29
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art Review Peran penting metode pra pengolahan untuk meningkatkan kinerja segmentasi citra medis memang tidak bisa dipungkiri, hal ini ditunjukkan pada penelitian yang berjudul “The importance of the pre-processing on the echocardiographic images for the Left Ventricular contour extraction .” (Santos et al., 2014) Dan “Evaluating the Effect of Image Preprocessing on an Information Theoretic CAD System in Mammography(Tourassi et al., 2008), pada kedua penelitian ini memperlihatkan, metode pra pengolahan yang digunakan pada segmentasi citra harus disesuaikan dengan karakteristik citra uji, sehingga dengan penggunaan metode yang tepat akan dapat meningkatkan kinerja hasil segmentasi. Penelitian mengenai pengolahan citra x-ray thorax khususnya segmentasi paru-paru dan jantung sudah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Dari beberapa penelitian menyatakan, segmentasi yang dilakukan mendapatkan hasil akurasi, sensitifitas dan spesifisitas yang kurang maksimal karena kinerja metode pra pengolahan yang diterapkan kurang maksimal. Diantaranya penelitian yang berjudul “Lung segmentation at image x-ray for detecting Cardio Thorax Ratio using Max-Tree filtering and Geometric Active Contour, menggunakan metode Max Tree dan Geometric Active Contour, berhasil melakukan segmentasi pada paru-paru dan jantung, namun metode yang digunakan menemui kendala, pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art Review fileKarakteristik citra medis yang memiliki batas objek dan latar belakang yang tidak begitu jelas, seperti citra x-ray, membutuhkan

  • Upload
    dotuong

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 State Of The Art Review

Peran penting metode pra pengolahan untuk meningkatkan kinerja

segmentasi citra medis memang tidak bisa dipungkiri, hal ini ditunjukkan pada

penelitian yang berjudul “The importance of the pre-processing on the

echocardiographic images for the Left Ventricular contour extraction.” (Santos et

al., 2014) Dan “Evaluating the Effect of Image Preprocessing on an Information

Theoretic CAD System in Mammography” (Tourassi et al., 2008), pada kedua

penelitian ini memperlihatkan, metode pra pengolahan yang digunakan pada

segmentasi citra harus disesuaikan dengan karakteristik citra uji, sehingga dengan

penggunaan metode yang tepat akan dapat meningkatkan kinerja hasil segmentasi.

Penelitian mengenai pengolahan citra x-ray thorax khususnya segmentasi

paru-paru dan jantung sudah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Dari beberapa

penelitian menyatakan, segmentasi yang dilakukan mendapatkan hasil akurasi,

sensitifitas dan spesifisitas yang kurang maksimal karena kinerja metode pra

pengolahan yang diterapkan kurang maksimal. Diantaranya penelitian yang

berjudul “Lung segmentation at image x-ray for detecting Cardio Thorax Ratio

using Max-Tree filtering and Geometric Active Contour”, menggunakan metode

Max Tree dan Geometric Active Contour, berhasil melakukan segmentasi pada

paru-paru dan jantung, namun metode yang digunakan menemui kendala, pada

9

tepi objek yang kurang jelas segmentasi kurang maksimal dan banyaknya iterasi

sangat tergantung dari inisialisasi awal (Hariyadi et al., 2010).

Sehingga pada penelitian selanjutnya yang berjudul “Metode Segmentasi

Paru-paru dan Jantung pada Citra X-Ray Thorax”, (Mardhiyah dan Harjoko, 2013)

mencoba untuk menyempurnakan penelitian sebelumnya, dengan melakukan

segmentasi menggunakan metode K-means Clustering untuk mengelompokkan

piksel citra berdasarkan intensitasnya, kemudian melakukan segmentasi dengan

menggunakan metode Geometric Active Contour. Hasil akurasi, sensitifitas, dan

spesifisitas segmentasi yang dihasilkan memang masih belum maksimal namun

dengan metode ini waktu yang dibutuhkan lebih cepat, pada penelitian ini

menggunakan 200 iterasi objek sudah dapat tersegmentasi semua sedangkan pada

penelitian sebelumnya memakai iterasi 300. Dalam penelitian ini juga dikatakan

kurang maksimalnya hasil segmentasi adalah karena metode pra pengolahan yang

digunakan yaitu Gaussian Lowpass filter memiliki karakteristik menghilangkan

noise namun juga menghaluskan tepi citra, sehingga melihat karakteristik citra x-

ray yang memiliki tepi citra yang kurang tajam, karakteristik filter Gaussian

Lowpass dirasa kurang sesuai.

Karakteristik citra medis yang memiliki batas objek dan latar belakang

yang tidak begitu jelas, seperti citra x-ray, membutuhkan filter yang mampu

mendeteksi tepi sehingga dapat mengaburkan noise namun tetap mempertahankan

tepi citra. Karakter filter seperti ini ada pada Anisotropic Diffusion filter, yang

sudah pernah berhasil diterapkan untuk melakukan proses pra pengolahan pada

proses segmentasi citra x-ray tangan (Chai et al., 2011). Metode filter yang lain

10

yang memiliki karakteristik yang mirip dengan Anisotropic Diffusion adalah

Guided Image filter (He et al., 2010), walaupun kontribusinya pada pengolahan

citra x-ray belum pernah diuji melalui penelitian, namun metode ini memiliki

kemampuan yang baik dalam melakukan penghalusan dengan tetap

mempertahankan tepi objek pada citra.

Dari kajian pustaka yang dilakukan belum ada penelitian yang melakukan

segmentasi paru-paru dan jantung dimana pada tahap pra pengolahannya

menggunakan metode Anisotropic Diffusion dan Guided Image filter, sehingga

pada penelitian ini akan mencoba melihat kontribusi kedua metode tersebut untuk

meningkatkan akurasi, sensitifitas dan spesifisitas hasil segmentasi paru-paru dan

jantung.

PRA PENGOLAHAN

CITRA X-RAY THORAX

PADA SEGMENTASI

PARU-PARU DAN

JANTUNG

MENGGUNAKAN

ANISOTROPIC DIFFUSION DAN

GUIDED IMAGE FILTER

Gaussian Lowpass

Anisotropic

Diffusion

Geometrik Active

Contour

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Computed Tomography (CT – Scan)

X-ray

Metode Segmentasi

Metode FilterBidang

Penerapan

Teknologi

K-means

Guided Image

Ultrasonography (USG)

Kesehatan (Medic)

Militer

Biologi (Sains)

Morphology Operation

Template

Matching

Bidang Geografi

dan Geologi

Gambar 2. 1 Fish Bone Penelitian

11

Tabel 2. 1 Rangkuman State of the Art

No Nama Penelitian Tahun

Preprocessing Segmentasi

An

isotro

pic

Diffu

sion

Gu

ided

Image

Med

ian

Ad

aptive W

iener

Gab

or

Entro

py-B

ased

Stand

ard D

evistion

filter

linear filterin

g

med

ian filterin

g

Max-Tree

Gau

ssian lo

wp

ass

filter

GA

C (C

lasic)

GA

C

K-m

eans

Temp

late Match

ing

Mo

rph

olo

gy

Op

eration

1

Pra Pengolahan Citra X-Ray Thorax Pada Segmentasi Paru-Paru dan Jantung Menggunakan Anisotropic Diffusion dan Guided Image Filter. (Kusuma)

2015 √ √ √ √ √ √

2

The importance of the pre-processing on the echocardiographic images for the Left Ventricular contour extraction. (Santos et al.)

2014

√ √

3 Metode segementasi paru-paru dan jantung pada citra x-ray thorax, (Mardhiyah dan Harjoko)

2013

√ √ √

4

Lung segmentation at image x-ray for detecting Cardio Thorax Ratio using Max-Tree filtering and Geometric Active Contour. (Hariyadi et al.)

2010

5 Guided Image Filter (He et al.) 2010 √

6

Evaluating the Effect of Image Preprocessing on an Information Theoretic CAD System in Mammography. (Tourassi et al.)

2008

√ √ √ √ √

7 Automatic Lung Segmentation in CT Images using Anisotropic Diffusion and Morphology Operation (Kim et al.)

2007 √

12

2.2 Medical Imaging

Medical imaging adalah teknik atau proses untuk mendapatkan gambar

tubuh khususnya gambar bagian dalam tubuh untuk keperluan medis. Medical

imaging dilakukan diantaranya untuk mengetahui bentuk dan fungsi organ tubuh,

sebaran zat tertentu dan perubahan metabolisme di dalam tubuh (TI Telkom,

2011). Medical imaging merupakan komponen penting di berbagai bidang

penelitian biomedis dan praktek klinis.

Tujuan Medical Imaging antara lain:

1. Untuk mengembangkan metode komputasi dan Algoritma untuk

menganalisis dan menghitung data biomedis.

2. Untuk berkolaborasi dengan peneliti NIH di pusat penelitian lain dalam

menerapkan analisis informasi dan visualisasi untuk masalah biomedis.

3. Untuk mengembangkan alat (baik hardware ataupun software) yang

memiliki kemampuan untuk menganalisa data biomedis serta mendukung

penemuan dan kemajuan biomedis.

Beberapa medical imaging yang saat ini digunakan adalah sebagai berikut :

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

2. X-ray

3. Ultrasonography (USG)

4. Endoscopy

5. Computed Tomography (CT – Scan)

13

2.2.1 X-Ray

Wilhelm Conrad Rontgen si penemu sinar X dilahirkan tahun 1845 di kota

Lennep, Jerman. Dia peroleh gelar doktor tahun 1869 dari Universitas Zurich.

Selama sembilan belas tahun sesudah itu, Rontgen bekerja di pelbagai universitas,

dan lambat laun peroleh reputasi sebagai seorang ilmuwan. Tahun 1888 dia

diangkat jadi mahaguru bidang fisika dan Direktur Lembaga Fisika Universitas

Wurburg. Di situlah, tahun 1895, Rontgen membuat penemuan yang membuat

namanya kesohor (Joarder dan Crundwell, 2009).

Sinar-X atau sinar Rontgen adalah salah satu bentuk dari radiasi

elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 10 nanometer ke 100

pikometer (sama dengan frekuensi dalam rentang 30 petahertz - 30 exahertz) dan

memiliki energi dalam rentang 100 eV - 100 Kev. Sinar-X umumnya digunakan

dalam diagnosis gambar medis dan Kristalografi sinar-X. Sinar-X adalah bentuk

dari radiasi ion dan dapat berbahaya.

Gambar 2. 2 Alat Rontgen

14

Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak

8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad

Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label

sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat

dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Pada prinsipnya sinar

yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa dilihat

hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa

diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk

CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail

(Joarder dan Crundwell, 2009).

Perlu diingat, sinar X yang digunakan untuk foto rontgen merupakan sinar yang

dapat menyebarkan radiasi. Meski demikian, manfaat yang didapat dari teknologi

ini lebih banyak ketimbang risikonya jika dilakukan dengan benar. Itulah

mengapa, bila dianggap perlu bayi yang baru lahir pun bisa menjalani tindakan ini

untuk menegakkan diagnosis ada tidaknya kelainan dalam tubuhnya. Tindakan ini

dilakukan semata-mata untuk memudahkan penatalaksaan selanjutnya. Akan

tetapi harus diingat bahwa permintaan foto rontgen harus berasal dari dokter yang

menanganinya, apakah ada indikasi, selain telah mempertimbangkan masak-

masak manfaat dan kerugiannya.

Indikasi penyakit yang dipertimbangan menggunakan pemeriksaan

rontgen:

a) Sesak napas pada bayi.

15

Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada),

dokter membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat.

b) Bayi muntah hijau terus-menerus.

Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna,

maka pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter

untuk melakukan tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia,

melainkan lebih pada risk and benefit alias risiko dan manfaatnya.

c) Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya .

Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan

untuk mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, jantung, usus, dan

organ dalam lainnya.

2.2.2 Thorax

Rongga dada adalah rongga terbesar kedua di dalam tubuh. Tulang rusuk,

tulang punggung dan tulang dada (tulang dada) melampirkan rongga dada.

Rongga dada dilapisi oleh membran serosa. Ini tidak termasuk cairan tipis atau

serum. Ini bagian dari rongga dada disebut pleura parietal. Membran ini terus

menutupi paru-paru dan dikenal sebagai pleura visceral. Jantung, kerongkongan

dan pembuluh darah besar juga ditutupi oleh membran yang dikenal sebagai

pleura mediastinal. Tekanan antara pleura parietal pleura visceral dan kurang dari

atmosfer luar, karena tekanan atmosfer. Dengan demikian, hal ini menyebabkan

gesekan antara keduanya, selama proses respirasi oleh paru-paru yang dilumasi

oleh cairan disekresi oleh membran serosa. Banyak organ yang terletak di rongga

dada.

16

Toraks dinding atau tulang rusuk kadang-kadang disebut kandang dada.

Rongga dada melindungi banyak organ yang vital bagi fungsi tubuh dan bahkan

kehidupan. Berikut adalah organ-organ yang terdapat dalam rongga dada:

Sistem Kardiovaskular : Salah satu bagian yang paling penting dari sistem

tubuh manusia adalah sistem kardiovaskular. Sistem kardiovaskular terdiri dari

jantung dan pembuluh darah besar semua jantung. Pembuluh darah besar

termasuk aorta dada, arteri pulmonalis, vena kava superior dan vena cava

inferior, vena pulmonalis dan vena azigos.

a) Sistem Pernapasan: saya sebut sistem pernapasan sebagai sistem

pendukung sistem kardiovaskular. Organ sistem pernapasan dalam rongga

dada adalah saluran udara, paru-paru, trakea, dan bronkus.

b) Pencernaan Sistem: Anda mungkin bertanya-tanya bahwa organ-organ

dalam sistem pencernaan yang terletak di rongga perut. Benar, tapi

kerongkongan, tabung yang membawa makanan ke perut terletak di

rongga dada. Timus atau kelenjar tiroid juga merupakan bagian dari organ-

organ di dalam rongga dada.

c) Sistem saraf: saraf vagus yang dipasangkan, rantai simpatik dipasangkan

adalah organ sistem saraf dalam tubuh manusia.

d) Sistem limfatik : Duktus toraks, bagian dari limfatik juga hadir sebagai

organ dalam rongga dada.

e) Tiga ruang dalam rongga dada yang dilapisi dengan mesothelium. Rongga

ini meliputi rongga pleura, rongga perikardial dan mediastinum. The

17

contails mediastinum adalah organ yang terletak di tengah dada antara

kedua paru-paru.

Saat Anda tumbuh, rongga dada Anda juga tumbuh, meninggalkan ruang

yang cukup antara organ-organ. Dengan demikian, sehingga lebih mudah bagi

dokter bedah untuk beroperasi pada orang dewasa dibandingkan dengan bayi atau

anak. Ketika rongga pleura dilanggar oleh faktor eksternal seperti peluru luka atau

menusuk, itu menghasilkan pneumotoraks atau rongga udara. Ketika volume

udara sangat tinggi di pneumotoraks, dapat menyebabkan runtuhnya salah satu

atau kedua paru-paru. Ini panggilan untuk perhatian medis segera. Ini semua

organ dalam tubuh dada. Satu bisa mengatakan rongga dada adalah kubah dari

tubuh manusia yang berisi organ-organ yang paling berharga penting untuk

kehidupan

2.3 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk

memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer. Beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan sistem untuk pengolahan citra

digital adalah:

2.3.1 Jenis-jenis Citra Digital

Suatu piksel memiliki nilai dalam rentang tertentu dari nilai minimum

sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari

jenis warnanya. Namun secara umum jangkauanya adalah 0-255. Citra dengan

penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer. Berikut adalah

jenis-jenis citra berdasarkan nilai piksel-nya

18

1. Citra Biner

Citra yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan

putih. Citra biner ini juga disebut citra B&W (black and white) atau citra

monokrom. Hanya dibutuhkan satu bit untuk mewakili nilai setiap piksel

dari citra biner (Putra, 2010). Citra biner sering kali muncul sebagai hasil

dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi

ataupun dithering.

2. Citra Grayscale

Citra Greyscale disebut juga citra satu kanal, karena warnanya hanya

ditentukan oleh satu fungsi intensitas saja. Artinya mempunyai skala abu

dari 0 sampai 255, yang dalam hal ini nilai intensitas 0 menyatakan hitam,

nilai intensitas 255 menyatakan putih (Munir, 2004).

3. Citra Warna (8 bit)

Setiap piksel dari citra warna (8 bit) hanya diwakili oleh 8 bit dengan

jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 256 warna. Ada

dua jenis citra warna 8 bit. Pertama, citra warna 8 bit dengan

menggunakan palet warna 256 dengan setiap paletnya memiliki pemetaan

nilai (colormap) RGB tertentu.

4. Citra Warna (16 bit)

Citra warna 16 bit biasanya dinamakan sebagai citra highcolor dengan

setiap pikselnya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit). Warna 16 bit

memiliki 65.536 warna. Dalam formasi bitnya, nilai merah dan biru

mengambil tempat di 5 bit ditambah 1 bit ekstra. Pemilihan komponen

19

hijau dengan deret 6 bit dikarenakan penglihatan manusia lebih sensitif

terhadap warna hijau.

5. Citra Warna (24 bit)

Setiap piksel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total

16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk

memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia.

Setiap poin informasi piksel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit

pertama menyimpan nilai biru, diikuti hijau pada 8 bit ke dua dan pada 8

bit terakhir berupa warna merah.

2.3.2 Operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra apabila terjadi

beberapa hal, yaitu sebagai berikut (Putra, 2010) :

1. Perbaikan atau memodifikasi citra dilakukan untuk meningkatkan kualitas

penampakan citra atau menonjolkan beberapa aspek informasi yang

terkandung dalam citra (image enhancement).

contoh : perbaikan kontras gelap atau terang, perbaikan tepian objek,

penajaman, pemberian warna semu.

2. Adanya cacat pada citra sehingga perlu dihilangkan atau diminimumkan

(image restoration).

contoh : penghilangan kesamaran (debluring) dimana citra tampak kabur

karena pengaturan fokus lensa tidak tepat atau kamera goyang dan

penghilangan noise

20

3. Elemen dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokan atau diukur (image

segmentation). Operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.

4. Diperlukannya ekstraksi ciri-ciri tertentu yang dimiliki citra untuk

membantu dalam pengidentifikasian objek (image analysis).

5. Proses segementasi kadang kala diperlukan untuk melokalisasi objek yang

diinginkan dari sekelilingnya. Contoh : pendeteksian tepi objek.

6. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain (image

reconstruction). Contoh: beberapa foto rontgen digunakan untuk

membentuk ulang gambar organ tubuh.

7. Citra perlu dimampatkan (image compression) contoh : suatu file citra

berbentuk BMP berukuran 258 KB dimampatkan dengan metode JPEG

menjadi berukuran 49 KB

8. Menyembunyikan data rahasia (berupa teks atau citra) pada citra sehingga

keberadaan data rahasia tersebut tidak diketahui orang (steganografi &

watermarking)

Gambar 2. 3 Alur Pengolahan Citra (Putra, 2010)

2.3.3 Langkah-Langkah Pengolahan Citra Digital

Secara umum, langkah-langkah dalam pengolahan citra dapat dijabarkan

menjadi beberapa langkah sebagai berikut:

1. Akuisisi Citra

21

Akuisisi citra adalah tahap awal untuk mendapatkan citra digital. Tujuan

akuisisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan memilih metode

perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari objek yang akan diambil

gambarnya, persiapan alat-alat, sampai pada pencitraan. Pencitraan adalah

kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, gambar, lukisan, patung,

pemandangan, dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat

digunakan untuk pencitraan adalah:

a. Video kamera

b. Kamera digital

c. Kamera konvensional dan konverter analog to digital

d. Scanner

e. Photo sinar-x atau sinar infra merah

Hasil dari akuisisi citra ini ditentukan oleh kemampuan sensor untuk

mendigitalisasi sinyal yang terkumpul pada sensor tersebut. Kemampuan

digitalisasi alat ditentukan oleh resolusi alat tersebut.

2. Pre-processing

Tahapan ini diperlukan untuk menjamin kelancaran pada proses

berikutnya. HaI-hal penting yang dilakukan pada tingkatan ini diantaranya adalah:

a. Peningkatan kualitas citra (contras, brightness, dan lain-lain)

b. Menghilangkan noise

c. Perbaikan citra (image restoration)

d. Transformasi (image transformation)

e. Menentukan bagian citra yang akan diobservasi

22

3. Segmentasi

Tahapan ini bertujuan untuk mempartisi citra menjadi bagian-bagian

pokok yang mengandung informasi penting. Misalnya, memisahkan objek dan

latar belakang.

4. Representasi dan deskripsi

Dalam hal ini representasi merupakan suatu proses untuk

merepresentasikan suatu wilayah sebagai suatu daftar titik-titik koordinat dalam

kurva yang tertutup, dengan deskripsi luasan atau parameternya. Setelah suatu

wilayah dapat direpresentasi, proses selanjutnya adalah melakukan deskripsi citra

dengan cara seleksi citra dan ekstraksi ciri (Feature Extraction and Selection).

Seleksi ciri bertujuan untuk memilih informasi kuantitatif dari ciri yang ada, yang

dapat membedakan kelas-kelas objek secara baik, sedangkan ekstraksi ciri

bertujuan untuk rnengukur besaran kuantitatif ciri setiap piksel, misalnya rata-

rata, standar deviasi, koefisien variasi, Signal to Noise Ratio (SNR), dan lain-lain.

5. Pengenalan dan interpretasi

Tahap pengenalan bertujuan untuk memberi label pada sebuah objek yang

informasinya disediakan oleh descriptor, sedangkan tahap interpretasi bertujuan

untuk memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang dikenali

6. Basis pengetahuan

Basis pengetahuan sebagai basis data pengetahuan berguna untuk

memandu operasi dari masing-masing modul proses dan mengkontrol interaksi

antara modul-modul tersebut. Selain itu, basis pengetahuan juga digunakan

sehagai referensi pada proses template matching atau pada pengenalan pola.

23

2.4 Pengenalan Pola

Pengenalan pola adalah mengelompokkan data numerik dan simbolik

(termasuk citra) secara otomatis oleh mesin (komputer). Tujuan pengelompokkan

adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa mengenali objek

yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi objek-objek di

alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainnya.

Kemampuan sistem visual manusia yang dicoba ditiru oleh mesin. Komputer

menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra

tersebut dan memberikan keluaran berupa informasi atau deskripsi objek di dalam

citra.

Gambar 2. 4 Alur Pengenalan Pola

Pada tahapan-tahapan pengenalan pola, peneliti memiliki banyak pilihan

metode yang dapat digunakan, penggunaan metode ini tergantung kepada jenis

citra yang akan diolah, berikut adalah metode yang akan digunakan dalam

penelitian ini:

2.4.1 Anisotropic Diffusion Filtering

Penyaringan citra masukan dilakukan dengan menggunakan algoritma

Anisotropic Diffusion Filtering yang secara matematis dapat didefinisikan

sebagai:

(2.1)

24

Dimana adalah intensitas gambar pada posisi , ( , ) adalah intensitas

gambar pada posisi dan pada saat atau pada tingkat skala ; dan

merupakan gradient dan operator divergen. ( , ) adalah koefisien difusi.

(2.2)

Konstanta difusi 𝜅 dipilih berdasarkan tingkatan noise dan ketebalan edge.

Dan flow merupakan fungsi dari difusi konstan yang didefinisikan sebagai:

(2.3)

Maksimal flow dihasilkan pada lokasi-lokasi dimana gradien sama dengan

konstanta difusi ( ≈ 𝜅). Ketika gradien berada dibawah 𝜅, flow menurun menuju

nilai nol karena daerah tersebut merupakan daerah-daerah yang homogen. Pada

saat gradien berada diatas 𝜅 fungsi flow juga menurun menuju nilai nol, proses

difusi dihentikan pada lokasi-lokasi dengan gradien yang besar. Dengan kata lain

proses difusi memperhalus daerah-daerah homogen (dimana « 𝜅) dan

mempertahankan daerah tepi (dimana » 𝜅).

Pendekatan multi skala yang digunakan pada proses filtering ini

menghasilkan serangkaian citra dengan level resolusi spasial yang berbeda-beda.

Informasi umum diekstrak dan dipertahankan pada citra-citra dengan skala yang

besar. Dan pada citra-citra dengan skala kecil terdapat lebih banyak informasi

lokal jaringan. Dengan kata lain, semakin tinggi skala, detail citra semakin

menghilang. Pendekatan multi skala dapat secara efektif meningkatkan kecepatan

pengklasifikasian dan dapat menghindari perangkap local solution.

25

Waktu dianggap sebagai skala atau level. Ketika skala meningkat, citra

menjadi kabur dan berisi lebih banyak informasi umum. Gambar 2.4

menunjukkan scale space yang dihasilkan oleh Anisotropic Diffusion filtering

dimana t = 0 adalah citra asli. Semakin besar tingkat skala, informasi lokal yang

tampak akan semakin berkurang.

Gambar 2. 5 Scale space yang dibangun oleh Anisotropic Diffusion filter

2.4.2 Guided Image Filter

Diawali dengan mendefinisikan proses filtering translation-variant linier,

yang melibatkan guidance image I, citra input filtering p, dan citra output q. Baik

I dan p sudah ditentukan sebelumnya sesuai dengan aplikasinya, dan keduanya

boleh identik. Output filtering pada pixel i dinyatakan sebagai pembebanan rata-

rata:

∑ (2.4)

Dimana i dan j adalah piksel indeks. Filter kernel merupakan fungsi dari

guidance image I dan independen terhadap p. filter ini linier terhadap p. Contoh

dari filter ini adalah joint bilateral filter.

Guided Image filter merupakan model local linear antara guidance I dan

hasil filter output q. diasumsikan q meruapakan transformasi linier dari I pada

window dengan pusat piksel k:

26

(2.5)

Dimana ( ) merupakan koefisien linier yang diasumsikan memiliki

nilai konstan pada . Window yang digunakan adalah window persegi dengan

radius r. model local linear ini memastikan bahwa q memiliki tepi hanya jika I

memiliki tepi, karena . Model ini sudah diakui sangat berguna pada citra

super-resolution (Zomet, 2002), citra matting (Levin, 2006) dan dehazing (He,

2009).

Dalam menentukan koefisien linier ( ), diperlukan batasan dari filter

keluaran q. Keluaran q dimodelkan sebagai input p untuk mengurangi beberapa

komponen n yang tidak diinginkan seperti noise/texture:

(2.6)

Solusi yang dipakai dengan meminimize perbedaan antara q dan p dalam

penerapan model linier. Khususnya, meminimalkan cost fuction berikut pada

jendela :

(2.7)

Persamaan diatas adalah model linear ridge regression dan solusi dari

persamaan tersebut adalah:

(2.8)

(2.9)

27

Setelah menghitung ( ) untuk semua jendela pada citra, kemudian

kita menghitung filtering output menggunakan persamaan:

(2.10)

Dengan catatan bahwa ∑

berdasarkan bentuk

semetris dari box window, maka persamaan diatas dapat ditulis menjadi:

(2.11)

Persamaan 2.8, 2.9, dan 2.11 merupakan difinisi dari Guided Image filter.

Pseudocode dari persamaan tersebut terdapat dalam algoritma 1. Pada algoritma

ini, merupakan mean filter dengan radius window r. dengan abbreviations

of correlation (corr), variance (var), dan covariance (cov) mengindikasikan

makna intuitive dari variabel tersebut.

Algoritma 1. Guided Image filter.

Input: filtering input image p, guidance image I, radius r, regularization

Output: filtering output q.

1:

2:

3:

4: =

=

28

5: =

Dimana merupakan mean filter dengan wide variety of O(N) Time methods.

2.4.3 K-means Clustering

K-means merupakan salah satu algoritma clustering (Lin dan Wu, 2009).

Tujuan algoritma ini yaitu untuk membagi data menjadi beberapa kelompok.

Algoritma ini menerima masukan berupa data tanpa label kelas. Hal ini berbeda

dengan supervised learning yang menerima masukan berupa vektor (x1 , y1) , (x2 ,

y2) , …, (xi , yi), dimana xi merupakan data dari suatu data pelatihan dan yi

merupakan label kelas untuk xi (Russell. S, 2010).

Pada algoritma pembelajaran ini, komputer mengelompokkan sendiri data-

data yang menjadi masukannya tanpa mengetahui terlebih dulu target kelasnya

(Wu. X, 2009). Pembelajaran ini termasuk dalam unsupervised learning. Masukan

yang diterima adalah data atau objek dan k buah kelompok (cluster) yang

diinginkan. Algoritma ini akan mengelompokkan data atau objek ke dalam k

buah kelompok tersebut. Pada setiap cluster terdapat titik pusat (centroid) yang

merepresentasikan cluster tersebut.

K-means ditemukan oleh beberapa orang yaitu Lloyd (1957, 1982), Forgey

(1965) , Friedman dan Rubin (1967) , dan McQueen (1967) (Wu. X, 2009). Ide

dari clustering pertama kali ditemukan oleh Lloyd pada tahun 1957, namun hal

tersebut baru dipublikasi pada tahun 1982. Pada tahun 1965, Forgey juga

mempublikasi teknik yang sama sehingga terkadang dikenal sebagai Lloyd-Forgy

pada beberapa sumber.

29

Algoritma untuk melakukan K-Means clustering adalah sebagai berikut

(Tan, 2005):

1. Pilih K buah titik centroid secara acak.

2. Kelompokkan data sehingga terbentuk K buah cluster dengan titik

centroid dari setiap cluster merupakan titik centroid yang telah dipilih

sebelumnya.

3. Perbaharui nilai titik centroid.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 sampai nilai dari titik centroid tidak lagi berubah.

Proses pengelompokkan data ke dalam suatu cluster dapat dilakukan dengan

cara menghitung jarak terdekat dari suatu data ke sebuah titik centroid.

Perhitungan jarak Minkowski dapat digunakan untuk menghitung jarak antar 2

buah data. Rumus untuk menghitung jarak tersebut adalah (Maimon, 2005):

( ) | | | |

| |

⁄ (2.12)

Di mana:

g = 1, untuk menghitung jarak Manhattan

g = 2, untuk menghitung jarak Euclidean

g = ∞, untuk menghitung jarak Chebychev

xi , xj adalah dua buah data yang akan dihitung jaraknya

p = dimensi dari sebuah data

30

Pembaharuan suatu titik centroid dapat dilakukan dengan rumus berikut

(Maimon, 2005):

(2.13)

Di mana:

µk = titik centroid dari cluster ke-K

Nk = banyaknya data pada cluster ke-K

xq = data ke-q pada cluster ke-K

2.4.4 Geometric Active Contour

Active contour adalah sebuah konsep tentang model kurva tertutup yang

dapat bergerak melebar ataupun menyempit. Active contour mula-mula

diperkenalkan oleh Kass et al dan diberi nama snakes. Active contour ini dapat

bergerak melebar ataupun menyempit dengan cara meminimumkan energi yang

terdapat padanya menggunakan tenaga ekternal, serta dipengaruhi juga oleh ciri-

ciri suatu gambar seperti garis ataupun sisi (edge) (Kass et al., 1988).

Energi yang mempengaruhi active contour ini dapat diformulasikan:

1

0

1

0

int ))(())(( dssEdssEE ext (2.14)

Pada formula di atas, Eint adalah energi internal yang dipengaruhi oleh lekuk

obyek, sedangkan Eext adalah energi eksternal yang akan menarik contour baik

melebar ataupun menyempit menuju ke obyek yang dikehendaki. )(s di sini

31

adalah sebuah kurva dalam ruang dua dimensi yaitu 2]1,0[:)( s . Lebih

lanjut, energi internal dapat dituliskan sebagai formula :

2/)()()()(22

int

ssssE sss (2.15)

Pada energi internal ini terdapat dua bagian yang diatur oleh )(s dan

)(s . Dengan mengatur nilai )(s serta )(s ini akan menentukan pergerakan

kurva dimana suku pertama menyebabkan kurva bergerak seperti membran dan

suku kedua menyebabkan kurva bergerak seperti plat yang tipis.

Sedangkan energi eksternal dapat diformulasikan :

2

))(( sGEext (2.16)

Disini G adalah gambar dimana terdapat obyek yang hendak dideteksi.

Pada penelitian ini, untuk menyelesaikan masalah bagaimana

meminimumkan energi pada active contour, digunakan metode level set serta

sebagai referensi energi tersebut digunakan informasi warna kulit. Active contour

mula-mula yaitu 0 dianggap sebagai zero level set dari sebuah fungsi 0

(Osher dan Paragios, 2003). Fungsi mempunyai sifat :

0),( tx jika x

0),( tx jika x

32

0),( tx jika x = )(t (2.17)

dimana x = (x1, ..., xn) Rn, adalah daerah tempat obyek berada yang

hendak dideteksi dan t adalah waktu. Disini tujuan yang hendak dicapai adalah

mencari kurva dimana fungsi 0),( tx .

Untuk membuat formulasi level set guna menyelesaikan permasalahan

active contour, maka pertama kali harus ditentukan kurva 0 yang merupakan

zero level set dari fungsi 0 . Kurva 0 ini dapat diimplementasikan dengan

menggunakan fungsi jarak d(x,y) yang dihitung dari titik pusat kurva menuju ke

tepi kurva. Awal kurva adalah berbentuk lingkaran sehingga dapat dianggap

bahwa titik-titik pada gambar yang mempunyai jarak sama dengan radius

lingkaran jika dihitung dari pusat lingkaran, diberi nilai nol, sedangkan titik-titik

di luar kurva diberi nilai positif dan di dalam kurva diberi nilai negatif.

Langkah berikut adalah menggerakkan kurva tersebut menuju ke obyek

yang dikehendaki dengan menggunakan formula seperti dijabarkan berikut.

Pertama diasumsikan bahwa kurva yang digunakan memenuhi persamaan

differential partial:

),(),(),(

tsntsFt

ts

(2.18)

Jika kurva tersebut direpresentasikan sebagai level set dari fungsi ),,( tyx maka

didapat :

33

}),,(:),,{(),,( 2 ctyxRtyxtyxLc (2.19)

Disini c adalah konstan, dan dengan menurunkan persamaan (2.11) terhadap t

(waktu), maka didapat :

0),().,(

tL

tt

LtL

(2.20)

n

(2.21)

dimana n adalah normal dari level set L. Agar didapat L maka harus

dipenuhi persamaan:

nFt

L.

(2.22)

Dan dengan menggabungkan persamaan (20) hingga (22) maka didapat :

tt nFV ...0

tt FF

... (2.23)

.F

t (2.24)

Dengan memasukkan gambar input serta mendiskritkan persamaan (2.24)

maka didapat :

Cc

c

c

Cc

c

nn

SSFt

xx)()()(

)()(1

(2.25)

34

Persamaan inilah yang digunakan untuk menggerakkan active contour sehingga

mencapai obyek yang dikehendaki.

2.5 Receiver Operating Characteristic (ROC)

Kurva ROC pertama kali digunakan pada perang dunia II untuk

menganalisis sinyal radar sebelum dikembangkan dalam signal detection theory.

Berdasarkan serangan di Pearl Harbon tahun 1941, tentara Amerika melakukan

riset untuk meningkatkan ketepatan prediksi dalam mendeteksi sinyal radar

pesawat Jepang.

Akhir-akhir ini penggunaan kurva ROC semakin popular dalam berbagai

aplikasi terutama dalam bidang medis, radiologi, dan processing image. Receiver

Operating Characteristic (ROC) adalah hasil pengukuran klasifikasi dalam bentuk

2-dimensi. Berikut ada empat peluang yang dapat diformulasikan dalam tabel

kontingensi 2 x 2 untuk menganalisis ROC:

Tabel 2. 2 Kontingensi ROC

Kelas Sebenarnya

Benar Salah

Kelas Prediksi

Positip Benar Positip Salah Positip

Negatip Benar Negatip Salah Negatip

Adapun kriteria ROC adalah sebagai berikut:

True Positive Rate disebut juga Sensitivity (TPR)=TP/(TP+FN)

True Negative Rate disebut juga Specifity (TNR)= TN/(TN+FP)

Accuracy = (TP+TN)/(TP+FP+TN+FN).

35

Dimana:

TP = True Positive yaitu klasifikasi yang dari kelas yang positif

FN = False Negative yaitu kesalahan Type II

FP = False Positive atau kesalahan Type I

Gambar 2. 6 Kriteria ROC (MedCalc Software bvba, 2010)

Jika nilai kriteria yang dipilih lebih tinggi, maka bagian FP akan menurun

dan specifity akan meningkat, namun TP dan sensitivity akan menurun.

Sebaliknya jika nilai criteria yang dipilih lebih rendah, maka bagian TP akan

meningkat, namun bagian TN dan specificity akan menurun (MedCalc Software

bvba, 2010).

Area Under Curva (AUC) adalah luas daerah di bawah kurva ROC, bila nilainya

mendekati satu, maka model yang didapat lebih akurat. Berdasarkan gambar

diatas maka dapat dilihat karakteristik dari AUC adalah sebagai berikut:

Area maksimum adalah 1

Jika ROC = 0,5 maka model yang dihasilkan belum terlihat optimal

Sedangkan jika ROC > 0,5 maka model yang dihasilkan akan lebih baik

Formula AUC (Brefeld, 2005):

36

AUC =

∑ ∑

( )

(2.26)

Keterangan:

f(.) = nilai suatu fungsi

= sampel positif dan negatif

= jumlah sampel positif dan negative