DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
PENDAHULUAN 1
Definisi 2
Epidemiologi 2
Etiologi…………………………………………………………………….. 3
Patofisiologi 5
Manifestasi Klinis 7
Diagnosis 12
Diagnosis Banding 14
Penatalaksanaan 16
Prognosis 19
Komplikasi…………………………………………………………………...
19
RINGKASAN 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
i
PENDAHULUAN
Sindrom stevens Johnson dan nekrolisis epidermal toksik merupakan
reaksi akut mukokutan yang mengancam jiwa ditandai dengan nekrosis yang luas
dan detasemen epidermis, stevens dan Johnson adalah dua orang yang pertama
kali dilaporkan sebagai dua kasus erupsi kulit menyeluruh yang terkait dengan
stomatitis erosif dan keterlibatan ocular yang parah. Pada 1956 ‘Lyell’
dideskripsikan sebagai pasien dengan epidermis yang hilang secara sekunder
sampai nekrosis dan memperkenalkan untuk pertama kalinya terminologi
mengenai lanjutan dan sindrom stevens Johnson yaitu nekrolisis epidermal toksik.
Baik SSJ dan TEN yang ditandai oleh keterlibatan kulit dan membran
mukosa, makula eritematosa, terutama terlokalisasipada batang tubuh (trunkus)
dan proksimal ekstremitas, berkembang progresif menjadi lecet yang
menyebabkan pengelupasan pada epidermis. Karena kesamaan dan temuan klinis
dan histopatologi, obat, etiologi dan mekanismenya maka dua kondisi tersebut
keparahan variannya adalah proses identic dan hanya berbeda dalam presentase
permukaan tubuh yang terlibat.
Sindrom steven Johnson merupakan awal dari mulai timbulnya gejala
nekrolisis epidermal toksik, dan angka kejadian sindrom steven Johnson dianggap
cukup jarang, berikut ini akan dibahas definisi, etiologi atau faktor pencetus serta
gejala klinis hingga penatalaksanaan dari sindrom steven Johnson.
1
1 Allanore L Valeyrie, Roujeau Jean C. Epidermal Necrolysis (Stevens Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. In : Fitzpatricks Dermatology in General medicine. Wolff, Lowell A, A Barbara, Lefell DJ editors. Ed 7th. Newe York:Mc Graw Hill : 349-55
1
I. Definisi
Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah kumpulan gejala klinis yang
mengenai kulit, mukosa orifisium serta mata, yang disertai dengan keadaan umum
ringan sampai berat2
Sumber lain menyebutkan bahwa dalam perjalanan penyakitnya sindrom
steven Johnson termasuk salah satu jenis erupsi kulit yang disebabkan oleh alergi
terhadap obat yang berat yang mengenai kulit dan selaput lender terutama di
orifisium, mulut dan ano genital, serta kelainan mata3,
Pasien mungkin mengeluhkan ruam pembakaran yang dimulai secara
simetris pada wajah dan bagian atas dari tubuh. Selain itu, ada beberapa tanda dari
keterlibatan kulit dalam Sindrom Stevens-Johnson, antara lain:
a. Eritema
b. Edema
c. Sloughing
d. Vesikel
e. Ulserasi
f. Nekrosis.
2
2 2 Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007:163-5.3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Sindrom Steven
Johnson. In: Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Jakarta: 2011.263-5
2
II. Epidemiologi
Sebuah studi retrospektif mengenai epidemiologi, etiologi,
penatalaksanaan dan manifestasi klinis yang dilakukan pada tahun 2004 sampai
November 2010 di Rumah Sakit umum Singapura untuk semua pasien SSJ yang
diobati di Rumah Sakit tersebut. Terdiri dari 18 kasus SSJ, 7 kasus SSJ/NET
Overlap, Rerata usia adalah 50 tahun dengan range 13-85 tahun, dengan
perbandingan laki-laki:perempuan adalah 1:2 penyebab terbanyak adalah dari
penggunaan Antikonvulsan (35,7%), Antibiotik (28,5%), NSAIDs (14,3%),
Allopurinol (7,1%) dan Traditional Chinese Medicine 4
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith rerata
angka kejadian SSJ di eropa mencapai 2-3% per-Juta populasi di Eropa dan
Amerika4. Di Indonesia sendiri laporan yang dituliskan oleh RSCM FKUI setiap
tahunnya terdapat kira-kira 12 pasien umumnya pada usia dewasa5.Data pasien
rawat jalan kasus baru dan kontrol sindrom stevens Johnson berdasarkan jenis
kelamin pada poliklinik kulit dan kelamin RSUD Kardinah periode Januari 2014-
Desember 2014 sebanyak 11 pasien baru, serta terdapat 11 pasien kunjungan
lama, dengan presentase 45,4% Laki-laki dan 54,5% kasus pada perempuan dan
terbanyak pada usia 15-24 tahun
III. Etiologi
Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Johnson ini idiopatik atau belum
diketahui. Namun penyebab yang paling sering terjadi ialah alergi sistemik
terhadap obat yaitu reaksi berlebihan dari tubuh untuk menolak obat-obatan yang
masuk ke dalam tubuh.7
3
3 4 Siew-KT, Yong KT. Profile and Pattern of Steven Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis in a General Hospital in Singapore: Treatment Outcomes. J Acta Derm Venerol
2012;92:62-66. Departement of Dermatology, Changi General Hospital, Singapore5 Goldsmith LA. Gilchrest BA. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8 th edition. McGraw-
Hill Medical Publishing Division, New York. 2012.pg: 439-4486 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit7 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit
3
Paparan obat dan reaksi hipersensitivitas yang dihasilkan adalah penyebab
mayoritas yang sangat besar dari kasus Sindrom Stevens-Johnson. Dalam angka
absolut kasus, alopurinol adalah penyebab paling umum dari Sindrom Stevens-
Johnson di Eropa dan Israel, dan sebagian besar pada pasien yang menerima dosis
harian setidaknya 200 mg.
Sindrom ini juga dikatakan multifaktorial. Berikut merupakan beberapa
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya Sindrom Stevens-Johnson antara lain:
1. Obat-obatan
Penyebab utama Sindrom Stevens-Johnson adalah alergi obat-
obatan yaitu lebih dari 50 %. Pada penelitian Adhi Juanda selama 5 tahun (
1998-2002) Sindrom Stevens-Johnson yang diduga alergi obat tersering
ialah analgetik atau antipiretik ( 45%), disusul karbamazepine( 20%) dan
jamu (13,3%). Berikut adalah table mengenai obat-obatan yang dapat
menjadi penyebab Sindrom Stevens-Johnson dan risikonya.
Tabel 1. Tabel obat- obatan dan risiko dengan Sindrom Stevens-Johnson8
4
2. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab yang jarang menimbulkan Sindrom
48 Goldsmith LA. Gilchrest BA. op.cit. Hlm. 349-350
4
Stevens-Johnson. Dilaporkan kejadian Sindrom Stevens-Johnson
berhubungan dengan adanya infeksi seperti Mycoplasma pneumonia dan
penyakit virus lainnya. Infeksi ini paling sering terjadi pada anak-anak.
Tetapi sampai sekarang masih sedikit penelitian yang membuktikan
infeksi sebagai penyebab dari Sindrom Stevens-Johnson. 5
3. Imunisasi
Terkait dengan imunisasi - misalnya, campak, hepatitis B.
4. Penyebab lain :
Penyakit graft versus host
SLE
Neoplasma
Radiasi
IV. Patofisiologi
Mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya
Sindrom Stevens-Johnson belum diketahi secara pasti. Tetapi, mekanisme
imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi dan interaksi diantara
keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya Sindrom Stevens-
Johnson. 9
Meskipun rangkaian yang tepat dari peristiwa molekul dan seluler
belum di mengerti secara lengkap, beberapa studi telah memberikan petunjuk
penting tentang patogenesis dari Sindrom Stevens-Johnson. Menurut Adhi
djuanda dan Mochtar Hamzah (2009), TEN ialah bentuk parah dari SSJ.
Sebagian kasus-kasus Sindrom Stevens-Johnson berkembang menjadi TEN.
Imunopatogenesis yakni merupakan reaksi tipe II (sitolitik). Studi
immunopatologik mendemonstrasikan kemunculan dari CD8+ limposit T pada
5 9 Djuanda A, Hamzah Mochtar, op.cit hlm.163
5
epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan ciri-ciri sel yang
mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase
akhir. Beberapa sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-α, dan Fas-L juga
muncul pada lesi kulit pasien TEN. TNF mungkin juga berperan penting.
Molekul ini muncul pada lesi epidermis, cairan lepuh, dan dalam sel
mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori genetika yang
juga berperan penting. 10
6
Penemuan di Han cina antara TEN-carbamazepine dengan HLA-B1502
sangat berhubungan, meskipun tidak muncul pada pasien Eropa yang tidak
memiliki keturunan Asia.
Pada penderita Sindrom Stevens-Johnson ditemukan, keratinosit
mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini dipicu oleh adanya gangguan
detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian
menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang
kemudian menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-α,
interferon-γ, IL-18 dan Fas Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel
segera dieliminasi pada tahap awal oleh fagosit. Namun, pada kondisi seperti
Sindrom Stevens-Johnson apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan
fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi
nekrosis dan menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon
inflamasi.11
Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat
rendah dan terlokalisir di dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat Sindrom
Stevens-Johnson, ditemukan level FasL yang disajikan oleh kratinosit tinggi
dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi interaksi
antara Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas
multimerasi dan mengirimkan signal yang cepat sehingga terjadi kematian cell
6 10 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit.
11 Putra Imam B. Erupsi Obat Alergik. Available at : USU Repository : 2008.p.10. Accessed on October 27 2015
6
akibat apoptosis. Semakin luasnya apoptosis semakin menyebabkan destruksi
epidermis yang luas pula.
V. Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas
belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.
Pada yang berat kesadaran menurun, pasien dapat soporous sampai koma.
Mulanya penyakit akut dapat diserati gejala prodromal berupa malaise, demam
nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri tenggorokan Muntah dan diare juga dapat
muncul sebagai gejala awal. Gejala awal tersebut dapat berkembang menjadi
gejala yang lebih berat, yang ditandai dengan peningkatan kecepatan denyut nadi
dan laju pernapasan, rasa lemah, serta penurunan kesadaran.12
Adapun 3 kelainan utama ( trias kelainan) yang muncul pada Sindrom
Stevens-Johnson antara lain:
a. Kelainan pada kulit
Kelainan yang dapat terjadi pada kulit penderita sindrom Sindrom
Stevens-Johnson, antara lain timbulnya ruam yang berkembang menjadi
eritema, papula, vesikel, dan bula.7
Berbeda dengan lesi target pada eritema multiforme, lesi target pada
Sindrom Stevens-Johnson merupakan lesi atipikal datar yang hanya memiliki
2 zona warna dengan batasan yang buruk. Selain itu, makula purpura yang
banyak dan luas juga ditemukan pada bagian tubuh penderita sindrom
Sindrom Stevens-Johnson. Lesi yang muncul dapat pecah dan meninggalkan
kulit yang terbuka. Hal tersebut menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi
sekunder13
712 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit
7
Gambar 2 : Tipikal lesi target 12
Pengelupasan paling banyak terjadi pada area tubuh yang tertekan seperti
pada bagian punggung dan bokong. Pengelupasan kulit umum terjadi pada
sindrom ini, ditandai dengan tanda Nikolsky positif.
8
8 13 Chave TA. Mortimer NJ. Sladden MJ. Toxic Epidermal Necrolysis : Current Evidence ,
Practical Management and Future Directions. Available at :
http://www.medscape.com/viewarticle/509807_6
Accessed on October 28 2015
8
Gambar 3a.
Gambar 3b.
Gambar 3a dan b : Nikolsky Sign 13
9
9 14Moskowitz RJ. Nikolsky Sign . 2014. Available at :
http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285
Accessed on October 28, 201515. Moskowitz RJ. Nikolsky Sign . 2014. Available at :
9
Epidermal Necrolysis merupakan suatu kelompok penyakit yang terdiri
atas Sindrom Stevens-Johnson, dan Toxic Epidermal Necrolysis. Penyakit
dalam kelompok EN dibedakan berdasarkan luas area tubuh yang terlibat.
Suatu EN disebut sebagai Sindrom Stevens-Johnson bila luas permukaan
tubuh yang terkena <10%, disebut sebagai TEN bila luas permukaan tubuh
yang terkena >30%, dan disebut SJS-TEN overlap pada keadaan luas
permukaan tubuh yang terlibat antara 10 – 30%. Perkiraan luas permukaan
tubuh yang terlibat diilustrasikan pada gambar berikut:
Gambar 4. Diagnosis Penyakit dalam Kelompok Epidermal Necrolysis berdasarkan luas permukaan tubuh yang terlibat. 14
b. Kelainan pada mukosa
http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285
Accessed on October 28, 2015
10
Kelainan pada mukosa sebagian besar melibatkan mukosa mulut dan
esofageal, namun dapat pula melibatkan mukosa pada paru-paru dan bagian
genital. Adanya kelainan pada mukosa dapat menyebabkan eritema, edema,
pengelupasan, pelepuhan, ulserasi, dan nekrosis.16
Pada mukosa mulut, kelainan dapat berupa stomatitis pada bibir, lidah, dan
mukosa bukal mulut. Stomatitis tersebut diperparah dengan timbulnya bula yang
dapat pecah sewaktu-waktu. Bula yang pecah dapat menimbulkan krusta atau
kerak kehitaman terutama pada bibir penderita. Selain itu, lesi juga dapat timbul
pada mukosa orofaring, percabangan bronkitrakeal, dan esofagus, sehingga
menyebabkan penderita sulit untuk bernapas dan mencerna makanan. Serta pada
saluran genitalurinaria sehingga menyulitkan proses mikturia atau buang air
kecil.17
Gambar 5 : A .Ektensif erosi dan nekrosis pada bibir bawah dan bibir. B. Erosi massif pada
bibir dan sekitar bulu mata
10
10
16 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it17 Djuanda A, Hamzah Mochtar, op.cit. hlm. 164
11
c. Kelainan pada mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis . Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulent,
perdarahan , simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.
VI. Diagnosis
Dokter sering dapat mengidentifikasi Sindrom Stevens-Johnson
berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan tanda-tanda khas gangguan
dan gejala. Untuk mengkonfirmasi diagnosis, dokter akan mengambil sampel
jaringan kulit pasien (biopsi) untuk diperiksa di bawah mikroskop.18
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tidak khas. Jika terdapat
leukosistosis kemungkinan karena adanya infeksi bacterial. Jika terdapat
eosinophilia kemungkinan karena alergi .
Dalam panduan klinis yang digunakan oleh PERDOSKI 2011 harus dilihat
beberapa hal penting dalam menilai kasus dengan erupsi kulit yang diduga
sebagao sindrom steven Johnson yaitu:
Klinis : Riwayat menggunakan obat secara sistemik ( jumlah dan jenis
obat, dosis, cara pemberian, runtutan pemberian obat, pengaruh pajanan
matahari) atau kontak obat pada kulit yang terbuka (erosi, ekskoriasi,
ulkus)
Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu pemberian obat,
apakah timbul segera, apakah beberapa saat atau satu jam atau satu hari.
Kelainan kulit berupa : eritema, vesikel, papul, erosi ekskoriasi, krusta
kehitaman, kadang purpura.
Kelainan mata : Konjungtivitis kataralis, purulenta, dapat menjadi ulkus.11
Infiltras sel dermal inflamasi yang minim dan nekrosis sel yang tebal juga
luas di epidermis merupakan temuan histopatologis yang khas yang dapat ditemui
1118 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it
19 Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamain Indonesia (PERDOSKI).loc.it.
12
pada pasien dengan Sindrom Stevens-Johnson. Pemeriksaan histopatologis lain
dari kulit yang juga dapat ditemukan antara lain20:
a. Infiltrat sel mononuclear disekitar pembuluh darah dermis superfisial.
b. Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
c. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal.
d. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.
e. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
Gambar 6: Gambar histopatologi nekrolisis epidermal toksik. A: nekrosis epidermis dengan sedikit
reaksi dilapisan dermis pada stadium puncak. B. Pelepasan epidermis dari dermis
yang menyerupai lembaran .5
12
VII. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang merupakan diagnosa banding SJS 21:
1. Toxic Epydermal Necrolysis (TEN)
Penyakit ini sangat mirip dengan Sindrom Stevens- Johnson. Pada TEN
1220 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it
13
terdapat Epidemolisis (Epidermis terlepas dari dasarnya) yang menyeluruh
dan keadaan umum penderita biasanya lebih buruk/berat.
2. Eritema Multiforme
Penyakit ini mirip dengan Sindrom Stevens-Johnson. Hanya saja yang
membedakan lebih pada lesi nya. Pada eritema multiforme target lesi terdiri
dari 3 bagian yaitu bagian tangan berupa vesikel atau eritema yang keungu-
unguan dikelilingi oleh lingkar kosentris yang pucat dan kemudian lingkar
merah. Selain itu biasanya daerah yang terkena berupa daerah kulit dan
kadang-kadang selaput lendir.
3. Pemfigus Vulgaris
Berdasarkan gambaran histopatologinya dapat didefersiasi dengan
penyakit pemfigus. Pemfigus nampak sama dengan Sindrom Stevens-Johnson
hanya saja pada pemfigus perjalanan penyakitnya lambat dan lebih terlokalisasi.
Pemfigus merupakan suatu penyakit serius yang bersifat akut maupun
kronik, yang disebabkan oleh proses autoimun. Keadaan umum biasanya buruk,
lesi biasanya dimulai pada mukosa mulut, lesi tersebut biasanya berlangsung
berbulan-bulan sebelum timbul bulla generalisata. Penyakit ini tidak disertai gatal
tetapi nyeri dan rasa terbakar sering dikeluhkan oleh penderita pada daerah yang
mengalami erosi dan bulla.
13
1321 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it
14
Gambar 7: Bulla dan erosi yang luas pada pasien pemfigus vulgaris 5
4. Staphylococcal scalded skin syndrome
Epidermolisis yang terjadi pada Staphylococcus scalded skin syndrome mirip
dengan Sindrom Stevens-Johnson, hanya saja pada Staphylococcus scalded skin
syndrom epidermolisis hanya terbatas pada stratum korneum. Dari segi usia,
nekrolisis epidermal toksik muncul pada usia dewasa sedangkan staphylococcus
scalded skin syndrom muncul pada bayi dan anak-anak.
Sindrom
Stevens-
Johnson
Toxic
Epidermal
Necrolysis
Eritema
Multiforme
Pemfigus
Vulgaris
Staphylococcal
scalded skin
syndrome
-trias kelainan
-timbulnya ruam yang berkembang menjadi eritema, papula, vesikel, dan bula.- lesi target
Lesi menyerupai Sindrom Stevens-Johnson hanya total body surface yang terkena > 30% dan prognosis lebih buruk
-Target lesi terdiri dari 3 bagian yaitu bagian tengan berupa vesikel atau eritema yang keungu-unguan dikelilingi oleh lingkar
- Perjalanan
penyakitnya
lambat dan
lebih
terlokalisasi
- Keadaan
umum
biasanya
- Lesi terbatas
pada stratum
korneum
-muncul pada
bayi dan anak-
ana
15
pada Sindrom Stevens-Johnson merupakan lesi atipikal datar yang hanya memiliki 2 zona warna dengan batasan yang buruk.- makula purpura yang banyak dan luas juga ditemukan
kosentris yang pucat dan kemudian lingkar merah. -Daerah yang terkena berupa daerah kulit dan kadang-kadang selaput lendir.
buruk, lesi
biasanya
dimulai pada
mukosa
mulut, - lesi
tersebut
biasanya
berlangsung
berbulan-
bulan sebelum
timbul bulla
generalisata.
Tabel 2. Diagnosis banding Sindrom Stevens-Johnson
VIII. Penatalaksanaan
Pasien harus ditangani dengan perhatian khusus pada jalan nafas dan stabilitas
hemodinamik, status cairan, luka/perawatan luka bakar, dan kontrol nyeri.
Menghentikan penggunaan obat-obatan yang mungkin menyebabkan hal itu
adalah hal yang paling penting dalam mengobati Sindrom Stevens-Johnson karena
sulit untuk menentukan mana obat yang dapat menyebabkan masalah tersebut.22
14
Secara prinsip, dalam PERDOSKI 2011 penatalaksanaan SSJ adalah23 :
I. Hentikan obat
II. Atasi keadaan umum, terutama untuk yang berat sebagai life saving.
Terapi cairan dan elektrolit bila diperlukan
1422 Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamain Indonesia (PERDOSKI).loc.it.
16
III. Berikan obat antialergi yang paling aman dan sesuai
IV. Penatalaksanaan SCORETEN score paling baik dilakukan pada hari ke
tiga.
1. Usia >40 tahun
2. Keganasan
3. Heart rate >120
4. Presentase awal dari pengelupasan epidermal >10%
5. Kadar glukosa serum >14 mmol/L
6. Kadar bikarbonat <20 mmol/L
7. Kadar BUN > 10 mmol/L
Angka mortalitas sebagai berikut :
SCORETEN 0-1 > 3,2%
SCORETEN 2 > 12,1%
SCORETEN 3 > 35,3%
SCCORETEN 4 > 58,3%
SCORETEN 5 atau lebih >90%
Hanya pasien dengan keterlibatan kulit yang minimal dan skor 0 atau 1 yang
bisa dirawat di bangsal non-khusus, lainnya harus ditransfer ke ruang intensif
perawatan atau pusat luka bakar.
15
Perawatan suportif
Saat ini tidak ada rekomendasi standar untuk mengobati Sindrom Stevens-
Johnson. Perawatan suportif mungkin dapat di terima saat dirawat di rumah sakit
meliputi24:
1523 Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamain Indonesia (PERDOSKI).loc.it.
17
a. Pengganti cairan dan nutrisi. Karena kehilangan kulit dapat mengakibatkan
kerugian yang signifikan cairan dari tubuh, menggantikan cairan merupakan
bagian penting dari pengobatan.
b. Perawatan luka, kompres basah akan membantu menenangkan lecet saat
mereka sembuh. Tim medis akan mengeliminasi kulit mati, dan kemudian
menempatkan krim dengan anestesi topikal di atas area yang terkena, jika
diperlukan.
c. Perawatan mata, karena risiko kerusakan mata, pengobatan harus mencakup
konsultasi dengan seorang spesialis mata (ophthalmologist).
Obat-obatan yang biasa digunakan dalam pengobatan Sindrom Stevens-Johnson
meliputi:
a. Obat nyeri untuk mengurangi ketidaknyamanan
b. Antihistamin untuk meredakan gatal
c. Antibiotik untuk mengendalikan infeksi, bila diperlukan
d. Steroid topikal untuk mengurangi peradangan kulit.
Selain itu, salah satu dari jenis berikut obat yang saat ini sedang dipelajari dalam
pengobatan Sindrom Stevens-Johnson:
a. Kortikosteroid intravena
Untuk orang dewasa, obat ini dapat mengurangi keparahan gejala dan
mempersingkat waktu pemulihan jika dimulai dalam satu atau dua hari ketika
gejala muncul pertama kali. Untuk anak-anak, mereka dapat meningkatkan
risiko komplikasi. Dapat diberikan dekasametason dosis 4-6 mgx 5 perhari.
16
b. Imunoglobulin intravena (IVIG)
Obat ini mengandung antibodi yang dapat membantu sistem kekebalan tubuh
menghentikan proses timbulnya ruam yang berkembang menjadi eritema,
1624 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it
18
papula, vesikel, dan bula. IVIG 3g/Kg dalam 3 hari atau 1g/Kg perhari untuk
3 hari direkomendasikan
c. Cyclosporine
Cyclosporine adalah agen imunosupresant kuat yang secara teoritis dapat
digunakan sebagai pengobatan Sindrom Stevens-Johnson. Aktivasi dari T
Helper 2 sitokin, inhibisi dari cytotoxic dan anti apoptosis dari Fas L .
Beberapa kasus dilaporkan mengalami peringanan dengan pengobatan
cyclosporine.
IX. Prognosis
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika
disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit meliputi 50-70% permukaan
kulit, prognosisnya buruk. Jadi luas kulit yang terkena mempengaruhi
prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia. Angka
kematian antara tahun 1999-2004 (selama 5 tahun) hanya 16,0% jadi lebih tinggi
dari pada Sindrom Stevens-Johnson yang hanya 1 % karena TEN memang lebih
berat. Tingkat mortalitas pada pasien TEN meningkat pada pasien yang berusia
lebih tua dan mengenai area tubuh yang luas. 25
X. Komplikasi
Sindrom Stevens-Johnson merupakan kondisi kegawatdaruratan yang
dapat berakibat fatal. Infeksi dan kehilangan cairan serta elektrolit merupakan
keadaan yang mengancam. Nyeri yang dirasakan hampir di seluruh tubuh
membuat pasien menderita.
17
Setelah fase akut terlewati kemungkinan menyebabkan timbulnya skar
pada kornea, ulserasi kornea, uveitis kebutaan. Pada system pernapasan dapat
terjadi pneumonia Pasien Sindrom Stevens-Johnson juga sangat berisiko terkena
hipotermi. Satu diantara komplikasi yang parah adalah terkenanya epitel trakea
1725 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it
19
dan bronkial yang tejadi pada 20% pasien. Hipoksemia, hipocapnia dan alkalosis
metabolik adalah tanda penting dibutuhkannya ventilasi mekanik, ketiga kondisi
tersebut juga meningkatkan resiko kematian.23 Komplikasi pada ginjal berupa
nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan cairan bersama-sama
dengan glomerulonephritis.26
18
RINGKASAN
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan
gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang
bervariasi dari ringan sampai berat. Adapun gejala dari Sindrom Stevens-Johnson
dapat berupa batuk yang produktif dan terdapat sputum purulen, sakit kepala,
malaise, arthralgia, disertai dengan kelainan yang terjadi pada kulit, mukosa, dan
mata.
Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan
kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawatdaruratan
penyakit kulit. Sindroma ini merupakan salah satu contoh immune-complex-
mediated hypersensitivity, atau yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe III,
di mana kejadiaannya dapat diinduksi oleh paparan obat, infeksi, imunisasi,
maupun akibat paparan fisik lain kepada pasien.
1826 Djuanda A, Hamzah Mochtar, op.cit 165
20
Karena berisiko menimbulkan kematian, perawatan dan pengobatan pasien
Sindrom Stevens-Johnson sangat membutuhkan penanganan yang tepat dan cepat.
Adapun terapi yang bisa diberikan antara lain perawatan terhadap kulit dan
penggantian cairan tubuh, perawatan terhadap luka, serta perawatan terhadap
mata. Obat-obatan yang dapat diberikan antara lain, obat penghilang nyeri,
antihistamin untuk meringankan reaksi hipersensitivitas, antibiotik apabila terjadi
infeksi, dan steroid topikal untuk mengobati peradangan kulit.
Kelangsungan hidup pasien Sindrom Stevens-Johnson bergantung pada
tingkat pengelupasan kulit, di mana apabila pengelupasan kulit semakin meluas,
maka prognosisnya dapat menjadi semakin buruk. Selain itu, variabel lain seperti
dengan usia penderita, keganasan penyakit tersebut, denyut jantung, kadar
glukosa, kadar BUN dan tingkat bikarbonat juga dapat mempengaruhi
kelangsunganhiduppasien
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Allanore L Valeyrie, Roujeau Jean C. Epidermal Necrolysis (Stevens Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. In : Fitzpatricks Dermatology in General medicine. Wolff, Lowell A, A Barbara, Lefell DJ editors. Ed 7th. Newe York:Mc Graw Hill : 349-55
2. Chave TA. Mortimer NJ. Sladden MJ. Toxic Epidermal Necrolysis : Current Evidence , Practical Management and Future Directions. Available at : http://www.medscape.com/viewarticle/509807_6 . Accessed on October 28 2015
3. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007:163-5.
4. Goldsmith LA. Gilchrest BA. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8th edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York. 2012.pg: 439-448
5. Moskowitz RJ. Nikolsky Sign . 2014. Available at : http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285Accessed on October 28, 2015
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Sindrom Steven Johnson. In: Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Jakarta: 2011.263-5
7. Putra Imam B. Erupsi Obat Alergik. Available at : USU Repository : 2008.p.10. Accessed on October 27 2015
8. Siew-KT, Yong KT. Profile and Pattern of Steven Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis in a General Hospital in Singapore: Treatment Outcomes. J Acta Derm Venerol 2012;92:62-66. Departement of Dermatology, Changi General Hospital, Singapore
1