarang ini sangat besar karena dapat mempercepat arus orang maupun arus barang. Jalan tol dibangun dengan tujuan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan, dan meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.

Namun pembangunan jalan tol di Indonesia masih terbilang sangat lambat, semenjak tahun 1978 hingga tahun 2008 baru 684 km jalan tol yang dibangun di Indonesia. Masih sangat jauh dibandingkan dengan Malaysia dan China yang sudah bisa membangun jalan tol sekitar 1500 km dan 40.000 km jalan tol padahal kedua negara tersebut baru melakukan pembangunan jalan tol pada tahun 1980 dan 1990.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam perkembangan jalan tol di Indonesia. Metode yang digunakan adalahOLS untuk meregresikan model regresi berganda dengan menggunakan minitab 15. Namun karena hasil regresi menunjukkan adanya pelanggaran asumsi klasik, yaitu multikolinearitas maka digunakan Principal Component Analysis untuk menghilangkan multikolineaitas tersebut.

Dari hasil analisis ini dapat diketahui bahwa PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, jumlah kendaraan, dan dummy kebijakan berpengaruh secara positif dan nyata terhadap perkembangan jalan tol yang dilihat dari penambahan panjang jalan tol. Sehingga diperlukan langkah-langkah untuk mendorong faktor tersebut demi percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian diperlukan peran pemerintah untuk meningkatkan minat investor dalam menanamkan modalnya dalam pembangunan jalan tol serta membuat kebijakan yang dapat mendorong perkembangan jalan tol di Indonesia. Cara yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan segera mungkin menyelesaikan Undang-undang pengadaan lahan yang menjadi penghambat terbesar dalam pembangunan jalan tol di Indonesia. Selain itu pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) juga harus menetapkan

regulasi mengenai tarif setegas mungkin mengenai waktu penetapan dan besarannya. Perbankan sebagai sumber dana bagi investor diharapkan dapat lebih lunak dalam hal masa pengembalian hutang investor.

Selain itu, pembatasan jumlah kendaraan perlu dilakukan karena pertumbuhan yang tidak terkendali menyebabkan kemacetan di ruas jalan tol yang seharusnya bebas hambatan. Hal ini bisa dilakukan dengan mencontoh negara lain seperti Singapura yang bisa mengurangi kepemilikan kendaraan pribadi. Salah satu cara adalah menerapkan system Electronic Road Pricing dan pajak progressive bagi pemilik kendaraan. Di Singapura cara ini berhasil dilakukan sehingga dari total penduduk secara keseluruhan hanya 30% yang memiliki kendaraan pribadi. Namun hal ini harus diikuti dengan perbaikan secara kualitas maupun kuantitas terhadap angkutan umum masal.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN JALAN TOL DI INDONESIA

Oleh

Rani Nurfitriani H14070053

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul Skripsi :Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Jalan Tol di Indonesia

Nama : Rani Nurfitriani

NRP : H14070053

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec

NIP. 19630805 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

NIP. 19641022 198903 1 003

Tanggal Kelulusan:

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2011 Rani Nurfitriani H14070053

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rani Nurfitriani lahir pada 26 Januari 1989 di Bogor,

Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari empat saudara, dari pasangan

Agus Sulaeman dan Imas Khalisoh. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa

hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Cibuluh I Bogor pada tahun

2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada

tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih

tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas

Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa penulis dipercaya untuk menjadi sekretasris

divisi Research and Development Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi

dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2009. Kemudian tahun 2010

penulis dipercaya untuk menjadi ketua divisi Research and Development

HIPOTESA. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kegiatan yang

diadakan oleh Fakultas maupun HIPOTESA. Sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidaah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul

skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Jalan Tol di Indonesia”. Jalan Tol merupakan salah satu infrastruktur fisik yang

berperan penting dalam pembangunan dan perekonomian Indonesia. Fungsinya

sebagai prasarana mobilitas barang, jasa, dan orang serta pengurai kemacetan

dibutuhkan oleh masyarakat yang sudah jenuh dengan kondisi kemacetan yang

semakin parah di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen

Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec selaku pembimbing skripsi yang selalu

memberi arahan dan bimbingan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan

skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku penguji utama yang telah memberikan kritik

saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Alla Asmara, M.Si selaku penguji komdik yang telah memberikan saran

penulisan demi perbaikan skripsi ini.

4. Kedua orang tua penulis, papah Agus dan mamah Imas atas semua kasih

sayang, perhatian, doa, serta pengorbanannya yang tak ternilai selama ini.

5. Kakakku, Topan dan Mba Ika dan Adik-adiku, Garry dan Ganny serta

keponakanku Athar yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi

penulis.

6. Keluarga Gunung Batu yang selalu memberikan perhatian dan dukungan

kepada penulis.

7. Teman satu bimbingan, Opie dan Nono yang selalu berbagi ilmu, saran, serta

keluh kesah selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan

semangatnya sehingga skripsi ini bisa selesai tepat pada waktunya.

8. Elvha, Eno, Inggy, Lilih, Ayie yang sudah selalu bersedia menjadi teman

kelompok tugas kuliah, teman belajar bersama, dan teman sharing.

9. Neno, Nhimas, Ai, Amboi, Ajeng, Achuy, Tity, Winda, Kristina, dan Hilman

yang selalu menjadi teman sharing yang mengasyikkan dan teman-teman IE 44

lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan

kalian selama ini.

10.Teman-teman Jamilah, Rurun, Mia, Indri, Uni, Tiwi, Mba Arum, dan Ka

Aisyah atas keceriaan kalian selama ini sehingga penulis merasa senang dan

nyaman berada di kosan Jamilah.

11.Ninit, Alin, Ana, Indri, Evie, Enen, Isty, May, dan Ima yang selalu

memberikan semangat, doa, dan selalu menjaga tali pertemanan.

12.Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua staf TU serta dosen

Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan serta ilmu yang diberikan selama

penulis berkuliah.

Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang

membutuhkan.

Bogor, Juni 2011

Rani Nurfitriani

H14070053

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5

1.3 Tujuan .................................................................................................. 7

1.4 Manfaat ................................................................................................ 7

1.5 Ruang Lingkup ..................................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Infrastruktur ........................................................................... 10

2.1.1 Infrastruktur Sebagai Barang Publik ................................................ 11

2.1.2 Infrastruktur Sebagai Permintaan Turunan ...................................... 12

2.2. Definisi dan Klasifikasi Jalan ............................................................... 14

2.3. Pengertian Jalan Tol ............................................................................. 18

2.4. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 21

2.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 23

2.6. Hipotesis ............................................................................................. 25

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 26

3.2. Variabel dan Definisi Operasional........................................................ 26

3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 27

3.4. Metode Estimasi .................................................................................. 29

3.4.1. Uji Kriteria Statistik ....................................................................... 29

3.4.2. Uji Kriteria Ekonometrika .............................................................. 32

3.4.3. Transformasi Data dengan Model Regresi Komponen Utama ......... 35

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia ................................... 37

4.2. Perkembangan Jalan Tol di Indonesia ................................................. 41

4.3. Investasi Swasta dalam Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ............. 46

4.4. Dampak Krisis Terhadap Perkembangan Jalan Tol di Indonesia ......... 49

4.5. Hambatan Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ................................. 52

4.5.1. Pendanaan .................................................................................... 52

4.5.2. Pengadaan Lahan .......................................................................... 52

4.5.3. Regulasi yang Tidak Konsisten ..................................................... 54

4.6. Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan

Jalan Tol ............................................................................................ 56

4.6.1. Undang-undang No 38 Tahun 2004 .............................................. 56

4.6.2. Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 ...................................... 59

4.7. Badan Pengatur Jalan Tol ................................................................... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pendugaan Model dan Pengujian-pengujian Statistik ................. 64

5.1.1. Uji Normalitas ............................................................................... 65

5.1.2. Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 65

5.1.3. Uji Autokolinearitas ....................................................................... 66

5.1.4. Uji Multikolinearitas ...................................................................... 66

5.2. Pendugaan Model dengan Metode Regresi Komponen Utama ............ 67

5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol

di Indonesia ....................................................................................... 70

5.3.1. PDB per Kapita .............................................................................. 70

5.3.2. Tenaga Kerja.................................................................................. 72

5.3.3. Dana Pemerintah ............................................................................ 74

5.3.4. Investasi Swasta ............................................................................. 76

5.3.5. Jumlah Kendaraan Roda Empat dan Lebih ..................................... 77

5.3.6. Dummy Kebijakan .......................................................................... 78

5.4. Pembahasan........................................................................................ 80

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 86

6.2. Saran .................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 90

LAMPIRAN .................................................................................................. 93

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Produk Domestik Bruto Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha .............. 2

2 Perkembangan Jalan Tol di Beberapa Negara Selama 2008 ......................... 5

3 Empat Indikator Pengembangan Jalan Tol di 18 Negara .............................. 23

4 Panjang Jalan di Indonesia 1987-2008 ......................................................... 38

5 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga .................

Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2004-2009 ........................................... 39

6 Panjang Jalan Tol per Pulau di Indonesia Tahun 2010 ................................. 44

7 Rencana Pembangunan Jalan Tol di Indonesia ............................................ 45

8 Ruas Jalan Tol yang Dibangun Investor Swasta 2010 .................................. 46

9 Indikator Keuangan dan Ekonomi Beberapa Negara Asia Tahun 1997-1998 50

10. Hasil Pengolahan Sebelum dan Setelah Multikolinearitas Diatasi ..............

oleh PCA ................................................................................................... 69

11 Jumlah tenaga kerja komuter menurut jenis kelamin dan wilayah 2008 ..... 73

12 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah 1999-2003 74

13 Jumlah Kendaraan Bermotor 2000-2008 ................................................... 78

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Konsep Jalan Tol ........................................................................................ 19

2 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 24

3 Kondisi Jalan Nasional 1997-2002 .............................................................. 40

4 Panjang Jalan Tol Indonesia 1987-2009 ...................................................... 43

5 Prosedur Investasi Pembangunan Jalan Tol ................................................. 48

6 Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh PDB 1993-2002 .................... 72

7 Komposisi Pembiayaan Pembangunan Jalan Dalam ...................................

Dana Pemerintah 1993-2003 ....................................................................... 75

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Hasil Regresi............................................................................................... 93

2 Uji Normalitas ............................................................................................ 94

3 Uji Heteroskedastisitas ................................................................................ 94

4 Uji Autokorelasi .......................................................................................... 95

5 Uji Multikolinearitas ................................................................................... 95

6 Standarisasi Data ......................................................................................... 95

7 Penentuan Skor Komponen Utama .............................................................. 97

8. Regresi Komponen Utama .......................................................................... 97

9. Transformasi Peubah Asal ........................................................................... 97

10. Uji Signifikansi ......................................................................................... 98

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infrastruktur merupakan modal bagi suatu negara dan sangat berpengaruh

terhadap pergerakan perekonomian, terutama dalam menghadapi proses

globalisasi yang bergerak sangat cepat. Listrik, telekomunikasi, dan jalan

merupakan beberapa infrastruktur fisik penting yang harus dibangun dan

dikembangkan oleh suatu negara, termasuk Indonesia jika ingin dapat bersaing

dan bertahan dalam menghadapi proses globalisasi tersebut.

Wilayah Indonesia sangat luas, hingga mencapai 5.193.252 km2 terdiri dari

beribu pulau dan lima pulau besar yang dipisahkan oleh perairan. Meskipun

begitu, tidak dapat dipungkiri jalan merupakan infrastruktur yang terpenting.

Karena jalan merupakan penghubung antar daerah baik jarak dekat maupun jarak

jauh. Jalan juga merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi tingkat

mobilitas perekonomian suatu negara. Karena peran jalan sebagai sarana dan

prasarana pengangkutan, baik muatan barang maupun orang. Pada tahun 2002,

besarnya mobilitas perekonomian melalui jaringan jalan baik nasional maupun

provinsi rata-rata mencapai sekitar 210 juta kendaraan per kilometer (Bappenas,

2003). Oleh karena itu, pentingnya peran jalan terhadap perekonomian harus

didukung oleh pembangunan jalan secara berkelanjutan agar transfer hasil

pembangunan nasional bisa lebih terdistribusi secara merata dan adil.

2

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008

No. Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan

PDB (%) Sumber PDB (milyar)

2007 2008 2007 2008

1 Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 3,5 4,8 541.931,50 716.065,30

2 Pertambangan dan penggalian 1,9 0,7 440.609,60 540.605,30 3 Industri Pengolahan 4,7 3,7 1.068.653,90 1.380.713,10 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 10,3 10,9 34.723,80 40.846,10 5 Konstruksi 8,5 7,5 304.996,80 419.642,40 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,9 6,9 592.304,10 691.494,70

7 Pengangkutan dan Komunikasi 14,0 16,6 264.263,30 312.190,20

8 Keuangan, Real estate, dan Jasa Perusahaan 8,0 8,2 305.213,50 368.129,70 9 Jasa-jasa 6,4 6,2 398.196,70 481.669,90

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

Dalam sektor perekonomian jalan merupakan bagian dari sektor

pengangkutan. Peran sektor pengangkutan dalam pertumbuhan ekonomi cukup

besar dan penting. Kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap laju

pertumbuhan Produk Domestik Bruto pada tahun 2008 sebesar 16,6 persen

meningkat sebesar 2,6 persen dari tahun sebelumnya. Kontribusi sektor ini

terhadap laju pertumbuhan adalah paling tinggi dibandingkan sektor lainnya dan

cenderung meningkat secara positif dari tahun ke tahun. Meskipun secara

kemampuan sumber daya ekonomi sektor pengangkutan dan perekonomian adalah

terkecil kedua setelah sektor listrik, gas, dan air bersih, peran sektor ini

mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Oleh karena itu

penting mengembangkan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama sektor

jalan yang memiliki kontribusi tertinggi dalam sektor ini.

Selain itu, pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat dan pesat

membuat kebutuhan akan jalan semakin tinggi karena bertambahnya volume

3

kendaraan yang dapat mengakibatkan kemacetan diberbagai ruas jalan jika

pembangunan jalan tidak terus dilakukan. Jika kemacetan tidak diatasi maka akan

mengganggu perekonomian karena akan menghambat proses pengangkutan dan

distribusi barang dan orang. Oleh karena itu perlu dibangun suatu jalan alternatif

yang bebas dari kemacetan yang disebut jalan bebas hambatan atau jalan tol.

Jalan Tol merupakan jalan alternatif untuk mempersingkat jarak dan waktu

tempuh. Walaupun harus rela membayar untuk menggunakan jalan tol, namun

kebutuhan akan jalan tol sekarang ini sangat besar karena dapat mempercepat arus

orang maupun arus barang. Jalan tol dibangun dengan tujuan untuk memperlancar

lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi

barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan

pemerataan hasil pembangunan dan keadilan, dan meringankan beban dana

Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.

Tol Jagorawi adalah jalan tol pertama yang dibangun oleh pemerintah

Indonesia pada tahun 1978. Jalan tol dengan panjang 59 km ini dibangun

sepenuhnya dengan menggunakan dana pemerintah dan memberikan tanggung

jawab pengelolaan kepada PT. Jasa Marga. Keterbatasan dana membuat

pemerintah harus mengikutsertakan swasta dalam pembangunan jalan tol

berdasarkan UU No 13 Tahun 1980. Kemudian Undang-undang ini diperbaharui

menjadi UU No 38 Tahun 2004. Jalan tol layang bebas hambatan Cawang-

Tanjung Priok atau lebih dikenal dengan jalan tol Ir. Wiyoto Wiyono merupakan

jalan tol pertama yang dibangun oleh swasta pada tahun 1987.

4

Data Departemen Pekerjaan Umum (PU) menunjukkan bahwa total biaya

pemeliharaan dan pembangunan untuk tahun 2006-2010 sebesar Rp 120 triliyun

sedangkan dana yang tersedia hanya Rp 69,39 triliyun. Menurut perhitungan

Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dibutuhkan dana Rp 40 triliyun untuk

membangun tol Trans Jawa. Bila pemerintah tidak menyerahkan pembangunan

jalan tol kepada swasta, maka hampir sekitar 60% dana yang dimiliki Departemen

PU hanya untuk memelihara jalan tol Jakarta-Surabaya.

Setelah dikeluarkaannya undang-undang yang mengizinkan peran serta

swasta dalam pembangunan atau penyelenggaraan jalan tol, kendala dana

pemerintah sedikit teratasi. Sudah banyak jalan tol yang dibangun oleh swasta,

bahkan masih banyak jalan tol yang direncanakan akan dibangun. Namun jumlah

penduduk dan luas wilayah Indonesia tidak sebanding dengan keberadaan jalan tol

saat ini.

Hingga tahun 2008 Indonesia baru membangun jalan tol sekitar 684 km

dengan target 1600 km. Keadaan ini sangat tertinggal jauh jika dibandingkan

negara tetangga, Malaysia yang telah membangun lebih dari 1500 km highway

atau jaringan jalan sekelas jalan tol di Indonesia. Padahal Indonesia mempunyai

jumlah penduduk dan luas wilayah yang lebih besar dibandingkan Malaysia.

Selama tiga dekade, Indonesia rata-rata hanya membangun 20 km jalan tol, sangat

jauh dibandingkan Malaysia yang mampu membangun jalan tol 285 km jalan tol

per tahun dan China yang membangun 14 km jalan tol per hari.

5

Tabel 2. Perkembangan Jalan Tol di Beberapa Negara Selama 2008 Negara Jumlah Penduduk (juta) Jalan Arteri (km) Jalan Tol (km)

China 1.300 1.700.000 > 100.000 Jepang 125 1.166.340 11.520 Korea Selatan 46 88.775 2.600 Malaysia 22 64.949 1.500 Indonesia 220 35.000 648

Sumber : Toll Road Assocation, from Investor Daily edition, April 14, 2009 processed by PEFINDO

Ternyata dana bukanlah satu-satunya faktor atau hal yang menentukan

pembangunan jalan tol di Indonesia. Keadaan infrastruktur jalan tol yang kurang

memadai ini akan merugikan perekonomian Indonesia. Apalagi Indonesia yang

sangat tergantung pada investor asing, infrastruktur yang baik sangat menentukan

keberhasilan investasi. Pembangunan jalan tol yang sudah berjalan dari tahun

1978 hingga sekarang ini ternyata masih berjalan lambat. Jika hal ini tidak

diperbaiki akan banyak pihak yang dirugikan, baik dari segi waktu maupun

ekonomi.

Pengembangan jalan tol di Indonesia diperlukan peran pemerintah sebagai

regulator untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan

jalan tol dan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang menghambat

perkembangan jalan tol. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia agar

kebijakan yang dibuat pemerintah sesuai dengan kondisi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Transportasi merupakan sarana penting bagi kegiatan manusia serta unsur

terpenting dalam mobilitas manusia dan barang-barang. Indonesia memiliki moda

6

transportasi yang bervariasi, yaitu moda transportasi darat, laut, dan udara.

Peranan transportasi sangat besar dalam dinamika masyarakat bahkan dalam

dinamika bangsa dan Negara. Dalam dunia transportasi dikenal ungkapan

“…..ship follow the trade and the trade follow the ship…”. Maksud dari ungkapan

tersebut adalah transportasi akan mengikuti perkembangan kegiatan perdagangan

dan perkembangan kegiatan perdagangan sangat bergantung pada transportasi.

Ungkapan ini menunjukkan bahwa perkembangan transportasi dan kegiatan

ekonomi masyarakat saling mempengaruhi (Simbolon, 2003).

Transportasi darat sangat mendominasi di Indonesia, khususnya moda

transportasi jalan. Perkembangan transportasi jalan perlu diiring dengan

pembangunan infrastruktur jalan sebagai prasarana. Pembangunan infrastruktur

jalan sebagai prasarana transportasi yang efektif dan handal dalam bentuk system

transportasi terpadu akan memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat

luas, pembangunan ekonomi, kemudahan mobilisasi barang dan manusia yang

akan berdampak pada daya saing nasional. Infrastruktur jalan di Indonesia

mempunyai peran penting dalam sistem transportasi nasional dengan melayani

92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang (Dir. Jend. Bina Marga,

2009). Namun perkembangan transportasi jalan dan infrastruktur jalan belum

seimbang. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kemacetan di berbagai ruas jalan

sehingga masyarakat harus menanggung tingginya biaya ekonomi.

Salah satu usaha untuk menghindari kemacetan adalah dengan

dilakukannya pembangunan jalan tol sebagai jalan bebas hambatan. Namun

pembangunan jalan tol di Indonesia belum optimal dan belum mencukupi

7

kebutuhan masyarakat. Hal ini terbukti masih terjadinya kemacetan di ruas jalan

tol. Pembangunan jalan tol di Indonesia terbilang lambat karena setelah 25 tahun

dioperasikan kemitraan pemerintah dan swasta, jalan tol yang dibangun baru

mencapai 606 km pada tahun 2004. Dari total jalan tol yang dibangun, 76%

dikuasai oleh Jasa Marga dan 24% dikuasai oleh pihak swasta. Hal ini

dilatarbelakangi permasalahan yang masih sulit untuk diselesaikan hingga kini.

Permasalahan tersebut antara lain dana, tariff, dan pengadaan lahan.

Padahal tanpa disadari peran jalan tol sangat penting terutama dalam

menghadapi globalisasi yang sangat mengedepankan kecepatan. Oleh karena itu

pemerintah perlu membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung

perkembangan jalan tol di Indonesia serta mengatasi permasalahan yang dihadapi

dalam pembangunan jalan tol. Sehingga perlu dilakukan analisis mengenai factor-

faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia.

Adapun rumusan masalah dari uraian di atas adalah :

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia?

2. Kebijakan pemerintah seperti apa yang dapat mendukung perkembangan jalan

di Indonesia dengan cepat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di

Indonesia

2. Mengkaji kebijakan pemerintah yang diperkirakan dapat mempercepat

perkembangan jalan tol.

8

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak,

antaralain:

1. Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, yaitu

dapat menambah wawasan penulis di bidang industri terutama industri jalan

tol, mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama kuliah dan memberikan

informasi kepada berbagai pihak mengenai industri jalan tol terutama faktor-

faktor yang mempengaruhi perkembangan i jalan tol.

2. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai jalan tol sehingga dapat menyempurnakan

penelitian sebelumnya.

3. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah

mengenai kebijakan-kebijakan yang efektif dan efesien untuk diberlakukan

untuk mengembangkan jalan tol di Indonesia. Memberikan usulan kebijakan

kepada pemerintah sebagai solusi dari permasalahan.

4. Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai keadaan jalan tol di Indonesia. Sehingga masyarakat akan lebih

mengerti jika pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai jalan tol, seperti

penyesuaian tarif tol.

9

5. Perusahaan Jalan Tol

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi kepada perusahaan jalan

tol untuk mengatasi kendala-kendala yang mereka hadapi dalam

mengembangkan jalan tol.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Infrastruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah infrastruktur fisik,

khusunya infrastruktur jalan tol.

2. Penelitian ini hanya membahas mengenai infrastruktur jalan tol secara

keseluruhan yang ada di Indonesia.

3. Fokus analisis penelitian ini hanya pada faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan jalan tol di Indonesia.

4. Perkembangan yang dimaksud dalam penelitian adalah dilihat dari

penambahan panjang jalan tol.

5. Data yang diolah dalam penelitian ini berupa data time series tahunan dari

tahun 1987-2009

6. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, PT. Jasa Marga, Departemen

Pekerjaan Umum, dan internet.

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infrastruktur

Infrastruktur merupakan modal atau kapital bagi suatu negara dalam

pembangunan yang secara garis besar terdiri dari dua jenis, yaitu infrastruktur

ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastuktur ekonomi adalah infrastruktur fisik

baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh

masyarakat luas. Bentuk dari infrastruktur ekonomi meliputi semua prasarana

umum seperti listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi.

Sedangkan infrastruktur sosial meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan.

Ada banyak berbagai pendapat dan pandangan mengenai definisi

infrastruktur. Menurut World Bank (1994) infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga

golongan, yaitu:

1. Infrastruktur Ekonomi merupakan pembangunan fisik yang menunjang

aktivitas ekonomi yang terdiri dari public utilities (tenaga, telekomunikasi, air,

sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi, dan drainase) dan

sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang, dan sebagainya).

2. Infrastruktur Sosial merupakan infrastruktur yang mengarah pada pembagunan

manusia dan lingkungan seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan.

3. Infrastruktur Administrasi merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan

hukum, kontrol administrasi dan koordinasi.

Sedangkan Jan Jacobs et. al dalam Sibarani (2006) menggolongkan

infrastruktur menjadi dua bagian, yaitu:

11

1. Infrastruktur Dasar (basic infrastructure) mencakup sektor-sektor publik dan

keperluan mendasar untuk sector perokonomian yang tidak dapat

diperjualbelikan dan tidak dapat dipisah-pisahkan secara teknik maupun

spasial, contoh: jalan raya, jalan tol, kereta api, bendungan, dan sebagainya.

2. Infrastruktur Pelengkap (complementary infrastructure) seperti gas, telepon,

listrik, dan pengadaan air.

Adapun menurut Basri dalam Yanuar (2002) bahwa yang termasuk dalam

kategori infrastruktur adalah jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, Bandar

udara, alat pengangkutan, dan telekomunikasi yang berperan sebagai instrument

dalam mempercepat proses pembangunan.

Infrastruktur secara umum didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam

mengembangkan atau membangun kegunaan public melalui penyediaan barang

dan jasa untuk umum (Yanuar, 2006). Penyediaan fasilitas dan jasa biasanya

dilakukan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol

(Akatsuka dalam Yanuar, 1999).

2.1.1 Infrastruktur Sebagai Barang Publik

Infrastruktur termasuk dalam jenis barang publik yang memiliki dua

karakter, yaitu tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non excludability) dan

penggunaanya tidak perlu persaingan (non rivalry). Infrastruktur sangat

dibutuhkan oleh masyarakat kendati begitu individu tidak bersedia

mengemukakan nilai kesukaan (reveal preference) terhadap infrastruktur. Hal ini

mengakibatkan ketidakinginan pihak swasta untuk menyediakan infrastuktur

sebagai barang publik. Oleh karena itu barang-barang publik seperti infrastruktur

12

disediakan oleh pemerintah karena sistem pasar gagal menyediakan barang publik

tersebut.

Namun seiring perkembangan waktu, sifat infrastruktur sebagai pure

publik good mengalami pergeseran seiring dengan meningkatnya permintaan

menjadi semi public good. Misalnya, jalan raya di kota dengan penduduk yang

padat tidak dapat digolongkan sebagai pure public good karena untuk

memanfaatkannya setiap orang harus bersaing satu sama lain untuk menggunakan

ruas jalan yang terbatas.

Selain itu keterbatasan dana pemerintah menyebabkan pembangunan

infrastruktur harus mengikutsertakan pihak swasta dalam bentuk kemitraan.

Dalam hal ini swata hanya berperan dalam operasional sedangkan pemerintah

sebagai regulator. Keadaan ini yang menyebabkan pergeseran infrastruktur

sebagai pure public good menjadi semi public good. Karena tidak dapat

dipungkiri bahwa pihak swasta tetap harus mendapatkan keuntungan dalam

kemitraan ini.

2.1.2 Infrastruktur sebagai Permintaan Turunan

Suatu faktor produksi “diminta” karena dibutuhkan dalam proses produksi.

Proses produksi dilakukan karena ada permintaan output yang dihasilkan. Jadi,

permintaan input bergantung pada permintaan output. Permintaan akan input ini

menurut Alfred Marshal sebagai konsep pemintaan turunan atau derive demand.

Derived Demand juga bisa didefinisikan sebagai permintaan untuk barang dan

jasa dari suatu sektor berdasarkan atau diturunkan dari sektor lainnya. Secara garis

besar, derived demand terdiri dari dua tipe, yaitu:

13

1. Direct Derived Demand yaitu pergerakan output langsung dari hasil aktivitas

ekonomi tanpa adanya perantara. Misalnya adalah hubungan aktivitas pekerja

pelaju dengan tempat bekerja. Permintaan transportasi didasarkan atar

perbedaan tempat antara penawaran kerja dengan permintaan kerja. Sehingga

transportasi menjadi derived demand untuk hubungan ini.

2. Indirect Derived Demand yaitu pergerakan output akibat adanya pergerakan

output lainnya. Misalnya konsumsi bensin dari aktivitas transportasi yang di

supply oleh sistem produksi energi yang bergerak dari zona ekstrasi, ke kilang

minyak, gudang, dan pada ahirnya dikonsmsi oleh masyarakat.

Begitu pula dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan karena

adanya kebutuhan masyarakat akan prasarana sehingga munculah permintaan

infrastruktur. Permintaan infrastruktur ini dikatakan permintaan turunan atau

derived demand karena permintaan infrastruktur ini ditentukan oleh permintaan

barang dan jasa lainnya. Misalnya, ketika permintaan barang dan jasa meningkat,

maka permintaan transportasi darat juga meningkat sehingga kebutuhan akan jalan

bebas hambatan yang bisa mempersingkat waktu atau jalan tol akan meningkat

pula. Dalam konsep derived demand ini, jalan tol merupakan input bagi

transportasi darat.

2.2 Definisi dan Klasifikasi Jalan

Pengertian jalan berdasarkan UU No. 38 Tahun 1980 adalah suatu

prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu

14

lintas. Menurut Undang-undang ini pengertian jalan terdiri atas jalan umum, jalan

tol, dan jalan khusus. Peran jalan adalah sebagai bagian prasarana transportasi

mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan

hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Jalan juga sebagai prasarana distribusi barang dan jasa

merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta

menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.

Jalan yang merupakan prasarana bagi transportasi darat menjadi kebutuhan

pokok dalam distribusi komoditi perdagangan dan industri. Selain itu jalan juga

berfungsi sebagai perekat keutuhan bangsa dan negara dalam berbagai aspek,

terutama dalam era desentralisasi seperti sekarang ini. Oleh karena itu penting

menempatkan jaringan jalan dalam perencanaan transportasi secara global dan

memadukannya dalam perencanaan pembangunan sarana dan prasarana

transportasi dalam konteks sistem transportasi intermoda.

Berdasarkan PP No.36 Tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan di

Indonesia dapat dibagi menurut sistem, fungsi, status, dan kelas jalan.

A. Pembagian Menurut Sistem

1. Sistem Jaringan Jalan Primer

sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa

untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan

menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat

kegiatan.

15

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa

untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

B. Pembagian Menurut Fungsi

1. Jalan Arteri

- Jalan Arteri Primer

menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau

antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.

- Jalan Arteri Sekunder

menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu,

kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan

sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

2. Jalan Kolektor

- Jalan Kolektor Primer

menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional

dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat

kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

- Jalan Kolektor Sekunder

menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder

kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

3. Jalan Lokal

- Jalan Lokal Primer

16

menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan

pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan

lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan

pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.

- Jalan Lokal Sekunder

menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan

sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan

seterusnya sampai ke perumahan.

4. Jalan Lingkungan

- Jalan Lingkungan Primer

menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan

jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.

- Jalan Lingkungan Sekunder

menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan.

C. Pembagian Menurut Status

1. Jalan Nasional

terdiri dari jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis

nasional, serta jalan tol.

2. Jalan Provinsi

terdiri dari jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau

antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

17

3. Jalan Kabupaten

terdiri dari jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak

termasuk jalan nasional maupun jalan provinsi, yang menghubungkan

ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,

ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal,

serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah

kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

4. Jalan Kota

terdiri dari jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang

menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat

pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta

menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

5. Jalan Desa

terdiri dari jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau

antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

D. Pembagian Menurut Kelas

1. Jalan Bebas Hambatan

Spesifikasi jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud meliputi

pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang,

dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling

sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit

3,5 (tiga koma lima) meter.

18

2. Jalan Raya

spesifikasi jalan raya sebagaimana dimaksud adalah jalan umum untuk lalu

lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas

dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah,

lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

3. Jalan Kecil

spesifikasi jalan kecil sebagaimana dimaksud adalah jalan umum untuk

melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua)

arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.

4. Jalan Sedang

spesifikasi jalan sedang sebagaimana dimaksud adalah jalan umum dengan

lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi,

paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling

sedikit 7 (tujuh) meter.

2.3 Pengertian Jalan Tol

Berdasarkan PP No. 15 Tahun 2005 Tentang Jalan, Jalan tol adalah jalan

umum yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dan sebagai jalan

nasional yang penggunanya diwajibkan untuk membayar tol. Tujuan dari

penyelenggaraan jalan tol adalah meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi

guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang

sudah tinggi tingkat perkembangannya. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan

19

pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya serta keseimbangan dalam

pengembangan wilayah dengan prinsip keadilan.

Gambar 1. Konsep Jalan Tol Sumber : Jasa Marga, 2007

Konsep jalan tol dengan jalan umum dibedakan atas dasar sumber

pendanaan, yaitu jalan non tol, jalan tol yang tidak layak secara finansial dan jalan

tol yang layak secara finansial seperti dijelaskan oleh Gambar 1. Jalan non tol

dibangun oleh pemerintah dengan sumber yang berasal dari APBN atau APBD

yang asalnya dari pajak umum yang dibayarkan oleh masyarakat. Sedangkan

untuk jalan tol yang tidak layak secara finansial dibangun dengan sumber dana

yang berasal dari pemerintah berupa subsidi dan dana pemakai jalan tol.

Sedangkan jalan tol yang layak secara finansial dibangun oleh dana yang

Masyarakat

Dana Pemakai Jalan Tol APBN/APBD

Jalan Tol (financial-

layak)

Jalan Tol (financial- tidak

layak)

Jalan Non Tol

Pemerintah Membangun Jaringan Jalan

Dijembatani

Sumber

subsidi

Pajak Tol

Sumber Dana Bagi Jaringan Jalan

20

sepenuhnya berasal dari dana pemakai jalan tol yang dijembatani oleh investor

dan perbankan.

Pembangunan infrastruktur jalan tol memiliki tujuan dan manfaat baik dari

segi ekonomi maupun segi sosial. Adapun tujuan dan manfaat dari pembangunan

jalan tol menurut Badan Pengelola Jalan Tol antara lain:

A. Tujuan Pembangunan Jalan Tol

1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang.

2. Meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang

pertumbuhan ekonomi.

3. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

4. Meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.

B. Manfaat Pembagunan Jalan Tol

1. Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah &

peningkatan ekonomi.

2. Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang.

3. Pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan

biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati

jalan non tol.

4. Badan Usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol

yang tergantung pada kepastian tarif tol.

21

2.4 Penelitian Terdahulu

Studi Irwanto (2005) mengenai infrastruktur memperlihatkan hubungan

antara pembangunan infrastruktur, khususnya jalan raya dengan pertumbuhan

ekonomi di DKI Jakarta. Hasil studi ini memperlihatkan bahwa ketidakefisienan

penggunaan lahan dan ketidakkonsistenan pengembangan Jakarta sebagai kota

jasa membuat pembangunan infrastruktur-infrastruktur tidak memberikan

manfaat. Penambahan panjang dan lebar jalan non tol di DKI Jakarta berdampak

kontra produktif karena menurunkan output dan meningkatkan inflasi. Sedangkan

penambahan panjang dan lebar jalan tol lebih dapat mendukung pertumbuhan

ekonomi dan menurunkan inflasi.

LPDRBR = -5,13 LLJnontol (-1) + 4,19 LLJtol (-1)

keterangan:

LPDRBR = Logaritma pertumbuhan ekonomi kotamadya

LLJnontol = Logaritma luas jalan non tol

LLJtol = Logaritma luas jalan tol

Copo et.al (2005) dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi

alokasi pembangunan jalan menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

pembangunan jalan di Filiphina dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu faktor

geografis, politik, dan aspek ekonomi. Faktor geografis terdiri dari kepadatan

penduduk dan jumlah kendaraan. Faktor politik terdiri dari dana yang dimiliki

oleh pemerintah. Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari GDP per Kapita, jumlah

tenaga kerja, dan perusahaan swasta yang berinvestasi. Pembangunan jalan tol

dalam studi ini terlihat pada pertumbuhan panjang jalan dalam kilometer. Hasil

22

studi ini menyatakan bahwa semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jalan

berhubungan positif dengan pembangunan jalan di Filiphina, kecuali kepadatan

penduduk.

krt = art - bııpdrt + b2ıınvrt + b3n ofr(t-n) + b4 pert + b3n gcr(t-n) +b6ıert +

ert

keterangan:

k = panjang jalan

pd = kepadatan penduduk

nv = jumlah kendaraan

ofr = dana yang dimiliki oleh pemerintah

pe = peran perusahaan swasta

gc = GDP/kapita

e = jumlah tenaga kerja

Studi Megantoro (2007) berjudul Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Investasi Pemerintah di Bidang Infrastruktur Transportasi Jalan di

Provinsi Jawa Timur menggunakan empat variabel bebas, yaitu anggaran (X1),

volume kendaraan (X2), panjang jalan (X3), dan PDRB (X4) serta satu variabel

bebas investasi (Y) dengan menggunakan metode regresi berganda. Hasil studi

menunjukkan bahwa fakor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi investasi

pemerintah di bidang infrastruktur jalan tol adalah anggaran, volume kendaraan,

dan panjang jalan. Sedangkan PDRB tidak berpengaruh dan variabel yang

memiliki pengaruh terbesar adalah variabel anggaran.

23

Berdasarkan hasil studi World Bank (1994 )dari pengalaman negara lain,

terdapat empat indikator pengembangan jalan tol di 18 negara, yaitu panjang

jalan tol yang beroperasi, produk domestik bruto per kapita, pemilik kendaraan,

dan keterlibatan sektor swasta. Tabel 3. menunjukkan bahwa peran serta swasta

dalam pembangunan jalan tol sangat besar di Negara Asia dan amerika Latin,

kecuali Jepang.

Tabel 3. Empat Indikator Pengembangan Jalan Tol di 18 Negara

Negara Panjang Total Jalan tol yang beroperasi (km)

PDB per kapita (US$, 1997)

Kendaraan per 1000 penduduk 1997

Keterlibatan Sektor Swasta

Argentina 197 9.700 151 Sedang Brazilia 856 6.300 67 Tinggi Chili 2.5 11.600 109 Sedang China 4.735 3.460 8 Tinggi Colombia 1.330 6.200 38 Tinggi Perancis 6.716 22.700 521 Sedang Hongkong 67.8 26.800 74 Tinggi Hungaria 254 7.400 272 Sedang Indonesia 472 4.600 21 Tinggi Italia 6.440 21.500 679 Tinggi Jepang 9.219 24.500 551 Rendah Malaysia 1.127 11.100 152 Tinggi Mexico 6.061 7.700 133 Tinggi Filiphina 168 3.200 12 Tinggi Spanyol 2.255 16.400 457 Tinggi Thailand 91 8.800 105 Sedang Inggris 8 21.200 406 Tinggi Amerika 7.363 30.200 760 Rendah

2.5 Kerangka Pemikiran

Peran jalan tol sangat penting dalam perekonomian suatu negara, termasuk

Indonesia. Namun pembangunan jalan tol di Indonesia masih sangat lambat

dalam tiga dekade belakangan ini. Hal ini bisa merugikan perekonomian nasional.

24

Lambatnya perkembangan jalan tol ini diakibatkan oleh bermacam-macam faktor.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan analisis mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia yang terdiri dari,

PDB per kapita, jumlah kendaraan, dana pemerintah, peran swasta, dan jumlah

tenaga kerja.

Perkembangan jalan tol dapat dilihat melalui panjang jalan tol yang

beroperasi. Fakor-faktor ini akan mempengaruhi secara positif atau negatif yang

dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda . Selain faktor-faktor

diatas, juga perlu dilakukan analisis terhadap kebijakan pemerintah mengenai

jalan tol di Indonesia. Sehingga kebijakan pemerintah bisa mendorong

perkembangan jalan tol di Indonesia

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Peran Jalan Tol terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Kebijakan Pemerintah untuk Mendorong Perkembangan Jalan

Tol di Indonesia

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

jalan tol

PDB Indonesia Jumlah Kendaraan Dana pemerintah

Peran Swasta Tenaga Kerja

Lambatnya Perkembangan Jalan Tol di Indonesia

Implikasi

25

2.6 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. PDB per Kapita Indonesia berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol

di Indonesia. Semakin tinggi tingkat PDB per Kapita akan semakin cepat

perkembangan jalan tol di Indonesia.

2. Jumlah kendaraan berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di

Indonesia. Semakin tinggi jumlah kendaraan di Indonesia semakin cepat

perkembangan jalan tol di Indonesia.

3. Dana pemerintah untuk pembangunan infrastruktur berhubungan positif

dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin besar jumlah dana yang

dimiliki oleh pemerintah semakin cepat perkembangan jalan tol di Indonesia.

4. Investasi swasta dalam pembangunan jalan tol di Indonesia berhubungan

positif dengan perkembangan jalan tol di Indonesia. Semakin tinggi peran

swasta dalam pembanguna jalan tol di Indonesia semakin cepat perkembangan

jalan tol di Indonesia.

5. Jumlah tenaga kerja berhubungan positif dengan perkembangan jalan tol di

Indonesia.

6. Dummy kebijakan berhubungan positif dengan pembangunan jalan tol di

Indonesia.

26

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Jalan Tol” ini menggunakan data sekunder yang digunakan

sebagai informasi dalam menganalisis permasalahan-permasalahan dalam

penelitian ini. Data-data tersebut diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti

Badan Pusat Statistik, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia,

Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, dan PT. Jasa Marga. Data

yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1987 hingga 2009.

Penulis melakukan studi pustaka melalui media cetak dan internet guna

memperoleh literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan 7 buah variabel, yang terdiri atas 1 variabel

dependen dan 6 variabel independen. Berikut ini adalah keenam variabel tersebut

beserta dengan definisi operasionalnya:

a. Panjang Jalan Tol (PJT) adalah panjang jalan tol di Indonesia dari tahun ke

tahun yang digambarkan dalam satuan km.

b. Jumlah kendaraan (JK) adalah jumlah kendaraan berotor roda empat yang

dikumpulkan berdasarkan metode pendaftaran yang didapat dari Kantor

Kepolisian.

27

c. Jumlah perusahaan swasta (IS) adalah total investasi swasta termasuk investasi

untuk pembangunan jalan tol.

d. PDB per Kapita (PP) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh

unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan

jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dibagi dengan jumlah

penduduk.

e. Dana pemerintah (OF) adalah dana pemerintah untuk pembangunan sektor dan

sub sektor jalan yang dianggarkan dalam APBN.

f. Pekerja (TK) adalah pekerja komuter

g. Dummy kebijakan (K) adalah kebijakan yang memisahkan peranan Jasa Marga

sebagai operator dan regulator sejak tahun 2005.

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis kuantitatif untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan jalan tol di Indonesia dalam penelitian ini diolah menggunakan

regresi. Regresi yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan

mengunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) dan

pengolahan data menggunakan program Minitab 15.

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia adalah:

PJTi = αi – α1PPi + α2TKi + α3OFi + α4ISi + α5JKi + α6K + εi (3.1)

Persamaan di atas diubah dalam bentuk double log menjadi:

28

LnPJTi = αi – α1ln PPi + α2 ln TKi + α3 ln OFi + α4 lnISi + α5g lnJKi + α6 K+ εi

(3.2)

Nilai koefisien pada persamaan logaritma menunjukkan pengaruh

persentase perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Oleh

karena ini dapat memperlihatkan pengaruh persentase perubahan dari faktor-

faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia.

Dimana:

PJTi = panjang jalan tol (km)

JKi = jumlah kendaraan roda empat atau lebih (unit)

OFi = anggara pemerintah untuk pembangunan jalan tol (milyar rupiah/tahun)

ISi = investasi swasta (milyar rupiah/tahun)

PPi = pdb/kapita

TKi = pekerja (orang)

K = dummy kebijakan

Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan

untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang mempengaruhi

variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

berperiode.

Menurut Gujarati (2006) metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi

asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homokedastik

b. tidak ada autokolerasi dalam residual

c. variasi residual menyebar normal

29

d. nilai rata-rata dari unsure residual sama dengan nol

e. nilai-nilai peubah tetap untuk contoh-contoh yang berulang

f. tidak ada linear sempurna antara peubah bebas (multikolinearitas)

Asumsi diatas jika dipertahankan dalam model regresi linear berganda,

maka pendug terkecilnya empunyai variansi minimum yang merupakan penduga

linear tidak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Metode ini

mempunyai beberapa kelebihan dan kesederhanaan jika dibandingkan dengan

metode lain.

3.4 Metode estimasi

Setelah koefisien masing-masing variabel eksogen dihasilkan, maka akan

dilakukan uji kriteria statistik dan uji kriteria ekonometrika. Pengujian kriteria

statistik yaitu pengujian tingkat signifikan model. Sedangkan pengujian

berdasarkan kriteria ekonometrika adalah pengujian masalah-masalah dalam

ekonometrika seperti autokolerasi, heterokedastisitas, dan multikolinearitas.

3.4.1 Uji Kriteria Statistik

Pengujian krieia statistic perlu dilakukan untuk melihat korelasi antar

variabel persamaan, yaitu dengan menggunakan uji t, F, R2 .

a. Uji t

Uji t digunakan untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, artinya

apakah variabel bebas (eksogen) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel

terikat (endogen). Perbandingan antara nilai t-statistik dengan nilai t-tabel dapat

menunjukkan wilayah penolakan

30

Hipotesis:

Ho : βi=0

H1 : βi≠0

Kriteria uji:

t-hitung > tα/2 (n-k), maka tolak Ho

t-hitung < tα/2 (n-k), maka terima Ho

Jika Ho ditolak berarti dalam model ini variabel bebas berpengaruh nyata

terhadap variabel tak berbas. Sebaliknya, jika Ho diterima berarti variabel bebas

tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.

b. Uji F-statistik

Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel eksogen terhadap

variabel endogen secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F hitung.

Selain itu, uji F ini juga untuk mengetaui apakah model peduga yang diajukan

sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Rumus yang

digunakan untuk mengui F-statistik yaitu:

F -Hitung = ⁄( )⁄

Dimana:

R = koefisien determinasi

n = banyak data

k = jumlah koefisien regresi dugaan

Hipotesis:

Ho : βo = β1 = β2 = β3 = ….= βi = 0

(tidak ada pengarh nyata variabel-variabel dalam persamaan)

31

H1 : minimal salah satu βi ≠ 0

(paling sedikit ada 1 varabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel

endogen)

Kriteria uji:

F-Hitung > Fα(k-1, n-k), maka tolak Ho

F-Hitung < Fα(k-1, n-k), maka terima Ho

Jika Ho ditolak dalam uji F berarti minimal ada satu variabel eksogen yang

tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel endogen.

Sebaliknya jika Ho diterima tidak ada satupun variabel eksogen yang berpengaruh

nyata terhadap keragaman variabel endogen.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2 )

Uji Koefisien Determinasi (R2 ) ini digunakan untuk mengukur sejauh

mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel eksogen terhadap

variabel endogen dengan mepertimbangkan derajat bebas. Sifat dari R2 adalah

jika R2 sama denga nol berarti tidak ada hubungan antara variabel eksogen

dengan endogen. Namun, jika nilai R2 mendekati 1 maka terdapat hubungan yang

erat antara variabel eksogen dengan variabel endogen. Rumus untuk menghitung

R2 adalah:

R2 =

dimana:

R2 = koefisien determinasi

JKR = jumlah kuadrat regresi

JKT = jumlah kuadrat total

32

3.4.2 Uji Kriteria Ekonometrika

Uji ekonometrika ini untuk mengestimasi parameter regresi dengan

menggunakan OLS dimana terdapat enam asumsi klasik. Apakah sesuai atau tidak

dengan enam asumsi tersebut yaitu dengan uji multikolinearitas, uji autokorelasi,

dan uji heteroskedastisitas. Jika terjadi pelanggaran maka akan diperoleh hasil

estimasi yang tidak valid.

a. Uji Heterokedastisitas

Menurut Gujarati (1993), suatu model regresi linear harus memiliki varian

yang sama. Menurutnya, jika asumsi ini tidak dipenuhi maka akan terdapat

masalah heteroskedastisitas. Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan

menggunakan White Heterokedasticity Test. Kriteria yang digunakan yaitu,

jika nilai probabilitas pada Obs*R2 > α (taraf nyata) yang digunakan, maka

persamaan tidak mengalami heterokedastisitas. Sedangkan jika nilai

probabilitas pada Obs*R2 < α (taraf nyata) yang digunakan, maka persamaan

mengalami heterokedastisitas.

Konsekuensi bila terjadi heteokedastisitas, maka akan berakibat:

1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang

minimum atatu estimator tidak efisien.

2. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang

sebenarnya akan mempunyai varian yang tinggi, sehingga prediksi

menjadi tidak efisien.

33

3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata tidaknya koefisien atau selang

kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai

varian.

b. Uji Autokolerasi

Autokolerasi adalah korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa

sekarang. Autokolerasi menyebabkan terjadinya dugaan parameter tidak bias,

nilai galat baku terautokolerasi sehingga ramalan tidak efisien, ragam galat

berbias. Autokolerasi berpotensi menimbulkan masalah yang serius yang

menyebabkan varian residual yang diperoleh lebih rendah, sehingga nilai R2

terlalu tinggi dan pengujian hipotesis t statistik dan f statistik menjadi tidak

meyakinkan.

Uji yang paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi

dalam suatu model yaitu Durbin Watson Test. Nilai statistik DW yang berada

pada kisaran dua menandakan tidak terdapat atokorelasi, namun semakin jauh

dari angka dua peluang terjdinya autokorelasi semakin besar. Apabila nilai

statistic d pada daerah ragu-ragu maka hasil uji tidak dapat disimpulkan. Oleh

sebab itu digunakan pengujian lain, yaitu Uji Breusch-Godfrey Serial

Correlation LM Test. Kriteria uji yang digunakan adalah:

1. Apabila nilai probability Obs*R2 > taraf nyata (α) yang digunakan, maka

persamaan tidak mengalami autokolerasi.

2. Apabila nilai probability Obs*R2 < taraf nyata (α) yang digunakan maka

persamaan mengalami autokorelasi

Solusi dari masalah autokorelasi adalah:

34

1. Dihilangkan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel

endogen.

2. Kesalahan spesifikasi model. Hal tersebut diatasi dengan mentransformasi

model, misalnya dari model linear menjadi model non linear atau

sebaliknya.

c. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linear antar variabel-variabel eksogen

dalam persamaan regresi. Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang

dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara variabel-

variabel eksogen dalam model regresi. Menurut Gujarati (2006), tanda-tanda

adanya multikolinearitas adalah:

1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan

2. R2 nya tingi tetapi uji individu tidak banyak yang nyata atau bahkan tidak

ada yang nyata.

3. Korelasi sederhana antar variabel individu tinggi (rij tinggi)

4. R2 < rij menunjukkan adanya multikolinearitas

Solusi untuk mengatasi multikolineraitas adalah:

1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya.

2. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu

3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi

4. Mentransformasikan data

5. Mendapatkan tambahan data baru.

35

3.4.3 Transformasi Data dengan Metode Regresi Komponen Utama

Analisis regresi komponen utama merupakan suatu metode untuk

mengatasi multikolinearitas dengan cara mentransformasi peubah-peubah bebas

yang berkorelasi menjadi peubah-peubah yang orthogonal dan tidak berkorelasi

dengan tujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara

mereduksinya (Ulpah, 2006). Analisis komponen utama juga dapat didefinisikan

sebagai teknik statistik yang dapat digunakan untuk menjelaskan struktur variansi-

kovariansi dari sekumpulan variabel melalui beberapa variabel baru dimana

variabel baru ini saling bebas, dan merupakan kombinasi linier dari variabel asal.

Selanjutnya variabel baru ini dinamakan komponen utama (principal component).

Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data

dan untuk kebutuhan interpretasi (Prasetyo et.al,2005).

Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier

dari peubah asal Z (Z adalah hasil pembakuan dari peubah X), yang disebut

sebagai komponen utama. Komponen utama ke- j dapat dapat dinyatakan dalam

bentuk persamaan berikut:

Wj = vijZ1 + v2jZ2 + … + vpjZp (3.3)

dimana Wj saling orthogonal sesamanya. Komponen ini menjelaskan bagian

terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan.

Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proposi keragaman yang semakin

lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya terjelaskan. Biasanya tidak

semua W digunakan, sebagian ahli menganjurkan agar memilih komponen utama

yang akar cirinya lebih dari satu, keragaman data yang dapat diterangkan oleh

36

komponen utama tersebut kecil sekali. Morison dalam bukunya Multivariate

Statistical Methods yang terbit pada tahun 1978 menyarankan agar memilih

komponen-komponen utama sampai komponen-komponen utama tersebut

mempunyai keragaman komulatif kira-kira 75% (Ulpah, 2006)

Adapun pembakuan yang dimaksud adalah mengurangkan setiap peubah

bebas asal Xj dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku yang dinotasikan

sebagai berikut:

Z =

Penduga koefisien regresi pada model regresi yang diperoleh dengan

menggunakan regresi komponen utama seringkali berbias, padahal sifat penduga

yang baik adalah tidak bias dengan ragam penduga minimum. Namun, bersamaan

dengan itu telah terjadi reduksi besar-besaran pada ragam penduga koefisien

regresi yang besar karena multikolinearitas. Bias bukanlah hal yang dihindari,

penduga dengan ragam penduga yang minimum sekalipun berbias biasanya lebih

disukai.

Analisis regresi komponen utama memiliki beberapa tahapan (Ulpah,

2006), antara lain:

1. Membakukan peubah asal yaitu X menjadi Z

2. Mencari akar ciri dan vektor ciri matriks R

3. Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri

4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W

5. Transformasi balik dalam bentuk peubah asal

37

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia

Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat. Fungsinya

sebagai media bagi distribusi barang dan orang membuat jalan sangat penting bagi

perekonomian suatu negara. Apalagi Indonesia sebagai negara yang memiliki luas

wilayah yang sangat besar menjadikan jalan sebagai penyambung antar wilayah

yang paling penting karena jalan dapat menghubungkan berbagai daerah baik

dekat maupun jauh. Terutama di era desentralisasi sekarang membuat fungsi jalan

semakin penting bagi pemersatu bangsa. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun

2004, jalan merupakan salah satu sarana transportasi yang memiliki unsur penting

dalam pengembangan hidup berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan kesatuan

dan persatuan. Pentingnya jalan ini dibuktikan dengan pembangunan secara

berkelanjutan oleh pemerintah dari tahun ke tahun.

Pembangunan jalan bahkan telah dilakukan sejak jaman Belanda masih

menjajah Indonesia. Pembangunan jalan Anyer-Panarukan pada tahun 1808 yang

panjangnya hingga mencapai 1000 km dibangun pada masa Gubernur Belanda

Herman Willem Daendels. Kini, sebagian dari jalan ini dikenal dengan jalur

Pantai Utara atau Pantura yang membentang sepanjang utara Pulau Jawa.

Meskipun tujuan utama dari pembangunan jalan ini adalah sebagai pertahanan

militer dari Inggris namun ternyata pembangunan jalan ini memiliki manfaat

ekonomi. Pengangkutan hasil produk kopi dari tanam paksa dari kota Priangan ke

pelabuhan Cirebon dan Indramayu mulai terjadi semenjak jalan yang dikenal

38

dengan Jalan Raya Pos ini dibangun. Sebelumnya, hasil produk kopi membusuk di

gudang-gudang penyimpanan. Selain itu perjalanan Jakarta-Surabaya yang biasa

dicapai hingga 40 hari perjalanan bias dipersingkat menjadi 7 hari perjalanan.

Infrastruktur jalan Indonesia telah mengalami perkembangan. Hal ini bisa

dilihat dari pertambahan panjang jalan dari tahun ke tahun, baik untuk jalan

nasional, provinsi, maupun kota/kabupaten. Dari tabel 4. terlihat bahwa dari tahun

ke tahun panjang jalan di Indonesia semakin bertambah. Namun dari tahun 2004

hingga tahun 2008 jalan nasional dan jalan provinsi tidak mengalami penambahan

panjang jalan. Hanya jalan kota/kabupaten yang mengalami penambahan panjang

jalan. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan jalan yang menghubungkan

antar wilayah yang cukup dekat. Penambahan jalan kota/kabupaten juga bertujuan

agar tidak terjadi penumpukkan kendaraan di jalan-jalan yang banyak dilalui oleh

masyarakat.

Tabel 4. Panjang Jalan di Indonesia, 1987 - 2008

Tahun Negara Propinsi Kab/Kota

Jumlah (Km)

1987 13.863 40.277 168.784 222.924 1993 23.483 46.231 275.178 344.892 1998 27.977 47.863 279.523 355.363 1999 26.206 46.538 283.207 355.951 2005 34.628 49.125 316.255 391.009 2008 34.628 49.125 363.006 437.759

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008

Tabel 4 memperlihatkan pula terjadinya pengurangan panjang jalan

Negara dan propinsi di Indonesia pada tahun 1999. Karena saat perhitungan

panjang jalan pada tahun 1999, Departemen Pekerjaan Umum Pusat dan Daerah

tidak memperhitungkan panjang jalan di Timor Timur. Hal ini berkaitan dengan

39

adanya Jajak Pendapat yang menghasilkan keputusan bahwa Timor Timur resmi

keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penambahan panjang jalan dari tahun ke tahun ternyata tidak mengatasi

permasalahan di jalan raya, yaitu kemacetan. Semakin hari kemacetan Indonesia

semakin parah, terutama untuk wilayah yang padat akan penduduk. Penyebab

utama kemacetan adalah pertambahan jumlah kendaraan yang tidak diikuti dengan

pertambahan ruas jalan. Sehingga banyaknya kendaraan tidak sebanding dengan

banyaknya jalan raya akibatnya terjadi penumpukkan kendaraan. Kota Jakarta

merupakan bukti nyata dari keadaan kurangnya ruas jalan raya jika disesuaikan

dengan jumlah kendaraan yang berada di Jakarta setiap harinya. Sehingga hampir

setiap hari pada jam sibuk di kota Jakarta terjadi kemacetan yang cukup panjang.

Tabel 5. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha, 2004 – 2009 (persen)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Pengangkutan dan Komunikasi 6,2

6,5

6,9

6,7

6,3

6.,3

Pengangkutan 3,9 4,0

4,3

3,8

3,5

3,2

1. Angkutan Rel 0,1

0

0

0

0

0

2. Angkutan Jalan Raya 1,9

2,1

2,4

2,2

2,0

1,8

3. Angkutan Laut 0,5

0,5

0,5

0,4

0,3

0,3

4. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 0,1

0,1

0,1

0,1

0,1

0,1

5. Angkutan Udara 0,4

0,4

0,4

0,4

0,4

0,4

6. Jasa Penunjang Angkutan 0,8

0,8

0,8

0,7

0,6

0,5

Komunikasi 2,4

2,5

2,7

2,9

2,8

3,0

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

40

Selain perannya sebagai media distribusi barang dan orang, jalan juga

memberikan kontribusi kepada perekonomian Indonesia. Distribusi Persentase

Produk Domestik Bruto merupakan gambaran struktur perekonomian atau

peranan setiap sektor dalam perekonomian. Tabel di atas menunjukkan distribusi

persentase PDB sektor pengangkutan dan komunikasi. Dari tabel dapat dilihat

bahwa sektor pengangkutan memiliki peran lebih besar pada perekonomian

dibandingkan sektor komunikasi, yaitu sebesar 3.9%. Namun jika dibandingkan

sektor lain, distribusi dari sektor pengangkutan sangat kecil. Sehingga kadang

tidak diperhitungkan dalam perkembangan perekonomian nasional.

Gambar 3. Kondisi Jalan Nasional, 1997- 2002

Sumber : Bappenas, 2003

Gambar 3 menunjukkan kondisi jalan nasional dari tahun 1997 hingga

2002. Kondisi baik dan sedang cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan

kondisi baik yang cukup besar, hampir 50% terjadi pada tahun 1999. Namun

peningkatan kondisi jalan yang rusak berat hingga mencapai 21% juga terjadi

pada tahun 2001. Masih buruknya kondisi jalan nasional ini dikarenakan masih

23,915,3

30,3 34,9 34,3 31,4

36,645,6

30,132,4 30,3 38,1

9,3 23,7 22,717,5

14,516,5

20,2 15,5 16,9 15,2 21 13,9

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

1997 1998 1999 2000 2001 2002

rusak berat

rusak ringan

sedang

baik

41

terbatasnya dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk memelihara dan

memperbaiki jalan. APBN maupun APBD yang diandalkan untuk membiayai

pembangunan jalan tidak dapat membiayai sepenuhnya pembangunan,

pemeliharaan, serta peningkatan jalan.

Kerusakan prasarana jalan menyebabkan kemacetan diberbagai ruas jalan

dan juga menyebabkan peningkatan biaya sosial yang diderita oleh pengguna

jalan. Jika kondisi jalan ini tidak secepatnya diperbaiki maka dapat mengganggu

perekonomian baik daerah maupun pusat, termasuk kegiatan investasi diberbagai

sektor yang memerlukan prasarana jalan.

4.2 Perkembangan Jalan Tol di Indonesia

Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat

atas jalan tol adalah kemacetan. Sehingga diperlukan jalan bebas hambatan agar

dapat mempersingkat waktu dan jarak tempuh pengendara. Pemerintah sebagai

pemenuh kebutuhan masyarakat harus memenuhi kebutuhan ini dengan membuat

jalan dengan kualitas yang berbeda dari jalan umum. Konsekuensinya adalah

pengendara harus rela membayar sejumlah uang tertentu untuk melalui jalan tol

Jalan tol pertama yang dibangun oleh pemerintah Indonesia adalah jalan

tol Jagorawi ( Jakarta-Bogor-Ciawi). Jalan tol Jagorawi dibangun sejak tahun

1973 dengan panjang 59 km. Kemudian jalan tol ini diresmikan pada tanggal 9

Maret 1978 oleh Presiden Soeharto. Jalan tol yang dibangun dengan biaya Rp 350

jua per kilometer ini merupakan jalan tol pertama yang dibiayai oleh APBN dari

pinjaman luar negeri.

42

Ketika dalam tahap pembangunan, jalan tol jagorawi ini belum berstatus

sebagai jalan tol. Namun pemerintah berpikir pengelolaan dan pengoperasian

jalan tol harus dibiayai secara mandiri, tidak membebani anggaran pemerintah.

Oleh karena itu, dua minggu sebelum peresmian, tepatnya 25 Februari 1978

diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1978 Tentang Penyertaan Modal

Negara Republik Indonesia untuk pendirian Persero yang mengurusi dan

mengelola infrastruktur jalan raya. Sehingga pada tanggal 1 Maret 1978 PT. Jasa

Marga sebagai perusahaan negara yang bertanggung jawab terhadap

pengoperasian dan pengelolaan jalan tol berdiri.

Pembentukan PT. Jasa Marga ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 4

Tahun 1978 yang bisnisnya mencakup konstruksi, manajemen, dan pemeliharaan

jalan tol. Selain itu ditetapkan pula Keputusan Menteri Keuangan No.

90/KMK.06/1978 pada tanggal 27 Februari 1978 Tentang Modal PT. Jasa Marga

(persero) yang ditetapkan melalui Lembaran Negara RI No. 4. Dokumen resmi

pendirian perusahaan dilegalisasi oleh Menteri Kehakiman melalui Surat

Keputusan Menteri Kehakiman No. YA5/1301/I tertanggal 22 Februari 1982.

Perusahaan ini kemudian terdaftar secara resmi di kantor Pengadilan Tinggi

Jakarta dengan nomor 767 pada tanggal 2 Maret 1982 dan telah diumumkan

dalam Berita Negara RI No. 73 tanggal 10 September 1982 dengan nomor

tambahan 1138.

Kini, Jasa Marga telah menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek

Indonesia sejak pemerintah melepas 30% sahamnya kepada masyarakat pada

tanggal 12 November 2007. Hingga tahun 2007 total panjang jalan tol yang

43

dimiliki oleh Jasa Marga adalah 496 km atau 78% dari panjang jalan tol di

Indonesia yang mencapai 630 km.

Gambar 4. Panjang Jalan Tol Indonesia 1987-2009

Sumber: Annual Report Jasa Marga, 2009

Pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal dana, oleh karena itu pemerintah

mengikutsertakan swasta dalam pembangunan jalan tol dengan menerbitkan

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1990 yang merupakan dasar hukum bagi

penyelenggaraan jalan tol oleh pihak swasta di Indonesia. Pembangunan jalan tol

dengan partisipasi swasta dilakukan di kawasan-kawasan dengan pertumbuhan

lalu lintas yang tinggi agar investasi swasta menjadi layak secara ekonomi dan

finansial, dan sektor swasta tertarik untuk melakukan investasi.

Seluruh investasi swasta di jalan tol akan berbentuk kemitraan dengan PT.

Jasa Marga yang dilaksanakan dengan system BOT. Prinsip dari kemitraan ini

adalah menyediakan fasilitas jalan di kawasan yang sudah berkembang dengan

dibiayai oleh pengguna jalan, harus ada jalan alternative yang disediakan untuk

pengguna jalan, dan tarif tol tidak lebih dari 70% dari penghematan BOK jika

kendaraan melewati jalan tol. Pada pertengahan 1995, sekitar 200 km jalan tol

0

200

400

600

800

1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

Panjang Jalan Tol Indonesia

44

yang dibangun oleh pihak swasta telah selesai dan sebagian lagi dalam tahap

penyelesaian.

Sejak tahun 1978 hingga kini, jalan tol di Indonesia telah berkembang dan

tumbuh dengan semakin bertambahnya ruas jalan dan panjang jalan tol. Namun

ternyata pertumbuhan panjang jalan tol dari tahun ke tahun tidak terlalu tinggi.

Hingga kini Indonesia baru mampu membangun jalan tol sepanjang 757.40 km.

Bahkan pembangunan jalan tol ini cenderung terpusat dan tidak tersebar ke

seluruh wilayah di Indonesia. Jalan tol terpanjang berada di wilayah Pulau Jawa.

Tabel 6. Panjang Jalan Tol per Pulau di Indonesia Tahun 2010

No Nama Pulau Panjang Ruas Jalan Tol (km) 1. Sumatera 42,70 2. Jawa 697,12 3. Sulawesi 17,65

Total 757,47 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2010

Tabel memperlihatkan bahwa jalan tol di Indonesia hanya tersebar di tiga

Pulau besar Indonesia dan Pulau Jawa memiliki panjang jalan tol terpanjang

dibandingkan Pulau lainnya. Oleh karena itu pergerakan ekonomi di ketiga Pulau

ini lebih cepat dan lebih baik dibandingkan Pulau lainnya karena akses yang

dimiliki lebih mudah dan cepat. Pulau Jawa merupakan pusat perekonomian di

Indonesia karena itu infrastruktur seperti jalan tol lebih berkembang di Jawa.

Padahal jika dibandingkan Kalimantan dan Irian Jaya, wilayah Jawa jauh lebih

kecil.

Namun dikedua Pulau tersebut belum dibangun jalan tol yang akan

berpengaruh pada perkembangan wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan dikedua

Pulau tersebut jumlah kendaraan yang memenuhi jalan tidak sepadat di Pulau

45

Jawa. Berdasarkan data sebaran penduduk diketahui bahwa Pulau Kalimantan dan

Irian Jaya merupakan wilayah yang memiliki penduduk paling rendah. Sehingga

belum dibutuhkan jalan alternative yang dapat mempersingkat waktu. Selain itu,

sebagian besar wilayah Kalimantan adalah perairan sehingga transportasi air lebih

dominan dibandingkan transportasi darat.

Berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

567/KPTS/M/2010 pada tanggal 10 Nopember 2010 direncanakan pembangunan

jalan tol di Pulau Kalimantan dan Pulau Bali. Jalan tol sepanjang 84 km akan

dibangun di Kalimantan untuk ruas Balikpapan-Samarinda. Sedangkan di Pulau

Bali akan dibangun jalan tol ruas Serangan-Tanjung Benoa sepanjang 7.5 km.

Selain akan dilakukan pembangunan dikedua Pulau tersebut, Kementerian

Pekerjaan Umum juga merencanakan pembangunan jalan tol di Pulau Sumatera,

Jawa dan Sulawesi.

Tabel 7. Rencana Pembangunan Jalan Tol di Indonesia

No Nama Pulau Rencana Panjang Ruas Jalan Tol (km) 1. Sumatera 2.805,20 2. Jawa 1.675,71 3. Sulawesi 46,00

Total 4.526,91 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2010

Rencana pembangunan jalan tol di Indonesia ternyata masih banyak dan

tentu hal ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu peran swasta

sebagai investor perlu terus ditingkatkan. Karena kebutuhan masyarakat akan

jalan tol semakin meningkat. Hal ini bisa terlihat dari volume lalu lintas yang

melalui jalan tol. Laporan Tahunan Jasa Marga melaporkan bahwa volume

46

lalulintas rata-rata harian di seluruh jalan tol Indonesia mencapai 2.535.842

kendaraan.

4.3 Investasi Swasta Dalam Pembangunan Jalan Tol

Keterlibatan swasta dalam pembangunan jalan tol mulai dilakukan untuk

mengatasi keterbatasan dana pemerintah. Pada tahun 1986 bisnis konstruksi dan

pengoperasian jalan tol telah dimasukkan dalam daftar urutan prioritas Badan

Kerjasama Penanaman Modal (BKPM). Tujuannya adalah untuk mengUndang

investor swasta berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol bekerjasama dengan

PT. Jasa Marga agar penyediaan jalan tol bagi masyarakat lebih cepat. Selain itu

juga untuk memberikan kesempatan bagi swasta untuk memperoleh keuntungan

pembangunan jalan tol.

Tabel 8. Ruas Jalan Tol yang Dibangun Investor Swasta, 2010

No

Nama Jalan Tol

Panjang Jalan Utama (km)

I nvestor

Mulai Operasi

1. Tanggerang-Merak 73,00 PT. Marga Mandala

Sakti 1987-1996

2. Ir. Wiyoto Wiyono, Msc

15,50 PT. Citra Marga Nusaphala Persada

1990

3. Surabaya-Gresik 20,70 PT. Margabumi Matraraya

1993-1996

4. Harbour Road 11,55 PT. Citra Marga Nusaphala Persada

1995-1996

5. Ujung Pandang Tahap I

6,05 PT. Bosowa Marga Nusantara

1998

6. Serpong-Pondok Aren

7,25 PT. Bintaro Serpong Damai

1999

7. SS Waru-Bandara Juanda

12,80 PT. Citra Margatama Surabaya

2008

8. Makassar Seksi IV 11,60 PT. Jalan Tol Seksi Empat

2008

9. Kanci-Pejagan 35,00 PT. Semesta Margaraya 2010 10. JORR Seksi W1 9,85 PT. Jakarta Lingkar

Barat 1 2010

11. Bogor Ring Road 3,86 PT. Marga Sarana Jabar 2009 Total 207,10

Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol, 2010

47

Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah ini disambut baik oleh

investor swasta karena besarnya investasi yang dibutuhkan dan panjangnya masa

pengembalian hutang. Sehingga muncul perusahaan-perusahaan swasta yang

bergerak dalam konstruksi jalan tol. Hingga kini sudah 200 km lebih jalan tol

yang dibangun oleh investor swasta, seperti dilihat pada tabel 8.

Investasi swasta dalam pembangunan jalan tol ini tidak diberikan

begitu saja oleh pemerintah, melainkan harus melalui prosedur yang diatur oleh

Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) selaku regulator. Dalam penanaman investasi

untuk pembangunan jalan tol ini melibatkan dua pihak yaitu Badan Pengatur Jalan

Tol sebagai tangan kanan pemerintah dan Badan Usaha sebagai investor. Ketika

ada jalan tol yang akan dibangun BPJT akan melakukan lelang dengan

mengumumkan kepada pihak investor untuk menyiapkan dokumen untuk

dievaluasi oleh BPJT.

Setelah itu dilakukan rapat penjelasan untuk persiapan dan pralelang yang

memberikan kesempatan bagi investor untuk menyiapkan penawaran kepada

BPJT. Kemudian usulan penawaran dari investor dievaluasi. Proses persiapan

hingga evaluasi penawaran menghabiskan waktu setidaknya 14 bulan. Setelah

penawaran dievaluasi maka ditetapkanlah pemenang lelang yang harus

mempersiapkan perusahaanya dalam membangun jalan tol dan menandatangani

Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol. Dalam perjanjian ini perusahaan harus

memiliki jaminan, dana pengadaan lahan, dan dukungan bank. Hingga perjanjian

dilaksanankan dibutuhkan waktu 4-6 bulan seperti dilihat pada Gambar 5.

48

Gambar 5. Prosedur Investasi Pembangunan Jalan Tol

Sumber : Badan Pengatur Jalan Tol, 2010

Ada dua bentuk partisipasi sektor swasta dalam pembangunan jalan tol di

Indonesia, yaitu sistem BOT (Build, Operate, Transfer) dan sistem peralihan yang

dimodifikasi. Sistem BOT adalah kerjasama antara investor dengan Jasa Marga

Pemasukan dan

Pembukaan Penawaran

Rapat Penjelasan

Pralelang-Persiapan

Evaluasi Prakualifikasi

Pengumuman/Undangan Praqualifikasi&Lelang

Persiapan Pekerjaan

BPJT

Perjanjian Pengusahaan

Jalan Tol (PPJT)

Evaluasi Penawaran

Penyiapan Dokumen

Praqualifikasi

Penyerahan Dokumen

Praqualifikasi

Penyiapan Usulan

Penawaran

Penyerahan Usulan

Penawaran dan Jaminan

Penerimaan Penetapan

Pemenang

Penyiapan Perusahaan

Jalan Tol

Tanda Tangan Perjanjian

Jaminan Pelaksanaan, Dana

pengadaan tanah, Dukungan

Badan Usaha

Keputusan/Penetapan

Pemenang

Pelaksanaan Perjanjian

+ - 4-6 Bulan

+ - 14 Bulan

49

yang perjanjiannya pihak investor membangun jalan tol dan mengoperasikan jalan

tol dengan membagi pendapatan tol dengan Jasa Marga. Kemudian setelah masa

konsesi berakhir, investor wajib mengembalikan pengoperasian jalan tol kepada

Jasa Marga.

Sedangkan sistem peralihan modifikasi adalah perjanjian yang

mengharuskan pihak investor menyediakan desain, dana, serta bertanggung jawab

dalam pembangunan jalan tol. Tetapi pengoperasian jalan tol diserahkan kepada

Jasa Marga. Investor menerima bagian pendapatan tol tanpa harus melakukan

kegiatan manajemen. Keterlibatan swasta dalam pengembangan jalan tol di

Indonesia belum berdampak banyak pada pembangunan jalan tol. Masih banyak

permasalahan yang dihadapi ketika pemerintah dan swasta sudah siap melakukan

pembangunan diantaranya adalah krisis keuangan yang melanda Asia pada tahun

1997.

4.4 Dampak Krisis Terhadap Perkembangan Jalan Tol di Indonesia

Permintaan jalan dengan standar yang tinggi semakin meningkat di

beberapa Negara Asia seperti China, Indonesia, Malaysia, Filiphina, dan Thailand.

Hal ini menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan peningkatan

jumlah serta kepemilikan kendaraan bermotor. Malaysia berhasil menjadi Negara

pertama yang menyediakan jalan standar tinggi ini dengan membangun jalan tol

pada tahun 1966. Namun diantara Negara-negara Asia tersebut, China memiliki

jalan tol terpanjang sedangkan Indonesia masih tertinggal jauh.

Pada tahun 1997 krisis melanda Negara-negara di Asia termasuk kelima

Negara tersebut. Krisis yang berawal dari Thailand ini mengakibatkan devaluasi

50

mata uang, peningkatan suku bunga, dan bergejolaknya perbankan domestic

seperti terlihat pada Tabel 9. Hal ini berdampak pada tersendatnya pembangunan

jalan tol di kelima Negara tersebut, kecuali China. Dampak krisis terhadap

pembangunan jalan tol paling besar dialami oleh Indonesia.

Tabel 9. Indikator Keuangan dan Ekonomi Beberapa Negara Asia Tahun 1997-1998

Indikator China Indonesia Malaysia Filiphina Thailand Pertumbuhan ekspektasi GDP tahun 1998 (1997)

8.0% (8.8%)

-13.7% (5.0%)

(-4.8%) NA

1.0% (5.2%)

-7.0% (-0.4%)

Peningkatan Ekspektasi Indeks Harga Konsumen

(1998)

NA (+2.8% 1997) +80% +7-8% +10% +9.2%

Kredit macet NA 61% 33% 17% 48% Devaluasi Mata Uang dari

Jan 1997-Jan 1998 0% -78% -43% -39% -51%

Tingkat Bunga (1998/4) 1997/4

7.98% (10.08%)

70.68% (13.47%)

12.16% (9.25%)

13.00% (10.00%)

12.50% (10.50%)

Volume Lalulintas Sedikit perubahan

Berkurang banyak Berkurang Sedikit

perubahan Berkurang

Derajat Dampak Terhadap Program Jalan Tol

Tidak signifikan Signifikan Sedang Tidak

signifikan Sedang

Sumber : World Bank, 1999

Saat krisis melanda, Indonesia memberhentikan semua pembangunan jalan

tol dan menunda proyek pembangunan jalan tol yang telah direncanakan. Krisis

menyebabkan nilai dolar terhadap rupiah menurun hingga 78%, yaitu dari Rp

2.500,00/dolar menjadi Rp 14.000,00/dolar pada awal 1998. Devaluasi rupiah ini

mengakibatkan utang dari proyek jalan tol meningkat 6 sampai 7 kali. Selain itu

krisis juga menyebabkan peningkatan suku bunga yang berdampak pada konsesi

pengembangan jalan tol. Suku bunga Indonesi pada Januari 1997 sebesar 12%

melonjak tinggi hingga 60-70% pada Agustus 1997

Perbankan Indonesia juga merasakan dampak krisis, akibatnya investor

kesulitan untuk mendapatkan jaminan dari bank. Sehingga investor kesulitan

untuk berinvestasi dan pembangunan jalan tol tersendat karena ketiadaan investor.

51

Krisis juga menyebabkan peningkatan sebesar 80% pada Indeks Harga Konsumen

tanpa diikuti dengan peningkatan upah tenaga kerja. Akibatnya daya beli

masyarakat menurun karena inflasi. Hal ini bisa berdampak pada penurunan

pendapatan tol. Sehingga biaya operasional dan pemeliharaan jalan tol semakin

besar karena tidak adanya pemasukan. Keuangan Jasa Marga selaku operator jalan

tol sebagian besar dihabiskan untuk biaya operasional dan pemeliharaan.

Sedangkan dana untuk proyek pembangunan sulit dipenuhi.

Harga bahan bakarpun ikut mengalami peningkatan dari harga sebelumnya

Rp 700,00/liter menjadi Rp 1000,00/liter. Begitu juga dengan penjualan mobil

yang berdampak pada penurunan volume lalulintas baik di jalan umum maupun

jalan tol. PT. Astra Internasional selaku pabrik mobil terbesar di Indonesia

memperkirakan penjualan mobil baru pada tahun 1998 turun hingga 88%.

Dampaknya kembali terasa oleh PT. Jasa Marga selaku operator jalan tol yang

mengalami penurunan pendapatan tol.

Saat itu berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi dampak

krisis terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Agar proyek jalan tol yang

telah direncanakan atau sedang dibangun tetap berjalan pemerintah menetapkan

prioritas jalan tol yang tetap harus dibangun. Melalui Keputusan Presiden No 39

Tahun 1997 yang dikeluarkan pada tanggal 20 September 1997, pemerintah

melakukan penangguhan atau pengkajian kembali proyek pemerintah, Badan

Usaha Milik Negra, dan swasta yang berkaitan dengan pemerintah atau Badan

Usaha Milik Negara. Sebanyak 63 proyek pembangunan jalan tol diklasifikasikan

menjadi 3 kategori, yaitu pembangunan dilanjutkan, dijadwal ulang, dan ditunda.

52

Sembilan proyek akhirnya dipilih untuk tetap dilanjutkan pembangunannya

dengan bantuan pinjaman pemerintah. Sedangkan sebanyak 36 proyek ditunda

dan sisanya dijadwal ulang.

4. 5 Hambatan Pembangunan Jalan Tol di Indonesia

Pembangunan jalan tol di Indonesia tidaklah mudah, selain faktor-faktor

yang menentukan perkembangan jalan di Indonesai terdapat beberapa hambatan

yang menyebabkan sulitnya perkembangan jalan tol di Indonesia, yaitu:

4.5.1 Pendanaan

Sejak awal pembangunan jalan tol, Indonesia sudah mengalami kesulitan

dalam hal pendanaan pembangunan jalan tol. Tol Jagorawi yang merupakan tol

pertama Indonesia pun tidak sepenuhnya dibiayai oleh kas negara melainkan dari

utang luar negeri. Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa keterbatasan dana

menjadi alasan pemerintah untuk mengUndang pihak swasta dalam pembangunan

jalan tol.

4.5.2 Pengadaan Lahan

Lahan merupakan unsur terpenting dalam pembangunan jalan tol.

Sekarang ini, lahan merupakan permasalahan utama dalam pembangunan jalan tol

yang masih sulit untuk diatasi oleh pemerintah selaku pihak yang melakukan

proses pengadaan lahan. Pengadaan lahan berdasarkan Keputusan Presiden No 36

Tahun 2005 merupakan kegiatan untuk mendapatkan tanah atau lahan dengan cara

memberikan ganti rugi kepada pihak yang menyerahkan tanah, bangunan,

tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Ongkos pengadaan lahan

53

dikeluarkan oleh pemerintah dan/atau investor. Biaya pengadaan lahan yang

dikeluarkan oleh pemerintah berasal dari Kementerian Keuangan yang

sebelumnya telah berkonsultasi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Pengadaan lahan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan jalan

dilakukan dengancara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Proses pelepasan

hak tanah dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai kesepakatan mengenai

bentuk dan besarnya ganti rugi. Proses ini dilakukan oleh panitia yang ditunjuk

oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat dan perlu dilakukan penyuluhan

terlebih dahulu mengenai fasilitas umum yang akan dibagun dan waktu

pembangunannya.

Jika terjadi kesepakatan antara panitia dan pemilik tanah, bentuk ganti rugi

yang diterima oleh pemilik lahan dapat uang, tanah, pemukiman kembali,

gabungan uang, tanah, dan pemukiman kembali atau sesuai kesepakatan antara

panitia dan pemilik lahan. Besarnya ganti rugi berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak

atau ilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak

berjalan berdasarkan penilaian lembaga atau tim penilai harga tanah.

Namun jika tidak terjadi kesepakatan, seperti pemilik tanah tidak

menerima ganti rugi yang ditawarkan maka pemiliki bisa mengadukannya kepada

Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat yang akan megupayakan

penyelesaian masalah dan mengukuhkan kesepakatan. Jika pemilik tetap tidak

sepakat maka panitia akan melakukan pencabutan hak atas tanah dengan meminta

persetujuan Presiden melalui Kepala Badan Pertanahan Nasional . Kemudian

54

keputusan ini akan ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Instansi yang

memerlukan tanah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Permasalahan yang terjadi dalam pengadaan lahan di Indonesia adalah

tidak tegasnya hukum yang mengatur permasalahan ini. Aturan pengadaan lahan

tidak secara tegas menetapkan besarnya harga tanah yang akan diserahkan.

Sehingga akan sulit tercapai kesepakatan antara panitia dan pemilik tanah karena

harus melalui musyawarah yang mufakat. Jika demi kepentingan umum

semestinya pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut hak kepemilikan

tanah namun tetap sesuai denga aturan. Masalah terjadi ketika kesepakatan harga

tanah sebelum pembangunan selalu berubah seiring akan dijalankannya

pembangunan jalan tol. Hal ini karena pemilik maupun makelar tanah menilai

adanya potensi karena kebutuhan pemerintah akan lahan untuk pembangunan

sarana dan prasarana publik. Akibatnya ongkos pembebasan tanah membengkak,

meningkatkan biaya pembangunan, serta tertundanya pembangunan jalan tol.

Selain itu mekanisme pembebasan lahan yang terlalu berbelit-belit

membuat pembangunan jalan tol tertunda. Keadaan ini yang menyebabkan pihak

swasta tidak mau terlibat dengan masalah pengadaan lahan bahkan berinvestasi

karena tingkat resiko paling tinggi dalam pembangunan jalan tol ada pada proses

pengadaan lahan. Sehingga pemerintah harus turun tangan dalam pengadaan lahan

(Sunito, F, 2007).

4.5.3 Regulasi yang tidak konsisten

Tarif merupakan pendapatan bagi badan yang menjalankan operasional

jalan tol. Jika jalan tol dibangun berdasarkan kerjasama antara pemerintah dan

55

swasta maka tarif tol bisa dijadikan sebagai keuntungan bagi hasil bagi kedua

belah pihak. Penetapan tarif beserta kenaikannya diatur dalam Undang-Undang

No 38 Tahun 2004 tentang jalan khususnya pasal 48 ayat 3, bahwa kenaikan tarif

tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi. Kenaikan

tarif ini ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum.

Namun ternyata bagi para investor, pemerintah tidak konsisten dalam

menjalankan regulasi yang mengatur tarif tol ini. Ternyata kenaikkan harga tol ini

tidak selalu dilakukan pemerintah setiap dua tahun sekali, pemerintah selalu

menunda kenaikan tarif tol jika saatnya tiba. Karena pemerintah

mempertimbangkan keberatan masyarakat sebagai konsumen. Namun bagi

investor kenaikan tarif merupakan kenaikan pendapatan dan salah satu alas an

mengapa mereka ingin berinvestasi.

Jika penundaan terus terjadi maka akan merugikan operator jalan tol dan

bisa menyebabkan berkurangnya ketertarikan swasta untuk berinvestasi. Namun

jika kenaikan tarif terus dilakukan tentu hal ini akan membebani masyarakat

pemakai jalan tol. Sebenarnya keberatan masyarakat mengenai kenaikan tarif

didasarkan oleh belum sepadannya antara tarif tol dengan pelayanan jalan tol.

Masyarakat berpendapat bahwa kondisi jalan tol yang mereka rasakan saat ini

belum sepadan dengan kenaikan tarif yang seharusnya dilakukan setiap dua tahun

sekali, misalnya adalah kemacetan yang masih terjadi di jalan tol dan mobil derek

yang seharusnya gratis ternyata tidak. Sedangkan bagi operator, tanpa pendapatan

yang memadai operator tidak bisa memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.

56

Akibatnya ketika kenaikan tarif dilakukan, kenaikan melebihi laju inflasi

yang terjadi. Seperti yang terjadi pada tahun 2010 ketika Jasa Marga hendak

menaikkan tarif tol bandara dan tol Cikampek sebesar 12%. Menurut Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia sebagai pelindung konsumen bahwa laju inflasi

tidak mencapai 12%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi pada

bulan Mei 2010 sebesar 0,29%. Sedangkan laju inflasi Januari-Mei 2010 sebesar

1,44% dan laju inflasi Mei 2010 terhadap Mei 2009 sebesar 4,16%.

Ketidakkonsistenan regulasi akan menyebabkan kerugian bagi kedua belah

pihak, operator sebagai produsen dan pemakai jalan tol sebagai konsumen.

Sehingga diperlukan regulasi yang bisa dijalankan dan menguntungkan kedua

belah pihak. Operator bisa melakukan penaikkan tarif tol sesuai dengan kondisi

dan konsumen bisa mendapatkan pelayanan yang baik sesuai dengan aturan

Standar Pelayanan Minimal (SPM).

4.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan

Jalan Tol di Indonesia

Dalam rangka mempercepat pembangunan jalan tol pemerintah

mengeluarkan beberapa kebijakan yang tersurat dalam Undang-Undang, antara

lain:

4.6.1 Undang-Undang No 38 Tahun 2004

Kebijakan mengenai jalan secara umum tercantum dalam Undang-Undang

No 38 Tahun 2004 ini termasuk mengenai jalan tol. Undang-Undang ini

merupakan pengganti Undang-Undang No 13 Tahun 1980 tentang jalan.

57

Pemberlakuan Undang-Undang ini merupakan awal baru sejarah jalan tol di

Indonesia karena bersamaan denga disahkannya Undang-Undang ini maka

dibentuk pula Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai perpanjangan tangan

pemerintah dalam penyelenggaraan, pengawasan, dan pembinaan jalan tol di

Indonesia.

Penggantian Undang-Undang No 13 tahun 1980 ini dilatarbelakangi oleh

perubahan kondisi Indonesia yang saat ini berada dalam era demokrasi. Selain itu

adanya tuntutan otonomi daerah dan persaingan globalisasi memerlukan suatu

landasan hukum yang dapat mendukung kondisi tersebut. Ada beberapa

perbedaan yang cukup besar antara Undang-Undang No 38 tahun 2004 dengan

Undang-Undang No 13 tahun 1980.

Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain, penentuan ruas jalan tol, tarif

tol, jenis kendaraan bermotor yang melalui jalan tol, dan penggunaan jalan tol

berdasarkan Undang-Undang No 38 tahun 2004 ditentukan dan diputuskan oleh

menteri. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No 13 tahun 1980 hal tersebut

ditentukan oleh presiden dengan masukkan dari menteri. Kemudian mengenai

wewenang penyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol yang bisa diserahkan

kepada BUMN, BUMD, ataupun BUMS secara langsung. Sedangkan UU No 13

tahun 1980 menetapkan bahwa pneyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol hanya

diserahkan kepada BUMN jalan tol atau Jasa Marga.

Pemisahan antara tugas sebagai operator dan regulator juga ditetapkan

dalam Undang-Undang No 38 tahun 2004. Pada Undang-Undang sebelumnya

tugas sebagai operator dan regulator jalan tol dilakukan secara bersamaan oleh

58

Jasa Marga selaku Badan Usaha Milik Negara jalan tol. Namun saat ini, Jasa

Marga hanya berperan sebagai operator murni dan tugas regulator dipegang oleh

Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT.

Undang-Undang No 38 Tahun 2004 ini juga mengatur penyesuaian tarif

tol yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 2001.

Berdasarkan Undang-Undang ini kenaikan tarif tol dilakukan setiap dua tahun

sekali sejak tarif tol terakhir ditetapkan bedasarkan tingkat inflasi wilayah yang

bersangkutan dari Badan Pusat Statistik. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi

pengusaha jalan tol. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur tarif

sebelumnya menetapkan bahwa kenaikan tarif tol dilakukan setiap tiga tahun

sekali dengan kenaikan maksimum 25 persen.

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol pun diatur dalam Undang-

Undang ini sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 1990 pasal 41

yang menetapkan bahwa pengadaan lahan dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan

dalam Undang-Undang yang baru tercantum bahwa dana yang digunakan untuk

pengadaan tanah bisa berasal dari pemerintah maupun dari badan usaha swasta

yang membangun jalan tol. Selama ini ketentuan yang berjalan adalah apabila

dana pengadaan tanah dibiayai oleh pihak swasta maka dihitung sebagai investasi

dan akan diperhitungkan kompensasinya dalam bentuk penambahan panjang

konsesi. Sedangkan jika dana yang dikeluarkan oleh pemerintah, dana tersebut

tidak diperhitungkan dan tidak ada kompensasinya.

Seharusnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah juga harus ada

perhitungan dan kompensasinya karena dana yang sudah dikeluarkan oleh

59

pemerintah berasal dari pinjaman. Sehingga dana yang sudah ada harus kembali

kepada pemerintah melalui pemberian kompensasi yang sesuai.

4.6.2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol

Peraturan pemerintah ini dimaksudkan untuk melaksanakan Undang-

Undang No 38 Tahun 2004 untuk pasal 43 hingga pasal 53 dan pasal 57 yang

berkaitan dengan jalan tol. Peraturan pemerintah ini lebih menegaskan mengenai

aturan penyelenggaraan jalan tol secara keseluruhan hingga mengenai tugas dan

keorganisasian Badan Pengatur Jalan Tol yang memiliki wewenang dalam

penyelenggaraan jalan tol di Indonesia.

Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan sumber pendanaan bagi

pembangunan jalan tol yang berasal dari pemerintah, badan usaha, dan pemerintah

bekerjasama dengan badan usaha. Jalan tol yang didanai oleh pemerintah

sepenuhnya adalah ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tapi belum layak

secara finansial. Ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tapi belum layak secara

finansial juga bisa didanai oleh pemerintah bekerjasama dengan badan usaha.

Sedangkan jalan tol yang didanai oleh swasta adalah jalan tol yang layak secara

ekonomi dan secara finansial.

Pembangunan jalan tol baik yang didanai pemerintah maupun swasta

diatur oleh BPJT sebagai badan usaha yang memiliki kewenangan dalam

penyelenggaraan jalan tol. BPJT merupakan badan non structural yang berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada menteri. Dalam menjalankan

weenangnya BPJT memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:

60

a. merekomendasikan tarif awal dan penyesuaian tarif tol kepada Menteri;

b. melakukan pengambilalihan hak pengusahaan jalan tol yang telah selesai masa

konsesinya dan merekomendasikan pengoperasian selanjutnya kepada Menteri;

c. melakukan pengambilalihan hak sementara pengusahaan jalan tol yang gagal

dalam pelaksanaan konsesi, untuk kemudian dilelangkan kembali

pengusahaannya;

d. melakukan persiapan pengusahaan jalan tol yang meliputi analisa kelayakan

finansial, studi kelayakan, dan penyiapan amdal;

e. melakukan pengadaan investasi jalan tol melalui pelelangan secara transparan

dan terbuka;

f. membantu proses pelaksanaan pembebasan tanah dalam hal kepastian

tersedianya dana yang berasal dari Badan Usaha dan membuat mekanisme

penggunaannya;

g. memonitor pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi serta

pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol yang dilakukan Badan Usaha dan;

h. melakukan pengawasan terhadap Badan Usaha atas pelaksanaan seluruh

kewajiban perjanjian pengusahaan jalan tol dan melaporkannya secara periodik

kepada Menteri.

Berdasarkan Perpres No 15 Tahun 2005 ini penentuan siapa yang akan

membiayai pembangunan jalan tol atau membangun jalan tol ditentukan melalui

proses pelelangan. Secara bagan proses pelelangan ini telah digambarkan

sebelumnya. Prinsip pelelangan ini dilakukan secara terbuka dan transparan oleh

panitia pelelangan yang dibentuk oleh BPJT. Pemenang pelelangan ditentukan

61

berdasarkan evaluasi yang dilakukan dan harus memenuhi criteria yang telah

ditentukan. Pemenang akan disampaikan kepada BPJT yang kemudian kepala

BPJT mengajukan calon pemenang kepada menteri untuk diumumkan sebagai

pemenang lelang.

Pemerintah melalui menteri mengadakan perjanjian pengusahaan jalan

tol dengan Badan Usaha jalan tol. Perjanjian ini berisi aturan dan ketentuan

mengenai proses pengembalian jalan tol beserta fasilitasnya setelah masa konsesi

berakhir. Isi dari perjanjian pengusahaan jalan tol ini melingkupi lingkup

pengusahaan, masa konsesi pengusahaan jalan tol, tarif awal dan formula

penyesuaian tarif, hak dan kewajiban, termasuk risiko yang harus dipikul para

pihak, di mana alokasi risiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko

secara efisien dan seimbang, perubahan masa konsesi, standar kinerja pelayanan

serta prosedur penanganan keluhan masyarakat, sanksi dalam hal para pihak tidak

memenuhi ketentuan perjanjian pengusahaan, penyelesaian sengketa, pemutusan

atau pengakhiran perjanjian pengusahaan, aset penunjang fungsi jalan tol, dan

sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum

Indonesia. Setelah disepakati perjanjian dijalankan hingga masa konsesi berakhir.

Peraturan pemerintah ini menegaskan peran Badan Pengatur Jalan Tol

sebagai wakil pemerintah dalam mengatur pembangunan dan pengusahaan jalan

tol di Indonesia. Selain itu aturan-aturan mengenai pelelangan serta perjanjian

pengusahaan jalan tol juga dijelaskan dalam peraturan pemerintah ini.

62

4.7 Badan Pengatur Jalan Tol

BPJT atau Badan Pengatur Jalan Tol merupakan badan pemerintahan

yang mempunyai wewenang dalam hal pengaturan, pengusahaan, dan pengawasan

dalam bidang jalan tol. BPJT didirikan oleh Menteri berdasarkan Undang-Undang

No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 15

Tahun 2005 tentang Jalan Tol dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No.295/PRT/M/2005 tentang Badan Pengatur Jalan Tol.. Semenjak

didirikannya BPJT pada tahun 2005 maka fungsi Jasa Marga sebagai regulator

berakhir dan dialihkan kepada BPJT. Fungsi Jasa Marga murni hanya sebagai

operator lainnya yang harus mengikuti prosedur yang ada dalam pembangunan

jalan tol.

Visi dari BPJT adalah mewujudkan pengaturan jalan tol yang dapat

meningkatkan peran swasta secara efektif, efisien, terbuka, transparan untuk

percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah. Sedangkan BPJT sebagai

perpanjangan tangan pemerintah mempunyai misi dalam percepatan

pembangunan jalan tol dengan cara meningkatkan iklim yang kondusif bagi badan

usaha untuk berperan dalam investasi jalan tol, meningkatkan kualitas

pembangunan, pelayanan operasi dan pemeliharaan jalan tol melalui pengawasan

yang efektif dan efisien, serta meningkatkan profesionalisme penyelenggara jalan

tol.

Sedangkan tugas dari BPJT sebagai penyelenggara jalan tol meliputi,

pengaturan,pengusahaan, serta pengawasan jalan tol. Cakupan tugas-tugas

tersebut antara lain:

63

a. Pengaturan jalan tol mencakup rekomendasi penentuan tarif awal dan

penyesuaiannya kepada menteri, pengambilalihan jalan tol setelah masa

konsesi berakhir, dan pengoperasian jalan tol selanjutnya.

b. Pengusahaan jalan tol mencakup persiapan pengusahaan jalan tol, pengadaan

investasi, dan pemberian fasilitas pengadaan tanah.

c. Pengawasan jalan tol mencakup pemantauan dan evaluasi pengusahaan jalan

tol serta pengawasan terhadap pelayanan jalan tol.

Pembentukan BPJT merupakan strategi pemerintah dalam rangka

percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia. Melalui pembentukan BPJT

diharapkan minat investor jalan tol meningkat karena aturan mengenai

penyelenggaraan jalan tol yang dibuat lebih objektif dan tidak berpihak pada satu

badan usaha jalan tol.

64

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pendugaan Model dan Pengujian-Pengujian Statistik

Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan jalan tol di Indonesia. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap perkembangan alan tol yang digambarkan dengan panjang jalan

tol digunakan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Ki = αi – α1ppi + α2tki + α3ofi + α4isi + α5jki + α6D1 + εi (3.1)

Ln Ki = αi – α1ln ppi + α2 ln tki + α3 ln ofi + α4 lnisi + α5g lnjki + α6 D1+ εi (3.2)

Fungsi dari perubahan model regresi linear berganda biasa menjadi model

elastisitas seperti model di atas adalah agar dalam interpretasi hasil regresi lebih

mudah dan koefisien dari masing-masing variabel tidak terlalu besar.

Secara teori, keempat variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh

positif terhadap panjang jalan tol. Model yang digunakan terlebih dahulu dari

model yang ada adalah model pada persamaan (3.2). Persamaan regresi yang

diperoleh adalah sebagai berikut:

pjt = - 52.6 + 0.787 pp + 2.65 tk + 0.0225 of - 0.0614 is - 0.050 jk - 0.070

D………5.1

Hasil regresi dengan model pertama yang digunakan menunjukkan bahwa variabel

PDB per Kapita, tenaga kerja, dana pemerintah berpengaruh positif terhadap

panjang jalan tol. Sedangkan untuk variabel investasi swasta, jumlah kendaraan,

dan dummy kebijakan berpengaruh negatif terhadap panjang jalan tol. Dari kelima

variabel bebas yang digunakan hanya variabel PDB per Kapita dan tenaga kerja

65

yang memiliki pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang jalan tol dengan

nilai probabilitas masing-masing 0,028 dan 0,031, lebih kecil dari alpha 5 persen.

Sedangkan variabel lainnya memiliki nilai probabilitas ang lebih besar dari nilai

alpha 5 persen, sehingga bisa disimpulkan variabel-variabel tersebut tidak

berpengaruh secara nyata (Lampiran 1).

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa model yang digunakan memiliki

nilai R2 sebesar 96 persen, artinya model bisa menjelaskan keragaman dengan

faktor-faktor yang ada sebesar 96 persen dan sisanya sebesar 4 persen dijelaskan

oleh faktor-faktor lain di luar model. Nilai ini cukup tinggi untuk menyatakan

bahwa model ini baik. Sedangkan untuk melihat pengaruh variabel eksogen

terhadap variabel endogen secara keseluruhan hasil uji F menunjukkan bahwa

nilai probabilitasnya lebih kecil dari alpha 5 persen, artinya paling sedikit ada satu

varabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.

5.1.1 Uji Normalitas

Asumsi pertama adalah dalam metode OLS galat harus menyebar normal.

Dari uji kenormalan diperoleh bahwa nilai probabilitas sebesar 0,143 lebih besar

dari nilai alpha 5 persen, artinya terima H0 maka dapat disimpulkan bahwa galat

tersebar normal (Lampiran 2)

5.1.2 Uji Heteroskedastisitas

Selanjutnya dilakukan uji heteroskedastisitas untuk memenuhi asumsi

bahwa model memiliki varian yang sama atau homoskedastisitas. Dengan

meregresikan kuadrat residual dengan semua peubah bebas, diperoleh nilai

66

probabilitas untuk semua peubah bebas 0,624 lebih besar dari alpha 5 persen

maka terima H0 artinya homoskedastisitas (Lampiran 3).

5.1.3 Uji Autokolerasi

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu

berkaitan satu sama lainya. Masalah autokorelasi timbul karena adanya kesalahan

residul (kesalahan pengganggu) tidak bebas satu observasi ke observasi lainya. Ada

tidaknya pelanggaran asumsi ini dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Hasil regresi

menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2.01237, artinya tidak terjadi

autokolerasi. (Lampiran 1).

5.1.4 Uji Multikolinearitas

Salah satu ciri terjadinya multikolinearitas adalah hasil regresi

menunjukkan bahwa model memiliki nilai R2 tetapi banyak variabel eksogen yang

tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Dengan menggunakan

minitab juga bisa dilihat dari nilai VIF setiap variabel bebas yang memiliki nilai

lebih dari 10. Selain itu melalui uji korelasi Pearson dapat dilihat hubungan kuat

antara variabel bebas dengan nilai yang mendekati satu.

Melalui uji multikolinearitas ini diketahui bahwa kelima variabel bebas

yang digunakan memiliki hubungan yang sangat kuat. Baik diuji dengan melihat

nilai VIF maupun uji korelasi Pearson dapat disimpulkan bahwa model ini

mengandung multikolinearitas. Nilai VIF dari variabel pp, tenaga kerja, investasi

swasta, dan jumlah kendaraan roda empat lebih masing-masing sebesar 13.4, 48.7,

28.0, dan 62.4 (Lampiran 1). Berdasarkan uji korelasi Pearson juga terlihat bahwa

keempat variabel tersebut memiliki nilai korelasi yang kuat hingga mendekati satu

67

(Lampiran 5). Salah satu cara mengatasi permasalahan multikolinearitas adalah

dengan menggunakan metode Principal omponent Analysis (PCA) atau Analisis

Komponen Utama.

5.2 Pendugaan Model dengan Metode Regresi Komponen Utama

Pelanggaran multikolinearitas dapat diatasi dengan mentransformasi

model dalam bentuk komponen utama. Data awal yang digunakan, ditransformasi

dengan cara dibakukan. Setelah data ditransformasi dengan standarisasi atau

membakukan peubah X menjadi Z dilakukan uji eigenvalue. Sebelum itu data

awal diubah bentuk dalam bentuk logaritma (Lampiran 6). Setelah peubah X

ditransformasi menjadi peubah Z dilakukan uji Eigenanalysis of the Correlation

Matrix untuk mengetahui principal component (PC) mana yang akan digunakan

dalam model PCA ini.

Berdasarkan uji Eigenanalysis of the Correlation Matrix hanya PC 1 yang

memiliki Eigenvalue lebih dari satu (Lampiran 7). Sehingga hanya PC 1 yang

dimasukan dalam regresi komponen utama (W1). ). Dengan demikian komponen

utama pertama yang merupakan kombinasi linear dari Z dapat dinyatakan dalam

persamaan berikut:

W1 = -0.448 Z1 – 0.453 Z2 – 0.163 Z3 – 0.458 Z4 – 0.457 Z5 – 0.387 Z6…...5.2

Kemudian Lnpjt diregresikan dengan terhadap skor komponen utama W1

yang menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut:

Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1………………………………………………………..5.3

68

Hasil regresi menunjukkan bahwa secara nyata skor komponen utama

(W1) berpengaruh terhadap panjang jalan tol karena memiliki nilai probabilitas

0.000 lebih kecil dibandingkan nilai alpha 5 persen, artinya W1 mewakili pp,

tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, dan jumlah kendaraan semua

signifikan (Lampiran 8). Model ini juga memiliki keragaman yang mampu

dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sebesar 86.1 persen sedangkan sisanya

13.9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Untuk memperoleh persamaan penduga dengan menggunakan peubah asli,

maka persamaan 5.3 harus ditransformasi ke peubah asal Lnpjt (Lampiran 9).

Dengan mentransformasi W menjadi Z sehingga diperoleh persamaan regresi

dalam peubah baku sebagai berikut:

Lnpjt = 6.07 + 0.0703 Z1 + 0.0711 Z2 + 0.0256 Z3 + 0.0719 Z4 + 0.0717 Z5

+ 0.0608 Z6……………………………………………………………5.4

Setelah itu dilakukan transformasi Z ke Y untuk memperoleh persamaan

penduga dengan menggunakan peubah asli, maka persamaan di atas

ditransformasi ke peubah asal LnPJT . Transformasi balik ini menghasilkan

persamaan dengan peubah asal, yaitu:

Lnpjt = 4.28 + 0.342 Lnpp + 0.628 Lntk + 0.019 Lnof + 0.067 Lnis + 0.115

Lnjk + 0.135 D……………………………………………………….5.5

Persamaan di atas digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat dan bagaimana hubungannya melalui

proses regresi. Hasil regresi menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai

69

probabilitas kurang dari alpha 5 persen atau nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel,

artinya semua variabel berpengaruh nyata terhadap panjang jalan tol. Semua

variabel juga memiliki hubungan positif dengan panjang jalan tol. Jika terjadi

peningkatan pada variabel-variabel bebas maka akan terjadi peningkatan pula

pada panjang jalan tol (Lampiran 10).

Tabel 10. Hasil Pengolahan Sebelum dan Setelah Multikolinearitas Diatasi oleh PCA

Dependen Variabel PJT

Variabel Hasil Sebelum Diatasi Oleh PCA Hasil Sesudah Diatasi PCA Koefisien t-hitung Koefisien t-hitung

C -52,63 -3,27913 4,28 PDB/Kapita (PP) 0,7870 2,423776 0,01694 20,20259 Tenaga Kerja (TK) 2,654 2,365419 0,017129 36,68095 Dana Pemerintah (OF) 0,02251 1,139747 0,006164 3,159957 Investasi Swasta (IS) -0,06136 -0,68774 0,017318 3,848793 Jumlah Kendaraan Roda Empat atau Lebih (JK)

-0,0497

-0,21478

0,017281 6,682864

Dummy Kebijakan (K) -0,0704 -0,64885 0,014634 9,247674 R-squared 0,96 0,861

Adjusted R-squared 0,945 0,854 F-statistic 63,94 129,71

Prob (F-statistic) 0,000 0,000 *signifikan, t-hitung > t table (α = 5%) = t0.05/2 (23-6-1) = 2.120

Hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi berganda yang

kemudian disempurnakan dengan analisis komponen utama ini menghasilkan

persamaan regresi seperti pada persamaan 5.5 yang digunakan untuk melihat

pengaruh variabel pp, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, dan jumlah

kendaraan bermotor terhadap panjang jalan tol yang mengindikasikan

perkembangan jalan tol. Perbedaan hasil dugaan sebelum dan setelah

multikolinearitas diatasi dengan metode PCA dapat dilihat pada tabel

70

5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di Indonesia

Hasil regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang kemudian

disempurnakan dengan regresi komponen utama menghasilkan persamaan regresi

seperti yang terdapat pada persamaan 5.5. Hasilnya menunjukkan bahwa semua

variabel memiliki koefisien yang positif dan signifikan terhadap panjang jalan tol.

Selain itu keragaman mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sebesar

86,1 persen sedangkan sisanya 13,9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar

model. Sedangkan pengaruh masing-masing variabel terhadap panjang jalan tol

akan dibahas sebagai berikut.

5.3.1 PDB per Kapita

Produk Domestik Bruto per Kapita merupakan indikator tingkat

kesejahteraan masyarakat. Semakin besar nilai PDB per Kapita Indonesia maka

bisa dikatakan semakin sejahtera masyarakat Indonesia. PDB per Kapita ini bisa

dijadikan tolak ukur kesejahteraan masyarakat karena dihitung berdasarkan

jumlah penduduk Indonesia. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga ternyata bisa

mendorong pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan tol.

Dalam penelitian ini PDB per Kapita memiliki pengaruh nyata terhadap

pertambahan panjang jalan tol yang menjadi tolak ukur perkembangan jalan tol di

Indonesia. PDB per Kapita bisa dikatakan berpengaruh nyata karena secara uji

statistik menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dibandingkan t-tabel.

Besaran pengaruh PDB per Kapita terhadap panjang jalan tol dapat digambarkan

oleh koefisien yang memiliki pengaruh positif . Jika PDB per Kapita Indonesia

71

meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus maka panjang jalan tol di Indonesia

akan meningkat sebesar 0,3422 persen atau sebesar 2,6 km.

PDB per Kapita menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan

pertumbuhan ekonomi. Peningkatan PDB per Kapita bisa diakibatkan oleh

semakin tingginya aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, baik

kegiatan produksi, distribusi, maupun konsumsi. Dalam melakukan kegiatan

ekonomi akan terjadi perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya atau

mobilisasi barang, jasa, maupun orang. Jalan merupakan sarana dan prasarana

bagi mobilitas barang dan jasa tersebut. Namun semakin tinggi aktivitas ekonomi

masyarakat maka akan terjadi kepadatan di jalan atau kemacetan. Sehingga akan

mendorong pembangunan jalan tol sebagai jalan alternatif yang bebas hambatan.

Salah satu pembentuk nilai PDB adalah investasi, semakin tinggi investasi

maka akan meningkatkan nilai PDB. Infrastruktur seperti jalan tol merupakan

salah satu pertimbangan bagi investor untuk menanamkan dananya. Meningkatkan

minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia akan mendorong

pembangunan jalan tol. Sehingga peningkatan pada PDB atau PDB per Kapita

akan mendorong perkembangan jalan tol yang digambarkan melalui penambahan

panjang jalan tol.

Di Indonesia pembangunan jalan tol dan infrastruktur fisik lainnya

sebagian dibiayai oleh PDB. Oleh karena itu peran penting PDB dalam

pembangunan infrastruktur seperti jalan tol tidak bisa dikesampingkan. Namun

pada kenyataannya pendanaan pembangunan infrastruktur oleh PDB dari tahun ke

tahun mengalami penurunan. Sehingga pembangunan jalan tol di Indonesia

72

cenderung lambat karena dana yang ada menurun tiap tahunnya meskipun PDB

bukanlah sumber utama pembangunan infrastruktur. Penurunan pendanaan

pembangunan infrastruktur tentu berpengaruh pula pada dana pembangunan jalan

tol yang ikut menurun.

Gambar 6. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur oleh PDB

Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia 2007

Grafik di atas memperlihatkan bahwa sejak tahun 1993 hingga tahun 2002

pendanaan pembangunan infrastruktur oleh PDB cenderung menurun. Pada tahun

1993 sekitar 5.2 persen dari PDB menjadi seumber pembangunan infrastruktur.

Sedangkan pada tahun 2002 hanya sekitar 2.5 persen dari PDB. Hal ini bisa

menjadi salah satu penyebab terlambatnya pembangunan infrastruktur di

Indonesia termasuk pembangunan jalan tol.

5.3.2 Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu indikator perekonomian negara. Dalam

penelitian ini variabel tenaga kerja berpengaruh positif terhadap perkembangan

jalan tol. Peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen, cateris paribus akan

0

1

2

3

4

5

6

73

meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.6283 persen. Pengaruh tenaga kerja

terhadap pembangunan jalan tol ditandai dengan mobilitas pekerja dari satu

tempat ke tempat lainnya. Semakin besar jumlah pekerja maka akan

meningkatkan mobilitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan menyebabkan

kepadatan di jalan.

Kepadatan kendaraan di ruas jalan atau kemacetan akan menyebabkan

ketidaknyamanan, mengurangi keefektifan dalam bekerja, dan memperlambat

aktivitas masyarakat. Waktu sangat membatasi pekerja dalam bekerja sehingga

pekerja memerlukan akses untuk menghemat waktu dalam perjalanan menuju

maupun pulang kerja.

Tabel 11. Jumlah tenaga kerja komuter menurut jenis kelamin dan wilayah, 2008 Wilayah Laki-laki Perempuan Total

Jawa 3.743.335 1.460.060 5.203.395 Jabodetabeka 2.011.229 793.287 2.804.516 Luar Jabodetabeka 1.732.106 666.773 2.398.879 Luar Jawa 1.207.738 497.019 1.704.757 Total 4.951.073 1.957.079 6.908.152 Sumber: Dihitung dari SAKERNAS 2008 Catatan: JABODETABEKA mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang Data di atas menunjukkan bahwa mobilitas tenaga kerja komuter di

Indonesia mencapai hampir sekitar 7 juta orang. Jumlah tenaga kerja komuter

tertinggi terdapat di wilayah JABODETABEK dimana Jakarta sebagai pusat

masyarakat sekitar Jakarta sebagai tempat bekerja. Oleh karena itu tingkat

kemacetan di wilayah ini sangatlah tinggi sehingga peran jalan tol sangat penting

untuk mengurai kemacetan. Karena itu pula pembangunan jalan tol dalam kota

banyak dibangun di wilayah Jakarta. Namun karena padatnya penduduk serta

tingginya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan kemacetan di jalan tol.

74

5.3.3 Dana Pemerintah

Dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

termasuk jalan tol berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah

(APBN) untuk pembangunan rutin sektor dan subsektoral prasarana jalan. Peran

dana pemerintah ini mempengaruhi secara positif dan nyata terhadap

pembangunan jalan tol di Indonesia. Peningkatan dana pemerintah untuk

pembangunan jalan sebesar 1 persen, cateris paribus akan meningkatkan panjang

jalan tol sebesar 0.0194 persen.

Sumber pembiayaan prasarana jalan termasuk didalamnya untuk

pembangunan jalan tol diperoleh dari dana Rupiah Murni (RM) serta pinjaman

Luar Negeri (PLN) bilateral maupun multilateral (Bapenas, 2005). Pembiayaan

melalui dana pemerintah dengan dua komposisi pembiayaan ini cenderung

meningkat dari tahun ke tahun namun terjadi penurunan pada saat krisis melanda

dan terjadi perubahan komposisi pembiayaan setelah krisis melanda.

Tabel 12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah 1999-2003

Klasifikasi Anggaran Tahun Anggaran (Rp Miliar)

1999 2000 2001 2002 2003

1. Anggaran Pembangunan Jalan 5.243,5 1.748.1 2.120 4116.1 4593.6

2. Anggaran Rutin Jalan 35,3 17.1 17.4 19.1 22.1 Sumber : Bappenas, 2003

Tabel 12 merupakan gambaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) untuk anggaran pembangunan dan anggaran rutin subsektoral prasarana

jalan periode 1999-2003. Selama periode tersebut terlihat bahwa anggaran untuk

pembangunan jalan cenderung menurun begitu pula dengan anggaran rutin untuk

75

jalan. Hal ini juga menunjukkan keterbatasan dana pemerintah dalam pendanaan

pembangunan jalan tol.

Gambar 7. Komposisi Pembiayaan Pembangunan Jalan Dalam Dana Pemerintah (Rp. Triliyun)

Sumber: Bappenas, 2003

Gambar 7. menggambarkan peranan komposisi pembiayaan dari APBN

untuk pembangunan prasarana jalan termasuk pembangunan jalan tol. Pembiayaan

dalam Rupiah Murni lebih mendominasi dalam APBN untuk pembangunan

prasaran jalan ini yang terlihat pada tahun 1993 hingga tahun 2002. Namun saat

krisis melanda pada tahun 1997-1998 kedua komposisi pembiayaan ini menurun

dan terjadi perubahan dominasi komposisi pembiayaan. Sebelum tahun 1998,

dana Rupiah Murni (RM) merupakan sumber utama dalam pembangunan

prasarana jalan. Hal ini menggambarkan kemandirian dan kemampuan Negara

dalam membangun infrastruktur jalan tanpa banyak melibatkan Pinjaman Luar

Negeri (PLN).

Kondisi berbeda terjadi setelah krisis moneter melanda pada tahun 1998,

Pinjaman Luar Negeri lebih mendominasi pembiayaan pembangunan jalan. Hal

ini terus berlangsung hingga tahun 2002, kemudian sumber pembiayaan kembali

pada komposisi semula pada tahun 2003. Meskipun begitu pemerintah masih

kekurangan dana untuk pembangunan jalan tol yang menelan biaya besar karena

01234

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

Rp Murni

PLN

76

anggaran pemerintah yang cenderung menurun. Selain itu jalan tol memiliki

spesifikasi yang berbeda dengan jalan umum biasa. Sehingga dalam pembangunan

maupun pemeliharaannya lebih mahal. Oleh karenanya sejak tahun 1987

pemerintah secara terbuka mengundang investor swasta untuk berpartisipasi

dalam pembangunan jalan tol.

5.3.4 Investasi Swasta

Variabel ini menggambarkan besarnya total investasi di Indonesia

termasuk di dalamnya investasi untuk pembangunan jalan tol. Besarnya investasi

swasta ini berpengaruh secara positif dan nyata terhadap panjang jalan tol.

Peningkatan total investasi sebesar 1 persen, cateris paribus akan meningkatkan

panjang jalan tol sebesar 0.6665 persen.

Investasi sangat berperan dan dibutuhkan oleh Indonesia dalam

menghadapi proses pembangunan nasional. Seperti penjelasan di atas, dana yang

dimiliki oleh pemerintah sangat terbatas untuk pembangunan infrastruktur.

Investas swasta bisa menjadi sumber pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur

termasuk jalan tol. Pembangunan jalan tol di Indonesia sudah melibatkan pihak

swasta untuk membiayai jalan tol melalui kerjasama pemerintah-swasta. Bahkan

sejak tahun 1987 pembangunan jalan tol sudah mulai dilakukan dan kini sudah

sekitar 200 km lebih jalan tol yang dibangun dengan biaya dari pihak investor

swasta.

Peningkatan investasi di dalam negeri tentu akan meningkatkan kegiatan

ekonomi. Sehinga mendorong pembangunan jalan tol untuk menjadi prasarana

dalam mobilitas barang dan jasa. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan minat

77

investor mendorong pemerintah untuk membangun jalan tol sebagai pertimbangan

investor dalam menanamkan modalnya.

Namun jika dilihat dari kebutuhan jumlah jalan tol yang dibangun oleh

investor belum mencukupi. Kurangnya ketertarikan pihak swasta untuk ikut

berinvestasi dalam pembangunan jalan tol dikarenakan tingginya resiko pada saat

proses pembangunan jalan tol, yaitu proses pembebasan lahan. Biaya pengadaan

lahan harus ditanggung oleh pihak swasta sedangkan kepastian mengenai

pembebasan lahan tidaklah mudah dan cepat. Sehingga akan menyebabkan biaya

meningkat dan penundaan pembangunan jalan tol.

Ketidakpastian dalam kenaikan tarif tol juga menjadi masalah bagi pihak

investor swasta. Karena tarif tol merupakan pendapatan pihak investor yang akan

mengelola jalan tol. Tanpa pendapatan yang sesuai operator tidak bisa

memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen.

5.3.5 Jumlah Kendaraan Bemotor Roda Empat dan Lebih

Kendaraan bermotor roda empat dan lebih merupakan jenis kendaraan

yang bisa melalui jalan tol. Sehingga jumlah kendaraan roda empat dan lebih

dapat mendorong pembangunan jalan tol. Penelitian ini menunjukkan bahwa

secara positif dan nyata kendaraan roda empat lebih ini mempengaruhi panjang

jaln tol. Peningkatan jumlah kendaraan roda empat dan lebih, cateris paribus

akan meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.1154

Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan menyebabkan kepadatan

kendaraan di jalan. Jalan biasa atau jalan umum yang dibangun tidak mampu

menampung kendaraan yang setiap harinya bertambah. Keadaan ini biasa dialami

78

d kota-kota besar yang aktivitas ekonominya cukup tinggi. Jalan tol menjadi jalan

alternatif untuk mengatasi kemacetan.

Tabel 13. Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Tahun 2000-2008

Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda

Motor Jumlah

2000 3. 038. 913 666.280 1. 707 .134 13. 563.017 18. 975. 344 2001 3. 261. 807 687.770 1. 759. 547 15. 492.148 21. 201. 272 2002 3. 403. 433 714.222 1. 865. 398 17. 002.140 22. 985. 193 2003 3. 885. 228 798.079 2. 047. 022 19. 976.376 26. 706. 705 2004 4 .464. 281 933.199 2. 315. 779 23. 055.834 30. 769. 093 2005 5. 494. 034 1. 184.918 2. 920. 828 28. 556.498 38. 156. 278 2006 6. 615. 104 1. 511.129 3. 541. 800 33. 413.222 45. 081. 255 2007 8. 864. 961 2. 103.423 4. 845. 937 41. 955.128 57. 769. 449 2008 9. 859. 926 2. 583.170 5. 146. 674 47. 683.681 65. 273. 451 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

Tabel 13. memperlihatkan pertambahan jumlah kendaraan yang cukup

tinggi dari tahun ke tahun. Sepeda motor merupakan kendaraan paling banyak dan

mendominasi setelah itu truk, bis, dan mobil penumpang. Jadi bisa disimpulkan

bahwa kendaraan terbanyak di jalan adalah kendaraan roda dua yang juga sebagai

penyebab kemacetan. Oleh karena itu bagi kendaran roda empat diperlukan jalan

yang bebas hambatan.

5.3.6 Dummy Kebijakan

Undang-undang No 38 Tahun 2004 merupakan undang-undang tentang

jalan dan di dalamnya termasuk jalan tol. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan

oleh pemerintah mengenai jalan tol adalah pembentukan Badan Pengatur Jalan

Tol (BPJT) sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mengatur, mengawasi,

serta mengevaluasi pembangunan jalan tol di Indonesia. Berdirinya BPJT berarti

79

berkurangnya peran Jasa Marga sebagai regulator karena sudah diambil alih oleh

BPJT.

Berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa dummy kebijakan ini secara

positif mempengaruhi panjang jalan tol. Penelitian ini menunjukkan bahwa jika

kebijakan ini diterapkan terjadi penambahan panjang jalan tol sebesar 0.1353

persen lebih tinggi dibandingkan jika kebijakan ini belum diterapkan yaitu

sebelum tahun 2005. Pemisahan peran regulator sekaligus operator yang

sebelumnya dipegang oleh Jasa Marga merupakan salah satu usaha pemerintah

dalam rangka percepatan pembangunan jalan tol di Indonesia. Kebijakan ini

membuat Jasa Marga selaku operator jalan tol harus melalui prosedur yang

berlaku jika ingin berinvestasi dalam membangun jalan tol.

Kebijakan ini juga bertujuan agar minat investor semakin tinggi untuk

berinvestasi dalam pembangunan jalan tol. Sebelumnya, investor harus bersaing

dengan Jasa Marga yang juga berperan sebagai regulator sehingga kemungkinan

bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol kecil. Namun

sekarang BPJT yang memegang peranan sebagai regulator

Fungsi Jasa Marga sebagai regulator yang tercantum dalam undang-

undang No 13 Tahun 1980 terlihat kurang berfungsi dan menimbulkan konflik

kepentingan sehingga banyak merugikan Jasa Marga. Selain itu Jasa Marga jika

dilihat dari perspektif bisnis akan cenderung lebih banyak berpihak kepada

fungsinya sebagai operator dan pengusaha jalan tol. Hal ini sesuai dengan maksud

dan tujuan pendirian BUMN yang tertuang dalam UU No 19/2003 tentang

BUMN, dimana PT Jasa Marga adalah Badan Usaha Milik Negara yang harus

80

semaksimal mungkin memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian

nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya serta mengejar

keuntungan.

5.4 Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan jalan tol di

Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu PDB/kapita, tenaga kerja, dana

pemerintah, investasi swasta, kendaraan bermotor roda empat dan lebih, serta

kebijakan pemerintah melalui pemisahan fungsi operator dan regulator pada Jasa

Marga.

PDB/kapita merupakan faktor yang berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Hal ini didukung oleh

studi Copo et.al (2005) melalui studinya mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan jalan tol di Filiphina. Studi ini menunjukkan bahwa

PDB/kapita berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembangunan

jalan di Filiphina. Peningkatan PDB/kapita sebesar 1 satuan maka akan

meningkatkan panjang jalan tol sebesar 0.0046861 km

Selain itu, Queiroz dan Gautam (1992) juga melakukan investigasi

mengenai keterkaitan antara PDB per Kapita dan besarannya dengan infrastruktur.

Cara yang digunakan adalah dengan mengadopsi pengalaman dari beberapa

negara dan perbandingan langsung melalui pendapatan antar negara dengan

memilih variabel yang sesuai.

81

Hasil studi menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur jalan/kapita

dalam suatu negara berpendapatan tinggi, lebih besar dibandingkan dengan negara

berpendapatan sedang. Misalnya, rata-rata kepadatan jalan aspal (km/juta

penduduk) sebesar 170 pada negara berpendapatan rendah. Sedangkan pada

negara berpendapatan sedang rata-rata kepadatan jalan aspalnya sebesar 1660.

Perbedaan besarnya rata-rata kepadatan jalan aspal negara berpendapatan rendah

dengan negara berpendapatan tinggi mencapai lima kali.

Sedangkan Bappenas (2003) melalui studi Perkembangan Lembaga

Keuangan dan Investasi Infrastruktur yang bertujuan untuk memperkirakan

kebutuhan infrastuktur karena adanya perubahan struktur perekonomian dan

peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia dalam periode 2005-2009

menunjukkan bahwa peningkatan PDB/kapita sebesar satu satuan akan

meningkatkan panjang jalan sebesar 0.508 km/1000 penduduk.

Selain itu World Bank (1994) melalui studinya menggambarkan bahwa

keberadaan infrastruktur yang baik akan meningkatkan produktivitas dan

menurunkan biaya produksi. Dalam studinya, World Bank belum bisa

menemukan hubungan yang tepat antara ketersediaan infrastruktur dengan

pertumbuhan ekonomi. Namun hasil studi menunjukkan bahwa peningkatan

ketersediaan kapasitas infrastruktur sebesar satu persen terkait dengan

peningkatan PDB/kapita sebesar satu persen. Hasil penelitian dan studi lainnya

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara peningkatan

PDB/kapita dengan pertumbuhan infrastruktur termasuk jalan tol.

82

Variabel lain yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

perkembangan jalan tol di Indonesia adalah jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi

jumlah tenaga kerja semakin cepat pula perkembangan jalan tol di Indonesia.

Kondisi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Copo et.al (2005) yang

menjelaskan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh secara positif dan nyata

dalam pembangunan jalan nasional di Filiphina. Hal ini diakibatkan adanya

mobilitas tenaga kerja dari wilayah pinggiran ke wilayah pusat. Dengan

menggunakan panel data diketahui bahwa pertambahan jumlah tenaga kerja

sebanyak satu orang akan meningkatkan panjang jalan nasional di Filiphina

sebesar 0.0559 km.

Di Indonesia hal ini biasa terjadi di kota-kota besar seperti kota Jakarta.

Data tahun 1998/1999 mencatat bahwa pada jam-jam puncak setidaknya terdapat

lebih dari 40.000 kendaraan yang melintas di berbagai ruas jalan di Jakarta. Selain

itu, besarnya mobilitas penduduk ke tempat kerja menuju Jakarta yang berasal

dari Bodetabek dan dalam Jakarta sendiri mencapai angka 62,5 persen Pola

pergerakan seperti ini mengakibatkan terbentuknya suatu pola ulang alik atau

commuter antara DKI Jakarta dan Bodetabek. Faktor utama penyebab kemacetan

tersebut adalah adanya kebangkitan penduduk di wilayah Botabek ke wilayah

DKI Jakarta. Pelebaran jalan dan pembangunan jalan tol merupakan salah satu

usaha untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dana pemerintah merupakan

salah satu faktor penting yang berpengaruh secara positif terhadap pembangunan

jalan tol di Indonesia. Hasi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Copo et.al

83

yang menyatakan bahwa peningkatan dana pemerintah sebesar satu satuan akan

meningkatkan panjang jalan di Filiphina sebesar 0.00000353 km.

Laporan World Bank menunjukkan bahwa proporsi besarnya anggaran

pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di negara

berkembang berkisar antara 2 persen-8persen dengan rata-rata sekitar 4 persen

dari PDB. Kemudian untuk rasio investasi pemerintah di bidang infrastruktur

terhadap PDB pada periode 2005-2009 diasumsikan konstan sebesar 2,33 persen

tiap tahunnya. Sedangkan berdasarkan data historis proporsi besarnya anggaran

pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur periode

1990/1991-2002 berkisar 1,4 persen-2,5 persen dari PDB.

Pembiayaan infrastruktur termasuk pembangunan jalan tol dari PDB

cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sehingga menyebabkan keterlambatan

Indonesia dalam pembangunan infrastruktur. Hasil studi Lembaga Penyelidikan

Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FE-

UI) tentang Roadmap Pembangunan Infrastruktur Indonesia; Dampak

Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi, menunjukkan bahwa

jika diperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,93 persen, maka akan terjadi

kenaikan persentase stok jalan sebesar 14 persen atau sepanjang 21.205 kilometer

maka pemerintah harus menyediakan biaya mencapai Rp 29,7 triliun.

Studi tersebut menunjukkan bahwa percepatan pembangunan jalan harus

didukung oleh dana pemerintah yang besar. Namun dengan keterbatasan dana

yang dimiliki apakah pemerintah sanggup memenuhi kebutuhan dana tersebut.

Sehingga kontribusi swasta dalam pembangunan jalan tol melalui tender-tender

84

yang diadakan oleh pemerintah sangat penting demi kelangsungan pembangunan

nasional.

Oleh karena itu investasi swasta khususnya di bidang jalan tol pun

berpengaruh terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa investasi swasta berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap perkembangan jalan tol di Indonesia. Studi World Bank (2004) juga

menyatakan bahwa pembangunan jalan tol sangat penting dalam pembangunan

wilayah namun ketersediaan dana membuat pembangunan jalan tol terhambat.

Keadaan ini bisa diatasi dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta.

Mexico membangun 4000 km jalan tol dengan mengeluarkan biaya sebesar US$

10 miliar sedangkan Malaysia membangun North South Toll Motorway sebesar

US$23 miliar melalui kerangka public private project.

Hal ini sejalan dengan studi Copo et.al (2005) yang menunjukkan bahwa

investasi swasta berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pembangunan jalan

nasional di Filiphina. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya lapangan kerja

akibat peningkatan investasi swasta di Filiphina. Sehingga aktivitas ekonomi

semakin tinggi begitu juga dengan mobilitas tenaga kerja. Selain itu kebutuhan

dana untuk pembangunan jalan terpenuhi sehingga pembangunan jalan dapat

dilakukan. Akibatnya terjadi peningkatan pembangunan jalan sebesar 0.0031376

persen untuk peningkatan investasi swasta sebesar 1 persen.

Selain itu studi Bappenas (2003) menjelaskan adanya hubungan positif dan

pengaruh nyata antara ketersediaan investasi infrastruktur tahun lalu dengan

ketersediaan infrastruktur untuk periode 2005-2009. Peningkatan ketersediaan

85

investasi infrastruktur tahun sebelumnya sebesar satu satuan akan meningkatkan

panjang jalan sebesar 0.500 km/ 1000 penduduk. Melalui studi ini bisa diketahui

kebutuhan investasi untuk menyediakan infrastruktur adalah dengan proyeksi

peningkatan kebutuhan ketersediaan infrastruktur dikali dengan biaya satuan

investasi untuk masing-masing sektor infrastruktur. Kesimpulannya, infrastruktur

jalan termasuk di dalamnya jalan tol dibutuhkan investasi sebesar Rp 177,1

triliyun untuk pembangunan jalan sepanjang 93,7 ribu km.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan jalan tol di

Indonesia dalam penelitian ini adalah jumlah kendaraan bermotor roda empat dan

lebih. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi Copo et.al juga bahwa jumlah

kendaraan bermotor berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pembangunan

jalan nasional di wilayah Filiphina. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor

sebanyak satu satuan akan meningkatkan panjang jalan sebesar 0.0023569 km.

Pembangunan jalan dilakukan akibat dari kepadatan kendaraan di jalan sehingga

diperlukan tambahan panjang jalan tol untuk mengatasi kemacetan.

86

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Jalan tol merupakan salah satu infrastruktur penting dalam pembangunan

nasional. Pembangunan jalan tol di Indonesia masih sangat lambat dibandingkan

Negara-negara lain, termasuk Negara tetangga, Malaysia yang telah membangun

jalan tol sepanjang 1500 km. Keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah

merupakan masalah awal yang dihadapi oleh Indonesia untuk pembangunan jalan

tol sehingga pemerintah melibatkan swasta menjadi partner.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia. Dengan menggunakan

metode OLS hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan jalan tol di

Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini dijelaskan

bahwa PDB per Kapita, tenaga kerja, investasi swasta, dan jumlah kendaraan roda

empat dan lebih berpengaruh secara positif dan nyata terhadap panjang jalan tol.

Kebijakan pemerintah mengenai penetapan Badan Pengatur Jalan Tol sebagai

regulator jalan tol juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan

panjang jalan tol.

6.2 Saran

Pembangunan jalan tol di Indonesia diharapkan bisa berjalan lebih cepat

untuk perekonomian yang lebih baik. Saran yang bisa diberikan penulis antara

lain:

87

1. PDB merupakan salah satu sumber pendanaan pembangunan jalan tol.

Semakin tinggi PDB maka akan semakin besar dana yang dikucurkan untuk

pembangunan jalan tol. Sehingga perlu dilakukan pengembangan terhadap

sektor-sektor ekonomi yang memberi kontribusi tinggi terhadap PDB. Sektor

industri merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB

Indonesia sehingga perlu peran pemerintah untuk mengembangkan sektor

industri Indonesia.

2. Pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor. Hal ini bukan berarti tidak

sejalan dengan pengaruh positif jumlah kendaraan terhadap panjang jalan tol.

Tetapi dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan yang kini bukan hanya

terjadi di jalan umum tetapi di jalan tol juga. Sehingga pembangunan jalan tol

akan terasa percuma jika kemacetan juga terjadi di jalan tol. Ada beberapa

cara yang dapat dilakukan antara lain adalah penerapan pajak progressive bagi

pemilik kendaraan dan menggunakan sistem Electronic Road Pricing (ERP)

bagi jalan yang berpotensi padat kendaraan. Kedua cara ini dilakukan pula di

Negara padat seperti Singapura. ERP merupakan sistem pemungutan

kemacetan dengan membebankan sejumlah biaya kepada pemilik kendaraan

karena akan melewati jalur tertentu sebab kendaraannya berpotensi

menyebabkan kemacetan pada waktu tertentu. Di Indonesia, tepatnya wilayah

Jakarta, sistem ini sudah pernah diwacanakan pada masa pemerintahan

Gubernur Sutiyoso. Sistem ERP sudah mulai dicanangkan di Singapura

semenjak tahun 1975 dan dampaknya adalah hanya sekitar 30% penduduk

88

3. Pemerintah harus dengan segera menyelesaikan pembuatan undang-undang

yang secara spesifik mengatur masalah pengadaan lahan agar tidak terjadi

konflik antara pemilik lahan dan panitia pengadaan lahan dalam hal ini

pemerintah. Hal ini bertujuan agar resiko pengadaan lahan lebih kecil dan

berjalan lebih cepat sehingga investor tidak takut dalam menanamkan

modalnya dan pembangunan jalan tol tidak tertunda-tunda lagi.

4. Mobilitas tenaga kerja yang tinggi namun pembangunan jalan tol yang

berkembang lambat menyebabkan kemacetan di jalan tol. Padahal masyarakat

bersedia menggunakan jalan tol untuk menghindari kemacetan di jalan biasa

yang menyebabkan kerugian secara ekonomi. Sehingga perlu dilakukannya

perbaikan pada angkutan umum masal yang melewati jalan tol, seperti bus

baik secara kualitas maupun kuantitas agar bisa mengangkut tenaga kerja dan

mengurangi kemacetan.

5. Regulasi mengenai tarif lebih dipertegas lagi mengenai besaran dan waktu

pemberlakuannya. Berdasarkan Undang-Undang No 38 Tahun 2004 kenaikan

tarif tol dilaksanakan setiap dua tahun sekali didasarkan tarif lama yang

disesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi. Namun dalam pelaksanaannya

ternyata tidak seperti yang tertera dalam Undang-Undang tersebut karena

banyaknya keluhan dari masyarakat. Akibatnya pendapatan lebih kecil

dibandingkan pengeluaran sehingga operator pun tidak bisa memperbaiki

standar pelayanan minimum kepada pengguna jalan. Selain itu permasalahan

tarif ini akan menurunkan minat investor swasta. Oleh karena itu pemerintah

melalui Badan Pengatur Jalan Tol harus tegas dalam melaksanakan kenaikan

89

tarif tol. Namun sebelum dilakukan peningkatan tarif tol, BPJT harus

mengevaluai Standar Pelayanan Minimum operator jalan tol.

6. Perbankan merupakan sumber dana bagi investor. Keberhasilan investor untuk

untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan tol harus didukung oleh dana

perbankan sebesar 70 persen. Namun pada kenyataannya banyak badan usaha

jalan tol yang tidak dapat meyakinkan perbankan untuk mengucurkan kredit

untuk pembangunan jalan tol. Perbankan di Indonesia tidak tertarik untuk

membiayai proyek yang jangka waktunya panjang. Sedangkan proyek jalan tol

merupakan proyek yang masa pengembalian atau konsesinya panjang hingga

mencapai 30 tahun lebih. Sehingga investor swasta sulit mendapatkan sumber

dana untuk pembangunan jalan tol dan perkembangan jalan tol akan

terhambat. Oleh karena itu perbankan diharapkan dapat mengucurkan kredit

bagi investor jalan tol dengan masa pengembalian yang lebih lama dan tingkat

bunga yang tidak terlalu tinggi agar proses pengembalian kredit kepada

perbankan lancar.

90

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengatur Jalan Tol. 2011. Jaringan Jalan Tol Non Trans Jawa. BPJT, Jakarta www.bpjt.com/jaringanjalantol (3 Januari 2011)

. 2011. Jaringan Jalan Tol Trans Jawa. BPJT,

Jakarta www.bpjt.com/jaringanjalantol (3 Januari 2011) . 2011. Prinsip Dasar Investasi. BPJT, Jakarta

www.bpjt.com/prinsipdasarinvestasi (3 Januari 2011) Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik,

Jakarta Bank Indonesia. 2007. Laporan Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia,

Jakarta. BAPPENAS. 2003. Pengembangan Lembaga Keuangan dan Investasi

Infrastruktur. BAPPENAS, Jakarta Clower, L dan Weinsten, L. 2006. Impacts of Toll Roads Regional Economy:

Suggested Measures. Eastern of Economic Journal vol 30 (3), 393-409 Copo, Esquejo, Garcia, Sarmiento. 2006. A Study About Determinant of Road

Construction in The Philipphines. Working Paper Gujarati, D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika: Jilid Satu. Erlangga, Jakarta

Indriani Latti. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia [skripsi]. Bogor

Irwanto Karya B. 2005. Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus

Infrastruktur Jalan Raya DKI Jakarta) [tesis]. Depok Jasa Marga. 2006. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta

. 2007. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta

. 2008. Laporan Tahunan. Jasa Marga, Jakarta

Kamaluddin, R. 2003. Ekonomi Transportasi: Karakteristik, Teori, dan Kebijakan. Ghalia Indonesia, Jakarta

Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur

Indonesia Sebelum Selama & Pasca Krisis. Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta

91

Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 567/KPTS/M/2010. Jakarta

Kusumo, G. 2005. Road Map Pembangunan Infrastruktur Indonesia: Dampak

Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi [Bisnis Indonesia].http://els.bappenas.go.id/upload/other/Infrastruktur%20irigasi%20paling-BI.htm [8 Agustus 2005]

Lubis, S. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pendapatan Nasional Indonesia

1976-2006 [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Niken, Ardianti. 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pengurangan

Pengangguran di Indonesia 1976-2006 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Pasaribu, M. 2005. The Role of Toll Roads in Promoting Regional Development:

Private Sector Participation: A Case Study of Jabodetabek. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta

www.sustainabledevelopment.org/learning/casbooks/uncrd/pasaribu.pdf Queiroz, C dan Gautam S. 1992. Road Infrastructure and Economic

Development: Some Diagnostic Indicators. The World Bank Working Paper

Republik Indonesia. 1980. Undang-undang No 38 Tahun 1980 Tentang Jalan.

Jakarta Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 Tentang

Jalan. Jakarta Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2006 Tentang

Jalan. Jakarta Simbolon, M. 2003. Ekonomi Transportasi. Ghalia Indonesia, Jakarta

Swan, F dan Helzer, B. Empirical Evidence of Toll Road Traffic Diversion. Journal of Transport Economics and Policy, 33(2), 163-172

The World Bank and Ministry of Construction Japan. 1999. Review of Recent Toll

Road Experience in Selected Countries and Preliminary Tool Kit for Toll Road Development. Asian Toll Road Development Program

Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama [makalah]. Bogor: Institut Pertanian

Bogor World Development Report. 1994. Infrastructure Development.Oxford University

Press

92

Yanuar, Rahmat. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output Serta Dampaknya Terhadap Kesenjangan di Indonesia.[tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor

93

Lampiran 1. Hasil Regresi

Regression Analysis: pjt versus pp, tk, of, is, jk, D The regression equation is pjt = - 52.6 + 0.787 pp + 2.65 tk + 0.0225 of - 0.0614 is - 0.050 jk - 0.070 D Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -52.63 16.05 -3.28 0.005 pp 0.7870 0.3247 2.42 0.028 13.4 tk 2.654 1.122 2.37 0.031 48.7 of 0.02251 0.01975 1.14 0.271 2.0 is -0.06136 0.08922 -0.69 0.501 28.0 jk -0.0497 0.2314 -0.21 0.833 62.4 D -0.0704 0.1085 -0.65 0.526 7.2 S = 0.0853645 R-Sq = 96.0% R-Sq(adj) = 94.5%

Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 2.79576 0.46596 63.94 0.000 Residual Error 16 0.11659 0.00729 Total 22 2.91236 Source DF Seq SS pp 1 2.62277 tk 1 0.10040 of 1 0.04205 is 1 0.01955 jk 1 0.00792 D 1 0.00307 Durbin-Watson statistic = 2.01237

94

Lampiran 2. Uji Normalitas

RESI1

Perc

ent

0.20.10.0-0.1-0.2

99

95

90

80

70

605040

30

20

10

5

1

Mean

0.143

3.205166E-15StDev 0.07280N 23KS 0.157P-Value

Kenormalan

Lampiran 3. Uji Heteroskedastisitas

Regression Analysis: absresid versus pp, tk, of, is, jk, D The regression equation is absresid = - 1.02 + 0.036 pp + 0.101 tk - 0.0097 of - 0.0318 is + 0.000 jk + 0.0036 D Predictor Coef SE Coef T P Constant -1.019 9.193 -0.11 0.913 pp 0.0359 0.1860 0.19 0.849 tk 0.1008 0.6427 0.16 0.877 of -0.00973 0.01132 -0.86 0.403 is -0.03177 0.05112 -0.62 0.543 jk 0.0001 0.1326 0.00 1.000 D 0.00358 0.06216 0.06 0.955 S = 0.0489082 R-Sq = 21.8% R-Sq(adj) = 0.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 0.010640 0.001773 0.74 0.624 Residual Error 16 0.038272 0.002392 Total 22 0.048912

95

Lampiran 4. Uji Autokorelasi

Durbin-Watson statistic = 2.01237

Lampiran 5. Uji Multikolinearitas

Correlations: pjt, pp, tk, of, is, jk, D pjt pp tk of is jk pp 0.949 0.000 tk 0.962 0.957 0.000 0.000 of 0.472 0.351 0.380 0.023 0.101 0.074 is 0.911 0.948 0.968 0.297 0.000 0.000 0.000 0.169 jk 0.890 0.935 0.960 0.214 0.972 0.000 0.000 0.000 0.327 0.000 D 0.610 0.711 0.716 0.075 0.795 0.846 0.002 0.000 0.000 0.734 0.000 0.000 Cell Contents: Pearson correlation P-Value Lampiran 6. Standarisasi Data

Lnpjt Lngdp Lntk Lnof Lnis Lnjk D

5.265278 15.31892 18.06974 27.08802 31.32603 14.70224 0

5.288267 15.35452 18.10346 27.89339 31.48102 14.67056 0

5.598422 15.40644 18.11177 27.95332 31.77609 14.75924 0

5.648974 15.47249 18.14428 28.14713 31.96433 14.84729 0

5.7301 15.52254 18.1518 28.52064 32.11595 14.9428 0

5.872118 15.56832 18.17884 28.64886 32.24806 14.9963 0

5.902633 15.61777 18.18749 30.85894 32.20793 15.04792 0

5.955837 15.6743 18.22269 28.79137 32.40768 15.14891 0

96

6.023448 15.73741 18.19891 28.73877 32.60857 15.23427 0

6.066108 15.79731 18.26638 30.55503 32.72755 15.30601 0

6.156979 15.82806 18.28199 28.81023 32.92584 15.38399 0

6.244167 15.67236 18.28913 28.65468 32.70824 15.4215 0

6.244167 15.66546 18.30209 31.13658 32.45942 15.45858 0

6.244167 15.72875 18.31352 31.1949 33.36489 15.50419 0

6.244167 15.751 18.32425 30.93732 33.54741 15.55758 0

6.248043 15.78159 18.33346 27.96068 33.59703 15.60444 0

6.261492 15.81503 18.34607 30.72487 33.8761 15.72213 0

6.300786 15.85094 18.35584 30.94217 33.9451 15.85845 1

6.380123 15.89039 18.36884 30.89568 34.17612 16.07725 1

6.40688 15.93086 18.37419 29.25241 34.3741 16.27236 1

6.44572 15.97947 18.41998 28.57427 34.52383 16.57643 1

6.44572 16.02488 18.44589 27.72792 34.85886 16.68283 1

6.629984 16.05642 18.46824 29.2014 34.88179 16.7214 1

Data Standarisasi

pjt Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 5.265278 -1.92735 -1.78795 -1.66059 -1.59614 -1.28381 -0.58103 5.288267 -1.75414 -1.49006 -1.04765 -1.45247 -1.3348 -0.58103 5.598422 -1.50147 -1.41659 -1.00204 -1.17895 -1.19206 -0.58103 5.648974 -1.1801 -1.12942 -0.85453 -1.00445 -1.05034 -0.58103

5.7301 -0.93656 -1.06301 -0.57027 -0.8639 -0.89662 -0.58103 5.872118 -0.71381 -0.82408 -0.47269 -0.74144 -0.8105 -0.58103 5.902633 -0.47319 -0.74765 1.20934 -0.77865 -0.72742 -0.58103 5.955837 -0.19809 -0.43668 -0.36422 -0.59348 -0.56486 -0.58103 6.023448 0.10901 -0.64678 -0.40426 -0.40726 -0.42747 -0.58103 6.066108 0.40049 -0.05079 0.97805 -0.29697 -0.31201 -0.58103 6.156979 0.55011 0.08716 -0.34987 -0.11316 -0.1865 -0.58103 6.244167 -0.20753 0.15025 -0.46825 -0.31487 -0.12612 -0.58103 6.244167 -0.24113 0.2647 1.42064 -0.54552 -0.06644 -0.58103 6.244167 0.06686 0.36567 1.46503 0.29383 0.00698 -0.58103 6.244167 0.17513 0.46051 1.269 0.46302 0.09291 -0.58103 6.248043 0.324 0.54184 -0.99644 0.50902 0.16834 -0.58103 6.261492 0.48667 0.6533 1.10731 0.76771 0.35777 -0.58103 6.300786 0.66143 0.73961 1.27268 0.83167 0.57718 1.64625 6.380123 0.85341 0.85444 1.2373 1.04583 0.92935 1.64625

6.40688 1.05032 0.90165 -0.01334 1.22935 1.2434 1.64625 6.44572 1.28684 1.30624 -0.52945 1.36814 1.73281 1.64625 6.44572 1.50782 1.53509 -1.17358 1.67871 1.90407 1.64625

6.629984 1.66129 1.73255 -0.05216 1.69997 1.96614 1.64625

97

Lampiran 7. Penentuan Skor Komponen Utama

Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 4.6347 0.9773 0.2988 0.0529 0.0263 0.0100 Proportion 0.772 0.163 0.050 0.009 0.004 0.002 Cumulative 0.772 0.935 0.985 0.994 0.998 1.000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 Z1 -0.448 0.049 0.331 -0.829 0.018 0.017 Z2 -0.453 0.072 0.295 0.388 0.396 0.628 Z3 -0.163 0.931 -0.312 0.016 0.003 -0.090 Z4 -0.458 -0.039 0.139 0.281 -0.830 -0.041 Z5 -0.457 -0.139 0.055 0.254 0.390 -0.743 Z6 -0.387 -0.323 -0.827 -0.135 0.034 0.208 Lampiran 8. Regresi Komponen Utama Regression Analysis: pjt versus W1 The regression equation is Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1 Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.06972 0.02899 209.40 0.000 W1 -0.15679 0.01377 -11.39 0.000 S = 0.139011 R-Sq = 86.1% R-Sq(adj) = 85.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2.5066 2.5066 129.71 0.000 Residual Error 21 0.4058 0.0193 Total 22 2.9124

98

Lampiran 9. Transformasi Peubah Asal Transformasi ke Z

Lnpjt = 6.07 - 0.157 W1 Lnpjt = 6.07 - 0.157 (-0.448 Z1 -0.453 Z2 -0.163 Z3 -0.458 Z4 -0.457 Z5 -0.387 Z6 ) Lnpjt = 6.07 + 0.0703 Z1 + 0.0711 Z2 + 0.0256 Z3 + 0.0719 Z4 + 0.0717 Z5 + 0.0608 Z6 Transformasi dari Z ke X

Lnpjt = 6.07 + 0.0703

1

11

SXX + 0.0711

2

22

SXX + 0.0256

3

33

SXX +

0.0719

4

44

SXX + 0.0717

5

55

SXX + 0.0608

6

66

SXX

Lnpjt = 6.07 + 0.0703

0.20615.7151X

+ 0.0711

0.113272.182X

+ 0.0256

1.31429.2703X

+ 0.0719

1.07933.0484X

+ 0.0717

0.62115.5005X

+ 0.0608

0.4490.2616X

Lnpjt = 4.28 + 0.342 PP + 0.628 TK + 0.019 OF + 0.067 IS + 0.115 JK + 0.135 DK Lnpjt = 4.28 + 0.342 Lnpp + 0.628 Lntk + 0.019 Lnof + 0.067 Lnis + 0.115 Lnjk + 0.135 D Lampiran 10. Uji Signifikansi

simpangan

baku koefisien t-hitung Keterangan Lnpp 0.01694 0.342237 20.20259 Signifikan Lntk 0.017129 0.62832 36.68095 Signifikan Lnof 0.006164 0.019477 3.159957 Signifikan Lnis 0.017318 0.066655 3.848793 Signifikan Lnjk 0.017281 0.115484 6.682864 Signifikan D 0.014634 0.135327 9.247674 Signifikan

t table (α = 5%)= tα/2( n-k-1) = t0.05/2 (23-6-1) = 2.120