55
SCENARIO B BLOK 14 24 -26 September 2012 Mr. Alex, 50-year old man, lives in Palembang. He came to the hospital because of generalized itching especially after taking a warm bath since 6 months ago and got worsen in the last 2 months. He also had night sweating, severe headache, and tinnitus. He has no history of smoking. He denied having a chronic fever, chills, cough or abnormal bleeding. Physical examination: Vital sign: BP 180/90 mmHg, HR: 88 x/menit, regular, normal sound, RR: 20 x/menit, temp: 36,7”C Look: flushing face No lymphadenopathy Thorax: within normal limit Abdomen: soft and tender, splenomegaly (S2) Laboratory result: CBC: Hb 20,6 mg/dl, Ht: 60%, leucocytes 22.000/mm3, diff count 8/3/10/60/15/4, platelets 810.000/mm3, erythrocytes 6.300.000/mm3 Further examination: RBC mass: 38 ml/kg Oxygen saturation: 98% Erythropoietin level: decreased 1

Scenario b Blok 14 2013 l10

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kelompok b

Citation preview

Page 1: Scenario b Blok 14 2013 l10

SCENARIO B BLOK 14

24 -26 September 2012

Mr. Alex, 50-year old man, lives in Palembang. He came to the hospital because of

generalized itching especially after taking a warm bath since 6 months ago and got worsen in

the last 2 months. He also had night sweating, severe headache, and tinnitus. He has no

history of smoking. He denied having a chronic fever, chills, cough or abnormal bleeding.

Physical examination:

Vital sign: BP 180/90 mmHg, HR: 88 x/menit, regular, normal sound, RR: 20 x/menit,

temp: 36,7”C

Look: flushing face

No lymphadenopathy

Thorax: within normal limit

Abdomen: soft and tender, splenomegaly (S2)

Laboratory result:

CBC: Hb 20,6 mg/dl, Ht: 60%, leucocytes 22.000/mm3, diff count 8/3/10/60/15/4, platelets

810.000/mm3, erythrocytes 6.300.000/mm3

Further examination:

RBC mass: 38 ml/kg

Oxygen saturation: 98%

Erythropoietin level: decreased

Alkaline phospatase: increased

Uric acid: 10 mg/dl

Bone marrow: hypercelullar, normal maturation

Cytogenetic: normal, 46 XX

1

Page 2: Scenario b Blok 14 2013 l10

A. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Lymphadenopathy : Abnormalitas kelenjar limfe disertai pembesaran kelenjar

2. Tinnitus : Suara bising ditelinga seperti bordering, dengung, raungan/bunyi klik

3. Erythropoietin : Hormon yang mengatur eritropoiesis

4. Itch : Sensasi kulit tidak nyaman yang menimbulkan keinginan untuk

menggarut

5. Hemoglobin : Pigmen pembawa oksigen eritrosit yang dibentuk oleh 4 rantai

polipptida globin yang berbeda

6. Hematokrit : Perbandingan RBC dan volume darah secara keseluruhan

7. Splenomegaly : Pembesaran limpa yang diakibatkan oleh peningkatan degradasi eritrosit

yang berkembang ekstravaskuler dan peningkatan eritrosit ekstramedular hemopoiesis

8. Saturasi oksigen : Jumlah oksigen terikat Hb pada darah yang dinyatakan dalam presentase

kapasitas pengikat oksigen maksimum

9. Leukosit : Sel darah putih, korpuskulus darah tidak berwarna yang mampu

bergerak secara amoeboit yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari MO penyebab

penyakit

10. Hiperseluler sumsum tulang: Peningkatan jumlah sel secara abnormal pada sumsum

tulang

11. Alkaline phospatase : Enzim yang diproduksi oleh sel epitel hati dan osteoblast

NB: Seharusnya Leucocyte Alkaline Phospatase

12. Flushing face : muka kemerahan (plethora)

2

Page 3: Scenario b Blok 14 2013 l10

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tn. Alex, 50 tahun, tinggal di Palembang, datang ke RS dengan keluhan gatal terutama

setelah mandi air hangat sejak 6 bulan lalu dan memburuk dalam 2 bulan terakhir.

2. Tn. Alex juga mengeluhkan berkeringat di malam hari, sakit kepala berat, dan tinnitus.

3. Rekam medis:

Tidak ada riwayat merokok

Tidak ada demam kronik, menggigil, batuk, atau pendarahan abnormal.

4. Physical examination:

Vital sign: BP 180/90 mmHg, HR: 88 x/menit, regular, normal sound, RR: 20 x/menit,

temp: 36,7”C

Look: flushing face

No lymphadenopathy

Thorax: within normal limit

Abdomen: soft and tender, splenomegaly (S2)

5. Laboratory result:

CBC: Hb 20,6 mg/dl, Ht: 60%, leucocytes 22.000/mm3, diff count 8/3/10/60/15/4, platelets

810.000/mm3, erythrocytes 6.300.000/mm3

Further examination:

RBC mass: 38 ml/kg

Oxygen saturation: 98%

Erythropoietin level: decreased

Alkaline phospatase: increased

Uric acid: 10 mg/dl

Bone marrow: hypercelullar, normal maturation

Cytogenetic: normal, 46 XX

3

Page 4: Scenario b Blok 14 2013 l10

C. ANALISIS MASALAH

1. Apa penyebab gatal menyeluruh?

Dalam kasus mieloid proliferatif, terjadi peningkatan dari basofil (sel mast jika di

jaringan) yang lebih dari 65/mL. Kedua sel tersebut memikili granul yang mengandung

histamine, heparin, leukotrin dan ECF. Degranulasi dipacu antara lain oleh ikatan antara

antigen dan IgE pada permukaan sel. Selain itu factor non imun seperti latihan fisik, trauma,

panas dan dingin dapat pula mengaktifkan degranulasi sel mast dan basofil sehingga timbul

gatal.

2. Mengapa gatal terjadi setelah mandi air hangat dan memburuk dalam 2 bulan terakhir?

Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat

meningkatnya basofilia. Dalam kasus ini, air hangat merupakan suatu faktor pencetus

(allergen) sehingga memicu basofil yang banyak tadi untuk ber-degranulasi dan

mengeluarkan histamine. Rasa gatal terutama muncul setelah mandi air hangat diduga karena

air hangat dapat menstimulus peningkatan aliran darah, sehingga kadar histamin lebih

meningkat dan menimbulkan rasa gatal yang lebih terasa. Histamine ini akan berikatan

dengan reseptor H1 dan mensensitasi serabut saraf C di kulit superficial. Hal inilah yang

menimbulkan rasa gatal.

3. Apa penyebab berkeringat pada malam hari, sakit kepala berat, dan tinnitus?

Berkeringat pada malam hari

Mieloid proliferatif peningkatan katabolisme vasodilasi pembuluh darah (energi panas

dilepaskan) keringat.

Pada malam hari terjadi penurunan hormon kortisol (berperan dalam vasokonstriksi)

sehingga total energi yang dibutuhkan akan lebih banyak pada malam hari (metabolisme

meningkat pada malam hari) dan berdampak pada pengeluaran panas yang meningkat pula.

Selain itu adanya perubahan suhu sehingga tubuh merespon dengan mengeluarkan banyak

keringat untuk menjaga kelembaban, adanya respon epinefrin atau norepinefrin, dan juga

adanya kemungkinan akibat adanya peningkatan laju metabolisme basal dalam tubuh. Pada

polisitemia, laju metabolisme basal meningkat karena produksi sel darah yang berlebih

4

Page 5: Scenario b Blok 14 2013 l10

sehingga tubuh merespon hipotalamus untuk memberi impulse melalui saraf simpatis ke

kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat lebih banyak.

Sakit kepala

Peningkatan tekanan darah intra cranial

Meningkatnya stress

Kurang Istirahat

Kurangnya asupan makanan

Terpajan oleh Kafein (kopi, rokok, etc.)

Konsumsi obat obatan tertentu

Pada polisitemia, peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah

(hiperviskositas) yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah

(shear rate), dan lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat dari

penggumpalan eritrosit. Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi

hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel, hal tersebut dapat menimbulkan

pendarahan,walau jumlah trombosit >450k/ml, yang biasanya bermanifestasi sebagai

ecchymosis (flushing face), epistaxis, dan pendarahan gastrointestinal. Hal ini juga

menimbulkan Trombositosis yang mungkin menyebabkan thrombosis vena atau

thromboflebitis dengan emboli (terjadi pada 30-50% kasus). Hiperviskositas dan thrombosis

dapat meningkatkan tekanan darah intracranial, sehingga dapat menyebabkan sakit kepala.

(Darwin, 2009)

Sakit kepala dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yakni primer dan sekunder. Dimana

sakit kepala primer disebabkan oleh gangguan pada vaskularisasi suatu pembuluh darah yang

cenderung dapat diatasi dengan penggunaan obat-obat analgesik. Sakit kepala sekunder lebih

disebabkan oleh adanya penyakit penyerta lain yang kemudian dapat menimbulkan sakit

kepala (biasanya sudah terjadi lama atau kronik), oleh karena itu sakit kepala ini sulit

disembuhkan apabila causal atau penyebab penyakit sebenarnya tersebut tidak diatasi.

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:

Sakit kepala primer:

Vascular headache5

Page 6: Scenario b Blok 14 2013 l10

Sakit kepala yang disebabkan oleh perubahan vascular yang ditangkap oleh nociceptor

pembuluh darah dan bersifat neurologis, tipe paling umum adalah migraine & “toxic head”

yang terjadi pada demam. Tipe yang jarang adalah headache yang disebabkan high blood

preasure

Muscular/myogenic headache

Sakit kepala ini disebabkan oleh penekanan / kontraksi otot leher dan wajah (The muscles of

the head may similarly be sensitive to pain) yang diradiasikan pada forehead. Tension

headache adalah tipe paling umum untuk sakit kepala jenis ini.

Cervicogenic headache

Cervicogenic headache berasal dari kelainan (disorder) pada leher, termasuk structur

anatomis yang dipersarafi oleh cervical roots C1–C3. Sakit kepala muncul ketika

menggerakan leher sehingga menyebabkan pembatasan dari lingkup gerak (range of

movement).

Sakit kepala sekunder:

Traction headache & Inflammatory headache

Merupakan simptom yang muncul dari disorder yang lain contoh stroke dan sinus infection.

Sakit kepala yang disebabkan oleh inflamasi sebagai proses imunologi (innate immunity)

yang disebabkan infeksi (sinusitis, meningitis, eye infection, otitis media, dll).

Tinnitus

Infeksi telinga (ex: OM akut/kronis)

Cedera telinga akibat mendengar suara yang keras

Alkohol, Kafein, dan obat-obatan tertentu (ex: gentamycin, amikacyn, aspirin, etc.)

Adanya peyakit darah tekanan darah tinggi

Inefektifnya fungsi pendengaran sesuai dengan usia

Multiple sclerosis atau Tumor otak

Disfungsi sendi temporomandibular dan gangguan pada gigi

Perubahan tekanan dari lingkungan dataran rendah ke dataran tinggi

Psikosomatik

Idiopatik6

Page 7: Scenario b Blok 14 2013 l10

Pada polisitemia, hiperviskositas akan menyebabkan penurunan laju transport oksigen. Hal

tersebut menyebabkan terganggunya oksigenasi jaringan (Darwin, 2009). Oksigenasi yang

terganggu ini menyebabkan sel reseptor di telinga dalam tidak bekerja dengan efektif karena

terjadi iskemia pada jaringan tersebut yang menyebabkan jaringan tersebut cedera.

(Yamasoba T, 2006)

4. Apakah ada hubungan antara keluhan Tn. Alex dengan riwayat merokok, demam kronik,

menggigil, batuk, dan pendarahan abnormal?

Riwayat tidak merokok dalam kasus ini untuk menyingkirkan salah satu indikasi diagnosis

banding penyakit polisitemia sekunder. Dimana pada polisitemia sekunder, penyebabnya

merupakan suatu keadaan fisiologis akibat hipoksia jaringan yang menyebabkan tubuh

memproduksi sel darah merah dalam jumlah yang besar. Pajanan CO jangka lama pada

perokok akan meningkatkan eritrositosis. (Price and Wilson)

Sementara demam kronik, menggigil dan batuk untuk menyingkirkan diagnosis adanya

infeksi yang mendahului. Riwayat tidak ada perdarahan abnormal menunjukkan

progresivitas penyakit dimana belum ada komplikasi thrombosis yang menyebabkan

perdarahan.

5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme hasil yang abnormal?

Kasus Nilai Normal Interpretasi

Tekanan Darah 180/90 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi

Denyut nadi 88x/m, regular,

normal

60-100x/m,

reguler, normal

Normal

Frekuensi nafas 20x/m 16-24x/m Normal

Suhu 36,7 C 36,5-37,2 C Normal

Muka Flushing face Tidak ada

flushing face

Terjadi

eritrostasis

akibat dari

penggumpalan

eritrosit pada

7

Page 8: Scenario b Blok 14 2013 l10

daerah muka

Thorax Normal Normal Normal

Abdomen Soft and tender

Splenomegali

Soft and tender

Tidak

membesar

Normal

Terjadi

pembesaran

limpa (akibat

sekunder dari

hiperaktif

hemopoiesis

ekstra medular

dan destruksi

eritrosit)

Mekanisme keabnormalan:

Hipertensi : pembentukan sel darah yang berlebihan viskositas darah meningkat

hipertensi

Flushing face : eritrositosis peningkatan viskositas darah penurunan kecepatan

aliran darah (shear rate) pembuluh darah (kapiler kulit dan kapiler loop membesar)

dilatasi kecepatan aliran darah yang melewati area wajah juga akan menurun (terjadi

eritrostasis)

Pada PV kapiler kulit menggelembung dan Capiller loop mengalami pembesaran (terjadi

dilatasi pembuluh darah). Tingkat kemerahan berkaitan dengan keadaan dilatasi dari

peripheral vascular network dan kecepatan nya didalam area sirkulasi itu sendiri, karena

faktor yang menentukan/mengurangi tingkat kemerahan itu adalah kuantitas dari

hemoglobin. ( Wintrobe’s Clinical Hematology 12th Edition)

Splenomegali : sel darah yang terbentuk terlalu banyak kerja spleen meningkat untuk

menghancurkan sel darah splenomegali. Selain itu splenomegali juga terjadi karena

iperaktif hemopoesis ekstrameduler

6. Bagaimana kesimpulan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lanjutan Tn. Alex

beserta mekanisme hasil yang abnormal?8

Page 9: Scenario b Blok 14 2013 l10

Inta

a. Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaa

n

Nilai Dalam

Kasus

Nilai Normal Interpretasi

WBC 22.000/mm3 4.000-

10.000/mm3

Leukositosis akibat

klon abnormal yang

terjadi pada

hematopoietic stem

cell yang

menyebabkan

proliferasi >>

precursor granulosit.

Hemoglobin 20,6 mg/dl L: 14-18 mg/dl

P: 12-16 mg/dl

Meningkat. Terjadi

akibat peningkatan

eritrosit.

Hematokrit 60% L: 40-48% Meningkat. Indikasi

ada nya peningkatan

viskositas dari darah

akibat dari

peningkatan jumlah

eritrosit dan sel darah

lainnya.

Platelet 810.000/mm3 150.000-

400.000/mm3

Trombositosis. akibat

klon abnormal yang

terjadi hemopoietik

stem cell yang

menyebabkan

proliferasi >>

megakaryosit.

Eritrosit 6.300.000/mm3 L : 4,5-5,9 Meningkat akibat klon

9

Page 10: Scenario b Blok 14 2013 l10

juta

P : 4-5,2 juta

abnormal pada

hemapoietik stem cell

yang menyebabkan

proliferasi >>

precursor eritroid.

Diff count

Basofil

Eosinofil

Batang

Segmen

Limfosit

Monosit

8

3

10

60

15

4

0-2 %

1-3%

2-6%

50-70%

20-40 %

4-8%

Meningkat

Normal

Meningkat

Normal

Menurun

Normal

b. Pemeriksaan Lanjutan:

Pemeriksaan Kasus Nilai

Normal

Interpretasi

RBC mass 38 ml/kg Pria:25-35

ml/kg

Wanita: 22-

32 ml/kg

Meningkat.

Klon abnormal pada

hemopoietik sel

induk peningkatan

produksi RBC

peningkatan massa

RBC

Saturasi

Oksigen

98% >97% Normal. Memenuhi

salah satu indikasi

polisitemia vera mayor

Kadar

Eritropoietin

Menurun Normal Menurun karena

pematangan dari sel

darah merah terjadi

sendirinya tanpa

membutuhkan

10

Page 11: Scenario b Blok 14 2013 l10

eritropoetin karena

adanya mutasi genetic.

Leucocyte

Alkaline

Phospatase

(LAP)

Meningkat <100 mU Meningkat tanda

peningkatan leukosit

akibat proliferasi sel

myeloid terutama

neutrofil karena AP

disekresi oleh leukosit.

Asam urat 10 mg/dl L: 3,5-7

P: 2,6-6

Hiperurisemia akibat

laju metabolisme sel

tinggi.

Inti retikulosit yang

dilepaskan

mengandung DNA

yang diuraikan menjadi

basa purin

Bone Marrow Hiperseluler

, maturasi

normal

- Klon abnormal pada

hemopoietik sel induk

peningkatan

proliferasi trilinier dari

RBC,WBC dan platelet

disertai dg peningkatan

sensitivitas pada

growth factor

sumsum tulang

hiperseluler

Cytogenetics 46XY,

normal

46 XY,

normal

Normal

Kadar Eritropoietin

11

Page 12: Scenario b Blok 14 2013 l10

Pengukuran eritropoietin juga diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan polisitemia

sekunder. Pada penderita polisitemia primer, kadar eritropoietin dalam serum menurun (<4

mU/ml).

LAP

Dapat ditemukan pada sel darah putih terutama neutrofil. LAP merupakan enzim yang

terdapat dalam granula sekunder dari sel polimorfonuklear (neutrofil) yang mampu

menghidrolisis substrat yang mengandung fosfat menjadi produk yang dapat berikatan

dengan zat warna. Peningkatan LAP ditemukan pada keadaan infeksi, kehamilan, polisitemia

vera, mielofibrosis, reaksi leukemoid, dan trombositosis esensial.

RBC Mass

Pengukuran massa sel darah merah merupakan cara yang paling akurat untuk membedakan

polisitemia primer dengan tipe yang lainnya. Pengukuran dilakukan dengan zat radioaktif

iodin-131. Dan ini merupakan salah satu criteria mayor pada diagnosis polisitemia vera.

Saturasi Oksigen

Untuk membedakan polisitemia vera primer dan polisitemia sekunder, dilakukan pengukuran

kadar oksigen di dalam contoh darah arteri. Jika kadar oksigen rendah (<93%), berarti itu

adalah suatu polisitemia sekunder.

7. Apa DD kasus ini ?

Gejala Kasus

Polisite

mia

Vera

Polisite

mia

Sekunde

r

Trombosite

mia

Esensial

Leukimia

Mieolid

Kronis

Headache + + + -

Night Sweating + + - +

Generalized

Itching,

particularly after

taking a warm

+ + + +

12

Page 13: Scenario b Blok 14 2013 l10

bath

Plethoric Face + + + -

Splenomegaly

(S2) + - + +

Hemoglobin 20,6 mg/dl

(increase)+ + - -

Hematocrites 60 % (increase) +

Leucocytes 22.000 /mm3

(increase)+ +

+

(>50.000)

Diff.count 8/3/10/60/15/4 +

Platelets 810.000 /mm3

(increase)+ + >600.000

Erithrocytes 6.300.000 /mm3

(increase)+ increase

LAP Increase + -(normal) rendah

BMP hypercellular,

normal

maturation

+, + + (HS)+ (HS),

megakariosit+ (HS)

Eritropoietin Decrease + -

Genetic 46 XY

(normal)+ + +

RBC mass 38 ml/gr + + normal

Saturation O2

90-95%

98%+ +

8. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan WD kasus ini?

13

Page 14: Scenario b Blok 14 2013 l10

Kriteria Diagnosis menurut Polycythemia Vera Study Group 1970

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR

Massa eritrosit : laki-laki

>36

ml / kg, perempuan > 32 ml /

kg

Saturasi Oksigen > 92 %

Splenomegali

Trombositosis > 400.000 / mm3

Leukositosis > 12.000 / mm3

Aktivasi Alkali fosfatase lekosit > 100

( tanpa ada demam / infeksi )

B 12 serum > 900 pg / ml atau UBBC

(Unsaturated B12 Binding Capasity ) >

2200 pg / ml

DIAGNOSIS POLISITEMIA VERA

3 kriteria mayor, atau

2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor

Beberapa kriteria ( alkali fosfatase lekosit, B12 serum,UBBC) dianggap kurang sensitif,

sehingga dilakukan revisi kriteria diagnostik Polisitemia Vera sebagai berikut:

Kriteria kategori A :

A1. Peningkatan massa eritrosit lebih

dari 25 % diatas rata-rata angka

normal.

A2. Tidak ada penyebab polisitemia

sekunder.

A3. Splenomegali

A4. Petanda klon abnormal

(Kariotipe abnormal ).

Kriteria kategori B :

B1. Trombositosis : > 400.000/mm3

B2. Leukositosis : > 12.000/mm3

(tidak ada infeksi).

B3. Splenomegali pada pemeriksaan

radio isotop atau ultrasonografi

B4. Penurunan serum eritropoitin.

Diagnosis Polisitemia Vera : Kategori A1 +A2 dan A3 atau A4 atau

Kategori A1 + A2 dan 2 kriteria kategori B.

Sejak ditemukan mutasi JAK2V617F tahun 2005, maka diusulkan pemeriksaan JAK2

sebagai kriteria diagnosis Polisitemia Vera.

Cara menegakkan diagnosis pada kasus ini:

14

Page 15: Scenario b Blok 14 2013 l10

1. Anamnesis

Gatal menyeluruh terutama setelah mandi air panas

Berkeringat malam

Sakit kepala berat

Tinnitus

2. Pemeriksaan Fisik

Flushing face

Splenomegali

3. Pemeriksaan Lab

Kasus Kriteria PV Keterangan

Ht = 60% > 48 % Sesuai

Red cell mass = 38

mm/gr

> 36 mm/gr Sesuai

Platelet = 810.000 > 400.000 Sesuai

WBC = 22.000 > 12.000 Sesuai

LAP meningkat meningkat Sesuai

Eritropoetin menurun Menurun/

normal

Sesuai

Saturasi oksigen = 98% > 92% Sesuai

Jadi, working diagnosis untuk kasus ini adalah polisitemia vera.

Dalam kasus ini dapat ditegakkan diagnosis polisitemia vera karena sudah memenuhi

criteria A1,A2, A3, B1, B2 , B4

9. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini?

Etiologi

Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena

adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu

janus kinase 2 (JAK2).Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan PV membentuk

coloniesin dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid,

15

Page 16: Scenario b Blok 14 2013 l10

dan berbagai faktor pertumbuhan. Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase

sitoplasma yang mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator

pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin, granulosit-makrophage colony-

stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon

pertumbuhan

Faktor Risiko

1. Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.

2. Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok.Akibat dari

hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah

eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah

di sumsum tulang.

3. Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih

tinggi terhadap CO daripada oksigen.

4. Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada

tingkat oksigen lingkungan yang rendah.

5. Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau JAK-2), jenis

polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.

10. Bagaimana epidemiologi kasus ini?

Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, rasio perbandingan

antara pria dan perempuan antara 2:1 dan dilaporkan insiden polisitemia vera adalah 2,3

per 100.000 populasi dalam setahun. Keseriusan penyakit polisitemia vera ditegaskan

bahwa faktanya survival median pasien sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5-3 tahun

sedang yang dengan pengobatan lebih dari 10 tahun. (IPDL Jilid II, 2009)

11. Bagaimana manifestasi klinik kasus ini?

Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit

akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan

kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport

16

Page 17: Scenario b Blok 14 2013 l10

oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.

Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:

1. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian

akan menyebabkan :

Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan

eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

Penurunan laju transport oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai

gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti

di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.

2. Penurunan shear rate.

Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu

agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan

walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30 % kasus

Polisitemia Vera, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan perdarahan

gastrointestinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).

Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia Vera tidak ada korelasi

trombositosis dengan trombosis.

4. Basofilia

Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh

terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria

suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai

akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena

peningkatan kadar histamin.

5. Splenomegali

Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi

sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

6. Hepatomegali

17

Page 18: Scenario b Blok 14 2013 l10

Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera. Sebagaimana halnya

splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis

ekstramedular.

7. Gout

Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuentrasi

sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan

meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate.

Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia.

8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat

Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat dan vitamin

B12. Hal ini dijumpai pada ± 30% kasus Polisitemis Vera karena penggunaan untuk

pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12

(Unsaturated B12 Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75% kasus.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora )

Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva hiperemis sebagai

akibat peningkatan massa eritrosit.

10. Keluhan lain yang tidak khas seperti cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus,

perasaan panas.

11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan

gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan

viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien

Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan waktu operasi atau

trauma.

Pada PV tanda dan gejala yang predominan terbagi dalam 3 fase yaitu :

1)     Gejala awal (early symptoms)

Gejala awal dari PV sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan walaupun telah diketahui

melalui tes laboratorium. Gejala awal yang biasanya terjadi dapat berupa sakit kepala (48%),

telinga berdenging (43%), mudah lelah (47%), gangguan daya ingat, susah bernafas (26%),

darah tinggi (72%), ganguan penglihatan (31%), rasa panas pada tangan atau kaki (29%), 18

Page 19: Scenario b Blok 14 2013 l10

pruritus (43%), juga terdapat perdarahan dari hidung, lambung (stomach ulcers) (24%) atau

sakit tulang (26%).

2)     Gejala akhir (later symptoms) dan komplikasi

Sebagai penyakit progresif, pasien dengan PV mengalami perdarahan atau thrombosis.

Thrombosis merupakan penyebab kematian terbanyak dari PV. Komplikasi lain berupa

peningkatan asam urat dalam darah sekitar 10% berkembang menjadi gout dan peningkatan

resiko ulkus peptikum (10%).

3)     Fase splenomegali (spent phase)

Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada fase ini terjadi

kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi anemia berat, kebutuhan transfusi meningkat,

liver dan limpa membesar.

12. Bagaimana patofisiologi kasus ini?

Diah

Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.

1. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan

relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak

mengalami perubahan.

2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih

hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar

eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena

rangsangan eritropoietin yang kuat.

19

Page 20: Scenario b Blok 14 2013 l10

3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar

eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akanmencapai

keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini

adalah hipoksia.

Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem

cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat

pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan

pematangan sel normal. Bagaimana perubahan seltunas normal jadi abnormal masih belum

diketahui.

Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor

pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-

kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.

Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang

berperan dalam produksi darah.Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis

dimulai dengan ikat anantara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah

terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi

danterfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi

aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke

inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasisehingga terjadi aktivasi atau

inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor. Pada penderita PV, terjadi

mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin

(V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2

tertekan sehinggaproses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,

proseseritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor .

Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, seldarah putih,

dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami

thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang

disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis

dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri

retinal atau sindrom Budd-Chiari.Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal

20

Page 21: Scenario b Blok 14 2013 l10

Mutasi gen JAK2 dikromosim 9 (V617F)

Pembentukan sel darah yang tidak tekontrol Eritropoetin ↓Hiperselular

bone marrow

↑ RBC,Hb, hematokrit ↑ leukosit↑ platelet

Flushing facePenghancuran oleh spleen

↑ viskosistas darah

Basofil ↑Alkalin fosfatase leukosist ↑

Melepaskan histamin

gatal

splenomogaliTekanan darah ↑ Aliran darah

melambat

Mandi air hangat

Perfusi O2 terganggu

Pelepasan nucleus dari eritrosit ↑

sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat

menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.

21

Page 22: Scenario b Blok 14 2013 l10

13. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

Penatalaksanaan terhadap Mr.Alex sesuai kompetensi

Pertama kali dilakukan flebotomi terlebih dahulu untuk menurunkan level

Hematokritnya yang tinggi (60%) karena bisa menyebabkan terjadinya stroke.

Dilanjutkan kemoterapi Sitostatika yaitu Hidroksiurea. Dipilih Hidroksiurea karena

penggunaannya lebih dianjurkan untuk pasien usia 50-70 tahun, sedangkan Mr. Alex

(50 tahun).

Dosisnya 1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 15

mg/kgBB/kali. Fungsinya untuk mengontrol leukositosis, trombositosis

Obat-obat simptomatik:

Antihistamin untuk pruritus

Allopurinol untuk hiperurisemia

Aspirin dosis rendah 200-250 mg untuk analgesic (sakit kepala) juga bisa untuk

menurunkan resiko thrombosis, perdarahan dan profilaksis.

Diet : banyak minum, rendah garam dan rendah protein hewani untuk mengurangi

viskositas darah22

Page 23: Scenario b Blok 14 2013 l10

Edukasi :

Hindari merokok atau yang berhubungan dengan rokok (hindari orang yang

sedang merokok)

Banyak minum air putih.

Hindari mandi dengan air hangat.

Rujuk

Prinsip pengobatan Polisitemia Vera:

Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengontrol eritropoiesis

dengan flebotomi

Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik /polisitemia yang belum

terkontrol

Menghindari pengobatan yang berlebihan (overtreatment)

Menghindari obat yang mutagenic, teratogenik, dan berefek sterilisasi pada pasien

berusia muda

Mengontrol panmielosis dengan dosis tertentu fosfor radioaktif atau kemoterapi

sitostatika pada pasien yang berusia >40 tahun

Trombositosis persisten diatas 800K/ml terutama jika disertai gejala thrombosis

Leukositosis progresif

Splenomegali yang simptomatik atau menimbulkan sitopenia problermatic

Gejala sistemik yang tidak terkontrol seperti pruritus yang sulit di kendalikan,

penurunan berat badan ataupun hiperurikosuria yang sulit diatasi.

Media Pengobatan:

1. Flebotomi

Merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang pasien polisitemia selama bertahun-tahun

dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Pada PV tujuan prosedur flebotomi tersebut

ialah mempertahankan hematokrit ≤ 42% pada perempuan dan ≤ 47 % pada pria untuk

mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi flebotomi terutama

pada semua pasien pada permulaan penyakit dan pada pasien yang masih dalam usia subur.

23

Page 24: Scenario b Blok 14 2013 l10

Prosedur flebotomi:

a). Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan dengan blood donor collection

set standar setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia >55 tahun atau dengan penyakit

vaskular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip

isovolemik yaitu dengan mengganti plasma darah yang diekluarkan dengan cairan

pengganti plasma (coloid/ plasma expander)setiap kali, untuk mencegah timbulnya

bahaya iskemiaserebral atau jantung karena hipovolemik;

b). Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body iron ± 5 g).

Defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala

defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia, dan asteniadapat cepat hilang dengan

pemberian preparat besi.

2. Kemoterapi Sitostatika

Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatika adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan

menggunakan hidroksiurea, salah satu sitostatika golongan obat anti metabolik, sedangkan

penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi

karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian FDA masih

membenarkan Chlorambucil dan Busulfan digunakan PV.

Indikasi penggunaan kemoterapi sitostatika :

hanya untuk PV

flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan

trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis

urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin

splenomegali simptomatik/ mengancam rupturnya limpa

Cara pemberian kemoterapi sitostatika :

Hidroksiurea (®Hydrea 500mg/ tablet) dengan dosis 800-1200mg/ m2/ hari atau

diberikan 2 kali dengan dosis 10-15mg/ kgBB/ kali, jika telah tercapai target dapat

dilanjutkan dengan pemberian inermittent untuk pemeliharaan.

24

Page 25: Scenario b Blok 14 2013 l10

Chlorambucil (®Leukeran 5mg/ tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2mg/ kgBB/ hari

selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/ kgBB tiap 2-4 minggu.

Busulfan (®Myleran 2 mg/ tablet) 0,06 mg/ kgBB/ hari atau 1,8mg/ m2/ hari, jika telah

tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermittent untuk pemeliharaan.

Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar dua sampai tiga

minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit :

pada pria ≤ 47 % dan memberikanya lagi jika > 52%

pada perempuan ≤ 42% dan memberikanya lagi jika > 49%

3. Pengobatan suportif

- Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral   pada pasien

dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.

pruritus dan urtikaria dapat diberikan antihistamin, jika diperlukan dapat diberikan

Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA) . Antihistamin yang

diberikan adalah Chlortrimethon (CTM) : 4-8 mg/ kali.

- Jika pemberian tunggal antihistamin tidak memberikan respon baik (pruritus

masih) maka diberikan antihistamin kombinasi dengan kortikosteroid,

deksametason per oral.

Treatment Advantages Disadvantages

Phlebotomy Low risk. Simple to perform. Does not control thrombocytosis

or leukocytosis.

Hydroxyurea Controls leukocytosis and

thrombocytosis. Low

leukemogenic risk.

Continuous therapy required.

Busulfan Easy to administer. Prolonged

remissions. Risk of

leukemogenesis probably not high.

Overdose produces prolonged

marrow suppression. Risks of

leukemogenesis, long-term

pulmonary and cutaneous toxicity.32P

 

Patient compliance not required.

Prolonged control of

Expensive and relatively

inconvenient. Moderate

25

Page 26: Scenario b Blok 14 2013 l10

thrombocytosis and leukocytosis. leukemogenic risk.

Chlorambucil Easy to administer. Good control

of thrombocytosis and

leukocytosis.

High risk of leukemogenesis.

Interferon Low leukemogenic potential.

Effect on pruritus.

Inconvenient, costly, frequent side

effects.

Anagrelide Selective effect on platelets. Selective effect on platelets.

Terapi Polisitemia Vera yang dianjurkan:

26

Page 27: Scenario b Blok 14 2013 l10

14. Bagaimana k omplikasi kasus ini?

Sekitar 30% pasien mengalami penyulit trombotik, biasanya mengenai otak atau jantung.

Thrombosis vena hepatica, yang menyebabkan sindrom Budd-Chiari, merupakan penyulit

yang jarang tetapi berbahaya. Perdarahan ringan (misal epistaksis dan perdarahan gusi)

sering terjadi, perdarahan berat terjadi pada 5% sampai 10% pasien. Pada pasien yang tidak

mendapat terapi, kematian akibat kelainan vaskuler ini terjadi dalam beberapa bulan setelah

diagnosis, namun apabila massa SDM dapat dipertahankan mendekati normal dengan

flebotomi, dapat dicapai kesintasan median sebesar 10 tahun. (Patologi Robbins Kumar)

Trombosis dilaporkan pada 15-60% pasien, tergantung pada pengendalian penyakit

tersebut dan 10-40% penyebab utama kematian.

Komplikasi perdarahan timbul 15-35% pada pasien polisitemia vera dan 6-30%

penyebab kematian.

Terdapat 3-10% pasien polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan

pansitopenia.

Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukimia akut dan sindrom mielodisplasia

pada 1,5% pasien dengan pengobatan hanya flebotomi. Peningkatan resiko transformasi

13,5% dalam 5 tahun dengan pengobatan klorambusil dan 10,2% dalam 6-10 tahun pada

pasien dengan pengobatan 32P. Terdapat juga 5,9% dalam 15 tahun resiko terjadinya

transformasi pada pasien dengan pengobatan hydroxyurea.

27

Page 28: Scenario b Blok 14 2013 l10

Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah (komplikasi yang dapat terjadi) adalah:

1. Trombosis, dilaporkan pada 15-60 % pasien, tergantung pada pengendalian penyakit

tersebut dan 10-40 % penyebab utama kematian.

2. Kompilkasi perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6-30%

menyebabkan kematian.

3. Terdapat 3-10 % pasien Polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan

pansitopenia.

4. Polisitemia Vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom

mielodisplasia pada 1,5 % pasien dengan pengobatan hanya plebotomi. Peningkatan

resiko tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan Klorambusil dan 10,2 %

dalam 6-10 tahun pada pasien dengan terapi32 P. Terdapat juga 5,9 % dalam 15 tahun

resiko terjadinya tranformasi pada pasien dengan pengobatan Hidroksiurea. Insiden

leukemia akut meningkat pada pasien yang mendapat 32 P atau kemoterapi dengan

Khlorambusil.

15. Bagaimana prognosis kasus ini?

Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad Malam

Pada Pasien yang terdiagnosa tetapi tidak diobati, survival ratenya rata – rata 1,5 – 3 tahun.

Sedangkan pada pasien dengan pengobatan survival ratenya rata – rata 10 tahun

16. Bagaimana preventif kasus ini?

Karena sampai saat ini etiologi polisitemia masih belum jelas dan berkaitan dengan mutasi

gen dan aberasi kromosom, maka pencegahan tidak dapat dilakukan.

17. Bagaimana KDU kasus ini?

Tingkat Kemampuan 2

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium

28

Page 29: Scenario b Blok 14 2013 l10

sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan

dan mampu menindaklanjuti sesudahnya).

D. HIPOTESIS

Tn. Alex, 50 tahun, tinggal di Palembang, mengeluh gatal menyeluruh karen menderita

polisitemia vera.

29

Page 30: Scenario b Blok 14 2013 l10

E. KERANGKA KONSEP

30

Tn. Alx, 50 tahun, gangguan mieloproliferatif

EPO <<

Trombositosis Eritrositosis Leukositosis

Eritrostasis dan vasodilasi

Plethora

Basofil >>

LAP >>

Hiperviskositas

Blood shear rate <<

Vasodilasi >>

Perfusi oksigen jaringan <<

Sakit kepala Tinnitus

Histamin >>

Pruritus

Keringat di malam hari

Udara dingin (malam hari), kortisol <<

Page 31: Scenario b Blok 14 2013 l10

SINTESIS

ERITROPOESIS

1. Definisi Eritropoesis

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini

berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada

sumsum tulang. (Dorland edisi 31)

2. Mekanisme Eritropoesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum

tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang

akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit

pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan

rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah

matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin.

Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi

dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik

ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

3. Sel Seri Eritropoesis

Rubriblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel

eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan

pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru.

31

Page 32: Scenario b Blok 14 2013 l10

Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast

dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan

kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit

mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit

kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4

% dari seluruh sel berinti.

Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini

mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat

tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih

kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena

kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan

hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum

tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil

padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih

banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari

RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,

masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini

berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses

maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai

fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau 32

Page 33: Scenario b Blok 14 2013 l10

eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan

pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik

abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan

warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya

disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan

beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120

hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um

dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan

pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung

hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam

sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai

umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam

darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan

oleh Parasit.

33

Page 34: Scenario b Blok 14 2013 l10

Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan terjadi di

luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai

eritropoesis ekstra meduler

4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya

keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,

karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah

eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.

Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru

diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang

yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai

dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal Control

Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin (

EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.

Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat

pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :

1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan

2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi

besi )

3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita

pneumonia.

34

Page 35: Scenario b Blok 14 2013 l10

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,

sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran

O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi

eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan

langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya

memberikan stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.

Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.

Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah

RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin

- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati

- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.

- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalam

darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan

pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan

penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan

sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah

melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun

35

Page 36: Scenario b Blok 14 2013 l10

- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus berproliferasi

menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.

- Bekerja pada sel-sel tingkat G1

- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan

mengatur pembentukan eritrosit.

HEMATOPOIESIS

Merupakan proses pembentukan darah. Yang akan terbentuk antara lain eritrosit,

leukosit, platelet(dapat dilihat dengan mikroskop, formed elements), plasma yang terdiri

atas molekul air, protein, lemak, karbohidrat, dan enzim-enzim (yang tidak berbentuk).

Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum

tulang. Dalam keadaan patologik, hemopoesis terjadi di luar sumsum tulang terutama di

lien, disebut sebagai hemopoesis ekstramedular

Komponen-komponen hemopoesis:

1. Komponen atau kompartemen yang tersiri atas sl-sel darah baik itu sel induk, sel-sel

bakal dan sel-sel matur.

2. Komponen atau kompartemen yang disebut stroma atau lingkungan mikrohemopoetik

(LMH) atau hemopoetic-micro environment.

3. Komparetemen ke 3 terdiri atas zat- zat yang dapat menstimulasi sel- sel darah untuk

berproliferasi, berdiferensiasi, atau berfungsi. (Hemopoetic growth factors)

Pembentukan darah bermula dari suatu sel induk pluripoten yang berdiferensiasi menjadi

sel-sel progenitor sampai akhirnya mengahasilkan komponen-komponen sel darah matur

dijelaskan secara ringkas dalam skema di bawah ini.

36

Page 37: Scenario b Blok 14 2013 l10

37

Page 38: Scenario b Blok 14 2013 l10

Organ Hematopoietik

Jaringan hematopoietic berasal dari jaringan mesoderm pada periode gastrulasi

dari embryo mulai hari ke 19 s/d minggu ke 8, yang berasal dari extra embronic yolk

sac.

Periode ini disebut primitive hematopoiesis dan hanya berlangsung s/d minggu

ke 8 dan untuk selanjutnya mulai minggu ke 8 ini digantikan oleh periode post natal

untuk selama hidup (definitive hematopoiesis).

Pada primitive hematopoiesis sel-selnya terutama terdiri dari sel-sel darah

merah berinti dan EPO (Erythropoeitin) nya ialah reduced EPO, dan hemoglobinnya

disusun oleh a dan b family (embrionic form). Sedangkan pada definitive

hematopoiesis, sel-sel darahnya terdiri dari RBC, WBC, limfosit dan trombosit, EPO

for survival during differentiation. Pada periode definitive hematopoiesis organ yang

berperan utama ialah hati (liver) dan limpa.

38