BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Dewasa ini, perkembangan dunia komunikasi berkembang dengan pesat, dimana
dapat dirasakan secara langsung pengaruhnya bagi aspek kehidupan sosial manusia
dalam menjalin suatu komunikasi sesamanya. Komunikasi sendiri dapat didefinisikan
sebagai “process through which individuals in relationships, groups, organizations, and
societies create and use information to relate with others” (Edwards, 2007), sedangkan
tujuan dari komunikasi menurut Alwi Dahlan adalah pemahaman bersama untuk tujuan
bersama, yakni kesejahteraan umum.
Saat ini, telah ada berbagai cara dan berbagai macam media untuk
berkomunikasi terutama semenjak berkembangnya internet sebagai medium baru dalam
berkomunikasi yang bahkan mampu mengaburkan batas negara. Menurut Reddick dan
Elliot King, 1996, Internet merupakan suatu jaringan komputer yang memungkinkan
pengguna komputer di seluruh dunia untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi
dengan cara menghubungkan jaringan komputer satu dengan komputer yang lain,
mengirim dan menerima file dalam bentuk teks, audio, video untuk membahas topik
tertentu sehingga saling terhubung untuk keperluan komunikasi dan informasi.
Perkembangan internet dimanfaatkan pula untuk mengembangkan media-media baru
dalam berkomunikasi, seperti Facebook, Twitter, Myspace, Yahoo Messanger, Tumblr
dan sebagainya, yang merupakan bagian dari jejaring sosial yang dikenal dengan istilah
new social media.
New social media atau media sosial baru merupakan suatu media komunikasi
yang saat ini dianggap penting sebagai bagian dari membangun, menjalin atau
memantapkan suatu hubungan intrapersonal maupun interpersonal. Hal ini sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh Ellison, Steinfield, & Lampe (2007) bahwa situs
seperti MySpace dan Facebook sebagai media sosial memungkinkan individu untuk
menampilkan diri, mengartikulasikan jaringan sosial mereka, dan membangun atau
mempertahankan hubungan dengan orang lain. Selain itu, Hampton & Wellman (2003)
1
menguatkan pernyataan ini dengan mengungkapkan bahwa telah ada bukti empiris yang
berulang kali menunjukkan bahwa teknologi komunikasi digunakan untuk
mempertahankan hubungan yang sudah ada. Ellison, Steinfield, dan Lampe (2007) pun
menunjukkan bahwa Facebook digunakan untuk menjaga hubungan online yang ada
atau memperkuat koneksi offline.
Facebook sebagai media sosial yang saat ini telah dilirik oleh perusahaan-
perusahaan sebagai media untuk mengkomunikasi apa yang mereka inginkan kepada
target audience mereka pada awalnya dirancang untuk mendukung jaringan perguruan
yang berbeda saja pada tahun 2004 (Cassidy, 2006), dimana untuk bergabung, pengguna
harus memiliki email harvard.edu terlebih dahulu, namun Dimulai pada bulan
September 2005, Facebook diperluas untuk mencakup siswa sekolah tinggi, profesional
di dalam jaringan perusahaan, dan, akhirnya, semua orang dapat mengaksesnya.
Sehingga saat ini, siapapun dapat mengakses Facebook dan dapat membuat akun
Facebook tanpa harus membayar. Fitur lain yang membedakan Facebook, yaitu
kemampuannya dalam pengembangan membangun "Aplikasi" yang memungkinkan
pengguna untuk mempersonalisasikan profil mereka. Berbicara mengenai pengguna
Facebook yang dapat mempersonalisasikan profil mereka, ini dapat diartikan bahwa ada
konsep diri yang dapat dibentuk atau dibangun oleh para pengguna sebagai identitas diri
yang dibentuk dan dibangun yang mereka tampilkan dalam aplikasi informasi profil
mereka.
Konsep diri sendiri memiliki pengertian persepsi yang stabil dalam diri manusia
mengenai dirinya sendiri. LaRossa dan Reitzes berpendapat bahwa setiap manusia
membangun konsep diri dari sebuah interaksi dan konsep diri memberikan motif
penting dalam perilaku manusia. Konsep diri dalam bahasan kali ini dapat dilihat dari
bagaimana pengguna Facebook menggunakan aplikasi-aplikasi dalam Facebook itu
sendiri. Misalnya aplikasi “Status Update”, dimana pengguna dapat menuliskan atau
mengungkapkan apa yang mereka rasakan tentang kondisi mereka saat itu dengan
meng-update status terbarunya, dan atau dalam penggunaan aplikasi “info Profil”
dimana pengguna dapat mengatur tampilan informasi profil mereka.
Informasi profil terkait dengan konsep keterbukaan identitas atau self disclosure,
yaitu dimana pengguna mengungkapkan identitas mereka dalam profil mereka, apakah
2
pengguna menampilkan seluruh informasi dirinya, atau hanya menampilkan sebagian
informasi dirinya dan atau tidak menampilkan informasi dirinya sama sekali, kemudian
apakah mereka mengungkapkan identitas yang sesungguhnya atau membuat suatu
identitas baru. Hal ini akan dinilai oleh pengguna lainnya sebagai sesame pengguna
Facebook, yang terkait dengan perceived credibility atas pengguna tersebut dimata
pengguna lainnya, sehingga menentukan bagaimana komunikasi yang akan mereka
jalin.
Pengguna Facebook sendiri di Indonesia sampai Maret tahun 2011 telah
mencapai 35 juta pengguna, yaitu menempati posisi atau peringkat kedua dengan
melampaui Inggris dan Jepang sebagai negara pelopor teknologi tak tertandingi.1 Selain
itu, berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan iCrossing, perusahaan konsultan iklan
di Inggris, pengguna Facebook di Indonesia rata-rata paling muda sedunia dimana rata-
rata pengguna Facebook di Indonesia adalah 23 tahun, sedangkan di negara berkembang
lainnya seperti Filipina, India, dan Afrika Selatan sedikit lebih tua yakni 25 tahun, dan
untuk negara maju, Inggris dan Amerika rata-rata pengguna Facebook berusia 31
tahun.2
Melihat jumlah pengguna Facebook yang memberikan informasi tentang diri
mereka sendiri, dengan sifat yang relatif terbuka informasi dan kurangnya kontrol
privasi yang ditetapkan oleh pengguna, Gross dan Acquisti (2005) berpendapat bahwa
pengguna dapat menempatkan diri pada dua risiko, yaitu offline, misalnya menguntit
dan online misalnya, mengidentifikasi pencurian.
Dari sekian banyak pengguna Facebook di Indonesia, berdasarkan pengamatan
awal peneliti terhadap beberapa akun secara acak, ternyata tidak semua akun
menampilkan informasi profil mereka secara lengkap atau terbuka sepenuhnya. Di sisi
lain secara teori, yakni teori interaksi simbolik, konsep diri itu sangatlah penting,
dimana konsep diri terbentuk dari adanya interaksi dengan orang lain, sedangkan
hubungan dapat terjalin ketika masing-masing pihak mengungkapkan identitasnya
sebagai perkenalan atau tahap awal suatu hubungan, yaitu saling mengenal dan
1 (http://id.ibtimes.com/articles/3964/20110110/jumlah-pengguna- Facebook -di- indonesia-lampaui-inggris.htm).2 (http://tekno.kompas.com/read/2011/04/07/00274410/Ratarata.Pengguna. Facebook .Ind onesia.Paling.Muda.di.Dunia)
3
berangkat dari pengenalan tahap awal dengan melihat bagaimana keterbukaan
identitasnya inilah seseorang diharapkan akan mampu melihat gambaran kredibilitas
dari lawan komunikasinya tersebut. Kemudian, hal inilah yang menjadi pertanyaan
dasar bagi kami, apakah keterbukaan indentitas atau self disclosure seperti yang telah
dijelaskan diatas berlaku pula untuk komunikasi dan jalinan hubungan seseorang
dengan orang yang lainnya di dalam Facebook dengan memicu kepada penilaian
mereka terhadap perceived credibility masing-masing.
Melihat hal ini, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara self disclosure
seseorang dalam Facebook dengan perceived credibility mereka dimata pengguna
lainnya. Berdasarkan penelitian sebelum-sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan
oleh Mazer, Murphy & Simonds (2009) bahwa adanya hubungan antara self disclosure
seseorang dalam Facebook dengan perceived credibility mereka dimata pengguna
lainnya. Maka kali ini, peneliti ingin melihat kembali hubungan tersebut, hanya saja jika
Mazer et all membahas memalui hubungan mahasiswa dengan dosennya, maka kami
ingin melihat hubungan tersebut dilihat dari sisi antara seorang pengguna Facebook
dengan pengguna lainnya, dimana melihat bagaiama pengguna Facebook yang lainnya
melihat perceived credibility seseorang melalui Facebook berdasarkan self disclosure
dalam tampilan profil Facebook mereka.
Kemudian kami juga ingin melihat berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu pria dan
wanita karena seperti yang telah diketahui berdasarkan banyaknya penelitian biologis
maupun psikologis bahwa wanita lebih emosional dibandingkan pria, dan pria lebih
rasional dibandingkan wanita.3 Peneliltian yang dilakukan oleh Bukhart (1989)
menemukan bahwa wanita dianggap penulis yang lebih baik, lebih akurat, lebih bisa
dipercaya, dan lebih kredibel serta cerdas dibandingkan dengan pria, sedangkan, Noel
dan Allen (1976) menemukan bahwa wanita untuk kategori menulis dan editorial,
kualitasnya lebih rendah dibandingkan pria, tetapi lebih dapat dipercaya dibandingkan
dengan pria.4 Penelitian lainnya, menunjukan bahwa terdapat perbedaan perceived
credibility antara pria dan wanita, misalnya pria memiliki perceived credibility yang
3 Pease, Allan dan Pease, Barbara (1999) Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps. Australia: Pease International4 Furman, Suzane. “Credibility”. http://www.usability.gov.
4
lebih tinggi mengenai pesan yang ada di website di banding wanita (Flanagan,
Metzger). Perceived credibility juga ditemukan lebih tinggi untuk pria kepada wanita
dan wanita kepada pria dibanding sesama jenis kelamin. Faktor lain yang dapat
memepengaruhi perbedaan antar sesama jenis kelamin adalah tingkat keterlibatan
seseorang terhadap suatu pesan. Untuk pria, semakin tinggi tingkat keterlibatan
seseorang akan suatu pesan semakin tinggi perceived credibility-nya. Sedangkan untuk
wanita semakin rendah tingkat keterlibatan seseorang semakin tinggi perceived
credibility-nya (Ferebee, 2007). Sehingga kami pun ingin melihat kembali hubungan
antara self disclosure seseorang dalam Facebook dengan perceived credibility mereka
berdasarkan pandangan pria dan wanita, apakah hasilnya akan berbeda atau tidak.
Selain itu, kajian di bidang komunikasi dalam media sosial baru di Indonesia belumlah
terlalu banyak, sehingga penelitian ini dirancang untuk menambah pengetahuan
mengenai kajian ilmu komunikasi di Indonesia, terutama dalam konteks komunikasi di
media sosial baru.
I.2 Rumusan Permasalahan
Dalam penelitian sebelumnya, seperti yang sempat disinggung sebelumnya,
yang dilakukan oleh Mazer, Murphy & Simonds (2009) pada mahasiswa di Amerika
Serikat, ditemukannya adanya pengaruh mediated self disclosure pendidik di kelas atau
dosen melalui Facebook terhadap persepsi mahasiswanya terhadap kredibilitas dosen
tersebut. Dimana ditemukan suatu kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat
keterbukaan identitasnya (self disclosure) melalui Facebook, semakin tinggi pula
persepsi mengenai tingkat kredibilitas dosen tersebut dimata mahasiswanya. Ada tiga
dimensi untuk melihat dan menilai kredibilitas seseorang dalam Facebook, yaitu
competence, trusthworthiness dan goodwill. Hasil penelitian Mazer et al (2009) melihat
bahwa untuk dimensi competence dan trusthworthiness ada perbedaan signifikan untuk
skor perceived credibility-nya, sedangkan untulk dimensi goodwill tidak. Pada
penelitiannya lainnya yang dilakukan oleh McCroskey dan Young (1981) di Amerika,
dimensi goodwill juga mengalami permasalahan pada validitas dimensi ini.
Melihat penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti pun ingin melihat kembali
mengenai hubungan antara mediated self disclosure dan perceived credibility. Hanya
saja peneliti menganti objek penelitiannya bukan lagi pendidik atau dosen dan siswanya,
5
melainkan ingin melihat bagaiamana penilaian yang dilakukan oleh jenis kelamin pria
dan wanita dalam menilai kredibilitas seseorang dengan melihat keterbukaan identitas
seseorang tersebut dalam Facebook. Maka dari itu, peneliti pun merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan antara pria dan wanita dalam menilai kredibilitas
berdasarkan keterbukaan identitas di Facebook?
I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ingin melihat hubungan antara keterbukaan identitas dengan
kredibilitas seseorang di Facebook dengan menggunakan metode eksperimen.
Adapun tujuan secara khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara keterbukaan identitas dengan
kredibilitas seseorang di Facebook.
2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan antara pria dan wanita khususnya
mahasiswa FISIP UI dalam menilai kredibilitas berdasarkan keterbukaan
identitas seseorang di Facebook.
I.4. Signifikansi Penelitian
Dengan rumusan masalah serta tujuan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan signifikansi sebagai berikut:
1.4.1. Signifikansi Akademis
Secara akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan serta
pengetahuan bagi penelti dan pembaca. Selain itu, penelitian ini secara khusus
memberikan penjelasan teoretis mengenai hubungan antara perceived credibility,
self-disclosure, dan social presents. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi
kajian akademis yang memperkaya referensi serta pengembangan ilmu
khususnya di bidang komunikasi.
1.4.2. Signifikansi Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi
para pengguna Facebook yang kini semakin marak, terutama terkait dengan
kredibilitasnya melalui informasi serta interaksinya dalam Facebook. Dengan
6
kredibilitas yang tinggi maka dengan sendirinya akan mendapat kepercayaan
dari orang lain kemudian mudah pula dalam menyampaikan pesan atau
informasi ke pihak lain.
7
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Jaringan Sosial online
International Networking, yang disingkat dengan kata internet merupakan dua
komputer atau lebih yang saling berhubungan membentuk jaringan komputer
sehingga meliputi jutaan komputer di dunia (internasional), yang saling berinteraksi
dan bertukar informasi.5 Menurut Reddick dan Elliot King, 1996, Internet
merupakan suatu jaringan komputer yang memungkinkan pengguna komputer di
seluruh dunia untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi satu sama lain.6
Caranya yaitu dengan menghubungkan jaringan komputer satu dengan komputer
yang lain, mengirim dan menerima file dalam bentuk teks, audio, video untuk
membahas topik tertentu sehingga saling terhubung untuk keperluan komunikasi
dan informasi. Informasi tersebut dibuat oleh penyelenggara atau pemilik jaringan
komputer atau dibuat pemilik informasi yang menitipkan informasinya kepada
penyedia layanan internet. Internet secara etimologis berasal dari kata
Interconnection Networking, artinya hubungan berbagai jaringan komputer dari
berbagai tipe dan jenis yang menggunakan alat komunikasi seperti telepon, satelit,
dan lainnya.7
Dalam internet terdapat suatu jaringan sosial atau yang biasa disebut dengan
situs jejaring sosial atau social network. Terdapat beberapa situs jejaring sosial yang
ada seperti Facebook, Myspace, Twitter, Friendster dan lainnya. Jejaring sosial ini
adalah suatu tempat atau situs dimana orang-orang atau komunitas berkumpul.
Individu yang ada di dalamnya akan saling berinteraksi dan berbagi informasi. Tiap
individu memiliki biodata atau profile tersendiri yang bisa diperlihatkan oleh
individu-individu lain yang tergabung di jejaring tersebut.
5 Daryanto, Memahami Kerja Internet, (Bandung : Yrama Widya, 2005). Hal. 226 Reddick, Randy, dan Elliot King, 1996. Internet Untuk Wartawan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 1007 http://www.sejarah-internet.com/pengertian-internet/ diakses 29-September 2011 pkl 15.45 wib
8
2.2 Facebook
Salah satu jejaring sosial yang paling populer dan banyak di gunakan saat ini di
internet adalah Facebook. Facebook awalnya merupakan suatu situs yang dibangun
oleh mahasiswa Universitas Harvard bernama Mark Zuckeberg pada tahun 2004
yang hanya dapat digunakan oleh mahasiswa Harvard. Bulan Maret 2004, Facebook
memperluas diri ke Stanford, Columbia, dan Yale. Setelah itu, Facebook menyebar
ke ribuan kampus-kampus dan sekolah tinggi di seluruh Amerika Serikat dan
menarik lebih dari 9 juta pengguna. 8 Karena situs ini berkembang sangat pesat
dengan peningkatan pengguna yang signifikan, sehingga pada tahun 2006 bulan
September, situs ini pun resmi bisa digunakan bagi masyarakat umum. Sejak saat
itu, pengguna Facebook pun lebih meningkat tajam hingga 116 %. Penetrasi pasar
Facebook sungguh mengesankan hingga dapat menarik lebih dari 80% dari populasi
sarjana di banyak perguruan tinggi.9
Facebook merupakan layanan situs jejaring sosial yang gratis. Untuk mendaftar
individu hanya tinggal mengisi formulir pendaftaran yang berisi nama, tempat
tanggal lahir, tempat tinggal, alamat email, serta password untuk log in ke situs
tersebut. Informasi yang ada bisa ditambahakan maupun dihilangkan setelah akun
baru tersebut diverifikasi.
Facebook memiliki format dan layanan yang terus diperbaharui atau di update
setiap waktu. Para penggunanya bisa membuat profile mereka, memasukkan foto-
foto, data diri, video, tulisan, bermain games, mengirim pesan pribadi dan yang
paling penting, Facebook menghubungkan individu dengan individu lainnya dalam
satu jaringan. Sehingga individu dapat bertukar informasi dan mengetahui informasi
dan kabar atau aktivitas orang lain karena profile yang ada terhubung satu sama lain.
Para pengguna dapat bebas menampilkan atau pun tidak menampilkan profilnya.
Individu bisa berteman dan berkenalan dengan yang lainnya, saling berkomentar
mengenai aktivitas terbaru dan Facebook akan mengirimkan notifikasi setiap kali
ada kegiatan baru yang berhubungan dengan individu tersebut.
8 Acquisti, Alessandro dan Gross, Ralph (2006). Imagined Communities: Awareness, Information Sharing, and Privacy on the Facebook, Pittsburgh: PET.
9 Ibid
9
2.3 The Self
Self terdiri dari dua konsep yakni identitas dan self concept. Secara lahiriah,
identitas dapat dibentuk dari jenis kelamin, ras, status ekonomi dan sebagainya.
Identitas adalah kesadaran diri berdasarkan cara seseorang menegosiasikan
kemampuan, bakat, dan peran yang diberikan oleh masyarakat. (Erickson, 1968).
Selanjutnya perkembangan diri tidak terjadi dengan sendirinya tetapi juga
dipengaruhi proses pengalaman sosial (Mead, 1934). Perkembangan identitas diri
dibagi menjadi dua tahapan yakni play dan games. Kedua tahapan ini bersinergi
dalam membentuk kesadaran diri. Dalam tahapan play seorang anak akan mengikuti
peran yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Misalnya menjadi dokter, tentara, guru
dan sebagainya. Berlanjut ke tahap berikutnya, dalam tahap games terdapat
peraturan yang harus diikuti anak. Disini anak sudah mengerti peran orang lain
(generalized others) (Mead, 1925).
Disisi lain, self concept adalah kesadaran seseorang mengenai diri sendiri dan
bagaimana perasaaan mengenai diri sendiri. (McMartin, 1995). Selain itu juga
terdapat konsep I dan me. I adalah bagaimana seseorang berperilaku terhadap orang
lain sedangkan me adalah bagaimana orang lain berperilaku terhadap dirinya.
(Mead, 1934). Kedua konsep ini membentuk bagaimana peran seseorang dalam
bermasyarakat. Terdapat beberapa konsep yang mempengaruhi bagaimana diri
berkembang. Misalnya self appraisal yang melihat terjadinya pelabelan pola
perilaku domain berdasarkan perilaku yang diterima atau ditolak oleh masyarakat.
Konsep lainya adalah looking glass self dimana penilaian orang lain dapat
berpengaruh dalam pembentukan konsep diri. Konsep berikutnya social comparison
yang melihat bahwa konsep diri seseorang tergantung dari bagaimanca cara
seseorang menghubungkan diri mereka dengan orang lain. Konsep terakhir yang
mempengaruhi perkembangan diri adalah biased scanning yakni teori yang melihat
bahwa perkembangan konsep diri yang dipengaruhi cara pandang seseorang dalam
melihat lingkungan sekitarnya untuk mencapai aspirasinya sendiri.6 Dari penelitian-
penelitian tersebut dapat dilihat bahwa kehidupan bermasyarakat sangat
mempengaruhi the self. Selain itu, manusia secara fundamental termotivasi untuk
meningkatkan dan mempertahankan hubungan dengan orang lain. (Cialdini &
Goldstein, 2004) Dari hubungan itu maka akan terbentuk identitas diri tergantung
10
kemampuan mereka dalam menyikapi lingkungan sekitar mereka (Gratz & Salem,
1984). Selanjutnya di dalam suatu kelompok masyarakat konsep diri ini berkembang
definisinya sebagai pengetahuan individu mengenai nilai-nilai dalam kelompok
tersebut. (Tajfel, quoted in Hogg & Abrams, 1988). Keanggotaan seseorang dalam
suatu kelompok bisa jadi memperkuat atau bisa juga malah melemahkan konsep diri
(Ellemers et al., 2002; Cialdini & Goldstein, 2004). Hal ini bisa terjadi tergantung
bagaimana seseorang membandingkan keanggotaannya dalam suatu kelompok
dengan keanggotaan kelompok lain.
2.4 Self disclosure
Dalam berkomunikasi dengan orang lain agar proses komunikasi berlangsung
baik, dibutuhkan latar belakang informasi masing-masing pembicara. Pengungkapan
informasi diri kepada orang lain ini disebut self disclosure. Lebih lanjut self
disclosure merupakan pengungkapan reaksi atau tanggapan diri terhadap lingkungan
sekitarnya (Johnson, 1981). Self-disclosure juga bisa dikatakan sebagai kegiatan
membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain (Morton, 1978).
Informasi ini terbagi dua, yakni deskriptif dan evaluatif. Deskriptif berarti
bagaimana seseorang menggambarkan fakta diri untuk diketahui orang lain.
Sedangkan evaluatif berarti pengungkapan pendapat mengenai kehadiran seseorang.
Self disclosure memilki dua sisi, yakni terbuka kepada orang lain dan terbuka bagi
orang lain. Apabila kedua hal ini dijalankan serentak akan menghasilkan hubungan
relasi yang baik. (Johnson, 1981). Suatu hubungan akan berjalan makin intim
apabila terdapat pembukaan diri (Altman dan Taylor, 1973). Pembukaan diri ini bisa
terjadi dipengaruhi oleh situasi yang menyenangkan (Raven dan Rubin, 2001),
kedekatan hubungan personal yang tak terlalu dekat ataupun terlalu jauh (1988),
ataupun karena perbedaan budaya (Kurt Lewin, 2001).
Dalam pengungkapannya, terdapat lima fungsi pengungkapan yakni ekspresi,
klarifikasi diri, keabsahan sosial, kendali sosial, dan perkembangan hubungan.
(Derlega dan Grzelak, 1989). Kelima fungsi pengungkapan ini berlangsung secara
bertahap. Ekspresi misalnya, saat seseorang mengalami hal yang mengecewakan
atau menyenangkan, seseorang akan menyatakan perasaannya kepada orang lain.
11
Disaat seseorang bercerita untuk mendapatkan penjelasan orang lain mengenai
masalahnya untuk membantu mengatasinya, masuk ke dalam tahapan klarifikasi
diri. Lalu saat seseorang selesai membicarakan masalahnya dan mendengar
pendapat orang lain yang bisa jadi memperkuat kedudukannya atau malah
memperlemah kedudukannya, berarti memasuki tahap keabsahan sosial.
Selanjutnya, ditahap kendali sosial yang merupakan tahapan pembenaran diri, disini
seseorang bisa jadi merahasiakan atau mengungkapkan informasi dirinya untuk
menimbulkan kesan baik yang mata orang lain.
2.5 Perceived Credibility
Perceived credibility sendiri memiliki tiga dimensi yaitu competence,
trustworthiness, dan goodwill. Competence adalah bagaimana persepsi seseorang
mengenai orang lain dilihat dari pengetahuan dan kemampuannya. Trustworthiness
adalah keyakinan seseorang dalam merasakan kebenaran pernyataan yang
diungkapkan oleh seseorang. Sedangkan, goodwill adalah tingkatan dimana
seseorang merasa ada yang peduli dengan mereka sehingga memiliki keterkaitan
yang kuat. (McCroskey dan Teven, 1997). Di sisi lain, terdapat pendapat lain dari
Aristoteles mengenai tiga dimensi dari Perceived Credibility, yakni kecerdasan,
karakter, dan niat baik. Kredibilitas sumber sangat berpengaruh dalam proses
komunikasi (McCroskey dan Young , 1981) Hal ini diperkuat dengan konsep ethos
dimana citra yang diberikan seseorang pembicara akan mempengaruhi audiens.
Untuk membangun Perceived credibility terdapat tiga elemen yang ada dalam
kehidupan sehari-hari yakni kepercayaan, keahlian, dan dinamisme (Larson, 2004).
Kepercayaan muncul dari hal-hal positif yang dilakukan di masa lalu. Kepercayaan
juga bisa muncul dari isyarat semisal kontak mata dan tatapan yang menenangkan.
Selanjutnya untuk menilai keahlian, bisa dilihat dari performa seseorang dalam
menyelesaikan tugasnya di masa lalu, Perceived credibility seseorang dapat
ditentukan dengan melihat gabungan keahlian dan latar belakang seseorang.
Sehubungan dengan kepercayaan yang bisa muncul dengan tanda-tanda non verbal,
keahlian bisa diisyaratkan dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan
memberikan pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan topik. Elemen terakhir dalam
membangun Perceived credibility adalah dinamisme atau bisa juga disebut karisma
12
yang terkadang terkait dengan penampilan fisik dimana orang yang atraktif akan
lebih menarik perhatian dibanding yang kurang atraktif.
2.6 Information Revelation
Dalam sebuah studi Carnegie Mellon, telah dilakukan penelitian pada sebanyak
lima puluh sarjana Universitas yang merupakan pengguna jejaring sosial. Govani
dan Pashley menyimpulkan bahwa pengguna umumnya merasa nyaman berbagi
informasi pribadi mereka dalam lingkungan kampus. Peserta mengatakan mereka
"tidak menyembunyikan apa pun" dan "mereka tidak benar-benar peduli jika orang
lain melihat informasi mereka." Kesamaan latar belakang juga mempengaruhi
keterbukaan informasi dalam pertemanan di jejaring sosial.
Disamping itu, sebuah studi terpisah pada lebih dari empat ribu anggota
Facebook di lembaga yang sama oleh Gross dan Acquisti, telah membandingkan
keterlihatan identitas dalam mesin pencari oleh anggota Facebook, MySpace,
Friendster. University of North Carolina Direktori, Stutzman menemukan bahwa
sejumlah besar pengguna berbagi informasi pribadi mengenai diri mereka sendiri
dalam jaringan sosial online, khususnya Facebook, yang memiliki tingkat tertinggi
dalam partisipasi kampus. Gross dan Acquisti memberikan daftar penjelasan
menunjukkan mengapa anggota Facebook begitu terbuka dalam berbagi informasi
pribadi secara online.
Tiga penjelasan yang sangat meyakinkan adalah bahwa "manfaat yang dirasakan
dari pengungkapan data dan keterlihatan data atau informasi yang lebih besar dirasa
lebih menguntungkan, daripada konsekuensi yang harus dibayar, yaitu kehilangan
privasi ", alasan lain masih berkaitan yaitu "sikap santainya pengguna atau
kurangnya minat pengguna dalam melindungi wilayah privasinya sendiri ", dan
alasan terakhir “para pengguna sangat percaya tehadap layanan jejaring sosial
tersebut dan juga percaya pada anggota atau komunitas pengguna lain di
dalamnya10. "
2.7 Trust and Privacy
10 Charnigo, Laurie dan Barnett-Ellis, Paula. (2007). Checking Out Facebook.com: The Impact of a Digital Trend on Academic Libraries. Alabama: Marchanch.
13
(Mayer, Davis, dan Schoorman, 1995) mendefinisikan kepercayaan sebagai
"kesediaan suatu pihak untuk menjadi rentan terhadap tindakan pihak lain
berdasarkan harapan bahwa yang lain akan melakukan tindakan tertentu yang
penting, terlepas dari kemampuan untuk memantau atau mengontrol pihak lain"(hal.
712). Kepercayaan adalah penentu penting berbagi informasi dan juga penting
dalam mengembangkan suatu hubungan yang baru (Fukuyama, 1995, Lewis dan
Weigert, 1985). Kepercayaan juga penting untuk membangun interaksi online yang
sukses (Coppola, Hiltz, dan Rotter, 2004, Jarvenpaa dan Leidner, 1998, Meyerson,
1996, Piccoli dan Ives, 2003). Pada e-commerce atau perdagangan jual beli melalui
internet, peneliti telah menemukan bahwa tingkat kepercayaan sangat terkait dengan
keterbukaan pengungkapan informasi (Metzger, 2004). Kepercayaan juga
merupakan komponen sentral dari teori pertukaran sosial (Roloff, 1981). Teori
pertukaran sosial menyajikan analisis manfaat interaksi sosial. Jika pertukaran
tersebut dianggap menguntungkan, maka besar kemungkinan individu akan masuk
ke dalam hubungan pertukaran atau jual beli. Kepercayaan yang tinggi akan
mengakibatkan persepsi biaya yang rendah, dan sebaliknya. Studi situasi pertukaran
interpersonal mengkonfirmasi bahwa kepercayaan merupakan prasyarat untuk self-
disclosure, karena mengungkapkan informasi pribadi yang artinya terlibat dalam
mengurangi risiko (Metzger, 2004).
Jutaan orang telah bergabung dalam situs jejaring sosial dengan membuat dan
menambahkan profil yang mengungkapkan informasi pribadi. Reputasi situs jejaring
sosial telah berkurang disebabkan oleh sejumlah insiden yang dipublikasikan oleh
media (Chiaramonte dan Martinez, 2006, Hass, 2006, Mintz, 2005, Baca, 2006).
Saat ini, pergaulan offline terasa semakin tertinggal di belakang seiring dengan
perkembangan pergaulan online dalam teknologi. Sebut saja telepon seluler dan
internet. Dan masalah privasi pun seakan tidak begitu penting dalam kehidupan
online, Privasi dalam situs jaringan sosial sering tidak diharapkan atau tidak
terdefinisi (Dwyer, 2007). Hingga akhirnya muncul insiden tidak menyenangkan
dalam ranah privasi seseorang. Oleh karena itu situs jejaring sosial memerlukan
kebijakan eksplisit dan mekanisme perlindungan data dalam rangka memberikan
14
tingkat privasi yang sama dalam kehidupan sosial offline maupun dalam kehidupan
nyata. 11
2.8 Implikasi Privasi
Setiap jejaring sosial mempunyai sistem keamanannya tersendiri untuk
melindungi si pengguna dari hal-hal yang tidak diinginkan melalui penggunaan
informasi secara tidak bertanggung jawab oleh pihak-pihak tertentu maupun
masalah lainnya. Hal ini terkait dengan masalah privasi. Pada saat mendaftarkan
diri pada akun Facebook atau akun jejaring lainnya, pasti selalu ada perjanjian yang
harus di baca dan disetuji oleh pengguna jaringan untuk dapat tergabung dalam
jejaring tersebut. Seringkali individu yang mendaftarkan dirinya atau membuat akun
baru, merasa malas membaca keseluruh perjanjian karena dirasa “aman-aman” saja
bersosialisasi dan berbagi informasi di situs tersebut. Padahal, jika diperhatikan
lebih lanjut, sebenarnya pihak jejaring sosial sama sekali tidak bertanggung jawab
dalam melindungi informasi dan kejadian tidak dinginkan selama penggunaan situs
mereka. Pihak pengguna pun merasa tidak terlalu peduli dengan informasi yang bisa
di akses orang banyak, tidak peduli siapapun orangnya dan apa niat dibaliknya. Hal
ini karena individu sudah merasa aman, dan layanan yang di sediakan sudah cukup
memfasilitasi individu untuk melakukan proteksi tersendiri terhadap akunnya
mengenai apa yang bisa dilihat di publik, ataupun yang tidak bisa dilihat secara
umum.
Kemudahan bergabung dan memperluas jaringan individu, dan kurangnya
langkah-langkah keamanan dasar di situs jejaring merupakan hal yang paling
membuat mudah untuk pihak ketiga seperti hacker untuk mengakses data pengguna.
Banyak kasus yang terjadi mengenai implikasi dari privasi, contohnya tahun 2003,
LiveJournal menerima setidaknya lima laporan dari ID atau akun yang dibajak per
hari. Suatu informasi akan digunakan tergantung pada informasi yang sebenarnya
disediakan oleh pengguna itu sendiri - yang mungkin, dalam kasus tertentu, sangat
luas dan intim. Risiko yang terjadi pun berkisar dari pencurian identitas, menguntit
11 Dwyer, Catherine, Roxanne H, Starr dan Passerini, Katia. (2007). Trust and privacy concern within social networking sites: A comparison of Facebook and MySpace. Colorado: Proceedings of the Thirteenth Americas Conference on Information Systems.
15
secara online dan fisik; sampai pemerasan. Namun, ada beberapa yang percaya
bahwa situs jejaring sosial juga dapat menawarkan solusi untuk masalah privasi
online. Dalam sebuah wawancara, Tribe.net CEO Mark Pincus mencatat bahwa
“jejaring sosial memiliki potensi untuk membuat perintah cerdas dalam mengatasi
resiko, yaitu dengan membiarkan Anda mengelola dalam menampilkan dan
membuat profile diri secara bijaksana dan mengatur proteksi atas siapa saja yang
bisa berhubungan dan melihat profil Anda12.
2.9 Perbedaan pria dan wanita
Terdapat perbedaan antara pria dan wanita dalam menilai sesuatu. Hal ini dilihat
dari perkembangan otak mereka yang berbeda. Otak wanita lebih berkembang
dalam kinerja memori, kemampuan mengartikan bahasa tubuh dan perasaan
seseorang. Sedangkan otak pria memiliki kemampuan lebih dalam persepsi, logika,
perkiraan dan kemampuan melihat gambar tiga dimensi13 Wanita lebih emosional
dalam hubungan dibandingkan pria yang lebih egois. Perbedaan ini tidak
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka tapi karena perbedaan biologis
mereka.14 Perbedaan perkembangan otak ini berdampak dalam kehidupan sosial
mereka. Saat melihat permasalahan, pria akan menawarkan penyelesaian tanpa
memperdulikan perasaan orang lain, sedangkan wanita cenderung memberikan
nasihat-nasihat tertentu. Di saat-saat yang penuh ketegangan, pria akan berusaha
menarik diri sedangkan wanita akan berusah membuka diri membicarakan
permasalahan. Pria akan termotivasi saat merasa dibutuhkan sedangkan wanita akan
termotivasi saat dihargai.15 Perbedaan ini juga terbawa dalam kehidupan mereka
dalam penggunaan media sosial. Dominasi wanita di media sosial lebih tinggi
dibanding pria.16 Hal ini diakibatkan oleh keinginan wanita untuk selalu dekat
dengan teman dan keluarga lebih tinggi dibanding pria.
12 Acquisti, Alessandro dan Gross, Ralph. (2005). Privacy and information revelation in online social networks. Pittsburgh: Workshop on Privacy in the Electronic Society.13 Pearlson, Godfrey et al. Sex differences in the inferior parietal lobule. Cerebral Cortex, 1999, 9:896-901.14 Pease, Allan dan Pease, Barbara (1999) Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps. Australia: Pease International 15 Gray, John. (1992). Men from Mars, Woman from Venus, New york: Harper Collins. 16 http://www.prweb.com/releases/2011/9/prweb8819065.htm 12.20 30 oktober2011
16
Dalam penilaian perceived credibility, terdapat perbedaan antara pria dan
wanita. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa penelitian. Misalnya pria memiliki
perceived credibility yang lebih tinggi mengenai pesan yang ada di website di
banding wanita (Flanagan, Metzger). Perceived credibility juga ditemukan lebih
tinggi untuk pria kepada wanita dan wanita kepada pria dibanding sesama jenis
kelamin. Faktor lain yang dapat memepengaruhi perbedaan antar sesama jenis
kelamin adalah tingkat keterlibatan seseorang terhadap suatu pesan. Untuk pria,
semakin tinggi tingkat keterlibatan seseorang akan suatu pesan semakin tinggi
perceived credibility-nya. Sedangkan untuk wanita semakin rendah tingkat
keterlibatan seseorang semakin tinggi perceived credibility-nya (Ferebee, 2007).
17
BAB 3
METODOLOGI
3.1. METODE PENELITIAN
3.1.1. Paradigma Penelitian
Dalam ilmu social deikenal adanya tiga paradigm penelitian, yakni
positivis, konstrukstivis, dan kritis. Paradigm positivis mengacu pada cara
berpikir yang melihat ilmu social sebagai metode yang terorganisir dalam
mengkombinasikan logika deduktif dengan observasi empiris yang tepat dari
perilaku individu dalam upaya untuk menemukan dan mengkonfirmasi
serangkaian aturan kausal yang mungkin, sehingga dapat digunakan untuk
memprediksi pola umum dari aktivitas manusia (Neuman : 2003). Paradigm ini
bebas nilai, sehingga menuntut peneliti untuk objektif.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigm positivis. Peneliti
ingin menilai kausalitas antara keterbukaan identitas di jejaring social (dalam hal
ini Facebook) terhadap kredibilitas seseorang. Pengukuran kredibilitas akan
diukur secara seragam menggunakan ukuran-ukuran yang ditentukan melalui
dimensi-dimensi konsep.
3.1.2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif mempunyai pola bebas nilai, deduktif, dan bertujuan mencari
kebenaran yang berlaku umum. Data yang disajikan berupa data statistik dari
hasil pengukuran secara matematis. Variabel-variabel penelitian dengan
pendekatan kuantitatif biasanya diukur dengan hypothetic deductive method
yaitu penelitian yang melibatkan pengujian hipotesis dimana hipotesisnya
dideduksi dari hipotesis lain yang tingkat abstraksinya lebih tinggi. Dengan kata
lain, dalam pendekatan kuantitatif peneliti harus berangkat dari teori atau konsep
yang sudah ada.
Pendekatan ini cocok menggunakan pendekatan kuantitatif karena
penelitian ini menggambarkan kausalitan antara keterbukaan identitas dan
kredibilitas seseorang. Variable keterbukaan identitas akan menjadi sebab dan
18
variable kredibilitas akan menjadi akibat. Variabel-variabel dalam penelitian ini
akan diukur dalam besaran angka. Sampel dari penelitian ini akan diatur
sedemikian rupa sehingga bisa mewakili suatu populasi. Dengan semikian hasil
penelitian ini adalah hukum yang berlaku secara universal.
3.1.3. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif berusaha
menjelaskan bagaimana suatu fenomena social bisa terjadi. Dalam penelitian ini,
peneliti ingin menjelaskan bagaimana seseorang mengukur kredibilitas orang
lain berdasarkan keterbukaan identitas dalam Facebook.
Berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini bersifat cross sectional.
Artinya, penelitian ini hanya mengambil suatu gejala social di waktu tertentu.
Peneliti meneliti tentang pengaruh keterbukaan identitas di Facebook terhadap
kredibilitas seseorang hanya pada satu waktu tertentu. Peneliti tidak melakukan
pembandingan dengan orang-orang terdahulu ataupun dengan fenomena lain
yang terjadi pada waktu berlainan. Peneliti juga tidak meneliti gejala ini secara
temporer atau melakukan pengujian kembali pada selang waktu tertentu.
Secara teknik pengumpulan data, penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen. Dalam penelitian eksperimen, responden akan diberi treatment
dalam sebuah ruangan khusus. Responden akan diberi treatment berupa tampilan
beberapa halaman info profil pada beberapa akun Facebook. Kemudian,
responden akan diberi kuesioner untuk mengukur kredibilitas pemilik akun-akun
yang ditampilkan.
3.2. SUBJEK PENELITIAN
3.2.1. Unit Analisis
Unit analisis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah individu.
Individu adalah unit yang paling sering diteliti dalam penelitian social. Hal ini
karena individu terkait langsung dengan interaksi social, sehingga perilakunya
dapat mewakili individu-individu lain dalam masyarakat.
19
3.2.2. Populasi
Populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri-ciri dan kualitas sama
yang ditetapkan peneliti. Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini harus
memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1. Laki-laki dan perempuan berusia 19-22 tahun.
2. Mempunyai akun Facebook.
3. Aktif dalam menggunakan Facebook
Berdasarkan kriteria di atas maka peneliti memilih mahasiswa FISIP UI S1
Reguler angkatan 2009-2011 sebagai populasi dalam penelitian ini. Total
mahasiswa aktif dalam populasi tersebut adalah 7912 mahasiswa.
3.2.3. Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang digunakan sebagai subjek
penelitian. Jumlah sampel dari penelitian ini adalah 50 orang yang dipilih
dengan menggunakan metode nonprobabilita (quota sampling) berdasarkan jenis
kelamin mengingat dalam penelitian ini peneliti juga ingin melihat perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dalam memaknai kredibilitas berdasarkan
keterbukaan identitas di Facebook. Peneliti menentukan jatah untuk masing-
masing jenis kelamin adalah 25 responden.
3.3 METODE PENGUMPULAN DATA
3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden
melalui proses penelitian. Data primer dalam penelitian ini diambil dari melalui
eksperimen yang dilakukan kepada responden dengan menggunakan kuesioner.
Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan tertutup dengan alternatif jawaban yang
sudah disediakan. Pertanyaan tertutup meminimalisir variasi jawaban yang
mungkin timbul, sehingga akan mempermudah peneliti dalam menganalisis.
Jawaban dalam kuesioner dibuat dalam skala Semantic differential.
20
3.3.2 Data Sekunder
Berbeda dengan data primer, data sekunder tidak diperoleh secara
langsung dari responden melainkan dari sumber. Data ini biasanya berupa data
jadi yang siap untuk disajikan. Data ini biasanya digunakan sebagai data
pendukung penelitian. Oleh karena itu, data sekunder harus berasal dari sumber
yang kredibel.
Dalam penelitian ini, peneliti pun menggunakan data sekunder sebagai
data pendukung. Peneliti mengambil data sekunder ini dari sumber yang
kredibel seperti buku, jurnal, dan website berbayar.
3.4 METODE ANALISIS DATA
3.4.1 Analisis Data Univariat
Merupakan analisis awal untuk menguji karakteristik sampel. Data yang
dianalisis dalam analisis univariat ini adalah data demografi yang terdiri
dari angkatan, jurusan, dan jenis kelamin.
3.4.2 Analisis Data Bivariat
Analisis data bivariat digunakan untuk menguji perbedaaan perceived
credibility antara kelompok sampel (pria dan wanita). Pengukurannya
menggunakan uji ANOVA.
3.5 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
3.6.1 Validitas
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
alat ukur dalam melakukan fungsinya (Saifuddin Azwar, 2002:7).
Walizer dan Wienir, 1991 juga mendefinisikan validitas sebagai berikut,
validitas merupakan tingkat kesesuaian antara suatu batasan konspetual
yang diberikan dengan batsan operasional yang dikembangkan Validitas
dibedakan menjadi tiga jenis yakni validitas isi (content validity),
validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity) dan validitas
konstruk. Suatu penelitian dikatakan memiliki validitas tinggi apabila
instrument yang digunakan memberikan hasil ukur sesuai dengan
21
maksud pengukuran. Sebaliknya, validitas penelitian dikatakan rendah
apabila instrument pengukur memberikan hasil pengukuran yang jauh
berbeda dengan maksud pengukuran.
3.6.2 Reliabilitas
Reliabilitas menurut Bailey (1987) adalah “the consistency of a
measure” atau dengan kata lain reliabilitas adalah tingkatan sejauh mana
pengukuran yang dilakukan mendapatkan hasil yang konsisten. Neuman
(2006) mengatakan bahwa relaibilitas penelitian dapat disepadankan
dengan konsistensi dalam penelitian. Pada penelitian kuantitatif, terdapat
measurable reliability, yaitu keterandalan pengukuran dimana hasil
penelitian yang reliabel pengukurannya itu adalah yang konsisten dan
tidak berubah-ubah jika diukur berulang kali (Neuman, 2006).
Uji reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
teknik Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS. Nilai
Alpha Cronbach yang menyatakan bahwa sebuah pengukuran dikatakan
adalah lebih besar dari 0,5. Setelah diperoleh hasil perhitungan yang
tepat, kemudian disesuaikan dengan kaidah yang berlaku untuk
mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas alat tes tersebut yang dapat
dilihat dalam table kaidah reliabilitas. Menurut Guilford (Kuncono,
2004:27) merumuskan kriteria koefisian reliabilitas sebagai berikut:
Tabel Kaidah Reliabilitas Menurut Guilford
Kriteria Koefisien reliabilitas
Sangat reliabel >0.9
Reliabel 0.7-0.9
Cukup reliabel 0.4-0.7
Kurang reliable 0.2-0.4
Tidak reliabel <0.2
22
3.6 OPERASIONALISASI KONSEP
3.6.1 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah self disclosure. Self
disclosure dalam Facebook oleh peneliti dikategorisasikan menjadi tiga
yaitu terbuka, semi terbuka/tertutup, dan tertutup. Self disclosure terbuka
ditandai dengan pemilik akun Facebook menampilkan info profil secara
lengkap mulai dari pendidikan, aktivitas dan minat, informasi umum,
informasi kontak, filsafat, seni dan hiburan, dan pendidikan dan
pekerjaan. Self disclosure semi terbuka ditandai dengan pemilik akun
hanya membuka sebagian informasi yang bisa diakses secara umum di
Facebook. Selanjutnya, self disclosure tertutup ditandai dengan pemilik
akun merahasiakan seluruh informasi pada info profilnya kepada umum.
Variabel Independen : Self disclosure
Variabel Dimensi Indicator
Self disclosure Terbuka Menampilkan info profil
secara lengkap
(pendidikan pekerjaan,
aktivitas dan minat,
informasi umum,
informasi kontak,
filsafat, seni dan
hiburan)
Semi Terbuka Membuka sebagian
informasi.
Tertutup Sama sekali tidak mau
membuka informasi.
3.6.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perceived credibility atau
penilaian khalayak terhadap kredibilitas seseorang dilihat dari
kompetensi, keterpercayaan, dan kemauan baiknya. Perceived credibility
23
dalam penelitian ini dibagi lagi menjadi dua dimensi yakni competence
dan trustworthiness. Kedua dimensi tersebut kemudian dijabarkan
menjadi indikator-indikator yang relevan. Indikator tersebut nantinya
akan disusun menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian tertutup dengan
pengukuran menggunakan skala semantic differential.
Variabel Dependen : Perceived Credibility
Variabel Dimensi Indikator Skala
Perceived
CredibilityCompetence
1. Berwawasan
sempit/
Berwawasan Luas
2. Berpengalaman
sedikit/
berpengalaman
banyak
3. Pintar/Bodoh
4. Terampil/Tidak
terampil
5. Soliter/sosialita
Interval
Semantic-differential
Trustworthiness
1. Jujur/bohong
2. Terhormat/tidak
terhormat
3. Bermoral/tidak
bermoral
4. Sederhana/rumit
5. Favorable/
unfavorable
Interval
Semantic-differential
3.7 Prosedur Penelitian
Untuk eksperimen ini peneliti menyiapkan 3 akun Facebook yang
berbeda tingkat self disclosurenya dengan ketentuan keterbukaan seperti
yang dijelaskan pada operasionalisasi konsep self disclosure. Ketiga akun
24
tersebut adalah akun milik Nathaniel Narendra, Daniel Syailendra, dan Fery
Narwestu. Akun Nathaniel Narendra dikategorikan memiliki self disclosure
terbuka dengan menampilkan seluruh info profile secara utuh, sedangkan
akun Daniel Syailendra dikategorikan self disclosure semi terbuka/tertutup
dengan hanya menampilkan sebagian info Facebook. Akun ketiga milik Fery
Narwestu dikategorikan self disclosure tertutup dengan tidak menampilkan
info profil sama sekali.
Responden diberikan diberi tampilan akun Facebook Nathaniel Narendra
kemudian diminta mengisi kuesioner bagian 1 yang telah disediakan oleh
peneliti. Setelah selesai, responden diberi tampilan akun Daniel Syailendra
kemudian diminta mengisi kuesioner bagian 2. Selanjutnya akun ketiga
milik Fery Narwestu ditampilkan dan responden diminta untuk mengisi
kuesioner bagian 3. Treatment ini dilakukan sama kepada 50 responden baik
laki-laki maupun perempuan.
3.8 HIPOTESIS
3.8.1 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh self disclosure terhadap perceived credibility di
Facebook.
2. Ada perbedaan antara pria dan wanita dalam menilai perceived credibility
berdasarkan self disclosure di Facebook.
3.8.2 Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1(1) : Terdapat pengaruh self disclosure terhadap perceived credibility di
Facebook.
Ho(1) : Tidak terdapat pengaruh self disclosure terhadap perceived credibility
di Facebook.
H1(2) : Terdapat perbedaan skor signifikan antara pria dan wanita dalam
menilai perceived credibility berdasarkan self disclosure di Facebook.
25
Ho(2) : Tidak terdapat perbedaan skor signifikan antara pria dan wanita dalam
menilai perceive credibility berdasarkan self disclosure di Facebook.
BAB IV
ANALISI DAN INTERPRETASI DATA
26
4.1 Analisis Data
Data yang diolah dalam penelitian ini didapat dari 50 kuesioner yang dibagikan
oleh peneliti. Data-data tersebut kemudian diolah menggunakan software
pengolahan data SPSS 17.0.
4.1.1 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen
Peneliti melakukan pengujian reliabilitas dan validitas pada tingkat
dimensi. Dimensi-dimensi tersebut adalah competence dan
trustworthiness.
4.1.1.1 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Competence
Dari uji reliabilitas dimensi competence diperoleh nilai Alpha
Cronbach sebesar 0,720. Dari 5 indikator yang diuji hanya indikator
solidaritas yang mempunyai nilai koefisien Alpha di atas 0,720. Jika
indikator solidaritas dihapus nilai Alphanya menjadi 0,746. Akan
tetapi, peneliti memutuskan untuk tidak menghapus indikator ini
karena dinilai tidak terlalu signifikan mempengaruhi hasil
penghitungan penilaian Alpha Cronbach. Selain itu, tanpa
menghapus indikator ini, nilai Alpha dari dimensi Competence dinilai
sudah reliabel.
Selanjutnya peneliti melakukan uji validitas pada dimensi
competence. Uji validitas ini diukur melihat nilai KMO (Kaiser-
Mayers-Olkin). Nilai KMO dari dimensi competence di atas 0,5 dan
signifikansi 0,000 dengan Measure of Adequacy di atas 0,5. Angka
ini menunjukkan bahwa variable ini valid dan dapat dianalisis lebih
lanjut dengan analisis faktor. Oleh karena dimensi competence tidak
memiliki subdimensi.
Nilai TVE (Total Variance Explained) pada dimensi ini adalah
49,785 %. Angka ini menunjukkan bahwa dimensi competence
mampu menerangkan variable Perceived credibility sebesar 49,785
%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.
27
4.1.1.2 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Trustworthiness
Selain competence, dimensi yang diuji dalam penelitian ini
adalah trustworthiness. Dari uji reliabilitas dimensi Trustworthiness
diketahui nilai Alpha Cronbachnya sebesar 0,704. Dari 5 pertanyaan
yang diajukan hanya pertanyaan tentang “sederhana” yang
mempunyai nilai Alpha di atas 0,704. Jika pertanyaan ini dihapus,
maka nilai Alphanya menjadi 0,840. Peneliti memutuskan untuk
tidak menghapusnya karena tanpa menghapus pertanyaan tersebut
nilai Alpha dari dimensi Trustworthiness dinilai sudah cukup
reliabel.
Hasil uji validitas pada dimensi Trustworthiness menunjukkan
angka KMO diatas 0,5 dengan signifikansi 0,000 dan MSA di atas
0,5. Angka ini menunjukkan bahwa indikator pada dimensi
Trustworthiness valid dan dapat dilakukan uji analisis faktor. Akan
tetapi, dimensi Trustworthiness tidak memiliki sub dimensi sehingga
tidak perlu dilakukan analisis faktor.
Dimensi Trustworthiness mempunyai nilai TVE sebesar 55,589
%. Artinya, dimensi ini dapat menjelaskan variable Perceived
credibility sebesar 55,589%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh hal-
hal lain.
4.1.2 Hasil Uji Univariat
Pada bagian ini akan dijelaskan data demografis responden
berdasarkan jenis kelamin, tahun angkatan dan jurusan untuk mengetahui
keberagaman responden.
4.1.2.1 Data Jenis Kelamin
Tabel Data Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah Presentase
28
Laki-laki 25 50%Perempuan 25 50%Tidak menyebutkan
0 0%
Total 50 100%
Dalam penelitian ini data jenis kelamin sangat seimbang yakni 25
orang laki-laki (50%) dan 25 orang perempuan 50%. Dan tidaka ada
yang tidak menyebutkan jenis kelamin. Berdasarkan data diatas
jumlah data yang valid adalah 50 orang.
4.1.2.2 Data Tahun Angkatan
Tabel Tahun angkatan
Tahun angkatan Jumlah Presentase
2011 7 14%2010 19 38%2009 18 36%2008 6 12%Tidak menyebutkan
0 0%
Total 50 100%
Responden dalam penelitian ini terbagai menjadi 4 tahun angkatan,
yakni 2011 sebanyak 7 orang (14%), tahun angkatan 2010 sebanyak
19 orang (38%), tahun angkatan 2009 mencapai 18 orang (36%) dan
terakhir tahun angkatan 2008 sebanyak 6 orang (12%). Tidak ada
responden yang tidak menyebutkan tahun angkatannya sehingga data
yang valid adalah 50 orang.
4.1.2.3 Data Jurusan
Tabel Data Jurusan
29
Jurusan Jumlah PresentaseKomunikasi 9 18%Kesejahteraan sosial 4 8%Administrasi 10 20%Politik 5 10%Hubungan Internasional
6 12%
Kriminologi 6 12%Sosiologi 4 8%Antropologi 6 12%Tidak menyebutkan 0 0%Total 50 100%
4.1.3 Hasil Uji Bivariat
Dalam penelitian ini kami menggunakan uji ANOVA untuk menguji
korelasi jenis kelamin dengan perceived credibility di Facebook dilihat
dari self disclosure. Dalam kuesioner yang kami ajukan, kami
menggunakan skala semantic differential dengan skala 1-7. Dari uji
deskriptif anova yang dilakukan diketahui bahwa baik pria dan wanita
dalam meloihat perceived credibility seseorang tidak terlalu dipengaruhi
oleh self disclosurenya di Facebook. Ini dibuktikan dengan nilai mean
yang didapat berkisar di antara 4 yang mana angka tersebut adalah nilai
tengah karena kami menggunakan skala semantic differential 1-7. Untuk
pria dalam melihat perceived credibility pada self disclosure terbuka
sebesar 4,72, semi terbuka 4,51, dan tertutup 4,11. Sedangkan, wanita
menilai perceived credibility pada self disclosure terbuka sebesar 4,61,
semi terbuka 4,73, dan tertutup 3,82.
30
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum MaximumLower Bound Upper Bound
terbuka pria 25 4.7200 .70000 .14000 4.4311 5.0089 3.70 7.00
wanita 25 4.6120 .80173 .16035 4.2811 4.9429 3.00 5.60
Total 50 4.6660 .74686 .10562 4.4537 4.8783 3.00 7.00
semi_ter
buka
pria 25 4.5160 .62761 .12552 4.2569 4.7751 3.60 5.90
wanita 25 4.7320 1.00113 .20023 4.3188 5.1452 2.80 8.50
Total 50 4.6240 .83411 .11796 4.3869 4.8611 2.80 8.50
tertutup pria 25 4.1120 .84426 .16885 3.7635 4.4605 2.40 5.80
wanita 25 3.8200 .76757 .15351 3.5032 4.1368 1.60 4.90
Total 50 3.9660 .81205 .11484 3.7352 4.1968 1.60 5.80
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
terbuka Between Groups .146 1 .146 .257 .614
Within Groups 27.186 48 .566
Total 27.332 49
semi_terbuka Between Groups .583 1 .583 .835 .365
Within Groups 33.508 48 .698
Total 34.091 49
tertutup Between Groups 1.066 1 1.066 1.637 .207
Within Groups 31.246 48 .651
Total 32.312 49
Hasil Uji ANOVA juga menunjukkan nilai signifikansi perbedaan antara
pria dan wanita dalam melihat perceived credibility berdasarkan self
disclosure di Facebook. Untuk self disclosure terbuka nilai
sighifikansinya 0,614, semi terbuka 0,365, dan tertutup 0,207.
4.1.4 Interpretasi Data
31
Hipotesis kerja 1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada
pengaruh signifikan self disclosure di Facebook terhadap perceived
credibility”. Akan tetapi, hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan yang
tidak signifikan antara self disclosure terbuka, semi terbuka/tertutup, dan
tertutup. Nilai mean masing-masing adalah terbuka 4,6660, semi
terbuka/tertutup 4,6240, dan tertutup 3,9660. Selisih nilai-nilai tersebut
<1, sehingga kami menyimpulkan perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Jadi hipotesis kerja pertama kami ditolak. Hasilnya adalah tidak ada
pengaruh signifikan antara self disclosure di Facebook terhadap
perceived credibility.
Hipotesis kerja 2 yang kami ajukan adalah “terdapat perbedaan
skor signifikan antara pria dan wanita dalam menilai perceived
credibility berdasarkan self disclosure di Facebook”. Akan tetapi, hasil
uji ANOVA menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara pria
dan wanita dalam memandang perceived credibility berdasarkan self
disclosure di Facebook. Pada self disclosure terbuka nilai signifikansinya
0,614, semi terbuka 0,365, dan tertutup 0,207. Dalam uji ANOVA nilai
signifikansi dinyatakan signifikan apabila nilainya di bawah 0.05. Maka
kami menyimpulkan perbedaannya tidak signifikan. Jadi, hipotesis kerja
kami ditolak. hasilnya adalah tidak terdapat perbedaan skor signifikan
antara pria dan wanita dalam menilai perceived credibility berdasarkan
self disclosure di Facebook.
32
BAB 5
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak terdapat perbedaan perceived credibility yang signifikan antara pria dan wanita
dalam melihat subjek yang sama. Selain itu tidak terdapat perbedaan perceived
credibility antara Facebook dengan informasi yang terbuka, semi terbuka dan tertutup.
Pada pria ditemukan urutan perceived credibility dari yang tinggi sampai yang rendah
adalah informasi terbuka, informasi semi terbuka dan informasi tertutup. Sedangkan
untuk wanita tingkat perceived credibility dari tinggi ke rendah lebih kompleks dengan
urutan informasi semi terbuka, informasi terbuka dan terakhir informasi tertutup.
Kesamaan terjadi antara pria dan wanita dalam tingkat perceived credibility yang
rendah bagi informasi tertutup.
5.1.1 Implikasi akademis
Karena penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pria
dan wanita, sehingga penelitian ini tidak terdapat implikasi akademis yang berarti.
Penlitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan apabila ada peneliti lain yang ingin
meneliti tentang perbedaan dalam memandang perceived credibility seseorang melalui
self disclosure info Facebook
5.1.2 Implikasi Praktis
Tidak ditemukannya perbedaan signifikas antara perceived credibility wanita dengan
pria. Sehingga akan lebih baik jika peneliti selanjutnya mencoba menelaah lebih jauh
dengan metode yang lain.
33
5.2.1 Rekomendasi Praktis
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tidak adanya perbedaan signifikan antara
perceived credibility pria dengan wanita melalui mediated self disclosure menggunakan
Facebook yang dilihat hanya berdasarkan info.
5.2.2 Rekomendasi Akademis
Peneliti selanjutnya bisa meneliti dengan melihat aspek lain, seperti melihat Facebook
secara keseluruhan dari akun, atau melihat dari segi foto-foto saja. Peneliti selanjutnya
juga bisa meneliti dari social media yang lain seperti self disclosure seseorang di
Twitter atau Blog.
34
Daftar Pustaka
Charnigo, Laurie dan Barnett-Ellis, Paula. (2007). Checking Out Facebook.com:
The Impact of a Digital Trend on Academic Libraries. Alabama: Marchanch.
Hewitt, Anne dan Forte, Andrea. (2006) Crossing Boundaries: Identity
Management and Student/Faculty Relationships on the Facebook. Georgia: GVU
Center.
Arrington, Michael (2005). 85% of college students use Facebook. TechCrunch.
Acquisti, Alessandro dan Gross, Ralph (2006). Imagined Communities: Awareness,
Information Sharing, and Privacy on the Facebook, Pittsburgh: PET.
Acquisti, Alessandro dan Gross, Ralph. (2005). Privacy and information revelation
in online social networks. Pittsburgh: Workshop on Privacy in the Electronic Society.
Stutzman, Frederic. (2006). An evaluation of identity-sharing behavior in social
network communities. Chapel Hill: School of Information and Library Science,
University of North Carolina.
Flanagan, A. & Metzger, M. (2003). The perceived credibility of personal web
page information as influenced by the sex of the source. Computers in Human
Behavior,19(6). 683-701.
Ferebee, S. (2207). An examination of the influences of involvement level of web
credibility of web sites. In de Kort, Y. IJsselsteijn, W., Midden, C., Eggen, B
Laraqui, Jawad. (2007). Activity Based Interfaces in Online Social Networks.
Massachusetts: Massachusetts Institute of Technology.
Dwyer, Catherine, Roxanne H, Starr dan Passerini, Katia. (2007). Trust and
privacy concern within social networking sites: A comparison of Facebook and
MySpace. Colorado: Proceedings of the Thirteenth Americas Conference on
Information Systems.
35
Chun Ho, Kevin Lo. (2006). Perceived Credibility, Loneliness, and Self-disclosure
on Blogs. Hong Kong: The Chinese University of Hong Kong.
Pearlson, Godfrey et al. Sex differences in the inferior parietal lobule. Cerebral
Cortex, 1999, 9:896-901.
Pease, Allan dan Pease, Barbara (1999) Why Men Don't Listen and Women Can't
Read Maps. Australia: Pease International
Gray, John. (1992). Men from Mars, Woman from Venus, New york: Harper
Collins.
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Derlega, Valerian J dan Berg, John H. (1987) Self-disclosure: theory, research, and
therapy. New York: Plenum Press
Honess, Terry dan Yardley, Krysia. (1987). Self and identity: perspectives across
the lifespan. New York: Routledge & Kegan Paul Inc.
(http://id.ibtimes.com/articles/3964/20110110/jumlah-pengguna-Facebook-di-
indonesia-lampaui-inggris.htm).
(http://tekno.kompas.com/read/2011/04/07/00274410/
Ratarata.Pengguna.Facebook.Indonesia.Paling.Muda.di.Dunia)
Pease, Allan dan Pease, Barbara (1999) Why Men Don't Listen and Women Can't
Read Maps. Australia: Pease International
Furman, Suzane. “Credibility”. http://www.usability.gov
36
Lampiran kuesioner
Selamat sore teman-teman FISIP UI, terima kasih atas kesedian teman-teman
untuk bisa hadir dalam ruangan ini. Kami sekelompok mahasiswa S1 Regular
Komunikasi ingin melakukan penelitian mengenai self disclosure dalam facebook dalam
pengaruhnya terhadap perceived credibility. Penelitian ini kami lakukan dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Komunikasi 1.
Mohon teman-teman mengisi isian di bawah ini dengan sejujur-jujurnya tanpa
terpengaruh pihak lain setelah melihat ketiga akun facebook yang telah diperlihatkan
sebelumnya. Semua data yang diberikan dalam kuesioner ini akan dijamin
kerahasiaannya.
Sekali lagi, terima kasih atas partisipasinya J
Data diri :
1. Nama lengkap :
2. Jurusan :
3. Angkatan :
4. Usia :
Setelah melihat facebook Nathaniel, silahkan melingkari pendapat anda mengenai Nathaniel dibawah ini
Dimensi kompetensi
1 2 3 4 5 6 7 37
Berwawasan sempit - - - - - - - Berwawasan luas
Pengalaman sedikit - - - - - - - Pengalaman banyak
Bodoh - - - - - - - pintar
Tidak terampil - - - - - - - terampil di bidangnya
Soliter - - - - - - - sosialita
Dimensi trustworthiness
1 2 3 4 5 6 7 Bohong - - - - - - - jujurTidak terhormat - - - - - - - terhormatTidak bermoral - - - - - - - bermoralSederhana - - - - - - - rumitUnfavorable - - - - - - - favorable
Setelah melihat facebook Daniel, silahkan melingkari pendapat anda mengenai Daniel dibawah ini
Dimensi kompetensi
1 2 3 4 5 6 7
Berwawasan sempit - - - - - - - Berwawasan luas
Pengalaman sedikit - - - - - - - Pengalaman banyak
Bodoh - - - - - - - pintar
Tidak terampil - - - - - - - terampil di bidangnya
Soliter - - - - - - - sosialita
38
Dimensi trustworthiness
1 2 3 4 5 6 7 Bohong - - - - - - - jujurTidak terhormat - - - - - - - terhormatTidak bermoral - - - - - - - bermoralSederhana - - - - - - - rumitUnfavorable - - - - - - - favorable
Setelah melihat facebook Fery , silahkan melingkari pendapat anda mengenai Fery dibawah ini
Dimensi kompetensi
1 2 3 4 5 6 7
Berwawasan sempit - - - - - - - Berwawasan luas
Pengalaman sedikit - - - - - - - Pengalaman banyak
Bodoh - - - - - - - pintar
Tidak terampil - - - - - - - terampil di bidangnya
Soliter - - - - - - - sosialita
Dimensi trustworthiness
1 2 3 4 5 6 7 Bohong - - - - - - - jujur
39
Tidak terhormat - - - - - - - terhormatTidak bermoral - - - - - - - bermoralSederhana - - - - - - - rumitUnfavorable - - - - - - - favorable
40