8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 State Of The Art Review
Peran penting metode pra pengolahan untuk meningkatkan kinerja
segmentasi citra medis memang tidak bisa dipungkiri, hal ini ditunjukkan pada
penelitian yang berjudul “The importance of the pre-processing on the
echocardiographic images for the Left Ventricular contour extraction.” (Santos et
al., 2014) Dan “Evaluating the Effect of Image Preprocessing on an Information
Theoretic CAD System in Mammography” (Tourassi et al., 2008), pada kedua
penelitian ini memperlihatkan, metode pra pengolahan yang digunakan pada
segmentasi citra harus disesuaikan dengan karakteristik citra uji, sehingga dengan
penggunaan metode yang tepat akan dapat meningkatkan kinerja hasil segmentasi.
Penelitian mengenai pengolahan citra x-ray thorax khususnya segmentasi
paru-paru dan jantung sudah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Dari beberapa
penelitian menyatakan, segmentasi yang dilakukan mendapatkan hasil akurasi,
sensitifitas dan spesifisitas yang kurang maksimal karena kinerja metode pra
pengolahan yang diterapkan kurang maksimal. Diantaranya penelitian yang
berjudul “Lung segmentation at image x-ray for detecting Cardio Thorax Ratio
using Max-Tree filtering and Geometric Active Contour”, menggunakan metode
Max Tree dan Geometric Active Contour, berhasil melakukan segmentasi pada
paru-paru dan jantung, namun metode yang digunakan menemui kendala, pada
9
tepi objek yang kurang jelas segmentasi kurang maksimal dan banyaknya iterasi
sangat tergantung dari inisialisasi awal (Hariyadi et al., 2010).
Sehingga pada penelitian selanjutnya yang berjudul “Metode Segmentasi
Paru-paru dan Jantung pada Citra X-Ray Thorax”, (Mardhiyah dan Harjoko, 2013)
mencoba untuk menyempurnakan penelitian sebelumnya, dengan melakukan
segmentasi menggunakan metode K-means Clustering untuk mengelompokkan
piksel citra berdasarkan intensitasnya, kemudian melakukan segmentasi dengan
menggunakan metode Geometric Active Contour. Hasil akurasi, sensitifitas, dan
spesifisitas segmentasi yang dihasilkan memang masih belum maksimal namun
dengan metode ini waktu yang dibutuhkan lebih cepat, pada penelitian ini
menggunakan 200 iterasi objek sudah dapat tersegmentasi semua sedangkan pada
penelitian sebelumnya memakai iterasi 300. Dalam penelitian ini juga dikatakan
kurang maksimalnya hasil segmentasi adalah karena metode pra pengolahan yang
digunakan yaitu Gaussian Lowpass filter memiliki karakteristik menghilangkan
noise namun juga menghaluskan tepi citra, sehingga melihat karakteristik citra x-
ray yang memiliki tepi citra yang kurang tajam, karakteristik filter Gaussian
Lowpass dirasa kurang sesuai.
Karakteristik citra medis yang memiliki batas objek dan latar belakang
yang tidak begitu jelas, seperti citra x-ray, membutuhkan filter yang mampu
mendeteksi tepi sehingga dapat mengaburkan noise namun tetap mempertahankan
tepi citra. Karakter filter seperti ini ada pada Anisotropic Diffusion filter, yang
sudah pernah berhasil diterapkan untuk melakukan proses pra pengolahan pada
proses segmentasi citra x-ray tangan (Chai et al., 2011). Metode filter yang lain
10
yang memiliki karakteristik yang mirip dengan Anisotropic Diffusion adalah
Guided Image filter (He et al., 2010), walaupun kontribusinya pada pengolahan
citra x-ray belum pernah diuji melalui penelitian, namun metode ini memiliki
kemampuan yang baik dalam melakukan penghalusan dengan tetap
mempertahankan tepi objek pada citra.
Dari kajian pustaka yang dilakukan belum ada penelitian yang melakukan
segmentasi paru-paru dan jantung dimana pada tahap pra pengolahannya
menggunakan metode Anisotropic Diffusion dan Guided Image filter, sehingga
pada penelitian ini akan mencoba melihat kontribusi kedua metode tersebut untuk
meningkatkan akurasi, sensitifitas dan spesifisitas hasil segmentasi paru-paru dan
jantung.
PRA PENGOLAHAN
CITRA X-RAY THORAX
PADA SEGMENTASI
PARU-PARU DAN
JANTUNG
MENGGUNAKAN
ANISOTROPIC DIFFUSION DAN
GUIDED IMAGE FILTER
Gaussian Lowpass
Anisotropic
Diffusion
Geometrik Active
Contour
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Computed Tomography (CT – Scan)
X-ray
Metode Segmentasi
Metode FilterBidang
Penerapan
Teknologi
K-means
Guided Image
Ultrasonography (USG)
Kesehatan (Medic)
Militer
Biologi (Sains)
Morphology Operation
Template
Matching
Bidang Geografi
dan Geologi
Gambar 2. 1 Fish Bone Penelitian
11
Tabel 2. 1 Rangkuman State of the Art
No Nama Penelitian Tahun
Preprocessing Segmentasi
An
isotro
pic
Diffu
sion
Gu
ided
Image
Med
ian
Ad
aptive W
iener
Gab
or
Entro
py-B
ased
Stand
ard D
evistion
filter
linear filterin
g
med
ian filterin
g
Max-Tree
Gau
ssian lo
wp
ass
filter
GA
C (C
lasic)
GA
C
K-m
eans
Temp
late Match
ing
Mo
rph
olo
gy
Op
eration
1
Pra Pengolahan Citra X-Ray Thorax Pada Segmentasi Paru-Paru dan Jantung Menggunakan Anisotropic Diffusion dan Guided Image Filter. (Kusuma)
2015 √ √ √ √ √ √
2
The importance of the pre-processing on the echocardiographic images for the Left Ventricular contour extraction. (Santos et al.)
2014
√ √
3 Metode segementasi paru-paru dan jantung pada citra x-ray thorax, (Mardhiyah dan Harjoko)
2013
√
√ √ √
4
Lung segmentation at image x-ray for detecting Cardio Thorax Ratio using Max-Tree filtering and Geometric Active Contour. (Hariyadi et al.)
2010
√
√
5 Guided Image Filter (He et al.) 2010 √
6
Evaluating the Effect of Image Preprocessing on an Information Theoretic CAD System in Mammography. (Tourassi et al.)
2008
√ √ √ √ √
7 Automatic Lung Segmentation in CT Images using Anisotropic Diffusion and Morphology Operation (Kim et al.)
2007 √
√
12
2.2 Medical Imaging
Medical imaging adalah teknik atau proses untuk mendapatkan gambar
tubuh khususnya gambar bagian dalam tubuh untuk keperluan medis. Medical
imaging dilakukan diantaranya untuk mengetahui bentuk dan fungsi organ tubuh,
sebaran zat tertentu dan perubahan metabolisme di dalam tubuh (TI Telkom,
2011). Medical imaging merupakan komponen penting di berbagai bidang
penelitian biomedis dan praktek klinis.
Tujuan Medical Imaging antara lain:
1. Untuk mengembangkan metode komputasi dan Algoritma untuk
menganalisis dan menghitung data biomedis.
2. Untuk berkolaborasi dengan peneliti NIH di pusat penelitian lain dalam
menerapkan analisis informasi dan visualisasi untuk masalah biomedis.
3. Untuk mengembangkan alat (baik hardware ataupun software) yang
memiliki kemampuan untuk menganalisa data biomedis serta mendukung
penemuan dan kemajuan biomedis.
Beberapa medical imaging yang saat ini digunakan adalah sebagai berikut :
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
2. X-ray
3. Ultrasonography (USG)
4. Endoscopy
5. Computed Tomography (CT – Scan)
13
2.2.1 X-Ray
Wilhelm Conrad Rontgen si penemu sinar X dilahirkan tahun 1845 di kota
Lennep, Jerman. Dia peroleh gelar doktor tahun 1869 dari Universitas Zurich.
Selama sembilan belas tahun sesudah itu, Rontgen bekerja di pelbagai universitas,
dan lambat laun peroleh reputasi sebagai seorang ilmuwan. Tahun 1888 dia
diangkat jadi mahaguru bidang fisika dan Direktur Lembaga Fisika Universitas
Wurburg. Di situlah, tahun 1895, Rontgen membuat penemuan yang membuat
namanya kesohor (Joarder dan Crundwell, 2009).
Sinar-X atau sinar Rontgen adalah salah satu bentuk dari radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 10 nanometer ke 100
pikometer (sama dengan frekuensi dalam rentang 30 petahertz - 30 exahertz) dan
memiliki energi dalam rentang 100 eV - 100 Kev. Sinar-X umumnya digunakan
dalam diagnosis gambar medis dan Kristalografi sinar-X. Sinar-X adalah bentuk
dari radiasi ion dan dapat berbahaya.
Gambar 2. 2 Alat Rontgen
14
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak
8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad
Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label
sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Pada prinsipnya sinar
yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa dilihat
hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa
diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk
CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail
(Joarder dan Crundwell, 2009).
Perlu diingat, sinar X yang digunakan untuk foto rontgen merupakan sinar yang
dapat menyebarkan radiasi. Meski demikian, manfaat yang didapat dari teknologi
ini lebih banyak ketimbang risikonya jika dilakukan dengan benar. Itulah
mengapa, bila dianggap perlu bayi yang baru lahir pun bisa menjalani tindakan ini
untuk menegakkan diagnosis ada tidaknya kelainan dalam tubuhnya. Tindakan ini
dilakukan semata-mata untuk memudahkan penatalaksaan selanjutnya. Akan
tetapi harus diingat bahwa permintaan foto rontgen harus berasal dari dokter yang
menanganinya, apakah ada indikasi, selain telah mempertimbangkan masak-
masak manfaat dan kerugiannya.
Indikasi penyakit yang dipertimbangan menggunakan pemeriksaan
rontgen:
a) Sesak napas pada bayi.
15
Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada),
dokter membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat.
b) Bayi muntah hijau terus-menerus.
Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna,
maka pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter
untuk melakukan tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia,
melainkan lebih pada risk and benefit alias risiko dan manfaatnya.
c) Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya .
Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan
untuk mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, jantung, usus, dan
organ dalam lainnya.
2.2.2 Thorax
Rongga dada adalah rongga terbesar kedua di dalam tubuh. Tulang rusuk,
tulang punggung dan tulang dada (tulang dada) melampirkan rongga dada.
Rongga dada dilapisi oleh membran serosa. Ini tidak termasuk cairan tipis atau
serum. Ini bagian dari rongga dada disebut pleura parietal. Membran ini terus
menutupi paru-paru dan dikenal sebagai pleura visceral. Jantung, kerongkongan
dan pembuluh darah besar juga ditutupi oleh membran yang dikenal sebagai
pleura mediastinal. Tekanan antara pleura parietal pleura visceral dan kurang dari
atmosfer luar, karena tekanan atmosfer. Dengan demikian, hal ini menyebabkan
gesekan antara keduanya, selama proses respirasi oleh paru-paru yang dilumasi
oleh cairan disekresi oleh membran serosa. Banyak organ yang terletak di rongga
dada.
16
Toraks dinding atau tulang rusuk kadang-kadang disebut kandang dada.
Rongga dada melindungi banyak organ yang vital bagi fungsi tubuh dan bahkan
kehidupan. Berikut adalah organ-organ yang terdapat dalam rongga dada:
Sistem Kardiovaskular : Salah satu bagian yang paling penting dari sistem
tubuh manusia adalah sistem kardiovaskular. Sistem kardiovaskular terdiri dari
jantung dan pembuluh darah besar semua jantung. Pembuluh darah besar
termasuk aorta dada, arteri pulmonalis, vena kava superior dan vena cava
inferior, vena pulmonalis dan vena azigos.
a) Sistem Pernapasan: saya sebut sistem pernapasan sebagai sistem
pendukung sistem kardiovaskular. Organ sistem pernapasan dalam rongga
dada adalah saluran udara, paru-paru, trakea, dan bronkus.
b) Pencernaan Sistem: Anda mungkin bertanya-tanya bahwa organ-organ
dalam sistem pencernaan yang terletak di rongga perut. Benar, tapi
kerongkongan, tabung yang membawa makanan ke perut terletak di
rongga dada. Timus atau kelenjar tiroid juga merupakan bagian dari organ-
organ di dalam rongga dada.
c) Sistem saraf: saraf vagus yang dipasangkan, rantai simpatik dipasangkan
adalah organ sistem saraf dalam tubuh manusia.
d) Sistem limfatik : Duktus toraks, bagian dari limfatik juga hadir sebagai
organ dalam rongga dada.
e) Tiga ruang dalam rongga dada yang dilapisi dengan mesothelium. Rongga
ini meliputi rongga pleura, rongga perikardial dan mediastinum. The
17
contails mediastinum adalah organ yang terletak di tengah dada antara
kedua paru-paru.
Saat Anda tumbuh, rongga dada Anda juga tumbuh, meninggalkan ruang
yang cukup antara organ-organ. Dengan demikian, sehingga lebih mudah bagi
dokter bedah untuk beroperasi pada orang dewasa dibandingkan dengan bayi atau
anak. Ketika rongga pleura dilanggar oleh faktor eksternal seperti peluru luka atau
menusuk, itu menghasilkan pneumotoraks atau rongga udara. Ketika volume
udara sangat tinggi di pneumotoraks, dapat menyebabkan runtuhnya salah satu
atau kedua paru-paru. Ini panggilan untuk perhatian medis segera. Ini semua
organ dalam tubuh dada. Satu bisa mengatakan rongga dada adalah kubah dari
tubuh manusia yang berisi organ-organ yang paling berharga penting untuk
kehidupan
2.3 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk
memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan sistem untuk pengolahan citra
digital adalah:
2.3.1 Jenis-jenis Citra Digital
Suatu piksel memiliki nilai dalam rentang tertentu dari nilai minimum
sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari
jenis warnanya. Namun secara umum jangkauanya adalah 0-255. Citra dengan
penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer. Berikut adalah
jenis-jenis citra berdasarkan nilai piksel-nya
18
1. Citra Biner
Citra yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan
putih. Citra biner ini juga disebut citra B&W (black and white) atau citra
monokrom. Hanya dibutuhkan satu bit untuk mewakili nilai setiap piksel
dari citra biner (Putra, 2010). Citra biner sering kali muncul sebagai hasil
dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi
ataupun dithering.
2. Citra Grayscale
Citra Greyscale disebut juga citra satu kanal, karena warnanya hanya
ditentukan oleh satu fungsi intensitas saja. Artinya mempunyai skala abu
dari 0 sampai 255, yang dalam hal ini nilai intensitas 0 menyatakan hitam,
nilai intensitas 255 menyatakan putih (Munir, 2004).
3. Citra Warna (8 bit)
Setiap piksel dari citra warna (8 bit) hanya diwakili oleh 8 bit dengan
jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 256 warna. Ada
dua jenis citra warna 8 bit. Pertama, citra warna 8 bit dengan
menggunakan palet warna 256 dengan setiap paletnya memiliki pemetaan
nilai (colormap) RGB tertentu.
4. Citra Warna (16 bit)
Citra warna 16 bit biasanya dinamakan sebagai citra highcolor dengan
setiap pikselnya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit). Warna 16 bit
memiliki 65.536 warna. Dalam formasi bitnya, nilai merah dan biru
mengambil tempat di 5 bit ditambah 1 bit ekstra. Pemilihan komponen
19
hijau dengan deret 6 bit dikarenakan penglihatan manusia lebih sensitif
terhadap warna hijau.
5. Citra Warna (24 bit)
Setiap piksel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total
16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk
memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia.
Setiap poin informasi piksel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit
pertama menyimpan nilai biru, diikuti hijau pada 8 bit ke dua dan pada 8
bit terakhir berupa warna merah.
2.3.2 Operasi Pengolahan Citra
Operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra apabila terjadi
beberapa hal, yaitu sebagai berikut (Putra, 2010) :
1. Perbaikan atau memodifikasi citra dilakukan untuk meningkatkan kualitas
penampakan citra atau menonjolkan beberapa aspek informasi yang
terkandung dalam citra (image enhancement).
contoh : perbaikan kontras gelap atau terang, perbaikan tepian objek,
penajaman, pemberian warna semu.
2. Adanya cacat pada citra sehingga perlu dihilangkan atau diminimumkan
(image restoration).
contoh : penghilangan kesamaran (debluring) dimana citra tampak kabur
karena pengaturan fokus lensa tidak tepat atau kamera goyang dan
penghilangan noise
20
3. Elemen dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokan atau diukur (image
segmentation). Operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.
4. Diperlukannya ekstraksi ciri-ciri tertentu yang dimiliki citra untuk
membantu dalam pengidentifikasian objek (image analysis).
5. Proses segementasi kadang kala diperlukan untuk melokalisasi objek yang
diinginkan dari sekelilingnya. Contoh : pendeteksian tepi objek.
6. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain (image
reconstruction). Contoh: beberapa foto rontgen digunakan untuk
membentuk ulang gambar organ tubuh.
7. Citra perlu dimampatkan (image compression) contoh : suatu file citra
berbentuk BMP berukuran 258 KB dimampatkan dengan metode JPEG
menjadi berukuran 49 KB
8. Menyembunyikan data rahasia (berupa teks atau citra) pada citra sehingga
keberadaan data rahasia tersebut tidak diketahui orang (steganografi &
watermarking)
Gambar 2. 3 Alur Pengolahan Citra (Putra, 2010)
2.3.3 Langkah-Langkah Pengolahan Citra Digital
Secara umum, langkah-langkah dalam pengolahan citra dapat dijabarkan
menjadi beberapa langkah sebagai berikut:
1. Akuisisi Citra
21
Akuisisi citra adalah tahap awal untuk mendapatkan citra digital. Tujuan
akuisisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan memilih metode
perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari objek yang akan diambil
gambarnya, persiapan alat-alat, sampai pada pencitraan. Pencitraan adalah
kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, gambar, lukisan, patung,
pemandangan, dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat
digunakan untuk pencitraan adalah:
a. Video kamera
b. Kamera digital
c. Kamera konvensional dan konverter analog to digital
d. Scanner
e. Photo sinar-x atau sinar infra merah
Hasil dari akuisisi citra ini ditentukan oleh kemampuan sensor untuk
mendigitalisasi sinyal yang terkumpul pada sensor tersebut. Kemampuan
digitalisasi alat ditentukan oleh resolusi alat tersebut.
2. Pre-processing
Tahapan ini diperlukan untuk menjamin kelancaran pada proses
berikutnya. HaI-hal penting yang dilakukan pada tingkatan ini diantaranya adalah:
a. Peningkatan kualitas citra (contras, brightness, dan lain-lain)
b. Menghilangkan noise
c. Perbaikan citra (image restoration)
d. Transformasi (image transformation)
e. Menentukan bagian citra yang akan diobservasi
22
3. Segmentasi
Tahapan ini bertujuan untuk mempartisi citra menjadi bagian-bagian
pokok yang mengandung informasi penting. Misalnya, memisahkan objek dan
latar belakang.
4. Representasi dan deskripsi
Dalam hal ini representasi merupakan suatu proses untuk
merepresentasikan suatu wilayah sebagai suatu daftar titik-titik koordinat dalam
kurva yang tertutup, dengan deskripsi luasan atau parameternya. Setelah suatu
wilayah dapat direpresentasi, proses selanjutnya adalah melakukan deskripsi citra
dengan cara seleksi citra dan ekstraksi ciri (Feature Extraction and Selection).
Seleksi ciri bertujuan untuk memilih informasi kuantitatif dari ciri yang ada, yang
dapat membedakan kelas-kelas objek secara baik, sedangkan ekstraksi ciri
bertujuan untuk rnengukur besaran kuantitatif ciri setiap piksel, misalnya rata-
rata, standar deviasi, koefisien variasi, Signal to Noise Ratio (SNR), dan lain-lain.
5. Pengenalan dan interpretasi
Tahap pengenalan bertujuan untuk memberi label pada sebuah objek yang
informasinya disediakan oleh descriptor, sedangkan tahap interpretasi bertujuan
untuk memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang dikenali
6. Basis pengetahuan
Basis pengetahuan sebagai basis data pengetahuan berguna untuk
memandu operasi dari masing-masing modul proses dan mengkontrol interaksi
antara modul-modul tersebut. Selain itu, basis pengetahuan juga digunakan
sehagai referensi pada proses template matching atau pada pengenalan pola.
23
2.4 Pengenalan Pola
Pengenalan pola adalah mengelompokkan data numerik dan simbolik
(termasuk citra) secara otomatis oleh mesin (komputer). Tujuan pengelompokkan
adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa mengenali objek
yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi objek-objek di
alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainnya.
Kemampuan sistem visual manusia yang dicoba ditiru oleh mesin. Komputer
menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra
tersebut dan memberikan keluaran berupa informasi atau deskripsi objek di dalam
citra.
Gambar 2. 4 Alur Pengenalan Pola
Pada tahapan-tahapan pengenalan pola, peneliti memiliki banyak pilihan
metode yang dapat digunakan, penggunaan metode ini tergantung kepada jenis
citra yang akan diolah, berikut adalah metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini:
2.4.1 Anisotropic Diffusion Filtering
Penyaringan citra masukan dilakukan dengan menggunakan algoritma
Anisotropic Diffusion Filtering yang secara matematis dapat didefinisikan
sebagai:
(2.1)
24
Dimana adalah intensitas gambar pada posisi , ( , ) adalah intensitas
gambar pada posisi dan pada saat atau pada tingkat skala ; dan
merupakan gradient dan operator divergen. ( , ) adalah koefisien difusi.
(2.2)
Konstanta difusi 𝜅 dipilih berdasarkan tingkatan noise dan ketebalan edge.
Dan flow merupakan fungsi dari difusi konstan yang didefinisikan sebagai:
(2.3)
Maksimal flow dihasilkan pada lokasi-lokasi dimana gradien sama dengan
konstanta difusi ( ≈ 𝜅). Ketika gradien berada dibawah 𝜅, flow menurun menuju
nilai nol karena daerah tersebut merupakan daerah-daerah yang homogen. Pada
saat gradien berada diatas 𝜅 fungsi flow juga menurun menuju nilai nol, proses
difusi dihentikan pada lokasi-lokasi dengan gradien yang besar. Dengan kata lain
proses difusi memperhalus daerah-daerah homogen (dimana « 𝜅) dan
mempertahankan daerah tepi (dimana » 𝜅).
Pendekatan multi skala yang digunakan pada proses filtering ini
menghasilkan serangkaian citra dengan level resolusi spasial yang berbeda-beda.
Informasi umum diekstrak dan dipertahankan pada citra-citra dengan skala yang
besar. Dan pada citra-citra dengan skala kecil terdapat lebih banyak informasi
lokal jaringan. Dengan kata lain, semakin tinggi skala, detail citra semakin
menghilang. Pendekatan multi skala dapat secara efektif meningkatkan kecepatan
pengklasifikasian dan dapat menghindari perangkap local solution.
25
Waktu dianggap sebagai skala atau level. Ketika skala meningkat, citra
menjadi kabur dan berisi lebih banyak informasi umum. Gambar 2.4
menunjukkan scale space yang dihasilkan oleh Anisotropic Diffusion filtering
dimana t = 0 adalah citra asli. Semakin besar tingkat skala, informasi lokal yang
tampak akan semakin berkurang.
Gambar 2. 5 Scale space yang dibangun oleh Anisotropic Diffusion filter
2.4.2 Guided Image Filter
Diawali dengan mendefinisikan proses filtering translation-variant linier,
yang melibatkan guidance image I, citra input filtering p, dan citra output q. Baik
I dan p sudah ditentukan sebelumnya sesuai dengan aplikasinya, dan keduanya
boleh identik. Output filtering pada pixel i dinyatakan sebagai pembebanan rata-
rata:
∑ (2.4)
Dimana i dan j adalah piksel indeks. Filter kernel merupakan fungsi dari
guidance image I dan independen terhadap p. filter ini linier terhadap p. Contoh
dari filter ini adalah joint bilateral filter.
Guided Image filter merupakan model local linear antara guidance I dan
hasil filter output q. diasumsikan q meruapakan transformasi linier dari I pada
window dengan pusat piksel k:
26
(2.5)
Dimana ( ) merupakan koefisien linier yang diasumsikan memiliki
nilai konstan pada . Window yang digunakan adalah window persegi dengan
radius r. model local linear ini memastikan bahwa q memiliki tepi hanya jika I
memiliki tepi, karena . Model ini sudah diakui sangat berguna pada citra
super-resolution (Zomet, 2002), citra matting (Levin, 2006) dan dehazing (He,
2009).
Dalam menentukan koefisien linier ( ), diperlukan batasan dari filter
keluaran q. Keluaran q dimodelkan sebagai input p untuk mengurangi beberapa
komponen n yang tidak diinginkan seperti noise/texture:
(2.6)
Solusi yang dipakai dengan meminimize perbedaan antara q dan p dalam
penerapan model linier. Khususnya, meminimalkan cost fuction berikut pada
jendela :
∑
(2.7)
Persamaan diatas adalah model linear ridge regression dan solusi dari
persamaan tersebut adalah:
∑
(2.8)
(2.9)
27
Setelah menghitung ( ) untuk semua jendela pada citra, kemudian
kita menghitung filtering output menggunakan persamaan:
∑
(2.10)
Dengan catatan bahwa ∑
∑
berdasarkan bentuk
semetris dari box window, maka persamaan diatas dapat ditulis menjadi:
(2.11)
Persamaan 2.8, 2.9, dan 2.11 merupakan difinisi dari Guided Image filter.
Pseudocode dari persamaan tersebut terdapat dalam algoritma 1. Pada algoritma
ini, merupakan mean filter dengan radius window r. dengan abbreviations
of correlation (corr), variance (var), dan covariance (cov) mengindikasikan
makna intuitive dari variabel tersebut.
Algoritma 1. Guided Image filter.
Input: filtering input image p, guidance image I, radius r, regularization
Output: filtering output q.
1:
2:
3:
4: =
=
28
5: =
Dimana merupakan mean filter dengan wide variety of O(N) Time methods.
2.4.3 K-means Clustering
K-means merupakan salah satu algoritma clustering (Lin dan Wu, 2009).
Tujuan algoritma ini yaitu untuk membagi data menjadi beberapa kelompok.
Algoritma ini menerima masukan berupa data tanpa label kelas. Hal ini berbeda
dengan supervised learning yang menerima masukan berupa vektor (x1 , y1) , (x2 ,
y2) , …, (xi , yi), dimana xi merupakan data dari suatu data pelatihan dan yi
merupakan label kelas untuk xi (Russell. S, 2010).
Pada algoritma pembelajaran ini, komputer mengelompokkan sendiri data-
data yang menjadi masukannya tanpa mengetahui terlebih dulu target kelasnya
(Wu. X, 2009). Pembelajaran ini termasuk dalam unsupervised learning. Masukan
yang diterima adalah data atau objek dan k buah kelompok (cluster) yang
diinginkan. Algoritma ini akan mengelompokkan data atau objek ke dalam k
buah kelompok tersebut. Pada setiap cluster terdapat titik pusat (centroid) yang
merepresentasikan cluster tersebut.
K-means ditemukan oleh beberapa orang yaitu Lloyd (1957, 1982), Forgey
(1965) , Friedman dan Rubin (1967) , dan McQueen (1967) (Wu. X, 2009). Ide
dari clustering pertama kali ditemukan oleh Lloyd pada tahun 1957, namun hal
tersebut baru dipublikasi pada tahun 1982. Pada tahun 1965, Forgey juga
mempublikasi teknik yang sama sehingga terkadang dikenal sebagai Lloyd-Forgy
pada beberapa sumber.
29
Algoritma untuk melakukan K-Means clustering adalah sebagai berikut
(Tan, 2005):
1. Pilih K buah titik centroid secara acak.
2. Kelompokkan data sehingga terbentuk K buah cluster dengan titik
centroid dari setiap cluster merupakan titik centroid yang telah dipilih
sebelumnya.
3. Perbaharui nilai titik centroid.
4. Ulangi langkah 2 dan 3 sampai nilai dari titik centroid tidak lagi berubah.
Proses pengelompokkan data ke dalam suatu cluster dapat dilakukan dengan
cara menghitung jarak terdekat dari suatu data ke sebuah titik centroid.
Perhitungan jarak Minkowski dapat digunakan untuk menghitung jarak antar 2
buah data. Rumus untuk menghitung jarak tersebut adalah (Maimon, 2005):
( ) | | | |
| |
⁄ (2.12)
Di mana:
g = 1, untuk menghitung jarak Manhattan
g = 2, untuk menghitung jarak Euclidean
g = ∞, untuk menghitung jarak Chebychev
xi , xj adalah dua buah data yang akan dihitung jaraknya
p = dimensi dari sebuah data
30
Pembaharuan suatu titik centroid dapat dilakukan dengan rumus berikut
(Maimon, 2005):
∑
(2.13)
Di mana:
µk = titik centroid dari cluster ke-K
Nk = banyaknya data pada cluster ke-K
xq = data ke-q pada cluster ke-K
2.4.4 Geometric Active Contour
Active contour adalah sebuah konsep tentang model kurva tertutup yang
dapat bergerak melebar ataupun menyempit. Active contour mula-mula
diperkenalkan oleh Kass et al dan diberi nama snakes. Active contour ini dapat
bergerak melebar ataupun menyempit dengan cara meminimumkan energi yang
terdapat padanya menggunakan tenaga ekternal, serta dipengaruhi juga oleh ciri-
ciri suatu gambar seperti garis ataupun sisi (edge) (Kass et al., 1988).
Energi yang mempengaruhi active contour ini dapat diformulasikan:
1
0
1
0
int ))(())(( dssEdssEE ext (2.14)
Pada formula di atas, Eint adalah energi internal yang dipengaruhi oleh lekuk
obyek, sedangkan Eext adalah energi eksternal yang akan menarik contour baik
melebar ataupun menyempit menuju ke obyek yang dikehendaki. )(s di sini
31
adalah sebuah kurva dalam ruang dua dimensi yaitu 2]1,0[:)( s . Lebih
lanjut, energi internal dapat dituliskan sebagai formula :
2/)()()()(22
int
ssssE sss (2.15)
Pada energi internal ini terdapat dua bagian yang diatur oleh )(s dan
)(s . Dengan mengatur nilai )(s serta )(s ini akan menentukan pergerakan
kurva dimana suku pertama menyebabkan kurva bergerak seperti membran dan
suku kedua menyebabkan kurva bergerak seperti plat yang tipis.
Sedangkan energi eksternal dapat diformulasikan :
2
))(( sGEext (2.16)
Disini G adalah gambar dimana terdapat obyek yang hendak dideteksi.
Pada penelitian ini, untuk menyelesaikan masalah bagaimana
meminimumkan energi pada active contour, digunakan metode level set serta
sebagai referensi energi tersebut digunakan informasi warna kulit. Active contour
mula-mula yaitu 0 dianggap sebagai zero level set dari sebuah fungsi 0
(Osher dan Paragios, 2003). Fungsi mempunyai sifat :
0),( tx jika x
0),( tx jika x
32
0),( tx jika x = )(t (2.17)
dimana x = (x1, ..., xn) Rn, adalah daerah tempat obyek berada yang
hendak dideteksi dan t adalah waktu. Disini tujuan yang hendak dicapai adalah
mencari kurva dimana fungsi 0),( tx .
Untuk membuat formulasi level set guna menyelesaikan permasalahan
active contour, maka pertama kali harus ditentukan kurva 0 yang merupakan
zero level set dari fungsi 0 . Kurva 0 ini dapat diimplementasikan dengan
menggunakan fungsi jarak d(x,y) yang dihitung dari titik pusat kurva menuju ke
tepi kurva. Awal kurva adalah berbentuk lingkaran sehingga dapat dianggap
bahwa titik-titik pada gambar yang mempunyai jarak sama dengan radius
lingkaran jika dihitung dari pusat lingkaran, diberi nilai nol, sedangkan titik-titik
di luar kurva diberi nilai positif dan di dalam kurva diberi nilai negatif.
Langkah berikut adalah menggerakkan kurva tersebut menuju ke obyek
yang dikehendaki dengan menggunakan formula seperti dijabarkan berikut.
Pertama diasumsikan bahwa kurva yang digunakan memenuhi persamaan
differential partial:
),(),(),(
tsntsFt
ts
(2.18)
Jika kurva tersebut direpresentasikan sebagai level set dari fungsi ),,( tyx maka
didapat :
33
}),,(:),,{(),,( 2 ctyxRtyxtyxLc (2.19)
Disini c adalah konstan, dan dengan menurunkan persamaan (2.11) terhadap t
(waktu), maka didapat :
0),().,(
tL
tt
LtL
(2.20)
n
(2.21)
dimana n adalah normal dari level set L. Agar didapat L maka harus
dipenuhi persamaan:
nFt
L.
(2.22)
Dan dengan menggabungkan persamaan (20) hingga (22) maka didapat :
tt nFV ...0
tt FF
... (2.23)
.F
t (2.24)
Dengan memasukkan gambar input serta mendiskritkan persamaan (2.24)
maka didapat :
Cc
c
c
Cc
c
nn
SSFt
xx)()()(
)()(1
(2.25)
34
Persamaan inilah yang digunakan untuk menggerakkan active contour sehingga
mencapai obyek yang dikehendaki.
2.5 Receiver Operating Characteristic (ROC)
Kurva ROC pertama kali digunakan pada perang dunia II untuk
menganalisis sinyal radar sebelum dikembangkan dalam signal detection theory.
Berdasarkan serangan di Pearl Harbon tahun 1941, tentara Amerika melakukan
riset untuk meningkatkan ketepatan prediksi dalam mendeteksi sinyal radar
pesawat Jepang.
Akhir-akhir ini penggunaan kurva ROC semakin popular dalam berbagai
aplikasi terutama dalam bidang medis, radiologi, dan processing image. Receiver
Operating Characteristic (ROC) adalah hasil pengukuran klasifikasi dalam bentuk
2-dimensi. Berikut ada empat peluang yang dapat diformulasikan dalam tabel
kontingensi 2 x 2 untuk menganalisis ROC:
Tabel 2. 2 Kontingensi ROC
Kelas Sebenarnya
Benar Salah
Kelas Prediksi
Positip Benar Positip Salah Positip
Negatip Benar Negatip Salah Negatip
Adapun kriteria ROC adalah sebagai berikut:
True Positive Rate disebut juga Sensitivity (TPR)=TP/(TP+FN)
True Negative Rate disebut juga Specifity (TNR)= TN/(TN+FP)
Accuracy = (TP+TN)/(TP+FP+TN+FN).
35
Dimana:
TP = True Positive yaitu klasifikasi yang dari kelas yang positif
FN = False Negative yaitu kesalahan Type II
FP = False Positive atau kesalahan Type I
Gambar 2. 6 Kriteria ROC (MedCalc Software bvba, 2010)
Jika nilai kriteria yang dipilih lebih tinggi, maka bagian FP akan menurun
dan specifity akan meningkat, namun TP dan sensitivity akan menurun.
Sebaliknya jika nilai criteria yang dipilih lebih rendah, maka bagian TP akan
meningkat, namun bagian TN dan specificity akan menurun (MedCalc Software
bvba, 2010).
Area Under Curva (AUC) adalah luas daerah di bawah kurva ROC, bila nilainya
mendekati satu, maka model yang didapat lebih akurat. Berdasarkan gambar
diatas maka dapat dilihat karakteristik dari AUC adalah sebagai berikut:
Area maksimum adalah 1
Jika ROC = 0,5 maka model yang dihasilkan belum terlihat optimal
Sedangkan jika ROC > 0,5 maka model yang dihasilkan akan lebih baik
Formula AUC (Brefeld, 2005):