18
35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN [Physicochemical characteristics of modified banana flour by fermentation and autoclaving-cooling cycles] ABSTRAK Kajian tentang karakteristik fisikokimia antara tepung pisang alami dan tepung pisang modifikasi dilakukan pada pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica). Tepung pisang alami (kontrol) dihasilkan dengan mengeringkan irisan pisang, menghancurkan dan mengayak tepung dengan ayakan 80 mesh. Tepung pisang modifikasi dihasilkan dengan cara irisan pisang diberi perlakuan fermentasi spontan (suhu kamar, 24 jam) dilanjutkan dengan satu atau dua siklus pemanasan bertekanan (121 o C, 15 menit) yang diikuti dengan pendinginan (4 o C, 24 jam) sebelum dilakukan proses pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri asam laktat tumbuh mendominasi hingga mencapai 10 6 CFU/ml selama fermentasi spontan pisang. Modifikasi proses mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung pisang. Fermentasi meningkatkan kadar amilosa. Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan meningkatkan pati resisten (RS) tepung pisang dengan nyata (28.88% bk) dibandingkan dengan yang satu siklus (24.72 bk). Proses pemanasan bertekanan-pendinginan merusak granula pati dan menurunkan kristalinitas tepung pisang dari 18.74-20.08% menjadi 6.98-9.52%. Difraksi sinar X menunjukkan granula pati pisang adalah granula tipe C yang merupakan campuran dari granula tipe A dan tipe B. ABSTRACT Studies on the physicochemical characteristics on the native banana flour and modified banana flour were carried out on “agung var semeru” banana (Musa paradisiaca formatypica). Native banana flour was produced by drying the banana slice, ground and passed through a 80 mesh screen. Modified banana flour were produced by spontaneous fermentation (room temperature, 24 h) and one or two cycles of autoclaving (121 o C, 15 min) followed by cooling (4 o C, 24 h)of the slices before drying process. The results showed that lactic acid bacteria were the dominating bacteria up to 10 6 CFU/ml during spontaneous fermentation of banana slices. The modification processes influenced physicochemical characteristics of banana flour. Spontaneous fermentation increased amylose content. Two cycles of autoclaving-cooling significantly increased resistant starch content of banana flour (28.88 db) than the one cycle (24.72 db). Retrogradation process destroyed the granules and decreased the crystalinity from 18.74% - 20.08% to 6.98% - 9.52%. X-ray diffraction showed that the starch granule was type C granule as a mixture of A and B polymorphs.

4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

35

4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN

SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN [Physicochemical characteristics of modified banana flour by fermentation and

autoclaving-cooling cycles]

ABSTRAK Kajian tentang karakteristik fisikokimia antara tepung pisang alami dan

tepung pisang modifikasi dilakukan pada pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica). Tepung pisang alami (kontrol) dihasilkan dengan mengeringkan irisan pisang, menghancurkan dan mengayak tepung dengan ayakan 80 mesh. Tepung pisang modifikasi dihasilkan dengan cara irisan pisang diberi perlakuan fermentasi spontan (suhu kamar, 24 jam) dilanjutkan dengan satu atau dua siklus pemanasan bertekanan (121 oC, 15 menit) yang diikuti dengan pendinginan (4 oC, 24 jam) sebelum dilakukan proses pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri asam laktat tumbuh mendominasi hingga mencapai 106 CFU/ml selama fermentasi spontan pisang. Modifikasi proses mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung pisang. Fermentasi meningkatkan kadar amilosa. Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan meningkatkan pati resisten (RS) tepung pisang dengan nyata (28.88% bk) dibandingkan dengan yang satu siklus (24.72 bk). Proses pemanasan bertekanan-pendinginan merusak granula pati dan menurunkan kristalinitas tepung pisang dari 18.74-20.08% menjadi 6.98-9.52%. Difraksi sinar X menunjukkan granula pati pisang adalah granula tipe C yang merupakan campuran dari granula tipe A dan tipe B.

ABSTRACT Studies on the physicochemical characteristics on the native banana flour

and modified banana flour were carried out on “agung var semeru” banana (Musa paradisiaca formatypica). Native banana flour was produced by drying the banana slice, ground and passed through a 80 mesh screen. Modified banana flour were produced by spontaneous fermentation (room temperature, 24 h) and one or two cycles of autoclaving (121 oC, 15 min) followed by cooling (4 oC, 24 h)of the slices before drying process. The results showed that lactic acid bacteria were the dominating bacteria up to 106 CFU/ml during spontaneous fermentation of banana slices. The modification processes influenced physicochemical characteristics of banana flour. Spontaneous fermentation increased amylose content. Two cycles of autoclaving-cooling significantly increased resistant starch content of banana flour (28.88 db) than the one cycle (24.72 db). Retrogradation process destroyed the granules and decreased the crystalinity from 18.74% - 20.08% to 6.98% - 9.52%. X-ray diffraction showed that the starch granule was type C granule as a mixture of A and B polymorphs.

Page 2: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

36

Keywords: Musa paradisiaca formatypica, spontaneous fermentation, autoclaving-cooling process.

PENDAHULUAN

Pisang merupakan salah satu bahan pangan yang sebagian besar terdiri atas

karbohidrat terutama pati. Pisang dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu: pisang

jenis banana yang dimakan dalam keadaan segar setelah buahnya masak, pisang

jenis plantain yang dimakan setelah diolah, pisang berbiji yang dimanfaatkan

daunnya dan pisang yang diambil seratnya. Salah satu jenis plantain yaitu pisang

var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) yang banyak dibudidayakan di

Kabupaten Lumajang Jawa Timur dengan produktivitas mencapai lebih dari 57

ribu ton per tahun (RPJM Deptan Lumajang 2009).

Tepung pisang cukup prospektif untuk dikembangkan sebagai pangan

fungsional. Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung di antaranya yaitu lebih

tahan disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis

untuk diversifikasi produk olahan, mampu memberikan nilai tambah buah pisang,

mampu meningkatkan nilai gizi buah melalui proses fortifikasi selama

pengolahan, dan menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri

pedesaan. Teknologi pengolahan tepung pisang secara konvensional dilakukan

dengan mengeringkan buah pisang mentah yang selanjutnya dihancurkan dan

diayak dengan ukuran mesh 60-100 (Deptan 2009).

Modifikasi proses pada pati pisang telah banyak dilakukan untuk

meningkatkan kadar pati resisten (resistant starch/RS). Pati yang diotoklaf pada

suhu 121 oC selama 1 jam diikuti dengan pendinginan 4 oC selama 24 jam dan

diulang sebanyak tiga siklus mampu meningkatkan kadar RS dari 1.51% menjadi

16.02% (Saguilan et al. 2005). Soto et al. (2004) juga melakukan modifikasi pati

pisang untuk meningkatkan kadar RS dengan menggunakan metode debranching

oleh enzim pululanase yang dikombinasi dengan pemanasan otoklaf dan

pendinginan.

Page 3: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

37

Modifikasi proses pada tepung pisang telah dilakukan oleh Tribess et al.

(2009) untuk meningkatkan kadar RS selama proses pengeringan chip pisang

dengan mengatur kecepatan udara (0.6 - 1.4 m/detik pada suhu 55 oC). Jenie et al.

(2009) melaporkan bahwa fermentasi spontan irisan pisang yang dikombinasi

dengan satu siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan

kandungan RS tepung pisang lebih dari 17% berat kering (hampir dua kali).

Pengaruh dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan setelah proses fermentasi

belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

karakteristik fisikokimia tepung pisang yang dihasilkan melalui proses modifikasi

secara fermentasi spontan yang dikombinasi dengan satu atau dua siklus

pemanasan bertekanan-pendinginan dalam upaya meningkatkan kadar RS.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) diperoleh dari

Desa Burno dan Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang

Propinsi Jawa Timur. Pisang dipanen pada minggu ke 16 dari awal pembungaan

dengan tingkat kematangan tahap 1 yaitu pisang tua dengan kulit hijau merata.

Metode

Pembuatan Tepung Pisang Modifikasi melalui Fermentasi Spontan dan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan

Pisang diiris dengan ketebalan ± 5mm, selanjutnya direndam dalam akuades

steril (3:4) dan difermentasi selama 24 jam pada suhu kamar. Pisang yang sudah

difermentasi selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diberi pemanasan bertekanan

dengan menggunakan otoklaf (121 oC, 15 menit) yang dilanjutkan dengan

pendinginan (4 oC, 24 jam). Proses pemanasan bertekanan-pendinginan dilakukan

sebanyak satu dan dua siklus. Selanjutnya pisang dikeringkan (50 oC, 16 jam) dan

dihaluskan serta diayak dengan ayakan mesh 80. Tepung pisang kontrol dibuat

Page 4: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

38

dari irisan pisang yang langsung dikeringkan dan dihaluskan serta diayak tanpa

proses modifikasi. Perlakuan diulang sebanyak dua kali dengan dua kali ulangan

teknik sampling bahan baku di lahan budidaya pisang var agung semeru.

Pengamatan Populasi Mikroba Selama Fermentasi Spontan

Selama fermentasi spontan irisan pisang dilakukan pengamatan jumlah

mikroba untuk mengetahui populasi kapang, khamir, bakteri pendegradasi pati,

bakteri asam laktat, total bakteri, pH dan jumlah asam laktat tertitrasi. Sebanyak

10 mL cairan fermentasi pisang diambil secara periodik pada jam pada jam ke-0,

12 dan 24, selanjutnya ditambah dengan 90 ml akuades steril dan dilakukan

pengenceran berseri. Tiga seri hasil pengenceran dipipet sebanyak 1 mL dan

dilakukan pemupukan metode tuang pada media Potato Dextrose Agar (PDA)

yang mengandung 10% asam tartarat dengan inkubasi suhu kamar untuk kapang,

pada media PDA dengan inkubasi suhu 40 oC untuk khamir, pada media de Mann

Rogosa Sharp Agar (MRSA) dengan inkubasi suhu 37 oC untuk bakteri asam

laktat, pada media Starch Agar (SA) dengan inkubasi suhu 37 oC untuk bakteri

pendegradasi pati, dan pada media Nutrient Agar (NA) dengan inkubasi suhu 37 oC untuk total bakteri yang masing-masing diinkubasi selama 48-72 jam. Nilai pH

diukur dengan menggunakan pHmeter, sedangkan total asam laktat ditentukan

dengan menggunakan metode titrimetri.

Analisis Komposisi Kimia

Tepung pisang dianalisis kadar air, abu, protein, lemak dan kadar

karbohidrat (AOAC 1999). Selain itu juga dilakukan analisis kadar pati, amilosa

dan daya cerna pati (AACC 2000).

Analisis Komposisi Pati (RDS, SDS dan RS)

Komposisi pati yang meliputi kadar pati tercerna cepat (rapid digestable

starch/RDS), pati tercerna lambat (slowly digestable starch/SDS) dan pati resisten

Page 5: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

39

(resistant starch/RS) ditentukan dengan menggunakan metode Englyst et al.

(1992). Tepung pisang sebanyak 1 g ditempatkan dalam tabung sentrifus. Sampel

dicuci menggunakan 8 ml etanol 80% selanjutnya disentrifus pada kecepatan 554

× g selama 10 menit dan diulang dua kali. Residu yang merupakan pati ditambah

20 mL buffer sodium asetat (0.1M pH 5.2), selanjutnya dididihkan dalam

penangas air selama 30 menit. Sampel didinginkan dan ditambah 5 mL larutan

enzim yang mengandung ekstrak pankreatin dan amiloglukosidase. Larutan enzim

disiapkan dengan cara mensuspensikan 3.0 g pankreatin (Sigma, Cat. No. P7545)

ke dalam 20 mL air deionisasi, selanjutnya distirer selama10 menit pada suhu

ruang dan disentrifus pada 1500 g selama 10 menit. Sebanyak 13.5 mL supernatan

pankreatin ditambah amiloglukosidase 210 U (Sigma Cat. No. A7095) dan 1.25

mL air deionisasi. Selanjutnya sampel diinkubasi dalam inkubator bergoyang pada

suhu 37 oC selama 30 menit untuk menentukan kadar pati cepat tercerna (RDS)

dan 120 menit untuk pati lambat tercerna (SDS). Jumlah gula hasil hidrolisis pati

diukur dengan menggunakan metode DNS. Kadar pati resisten dihitung sebagai

jumlah pati dikurangi jumlah pati yang terhidrolisis dengan penjabaran rumus

sebagai berikut:

Kadar pati resisten = [(pati-RDS-SDS)/pati] x 100%

Pengamatan Granula Pati

Pati pisang (0.1 g) disuspensikan dalam 1 mL akuades kemudian

diambil dua tetes dan ditempatkan pada kaca preparat. Struktur granula

diamati dengan menggunakan mikroskop polarisasi (Olympus C-35AD-4

Japan) pada perbesaran 400 kali (Santiago et al. 2004).

Analisis Kristalinitas

Tepung pisang disetimbangkan dalam wadah RH 100% pada suhu ruang

selama 24 jam. Difraktogram sinar X tepung pisang ditentukan dengan

difraktometer sinar X Shimadzu XRD-7000 Maxima. Daerah scanning dimulai

Page 6: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

40

dari sudut difraksi 5o sampai 40o dengan ukuran 0.02o, 0.6 detik pada radiasi Cu,

40 kV, 30 mA (Waliszewski et al. 2003; Soto et al. 2007). Tingkat kristalinitas

tepung pisang ditentukan dengan menghitung luas area grafik landai (smooth)

dibagi dengan luas area utuh.

Analisis Statistik

Data dianalisis menggunakan prosedur Analysis of Variance (ANOVA).

Untuk mengetahui adanya perbedaan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil pada

taraf uji 5% (p ≤ 0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Mikroba, pH dan Total Asam Laktat selama Fermentasi Spontan

Populasi mikroba yang tumbuh selama fermentasi spontan pisang var

agung semeru disajikan pada Gambar 4.1. Mikroba yang tumbuh selama 24 jam

fermentasi spontan pisang mentah adalah bakteri yang lebih didominasi oleh

bakteri asam laktat (BAL), sedangkan khamir dan kapang tidak tumbuh hingga

fermentasi 24 jam.

Gambar 4.1 Populasi ( ) bakteri pendegradasi pati; ( ) bakteri asam laktat dan

( ) total bakteri selama fermentasi spontan pisang

0123456789

0 12 24

Log

Bak

teri

(CFU

/ml)

Lama Fermentasi (Jam)

Page 7: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

41

Populasi bakteri meningkat selama fermentasi hingga jam ke-24. Populasi

BAL hingga jam ke-24 sekitar 6 log CFU/mL. Abdillah (2010) melaporkan bahwa

fermentasi spontan pisang hingga jam ke-100 juga didominasi oleh BAL. Reddy

et al. (2008) menjelaskan BAL mampu tumbuh pada bahan pangan berpati karena

dapat menghasilkan enzim amilase untuk mendegradasi pati menjadi glukosa

sebagai sumber karbon selama pertumbuhannya. BAL tersebut dikenal sebagai

bakteri asam laktat amilolitik. Pada penelitian ini diduga BAL yang berperan

dalam fermentasi pisang adalah BAL amilolitik karena jumlah bakteri

pendegradasi pati mengalami peningkatan hingga pengamatan jam ke-24.

Peningkatan jumlah BAL selama fermentasi seiring dengan terjadinya

penurunan pH dari pH awal 6.36 menjadi pH 5.36 pada jam ke-24. Penurunan pH

tersebut disebabkan oleh metabolit yang dihasilkan BAL yaitu asam laktat atau

asam organik lainnya. Selama fermentasi pisang, produksi asam laktat meningkat

hingga mencapai 0.11% (Tabel 4.1). Vishnu et al. (2006) melaporkan bahwa

beberapa strain Lactobacillus spp mampu secara langsung memfermentasi

karbohidrat menjadi asam laktat.

Tabel 4.1 Nilai pH, konsentrasi asam laktat selama fermentasi spontan pisang

Lama Fermentasi (Jam) pH Asam Laktat Tertitrasi (% mL/mL)

0 6.36 ± 0.08 0.02 ± 0.00

12 6.12 ± 0.10 0.04 ± 0.00

24 5.36 ± 0.24 0.11 ± 0.01

Asam laktat merupakan asam organik yang tidak menguap pada suhu kamar

dan dapat berperan sebagai antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan

bakteri lain. FDA USA juga telah mengklasifikasikan asam laktat ke dalam GRAS

(Generally Recognized As Safe) untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan

dan kepentingan lain seperti sebagai pengawet produk pangan (Datta & Henry

2006).

Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL diduga dapat bereaksi dengan pati

pisang sehingga membentuk kopolimer pati-asam laktat. Gong et al. (2006)

Page 8: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

42

menjelaskan bahwa kopolimer pati-asam laktat dapat menurunkan reaktivitas

gugus hidroksil pada unit glukopiranosa pati yaitu pada C6, C3 dan C2 sehingga

pati menjadi lebih resisten terhadap enzim pencernaan.

Fermentasi selama 24 jam tidak menyebabkan perubahan pada tekstur irisan

pisang. Abdillah (2010) melaporkan fermentasi pisang lebih dari 24 jam

menghasilkan tektur yang lebih lunak akibat degradasi oleh mikroba dan terjadi

kehilangan rendemen hingga mencapai lebih dari 30%.

Komposisi Kimia Tepung Pisang

Pengaruh fermentasi dan retrogradasi terhadap komposisi kimia tepung

pisang disajikan pada Tabel 4.2. Tepung pisang hasil fermentasi memiliki kadar

abu, dan karbohidrat lebih rendah daripada tepung pisang tanpa modifikasi

(kontrol), sedangkan kadar lemak dan protein tepung pisang modifikasi tidak

berbeda nyata dengan tepung pisang kontrol.

Tabel 4.2 Pengaruh fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekanan- pendinginan terhadap komposisi kimia tepung pisang

Komposisi (% bb)

Tanpa Fermentasi Spontan Fermentasi Spontan

Tanpa PBP Satu Siklus PBP

Dua Siklus PBP Tanpa PBP Satu Siklus

PBP Dua Siklus

PBP

Kadar Air 5.07 ± 0.05f 7.18 ± 0.06d 6.71 ± 0.02e 7.77 ± 0.03c 8.05 ± 0.07b 9.72 ± 0.03a

Abu 2.18 ± 0.05a 1.99 ± 0.04b 1.84 ± 0.04c 1.77 ± 0.01d 1.60 ± 0.02f 1.68 ± 0.01e

Lemak 1.02 ± 0.03a 1.05 ± 0.01a 1.07 ± 0.06a 1.09 ± 0.06a 1.01 ± 0.01a 1.07 ± 0.04a

Protein 1.99 ± 0.03a 2.08 ± 0.06a 2.04 ± 0.06a 1.89 ± 0.04a 1.93 ± 0.03a 1.86 ± 0.04a

Karbohidrat 88.76± 0.06a 87.64 ±0.02c 88.32 ± 0.05b 87.47 ± .003d 87.46 ± 0.08d 85.66 ± 0.03e

PBP = Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf uji ≤ 0.05

Modifikasi proses fermentasi pisang dan pemanasan bertekanan-

pendinginan menyebabkan penurunan kadar karbohidrat. Hal ini diduga karena

mikroba yang tumbuh sudah memanfaatkan komponen karbohidrat sebagai

sumber karbon bagi pertumbuhannya. Selama proses pemanasan bertekanan pati

pecah dan tergelatinisasi, selanjutnya amilosa akan teretrogradasi pada saat

Page 9: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

43

pendinginan. Proses pengeringan juga menyebabkan pati mengalami reaksi

pencoklatan sehingga dapat mengurangi kandungan karbohidrat tepung pisang.

Pemanasan suhu tinggi dan pengeringan dalam oven dapat menyebabkan

terbentuknya komponen pirodekstrin dari karbohidrat (Carrera et al. 2007).

Tabel 4.3 Pengaruh fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekanan- pendinginan terhadap komposisi pati dan daya cerna tepung pisang

Komposisi (% bk)

Tanpa Fermentasi Spontan Fermentasi Spontan

Tanpa PBP Satu Siklus PBP

Dua Siklus PBP Tanpa PBP Satu Siklus

PBP Dua Siklus

PBP

Pati1 70.16±0.12a 69.86±0.03a 67.12±0.86d 69.79±0.14a 68.80±0.40b 67.67± 0.52c

Amilosa2 13.56±0.05f 14.10±0.06e 14.52± 0.01d 15.44±0.01c 15.66±0.04b 16.54± 0.03a

RDS2 38.15±0.05a 23.84±0.34c 21.53±0.07d 32.64±0.16b 23.99± 0.11c 18.26± 0.33e

SDS2 24.66±0.01c 26.03±0.28b 19.42±0.14d 32.80±0.35a 17.51± 0.11f 18.39± 0.12e

RS2 10.32±0.30f 29.34±0.06d 39.13±0.03b 6.78± 0.02e 35.93±0.10c 42.68± 0.33a

RS1 7.24±0.30f 20.50±0.06d 26.26±0.03b 4.73± 0.02e 24.72±0.10c 28.88± 0.33a Daya Cerna2 69.67±0.25b 55.88±0.05c 47.59±0.01e 72.01±0.01a 49.22±0.07d 43.21± 0.06f

PBP = Pemanasan Bertekanan-Pendinginan RDS = rapid digestable starch SDS = slowly digestable starch RS = resistant starch 1 = berat kering tepung 2 = berat kering pati Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf uji < 0.05

Tabel 4.3 menunjukkan kadar pati resisten menurun dari 7.24% (tepung

pisang kontrol) menjadi 4.73% setelah fermentasi selama 24 jam. Hal ini

disebabkan karena granula pati mengalami pengembangan (swelling) selama

perendaman dan menjadi lebih mudah terhidrolisis oleh enzim mikroorganisme

sehingga sifat resisten dan kristalinitas pati menjadi berkurang (Zang et al. 2005).

Pati resisten yang terkandung dalam tepung pisang kontrol merupakan RS2 yaitu

pati resisten yang terbentuk karena struktur granula pati sedemikian rupa sehingga

sulit didegradasi oleh enzim alfa amilase pencernaan (Tribess et al. 2009).

Ambriz et al. (2008) melaporkan bahwa kadar pati resisten tepung pisang

menurun dengan adanya proses likuifikasi menggunakan enzim amilase Bacillus

subtilis. Hal ini terjadi akibat hidrolisis pati oleh enzim tersebut menghasilkan

gula sederhana.

Kadar amilosa tepung pisang meningkat oleh fermentasi selama 24 jam.

Peningkatkan ini diduga karena disebabkan oleh terjadinya pemotongan struktur

cabang dari amilopektin (debranching) menghasilkan oligomer dengan derajat

Page 10: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

44

polimer lebih pendek seperti amilosa. Selanjutnya amilosa akan mengalami

retrogradasi setelah diberi perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan. Amilosa

yang teretrogradasi berperan dalam meningkatkan kadar RS (Soto et al. 2007).

Niba & Hoffman (2003) melaporkan bahwa kadar RS biji sorgum juga meningkat

hingga 60% dengan fermentasi spontan biji sorgum pada suhu 37 oC selama 10

hari. Fermentasi sangat lama karena biji sorgum memiliki lapisan aleuron yang

tebal sehingga diperlukan waktu lebih lama untuk absorbsi air dan

berlangsungnya fermentasi spontan.

Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan menghasilkan kadar RS

tepung pisang lebih tinggi daripada yang satu siklus baik pada pisang yang tanpa

difermentasi (dari 20.50% menjadi 26.26%) maupun pisang yang difermentasi

(dari 24.72% menjadi 28.88%), sedangkan kadar RS tepung pisang kontrol adalah

7.24%. Kombinasi proses fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan

bertekanan-pendinginan (retrogradasi) mampu meningkatkan kadar RS tepung

pisang dari 7.24% menjadi 28.88%. Pati resisten yang dihasilkan dari proses

retrogradasi merupakan pati resisten tipe III (RS3) yang merupakan amilosa

teretrogradasi (Soto et al. 2004). Saguilan et al. (2005) melakukan modifikasi di

tingkat pati pisang plantain dengan menggunakan tiga siklus pemanasan

bertekanan-pendinginan sehingga kadar RS meningkat hingga 10 kali lipat.

Kadar RS yang dihasilkan dari modifikasi di tingkat pati lebih tinggi, akan

tetapi aplikasinya memiliki tahapan yang lebih banyak terutama tahap isolasi pati.

Proses modifikasi pada tepung pisang seperti yang dilakukan pada penelitian ini

lebih mudah dan lebih efisien yaitu fermentasi dan retrogradasi dilakukan pada

pisang tanpa perlu mengisolasi patinya terlebih dahulu. Tepung yang dihasilkan

dapat diaplikasikan langsung sebagai tepung pensubstitusi pada pembuatan

produk pangan seperti roti, cookies dan brownies (Jenie et al. 2010).

Daya cerna pati meningkat dengan adanya proses fermentasi dari 69.67%

(tepung pisang kontrol) menjadi 72.01% (tepung pisang fermentasi), sedangkan

proses pemanasan bertekanan-pendinginan menurunkan daya cerna pati.

Komposisi pati yang dapat dicerna menurun dengan semakin meningkatnya kadar

RS. Hasil analisis daya cerna secara in vitro juga menurun hampir 50% pada

Page 11: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

45

tepung yang dihasilkan dari perlakuan fermentasi dengan retrogradasi. Farhat et

al. (2001) melaporkan bahwa daya cerna pati kentang meningkat dengan adanya

gelatinisasi akan tetapi menurun jika pati mengalami retrogradasi.

Sifat Birefringence Pati Pisang

Modifikasi proses secara dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan

mampu meningkatkan kadar RS dengan nyata. Oleh karena itu dalam pembahasan

selanjutnya mengamati karakteristik fisik yaitu sifat birefringence granula pada

tepung tanpa perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan untuk mewakili

tepung pisang yang mengandung RS2 dan tepung dengan kandungan RS tinggi

(tepung dari proses fermentasi maupun tanpa fermentasi yang dikombinasi dengan

dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan untuk mewakili tepung pisang

yang mengandung RS3. Gambar 4.2 menunjukkan granula pati tepung pisang

kontrol dan fermentasi menghasilkan efek birefringence pada pengamatan dengan

mikroskop polarisasi.

A B

C D

Gambar 4.2 Pengaruh proses fermentasi dan dua siklus pemanasan bertekanan- pendinginan terhadap sifat birefringence granula pati pisang.

(A).kontrol; (B) fermentasi; (C) dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan; (D) fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan pada perbesaran 400x

Page 12: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

46

Efek birefringence terbentuk dari struktur ganula pati utuh yang tersusun

atas daerah amorf dan daerah kristalin. Bagian amorf dari granula pati dapat

menyerap air dingin hingga 30 % tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan,

sedangkan bagian kristalin dari granula pati lebih sulit menyerap air (Eliason &

Gudmunsson 1996). Granula pati pisang var agung semeru memiliki ukuran

panjang sekitar 50 – 80 µm dengan diameter 20 – 40 µm. Eggleston et al. (1992)

melaporkan bahwa ukuran granula pati pisang plantain beragam mulai dari 7.8 –

61.3 µm dengan diameter rata-rata adalah 26 µm. Proses mekanik dan pengolahan

panas basah (hidrotermal) dapat merusak granula pati. Pati pisang plantain tidak

membentuk granula lagi setelah menjadi pasta (Santiago et al. 2004). Aktivitas

enzim seperti amilase dan pululanase akan menghidrolisis amilosa dan

amilopektin sehingga merusak struktur granula pati. Hasil hidrolisis ini

menyebabkan granula nampak memiliki lubang (porous) dengan pengamatan

mikroskop elektron (Wijbenga 2000; Zang et al. 2005).

Reddy et al. (2008) menjelaskan bahwa bakteri asam laktat dapat

menghasilkan amilase dan pululanase sehingga mampu menghidrolisis pati

menjadi gula sederhana. Pelepasan cabang (debranching) amilopektin oleh

pululanase menghasilkan polimer glukosa rantai lurus yang merupakan amilosa

dengan derajat polimerisasi (DP) lebih kecil. Semakin banyak kadar amilosa maka

akan meningkatkan jumlah pati teretrogradasi akibat pemanasan basah dan

pendinginan sehingga akan meningkatkan kadar RS3 (Soto et al. 2004; Soto et al.

2007). Gambar 4.2 C dan D memperlihatkan struktur granula pati yang rusak

akibat pemanasan basah bertekanan sebagai bentuk kristal yang tidak beraturan

dan tidak menghasilkan sifat birefringence yang berarti tidak ada lagi bentuk

granula. (Saguilan et al. 2005) menjelaskan bahwa pemanasan basah

menyebabkan pati mengalami gelatinisasi sehingga struktur granula menjadi rusak

sedangkan pendinginan menyebabkan sineresis dan adanya proses yang diulang

meningkatkan retrogradasi pada gel pati.

Kristalinitas Tepung Pisang

Page 13: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

47

Granula pati tepung pisang kontrol dan tepung pisang modifikasi fermentasi

menunjukkan adanya puncak (peak) difraksi yang kuat pada sudut 17-18o dan

sudut 23-24o (Gambar 4.3). Puncak difraksi pada sudut 17o merupakan puncak

difraksi untuk granula pati tipe A dan puncak pada sudut 24o merupakan puncak

difraksi untuk granula pati tipe B sehingga tepung pisang baik yang alami maupun

yang fermentasi dapat digolongkan sebagai granula pati tipe C yaitu granula pati

campuran dari tipe A dan tipe B. Beberapa pisang plantain dilaporkan memiliki

granula pati tipe C. Granula tipe A memiliki amilosa dengan berat molekul lebih

kecil, cabang amilopektin lebih pendek dan tingkat kristalinitas lebih tinggi,

sedangkan granula tipe B memiliki amilosa dengan berat molekul lebih besar,

cabang amilopektin lebih panjang dan tingkat kristalinitas lebih rendah (Hizukuri,

1961; Waliszewski et al. 2003; Soto et al. 2007).

Gambar 4.3 Pengaruh fermentasi spontan terhadap intensitas difraksi tepung

pisang. ( ) kontrol, ( ) fermentasi

Tepung pisang alami memiliki tingkat kristalinitas lebih tinggi (20.08% ±

0.09a) dibandingkan tepung pisang fermentasi (18.74% ± 0.11b) (Lampiran 2b).

Penurunan tingkat kristalinitas pada tepung pisang fermentasi mengindikasikan

terjadi perubahan bagian kristalin menjadi lebih amorf selama fermentasi.

Perubahan ini disebabkan oleh degradasi amilopektin sebagai komponen pati yang

berperan dalam pembentukan bagian kristalin pada granula pati. Bagian amorf

lebih mudah terdegradasi oleh enzim pencernaan dan mengurangi sifat resistensi

0

50

100

150

200

250

300

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

Inte

nsita

s

Sudut Difraksi (2δo)

Page 14: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

48

pati (Eliason & Gudmunsson 1996). Hal ini juga memperkuat dugaan sebelumnya

bahwa hidrolisis parsial pati terjadi selama fermentasi spontan yang menyebabkan

perubahan struktur granula pati menjadi lebih mudah didegradasi oleh amilase dan

menurunkan kadar RS2.

Tepung pisang hasil dari proses modifikasi dua siklus pemanasan

bertekanan-pendinginan baik tanpa fermentasi maupun dengan fermentasi

memiliki puncak (peak) difraksi sinar X yang kuat pada sudut difraksi 17o dan 24o

(Gambar 4.4). Puncak difraksi sinar X pada tepung pisang modifikasi pemanasan

bertekanan-pendinginan masih berasosiasi dengan puncak difraksi sinar X tepung

pisang alami, akan tetapi tingkat kristalilitas yang dihasilkan lebih rendah pada

tepung pisang modifikasi dua siklus retrogradasi. Hal ini disebabkan karena

struktur granula pati rusak sehingga menurunkan tingkat kristalinitas tepung.

Kristalinitas pada tepung pisang modifikasi masih terdeteksi akibat terbentuknya

amilosa teretrogradasi (Soto et al. 2007).

Gambar 4.4 Pengaruh dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan terhadap

intensitas difraksi tepung pisang. ( ) tanpa fermentasi spontan, ( ) dengan fermentasi spontan

Proses retrogradasi dengan cara pemanasan bertekanan-pendinginan pada

irisan pisang menghasilkan tingkat kristalinitas sangat rendah yaitu 9.52% ± 0.18c

untuk tepung pisang dari proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan

dan 6.98% ± 0.07d untuk tepung pisang dari proses fermentasi dengan dua siklus

pemanasan bertekanan-pendinginan (Lampiran 2b). Tingkat kristalinitas tepung

0

50

100

150

200

250

300

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

Inte

nsita

s

Sudut Difraksi (2δo)

Page 15: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

49

pisang yang rendah berkorelasi positif dengan terjadinya kerusakan granula pati

akibat retrogradasi yaitu gelatinisasi pati oleh suhu tinggi pada kondisi basah (uap

air) dan restrukturisasi serta sineresis pati oleh suhu rendah.

Gelatinisasi menyebabkan granula pati rusak dan pada saat pendinginan

terjadi restrukturisasi pati menjadi pati resisten. Akan tetapi struktur yang

terbentuk bukan merupakan struktur granula pati melainkan struktur amilosa

teretrogradasi. Amilosa merupakan komponen pati yang berperan dalam

pembentukan pati teretrogradasi. Pati tersebut memiliki sifat resisten terhadap

enzim pencernaan yang disebut sebagai pati resisten tipe III (Tovar et al. 2002;

Saguilan et al. 2005; Sajilata et al. 2006).

KESIMPULAN

Fermentasi spontan pisang didominasi pertumbuhan bakteri asam laktat

hingga 106 CFU/mL. Modifikasi proses melalui fermentasi spontan dan siklus

pemanasan bertekanan-pendinginan mempengaruhi karakteristik fisikokimia

tepung pisang. Modifikasi secara fermentasi spontan selama 24 jam yang

dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu

meningkatkan kadar RS tepung pisang hingga empat kali (28.88%).

Fermentasi spontan dapat meningkatkan kadar amilosa yang selanjutnya

akibat proses pemanasan bertekanan-pendinginan akan membentuk amilosa

teretrogradasi sebagai RS3. Proses retrogradasi mampu menurunkan kristalinitas

tepung pisang dari 18.74-20.08% menjadi 6.98-9.52%. Difraksi sinar X

menunjukkan granula pati pisang var agung semeru adalah granula tipe C yaitu

campuran granula tipe A dengan tipe B.

DAFTAR PUSTAKA

[AACC] American Association of Cereal Chemists. 2000. Approved Methods of the AACC.The Association, St. Paul, MN. 10th ed.

Abdillah F. 2010. Modifikasi Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiaca formatypica) melalui Proses Fermentasi Spontan dan Pemanasan Otoklaf

Page 16: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

50

untuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten. [Tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Ambriz SLR, Hernandez JJI, Acevedo EA, Tovar J, Perez LAB. 2008. Characterization of a fibre-rich powder prepared by liquefaction of unripe banana flour. J Food Chem. 107: 1515–1521.

AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International16th. USA

Carrera EC, Cruz AC, Guerrero LC, Ancona DB. 2007. Effect of pyrodextrinization on available starch content of Lima bean (Phaseolus lunatus) and Cowpea (Vigna unguiculata) starches. J Food Hydrocolloids. 21: 472–479

Datta R, Henry M. 2006. Lactic acid: recent advances in products, processes and technologies—a review. J Chem Technol Biotechnol. 81:1119–29

[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Produktivitas Pisang di Kabupaten Lumajang dalam Laporan Departemen Pertanian Kabupaten Lumajang Tahun 2009.

Eggleston G, Swennen R, Akoni S. 1992. Physicochemical studies on starches isolated from plantain cultivarm plantain hybrids and cooking bananas. J Starch. 44: 121-128

Eliasson AC, Gudmunsson M. 1996. Starch: physicochemical and functional properties aspects. In: Carbohy in Food (Edited by Eliasson A.C.), Marcel Dekker, Inc. New York. p 431-504.

Englyst HN, Kingman SM, Cummings JH. 1992 Classification and measurement of nutritionally important starch fraction. Eu J Clin Nutr. 46(Suppl.2):533-550.

Farhat IA, Protzmann J, Becker A, Valles-Pamies B, Neale R, Hill SE. 2001. Effect of the extent of conversion and retrogradation on the digestibility of potato starch. J Starch. 53: 431–436.

Gong Q, Wang LQ, Tu K. 2006. In situ polymerization of starch with lactic acid in aqueous solution and the microstructure characterization. J Carbohy Polymers. 64: 501–509

Hizukuri S. 1961. X-ray diffractometric studies on starches. Part VI. Crystalline types of amylodextrin and effect of temperature and concentration of mother liquor on crystalline type. J Agric and Biological Chem. 25: 45–49.

Jenie BSL, Widowati S, Nurjannah S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB

Jenie BSL, Widowati S, Kusumaningrum HD. 2010. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan

Page 17: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

51

Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB

Niba LL, Hoffman J. 2003. Resistant starch and β-glucan levels in grain sorghum (Sorghum bicolor M.) are influenced by soaking and autoclaving. J Food Chem. 81: 113–118

Saguilan AA, Huicochea EF, Tovar JT, Meraza FG, Pérez LAB. 2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization. J Starch. 57: 405-412.

Santiago MCN, Perez LAB, Tecante A. 2004. Swelling-solubility characteristics, granule size distribution and rheological behavior of banana (Musa paradisiaca) starch. J Carbohy Polymers. 56: 65–75

Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety. 5: 1-17.

Soto RAG, Acevedo EA, Feria JS, Villalobos RR, Perez LAB. 2004. Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching. J Starch/Stärke. 56: 495–499.

Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Perez LAB. 2007. The influence of time and storage temperature on resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. J Food Research Int. 40: 304–310.

Reddy G, Altaf M, Naveena BJ, Venkateshwar M, Kumar EV. 2008. Amylolytic bacterial lactic acid fermentation — A review. J Elsevier- Biotechnol Adv. 26: 22–34.

[RPJMD] Kabupaten Lumajang. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Kabupaten Menengah Daerah Kabupaten Lumajang 2010 - 2014.

Tovar J, Melito C, Herrera E, Rascon A, Perez E. 2002. Resistant starch formation does not parallel syneresis tendency in different starch gels. J Food Chem 76: 455–459.

Tribess TB, Hernandez-Uribe JP, Mendez-Montealvo MGC, Menezes EW, Perez LAB, Tadini CC. 2009. Thermal properties and resistant starch content of green banana flour (Musa cavendishii) produced at different drying conditions. J Food Sci and Technol. 42:1022-1025.

Vishnu C, Naveena BJ, Altaf MD, Venkateshwar M, Reddy G. 2006. Amylopullulanase: a novel enzyme of L. amylophilus GV6 in direct fermentation of starch to L(+) lactic acid. J Enzyme Microb Technol. 38:545–50.

Waliszewski KN, Aparicio MA, Perez LAB, Monroy JA. 2002. Changes of banana starch by chemical and physical modification. J Carbohy Polimer. 52: 237-242. Elsevier Science Ltd.

Page 18: 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG … · 35 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

52

Wijbenga DJ. 2000. Enzymatic modification of starch granules: peeling off versus porosity. TNO Nutr and Food Research. www.voeding.tno.nl [12 Febr 2009].

Zang P, Whistler RL, Bemiller JN, Hamaker BR. 2005. Banana starch: production, physicochemical properties, and digestibility - a review. J Carbohy Polymers. 59: 443–458.