47
SKENARIO A BLOK 15 Mr. Saman, 48 years old, a porter, comes to MH Hospital because he has been having chest pain since three hours ago while he was working at the train station. The pain was radiated to his back and lower jaw, and it felt like burning. He also complained shortness of breath, sweating, and nauseous. About 3 months ago he felt pain on his left chest while he was working then he met the doctor. His doctor asked him to have treadmill examination but he refused because he couldn’t pay for it. He has no history of hypertension. He is a heavy smoker. Physical Exam : Dyspnea, height: 170 cm, body weight ; 92, Bp: 100/70 mmHg, HR: 115 bpm regular. PR : 115 bpm, regular, equal. RR : 24 x/min. Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, basal rales (+), wheezing (-), liver: not palpable, ankle edema (-) Laboratory Results : Hemoglobin : 14 g/dl, WBC : 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, platelet: 214.000 /mm3. Total cholesterol 345 mg%, triglyceride 180 mg%, LDL 194 mg%, HDL 38 mg% Blood glucose 155 mg/dl, urine glucose (-), sediment : normal findings CK NAC 373 U/L, CK MB 67 U/L, Troponin I : 0,2 ng/ml

Acute coronary syndrom

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Me and My friends' work. I share it for education purpose. But, unfortunately I forget to write the bibliography.

Citation preview

Page 1: Acute coronary syndrom

SKENARIO A BLOK 15

Mr. Saman, 48 years old, a porter, comes to MH Hospital because he has been having

chest pain since three hours ago while he was working at the train station. The pain was radiated

to his back and lower jaw, and it felt like burning. He also complained shortness of breath,

sweating, and nauseous. About 3 months ago he felt pain on his left chest while he was working

then he met the doctor. His doctor asked him to have treadmill examination but he refused

because he couldn’t pay for it. He has no history of hypertension. He is a heavy smoker.

Physical Exam :

Dyspnea, height: 170 cm, body weight ; 92, Bp: 100/70 mmHg, HR: 115 bpm regular. PR : 115

bpm, regular, equal. RR : 24 x/min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, basal rales (+), wheezing (-), liver:

not palpable, ankle edema (-)

Laboratory Results :

Hemoglobin : 14 g/dl, WBC : 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, platelet:

214.000 /mm3.

Total cholesterol 345 mg%, triglyceride 180 mg%, LDL 194 mg%, HDL 38 mg%

Blood glucose 155 mg/dl, urine glucose (-), sediment : normal findings

CK NAC 373 U/L, CK MB 67 U/L, Troponin I : 0,2 ng/ml

Additional Exam :

Chest X-ray: cor : CTR <50%, normal shape. Lungs :Bronchovascular pattern is normal

ECG: sinus rhythm, normal axis, HR : 117 bpm, regular, normal Q wave, ST elevation in lead

V1-V4, ST deppresionin lead II, III, aVF.

Page 2: Acute coronary syndrom

KALIMAT 1

Mr. Saman, 48 years old, a porter, comes to MH Hospital because he has been having chest pain

since three hours ago while he was working at the train station.

Pembahasan:

FAKTOR RESIKO

Jenis Kelamin

Penggunaan kata Mr. di depan nama Mr. Saman menandakan bahwa ia merupakan seorang laki-

laki. Jenis kelamin merupakan salah satu factor resiko untuk terjadinya penyakit jantung coroner.

Jenis kelamin termasuk ke dalam factor resiko yang tidak dapat diubah. Resiko terjadinya

aterosklerosis coroner akan menjadi lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Perempuan

agaknya relative kebal terhadap penyakit ini sampai usia setelah menopause dan kemudian

menjadi sama kerentanannya seperti pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya efek

perlindungan estrogen pada wanita.

Usia

Usia Mr. Saman 48 tahun juga menjadi salah satu factor resiko untuk terjadinya aterosklerosis

koroner. Dikatakan bahwa bila usia seorang laki-laki ≥45 tahun dan perempuan ≥55 tahun,

memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita aterosklerosis coroner. Namun, sekarang

aterosklerosis tidak lagi dianggap timbul akibat proses penuaan saja. Timbulnya “bercak-bercak

lemak” pada dinding arteria koronaria bahkan sejak masa kanak-kanak sudah merupakan

fenomena alamiah dan tidak selalu harus menjadi lesi aterosklerosik. Sekarang dianggap terdapat

banyak factor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Dari usia 40 hingga

60 tahun, insiden MI (Miokard Infark) meningkat lima kali lipat.

FAKTOR PENCETUS

A Porter (Buruh)

Sebagaimana yang kita ketahui, bekerja sebagai buruh akan membutuhkan energi yang sangat

banyak. Bekerja sebagai buruh menandakan aktivitas fisik yang berlebih. Aktivitas yang berlebih

Page 3: Acute coronary syndrom

inilah yang dapat memicu terjadinya infark miokard. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:

Etiologi IMA (Infark Miokard Akut) adalah bila supply oksigen tidak sesuai dengan kebutuhan

dan tidak tertangani dengan baik, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kematian sel-sel

jantung. Intinya yaitu adanya hal yang mengganggu oksigenasi jantung. Gangguan oksigenasi ini

dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya yaitu:

1. Berkurangnya supply oksigen ke miokard itu sendiri. Penyebab dari berkurangnya supply

oksigen ini bisa karena :

Faktor pembuluh darah. Hal ini berkaitan dengan kepatenan dari pembuluh darah sebagai jalan

darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah

diantaranya yaitu karena spasme, aterosklerosis, dan arteritis. Spasme pembuluh darah

khususnya pembuluh darah koroner ini bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat

penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya terkait dengan beberapa hal juga dan diantara hal

tersebut adalah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar suhu

dingin yang ekstrim, dan juga merokok.

Faktor Sirkulasi. Faktor sirkulasi ini terkait dengan kelancaran peredaran darah dari jantung

keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari faktor

pemompaan dan juga pada volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan adanya

gangguan pada sirkulasi diantaranya adalah keadaan saat hipotensi. Stenosis maupun insufisiensi

yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitral, atau trikuspidalis) menyebabkan

menurunnya Cardiac Out Put (COP). Penurunan Cardiac Out put yang diikuti oleh penurunan

sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplay darah dengan baik serta adekuat,

termasuk dalam hal ini otot jantung sendiri.

Faktor darah. Darah dalam hal ini merupakan pengangkut oksigen menuju ke seluruh bagian

tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan itu (pembuluh darah) dan

pemompaan jantung maka hal tersebut tidak akan cukup membantu. Hal-hal yang bisa

menyebabkan terganggunya daya angkut darah ini diantaranya yaitu antara lain keadaan anemia,

hipoksemia, dan juga polisitemia.

2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh. Pada orang normal meningkatnya kebutuhan

oksigen mampu dikompensasi dengan baik yaitu dengan meningkatkan denyut jantung

Page 4: Acute coronary syndrom

untuk meningkatkan cardiac out put. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap

penyakit jantung, maka mekanisme kompensasi ini justru pada akhirnya makin

memperberat 

Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika tubuh bekerja berat, tubuh membutuhkan lebih banyak

energi, energi didapatkan dari oksigen yang kita hirup, sehingga tubuh butuh lebih banyak

oksigen karena semakin banyak sel yang harus di supply oksigen, sedangkan asupan oksigen itu

sendiri menurun akibat pemompaan jantung yang tidak efektif.

KELUHAN UTAMA

Having chest pain since three hours ago while he was working at the train station.

Mekanisme terjadinya nyeri dada pada kasus ini yaitu sebagai berikut: Berdasarkan data yang

didapatkan bahwa Mr. Saman merupakan seorang perokok berat, sebagaimana yang kita ketahui

bahwa rokok mengandung zat-zat toksik dan berbahaya seperti nikotin, tar, caffeine, dietil eter,

polifenol, naftalena, dll. Zat-zat ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan profil lipid dalam

tubuh. Konsentrasi HDL akan menurun dalam darah dan akan terjadi oksidasi LDL-C. Asap

rokok mengandung radikal bebas, dimana bila sel-sel endotel dinding arteri terpajan oleh radikal

bebas ini akan menyebabkan terjadinya oksidasi LDL-C, yang berperan dan mempercepat

timbulnya plak ateromatosa. Oksidasi LDL-C diperkuat juga oleh kadar HDL-C yang rendah.

Apabila terpajan oleh LDL-C yang teroksidasi, makrofag menjadi sel busa, yang beragregasi

dalam lapisan intima, yang terlihat secara mikroskopis sebagai bercak lemak. Akhirnya, deposisi

lipid dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi atheroma lemak fibrosa matur.

Ketika terjadi ruptur, maka inti bagian dalam plak terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi dan

meningkatnya perlekatan elemen sel, termasuk trombosit. Akhirnya, deposisi lemak dan jaringan

ikat mengubah plak fibrosa menjadi atheroma yang dapat mengalami perdarahan, ulserasi,

kalsifikasi, atau thrombosis. Setelah terjadinya thrombosis, maka thrombus tersebut akan

menyumbat arteri coroner yang mensupply jantung. Ketika terjadi oklusi akibat thrombus ini di

coroner, maka lumen pembuluh darah coroner akan menjadi sempit dan supply darah ke jantung

akan berkurang, akibatnya terjadilah iskemik miokard. Dikatakan bahwa iskemik miokard dapat

menyebabkan nyeri dada. Mekanisme pasti bagaimana iskemia dapat menyebabkan nyeri masih

belum jelas. Agaknya, reseptor saraf nyeri terangsang oleh suatu zat kimia antara yang belum

Page 5: Acute coronary syndrom

diketahui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium. Zat kimia ini

dihasilkan akibat adanya iskemik miokard. Otot yang mengalami iskemia melakukan metabolism

anaerob dan membebaskan zat-zat asam seperti asam laktat. Ketika terjadi peningkatan asam

laktat, maka akan terjadi pengeluaran subtansi P (bradikinin, prostaglandin, senyawa polipeptida)

dan pengeluaran histamine, kinin atau enzim proteolitik seluler. Zat-zat ini lah yang akan

memicu reseptor ujung saraf bebas dan terjadilah potensial aksi yang akan diteruskan ke saraf

afferent ke pusat nyeri, sebagai akibatnya timbul lah sensasi nyeri seperti yang dirasakan oleh

Mr. Saman. Sedangkan nyeri yang timbul saat bekerja karena bekerja (aktivitas berlebih)

merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya iskemik/infark miokard seperti yang

telah dijelaskan di poin atas. Waktu yang dinyatakan yaitu sejak tiga jam yang lalu menandakan

bahwa nyeri yang terjadi adalah akibat telah terjadinya infark miokard, bukan lagi karena angina.

Karena nyeri pada angina hanya akan bertahan sekitar 1-5 menit, sedangkan nyeri pada infark

miokard bisa terjadi dalam waktu yang lama.

KALIMAT 2

The pain was radiated to his back and lower jaw, and it felt like burning.

Nyeri Alih

Nyeri dada yang dirasakan pasien menyebar ke punggung dan rahang bawah diklasifikasikan

sebagai nyeri alih. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi

dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang

dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri tersebut. Apabila

dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat

organ visera tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa

dewasa.

Saat ini penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-

proyeksi. Menurut teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan

satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik yang sama

(misalnya sel proyeksi spinotalamikus). Karena tidak ada cara untuk mengenai sumber asupan

sebenarnya, otak secara salah memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah somatik (dermatom).

Page 6: Acute coronary syndrom

Sebagai contoh, iskemia/infark miokardium menyebabkan pasien merasa nyeri hebat di bagian

tengah sternum yang sering menyebar ke sisi medial lengan kiri, pangkal leher, bahkan rahang.

Nyeri diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolit dan defisiensi oksigen, yang

merangsang ujung-ujung saraf sensorik di miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP

melalui cabang-cabang kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar

dorsalis lima saraf torakalis paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tetapi

beralih ke bagian kulit (dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang sesuai,

karena itu, daerah kulit yang dipersarafi oleh lima saraf interkostalis teratas dan oleh saraf

brachialis interkostal (T2) akan terkena. Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah penyebaran

impuls nyeri karena nyeri kadang-kadang terasa di leher dan rahang.

Page 7: Acute coronary syndrom

Terasa Seperti Terbakar

Nyeri terasa seperti terbakar merupakan suatu sifat nyeri. Sifat-sifat nyeri digolongkan ke dalam

tiga jenis utama, yaitu: tertusuk, terbakar dan pegal. Nyeri tetusuk dirasakan bila suatu jarum

jarum di tusukkan ke dalam kulit atau bila kulit dipotong dengan pisau.• Nyeri tertusuk sering

dirasakan bila daerah kulit mengalami iritasi. Nyeri tertusuk disebabkan oleh perangsangan

serabut nyeri jenis A delta. Sedangkan nyeri terbakar adalah jenis nyeri yang dirasakan bila kulit

terbakar.• Nyeri terbakar dan pegal disebabkan oleh perangsangan serabut jenis C yang lebih

primitif.

Tipe rasa nyeri lambat dirangsang terutama oleh stimuli nyeri tipe kimiawi tetapi kadang juga

oleh stimuli mekanik dan suhu yang menetap. Nyeri lambat kronik ini dijalarkan ke medula

spinalis oleh serabut tipe C dengan kecepatan penjalaran antara 0,5 – 2  m/s. Dalam Kasus Mr.

Saman ini, nyeri disebabkan oleh adanya asam laktat yang memicu pengeluaran substansi P, zat-

zat kimia inilah yang merangsang timbulnya nyeri.

KALIMAT 3

He also complained shortness of breath, sweating, and nauseous.

Mekanisme Shortness Of Breath (Nafas Pendek)

Page 8: Acute coronary syndrom

Seperti yang kita ketahui, bahwa dari data BMI didapatkan bahwa Mr. Saman tergolong obesitas.

Dan dari pemeriksaan laboratorium, Mr. Saman juga mengalami dislipidemia. Terjadi

peningkatan deposit kolesterol, LDL meningkat sedangkan HDL menurun. Akibatnya terbentuk

bercak lemak yang dapat memicu terjadinya disfungsi endotel. Bercak lemak lama-lama akan

membentuk plak. Ketika plak ini ruptur, partikel-partikel darah dan komponen-komponen lipid

mudah menempel di dinding pembuluh darah, terbentuklah thrombus. Thrombus ini dapat

menyumbat pembuluh darah (dalam hal ini, thrombus menyumbat arteri koroner di jantung).

Akibatnya terjadi iskemia. Bagian yang mendapat supply darah dari arteri koroner akan

mengalami iskemia (supply Oksigen berkurang). Tubuh akan mengkompensasi kekurangan

oksigen ini dengan bernafas pendek dan dalam.

Mekanisme lain

Mr. Saman mengalami infark miokardium yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST yang

terdeteksi pada EKG. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan

menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah

daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk

mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel

meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini

disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihi

tekanan onkotik vascular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan

ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa alveoli berperan dalam pertukaran gas (O2 dan CO2).

Ketika alveoli ini terisi cairan inilah yang mengganggu transportasi normal oksigen ke dalam

aliran darah. Hal inilah yang menyebabkan nafas Mr. Saman menjadi pendek.

Mekanisme Berkeringat

Berawal dari kompensasi tubuh terhadap kardiak out put menurun akibat kerja jantung yang

tidak maksimal yang dikarenakan infark pada jantung. Saat terjadi penurunan kardiak out put,

maka suplai darah akan menurun dan tubuh menerjemahkan ini sebagai suatu stress. Lalu di

aktifkanlah saraf simpatis yang mempunyai efek untuk meningkatkan heart rate. Aktivasi saraf

Page 9: Acute coronary syndrom

simpatis juga terjadi di saraf simpatis yang mempersarafi kelenjar keringat. Aktifasi ini

menyebabkan keluarnya keringat.

Mekanisme Nausea (Mual)

Jantung dipersyarafi oleh nervus vagus. Mual pada skenario kali ini diakibatkan karena

peningkatan stimulasi pada nervus vagus. Terjadinya iskemik pada otot jantung akan

menstimulasi nervus vagus atau nervus afferent spinal yang berhubungan dengan vagal sensory

(tractus solitaries) dan vagal efferent motor nuclei. Yang pada akhirnya akan menstimulasi

cortical centres tempat dimana nausea di persepsikan (dirasakan) dan juga akan menstimulasi

jalur efferent yang memediasi terjadinya muntah (vomitting)

Mual juga bisa disebabkan oleh perangsangan saraf simpatis yang berlebihan (akibat kompensasi

tubuh terhadap iskemik yang terjadi pada otot jantung) yang akan menekan kerja parasimpatis,

sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulasi cairan disaluran pencernaan, rasa penuh di

lambung, sehingga merangsang rasa mual atau muntah.

KALIMAT 4

About 3 months ago he felt pain on his left chest while he was working then he met the doctor.

Nyeri di dada kiri 3 bulan yang lalu

Nyeri dada di sebelah kiri yang terjadi 3 bulan yang lalu adalah awal dari nyeri dada yang

diderita Mr. Saman sekarang. Kemungkinan nyeri dada 3 bulan yang lalu ini juga disebabkan

karena tersumbatnya arteri koroner di jantung. Akibatnya terjadi iskemia miokard. Nah, ketika

Mr. Saman sedang bekerja, terjadi peningkatan kebutuhan O2. Akan tetapi arteri koroner pada

jantung Mr. Saman terjadi penyumbatan. Akibatnya nyeri terjadi. Akan tetapi ketika Mr. Saman

istirahat, kebutuhan sel akan oksigen berkurang, akibatnya nyeri hilang dan Mr. Saman tetap bisa

melakukan aktivitasnya lagi. Nyeri bisa terjadi lagi kapan saja ketika Mr. Saman melakukan

aktivitas yang berlebih lagi (seperti saat ini).

KALIMAT 5, KALIMAT 6

His doctor asked him to have treadmill examination but he refused because he couldn’t pay for

it. He has no history of hypertension. He is a heavy smoker.

Page 10: Acute coronary syndrom

Treadmill Examination

Treadmill test adalah uji latih jantung beban dengan cara memberikan stress fisiologi yang dapat

menyebabkan abnormalitas kardiovaskuler yang tidak ditemukan pada saat istirahat.

Indikasi:

1. Untuk menegakkan diagnosa PJK.

2. Untuk mengevaluasi keluhan : nyeri dada , sesak nafas  dll.

3. Untuk mengevaluasi kapasitas kemampuan fungsional

4. Untuk mengevaluasi adanya disritmia.

5. Untuk mengevaluasi hasil pengobatan.

6. Untuk menentukan prognosa dari kelainan kardiovaskuler

Kontra indikasi:

1. Infark miokard akut  < 5 hari.

2. Unstable angina pectoris

3. Hipertensi berat

4. Aritmia yang berarti

5 Sesak

6. Vertigo

Persiapan Tindakan Treadmill test ada 2 :

1. Persiapan untuk pasien

- Malamnya tidur cukup

- Sebaiknya dua jam sebelum dilakukan tindakan tidak boleh makan

- Pada pagi harinya sebaiknya jangan olahraga dulu.

- Untuk diagnostic sebaiknya obat-obatan kardiovaskuler (beta blocker ) dihentikan sesuai dengan perintah dokter.

- Harus bawa surat consult dari dokter.

Page 11: Acute coronary syndrom

2. Persiapan  Alat

- Satu set alat treadmill

- Kertas printer teradmill

- Emergencytroly lengkap dan defibilator

- Plester

- Elektrode

- Oksigen

- Tensimeter dan stetoscpoe

- jelly

- Alkohol 70 % dan kassa  non steril

- Tisue / Handuk kecil

- Celana ,baju dan sepatu  yang layak dipakai untuk treadmill.

Cara kerja

1. Pasien di anamnesa dan menjelaskan tentang tata cara,maksud, manfaat dan resiko dari treadmill.

2. Menentukan  target HR submaximal dan maximal ( target HR max : 220 dikurang umur dan submaximal adalah 85 % dari target HR max  )

2. Pasien menandatangani formulir informed consent.

3. Pasien dipersilahkan ganti pakaian, celana dan sepatu treadmill yang telah disediakan.

4. Pasien berbaring dengan tenang di tempat tidur

5. Bersihkan tubuh pasien pada lokasi pemasangan electrode dengan menggunakan kassa alkohol.

6. Tempelkan electrode sesuai dengan tempat yang sudah ditentukan.

7. Sambungkan dengan kabel treadmill

8. Fiksasi electrode dengan sempurna

9. Masukkan data pasien ke alat treadmill

10. Ukur tekanan darah

Page 12: Acute coronary syndrom

11. Rekam EKG 12 leads

12. Jalankan alat treadmill dengan kecepatan sesuai dengan prosedur.

13. Setiap tiga menit speed dan elevation akan bertambah sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan.

14. Pantau terus perubahan EKG dan keluhan pasien selama tets.

15. Rekam EKG 12 leads dan BP setiap tiga menit.

16. Hentikan test sesuai dengan prosedur.

Recovery

1. Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setelah test dihentikan.

2. Persilahkan pasien untuk duduk / berbaring.

3. Pantau terus gambaran EKG selama pemulihan.

4. Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setiap tiga menit.

5. Pemulihan biasanya selama enam menit / sembilan menit ( hingga gambaran EKG ,HR, dan tekanan darah kembali seperti semula. )

6. Menberitahukan pada pasien bahwa test sudah selesai.

7. Lepaskan elektrode dan manset BP.

8. Bersihkan jelly yang menempel di dada pasien .

9. Merapihkan kembali alat – alat pada tempatnya.

10. Sebaiknya selama 15 menit pasca treadmill test pasien masih berada dalam pengawasan petugas.

Tidak ada Riwayat Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi (hipertensi) dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap

dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner

(faktor koroner).Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih

sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal. Tekanan darah sistolik diduga

mempunyai pengaruh yang lebih besar.

Kejadian penyakit jantung koroner (PJK) pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan

tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-

Page 13: Acute coronary syndrom

75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan

miokard infark.Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard

infark mortalitasnya 3 kali lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard infark.Hasil

penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara PJK dan Tekanan darah diastolik. Kejadian

miokard infark 2 kali lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90-104 mmHg dibandingkan

tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4 kali lebih besar.

Penelitian Stewart 1979 dan 1982 juga memperkuat hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik

dengan resiko mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari diastolik terjadi bersamaan maka

akan menunjukkan resiko yang paling besar dibandingkan penderita yang tekanan darahnya normal atau

hipertensi sistolik saja. Lichenster juga melaporkan bahwa kematian PJK lebih berkolerasi dengan

tekanan darah sistolik-diastolik dibandingkan tekanan darah diastolik saja.

Namun, dalam kasus Tuan Saman ini, ia tidak memiliki riwayat hipertensi, sehingga dapat disimpulkan

bahwa hipertensi tidak memiliki peranan dalam memperburuk kondisi Tuan Saman.

Perokok Berat

Merokok memicu timbulnya plak aterosklerosis. Plak ini memicu hipertensi dan oklusi pembuluh darah

jantung termasuk arteri koronaria. Terjadilah iskemia miokard yang pada akhirnya akan menimbulkan

rasa nyeri di dada.

Kandungan rokok : rokok mengandung ribuan senyawa kimia yang bersifat toksin, karsinogenik, dan

terotogenik. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung di rokok antara lain nikotin, tar, caffeine, dietil

eter, polifenol, naftalena, dan senyawa berbahaya lainnya. Senyawa-senyawa kimia dalam rokok

menurunkan HDL dalam tubuh sehingga timbul plak aterosklerosis, misalnya di arteri koronaria. Plak ini

mudah mencetuskan trombosis yang membentuk trombus sehingga terjadi iskemik miokard yang

menimbulkan nyeri dada.

KALIMAT 7

Physical Exam :

Dyspnea, height: 170 cm, body weight ; 92, Bp: 100/70 mmHg, HR: 115 bpm regular. PR : 115

bpm, regular, equal. RR : 24 x/min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, basal rales (+), wheezing (-), liver:

not palpable, ankle edema (-)

INTERPRETASI

Page 14: Acute coronary syndrom

Pemeriksaan

Fisik

Hasil

Pemeriksaan

Nilai Normal Interpretasi

Pernafasan Dsypnea - Gangguan jantung dan

paru /obesitas

BMI Ht: 170 cm, BW:

92 kg

BMI 31,83

kg/m2

18,5-22,9 Obesitas Tingkat II

BP 100/70 120/80 Hipotensi

HR 115 bpm reguler 60-100 bpm Tachycardia

kompenasai kekurangan

O2 jaringanPR 115 bpm, reguler,

equal

60-100 bpm,

reguler

RR 24x/menit 12-20 x/menit Tachipnea

Warna kulit Pallor Tidak pucat Hipotensi perfusi

perifer

JVP <5-2> <5-2> Normal

Basal Rales (+) (-) Tidak normal

Wheezing (-) (-) Normal

Liver (-) (-) Normal

Ankle (-) (-) Normal

Diaphoresis (+) (-) Tidak normal

Page 15: Acute coronary syndrom

Muffle heart

sound

(+) (-) Bisa terjadi karena pasien

over weight.

Mekanisme Abnormal

Dyspnea

Infark Miokard Perfusi Oksigen menurun Dyspnea (mekanisme kompensasi tubuh

untuk mencukupi kebutuhan Oksigen)

BP: 100/70 mmHg

Adanya syok kardiogenik, aktivasi vagus yang berlebihan, dehidrasi, dan Infark Miokard

Anterior mengaktifkan sistem saraf simpatis yang akan mengakibatkan takikardi dan

hipotensi.

HR: 115 bpm dan PR: 115 bpm

Tachycardia yang terjadi merupakan sebuah kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen

pada jaringan terutama jantung.

Atherosclerosis infark miokard akut curah jantung menurun perfusi jaringan

menurun merangsang aktivitas simpatis pelepasan katekolamin frekuensi kontraksi

jantung meningkat (tachycardia)

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds,

Terjadinya gangguan pada ventrikel menyebabkan darah yang dikeluarkan menjadi tidak

adekuat sehingga terjadi pallor (pucat). Lemahnya ventrikel menyebabkan suara jantung

terdengar lemah (muffle heart sound). Lemahnya kerja jantung menyebabkan meningkatnya

kerja saraf simpatis sehingga ikut meningkatkan kerja kelenjar keringat yang dikendalikan

oleh saraf simpatis sehingga berkeringat (diaphoresis),

Basal Rales

Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya

kekuatan kontraksi berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri,

dan volume sekuncup akan berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat

peningkatan tekanan jantung sebelah kiri, dimana kenaikan ini akan disalurkan ke vena

pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihitekanan onkotik vascular,

maka akan terjad proses transudasi ke dalam ruang intertesial. Hal ini lah yang menyebabkan

pada auskultasi akan terdengar bunyi basal rales.

Page 16: Acute coronary syndrom

KALIMAT 8

Laboratory Results :

Hemoglobin : 14 g/dl, WBC : 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, platelet:

214.000 /mm3.

Total cholesterol 345 mg%, triglyceride 180 mg%, LDL 194 mg%, HDL 38 mg%

Blood glucose 155 mg/dl, urine glucose (-), sediment : normal findings

CK NAC 373 U/L, CK MB 67 U/L, Troponin I : 0,2 ng/ml

Interpretasi

Pembanding Nilai pada Tn. Yo Nilai normal interpretasi

Hemoglobin 14 mg.dl 13,2 – 16,2 gr/dl (male)

12,0 – 15,2 gr/dl

(female)

Normal

WBC 9.800/mm3 5.000 – 10.000/mm3 Normal

Diff count

Basofil

Eosinofil

Batang

Segmen

Limfosit

Monosit

0

2

5

65

22

6

0-1 %

1-3 %

2-6 %

50-70 %

20-40 %

2-8 %

Normal

ESR 20 0 – 10 mm/jam Tinggi, kemungkinan

karena

Hipekolestrolemia,

merokok dan

pertmbahan usia

Page 17: Acute coronary syndrom

viskositas darah

Platelet 214.000/mm3 140.000 – 450.000/mm3 Normal

Total

cholesterol

345 mg/dl 120 – 200 mg/dl

Dislipedemia

LDL 194 mg dl < 150 mg/dl

HDL 38 mg/dl > 55 mg/dl

Triglyceride 180 mg/dl 150 mg/dl Tinggi

Blood glucose 155 mg/dl <140mg/dl Tinggi

urine glucose (-) (-) Normal

sediment Normal findings Normal findings Normal

CK NAC 373 U/L 38-174 U/L Tinggi

CK MB 67U/L 10-13 U/L Tinggi

Troponin I 0,2 ng/ml <0.1 ng/ml Meningkat: terjadi

infark myokard akut

(IMA)

Mekanisme Abnormal

Peningkatan total kolesterol, trigliserida, LDL, dan penurunan HDL, menunjukkan adanya

Dislipidemia yang dapat disebabkan oleh heavy smoker tn Yon, dimana kandungan nikotin

pada rokok akan merangsang hormon adrenalin, sehingga akan mengubah metabolisme

lemak. Dislipidemia ini juga dapat menyebabkan resiko aterosklerosis dan PJK.

Peningkatan glukosa darah Mekanisme : Obesitas dan kebiasaan perokok berat

menyebabkan tingginya konsentrasi glukosa darah Mr. Saman dan hal ini sangat mendukung

terjadinya atherosclerosis.

Urine glucose (-)

Page 18: Acute coronary syndrom

Tidak ditemukannya glukosa pada urin dapat menyingkirkan adanyan diabetes mellitus pada

Mr. Saman.

Kreatinin kinase adalah suatu enzim yang berperan dalam pembentukan kreatinin phosphat

yang merupakan tempat penyimpanan energi dalam otot. bila terjadi peningkatan kadar

kreatinin kinase dalam serum, maka menandakan adanya kerusakan otot tersebut. Dalam hal

ini otot telah rusak dan tidak membutuhkan energi lagi, maka enzim kreatin kinase ini

dikeluarkan dari dalam otot.

Troponin I = < 0,2 ng/ml. Jadi interpretasi meningkat. Troponin merupakan suatu protein

yang terdapat dalam otot dan berperan dalam mekanisme kontraksi otot. Bila terjadi sesuatu

pada otot misalnya terjadi infark pada otot jantung, maka otot jantung kemudian mengalami

nekrosis dan melepaskan organel2 dalam sel otot yang salah satunya adalah troponin. Jadi

bila terjadi kerusakan otot, maka akan di temukan peningkatan troponin dalam serum.

KALIMAT 9

Additional Exam :

Chest X-ray: cor : CTR <50%, normal shape. Lungs :Bronchovascular pattern is normal

ECG: sinus rhythm, normal axis, HR : 117 bpm, regular, normal Q wave, ST elevation in lead

V1-V4, ST deppresionin lead II, III, aVF.

Interpretasi

Cor: CTR <50%, normal shape

Cardiothoracic Ratio digunakan untuk menentukan apakah jantung tersebut mengalami

pembesaran atau tidak. Jantung dikatakan mengalami perbesaran (kardiomegali) bila CTR

>50%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jantung Tuan Saman tidak mengalami perbesaran

(kardiomegali) dan bentuk jantung normal.

Lungs: Bronchovascular pattern is normal.

Bronchovascular pattern artinya gambaran pembuluh darah disekitar bronkus. Dalam

keadaan normal, bronchovascular pattern tidak melebihi setengah dari garis vertikal salah

satu bagian paru-paru (hemithorax). Pada keadaan tertentu, bronchovascular pattern

meningkat melebihi setengah garis vertikal salah satu bagian paru (paru kanan atau paru kiri),

termasuk pada bronkitis.

Sinus rhythmnormal HR : 117 bpm Takikardi

Page 19: Acute coronary syndrom

ST elevasi pada sadapan V1-V4 = lokasi infark bagian anterior

ST depresi pada sadapan II,III,aVF = Jika elektroda terletak didaerah sehat bersebrangan dengan

lokasi injury maka akan didapat potensial negative yang ditunjukan dalam ST depresi.

SINDROM KORONER AKUTFaktor Resiko

Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu

Faktor risiko konvensional

1. Usia

Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan

lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik.

2. Jenis kelamin

Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa

menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini

diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen.

3. Ras

4. Riwayat keluarga

5. Merokok

6. Hipertensi

7. Hiperlipidemia

8. Diabetes mellitus

9. Aktifitas fisik, dan obesitas.

10. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi.

Faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis antara

lain CRP, homocystein dan Lipoprotein(a).

Etiologi

Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan

kebutuhan oksigen miokard.

Etiologi SKA antara lain:

Page 20: Acute coronary syndrom

1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak

aterosklerosis.

2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner

epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah

dan/atau akibat disfungsi endotel.

3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada sejumlah

pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi

koroner perkutan (PCI).

4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya makrofag,

dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadipenipisan dan

ruptur plak

5. Keadaan/factor pencetus:

a.↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis

b. ↓ aliran darah koroner

c.↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia

Pathogenesis

Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor

risiko antara lain: faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat zat vasokonstriktor, mediator dari sel darah,

asap rokok, diet aterogenik, peningkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL – c.Di antara faktor-

faktor risiko PJK, diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolestrolemia, obesitas, merokok, dan kepribadian

merupakan faktor-faktor penting yang harus diketahui.

Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule seperti sitokin, kemokin,

dan growth factor. Sel inflamasi seperti monosit dan T-Limfosit masuk ke permukaan endotel dan migrasi

dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil

LDL teroksidasi yang bersifat lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel

busa.

LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respon inflamasi, Sebagai

tambahan, terjadi respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan

efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi.

Page 21: Acute coronary syndrom

Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak

atherosklerosik, yang dipicu oleh iinflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil dan mengalami

ruptur sehingga terjadi sindroma koroner akut.

Penegakan Diagnosis

Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di alami

pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko

seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung

koroner di keluarga.

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut

Lokasi : substernal, retrosternal dan prekordial

Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa

diperas dan diplintir

Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula,

perut dan dapat juga ke lengan kanan

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

Faktor pencetus : latihan fisik, stres, udara dingin dan sesudah makan

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas

pucat di sertai keringat dingin.Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG

adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan

atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaanenzim jantung, terutama troponin

T yang meningkat, memperkuat diagnosis.

Differential Diagnosis

1. Angina Pektoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.

Pada kondisi ini angina dapat berlangsung lama tetapi EKG hanya memperlihatkan depresi segmen

ST tanpa disertai gelombang Q yang patologis dan tanpa disertai peningkatan enzim.

2. Diseksi aorta.

Page 22: Acute coronary syndrom

Nyeri dada disini umumnya amat hebat dapat menjalar ke perut dan punggung.nadi perifer dapat

asimetris dan dapat ditemukan bising diastolik dini di parasternal kiri.Pada foto rontgen dada tampak

pelebaran mediastinum.

3. Kelainan saluran cerna bagian atas (Hernia diafragmatika,esofagitis refluks).

Nyeri berkaitan dengan makanan dan cenderrung timbul pada waktu tidur.Kadang-kadang ditemukan

EKG non spesifik.

4. Kelainan lokal dinding dada.

Nyeri umumnya setempat,bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh.

5. Kompresi saraf (terutama C-8).

Nyeri terdapat pada distribusi saraf tersebut.

6. Kelainan intra abdominal.

Kelainan akut atau pankreatitis tanpa menyerupai IMA.

Diagnosis (Kasus Mr. Saman)

Acute coronary syndrome dengan Miokard Infark Anteroseptal Resiprok di Inferior

Tatalaksana

Tatalaksana SKA terus berkembang pesat dengan banyaknya penelitian(randomized

clinical trial) dengan menggunakan terapi antitrombotik baru atau intervensi koroner perkutan,

namun laju mortalitas di RS pada pasien STEMI masih cukup tinggi berkisar antara 5 sampai 7%,

dan setelah 6 bulan laju mortalitas berkisar 12 sampai 13%.

            ESC pada tahun 2008 telah mengupdate guideline untuk tatalaksana infark miokard akut

pada pasien STEMI. Pada guideline tatalaksana STEMI, sasaran  padagudeline tersebut

dibandingkan dengan guideline sebelumnya tetap sama yang mencakup diagnosis dini, terapi

reperfusi segera dan pencegahan sekunder yang optimal, metode yang digunakan untuk mencapai

sasaran tersebut telah dimodifikasi berdasarkan informasi clinical trial terbaru. Berikut ini akan

dijelaskan mengenai tatalaksana STEMI dan non-ST elevation acute coronary syndromes (NSTE-

ACS) yang terdiri dari NSTEMI dan UAP.

Penatalaksanaan STEMI

Tatalaksana Awal

1.   Tatalaksana prarumah sakit

      Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu:

komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian

di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian

Page 23: Acute coronary syndrom

besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam

pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI

antara lain:

pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

segera memanggil tim medis mengenai yang dapat melakukan tindakan resusitasi

transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis

dokter dan perawat yamg terlatih

melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama

transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan

pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada

masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.5

Pemberian fibrinolitik prahospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di ambulans

yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan talaksana STEMI dan kendali komando

medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini, pemberian

trombolitik prahospital ini belum bisa dilakukan.

2.   Tatalaksana di ruang emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:

mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi

reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan

menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

a.   Oksigen

     Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada

semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

b.  Nitrogliserin (NTG)

     Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat

diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat

menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai

oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh

Page 24: Acute coronary syndrom

kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga

diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.5

     Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien

yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru

bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan

phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek

hipotensi nitrat.

c.   Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam

tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang

dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada

pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga

terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik

ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan

IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan

bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini

biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.

d.  Acetyl salicyc acid (ASA)

  ASA merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada

spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar

tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang

emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 76-162 mg.

Terapi Reperfusi

           Pasien STEMI dengan onset nyeri dada <12 jam dan dengan elevasi segmen ST menetap

atau diduga blok cabang berkas kiri baru harus menjalani reperfusi mekanis Percutaneous

Coronary Intervention (PCI) atau farmakologis. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi

koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan

pasien STEMI berkembang menjadi pump failure dan takiaritmia ventrikular yang maligna.

Kriteria Seleksi PCI Primer dan Terapi Farmakologis

            Penelitian menunjukkan bahwa outcome klinis akan memburuk jika terjadi keterlambatan

tindakan PCI primer. Sehingga, seleksi strategi PCI primer dan reperfusi farmakologis tergantung

Page 25: Acute coronary syndrom

pada lama waktu antara mulai gejala dan kontak medis pertama (KMP), waktu dari KMP sampai

ke laboratorium kateterisasi, waktu dari KMP ke insersi sheath dan waktu mulai KMP ke inflasi

balon.

            PCI primer harus dikerjakan dalam 2 jam setelah KMP, dan walaupun belum ada

penelitian spesifik yang sudah dilakukan, keterlambatan waktu maksimal 90 menit setelah KMP

tampaknya menjadi rekomendasi yang reasonablepada pasien dengan presentasi dini dengan

infark luas dan risiko perdarahan rendah. PCI primer juga diindikasikan pada pasien syok dan

terdapat kontraindikasi terhadap terapi fibrinolitik. Rescue PCI harus dipertimbangkan setelah

kegagalan terapi fibrinolisis berdasarkan tanda klinis dan bukti infark luas, jika tindakan dapat

dikerjakan dalam waktu 12 jam setelah onset gejala.

           

PCI Primer

            Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului

fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika

dilakukan dalam beberapa jam pertama IMA. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam

membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan

jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat

syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah

ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur

dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan

aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.5

            PCI primer adalah memasukkan kateter (melalui arteri femoral) ke dalam arteri koroner.

Visualisasi dilakukan dengan sinar-X dengan bantuan injeksi medium

kontras radioopaque melalui kateter. Ketika pembuluh darah koroner sudah dapat dilihat,

identifikasi definitif arteri yang trombosis dapat dilakukan dan arteri dapat dibuka menggunakan

balon pada ujung kateter sehingga terjadi reperfusi miokard yang mengalami

infark. Stent kemudian disisipkan untuk menjaga patensi pembuluh darah. Teknik ini

memungkinkan pembukaan arteri yang dikehendaki dengan lebih tepat, tidak seperti jika

digunakan obat trombolisis sistemik. Sebelum dilakukan PCI primer platelet harus dihambat

sepenuhnya, dimaksudkan untuk mengurangi resiko trombosis periprosedur yang disebabkan oleh

lepasnya plak atau trombosis pada stent. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian clopidogrel

(300-600 mg) bersama dengan terapi standard aspirin. Pemberian harus dilakukan secepatnya,

sebelum PCI. Penghambatan platelet periprosedural tambahan dapat dilakukan dengan

Page 26: Acute coronary syndrom

abciximab (inhibitor glikoprotein IIb/IIIa) atau bivalirudin (inhibitor langsung trombin). PCI

primer merupakan pilihan yang lebih baik untuk pasien MI akut yang dapat dilakukan dalam

waktu 90 menit sejak kontak medik pertama (door to balloon time kurang dari 90 menit). Jika

lebih dari 90 menit, PCI primer masih merupakan terapi pilihan apabila terapi trombolisis

dikontraindikasikan atau jika pasien berisiko tinggi mengalami perdarahan, syok kardiogenik atau

dengan faktor risiko tinggi lainnya. Lebih dari 90% pasien yang mendapat PCI kembali normal

secara angiografi, dibanding dengan 60% pasien yang mendapat trombolisis (dimana arteri yang

tersumbat berhasil dialiri kembali).

Keuntungan lain PCI:

• Tidak ada efek samping serius (misalnya hemoragik intrakranial)

• Waktu tinggal rawat inap lebih pendek

• Resiko reinfark berkurang.

Jika pasien alergi terhadap medium kontras yang digunakan untuk angiografi, maka trombolisis

merupakan pilihan terapi satu-satunya.

Reperfusi Farmakologis

            Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak

masuk. Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa

macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,

tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi

plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok

yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan nonspesifik fibrin seperti streptokinase.5

            Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan

dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) grading

system:5

Grade 0 menunjukkan oklusi total pada arteri yang terkena infark.

Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi

tanpa perfusi vaskular distal.

Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi

dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri normal.

Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran

normal.

Page 27: Acute coronary syndrom

                 Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri

koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,

mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka

panjang.

                   Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relatif kematian di rumah sakit sampai

50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini dipertahankan

sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapat terapi dalam 1-3 jam onset

gejala akan mendapat manfaat yang terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih tinggi jika

dibandingkan terapi dalam 1-3 jam, terapi masih tetap bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam

setelah onset infark, dan beberapa manfaat tampaknya masih ada sampai 12 jam, terutama jika

nyeri dada masih ada dan segmen ST masih tetap elevasi pada sandapan EKG yang belum

menunjukkan gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer),

fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam

pertama gejala, jika perhatian terhadap masalah logistik seperti transportasi pasien ke pusat PCI

yang baik, atau ada antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis

dapat dimulai dibandingkan implementasi PCI.

a.  Streptokinase (SK)

     Merupakan fibrinolitik nonspesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh

diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang

ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insiden perdarahan intrakranial yang

rendah.

b.  Tissue Plasminogen Activator (tPA)

     Global use of strategies to open coronary arteries-1 (GUSTO-1) trialmenunjukkan penurunan

mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA

harganya lebih mahal daripada SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.

c.  Reteplase (rPA)

     INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada

GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.

d.  Tenekteplase (TNK)

     Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi

terhadap Plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 10 B menunjukkan

TNK mempunyai TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan tPA.

Page 28: Acute coronary syndrom

Angiografi Pasca Terapi Fibrinolitik

            Rekomendasi baru pada guideline ESC 2008 adalah perlunya angiografi segera, jika

terdapat bukti fibrinolisis gagal atau tidak jelas akan keberhasilan terapi litik. Angiografi segera,

juga direkomendasikan jika terdapat iskemia berulang atau reoklusi setelah fibrinolisis awal yang

sukses. Jika terdapat bukti fibrinolisis yang sukses, angiografi diindikasikan dalam 3-24 jam

setelah mulai terapi fibrinolisis berdasarkan data dari beberapa penelitian yang menunjukkan

penurunan bermakna kejadian iskemik dengan strategi invasif dibandingkan dengan konservatif.

Terapi Sekunder STEMI

            Pedoman NICE menyatakan bahwa semua pasien yang pernah MI akut harus mendapat

kombinasi aspirin, beta blocker, statin dan ACEi.

1.  Terapi Antiplatelet

      Terapi platelet esensial untuk semua pasien kardiovaskular untuk mengurangi risiko

trombosis koroner. Aspirin 75 mg harus diberikan terus selama hidup. Pasca PCI primer,

terapi antiplatelet ganda dengan clopidogrel diberikan minimum selama 2 bulan. Terapi

antiplatelet ganda esensial untuk pascapemasangan stent karena tingginya insiden trombosis in-

stent (~20%). Untuk pasien berisiko tinggi (pasien muda dengan riwayat iskemik jantung), atau

jika lesi berada pada pembuluh darah dengan risiko tinggi (misalnya, left main stem), diberikan

terapi antiplatelet ganda seumur hidup untuk mencegah trombosis in-stent. Untuk pasien yang

sudah mendapat terapi ganda antiplatelet dan trombolisis, terapi gandanya hanya diperlukan

selama4 minggu (rekomendasi COMMIT). Setelah empat minggu, cukup diberikanaspirin saja

seumur hidup. Jika pasien tidak tahan terhadap aspirin,clopidogrel seumur hidup merupakan

alternatif. Jika aspirin dan klopidogrel juga tidak tahan, maka diberikan warfarin (dengan target

INR 2-3) sampai selama 4 tahun. Efek samping terapi antiplatelet yang paling sering adalah

ganggunan saluran cerna dan bronkhospasme (aspirin). Inhibitor pompa proton (proton pump

inhibitor, PPI) misalnya omeprazol 20 mg/hari dapat diresepkan untuk pasien yang mengalami

efek samping gastrointestinal.

2.   Beta Blocker

      Beta blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil. Studi ISIS-1 menunjukkan

pemberian dini beta blocker bermanfaat menurunkan 15% mortalitas dalam 36 jam setelah MI,

dengan cara menurunkan kebutuhan oksigen, membatasi ukuran infark. Juga mengurangi resiko

Page 29: Acute coronary syndrom

pecahnya pembuluh darah jantung dengan menurunkan tekanan darah, juga mengurangi resiko

ventrikular dan aritmia supraventrikular yang disebabkan aktivasi simpatetik. Jika tidak ada

kontraindikasi, pasien diberi beta blockerkardioselektif misalnya metoprolol atau atenolol. Heart

rate dan tekanan darah harus terus rutin di.monitor setelah keluar dari rumah sakit.

Kontraindikasi terapi beta blocker adalah:

•     Hipotensi dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg

•     Bradikardi <50 denyut/menit.

•     Adanya heart block.

•     Riwayat penyakit saluran nafas yang reversibel.

      Beta blocker harus dititrasi sampai dosis maksimum yang dapat ditoleransi. Jika terdapat  left

ventricular systolic dysfunction (LVSD, disfungsi sistolik ventrikel kiri), beta blocker yang

dilisensikan untuk gagal jantung harus diberikan (misalnya bisoprolol atau carvedilol). Pemberian

dimulai dengan dosis terkecil dan dititrasi naik sesuai dengan interval yang disarankan sampai

tercapai dosis maksimum yang dapat ditoleransi.

3.   Terapi Penurun Kadar Lipid

      Manfaat HMG Co-A reductase inhibitor (statin) jelas ditunjukkan pada beberapa studi

termasuk Heart Protection Study, yaitu dengan simvastatin 40 mg/hari, terjadi

perbaikan outcome dan penurunan angka kematian untuk semua pasien kardiovaskuler. Manfaat

ini tidak tergantung pada kadar awal kolesterol/LDL.

4.   ACE Inhibitor

      Pada ~20% pasien MI akut akan berkembang LVSD. Mortalitas pada pasien demikian

meningkat secara signifikan. Studi AIRE menunjukkan bahwa pemberian ACEi pasca-MI

menguntungkan. Pemberian ramipril pada gagal jantung menurunkan 27% mortalitas dalam 15

bulan. Bukti ini dikonfirmasi juga oleh studi HOPE (ramipril), EUROPA (perindopril), keduanya

juga menunjukkan adanya manfaat ACEi untuk jantung koroner dengan atau tanpa gagal jantung

atau hipertensi. Setelah infark, miokard akan tertarik dan menipis sehingga terjadi dilasi ventrikel.

Miokard yang masih berfungsi kemudian akan mengkompensasi dengan

hipertropi, Remodelling ini merupakan indikator peningkatan mortalitas. Angitensin II juga dapat

bersifat sebagai growth factor, yang memacu hipertropi. Inhibisi angiotensin II akan menghambat

proses ini. ACEi mulai diberikan dalam 24-48 jam pasca-MI pada pasien yang telah stabil,

dengan atau tanpa gejala gagal jantung. ACEi menurunkan afterload ventrikel kiri karena inhibisi

sistem renin-angiotensin, menurunkan dilatasi ventrikel. ACEi harus dimulai dengan dosis rendah

Page 30: Acute coronary syndrom

dan dititrasi naik sampai dosis tertinggi yang dapat ditoleransi. Kontraindikasinya hipotensi,

gangguan ginjal, stenosis arteri ginjal bilateral, dan alergi ACEi. Elektrolit serum, fungsi ginjal

dan tekanan darah harus dicek sebelum mulai terapi dan setelah 2 minggu.

5.   Antagonis Aldosteron

      Pedoman NICE menyatakan untuk pasien dengan gejala gagal jantung dan LVSD

antagonis aldosteron (eplerenone) dilisensikan sebagai terapi pasca-MI yang dimulai dalam 3-14

hari MI, lebih disukai setelah terapi ACEi. Studi EPHESUS menunjukkan penurunan 43% resiko

30 hari untuk semua mortalitas. Setelah maksimum terapi eplerenone 12 bulan, pasien LVSD

dapat diterapi dengan spironolakton sesuai dengan pedoman NICE untuk gagal jantung. Kadar

potasium/kalium dan fungsi ginjal harus dimonitor.

6.   Suplemen Diet

      Pasien dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi minyak ikanpolyunsaturated dan makan dengan

pola diet Mediteranian. NICE menyarankan untuk menkonsumsi paling sedikit omega 3 acid ethyl

ester7g/minggu. Ini bisa diperoleh dari 2-4 porsi ikan (oily fish) atau 1g/hari suplementasi peroral.

Pencegahan.

1. Mengkonsumsi makanan sehat, dalam hal ini yang rendah kolesterol

2. Cek kadar kolesterol secara rutin (setiap 3 – 6 bulan sekali)

3. Berolahraga secara teratur (lebih dianjurkan berupa jalan agak cepat/jogging)

4. Kalau bekerja dengan lebih banyak duduk, usahakan agar berdiri sesering mungkin atau berjalan

keliling ruangan (atau ambil napas dulu)

5. Jangan merokok

6. Jangan minum minuman keras (beralkohol) berlebihan

7. Jaga berat badan agar tidak naik

8. Hadapi dan atasi stres (untuk di “reduce”)

9. Jaga dan pertahankan agar tekanan darah tetap normal sesuai dengan usia (sekarang cenderung untuk

mempertahankan Systolic BP pada 110-120 mmHg dan Diastolic 70-80 mmHg

Page 31: Acute coronary syndrom

Ket:

ASA : Acetyl salicyc acid

American Heart Association (AHA) step 2 diet (<30% of total calories as fat,

<7% saturated fat, 55% carbohydrate, and < 200 mg cholesterol daily) plus

endurance exercise for 1 h three times a week .

Komplikasi

a. Gagal jantung kongestif

Apabila jantung tidak bisa memompa keluar semua darah yang diterimanya,dapat mengakibatkan

gagal jantung kongestif. Gagal jantung dapat timbul segera setelah infrak apabila infark awal

berukuran sangat luas atau timbul setelah pengaktifan refleks baro reseptor terjadi peningkatan

darah kembali kejantung yang rusak serta kontriksi arteri dan arteriol disebelah hilir. Hal ini

menyebabkan darah berkumpul dijantung dan menimbulkan peregangan berlebihan terhadap sel-sel

otot jantung. Apabila peregangan tersebut cukup hebat, maka kontraktilitas jantung dapat berkurang

karena sel-sel otot tertinggal pada kurva panjang tegangan.

b. Disritmia

Dapat timbul akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH. Daerah-daerah

dijantung yang mudah teriritasi dapat mulai melepaskan potensial aksi sehingga terjadi disritmia.

c. Syok Kardiogenik

Dapat terjadi apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Syok kardiogenik dapat

fatal pada waktu infark atau menimbulkan kematian atau kelemahan beberapa hari atau minggu

Page 32: Acute coronary syndrom

kemudian akibat gagal paru atau ginjal karena organ-organ ini mengalami iskemia. Syok

kardiogenik biasanya berkaitan dengan kerusakan sebanyak 40% massa otot jantung.

d. Dapat terjadi trombo embolus akibat kontraktilitas miokardium berekurang. Embolus tersebut dapat

menghambat aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark semula.

Embolus tersebut juga dapat mengalir keorgan lain, menghambat aliran darahnya dan menyebabkan

infark di organ tersebut.

e. Dapat terjadi perikarditis,peradangan selaput jantung.

Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi peradangan setelah cidera dan kematian sel. Sebagian

jenis perikarditis dapat timbul beberapa minggu setelah infark, dan mungkain mencerminkan suatu

reaksi hipersensitifitas imun terhadap nekrosis jaringan. (Elizabeth,2001)

Prognosis (Kasus Mr. Saman)

Prognosis berdasarkan Klasifikasi Klip

Kelas Definisi Mortalitas (%)

I

II

III

IV

Tak ada tanda gagal jantung kongestif

+ S3 gallop dan atau ronki basah

Edema paru

Syok kardiogenik

6

17

30-40

60-80

KDU (Kasus Mr. Saman)

KDU 3b

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter

dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus

gawat darurat).