View
222
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Rekayasa Ulang
Menurut Raymond L. Manganelli dan Mark M. Klein (1994) Reenginnering
is the rapid and radical redesign of strategic, value added business processes- and
the systems, policies, and organizational structures that support them to optimize the
work flows and producticity in an organization. (P 7- 8).
Menurut Michael Hammer dan James Champy, (1995) “Reenginnering is the
fundamental rethinking and radical design of business process to achieve dramatic
improvement in critical, contemporary measures of perfomance, such as cost,
quality, service and speed” (P 32).
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Rekayasa ulang adalah proses merubah secara radikal dalam merancang
proses bisnis dengan memperhatikan sistem, prosedur dan struktur organisasi yang
mendukung, untuk memperoleh perubahan yang kritikal dengan memperhatikan
biaya, kualitas pelayanan dan kecepatan.
Sasaran utama di dalam melakukan rekayasa ulang adalah Pelanggan
(customer). Tujuan dari Rekayasa ulang adalah merancang sebuah proses dengan
menyederhanakan proses kerja yang dapat memuaskan Pelanggan dan meningkatkan
nilai-nilai dari Pelanggan.
Berdasar Michael Hammer dan James Champy (1995) definisi tersebut di
atas mempunyai empat kata kunci yaitu:
7
8
◊ Fundamental yaitu di dalam melaksanakan rekayasa ulang, para pegawai harus
menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar tentang unit
organisasi penerimaan pajak dan bagaimana operasinya : mengapa kita
melakukan apa yang kita lakukan?, mengapa kita melakukan dengan cara kita
sekarang? Menanyakan pertanyaan-pertanyaan fundamental ini memaksa orang
untuk melihat aturan-aturan tak tertulis dan asumsi-asumsi yang mendasari cara
mereka menjalankan bisnis mereka. Pertama-tama Rekayasa ulang menentukan
apa yang harus dilakukan perusahaan, kemudian bagaimana melakukannya dan
tidak menerima begitu saja dengan mengabaikan pengendalian dan
berkonsentrasi pada apa yang seharusnya.
◊ Radikal, yaitu rekayasa ulang secara radikal adalah mulai dari akar
permasalahannya, yang berarti tidak membuat perubahan-perubahan yang
superfisial atau berkutat dengan apa yang sudah ada tetapi membuang jauh-jauh
yang lama dengan mengesampingkan semua struktur dan prosedur yang ada dan
menciptakan cara yang baru dalam menyelesaikan masalah.
◊ Dramatis, yaitu rekayasa ulang bukanlah tentang upaya mencapai peningkatan
secara marginal tetapi tentang pencapaian suatu lompatan besar dalam hal kinerja
perusahaan. Peningkatan marginal membutuhkan upaya penyesuaian yang terus
menerus, peningkatan dramatis menurut peledakan yang lama dan menggantinya
dengan sesuatu yang baru.
◊ Proses adalah sekumpulan aktivitas yang meliputi suatu jenis input atau lebih
dan menciptakan suatu output yang bernilai bagi perusahaan. Sebagian besar
kalangan orang-orang bisnis tidak berorientasi terhadap proses, mereka
9
memuaskan perhatian pada tugas-tugas, pekerjaan, orang-orang struktur tetapi
tidak terhadap proses. (34, 35)
Menurut Hammer dan Champy (1995) ada tiga jenis perusahaan yang cocok
untuk penetapan rekayasa ulang yaitu:
1) Unit Organisasi Perusahaan yang mengalami masalah yang pelik, dimana
diperlukan sebuah terobosan pengembangan jika mereka ingin tetap bertahan.
Contoh : sebuah perusahaan yang mengalami penurunan kinerja drastis dalam
persaingan mereka karena adanya pesaing baru.
2) Unit Organisasi yang dalam posisi stabil tetapi menyadari diperlukannya
rekayasa ulang untuk mengantisipasi permasalahan yang akan dihadapi dimasa
mendatang. Contoh : suatu perusahaan yang peka terhadap perkembangan pasar
dimana munculnya pesaing-pesaing baru yang mempunyai potensi dalam
persaingan.
3) Unit Organisasi yang dalam kondisi puncak dimana sekarang mereka tidak
memiliki masalah utama dan dimasa mendatang kondisi seperti ini diperlukan
proses rekayasa ulang sebagai cara untuk memperluas keuntungan dalam
berkompetisi dan menciptakan batasan bagi pesaing-pesaing lainnya. (P. 34, 35)
Menurut Hammer dan Champy (1995) ada tiga kriteria untuk
menentukan proses yang cocok untuk dapat menerapkan rekayasa ulang yaitu:
1) Birokrasi yang panjang : Proses-proses mana saja yang menjadi masalah utama ?
2) Kepentingan : Proses-proses mana saja yang memiliki dampak yang paling besar
terhadap wajib pajak?
10
3) Kemungkinan dikerjakan : Proses-proses mana saja yang memiliki peluang
untuk kesuksesan perancangan ulang (P. 122)
2.2 Kegiatan-Kegiatan Rekayasa Ulang
Rekayasa ulang melibatkan tiga kegiatan dengan pendekatan yang berbeda
dan berusaha merekayasa ulang dengan cara yang berbeda, yaitu :
◊ Rekayasa ulang proses yaitu mengutamakan pembuatan rancangan proses yang
efisien. Proses tersebut mulai dari WP menyetor ke bank hingga pelaporan SSP.
Penekanannya adalah penyederhanaan, penyingkatan kegiatan supaya dapat
bekerja dengan lancar, mengurangi kertas kerja, meningkatkan kualitas dan
menggunakan waktu dengan baik. Rekayasa ulang proses mencakup analisis dan
rancangan sistem dan prosedur kerja yang dikendalikan oleh sistem informasi.
◊ Rekayasa ulang bisnis adalah memperluas ruang lingkup daripada usaha
merekayasa ulang secara subtantial sehingga menjadi kegiatan yang sangat
berbeda. Rekayasa ulang bisnis berusaha untuk membangun kembali entitas
bisnis seperti pelanggan atau wajib pajak dan menyatukan proses dan kegiatan
menjadi satu-kesatuan. Penekanan disini adalah pengintegrasian kegiatan dan
proses yang terpisah-pisah sesuai dengan ukuran organisasi. Rekayasa ulang
bisnis yang perlu dilakukan antara lain merancang ulang organisasi dengan
fokus pada pelanggan.
◊ Merekayasa ulang organisasi adalah tipe ketiga dari rekayasa ulang. Hal ini
melibatkan seluruh organisasi dengan membagi ke dalam bisnis yang berbeda
yang tidak berhubungan langsung dengan fungsi utama dari perusahaan.
2.3 Proses Bisnis
11
Definisi proses bisnis adalah sekumpulan aktivitas yang meliputi satu jenis
input atau lebih dan menciptakan suatu output yang bernilai bagi wajib pajak. Proses
bisnis yang telah direkayasa ulang berbeda dengan proses bisnis tradisional,
mempunyai bentuk yang berbeda-beda tetapi memiliki karakteristik-karakteristik
yang melambangkan bahwa proses telah direkayasa ulang.
Menurut Hammer Champy (1995) dinyatakan bahwa karakteristik dalam
proses bisnis yang telah direkayasa ulang adalah:
a. Para pekerja membuat keputusan
Pemadatan secara vertikal berarti bahwa hal-hal yang biasanya harus ditanyakan
oleh para pekerja secara hirarkhis managerial, sekarang dapat mereka putuskan
sendiri. Adanya asumsi bahwa orang-orang yang sungguh-sungguh
melaksanakan kerja tidak mempunyai waktu maupun kehendak untuk memonitor
dan mengontrolnya dan bahwa mereka kurang memiliki pengetahuan yang dalam
dan luas yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, tetapi hal tersebut
ditepis dengan mengatakan bahwa para akuntan, auditor dan para pengawas
memeriksa, mencatat dan memonitor pekerjaan. Para manager mengawasi
pekerja-pekerja dan menangani hal-hal khusus.
b. Beberapa pekerjaan digabung menjadi satu
Penggabungan proses yaitu banyak pekerjaan atau tugas yang tadinya berbeda
digabungkan dan dipadatkan menjadi satu. Misalnya : Proses yang melibatkan
banyak perpindahan tangan, kesalahan dan kesalahpahaman tidak dapat
dielakkan karena tiada satu orang atau kelompok pun yang bertanggung jawab
atau mempunyai wewenang atas keseluruhan proses.
12
c. Proses-proses mempunyai banyak versi
Untuk memenuhi permintaan-permintaan lingkungan sekarang ini, kita
membutuhkan berbagai macam versi untuk proses yang sama, masing-masing
versi disesuaikan dengan kebutuhan informasi, situasi atau input yang berbeda-
beda. Proses-proses dengan berbagai versi atau jalur biasanya dimulai dengan
tahap awal untuk menentukan versi mana yang terbaik untuk suatu situasi yaitu
versi ke 1 untuk kasus-kasus ringan, versi ke 2 untuk kasus-kasus agak berat dan
versi ke 3 untuk kasus-kasus yang sulit.
d. Tahap-tahap di dalam proses dilakukan menurut kebiasaan
Proses rekayasa ulang dapat membebaskan proses seperti orang ke 1 harus
menyelesaikan tugas ke 1 sebelum memberikan hasilnya pada orang ke 2 yang
mengerjakan tugas ke 2. Tetapi bagaimana jika tugas ke 1 dapat dilakukan secara
simultan bersama tugas ke 2. Pergiliran garis lurus atau tugas-tugas
menghasilkan preseden sampingan yang memperlambat pekerjaan. Secara
tradisional hal tersebut di atas harus dilaksanakan, tetapi dalam versi yang sudah
direkayasa ulang dimana tahap ke 2 mulai segera setelah tahap ke 1,
mengumpulkan cukup informasi untuk memulainya, kemudian sementara tahap
ke 2,3,4, beroperasi, tahap ke 1 terus mencari informasi yang dibutuhkan untuk
tahap ke 5. Sebagai akibatnya organisasi mungkin saja mengurangi waktu untuk
proses penerimaan pajak lebih dari 60 persen.
e. Pekerjaan dilakukan pada tempat yang paling berarti
13
Tema ke lima yang selalu muncul dalam proses-proses bisnis yang telah
direkayasa ulang adalah pergeseran pekerjaan melintasi batas-batas organisasi.
Hubungan antara proses-proses dan organisasi-organisasi dapat sangat berbeda
dari sebelumnya. Pekerjaan digeser melintasi batas-batas organisasi untuk
meningkatkan kinerja keseluruhan proses.
Contoh : sebuah pabrik peralatan elektronik merekayasa ulang proses pelayanan
proses pelayanan lapangannya dengan menggeser sebagian pekerjaan reparasinya
kepada pelanggan, yang sekarang mengerjakan sendiri perbaikan-perbaikan
sederhana tanpa harus menunggu kedatangan seorang teknis dengan suku cadang
yang tepat. Beberapa suku cadang sekarang tersedia disemua lokasi pelanggan
dan diatur dengan sistem management suku cadang berkomputer. Jika timbul
masalah, pelanggan menelpon hot line pelayanan lapangan pabrik itu dan
mendeskripsikan gejala-gejala kepada seorang ahli diagnosa yang dibantu
komputer. Jika masalah itu dapat diperbaiki pelanggan, ahli diagnosa memberi
tahu pelanggan komponen apa yang harus diganti dan bagaimana memasangnya.
Kemudian pabrik mengambil komputer lama dan memberikan komputer baru
kepada pelanggan . teknis-teknis service mengambil alih panggilan hanya jika
masalah terlalu sulit bagi pelanggan.
f. Rujukan minimum
Masih ada satu lagi jenis pekerjaan yang tidak menambah nilai yang
diminimalkan oleh proses yang telah direkayasa ulang yaitu rekonsiliasi. Ini
dilakukan dengan memotong mundur jumlah titik-titik kontrak eksternal yang
14
dimiliki proses, sehingga reduksi peluang terjadinya ketidakpastian data yang
membutuhkan rekonsiliasi dapat diperoleh.
g. Pemeriksaan dan kontrol kurang
Proses-proses yang telah direkayasa ulang hanya menggunakan kontrol-kontrol
untuk hal-hal yang secara ekonomis masuk akal. Proses-proses konvensional
penuh dengan tahap-tahap pemeriksaan dan kontrol yang tidak menambah nilai,
tetapi dilibatkan untuk memastikan apakah orang-orang tidak menyalahgunakan
proses. Dalam proses pembelanjaan tertentu, misalnya departemen perbelanjaan
memeriksa tanda tangan orang yang mengajukan permintaan barang untuk
memastikan apakah anggaran belanja yang tersedia cukup layak untuk rekening
itu. Semua pemeriksaan ini adalah untuk memastikan agar orang-orang dalam
organisasi tidak membeli barang yang seharusnya tidak mereka beli.
Walaupun sasarannya patut dipuji, banyak perusahaan gagal mengetahui biaya-
biaya sehubungan dengan kontrol yang ketat.
Proses-proses yang telah direkayasa ulang menunjukan suatu pendekatan yang
lebih seimbang. Sebagai ganti melakukan pemeriksaan kerja yang ketat, proses-
proses hasil rekayasa ulang mempunyai kontrol yang menyeluruh atau kontrol-
kontrol yang lain. Sistem-sistem kontrol ini, karena designya, akan mentoleransi
penyelewengan yang wajar dan terbatas, dengan menunda hal dimana
penyelewengan terdeteksi atau dengan memeriksa pola-pola secara keseluruhan
daripada kejadian secara individu. Namun sistem kontrol hasil rekayasa ulang,
memberi keuntungan yang jauh lebih banyak daripada setiap kemungkinan
15
peningkatan penyelewengan dengan secara dramatis menurunkan biaya-biaya
dan beban-beban lain yang disebabkan oleh kontrol itu sendiri.
h. Operasi-operasi gabungan sentralisasi/desentralisasi merata
Perusahaan-perusahaan yang telah merekayasa ulang proses-proses mereka
mempunyai kemampuan untuk mengkombinasikan keuntungan sentralisasi dan
desentralisasi dalam proses yang sama. (P.P. 47, 60)
i. Manager kasus membuat satu titik kontrak
Mempekerjakan seorang yang bisa kami sebut sebagai seorang ‘manajer kasus’
adalah sebuah karakteristik lain yang selalu muncul yang kami temukan dalam
proses-proses yang direkayasa ulang. Mekanisme ini ternyata bermanfaat ketika
tahap-tahap proses yang kompkeks maupun yang tersebar dalam cara
mengintegrasikannya menjadi tidak mubgkin bagi satu orang atau bahkan sebuah
tim kecil. Berlaku sebagai penyangga antara proses yang kompleks dan
pelanggan, manager kasus berjalan bersama pelanggan seolah-olah ia
bertanggung jawab atas keseluruhan proses, meskipun sebenarnya tidak ada
kasus. Untuk melaksanakan tugas ini yaitu dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan pelanggan dan memecahkan masalah-masalah pelanggan, manager
kasus membutuhkan akses ke semua sistem informasi yang digunakan oleh
orang-orang yang melakukan proses sebenarnya dan kemampuan menghubungi
orang-orang ini dengan pertanyaan-pertanyaan dan permintaan akan sistem lain
jika dibutuhkan.
16
Tidak ada sesuatupun yang dapat lebih jauh dari kenyataan . Tidak satupun proses
bisnis yang telah direkayasa ulang menunjukkan semua karakteristik yang telah
disebutkan di atas, karena beberapa diantaranya saling bertentangan.
2.4 Prinsip Rekayasa Ulang
Menurut Chase dan Aquilano (1995). Rekayasa ulang adalah proses
perubahan yang signifikan yang akan memenuhi permintaan customer dalam
kualitas kecepatan dan pelayanan dapat tercapai
Semua ini memerlukan tujuh peraturan baru dalam suatu pekerjaan yang
diajukan oleh Hammer yang berhubungan dengan Siapa yang bekerja, dimana dan
kapan dikerjakan dan informasi bersama serta integrasi.
Peraturan-peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beberapa tugas yang khusus sebelumnya dikerjakan oleh orang yang berbeda
seharusnya dapat dikombinasikan ke dalam satu pekerjaan.
2. Pekerjaan haruslah dikerjakan sesuai dengan bagiannya. Contoh: Pegawai dapat
melakukan pembelian tanpa harus melalui bagian pembelian. Realokasi dari
pekerjaan menghilangkan kebutuhan koordinasi pelaku dan pengguna dari suatu
proses.
3. Orang-orang yang mengumpulkan informasi juga bertanggung jawab untuk
memproses data tersebut.
4. Teknologi Informasi (TI) memungkinkan konsep sentralisasi dan desentralisasi
menjadi kenyataan.
17
5. Konsep mengenai mengintegtrasikan hasil dari kegiatan yang seharusnya dapat
dikerjakan bersama-sama secara paralel adalah penyebab utama dari kegiatan
pengolahan kembali, biaya tinggi dan penundaan hasil akhir dari proses secara
keseluruhan.
6. Pengambilan keputusan haruslah merupakan dari pekerjaan dan kontrol
merupakan bagian dari proses.
7. Informasi harus dikumpulkan oleh perusahaan secara on line pada sumbernya.
(P. 737)
2.5 Proses Rekayasa Ulang
Menurut Chase dan Aquilano (1995) di dalam melakukan proses rekayasa
ulang diperlukan inovasi. Untuk itu ada enam pendekatan untuk melakukan proses
rekayasa ulang yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan masalah untuk diselesaikan.
2. Mengidentifikasikan proses untuk direkayasa ulang.
3. Mengevaluasi hal-hal yang dapat direkayasa ulang.
4. Mengerti proses yang sekarang terjadi.
5. Mendesign proses yang baru.
6. Mengimplementasikan proses yang telah direkayasa ulang. ( P.740)
Menurut Victor Tan (1994) tahapan-tahapan dalam proses rekayasa ulang
adalah :
1) Memahami Proses yang sedang berlangsung.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mendokumentasikan proses yang sedang
berlangsung. Sebagai contoh langkah ini dapat dilakukan dengan merencanakan
18
interaksi dari unit yang melakukan proses produksi pada organisas. Proses ini
menggambarkan hubungan keluaran masukan diantara pemasok., unit organisasi
dan konsumen. Pemahaman yang seksama dari proses yang sedang berlangsung
akan memberikan dasar untuk merancang proses baru dan perbaikannya.
2) Mencari proses kritis.
Tahap ini merupakan tahap kritis dimana pertanyaan dan asumsi pada proses
sebelumnya akan diuji. menghilangkan semua kendala yang ada dalam pencarian
suatu proses yang lebih baik. Dalam dunia nyata, untuk mendapatkan solusi yang
kreatif, diperlukan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab: mengapa prestasi
untuk proses yang sedang berlangsung hanya seperti sekarang tidak berkembang
?, Apakah ada kegiatan yang hilang dalam proses yang dapat memberikan nilai
tambah, Unit organisasi mana yang seharusnya terlibat atau tidak terlibat dalam
proses ?
3) Mencari alternatif rancangan ulang
Tahap ini mencari alternatif solusi yang bisa memberikan perbaikan yang berarti
dengan pendekatan kreatif. Hal ini berarti mengabaikan modul-modul, peraturan-
peraturan dan tata tertib yang berlaku. Kecuali mengabaikan paradigma yang
sudah lama, proses baru akan lebih mudah diperbaiki. Dalam pertimbangan
alternatif proses, akan baik jika proses baru dirancang berbeda dari proses yang
sedang berlangsung. Pengaruh dari proses baru harus memberikan alternatif
solusi terhadap permasalahan yang terjadi.
4) Mencari informasi yang diperlukan untuk mendukung proses baru
19
Informasi merupakan kunci dalam menjalankan fungsi pada proses yang baru. Oleh
sebab itu penting dilakukan pengujian perubahan informasi yang diperlukan
untuk mendukung proses baru. Penilaian harus dilakukan seperti informasi yang
tersedia diantara unit organisasi, sehingga merupakan saluran terbaik dalam
mengkomunikasikan informasi ini harus dipertimbangkan.
5) Melakukan tes kelayakan terhadap rancangan proses baru.
Langkah akhir dalam tahapan rekayasa ulang adalah mengidentifikasikan sumber-
sumber tambahan seperti manusia, keuangan dan jasmani yang dibutuhkan untuk
memastikan kesuksesan proses baru. Sementara formulasi dariproses baru
seharusnya tidak dihambat atau dipengaruhi oleh kekurangan sumber-sumber
yang ada. Kenyataannya adalah bahwa organisasi akan lebih melihat penilaian
terhadap kelayakan dari implementasi daripada ketersediaan sumber yang ada.
Pengadaan pengecekan kelayakan merupakan alat yang vital dari proses yang
baru sebelum diajukan untuk diimplementasikan. (P. 9)
Peranan Teknologi Informasi dalam Rekayasa Ulang
Teknologi informasi memainkan sebuah peranan yang penting, namun mudah
salah peran dalam rekayasa ulang bisnis. Seni teknologi informasi modern adalah
bagian dari setiap upaya rekayasa ulang yang disebut sebagai kemungkinan yang
sangat penting., karena ia memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam
merekayasa ulang proses-proses bisnisnya. Kesalah gunaan teknologi dapat
menghambat rekayasa ulang dan bersamaan dengan justru memperkuat cara
berpikir dan pola prilaku yang lama. Aplikasi teknologi informasi untuk
merekayasa ulang menurut pemikiran yang indukatif kemampuan untuk terlebih
20
dulu mengenali solusi yang kuat dan kemudian mencari masalah yang mungkin
dapat dipecahkannya, masalah-masalah yang barangkali perusahaan tidak pernah
tahu kalau memilikinya.
Kesalahan mendasar yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
bila mereka memandang teknologi adalah mereka memandang teknologi itu
melalui kacamata proses-proses mereka yang telah ada. Mereka bertanya
Bagaimana kita dapat menggunakan kemampuan-kemampuan teknologi baru ini
untuk memperkokoh atau merampingkan atau meningkatkan apa yang sekarang
kita kerjakan? “Sebaliknya mereka hendak bertanya”, Bagaimana kita dapat
menggunakan teknologi agar kita mampu melakukan hal-hal yang belum kita
lakukan? Rekayasa ulang, tidaklah seperti otomatisasi, adalah tentang inovasi. Ia
adalah tentang eksploitasi kemampuan teknologi paling mutakhir untuk meraih
sasaran-sasaran yang sama sekali baru. Salah satu bagian yang paling sulit dari
rekayasa ulang terletak pada pengenalan kemampuan-kemampuan teknologi
yang baru dan luar biasa dibandingkan dengan kemampuan-kemampuan
teknologi yang biasa saja.
Kemampuan nyata teknologi bukanlah karena ia dapat menyelesaikan proses-
proses lama dengan lebih baik, tetapi karena ia memungkinkan organisasi-
organisasi membuang aturan-aturan lama dan menciptakan cara-cara yang baru
itulah rekayasa ulang.
Perusahaan-perusahaan tidak dapat mengetahui atau membaca teknologi baru sekarang
dan menyebarkannya besok. Perlu waktu mempelajarinya, untuk memahami
bobotnya, untuk mengkonseptualisasikan manfaat-manfaat potensialnya, untuk
21
membuat diterima di dalam perusahaan, dan untuk merencanakan
penyebarannya. Sebuah organisasi yang dapat melaksanakan persiapan-persiapan
awal ini sebelum teknologinya benar-benar dapat tersedia pada umumnya akan
meraih keuntungan yang besar dalam persaingan.
2.7 Sistem Pengukuran
Menager fungsional harus tahu pengukuran penting terhadap kinerja yang akan
digunakan untuk menilai keberhasilan dari upaya perbaikan.
Pengukuran penting dilakukan karena:
1. Memberi fokus perhatian pada faktor yang menentukan keberhasilan
pencapaian misi.
2. Memberi indikasi seberapa efisien pemanfaatan sumber daya yang disediakan.
3. Membantu dalam menetapkan bisnis tujuan yang terukur dan monitoring
kemajuan dalam pencapaiannya.
4. Menyediakan masukan untuk analisis perbaikan termasuk analisis akar
penyebab.
5. Menyediakan data yang diperlukan untuk program benchmarking.
6. menetapkan target kinerja pegawai.
7. Menetapkan sarana untuk monitoring kemajuan yang dicapai.
22
Ada empat kategori ukuran kinerja. Ukuran yang spesifik pada tiap kategori
menyediakan dasar bagi evaluasi terhadap pemenuhan kebutuhan pemegang peran
(stakeholder) dan kinerja dari semua peserta proses.
Empat kategori ukuran kinerja :
1. Ketaatan terhadap standar. Ukuran ketaatan terhadap standar berkaitan dengan
kualitas produk dan proses berdasarkan ketentuan/norma yang berlaku.
2. Kecocokan terhadap tujuan. Ukuran kecocokan terhadap tujuan difokuskan pada
seorang pemegang peran dan proses memenuhi persyaratan atau mencapai
tujuan.
3. Waktu Proses. Ukuran waktu proses berkaitan dengan waktu siklus proses,
througtput dan revonsiveness. Waktu proses juga merupakan ukuran pengganti
yang handal untuk biaya proses. ini karena biaya proses dikonsumsi sepanjang
waktu dan, secara umum, semakin sedikit waktu yang diperlukan suatu proses
untuk menyelesaikan suatu siklus atau menghasilkan suatu produk, semakin
rendah biayanya.
Ukuran waktu ada 3 jenis yaitu :
• Waktu operasi adalah waktu yang digunakan dalam suatu proses tranformasi
input menjadi output dengan menambahkan nilai ke input ini merupakan
penggunaan langsung dari sumber daya atau faktor produksi di dalam
membuat tranformasi.
• Waktu tanpa nilai tambah adalah waktu yang digunakan dalam proses selain
waktu operasi atau waktu yang berkaitan dengan kualitas ini mencakup
waktu tanda atau tunggu, pertemuan dan penulis laporan, supervisi dan
23
pengecekan, mengikuti aturan yang tidak perlu atau tidak tepat, perencanaan
dan penganggaran, hubungan pegawai, perolehan dan pengadaan dan
pekerjaan administrasi internal.
• Waktu terkait kualitas mencakup inspeksi, pengerjaan ulang, pencegahan
kesalahan, penentuan masalah, pemecahan masalah, perawatan terkait
kualitas dan pelatihan.
4. Biaya Proses Ukuran biaya proses berkaitan dengan konsumsi sumber daya yang
dialokasikan ke proses untuk memproduksi output produk dan layanan.
Dua kategori pertama merupakan ukuran efektivitas dan produktivitas, sedang dua
kategori lainnya merupakan ukuran efisiensi dan kehematan.
Ukuran efetivitas dapat mencakup : kualitas, kuantitas, ketepatan waktu serta biaya
atau harga. Ukuran produktivitas berupa produktivitas aktual atau yang diharapkan.
Ukuran kehematan merupakan biaya terendah diantara berbagai pilihan.
2.7 Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-Undang No. 16 tahun 2000
tentang perubahan kedua atas undang-undang No. 6 tahun 1983
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 yang berkaitan dengan mekanisme
penerimaan pajak adalah pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terhutang di Kas Negara
melalui Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan
Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
24
(2) Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata cata
mengangsur dan menunda pembayaran diatur dengan keputusan Menteri
Keuangan.
2.8 Tata cara pelimpahan setoran penerimaan negara.
Sesuai ketentuan Surat Edaran Nomor: SE-189/2001 tanggal 10 Desember 2001
Tentang Pelimpahan Setoran Penerimaan Negara dijelaskan sebagai berikut :
Berkenaan dengan rencana Bank Indonesia untuk memperluas penerapan sistem
tranfer dana antar bank secara elektronik yakni menggunakan sarana BI-RTGS
(Bank Indonesia-Real Time Gross Setlement) pada beberapa kota di Indonesia,
dengan ini diberitahukan bahwa proses pelimpahan penerimaan negara dari Bank
Persepsi ke rekening Kas Negara mengalami perubahan sebagaimana tersebut di
bawah . Perluasan penerapan BI-RTGS ini disesuaikan dengan kesiapan Bank
Indonesia setempat yang akan memberitahukan secara tertulis kepada Kanwil DJA
dan KPKN. Bagi KPKN yangberkedudukan di kota yang tidak termasuk dalam
perluasan penerapan BI-RTGS proses pelimpahan penerimaan negara dari Bank
Persepsi ke rekening Kas Negara tidak mengalami perubahan.
A. Pengertian umum
1. BI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross
Setlement adalah suatu sistem tranfer dana
elektronik antarbank dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
per transaksi secara individual.
2. Completion : Merupakan hasil olahan komputer yang
secara otomatis tercetak pada printer
25
pengirim transaksi (bank atau KBI)
sebagai bukti bahwa rekening giro bank
telah terup-date.
3. Confirmation advice : Merupakan hasil olahan komputer yang
secara otomatis tercetak pada printer
penerima transaksi (dalam hal ini KBI
tempat rekening KPKN ditatausahakan)
sebagai bukti bahwa rekening giro bank
telah terup-date.
4. Re-Print confletion advice : Merupakan hasil cetak ulang dari
confletion advice yang pencetakannya
dilakukan sesuai kebutuhan.
5. Re-Print confirmation
advice
: Merupakan hasil cetak ulang dari
confirmation advice yang pencetakannya
dilakukan sesuai kebutuhan.
6. Kantor Bank Indonesia : Kantor Cabang Bank Indonesia adalah
minta kerja KPKN selanjutnya disingkat
KBI.
7. Bank Persepsi/Devisa
Persepsi
: Bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk menerima setoran
penerimaan negara.
8. Kantor Pusat Bank : Kantor Pusat masing-masing Bank
Persepsi/Bank Devisa Persepsi
9. BPPN : Bank Pelimpah Penerimaan Negara yang
26
menjadi peserta BI-RTGS
10. Kantor Bank yang menjadi
peserta BI-RTGS
: Kantor bank masing-masing Bank
Persepsi/bank Devisa Persepsi yang
memiliki perangkat RTGS Terminal (RT)
dan dapat melakukan akses langsung ke
BI-RTGS.
B. Bank Pelimpah Penerimaan Negara (untuk lingkungan Kanwil DJA
Jakarta
1. Menerima Nota Debet/Nota pelimpahan dari Bank Persepsi/Bank Devisa
Persepsi/formulir pelimpahan dari PT. Pos Indonesia atau yang disampaikan
dengan cara elektronik atau cara lain yang buat secara terpisah untuk impor
dan non impor paling lambat pukul 09.00 WIB.
2. Membuat Daftar Rekapitulasi atas dasar Nota. Debet/Nota Kredit dari Bank
Persepsi/Bank Devisa Persepsi/formulir pelimpahan PT. Pos Indonesia yang
masing-masing terpisah untuk impor dan non impor, dengan rengkap 3 (tiga)
masing-masing :
a. 2 (dua) lembar untuk KPKN
b. 1 (satu) lembar untuk pertinggal/arsip
3. Melakukan pelimpahan ke rekening Kas Negara di Bank Indonesia seluruh
hasil pelimpahan dari Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/PT Pos Indonesia
sesuai Daftar Rekapitulasi melalui terminal RTGS dengan menggunakan
warkat intern masing-masing BPPN. Dalam warkat intern ini wajib
27
dicantumkan keterangan pada payment detail mengenai rincian transaksi
yang bersangkutan periode tertetu, kekurangan pelimpahan atau pelimpahan
atas nama sentral giro.
4. Pelaksanaan pemindahbukuan sampai dengan ter-up date-nya rekening
BPPN di Bank Indonesia tersebut dibatasi selambat-lambatnya sampai pukul
10.00 WIB setiap hari pelimpahan.
5. Dalam har terjadi gangguan pada aplikasi/saluran komunikasi BI-RTGS pada
BPPN tersebut, maka sebagai contingency plan pelimpahan dilakukan
dengan menggunakan BGBI dimana setlement atas transaksi pelimpahan
tersebut selambat-lambatnya pukul 10.000 WIB.
6. Mengirimkam 2 (dua) lembar Daftar Rekapitulasi berserta completion advice
yang telah ditandatangani oleh pejabat BPPN yang berwenang kepada KPKN
mitra kerjanya (cq. Seksi Bank Persepsi) pada hari yang sama selambat-
lambatnya pukul 16.30 WIB. sebelum asli completion advice dikirimkan ke
KPKN agar terlebih dahulu disampaikan melalui faksimili, masing-masing.
• KPKN Jakarta I Faks No. (021) 384-5794
• KPKN Jakarta II Faks No. (021) 381-1514
• KPKN Jakarta III Faks No. (021) 819-2426
• KPKN Jakarta IV Faks No. (021) 381-2301
• KPKN Jakarta V Faks No. (021) 7883-2428
Faksimili tersebut paling lambat pukul 12.00 WIB sudah diterima oleh KPKN.
Dalam hal terjadi gangguan pada aplikasi/saluran komunikasi BI-RTGS
28
sehingga pelimpahan dilakukan dengan menggunakan BGBI, maka yang
dikirimkan kepada KPKN adalah re-print comletion advice.
7. BPPN yang terlambat dalam melakukan pelimpahan sebagaimana diatur
dalam angka 4 dan 5 di atas dan atau terlambat menyerahkan dokumen
pelimpahan namun masih dalam hari yang sama sebagaimana diatur pada
angka 6 di atas, akan dikenakan denda keterlambatan dan pelimpahan
tersebut dianggap sebagai penerimaan hari berikutnya (terlambat 1 hari).
8. Terhadap BPPN yang terlambat atau kurang dalam melakukan pelimpahan
jumlah setoran penerimaan negara, akan dikenakan sanksi denda
sebagaimana diatur pada angka 6 di atas.
9. bagi Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi yang berdiri sendiri dan tidak
mempunyai kantor cabang sekaligus berfungsi sebagai BPPN.
C. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara/Kantor Verifikasi Pelaksanaan
Anggaran (KPKN/KASIPA)
1. KPKN dalam lingkungan Kanwil DJA Jakarta menerima completion advice
atau re-print completion advice (dalam contingency) selambat-lambatnya
pukul 16.30 WIB dengan membubuhkan tanda terima pada hari pelimpahan
secara lengkap dengan mencantumkan tanggal dan waktu penerimaan.
Sedangkan KPKN di luar lingkungan Kanwil DJA Jakarta menerima re-print
confirmation advice atau re-print completion advice (dalam hal contingency)
selambat-lambatnya pukul 12.00 waktu setempat dengan melakukan tanda
29
terima pada hari pelimpahan secara lengkap dengan mencantumkan tanggal
dan waktu penerimaan.
2. Seksi Bank Persepsi KPKN mencocokkan Daftar Rekapitulasi dari
BPPN/Bank Koordinator dengan Nota Debet/Nota Pelimpahan yang diterima
dari Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Pelimpah Penerimaan
Negara/PT. Pos Indonesia yang bersangkutan.
3. Membukukan dokumen pelimpahan tersebut sesuai dengan ketentuan.
4. Seksi Bank Tunggal menerima rekening koran dan Aktiva Kredit dari Bank
Indonesia.
5. Mencocokkan completion advice atau re print completion advice (dalam hal
contingency) untuk KPKN dalam lingkungan Kanwil DJA Jakarta dan re-
print confirmation advice atau re-print completion advice (dalam hal
contingency) untuk KPKN di luar lingkungan Kanwil DJA Jakara dengan
rekening koran harian yang diterima dari Bank Indonesia.
6. Membuat pemberitahuan tertulis kepada Bank Indonesia cq. unit kerja yang
mengadministrasikan pengenaan denda pelimpahan setoran penerimaan
negara yang antara lain memuat jumlah denda yang harus dikenakan kepada
BPPN/Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi yang melakukan pelanggaran
dan meminta agar mendebet rekening BPPN/Bank Persepsi/Bank Devisa
Persepsi sebesar denda yang harus dibayar serta melimpahkan denda tersebut
ke rekening Kas Negara.
7. Seksi Bank Tunggal, Seksi Bank Persepsi serta Seksi Giro Pos dan
Pembukuan sebelum membukukan dokumen pelimpahan agar melakukan
30
koordinasi terlebih dahulu, sehingga transaksi tersebut dapat dibukukan pada
hari/tanggal yang sama.
8. KPKN membuat pertanggungjawaban dan menyampaikan ke KASIPA/
instansi yang terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. KASIPA membukukan pertanggungjawaban KPKN sesuai ketentuan yang berlaku.
Recommended