IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA
MISKIN (RASKIN) DI DESA BATU LIMAU KECAMATAN UNGAR
KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
RIKA ROSTIRAWATI
NIM : 110565201012
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA
MISKIN (RASKIN) DI DESA BATU LIMAU KECAMATAN UNGAR
KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015
RIKA ROSTIRAWATI
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Program Raskin merupakan implementasi dari intruksi Presiden tentang
kebijakan Perberasan Nasional. Peneliti memilih Desa Batu limau, sebagai tempat
peneliti untuk meneliti tentang bagaimana pelaksanaan program Raskin, dikarenakan
pertama, taraf hidup masyarakat setempat adalah menengah kebawah, artinya masih
banyak masyarakat miskin yang perlu mendapatkan bantuan seperti Raskin dan
sebagainya. Kedua, belum adanya keseimbangan antara kuota beras dengan RTS-
PM, yang menerima Raskin hanya 31 orang sedangkan jumlah yang seharusnya
menerima diperkirakan lebih dari 31 orang kemudian pendataan yang tidak up-date
sehingga belum adanya perubahan data RTS-PM yang selanjutnya mendapatkan
beras Raskin tersebut
Tujuan dalam penelitian ini Untuk mengetahui implementasi kebijakan program
beras untuk keluarga miskin (Raskin) Raskin di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun Tahun 2015. Informan dalam penelitian ini adalah stakeholders
implementasi program beras miskin (Raskin) di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun yaitu Camat Ungar, Kepala Desa Batu Limau, Ketua RT/RW
serta masyarakat. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa
data kualitatif.
Berdasarkan pemahaman level Street Level Bureaucrats, para pelaksana
sebenarnya mengetahui tentang pedoman program beras miskin karena sebelum
dilaksanakan program raskin ini, para pelaksana mulai dari pihak desa, kecamatan
hingga Dinas Sosial sudah di berikan pengetahuan dan sosialisasi baik syarat,
prosedur, sampai dengan pendistribusian. Namun dalam pelaksanaannya banyak
masyarakat yang menganggap bahwa para pelaksana tidak memahami tentang
aturan-aturan yang berlaku dalam pendistribusian raskin. Karena di Desa Batu Limau
ini diketahui bahwa dalam pembagiannya tidak sesuai dengan aturan, masyarakat
desa hanya mendapatkan 3 Kg beras seharusnya dalam aturannya sebanyak 15 kg per
kepala keluarga.
Kata Kunci : Pendistribusian Beras, Pelaksanaan Peraturan
2
A B S T R A C T
Raskin program is the implementation of the instruction of the President of
the national Perberasan policy. The researchers chose the village of Lime Rock, as a
place for researchers to research on how the implementation of the program because
first, Raskin, the living standard of local people is a medium sized down, meaning
that there are still many poor people who need get help like Raskin and so on.
Second, not to the existence of a balance between quotas of rice with the RTS-am,
who received only 31 people while Raskin number that should receive an estimated
more than 31 people then the logging is not up-date so haven't any change data RTS-
am who then get the Raskin rice
The goal in this research is to know the policy implementation programs of rice
to poor families (Raskin) at the village of Lime Rock Raskin Subdistrict Ungar
Karimun District by 2015. Informants in this study are poor rice program
implementation stakeholders (Raskin) in the village of Lime Rock Karimun Regency
i.e. Ungar Subdistrict Head Ungar, head of the village of Lime Rock, Chairman of
the RT/RW as well as the community. The analysis of the data used in this study is
the analysis of qualitative data.
Based on the understanding level of Street-Level Bureaucrats, the actual
implementers aware of the guidelines program due to poor rice before being
implemented, the raskin program executor starts from the village, sub-district to
Social Service have already given the knowledge and dissemination of good terms,
procedures, up to distribution. But in practice many people consider that the
executor does not understand about the rules that apply in the distribution of raskin.
Lime Stone in the village because it is known that in the Division is not in
accordance with the rules, the villagers get only 3 Kg of rice should be in order as
much as 15 kg per head of the family.
Keywords: Distribution Of Rice, The Implementation Regulations
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan bahwa Negara wajib
melayani setiap warga Negara dan
penduduk untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemerintah
merupakan suatu kelembagaan atau
organisasi yang menjalankan kekuasaan
pemerintahan, sedangkan pemerintahan
adalah proses berlangsungnya kegiatan
atau perbuatan pemerintah dalam
mengatur kekuasaan suatu Negara.
Pemerintah Indonesia sangat menyadari
bahwa jika masyarakat sudah
mendapatkan apa yang menjadi haknya,
maka masyarakat tersebut juga akan
menjalankan kewajibannya dengan
penuh kesadaran..
Dalam pemenuhan hak-hak
masyarakatnya pemerintah telah banyak
berupaya dalam mengatasi masalah-
masalah yang berkaitan dengan
kemiskinan salah satunya. Pemerintah
dalam hal ini telah mengeluarkan
kebijakan tentang bagaimana
mengurangi beban pengeluaran rumah
tangga miskin dengan program Raskin.
Beras untuk keluarga miskin
(Raskin) merupakan subsidi pangan
pokok dalam bentuk beras yang
diperuntukkan bagi keluarga miskin
sebagai upaya dari pemerintah untuk
meningkatkan ketahanan pangan dan
memberikan perlindungan pada
keluarga miskin. Beras merupakan
makanan pokok sebagian besar
penduduk Indonesia. Oleh karena itu,
pada tahun 2002 pemerintah Indonesia
meluncurkan Program Raskin yang
merupakan implementasi dari
konsistensi pemerintah dalam rangka
memenuhi hak pangan masyarakat.
Program semacam ini sebenarnya
sudah ada sejak krisis pangan di
Indonesia pada tahun 1998 yang
dinamakan dengan Operasi Pasar
Khusus (OPK). Namun, baru pada
tahun 2002 program OPK ini diubah
namanya menjadi program Beras untuk
Rumah Tangga Miskin (Raskin) dan
pada tahun 2008 menjadi beras
bersubsidi untuk masyarakat
berpendapatan rendah (Raskin).
(Pedoman Umum Raskin 2015 pada
Lembaran ke III Kata Pengantar
Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat).
Program Raskin merupakan
implementasi dari intruksi Presiden
tentang kebijakan Perberasan Nasional.
Presiden menginstruksikan kepada
Menteri dan Kepala Lembaga
Pemerintah non Kementerian tertentu,
serta Gubernur dan Bupati/Walikota di
seluruh Indonesia untuk melakukan
upaya peningkatan pendapatan petani,
ketahanan pangan, pengembangan
ekonomi perdesaan dan stabilitas
ekonomi nasional.(Pedoman Umum
Raskin, 2015: 7).
Peraturan perundangan yang
menjadi landasan pelaksanaan program
Raskin adalah : (dalam skripsi Ayu
Wahyuni, 2014: 7)
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun
1985 tentang Organisasi
Masyarakat;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun
1996, tentang Pangan;
3. Undang-undang Nomor 19 Tahun
2003, tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN);
4. Undang-undang No. 32 Tahun
2004, tentang Pemerintahan Daerah;
5. Undang-undang No. 22 Tahun
2009, tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) Tahun
Anggaran 2012;
4
6. Undang-undang Nomor 18 Tahun
1985, tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1985;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 1986, tentang Ketahanan
Pangan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2003, tentang Pendirian
Perusahaan Umum (Perum)
BULOG;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005, tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah;
10. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2010,
tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan;
11. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2011,
tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012;
12. Inpres Nomor 7 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Perberasan;
13. Permendagri Nomor 59 Tahun
2007, tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah;
14. Kepmenko Kesra Nomor 35 Tahun
2008, tentang Tim Koordinasi
Raskin Pusat
Terdapat beberapa unsur dalam
Raskin, antara lain adalah Pedoman
Pelaksanaan Program Raskin, Tim
Koordinasi Program Raskin Provinsi,
Tim Raskin Divisi Regional (Divre),
Satker Raskin, Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan, Pelaksanaan Distribusi,
Titik Distribusi, Rumah Tangga Miskin
(RTM), Musyawarah Desa/Kelurahan,
Beras Standar Kualitas Bulog, Unit
Pengaduan Masyarakat (UPM)
Raskin.(Pedoman Umum Raskin 2015:
14)
Tidak seluruh masyarakat Indonesia
yang berhak atas Raskin, hanya mereka
yang tergolong miskin dan rawan
pangan di daerah tertentu mendapat hak
untuk menerima Raskin. Untuk
memilih kelompok yaitu sesuai kriteria
yang ditetapkan data keluarga miskin
dan rawan pangan dikumpulkan dari
berbagai sumber seperti Kelurahan,
LSM, dan sebagainya. Data tersebut
dibawa ke musyawarah Desa untuk
diteliti kebenarannya dan dikoreksi,
apabila ada data yang rangkap atau
yang tidak sesuai, kemudian
musyawarah Desa Memilih dan
menetapkan keluarga yang termasuk
paling miskin dan rawan pangan sesuai
jumlah plafon yang disediakan.
Pemilihan dapat menggunakan sistem
rangking sehingga hanya mereka yang
benar-benar paling miskin dan rawan
pangan saja yang dipilih. Hasil
musyawarah Desa perlu diketahui oleh
seluruh masyarakat.(dalam skripsi Nina
Maryana, 2011: 3)
Kecamatan Ungar adalah salah satu
Kecamatan yang ada di Kabupaten
Karimun dengan pusat pemerintahan di
Kelurahan Alai, yang merupakan hasil
pemekaran dari Kecamatan Kundur.
Kecamatan ini terdiri atas 1 kelurahan
dan 3 desa yaitu Kelurahan Alai, Desa
Batu Limau, Desa Sungai Buloh, dan
Desa Pulau Ngal. (Sumber : Demografi
Kecamatan Ungar, 2016)
Desa Batu Limau memiliki rumah
tangga sasaran penerima manfaat (RTS-
PM) sebanyak 31 KK, RTS-PM
tersebut pada bulan Januari s.d Maret
Tahun 2015 mendapat masing-masing
45 kg dengan total keseluruhannya
1395 kg. (Kantor Desa Batu Limau,
2015)
Peneliti memilih Desa Batu limau,
sebagai tempat peneliti untuk meneliti
tentang bagaimana pelaksanaan
5
program Raskin, dikarenakan pertama,
taraf hidup masyarakat setempat adalah
menengah kebawah, artinya masih
banyak masyarakat miskin yang perlu
mendapatkan bantuan seperti Raskin
dan sebagainya. Kedua, belum adanya
keseimbangan antara kuota beras
dengan RTS-PM, yang menerima
Raskin hanya 31 orang sedangkan
jumlah yang seharusnya menerima
diperkirakan lebih dari 31 orang
kemudian pendataan yang tidak up-date
sehingga belum adanya perubahan data
RTS-PM yang selanjutnya
mendapatkan beras Raskin tersebut.
Kemudian Kepala Desa pernah
membagikan Raskin secara merata
sebanyak 3 Kg ke masing-masing
kepala keluarga agar masyarakat
setempat dapat merasakan bantuan
program Raskin tersebut, padahal
sesuai kebijakannya Raskin
diperuntukkan untuk rumah tangga
miskin.
Berdasarkan latar belakang itulah,
penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai
“Implementasi Kebijakan Program
Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin)
di Desa Batu limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun Tahun 2015”.
B. Perumusan Masalah
Mengacu pada uraian latar
belakang di atas, maka perumusan
masalah yang disampaikan dalam
penelitian ini adalah Bagaimana
implementasi kebijakan program beras
untuk keluarga miskin (Raskin) Raskin
di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun Tahun 2015?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan melihat rumusan masalah
sebelumnya maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui Bagaimana
implementasi kebijakan program beras
untuk keluarga miskin (Raskin) Raskin
di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun Tahun 2015.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Akademis, penelitian ini
diharapkan berguna sebagai suatu
karya ilmiah yang dapat menunjang
perkembangan ilmu pengetahuan
dan sebagai bahan masukan yang
dapat mendukung bagi peneliti
maupun pihak lain.
b. Dapat dijadikan sebagai kontribusi
terhadap pemecahan masalah terkait
yakni Implementasi Kebijakan
Program Raskin di Desa Batu
Limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun.
D. Kerangka Berfikir
6
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang penulis
gunakan adalah metode kualitatif.
Dimana penelitian ini lebih bersifat
deskriptif. Dimana penelitian kualitatif
ini merupakan penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain sebagainya.
(Moleong (2005) dalam Haris (2010:
9))
F. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisa data
kualitatif yaitu dengan melakukan
terlebih dahulu mendeskripsikan,
memverifikasi, menginterpretasikan
untuk kemudian dianalisis sehingga
memperoleh suatu kesimpulan.
Moleong (2004:35) menyatakan analisa
dan kualitatif adalah proses
pengorganisasian, dan penguratan data
kedalam pola dan kategori serta satu
uraian dasar, sehingga dapat
dikemukakan tema yang seperti
disarankan oleh data. Adapun langkah –
langkah analisa data yang dilakukan
adalah : (1) menelaah dari semua data
yang tersedia dari berbagai sumber, (2)
reduksi data yang dilakukan dengan
membuat abstraksi, (3) menyusun data
kedalam satuan-satuan, (4)
pengkategorian data sambil membuat
koding, (5) mengadakan pemeriksaaan
keabsahan data, dan (6) penafsiran data
secara deskripsif.
II. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan
Terminologi tentang kebijakan
pemerintah atau kebijakan publik
(public policy) sangatlah beragam
menurut para pakar dan disesuaikan
dengan kegunaan istilah itu sendiri.
Pada dasarnya kebijakan
publik/kebijakan pemerintah adalah
sesuatu yang menjadi pilihan (prioritas)
atau yang tidak menjadi pilihan dan
sesuatu yang dikerjakan ataupun yang
tidak dikerjakan (didiamkan)
merupakan suatu tindakan (kebijakan)
pemerintah yang pada akhirnya untuk
suatu proses pencapaian tujuan
pemerintah.
Kebijakan (policy) adalah sebuah
instrumen pemerintahan, bukan saja
dalam arti government yang hanya
menyangkut aparatur negara, melainkan
pula governance yang menyentuh
pengelolaan sumberdaya publik (Edi
Suharto, 2011: 3).
Menurut Kartasasmita dalam Joko
Widodo (2007: 12-13) bahwa
“kebijakan merupakan upaya untuk
memahami dan mengartikan (1) apa
yang dilakukan (atau tidak dilakukan)
oleh pemerintah mengenai suatu
masalah, (2) apa yang menyebabkan
atau yang memengaruhinya, dan (3) apa
pengaruh dan dampak dari kebijakan
publik tersebut. Thomas R. Dye dalam
Subarsono (2006: 2) mengungkapkan
bahwa kebijakan publik didefinisikan
sebagai apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan.
Menurut RC. Chandler dan JC.
Plano dalam Inu Kencana Syafiie
(2006: 105), “kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap
sumberdaya-sumberdaya yang ada
untuk memecahkan masalah publik.
Mengacu pada Hogwood dan Gunn
(1990) yang dikutip oleh Edi Suharto
(2011: 4), kebijakan publik sedikitnya
mencakup hal-hal sebagai berikut:
7
a. Bidang kegiatan sebagai ekspresi
dari tujuan umum atau pernyataan-
pernyataan yang ingin dicapai.
b. Proposal tertentu yang
mencerminkan keputusan-
keputusan pemerintah yang telah
dipilih.
c. Kewenangan formal seperti undang-
undang atau peraturan pemerintah.
d. Program, yakni seperangkat
kegiatan yang mencakup rencana
penggunaan sumberdaya lembaga
dan strategi pencapaian tujuan.
e. Keluaran (output), yaitu apa yang
nyata telah disediakan oleh
pemerintah, sebagai produk dari
kegiatan tertentu.
f. Teori yang menjelaskan bahwa jika
kita melakukan X, maka akan
diikuti oleh Y.
g. Proses yang berlangsung dalam
periode waktu tertentu yang relatif
panjang.
Kebijakan publik adalah mengenai
perwujudan “tindakan” dan bukan
merupakan pernyataan keinginan
pemerintah atau pejabat publik semata.
Di samping itu pilihan pemerintah
untuk tidak melakukan sesuatu juga
merupakan kebijakan publik karena
mempunyai pengaruh (dampak yang
sama dengan pilihan pemerintah untuk
melakukan sesuatu). Terdapat beberapa
ahli yang mendefiniskan kebijakan
publik sebagai tindakan yang diambil
oleh pemerintah dalam merespon suatu
krisis atau masalah publik. Sedangkan
Ekowati (2005:78) menyebutkan bahwa
kebijaksanaan adalah suatu taktik dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai
suatu tujuan. Oleh karena itu suatu
kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga)
elemen, yaitu :
1. Identifikasi dari tujuan yang
ingin dicapai.
2. Taktik atau strategi dari
berbagai langkah untuk
mencapai tujuan yang
diinginkan.
3. Penyediaan berbagai input
untuk memungkinkan
pelaksanaan secara nyata dari
taktik atau strategi.
Begitupun dengan Chandler dan
Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan
(2003: 1) yang menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah pemanfaatan
yang strategis terhadap sumberdaya-
sumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik
atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan
suatu bentuk intervensi yang dilakukan
secara terus-menerus oleh pemerintah
demi kepentingan kelompok yang
kurang beruntung dalam masyarakat
agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas. David Easton sebagaimana
dikutip Agustino (2014: 19)
memberikan definisi kebijakan publik
sebagai “ the autorative allocation of
values for the whole society”. Definisi
ini menegaskan bahwa hanya pemilik
otoritas dalam sistem politik
(pemerintah) yang secara syah dapat
berbuat sesuatu pada masyarakatnya
dan pilihan pemerintah untuk
melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu diwujudkan dalam
bentuk pengalokasian nilai-nilai.
Secara khusus Wahab (2002:5-10)
mengemukakan tentang ciri-ciri yang
melekat pada kebijakan yaitu:
a. “Kebijakan itu dirumuskan oleh
orang-orang yang memiliki
wewenang dalam sistem politik
8
seperti ketua adat, ketua suku,
eksekutif, legislator, hakim,
administrator, monarkhie, dan
sebagainya.
b. Kebijakan merupakan tindakan
yang mengarah pada tujuan
melalui tindakan-tindakan yang
direncanakan secara matang.
c. Kebijakan itu hakekatnya terdiri
atas tindakan-tindakan yang
berkait dan berpola yang
mengarah pada tujuan tertentu
yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah. Kebijakan tidak
hanya mencakup keputusan
untuk membuat undang-undang
dalam bidang tertentu tapi juga
diikuti dengan keputusan-
keputusan yang bersangkut
dengan implementasi dan
pemaksaan pemberlakuannya.
d. Kebijakan bersangkutan dengan
apa yang senyatanya dilakukan
pemerintah dalam bidang-
bidang tertentu baik berbentuk
positif atau negatif”.
Suatu kebijakan publik yang telah
diterima dan disahkan tidaklah akan ada
artinya apabila tidak dilaksanakan.
Untuk itu implementasi kebijakan
publik haruslah berhasil, malahan tidak
hanya implementasinya saja yang
berhasil, akan tetapi tujuan yang
terkandung dalam kebijakan publik itu
haruslah tercapai yaitu terpenuhinya
kepentingan masyarakat (public inters).
Dalam pembahasan pelaksanaan
kebijakan banyak pembagian dalam
suatu kebijakan yang akan diambil atau
diterapkan, seperti Dunn (2003:22)
Membagi proses pembuatan kebijakan
dalam 5 (lima) tahapan yakni
Penyusunan agenda kegiatan kebijakan.
Formulasi Kebijakan. Adopsi
kebijakan. Implemantasi Kebijakan.
Penilaian kebijakan.
Proses pembuatan kebijakan publik
merupakan proses yang kompleks
karena melibatkan banyak proses
maupun variabel yang harus dikaji.
Oleh karena itu beberapa ahli politik
yang menaruh minat untuk mengkaji
kebijakan publik membagi proses-
proses penyusunan kebijakan publik
kedalam beberapa tahap. Tujuan
pembagian seperti ini adalah untuk
memudahkan kita dalam mengkaji
kebijakan publik. Namun demikian,
beberapa ahli mungkin membagi tahap-
tahap ini dengan urutan yang berbeda.
Tahap-tahap kebijakan publik menurut
William Dunn sebagaimana dikutip
Budi Winarno (2007: 32-34 adalah
sebagai berikut :
1. Tahap penyusunan agenda Para
pejabat yang dipilih dan
diangkat menempatkan masalah
pada agenda publik.
Sebelumnya masalah ini
berkompetisi terlebih dahulu
untuk dapat masuk dalam
agenda kebijakan. Pada
akhirnya, beberapa masalah
masuk ke agenda kebijakan para
perumus kabijakan. Pada tahap
ini mungkin suatu masalah tidak
disentuh sama sekali, sementara
masalah yang lain ditetapkan
menjadi fokus pembahasan, atau
ada pula masalah karena
alasanalasan tertentu ditunda
untuk waktu yang lama
2. Tahap formulasi kebijakan
Maslaah yang telah masuk ke
agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat
kebijakan. Masalah-masalah
tadi didefinisikan untuk
9
kemudian dicari pemecahan
masalah terbaik. Pemecahan
masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif atau pilihan
kebijakan (policy
alternatives/policy options) yang
ada. Dalam perumusan
kebijakan masing-masing
alternatif bersaing untuk dapat
dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan
masalah. Dalam tahap ini
masing-masing actor akan
bersaing dan berusaha untuk
mengusulkan pemecahan
masalah terbaik.
3. Tahap adopsi kebijakan Dari
sekian banyak alternatif
kebijakan yang ditawarkan oleh
para perumus kebijakan, pada
akhirnya salah satu dari
alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari
mayoritas legislatif, konsensus
antara direktur lembaga atau
putusan peradilan.
4. Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya
akan menjadi catatan-catatan
elit jika program tersebut tidak
diimplementasikan, yakni
dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen
pemerintah di tingkat bawah.
Kebijakan yang telah diambil
dilaksanakan oleh unit-unit
administrasikan yang
memobilisasikan sumber daya
finansial dan manusia. Pada
tahap implementasi ini berbagai
kepentingan akan saling
bersaing. Beberapa
implementasi kebijakan
mendapat dukungan para
pelaksana (implementors),
namun beberapa yang lain
munkin akan ditentang oleh para
pelaksana.
5. Tahap evaluasi kebijakan Dalam
tahap ini kebijakan yang telah
dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, unuk melihat sejauh
mana kebijakan yang dibuat
untuk meraih dampak yang
diinginkan, yaitu memecahkan
masalah yang dihadapi
masyarakat. Oleh karena itu
ditentukan ukuran-ukuran atau
kriteria-kriteria yamh menjadi
dasar untuk menilai apakah
kebijakan publik yang telah
dilaksanakan sudah mencapai
dampak atau tujuan yang
diinginkan atau belum.
2. Implementasi Kebijakan
Suatu kebijakan publik yang telah
disahkan tidak akan bermanfaat apabila
tidak diimplementasikan secara
maksimal dan benar. Hal ini disebabkan
karena implementasi kebijakan publik
berusaha untuk mewujudkan kebijakan
publik yang masih bersifat abstrak
kedalam realitanya. Maka harus ada
implementor yang konsisten dan
profesional untuk mensosialisasikan isi
kebijakan tersebut. Dengan kata lain,
bahwa pelaksanaan kebijakan publik
berusaha menimbulkan hasil (outcome)
yang dapat dinikmati terutama oleh
kelompok sasaran (target groups).
Implementasi menurut kamus
Webster dalam Wahab (1991: 50) yang
dikutip oleh Widodo (2007: 86)
implementasi diartikan sebagai “to
provide the means for carrying out
(menyediakan sarana untuk
melaksanakan sesuatu); to give
practical effects to (menimbulkan
dampak/akibat terhadap sesuatu
tertentu.
10
Mazmanian dan Sabatier
menjelaskan lebih rinci proses
implementasi kebijakan dengan
mengemukakan bahwa implementasi
adalah pelaksanaan keputusan
kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk
undang-undang, namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang
penting atau keputusan badan
peradilan.(Widodo, 2007: 88)
Menurut Van Metter Van Horn
menyatakan, “implementasi kebijakan
adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu-individu (dan
kelompok) pemerintah dan swasta yang
diarahkan pada pencapaian tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.”
Enam variabel menurut Van Metter
dan Van Horn, yang mempengaruhi
kinerja kebijakan yaitu:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan
dapat diukur keberhasilannya jika
ukuran dan tujuan dari kebijakan
memang realistis dengan sosio-
kultur yang ada di level pelaksana
kebijakan.
2. Sumber daya
Keberhasilan proses
implementasi kebijakan sangat
tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang
tersedia.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen
pelaksana meliputi organisasi
formal dan organisasi informal yang
akan terlibat pengimplementasian
kebijakan (publik) akan sangat
banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri
yang tepat serta sesuai dengan para
agen pelaksananya. Selain itu,
cakupan atau luas wilayah
implementasi kebijakan perlu juga
diperhitungkan manakala hendak
menentukan agen pelaksana.
Semakin luas cakupan implementasi
kebijakan, maka seharusnya
semakin besar pula agen yang
dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition)
para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan
dari agen pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan
atau tidaknya kinerja implementasi
kebijakan publik.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan
Aktifitas Pelaksana
Koordinasi merupakan
mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik.
Semakin baik koordinasi
komunikasi diantara pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu proses
implementasi, maka asumsinya
kesalahan-kesalahan akan sangat
kecil untuk terjadi dan begitu pula
sebaliknnya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan
Politik.
Hal terakhir yang perlu
diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam
perspektif yang ditawarkan oleh
Van Metter dan Van Horn adalah
sejauh mana lingkungan eksternal
turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik yang telah
ditetapkan. Lingkungan sosial,
ekonomi, dan politik yang tidak
kondusif dapat menjadi penyebab
dari kegagalan kinerja implementasi
kebijakan. Oleh karena itu, upaya
untuk mengimplementasikan
kebijakan harus pula
11
memperhatikan kekondusifan
kondisi lingkungan eksternal.
Subarsono (2006: 89)
mengemukakan beberapa teori dari
beberapa ahli mengenai implementasi
kebijakan, yaitu:
a. Teori Geord C. Edward
Dalam pandangan Edward
III, implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat
variabel, yaitu:
a) Komunikasi, yaitu
keberhasilan implementasi
kebijakan mensyaratkan
agar implementor
mengetahui apa yang harus
dilakukan, dimana yang
menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan harus
ditransmisikan kepada
kelompok sasaran (target
group), sehingga akan
mengurangi distorsi
implementasi.
b) Sumberdaya, dimana
meskipun isi kebijakan telah
dikomunikasikan secara
jelas dan konsisten, tetapi
apabila implementor
kekurangan sumberdaya
untuk melaksanakan, maka
implementasi tidak akan
berjalan efektif. Sumber
daya tersebut dapat
berwujud sumber daya
manusia, misalnya
kompetensi implementor
dan sumber daya financial.
c) Disposisi, adalah watak dan
karakteristik yang dimiliki
oleh implementor. Apabila
implementor memiliki
disposisi yang baik, maka
implementor tersebut dapat
menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat
kebijakan. Edward III (1980:
98) menyatakan bahwa
sikap dari pelaksana
kadangkala menyebabkan
masalah apabila sikap atau
cara pandangnya berbeda
dengan pembuat kebijakan.
Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi dapat
mempertimbangkan atau
memperhatikan aspek
penempatan pegawai
(pelaksana) dan insentif.
d) Struktur Birokrasi,
merupakan susunan
komponen (unit-unit) kerja
dalam organisasi yang
menunjukkan adanya
pembagian kerja serta
adanya kejelasan bagaimana
fungsi-fungsi atau kegiatan
yang berbeda-beda
diintegrasikan atau
dikoordinasikan, selain itu
struktur organisasi juga
menunjukkan spesialisasi
pekerjaan, saluran perintah
dan penyampaian laporan
(Edward III, 1980: 125)
struktur organisasi yang
terlalu panjang akan
cenderung melemahkan
pengawasan dan
menimbulkan red-tape,
yakni prosedur birokrasi
yang rumit dan kompleks,
yang menjadikan aktivitas
organisasi tidak fleksibel.
Aspek dari struktur
organisasi adalah Standard
Operating Procedur (SOP)
dan fragmentasi.
Menurut Nugroho (2012:294)
menjelaskan implementasi kebijakan
12
pada prinsipnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya, untuk itu ada dua langkah
yang ada yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk
program dan melalui turunan dari
kebijakan publik tersebut. Adapun
kebiajakn publik yang langsung
operasional yaitu Keputusan Kepala
Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan
sebagainya.
Dan menurut salah satu ahli
mendefinisikan kaitanya implementasi
kebijakan dengan muatan politik seperti
yang diungkapkan oleh Hinggis dalam
Pasolong (2010:57) mendifinisikan
implementasi sebagai rangkuman dari
berbagai kegiatan yang didalamnya
sumber daya manusia mengunakan
sumberdaya lain untuk mencapai
sasaran strategi. Dan Grindle
mengungkapkan implementasi sering
dilihat sebagai suatu proses yang penuh
dengan muatan politik dimana mereka
yang berkepentingan berusaha sedapat
mungkin mempengaruhinya.
Untuk lebih mudah dalam
memahami pengertian implementasi
kebijakan Lineberry (dalam Putra
Fadillah, 2003:81) menspesifikasikan
proses implementasi setidak-tidaknya
memiliki elemenelemen sebagai berikut
:
1. Pembentukan unit organisasi
baru dan staf pelaksana
2. Penjabaran tujuan ke dalam
berbagai aturan pelaksana
(standard operating procedure /
SOP)
3. Koordinasi berbagai sumber dan
pengeluaran kepada kelompok
sasaran;
4. Pengalokasian sumber-sumber
untuk mencapai tujuan.
Salah satu komponen utama yang
ditonjolkan oleh Lineberry, yaitu
pengambilan kebijakan (piolicy-
making) tidaklah berakhir pada saat
kebijakan itu dikemukakan atau
diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas
dari pembuatan kebijakan. Purwanto
dan Sulistyastuti (2012:64) Realitasnya,
didalam implementasi itu sendiri
terkandung suatu proses yang kompleks
dan panjang Proses implementasi
sendiri bermula sejak kebijakan
ditetapkan atau memiliki payung
hukum yang syah. Seorang ahli
mengambarkan kompleksitas dalam
upaya mewujudkan kebijakan dalam
proses impementasi yaitu „‟ it refres to
the process of converting financial,
material, technical, and human inputs
into output – goods and services ‘’
Hanya setelah melalui proses yang
kompleks tersebut maka akan
dihasilkan apa yang disebut sebagai
policy outcomes : suatu kondisi dimana
implementasi tersebut menghasilkan
realisasi kegiatan yang berdampak pada
tercapainya tujuan-tujuan kebijakan
yang ditetapkan sebelumnya. Dampak
kebijakan yang paling nyata adalah
adanya perubahan kondisi yang
dirasakan oleh kelompok sasaran, yaitu
dari kondisi yang satu ke kondisi yang
lebih baik. Menurut Nugroho
(2012:711) implementasi kebijakan
dalam konteks manajemen berada
dalam kerangka organizing-leading-
controlling.Jadi, ketika kebijakan sudah
dibuat, tugas selanjutnya adalah
mengorganisasikan, melaksanakan
kepemimpinan untuk memimpin
pelaksanaan, dan melakukan
pengendalian pelaksanaan.
13
Menurut Subarsono (2011:89)
keberhasilan implementasi kebijakan
akan ditentukan oleh banyak variabel
atau faktor, dan masing-masing variabel
tersebut saling berhubungan satu sama
lain. Berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan
suatu program, menurut Rondinelli
dalam Subarsono (2011 : 60)
mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
Implementasi kebijakan program-
program pemerintah yang bersifat
desentralisasi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
1. Kondisi lingkungan.
Lingkungan sangat
mempengaruhi implementasi
kebijakan, yang dimaksud
lingkungan ini mencakupsosio
cultural serta keterlibatan
penerima program.
2. Hubungan Antar Organisasi.
Dalam banyak program,
implementasi sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain. Untuk ini
diperlukan koordinasi dan
kerjasama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
3. Sumberdaya organisasi untuk
implementasi program.
Implementasi kebijakan perlu
didukung sumberdaya baik
sumberdaya manusia (human
resources) maupun sumberdaya
non-manusia (non human
resources).
4. Karakteristik dan kemampuan
agen pelaksana yang dimaksud
karakteristik dan kemampuan
agen pelaksana adalah
mencakup struktur birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya ini
akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
Untuk mengidentifikasi unsur –
unsur kapasitas organisasi dalam
Implementasi Sebelum kegiatan
penyampaian berbagai keluaran
kebijakan dilakukan kepada kelompok
sasaran dimulai, perlu didahului dengan
penyampaian informasi kepada
kelompok sasaran, tujuan pemberian
informasi ini adalah agar kelompok
sasaran atau masyarakat memahami
kebijakan yang akan di
implementasikan sehinga mereka tidak
hanya akan dapat menerima berbagai
program yang diinisialisasi oleh
pemerintah akan tetapi berpartisipasi
aktif dalam upaya untuk mewujudkan
tujuan-tujuan kebijakan. Proses
implementasi sekurang-kurangnya
terdapat tiga unsur yang penting dan
mutlak, seperti dikemukakan oleh
Tarwiyah (2005;11), yaitu:
1. Adanya program atau kebijakan
yang dilaksanakan;
2. Target groups, yaitu kelompok
masyarakat yang menjadi
sasaran, dan diharapkan dapat
menerima manfaat dari program
tersebut, perubahan atau
peningkatan;
3. Unsur pelaksana (implementor),
baik organisasi atau perorangan,
yang bertanggungjawab dalam
pengelolaan, pelaksanaan, dan
pengawasan dari proses
implementasi tersebut
Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa agar kebijakan itu
berhasil dalam pencapaian tujuannya,
maka serangkaian usaha perlu
dilakukan diantaranya perlu
14
dikomunikasikan secara terbuka, jelas,
dan transparan kepada sasaran.
Perlunya sumber daya yang berkualitas
untuk pelaksanaannya dan perlunya
dirampungkan struktur pelaksana
kebijakan.
3. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan
dengan masalah program beras untuk
keluarga miskin (Raskin) memang
bukan yang pertama kali. Sudah ada
beberapa peneliti yang melakukan
penelitian yang membahas masalah
tersebut. Namun, sejauh ini penulis
belum menemukan penelitian yang
membahas masalah tersebut
menggunakan pendekatan bottom up.
Selain itu, penulis sudah menelusuri
penelitian-penelitian sebelumnya untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang sudah
diteliti dan yang belum diteliti sehingga
tidak terjadi duplikasi.
Dalam Skripsi Ayu Wahyuni,
Mahasiswi Universitas Maritim Raja
Ali Haji, Tahun 2014, dengan judul
“Implementasi Kebijakan Raskin
(Beras Untuk Rumah Tangga Miskin)
Studi Kasus Desa Toapaya Selatan
Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan
Tahun 2015.” Dimana pada penelitian
tersebut ia menggunakan sebuah teori
milik Merilee. S. Grindle yang
merupakan tokoh yang termasuk ke
dalam golongan top down. Beliau
melihat implementasi dari isi kebijakan
dan lingkungan kebijakan. Kemudian,
kesimpulan dari penelitian tersebut
bahwasanya implementasi kebijakan
Raskin di Desa Toapaya Selatan belum
terlaksana dengan efektif dan maksimal
mengingat masih adanya kendala dalam
tahap pendistribusian dan adanya
pengaruh dari luar kebijakan.
Dalam Skripsi Bob Sahrizal,
mahasiswa Jurusan Administrasi
Negara Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau Pekanbaru yang
berjudul “Analisis Efektifitas
Pendistribusi Beras Bersubsidi Bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(Raskin) Di Kecamatan Kundur Barat
Kabupaten Karimun dijelaskan
deskriptif persentase untuk variabel
validitas data Rumah Tangga Miskin di
Kecamatan Kundur Barat Kabupaten
Karimun termasuk dalam kriteria
sedang karena terdapat kesesuaian
antara data Rumah Tangga Miskin di
Kecamatan Kundur Barat Kabupaten
Karimun dengan keadaan riil Rumah
Tangga Miskin. Untuk perhitungan
variabel dalam ketepatan sasaran
Program RASKIN dalam kriteria
kurang baik karena kualitas beras
RASKIN yang dibagikan kepada
Rumah Tangga Miskin di Kecamatan
Kundur Barat Kabupaten Karimun
Tidak puas dengan kualitas beras yang
dibagikan. Untuk perhitungan tingkat
efektivitas Program RASKIN termasuk
dalam kriteria baik alasanya jumlah
beras yang dibagikan kepada Rumah
Tangga Miskin Kecamatan Kundur
Barat Kabupaten Karimun selama ini
sudah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, yaitu sebesar 15 kg per Rumah
Tangga Miskin per bulan. Sedangkan
dalam variabel Kontribusi Program
RASKIN termasuk dalam kriteria
sedang faktanya bantuan beras
RASKIN yang dibagikan kepada
Rumah Tangga Miskin di Kecamatan
Kundur Barat Kabupaten Karimun
cukup memenuhi kebutuhan makan
Rumah Tangga Miskin selama sebulan.
Dan untuk variabel untuk kendala-
kendala terbesar yang dihadapi dalam
pelaksanaan Program RASKIN di
Kecamatan Kundur Barat Kabupaten
Karimun adalah Waktu pendistribusian
15
dan kualitas beras yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan.
Skripsi penulis merupakan yang
bertujuan untuk mengisi kekosongan
dalam penelitian-penelitian
sebelumnya. Dalam penelitian-
penelitian terdahulu tentang
implementasi kebijakan program
Raskin belum ada yang membahas
tentang implementasi Raskin
menggunakan pendekatan Bottom up.
Skripsi ini membahas tentang
permasalahan Raskin dari bawah ke
atas, dari masyarakat dan pemerintah
desa.
4. Beras Untuk Keluarga Miskin
(Raskin)
Program Beras Untuk Keluarga
Miskin (RASKIN) sebagai salah satu
Program Penanggulangan Kemiskinan
Klaster I, yaitu kegiatan perlindungan
sosial berbasis keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan pangan pokok
bagi masyarakat kurang mampu,
dimana RASKIN ini mempunyai multi
fungsi yaitu memperkuat ketahan
pangan keluarga miskin, sebagai
pendukung kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), pendukung usaha tani
padi dan sektor lainnya dan
peningkatan pemberdayaan ekonomi
daerah. Program Beras Untuk Keluarga
Miskin (RASKIN) adalah bagian dari
upaya pemerintah Indonesia untuk
memperdayakan masyarakat dengan
menanggulangi masalah kemiskinan
secara terpadu.
Program ini dilaksanakan dibawah
tanggung jawab Departermen Dalam
Negeri dan Perum BULOG sesuai
dengan SKB (Surat Keputusan
Bersama) Menteri Dalam Negeri
dengan Direktur Utama Perum BULOG
No.25 Tahun 2003 dan No. PKK-
12/07/2003, yang melibatkan instansi
terkait, Pemerintah Daerah dan
masyarakat. Berdasarkan Surat
Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat No. B-
2143/KMK/Dep.II/XI/2007 tertanggal
30 November 2007, salah satu alternatif
tindakan yang dilakukan pemerintah
dalam menanggulangi kemiskinan ini
diwujudkan dalam kebijakan Beras
Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)
yaitu pendistribusian beras bersubsidi
dengan ketentuan setiap rumah tangga
memperoleh 10 Kg hinnga 15 Kg
selama 10 bulan dengan harga Rp.
1.600,-/Kg netto di titik distribusi
dengan ketentuan Rp. 4.616 harga
beras/sesuai dengan HPP harga
pembelian oleh pemerintah, sedangkan
Rp 3.016 di subsidi oleh
pemerintah/APBN. Namun sejak tahun
2009 sampai sekarang, penetapan
jumlah beras per RTS-PM berubah
menjadi 15 Kg/rumah tangga/bulan
sehingga dalam setahun tiap rumah
tangga memperoleh 180 Kg dengan
harga yang tetap sama yaitu Rp. 1.600,-
/Kg netto di titik distribusi. Frekuensi
distribusi yang pada tahun-tahun
sebelumnya 12 kali, pada tahun 2006
berkurang menjadi 10 kali, dan pada
tahun 2007 sampai sekarang ini
kembali menjadi 12 kali per tahun.
Program subsidi beras bagi
masyarakat berpendapatan rendah
(Program Raskin) adalah Program
Nasional lintas sektoral baik horizontal
maupun vertikal, untuk membantu
mencukupi kebutuhan pangan beras
masyarakat yang berpendapatan
rendah.Secara horizontal semua
Kementerian/Lembaga {K/L} yang
terkait memberikan kontribusi sesuai
16
dengan tugas pokok dan
fungsinya.Pemerintah Pusat berperan
dalam membuat kebijakan program,
sedangkan pelaksanaannya sangat
tergantung kepada Pemerintah
Daerah.Oleh karena itu, peran
Pemerintah Daerah sangat penting
dalam peningkatan efektifitas Program
Raskin (Pedoman Umum Raskin 2015)
Pelaksana distribusi Raskin
merupakan tanggung jawab dua
lembaga, yakni Bulog dan pemerintah
daerah (pemda).Bulog bertanggung
jawab terhadap penyaluran beras hingga
titik distribusi, sedangkan pemda
bertanggungjawab terhadap penyaluran
beras dari titik distribusi hingga rumah
tangga sasaran.Selama ini Bulog telah
melaksanakan tugasnya dengan relatif
baik dan sesuai aturan pelaksanaan.
Namun demikian, penilaian
keberhasilan program tidak dapat
dilakukan secara parsial, karena Raskin
merupakan sebuah kesatuan program
untuk menyampaikan beras bersubsidi
kepada rumah tangga miskin.
Berdasarkan hasil tinjauan dokumen
dan studi lapangan, permasalahan
pelaksanaan Raskin banyak terjadi dari
titik distribusi hingga rumah tangga
penerima.
a. Tujuan dan Sasaran Program Beras
untuk Rakyat Miskin (Raskin)
Program Raskin merupakan
subsidi pangan sebagai upaya dari
pemerintah untuk meningkatkan
ketahanan pangan dan memberikan
perlindungan pada keluarga miskin
melalui pendistribusian beras yang
diharapkan mampu menjangkau
keluarga miskin.
Tujuan program Raskin adalah
memberikan bantuan dan
meningkatkan/membuka akses
pangan keluarga miskin dalam
rangka memenuhi kebutuhan beras
sebagai upaya peningkatan
ketahanan pangan di tingkat
keluarga melalui penjualan beras
kepada keluarga penerima manfaat
pada tingkat harga bersubsidi
dengan jumlah yang telah
ditentukan dan mengurangi beban
pengeluaran rumah tangga sasaran
melalui pemenuhan sebagian
kebutuhan pangan pokok dalam
bentuk beras.
Sasarannya adalah terbantu dan
terbukanya akses beras keluarga
miskin yang telah terdata dengan
kuantum tertentu sesuai dengan
hasil musyawarah desa/kelurahan
dengan harga bersubsidi di tempat,
sehingga dapat membantu
meningkatkan ketahanan pangan
keluarga miskin.
b. Prinsip Pengelolaan
Prinsip pengelolaan Raskin
adalah suatu nilai-nilai dasar yang
selalu menjadi landasan atau acuan
dalam setiap pengambilan
keputusan maupun tindakan yang
akan diambil dalam pelaksanaan
rangkaian kegiatan Raskin. Nilai-
nilai dasar tersebut diyakini mampu
mendorong terwujudnya tujuan
Raskin. Keberpihakan kepada
Rumah Tangga Miskin (RTM),
yang maknanya mendorong RTM
untuk ikut berperan aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan pelestarian
seluruh kegiatan Raskin baik di
desa dan kecamatan, termasuk
menerima manfaat atau menikmati
hasilnya. Transparansi, yang
maknanya membuka akses
informasi kepada lintas pelaku
Raskin terutama masyarakat
penerima Raskin, yang harus tahu,
memahami dan mengerti.
17
c. Sosialisasi dan Transparansi
Informasi
Sosialisasi program merupakan
salah satu kunci keberhasilan
sebuah program, namun kegiatan
penting ini tidak diatur secara rinci
dalam Pedoman Umum Raskin.Hal
ini menjadi salah satu penyebab
bervariasinya kegiatan sosialisasi
tingkat aparat antarwilayah dan
lemahnya sosialisasi kepada
masyarakat.
d. Pelaksana program beras untuk
keluarga miskin (Raskin)
Kinerja pelaksanaan Raskin
dapat ditinjau dari aspek-aspek
sosialisasi dan transparansi
informasi, alokasi, penargetan,
frekuensi pendistribusian,
jumlahberas yang diterima
penerima manfaat, sistem
pembayaran dan harga beras, serta
penggunaan dana.
Kepala desa/lurah sebagai
penanggungjawab di tingkat
desa/kelurahan bertanggung jawab
atas pelaksanaan distribusi Raskin,
penyelesaian pembayaran HPB dan
administrasi distribusi Raskin di
wilayahnya. Untuk pelaksanaan
distribusi Raskin di wilayahnya,
kepala desa/lurah dapat memilih
dan menetapkan salah satu dari 3
alternaif pelaksana distribusi
Raskin, yaitu kelompok kerja
(pokja), warung desa (wardes) dan
kelompok masyarakat (pokmas).
Pembentukan pokmas dan wardes
diatur dalam Pedoman Teknis
tersendiri yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Pedoman
Umum Raskin.
e. Penetapan penerima Raskin
Penetapan penerima manfaat
program Raskin di desa/kelurahan
menggunakan mekanisme
musyawarah desa/kelurahan yang
dilaksanakan secara transparan dan
partisipatif.Musyawarah
desa/kelurahan dilakukan untuk
menentukan nama-nama calon
penerima manfaat untuk ditetapkan
sebagai RTS-PM.
Musyawarah desa/kelurahan
dipimpin oleh Kepala Desa/Lurah
dan diikuti oleh aparat
desa/kelurahan (termasuk Kepala
Dusun/Lingkungan, RW, RT),
anggota Badan Permuyawaratan
Desa/Dewan Kelurahan, institusi
kemasyarakatan Desa/Kelurahan,
tokoh-tokoh masyarakat (agama,
adat, dan lain-lain) serta perwakilan
Rumah Tangga Miskin.
Daftar RTS-PM Raskin
(Format DPM-1) dituangkan dalam
berita acara yang ditanda tangani
oleh Kepala Desa/Lurah, dan
disahkan oleh Camat setempat.
RTS-PM yang tercantum dalam
DPM-1 diberikan identitas berupa
tanda tertentu.
Mekanisme Musyawarah
Desa/Kelurahan lebih rinci diatur
oleh Tim Raskin Provinsi atau Tim
Raskin Kabupaten/Kota dalam
Pedoman Pelaksanaan atau Petunjuk
Teknis.
Mekanisme pelaksanaan penyaluran
Raskin dari titik distribusi (TD) ke
titik bagi (TB) dan penyaluran
Raskin dari titik bagi ke RTS-PM
(Pedoman Umum Raskin 2015: 34).
a. Pelaksanaan penyaluran Raskin
dari TD ke TB
(1) Penyaluran Raskin dari TD
ke TB sampai RTS-PM
menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah (provinsi
dan kabupaten/kota).
(2) Tim Koordinasi
Raskin/Pelaksana Distribusi
18
Raskin harus melakukan
pengecekan kualitas dan
kuantitas beras yang
diserahkan oleh Satker
Raskin di TD.
(3) Apabila kuantitas dan
kualitas Raskin tidak sesuai,
maka Tim Koordinasi
Raskin/ Pelaksana Distribusi
harus langsung
mengembalikan kepada
Perum BULOG dan Perum
BULOG dalam waktu
selambat-lambatnya 2 x 24
jam, harus menggantinya
dengan kualitas dan
kuantitas yang sesuai.
(4) Penyaluran Raskin dari TD
ke TB dan RTS-PM dapat
dilakukan secara regular
oleh kelompok kerja (pokja)
atau pelaksana distribusi,
atau melalui warung desa,
kelompok masyarakat dan
padat karya Raskin.
b. Penyaluran beras Raskin dari
TB ke RTS-PM
(1) Untuk meminimalkan biaya
transportasi penyaluran
Raskin dari TB ke RTS-PM
maka TB ditetapkan di
lokasi yang strategis dan
mudah dijangkau oleh RTS-
PM.
(2) Pelaksanaan penyaluran
Raskin dari TB kepada RTS-
PM dilakukan oleh
pelaksana distribusi Raskin
dengan menyerahkan Raskin
kepada RTS-PM sebanyak
15 kg/RTS/bulan, selama 12
kali dalam setahun, dicatat
dalam DPM-2, selanjutnya
dilaporkan kepada Tim
Koordinasi Raskin
Kabupaten/kota melalui Tim
koordinasi Raskin
Kecamtan.
c. Pembayaran harga tebus beras
Raskin (HTR)
(1) Harga tebus Raskin (HTR)
sebesar Rp 1.600,00/kg di
TD.
(2) Pembayaran HTR dari RTS-
PM kepada pelaksana
distribusi Raskin pada
prinsipnya dilakukan secara
tunai. Pelaksana distribusi
Raskin langsung
menyetorkan uang HTR
tersebut ke rekening Perum
Bulog melalui bank
setempat atau disetorkan
langsung kepada Perum
Bulog setempat.
Pelaksanaannya diatur lebih
lanjut dalam juklak/juknis
sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat.
(3) Pada prinsipnya harga yang
dibayarkan oleh RTS-PM
sesuai dengan HTR sebesar
RP. 1.600,-/kg. apabila ada
biaya tambahan dalam
penyaluran dari TD ke TB
yang kurang atau tidak
dialokasikan dalam APBD
dapat dibantu oleh
masyarakat secara sukarela
dan diatur lebih lanjut di
dalam Juklak/Juknis.
d. Pembiayaan
(1) Sesuai dengan peraturan
Menteri Keuangan (PMK)
tentang tata cara penyediaan,
penghitungan, pembayaran
dan pertanggungjawaban
subsidi beras bagi
masyarakat berpendapatan
rendah, kuasa pengguna
anggaran (KPA) mengatur
mekanisme pembayaran
19
subsidi Raskin dan tata cara
verifikasinya.
(2) Biaya penyelenggaraan dan
pelaksanaan program
Raskin, seperti: biaya
distribusi, sosialisasi,
koordinasi, pemantauan dan
evaluasi, dan pengaduan
dialokasikan pada biaya
operasional/safeguarding
dari APBN dan APBD dan
/atau Perum BULOG.
Peran masing-masing Street
Level Bureucrats dalam program
Raskin sebagai berikut :
Penanggung jawab pelaksanaan
dan sosialisasi, pemantauan dan
evaluasi raskin di tingkat Kabupaten
Karimun adalah Bupati Karimun.
Dalam pelaksanaannya secara
fungsional dibantu oleh Tim Raskin
Kabupaten Karimun serta berbagai
pihak yang dipandang perlu seperti
Perguruan Tinggi dan institusi
kemasyarakatan lainnya. Penanggung
jawab penyediaan data dasar Rumah
Tangga Sasaran (RTS) sebagai referensi
musyawa¬rah Desa/Kelurahan untuk
penetapan Keluarga Sasaran Penerima
Manfaat Raskin adalah Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Karimun. Penanggung jawab penetapan
jumlah Keluarga Sasaran Penerima
Manfaat dan pagu kuantum beras
adalah Bupati Karimun, sebagai hasil
konsultasi teknis bersama Tim Raskin
dengan pertimbangan proporsi jumlah
Rumah TanggaSasaran(RTS)dan
kondisi obyektif daerah yang
bersangkutan
Penanggung jawab penetapan
Keluarga Sasaran Penerima Manfaat di
setiap Desa/ Kelurahan adalah
Kades/Lurah sebagai hasil Musyawarah
Desa/Kelurahan dan disahkan oleh
Camat setempat. Penanggung jawab
penyediaan dan pendistribusian beras
Raskin dari gudang Perum Bulog
sampai Titik Distribusi maupun
penyelesaian administrasi dan
pembayarannya adalah Kadivre Perum
Bulog sesuai tingkatan wilayahnya, dan
dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Satgas Raskin
Penanggung jawab
pendistribusian beras Raskin dari Titik
Distribusi sampai kepada Keluarga
Sasaran Penerima Manfaat maupun
penyelesaian administrasi dan
pembayarannya adalah camat, Kepala
Desa/Lurah yang dilaksanakan oleh
Pelaksana Distribusi dipantau oleh Tim
Raskin Kabupaten Karimun
KoordinasiPenanganan Pengaduan
Masyarakat di Kabupaten Karimun oleh
Tim Unit Pengaduan Masyarakat
III. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A. Gambaran Kecamatan Ungar
Kecamatan Ungar merupakan
kecamatan pemekaran dari kecamatan
kundur yang dibentuk berdasarkan
peraturan daerah Nomor 2 tahun 2012,
pemerintah efektif pada awal tahun
2013. Pada awal terbentuknya
kecamatan Ungar terdiri dari 1
kelurahan dan 3 desa diantaranya
Kelurahan Alai, Desa Batu Limau,
Desa Ngai dan Desa Sungai Buluh.
Dalam waktu 1 tahun telah
dilaksanakan berbagai kegiatan dan
pembangunan yang mungkin masih
minim dengan anggaran yang tidak
memadai.
20
Secara geografis kecamatan
Ungar berada pada daratan rendah
dengan perbukitan dengan ketinggian
rata-rata 4 meter dari permukaan laut,
memiliki wilayah pantai dan terdapat
beberapa sungai. Kecamatan Ungar
dibentuk dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Karimun Nomor 02 Tahun
2012 dengan luas wilayah 1.012 Km,
dengan jumlah penduduk 5785 jiwa
yang terdiri dari 2944 laki-laki dan
2841 perempuan.
B. Sejarah Umum Desa Batu Limau
Desa Batu Limau merupakan salah
satu desa yang berada di bawah wilayah
administratif Kecamatan Ungar yang
dibentuk dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Karimun Nomor 16 Tahun
2001. Luas wilayah Desa Batu Limau
adalah 170,78 KM2. Adapun batas Desa
Batu Limau adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Sungai
Buluh
Sebelah Selatan : Kecamatan
Kateman dan KecamatanDurai
Sebelah Barat : Kelurahan
Tanjungbatu Kota
SebelahTimur : Desa Ngal
Berdasarkan data yang ada di
kantor Desa Batu Limau bahwa jumlah
penduduknya adalah 1460 jiwa. Pada
umumnya menganut agama islam,
namun juga ada menganut agama
lainnya, tetapi dengan jumlah yang
sangat sedikit. Untuk lebih jelasnya
penganut agama dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel III.1
Jumlah Penduduk Desa Batu
Limau
Berdasarkan agama tahun
2015
No. Jumlah
Penduduk
Berdasarkan
Agama
Jumlah
1 Islam 1440
2 Khatolik -
3 Protestan -
4 Hindu -
5 Budha 20
Total Jiwa 1460
Sumber data: Kantor Desa Batu
Limau Kecamatan Ungar 2015
Berdasarkan tabel di atas
penduduk Desa Batu Limau lebih
dominan beragama Islam dibandingkan
agama yang lainnya.
TABEL III.2
Jumlah Sarana Tempat
Ibadah
Di Desa Batu Limau Tahun
2015
No. Jumlah
Sarana
Tempat
Ibadah
Jumlah
1 Masjid 2
2 Gereja -
3 Vihara -
4 Pura -
Total 2
Sumber data: Kantor Desa Batu
Limau Kecamatan Ungar 2015
21
Berdasarkan tabel diatas
bahwasanya di Desa Batu
Limau hanya memiliki 2
bangunan masjid sedangkan
tempat ibadah lainnya tidak ada.
C. Pendidikan dan Sarana
Pendidikan
Tabel III.3
Jumlah Penduduk Desa Batu
Limau
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tahun 2015
No. Jumlah
Penduduk
Berdasark
an
Pendidika
n
Jumlah
1 Belum
Sekolah 102
2 Tidak Tamat
SD 275
3 Tamat SD 530
4 Tamat SLTP
Sederajat 135
5 Tamat SLTA
Sederajat 57
6
Tamat
Akademisi /
Perguruan
Tinggi
4
7 Buta Huruf 135
Total Jiwa 1238
Sumber data: Kantor Desa Batu Limau
Kecamatan Ungar 2015
Dari tabel diatas dapat dilihat
bahwasanya di Desa Batu Limau dalam
tingkat pendidikan sudah memadai ini
dibuktikan dengan banyaknya
penduduk yang bersekolah
dibandingkan tidak bersekolah.
Kemudian untuk mengetahui
sarana dan prasarana pendidikan Desa
Batu Limau dapat dilihat pada tabel
berikut :
TABEL III.4
Jumlah Sarana Tempat
Pendidikan
Di Desa Batu Limau Tahun
2015
No. Jumlah
Sarana
Tempat
Pendidi
kan
Jumlah
1 TK 1
2 SD 2
3 SMP -
4 SMU 1
Total 4
Sumber data: Kantor Desa Batu
Limau Kecamatan Ungar 2015
D. Struktur Organisasi Desa Batu
Limau Struktur yang ada di Desa Batu
Limau Kecamatan Ungar dikepalai
oleh seorang Kepala Desa dan
dibantu oleh seorang Sekretaris
Desa dan dibantu oleh beberapa
kaur diantaranya Kaur Umum, Kaur
Kesra, Kaur Keuangan, Kaur
Pemerintahan. Kemudian Kasi
Trantib, Kasi Retribusi, Staf
Pendukung dan juga kepala dusun
beserta RT dan RW.
22
E. Visi dan Misi Desa Batu Limau
1. Visi
Visia dalah suatu gambaran
yang menantang tentang keadaan
masa depan yang diinginkan dengan
melihat potensi dan kebutuhan
Desa. Penyusunan Visi Desa Batu
Limau adalah :
a. Mewujudkan Pemerintah
Desa yang bersih dari KKN
b. Meningkatkan ekonomi
rakyat dengan
memanfaatkan lahan-lahan
terbiar menjadi lahan
produktif
c. Meningkatkan
pembangunan Desa dengan
memprioritaskan :
- Sektor Agama
- Sektor Pendidikan dan
Kebudayaan
- Sektor Ekonomi dan
Kesehatan
Visi Desa Batu Limau
adalah “Mewujudkan
Masyarakat Desa Batu
Limau Yang Maju,
Amandan Sejahtera
Melalui Pembangunan Di
Segala Yang Dilandasi
Iman dan Taqwa”
2. Misi
a. Meletakkan nilai-nilai
agama dalam
penyelenggaraan
pembangunan desa;
b. Memberdayakan aparatur
Pemerintah Desa dan
Masyarakat Desa untuk
menggali Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dengan
memanfaatkan segalapotensi
yang ada sesuai dengan
kemampuan;
c. Meningkatkan peran Ulama,
kaum Cerdik Pandai dan
kelompok-kelompok
pengajian sebagai media
peningkatan Iman dan
Taqwa;
d. Memberdayakan masyarakat
Desa dalam mengelola
pembangunan dalam segala
bidang sektor yang
merupakan hasil komoditi
utama;
e. Meningkatkan peran
Pemuda sebagai generasi
penerus, tokoh masyarakat
dan kaum intelektual dalam
membina kebudayaan,
terutama kebudayaan
melayu yang berbasisI
slami;
f. Meningkatkan peran
kelompok PKK sebagai
wadah pengembangan
Rumah Tangga sejahtera
dalam rangka menuju
Keluarga Sakinah;
g. Meningkatkan pelayanan
publik;
h. Melestarikan dan
mengembangkan Seni dan
Budaya
IV. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
1. Street Level Bureaucrats
a. Pemahaman pelaksana
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan maka dapat dianalisa bahwa
pemahaman pelaksana sebenarnya
sudah baik, Pemerintah desa sudah tahu
tentang pedoman raskin baik prosedur
syarat maupun pendistribusian.
Memang secara kenyataannya
23
pembagian raskin di Desa ini tidak
berjalan sesuai dengan pedoman raskin,
mulai dari ketentuan pembagian yang
harusnya 15 kg menjadi 3 kg,
seharusnya yang mendapatkan hanya 31
KK disini yang mendapatkan 155 KK.
Hal ini sudah diketahui oleh berbagai
pihak termasuk dinas Sosial Kabupaten
Karimun, namun hal ini terpaksa di
lakukan karena data yang didapatkan
dari BPS tidak bisa digunakan di Desa
Batu Limau, karena banyak masyarakat
miskin yang tidak terdaftar dan
akhirnya program ini dinilai tidak tepat
sasaran. Dinas Sosial sendiri sudah
berkoordinasi dengan pemerintah desa
dan pihak Kecamatan untuk
menyelesaikan permasalahan ini,
namun hingga saat ini belum ada jalan
keluar, karena menunggu data terbaru
dari BPS.
b. Koordinasi Implementor Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat dianalisa
bahwa selama ini pihak Desa sudah
berkoordinasi dengan baik, karena
program ini adalah program dari pusat
dan diturunkan ke daerah sehingga
banyak koordinasi yang instansi terkait.
Selama ini pelaksanaan Raskin tidak
lepas dari berbagai permasalahan dan
hambatan dan tantangan. Untuk itu Tim
Koordinasi Provinsi dan atau Tim
Kabupaten/Kota, diharapkan dapat
menyelesaikannya. Sosialisasi secara
berjenjang, monitoring dan evaluasi,
serta pengawasan pelaksanaan
distribusi Raskin agar diterima oleh
RTS. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan maka ditemukan bahwa
Dinas Sosial tidak datang secara rutin,
selama penelitian berlangsung sudah 2
kali pembagian raskin di Desa batu
limau namun hanya di laksanakan oleh
pemerintah desa saja. Namun jika di
tanyakan kembali kepada pemerintah
desa, mereka mengatakan bahwa
kerjasama sudah dilakukan dalam
bentuk pendataan, dan pendistribusian
titik, bukan dalam hal pengawasan..
c. Kemampuan Pihak Desa
Berdasarkan hasil observasi dengan
informan maka dapat dianalisa bahwa
pegawai yang ada saat ini sudah cukup
memahami apa yang menjadi tugasnya
dalam pelaksanaan program raskin
namun yang perlu di \pertimbangkan
adalah penambahan pegawai agar lebih
efisien dari segi waktu. Karena jika
dilihat apabila dalam pembagian beras
maka masyarakat harus mengantri
berdesakan karena yang melayani
hanya 3 orang dari pegawai desa saja.
Sama halnya dengan wawancara yang
telah dilakukan menunjukanbahwa
pegawai memang sudah memahami
tetapu jumlah dari mereak sangat
kurang. Sumber daya merupakan
variable yang sangat penting dalam
implementasi kebijakan. Meskipun
kebijakan sudah dikomunikasikan
dengan jelas kepada aparat pelaksana,
tetapi jika tidak didukung oleh
tersedianya sumber daya secara
memadai untuk pelaksanaan
kebijakan,maka efektivitas kebijakan
akan sulit dicapai. Sumber daya dalam
hal ini meliputi: dana, sumber daya
manusia (staf) dan fasilitas lainnya.
Oleh karena itu agar sumber daya yang
ada dapat menunjang keberhasilan
implentasi kebijakan, maka sumberdaya
harus dipersiapkan sedini mungkin
sehingga pada saat dibutuhkan sudah
tersedia sesuai kebutuhan
d. Standar Operasional Prosedur
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan maka dapat dianalisa bahwa
masyarakat miskin yang ada di Desa
batu limau di data belum sesuai dengan
24
kriteria yang ada. Hal ini
mengakibatkan banyak program yang
akhirnya tidak tepat sasaran. Konsep
tentang kemiskinan sangat beragam,
mulai dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar
dan memperbaiki keadaan, kurangnya
kesempatan berusaha, hingga
pengertian yang lebih luas yang
memasukkan aspek sosial dan moral.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
kemiskinan terkait dengan sikap,
budaya hidup, dan lingkungan dalam
suatu masyarakat.
Hasil observasi juga
menunjukan bahwa tidak pernah
dilakukan pendataan oleh pihak desa,
pihak desa bahkan tidak memiliki arsip
nama-nama masyarakat miskin yang
ada di Desa batu limau. Pemerintah
desa juga tidak dapat menentukan mana
yang berhak dapat atau tidak karena
dengan alasan nama-nama tersebut
datang dari Badan Pusat Statistik
Langsung. Kemiskinan juga dapat
diartikan sebagai ketidakberdayaan
sekelompok masyarakat terhadap
sistem yang diterapkan oleh suatu
pemerintahan sehingga mereka berada
pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitasi (kemiskinan struktural).
Tetapi pada umumnya, ketika
kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud
adalah kemiskinan material. Dengan
pengertian ini, maka seseorang masuk
dalam kategori miskin apabila tidak
mampu memenuhi standar minimum
kebutuhan pokok untuk dapat hidup
secara layak. Ini yang sering disebut
dengan kemiskinan konsumsi.
e. Struktur Birokrasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan diatas dapat diketahui bahwa
tim kerja sudah ada. Berdasarkan hasil
observasi maka dapat dianalisa bahwa
untuk sosialisasi yang dilakukan baik
kepada masyarakat maupun kepada
pegawai maka ditemukan bahwa
sosialisasi sudah menyeluruh. pihak
Namun jika dilihat belum semua
masyarakat mengetahui apa manfaat
program raskin. Mestinya pemerintah
mampu menjelaskan arti penting
program raskin dalam kaitannya dengan
interaksi masyarakat.
2. Target Group
1. Dukungan masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat dianalisa
bahwa persepsi selama ini sudah
positif. Karena Raskin merupakan salah
satu dari berbagai programprogram pro
rakyat yang diluncurkan oleh
pemerintah Indonesia sebagai upaya
percepatan penanggulangan
kemiskinan. Kepuasan RTS dinilai
dengan perbandingan kinerja Raskin
selama ini dengan harapan terhadap
Raskin. Sehingga penelitian berguna
untuk memberikan masukan dan
sebagai bahan evaluasi dalam
peningkatan efektivitas program Raskin
di masa yang akan datang, sehingga
manfaat Raskin benar benar dirasakan
oleh rumah tangga sasaran dalam upaya
pengetasan kemiskinan
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat diambil kesimpulan bahwa
Implementasi Kebijakan Program Beras
Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di
Desa Batu limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun Tahun 2015 belum
berjalan dengan baik, hal ini dapat
dilihat dari :
Berdasarkan pemahaman level
Street Level Bureaucrats, para
25
pelaksana sebenarnya mengetahui
tentang pedoman program beras miskin
karena sebelum dilaksanakan program
raskin ini, para pelaksana mulai dari
pihak desa, kecamatan hingga Dinas
Sosial sudah di berikan pengetahuan
dan sosialisasi baik syarat, prosedur,
sampai dengan pendistribusian. Namun
dalam pelaksanaannya banyak
masyarakat yang menganggap bahwa
para pelaksana tidak memahami tentang
aturan-aturan yang berlaku dalam
pendistribusian raskin. Karena di Desa
Batu Limau ini diketahui bahwa dalam
pembagiannya tidak sesuai dengan
aturan, masyarakat desa hanya
mendapatkan 3 Kg beras seharusnya
dalam aturannya sebanyak 15 kg per
kepala keluarga.
Permasalahan muncul mulai
dari pendataan yang tidak valid
mengakibatkan masyarakat yang
harusnya mendapatkan sesuai ketentuan
program terpaksa harus mengalah,
karena pemerintah desa mengharapkan
adanya keadilan walaupun nyatanya
tidak sesuai dengan pedoman yang
berlaku, hal ini terpaksa di lakukan
karena data yang didapatkan dari BPS
tidak bisa digunakan di Desa Batu
Limau, karena banyak masyarakat
miskin yang tidak terdaftar dan
akhirnya program ini dinilai tidak tepat
sasaran. Dinas Sosial sendiri sudah
berkoordinasi dengan pemerintah desa
dan pihak Kecamatan untuk
menyelesaikan permasalahan ini,
namun hingga saat ini belum ada jalan
keluar, karena menunggu data terbaru
dari BPS.
Walaupun para pelaksana
berkoordinasi dengan baik termasuk
dalam permasalahan pengurangan
jumlah beras yang di bagikan namun
hal ini tidak sesuai dalam pedoman
raskin. Bahwa banyak faktor yang
menjadi pertimbangan yaitu faktor
lingkungan sosial, dimana di Desa
Limau ini masih mengedepankan rasa
solidaritas, dan kekeluargaan, sehingga
masyarakat tidak mempermasalahkan
pembagian raskin tersebut walaupun di
kurangi. Ini yang membuat dasar tidaka
adanya konflik hingga saat ini, tidak
hanya itu adanya musyawarah terlebih
dahulu membuat masyarakat desa
merasakan adanya keterbukaan dalam
pembagian raskin ini. Faktor lain adalah
faktor ekonomi, masyarakat di Desa ini
hampir setengahnya yaitu 155 Kepala
Keluarga dari 410 Kepala Keluraga
dalam lingkaran kemiskinan.
Perlu di pertimbangkan adalah
penambahan pegawai agar lebih efisien
dari segi waktu. Karena jika dilihat
apabila dalam pembagian beras maka
masyarakat harus mengantri berdesakan
karena yang melayani hanya 3 orang
dari pegawai desa saja. Sama halnya
dengan wawancara yang telah
dilakukan menunjukanbahwa pegawai
memang sudah memahami tetapu
jumlah dari mereka sangat kurang.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan
dalam penelitian ini agar Implementasi
Implementasi Kebijakan Program Beras
Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di
Desa Batu limau Kecamatan Ungar
Kabupaten Karimun Tahun 2015
dengan baik adalah sebagai berikut :;
1. Sebaiknya ada pendataan yang
dilakukan oleh pihak
pemerintah desa, dan kemudian
diserahkan kepada Dinas Sosial
Kabupaten Lingga atau ke
26
Badan Pusat Statistik, karena
yang memahami kondisi
masyarakatnya adalah
pemerintah desa, hal ini
dilakukan untuk menghindari
permasalahan ketidak tepatan
sasaran dalam pembagian
raskin.
2. Perlu di beritahukan kepada
masyarakat mengenai kriteria
penerima masyarakat penerima
raskin sehingga yang tidak
berhak mendapatkannya akan
mengetahuinya.
3. Sebaiknya ada penambahan
pegawai dalam pelaksanaan
program raskin ini agar dalam
pendistribusiannya berjalan
dengan lancara.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan.
Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2014. Dasar-Dasar
Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Dunn, William N. 2003. Analisis
Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic Analiysis. Gava
Media: Yogyakarta.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi Kebijakan atau Program, Edisi
Revisi, PT Rosdakarya, Bandung.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan Publik.
Bandung: Peradaban.
Herdiansyah, Haris. 2014. Metodologi
Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu
Sosial. Cet. 3. Jakarta: Salemba
Humanika.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Bumi Aksara: Jakarta
Keban, Yeremias. T. 2004. Enam
Dimensi Strategis Administrasi Publik,
Konsep, Teori, dan Isu. Yogyakarta.
Gava Media
Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media
Komputindo
Labolo, Muhadam. 2010. Memahami
Ilmu Pemerintahan. Ed.3,-4- Jakarta:
Rajawali Pers.
Lester, Stewart. Public Policy. Belmont
: Wadswort
Pasolong, Harbani. 2010. Teori
Administrasi Publik. Bandung:
Alfabeta.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis
dalam Studi Kebijakan Publik.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Purwanto, Erwan Agus., Dyah Ratih
Sulistyastuti. 2014. Implementasi
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava
Media.
Santoso, Pandji. 2009. Administrasi
Publik- Teori dan Aplikasi Good
Governance. Bandung: Refika Aditama.
27
Subarsono, AG.2011. Analisis
kebijakan Publik : Konsep. Teori dan.
Aplikasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Subiyantoro, Arief. 2007. Metodedan
Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta:
Andi
Suharto, Edi. 2011. Kebijakan Sosial,
Sebagai Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta.
Suharto, Edi. 2010. Analisis Kebijakan
Publik, Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial.
Bandung: Alfabeta.
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu
Administrasi Publik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Efektivitas Implementasi Kebijkan
Otonomi Daerah. Jakarta : Citra Utama
Syafarudin. 2008. Efectivitas Kebijakan
Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tachan. 2006. Implementasi Budaya
Unggulan di Industri Menuju World
Class. Menara Tunggal, Jakarta
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
Implementasi Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Lukman.
Tarwiyah Tuti. 2005. Kebijakan
pendidikan Era 0tonomi Daerah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Wahab, Solichin. 2002. Analisis
Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT.
Buku Kita.
Widodo, Joko. 2007. Analisis
Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi
Analisis Proses Kebijakan Publik.
Malang: Bayumedia.
Sumber Jurnal dan Skripsi:
Rachmawati Utomo, Fitria(2014). Studi
Deskriptif Tentang Faktor-Faktor
Penyebab Kegagalan Program Relokasi
PKL di Area Stadion Tambaksari
Surabaya [Online], Vol 2, 11 halaman.
Tersedia:http[24 desember 2015].
Maryana, Rt.Nina. (2011).
Implementasi Program Beras Miskin
(Raskin) Di Kelurahan Kabayan
Kecamatan Pandeglang Kabupaten
Pandeglang Tahun 2010. Skripsi
Sarjana Ilmu Sosial Pada FISIP
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Serang: tidak diterbitkan.
Wahyuni, Ayu. (2014). Implementasi
Kebijakan Raskin (Beras Untuk Rumah
Tangga Miskin) Studi Kasus Desa
Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya
Kabupaten Bintan Tahun 2012. Skripsi
Sarjana pada FISIP UMRAH
Tanjungpinang: Naskah Publikasi
Sumber Web :
http://apdiprojo.blogspot.ae/2010/04/m
odel-model-implementasi-
kebijakan_05.html. [6 januari 2016]
28
Siregar, Arpan. (2013). Pendekatan-
Pendekatan dalam Implementasi
Kebijakan. [Online]. Tersedia:
https://arpansiregar.wordpress.com. [26
November 2015]
Wikipedia. (2016). Ungar, Karimun –
Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas. [Online].
Tersedia:http//id.m.wikipedia.org/wiki/
Ungar,-Karimun [25 Januari 2016]
Yana, Trida. (2011). Bahagia Penuh
Cinta…..: Tinjauan Pustaka
Implementasi
Kebijakan.[Online].Tersedia:http//tridas
abrina.blogspot.ae/2011/07/tinjauan-
pustaka-implementasi-
kebijakan.html[22 Mei 2016].
Peraturan Undang-Undang
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Penataan Lembaga
Kemasyarakatan.
Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor 54 Tahun
2014 Tentang Pedoman Umum Raskin
2015.