13
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengambangan Kebijakan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 341 EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PERANCANGAN EKOLOGIS DI KLUSTER PERUMAHAN BINTARO JAYA Shinta Michiko Puteri (1) , Denny Zulkaidi (2) Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2) KK Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Abstrak Sebagai rancangan komprehensif dalam bentuk yang efektif yang terintegrasi dengan proses alam untuk meminimalisasi dampak kerusakan terhadap ekosistem dan sumber daya alami, perancangan ekologis, khususnya jika diterapkan pada perumahan dapat bermanfaat untuk kehidupan, karena akan membuat ruang yang nyaman dengan lingkungan yang baik dan harmonis, meningkatkan kualitas habitat, dan juga memperbaiki lansekap yang terdegradasi. Sekarang sudah banyak perumahan yang menawarkan prinsip perancangan ekologis dalam implementasi rancangannya, salah satunya adalah Bintaro Jaya yang juga berkomitmen untuk membangun komunitas yang berperilaku ramah lingkungan dengan menyediakan fitur dan fasilitas yang dapat mendukungnya. Namun belum diketahui apa saja dan sejauh mana prinsip tersebut sudah diterapkan serta apakah hasilnya dapat membuat penghuni rumah berperilaku ramah lingkungan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengevaluasi tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis pada kluster perumahan (Kluster Callysta Permata, Emerald Residence, dan Kebayoran Height sebagai studi kasus) di Bintaro Jaya yang dirancang berbasis ekologis dan dampaknya terhadap perilaku penghuni rumah. Penelitian ini adalah penelitian evaluatif yang menggunakan teknik analisis isi, analisis deskriptif kualitatif dan statistik deskriptif, analisis evaluatif dengan teknik checklist, serta analisis deskriptif komparatif. Berdasarkan hasil evaluasi, ketiga kluster memiliki tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis yang tinggi namun belum diikuti dengan perilaku penghuni rumah yang ramah lingkungan. Kata-kunci : Evaluasi, dampak, perilaku ramah lingkungan, perumahan kluster, prinsip perancangan ekologis Pendahuluan Perancangan ekologis ialah suatu proses desain dimana perancangnya meminimalisir dan mengantisipasi secara komprehensif segala dampak merugikan dari produk suatu proses desain terhadap ekosistem dan sumberdaya bumi serta pemberian prioritas terhadap penyisihan yang terus berjalan dan menimalisir dampak-dampak merugikan tersebut (Yeang, 1995). Perancangan ekologis, pada perumahan khususnya, dapat bermanfaat untuk kehidupan, karena akan membuat ruang yang nyaman dengan lingkungan yang baik dan harmonis, meningkatkan kualitas habitat, dan juga memperbaiki lansekap yang terdegradasi. Penerapan perancangan ekologis di Indonesia khususnya dalam pembangunan fisik dapat dilakukan di kawasan perumahan (dengan tingkat kesulitan yang berbeda) yang sebagai suatu kawasan hunian, kawasan perumahan memiliki hubungan keterkaitan dengan lingkungan sekitarnya dan dapat berkembang seiring dengan dinamika para penghuninya karena perumahan merupakan tempat beraktivitas manusia. Perancangan ekologis dapat lebih berhasil bila dikembangkan di perumahan skala besar (puluhan atau ratusan hektar) karena akan ada cost benefit dan menggunakan pendekatan holistik karena kompleksitas masalahnya (Surarjo, 2010). Saat ini semakin banyak perumahan yang mengembangkan huniannya berbasis ekologis untuk meminimalisasi kerusakan terhadap lingkungan dan sebagai strategi marketingnya. Contohnya Kawasan Perumahan Bintaro Jaya, BSD City, Bogor Nirwana Residence (BNR),

341-353.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengambangan Kebijakan

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 341

    EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PERANCANGAN EKOLOGIS DI KLUSTER PERUMAHAN BINTARO JAYA

    Shinta Michiko Puteri (1), Denny Zulkaidi (2)

    Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. (2)KK Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

    Abstrak Sebagai rancangan komprehensif dalam bentuk yang efektif yang terintegrasi dengan proses alam untuk meminimalisasi dampak kerusakan terhadap ekosistem dan sumber daya alami, perancangan ekologis, khususnya jika diterapkan pada perumahan dapat bermanfaat untuk kehidupan, karena akan membuat ruang yang nyaman dengan lingkungan yang baik dan harmonis, meningkatkan kualitas habitat, dan juga memperbaiki lansekap yang terdegradasi. Sekarang sudah banyak perumahan yang menawarkan prinsip perancangan ekologis dalam implementasi rancangannya, salah satunya adalah Bintaro Jaya yang juga berkomitmen untuk membangun komunitas yang berperilaku ramah lingkungan dengan menyediakan fitur dan fasilitas yang dapat mendukungnya. Namun belum diketahui apa saja dan sejauh mana prinsip tersebut sudah diterapkan serta apakah hasilnya dapat membuat penghuni rumah berperilaku ramah lingkungan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengevaluasi tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis pada kluster perumahan (Kluster Callysta Permata, Emerald Residence, dan Kebayoran Height sebagai studi kasus) di Bintaro Jaya yang dirancang berbasis ekologis dan dampaknya terhadap perilaku penghuni rumah. Penelitian ini adalah penelitian evaluatif yang menggunakan teknik analisis isi, analisis deskriptif kualitatif dan statistik deskriptif, analisis evaluatif dengan teknik checklist, serta analisis deskriptif komparatif. Berdasarkan hasil evaluasi, ketiga kluster memiliki tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis yang tinggi namun belum diikuti dengan perilaku penghuni rumah yang ramah lingkungan.

    Kata-kunci : Evaluasi, dampak, perilaku ramah lingkungan, perumahan kluster, prinsip perancangan ekologis

    Pendahuluan

    Perancangan ekologis ialah suatu proses desain dimana perancangnya meminimalisir dan mengantisipasi secara komprehensif segala dampak merugikan dari produk suatu proses desain terhadap ekosistem dan sumberdaya bumi serta pemberian prioritas terhadap penyisihan yang terus berjalan dan menimalisir dampak-dampak merugikan tersebut (Yeang, 1995). Perancangan ekologis, pada perumahan khususnya, dapat bermanfaat untuk kehidupan, karena akan membuat ruang yang nyaman dengan lingkungan yang baik dan harmonis, meningkatkan kualitas habitat, dan juga memperbaiki lansekap yang terdegradasi. Penerapan perancangan ekologis di Indonesia khususnya dalam pembangunan fisik dapat dilakukan di kawasan perumahan (dengan

    tingkat kesulitan yang berbeda) yang sebagai suatu kawasan hunian, kawasan perumahan memiliki hubungan keterkaitan dengan lingkungan sekitarnya dan dapat berkembang seiring dengan dinamika para penghuninya karena perumahan merupakan tempat beraktivitas manusia. Perancangan ekologis dapat lebih berhasil bila dikembangkan di perumahan skala besar (puluhan atau ratusan hektar) karena akan ada cost benefit dan menggunakan pendekatan holistik karena kompleksitas masalahnya (Surarjo, 2010).

    Saat ini semakin banyak perumahan yang mengembangkan huniannya berbasis ekologis untuk meminimalisasi kerusakan terhadap lingkungan dan sebagai strategi marketingnya. Contohnya Kawasan Perumahan Bintaro Jaya, BSD City, Bogor Nirwana Residence (BNR),

  • Evaluasi Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis di Kluster Perumahan Bintaro Jaya

    342 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

    Sentul City, Alam Sutera, Grand Wisata, Summarecon Serpong, dan Kota Araya. Salah satu alasan utama pertumbuhan dan perkembangan eco-housing yang cepat ini adalah karena semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan yang berkualitas. Tetapi sampai saat ini belum diketahui apa saja dan sejauh mana prinsip-prinsip perancangan ekologis yang ideal sudah diterapkan. Apakah benar-benar diterapkan atau hanya sebagai strategi marketing dari pengembang untuk menarik pembeli?

    Perilaku penghuni rumah yang dipengaruhi oleh persepsi dan sikapnya turut berperan dalam keberhasilan penerapan prinsip perancangan ekologis. Apabila tidak ada kesadaran dari dalam penghuni rumah tersebut, maka fasilitas-fasilitas yang sudah disediakan dalam rangka mendukung perancangan ekologis akan menjadi tidak bermanfaat, bagi manusia dan lingkungannya sendiri. Kesadaran ini yaitu merupakan eco-literacy yang artinya keadaan melek, paham, atau memiliki pengertian terhadap bekerjanya prinsip-prinsip ekologi dalam kehidupan bersama di planet bumi (Capra, 1995). Eco-literacy semakin baik bila tingkat pendidikan semakin tinggi seiringan dengan tingkat pendapatan yang tinggi pula. Maka, kluster yang memiliki sasaran penghuni dengan kelas masyarakat tingkat atas, seharusnya memiliki pemahaman yang lebih baik. Bintaro Jaya, salah satu perumahan yang sudah merencanakan dan membangun perumahannya berbasis ekologis, berkomitmen untuk membangun penghuni yang ramah lingkungan dengan menyediakan berbagai fitur dan fasilitas yang dibangun dengan konsentrasi yang kuat terhadap lingkungan. Maka perlu diteliti apakah hasilnya dapat membuat penghuninya berperilaku ramah lingkungan atau tidak.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis pada kluster perumahan di Bintaro Jaya sebagai salah satu perumahan untuk masyarakat golongan menengah ke atas yang dibangun oleh pengembang dengan menerapkan prinsip perancangan ekologis dan mengidentifikasi dampaknya terhadap perilaku penghuni rumah.

    Proses evaluasi ini dapat menjadi solusi dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan perumahan ke depannya agar hubungan fungsi perumahan sebagai tempat berlangsungnya aktivitas manusia dengan fungsi ekologis lingkungan dapat terus terjaga seimbang. Maka, penulisan artikel ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Prinsip perancangan ekologis perumahan kluster untuk golongan masyarakat menengah ke atas; (2) Hasil evaluasi dan penyebabnya; dan (3) Dampaknya terhadap perilaku penghuni rumah.

    Berdasarkan hasil evaluasi dari tiap prinsip pada ketiga studi kasus yang diteliti, pengembang yang menawarkan perancangan ekologis pada perencanaannya telah menerapkan prinsip perancangan ekologis dalam pembangunan perumahannya dan diikuti dengan tingkat persepsi dan sikap penghuni rumah yang tinggi terhadap pentingnya perancangan ekologis tetapi belum diikuti dengan perilaku ramah lingkungan oleh penghuninya.

    Kerangka Penelitian

    Kerangka penelitian terdiri dari kajian normatif yang dilakukan untuk menyusun prinsip normatif perancangan ekologis, tinjauan empiris untuk melihat keadaan langsung di lapangan, proses evaluasi yang membandingkan prinsip normatif dengan bukti empiris, serta keluaran studi berupa tingkat pemenuhan prinsip perancangan ekologis yang diterapkan pada studi kasus dan dampaknya terhadap perilaku penghuni rumah. Kerangka penelitian dapat dilihat di Gambar 1.

    Komponen eco-housing Prinsip normatif eco-design Indikator pemenuhan prinsip

    KAJIAN NORMATIF

    Prinsip yang diterapkan pengembang

    Perilaku penghuni rumah yang ramah lingkungan

    TINJAUAN EMPIRIS

    PROSES EVALUASI

    1. Membandingkan prinsip normatif dengan prinsip yang diterapkan 2. Indikator yang terpenuhi dan tidak terpenuhi pada studi kasus3. Pemenuhan prinsip perancangan ekologis berdasarkan indikator4. Penilaian cluster berdasarkan total indikator terpenuhi

    KELUARAN STUDI

    Tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis pada studi kasus dan dampaknya terhadap perilaku penghuni rumah

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran

  • Shinta Michiko Puteri

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 343

    Pendekatan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif yang menggunakan pendekatan normatif untuk menyusun prinsip perancangan ekologis yang ideal untuk kluster perumahan dan pendekatan empiris untuk mendeskripsikan implementasi perancangan ekologis oleh pengembang pada kluster perumahan. Pemilihan studi kasus menggunakan teknik purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu, yaitu kluster yang memiliki fungsi ekologis lebih tinggi, kluster yang sudah terhuni agar memenuhi target sampel penelitian, dan kluster dengan sasaran penghuni yang terklasifikasi dengan jelas. Terpilih tiga kluster untuk masing-masing mewakili tiga kelas sasaran penghuni dari pengembang, yaitu middle class, middle-high class, dan high class. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan kuesioner, sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi literatur dan survey instansional. Metode analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), analisis deskriptif (kualitatif, statistik, dan komparatif), dan analisis evaluatif checklist.

    Studi Kasus

    Penelitian ini merupakan penelitian dengan multiple-case-study yang dilakukan pada tiga kluster perumahan (sebagai studi kasus) yang berlokasi di Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, yaitu Kluster Callysta Permata, Emerald Residence, dan Kebayoran Height. Ketiga kluster tersebut terkategorikan sebagai eco-kluster, sudah dihuni agar memenuhi target sampel penelitian, dan memiliki sasaran penghuni yang jelas. Dipilih tiga kluster karena terdapat tiga kategori sasaran penghuni dari PT. Jaya Real Property sebagai pengembang Perumahan Bintaro Jaya; yaitu kluster untuk middle, middle-high, dan high class.

    Tabel 1. Deskripsi Studi Kasus KLUSTER LOKASI DESKRIPSI Callysta Permata

    RW 20, Sektor 9, Jombang, Ciputat

    125 KK, dihuni sejak 2011, dan untuk middle class

    Emerald Residence

    RW 10, Sektor 9, Parigi Lama, Pondok Aren

    143 KK, dihuni sejak 2009, dan untuk middle-upper class

    Kebayoran Height

    RW 07, Sektor 8, Pondok Jaya, Pondok Aren

    107 KK, dihuni sejak 2009, dan untuk upper class

    Gambar 2. Peta Orientasi Studi Kasus di Bintaro Jaya (Sumber: Bappeda Kota Tangerang Selatan, 2011 dan Google Maps, 2012)

  • Evaluasi Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis di Kluster Perumahan Bintaro Jaya

    4 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK No.1

    Prinsip Normatif Perancangan Ekologis

    Terdapat enam prinsip normatif perancangan ekologis yang diformulasikan dalam studi ini, yaitu biodiversitas, efisiensi energi dan sumber daya alam, minimalisasi limbah, konservasi air, kenyamanan, dan kesehatan. Pertimbangan dan proses perumusan prinsip beserta indikatornya dapat dilihat pada gambar berikut.

    Perancangan Ekologis

    Perancangan Perumahan

    Ekologis

    PRINSIP NORMATIF PERANCANGAN EKOLOGIS

    DAN INDIKATORNYA

    Preseden Perumahan

    Ekologis

    Tinjauan Evaluasi

    Perancangan Perumahan Kluster Pembangunan Berkelanjutan

    +

    Gambar 3. Dasar Penyusunan Prinsip Normatif Perancangan Ekologis dan Indikator Pemenuhannya

    Keanekaragaman/biodiversitas, yaitu mencakup meningkatkan penyesuaian fungsional dan keanekaragaman vegetasi dan hewan serta melestarikannya. Desain perumahan harus dapat mempertahankan keanekaragaman spesies, baik tanaman maupun hewan karena adanya saling ketergantungan tiap unsur yang ada di alam. Hal ini berkaitan dengan rantai bahan, peredarannya, dan transformasinya (Frick & Suskiyanto, 2007; Ryn & Cowan, 1996; Yeang, 1995; Buchanan, 2000; McDonough & Jnecks, 1997; Pitts, 2004; Karyono, 2010; Green Communities Enterprise, 2011; American Society of Landscape Architects, 2011; United States Green Building Council, 2010).

    Efisiensi energi dan sumber daya alam, mencakup berbagai strategi-strategi dalam rancangan yang berusaha untuk meminimalisir penggunaan energi dan sumber daya alam yang tidak terbaharukan untuk mengurangi penipisan kedua hal tersebut, misalnya menggunakan sumber energi yang terbarukan dan material yang bersifat reuse, recycling, dan tahan lama secara efektif dan efisien serta aman untuk bertanggung-jawab pada penggunaannya (Frick & Suskiyanto, 2007; Ryn & Cowan, 1996; Yeang, 1995; Buchanan, 2000; McDonough & Jnecks, 1997; McHarg, 1997; Cui, 2009; Vale &

    Brenda, 1991; Tsui, 1999; Pitts, 2004; Karyono, 2010; Green Communities Enterprise, 2011; American Society of Landscape Architects, 2011; United States Green Building Council, 2010; Green Building Council Indonesia & Ikatan Arsitek Indonesia, 2011).

    Minimalisasi limbah, mencakup upaya dalam rancangan perumahan yang dapat meminimalisir limbah padat rumah tangga yang dihasilkan, produksi polusi pada lingkungan, serta limbah berupa bahan bangunan dengan mengelola limbah/sampah dengan baik sehingga tidak mencemari lingkungan. Sedapat mungkin menghilangkan konsep sampah/limbah (tidak ada/mengurangi yang terbuang) dengan mengoptimalisasi daur ulang atau sistem alami. Selain itu dengan penyediaan prasarana yang memenuhi syarat dan mencakup aspek kesehatan untuk meniadakan pencemaran serta mengurangi emisi karbon dioksida, prasarana yang ada bisa meminimalisasi skala dan komposisi limbah sesuai dengan kemampuan ekosistem untuk mengabsorpsi polusi (Frick & Suskiyanto, 2007; Yeang, 1995; McDonough & Jnecks, 1997; Tsui, 1999; Green Communities Enterprise, 2011; American Society of Landscape Architects, 2011; United States Green Building Council, 2010; Preseden).

    Konservasi air, mencakup berbagai upaya dalam rancangan untuk menjaga dan melindungi siklus dan kualitas air, baik air tanah maupun air hujan dengan memaksimalkan penyerapan air, meminimalkan run off (air larian), meminimalisir penggunaan air, dan mencegah pencemaran air untuk mempertahankan kondisi air tanah dan kualitas air (Ryn & Cowan, 1996; McDonough & Jnecks, 1997; Cui, 2009; Vale & Brenda, 1991; Tsui, 1999; Karyono, 2010; Green Communities Enterprise, 2011; American Society of Landscape Architects, 2011; United States Green Building Council, 2010; Green Building Council Indonesia & Ikatan Arsitek Indonesia, 2011).

    Kenyamanan, menyangkut rasa nyaman penghuni terhadap hunian dan lingkungan perumahan. Prinsip ini mencakup kenyamanan thermal, sehingga dalam memenuhi prinsip kenyamanan ini, faktor-faktor iklim yang ada

  • Shinta Michiko Puteri

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 345

    harus diperhatikan. Prinsip ini juga mencakup pemenuhan kebutuhan akan prasarana dan utilitas dasar dan fasilitas umum bagi penghuni perumahan yang sesuai dengan standar kualitas dan kuantitas (Ryn & Cowan, 1996; Buchanan, 2000; McDonough & Jnecks, 1997; McHarg, 1997; Cui, 2009; Pitts, 2004; Karyono, 2010; Green Communities Enterprise, 2011; United States Green Building Council, 2010; Green Building Council Indonesia & Ikatan Arsitek Indonesia, 2011).

    Kesehatan, mencakup upaya dalam desain untuk menjaga kesehatan manusia. Prinsip ini meliputi upaya untuk menciptakan kondisi suhu dan udara yang baik untuk mendukung kesehatan penghuni perumahan, pengadaan sistem sanitasi, dan penggunaan material yang tidak membahayakan kesehatan manusia. Kesehatan manusia dan ekosistem, kemanusiaan dan alam harus bersatu dalam hal kesehatan (Ryn & Cowan, 1996; McDonough & Jnecks, 1997; Pitts, 2004; Green Communities Enterprise, 2011; United States Green Building Council, 2010; Green Building Council Indonesia & Ikatan Arsitek Indonesia, 2011).

    Keenam prinsip tersebut diturunkan menjadi 25 indikator dengan beberapa indikator digunakan berulang untuk prinsip yang berbeda sehingga total indikator yang digunakan ada 44 (dapat dilihat pada Lampiran 1).

    Hasil Evaluasi Tingkat Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis

    Setelah mengevaluasi tingkat pemenuhan total indikator tiap prinsip menggunakan metode checklist, semua kluster yang menjadi studi kasus tergolong memiliki tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis yang tinggi karena total presentase indikator yang terpenuhinya melebihi 75%. Walaupun, sebenarnya presentase indikator-indikator dalam tiap prinsip yang terpenuhi berbeda-beda kadarnya. Kluster Kebayoran Residence merupakan kluster yang tingkat penerapan prinsip perancangan ekologisnya paling tinggi karena memiliki presentase total indikator yang terpenuhi sebesar 88,4%. Dua kluster lainnya, yaitu Kluster Callysta Permata dan Kluster Emerald Residence memiliki presentase total indikator yang terpenuhinya 81,8% dan 86,0%. Tabel 2 merupakan tabel yang mencakup rincian informasi pemenuhan prinsip berdasarkan presentase pemenuhan indikator serta tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis masing-masing kluster.

    Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa sasaran kelas penghuni suatu kluster berbanding lurus dengan nilai ekologisnya. Semakin tinggi sasaran kelas penghuni, maka semakin tinggi pula prinsip-prinsip normatif perancangan ekologis diimplementasikan. Secara keseluruhan, ketiga kluster memiliki beberapa kekurangan yang serupa sehingga indikator menjadi tidak terpenuhi, antara lain tidak terdapat pusat

    recycling dan reuse untuk mewadahi kegiatan

    Tabel 2. Perbandingan Tingkat Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis Tiap Kluster (Sumber: Puteri, 2012) PPE CALLYSTA PERMATA EMERALD RESIDENCE KEBAYORAN HEIGHT

    Karakteristik kluster Untuk middle class, ada komposter, tingkat kepedulian dan inisiatif warga tinggi, khususnya keluarga muda

    Untuk middle-high class, ada pedestrian, sumur resapan, dan komposter, tingkat kepedulian pengurus warga tinggi

    Untuk high class, ada sumur resapan, tingkat kepedulian masyarakat masih rendah

    Biodiversitas Terpenuhi (100%) Terpenuhi (100%) Terpenuhi (100%) Efisiensi Energi Terpenuhi (100%) Terpenuhi (90,0%) Terpenuhi (100%) Minimalkan Limbah Kurang (50,0%) Kurang (66,7%) Kurang (50,0%) Konservasi Air Kurang (55,6%) Kurang (66,7%) Terpenuhi (77,8%) Kenyamanan Terpenuhi (100%) Terpenuhi (100%) Terpenuhi (100%) Kesehatan Terpenuhi (85,7%) Terpenuhi (100%) Terpenuhi (100%) Tingkat Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis 81,8% 86,0% 88,4%

  • Evaluasi Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis di Kluster Perumahan Bintaro Jaya

    346 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

    daur ulang sampah, perkerasan jalan lingkungan masih menggunakan material yang tidak ekologis yaitu aspal, tidak ada teknologi untuk menghemat air pada bangunan rumah, sumber air primer masih digunakan untuk menyiram tanaman/cuci mobil, dan tidak setiap bangunan rumah memiliki sistem manajemen air hujan yang memiliki daya tampung.

    Tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis yang tinggi tersebut dicapai dengan inisiatif yang tinggi dari pengembang PT. Jaya Real Property untuk merencanakan dan membangun perumahan berbasis ekologis untuk membuat lingkungan perumahan yang nyaman bagi penghuninya. PT. Jaya Real Property memiliki komitmen yang kaut dalam merealisasikan hal-hal tersebut karena dapat meningkatkan ketertarikan calon pembeli dalam membeli rumah untuk marketing. Berdasarkan hasil penelitian, penghuni yang membeli rumah karena eco-design yang diterapkan pada rumah tersebut mencapai hingga 27%. Jadi sebenarnya, dengan menerapkan prinsip perancangan ekologis dapat memberikan benefit dan profit untuk pengembang dari segi marketing.

    Dampaknya Terhadap Perilaku Penghuni

    Dari Tabel 3, diketahui bahwa kluster yang penghuninya berperilaku paling ramah lingkungan lingkungan (menggunakan lampu hemat energi, memisahkan sampah, tidak menggunakan air tanah sebagai sumber air primer, dan menampung air hujan untuk digunakan kembali) yaitu pertama Kluster Callysta Permata (64,2%), kedua Kluster Kebayoran Height (56,8%), dan ketiga Kluster Emerald Residence (41,7%). Presentase persepsi dan sikap yang mempengaruhi perilaku tersebut juga berbanding lurus dengan perilakunya. Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perilaku ramah lingkungan dipengaruhi oleh persepsi dan sikap yang diambil penghuni terhadap perancangan ekologis.

    Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa ternyata penghuni rumah yang tinggal tidak sesuai dengan sasaran penghuni dari pengembang. Kluster yang sasaran penghuninya untuk middle class ternyata proporsi masyarakat kelas atas lebih besar daripada kelas menengah. Di atas 60% penghuni rumah di ketiga kluster

    Tabel 4. Karakteristik Penghuni Rumah Tiap Kluster (Sumber: Puteri, 2012)

    KARAKTERISTIK CALLYSTA PERMATA EMERALD RESIDENCE KEBAYORAN HEIGHT

    Ting

    kat

    pend

    apat

    an

    per

    bula

    n

    < 4.000.000 0% 2,7% 0%

    4.000.000 7.350.000 13,3% 11,1% 0%

    7.350.000 10.700.000 23,3% 2,7% 27,3%

    > 10.700.000 63,3% 83,3% 72,7%

    Ting

    kat

    pend

    idik

    an SMA 3% 0% 0%

    S1 77% 61,1% 55%

    S2 17% 30,6% 18%

    S3 0% 2,7% 9%

    Lainnya 3% 5,6% 18%

    Tabel 3. Perbandingan Persepsi, Sikap, dan Perilaku Penghuni Rumah Tiap Kluster (Sumber: Puteri, 2012)

    KLUSTER CALLYSTA PERMATA EMERALD RESIDENCE KEBAYORAN HEIGHT Persepsi Penting 100% Sepakat 100% Sepakat 100% Sepakat Mudah diterapkan 77% Sepakat 81% Sepakat 91% Sepakat Menarik 100% Sepakat 100% Sepakat 91% Sepakat Biaya terjangkau 93% Sepakat 89% Sepakat 100% Sepakat Keharusan 100% Sepakat 81% Sepakat 91% Sepakat Bermanfaat 100% Sepakat 100% Sepakat 100% Sepakat Isu yang berlanjut 100% Sepakat 89% Sepakat 82% Sepakat Presentase Total 95,7% 91,3% 93,5% Sikap Setuju 100% 92% 100% Biasa saja 0% 8% 0% Tidak setuju 0% 0% 0% Presentase Total 100% 92% 100% Perilaku Lampu hemat energi 71% 27% 39% Memisahkan sampah 77% 36% 55% Tidak menggunakan air tanah 100% 89% 100% Menampung air hujan 10% 36% 27% Presentase total 64,2% 41,7% 56,8% Rata-rata biaya listrik/bulan Rp 417.666,- Rp 693.885,- Rp 1.100.000,- Rata-rata biaya air/bulan Rp 293.166,- Rp 351.230,- Rp 594.444,-

  • Shinta Michiko Puteri

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 347

    merupakan masyarakat dari kelas atas karena pendapatannya lebih dari Rp 10.700.000,- per bulannya. Selain itu, tingkat pendidikannya penghuni rumah ketiga kluster dapat tergolong tinggi, mayoritas (di atas 50%) seluruh penghuni rumah sudah menempuh pendidikan hingga S1 bahkan lebih. Hal ini berarti, tingkat pendapatan memang berbanding lurus dengan tingkat pendidikan. Hasil perbandingan tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan ketiga kluster hampir sama satu dengan yang lain. Sehingga dapat disimpulkan ketiga kluster memiliki eco-literacy yang tinggi, Hal ini dibuktikan dengan persepsi dan sikap yang positif akan eco-design dari Tabel 3. Dengan tingkat eco-literacy yang tinggi seharusnya perilaku penghuni yang ramah lingkungan juga semakin tinggi. Namun ternyata, persepsi dan sikap yang positif ini belum diikuti oleh perilaku yang ramah lingkungan.

    Dari perbandingan antara Tabel 2 dan Tabel 3, dapat disimpulkan bahwa ternyata penerapan prinsip perancangan ekologis tidak berpengaruh terhadap perilaku penghuni rumah. Kluster perumahan yang memiliki nilai ekologis tinggi secara fisik (output), tidak serta merta langsung diikuti oleh perilaku penghuni yang ramah lingkungan (outcome). Sejauh ini, penerapan prinsip perancangan ekologis baru sebatas mendorong penghuni untuk mulai berperilaku ramah lingkungan karena rata-rata kadar perilaku ramah lingkungan dari ketiga kluster baru mencapai 54,2% dan bahkan ada kluster yang di bawah 50%. Ditambah lagi, biaya yang dikeluarkan untuk air dan listrik masih tinggi, artinya desain bangunan dan lansekap yang dirancang sedemikian rupa untuk meminimalisasi penggunaan energi dan air masih kurang optimal atau tidak dimanfaatkan dengan baik.

    Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Tingkat kesulitan untuk menerapkan beberapa perilaku ramah lingkungan bervariasi, selain itu kemauan untuk melakukan dan inisiatif juga berbeda-beda pada tiap individu, ada beberapa yang sudah berusaha sangat keras untuk go green tetapi yang lainnya bersikap acuh tak acuh dan menjadi komunitas yang pasif. Sedangkan di

    lain pihak, beberapa fasilitas, teknologi, atau fitur yang harus dibayarkan oleh penghuni rumah sehingga dapat menghemat air dan energi juga tidak murah, seperti solar water heating system, double-flushing toilet, automatic light and water system, dan lainnya. Namun untuk fitur sederhana dengan harga terjangkau berdasarkan tingkat pendapatannya juga masih belum banyak yang menerapkannya, sebagai contoh yaitu perilaku menghemat energi dengan menggunakan lampu hemat energi; lebih mahal sedikit namun daya yang dikeluarkan lebih sedikit. Hanya 45,67% penghuni yang sudah menggunakan tipe lampu tersebut, mayoritas masih menggunakan lampu bohlam yang menggunakan energi yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penghuni masih belum mau mengeluarkan uang yang lebih untuk menjaga lingkungan mereka.

    Kesimpulan

    Kesimpulan dari artikel ini ini adalah tingkat penerapan prinsip perancangan oleh pengembang ini secara keseluruhan tinggi karena sudah memenuhi sebagian besar prinsip normatif perancangan ekologis, khususnya prinsip biodiversitas, efisiensi energi, kenyamanan, dan kesehatan. Namun tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis secara fisik yang tinggi ini tidak serta merta diikuti oleh perilaku penghuni ramah lingkungan yang baik pula (output yang baik belum menghasilkan outcome yang baik pula). Produk dari pengembang ini baru sebatas mendorong penghuni untuk berperilaku ramah lingkungan. Maka dapat disimpulkan bahwa ternyata desain dan implementasi perancangan yang sedemikian rupa masih belum optimal atau belum dimanfaatkan dengan baik.

    Rekomendasi

    Kedepannya, untuk membuat penerapan prinsip perancangan ekologis yang lebih baik, diperlukan kerjasama antar stakeholder yang terkait. PT. Jaya Real Property sebagai pengembang dapat meningkatkan tingkat penerapan prinsip perancangan ekologis pada kluster dalam perumahan dengan tidak menggunakan aspal untuk perkerasan jalan,

  • Evaluasi Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis di Kluster Perumahan Bintaro Jaya

    348 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

    menambah tempat sampah yang terpisah, dan menyediakan sistem manajemen air hujan secara terpusat. Pengembang juga butuh dorongan yang kuat dari pemerintah lokal dengan perlindungan hukum yang kuat dan jelas. Untuk membuat fasilitas yang sudah disediakan benar-benar berguna untuk penghuni dan lingkungannya, penghuni rumah dapat mulai mengubah perilaku agar lebih hemat energi, misalnya dengan menggunakan kembali air hujan yang telah ditampung, menggunakan peralatan elektronik yang hemat energi, dan tidak menggunakan jet pump untuk memompa air tanah sebagai sumber air primer. Untuk daerah lain yang serupa dengan Kota Tangerang Selatan (berada di Jakarta Metropolitan Area), yang ingin membangun perumahan baru sebaiknya menerapkan prinsip perancangan ekologis dalam perencanaan dan pembangunannya karena sekarang ini masyarakat banyak yang pindah ke daerah pinggiran Jakarta untuk mencari lingkungan yang lebih baik.

    Ucapan Terima Kasih

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan artikel ini, yaitu Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK, ITB.

    Daftar Pustaka

    American Society of Landscape Architects. (2011). Sustainable Residential Design.

    Buchanan, P. (2000). Ten Shades of Green: Architecture and The Natural World, eds. 1st Edition. New York: The Architectural League.

    Candra, A. (2009, Juli 6). Hunian Berwawasan Lingkungan Makin Dicari. Retrieved Februari 9, 2012, from Kompas Properti: http://properti.kompas.com/read/2009/07/06/16145763/Hunian.Berwawas an.Lingkungan.Makin.Dicari

    Cui, G. (2009). Ecological Design with Urban Context Case Study on Compasso Volante Prize Edition 2007. The 4th International Conference of The International Forum on Urbanism (IfoU) (p. 553). Amsterdam: Delft.

    Frick, H., & Suskiyanto, F. B. (2007). Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis: Konsep Pembangunan Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.

    Green Building Council Indonesia, & Ikatan Arsitek Indonesia. (2011). Greenship.

    Green Communities Enterprise. (2011). Enterprise Green Communities Criteria.

    Karyono, T. H. (2010). Green Architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

    McDonough, W., & Jnecks, C. (1997). Theories and Manifestoes of Contemporary Architecture . Chichester: Academy Edition.

    McHarg, I. (1997). Ecology and Design, in: Thompson, G. F., Steiner, C.F. (Eds), Ecological Design and Planning. New Jersey: : John Wiley & Sons, Inc.

    Puteri, S. M. (2012). Evaluasi Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis di Kluster Perumahan Bintaro Jaya (Studi Kasus: Kluster Callysta Permata, Emerald Residence, dan Kebayoran Height di Kota Tangerang Selatan). Bandung: Perencanaan WIlayah dan Kota ITB.

    Pitts, A. (2004). Planning and Design Strategies for Sustainibility and Profit. Burlington MA: Architectural Press.

    Surarjo, G. (2010). Studi Mengenai Penerapan Konsep Eco-City.

    Ryn, S. V., & Cowan, S. (1996). Ecological Design. Washington D. C.: Island Press.

    Tsui, E. (1999). Evolutionary Architecture: Nature as a Basis for Design. Canada: John Wiley & Sons.

    United States Green Building Council. (2010). LEED for Neighborhood Development.

    Vale, R., & Brenda. (1991). Towards a Green Architecture. London: RIBA Publications Ltd.

    Yeang, K. (1995). Designing With Nature. New York: McGraw Hill, inc.

  • Shinta Michiko Puteri

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 349

    LAMPIRAN 1 PRINSIP NORMATIF PERANCANGAN EKOLOGIS DAN INDIKATORNYA

    PRINSIP DESKRIPSI INDIKATOR

    KAWASAN KAVLING

    1. BIODIVERSITAS Ruang terbuka hijau yang cukup dan baik serta desain yang melestarikan fitur alamiah tapak

    a. Menyediakan ruang terbukahijau yang cukup untukmeningkatkan fungsi alamiahtanaman

    Luas RTH total 20% dari luas lahan perumahan (di luar jalan dan sarpras) dengan 50% luasnya ditanami tanaman

    Luas ruang terbuka hijau privat 10% dari luas persil terbangun

    b. Menyediakan ruang terbukahijau yang baik untukmelestarikan spesies dankomunitas ekologi sertameningkatkan keanekaragamanbiologis

    Proporsi ruang terbuka hijau yang ditanami tanaman 50% dari luas RTH total dengan 100% penggunaan tanaman yang berasal dari nursery lokal (asli daerah) dengan jarak maksimum 500 km

    c. Struktur lingkungan yangintegratif denganmengkombinasikan areaperumahan dengan area hijauuntuk memaksimalkanketersediaan RTH

    Menggunakan pola kluster (persil terkonsentrasi di cul-de-sac dan sisa lahan untuk ruang terbuka)

    d. Compact development denganmenetapkan kepadatan yangtinggi agar lahan lainnya bisadimanfaatkan untuk RTH dantercipta kenyamanan ruang

    Kepadatan perumahan minimal 15 bangunan rumah/ha

    e. Penyesuaian fungsional melaluidesain lansekap yang sesuaidengan karakteristik ataumelestarikan fitur alamiah tapak(aliran air, kemiringan yangcurang, air permukaan, dll)

    Menyesuaikan dengan daya dukung lingkungan mencakup grading, drainase, material tumbuhan, pintu masuk, streetcapes, dan penerangan

    2. EFISIENSIENERGI DAN SDA Desain yang memini-malisasi penggunaan kendaaraan bermotor, pencahayaan buatan, memanfaatkan teknologi serta menggunakan energi terbarukan

    a. Merencanakan perumahandengan aksesibilitas yang baikdan sama untuk mencapaifasilitas umum/sosial

    Jarak pencapaian yang tidak terlalu jauh untuk ke jalan utama/sarana transportasi/akses angkutan umum (maks 0,5-1 km)

    b. Desain jaringan jalan yangwalkable untuk mendorongberjalan kaki dan meminimalkanpenggunaan energi

    Pola jalan grid atau memprioritaskan penyediaan pedestrian dengan syarat: (1) Terpisah dengan jalur kendaraan minimal pada salah satu sisi jalan dengan lebar minimal 1,5 m; (2) Penanaman pohon 60% dari panjang jalan untuk membuat bayangan

    c. Kecukupan fasilitas umum untukkebutuhan dasar masyarakat disekitar lingkungan hunian

    Terdapat 5 sarana kota yang dapat meliputi sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang terbuka, rekreasi, olah raga, komersial, pemerintahan pelayanan

  • Evaluasi Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis di Kluster Perumahan Bintaro Jaya

    350 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

    PRINSIP DESKRIPSI INDIKATOR

    KAWASAN KAVLING

    umum, kebudayaan dengan jarak pencapaian maks. 0,8km

    d. Mengatur jarak antar bangunanuntuk mengurangi kebutuhanakan pencahayaan buatan

    Minimal 75% bangunan rumah memenuhi ketentuan jarak antar bangunan panjang bayangan bangunan: Jarak antar bangunan

    1 lt 1,10 m Jarak antar bangunan

    2 lt 2,21 m e. Mengorientasikan dasar dan

    muka bangunan menghadap keutara-selatan (memanjangtimur-barat)

    Minimal 75% bangunan memenuhi ketentuan orientasi bangunan barat-timur dengan kemiringan sebesar 20 dari arah utara-selatan masih diperbolehkan

    f. Menggunakan desain bentukbangunan dengan perbandinganpanjang dan lebar yang sesuaiuntuk memaksimalkanpencahayaan dan ventilasi alami

    Minimal 75% bangunan memenuhi ketentuan bentuk bangunan 2:1 demi pencahayaan di siang hari

    g. Menggunakan sumber energiyang layak (feasible) danterbaharukan untuk memenuhikebutuhan energi bangunan danperumahan

    Ada teknologi yang mengkonversi energi seperti tenaga surya, air, angin, minyak nabati, biogas, syngas, biomassa, panas bumi menjadi listrik, misalnya ada fitur pembangkit listrik alternatif, menggunakan pemanas air tenaga surya

    h. Meminimalisir penggunaansumber daya alam yang tersedia(mengurangi pemborosan) padabangunan dan lingkunganperumahan untuk konservasidan efisiensi energi dan sumberdaya alam

    Menggunakan teknologi yang memberi kemudahan dalam pemantauan konsumsi energi/ listrik dengan menyediakan sub metering untuk lampu, AC, dan stop kontak; Menggunakan fitur otomatisasi seperti sensor gerak, timer, atau sensor cahaya minimal pada 1 area/ruangan rumah; Menggunakan material dari sumber terbarukan/daur ulang; Menggunakan kayu bersertifikat legal

    i. Menggunakan material denganpemakaian energi sesedikitmungkin

    Minimal 50% material untuk perkerasan ruang terbuka publik, prasarana, sarana, serta elemen sirkulasi menggunakan material dengan kandungan energi rendah-sedang untuk perkerasannya

    Minimal 50% material untuk perkerasan ruang terbuka privat dan minimal 90% bangunan menggunakan material dengan kandungan energi rendah-sedang pada dinding, atap, dan lantai bangunan

    3. MINIMALISASI LIMBAH PADAT Pengelolaan air limbah serta sarpras yang dapat minimalisasi dan efisiensi limbah

    a. Menyediakan sistempengelolaan air limbah rumahtangga untuk penggunaankembali air yang telah diolah

    Menyediakan sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (misalnya sistem reuse dan recycling) dengan septic tank/sumur resapan pada tiap unit hunian

    b. Menyediakan prasaranapersampahan untuk efisiensilimbah

    Prasarana yang memisahkan sampah organik dan anorganik berupa tong sampah, bak

  • Shinta Michiko Puteri

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 351

    PRINSIP DESKRIPSI INDIKATOR

    KAWASAN KAVLING

    sampah kecil, dan gerobak sampah

    c. Menyediakan kegiatanpengelolaan limbah padat untukminimalisasi limbah

    Min. 1 pusat recycling & reuse (kegiatan daur ulang sampah)

    d. Menyediakan kegiatanpengelolaan limbah padat untukefisiensi limbah

    Min. 1 pusat pengomposan perumahan dengan menyediakan sumur biopori dan tempat sampah yang terpisah

    e. Menggunakan material ekologis(reuse dan renewable) agarlimbah dapat digunakan kembaliuntuk konstruksi perumahan,dikembalikan ke alam,meminimalkan konsumsimaterial baru, dan pencemaranlingkungan

    Minimal 50% material untuk perkerasan ruang terbuka publik, prasarana, sarana, serta elemen sirkulasi menggunakan material yang ekologis [7.1]

    Minimal 50% material untuk perkerasan ruang terbuka privat dan minimal 90% bangunan menggunakan material yang ekologis pada dinding, atap, dan lantai bangunan

    4. KONSERVASIAIR Minimalisasi air tanah, penggunaan teknologi hemat air, ruang terbuka hijau yang cukup dan material berpori untuk penyerapan air

    a. Setiap unit hunian mendapat airbersih dari sumber yang layak

    Saluran air bersih tertutup dan tidak bersumber dari air tanah

    b. Mengefisiensikan penggunaanair bersih untuk menghematkeluarnya air

    Menggunakan teknologi misalnya otomatisasi untuk menghemat keluarnya air pada wc, shower, dan keran serta perilaku hemat air dengan tidak menggunakan air bersih untuk cuci mobil, menyiram tanaman

    c. Menyediakan sistempengelolaan air limbah rumahtangga untuk penggunaankembali air yang telah diolah

    Menyediakan sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (misalnya sistem reuse dan recycling) dengan septic tank/sumur resapan pada tiap unit hunian

    d. Menyediakan sistempembuangan dan manajemenair hujan pada tiap unit huniandan lingkungan perumahanuntuk menampung kembali agardapat digunakan kembali sertameningkatkan daya serap airhujan ke dalam tanah

    Menyediakan water quality swales/kolam/sumur biopori/sumur resapan/drainase. Letaknya di kanan kiri jalan dan dilengkapi dengan penanaman pohon pada atap dan halaman

    Memiliki kolam retensi/tanki dengan daya tampung minimum 200 liter dan digunakan untuk flushing toilet

    e. Menyediakan ruang terbukahijau (publik dan privat) yangcukup dengan akses yang samauntuk mencapainya untukpenyerapan air

    Luas RTH total 20% dari luas lahan perumahan (di luar jalan dan sarpras) dengan 50% luasnya ditanami tanaman

    Luas ruang terbuka hijau privat 10% dari luas persil terbangun

    f. Memilih material penutuppermukaan yang mampumeminimalisir run-off air danmemiliki fungsi resapan air

    Minimal 50% perkerasan ruang terbuka publik dan di luar bangunan perumahan menggunakan material berpori

    Minimal 50% perkerasan ruang terbuka privat menggunakan material berpori

  • Evaluasi Penerapan Prinsip Perancangan Ekologis di Kluster Perumahan Bintaro Jaya

    352 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

    PRINSIP DESKRIPSI INDIKATOR

    KAWASAN KAVLING

    5. KENYAMANAN RTH untuk ruang interaksi sosial, kecukupan fasos fasum, aksesibilitas, dan pedestrian yang baik (jika ada)

    a. Menyediakan ruang terbukahijau yang cukup dengan aksesyang sama untuk mencapainyauntuk menyediakan ruang untukinteraksi sosial sertameningkatkan kenyamananpenghuni

    RTH publik tersebar merata dengan luas RTH total 20% dari luas lahan perumahan (di luar jalan dan sarpras) dengan 50% luasnya ditanami tanaman

    Luas ruang terbuka hijau privat 10% dari luas persil terbangun

    b. Compact development denganmenetapkan kepadatan yangtinggi agar lahan lainnya bisadimanfaatkan untuk RTH dantercipta kenyamanan ruang

    Kepadatan perumahan minimal 15 bangunan rumah/ha

    c. Kecukupan fasilitas umum untukkebutuhan dasar masyarakat disekitar lingkungan hunian

    Terdapat 5 sarana kota yang dapat meliputi sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang terbuka, rekreasi, olah raga, komersial, pemerintahan pelayanan umum, kebudayaan dengan jarak pencapaian maks. 0,8km

    d. Merencanakan perumahandengan aksesibilitas yang baikdan sama untuk mencapaifasilitas umum/sosial

    Jarak pencapaian yang tidak terlalu jauh untuk ke jalan utama/sarana transportasi/akses angkutan umum (maks 0,5-1 km)

    e. Desain jaringan jalan yangwalkable untuk mendorongberjalan kaki dan meminimalkanpenggunaan energi

    Pola jalan grid atau memprioritaskan penyediaan pedestrian dengan syarat: (1) Terpisah dengan jalur kendaraan minimal pada salah satu sisi jalan dengan lebar minimal 1,5 m; (2) Penanaman pohon 60% dari panjang jalan untuk membuat bayangan

    6. KESEHATANPrasarana, sarana, utilitas, serta material yang tidak mengganggu dan menunjang kesehatan

    a. Menyediakan ruang terbukahijau yang cukup dengan aksesyang sama untuk mencapainyadalam rangka meningkatkankesehatan fisik serta psikispenghuni

    Luas RTH total 20% dari luas lahan perumahan (di luar jalan dan sarpras) dengan 50% luasnya ditanami tanaman

    Luas ruang terbuka hijau privat 10% dari luas persil terbangun

    b. Menggunakan material yangtidak mengganggu kesehatanmanusia dan lingkungannya

    Minimal 50% material untuk perkerasan ruang terbuka publik, prasarana, sarana, serta elemen sirkulasi menggunakan material dengan kandungan energi rendah-sedang untuk perkerasannya

    Minimal 50% material untuk perkerasan ruang terbuka privat dan minimal 90% bangunan menggunakan material dengan kandungan energi rendah-sedang pada dinding, atap, dan lantai bangunan

    c. Setiap unit hunian mendapat airbersih dari sumber yang layak

    Saluran air bersih tertutup dan tidak bersumber dari air tanah

  • Shinta Michiko Puteri

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 353

    PRINSIP DESKRIPSI INDIKATOR

    KAWASAN KAVLING

    d. Prasarana persampahan yangtidak mengganggu kesehatan

    TPS dengan jarak bebas dari lingkungan hunian min. 30 m

    e. Desain jaringan jalan yangwalkable untuk mendorongberjalan kaki sehingga dapatmenyehatkan penghuni

    Pola jalan grid atau memprioritaskan penyediaan pedestrian dengan syarat: (1) Terpisah dengan jalur kendaraan minimal pada salah satu sisi jalan dengan lebar minimal 1,5 m; (2) Penanaman pohon 60% dari panjang jalan untuk membuat bayangan