26
LITERASI KEUANGAN PADA GENERASI MILENIAL DI INDONESIA Delia Anindita Prashella 1 Farah Margaretha 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti [email protected] 1 [email protected] 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji literasi keuangan pada generasi milenial di Indonesia. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah propensity to indebtness. Variabel independen yang digunakan adalah literasi keuangan yang diukur dengan financial behavior, financial attitude dan financial knowledge. Variabel yang berperan sebagai variabel independen dependen adalah materialism dan compulsive buying. Sampel penelitian ini menggunakan 535 responden yang menggunakan metode purposive sampling. Model analisis data yang digunakan adalah structural equation modelling (SEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa literasi keuangan memiliki dampak negatif terhadap propensity to indebtness, materialism memiliki dampak positif terhadap compulsive buying, compylsive buying memiliki dampak positif terhadap propensity to indebtness, materialism memiliki dampak positif terhadap compulsive buying, literasi keuangan memiliki dampak negatif terhadap materialism dan literasi keuangan memiliki dampak positif terhadap compulsive buying. Oleh karena itu, menaikkan tingkat literasi keuangan sejak dini pada individu melalui financial education dapat hidup sejahtera serta dapat efektif untuk meminimalkan perilaku negatif seperti compulsive buying, materialism dan propensity to indebtness. Kata kunci: literasi keuangan, materialistis, pembelian impulsif, perilaku berhutang Abstract This study aims to determine financial literacy on milenial generation in Indonesia. Dependent variable used in this research is propensity to indebtness The Independent variable used in this research is financial literacy. Financial literacy proxies are financial behaviour, financial attitude and financial knowledge. Independent and dependent variables used in this research are materialism and compulsive buying. Number of samples taken in this study are 535 respondent using the purposive sampling method. Data analysis model used is structural equation modelling (SEM). The results of this study indicate that financial literacy has negative impact on propensity to indebtness, materialism has negative impact on propensity to indebtness, compulsive buying has positive impact on propensity to indebtness, materialism has positive impact on compulsive buying, financial literacy has negative impact on materialism and financial literacy has positive impact on compulsive buying . Therefore, increasing the level of financial literacy from an early age on individuals though financial education can lead a properous life and can be effective in minimizing 1

Delia Anindita

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Delia Anindita

LITERASI KEUANGAN PADA GENERASI MILENIAL DI INDONESIA

Delia Anindita Prashella1

Farah Margaretha2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas [email protected]

[email protected]

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menguji literasi keuangan pada generasi milenial di Indonesia. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah propensity to indebtness. Variabel independen yang digunakan adalah literasi keuangan yang diukur dengan financial behavior, financial attitude dan financial knowledge. Variabel yang berperan sebagai variabel independen dependen adalah materialism dan compulsive buying. Sampel penelitian ini menggunakan 535 responden yang menggunakan metode purposive sampling. Model analisis data yang digunakan adalah structural equation modelling (SEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa literasi keuangan memiliki dampak negatif terhadap propensity to indebtness, materialism memiliki dampak positif terhadap compulsive buying, compylsive buying memiliki dampak positif terhadap propensity to indebtness, materialism memiliki dampak positif terhadap compulsive buying, literasi keuangan memiliki dampak negatif terhadap materialism dan literasi keuangan memiliki dampak positif terhadap compulsive buying. Oleh karena itu, menaikkan tingkat literasi keuangan sejak dini pada individu melalui financial education dapat hidup sejahtera serta dapat efektif untuk meminimalkan perilaku negatif seperti compulsive buying, materialism dan propensity to indebtness.

Kata kunci: literasi keuangan, materialistis, pembelian impulsif, perilaku berhutangAbstract

This study aims to determine financial literacy on milenial generation in Indonesia. Dependent variable used in this research is propensity to indebtness The Independent variable used in this research is financial literacy. Financial literacy proxies are financial behaviour, financial attitude and financial knowledge. Independent and dependent variables used in this research are materialism and compulsive buying. Number of samples taken in this study are 535 respondent using the purposive sampling method. Data analysis model used is structural equation modelling (SEM). The results of this study indicate that financial literacy has negative impact on propensity to indebtness, materialism has negative impact on propensity to indebtness, compulsive buying has positive impact on propensity to indebtness, materialism has positive impact on compulsive buying, financial literacy has negative impact on materialism and financial literacy has positive impact on compulsive buying . Therefore, increasing the level of financial literacy from an early age on individuals though financial education can lead a properous life and can be effective in minimizing negative behaviours such as compulsive buying, materialism and propensity to indebtness.

Keywords: compulsive buying, financial literacy, materialism, propensity to indebtness

PENDAHULUANLatar Belakang

Konsumen harus menghadapi keputusan keuangan yang rumit pada awal usia muda dalam lingkungan ekonomi saat ini agar tidak mudah terpengaruh oleh krisis keuangan global. Perekonomian Nasional tidak akan mudah terpengaruh oleh krisis keuangan global jika orang memahami sistem keuangan. Kesalahpahaman dalam mengelola keuangan menyebabkan banyak orang mengalami kerugian finansial, sebagai akibat dari pengeluaran dan konsumsi yang berlebihan, penggunaan kartu kredit yang tidak bijaksana, dan menghitung perbedaan antara kredit konsumen dan pinjaman bank. Di Indonesia, tingkat literasi keuangan masih di bawah negara-negara di ASEAN lainnya, meskipun Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara. Tingkat literasi keuangan di Indonesia dapat dikatakan rendah, karena hanya 21.7% dibandingkan dengan Filiphina yang berada di atas 30% dan di Malaysia sekitar 60%-70%. Rendahnya tingkat literasi keuangan dapat

1

Page 2: Delia Anindita

disebabkan tidak adanya keseimbangan antara tingkat kesadaran masyarakat akan mengelola keuangannya dan literasi keuangan ini akan berdampak buruk terhadap kemakmuran masyarakat (Sjam, 2015).

Literasi keuangan bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas pengetahuan akan pemahaman tentang mengelola keuangan supaya terciptanya kemakmuran serta terwujudnya keinginan untuk berinvestasi. Salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman tentang literasi keuangan selain mengikuti financial education dan berinvestasi yaitu menggunakan fasilitas financial technology yang ada saat ini (Sari & Dwilita, 2018). Perusahaan financial technology memiliki peluang yang besar di Indonesia karena teknologi sangat melekat di masyarakat Indonesia saat ini. Berdasarkan data Indonesia Fintech Report tahun 2016 menyatakan bahwa 18.86% masyarakat Indonesia telah memanfaatkan jasa dari financial techology dan manfaat dari financial technology itu sendiri salah satunya adalah masyarakat akan lebih paham dengan produk keuangan digital (Sari & Dwilita, 2018). Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan financial technology di antaranya adalah untuk pembayaran platform online seperti DOKU, untuk pinjaman seperti Temanusaha.com, investasi retail seperti IPOYFund, perencanaan keuangan seperti ngaturduit.com dan financial research seperti infovesta.com yang masing-masing dari perusahaan financial technology tersebut harus terdaftar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena kegiatan operasionalnya akan di atur dan di awasi oleh di OJK karena kegiatan usahanya yang menarik dana dari public (Sulistyandari, 2018). Masyarakat sendiri dapat memilih produk-produk keuangan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan serta dapat memiliki pilihan alternatif untuk berinvestasi dan dapat membantu pengelolaan keuangan untuk semua kalangan masyarakat disemua kalangan (Sari & Dwilita, 2018).

Tingkat literasi keuangan akan berbeda-beda sesuai dengan ciri-ciri demografi yang salah satunya adalah usia. Usia sangat menentukan sudut pandang orang terhadap sesuatu (Ningtyas, 2019). Berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2017, penduduk Indonesia didominasi oleh kelompok umur 15-39 tahun yang dimana termasuk dari usia produktif yang harus sejak dini diberikan pemahaman tentang pentingnya literasi keuangan karena pada generasi tersebut seharusnya memiliki kecerdasan, kretivitas dan mudah untuk mengelola informasi dari berbagai macam sumber dan dapat memilih pekerjaan yang lebih fleksibel dan tidak monoton sehingga mampu membuka bisnis serta berkesempatan untuk menjadi investor muda (Saerang, Maramis, Roring 2018). Generasi dalam usia produktif pada saat ini adalah termasuk generasi milenial. Generasi milenial merupakan individu yang lahir pada tahun 1981-2000 yang termasuk generasi yang akan menjadi pelaku dari kegiatan perekonomian Indonesia pada saat ini. Generasi ini merupakan generasi yang percaya diri, ekspresif, liberal, bersemangat dan terbuka pada tantangan serta generasi ini juga terbiasa dengan barang yang up to date, lebih mementingkan liburan untuk memnuhi keingingan dibandingkan memnuhi kebutuhan utamanya (Ningtyas, 2019).

Pemerintah di negara maju dan negara berkembang prihatin dengan tingkat literasi keuangan dari masyarakat di dalam negara tersebut , terutama karena konteks ekonomi dan keuangan yang sulit yang ada dan dengan mengakui bahwa kurangnya pengetahuan tentang literasi keuangan adalah salah satu faktor yang telah berkontribusi buruk terhadap keputusan keuangan yang akurat dengan efek negatif yang sangat besar (Potrich & Vieira, 2018). Oleh karena itu, seorang individu mungkin memiliki pengetahuan keuangan, tetapi untuk dianggap mampu mengolah finansial harus memiliki kemampuan dan keyakinan yang di butuhkan agar dapat menerapkan pengetahuan tentang finansial pada setiap keputusan yang akan di buat (Huston, 2010) serta literasi keuangan dapat memberikan manfaat bagi individu dan keluarga, karena apabila individu dengan tingkat pengetahuan tentang financial yang tinggi, maka mereka akan cenderung dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih baik (Allgood & Walstad, 2016). Ditambahkan ke efek langsung pada keputusan investasi, tindakan literasi keuangan sebagai anteseden untuk faktor-faktor perilaku seperti materialism, compulsive buying dan propensity to indebtness (Potrich & Vieira, 2018).

Müller, Mitchell, & De Zwaan (2015) berpendapat bahwa individu dengan tingkat literasi keuangan yang rendah cenderung akan lebih propensity to indebtness yang mengacu akan lebih mudah untuk melakukan pinjaman dan akan terus – menerus melakukannya tanpa memikirkan batasannya. Selain itu, mereka yang lebih konsumtif di usia muda karena rendahnya tingkat literasi keuangan dapat menghambat kekayaan individu tersebut di masa mendatang. Secara khusus, perilaku materialism mempengaruhi perilaku compulsive buying, karena konsumen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengentrol keinginan dan pembelian mereka akan cenderung berperilaku boros. Di sisi lain, compulsive buying juga memiliki dampak langsung terhadap propensity to indebtness. Hal ini terjadi apabila konsumen cenderung lebih ke berperilaku konsumtif dan terus menerus tanpa memperhatikan kondisi kuangan merka, sehingga mereka akan lebih mudah untuk membeli dengan cara berhutang dalam bentuk credit card atau bank loan atau pinjaman kepada individu lain yang akan mengarah ke masalah keuangan (Potrich dan Vieria, 2018), bahkan compulsive buying dapat menyebabkan financial debt yang serius (Gardasdottir dan Ditmarr, 2012). Menurut (Gardarsdóttir & Dittmar,

2

Page 3: Delia Anindita

2012) materialism dapat mempengaruhi compulsive buying behavior yang mengacu pada seseorang dengan nilai-nilai yang sangat materialism percaya bahwa perolehan barang-barang materal adalah tujuan hidup utama, indikator utama keberhasilan dan kunci menuju kebahagiaan.

Selain mengurangi bahkan meniadakan nilai-nilai matrealism, financial education di anggap memiliki pengaruh besar terhadap pencegahan compulsive buying, karena dalam financial education dapat diajarkan bagaimana cara mengelola keuangan dengan baik dan mendapat kesejahteraan di masa mendatang. Selain itu, literasi keuangan dapat mengurangi atau bahkan mencegah masalah pinjaman, karena mencegah jauh lebih efektif daripada memperbaikinya di kemudian hari. Dengan literasi keuangan, diharapkan para individu dapat merancang keuangan mereka dengan sebaik mungkin dan dapat mengurangi tingkat kenakalan pada pinjaman (Potrich & Vieria, 2018) .

Penelitian ini akan meneliti dampak literasi keuangan terhadap financial behavior pada generasi milenial di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan variabel literasi keuangan, propensity to indebtness, materialism dan compulsive buying yang dilakukan oleh generasi milenial di Indonesia. Diharapkan generasi milenial tersebut mampu untuk mengolah atau mengontrol keuangannya dengan benar agar tidak merugi di masa depannya.

Propensity to Indebtness

Propensity to indebtness adalah keinginan untuk berutang yang timbul karena adanya kebutuhan tertentu yang menuntut adanya persediaan uang yang melebihi pendapatan. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan yang sudah direncanakan atau kebutuhan yang mendesak dan tiba-tiba. Individu yang memiliki keinginan untuk berutang biasanya telah mempunyai perhitungan atau prediksi tentang kemungkinan proses pengembaliannya, meskipun tidak jarang terjadi kesulitan pengembalian atau kredit macet (Shohib, 2015). Hutang merupakan salah satu kebijakan ekonomi modern agar tetap berlangsung dan sistem kredit dan hutang merupakan salah satu kebijakan sistem ekonomi kapital agar proses produksi dan konsumsi tetap berjalan (Renanita dan Hidayat 2013). Penyaluran kredit konsumsi juga diperlukan agar membantu meningkatkan daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang diproduksi. Perluasan uang dan jasa keuangan menghasilkan akses yang lebih mudah ke uang, yang pada gilirannya meningkatkan propensity to indebtness (Potrich & Vieira, 2018). Leon (2018) Sumber pinjaman dapat berasal dari bank komersial, bank koperasi simpan pinjam, perusahaan pembiayaan penjualan, pegadaian atau teman dan kerabat atau saudara (Leon, 2018).

Literasi Keuangan

Literasi keuangan adalah sejauh mana pengetahuan dan implementasi seseorang atau masyarakat dalam mengelola keuangan pribadinya. Tingkat literasi keuangan seseorang dapat dilihat dari sebaik apa individu tersebut mampu menggunakan, menentukan dana untuk pembelanjaan, mengelola risiko jiwa, mengelola aset yang dimilikinya, dan mempersiapkan keamanan sumber daya keuangan dimasa mendatang (Margaretha & May Sari, 2016). Literasi keuangan sebagai kombinasi dari kesadaran, knowledge, attitude dan behaviours yang diperlukan untuk membuat keputusan keuangan yang baik dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan finansial individu. Selain itu, literasi keuangan memiliki dua dimensi: pemahaman, yang mewakili pengetahuan keuangan individu, juga disebut pendidikan keuangan, dan penggunaannya, yaitu penerapan pengetahuan tersebut pada manajemen uang pribadi. Oleh karena itu, seseorang mungkin memiliki pengetahuan keuangan, tetapi untuk dipertimbangkan sadar finansial ia harus memiliki kemampuan dan kepercayaan yang diperlukan untuk menerapkan pengetahuan ini pada setiap keputusan yang dibuat (Huston, 2010).

Literasi keuangan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu 1) < 60% yang artinya individu memiliki pengetahuan tentang keuangan yang rendah 2) 60%–79%, yang artinya individu memiliki pengetahuan tentang keuangan yang sedang dan 3) > 80% yang menunjukkan bahwa individu memiliki pengetahuan keuangan yang tinggi. Pengkategorian ini didasarkan pada presentase jawaban responden yang benar dari sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk mengukur literasi keuangan (Margaretha & Pambudhi, 2015). Kurangnya literasi keuangan ditemukan menimbulkan biaya yang lebih besar, kredit macet dan tunggakan pinjaman. Jika tingkat literasi keuangan yang rendah pada individu, maka individu tersebut akan pengambilan keputusan membuat individu menjadi rentan terhadap beragam produk keuangan yang ditawarkan di pasar, tidak dapat membedakan antara investasi yang bagus dari salah satu yang mungkin sangat berisiko, mereka kemungkinan akan mengalami kesulitan keuangan seperti hutang dan gagal bayar.

3

Page 4: Delia Anindita

Materialism

Materialism adalah sikap individu yang memiliki sikap lebih rentan terhadap akumulasi utang dengan tingkat materialisme yang lebih tinggi akan lebih mungkin mengalokasikan sumber daya mereka dengan buruk jadi mereka lebih cenderung berutang. Individu yang sangat materialistis, memiliki referensi untuk individu di tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa untuk memenuhi permintaan konsumsi, mereka menjadi lebih cenderung menunjukkan perilaku yang menguntungkan terhadap utang (Potrich & Vieira, 2018). Materialisme dapat dikatakan sebagai individu yang mencerminkan hasrat atau selera yang relatif tinggi yang ditempatkan pada perolehan dan kepemilikan pendapatan, kekayaan, dan barang-barang material. Konsumen yang tinggi dalam materialisme percaya bahwa akuisisi dan konsumsi diperlukan untuk kepuasan mereka dalam kehidupan (Limbu, Huhmann, & Xu, 2012)

Compulsive Buying

Compulsive buying adalah kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengakumulasi hutang (Achtziger, Hubert, Kenning, Raab, & Reisch, 2015). Membeli barang-barang material adalah proses yang normal dan rutin dan dalam situasi tertentu, pembelian bisa tiba-tiba, tidak terencana, dan dikaitkan dengan keinginan beli yang tidak terkendali serta perasaan senang dan gembira. Dalam kasus ini, ada jenis perilaku pembelian khusus, yang disebut pembelian kompulsif. Akuisisi produk secara kompulsif, sering kali tidak perlu, menyebabkan kendala anggaran; dengan demikian, di masa depan, kewajiban keuangan yang dilakukan tidak akan diselesaikan, yang memaksimalkan masalah utang, karena individu mungkin akan terus mengkonsumsi secara kompulsif tanpa memiliki kondisi keuangan untuk melakukannya serta menegaskan bahwa perilaku pembelian yang kompulsif membuat seseorang harus menanggung banyak hutang (Potrich & Vieira, 2018).Compulsive buying sangat fokus pada proses pembelian yang secara terus – menerus yang memiliki keinginan untuk memiliki tanpa memikirkan barang tersebut akan digunakan atau sebaliknya (Müller, Mitchell, & De Zwaan, 2015).

Rerangka KonseptualPemerintah di negara maju dan negara berkembang prihatin dengan tingkat literasi keuangan dari

masyarakat di dalam negara tersebut , terutama karena konteks ekonomi dan keuangan yang sulit yang ada dan dengan mengakui bahwa kurangnya pengetahuan tentang literasi keuangan adalah salah satu faktor yang telah berkontribusi buruk terhadap keputusan keuangan yang akurat dengan efek negatif yang sangat besar (Potrich & Vieira, 2018). Individu yang tidak mengetahui tentang pentingnya literasi keuangan akan menyebabkan individu akan membuat keputusan yang tidak efisien karena mengingat banyak barang yang di tawarkan dengan kemudahan yang ada pada saat ini sehingga akan menyebabkan propensity to indebtness (Messy & Monticone, 2016). Jika tingkat literasi keuangan yang rendah pada individu, maka individu tersebut akan pengambilan keputusan membuat individu menjadi rentan terhadap beragam produk keuangan yang ditawarkan di pasar, tidak dapat membedakan antara investasi yang bagus dari salah satu yang mungkin sangat berisiko, mereka kemungkinan akan mengalami kesulitan keuangan seperti hutang dan gagal bayar (Potrich & Vieira, 2018).

Menurut Gardarsdóttir & Dittmar (2012) matrealism dapat mempengaruhi compulsive buying behavior yang mengacu pada seseorang dengan nilai-nilai yang sangat matrealism percaya bahwa perolehan barang-barang materal adalah tujuan hidup utama, indicator utama keberhasilan dan kunci menuju kebahagiaan. Menurut (Achtziger et al., 2015) perilaku compulsive buying yang berlebih dapat membuat seorang individu akan lebih menimbukan propensity to indebtness. Hal ini disebabkan karena individu sangat sering membeli barang yang tidak diperlukan. Selain itu, literasi keuangan dapat mengurangi atau bahkan mencegah masalah kredit konsumen, karena mencegah jauh lebih efektif daripada memperbaikinya di kemudian hari. Dengan literasi keuangan, diharapkan para individu dapat merancang keuangan mereka dengan sebaik mungkin dan dapat mengurangi tingkat kenakalan pada kartu kredit (Potrich & Vieira, 2018)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat di bentuk rerangka konseptual sebagai berikut :

4

Materialism

Page 5: Delia Anindita

Pengembangan HipotesisPenelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara literasi keuangan yang buruk dan

propensity to indebtness (French & McKillop, 2016). Kurangnya literasi keuangan ditemukan menimbulkan biaya yang lebih besar, kredit macet dan tunggakan pinjaman. (Potrich & Vieira, 2018) menganalisis hubungan negatif antara literasi keuangan dan kredit konsumen, juga menemukan bukti bahwa individu yang memperoleh pinjaman dengan biaya yang lebih tinggi adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan keuangan yang lebih rendah dan juga mereka yang memiliki lebih banyak melakukan propensity to indebtness. Penelitian lain juga menunjukan bahwa rendahnya literasi keuangan individu berhubungan negatif dengan propensity to indebtness yang berarti individu yang dengan mudah mengambil keputusan untuk melakukan kredit dalam (Disney & Gathergood, 2013). Berdasarkan penelitian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :H1: Terdapat pengaruh antara literasi keuangan terhadap propensity to indebtness

Materialism termasuk faktor utama yang menyebabkan propensity to indebtness (Gardarsdóttir & Dittmar, 2012). Dalam orang-orang yang memiliki sikap materialistik memiliki sikap yang tidak dapat mengontrol diri terhadap penggunaan kredit dan lebih rentan terhadap propensity to indebtness menyatakan bahwa individu dengan tingkat materialism yang lebih tinggi memiliki hubungan positif dengan propensity to indebtness, yaitu semakin tinggi tingkat materialism makan akan semakin tinggi juga propensity to indebtness (Potrich & Vieira, 2018). Konsumen yang sangat materialistis lebih cenderung memiliki sifat boros yang membelanjakan lebih banyak uang dan lebih mudah berhutang yang menyebabkan pengaruh posotif terhadap propensity to indebtness, karena semakin tingginya sikap materialism pada individu, akan semakin tinggi pula tingkat propensity to indebtness (Limbu et al., 2012). Berdasarkan penelitian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :H2: Terdapat pengaruh antara materialism terhadap propensity to indebtness

Pembelian produk yang berlebihan bagi individu dan pembelian yang tidak di perlukan menyebabkan kendala anggaran yang akan mengarah kepada propensity to indebtness yang apabila tidak diselesaikan akan merugikan individu sendiri. Compulsive buying yang tinggi akan berdampak positif terhadap propensity to indebtness yang berarti individu yang lebih berperilaku konsumtif dan tingkat depresi yang tinggi serta menegaskan bahwa semakin tingginya compulsive buying pada individu akan menuntun seseorang kearah propensity to indebtness (Potrich & Vieira, 2018). Para individu yang mengalami karakter compulsive buying memiliki hasrat tak tertahankan, dorongan berulang dan kuat untuk terus menerus membeli barang. Barang- barang tersebut seringkali tidak berguna atau bahkan yang tidak digunakan karena banyaknya penawaran produk dan harga yang apabila tidak dapat dikendalikan akan semakin tingginya tingkat propensity to indebtness (Müller et al., 2015). Bagi individu yang memiliki jiwa sebagai compulsive buying akan berdampak positif dengan propensity to indebtness karena penggunaan produk pinjaman yang tidak rasional (Palan et al., 2011). Berdasarkan penelitian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :H3: Terdapat pengaruh antara compulsive buying terhadap propensity to indebtness

Materialism dapat dikaitkan dengan compulsive buying yang dimana individu kehilangan kendali atas dorongan ingin membeli produk secara terus menerus dan secara berlebihan meskipun akan ada risiko yang merugikan. (Omar et al., 2014) menemukan bahwa materialism berkorelasi positif terhadap compulsive buying, yang menunjukan bahwa semakin individu tersebut memiliki tingkat materialism yang tinggi, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan bagi individu tersebut menjadi compulsive buying. Penelian dalam (Potrich & Vieira, 2018) menunjukan bahwa frekuensi yang tinggi dari sikap compulsive buying ditemukan pada individu dengan nilai materialism yang kuat. Individu yang memiliki sikap materialism memiliki kecenderungan kronis untuk menghabiskan diluar kebutuhan individu yang mengarah kepada kesenangan dan kepuasan individu tersebut yang menjadikan materialism berpengaruh positif terhadap compulsive buying (Palan et al., 2011). Berdasarkan penelitian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :H4: Terdapat pengaruh antara materialism terhadap compulsive buying

5

Literasi keuangan

Propensity to Indebtness

Compulsive Buying

Page 6: Delia Anindita

Sikap materialism dalam individu diwajibkan untuk meniadakan nilai-nilai matrealism, financial education di anggap akan memiliki pengaruh terhadap pencegahan materialism, karena didalam pengetahuan tentang literasi keuangan diajarkan berbagai cara untuk bagaimana cara mengelola keuangan dengan baik dan mendapat kesejahteraan di masa mendatang. Dengan literasi keuangan, diharapkan individu dapat membuat anggaran keuangan untuk masa mendatang mereka dengan sebaik-baiknya yang berarti tingginya pemahaman tentang literasi keuangan akan berdampak negatif terhadap materialism (Potrich & Vieira, 2018). Kurangnya kesadaran akan kepentingan literasi keuangan, dapat menumbuhkan sikap materialism yang ditujukan untuk memamerkan statusnya atau untuk individu tersebut bahagia tanpa memikirkan efek financial jangka panjang (Arofah et al., 2018). Sikap materialism mendorong individu untuk tidak memikirkan atau mempertimbangkan konsekuensinya terlebih dahulu yang terjadi karena kurangnya literasi keuangan. Oleh karena itu, peneliti menemukan bahwa tinggi pengetahuan tentang literasi keuangan akan berdampak negatif terhadap tingkat materialism pada individu (Gardarsdóttir & Dittmar, 2012). Berdasarkan penelitian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :H5: Terdapat pengaruh antara literasi keuangan terhadap materialism

Pengetahuan tentang literasi keuangan yang diperoleh melalui pendidikan dalam pendidikan formal dan informal, serta disarankan sebagai cara untuk mengurangi compulsive buying, dan individu yang termasuk sebagai compulsive buying mungkin tidak menerapkan praktik literasi keuangan. Mereka yang menghabiskan uang secara berlebih cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang rendah dalam pengetahuan tentang literasi keuangan. Secara khusus, pembelajaran dan pelatihan literasi keuangan dapat memiliki dampak negatif terhadap compulsive buying bagi individu (Potrich & Vieira, 2018). Jika individu tidak memiliki perencanaan atau tidak menyadari tentang pentingnya menabung dimasa mendatang adalah termasuk individu yang mempunyai sikap compulsive buying yang akan dengan cepat menghabiskan pendapatannya ketika telah menerimanya (Leon, 2018). Selain kurangnya pengetahuan tentang literasi keuangan yang berdampak negatif banyaknya individu yang tidak dapat mengendalikan diri untuk tidak memiliki sikap compulsive buying karena semakin banyaknya berkembangnya teknologi yang menggunakan untuk promosi dan jualan melalu internet dan sosial media (Dikria & Mintarti, 2016). Berdasarkan penelitian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H6: Terdapat pengaruh antara literasi keuangan terhadap compulsive buying

METODOLOGI PENELITIANVariabel dan PengukuranPenelitian ini menggunakan beberapa variabel dan pengukurannya sebagai berikut :

1. Skala LikertPengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan hasil responden literasi keuangan yang di ukur

dengan 3 cara yaitu dengan financial attitude, financial behavior dan financial knowledge, kemudian variabel propensity to indebtness, materialism serta compulsive buying dengan tata cara metode kuesioner skala likert, sebagai berikut:

Tabel 1Variabel dan Pengukuran

Variabel Pengukuran Referensi

Propensity to indebtness

Menggunakan kuesioner skala likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju 3=kurang setuju 4=setuju 5=sangat setuju) terdapat beberapa pernyataan pada faktor ini

Potrich dan Vieira, 2018

Literasi Keuangan

Pengukurannya menggunakan kuesioner skala likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju 3=kurang setuju 4=setuju 5=sangat setuju) pada dua faktor, yaitu financial attitude dan financial behavior yang terdapat beberapa pernyataan pada setiap faktor. Sedangkan untuk financial knowledge, jawaban responden kemudian dibagi kedalam 3 kategori yaitu (1) <60% = rendah, (2) 60% - 79% = sedang, dan (3) >80%= tinggi. Skala rasio yang digunakan, diturunkan menjadi skala likert dengan perhitungan jumlah

Potrich dan Vieira, 2018 serta Herdjiono dan Damanik, 2016

6

Page 7: Delia Anindita

jawaban benar dibagi jumlah pertanyaan dikalikan seratus, maka didapatkan score sebagai berikut: (1) 0 – 20 = Sangat tidak paham, (2) 21 – 40 = Tidak Paham, (3) 41 – 60 = Cukup Paham, (4) 61 - 80 = Paham, dan (5) 81 – 100 = Sangat Paham

Materialism Menggunakan kuesioner skala likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju 3=kurang setuju 4=setuju 5=sangat setuju) terdapat beberapa pernyataan pada faktor ini

Potrich dan Vieira, 2018

Compulsive Buying

Menggunakan kuesioner skala likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju 3=kurang setuju 4=setuju 5=sangat setuju) terdapat beberapa pernyataan pada faktor ini

Potrich dan Vieira, 2018

Metode Pengumpulan DataPopulasi dalam penelitian ini adalah generasi milenial di Indonesia, jumlah anggota populasi tidak

diketahui secara jelas, karena jumlahnya yang sangat banyak, maka penelitian ini mengambil sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu hanya kepada individu yang termasuk ke dalam generasi milenial serta indiviu pernah melakukan jenis pinjaman yang sering dilakukan yang salah satu sumbernya berasal dari bank komersial, bank koperasi simpan pinjam, perusahaan pembiayaan penjualan, pegadaian atau teman dan kerabat (saudara). Kuesioner akan disebarkan secara online dengan cara menyebarkan link kuesioner yang menggunakan google form.

Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner dilakukan pre-test pertama pada bulan April 2019 sebanyak 20 responden dan mendapatkan kritik dan saran dari responden menjadi pertimbangan untuk penyederhanaan indikator tentang literasi keuangan. Selain itu dilakukan pretest kedua dibulan yang sama, yaitu bulan April 2019 dengan menyebarkan ke 50 responden dan responden tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengisi kuesioner. Setelah dilakukan pre-test kedua selesai, maka mulai dilakukan penyebaran kuesioner selesai pada bulan Mei 2019. Kuesioner disebar sebanyak 795 kuesioner namun kuesioner yang hanya dapat digunakan sebanyak 535 kuesioner, karena sebanyak 250 responden tidak pernah menggunakan pinjaman dan 10 responden tidak termasuk ke dalam generasi milenial.

Metode Pengujian DataTerdapat beberapa tahapan pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut :

Terdapat beberapa tahapan pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut :Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur item pertanyaan yang terdapat pada kuesioner supaya bisa menggambarkan variabel yang dituju (Sekaran dan Bougie, 2016). Kuesioner dapat dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas dilakukan mengggunakan confirmatory factor analisys (CFA). Indikator yang terdapat pada uji validitas, yaitu :

1. Jika factor loading > 0,30 maka item pernyataan valid.2. Jika factor loading < 0,30 maka item pernyataan tidak valid

Uji RealibilitasUji realibilitas merupakan alat ukur yang memiliki konsistensi data dalam interval waktu tertentu,

yang dalam pengukurannya bisa dilakukan secara berulang selama aspek yang dikur dalam subjek tidak berubah. Kriteria yang terdapat dalam uji realibilitas, yaitu:

1. Jika Cronbach’s Alpha ≥ 0,6 maka Cronbach’s Alpha dapat diterima (construct reliable).

7

Page 8: Delia Anindita

2. Jika Cronbach’s Alpha < 0,6 maka Cronbach’s Alpha tidak dapat diterima (construct unreliable).

Metode Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan program AMOS 24. SEM adalah model yang berusaha menjelaskan hubungan antar variabel. Dalam melakukan hal tersebut, penelitian menguji struktur keterkaitan yang diungkapkan dalam rangkaian persamaan, serupa dengan rangkaian persamaan regresi berganda (Hair, 2018). SEM merupakan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan simultan.Sebelum menganalisis hipotesis, kesesuaian model secara keseluruhan (overall fit models) harus dinilai terlebih dahulu untuk menjamin bahwa model tersebut dapat menggambarkan semua pengaruh sebab akibat. Analisis hipotesisi, kesesuaian model secara keseluruhan (overall fit model) harus diuji terlebih dahulu untuk menjamin bahwa model yang dibentuk cocok dan fit dan dapat menggambarkan semua pengaruh sebab akibat. Hasil pengolahan menunjukan hasil pengujian dengan menggunakan kriteria chi-square, significance probability, RMSEA, CFI, TLI, NLI (Hair, 2018).

Tabel 2

Pengujian Goodness-Of-Fit ModelJenis Pengukuran Pengukuran Goodness-of-Fit Nilai yang

diharapkanNilai Kesimpulan

AbsoluteffFit Measures X² - Chi-square Chi-square table mendekati 0

5876.207 Poor Fit

p ≥ 0,05 0.000 Poor Fit

RMSEA ≤ 0,10 0.082 Goodness of fit

IncrementalffFit Measures

NFI ≥ 0,90 atau mendekati 1

0.538 Poor Fit

TLI ≥ 0,90 atau mendekati 1

0.577 Poor Fit

CFI ≥ 0,90 atau mendekati 1

0.595 Poor Fit

Parsimonious Fit Measure

CMIN/DF Batas bawah 1, batas atas 5

4.634 Goodness of fit

Sumber : AMOS Versi 24 (Terlampir)

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa syarat utama dari nilai chi-square tidak terpenuhi, hal ini dapat dilihat dari nilai chi-square dimana kriterianya yang diharapkan kecil atau mendekati 0, namun setelah diolah nilai indikatornya adalah 5876,207 sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini poor fit. Nilai p memiliki kriteria > 0,05 sedangkan nilai indikatornya adalah 0,000 maka dapat disimpulan bahwa model ini poor fit. Nilai RSMEA mempunyai kriteria < 0,10 dan setelah diolah nilainya 0,082 yang artinya goodness of fi. Nilai NFI,TLI,dan CFI kriterianya adalah > 0,90 nilai indikator dari NFI bernilai 0,538 yang artinya poorl fit. Nilai indikator dari TLI bernilai 0,577 yang artinya poor fit. Nilai indikator dari CFI bernilai 0,595 yang artinya poor fit. Nilai CMIN/DF kriterianya yaitu batas bawah 1, batas atas 5 dan nilai indikatornya adalah 4,4634 sehingga dapat disimpulkan bahwa model tersebut goodness of fit. Artinya, dengan pendekatan yang telah

8

Page 9: Delia Anindita

digunakan, dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan pengujian ini bahwa terdapat hasil yang menunjukkan goodness of fit lebih

HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data. Pada penelitian ini statistik deskriptif yang digunakan adalah persentase besarnya tingkat literasi keuangan pada generasi milenial di Indonesia. Berikut ini merupakan statistic deskriptif dari tingkat literasi keuangan di Indonesia :

Tabel 3Tingkat Literasi Keuangan

Keterangan Frekuensi Persentase

Tinggi 274 51.2%

Sedang 261 48.8%

Rendah - -

Total 535 100% Sumber: data diolah menggunakan SPSS (terlampir)

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat literasi keuangan responden adalah tinggi, yaitu sebesar 274 responden dengan presentase 51.2% yang berarti bahwa mayoritas generasi milenial memiliki pengetahuan dan mampu mengolah keuangannya dengan baik.

Hasil Uji Hipotesis Uji hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh dari variabel independen

terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode structural equation modeling (SEM). Hipotesis diuji pada tingkat signifikasi 0.05 dan tingkat keyakinan 95%. Untuk menentukan hipotesis didukung atau tidak dengan membandingkan besarnya sig dengan α sebesar 0,05 (Hair et al, 2010). Dasar pengambilan keputusan hipotesis adalah sebagai berikut :a. Jika p – value <0.05, maka Ho ditolakb. Jika p – value ≥ 0.05, maka Ho diterimaBerikut hasil dari output SPSS:

Tabel 4

Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis Estimasi p-value Keputusan

H1 : Terdapat pengaruh antara literasi keuangan terhadap propensity to indebtness

-0.268 0.000 H01 ditolak

H2 : Terdapat pengaruh antara materialism terhadap propensity to indebtness

0.371 0.039

9

Page 10: Delia Anindita

H02 ditolak

H3 : Terdapat pengaruh antara compulsive buying terhadap propensity to indebtness

0.863 0.000 H03 ditolak

H4: terdapat pengaruh antara materialism antara compulsive buying

2.1770.000

Ho4 ditolak

H5: terdapat pengaruh antara literasi keuangan antara materialism

-0.1100.0001

Ho5 ditolak

H6: terdapat pengaruh antara literasi keuangan antara compulsive buying

0.5660.000

Ho6 ditolak

Sumber : AMOS Versi 24 (Terlampir)

Pembahasan Hasil PenelitianHipotesis 1

Hipotesis pertama pada penelitian ini menguji pengaruh literasi keuangan terhadap propensity to indebtness. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh negatif literasi keuangan terhadap propensity to indebtness yang ditunjukan dengan nilai p-value 0.000 0.05 dan dengan nilai estimasi sebesar -0.268 berarti hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Potrich & Vieira (2018) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh negatif antara literasi keuangan dan kredit konsumen yang berarti bahwa individu yang memperoleh pinjaman dengan biaya yang lebih tinggi adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan keuangan yang lebih rendah dan juga mereka yang memiliki lebih banyak melakukan propensity to indebtness.

Hipotesis 2Hipotesis kedua pada penelitian ini menguji pengaruh materialism terhadap propensity to

indebtness. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif materialism terhadap propensity to indebtness yang ditunjukan dengan nilai p-value 0.0395 0.05 dan dengan nilai estimasi sebesar 0.371 berarti hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Potrich & Vierria (2018) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara materialism terhadap propensity to indebtness yang artinya bahwa individu yang lebih materialistis lebih rentan untuk mengontrak kredit konsumen dan memiliki sikap yang lebih positif terhadap hutang, yaitu semakin tinggi tingkat materialisme individu-individu ini, semakin tinggi kecenderungan mereka untuk berhutang. Namun, penelitian ini sejalan dengan penelitian (Cakarnis & D’Alessandro, 2015). Berdasarkan hasil hipotesis kedua berarti orang-orang yang memiliki sikap materialistik memiliki sikap yang tidak dapat mengontrol diri terhadap penggunaan kredit dan lebih rentan terhadap propensity to indebtness menyatakan bahwa individu dengan

10

Page 11: Delia Anindita

tingkat materialism yang lebih tinggi memiliki hubungan positif dengan propensity to indebtness, yaitu semakin tinggi tingkat materialism makan akan semakin tinggi juga propensity to indebtness.

Hipotesis 3Hipotesis ketiga pada penelitian ini menguji pengaruh compulsive buying terhadap propensity to

indebtness. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif compulsive buying terhadap propensity to indebtness yang ditunjukan dengan nilai p-value 0.000 0.05 dan dengan nilai estimasi sebesar 0.863 berarti hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Potrich dan Vieria (2018). Berdasarkan hasil hipotesis ketiga berarti pembelian produk yang berlebihan bagi individu dan pembelian yang tidak di perlukan menyebabkan kendala anggaran yang akan mengarah kepada propensity to indebtness yang apabila tidak diselesaikan akan merugikan individu sendiri serta individu yang lebih berperilaku konsumtif dan tingkat depresi yang tinggi serta menegaskan bahwa semakin tingginya compulsive buying pada individu akan menuntun seseorang kearah propensity to indebtness.

Hipotesis 4Hipotesis keempat pada penelitian ini menguji pengaruh materialism terhadap compulsive

buying. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif materialism terhadap compulsive buying yang ditunjukan dengan nilai p-value 0.000 0.05 dan dengan nilai estimasi sebesar 2.771 berarti hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Potrich dan Vieria (2018). Berdasarkan hasil hipotesis keempat berarti bahwa frekuensi yang tinggi dari sikap compulsive buying ditemukan pada individu dengan nilai materialism yang kuat. Individu yang memiliki sikap materialism memiliki kecenderungan kronis untuk menghabiskan diluar kebutuhan individu yang mengarah kepada kesenangan dan kepuasan individu.

Hipotesis 5Hipotesis kelima pada penelitian ini menguji pengaruh literasi keuangan terhadap materialism.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh negatif literasi keuangan terhadap materialism yang ditunjukan dengan nilai p-value 0.0001 0.05 dan dengan nilai estimasi sebesar -0.110 berarti hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Potrich dan Vieria (2018). Berdasarkan hasil hipotesis kelima berarti bahwa dengan literasi keuangan, individu dapat membuat anggaran keuangan untuk masa mendatang mereka dengan sebaik-baiknya yang berarti tingginya pemahaman tentang literasi keuangan akan berdampak negatif terhadap materialism.

Hipotesis 6Hipotesis keenam pada penelitian ini menguji pengaruh literasi keuangan terhadap compulsive

buying. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif literasi keuangan terhadap compulsive buying yang ditunjukan dengan nilai p-value 0.000 0.05 dan dengan nilai estimasi sebesar 0.566 berarti hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Potrich dan Vieria (2018). Hal ini sejalan dengan penelitian (Herawati, Candiasa, Yadnyana, & Suharsono, 2018) mengenai perilaku konsumtif yang menunjukkan bahwa apabila seseorang memiliki literasi keuangan yang rendah maka memiliki perilaku konsmumtif yang rendah, begitu juga sebaliknya. Sementara menurut Wulandari & Adiba (2018) menyatakan bahwa individu yang literasi keuangannya lebih baik cenderung menggunakan produk dan layanan keuangan lebih banyak dan juga memiliki perilaku positif dalam literasi keuangannya. Namun sangat dimungkinkan bahwa pengetahuan akan keuangan saja tidak cukup untuk menghindarkan dirinya dari perilaku compulsive buying dan menurut Brougham, Jacobs-Lawson, Hershey, & Trujillo (2011) literasi keuangan tidak begitu penting untuk memprediksikan compulsive buying karena motivasi untuk belajar tentang keuangan pribadi sering meningkat setelah terjadinya masalah keuangan bukan sebelum terjadinya. Adapun hampir separuh dari keseluruhan responden yang diteliti dalam penelitian ini yaitu sebanyak 48,8% (berdasarkan tabel Tingkat Literasi Keuangan di Indonesia) masuk kedalam kategori medium dalam literasi keuangan yang biasanya cenderung cukup dapat mengelola keuangannya namun cenderung untuk melalukan compulsive buying ataupun sebaliknya.

SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI MANAGERIALSimpulan

11

Page 12: Delia Anindita

Hasil penelitian yang dilakukan mengenai literasi keuangan pada generasi milenial di Indonesia yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Literasi keuangan mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap propensity to indebtness..2. Materialism mempunyai pengaruh positif terhadap terhadap propensity to indebtness. 3. Compulsive buying mempunyai pengaruh positif terhadap terhadap propensity to indebtness. 4. Materialism mempunyai pengaruh positif terhadap terhadap compulsive buying. 5. Literasi keuangan mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap materialism. 6. Literasi keuangan mempunyai pengaruh positif terhadap terhadap compulsive buying.

Implikasi Manajerial

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa implikasi manajerial yang dapat dilakukan kepada pemerintah sebagai berikut:

1. Bagi lembaga pendidikan Lembaga pendidikan perlu mengajarkan sejak dini tentang keterampilan mengolah keuangan

pribadi dengan adanya mata kuliah khusus dan kegiatan seminar agar tidak tiap individu tidak merugi dikemudian hari dan dapat hidup sejahtera serta dapat secara efektif untuk meminimalkan perilaku negatif seperti compulsive buying, materialism dan berhutang.

2. Bagi peneliti atau akademisi Dengan adanya penelitian ini maka para peneliti atau para akademis bisa menggukan hasil

penelitian sebagai referensi untuk penelitian yang sejenis dan bisa lebih mengembangkan lagi penelitian yang akan digunakan dapat dengan cara menambahkan variabel atau dengan mengganti sampel yang diteliti.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:1. Penelitian ini spesifik hanya meneliti generasi milenial.2. Penelitian ini hanya meneliti pengaruh literasi keuangan terhadap propensity to indebtness,

compulsive buying dan materialism.

SaranBerdasarkan beberapa keterbatasan peenelitian diatas, maka saran dan rekomendasi yang dapat

diajukan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:1. Peneliti selanjutnya dapat meneliti generasi baby boomer.2. Penelitian selanjutnya dapat menyertakan variabel lainnya seperti budget constrait sebagai

variabel yang berpengaruh terhadap compulsive buying (Omar, et al 2014)

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Delia Anindita

Achtziger, A., Hubert, M., Kenning, P., Raab, G., & Reisch, L. (2015). “Debt out of control: The links between self-control, compulsive buying, and real debts”. Journal of Economic Psychology, 49, 141–149. https://doi.org/10.1016/j.joep.2015.04.003

Allgood, S. and Walstad, W.B. (2016), “The effects of perceived and actual financial literacy on financial behaviors”, Economic Inquiry, Vol. 54 No. 1, pp. 675-697, http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2191606

Arofah, AA., Purwaningsih, Yunastiti., Indriayu, Mintasih. (2018), “Financial literacy, materialism and financial behavior”, International Journal of Muticultural and Multireligious Understanding, 370-378, 10.18415/ijmmu.v5i4.171

Broughham, Ruby R., Jacob-Lawson, Joy M., Hershey, Douglas A., Trujillo, Kathleen M. (2010), “Who pays debt? An important question for understanding compulsive buying among American college students”, International Journal of Cosumer Studies, Vol. 35, pp 79-85, doi: 10.1111/j.1470-6431.2010.00923.x

Dikria, Okky., Minarti, Sri Umi. (2016), “Pengaruh literasi keuangan dan pengendalian diri terhadap perilaku konsumtif mahasiswa jurusan ekonomi pembangunan fakultas ekonomi universitas negeri malang”, Jurnal Pendidikan Ekonomi, 09(2), https://dx.doi.org/10.17977/UM014v09i22016p128

Disney, R., & Gathergood, J. (2013). “Financial literacy and consumer credit portfolios”. Journal of Banking and Finance, 37(7), 2246–2254. https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2013.01.013

French, D., & McKillop, D. (2016). “Financial literacy and over-indebtedness in low-income households”. International Review of Financial Analysis, 48, 1–11. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2016.08.004

Gardarsdóttir, R. B., & Dittmar, H. (2012). “The relationship of materialism to debt and financial well-being: The case of Iceland’s perceived prosperity” Journal of Economic Psychology, 33(3), 471–481. https://doi.org/10.1016/j.joep.2011.12.008

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. and Black, W.C. (2018), “Multivariate Data Analysis”, 8th ed., Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ.

Herawati, Natasha Shanty., Lutfi, (2015), “Pengaruh literasi keuangan dan faktor demografi terhadap perilaku konsumtif mahasiswa bisnis di Surabaya”, General Management , http://eprints.perbanas.ac.id/id/eprint/819

Herdjiono, Irine., dan Damanik, Lady Angela. (2016), “Pengaruh financial attitude, financial knowledge, parental income terhadap financial management bahaviour”, Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, No 3, http://dx.doi.org/10.20473/jmtt.v9i3.3077

Huston, S.J. (2010), “Measuring financial literacy”, Journal of Consumer Affairs, Vol. 44 No. 2, pp. 296-316, https://doi.org/10.1111/j.1745-6606.2010.01170.x

Leon, Farah Margaretha. (2018), “Mengelola keuangan pribadi”, Jakarta: Salemba Empat

Limbu, Y. B., Huhmann, B. A., & Xu, B. (2012). “Are college students at greater risk of credit card abuse Age, gender, materialism and parental influence on consumer response to credit cards” Journal of Financial Services Marketing, 17(2), 148–162. https://doi.org/10.1057/fsm.2012.9

Margaretha, Farah., dan Pambudhi, Reza Arief. (2015), “Tingkat literasi keuangan pada mahasiswa S-1 Fakultas Ekonomi”, JMK, Vol. 17 No.1, pp., 76-85. 10.9744/jmk.17.1.76–85

Margaretha, F., & May Sari, S. (2016). “Faktor Penentu Tingkat Literasi Keuangan Para Pengguna Kartu Kredit di 13

Page 14: Delia Anindita

Indonesia”. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, 16(2), 132–144. https://doi.org/10.18196/jai.2015.0038.132-144

Messy, F. and Monticone, C. (2016), “Financial education policies in Asia and the Pacific”, OECD Working Papers on Finance, Insurance and Private Pensions, OECD Publishing, Paris, No. 40, http://dx.doi.org/10.1787/5jm5b32v5vvc-en

Müller, A., Mitchell, J. E., & De Zwaan, M. (2015). “Compulsive buying”. American Journal on Addictions, 24(2), 132–137. https://doi.org/10.1111/ajad.12111

Ningtyas, M. N. (2019). Literasi Keuangan pada Generasi Milenial. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan Ekonomi Asia, 13(1), 20–27. https://doi.org/10.32812/jibeka.v13i1.111

Omar, N. A., Rahim, R. A., Wel, C. A. C., & Alam, S. S. (2014). “Compulsive buying and credit card misuse among credit card holders: The roles of self-esteem, materialism, impulsive buying and budget constraint”. Intangible Capital, 10(1), 52–74. https://doi.org/10.3926/ic.446

Renanita, Theda., Hidayat, Rahmat. (2013), “Faktor-faktor psikologis perilaku berhutang pada karyawan berpengasilan tetap”, Jurnal Psikologi, Vol.40, No. 1,pp. 92-101, DOI: 10.22146/jpsi.7069

Palan, K. M., Morrow, P. C., Trapp, A., & Blackburn, V. (2011). “Compulsive Buying Behavior in College Students: The Mediating Role of Credit Card Misuse”. Journal of Marketing Theory and Practice, 19(1), 81–96. https://doi.org/10.2753/mtp1069-6679190105

Potrich , Ani Caroline Grigion., and Vieira, Kelmara Mendes, (2018) "Demystifying financial literacy: a behavioral perspective analysis", Management Research Review, Vol. 41, pp. 1047-1068, https://doi.org/10.1108/ MRR-08-2017-0263

Saerang, Ivonne S., Maramis, Joubert B., Roring, Ferdy. (2018), “Generasi milenial warga gereja kalvary di kecamatan Malalayang kota Manado (suatu program kemitraan masyarakat – PKM)”, Jurnal Manajemen dan Indovasi, Vol. 5, No. 3, pp. 179-184, https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmbi/article/view/21709/21408

Sari, Pipit Buana., Dwilita, Handriyani. (2018), “Prospek financial technology (fintech) di Sumatera Utara dilihat dari sisi literasi keuangan, inklusi keuangan dan kemiskinan”, Kajian Akuntansi, Vol. 19, No, 2, pp. 09-17 https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/kajian_akuntansi/article/view/3307

Sekaran, Uma dan Bougie, Roger. 2016. Research Methods for Business. United Kingdom: Jhon Wiley & Sons Ltd.

Shohib, M. (2015). Sikap Terhadap Uang dan Perilaku Berhutang. Jurnal Psikologi Ilmiah Terapan, 03(01), 132–143. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/2133/2281

Sjam, Amelina Apricia. (2015), “Financial literacy of college students: determinants and implications”, Jurnal Manajemen, Vol. 15 No.1, https://doi.org/10.28932/jmm.v15i1.23

Sulistyandari. (2018), “Fintech Indonesia User Legal Protection in Balance Borrowing Money Based on Information Technology” SHS web of conference, https://doi.org/10.1051/shsconf/20185406003

Wulandari, Dewi A., Adiba, Safira. (2018), “Perilaku pengelolaan keuangan dan Inpulsive buying wanita muslim Surabaya”, Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia,Vol. 1 No, 3, DOI: 10.31842/jurnal-inobis.v1i3.39

14

Page 15: Delia Anindita

Appendix

1. Propensity to Indebtness (Dependen)

Item item pernyataan yang digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap propensity to indebtness sebagai berikut (Potrich dan Vieira, 2018):

Propensity to Indebtness di ukur melalui pertanyaan

1 Mengambil pinjaman adalah hal yang baik karena memungkinkan anda untuk menikmati hidup

2 Ini adalah ide yang baik untuk memiliki sesuatu sekarang dan membayar nya kemudian.

3 Kredit adalah bagian penting dari gaya hidup dewasa ini.

4 Lebih baik berutang daripada membiarkan anak-anak pergi tanpa hadiah hari raya

5 Meminjam uang terkadang hal yang baik

6 Saya lebih suka menggunakan uang saya untuk travelling.

7 Tidak apa-apa meminjam uang untuk membeli pakaian

8 Sangat penting untuk mengikuti tren masa kini

9 Bahkan dengan penghasilan rendah, orang harus menabung sedikit secara teratur.

10 Uang yang dipinjam harus dibayarkan sesegera mungkin.

11 Banyak orang yang berhutang

12 Terlalu mudah bagi orang untuk mendapatkan kartu kredit.

13 Saya tidak suka meminjam uang

14 Menggunakan kredit pada dasarnya salah

15 Saya lebih suka lapar daripada membeli makanan.

16 Saya berencana ke depan untuk belanja lebih banyak.

17 Berhutang bukanlah hal yang baik

2. Literasi Keuangan (Independen)

Item item pernyataan yang digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap literasi keuangan, sebagai berikut (Potrich dan Vieira, 2018):

15

Page 16: Delia Anindita

Literasi Keuangan di ukur melalui pertanyaan

I . Financial Attitude

1 Penting bagi sebuah keluarga untuk mengembangkan pola menabung yang teratur

2 Sebuah keluarga harus memiliki rincian keuangan tertulis yang membantu mereka menentukan prioritas dalam pembelanjaan

3 Anggaran yang tertulis sangat penting untuk manajemen keuangan yang sukses

4 Sangat penting untuk merencanakan kemungkinan pengeluaran dari seorang pencari nafkah keluarga

5 Merencanakan pengeluaran uang sangat penting untuk berhasil mengelola kehidupan seseorang

6 Merencanakan masa depan adalah cara terbaik untuk maju

7 Memikirkan di mana Anda akan berhasil secara finansial dalam 5 atau 10 tahun ke depan adalah penting untuk kesuksesan finansial.

8 Keluarga harus benar-benar berkonsentrasi ketika mengelola keuangan mereka.

9 Perencanaan keuangan untuk pensiun tidak benar-benar diperlukan untuk menjamin keamanan seseorang selama usia tua.

10 Memiliki rencana keuangan membuat sulit untuk membuat keputusan investasi keuangan

11 Memiliki rencana tabungan tidak benar-benar diperlukan di dunia saat ini untuk bertemu seseorang kebutuhan finansial.

12 Perencanaan keuangan dianggap tidak penting bagi keberlangsungan hidup sebuah keluarga

13 Menyimpan catatan keuangan terlalu memakan waktu untuk dikhawatirkan

I . Financial Attitude

14 Menabung tidak terlalu penting.

15 Selama seseorang memenuhi pembayaran bulanan tidak perlu khawatir tentang panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang

16 Saya mencatat dan mengendalikan pengeluaran pribadi saya (misalnya, biaya dan pendapatan)

17 Saya membandingkan harga saat membeli sesuatu

16

Page 17: Delia Anindita

II Financial Behaviour

18 Saya menghemat sebagian uang yang saya dapatkan setiap bulan untuk kebutuhan masa depan

19 Saya punya rencana untuk biaya / anggaran

20 Saya dapat mengidentifikasi berapa banyak yang saya bayar saat menggunakan kredit

21 Saya membayar tagihan tanpa penundaan

22 Saya pasti menabung setiap bulan

23 Saya menganalisis situasi keuangan sebelum melakukan pembelian besar

24 Saya selalu membayar tagihan tepat waktu untuk menghindari biaya tambahan

25 Saya menabung secara rutin untuk mencapai target keuangan dalam jangka panjang

26 Saya menghemat lebih banyak ketikamendapatkan kenaikan gaji

27 Saya memiliki cadangan keuangan setidaknya tiga kali penghasilan bulanan saya, yang dapat digunakan pada saat-saat yang tidak terduga

28 Dalam 12 bulan terakhir, saya bisa menghemat uang

III. Financial Knowledge

29 Bayangkan anda mempunyai Rp 100.000 di akun tabungan dan bunga sebesar 10%. Setelah 5 tahun, uang yang tersisa diakun tabungan anda sebesar lebih dari Rp 150.000.

30 Bayangkan jika tingkat pajak yang digunakan dalam akun tabungan anda sebesar 6% pertahun dan dengan tingkat inflasi 10% pertahun. Setelah setahun, jumlah yang bisa anda belanjakan dari uang yang ada di tabungan anda adalah kurang dari hari ini.

31 Bayangkan jika anda punya pinjaman sebesar Rp10.000.000 harus telah lunas setelah satu tahun. Biaya dengan bunga adalah sebesar 600.000. Jadi bunga yang harus anda bayarkan sebesar 6%.

32 Bayangkan jika melihat televisi di toko yang berbeda dengan harga Rp10.000.000. Di toko A memberikan penawaran diskon sebesar Rp150.000, sedangkan toko B menawarkan diskon sebesar 10%. Keputusan terbaik adalah membeli di toko A.

33 Bayangkan jika kelima teman anda mendapatkan hibah sebesar Rp10.000.000 dan mereka harus membagikan uangnya. Jumlah yang akan mereka dapatkan masing- masing sebesar Rp200.000

34 Berdasarkan jangka panjang (10 tahun), aset yang memberikan return yang paling besar adalah saham.

17

Page 18: Delia Anindita

35 Saham adalah investasi yang dalam kondisi perekonomian normal selalu return nya meningkat

36 Ketika investor melakukan diversifikasi, mereka akan membagikan investasinya ke banyak aset yang berbeda sehingga risiko investasi akan berkurang.

37 Sebuah utang yang memiliki jangka waktu 15 tahun dengan metode pembayaran tetap pertahun akan memiliki pembayaran bunga yang lebih tinggi dibandingkan jangka waktu 30 tahun tetapi pembayaran bunganya menurun.

38 Investasi dengan return yang tinggi akan tinggi juga resikonya

3. Materialism (Independen dan Dependen)

Item item pernyataan yang digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap materialsm sebagai berikut (Potrich dan Vieira, 2018):

Materialism di ukur melalui pertanyaan

1 Saya mencoba untuk membuat hidup saya sederhana, sejauh menyangkut harta yang dimiliki

2 Hal-hal yang saya miliki menggambarkan bagaimana pola hidup saya

3 Saya suka memiliki hal-hal yang mengesankan orang-orang

4 Saya mengagumi orang yang memiliki rumah, mobil, dan pakaian mahal

5 Membeli barang memberi saya banyak kesenangan

6 Saya suka banyak kemewahan dalam hidup saya

7 Hidup saya akan lebih baik jika saya memiliki hal-hal tertentu yang tidak saya miliki

8 Saya akan lebih bahagia jika saya mampu membeli lebih banyak barang

9 Kadang-kadang saya merasa tidak mampu membeli semua hal yang saya inginkan.

4. Compulsive Buying (Independen dan Dependen)

Item item pernyataan yang digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap Compulsive Buying, sebagai berikut (Potrich dan Vieira, 2018)

Compulsive Buying di ukur melalui pertanyaan

1 Jika ada uang yang tersisa pada akhir bulan, saya harus membelanjakannya

2 Saya merasa orang lain dapat terkesima jika mereka tahu tentang kebiasaan belanja saya

3 Saya membeli barang bahkan ketika saya tidak dapat membelinya

18

Page 19: Delia Anindita

4 Saya akan meminjam ketika saldo tidak mencukupi di rekening bank

5 Saya membeli sesuatu untuk membuat diri saya merasa baik.

6 Saya merasa cemas atau gugup ketika saya menghabiskan satu hari tanpa membeli sesuatu

7 Saya hanya membayar jumlah minimum atas tagihan kredit saya

19

Page 20: Delia Anindita

20