KAJIAN HIDROLOGI DAN ANALISIS KAPASITAS PENGALIRAN
PENAMPANG SUNGAI WAY KURIPAN TERHADAP BENCANA
BANJIR WILAYAH BANDAR LAMPUNG BERBASIS HEC-RAS
(Skripsi)
Oleh :
MUHAMMAD AGUNG HARDIYANTO
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
STUDY OF HYDRAULIC AND CAPACITIES ANALYSIS FLOWING
SECTION WAY KURIPAN RIVER TO THE FLOOD DISASTER IN
BANDAR LAMPUNG AREAS BASED ON HEC – RAS
By
Muhammad Agung Hardiyanto
Way Kuripan is one of the largest river that flows all the way from
Bandarlampung to the end of Lampung Bay. It has a length of about 9,6
kilometres and drains an area estimated at 31,1 square kilometres. In the upstream
part, there is a hilly area with the water from this river is used as a water supply to
company of mineral water in Bandarlampung. Whereas, the downstream part of
river is used as a transportation site for traditional fishing boats. The condition of
river flow and cross sections are very concerned due to accumulation sediment
particularly the pile of waste so that affect for capacity of rivers flows and
allowing high rainfall can cause widespread flooding.
This study aimed to determine flood height and also the area of flood in Way
Kuripan River. The first step of this study is used hydrological analysis to obtain
the maximum flow rate of Way Kuripan River a return periods of 2 years, 5 years,
10 years, 25 years, 50 years, and 100 years. Furthermore, to know capacities and
water level of Way Kuripan River is required the hydraulic simulation process
that is made easier by using Hydrologic Engineering Center-River Analysis
System (HEC-RAS) program through 8 cross-sectional points. The HEC-RAS
program can help be model the river flows in existing conditions with using
steady flow options and input datas in the form of maximum discharge data. The
output of the modeling using the HEC-RAS program can be seen in figure and
tables form that present the characteristics of the Way Kuripan river cross section.
The analysis of results of the HEC RAS with simulation till discharge plan when a
return period of 100 years have been flood at 3 point cross section that is Sta. 4.6
and 7. In the cross section Sta. 6 has been flood as high as 1.94 meters on the right
side. The flood areas include : Pesawahan, Kota Karang, Kuripan, Gedong
Pakuon, Talang, Sukarame II, Negeri Olok Gading, Sumur Putri and Perwata.
Keywords :Way Kuripan River, Flood, HEC RAS.
ABSTRAK
KAJIAN HIDROLOGI DAN ANALISIS KAPASITAS PENGALIRAN
PENAMPANG SUNGAI WAY KURIPAN TERHADAP BENCANA
BANJIR WILAYAH BANDAR LAMPUNG BERBASIS HEC-RAS
Oleh
Muhammad Agung Hardiyanto
Sungai Way Kuripan merupakan salah satu sungai besar yang melintas di kota
Bandar Lampung yang bermuara di Teluk Lampung mempunyai panjang 9,6 km
dan luas (cathment area) 31,1 km 2 . Dibagian hulu merupakan daerah perbukitan,
air sungainya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku perusahaan air
minum Kota Bandar Lampung. Sedangkan, Bagian hilir sungai dekat muara
dimanfaatkan sebagai alur keluar masuk kapal nelayan tradisonal. Kondisi alur
dan penampang Sungai banyak terdapat sedimen dan sampah yang menyebabkan
kapasitas pengaliran sungai berkurang sehingga berpotensi terjadinya banjir saat
musim penghujan datang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketinggian banjir dan luas wilayah
banjir sungai Way Kuripan. Langkah awal penelitian ini menggunakan analisis
hidrologi untuk mendapatkan debit maksimum sungai Way Kuripan periode
ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun. Selanjutnya untuk mengetahui kapasitas
dan TMA (tinggi muka air) sungai Way Kuripan dibutuhkan proses simulasi
hidrolika sungai yang dipermudah dengan menggunakan Program Hydrologic
Engineering Center-River Analysis System (HEC-RAS) melalui 8 titik penampang
sungai (cross section). Program HEC-RAS dapat membantu memodelkan aliran
penampang sungai pada kondisi existing yang menggunakan opsi aliran steady
flow dan input data berupa data debit maksimum. Output dari pemodelan
menggunakan program HEC-RAS ini dapat dilihat berupa gambar dan tabel yang
menyajikan tentang karakteristik dari penampang sungai Way Kuripan.
Hasil Analisa HEC RAS dengan simulasi hingga debit rencana kala periode ulang
100 th sudah mengalami banjir pada 3 titik cross section yaitu Sta. 4,6 dan 7. Pada
cross section Sta. 6 mengalami banjir setinggi 1,94 meter ditanggul sebalah kanan.
Wilayah banjir meliputi: Pesawahan, Kota Karang, Kuripan, Gedong Pakuon,
Talang, Sukarame II, Negeri Olok Gading Sumur Putri dan Perwata.
Keywords : Sungai Way Kuripan, Banjir, HEC RAS.
KAJIAN HIDROLOGI DAN ANALISIS KAPASITAS PENGALIRAN
PENAMPANG SUNGAI WAY KURIPAN TERHADAP BENCANA
BANJIR WILAYAH BANDAR LAMPUNG BERBASIS HEC-RAS
Oleh
MUHAMMAD AGUNG HARDIYANTO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2018
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulang Bawang Barat, pada hari
Senin, 02 Mei 1995, sebagai anak pertama dari pasangan
Bapak Sutiman Sudarsono. Penulis menempuh Sekolah
Dasar di SD Negeri 01 Daya Asri pada tahun 2001
sampai dengan tahun 2007. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 01 Tumijajar pada tahun 2007 sampai dengan tahun
2010, dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 01 Tumijajar pada
tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
melalui jalur SNMPTN.
Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PTPN VII Distrik Bunga Mayang,
Lampung Utara, Lampung pada bulan Juli Agustus 2017 dan melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan di Desa Persing, Kecamatan Singkep
Pesisir, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepualauan Riau pada bulan Juli– Agustus
2016. Selama menjadi mahasiswa penulis Aktif dalam mengikuti organisasi
Fokom Bidikmisi Universitas Lampung (Forum Komunikasi Bidikmisi
Universitas Lampung) sebagai Ketua Umum periode 2014/2015. Penulis juga
pernah mengikuti organisasi tingkat fakultas BEM FP Universitas Lampung
sebagai Kepala Departemen Kajian Aksi dan Strategi Periode 2015/2016
Persembahan
Puji Syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberi nikmat serta
karunianya.
Kupersembahkan karya ini sebagai tanda rasa terima kasih kepada:
Orangtuaku
(Sutiman dan Suyatmi)
ii
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehngga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Kajian Hidrologi Dan Analisis Pengaliran Kapasitas
Pengaliran Penampang Sungai Way Kuripan Terhadap Banjir Wilayah
Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik Pertanian (S.T.P.) di Universitas Lampung.Penulis memahami dalam
penulisan skripsi ini tentunya banyak sekali cobaan, namun berkat doa,
bimbingan, dukungan, motivasi, serta kritik dan saran dari semua pihak sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik
Pertanian.
3. Bapak Dr. Mohamad Amin, M.Si., pembimbing pertama.
4. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku pembimbing akademik dan
pembimbing kedua.
5. Bapak Dr. Ir. Ridwan, M.S., selaku penguji utama pada ujian skripsi.
iii
6. Ayahku (Sutiman), Ibuku (Suyatmi) yang telah memberikan kasih sayang
yang luar biasa, dukungan, semangat, dan doa nya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
penulis berharap semoga kedepannya skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat.
Bandar Lampung, 02 Agustus 2018
Penulis
Muhammad Agung Hardiyanto
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Batasan Masalah .................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................5
2.1 Siklus Hidrologi ..................................................................................5
2.2 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ..........................................7
2.3 Banjir Kota Bandar Lampung ...........................................................12
2.4 Sungai ...............................................................................................15
2.5 Analisis Frekuensi .............................................................................17
2.6 Uji Kecocokan ..................................................................................19
2.7 Intensitas Curah Hujan ......................................................................19
2.8 Waktu Konsentrasi ............................................................................21
2.9 Koefisien Limpasan ..........................................................................22
2.10 Debit ................................................................................................24
2.11 Metode Rasional .............................................................................27
2.12 Analisa Saluran Terbuka .................................................................28
2.13 Simulasi komputasi HEC-RAS .......................................................37
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................43
3.1 Lokasi Penelitian ...............................................................................43
3.2 Data Yang Digunakan .......................................................................44
3.3 Metode Penelitian .............................................................................45
v
3.4 Pelaksanaan Penelitian ......................................................................46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................52
4.1 Tinjauan Daerah Aliran Sungai Way Kuripan ..................................52
4.2 Analisis Curah Hujan ........................................................................54
4.2.1 Curah Hujan Harian Maksimum ...........................................55
4.3 Penentuan Pola Distribusi Hujan ......................................................57
4.4 Curah Hujan Rencana .......................................................................58
4.5 Intensitas Hujan ................................................................................59
4.6 Analisis Debit Banjir .........................................................................62
4.6.1 Waktu Konsentrasi ................................................................62
4.6.2 Koefisien Limpasan ...............................................................63
4.7 Debit Puncak (Qp) ............................................................................64
4.8 Skematisasi Model Pada Program HEC RAS .................................65
4.8.1 Langkah Pemodelan dengan Program HEC RAS 4.1.0 .......66
4.9 Analisis Kapasitas Pengaliran sungai Way Kuripan .........................68
4.9.1 Wilayah yang terdampak banjir sungai Way Kuripan...........73
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................75
5.1 Kesimpulan .......................................................................................75
5.2 Saran .................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................77
LAMPIRAN ....................................................................................................80
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kota Bandar Lampung .......................9
2. Pembagian Wilayah Kota Bandar Lampung ..........................................10
3. Lokasi Kejadian atau Rawan Bencana Kota Bandar Lampung .............14
4. Parameter Statistik Analisis Frekuensi ..................................................19
5. Nilai Koefisien Aliran Untuk Berbagai Penggunaan Lahan .................24
6. Nilai Koefisien Kekasaran (n) manning untuk sungai Alami ................32
7. Data DAS Way Kuripan ........................................................................53
8. Curah Hujan Harian Maksimum ............................................................55
9. Parameter Statistik Analisis Frekuensi ..................................................57
10. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Distribusi Log Pearson III ......58
11. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang .........................................59
12. Sebaran Curah Hujan Jam-Jaman .........................................................61
13. Perhitungan Koefisien Limpasan ........................................................63
14. Debit Puncak (Rencana) Sungai Way Kuripan ....................................65
15. Wilayah Banjir dan Luas Wilayah Banjir sungai Way Kuripan ..........74
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidrologi ......................................................................................5
2. Peta Administratif Kota Bandar Lampung ...............................................7
3. Distribusi Kecepatan Diberbagai Potongan Melintang Saluran ............30
4. Pola Distribusi Kecepatan sebagai Fungsi Kedalaman .........................30
5. Kontinuitas Aliran Dalam Suatu Pias ....................................................33
6. Energi Dalam Aliran .............................................................................35
7. Penerapan Dalil Momentum ...................................................................37
8. Penggambaran Persamaan Energi Pada Saluran Terbuka ......................41
9. Lokasi Penelitian Sungai Way Kuripan, Teluk Betung Barat ...............43
10. Diagram Alir Penelitian ........................................................................45
11. Banjir Hidrograf ...................................................................................51
12. Peta Sungai Way Kuripan ....................................................................52
13. Sebaran Hujan Kota Bandar Lampung .................................................54
14. Grafik Data Curah Hujan Harian Maksimum 2006 - 2016 ..................56
15. Grafik Curah Hujan Rencana DAS Way Kuripan ...............................59
16. Grafik Distribusi Persentase Hujan Jam-jaman DAS Way Kuripan ....60
17. Kurva Intensity Duration Frequency (IDF) ........................................62
18. Hasil Skematisasi Program yang Menunjukkan Geometri Sungai .....66
19. Sungai Way Kuripan Bagian Hulu Sta 8 .............................................67
20. Sungai Way Kuripan Bagian Hilir Sta 1 .............................................68
21. Luapan Banjir Sungai Way Kuripan Setinggi 0.03 meter di sta.7
Debit Banjir Periode Ulang 25 tahun .................................................70
22. Luapan Banjir Sungai Way Kuripan Setinggi 0.89 meter ditanggul
sebelah kanan Sta.6 Untuk Debit Banjir Periode Ulang 25 Tahun .....70
23. Luapan Banjir Sungai Way Kuripan Setinggi 0.59 meter ssebelah kiri
Sta. 4 untuk Debit Banjir Periode ulang 25 Tahun .............................70
viii
24. Luapan Banjir Debit Rencana kala Ulang 100 tahun Setinggi 1. 58
meter Sta 4 di tanggul seblah kiri. .......................................................71
25. Luapan Banjir Debit Rencana 100 tahun Setinggi 1.94 meter Sta 6
ditanggul sebelah kanan. ....................................................................72
26. Luapan Banjir debit rencana kala Ulang 100 tahun setinggi 1.12
meter Sta 7 ditanggul sebelah kanan ...................................................72
27. General Profile Plot Sungai Way Kuripan .........................................81
28. Peta Sebaran Banjir Sungai Way Kuripan .........................................81
29. Kondisi Sungai Way Kuripan Sta 5 yang terdampak Banjir terparah ..89
30. Tanggul yang Telah Dibuat belum Memenuhi Standar Dalam
Pengendalian Banjir ...........................................................................90
31. Pemukiman dibantaran sungai Way Kuripan ......................................90
32. Kegiatan Wawancara dan Pengambilan data Sungai Way Kuripan ....90
33. Kondisi Ekosistem Sungai Way Kuripan ............................................91
34. Sampah Salah Satu Faktor Penyebab Banjir .......................................91
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pemilihan Sebaran Distribusi ................................................................82
2. Distribusi Frekuensi Log Pearson Type III ............................................83
3. Curah Hujan Rancangan dengan Berbagai Kala Ulang .........................84
4. Data Elevasi Potongan Melintang Sungai Way Kuripan ......................85
5. Hasil Permodelan Existing Sungai Way Kuripan .................................87
6. Tampilan Penampang Melintang (cross section) Program HEC RAS ...89
7. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ..........................................................90
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung, dengan luas wilayah
daratan 19.722 ha terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Kota ini dilalui
oleh dua sungai besar yaitu Way Kuala dan Way Kuripan serta 23 sungai kecil.
Semua sungai-sungai ini sebagian besar mengarah ke Teluk Lampung.
Berdasarkan data tahun 2014, jumlah penduduk Bandar Lampung mencapai
1.167.101 kepadatan penduduk sekitar 8.316 jiwa/km² dan diproyeksikan
pertumbuhan penduduk mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2030.
Sungai Way Kuripan merupakan salah satu sungai besar yang melintas di kota
Bandar Lampung yang bermuara di Teluk Lampung. Dibagian hulu merupakan
daerah perbukitan, air sungainya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air
baku perusahaan air minum Kota Bandar Lampung. Sedangkan, Bagian hilir
sungai dekat muara dimanfaatkan sebagai alur keluar masuk kapal nelayan
tradisonal . Kondisi alur dan penampang Sungai banyak terdapat sedimen dan
sampah yang menyebabkan kapsitas pengaliran sungai berkurang sehingga
berpotensi terjadinya banjir saat musim penghujan datang. Pertambahan
penduduk yang pesat tidak akan pernah berhenti sebagai sumber masalah yang
terjadi di hampir semua kota-kota besar di Indonesia. Pemerintah Daerah dalam
menangani dan mengantisipasi pertambahan penduduk tersebut cenderung kurang
2
siap, menyebabkan kota menjadi bertambah semrawut. Berkurang dan hilangnya
taman dan lahan terbuka menjadi kawasan terbangun, akan berpengaruh terhadap
kondisi hidrologi, khususnya banjir di kawasan tersebut.
Pada 18 Desember 2008 lalu, sebenarnya Pemkot Bandar Lampung telah
mendapat pelajaran berharga (tetapi bencana bagi masyarakatnya) dengan
bencana banjir bandang yang merusak hampir 1/3 kawasan kota dengan kerugian
material hingga ratusan milyar rupiah. Namun, ternyata pelajaran berharga itu
tidak membuat Pemkot Bandar Lampung peduli dan sensitif terhadap banjir.
Hingga kini, proses tanggap darurat pasca banjir bandang tidak dijalankan,
perbaikan infrastruktur yang rusak tidak dilaksanakan dan Pemkot Bandar
Lampung tidak mengalokasikan dana tanggap bencana dalam APBD walaupun
sudah mengetahui bahwa 34 kelurahan di Bandar Lampung termasuk daerah
rawan banjir. Daerah-daerah di Kota Bandar Lampung yang paling banyak
mengalami banjir adalah Telukbetung (sebelah barat, utara, dan selatan) sebanyak
25 lokasi dengan luas banjir 28,12 ha; Panjang sebanyak 6 lokasi dengan total luas
banjir 10 ha; Tanjungkarang (Pusat dan Timur) dan Sukarame masing-masing 5
lokasi dengan luas banjir 15, 23 ha dan 41 ha (Tusi dan Amin, 2012).
Penyebab banjir di Bandar Lampung cukup kompleks, yaitu curah hujan yang
cukup tinggi, buruknya sistem drainase kota, berkurangnya luas bantaran sungai,
kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah sembarangan, dan berkurangnya
daerah terbuka hijau. Banjir juga merusak infrastruktur macam tanggul, siring,
dan jalan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di Kota
Bandar Lampung. Selain karena faktor alam seperti curah hujan yang cukup tinggi
serta kondisi fisik dari wilayah itu sendiri, juga disebabkan karena kelalaian
3
manusia sendiri seperti seringnya membuang sampah di sungai atau aliran air
sehingga saat musim penghujan tiba saluran drainase tidak dapat berfungsi
dengan baik. Serta sudah semakin berkurangnya daerah saluran air atau resapan
air dikarenakan pesatnya pembangunan yang tidak memperhatikan aspek-aspek
lingkungan.
Perubahan fungsi kawasan bagian hulu DAS sebesar sekitar 15% mengakibatkan
keseimbangan sungai terganggu. Gangguan ini berkontribusi terhadap kenaikan
kualitas dan kuantitas debit aliran dan sedimentasi pada sungai (Eripin, 2005). Hal
ini dapat diartikan pula bahwa suatu daerah aliran sungai yang masih alami
dengan vegetasi padat dapat dirubah fungsi kawasannya sebesar 15% tanpa harus
merubah keadaan alam dari sungai yang bersangkutan. Bila perubahan melebihi
15% maka harus dicarikan solusi dalam mengantisipasi bencana banjir setiap
tahunnya dengan menjaga kelestarian sungai, misalnya dengan pembuatan sumur
resapan dan melakukan reboisasi didaerah hulu sungai.
Untuk itu, Berdasarkan permasalahan yang ada analisis hidrologis terhadap
masalah banjir di wilayah kota Bandar Lampung sangat penting untuk dilakukan.
Perkiraan seberapa besar banjir maksimum bisa terjadi, kapasitas maksimum
sungai atau saluran untuk menampung banjir, lama banjir akan terjadi dan kondisi
existing alur sungai. Diperlukan juga studi efektifitas pengendalian banjir
menggunakan metode komputasi dengan bantuan softwere HEC-RAS dengan
Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun untuk titik pengamatan (cross
section) yang mengalami banjir (luapan).
4
1.2. Batasan Masalah
1. Analisa Frekuensi data curah hujan 5 stasiun hujan.
2. Analisa desain penampang melintang sungai dilakukan dengan sofware
Hidrologic Engineering Centers – River Analisis Sistem (HEC-RAS)
3. Data yang digunakan adalah hujan harian maksimum dan debit rencana
yang terdapat pada sungai Way Kuripan .
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk Mengetahui Analisis frekuensi hujan jangka pendek
2. Untuk mengetahui ketinggian Banjir dan Luas wilayah Banjir Sungai Way
Kuripan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan :
1. Memberikan informasi mengenai perkiraan ketinggian banjir sungai Way
Kuripan yang dapat menampung debit maksimum dan wilayah yang
terdampak banjir.
2. Sebagai bahan dasar dalam perencanaan bangunan pengendali banjir dan
solusi mengurangi dampak banjir Sungai Way Kuripan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Hidrologi
Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sumber : Soemarto, 1987)
Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km3
air : 97,5% adalah air
laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air
danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di
bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi, presipitasi dan pengaliran keluar
(outflow). Air melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau
salju ke permukaan udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua
bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah.
Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap
dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan
tanah. Perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk
6
awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume air di permukaan bumi sifatnya tetap.
Meskipun tetap dengan perubahan iklim dan cuaca, letak mengakibatkan volume
dalam bentuk tertentu berubah, tetapi secara keseluruhan air tetap.
Siklus air secara alami berlangsung cukup panjang dan cukup lama. Sulit
untuk menghitung secara tepat berapa lama air menjalani siklusnya, karena
sangat tergantung pada kondisi geografis, pemanfaatan oleh manusia dan
sejumlah faktor lain. Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang
tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui
kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Ketika uap air mengembang,
mendingin dan kemudian berkondensasi, biasanya pada partikel-partikel debu
kecil di udara. Ketika kondensasi terjadi dapat berubah menjadi cair kembali
atau langsung berubah menjadi padat (es, salju, hujan batu (hail)). Partikel-
partikel air ini kemudian berkumpul dan membentuk awan. Awan-awan tersebut
bergerak mengelilingi dunia, yang diatur oleh arus udara. Sebagai contoh,
ketika awan-awan tersebut bergerak menuju pegunungan, awan-awan tersebut
menjadi dingin, dan kemudian segera menjadi jenuh air yang kemudian air
tersebut jatuh sebagai hujan, salju, dan hujan batu (hail), tergantung pada suhu
udara sekitarnya. Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-
molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut
dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di
atmosfir.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman
sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus
7
bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda yaitu evaporasi atau
transpirasi, infiltrasi atau perlokasi dan air permukaan. Siklus Hidrologi
merupakan suatu sistem tertutup, maka air yang masuk selalu sama dengan air
yang keluar. Hal ini dikenal dengan istilah neraca air (Soemarto, 1987). Apabila
terdapat gangguan siklus hidrologi dapat memicu terjadinya banjir dan kekeringan
disuatu wilayah.
2.2. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung
Gambar 2. Peta Administratif Kota Bandar Lampung (Sumber : Bapepda Kota
Bandar Lampung 2008).
Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota dari Provinsi Lampung dan merupakan
pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan serta
kegiatan perekonomian. Secara geografis terletak pada 5020’ sampai dengan 5
030’
Lintang Selatan dan 105028’ sampai dengan 105
037’ Bujur Timur. Ibukota Bandar
Lampung berada di Teluk Betung yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatera,
memiliki luas wilayah daratan 19.722 Ha (197,22 km2) dan luas perairan kurang
lebih 39,82 km2. Dan secara administratif dibatasi oleh :
8
Sebelah Utara : Kabupaten Lampung Selatan;
Sebelah Selatan : Teluk Lampung;
Sebelah Barat : Kabupaten Pesawaran;
Sebelah Timur : Kabupaten Lampung Selatan.
Secara hidrologis Kota Bandar Lampung dilalui oleh sungai-sungai yang masuk
dalam Wilayah Sungai (WS) Way Seputih dan Way Sekampung yaitu Sungai
Way Halim, Way Awi, Way Simpur di wilayah Tanjung Karang dan Way
Kuripan, Way Balau, Way Kupang, Way Garuntang, Way Kuala, mengalir di
wilayah Teluk Betung. Daerah hulu sungai berada di bagian Barat, daerah hilir
sungai berada di wilayah bagian Selatan yaitu pada dataran pantai. Luas wilayah
yang datar sampai landai meliputi 60 %. Landai sampai miring 35 %, sangat
miring sampai curam berjumlah 4 %. Dilihat secara hidrologi maka Kota Bandar
Lampung mempunyai 2 sungai besar yaitu Way Kuripan dan Way Kuala, dan 23
sungai-sungai kecil. Semua sungai tersebut merupakan DAS (Daerah Aliran
Sungai) yang berada dalam wilayah Kota Bandar Lampung dan sebagian besar
bermuara di Teluk Lampung.
Sungai-sungai yang melintasi Kota Bandar Lampung adalah sungai kecil dengan
debit air yang kecil, diantaranya adalah Way Simpur, Way Penengahan, Way
Kunyit, dan Way Keteguhan Pada musim kemarau,sungai cenderung
mengering,tetapi pada musim hujan debit air akan bertambah semakin cepat,
sedangkan daya tampung sungai semakin terbatas akibat terjadinya penyempitan
daerah aliran sungai yang merupakan dampak kegiatan pembangunan yang tidak
memperhatikan garis sempadan sungai serta pencemaran lingkungan sungai.
9
Tabel 1. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kota Bandar Lampung
Sumber : Review Masterplan Drainase, 2011
Topografi Kota Bandar Lampung sangatlah beragam, mulai dari dataran pantai
sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan ketinggian permukaan
antara 0 sampai 500 m Daerah dengan topografi perbukitan hinggga bergunung
membentang dari arah Barat ke Timur dengan puncak tertinggi pada Gunung
Betung sebelah Barat dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok
disebelah Timur. Topografi tiap-tiap wilayah di Kota Bandar Lampung adalah
sebagai berikut :Dan secara administratif pula, Kota Bandar Lampung terdiri dari
13 Kecamatan, 98 Kelurahan, 246 Lingkungan, serta 2.672 RT dengan pembagian
wilayah Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 2, berikut ini.
NO. LUAS (Ha)DEBIT
(m3/det)
1 Way Sukamaju 425.50 34.77
2 Way Sukoharjo 40.63 4.57
3 Way Kateguhan 584.67 34.11
4 Way Kuripan 2,624.05 607.90
5 Way Kupang 422.49 58.97
6 Way Kunyit 319.50 54.30
7 Way Kuala 7,539.52 1,246.30
8 Way Lunik 626.00 94.80
9 Way Pidada 262.86 9.80
10 Way Galih Panjang 315.60 34.90
11 Way Srengsem 453.85 17.50
12 Way Kandis / Sekampung 5,698.64 233.00
NAMA DAERAH ALIRAN SUNGAI
(DAS)
10
Tabel 2. Pembagian Wilayah Kota Bandar Lampung
1) Wilayah pantai terdapat disekitar Teluk Betung dan Panjang dan pulau
dibagian Selatan
2) Wilayah landai/dataran terdapat disekitar Kedaton dan Sukarame dibagian
Utara
3) Wilayah perbukitan terdapat disekitar Telukbetung bagian Utara
4) Wilayah dataran tinggi dan sedikit bergunung terdapat disekitar Tanjung
Karang bagian Barat yaitu wilayah Gunung Betung, dan Gunung Dibalau serta
perbukitan Batu Serampok dibagian Timur.
Rata-rata jumlah curah hujan di Kota Bandar Lampung berdasarkan hasil
pengamatan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika tiap tahunnya terus
mengalami fluktuasi. Jumlah curah hujan tinggi biasanya terjadi pada bulan
November sampai bulan April pada tipa tahunnnya. Pada tahun 2008 jumlah
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, yaitu 433,10 mm, sedangkan
yang terendah terjadi pada bulan Juli yaitu hanya 0,30 mm.berdasarkan data
Tabel 2.2. Nama, luas wilayah per-Kecamatan dan jumlah kelurahan Kota Bandar Lampung
1 Teluk Betung Barat 2,099 8 23 163 11%
2 Teluk Betung Selatan 1,007 11 26 313 5%
3 Panjang 2,116 7 18 210 11%
4 Tanjung Karang Timur 2,111 11 25 271 11%
5 Teluk Betung Utara 1,038 10 21 238 5%
6 Tanjung Karang Pusat 668 11 26 254 3%
7 Tanjung Karang Barat 1,514 6 15 162 8%
8 Kemiling 2,765 7 20 259 14%
9 Kedaton 1,088 8 23 258 6%
10 Rajabasa 1,302 4 8 102 7%
11 Tanjung Seneng 1,163 4 10 102 6%
12 Sukarame 1,687 5 14 172 9%
13 Sukabumi 1,164 6 17 166 6%
Jumlah 19,722 98 246 2,670 100%
Sumber : BPS Kota Bandar Lampung, 2011
Prosentase
Luas WilayahNo Kecamatan
Luas Wilayah
(Ha)
Jumlah
Kelurahan
Jumlah
LingkunganJumlah RT
11
tersebut, dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, curah hujan rata-rata tertinggi
pada tahun 2009, yaitu mencapai 179,30 mm. Tingginya rata-rata curah hujan
pada tahun 2009 berimplikasi pada meningkatnya volume air sungai sehingga
terjadi banjir pada beberapa kawasan di Kota Bandar Lampung. Bulan
basah/kering terjadi jika jumlah curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut
melebihi/kurang dari rerata curah hujan pada tahun bersangkutan. Berdasarkan
rerata curah hujan mengindikasikan bahwa bulan basah Kota Bandar Lampung
pada tahun 2009 terjadi pada bulan November - Maret dengan rerata curah hujan
bulanan berada diatas 179,30 mm, sedangkan bulan keringnya yaitu bulan April –
Agustus dengan rerata curah hujan bulanan kurang dari 179 mm.
Kota Bandar Lampung termasuk beriklim tropis basah yang mendapat pengaruh
dari angin musim (Monsoon Asia). Data Badan Metereologi Klimatologi dan
Geofisika Provinsi Lampung menunjukan bahwa temperatur Kota Bandar
Lampung dalam kurun waktu lima tahun terakhir berada pada kisaran 25 – 280C
dengan suhu rata-rata pertahun 26,30C. Temperatur udara di Kota Bandar
Lampung sepanjang relatif stabil dan tidak pernah menunjukan perubahan yang
ekstrim, hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan di Kota
Bandar Lampung masih cukup baik.
Kondisi kelerengan Kota Bandar Lampung juga sangat beragam, kondisi
geografis wilayah yang berbukit serta berada di kaki Gunung Betung merupakan
faktor pembentuk kelerengan di Kota Bandar Lampung. Tingkat kemiringan
lereng rata-rata wilayah di Kota Bandar Lampung berada pada kisaran 0 – 20 %
dan secara umum kelerengan wilayah Kota Bandar Lampung berada pada 0 – 40
%, wilayah yang memiliki kemiringan lereng 0 % diantaranya berada di wilayah
12
Kecamatan Sukarame, Tanjung Karang Pusat, Tanjung Seneng, Panjang, Teluk
Betung Selatan dan Kecamatan Kedaton. Adapun wilayah yang memiliki tingkat
kemiringan lereng mencapai 40 % diantaranya adalah Kecamatan Panjang, Teluk
Betung Barat, Kemiling, dan Tanjung Karang Timur (Bappeda Bandar
Lampung,2008)
2.3. Banjir Kota Bandar Lampung
Banjir selalu mengancam beberapa kota yang ada di Indonesia jika musim
penghujan tiba, termasuk Provinsi Lampung khususnya Kota Bandar Lampung.
Kota Bandar Lampung merupakan salah satu kota yang mengalami banjir di
setiap tahunnya. Walaupun banjir yang terjadi hanya berupa genangan dengan
tinggi maksimal dua meter dan tidak separah yang terjadi di kota besar lainnya
seperti Jakarta. Banjir sangat menghambat aktivitas masyarakat, banyak sarana
dan prasarana yang tidak dapat digunakan, dapat menimbulkan berbagai penyakit
pasca banjir, menimbulkan kerugian harta benda bahkan dapat menelan korban
jiwa. Secara tidak langsung, banjir juga dapat menghambat kegiatan
perekonomian di suatu wilayah.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005:17) banjir ada dua peristiwa, pertama
peristiwa banjir atau genangan yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak
terjadi banjir dan kedua peristiwa banjir terjadi karena limpasan air banjir dari
sungai karena debit air banjir tidak mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit
banjir lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada.
Kodoatie dan Sugiyanto (2002:12) mengatakan bahwa: Di Indonesia, walaupun
waktu terjadinya banjir bervariasi hampir semua daerah menghadapi bahaya
13
banjir yang signifikan. Kerugian dan kerusakan akibat banjir adalah sebesar dua
pertiga dari semua bencana alam yang terjadi. Setiap tahun hampir 300 peristiwa
banjir terjadi menggenangi 150.000 ha merugikan sekitar satu juta orang.
Berdasarkan pengertian banjir menurut Kodoatie dan Sugiyanto tersebut, kejadian
banjir yang sering terjadi di Kota Bandar Lampung merupakan banjir berupa
genangan dilihat dari waktu tergenangnya banjir yang biasanya hanya beberapa
jam hingga akhirnya air kembali surut saat hujan tidak lagi terjadi serta banjir
genangan banyak dijumpai di wilayah yang topografi atau reliefnya relatif datar.
Berbeda dengan banjir yang terjadi di kota-kota besar lainnya seperti misalnya
yang sering melanda Ibukota Jakarta, banjir yang terjadi dapat berlangsung hingga
berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu. Banjir juga merusak infrastruktur
macam tanggul, siring, dan jalan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di Kota Bandar
Lampung. Selain karena faktor alam seperti curah hujan yang cukup tinggi serta
kondisi fisik dari wilayah itu sendiri, juga disebabkan karena kelalaian manusia
sendiri seperti seringnya membuang sampah di sungai atau aliran air sehingga
saat musim penghujan tiba saluran drainase tidak dapat berfungsi dengan baik.
Serta sudah semakin berkurangnya daerah saluran air atau resapan air dikarenakan
pesatnya pembangunan yang tidak memperhatikan aspek-aspek lingkungan.
Hal ini dikarenakan letak Provinsi Lampung yang sangat strategis sebagai
gerbang utama menuju Pulau Sumatera dan Kota Bandar Lampung sebagai
ibukota provinsi maka tidak mengherankan bahwa mobilitas penduduk yang
terjadi di kota Bandar Lampung cukup tinggi, sehingga jumlah penduduk yang
ada juga terbilang tinggi. Oleh karena itu, pertumbuhan kawasan pemukiman
14
semakin padat yang menjadikan berkurangnya daerah-daerah resapan, lahan
kosong sudah semakin berkurang dan berubah menjadi bangunan, adanya
betonisasi di atas permukaan tanah dan jaringan jalan yang diperkeras dengan
aspal. Berikut adalah tabel lokasi kejadian atau rawan bencana di Kota Bandar
Lampung menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Tabel 3. Lokasi Kejadian atau Rawan Bencana di Kota Bandar Lampung.
No Bencana Kecamatan Kelurahan
1. Banjir Rajabasa Rajabasa Raya, Rajabasa
Tanjung Senang Labuhan Dalam, Tanjung
Senang, Way Kandis, Perumnas
Way Kandis
Teluk Betung Utara Kupang Teba, Kupang Raya,
Gunung Mas, Gulak Galik,
Sumur Putri, Batu Putu
Teluk Betung Selatan Bumiwaras, Pesawahan, Pecoh
Jaya, Kangkung, Sukaraja
Teluk Betung Barat Kuripan, Bakung, Perwata,
Sukamaju, Kota Karang,
Keteguhan, Negeri Olok Gading
Panjang Karang Maritim, Way Gubak,
Way Laga, Panjang Selatan,
Pidada, Panjang Utara, Srengsem
Kemiling Kemiling Permai, Beringin Raya
Tanjung Karang Pusat Kaliawi, Gotong Royong, Pasir
Gintung, Palapa, Kelapa Tiga,
Penengahan, Tanjung Karang,
Durian Payung
Tanjung Karang Timur Campang Raya, Kedamaian
Tanjung Karang Barat Segalamider, Sukajawa,
Susunanbaru, Sukadanaham
Kedaton Perum Way Halim
Sukarame Sukarame
Sukabumi T.Baru
2. Abrasi Panjang Serengsem
Teluk Betung Barat Sukamaju
3. Angin Kencang Tanjung Senang Way Kandis
4. Tanah Longsor Panjang Pidada
Sumber: BPBD Kota Bandar Lampung 2013.
15
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai banjir genangan yang sering
melanda, maka dibutuhkan sebuah informasi yang jelas yang dapat dimengerti
oleh masyarakat luas. Tidak hanya penyajian berupa peta persebaran lokasi banjir,
tetapi juga dengan memberikan deskripsi dari kejadian banjir. Sehingga
masyarakat dapat benar-benar mengerti seperti apa keadaan atau kondisi yang
menyebabkan terjadinya banjir pada lokasi-lokasi tersebut. Jika masyarakat
sudah mengerti, diharapkan masyarakat sadar bahwa kejadian banjir masih
mengintai dan dapat terjadi sewaktu-waktu saat musim penghujan tiba. Bahkan
tidak menutup kemungkinan jika beberapa tahun terakhir banjir yang melanda
berupa genangan apabila tidak secepatnya diatasi banjir yang terjadi akan
menjadi lebih besar seperti yang sering melanda kota Jakarta. Oleh karena itu,
pemerintah dan masyarakat juga diharapkan mampu mengantisipasi kejadian
serupa agar tidak terulang kembali ataupun menjadi lebih besar dari banjir yang
pernah melanda sebelumnya.
2.4. Sungai
Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang
berasal dari hujan disebut alur sungai. Bagian yang senantiasa tersentuh
aliran air ini disebut aliran air. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air
di dalamnya disebut sungai. Sungai juga merupakan tempat-tempat dan wadah-
wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan
dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai
sebagai drainase alam mempunyai jaringan sungai dengan penampangnya,
mempunyai areal tangkapan hujan atau disebut Daerah Aliran Sungai (DAS).
16
DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai macam komponen dan terjadi
keseimbangan dinamik antara komponen yang merupakan masukan (input) dan
komponen yang merupakan keluaran (output), dimana keadaan atau pengaruh yang
berlaku pada salah satu bagian didalamnya akan mempengaruhi wilayah secara
keseluruhan (Hartono, dkk, 2005).
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), Komponen yang terdapat dalam DAS
terdiri dari komponen fisik, kimia, dan biologi. Komponen fisik mencakup
kondisi geografis DAS yang bersangkutan sedangkan kondisi kimia lebih
menitikberatkan kepada kodisi daripada air sungai. Komponen biologi dilihat dari
keragaman makhluk hidup termasuk manusia yang ada dalam DAS yang
memiliki andil terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem DAS.
DAS memilki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan. Karena dalam
DAS terdapat suatu sistem yang berjalan dan terdiri dari berbagai komponen.
DAS dapat dibagi menjadi tiga bagian menurut pengelolaannya, yaitu DAS
bagian hulu, tengah, dan hilir. DAS di bagian hulu amat penting sebagai
penyimpan air, penyedia air untuk industri, potensi pembangkit listrik, dan yang
tak kalah penting sebagai penyeimbang ekologis di dalam system DAS. DAS
bagian tengah merupakan wilayah dimana adanya permukiman serta kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Sementara di bagian hilir banyak
terdapat lokasi-lokasi industri. Penggunaan tanah sebagai pencerminan aktivitas
penduduk akan memengaruhi kondisi suatu DAS sehingga bisa berpengaruh
terhadap kualitas serta kuantitas air sungai yang ada.
DAS disebut juga sebagai watershed atau catchmen area. DAS ada yang
kecil dan ada juga yang sangat luas. DAS yang sangat luas bias terdiri dari
17
beberapa sub DAS dan sub DAS dapat terdiri dari beberapa sub-sub DAS,
tergantung banyaknya anak sungai dari cabang sungai yang ada, yang merupakan
bagian dari suatu system sungai utama (Asdak, 1995).
2.5. Analisis Frekuensi
Dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran ada beberapa sifat hujan
yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama
waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), Frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh
hujan (A). Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa
hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan
(catchment area) yang kecil sampai yang besar (Soemarto,1987).
Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa luar biasa
(ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Tujuan analisis frekuensi
data hifrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ektrim yang
berkaitan dengan frekuensi kejadian melalaui penerapan distribusi kemungkinan.
Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak terikat (independent),
terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik (peluang). Ada dua macam seri
data yang dipergunakan dalam analisis frekuensi yaitu :
1) Data maksimum tahunan : tiap tahun diambil hanya satu besaran
maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisis selanjutnya. Series
data ini sering disebut seri data maksimum (maximum annual series).
2) Seri parsial : dengan menetapkan besaran tertentu sebagai batas bawah,
selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut
diambil kemudian dianalisis dengan cara yang lazim. Metode ini lebih
18
realistis dibandingkan metode maximum annual series sehingga beberapa
ahli meyarankan menggunakan cara partial series (Suripin, 2004).
Analisis frekuensi adalah suatu analisis dari hidrologi dengan menggunakan
statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit masa
ulang tertentu. Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran
hujan atau dilampai. Sebaliknya, kala ulang (return period) diartikan sebagai
waktu dimana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau
dilampaui sekalai dalam jangka waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti behwa
selama jangka waktu ulang tersebut (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian
yang menyamai atau melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan
ataupun debit tersebut akan disamai atau dilampaui K kali dalam jangka panjang
L tahun, dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T (Sri Harto,1993)
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kulitas dan
panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang
terjadi. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu statistik dikenal bebrapa macam
distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang
hidrologi adalah :
1) Distribusi Normal
2) Distribusi Log Normal
3) Distribusi Log-Pearson Type III dan
4) Distribusi Gumbel 1
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data
yang meliputi :
19
Tabel 4. Parameter Statistik Analisis Frekuensi
Parameter Sampel
Rata-rata X =
n
i
Xin 1
1
Simpangan baku s =
2/1
1
2)(1
1 n
i
XXin
Koefisien variasi Cv =
x
s
Koefisien skewness
Cs = 3
1
3
)2)(1(
)(
snn
XXinn
i
Koefisien kurtosis
Ck = 4
1
32
)3)(2)(1(
)(
snnn
XXinn
i
Sumber : Singh, 1992
2.6. Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest
test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov-
Kolmogorov (Suripin, 2004).
2.7. Intensitas Curah Hujan
Perhitungan debit banjir dnegan metode rasional memerlukan data intensitas
hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Intensitas curah
hujan dinotasikan dengan huruf (I) dengan satuan mm/jam.
Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujanyang tinggi pada
umumnya berlansung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak
20
sangat luas. Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan
intensitas yang tingg, tetapi dapat berlansung dengan durasi cukup panjang.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang
terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan
ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi, 1987). Kurva frekuensi intensitas lamanya
hujan adalah kurva yang menunjukkan persamaan dimana t sebagai abisis dan I
sebagai ordinat. Kurva ini digunakan untuk perhitungan debit puncak dengan
menggunakan intensitas curah hujan yang sebanding dengan waktu pengaliran
curah hujan dari titik paling atas ke titik yang ditinjau dibagian hilir daerah
pengaliran itu (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa Intensitas dan
durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan suatu frekuensi kejadiannya.
Penyajian secara grafik hubungan ini adalah berupa kurva Intensity Duration
Frequency (IDF) (Loebis, 1992). Sri Harto (1993), Menyebutkan bahwa analisis
IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang
diperoleh dari rekaman hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati
besarnya intensitas curah hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada,
dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus
eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishgura.
Menurut Loebis (1992), intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data
curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode Mononobe, Intensitas
curah Hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus :
..........................................................................................(1)
21
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu (mm)
t = Lama hujan (jam), dalam perhitungan digunakan waktu
konsentrasi (tc)
Besarnya Intensitas curah hujan tidak sama disegala tempat, hal ini dipengaruhi
oleh topografi, durasi dan frekuensi ditempat atau lokasi yang bersangkutan.
Ketiga hali ini dijadikan pertimbangan dalam membuat lengkung IDF (IDF curve
= Intensity Duration Frequency Curve). Lengkung IDF ini digunakkan dalam
menghitung debit puncak dengan metode rasional untuk menentukan intensitas
curah hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang dipilih (Sosrodarsono dan
Takeda, 2003)
2.8. Waktu Konsentrasi
Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air
hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS
(titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika
durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara
serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode
untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh
Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai berikut :
t c =
385,02
1000
87,0
xS
xL ................................................................................. (2)
Dimana t c = Waktu Konsentrasi dalam Jam.
22
L = Panjang Sungai dalam Km
S = Kemiringan sungai dalam m
Durasi hujan yang biasa terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun jarang
terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga sangat
berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Jika tidak
diperoleh waktu konsentrasi sama dengan intensitas hujan maka perlu digunakan
metode rasional yang dimodifikasi (Suripin, 2004).
2.9. Koefisien Limpasan
Koefisien limpasan adalah presentase jumlah air yang dapat melimpas melalui
permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah.
Semakin kedap suatu permukaan tanah maka akan semakin tinggi nilai koefisien
pengalirannya. Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan
adalah kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah
dan intensitas hujan (Eripin, 2005).
Besarnya aliran permukaan dapat menjadi kecil, terlebih bila curah hujan tidak
melebihi kapasitas infiltrasi. Selama hujan yang terjadi adalah kecil atau sedang,
aliran permukaan hanya terjadi didaerah yang impermabel dan jenuh di dalam
suatu DAS atau lansung jatuh diatas permukaan air. Apabila curah hujan yang
jatuh jumlahnya lebih besar dari jumlah air yang dibutuhkan untuk evaporasi,
intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan cadangan depresi, maka barulah bisa
terjadi aliran permukaan. Apabila hujan yang terjadi kecil, maka hampir semua
curah hujan yang jatuh terintersepsi oleh vegetasi yang lebat (Kodoatie dan
Sugiyanto, 2002).
23
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien
aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menampilkan perbandingan antara
besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan.angka koefisien aliran
permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik
suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0-1. Nilai C=0 menunjukkan bahwa semua air
hujan terintersepsi dan terinfiltrasi kedalam tanah, sebaliknya untuk nilai C =1
menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS
yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak DAS maka harga C semakin
mendekati satu (Kodoatie dan Syarief, 2005).
Di Indonesia penelitian untuk menentukkan nilai C masih memberikan peluang
yang cukup besar sesuai jenis penggunaan lahan dan curah hujan. Tabel diatas
merupakan contoh nilai koefisien limpasan yang sesuai dengan konsisi Indonesia.
Pemilihan nilai C dari suatu tabel sangat subjektif. Kurang tepat memilih nilai C
maka tidak benar pula debit banjir yang dihitung dengan metode rasional. Setiap
daerah memiliki nilai koefisien limpasan yang berbeda (Soewarno, 2000)
Tabel 5. Nilai Koefisien Aliran untuk Berbagai Penggunaan Lahan
Pengunaan Lahan atau Bentuk Struktur Nilai C (%)
Hutan Tropis <3
24
Hutan Produksi 5
Semak Belukar 7
Sawah – sawah 15
Daerah Pertanian, Perkebunan 40
Jalan Aspal 95
Daerah Pemukiman 50 -70
Bangunan Padat 70 – 90
Bangunan Terpencar 30 – 70
Atap Rumah 70 -90
Jalan Tanah 13 – 50
Lapis keras Kerikil batu Pecah 35 – 70
Lapis Keras Beton 70 – 90
Taman, Halaman 5 – 25
Tanah Lapang, tegalan 10 – 30
Kebun, Ladang 0 – 20
Sumber : Majalah Geografi Indonesia No.14-15 (Soewarno, 2000)
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran
permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
C = n
i
i
i
n
i
i
A
CA
1
1
.
........................................................................................ (3)
Dimana : Ai = Luas lahan dengan jenis penutup tanah i
Ci = Koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = Jumlah jenis penutup Lahan (Suripin, 2004).
2.10. Debit
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah tinggi permukaan air
sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya
25
dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai
adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang
melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit
dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m 3 /dt). Menurut Sosrodarsono
dan Takeda (2006), debit air sungai adalah laju aliran air yang melewati suatu
penampang melintang dengan persatuan waktu. Besarnya debit dinyatakan
dalam satuan meter kubik per detik (m 3 /dt). Menurut Harnalin (2010), debit air
adalah jumlah air yang mengalir dari suatu penampang tertentu
(sungai/saluran/mata air) peratuan waktu (ltr/dtk, m 3 /dt,dm 3 /dtk).
Dengan mengetahui debit air suatu perairan kita dapat mengetahu jenis
organisme apa saja yang hidup di suatu perairan tersebut. Jika debit air disuatu
perairan tinggi maka dapat dipastikan bahwa organisme yang hidup di perairan
tersebut adalah organisme perenang kuat. Pengertian Debit adalah besaran yang
menyatakan volum fluida yang mengalir melalui suatu penampang tertentu
dalam satuan waktu tertentu. Debit juga merupakan laju aliran air (dalam bentuk
volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan
waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter
kubik per detik (m3/dt). Sungai itu terbentuk dengan adanya aliran air dari satu
atau beberapa sumber air yang berada di ketinggian, misalnya disebuah puncak
bukit atau gunung yang tinggi, dimana air hujan sangat banyak jatuh di daerah
itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung, lama kelamaan dikarenakan
sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar melalui bagian bibir cekungan
yang paling mudah tergerus air.
26
Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi
pengelola sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang
bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama
pada musim kemarau panjang. Debit aliran rata- rata tahunan dapat memberikan
gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah
aliran sungai. Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan
dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit
sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung
dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya
perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim local. Debit juga dikenal
dengan laju aliran permukaan yang berarti jumlah atau volume air yang mengalir
pada suatu titik per detik atau per jam, dinyatakan dalam m 3 per detik atau
mLaju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit. Besarnya debit
ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatan alirannya, yang dapat
dinyatakan dengan persamaan :
Q = A V ................................................................................................ (4)
dimana : Q = debit air (m3 /detik atau m
3 /jam)
A = luas penampang air (m 2 )
V = kecapatan air melalui penampang tersebut (m/detik)
Aliran sungai berasal dari hujan yang masuk ke dalam alur sungai berupa aliran
permukaan, aliran air di bawah permukaan, aliran air bawah tanah dan butir-butir
hujan yang langsung jatuh kedalam alur sungai. Debit aliran sungai akan naik
27
setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah hujan
selesai. Gambar tentang naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut
hidrograf. Bentuk hidrograf suatu sungai tegantung dari sifat hujan dan sifat-
sifat daerah aliran sungai yang bersangkutan Sebagian besar debit aliran pada
sungai kecil yang masih alamiah adalah debit aliran yang berasal dari air
tanah atau mata air dan debit aliran air permukaan (air hujan). Dengan
demikian aliran air pada sungai kecil pada umumnya lebih menggambarkan
kondisi hujan daerah yang bersangkutan.
2.11. Metode Rasional
Motode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang
untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Melatarbelakangi metode
rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus,
maka laju limpasan lansung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi
Tc, waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan
konstribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan
dengan intensitas I pada DAS dengan lua A. Nilai perbandingan anatara laju
masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan
sebagai run off coefficient (C) dengan nilai 0 C 1 (Chow, 1998).
Rumus ini adalah rumus yeng tertua dan yang terkenal diantara rumus-rumus
empiris lainnya. Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan
daerah pengaliran yang luas dan juga untuk perencanaan drainase daerah
pengaliran yang relatif sempit. Metode rasional dapat dipandang sebagai satu
cara praktis dan murah. Selain itu, penerapannya di Indonesia masih memberikan
28
peluang untuk dikembangkan. Metode ini cocok dengan kondisi indonesia yang
beriklim tropis (Soewarno, 2000).
Bentuk rumus rasional ini adalah sebagai berikut :
Q = 0,278 C.I.A (m3/dt) ....................................................................... (5)
Dimana : C = Koefisien aliran (crop coeffisien)
I = Intensitas hujan untuk durasi hujan sama dengan waktu
konsentras (tc, menit) dalam periode ulang T tahun (mm/jam)
A = Luas daerah aliran sungai (km2)
Artinya jika terjadi curah hujan selama 1 jam dengan intensitas 1 mm/jam dalam
daerah seluas 1 km 3 , maka debit banjir sebesar 0,2778 m 3 /dtk dan melimpas
selama 1 jam (Sosrodarsono dan Takeda,2003).
2.12. Analisa Saluran Terbuka
Saluran terbuka merupakan saluran air dimana air mengalir dengan muka air
yang bebas. Pada semua titik di sepanjang saluran, tekanan air di permukaan air
adalah sama (tekanan atmosfir). Pada saluran terbuka variable aliran sangat
tidak teratur baik terhadap ruang ataupun terhadap waktu. Variabel tersebut
berupa tampang lintang saluran, kekasaran, kemiringan saluran, belokan, debit
aliran, dan sebagainya. Ketidak teraturan tersebut mengakibatkan analisis aliran
sangat sulit untuk diselesaikan secara analitis. Oleh karena itu analisa aliran pada
saluran terbuka adalah dengan metoda empiris, dimana sampai saat ini metoda ini
merupakan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Aliran air dalam
suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun aliran pipa. Kedua
29
jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda dalam satu hal
yang penting. Aliran saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas. Aliran
melalui saluran terbuka merupakan jenis aliran seragam. Di dalam aliran
seragam (uniform) ini dianggap bahwa aliran adalah mantap/permanen dan satu
dimensi. Aliran tidak mantap yang seragam hampir tidak ada di alam. Dengan
anggapan satu dimensi berarti kecepatan aliran di setiap titik pada tampang
lintang adalah sama. Contoh aliran seragam adalah aliran melalui saluran irigasi
yang sangat panjang dan tidak ada perubahan penampang. Aliran di saluran
irigasi yang dekat dengan bangunan irigasi tidak lagi seragam karena adanya
pembendungan atau terjunan, yang menyebabkan aliran menjadi tidak seragam
(non-uniform). Pada umumnya aliran seragam di saluran terbuka adalah turbulen,
sedangkan aliran laminer sangat jarang terjadi.
Aliran seragam tidak dapat terjadi pada kecepatan aliran yang besar atau
kemiringan saluran sangat besar. Apabila kecepatan aliran melampaui batas
tertentu (kecepatan kritik), maka muka air menjadi tidak stabil dan akan terjadi
gelombang. Pada kecepatan yang sangat tinggi (lebih dari 6 m/det), udara akan
masuk ke dalam aliran dan aliran menjadi tidak mantap.Dalam aliran melalui
saluran terbuka, distribusi kecepatan tergantung pada banyak faktor seperti
bentuk saluran, kekasaran dinding, keberadaan permukaan bebas, dan debit
aliran. Distribusi kecepatan tidak merata di setiap titik pada tampang melintang
seperti pada Gambar 3.
30
Gambar 3. Distribusi kecepatan di berbagai potongan melintang saluran (Sumber:
Hidraulika II, Bambang Triatmodjo, CES, DEA. Beta Offset)
Kecepatan aliran mempunyai tiga komponen arah menurut koordinat kartesius.
Namun, komponen arah vertikal dan lateral biasanya kecil dan dapat diabaikan.
Sehingga, hanya kecepatan aliran yang searah dengan arah aliran
diperhitungkan. Komponen kecepatan ini bervariasi terhadap kedalaman dari
permukaan air. Tipikal variasi kecepatan terhadap kedalaman air diperlihatkan
dalam Gambar 4.
Gambar 4. Pola distribusi kecepatan sebagai fungsi kedalaman (Sumber:
Hidraulika II, Bambang Triatmodjo, CES, DEA. Beta Offset)
Distribusi kecepatan pada vertikal dapat ditentukan dengan melakukan
pengukuran pada berbagai kedalaman. Semakin banyak titik pengukuran akan
memberikan hasil semakin baik. Biasanya pengukuran kecepatan di lapangan
31
dilakukan dengan menggunakan current meter. Alat ini berupa baling-baling
yang akan berputar karena adanya aliran, yang kemudian akan memberikan
hubungan antara kecepatan sudut baling-baling dengan kecepatan aliran.
Kecepatan aliran dalam saluran terbuka dalam praktek sehari-harinya, dilakukan
dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris hasil percobaan.
Persamaan-persamaan yang penting bagi saluran terbuka untuk menghitung
kecepatan saluran rata-rata yaitu dengan rumus di bawah ini salah satunya
Rumus Kekasaran manning :
Seorang ahli dari Islandia, Robert Manning mengusulkan rumus manning berikut
ini :
V = n
1x R 3
2
x S 2
1
...................................................................................................(6)
Dimana n = Koefisien manning dapat dilihat dalam tabel
R = P
A = jari-jari hidrolis dalam m
A = profil basah saluran dalam
P = keliling basah dalam m
S = Kemiringan saluran
32
Tabel 6. Nilai Koefisien kekasaran (n) manning untuk sungai Alami
Tipe saluran dan deskripsinya Min Nor Maks
1. Saluran Utama
a. Bersih lurus, penuh, tanpa rekahan atau ceruk dalam 0.02 0.02 0.03
b. Sama dengan atas, banyak batuan dan tanaman
pengganggu
0.03 0.03 0.04
c. Bersih, berliku, berceruk, bertebing 0.03 0.03 0.04
d. sama dengan atas, dengan tanaman pengganggu dan
bebatuan
e. sama dengan atas, tidak terisi penuh banyak
kemiringan dan penampang tidak beraturan
0.04 0.04 0.05
f. Sama dengan poin “d” berbatu banyak 0.04 0.04 0.06
g. Tenang pada bagian lurus, tanaman
pengganggu, ceruk dalam
0.05 0.05 0.08
h. banyak tanaman pengganggu, ceruk dalam, saluran
air penuh tumbuhan kayu, ranting.
0.07 0.07 0.15
2. Sempedan Sungai
a. padang rumput tanpa belukar
1. Rumput pendek 0.02 0.03 0.03
2. Rumput tinggi 0.03 0.03 0.05
b. Areal pertanian
1. tanpa tanaman 0.02 0.03 0.04
2. tanaman dibariskan 0.02 0,03 0.04
3. tanaman tidak dibariskan 0.03 0.04 0.05
c. Belukar
1.Belukar tersebar, banyak tanaman pengganggu 0.03 0.05 0.07
2. Belukar jarang dan berpohon, musim dingin 0.03 0.05 0.06
3. Belukar jarang dan berpohon, musim semi 0.04 0.06 0.08
4. Berbelukar sedang sampai rapat, musim dingin 0.04 0.07 0.11
5. Berbelukar sedang sampai rapat, musim semi 0.07 0.10 0.16
d. Pepohonan
1. Tanah telah dibersihkan, tanggul pohon, tidak
bertunas
0.03 0.04 0.05
2. Sama dengan atas, dengan tunas lebat 0.05 0.06 0.08
3. Banyak batang kayu, beberapa tumbang, ranting-
ranting, pohon taraf banjir dibawah cabang
0.05 0.06 0.08
4. sama dengan atas, taraf banjir mencapai cabang
pohon
0.08 0.10 0.12
5. Willow rapat, musim semi, dan lurus 0.11 0.15 0.2
3. Saluran di pengunungan , tanpa tetumbuhan
disaluran, tebing umumnya curam, dengan
pepohonan dan berbelukar dibawah muka air
a. Dasar : kerikil, kerakal, dan sedikit batu besar 0.03 0.04 0.05
b. Dasar : kerakal dengan batu besar 0.04 0.05 0.07
Sumber : HEC-RAS, Hydrolic Reference Manual for n Manning value
33
Dalam menganalisa hidrolis saluran alam atau sungai, perhitungan secara
umum dilakukan berdasarkan tiga persamaan dasar yaitu persamaan kontinuitas,
persamaan energi, dan persamaan keseimbangan momentum. Pendekatan
didasarkan pada persamaan aliran seragam dengan memperhitungkan nilai
kekasaran saluarakan, yang pada akhirnya dirangkum dan dilakukan dalam
program HEC-RAS menggunakan prinsip metode tahapan standar untuk aliran
satu dimensi.
1. Persamaan Kontinuitas
Ditinjau aliran zat cair tidak mampu mapat di dalam suatu pias saluran terbuka
untuk menjabarkan persamaan kontinuitas, seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kontinuitas aliran dalam suatu pias.
(Sumber:https://darmadi18.wordpress.com/2018/03/04/)
Pada saluran tersebut tidak terjadi aliran masuk atau keluar menembus dinding
saluran dan alirannya adalah permanen. Apabila debit yang lewat pada
penampang potongan 3-3 besarnya sama dengan Q dan mempunyai kedalaman
aliran h pada Δt, maka besarnya aliran netto yang lewat pias tersebut selama
waktu Δt dapat didefinisikan sebagai:
34
................................................(7)
Apabila luas penampang di potongan 1-1 adalah A dengan lebar muka air T,
maka jumlah pertambahan volume pada pias tersebut selama Δt adalah:
.........................................................................................................(8)
Prinsip kontinuitas menyatakan bahwa jumlah pertambahan volume sama
dengan besarnya aliran netto yang lewat pada pias tersebut, sehingga
dengan menyamakan persamaan (3) dan (4) akan diperoleh persamaan
berikut ini :
..........................................................................................................................(9)
Pada aliran tetap (steady) luas tampang basah tidak berubah selama Δt,
sehingga integrasi persamaan (5) menghasilkan:
Q = Konstan atau
Q1 = Q2 A1. V1 = A2.V2........................................................................(10)
2. Persamaan Energi
Hukum Bernoulli menyatakan bahwa jumlah energi air dari setiap aliran yang
melalui suatu penampang saluran dapat dinyatakan sebagai jumlah fungsi air,
tinggi tekanan, dan tinggi kecepatan.
H = z + g
P+
g
V
2
2
.................................................................................................(11)
35
Menurut prinsip kekekalan energi, jumlah tinggi fungsi energi pada
penampang 1 di hulu akan sama dengan jumlah fungsi energi pada
penampang 2 di hilir dan fungsi hf di antara kedua penampang tersebut.
Dimana :
z A + g
PA+
g
V
2
2
= z B + g
PB+
g
VB
2
2
......................................................................(12)
z = fungsi titik di atas garis referensi (m)
P = fungsi tekanan di suatu titik (m)
V = kecepatan aliran (m/det)
g = gaya gravitasi bumi (m/det 2 )
Gambar 6. Energi dalam aliran. (Sumber: Hidraulika I, Bambang Triatmodjo,
CES, DEA. Beta Offset)
3. Persamaan Momentum
Hukum Newton II tentang gerakan menyatakan bahwa besarnya perubahan
momentum per satuan waktu pada suatu persamaan adalah sama dengan
besarnya resultan semua gaya-gaya yang bekerja pada pias tersebut.
36
= r. Q . ∆V..................................................................................................(13)
Pada belokan akan terjadi gaya yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis dan
dinamis. Dengan persamaan momentum dan mengakibatkan kehilangan tenaga di
belokan. Berdasarkan Gambar 7, maka persamaan konservasi momentum
tersebut dapat ditulis sebagai:
Untuk arah x:
p 1 . A 1 - p 2 . A 2 cosq - R x = p.Q (V 2 cosq - V 1 ).............................................(14)
Atau
p 1 . A 1 + c - p.Q (V 2 cosq - V 1 )..........................................................................(15)
Atau arah y
R y - W - p 2 . A 2 sinq = p.Q (V 2 sinq)................................................................(16)
Atau
R y = W + p 2 . A 2 sinq + p.Q (V 2 sinq).............................................................(17)
Dari persamaan tersebut diperoleh resultan gaya R :
R = 2 + 2 dan tgɑ = y
x
R
R
........................................................................(18)
Dimana :
p = tekanan hidrostatis
37
W = berat zat cair pada potongan yang ditinjau
R = gaya reaksi
A = tampang aliran
V = kecepatan aliran
Gambar 7 . Penerapan Dalil Momentum. (Sumber: Hidraulika I, Bambang
Triatmodjo, CES, DEA. Beta Offset)
2.13. Simulasi komputasi HEC-RAS
Istiarto (2011) HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran
di sungai, River Analysis System (RAS), yang dibuat oleh Hydrologic
Engineering Center (HEC) yang merupakan satu divisi di dalam Institute for
Water Resources (IWR), di bawah US Army Corps of Engineers (USACE).
HEC- RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak
permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS versi
38
terbaru saat ini, Versi 4.1, beredar sejak Januari 2010. HEC-RAS memiliki empat
komponen model satu dimensi:
1) Hitungan profil muka air aliran permanen,
Steady Flow Water Surface Component. Program ini berfungsi untuk
menghitung profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually
varied flow). Program mampu memodelkan jaring sungai, sungai dendritik,
maupun sungai tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran
sub-kritik, super-kritik, maupun campuran antara keduanya. Langkah hitungan
profil muka air yang dilakukan oleh modul aliran permanen HEC-RAS
didasarkan pada penyelesaian persamaan energi (satu-dimensi). Kehilangan
energi dianggap diakibatkan oleh gesekan (Persamaan Manning) dan
kontraksi/ekspansi (koefisien dikalikan beda tinggi kecepatan). Persamaan
momentum dipakai manakala dijumpai aliran berubah cepat (rapidly varied
flow), misalnya campuran regime aliran sub-kritik dan super-kritik (hydraulic
jump), aliran melalui jembatan, aliran di percabangan sungai (stream junctions).
Ada dua jenis percabangan sungai. Yang pertama adalah dua dengan program
hitungan yang ada pada modul aliran permanen HEC- RAS. Fitur spesial modul
aliran tak permanen mencakup analisis dam- break, limpasan melalui tanggul
dan tanggul jebol, pompa, operasi dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa.
2) Simulasi aliran tak permanen
Unsteady Flow Simulation, Program ini mampu menyimulasikan aliran tak
permanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks. Semula,
modul aliran tak permanen HEC-RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran
39
sub-kritik, namun sejak diluncurkannya versi 3.1, modul HEC-RAS dapat
pula menyimulasikan regime aliran campuran (sub- kritik, super-kritik, loncat air,
dan draw-downs). Bagian program yang menghitung aliran di tampang lintang,
jembatan, gorong-gorong, dan berbagai jenis struktur hidraulik lainnya
merupakan program yang sama dengan program hitungan yang ada pada modul
aliran permanen HEC- RAS. Fitur spesial modul aliran tak permanen mencakup
analisis dam- break, limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi
dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa.
3) Hitungan transport sedimen,
Sediment Transport/Movable Boundary Computations Program ini mampu
menyimulasikan transpor sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar
sungai) akibat gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang
(umumnya tahunan, namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar
sungai akibat sejumlah banjir tunggal). Potensi transpor sedimen dihitung
berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen sehingga memungkinkan simulasi
armoring dan sorting. Fitur utama modul transpor sedimen mencakup
kemampuan untuk memodelkan suatu jaring (network) sungai, dredging,
berbagai alternative tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris)
transpor sedimen. Program transpor sedimen dirancang untuk menyimulasikan
trend jangka panjang gerusan dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan
frekuensi dan durasi debit atau muka air, ataupun perubahan geometri sungai.
Modul ini dapat pula dipakai untuk memprediksi deposisi di dalam reservoir,
desain kontraksi untuk keperluan navigasi, mengkaji pengaruh dredging terhadap
40
laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan akibat banjir, serta mengkaji
sedimentasi di suatu saluran.
4) Hitungan kualitas air.
Water Quality Analysis. HEC-RAS versi 4.0 dapat dipakai untuk melakukan
analisis temperatur air serta simulasi transport beberapa konstituen kualitas air,
seperti Algae, Dissolved Oxygen, Carbonaceuos Biological Oxygen Demand,
Dissolved Dissolved Nitrite Nitrogen, Dissolved Nitrate Nitrogen, and Dissoved
Organic Nitrogen.
Dalam HEC-RAS panampang sungai atau saluran ditentukan terlebih dahulu,
kemudian luas penampang akan dihitung. Untuk mendukung fungsi saluran
sebagai penghantar aliran maka penampang saluran di bagi atas beberapa bagian.
Pendekatan yang dilakukan HEC-RAS adalah membagi area penampang
berdasarkan dari nilai n (koefisien kekasaran manning) sebagai dasar bagi
pembagian penampang. Setiap aliran yang terjadi pada bagian dihitung dengan
menggunakan persamaan manning :
Q = n
1x Α x R 2
3
x S 2
1
........................................................................... (19)
n = koefisien kekasaran manning
A = luas bagian penampang
R = jari-jari hidrolik
S = kelandaian energi
41
Setelah penampang ditentukan maka HEC-RAS akan menghitung profil muka
air. Konsep dasar penghitungan profil permukaan air berdasarkan persamaan
energi yaitu :
Y 2 + Z 2 + g
Va
2
. 2
2
= Y 1 + Z 1 +g
Va
2
. 2
2
+he (20)
Z = fungsi titik diatas garis referensi
Y = Fungsi tekanan disuatu titik
V = kecepatan aliran
ɑ = Koefisien kecepatan
he = energy head loss
Gambar 8. Penggambaran persamaan energi pada saluran terbuka.
(Sumber : http://istiarto.staff.ugm.ac.id/)
Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut
memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta
beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profil
muka air berhasil dilakukan. HEC-RAS merupakan program aplikasi yang
42
mengintegrasikan fitur graphical user interface, analisis hidraulik, manajemen
dan penyimpanan data, grafik, serta pelaporan.
Di dalam program HEC-RAS, kumpulan data tergabung di dalam proyek system
sungai. Penggunaan program ini dapat melakukan berbagai macam tipe analisa
tentang pemodelan untuk formulasi beberapa rencana yang berbeda. Masing-
masing rencana mewakili kumpulan data geometri dan data alian. Setelah data
awal dimasukkan dalam HEC-RAS, pemodelan dapat dengan mudah
memformulasikan rencana baru. Setelah simulasi selesai dibuat untuk
berbagai macam rencana, hasil simulasi dapat dibandingkan dalam bentuk
table dan grafik yang berbeda.
43
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di sungai Way Kuripan Kecamatan Teluk Betung
Barat, Kota Bandar Lampung. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April
– Juni 2018 Seperti yang ditunjukan oleh gambar di bawah ini:
Gambar 9. Lokasi Penelitian Sungai Way Kuripan, Teluk Betung
Barat.
Sumber : EarthExplorer USGS
44
3.2. Data Yang Digunakan
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Data curah hujan 5
stasiun hujan selama 11 tahun terakhir (2006-2016) yang diperoleh dari Balai
Besar wilayah Sungai (BBWS) Provinsi Lampung.
2. Data primer dan data sekunder, dimanadata primer didapat dari pengukuran
lansung dilapangan serta data sekunder yang dipakai adalah data-data geometri
sungai dan debit maksimum.
45
3.3. Metode Penelitian
Gambar 10. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Tujuan
Penelitian
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Curah Hujan Harian
Data Topografi Sungai
Data Karakteristik DAS
Data Penggunaan Lahan
Analisa distribusi
frekuensi curah hujan
Memenuhi
Menghitung debit Banjir
rencana periode ulang
Analisa Kapasitas Pengaliran
Penampang sungai (HEC-RAS)
Memenuhi
Selesai
Uji kesesuaian distribusi
Solusi Penanganan
Banjir
Tidak
Ya
Tidak
Ya
46
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Adapun pelaksanaan penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai
berikut:
Mengkaji Analisis Hidrologi
Dalam analisis hidrologi langkah awal yang harus dilakukan adalah mengolah
data curah hujan yang ada. Data curah hujan yang ada mulai dari tahun 2006
hingga 2016. Setelah itu, menentukan parameter statistik (Sd, Cs, Ck, dan Cv)
untuk pemilihan metode distribusi frekuensi curah hujan yang sesuai. Distribusi
frekuensi curah hujan yang dimaksud dalam hal ini adalah metode normal, log
normal, log person tipe III, dan gumbel tipe I. Selanjutnya penggambaran
lengkung identitas curah hujan harian dengan kala ulang tertentu pada kurva IDF
(Itensity-Duration-Frequency). Setelah dilakukan analisis keakuratan, Selanjutnya
mencari distribusi hujan jam-jaman dengan menggunakan metode mononobe. Dari
hasil tersebut digunakan untuk menentukan banjir rencana Sungai Way Kuripan..
Pengolahan Data
1). Dilakukan penentuan parameter statistik dari data curah hujan maksimum.
Prosedur :
- Dihitung nilai X
X =
n
i
Xin 1
1
-Dihitung standard deviasi S
47
s = 2
1
1
)(1
1 n
i
XXin
- Dihitung koefisien varians
Cv = x
s
- Dihitung Coefisient of Skweness Cs,
Cs = 3
1
3
)2)(1(
)(
snn
XXinn
i
-Dihitung Coefisient of Kurtosis Ck.
Ck = 4
1
42
)3)(2)(1(
)(
snnn
XXinn
i
2). Penentuan pola distribusi yang tepat diantara distribusi Gumbel, distribusi Log
Normal, distribusi Log Pearson Type III dan distribusi Normal.
Rumus umum yang digunakan : Xҭ = X + Kҭ . S
3). Dilakukan pengujian distribusi dengan uji Chi-Square dan Smirnov-
Kolmogorov, dimana :
Hipotesis : Ho distribusi frekuensi hasil observasi sesuai (fit) dengan distribusi
teoritis tertentu (diharapkan).
Hi : distribusi Frekuensi hasil observasi tidak sesuai dengan distribusi teoritis
tertentu (diharapkan)
48
Kriteria Pengujian :
Ho diterima apabila : χ2hitung χ
2(a;db)
Ho ditolak apabila : χ2hitung χ
2(a;db)
db = G-1
a. Uji Chi-Square
Adapun prosedur uji Chi Square adalah :
- Urutkan data pengatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
- Kelompokkan data menjadi beberapa G sub-Group ( interval kelas).
- ditentukan frekuensi pengamatan sebesar Oi dan frekuensi yang
diharapkan sebesar Ei untuk tiap-tiap sub-grup.
-dihitung besarnya frekuensi untuk masing-masing sub grup minimal 5
dengan menggunakan tabel kurva normal.
- Pada tiap- group hitung nilai (Oi –Ei)2 dan
Ei
EiOi 2)(
- Julah seluruh G sub-grup nilai Ei
EiOi 2)( untuk menentukan nilai kritis
Chi-Square hitung.
- Tentukan derajat kebebasan dk = G-1. Nilai kritis untuk distribusi Chi-
Square.
49
b. Uji Smirnov-Kolmogorov
Prosedur pelaksanaannya adalah ;
- Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut X1 = P’(X1)
- Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar
peluang pengamatan dengan peluang teoritis.
- D= maksimum (P(Xn) -(P’(Xn).
- Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga
D 0 (lihat Lampiran 5). Bila D dan jumlah data yang tersedia pada tabel
nilai kritis D 0 sesuai, maka distribusi yang dipilih telah tepat.
4. Penentuan intensitas curah hujan harian dalam kala ulang tertentu dengan
metode mononobe :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu (mm)
t = Lama hujan (jam), dalam perhitungan digunakan waktu
konsentrasi (Tc)
5. Penentuan debit puncak (Qp) :
Q = 0,278 C.I.A (m3/dt) dalam periode ulang tertentu.
C = Koefisien aliran (crop coeffisien)
50
I = Intensitas hujan untuk durasi hujan sama dengan waktu
konsentras (tc, menit) dalam periode ulang T tahun (mm/jam)
A = Luas daerah aliran sungai (km2).
Perhitungan koefisien aliran (C) yakni perhitungan berdasarkan perbandingan
antara tebal aliran dan tebal hujan dalam jangka waktu yang cukup panjang,
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien aliran kondisi daerah setempat dan
karakteristik fisik daerah aliran, yang biasa dinyatakan terhadap tataguna tanahnya
(Kundu and Olang, 2011). Sebagai dasar penentuan koefisien aliran untuk daerah
penelitian didapat dari harga koefisien aliran ssuai dengan tata guna tanahnya.
Penentuan harga koefisien aliran suatu daerah didasarkan atas harga rata-rata
tertimbang.
C1, C2, ... Cn = Nilai koefisien aliran pada masing-masing penggunaan lahan.
A1, A2, ... An = Luas daerah pada masing-masing penggunaan Lahan
Menganalisis Kapasitas Pengaliran dengan HEC-RAS
Dalam menganalisis kapasitas pengaliran penampang sungai menngunakan HEC-
RAS. Data – data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Penampang memanjang sungai (Data Long Section)
2. Potongan melintang sungai (Data Cross Section)
3. Angka manning penampang sungai
51
4. Data debit dari analisis hidrologi
Pengolahan data
1. Perhitungan kapasitas maksimum saluran/sungai ditentukan berdasarkan slope
area methode yakni perhitungan secara tidak langsung dengan rumus manning.
Q = Kapasitas maksimum saluran/sungai (m3/detik)
A = Luas penampang (m2)
V = Kecepatan aliran rata-rata, memakai rumus manning (m/detik)
2. Perhitungan hidrograf banjir diasumsikan berbentuk segitiga, dengan debit
puncak hidrograf Qp dan durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, sedangkan
waktu dasar (Tb) sama dengan 2,17 Tc (Kimaro et.al., 2005) dalam Amin
dkk,2018).
Gambar 11. Banjir Hidrograf
lama banjir
T
c
C
Q
p Volume Banjir
Kapasitas Maksimum Saluran / Sungai
Durasi (jam)
75
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis hidrologi dan analisis kapasitas pengaliran Sungai Way
Kuripan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola distribusi hujan yang tepat untuk Sungai Way Kuripan adalah Log
Pearson Type III , didapat hujan rencana berbagai periode ulang 2, 5, 10, 25,
50, dan 100 tahun adalah sebesar 39,23 mm, 74,49 mm, 103,15 mm, 149,85
mm, 192,09 mm, dan 240,98 mm
2. Debit Puncak DAS Way Kuripan untuk berbagai periode ulang 2, 5, 10, 25,
50, dan 100 tahun diperoleh sebesar 38,74 m 3 /detik; 73,56 m 3 /detik; 101,85
m 3 /detik; 147,96 m 3 /detik; 189,67 m 3 /detik dan 273,95 m 3 /detik.
3. Hasil Analisa HEC RAS dengan simulasi hingga debit rencana kala periode
ulang 100 th sudah mengalami banjir pada 3 titik cross section yaitu Sta. 4,6
dan 7. Pada cross section Sta.6 mengalami banjir setinggi 1,94 meter
ditanggul sebalah kanan. Peta sebaran banjir meliputi wilayah : Pesawahan,
Kota Karang, Kuripan, Gedong Pakuon, Talang, Sukarame II, Negeri Olok
Gading, Sumur Putri dan Perwata.
76
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian tentang Kajian Hidrologi dan
Analisis Kapasitas Pengaliran Penampang Sungai Way Kuripan Terhadap
Bencana Banjir Wilayah Bandar Lampung Berbasis HEC-RAS adalah sebagai
berikut :
1. Studi hidrologi yang dilakukan harus lebih detail yang berkaitan dengan
jumlah stasiun hujan, panjang waktu pengamatan, dan data hujan yang
terbaru akan mengahasilkan hasil studi yang lebih baik dan tepat.
2. Skenario pengendalian banjir untuk suatu daerah hendaknya dilakukan
dengan beberapa skenario, hal ini untuk memeilih bangunan yang paling
cocok dan sesuai dengan kondisi banjir di bantaran kali sungai Way Kuripan.
3. Penulis mengharapkan untuk kedepannya akan ada penelitian yang mengkaji
skenario pengendalian banjir sungai Way Kuripan seperti pembuatan alur
pengendalian banjir (floodway), pembuatan retarding basin dan waduk
pengendali banjir.
77
DAFTAR PUSTAKA
Amin M., Ridwan, A. Tusi, 2018. Climate Change on Maximum Rainfall and
Flood at Bandar Lampung. Proceeding of ISAE International Seminar.
Bandar Lampung.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM-Press,
Yogyakarta
Bangun, H. 2010. Pengelolaan Air Irigasi. Dinas Pertanian Jawa
Bappeda Kota Bandar Lampung, 2008. Studi Mitigasi Bencana Kota Bandar
Lampung TA.2008. Kerjasama Bappeda Kota Bandar Lampung dengan PT.
Visitama Daya Solusi.
Baskoro, A.W. 2009, Kajian Pengaruh Pembangunan Jetty Terhadap Kapasitas
Sungai Muara Way Kuripan Kota Bandar Lampung, Universitas
Diponegoro, Semarang.
BPS Kota Bandar Lampung, 2011. Bandar Lampung dalam angka. BPS, Bandar
Lampung
BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Bandar Lampung, 2013.
Dokumen Rencana Strategis dan Rencana Aksi Daerah Mitigasi Bencana
Kota Bandar Lampung Tahun 2009-2013.
Chow, V.T. Maidment, D.R. and Mays, L.W. 1998. Applied Hydrology.
McGraw-Hill, New York.
Eripin, I. 2005. Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Sungai di
Daerah Pengaliran Sungai Cipinang.
http://www.petra.ac.id/hydrologyEngineering// (28 Januari 2018).
Halim, F. 2014. Pengaruh hubungan tata guna lahan dengan debit banjir pada
daerah aliran sungai malalayang. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.4
No.1, (45-54) ISSN: 2087-933445.
Hartono, Maleray, B.S.S. Farda, N.M. dan Kamal, M. 2005. Analisis Data
Pengindraan Jauh dan SIG untuk Studi Sumber Daya Air Permukaan DAS
Rawa Biru Merauke Papua. http://www.ns.ui.ac.id/seminar2005/Data/J2E-
06.pdf [13 Maret 2017]
Harto Sri, B.R. 1993, Analisa Hidrologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
78
Hidayat, A. dan Hendrawan, A. 2017.Model Dan Simulasi Peringatan Dini
Bencana Banjir Menggunakan Metode Rasional .JUTEKIN Vol 5 No. 1
(2017) – ISSN : 2338-1477 – EISSN : 2541-6375
Istiarto. 2012, Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program
Hidrodinamika HEC-RAS, Jenjang Dasar: Simple Geometry River, UGM,
Yogyakarta.
Istiarto. 2014. Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program
Hidrodinamika HEC-RAS, Jenjang Lanjut: Junction And Inline Structures,
GM, Yogyakarta.
Kodoatie, J.R. dan Sugiyanto, 2002. Banjir, Beberapa Masalah dan Metode
Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kondoatie, J.R. dan Syarief, R. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Andi Offset, Yogyakarta.
Kundu, P. M. and Olang, L. O. 2011. The Impact of Land Use Change On Runoff
and Peak Flood Discharges for The Nyando River in Lake Victoria
Drainage Basin, Kenya. WIT Transaction on Ecology and The Environment
: Vol. 153 (ISSN 1743-3541).
Loebis, J. 1992. Banjir Rencana Bangunan Air. Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Pohan. 2012, Desain Penampang sungai Way Batanghari dan Muara Sukadana
Dengan Cara Peninkatan Kapasitas Sungai Menggunakan Software HEC-
RAS, Universitas Lampung, Lampung.
Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta :
Pt.Pradnya Pramita: Jakarta.
Soemarto, C.D. 1999, Hidrologi Teknik Edisi2, Jakarta: ERLANGGA
Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya.
Singh, P.V. 1992. Elementary Hydrology. Prentice-Hall Englewood Cliffs, New
Jersey.
Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaaan yang Berkelanjutan. Andi Offset,
Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1987. Teknik Sumber Daya Air. UGM-Press, Yogyakarta.
Tusi, A. dan Amin, M. 2012. Analysis Of Water Absorption At Bandar
Lampung City. Paper AESA Agriculture Engineering, Lampung
79
Triatmodjo, B. 2008, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta. Triatmodjo,
Bambang. 1993, Hidraulika I, Beta Offset, Yogyakarta.
Triatmodjo, B. 1993, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta.