View
221
Download
0
Category
Tags:
Preview:
DESCRIPTION
kelompok b
Citation preview
SCENARIO B BLOK 14
24 -26 September 2012
Mr. Alex, 50-year old man, lives in Palembang. He came to the hospital because of
generalized itching especially after taking a warm bath since 6 months ago and got worsen in
the last 2 months. He also had night sweating, severe headache, and tinnitus. He has no
history of smoking. He denied having a chronic fever, chills, cough or abnormal bleeding.
Physical examination:
Vital sign: BP 180/90 mmHg, HR: 88 x/menit, regular, normal sound, RR: 20 x/menit,
temp: 36,7”C
Look: flushing face
No lymphadenopathy
Thorax: within normal limit
Abdomen: soft and tender, splenomegaly (S2)
Laboratory result:
CBC: Hb 20,6 mg/dl, Ht: 60%, leucocytes 22.000/mm3, diff count 8/3/10/60/15/4, platelets
810.000/mm3, erythrocytes 6.300.000/mm3
Further examination:
RBC mass: 38 ml/kg
Oxygen saturation: 98%
Erythropoietin level: decreased
Alkaline phospatase: increased
Uric acid: 10 mg/dl
Bone marrow: hypercelullar, normal maturation
Cytogenetic: normal, 46 XX
1
A. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Lymphadenopathy : Abnormalitas kelenjar limfe disertai pembesaran kelenjar
2. Tinnitus : Suara bising ditelinga seperti bordering, dengung, raungan/bunyi klik
3. Erythropoietin : Hormon yang mengatur eritropoiesis
4. Itch : Sensasi kulit tidak nyaman yang menimbulkan keinginan untuk
menggarut
5. Hemoglobin : Pigmen pembawa oksigen eritrosit yang dibentuk oleh 4 rantai
polipptida globin yang berbeda
6. Hematokrit : Perbandingan RBC dan volume darah secara keseluruhan
7. Splenomegaly : Pembesaran limpa yang diakibatkan oleh peningkatan degradasi eritrosit
yang berkembang ekstravaskuler dan peningkatan eritrosit ekstramedular hemopoiesis
8. Saturasi oksigen : Jumlah oksigen terikat Hb pada darah yang dinyatakan dalam presentase
kapasitas pengikat oksigen maksimum
9. Leukosit : Sel darah putih, korpuskulus darah tidak berwarna yang mampu
bergerak secara amoeboit yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari MO penyebab
penyakit
10. Hiperseluler sumsum tulang: Peningkatan jumlah sel secara abnormal pada sumsum
tulang
11. Alkaline phospatase : Enzim yang diproduksi oleh sel epitel hati dan osteoblast
NB: Seharusnya Leucocyte Alkaline Phospatase
12. Flushing face : muka kemerahan (plethora)
2
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Alex, 50 tahun, tinggal di Palembang, datang ke RS dengan keluhan gatal terutama
setelah mandi air hangat sejak 6 bulan lalu dan memburuk dalam 2 bulan terakhir.
2. Tn. Alex juga mengeluhkan berkeringat di malam hari, sakit kepala berat, dan tinnitus.
3. Rekam medis:
Tidak ada riwayat merokok
Tidak ada demam kronik, menggigil, batuk, atau pendarahan abnormal.
4. Physical examination:
Vital sign: BP 180/90 mmHg, HR: 88 x/menit, regular, normal sound, RR: 20 x/menit,
temp: 36,7”C
Look: flushing face
No lymphadenopathy
Thorax: within normal limit
Abdomen: soft and tender, splenomegaly (S2)
5. Laboratory result:
CBC: Hb 20,6 mg/dl, Ht: 60%, leucocytes 22.000/mm3, diff count 8/3/10/60/15/4, platelets
810.000/mm3, erythrocytes 6.300.000/mm3
Further examination:
RBC mass: 38 ml/kg
Oxygen saturation: 98%
Erythropoietin level: decreased
Alkaline phospatase: increased
Uric acid: 10 mg/dl
Bone marrow: hypercelullar, normal maturation
Cytogenetic: normal, 46 XX
3
C. ANALISIS MASALAH
1. Apa penyebab gatal menyeluruh?
Dalam kasus mieloid proliferatif, terjadi peningkatan dari basofil (sel mast jika di
jaringan) yang lebih dari 65/mL. Kedua sel tersebut memikili granul yang mengandung
histamine, heparin, leukotrin dan ECF. Degranulasi dipacu antara lain oleh ikatan antara
antigen dan IgE pada permukaan sel. Selain itu factor non imun seperti latihan fisik, trauma,
panas dan dingin dapat pula mengaktifkan degranulasi sel mast dan basofil sehingga timbul
gatal.
2. Mengapa gatal terjadi setelah mandi air hangat dan memburuk dalam 2 bulan terakhir?
Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat
meningkatnya basofilia. Dalam kasus ini, air hangat merupakan suatu faktor pencetus
(allergen) sehingga memicu basofil yang banyak tadi untuk ber-degranulasi dan
mengeluarkan histamine. Rasa gatal terutama muncul setelah mandi air hangat diduga karena
air hangat dapat menstimulus peningkatan aliran darah, sehingga kadar histamin lebih
meningkat dan menimbulkan rasa gatal yang lebih terasa. Histamine ini akan berikatan
dengan reseptor H1 dan mensensitasi serabut saraf C di kulit superficial. Hal inilah yang
menimbulkan rasa gatal.
3. Apa penyebab berkeringat pada malam hari, sakit kepala berat, dan tinnitus?
Berkeringat pada malam hari
Mieloid proliferatif peningkatan katabolisme vasodilasi pembuluh darah (energi panas
dilepaskan) keringat.
Pada malam hari terjadi penurunan hormon kortisol (berperan dalam vasokonstriksi)
sehingga total energi yang dibutuhkan akan lebih banyak pada malam hari (metabolisme
meningkat pada malam hari) dan berdampak pada pengeluaran panas yang meningkat pula.
Selain itu adanya perubahan suhu sehingga tubuh merespon dengan mengeluarkan banyak
keringat untuk menjaga kelembaban, adanya respon epinefrin atau norepinefrin, dan juga
adanya kemungkinan akibat adanya peningkatan laju metabolisme basal dalam tubuh. Pada
polisitemia, laju metabolisme basal meningkat karena produksi sel darah yang berlebih
4
sehingga tubuh merespon hipotalamus untuk memberi impulse melalui saraf simpatis ke
kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat lebih banyak.
Sakit kepala
Peningkatan tekanan darah intra cranial
Meningkatnya stress
Kurang Istirahat
Kurangnya asupan makanan
Terpajan oleh Kafein (kopi, rokok, etc.)
Konsumsi obat obatan tertentu
Pada polisitemia, peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah
(hiperviskositas) yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah
(shear rate), dan lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat dari
penggumpalan eritrosit. Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi
hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel, hal tersebut dapat menimbulkan
pendarahan,walau jumlah trombosit >450k/ml, yang biasanya bermanifestasi sebagai
ecchymosis (flushing face), epistaxis, dan pendarahan gastrointestinal. Hal ini juga
menimbulkan Trombositosis yang mungkin menyebabkan thrombosis vena atau
thromboflebitis dengan emboli (terjadi pada 30-50% kasus). Hiperviskositas dan thrombosis
dapat meningkatkan tekanan darah intracranial, sehingga dapat menyebabkan sakit kepala.
(Darwin, 2009)
Sakit kepala dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yakni primer dan sekunder. Dimana
sakit kepala primer disebabkan oleh gangguan pada vaskularisasi suatu pembuluh darah yang
cenderung dapat diatasi dengan penggunaan obat-obat analgesik. Sakit kepala sekunder lebih
disebabkan oleh adanya penyakit penyerta lain yang kemudian dapat menimbulkan sakit
kepala (biasanya sudah terjadi lama atau kronik), oleh karena itu sakit kepala ini sulit
disembuhkan apabila causal atau penyebab penyakit sebenarnya tersebut tidak diatasi.
Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:
Sakit kepala primer:
Vascular headache5
Sakit kepala yang disebabkan oleh perubahan vascular yang ditangkap oleh nociceptor
pembuluh darah dan bersifat neurologis, tipe paling umum adalah migraine & “toxic head”
yang terjadi pada demam. Tipe yang jarang adalah headache yang disebabkan high blood
preasure
Muscular/myogenic headache
Sakit kepala ini disebabkan oleh penekanan / kontraksi otot leher dan wajah (The muscles of
the head may similarly be sensitive to pain) yang diradiasikan pada forehead. Tension
headache adalah tipe paling umum untuk sakit kepala jenis ini.
Cervicogenic headache
Cervicogenic headache berasal dari kelainan (disorder) pada leher, termasuk structur
anatomis yang dipersarafi oleh cervical roots C1–C3. Sakit kepala muncul ketika
menggerakan leher sehingga menyebabkan pembatasan dari lingkup gerak (range of
movement).
Sakit kepala sekunder:
Traction headache & Inflammatory headache
Merupakan simptom yang muncul dari disorder yang lain contoh stroke dan sinus infection.
Sakit kepala yang disebabkan oleh inflamasi sebagai proses imunologi (innate immunity)
yang disebabkan infeksi (sinusitis, meningitis, eye infection, otitis media, dll).
Tinnitus
Infeksi telinga (ex: OM akut/kronis)
Cedera telinga akibat mendengar suara yang keras
Alkohol, Kafein, dan obat-obatan tertentu (ex: gentamycin, amikacyn, aspirin, etc.)
Adanya peyakit darah tekanan darah tinggi
Inefektifnya fungsi pendengaran sesuai dengan usia
Multiple sclerosis atau Tumor otak
Disfungsi sendi temporomandibular dan gangguan pada gigi
Perubahan tekanan dari lingkungan dataran rendah ke dataran tinggi
Psikosomatik
Idiopatik6
Pada polisitemia, hiperviskositas akan menyebabkan penurunan laju transport oksigen. Hal
tersebut menyebabkan terganggunya oksigenasi jaringan (Darwin, 2009). Oksigenasi yang
terganggu ini menyebabkan sel reseptor di telinga dalam tidak bekerja dengan efektif karena
terjadi iskemia pada jaringan tersebut yang menyebabkan jaringan tersebut cedera.
(Yamasoba T, 2006)
4. Apakah ada hubungan antara keluhan Tn. Alex dengan riwayat merokok, demam kronik,
menggigil, batuk, dan pendarahan abnormal?
Riwayat tidak merokok dalam kasus ini untuk menyingkirkan salah satu indikasi diagnosis
banding penyakit polisitemia sekunder. Dimana pada polisitemia sekunder, penyebabnya
merupakan suatu keadaan fisiologis akibat hipoksia jaringan yang menyebabkan tubuh
memproduksi sel darah merah dalam jumlah yang besar. Pajanan CO jangka lama pada
perokok akan meningkatkan eritrositosis. (Price and Wilson)
Sementara demam kronik, menggigil dan batuk untuk menyingkirkan diagnosis adanya
infeksi yang mendahului. Riwayat tidak ada perdarahan abnormal menunjukkan
progresivitas penyakit dimana belum ada komplikasi thrombosis yang menyebabkan
perdarahan.
5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme hasil yang abnormal?
Kasus Nilai Normal Interpretasi
Tekanan Darah 180/90 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi
Denyut nadi 88x/m, regular,
normal
60-100x/m,
reguler, normal
Normal
Frekuensi nafas 20x/m 16-24x/m Normal
Suhu 36,7 C 36,5-37,2 C Normal
Muka Flushing face Tidak ada
flushing face
Terjadi
eritrostasis
akibat dari
penggumpalan
eritrosit pada
7
daerah muka
Thorax Normal Normal Normal
Abdomen Soft and tender
Splenomegali
Soft and tender
Tidak
membesar
Normal
Terjadi
pembesaran
limpa (akibat
sekunder dari
hiperaktif
hemopoiesis
ekstra medular
dan destruksi
eritrosit)
Mekanisme keabnormalan:
Hipertensi : pembentukan sel darah yang berlebihan viskositas darah meningkat
hipertensi
Flushing face : eritrositosis peningkatan viskositas darah penurunan kecepatan
aliran darah (shear rate) pembuluh darah (kapiler kulit dan kapiler loop membesar)
dilatasi kecepatan aliran darah yang melewati area wajah juga akan menurun (terjadi
eritrostasis)
Pada PV kapiler kulit menggelembung dan Capiller loop mengalami pembesaran (terjadi
dilatasi pembuluh darah). Tingkat kemerahan berkaitan dengan keadaan dilatasi dari
peripheral vascular network dan kecepatan nya didalam area sirkulasi itu sendiri, karena
faktor yang menentukan/mengurangi tingkat kemerahan itu adalah kuantitas dari
hemoglobin. ( Wintrobe’s Clinical Hematology 12th Edition)
Splenomegali : sel darah yang terbentuk terlalu banyak kerja spleen meningkat untuk
menghancurkan sel darah splenomegali. Selain itu splenomegali juga terjadi karena
iperaktif hemopoesis ekstrameduler
6. Bagaimana kesimpulan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lanjutan Tn. Alex
beserta mekanisme hasil yang abnormal?8
Inta
a. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaa
n
Nilai Dalam
Kasus
Nilai Normal Interpretasi
WBC 22.000/mm3 4.000-
10.000/mm3
Leukositosis akibat
klon abnormal yang
terjadi pada
hematopoietic stem
cell yang
menyebabkan
proliferasi >>
precursor granulosit.
Hemoglobin 20,6 mg/dl L: 14-18 mg/dl
P: 12-16 mg/dl
Meningkat. Terjadi
akibat peningkatan
eritrosit.
Hematokrit 60% L: 40-48% Meningkat. Indikasi
ada nya peningkatan
viskositas dari darah
akibat dari
peningkatan jumlah
eritrosit dan sel darah
lainnya.
Platelet 810.000/mm3 150.000-
400.000/mm3
Trombositosis. akibat
klon abnormal yang
terjadi hemopoietik
stem cell yang
menyebabkan
proliferasi >>
megakaryosit.
Eritrosit 6.300.000/mm3 L : 4,5-5,9 Meningkat akibat klon
9
juta
P : 4-5,2 juta
abnormal pada
hemapoietik stem cell
yang menyebabkan
proliferasi >>
precursor eritroid.
Diff count
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
8
3
10
60
15
4
0-2 %
1-3%
2-6%
50-70%
20-40 %
4-8%
Meningkat
Normal
Meningkat
Normal
Menurun
Normal
b. Pemeriksaan Lanjutan:
Pemeriksaan Kasus Nilai
Normal
Interpretasi
RBC mass 38 ml/kg Pria:25-35
ml/kg
Wanita: 22-
32 ml/kg
Meningkat.
Klon abnormal pada
hemopoietik sel
induk peningkatan
produksi RBC
peningkatan massa
RBC
Saturasi
Oksigen
98% >97% Normal. Memenuhi
salah satu indikasi
polisitemia vera mayor
Kadar
Eritropoietin
Menurun Normal Menurun karena
pematangan dari sel
darah merah terjadi
sendirinya tanpa
membutuhkan
10
eritropoetin karena
adanya mutasi genetic.
Leucocyte
Alkaline
Phospatase
(LAP)
Meningkat <100 mU Meningkat tanda
peningkatan leukosit
akibat proliferasi sel
myeloid terutama
neutrofil karena AP
disekresi oleh leukosit.
Asam urat 10 mg/dl L: 3,5-7
P: 2,6-6
Hiperurisemia akibat
laju metabolisme sel
tinggi.
Inti retikulosit yang
dilepaskan
mengandung DNA
yang diuraikan menjadi
basa purin
Bone Marrow Hiperseluler
, maturasi
normal
- Klon abnormal pada
hemopoietik sel induk
peningkatan
proliferasi trilinier dari
RBC,WBC dan platelet
disertai dg peningkatan
sensitivitas pada
growth factor
sumsum tulang
hiperseluler
Cytogenetics 46XY,
normal
46 XY,
normal
Normal
Kadar Eritropoietin
11
Pengukuran eritropoietin juga diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan polisitemia
sekunder. Pada penderita polisitemia primer, kadar eritropoietin dalam serum menurun (<4
mU/ml).
LAP
Dapat ditemukan pada sel darah putih terutama neutrofil. LAP merupakan enzim yang
terdapat dalam granula sekunder dari sel polimorfonuklear (neutrofil) yang mampu
menghidrolisis substrat yang mengandung fosfat menjadi produk yang dapat berikatan
dengan zat warna. Peningkatan LAP ditemukan pada keadaan infeksi, kehamilan, polisitemia
vera, mielofibrosis, reaksi leukemoid, dan trombositosis esensial.
RBC Mass
Pengukuran massa sel darah merah merupakan cara yang paling akurat untuk membedakan
polisitemia primer dengan tipe yang lainnya. Pengukuran dilakukan dengan zat radioaktif
iodin-131. Dan ini merupakan salah satu criteria mayor pada diagnosis polisitemia vera.
Saturasi Oksigen
Untuk membedakan polisitemia vera primer dan polisitemia sekunder, dilakukan pengukuran
kadar oksigen di dalam contoh darah arteri. Jika kadar oksigen rendah (<93%), berarti itu
adalah suatu polisitemia sekunder.
7. Apa DD kasus ini ?
Gejala Kasus
Polisite
mia
Vera
Polisite
mia
Sekunde
r
Trombosite
mia
Esensial
Leukimia
Mieolid
Kronis
Headache + + + -
Night Sweating + + - +
Generalized
Itching,
particularly after
taking a warm
+ + + +
12
bath
Plethoric Face + + + -
Splenomegaly
(S2) + - + +
Hemoglobin 20,6 mg/dl
(increase)+ + - -
Hematocrites 60 % (increase) +
Leucocytes 22.000 /mm3
(increase)+ +
+
(>50.000)
Diff.count 8/3/10/60/15/4 +
Platelets 810.000 /mm3
(increase)+ + >600.000
Erithrocytes 6.300.000 /mm3
(increase)+ increase
LAP Increase + -(normal) rendah
BMP hypercellular,
normal
maturation
+, + + (HS)+ (HS),
megakariosit+ (HS)
Eritropoietin Decrease + -
Genetic 46 XY
(normal)+ + +
RBC mass 38 ml/gr + + normal
Saturation O2
90-95%
98%+ +
8. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan WD kasus ini?
13
Kriteria Diagnosis menurut Polycythemia Vera Study Group 1970
KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR
Massa eritrosit : laki-laki
>36
ml / kg, perempuan > 32 ml /
kg
Saturasi Oksigen > 92 %
Splenomegali
Trombositosis > 400.000 / mm3
Leukositosis > 12.000 / mm3
Aktivasi Alkali fosfatase lekosit > 100
( tanpa ada demam / infeksi )
B 12 serum > 900 pg / ml atau UBBC
(Unsaturated B12 Binding Capasity ) >
2200 pg / ml
DIAGNOSIS POLISITEMIA VERA
3 kriteria mayor, atau
2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor
Beberapa kriteria ( alkali fosfatase lekosit, B12 serum,UBBC) dianggap kurang sensitif,
sehingga dilakukan revisi kriteria diagnostik Polisitemia Vera sebagai berikut:
Kriteria kategori A :
A1. Peningkatan massa eritrosit lebih
dari 25 % diatas rata-rata angka
normal.
A2. Tidak ada penyebab polisitemia
sekunder.
A3. Splenomegali
A4. Petanda klon abnormal
(Kariotipe abnormal ).
Kriteria kategori B :
B1. Trombositosis : > 400.000/mm3
B2. Leukositosis : > 12.000/mm3
(tidak ada infeksi).
B3. Splenomegali pada pemeriksaan
radio isotop atau ultrasonografi
B4. Penurunan serum eritropoitin.
Diagnosis Polisitemia Vera : Kategori A1 +A2 dan A3 atau A4 atau
Kategori A1 + A2 dan 2 kriteria kategori B.
Sejak ditemukan mutasi JAK2V617F tahun 2005, maka diusulkan pemeriksaan JAK2
sebagai kriteria diagnosis Polisitemia Vera.
Cara menegakkan diagnosis pada kasus ini:
14
1. Anamnesis
Gatal menyeluruh terutama setelah mandi air panas
Berkeringat malam
Sakit kepala berat
Tinnitus
2. Pemeriksaan Fisik
Flushing face
Splenomegali
3. Pemeriksaan Lab
Kasus Kriteria PV Keterangan
Ht = 60% > 48 % Sesuai
Red cell mass = 38
mm/gr
> 36 mm/gr Sesuai
Platelet = 810.000 > 400.000 Sesuai
WBC = 22.000 > 12.000 Sesuai
LAP meningkat meningkat Sesuai
Eritropoetin menurun Menurun/
normal
Sesuai
Saturasi oksigen = 98% > 92% Sesuai
Jadi, working diagnosis untuk kasus ini adalah polisitemia vera.
Dalam kasus ini dapat ditegakkan diagnosis polisitemia vera karena sudah memenuhi
criteria A1,A2, A3, B1, B2 , B4
9. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini?
Etiologi
Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena
adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu
janus kinase 2 (JAK2).Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan PV membentuk
coloniesin dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid,
15
dan berbagai faktor pertumbuhan. Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase
sitoplasma yang mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator
pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin, granulosit-makrophage colony-
stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon
pertumbuhan
Faktor Risiko
1. Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.
2. Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok.Akibat dari
hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah
eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah
di sumsum tulang.
3. Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih
tinggi terhadap CO daripada oksigen.
4. Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada
tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5. Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau JAK-2), jenis
polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.
10. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, rasio perbandingan
antara pria dan perempuan antara 2:1 dan dilaporkan insiden polisitemia vera adalah 2,3
per 100.000 populasi dalam setahun. Keseriusan penyakit polisitemia vera ditegaskan
bahwa faktanya survival median pasien sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5-3 tahun
sedang yang dengan pengobatan lebih dari 10 tahun. (IPDL Jilid II, 2009)
11. Bagaimana manifestasi klinik kasus ini?
Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit
akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan
kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport
16
oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian
akan menyebabkan :
Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan
eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
Penurunan laju transport oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai
gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti
di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.
2. Penurunan shear rate.
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu
agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan
walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30 % kasus
Polisitemia Vera, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan perdarahan
gastrointestinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia Vera tidak ada korelasi
trombositosis dengan trombosis.
4. Basofilia
Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh
terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria
suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai
akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena
peningkatan kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi
sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
6. Hepatomegali
17
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera. Sebagaimana halnya
splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramedular.
7. Gout
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuentrasi
sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan
meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate.
Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia.
8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat dan vitamin
B12. Hal ini dijumpai pada ± 30% kasus Polisitemis Vera karena penggunaan untuk
pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12
(Unsaturated B12 Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75% kasus.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva hiperemis sebagai
akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus,
perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan
gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan
viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien
Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan waktu operasi atau
trauma.
Pada PV tanda dan gejala yang predominan terbagi dalam 3 fase yaitu :
1) Gejala awal (early symptoms)
Gejala awal dari PV sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan walaupun telah diketahui
melalui tes laboratorium. Gejala awal yang biasanya terjadi dapat berupa sakit kepala (48%),
telinga berdenging (43%), mudah lelah (47%), gangguan daya ingat, susah bernafas (26%),
darah tinggi (72%), ganguan penglihatan (31%), rasa panas pada tangan atau kaki (29%), 18
pruritus (43%), juga terdapat perdarahan dari hidung, lambung (stomach ulcers) (24%) atau
sakit tulang (26%).
2) Gejala akhir (later symptoms) dan komplikasi
Sebagai penyakit progresif, pasien dengan PV mengalami perdarahan atau thrombosis.
Thrombosis merupakan penyebab kematian terbanyak dari PV. Komplikasi lain berupa
peningkatan asam urat dalam darah sekitar 10% berkembang menjadi gout dan peningkatan
resiko ulkus peptikum (10%).
3) Fase splenomegali (spent phase)
Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada fase ini terjadi
kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi anemia berat, kebutuhan transfusi meningkat,
liver dan limpa membesar.
12. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
Diah
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan
relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak
mengalami perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih
hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar
eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena
rangsangan eritropoietin yang kuat.
19
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar
eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akanmencapai
keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini
adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem
cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat
pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan
pematangan sel normal. Bagaimana perubahan seltunas normal jadi abnormal masih belum
diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-
kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.
Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang
berperan dalam produksi darah.Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis
dimulai dengan ikat anantara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah
terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi
danterfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi
aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke
inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasisehingga terjadi aktivasi atau
inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor. Pada penderita PV, terjadi
mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin
(V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2
tertekan sehinggaproses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,
proseseritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor .
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, seldarah putih,
dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami
thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang
disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis
dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri
retinal atau sindrom Budd-Chiari.Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal
20
Mutasi gen JAK2 dikromosim 9 (V617F)
Pembentukan sel darah yang tidak tekontrol Eritropoetin ↓Hiperselular
bone marrow
↑ RBC,Hb, hematokrit ↑ leukosit↑ platelet
Flushing facePenghancuran oleh spleen
↑ viskosistas darah
Basofil ↑Alkalin fosfatase leukosist ↑
Melepaskan histamin
gatal
splenomogaliTekanan darah ↑ Aliran darah
melambat
Mandi air hangat
Perfusi O2 terganggu
Pelepasan nucleus dari eritrosit ↑
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat
menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
21
13. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Penatalaksanaan terhadap Mr.Alex sesuai kompetensi
Pertama kali dilakukan flebotomi terlebih dahulu untuk menurunkan level
Hematokritnya yang tinggi (60%) karena bisa menyebabkan terjadinya stroke.
Dilanjutkan kemoterapi Sitostatika yaitu Hidroksiurea. Dipilih Hidroksiurea karena
penggunaannya lebih dianjurkan untuk pasien usia 50-70 tahun, sedangkan Mr. Alex
(50 tahun).
Dosisnya 1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 15
mg/kgBB/kali. Fungsinya untuk mengontrol leukositosis, trombositosis
Obat-obat simptomatik:
Antihistamin untuk pruritus
Allopurinol untuk hiperurisemia
Aspirin dosis rendah 200-250 mg untuk analgesic (sakit kepala) juga bisa untuk
menurunkan resiko thrombosis, perdarahan dan profilaksis.
Diet : banyak minum, rendah garam dan rendah protein hewani untuk mengurangi
viskositas darah22
Edukasi :
Hindari merokok atau yang berhubungan dengan rokok (hindari orang yang
sedang merokok)
Banyak minum air putih.
Hindari mandi dengan air hangat.
Rujuk
Prinsip pengobatan Polisitemia Vera:
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengontrol eritropoiesis
dengan flebotomi
Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik /polisitemia yang belum
terkontrol
Menghindari pengobatan yang berlebihan (overtreatment)
Menghindari obat yang mutagenic, teratogenik, dan berefek sterilisasi pada pasien
berusia muda
Mengontrol panmielosis dengan dosis tertentu fosfor radioaktif atau kemoterapi
sitostatika pada pasien yang berusia >40 tahun
Trombositosis persisten diatas 800K/ml terutama jika disertai gejala thrombosis
Leukositosis progresif
Splenomegali yang simptomatik atau menimbulkan sitopenia problermatic
Gejala sistemik yang tidak terkontrol seperti pruritus yang sulit di kendalikan,
penurunan berat badan ataupun hiperurikosuria yang sulit diatasi.
Media Pengobatan:
1. Flebotomi
Merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang pasien polisitemia selama bertahun-tahun
dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Pada PV tujuan prosedur flebotomi tersebut
ialah mempertahankan hematokrit ≤ 42% pada perempuan dan ≤ 47 % pada pria untuk
mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi flebotomi terutama
pada semua pasien pada permulaan penyakit dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
23
Prosedur flebotomi:
a). Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan dengan blood donor collection
set standar setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia >55 tahun atau dengan penyakit
vaskular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip
isovolemik yaitu dengan mengganti plasma darah yang diekluarkan dengan cairan
pengganti plasma (coloid/ plasma expander)setiap kali, untuk mencegah timbulnya
bahaya iskemiaserebral atau jantung karena hipovolemik;
b). Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body iron ± 5 g).
Defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala
defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia, dan asteniadapat cepat hilang dengan
pemberian preparat besi.
2. Kemoterapi Sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatika adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan
menggunakan hidroksiurea, salah satu sitostatika golongan obat anti metabolik, sedangkan
penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi
karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian FDA masih
membenarkan Chlorambucil dan Busulfan digunakan PV.
Indikasi penggunaan kemoterapi sitostatika :
hanya untuk PV
flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan
trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
splenomegali simptomatik/ mengancam rupturnya limpa
Cara pemberian kemoterapi sitostatika :
Hidroksiurea (®Hydrea 500mg/ tablet) dengan dosis 800-1200mg/ m2/ hari atau
diberikan 2 kali dengan dosis 10-15mg/ kgBB/ kali, jika telah tercapai target dapat
dilanjutkan dengan pemberian inermittent untuk pemeliharaan.
24
Chlorambucil (®Leukeran 5mg/ tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2mg/ kgBB/ hari
selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/ kgBB tiap 2-4 minggu.
Busulfan (®Myleran 2 mg/ tablet) 0,06 mg/ kgBB/ hari atau 1,8mg/ m2/ hari, jika telah
tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermittent untuk pemeliharaan.
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar dua sampai tiga
minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit :
pada pria ≤ 47 % dan memberikanya lagi jika > 52%
pada perempuan ≤ 42% dan memberikanya lagi jika > 49%
3. Pengobatan suportif
- Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien
dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
pruritus dan urtikaria dapat diberikan antihistamin, jika diperlukan dapat diberikan
Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA) . Antihistamin yang
diberikan adalah Chlortrimethon (CTM) : 4-8 mg/ kali.
- Jika pemberian tunggal antihistamin tidak memberikan respon baik (pruritus
masih) maka diberikan antihistamin kombinasi dengan kortikosteroid,
deksametason per oral.
Treatment Advantages Disadvantages
Phlebotomy Low risk. Simple to perform. Does not control thrombocytosis
or leukocytosis.
Hydroxyurea Controls leukocytosis and
thrombocytosis. Low
leukemogenic risk.
Continuous therapy required.
Busulfan Easy to administer. Prolonged
remissions. Risk of
leukemogenesis probably not high.
Overdose produces prolonged
marrow suppression. Risks of
leukemogenesis, long-term
pulmonary and cutaneous toxicity.32P
Patient compliance not required.
Prolonged control of
Expensive and relatively
inconvenient. Moderate
25
thrombocytosis and leukocytosis. leukemogenic risk.
Chlorambucil Easy to administer. Good control
of thrombocytosis and
leukocytosis.
High risk of leukemogenesis.
Interferon Low leukemogenic potential.
Effect on pruritus.
Inconvenient, costly, frequent side
effects.
Anagrelide Selective effect on platelets. Selective effect on platelets.
Terapi Polisitemia Vera yang dianjurkan:
26
14. Bagaimana k omplikasi kasus ini?
Sekitar 30% pasien mengalami penyulit trombotik, biasanya mengenai otak atau jantung.
Thrombosis vena hepatica, yang menyebabkan sindrom Budd-Chiari, merupakan penyulit
yang jarang tetapi berbahaya. Perdarahan ringan (misal epistaksis dan perdarahan gusi)
sering terjadi, perdarahan berat terjadi pada 5% sampai 10% pasien. Pada pasien yang tidak
mendapat terapi, kematian akibat kelainan vaskuler ini terjadi dalam beberapa bulan setelah
diagnosis, namun apabila massa SDM dapat dipertahankan mendekati normal dengan
flebotomi, dapat dicapai kesintasan median sebesar 10 tahun. (Patologi Robbins Kumar)
Trombosis dilaporkan pada 15-60% pasien, tergantung pada pengendalian penyakit
tersebut dan 10-40% penyebab utama kematian.
Komplikasi perdarahan timbul 15-35% pada pasien polisitemia vera dan 6-30%
penyebab kematian.
Terdapat 3-10% pasien polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan
pansitopenia.
Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukimia akut dan sindrom mielodisplasia
pada 1,5% pasien dengan pengobatan hanya flebotomi. Peningkatan resiko transformasi
13,5% dalam 5 tahun dengan pengobatan klorambusil dan 10,2% dalam 6-10 tahun pada
pasien dengan pengobatan 32P. Terdapat juga 5,9% dalam 15 tahun resiko terjadinya
transformasi pada pasien dengan pengobatan hydroxyurea.
27
Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah (komplikasi yang dapat terjadi) adalah:
1. Trombosis, dilaporkan pada 15-60 % pasien, tergantung pada pengendalian penyakit
tersebut dan 10-40 % penyebab utama kematian.
2. Kompilkasi perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6-30%
menyebabkan kematian.
3. Terdapat 3-10 % pasien Polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan
pansitopenia.
4. Polisitemia Vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom
mielodisplasia pada 1,5 % pasien dengan pengobatan hanya plebotomi. Peningkatan
resiko tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan Klorambusil dan 10,2 %
dalam 6-10 tahun pada pasien dengan terapi32 P. Terdapat juga 5,9 % dalam 15 tahun
resiko terjadinya tranformasi pada pasien dengan pengobatan Hidroksiurea. Insiden
leukemia akut meningkat pada pasien yang mendapat 32 P atau kemoterapi dengan
Khlorambusil.
15. Bagaimana prognosis kasus ini?
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Malam
Pada Pasien yang terdiagnosa tetapi tidak diobati, survival ratenya rata – rata 1,5 – 3 tahun.
Sedangkan pada pasien dengan pengobatan survival ratenya rata – rata 10 tahun
16. Bagaimana preventif kasus ini?
Karena sampai saat ini etiologi polisitemia masih belum jelas dan berkaitan dengan mutasi
gen dan aberasi kromosom, maka pencegahan tidak dapat dilakukan.
17. Bagaimana KDU kasus ini?
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
28
sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan
dan mampu menindaklanjuti sesudahnya).
D. HIPOTESIS
Tn. Alex, 50 tahun, tinggal di Palembang, mengeluh gatal menyeluruh karen menderita
polisitemia vera.
29
E. KERANGKA KONSEP
30
Tn. Alx, 50 tahun, gangguan mieloproliferatif
EPO <<
Trombositosis Eritrositosis Leukositosis
Eritrostasis dan vasodilasi
Plethora
Basofil >>
LAP >>
Hiperviskositas
Blood shear rate <<
Vasodilasi >>
Perfusi oksigen jaringan <<
Sakit kepala Tinnitus
Histamin >>
Pruritus
Keringat di malam hari
Udara dingin (malam hari), kortisol <<
SINTESIS
ERITROPOESIS
1. Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada
sumsum tulang. (Dorland edisi 31)
2. Mekanisme Eritropoesis
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum
tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang
akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit
pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah
matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin.
Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi
dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik
ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
3. Sel Seri Eritropoesis
Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel
eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan
pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru.
31
Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast
dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti
Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan
kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit
mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit
kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4
% dari seluruh sel berinti.
Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat
tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih
kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena
kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan
hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum
tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil
padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih
banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.
Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,
masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini
berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses
maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai
fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau 32
eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan
pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik
abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan
warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya
disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan
beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120
hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.
Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um
dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan
pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung
hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam
sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam
darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan
oleh Parasit.
33
Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan terjadi di
luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai
eritropoesis ekstra meduler
4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru
diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang
yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai
dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.
Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin (
EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.
Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat
pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi
besi )
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
34
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,
sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran
O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi
eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan
langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya
memberikan stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.
Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.
Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah
RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.
Eritropoeitin
- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati
- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalam
darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan
pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan
penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan
sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun
35
- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus berproliferasi
menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.
- Bekerja pada sel-sel tingkat G1
- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan
mengatur pembentukan eritrosit.
HEMATOPOIESIS
Merupakan proses pembentukan darah. Yang akan terbentuk antara lain eritrosit,
leukosit, platelet(dapat dilihat dengan mikroskop, formed elements), plasma yang terdiri
atas molekul air, protein, lemak, karbohidrat, dan enzim-enzim (yang tidak berbentuk).
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum
tulang. Dalam keadaan patologik, hemopoesis terjadi di luar sumsum tulang terutama di
lien, disebut sebagai hemopoesis ekstramedular
Komponen-komponen hemopoesis:
1. Komponen atau kompartemen yang tersiri atas sl-sel darah baik itu sel induk, sel-sel
bakal dan sel-sel matur.
2. Komponen atau kompartemen yang disebut stroma atau lingkungan mikrohemopoetik
(LMH) atau hemopoetic-micro environment.
3. Komparetemen ke 3 terdiri atas zat- zat yang dapat menstimulasi sel- sel darah untuk
berproliferasi, berdiferensiasi, atau berfungsi. (Hemopoetic growth factors)
Pembentukan darah bermula dari suatu sel induk pluripoten yang berdiferensiasi menjadi
sel-sel progenitor sampai akhirnya mengahasilkan komponen-komponen sel darah matur
dijelaskan secara ringkas dalam skema di bawah ini.
36
37
Organ Hematopoietik
Jaringan hematopoietic berasal dari jaringan mesoderm pada periode gastrulasi
dari embryo mulai hari ke 19 s/d minggu ke 8, yang berasal dari extra embronic yolk
sac.
Periode ini disebut primitive hematopoiesis dan hanya berlangsung s/d minggu
ke 8 dan untuk selanjutnya mulai minggu ke 8 ini digantikan oleh periode post natal
untuk selama hidup (definitive hematopoiesis).
Pada primitive hematopoiesis sel-selnya terutama terdiri dari sel-sel darah
merah berinti dan EPO (Erythropoeitin) nya ialah reduced EPO, dan hemoglobinnya
disusun oleh a dan b family (embrionic form). Sedangkan pada definitive
hematopoiesis, sel-sel darahnya terdiri dari RBC, WBC, limfosit dan trombosit, EPO
for survival during differentiation. Pada periode definitive hematopoiesis organ yang
berperan utama ialah hati (liver) dan limpa.
38
Recommended