View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 283
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PEMBERLAKUAN
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN1
Oleh :
Jose A.P.S.E. Fernandes2
Roos K. Andadari3
ABSTRACT
The ASEAN Economic Community (AEC) which is going to be applied in 2015 brings
hopes but also challenges. For Indonesians, AEC gives them the opportunity to find a job in
other ASEAN countries so that their welfare can potentially be improved. On the other hand,
AEC also brings challenges as in Indonesia, Indonesian skilled labor has to compete with
skilled labor from other ASEAN countries who come to work in Indonesia. Meanwhile, the
competitive ability of Indonesians is questioned. The Indonesian Human Development Index
(HDI) has increased in the last 30 years but compared to other ASEAN countries, the rank is
still sixth behind Singapore, Brunei, Malaysia, Thailand, and the Philippines.
SWCU students who graduate around 2015 will face a different competitive
environment. The aim of this paper is to describe students’ perceptions on the implementation
of AEC. The objective of this research is to know students’ knowledge about AEC and its
impact as well as their preparations in facing the implementation of AEC. This is a
descriptive research, as the data is collected from SWCU students. The data shows that the
majority of students do not know about the implementation of AEC or even the concept of
AEC. From the data, those who already know about AEC and are aware of the impact of the
implementation of AEC are already prepared to face the new competitive environment.
Keywords: students’ perceptions, economic integration, ASEAN Economic Community,
competence.
1. PENDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA - ASEAN Economic Community) telah disepakati
diberlakukan tahun 2015. MEA bertujuan menciptakan pasar tunggal dan basis produksi
dimana barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja trampil bebas berpindah dari satu negara ke
negara lain dalam wilayah ASEAN. Dalam MEA diharapkan akan terwujud suatu area
perekonomian yang kompetitif, suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang mampu
berintegrasi secara penuh dengan perekonomian global (Roadmap for ASEAN Economic
Community, 2009).
Dengan diterapkannya MEA tahun 2015, maka akan terbuka kesempatan kerja seluas-
luasnya bagi warga negara ASEAN. Bagi tenaga kerja terdidik Indonesia, rencana ini
memberi peluang namun juga tantangan. Dikatakan peluang karena seorang tenaga kerja
1 Paper ini dipresentasikan dalam Pekan Ilmiah Dosen FEB UKSW tanggal 14 Desember 2012.
2 Mahasiswa FEB UKSW program studi S1 Manajemen.
3 Pengajar FEB UKSW program studi S1 Manajemen.
284 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Indonesia yang terdidik akan punya kesempatan bekerja selain di Indonesia juga di sembilan
negara ASEAN lain seperti di Singapura, Malaysia dan negara ASEAN lain. Dengan jumlah
sumber daya manusia yang paling besar di ASEAN
(http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/ 173346495/Penduduk-Indonesia-Masuk-
Peringkat-4-Dunia), Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memanfaatkan integrasi
di sektor tenaga kerja trampil. Namun Indonesia juga akan menghadapi ancaman karena
orang dari negara ASEAN lain akan bisa datang ke Indonesia untuk mencari peluang kerja.
Artinya peluang kerja yang ada di Indonesia akan diperebutkan oleh lebih banyak orang.
Sejauh mana orang Indonesia dapat bersaing di negeri orang atau di negeri sendiri sangat
tergantung pada kualitas SDM nya.
Kualitas sangat terkait dengan kompetensi yang dimiliki para tenaga kerja Indonesia.
Kompetensi tenaga kerja skilled salah satunya diperoleh dari pengembangan kemampuan
khusus melalui pendidikan di universitas. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di
universitas memiliki peran yang cukup penting dalam menciptakan lulusan yang memiliki
kompetensi tinggi atau skilled. Namun upaya universitas tidak serta merta memberikan hasil
karena peran individu yang terlihat dalam niat dan motivasi dari para mahasiswa. Spencer dan
Spencer (1993) dalam Yuniarsih (2008:23) menyatakan bahwa untuk membentuk kompetensi
seseorang perlu memiliki sebuah motif yaitu apa yang secara konsisten dipikirkan atau
keinginan yang mendorong perilaku seseorang yang mengarah pada kegiatan atau tujuan
tertentu. Rencana pemberlakuan MEA seharusnya bisa menjadi Motive bagi para mahasiswa
untuk menyiapkan diri lebih baik.
Sementara itu, berkenaan dengan kualitas tenaga kerja Indonesia, Primasanto (2010)
menyebutkan Indonesia selama ini lebih banyak mengirimkan tenaga kerja tidak terampil,
sedangkan Filipina lebih banyak mengirimkan tenaga kerja terampil untuk bekerja di luar
negeri. Data Human Development Index (UNDP, 2011) memperlihatkan Indonesia berada
pada posisi 124 dari 187 negara. Memang trend perkembangan HDI Indonesia dari tahun
1980 – 2011 memperlihatkan trend yang terus meningkat, namun posisi Indonesia masih
kalah apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura (26),
Brunei (33) Malaysia (61), Thailand (103), dan Philipina (112). Posisi Indonesia hanya lebih
baik dari Vietnam (128), Laos (138), kamboja (139), Myanmar (149). Hal ini menunjukkan
bahwa kualitas SDM Indonesia menghadapi ancaman dengan akan diberlakukannya MEA.
Bagi mahasiswa yang kini sedang studi, rencana pemberlakukan MEA seharusnya
mendorong mereka belajar dengan baik mempersiapkan semua kemampuan agar tidak kalah
bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Paper ini ingin mengetahui bagaimana
kesadaran mahasiswa Indonesia sebagai calon tenaga kerja menghadapi MEA. Dua persoalan
yang akan dijawab adalah: (1) Apakah mahasiswa UKSW memahami implikasi
pemberlakuan MEA? (2) Apakah mahasiswa UKSW merasa perlu meningkatkan kesiapan
dalam menghadapi MEA?
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 285
2. TELAAH TEORITIS
2.1. PERSEPSI
Menurut Kotler (2000), persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi,
mengatur dan menginterpretasikan masukan informasi untuk menciptakan gambaran
keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi
adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi
mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan
penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku
dan pembentukan sikap.
Terkait dengan pemberlakuan MEA, persepsi mahasiswa terhadap pemberlakuan
MEA diharapkan akan memberikan gambaran sejauh mana implementasi MEA dipahami oleh
mahasiswa sehingga dapat dijadikan salah satu acuan pemerintah dalam menentukan
kebijakan-kebijakan terkait MEA yang bersinggungan langsung tenaga kerja terampil
khususnya.
2.2.TEORI INTEGRASI EKONOMI
MEA adalah salah satu bentuk integrasi ekonomi. Integrasi ekonomi adalah sebuah
proses di mana sekelompok negara berupaya untuk meningkatkan kemakmurannya
(Jovanovic, 2006). Menurut Pelkman (2003) integrasi ekonomi ditandai oleh penghapusan
hambatan ekonomi (economic barrier) antara dua atau lebih negara, yang meliputi semua
pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran
komunikasi, secara aktual / potensial relatif menjadi rendah. Salvatore (2007:340)
menguraikan beberapa jenis integrasi ekonomi : (1) Pengaturan Perdagangan Preferensial
(Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan
hambatan perdagangan di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang
bukan anggota. (2) Kawasan perdagangan bebas (free trade area) adalah kesepakatan dimana
semua hambatan perdagangan tarif diantara negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun
masing-masing negara anggota masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan
atau menghilangkan hambatan perdagangan terhadap negara-negara non-anggota. (3)
Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya
menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga
menyeragamkan kebijakan perdagangan terhadap negara lain non-anggota, (4) Pasar bersama
(Common Market) yaitu integrasi ekonomi di mana bukan hanya hambatan perdagangan
barang dan jasa saja yang dibebaskan namun juga arus faktor produksi seperti tenaga kerja
trampil dan modal juga (5) Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu menyeragamkan kebijakan
moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota di dalam suatu kawasan atau bagi
negara-negara yang melakukan kesepakatan.
2.3.DAMPAK INTEGRASI EKONOMI
Menurut Krugman (1993) penurunan kesejahteraan hidup masyarakat terjadi apabila
terdapat negara yang secara ekonomi kuat menerapkan tarif yang tinggi terhadap negara lain.
Meir (1995) menegaskan bahwa integrasi ekonomi di suatu kawasan akan menghasilkan
beberapa manfaat bagi negara yang melakukan integrasi, seperti: mendorong berkembangnya
286 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
industri lokal, peningkatan manfaat perdagangan melalui perbaikan terms of trade, dan
mendorong efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi. Menurut Suarez (2000)
pembentukan integrasi ekonomi di suatu kawasan ditujukan untuk alokasi sumber daya yang
lebih efisien, mendorong persaingan, dan meningkatkan skala ekonomi dalam produksi dan
distribusi diantara negara anggota. Fajnzylber dan Fernandes (2004) berpendapat integrasi
ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap negara-negara berkembang. Bagi Brazil,
integrasi ekonomi meningkatkan permintaan terhadap skilled-labor, sedangkan bagi China
integrasi ekonomi justru menurunkan permintaan terhadap skilled-labor.
Firdausy (2004) berpendapat melalui integrasi dan globalisasi setiap negara dapat
memperkuat dan memperluas perekonomiannya, meningkatkan kesejahteraan, dan mencapai
pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Ini karena integrasi ekonomi berarti tidak
ada hambatan keluar masuk barang dan jasa, tenaga kerja serta modal dari suatu negara ke
negara lain, sehingga harga barang dan jasa serta input (tenaga kerja dan modal) menjadi
semakin murah dan tersedia secara memadai di suatu negara. Selain itu, arus tenaga kerja dari
suatu negara ke negara lain dapat menjadi mudah, sehingga tidak akan terjadi kesenjangan
antara supply dan demand tenaga kerja di suatu negara. Namun untuk arus tenaga kerja,
integrasi ekonomi tidak secara linear akan mendorong arus migrasi. Hayase (2003) dalam
Firdausy (2004), secara tegas menyatakan bahwa arus migrasi tidak secara sederhana dapat
terjadi dengan adanya kesepakatan dalam perdagangan dan investasi di Asia Timur. Arus
migrasi ke suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor sosial, demografi, budaya dan politik.
Bahkan banyak fakta menunjukkan besar kecilnya arus migrasi tidak berkaitan dengan adanya
integrasi ekonomi. Singkatnya, pengaruh integrasi ekonomi terhadap arus migrasi tenaga
kerja nyaris tidak akan terjadi dalam jangka pendek.
Bagi Indonesia peluang terjadinya migrasi tenaga kerja berpotensi menguntungkan
mengingat tingkat pengangguran Indonesia relatif lebih tinggi dari negara ASEAN lainnya.
Data BAPENAS mengungkapkan tingkat pengangguran terbuka usia muda antara 15-29
tahun di Indonesia mencapai 19,9 persen, sementara Srilangka 17,9 persen dan Filipina 16,2
persen. Indonesia menjadi negara dengan pengangguran usia muda tertinggi di Asia Pasifik
(http://www.tempo.co/read/news/2012/04/11/090396328/Penganggur-Muda-Indonesia-
Tertinggi-di-Asia).
Melihat kondisi tenaga kerja saat ini, Indonesia baru mampu menyediakan lebih
banyak tenaga kerja untuk sektor informal. Hingga sekarang sektor ini masih menjadi tulang
punggung penyerapan tenaga kerja. Hasil survei BPS Februari 2010 memperlihatkan, 68,58%
(73,67 juta) dari 116 juta angkatan kerja Indonesia di Indonesia terserap di sektor informal,
sisanya, 31,42% (33,74 juta) masuk sektor formal (http://www.seputar-
Indonesia.com/edisicetak/content/view/ 390667/50/). Tingginya penyerapan di sektor informal
memperlihatkan betapa kualitas tenaga kerja Indonesia sebenarnya masih rendah. Data BPS
pada Februari 2012, memperlihatkan pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih
tetap mendominasi yaitu sebesar 55,5 juta orang (49,21%), sedangkan pekerja dengan
pendidikan diploma sekitar 3,1 juta orang (2,77%) dan pekerja dengan pendidikan universitas
hanya sebesar 7,2 juta orang (6,43%). Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja
mengakibatkan kelompok masyarakat ini sulit untuk mendapatkan pekerjaan formal dengan
tingkat keterjaminan yang relatif lebih baik terutama dalam bersaing dengan negara-negara
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 287
ASEAN lainnya. Potret ini tentunya menjadi kegelisahan yang cukup mengganggu dalam
menyongsong pasar tunggal ASEAN, saat arus liberalisasi jasa termasuk jasa profesi baik
skillful labor maupun semi-skilled labor akan semakin deras.
Dengan kondisi seperti ini sudah seharusnya perlu upaya peningkatan kualitas tenaga
kerja. Pemerintah sendiri telah menyiapkan 3 strategi meningkatkan kualitas tenaga kerja
Indonesia. Menurut Muhaimin Iskandar (http://menteri.depnakertrans.go.id/?show=
news&news_id 828) dalam meningkatkan kompetensi kerja, pemerintah menerapkan 3
strategi yaitu peningkatan standar kompetensi kerja, lembaga pendidikan dan pelatihan profesi
yang berbasis kompetensi dan sistem dan kelembagaan, sertifikasi yang independen
terpercaya dan menjamin mutu. Namun keberhasilan strategi ini tidak menjamin kualitas
tenaga kerja akan meningkat. Kesadaran diri untuk mengubah diri dari para pekerja sendirilah
yang paling dibutuhkan dalam peningkatan kualitas mereka agar sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan oleh para penyedia kerja.
2.4.KOMPETENSI KERJA
Kompetensi menurut SK Mendiknas NO.045/U/2002 adalah perangkat tindakan
cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Menurut
Widarno (2007) kompetensi memiliki tiga tingkatan, (1) kompetensi utama, yaitu kemampuan
seseorang menampilkan kinerja yang memadai pada suatu kondisi pekerjaan yang
memuaskan, (2) kompetensi pendukung, yaitu kemampuan seseorang yang dapat mendukung
kompetensi utama, dan (3) kompetensi lain, yaitu kemampuan seseorang yang berbeda
dengan kompetensi utama dan pendukung namun membantu meningkatkan kualitas hidup.
Kompetensi ini pada akhirnya akan menentukan daya saing tenaga kerja Indonesia, apakah
mampu bersaing dengan tenaga kerja asing lainnya.
Spencer dan Spencer (1993: 9-11) dalam Yuniarsih (2008:23) menyatakan bahwa
karakteristik kompetensi diklasifikasikan dalam hard skill dan soft skill. Hard skill merupakan
kompetensi individu yang dapat diamati dan mudah dikembangkan, misalnya pengetahuan
(knowledege) dan ketrampilan (skill). Softskill adalah kemampuan melaksanakan tugas-tugas
fisik dan mental tertentu yang hanya dapat dinilai secara kualitatif melalui observasi perilaku,
misalnya self concept, traits dan motive. Paul dan Murdoch (1992) menjelaskan bahwa dalam
menghadapi dunia kerja, seorang lulusan perguruan tinggi harus dilengkapi dengan kualifikasi
softskills berikut agar dapat bertahan dan unggul dalam kompetisi: (a) Pengetahuan umum dan
penguasaan bahasa Inggris; (b) Keterampilan komunikasi meliputi penguasaan komputer dan
internet, presentasi audiovisual, dan alat komunikasi lain; (c) Keterampilan personal meliputi
kemandirian, kemampuan komunikasi dan kemampuan mendengar, keberanian, semangat dan
kemampuan kerjasama dalam tim, inisiatif, dan keterbukaan (etos kerja). (d) Fleksibilitas dan
motivasi untuk maju yaitu kemampuan beradaptasi sesuai perubahan waktu dan lingkungan
serta keinginan untuk maju sebagai pimpinan.
Selain itu, menurut Mulyatiningsih (2009), pada umumnya sekolah/universitas hanya
mengejar target untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi profesional saja dan
mengabaikan kompetensi kepribadian dan sosial (softskill). Padahal dalam dunia kerja
softskill memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan hardskill. Orang yang memiliki
288 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
kepribadian baik, bermotivasi tinggi, percaya diri, ulet, tekun, displin, bertanggung jawab dan
mampu mengendalikan stress akan memiliki daya tahan yang lebih unggul dalam bekerja.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, menggunakan data primer. Pengumpulan
data dengan penyebaran kuesioner kepada mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang
masih aktif berkuliah.
Teknik pengambilan sampel adalah nonprobability sampling dengan metode
judgmental sampling dimana elemen populasi dipilih dengan menggunakan dasar
pertimbangan tertentu yaitu dengan kriteria yang sudah mengetahui tentang MEA. Pada awal
proses pengumpulan data primer, peneliti menyebar 100 kuesioner, hanya 96 kuesioner yang
kembali dan diantaranya hanya 19 responden (20%) saja yang mampu menjawab seluruh
pertanyaan. Itu berarti hanya sekitar 20% responden yang mengetahui tentang MEA.
Kemudian peneliti menyebar lagi 100 kuesioner, namun kali ini menekankan pada mahasiswa
yang tahu tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dari 100 kuesioner yang
disebar, 94 kuesioner yang lengkap. Hasil akhir yang diperoleh 113 kuesioner yang
memenuhi kriteria untuk diolah / analisis.
Sebagian besar pertanyaan menggunakan skala likert dengan 5 titik, dimana kategori
jawaban yakni : “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “netral”, “setuju”, dan “sangat setuju”
dengan menggunakan nilai 1 sd 5.
4. HASIL PENELITIAN
Seperti dikemukakan didepan, hanya sekitar 20% mahasiswa yang mengetahui tentang
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ini menunjukkan masih banyak orang yang belum
mengetahui dan memahami pemberlakuan MEA. Dari 113 orang yang mengetahui MEA,
peneliti bersusah payah untuk menemukan mereka. Apabila mahasiswa sebagai kelompok
terdidik penerus bangsa saja masih banyak yang belum mengetahui, apalagi masyarakat
secara umum. Hal ini bisa disebabkan karena masih kurang gencarnya pemerintah dalam
mensosialisasikan pemberlakuan MEA kepada masyarakat luas. Ini menjadi tantangan
terberat pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam menjalankan kebijakan negara untuk
mensejahterakan rakyat.
Dari jumlah responden diatas, 58,40% adalah wanita. Fakultas yang mendominasi
responden adalah Fakultas Ekonomika dan Bisnis 23% disusul Fakultas Teknologi Informasi
sebesar 19,47%. Sebagian besar responden berpersepsi diri mereka sebagai mahasiswa yang
aktif maupun sangat aktif dalam berorganisasi baik di lingkungan internal kampus (LK)
maupun di lingkungan eksternal kampus. Dilihat dari hasil studi, sebagian besar responden
62% merasa hasil studinya tergolong memuaskan. Terkait keaktifan mahasiswa mengakses
informasi sebanyak 47,8% responden merupakan mahasiswa yang sering maupun sangat
sering mengakses informasi.
4.1.PENGETAHUAN TENTANG MEA & TANGGAPAN RESPONDEN
Dari 113 responden diatas belum semuanya memahami secara mendalam diskripsi
dari MEA. Sebagian besar responden (27,4%) memahami dengan MEA akan terjadi arus
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 289
bebas barang dan jasa secara bebas; sementara yang memahami MEA sebagai kondisi
dimana terjadi arus bebas barang dan jasa serta tenaga kerja dan modal 73,6%.
Responden menggunakan berbagai sumber informasi untuk memperoleh informasi
tentang MEA. Sebanyak 6 responden memperoleh informasi hanya melalui koran, 7
responden melalui televisi, 1 responden melalui radio, 22 responden melalui internet dan
hanya 2 responden mengetahui melalui perkuliahan saja. Padahal melalui perkuliahan
mahasiswa dapat memperoleh informasi yang lebih mendetail tentang tantangan mereka
kedepan.
Tabel 4.2. Sumber informasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
Koran Televisi Radio Internet Kuliah
N 1 Sumber 6 7 1 22 2
2 Sumber 5 40 2 X* 1
3 Sumber 18 X 2 X 2
4 Sumber X X X X 0
*X = Semua responden memilih sumber informasi tersebut bersama dengan
sumber lainnya.
Selain dari ke 38 orang yang memperoleh informasi hanya dari 1 sumber, sebanyak 48
orang memperoleh informasi dari dua sumber sekaligus, 23 orang memperoleh informasi dari
tiga sumber sekaligus dan hanya 4 orang yang memperoleh informasi dari empat sumber
sekaligus. Dengan demikian akumulasi dari semua sumber tersebut menempatkan internet
sebagai sumber informasi terbanyak, yakni sebanyak 97 responden, kemudian televisi
sebanyak 74 responden, koran sebanyak 33 responden, radio sebanyak 9 orang dan dari
perkuliahan sebanyak 5 orang.
Sebagian besar responden (63,7%) setuju dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Mereka berpendapat bahwa berjalannya MEA akan memajukan perekonomian
nasional dan membawa dampak positif pada kesejahteraan masyarakat. Beberapa alasan yang
diutarakan responden: (1) Indonesia sudah siap bersaing dengan negara ASEAN; (2)
Lapangan kerja semakin banyak; (3) Meningkatkan daya saing Indonesia di mata dunia; (4)
Memaksimalkan potensi Indonesia; (5) Mempererat hubungan antar negara ASEAN.
Sedangkan responden yang tidak setuju berpendapat bahwa Indonesia masih belum siap
menghadapi MEA. Hal ini dikarenakan infrastruktur di Indonesia masih belum memadai dan
kualitas sumber daya manusia masih rendah. Pendapat responden ini sejalan dengan fakta
berdasarkan laporan AEC Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN, dimana tingkat
implementasi Indonesia terhadap AEC blueprint mencapai 80,37% dari 107 indikator
yang menempatkan Indonesia pada urutan ketujuh dari 10 negara ASEAN (Dependag:
Menuju AEC 2015). Angka ini masih jauh dari Singapura yang telah mengimplementasikan
AEC blueprint hingga 93,52% yang membuat Singapura menjadi negara yang paling siap
menghadapi MEA. Dari data ini bisa dilihat bahwa Indonesia belum maksimal dalam
mempersiapkan diri.
Apabila dilihat dari keaktifan berorganisasi, penolakan terhadap MEA paling banyak
berasal dari responden yang aktif berorganisasi. Hal ini dikarenakan responden yang aktif
290 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
berorganisasi cenderung lebih aktif mencari informasi terkait kebijakan pemerintah dan
mengkritisinya. Dan saat ini beberapa diantara mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah
dalam menyiapkan SDM Indonesia menghadapi MEA masih belum maksimal sehingga perlu
ditingkatkan lagi sebelum memasuki MEA.
Menurut responden negara mana sajakah yang dirasa cocok untuk dijadikan tempat
bekerja nantinya? Singapure menjadi pilihan terbanyak (84,96%). Hal ini wajar, mengingat
Singapure memiliki ekonomi terkuat di ASEAN. Kemudian disusul oleh Malaysia dan
Thailand sebagai pilihan lainnya.
Tabel 4.3. Persepsi negara ASEAN tujuan bekerja
No. Negara Frekuensi Persentase (%)
1 Singapure 96 84.96%
2 Malaysia 33 29.20%
3 Thailand 32 28.32%
4 Filipina 6 5.31%
5 Vietnam 5 4.42%
6 Bruney 4 3.54%
7 Laos 3 2.65%
8 Kamboja 2 1.77%
Total 113 100.00%
Alasan responden memilih negara tertentu sebagai tujuan bekerja adalah karena gaji
(73.45%). Responden merasa bekerja di negara tersebut menjanjikan kesejahteraan yang lebih
baik.
Tabel 4.4. Alasan ingin bekerja di negara-negara ASEAN
Alasan Frekuensi Persentase
Gaji yang lebih tinggi 83 73.45%
Kapasitas (potensi) anda akan dimanfaatkan 32 28.32%
Kebudayaan negara tersebut 22 19.47%
Peraturan (undang-undang) yang berlaku di negara tersebut 12 10.62%
Alasan lain… 4 3.54%
Selain gaji, responden merasa apabila bekerja dinegara tersebut kapasitas mereka
dimanfaatkan secara maksimal. Artinya bahwa negara-negara tersebut menghormati hak dan
tanggungjawab dari para pekerjanya. Alasan lain adalah kebudayaan negara tersebut tidak
terlalu jauh berbeda dengan Indonesia sehingga akan mudah untuk beradaptasi. Selain itu,
peraturan yang berlaku dinegara-negara tersebut yang dirasa cukup ketat melindungi hak-hak
dan keamanan warganya.
Berkenaan dengan negara ASEAN yang warganya akan datang mencari pekerjaan di
Indonesia (lihat tabel 4.5) yaitu paling banyak berasal dari Malaysia (55.75%). Survey tenaga
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 291
kerja asing (Bank Indonesia, 2009) memperlihatkan gambaran yang sama. Kemudian disusul
Singapure, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Responden tidak memilih negara-negara yang
memiliki PDB yang jauh lebih rendah dari Indonesia seperti Laos, Kamboja, Brunei dan
Myanmar. Hal ini menarik karena Indonesia sebagai salah satu negara besar di ASEAN
memiliki PDB terbesar (http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ ASEAN_countries_by_GDP_
(nominal)) di kawasan ini tentu merupakan magnet datangnya pekerja asing.
Tabel 4.6. Persepsi warga dari negara ASEAN yang akan bekerja di Indonesia
No. Negara Frekuensi Persentase (%)
1 Malaysia 63 55.75%
2 Singapure 38 33.63%
3 Thailand 33 29.20%
4 Vietnam 23 20.35%
5 Filipina 13 11.50%
6 Laos 11 9.73%
7 Myanmar 11 9.73%
8 Kamboja 3 2.65%
9 Brunei 0 0.00%
Alasan dari para responden dalam memilih negara-negara tersebut karena mereka
beranggapan para tenaga kerja asing mengejar gaji yang lebih tinggi di Indonesia.
Tabel 4.6. Alasan pekerja ASEAN datang ke Indonesia
Alasan Frekuensi Persentase (%)
Gaji yang lebih tinggi 49 43.36%
Kapasitas mereka akan dimanfaatkan di Indonesia 44 38.94%
Kebudayaan negara tersebut hampir sama 28 24.78%
Peraturan (undang-undang) yang berlaku di Indonesia 9 7.96%
Alasan lainnya… 4 3.54%
Selain karena gaji, alasan kapasitas mereka akan dimanfaatkan juga menjadi pilihan
responden. Menurut penilaian responden para pekerja asing tersebut akan lebih dimanfaatkan
kemampuan mereka apabila bekerja di Indonesia dibandingkan di negara asal mereka. Selain
itu faktor kebudayaan yang mirip juga menurut responden berperan dalam mendatangkan
tenaga kerja ASEAN ke Indonesia. Sementara alasan lain yang dipaparkan adalah karena
politik Indonesia yang cukup stabil menyebabkan pekerja asing datang ke Indonesia. Selain
itu ekonomi Indonesia yang lebih baik dari negara asal mereka (3,54%) menjadi alasan
mereka mencari kerja di Indonesia. Dengan semakin banyaknya tenaga kerja asing yang akan
datang ke Indonesia tentu akan semakin memperketat persaingan. Sejalan dengan hal ini,
responden (45,1%) setuju bahwa pemberlakuan MEA akan menyebabkan lapangan pekerjaan
semakin sulit untuk didapat.
292 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Tabel 4.7. Persepsi responden bahwa lapangan pekerjaan sulit didapat
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 1 .9
Tidak setuju 12 10.6
Netral 17 15.0
Setuju 51 45.1
Sangat setuju 32 28.3
Total 113 100.0
Berbicara tentang daya saing, dengan hanya memiliki 10,3 juta tenaga kerja
berpendidikan tinggi (Berita Resmi Statistik 2012) Indonesia tentu akan sangat susah untuk
dapat bersaing dengan negara ASEAN lain. Berdasarkan survei Asian Productivity
Organization 2004, dari setiap 1.000 tenaga kerja Indonesia hanya 4,3 persen yang
terampil dibandingkan dengan Filipina (8,3 persen), Malaysia (32,6 persen), dan Singapura
(34,7 persen)
(http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah.
Bersaing). Pemerintah sendiri melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan meningkatkan jumlah tenaga kerja terdidik
hingga 40% (http://bisnis.vivanews.com/news/read/24386-
porsi_tenaga_kerja_terdidik_formal _ditambah. 8 September 2011). Upaya ini dilakukan
dengan mendorong tenaga kerja Indonesia yang belum memiliki keahlian untuk ditingkatkan
kualitas dan kapasitas nya sehingga memenuhi kriteria tenaga kerja terdidik, atau, dengan cara
mendorong tenaga kerja terdidik Indonesia memanfaatkan akses di negara-negara ASEAN
dengan bekerja di luar negeri.
4.2.TANGGAPAN TERHADAP KOMPETENSI, GAJI, DAN ETOS KERJA TENAGA
KERJA TERAMPIL INDONESIA
Pandangan tentang kompetensi tenaga kerja Indonesia dibandingkan tenaga kerja
negara ASEAN lainnya dapat dilihat dari (tabel 4.8). Sebagian responden masih ragu-ragu
(40,7%) dalam membandingkan apakah tenaga kerja Indonesia lebih berkompeten
dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya. Keragu-raguan dari para
responden ini bisa disebabkan tidak adanya pembandingan yang bisa digunakan oleh
responden dalam mengukur kompetensi para pekerja.
Tabel 4.8. Persepsi responden bahwa Tenaga kerja Indonesia lebih baik
dari tenaga kerja asing
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 3 2.7
Tidak setuju 20 17.7
Netral (Ragu-ragu) 46 40.7
Setuju 29 25.7
Sangat setuju 15 13.3
Total 113 100.0
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 293
Hal yang tidak jauh berbeda ditemukan saat menanyakan tentang kemungkinan
perusahaan Indonesia memilih tenaga kerja Indonesia apabila memiliki kompetensi dan
bersedia digaji sama dengan tenaga kerja asing. Hasilnya (tabel 4.10) menunjukkan bahwa
sebagian responden (43,4%) beranggapan sebaiknya perusahaan di Indonesia tetap memilih
tenaga kerja Indonesia untuk dipekerjakan dibandingkan dengan tenaga kerja asing.
Tabel 4.9 Persepsi perusahaan di Indonesia memilih pekerja Indonesia
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 1 .9
Tidak setuju 3 2.7
Netral 39 34.5
Setuju 49 43.4
Sangat setuju 21 18.6
Total 113 100.0
Berkenaan dengan kemungkinan perusahaan di Indonesia akan memilih tenaga kerja
Indonesia apabila tenaga kerja asing memiliki kompetensi yang tinggi namun meminta gaji
yang sama dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia, menunjukkan responden masih ragu-
ragu (42,5%) dalam membandingkan. Sementara itu untuk membandingkan kemungkinan
perusahaan di Indonesia akan memilih tenaga kerja Indonesia apabila tenaga kerja asing
memiliki kompetensi yang sama dengan tenaga kerja Indonesia namun meminta gaji yang
lebih murah dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia, sebagian besar responden setuju
(46,9%) bahwa perusahaan di Indonesia lebih baik mempekerjakan tenaga kerja Indonesia.
Dari pernyataan diatas nampak bahwa sebagian besar responden beranggapan
perusahaan Indonesia maupun asing yang ada di Indonesia lebih memilih mempekerjakan
tenaga kerja Indonesia dibandingkan tenaga kerja asing walaupun tenaga kerja asing tersebut
memiliki kompetensi dan meminta gaji yang bersaing dengan tenaga kerja lokal. Hal ini bisa
saja didasari harapan atau keinginan dari para responden agar perusahaan-perusahaan lebih
mengutamakan kejahteraan masyarakat Indonesia local. Dengan memanfaatkan tenaga kerja
lokal akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Namun tenaga kerja lokal
juga akan membawa dampak negatif apabila terjadi konflik antara perusahaan dan pekerja
lokal khususnya dengan serikat pekerja.
Namun kenyataan berbeda ditemukan di lapangan dimana perusahaan asing yang
berpotensi besar membuka pabriknya di Indonesia, seperti perusahaan besar RIM produsen
perangkat telepon genggam BlackBerry, dan perusahaan Bosch produsen peralatan rumah
tangga asal Jerman. Kedua perusahaan ini memiliki pasar yang sangat besar di Indonesia, jauh
lebih besar dari Malaysia. Namun keduanya lebih memilih untuk membuka pabrik di
Malaysia ketimbang di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan, mengingat apabila keduanya
membuka pabrik di Indonesia akan membawa dampak positif yang sangat besar dalam
investasi dan peluang kerja di Indonesia. Alasan mereka membuka pabrik di Malaysia adalah
karena infrastruktur fisik dan SDM yang jauh lebih baik dari Indonesia
(Fokus.news.viva.co.id/ news/read/245399-nikmati-pasar-ri--asing-malah-pilih-malaysia).
Fakta ini secara langsung menunjukkan bahwa pada dasarnya kualitas dari tenaga kerja
Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga. Untuk itulah perlu peningkatan
294 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
kompetensi dari tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing
lainnya.
Bertolak belakang dengan fakta bahwa para mahasiswa masih menganggap
kompetensi para pekerja Indonesia setara dengan kompetensi tenaga kerja asing (tabel 4.13).
Para responden menganggap tenaga kerja asing tidak selalu lebih baik daripada tenaga kerja
lokal, kompetensi diantara keduanya bisa bersaing.
Tabel 4.10. Persepsi Tenaga kerja asing selalu lebih berkualitas dari tenaga kerja lokal
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 27 23.9
Tidak setuju 22 19.5
Netral 37 32.7
Setuju 22 19.5
Sangat setuju 5 4.4
Total 113 100.0
Pandangan ini berbeda dengan fakta bahwa sebagian besar tenaga kerja asing yang
bekerja di Indonesia menduduki posisi-posisi strategis. Data dari Bank Indonesia (laporan
survey tenaga kerja asing di Indonesia tahun 2009) mayoritas tenaga kerja asing di Indonesia
yang mayoritas berpendidikan Strata 1 (S1) dan memiliki pengalaman kerja kurang dari 1
tahun hingga lebih dari 1 tahun. Sebagian besar tenaga kerja asing bekerja sebagai
profesional/teknisi dengan rata-rata gaji yang diterima sangat tinggi dibandingkan dengan
tenaga kerja lokal.
Tabel 4.11. Sebaran jumlah TKA menurut level jabatan (Orang)
Periode 2005 2006 2007 2008 2009
Konsultan 15,537 21,466 3,449 3,109 3,303
Direktur 7,341 6,975 3,392 3,822 4,025
Komisaris 0 9 283 325 373
Manajer 2,581 2,572 6,479 8,162 8,438
Profesional 8 515 15,080 14,437 15,894
Supervisor 2 569 3,194 2,984 2,825
Teknisi 329 898 3,572 9,640 11,368
Total 25,798 33,004 35,449 42,479 46,226
Sumber : Kemenakertrans
Terjadi pergeseran jabatan yang cukup signifikan dalam konsultan dan profesional.
Hal ini disebabkan karena banyak konsultan yang kemudian direkrut perusahaannya untuk
dijadikan profesional. Selain itu, peningkatan juga terjadi pada level jabatan teknisi yang
semakin meningkat. Hal ini menindikasikan kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam
bidang teknisi semakin banyak di Indonesia. Kualitas tenaga kerja terampil dalam bidang
teknisi Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja asing.
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 295
Dari survey Bank Indonesia ini pula diketahui bahwa sebagian besar TKA menerima
gaji yang berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta (Grafik 4.1). Kelompok terbesar berikutnya
adalah TKA yang bergaji Rp10 juta – Rp25 juta (23%) dan diikuti oleh kisaran gaji antara
Rp50 juta – Rp75 juta (17%). Selain menerima gaji para TKA tersebut juga menyatakan
menerima tunjangan jabatan (compensation salary) yang sebagian besar berkisar antara Rp10
juta – Rp25 juta (27%).
Sumber : Bank Indonesia
Gaji dari para tenaga kerja asing ini jauh berbeda dengan gaji yang diterima para
tenaga kerja lokal. Rata-rata tenaga kerja lokal menerima gaji berkisar antara Rp 3.000.000
dengan pengalaman kerja antara 1 - > 10 tahun (Employment Outlook and Salary guide 2010-
2011). Menurut responden perkerja Indonesia selama ini dibayar lebih rendah dari pekerja
asing di Indonesia (lihat tabel 6.12).
Tabel 4.12. Persepsi gaji tenaga kerja Indonesi lebih rendah dari gaji tenaga kerja asing
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 1 .9
Tidak setuju 40 35.4
Netral 32 28.3
Setuju 26 23.0
Sangat setuju 14 12.4
Total 113 100.0
Dengan kondisi seperti ini, dapatkah tenaga kerja Indonesia bersaing dengan tenaga
kerja asing? Sebagian besar responden (41,6%) sangat setuju bahwa kompetensi tenaga kerja
Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Rasa percaya diri yang tinggi ini bisa
dijadikan modal untuk bersaing nantinya. namun, rasa percaya diri yang terlalu tinggi juga
tidak baik jika tidak didukung oleh kompetensi nyata.
Tabel 4.13.Persepsi kompetensi tenaga kerja Indonesia mampu bersaing
dengan tenaga kerja asing
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 7 6.2
Tidak setuju 3 2.7
296 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Netral 14 12.4
Setuju 42 37.2
Sangat setuju 47 41.6
Total 113 100.0
Hal ini sedikit berbeda dengan tanggapan responden tentang etos kerja tenaga kerja
Indonesia. Etos kerja sebagai salah satu bagian dalam meningkatkan produktifitas para
pekerja menjadi salah satu modal penting dalam meningkatkan produktifitas sebuah
organisasi/perusahaan. Berkaitan dengan etos kerja tenaga kerja Indonesia apabila
dibandingkan dengan tenaga kerja asing saat ini, sebagian besar responden (48.7%) masih
ragu-ragu bahwa etos kerja tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja
asing.
Tabel 4.14. Persepsi bahwa etos kerja tenaga kerja Indonesia lebih baik dibandingkan
tenaga kerja asing
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 10 8.8
Tidak setuju 15 13.3
Netral 55 48.7
Setuju 21 18.6
Sangat setuju 12 10.6
Total 113 100.0
4.3.KESIAPAN MENGAHADAPI TANTANGAN MEA
Berkenaan dengan kompetensi yang mereka miliki setelah lulus, menunjukkan
responden setuju (52,2%) bahwa kompetensi lulusan UKSW masih belum mampu bersaing
dengan lulusan perguruan tinggi ASEAN lainnya. Responden merasa bahwa UKSW belum
mampu menciptakan lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja internasional. Mereka
merasa kompetensi yang mereka dapat dari UKSW saat ini belum dapat memenuhi tuntutan
kerja sesuai standar internasional. Sebanyak 16,8% responden menilai lulusan UKSW mampu
bersaing dengan tenaga lulusan universitas ASEAN lainnya. Hal ini bisa saja didasari pada
penilaian mereka bahwa output UKSW yang saat ini sudah banyak yang sukses dan memiliki
posisi-posisi penting di lembaga atau kantor mereka.
Tabel 4.15. Persepsi tentang kompetensi lulusan UKSW saat ini tidak mampu bersaing
dengan tenaga lulusan universitas ASEAN lainnya
Frequency Percent
Valid Sangat Tidak setuju 7 6.2
Tidak setuju 19 16.8
Netral 14 12.4
Setuju 59 52.2
Sangat setuju 14 12.4
Total 113 100.0
Apabila dilihat lebih jauh lagi, terdapat keterkaitan antara mahasiswa yang merasa
memiliki hasil studi yang memuaskan dengan mahasiswa yang merasa belum memiliki
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 297
kompetensi untuk bersaing dengan lulusan universitas asing lainnya. Hasilnya menunjukan
sebuah ironi bahwa ternyata mahasiswa yang setuju merasa hasil studinya memuaskan merasa
belum memiliki kompetensi yang mampu bersaing dengan lulusan universtias asing.
Sejauh mana kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris, sebagian besar responden
(39,8%) merasa memiliki kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris yang bagus.
Tabel 4.16. Persepsi kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris
Frequency Percent
Valid Sangat tidak bagus 4 3.5
Tidak bagus 15 13.3
Netral 27 23.9
Bagus 45 39.8
Sangat bagus 22 19.5
Total 113 100.0
Berkenaan dengan kemampuan menulis responden merasa memiliki kemampuan
bahasa Inggris tergolong bagus (47.8%). Hal ini tentu perlu dicek mengingat dalam kenyataan
dalam lisan saja banyak diantara mereka yang memiliki kemampuan kurang. Walaupun
demikian, sebagian besar responden (34.5%) merasa perlu meningkatkan kemampuan mereka
berbahasa. Mereka juga merasa dunia kerja internasional saat ini memerlukan tenaga kerja
yang mampu berbahasa lebih dari 1 bahasa internasional.
Tabel 4.17. Persepsi kemampuan menulis dalam bahasa Inggris
Frequency Percent
Valid Sangat tidak bagus 1 .9
Tidak bagus 8 7.1
Netral 35 31.0
Bagus 54 47.8
Sangat bagus 15 13.3
Total 113 100.0
Berkaitan dengan kemampuan penguasaan TI menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(50.4%) merasa memiliki kemampuan penguasaan TI yang bagus.
Tabel 4.18. Persepsi kemampuan penguasaan TI
Frequency Percent
Valid Tidak bagus 2 1.8
Netral 37 32.7
Bagus 57 50.4
Sangat bagus 17 15.0
Total 113 100.0
Apabila dilihat dari softskill, sebagian besar responden menilai diri mereka sudah memiliki
softskill yang cukup untuk bersaing dengan lulusan universitas ASEAN lainnya. Dengan
298 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
beragam tantangan yang akan dihadapi mahasiswa UKSW dan kompetensi yang mereka
miliki saat ini, memberikan sedikit gambaran tentang untung rugi situasi mendatang yang
akan mereka hadapi. Beberapa kompetensi tambahan yang mereka butuhkan dapat dilihat di
tabel 4.19.
Tabel 4.19. Persepsi kompetensi tambahan yang dibutuhkan mahasiswa UKSW
Kompetensi tambahan Frekuensi Percent
Bahasa 39 34.51%
Disiplin 27 23.89%
Komunikasi 17 15.04%
Teamwork 10 8.85%
Rajin, tekun 8 7.08%
Komitmen 9 7.96%
Wawasan umum 3 2.65%
5. PENUTUP
5.1.KESIMPULAN
1. Masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui pemberlakuan Masyarakat Ekonomi
ASEAN yang akan mulai berjalan pada tahun 2015. Hal ini disebabkan karena masih
kurangnya sosialisasi oleh pemerintah kepada masyarakat. Kebanyakan mahasiswa
mengetahui informasi MEA melalui internet. Selain dari pemerintah, sosialisasi
sebenarnya dapat pula dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang merupakan
penghasil tenaga kerja. Lembaga-lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi
seperti universitas, berpotensi besar untuk membantu pemerintah melakukan sosialisasi
terhadap MEA.
2. Mahasiswa yang mengetahui tentang pemberlakuan MEA pada tahun 2015, sudah
memahami implikasi yang akan mereka hadapi. Namun, gambaran yang dimiliki para
mahasiswa tentang dampak pelaksanaan MEA masih sangat jauh dari kenyataan yang
saat ini terjadi. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya informasi mereka tentang
kondisi tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja asing.
3. Mahasiswa yang mengetahui tentang pelaksanaan MEA memiliki kesadaran untuk
meningkatkan kompetensi mereka agar dapat bersaing dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN nantinya. Mahasiswa sudah menyiapkan diri dengan membekali diri sesuai
dengan tuntutan dunia kerja. Namun mahasiswa masih belum memiliki gambaran dalam
menilai kompetensi mereka dibandingkan dengan tenaga kerja asing.
5.2. SARAN
1. Mengingat masih kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang implikasi pelaksanaan
MEA perlu dilakukan sosialisasi yang intensif oleh berbagai pihak kepada mahasiswa dan
pelaku pendidikan di universitas. Seperti diketahui, mahasiswa merupakan agen perubahan
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 299
(Agent of Change) sehingga peningkatan daya saing mereka merupakan faktor kunci
perubahan masyarakat.
2. Mahasiswa yang memahami tentang implementasi MEA memiliki kesadaran untuk
meningkatkan kompetensi mereka, sehingga perlu didukung. Untuk itulah peran serta
universitas sebagai pencetak tenaga kerja terdidik sangat diharapkan mampu mewujudkan hal
tersebut dengan lebih menekankan pada kualitas lulusan yang sesuai dengan antisipasi
meningkatnya tuntutan pasar kerja.
5.3. KETERBATASAN PENELITIAN & PENELITIAN MENDATANG
Penelitian ini hanya berkenaan dengan mahasiswa yang mengetahui pemberlakuan MEA saja,
sedangkan mahasiswa yang tidak mengetahui tidak dilibatkan secara langsung dan diteliti
lebih mendalam motif penyebabnya. Selain itu fokus penelitian hanya berkenaan dengan
mahasiswa UKSW saja. Untuk memperoleh gambaran yang lebih baik, penelitian ini bisa
diperluas dengan melibatkan elemen mahasiswa dari luar UKSW seperti dari STIE AMA,
STAIN, bahkan mahasiswa dari universitas lain di Indonesia. Selain mahasiswa, penelitian
inipun bisa diperluas dengan mencari tahu persepsi dosen dan pengusaha.
DAFTAR PUSTAKA
Uma, Sekaran. 2006. Research Methods for Business. Edisi 4, Jilid 1 & 2.Salemba
empat.Jakarta
Yuniarsih, Tjutju, & Suwatno., 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia : Teori, Aplikasi
dan Isu Penelitian. Bandung. Alfabete
Salvatore, D., 2007. International Economic. 9th
Edition. Jakarta. John Wiley & Sons.
Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta. Bumi Aksara.
Laporan Survey Tenaga Kerja Asing di Indonesia tahun 2009. Bank Indonesia. Jakarta.
Employment Outlook and Salary Guide Indonesia 2010-2011 : A tools for workplace planing.
Kelly Service. 2010
Outlook Ekonomi Indonesia 2008 - 2012, Edisi Januari 2008.
Roadmap for an ASEAN Community 2009 -2015.
Surat Keputusan Mendiknas No. 045/U/2002 tentang kurikulum berbasis kompetensi
UNDP : Human Development Report 2011
Fajnzylber, P.R., dan A.M. Fernandes, 2004, International Economic Activities and the
Demand for Skilled Labor: Evidence from Brazil and China, Social Science Research
Network.
Firdausy, Carunia, 2004, Liberalisasi perdagangan dan investasi di era globalisasi, PPE,LIPI.
JAKARTA.
Jovanovic, F., 2006, Integration, disintegration and trade in Europe: Evaluation of trade
Relation during the 1990s, Working Paper No. 20.
Krugman, P.R. 1993. Free Trade: A Loss (Theoritical) Nerve (The Narrow and Broad 106
JESP Vol. 1, No. 2, 2009 Agreements for Free Trade. American Economic Review.
Vol.83, No.2, pp. 362-365
Meier, G.M., 1995, Leading Issues In Economic Development. New York: Oxford Unversity
Press.
300 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Mulyatiningsih, E. 2009. Analisis Kompetensi. Direktorat PSMK dan Universitas Negeri
Yogyakarta.
Primasanto, T.A., 2010. Pengiriman Tenaga Kerja terampil Indonesi Ke Luar Negeri :
Pelajaran dari Filipina. Jurnal Diplomasi Vol.2 No.1 .
Ridwan, 2009, Dampak Integrasi Ekonomi terhadap Investasi di Kawasan ASEAN: Analisis
Model Integrasi.
Srikandini, Annisa., 2004,. Pasar Tunggal Asean 2015: Diplomasi Indonesia Dan Penguatan
Kapasitas Tenaga Kerja Terdidik
Suarez, M.D.L.C., 2001, Trace Creation and Trade Diversion For Mercosur. Disertation.
Boston University
Widarno, B., 2007. Profil dan Kompetensi Sarjana Akuntansi. Jurnal ekonomi dan
kewirausahaan Vol.7 no. 2.
http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20ECONOMI
C%20COMMUNITY%202015.pdf (Diunduh 12 Desember 2011)
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ASEAN_countries_by_GDP_(nominal) (Diunduh 9
Agustus 2012)
http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah.Bersai
ng (Diunduh 3 Desember 2011)
(http://menteri.depnakertrans.go.id/?show=news&news_id=828) (diunduh 23 Mei 2012)
http://bisnis.vivanews.com/news/read/24386-porsi_tenaga_kerja_terdidik_formal_ditambah. 8
September 2011 (Diunduh 4 Mei 2012)
http://www.asean.org/publications/RoadmapASEANCommunity.pdf (diunduh 30 November
2011)
http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/395290/ (Diunduh 2 September
2012)
http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/390667/50/ (Diunduh 9 Juli 2012)
http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf (Diunduh 13 Juni 2012)
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/06/09/189018/Sosialisasi-AEC-
2015-Belum-Sampai-Pemda (Diunduh 11 Agustus 2012)
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/245399-nikmati-pasar-ri--asing-malah-pilih-malaysia
(Diunduh 9 April 2012)
http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc. (Diunduh 20
Juli 2012)
http://www.tempo.co/read/news/2012/04/11/090396328/Penganggur-Muda-Indonesia-
Tertinggi-di-Asia (Diunduh 4 Agustus 2012)
http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/563-pergeseran-kualitas-softskill-di-
dunia-kerja (Diunduh 21 Mei 2012)
http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-Masuk-
Peringkat-4-Dunia (diunduh 12 Juni 2012)
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 301
Tabel 4.1. Karakteristik responden
No. Karakteristik Sub karakteristik Frekuensi Persentasi
1. Jenis Kelamin Pria 47 41,59%
Wanita 66 58,40%
2. Fakultas FBS 6 5,30%
FKIP 12 10,61%
FSM 1 0,88%
FEB 26 23%
FH 13 11,50%
FISKOM 11 9,73%
FB 2 1,77%
FPB 5 4,42%
FTEK 3 2,65%
FTI 22 19,47%
FTEO 5 4,42%
FPSI 6 5,31%
FSP 1 0,88%
3. Keaktifan Organisasi Sangat Aktif 29 25,7%
Aktif 37 32,7%
Netral (Biasa-biasa saja) 43 38.1%
Tidak aktif 4 3,5%
Sangat tidak aktif 0 0%
4. Hasil Studi Sangat Memuaskan 12 10,6%
Memuaskan 70 62%
Netral (Biasa-biasa saja) 27 23,9%
Tidak memuaskan 4 3,5
Sangat Tidak memuaskan 0 0%
5. Keaktifan mengakses informasi Sangat sering 12 10,6%
Sering 54 47,8%
302 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Netral(Biasa-biasa saja) 38 33,6%
Tidak sering 9 8%
Sangat tidak sering 0 0 %
Recommended