1
IDENTIFIKASI PERSOALAN PADA KORIDOR JALAN
KAWASAN ASIA-AFRIKA, BANDUNG
Pendekatan :
1. Design and Non-design problem;
2. Well-defined, ill-defined, and wicked problems;
3. Well-structured, moderately-structured, and ill-structured problems;
KARYA ILMIAH SEBAGAI SYARAT
MATA KULIAH : METODE RANCANG KOTA (RK5103)
Program Magister Rancang Kota - ITB SEMESTER/TAHUN : I/2011
OLEH :
GEDE WINDU LASKARA,ST.,MT.
Institut Teknologi Bandung
Program Magister Rancang Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
2011
2
DAFTAR ISI
Daftar isi.......................................................................................................................... . i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2. Metode Penelitian.......................................................................................... 2
1.3. Metode Pembahasan...................................................................................... 2
BAB II OBJEK STUDI ................................................................................................... 4
2.1. Gambaran Umum Objek Studi...................................................................... 4
2.2. Batasan Objek Studi...................................................................................... 6
BAB III ANALISIS OBJEK STUDI................................................................................ 8
3.1. Place for People to Walk with Leisure and Physical Comfort....................... 8
3.2. Definition........................................................................................................ 13
3.3. Quality That Engage The Eye........................................................................ 14
3.4. Transparancy and Complementary................................................................ 15
3.5. Maintenance and Quality of Construction and Design.................................. 16
BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH............................................................................. 17
4.1. Klasifikasi Masalah Desain dan Non-Desain................................................. 17
4.2. Klasifikasi Masalah Berdasarkan End Means................................................ 19
4.3. Klasifikasi Persoalan Berdasarkan Types Of Policy Problem........................ 21
BAB V PENSTRUKTURAN MASALAH....................................................................... 24
5.1. Interaction Matrix........................................................................................... 25
5.2.Classification Of Design Information.............................................................. 26
5.3. Kesimpulan..................................................................................................... 26
Daftar Pustaka................................................................................................................... 27
3
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Bandung adalah kota yang memiliki catatan sejarah penting bagi Indonesia pada
masa kolonialisme (penjajahan) Belanda di Indonesia. Dimana Bandung merupakan kota
yang dibangun oleh Belanda dengan tujuan untuk memindahkan ibu kota kepemerintahan,
sekaligus sebagai tempat peristirahatan bagi para petinggi Belanda.
Hal tersebut terbukti dari banyaknya peninggalan bangunan bersejarah di Bandung
dengan karakteristik/langgam art-deco khas Belanda. Bermacam bangunan berdiri dengan
gaya tersebut pada masa itu, mulai dari rumah, hotel, hingga bangunan pemerintahan. Hal
tersebut menunjukan bagaimana kuatnya pengaruh kolonial Belanda dalam arsitektur di
Bandung.
Koridor jalan Asia-Afrika di Bandung, dapat dikatakan sebagai salah satu museum
arsitektur terbuka yang ada di Bandung. Karena banyak bangunan bersejarah dan peninggalan
Belanda dalam kawasan ini. Misalnya Hotel Preanger, Hotel Savoy Homman, Gedung
Konferensi Asia-Afrika (Gedung Merdeka), Alun-alun dan Mesjid Agung, Kantor Post, dan
lain-lain.
Dengan potensi yang dimiliki, saat ini koridor tersebut diproyeksikan sebagai
kawasan wisata sejarah, selain juga fungsi lain sebagai zona komersial dan jasa. Pada akhir
pekan atau hari libur koridor ini menjadi salah satu destinasi wisata dengan jumlah yang
lumayan padat, dari yang sekedar melintasinya atau yang berhenti untuk menikmati dan
berfoto-foto. Oleh karena itu kawasan ini harus memiliki fasilitas sarana dan prasarana untuk
mengakomodasi semua kebutuhan wisatawan tersebut.
Namun ketidak tersediaan beberapa fasilitas menyebabkan beberapa permasalahan
timbul. Permasalahan yang timbul tersebut yang akan coba dikaji dan distrukturkan pada
laporan ini. Diharapkan hasil identifikasi masalah di kawasan ini dapat memberikan
sumbangsih untuk kita semua, agar bisa dilakukan langkah penanggulangan dan perbaikan
disecepat mungkin.
4
1.2. Metode Penelitian
Dalam proses identifikasi permasalahan yang terjadi, penulis menggunakan metode
pengamatan langsung dan analisis permasalahan berdasarkan keadaan eksisting yang
nantinya akan dikomparasikan dengan standar-standar peraturan dan kenyamanan yang
seharusnya diterapkan. Dimana standar peraturan dan kenyamanan dalam suatu koridor telah
penulis dapatkan pada mata kuliah Studio Rancang Kota I.
1.3. Metode Pembahasan
Metode pembahasan pada laporan ini dibagi menjadi 2 tahapan. Yang pertama adalah
tahap pengamatan objek studi secara langsung dimana standar dan aturan yang telah
diketahui sebelumnya sebagai bahan komparasi dan identifikasi. Tahap kedua adalah proses
indentifikasi masalah dan persoalan yang terjadi. Identifikasi disini berupa hasil komparasi
eksisting dan standar, jika ada perbedaan, apakah akan menimbulkan masalah atau tidak.
Permasalahan yang timbul akibat perbedaan tersebut yang akan dibahas.
1.3.1. Referensi Teoritis
Untuk analisa objek studi, referensi teoritis yang digunakan sebagai acuan
dalam proses analisa adalah buku Great Street karangan Allan B. Jacobs, pada
pembahasan tentang Requirement for Great Street (hal. 270) dan dari buku Urban
Design Compendium I (Llewelyn-Davies).
Buku Great Street dipilih karena sesuai dengan konteks objek studi yang
berwujud koridor jalan. Jalan Asia-Afrika akan dianalisis dengan seluruh kriteria untuk
memenuhi segala syarat untuk menjadi Great Street sesuai kriteria Allan B. Jacobs.
Beberapa kriteria yang untuk memenuhi persyaratan sebagai Great Street versi Allan
Jacobs, adalah : 1)Place for people to walk with leisure and physical comfort;
2)Definition; 3)Quality that engage the eye; 4)Transparancy; 5)Complementary;
6)Maintenance and; 7)Quality of Construction and Design.
Dan sebagai pelengkap kriteria dari persyaratan Greet Street, akan ditambahkan
dengan beberapa kriteria dari Urban Design Compendium I, pada bab Making the
Connection tentang persyaratan koridor dan pedestrian.
5
1.3.2. Referensi Teknis
Ada beberapa referensi teknis yang digunakan dalam laporan ini untuk memperkuat
analisis permasalahan di koridor tersebut, beberapa referensi tersebut antara lain :
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.468/KPTS/1998
Tanggal 1 Desember 1998, tentang Persyaratan Teknis pada Bangunan Umum
dan Lingkungan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006 tentang Jalan
Sedangkan untuk proses identifikasi dan penstrukturan persoalan dilakukan dengan analisis
melalui beberapa pendekatan dari beberapa ahli, yaitu Jon Lang (design and non-design
problem), Rowe (well-defined, ill-defined, and wicked problems), dan Dunn (well-structured,
moderately-structured, and ill-structured problems)
6
Bab II
OBJEK STUDI
2.1. Gambaran Umum Objek Studi
Seperti yang telah dipaparkan sedikit sebelumnya, objek studi dilakukan di koridor
jalan Asia-Afrika, gambaran umum lokasi tersebut akan dijelakan pada subbab dibawah.
2.1.1. Aksesibilitas
Sesuai RDTR Kota Bandung tahun 2010, jalan Asia-Afrika adalah koridor jalan
yang dibagi menjadi 2 wilayah perencanaan (WP), yaitu koridor bagian utara jalan
merupakan WP. Cibeunying, dan koridor bagian selatan jalan merupakan WP. Karees.
Koridor jalan ini bagian timur dibatasi oleh persimpangan dengan jalan Tamblong, dan
berakhir pada persimpangan jalan Oto Iskandardinata, dengan panjang koridor kurang
lebih 2,5 kilometer.
Gambar 1. Peta sirkulasi dan aksesibilitas koridor jalan Asia-Afrika
Sumber : Google Earth,2011
Kawasan ini dapat dicapai melalui dua akses, dari timur dari jalan Tamblong, dan dari
utara dari jalan Braga dan jalan Cikapundung Barat. Sesuai RDTR, jalan Asia-Afrika
melayani fungsi sebagai jalan arteri sekunder. Berkaitan dengan fungsi pelayanan
sebagai penghubung wilayah vital di Bandung, jalan ini kategori arteri primer, namun
karena terlalu banyak hubungan langsung dengan jalan kolektor dan entrance bangunan
sehingga jalan ini dikategorikan hanya sebagai arteri sekunder. Vitalitas dan bangkitan
7
kendaraan wilayah ini cukup tinggi, karena zona fungsi koridor ini adalah sebagai wisata,
komersial, dan jasa dengan mode of attraction yang cukup tinggi bagi pengunjung.
2.1.2. Fungsi
Seperti yang telah diungkapan sebelumnya, koridor jalan Asia-Afrika memiliki
fungsi yang beragam seperti wisata sejarah, komersial, dan jasa. Bangunan bersejarah
seperti Gedung Konferensi Asia-Afrika (Gedung Merdeka), sekarang ini lebih berfungsi
sebagai destinasi wisata daripada fungsi aslinya sebagai gedung konferensi. Sedangkan
pada bagian barat, pada umumnya berfungsi sebagai komersial (perdagangan, perbankan,
dan jasa).
Kedua fungsi utama tersebut (wisata dan komersial), memiliki keadaan vitalitas
yang karakteristiknya sedikit berbeda namun dapat saling mendukung. Perbedaannya
terdapat pada waktu efektif/vital aktivitas tersebut terjadi. Misalnya, fungsi komersial
sangat vital terjadi pada hari kerja (senin-jumat) dan pada jam kerja (07.00-17.00).
Namun sebaliknya pada fungsi wisata akan sangat vital terjadi pada akhir pekan (sabtu-
minggu), dan diluar jam kerja (17.00-22.00). Sehingga pada kasus disini, kedua fungsi
tersebut tidak bisa saling mendukung.
Gambar 2. Aktivitas yang beragam di koridor jalan Asia-Afrika
Sumber : dokumentasi kelompok
8
Pada siang hari, fungsi komersial memberikan daya tarik kuat bagi pengunjung
untuk datang ke kawasan tersebut. Jenis fungsi komersial dan jasa yang beragam
menyebabkan kawasan ini sangat padat, apalagi saat peak hour. Hal tersebutlah yang
memicu terjadi beberapa permasalahan, seperti kemacetan dan pedagang liar (PKL).
2.2. Batasan Objek Studi
Karena kawasan jalan Asia-Afrika merupakan koridor jalan yang cukup panjang dan
kompleksitasnya cukup tinggi, sehingga penulis memberikan batasan-batasan dalam analisis
yang akan dilakukan.
2.2.1. Batasaan Wilayah Analisa
Kawasan yang menjadi objek analisa adalah koridor jalan Asia Afrika, Bandung,
dengan batasan timur jalan Braga, batas timur jalan Cikapundung Barat, batas utara jalan
Naripan, batas selatan jalan Asia-Afrika sendiri. Namun beberapa permasalahan yang
bersifat terintegrasi seperti sirkulasi kendaraan akan dilakukan analisis secara
menyeluruh koridor jalan Asia-Afrika. Blok tersebut diberi nama blok 6, sesuai dengan
pembagian pada tugas 2 Studio Rancang Kota. Untuk lebih jelasnya, batasan-batasan
objek studi yang akan dianalisa dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 3. Lokasi blok 6
Sumber : Google Earth,2011
Pemilihan blok kawasan tersebut didasarkan pada tugas 2 Studio Rancang Kota 1,
dimana pemilihan diperoleh melalui proses pengundian dengan tiap anggota kelompok,
sehingga seluruh kawasan koridor jalan Asia-Afrika terbagi rata.
9
2.2.2. Batasan/Lingkup Analisa Permasalahan
Analisis permasalahan yang dilakukan akan memiliki batasan pada semua
permasalahan baik design ataupun non-design (design and non-design problem) yang
berkaitan dengan perancangan kota, yang berada pada area publik. Area publik disini
adalah semua area yang dapat diakses oleh publik secara bebas kapanpun, misalnya
seperti jalan raya, jalur pedestrian, ruang terbuka hijau, dan parkir (on-street/off street).
Namun jika terdapat fasilitas/fungsi tersebut dalam area properti pribadi, fasilitas
tersebut tidak termasuk dalam batasan analisa permasalahan yang akan dilakukan.
2.2.3.Batasan/Lingkup Waktu Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada keselurahan/sekeliling koridor jalan, dengan acuan
waktu-waktu yang penting/vital pada kawasan tersebut. Penulis menggunakan metoda
sampling dalam pemilihan waktu pengamatan, dimana sample waktu yang digunakan
dianggap mampu mewakili aktivitas koridor tersebut pada janis waktu tertentu.
Misalnya, sample waktu yang penulis gunakan adalah, hari Selasa pukul 11.00-13.30,
dianggap dapat mewakili seluruh vitalitas aktivitas pada hari kerja.Dan sample yang
kedua adalah hari Minggu pukul 14.00-16.30, dianggap dapat mewakili vitalitas aktivitas
pada hari libur/akhir pekan.
10
Bab III
ANALISIS OBJEK STUDI
Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, laporan ini akan dibahas
berdasarkan acuan teoritis dengan pedoman dua buku yaitu Greet Street (Allan B. Jacobs)
dan Urban Design Compendium I (Llewelyn-Davies).
3.1. Place for People to Walk with Leisure and Physical Comfort
“Greet Urban streets are often great streets to drive along as well as great public
places to walk, but walking is the focus here. Which gives its special character, is sociability.
Make journey comfortable, safe, pleasing, and even enlightening in term of the experience
they offer of the city. “ (Great Street, p.271)
Dari kutipan tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa koridor jalan yang baik
adalah jalan yang dapat digunakan sama baik/nyaman oleh pengendara dan pejalan kaki,
namun prioritas pada pejalan kaki. Dimana dapat memberikan karakter berupa sosialitas yang
dapat memberikan kenyamanan, keamanan, menyenangkan, dan rasa dalam menikmati
koridor tersebut.
Keadaan pada koridor jalan Asia-Afrika blok 6, pada dasarnya sudah memiliki
fasilitas untuk pejalan kaki dan kendaraan. Dimana kedua fungsi tersebut digunakan untuk
memberi kenyamanan bagi pemakainya. Jalan yang sangat lebar dan bersih yang didukung
oleh jalur pedestrian yang jelas dan ditata rapi.
1
2
3
4 1
2
3
4
Gambar 4. Kondisi jalan di blok 6
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
Key Plan
11
Dari foto diatas kita bisa melihat secara umum keadaan jalan di kawasan blok 6 sudah
baik dan lancar, karena didukung oleh dimensi jalan yang cukup lebar. Namun terdapat juga
persoalan pada beberapa titik di kawasan blok 6, terjadi penumpukan kendaraan karena
bangkitan kendaraan yang cukup tinggi. Terlebih lagi pada jam sibuk (peak hour) titik ini
bisa dikatakan sangat crowded.
Spot pertama, persoalan akibat adanya pertemuan arus kendaraan dari Jl. Braga yang
berusaha masuk ke Jl. Asia-Afrika. Pertemuan dua jalan dengan bangkitan yang sangat padat
menyebabkan sering terjadinya kemacetan di titik ini, terutama pada jam sibuk. Terlebih lagi,
tidak ada rambu lalu lintas yang digunakan disana, memang sudah terdapat infrastrukturnya
namun diambil kebijakan untuk tidak menghidupkanya.
Gambar 5. Kondisi persimpangan Jl. Braga dan Jl. Asia-Afrika yang padat
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
Spot kedua, yaitu pada jalan Cikapundung Barat (barat gedung PLN) terdapat
persoalan pada fungsi jalan yang nyaris berubah menjadi tempat parkir. Lebar jalan sekitar 10
meter, kurang lebih 6 meter sebagai parkir. Prioritas jalan menjadi berubah, padahal sudah
terdapat central parking di jalan Cikapundung Timur, namun tidak berfungsi dengan baik dan
nyaris kosong.
Gambar 6. Kondisi jalan Cikapundung Barat penuh kendaraan yang parkir
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
12
Pada jalur pedestrian, secara umum sudah tersedia dan cukup jelas pemisahanya
dengan jalur kendaraan sehingga dapat dirasakan kenyamanan dan keamanannya. Ada
beberapa standar menurut buku Urban Design Compendium I, disebutkan 5 syarat untuk
menciptakan jalur pedestrian yang baik, yaitu:
1)Connection/Koneksi;
Berkaitan dengan bagaimana jalur pedestrian mampu mengkoneksikan/
menghubungkan beberapa tujuan sehingga dapat digunakan sebagai sarana sirkulasi
yang efektif. Pada blok 6, jalur pedestrian sudah mampu mengkoneksikan seluruh
blok seolah menjadi satu kesatuan. Apalagi penggunaan material yang seragam
menambah rasa keterhubungan terhadap keseluruhan kawasan Jl. Asia-Afrika.
2)Convenience/Mudah;
Pedestrian yang baik adalah pedestrian yang mudah digunakan oleh semua
orang, dalam artian bisa digunakan dengan mudah oleh usia tua atau muda, orang
normal ataupun orang dengan cacat fisik (disable people).
Pada blok 6, banyak persoalan muncul berkaitan dengan prinsip ini, fasilitas
pejalan kaki bagi penyandang cacat terlupakan. Seluruh koridor pedestrian disini
sama sekali belum memiliki fasilitas bagi penyandang cacat yang baik. Ada ramp bagi
cacat fisik kaki, namun keadaanya jauh dari standar kenyamanan misalnya sudut
kemiringan yang curam, dan finishingnya tidak ramah bagi penyandang cacat. Dan
sama sekali belum tersedia fasilitas bagi penyandang cacat mata (tunanetra).
Gambar 7. Kondisi fasilitas bagi penyandang cacat, belum memenuhi standar
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
13
3)Convivial/Ramah;
Berkaitan tentang bagaimana keamanan diperhatikan pada pedestrian sehingga
ramah bagi penggunanya. Pada blok 6 ini terdapat beberapa penerapan prinsip ini,
misalnya penggunaan pot tanaman sebagai pengganti bollard. Secara tidak langsung
pot tersebut melindungi pejalan kaki dari kendaraan dan sebagai pagar semu yang
pada dasarnya itu adalah fungsi dari bollard. Berikutnya adalah penggunaan
penerangan/lampu jalur pedestrian, dengan begitu pejalan kaki akan tetap merasa
aman jika berjalan kaki dimalam hari.
Gambar 8. Beberapa street furniture yang memberikan keamanan bagi pejalan kaki
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
Namun ada beberapa persoalan yang muncul bertentangan dengan prinsip ini,
yaitu penggunaan material pedestrian yang memang bersifat bertekstur kasar, namun
saat basah material ini sangat licin sehingga berbahaya bagi pejalan kaki. Material
utama pada pedestrian pada blok 6 (juga seluruh koridor jl. Asia-Afrika) adalah
keramik berukuran 20x20cm dengan frame koral sikat setiap 120cm.
Gambar 9. Material yang digunakan bersifat licin saat basah/lembab
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
14
4)Comfortable/Nyaman;
Prinsip ini berkaitan dengan rasa nyaman yang perlu diperhatikan dalam
perancangan jalur pejalan kaki, misalnya dimensi, peneduhan, dan adanya daya tarik
(attraction), fasilitas pendukung, dan lainya. Pada blok 6, dimensi sudah memenuhi
standar bahkan banyak yang dibuat sangat lebar. Namun permasalahan muncul akibat
tindakan melenceng dari pengguna kendaraan yang parkir dan mengambil badan jalur
pedestrian hingga mengurangi dimensi jauh dari standar kelayakan.
Gambar 10. Penyimpangan fungsi pedestrian sebagai parkir
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
Unsur atraksi pada koridor tersebut tercipta oleh gedung bersejarah yang ada
disekitarnya seperti gedung merdeka dan gedung Konferensi Asia-Afrika, namun
kurang difasilitasi dengan furniture pendukung aktivitas misalnya tempat duduk
sehingga mereka menggunakan fasilitas yang bukan seharusnya untuk duduk. Dan
juga pohon yang ada disana sifatnya kurang meneduhkan hanya terkesan
mengarahkan sehingga jalur pedestrian tetap panas, dan mengurangi kenyamanan
pejalan kaki.
Gambar 11. Kurang fasilitas tempat duduk.
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
15
Namun jika terjadapat tempat duduk yang bagus dan nyaman, perlu juga
dipehitungkan sifat dari tunawisma yang sering menggunakannya sebagai tempat
bermukim/tempat tidur sehingga mengurangi keindahan.
5)Conspicuousness/Jelas;
Jalur pedestrian dibutuhkan kejelasan bagi penggunanya dalam melakukan
aktivitasnya, berkaitan dengan kejelasan rute dan tujuan yang dicapai. Sehingga
diperlukan sebuah petanda (signage) untuk memberi informasi kepada penggunanya.
Pada koridor ini belum terlihat petanda-petanda khusus bagi pejalan kaki sehingga
pejalan kaki berlalu begitu saja melalui jalur pedestrian. Jika pejalan kaki merupakan
orang yang tidak begitu mengetahui area ini, dipastikan akan kebingungan untuk
mencapai tujuanya.
3.2. Definition
“Great Streets have definition, They have boundaries, usually walls of some sort or
another, that communicate cleary where the edges of the street are.”
Sehingga dapat dikatakan koridor yang baik adalah koridor dengan dinding semu
yang memberikan kejelasan batas dan memperkuat nuansa ruang pada koridor tersebut. Pada
koridor blok 6 bagian selatan, nuansa ruang yang diciptakan cukup baik karena garis
sempadan depan yang sama/sejajar dan tanpa sempadan depan (0 meter).
Gambar 12. Keadaan fasade bangunan sebagai dinding semu pembentuk ruang.
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
Tampak Selatan
Tampak Timur
16
Begitu juga pada koridor yang berada di jalan Braga, sempadan depan adalah 0, tapi
karena ada lahan kosong yang digunakan sebagai parkir sehingga terasa seperti ada gap.
Kesan ruang menjadi berkurang akibat adanya gap tersebut.
3.3. Quality That Engage The Eye
“Great Street require physical characteristic that help the eyes do what they want to
do. Visual complexity is what is required, but it must not be so complex as to become chaotic
or disorienting.”
Diperlukan objek visual yang memiliki kemampuan untuk menarik perhatian mata,
berupa kebutuhan pemenuhan hal yang bersifat estetis. Pada kasus blok 6, ada beberapa objek
yang dapat memberikan kesan visual yang dapat menarik mata. Hal tersebut terdapat pada
beberapa bangunan bersejarah seperti Gedung Merdeka dan Gedung Konferensi Asia-Afrika,
yang memiliki nilai visual yang tinggi. Selain bernilai sejarah, gaya/langgam bangunan juga
unik dan merepresentasikan pengaruh arsitektur Belanda di Bandung.
Kompleksitas fungsi sebenarnya dapat menciptakan keberagaman type bangunan
yang mampu nambah kesan visual koridor, seperti adanya Gedung PLN dan Gedung merdeka
yang berdampingan, karena berbeda fungsi tipologi bangunan akan berbeda, namun tetap
diatur langgam yang digunakan agar tetap selaras dengan nuansa historis kawasan.
Potensi sebenarnya terdapat pada sungai Cikapundung yang menawarkan nuansa
natural, namun karena kurang diperhatikan sehingga sungai tersebut kotor dan kumuh.
Kurangnya kesadaran dari beberapa pihak menjadikan sungai menjadi tempat sampah publik
sehingga terkadang mengeluarkan aroma yang tidak sedap.
Namun pemerintah tampaknya sudah sadar akan potensi sungai Cikapundung, tampak
pemerintah melakukan pembersihan terhadap sungai tersebut. Selain itu penataan mulai
dilakukan dengan menurunkan alat berat.
Gambar 13. Keadaan sungai Cikapundung.
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
17
3.4. Transparancy and Complementary
“The best street have about them a quality of transparancy at their edges, where the
public realm of the street and the less public, often private realm of property and buildings
meet. One can see or have sense what is behind, one senses an invitation to view or know.
Usually it is windows and doors that give transparancy. The buildings on best street get
along with each other. They are not the same but they express respect for one another.”
Prinsip ini berkaitan bagaimana bagunan sepanjang koridor dapat memiliki
“komunikasi” terhadap pengguna jalan, sehingga mampu memberi kesan mengundang atau
tahu segala aktivitas yang berlangsung. Hal tersebut mampu memberi rasa ketertarikan untuk
melalui koridor tersebut dengan berjalan kaki.
Pada kasus koridor blok 6, prinsip tersebut sudah teraplikasi dengan baik, hal tersebut
tampak dari bagaimana bangunan dapat langsung dirasakan oleh pejalan kaki. Sehingga
pejalan kaki dan bangunan seolah terjadi komunikasi. Tampak pada sisi timur (Jl. Braga),
bagaimana pertokoan berupa cafe,restoran, dan toko memiliki lantai dasar yang transparan
dan dengan sempadan depan 0, sehingga pejalan kaki dapat melihat langsung aktivitas
didalamnya (Lihat gambar 12).
Begitu juga pada bagian selatan (Jl. Asia-Afrika), walaupun bangunan-bangunan tidak
memiliki dinding yang transparan untuk melihat kedalam, namun karena bagian bangunan
yang dapat dirasakan secara langsung (menikmati dan berfoto) menyebabkan kesan
komunikasi tetap terjadi terhadap pejalan kaki (Lihat gambar 12).
Namun hal berbeda terjadi di Jln. Cikapundung Timur, bangunan-bangunan dibuat
dengan garis sempadan kurang lebih 4-5 meter ditambah terdapat pagar, sehingga kesan
transparan sudah hilang kesan komunikasi sudah berkurang, kenyamanan pun berkurang.
Begitu pula pada Jln. Asia-Afrika pada bagian depan gedung PLN, koridor jalan dibentuk
oleh dinding masiv gedung setinggi kurang lebih 15 meter tanpa ada bukaan
(bukaan/entrance gedung PLN dari Jln. Cikapundung barat) sehingga kesan transparan dan
komunikasi sudah tidak terasa.
Gambar 14. Bangunan PLN, masif tanpa transparansi dan minin komunikasi.
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
18
3.5. Maintenance and Quality of Construction and Design
“Physical maintenance more than a matter of keeping things clean and in good
repair. It involves the use of materials that are relatively easy to maintain and street elements
for which there is some history of caring. Mostly, quality it has to do with workmanship and
materials and how they are used.”
Perawatan (maintenance) dan kualitas konstruksi dan desian sangat berkaitan dengan
siapa pelaku konstruksi dan desain, diluar prilaku menyimpang yang menyebabkan kerusakan
pada fasilitas publik. Bagaimana pemilihan material yang cocok terhadap kondisi kawasan
dan memudahkan perawatan.
Banyak ditemukan kerusakan pada infrastruktur publik di blok 6 ini, misalnya seperti
material pedestrian yang hancur (terkelupas), pot tanaman yang hancur, dan tumbuhnya
tumbuhan liar pada pot pohon peneduh pedestrian. Dua persoalan tersebut terjadi akibat
kurangnya kualitas konstruksi, ditambah perawatan yang kurang maksimal.
Terdapat juga persoalan berupa kualitas desain yang buruk pada finishing jalur
pedestrian sehingga terjadi hal yang mengganggu kenyamanan terutama bagi penyandang
cacat, finishing ramp yang tidak sempurna justru membahayakan penyandang cacat kaki.
Gambar 15. Permasalahan yang timbul akibat minim perawatan dan kualitas desain buruk.
Sumber : dokumentasi kelompok,2011
19
Bab IV
IDENTIFIKASI MASALAH
4.1. Klasifikasi Masalah Desain dan Non-Desain (Design and Non-Design Problem)
Pada bab ini akan dicoba untuk mengidentifikasi dan menstrukturkan permasalahan
dengan metode klasifikasi Design and Non-Design Problem (Lang,1994). Semua
permasalahan telah dijabarkan pada bab 3, sehingga pada bab ini menstrukturkan dan analisis
persoalan tersebut.
D = Design Problem; ND = Non-Design Problem
4.1.1. Place for People to Walk with Leisure and Physical Comfort
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan D ND
1
Pertemuan dua arus jalan (Jl. Braga
dan Jl. Asia-Afrika) yang padat
menyebabkan kemacetan
Traffic management merupakan
kebijaksanaan dinas perhubungan
2
Parkir pada badan jalan
Cikapundung Barat padahal
tersedia central parking di Jl.
Cikapundung Timur
D = Desain central parkir kurang
nyaman dan jauh dari tujuan
ND = Kurangnya kesadaran masyarakat
untuk parkir pada
3
Kualitas jalur pedestrian kurang
baik (jenis material berbahaya saat
basah, tidak tersedia fasilitas
penyandang cacat)
Berkaitan dengan kualitas desain
4
Parkir terlalu dekat dengan
pedestrian sehingga mengambil
badan jalur pedestrian
D = Tidak tersedia pagar semu agar
kendaraan tidak bisa mendekat(bollard)
ND = Kesadaran masyarakat/pribadi
5 PKL pada jalur pedestrian Berkaitan dengan kesadaran
kelompok/pribadi
6 Pohon tidak berfungsi meneduhkan Pemilihan jenis pohon oleh perancang
7
Minim fasilitas/street furniture bagi
pejalan kaki (tempat
duduk,petanda,stoping/sightseeing
area)
D = Kualitas perancangan
ND = Meminimalisir penyimpangan
penggunaan (tempat/rumah bagi
tunawisma)
20
4.1.2. Definition
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan D ND
8 Terdapat beberapa bangunan yang
GS depan tidak nol Berkaitan dengan peraturan tata ruang
kota
4.1.3. Quality that Engage the Eyes
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan D ND
9 Minim objek/sclupture yang
mampu menarik perhatian mata Kebijakan desain penataan ruang kota
10 Sungai Cikapundung yang kotor
dan bau
D = Kurang penyediaan tempat sampah
ND = Kurangnya kesadaran untuk
membuang sampah pada tempatnya
11 PKL dengan lapak kotor/kumuh
D = Kurang pengetahuan tentang desain
dan estetika
ND = Minim biaya
12 Sampah dibuang sembarangan
padahal tersedia tong sampah
D = Jarak antar tong sampah terlalu
jauh
ND = Kesadaran masyarakat/pribadi
13 Tunawisma bermukim di jalur
pedestrian (dijembatan sungai)
Minim penyuluhan dari dinas sosial,
dan kesadaran secara pribadi
4.1.4. Transparancy and Complementary
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan D ND
14 Dinding masif sepanjang koridor
gedung bersejarah
Merupakan peninggalan sejarah yang
harus dipertahankan
15
Bangunan dengan perbedaan
ketinggian yang mencolok (PLN &
Gedung Merdeka)
Kesalahan pada aturan/penerapan tata
ruang kota
4.1.5. Maintenance and Quality of Construction and Design
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan D ND
16 Kualitas konstruksi & desain buruk
pada pedestrian dan taman Kualitas desain dan kualitas perencana
dan pelaksana
21
17
Kurang perhatian terhadap
perawatan sungai dan tumbuhan
liar
Kerjasama dinas kebersihan dan kurang
kesadaran dari masyarakat
4.2. Klasifikasi Masalah Berdasarkan End Means (Rowe,1992)
Akan diklasifikasikan dengan menggunakan teori dari Rowe, dimana permasalahan
diklasifikasikan dengan kalsifikasi well-defined problem, ill-defined problem, dan wicked-
define problem.
4.2.1. Place for People to Walk with Leisure and Physical Comfort
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan Well Ill Wicke
d
1
Pertemuan dua arus jalan (Jl. Braga
dan Jl. Asia-Afrika) yang padat
menyebabkan kemacetan Traffic management
2
Parkir pada badan jalan
Cikapundung Barat padahal
tersedia central parking di Jl.
Cikapundung Timur
Keinginan untuk cepat mencapai
tujuan
3
Kualitas jalur pedestrian kurang
baik (jenis material berbahaya saat
basah, tidak tersedia fasilitas
penyandang cacat)
Kualitas desain kurang baik
4
Parkir terlalu dekat dengan
pedestrian sehingga mengambil
badan jalur pedestrian
Perlu dirancang fasilitas berupa
pagar semu yang dapat
menghalangi kendaraan
5 PKL pada jalur pedestrian
Masalah sangat kompleks,
kesadaran pribadi, kebutuhan
untuk hidup (mata pencaharian),
dan kualitas visual
6 Pohon tidak berfungsi meneduhkan Kurang mengenal karakter
pohon
7
Minim fasilitas/street furniture bagi
pejalan kaki (tempat
duduk,petanda,stoping/sightseeing
area)
Permasalahan tunawisma harus
terselesaikan lebih dulu
4.2.2. Definition
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan Well Ill Wicke
d
8 Terdapat beberapa bangunan yang Kebijakan pembangunan bisa
22
GS depan tidak nol diatur
4.2.3. Quality that Engage the Eyes
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan Well Ill Wicke
d
9 Minim objek/sclupture yang
mampu menarik perhatian mata Dapat diselesaikan dengan
desain
10 Sungai Cikapundung yang kotor
dan bau
Perawatan terhadap sungai dan
penyuluhan terhadap pengguna
11 PKL dengan lapak kotor/kumuh Kebutuhan akan ekonomi
sehingga menjadi sulit diatur
12 Sampah dibuang sembarangan
padahal tersedia tong sampah
Kesadaran masyarakat kurang
akan kebersihan
13 Tunawisma bermukim di jalur
pedestrian (dijembatan sungai)
Pemerintah/dinas sosial kurang
tegas
4.2.4. Transparancy and Complementary
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan Well Ill Wicke
d
14 Dinding masif sepanjang koridor
gedung bersejarah
Tidak diperkenankan merubah
bangunan bersejarah gol.A
15
Bangunan dengan perbedaan
ketinggian yang mencolok (PLN &
Gedung Merdeka) Bisa diperbaiki dengan desain
4.2.5. Maintenance and Quality of Construction and Design
No. Persoalan Klasifikasi
Alasan Well Ill Wicke
d
16 Kualitas konstruksi & desain buruk
pada pedestrian dan taman Berkaitan dengan kualitas
perancang dan pelaksana
17
Kurang perhatian terhadap
perawatan sungai dan tumbuhan
liar
Kesadaran masyarakat dan dinas
kebersihan dan dinas tata kota
23
4.3. Klasifikasi Persoalan Berdasarkan Types Of Policy Problem (Dunn - 1994)
Akan diklasifikasikan permasalahan berdasarkan teori Types Of Policy Problem (Dunn-
1994), yaitu untuk menentukan klasifikasi permasalahan berupa well-structured problem,
mederately problem, dan ill-structured problem
4.3.1. Place for People to Walk with Leisure and Physical Comfort
N
o
.
Persoalan Klasifikasi
Klasifikasi
W M I Peran Alt‟ Nilai Hasil Peluang
1
Pertemuan dua arus
jalan (Jl. Braga dan Jl.
Asia-Afrika) yang
padat menyebabkan
kemacetan
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
2
Parkir pada badan
jalan Cikapundung
Barat padahal tersedia
central
parking di Jl.
Cikapundung Timur
Satu/
Beberapa
Reatif/
Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Sulit
dihitung
3
Kualitas jalur
pedestrian kurang
baik (jenis material
berbahaya saat basah,
tidak tersedia fasilitas
penyandang cacat)
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
4
Parkir terlalu dekat
dengan pedestrian
sehingga mengambil
badan jalur pedestrian
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
5 PKL pada jalur
pedestrian Banyak
pihak
Tidak
Terbatas Konfik
Ketidak-
pastian
Sulit
dihitung
6 Pohon tidak berfungsi
meneduhkan Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
24
7
Minim fasilitas/street furniture bagi pejalan
kaki (tempat
duduk,petanda,stopin
g/sightseeing area)
Satu/
Beberapa
Reatif/
Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Sulit
dihitung
4.3.2. Definition
N
o
.
Persoalan Klasifikasi
Klasifikasi
W M I Peran Alt‟ Nilai Hasil Peluang
8
Terdapat beberapa
bangunan yang GS
depan tidak nol
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
4.3.3. Quality that Engage the Eyes
N
o
.
Persoalan Klasifikasi
Klasifikasi
W M I Peran Alt‟ Nilai Hasil Peluang
9
Minim
objek/sclupture yang
mampu menarik
perhatian mata
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
1
0
Sungai Cikapundung
yang kotor dan bau Satu/
Beberapa
Reatif/
Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Sulit
dihitung
1
1
PKL dengan lapak
kotor/kumuh Banyak
pihak
Tidak
Terbatas Konflik
Ketidak-
pastian
Dapat
dihitung
1
2
Sampah dibuang
sembarangan padahal
tersedia tong sampah
Satu/
Beberapa
Relatif/
Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Sulit
dihitung
1
3
Tunawisma
bermukim di jalur
pedestrian
(dijembatan sungai)
Satu/
Beberapa
Relatif/
Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Sulit
dihitung
4.3.4. Transparancy and Complementary
N
oPersoalan Klasifikasi
Klasifikasi
W M I
25
. Peran Alt‟ Nilai Hasil Peluang
1
4
Dinding masif
sepanjang koridor
gedung bersejarah
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
1
5
Bangunan dengan
perbedaan ketinggian
yang mencolok (PLN
& Gedung Merdeka)
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
4.3.5. Maintenance and Quality of Construction and Design
N
o
.
Persoalan Klasifikasi
Klasifikasi
W M I Peran Alt‟ Nilai Hasil Peluang
1
6
Kualitas konstruksi &
desain buruk pada
pedestrian dan taman
Satu/
Beberapa Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Dapat
dihitung
1
7
Kurang perhatian
terhadap perawatan
sungai dan tumbuhan
liar
Satu/
Beberapa
Relatif/
Terbatas Konsensus
Kepastian/
Resiko
Sulit
dihitung
26
Bab V
KESIMPULAN
PENSTRUKTURAN MASALAH
Setelah masalah di identifikasi pada bab sebelumnya, pada bab ini akan dicoba untuk
menstrukturkan permasalahan dengan kombinasi 2 metode. Metode pertama adalah
interaction matrix untuk memperoleh hubungan antar tiap masalah, sehingga bisa ditentukan
kategorinya. Setelah ditemukan kategori dan hubunganya, maka dilakukan metoda
classification of design information, agar lebih mudah untuk tindak lanjutnya.
5.1. Interaction Matrix
PERSOALAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jalan macet 1
Parkir pada
badan jalan
2
Kualitas jalur
pedestrian
kurang baik
3
Parkir terlalu
dekat dengan
pedestrian
4
PKL pada
jalur
pedestrian
5
Pohon tidak
berfungsi
meneduhkan
6
Minim
fasilitas/street
furniture
7
Bangunan
GS depan
tidak nol
8
Minim objek
menarik per-
hatian mata
9
Sungai yang
kotor dan bau
10
PKL dengan
lapak
kotor/kumuh
11
27
Sampah
dibuang
sembarangan
12
Tunawisma
bermukim di
jalur
pedestrian
13
Dinding
masif gedung
bersejarah
14
Bangunan
dengan
perbedaan
ketinggian
15
Kualitas
konstruksi &
desain buruk
16
Kurang
perhatian
pada sungai
dan
tumbuhan
17
5.2. Classification Of Design Information
Berdasarkan penstrukturan hubungan persoalan dari interaction matrix sehingga
diperoleh klasifikasi persoalan pada koridor Jln. Asia-Afrika blok 6, yaitu :
Jalur Pedestrian
- Kualitas desain dan konstruksi yang kurang baik
- Perawatan material kurang teratur
- Penyimpangan fungsi jalur pedestrian
- Karakter vegetasi kurang sesuai dan
- Kurang fasilitas pelengkap (signage dan street furniture)
Parkir
- Parkir kendaraan pada hampir satu ruas jalan
- Parkir mengambil badan jalur pedestrian
- Central Parking tidak optimal
Tipologi Bangunan
- Bangunan dengan garis sempadan yang beragam mengurangi definisi koridor
- Dinding masif tanpa „komunikasi‟ terhadap koridor
28
Irrational Human Behavior
- PKL pada jalur pedestrian dan memiliki lapak tetap
- Tunawisma bermukim pada pedestrian yang berpeneduh
- Kurang kesadaran pentingnya kebersihan
5.3. Kesimpulan
Secara umum, permasalahan utama di koridor Asia-Afrika di blok 6 berkaitan dengan
1)Kualitas desain dan konstruksi; dan 2)Penyimpangan prilaku masyarakat. Hal tersebut
sangat berpengaruh secara menyeluruh terhadap kondisi kawasan.Diperlukan kerjasama
antara beberapa pihak yang terkait, baik dari pemerintah (dinas terkait), dan kesadaran secara
personal untuk menciptakan kawasan yang baik.
Semoga dengan penjabaran persoalan yang terjadi ke kawasan tersebut laporan ini
dapat digunakan untuk mempermudah mencari solusi yang ada kedepannya, sehingga semua
persoalan yang terjadi dapat diselesaikan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William N, 1994. Public Policy Analysis : An Introduction. Englewood, NJ Cliffs :
Prentice Hall Inc.
Jacobs, Allan B, 1995. Great Streets : MIT Press
Lang, Jon. 1994. Urban Design : The American Experience, New York : Van Nostrand
Reinhold.
Llewelyn, Davies. 2000. Urban Design Compendium I. English Partership
Rowe, Peter. 1992. Design Thinking, Cambridge : MIT Press