5/16/2018 astrositoma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/astrositoma-55ab543ddcb90 1/6
Astrositoma : insidens dan pengobatannya
Iskandar Japardi Bagian Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara /
Kepala UPF Bedah Saraf Rumah Sakit dr. Pirngadi, Medan
ABSTRACT
Astrocytoma is the most common brain tumor, accounting for more than half of all primary central nervous
system (CNS) malignancies. Most astrocytoma are indolent low-grade (ie, WHO grade I-II) tumors predominantly
arise in midline locations, such as the cerebellum and diencephalic region. Diffuse astrocytomas (ie, WHO
grade II) may arise in any area of the CNS but most commonly develop in the cerebrum. And the malignant high-
grade (ie, WHO grade III-IV) tumors are generally found in the cerebral hemispheres. Most cases occur in the
first decade of life with peak age at 5-9 years. Surgical resection alone is sufficient to cure the mayority of low-
grade astrocytomas; however the prognosis remains poor for high-grade astrocytomas inspite of the additon of
radiotherapy and chemotherapy.
Keywords: Astrocytoma, incidence, surgical, radiotherapy, chemotherapy
ABSTRAK
Astrositoma merupakan tumor otak yang paling banyak dijumpai, dan mencakup lebih dari setengah tumor
ganas di susunan saraf pusat (SSP). Sebagian besar astrositoma merupakan tumor dengan derajat yang rendah
(WHO grade I-II) dan terjadi di daerah pertengahan otak, seperti daerah serebelum dan diensefalik. Astrositoma
difus (WHO grade II) dapat terjadi di mana saja di SSP tetapi umumnya terjadi di serebrum. Astrositoma yang
derajat tinggi (WHO grade III-IV) umumnya dijumpai di daerah hemisfer serebrum. Sebagian besar kasus
terjadi pada dekade pertama kehidupan dengan puncaknya pada usia antara 5-9 tahun. Tindakan pembedahanmampu mengatasi astrositoma derajat rendah, namun pada astrositoma derajat tinggi tindakan pembedahan
harus ditambahkan dengan radioterapi dan kemoterapi.
Kata kunci : Astrositoma, insidens, pembedahan, radioterapi, kemoterapi
PENDAHULUAN
Peranan sentral dari otak dan kelainan
fungsional yang terjadi mencerminkan beratnya
akibat yang ditimbulkan oleh tumor otak. Kematian
akibat tumor otak besarnya 2% dari seluruh
kematian akibat tumor. Dan insidens tumor otak besarnya 7 per 100.000 penduduk per tahun.(1) Jenis
tumor otak ini sangat beraneka ragam dari yang
jinak sampai ganas. Sa lah satu tumor yang
merupakan frekuensi terbesar dari semua jenis
tumor di otak adalah glioma. Insidens dari glioma
besarnya 5 per 100.000 penduduk.(2)Menurut Badan
Kesehatan Sedunia (World Health Organization /
WHO) terdapat tiga jenis glioma yang dapat
dibedakan dari pemeriksaan histopatologis yaitu
astrocytoma, oligendroglioma dan mixed
oligoastrocytoma. Dari ketiga jenis glioma ini,
astrositoma merupakan tumor yang paling sering
dan mencakup lebih dari 50% tumor ganas primerdi otak (3) Istilah astrositoma pertama kali
diperkenalkan pada abad ke 19 oleh Virchow,(4) dan
gambaran histopatologi tumor ini diperkenalkan
oleh Bailey dan Cushing pada tahun 1926.(5) Tumor
ini memiliki beberapa karakteristik antara lain : i)
dapat timbul pada berbagai lokasi di susunan saraf
pusat (SSP), tetapi lebih sering ditemukan pada
hemisfer serebral, ii) biasanya menimbulkan
J Kedokter Trisakti September-Desember 2003, Vol.22 No.3
110
5/16/2018 astrositoma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/astrositoma-55ab543ddcb90 2/6
manifestasi pada usia dewasa, iii) memberikan
gambaran histopatologi dan perilaku biologi yang
berbeda-beda, iv) dapat mengadakan infiltrasi ke
sekitarnya maupun ke tempat-tempat yang jauh
tanpa dipengaruhi oleh gambaran histopatologi, v)
memiliki kecenderungan untuk progresif menjadi
fenotip yang lebih ganas seperti anaplastic
astrocytoma dan glioblastoma.
Astrositoma mencakup tumor yang sangat
bervariasi tergantung lokasinya di SSP, berpotensi
untuk tumbuh menjadi invasif, progresif dan
menyebabkan timbulnya berbagai gejala klinik.
Untuk itu perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut
agar dapat dilakukan deteksi secara dini dan
memberikan pengobatan yang tepat.
Epidemiologi dan klasifikasi
Astrositoma merupakan tumor yang banyak
terjadi pada dekade pertama kehidupan dengan
puncaknya antara usia 5-9 tahun. Insidens
astrositoma difus terbanyak dijumpai pada usia
dewasa muda (30- 40 tahun) sebanyak 25% dari
seluruh kasus. Sekitar 10 % terjadi pada usia kurang
dari 20 tahun, 60% pada usia 20-45 tahun dan 30%
di atas 45 tahun.(2) Kasus pada laki-laki didapatkan
lebih banyak dari wanita dengan rasio sebesar
1,18 : 1.
Berdasarkan kecenderungannya untuk menjadi
anaplasia, WHO mengklasifikasi astrositoma
menjadi pilocytic astrocytoma (grade I), diffuse
astrocytoma (grade II), anaplastic astrocytoma
(grade III) dan glioblastoma multiforme (grade
IV).(6) WHO telah melakukan banyak perubahan
klasifikasi sejak pertama kali dipublikasikan pada
tahun 1979. Edisi kedua dipublikasi pada tahun
1993 dan telah mengalami banyak kemajuan
dengan diperkenalkannya pemeriksaan
immunohistochemistry. Klasifikasi yang terakhir
dipublikasi pada tahun 2000 yang disusunberdasarkan konsensus yang direkomendasikan oleh
International WHO Working Group of experts di
Lyon . (7 ) Grade I merupakan tumor yang
memberikan gambaran histologis yang stabil, yang
dikenal sebagai tumor jinak. Tanda-tanda bahwa
tumor tersebut atipik adalah gambaran inti sel yang
atipik seperti kromatin inti yang kasar, bentuk inti
yang bermacam-macam, jumlah inti lebih dari satu
pada satu sel, dan terdapat pseudoinklusi. Selain
itu aktivitas mitosis, bentuk sel, proliferasi vaskuler
dan nekrosis juga memberikan informasi mengenai
perilaku biologi tumor. (4 ) Kriteria disebut
glioblastoma multiforme antara lain, hiperselluler,
bentuk sel dan inti sel bermacam-macam, proliferasi
endotel, gambaran mitosis dan sering disertai
dengan nekrosis. Kriteria astrocytoma anaplastic
antara lain, jumlah sel lebih sedikit dibandingkan
dengan glioblastoma multiforme, demikian juga
dengan gambaran sel dan inti sel serta mitosis yang
lebih sedikit, umumnya tidak disertai dengan
nekrosis.
Patofisiologi
Tumor ini akan menyebabkan penekanan ke jaringan otak sekitarnya, invasi dan destruksi
terhadap parenkim otak. Fungsi parenkim akan
terganggu karena hipoksia arterial maupun vena,
terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan
produk metabolisme, serta adanya pengaruh
pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut dari
hal tersebut diatas. Efek massa yang ditimbulkan
dapat menyebabkan gejala defisit neurologis fokal
berupa kelemahan suatu sisi tubuh, gangguan
sensorik, parese nervus kranialis atau bahkan
kejang.
Astrocytoma low grade yang merupakan grade
II klasifikasi WHO akan tumbuh lebih lambat
dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor
doubling time untuk astrocytoma low grade kira-
kira 4 kali lebih lambat dibandingkan dengan
astrocytoma anaplastic (grade III astrocytoma).
Sering diperlukan waktu beberapa tahun antara
gejala awal hingga diagnosa low grade astrocytoma
ditegakkan, interval ini kira-kira 3,5 tahun.
Astrocytoma low grade ini seringkali disebut diffuse
astrocytoma WHO grade II.
Gejala-gejala klinik
Kejang-kejang umum merupakan manifestasi
utama yang seringkali dijumpai, walaupun secara
retrospektif dapat djumpai gangguan-gangguan lain
terlebih dahulu seperti kesulitan berbicara,
perubahan sensibilitas, gangguan penglihatan atau
motorik Pada tumor low grade astrositoma kejang-
kejang dijumpai pada 80% kasus dibandingkan high
J Kedokter Trisakti Vol.22 No.3
111
5/16/2018 astrositoma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/astrositoma-55ab543ddcb90 3/6
grade sebesar 30%.(8) Jika dibandingkan dengan
astrocytoma anaplastic, gejala awal berupa kejang
lebih jarang dijumpai. Gejala lainnya adalah
meningginya tekanan intrakranial sebagai akibat
pertumbuhan tumor yang dapat menyebabkan
edema vasogenik. Penderita mengalami keluhan-
keluhan sakit kepala yang progresif, nausea,
muntah-muntah, mengantuk, dan gangguan
penglihatan (edema papil pada pemeriksaan
funduskopi, atau diplopia akibat kelumpuhan nervus
abdusens). Gejala meningginya tekanan intrakranial
lainnya adalah terjadinya hidrosefalus. Semakin
bertumbuhnya tumor gejala-gejala yang ditemukan
sangat tergantung dari lokasi tumor tersebut. Tumor
supratentorial dapat menyebabkan gangguan
motorik atau sensitifitas, hemianopsia, afasia ataukombinasi gejala-gejala. Sedangkan tumor di fosa
posterior dapat menimbulkan kombinasi dari gejala-
gejala kelumpuhan saraf kranial, disfungsi serebeler
dan gangguan kognitif.
Etiologi
Sejumlah penelitian epidemiologi belum
berhasil menentukan faktor penyebab terjadinya
tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar-
X.(9) Anak-anak dengan leukemia limfositik akut
yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan
saraf pusat akan meningkatkan risiko untuk
menderita astrositoma, bahkan glioblastoma.(10)
Tumor ini juga dihubungkan dengan makanan yang
banyak mengandung senyawa nitroso (seperti
nitosurea, nitrosamine, dan lain-lain).
Saat ini penelitian yang menghubungkan tumor
jenis ini dengan kerentanan genetik tertentu terus
dikembangkan. Tumor ini sering dihubungkan
dengan berbagai sindroma seperti Li-Fraumeni
Syndrome, mutasi Germline p53, Turcot Syndrome,
dan neurofibromatosis tipe 1 (NF-1).(4)
Gambaran radiologis
Pemeriksaan computed tomography imaging
(CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI)
di daerah kepala dengan dan tanpa kontras, sangat
membantu dalam diagnosa, penentuan grading, dan
evaluasi patofisiologi tumor ini. MRI dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari pada
CT scan. Pada pemeriksaan CT scan, gambaran
low grade astrocytoma akan terlihat sebagai lesi
dengan batas tidak jelas, homogen, hipodens tanpa
penyangatan kontras (Lihat Gambar 1). Kadang-
kadang dapat ditemukan kalsifikasi, perubahan
kistik dan sedikit penyangatan kontras.
Gambar 1. CT scan low grade astrocytoma, kiritanpa kontras, kanan dengan kontras, tidak
tampak penyangatan.
Pada astrocytoma anaplastic akan terlihat
massa yang tidak homogen, sebagian dengan
gambaran lesi hipodens dan sebagian lagi hiperdens.
Umumnya disertai dengan penyangatan contrast .(11)
Pada glioblastoma multiforme akan tampak
gambaran yang tidak homogen, sebagian massa
hipodens, sebagian hiperdens dan terdapat
gambaran nekrosis sentral.(12) Tampak penyangatan
pada tepi lesi sehingga memberikan gambaranseperti cincin dengan dinding yang tidak teratur.
Secara umum, astrositoma akan memberikan
gambaran isointens pada T1 dan hiperintens pada
T2. (Lihat Gambar 2).(12)
Gambar 2. MRI, (a) potongan coronal T-1
tampak massa hipointens, (b) potongan axial T-2
tampak massa hiperintens
a b
112
Japardi Astrositoma
5/16/2018 astrositoma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/astrositoma-55ab543ddcb90 4/6
Gambaran histopatologi
Terdapat empat variasi gambaran
histopatologi low grade astrocytoma antara lain(13)
(Gambar 3) : (i) astrocytoma protoplasmic,
umumnya terdapat pada bagian korteks dengan sel-
sel yang banyak mengandung sitoplasma. Bentuk
ini mencakup 28% dari jenis astrositoma yang
menginfiltrasi ke parenkim sekitarnya, (ii)
astrocytoma gemistocytic, sering ditemukan pada
hemisfer serebral orang dewasa terdiri dari sel
bundar yang besar dengan sitoplasma eosinofilik
dan eksentrik. Bentuk ini mencakup 5-10% dari
glioma hemisfer, (iii) astrocytoma fibrillary,
merupakan bentuk yang paling sering ditemukan
dan berasal dari massa putih serebral dengan sel
yang berdiferensiasi baik berbentuk oval dan kecil.Tumor ini ditandai dengan jumlah sel yang
meningkat dengan gambaran latar belakang yang
fibriler. Untuk melihat gambaran fibriller ini dapat
digunakan glial fibrillary acidic protein (GFAP)
dan (iv) campuran.
a
b
cGambar 3. Gambaran histopatologi (a)
astrocytoma fibrillary, (b) astrocytoma
gemistocytic, (c) astrocytoma anaplastic
PENGOBATAN
Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi
penderita astrositoma, perlu dinilai manfaat yang
akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur
berdasarkan lamanya kelangsungan hidup penderita
dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan
yang paling penting adalah kualitas hidup penderita
setelah pengobatan. Pengobatan utama yang
dilakukan saat in mencakup : a) pembedahan, b)
radioterapi, dan c) kemoterapi.
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya
tumor di dalam otak dan status fungsional penderita.
Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di
pusat vital dengan hemiparesis, disfasia/afasia,
penderita usia lanjut bukan merupakan indikasiuntuk operasi. Diagnostik dikonfirmasi melalui
biopsi dan dilanjutkan dengan pemberian
radioterapi. Penderita lainnya dapat dilakukan
pembedahan, seperti open craniotomy dan
stereotactic biopsy. Biopsi secara stereotaktik
merupakan tindakan minimal invasive terutama
terhadap tumor yang letaknya dalam dan di tempat
yang sulit dicapai. Jika disertai dengan hidrosefalus,
dapat dilakukan VP Shunt atau External Ventricular
Drainage (EVD). Peranan pembedahan bagi
penderita antara lain untuk: (i) melakukan
dekompresi terhadap massa tumor, (ii) mengambil
jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, sehingga
dapat direncanakan pengobatan adjuvans dan
memperkirakan prognosis.
Radioterapi sudah berhasil memperpanjang
kelangsungan hidup penderita terutama dengan
grade tumor yang tinggi. Pemberian radioterapi
pada penderita astrositoma mampu memperkecil
massa tumor dan memperbaiki gejala-gejala
neurologis sebesar 50 - 75% kasus.(14)
Pada saat ini, kemoterapi bukanlah pilihan
utama untuk pengobatan astrositoma. Bila tumormenjadi ganas, pembedahan, radioterapi dan
pemberian kemoterapi dapat dilakukan. Astrositoma
yang ganas bersifat incurable, dan tujuan utama
pengobatan adalah untuk memperbaiki gangguan
neurologis (seperti fungsi kognitif) dan
memperpanjang kelangsungan hidup penderita.
Pengobatan simtomatis, rehabilitasi dan dukungan
psikologis sangat penting. Pemberian steroid
J Kedokter Trisakti Vol.22 No.3
113
5/16/2018 astrositoma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/astrositoma-55ab543ddcb90 5/6
umunya akan memberikan hasil yang membaik
karena pengurangan efek massa tumor yang disertai
edema sekitar tumor. Pemberian steroid harus segera
dihentikan setelah dilakukan tindakan pembedahan.
Antikonvulsan tidak diberikan secara sistematik dan
hanya diberikan pada penderita yang mengalami
kejang. Obat ini dapat menimbulkan efek samping
dan mengganggu pemberian kemoterapi. Median
dari kelangsungan hidup penderita astrositoma
adalah 5-8 tahun.
Prognosis
Prognosis penderita astrositoma tergantung
dari tiga faktor : i) usia, ii)status fungsional, dan
iii) grade histologis. Penderita usia ≤45 tahun
mempunyai kelangsungan hidup empat kali lebihbesar dibandingkan penderita berusia ≥65 tahun.
Pada low grade astrocytoma, prognosis akan lebih
buruk jika disertai dengan peningkatan tekanan
intrakranial, gangguan kesadaran, perubahan
perilaku, defisit nerologis yang bermakna, dan
adanya penyangatan kontras pada pemeriksaan
radiologi.
KESIMPULAN
Sebagian besar tumor astrositoma merupakan
tipe low-grade, dan banyak kasus timbul pada
dekade pertama kehidupan dengan rentang usia 5-
9 tahun. Astrositoma difus dapat terjadi di mana
saja pada susunan saraf pusat, tetapi sebagian besar
terjadi di serebrum, khususnya daerah lobus
frontalis dan temporalis. Sedangkan di daerah
serebelum jarang ditemukan. Astrositoma
anaplastik timbul di daerah yang tidak berbeda
dengan astrositoma difus dengan kebanyakan di
hemisfer serebral.
Tindakan pembedahan mampu mengatasi
astrositoma tipe low-grade. Sedangkan astrositomatipe high-grade di samping pembedahan perlu
ditambahkan tindakan radioterapi dan kemoterapi.
Daftar Pustaka
1. Brain tumors. Available from URL: http://
www.medweb.bham.ac .uk/neurosugery /
brain.tumor.doc. Accessed Mei 24, 2003.
2. Behin A, Hoang-Xuan K, Carpentier AF, Delattre
J. Primary brain tumors in adults. The Lancet
2003; 361: 323-31.
3. Mac Donald T. Excerpt from astrocytoma.
Available from URL: http://www.emedicine.com/
ped/byname/astrpcytoma.htm. Accessed June 21,
2003.
4. Cavenee WK, Bigner DD, Newcomb EW, Paulus
W, Kleinhues P. Diffuse astrocytomas. In:
Kleinhues P, Cavenee WK, editors. Pathology &
genetics tumors of the nervous system. Lyon,
France: International Agency for Cancer
Research; 1997. p. 2-9.
5. Bailey P, Cushing H. A classification of tumors
of the glioma group on a histogenetic basis with
a correlation study of prognosis. Philladelphia:
Lippincott, 1926.6. Smirniotopoulos JG. The WHO classification of
CNS tumors. Available from URL: http://
rad.usuhs/mil/rad/who-image.1html. Accessed
June 19, 2003.
7. Kleihuis P, Louis DN, Scheithauer BW, Rorke LB,
Reifenberger G, Burger PC et al. The WHO
classification of tumors of the nervous system/
Commentaries. J Neuropathol Exp Neurol 2002;
61: 215-5.
8. Kleihuis P, Davis RL, Ohgaki H, Burger PC,
Westphal MM, Cavenee WK. Diffuse
astrocytoma. Available from URL: http:// www.icrc.f r /who-b;uebooks/Bbwebsi te/
samplepages.b1/page1-5.pdf. Accessed June 26,
2003.
9. Lantos PL, VandenBerg SR, Kleihues P. Tumor
of the nervous system. In: Graham DI, Lantos
PL, editors. Greenfields’s neuropathology.
London: Arnold; 1996. p. 583-97.
10. Brustle O, Ohgaki H, Schmitt HP, Walter GF,
Ostertag H, Kleihues P. Primitive
neuroectodermal tumors after prophylactic central
nervous system irradiation in children.
Association with an activated K-ras Gene. Cancer
1992; 69: 2385-92.
11. Davis RL, Kleihues P, Burger PC. Anaplastic
astrocytoma. In: Kleihues P, Cavenee WK,
editors. Pathology and genetics: tumours of the
nervous system. Lyon, France: International
Agency for Cancer Research; 1997. p. 14-5.
12. Greene GM, Hitchon PW, Schelper RL.
Diagnostic yield in CT-guided stereotactic biopsy
of gliomas. J Neurosurg 1989; 71: 494-8.
114
Japardi Astrositoma
5/16/2018 astrositoma - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/astrositoma-55ab543ddcb90 6/6
13. Kleihues P, Davis RL, Ohgaki H. Low-grade
diffuse astrocytoma. In: Kleihues P, Cavenee WK,
editors. Pathology and genetics: tumours of the
nervous system. Lyon, France: International
Agency for Cancer Research; 1997. p. 10-4.
Japardi Astrositoma
115
14. Bauman G, Pahapill P, Macdonald D, Fisher B,
Leighton C, Cairncross JG. Low grade
glioma: a measuring radiographic response
to radiotherapy. Can J Neurol Sci 1999; 26: 18-
22.
Recommended