Upload
hanhu
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
20-Aug-18 24-Aug-18 WTD YTD 20-Aug-18 24-Aug-18 WTD YTD
IDRUSD 14588 14649 0.42% 8.07% BRENTUSD/BAREL 72.21 75.82 5.00% 25.49%
YENUSD 110.07 111.24 1.06% -1.29% TEMBAGAUSD/LB 266.85 270 1.20% 7.78%
EUROUSD 0.87 0.86 -1.21% 3.30% BATU BARAUSD/MT 117.65 117.90 0.21% 16.96%
YUANUSD 6.86 6.81 -0.69% 4.67% EMASUSD/OZ 1190.48 1205.35 1.25% -7.48%
POUNDUSD 0.78 0.78 -0.42% 5.13% GAS ALAMUSD/MMBTu 2.94 2.92 -0.82% -99.98%
20-Aug-18 24-Aug-18 WTD YTD 20-Aug-18 24-Aug-18 WTD YTD
INDONESIAIHSG 5892.19 5968.75 1.30% -6.09% CPOMYR/MT 2215 2178 -1.67% -10.88%
JEPANGNIKKEI 22199.00 22601.77 1.81% -0.72% KAKAOUSD/MT 2198 2374 8.01% 25.48%
SINGAPURASTI 3204.71 3213.00 0.26% -5.58% GULAUSD/LB 303.70 310.60 2.27% -21.31%
ASDOW JONES 25758.69 25790.35 0.12% 4.33% GANDUMUSD/BAREL 542.25 515 -5.07% 20.55%
HONGKONGHSI 27598.02 27671.87 0.27% -7.51% KEDELAIUSD/BUSHEL 881.75 842 -4.51% -11.53%
20-Aug-18 24-Aug-18 WTD YTD
YIELD SBN10% 7.87 7.94 0.88% 25.65%
PUAB RATE% 6.80 6.70 -1.47% 15.12%
OVERNIGHT% 5.35 5.43 1.53% 39.26%
FA SAHAMJUTA USD -22.80 2.01 108.81% -91.92%
FA SBNJUTA USD 68.61 10.30 -84.99% -72.56%
PASAR VALAS PASAR KOMODITAS MINERAL
PASAR SAHAM PASAR KOMODITAS PERTANIAN
PASAR UANG
“Business is a combination of war and sport.” – Andre Maurois
Rilis Mingguan (20 - 24 Agustus 2018)
EdisiXXXI/VIII/2018
08/23 EUMarkit Eurozone Manufacturing
PMI (Aug P)54.6 55.1
Consumer Confidence (Aug A) -1.9 -0.6
08/22South
AfricaCPI YoY (Jul) 5.1% 4.6%
08/24 Malaysia CPI YoY (Jul) 0.9% 0.8%
08/23 Singapore CPI YoY (Jul) 0.6% 0.6%
Industrial Production YoY (Jul) 6.0% 8.0%
08/20 Thailand GDP YoY (2Q) 4.6% 4.9%
08/21 Indonesia Local Auto Sales (Jul) 107,431 58,842
08/23 US Initial Jobless Claims (Aug 18) 210k 212k
08/24 Markit US Manufacturing PMI (Aug P) 54.5 55.3
Durable Goods Orders (Jul P) -1.7% 0.7%
08/22 Japan All Industry Activity Index MoM (Jun) -0.8% 0.1%
08/23 Nikkei Japan PMI Mfg (Aug P) 52.5 52.3
Leading Index CI (Jun F) 104.7 105.2
Coincident Index (Jun F) 116.4 116.3
08/24 Natl CPI YoY (Jul) 0.9% 0.7%
Ket: Aliran Dana Masuk/Aliran Dana Keluar
Aliran Dana Asing
YTD (Juta USD)Bond Saham
Periode
(Bond/Saham)
Indonesia 484.8 -3,691.3 Per 24 Agustus ’18
Malaysia -2,545.4 -2,142 Per 31 Juli / 24 Agst ’18
Thailand 4,834.5 -6,092.3 Per 24 Agustus ’18
Vietnam 1,375.1 Per 24 Agustus ’18
Filipina 2,940.9 -1,365.1 Per 30 Juni / 24 Agst ’18
China 65,771.7 18,776.0 Per 30 Jun ‘18
India -5,422.0 -251.7 Per 24 Agustus ‘18
US 174,292 -35,599 Per 30 Juni ‘18 -17.47
-9.25
-7.06
-6.09
-5.58
-4.48
-2.84
0.66
9.75
China SHCOMP
Philippines PSEi Index
Korea Stock KOSPI Index
Indonesia JCI
Singapore STI Index
Vietnam Hanoi Index
Thailand SET Index
FTSE Malaysia KLCI Index
India NSE Nifty 50 Index
Ket: (+) Depresiasi, (-) Apresiasi
PERINGKAT SAHAM ASIA (%) YTD – s.d 24 AGUSTUS 2018
-9.45
-8.07
-7.18
-4.67
-3.08
-2.67
-1.53
1.29
Indian Rupee
Indonesian Rupiah
Philippine Peso
Chinese Renminbi
Thai Bath
Vietnam Dong
Malaysian Ringgit
Japanese Yen
PERINGKAT NILAI TUKAR ASIA (%) YTD – s.d 24 AGUSTUS 2018
Ket: (-) Depresiasi(+) Apresiasi
Ket: A (Advance), F (Final), P (Preliminary)
HAMBATAN DAN TANTANGAN KEBIJAKAN PERCEPATAN
BERUSAHA UNTUK MENDORONG REALISASI INVESTASI
Realisasi investasi pada tahun 2017 sebesar 692,8 triliun rupiah,
naik sebesar 13,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang
hanya 612,8 triliun rupiah. Pertumbuhan realisasi PMDN lebih besar
yaitu sebesar 21,3 persen dibandingkan dengan pertumbuhan PMA
yang hanya 8,5 persen pada tahun 2018. Sementara pada triwulan I
2018 realisasi investasi sebesar 185,3 triliun rupiah (US$ 13,7
milyar) dengan pertumbuhan sebesar 11,8 persen (yoy). Pemerintah
mentargetkan realisasi investasi pada tahun 2018 sebesar 765
triliun rupiah.
Gambar 1.1 Realisasi Investasi Indonesia Tahun 2013-2017 (Rp Triliun)
Sumber: BKPM, 2018
Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran pembangunan nasional di bidang
investasi antara lain meningkatnya investasi PMA dan PMDN menjadi
Rp 933 triliun pada tahun 2019, dengan kontribusi PMDN yang
semakin meningkat menjadi 38,9 persen (baru tercapai rata-rata per
tahun (2012-2016) sebesar 32,7%. Kondisi ini menunjukan masih
rendahnya realisasi investasi dibandingkan dengan
pengajuan/komitmen investasi. Rasio perbandingan rata-rata realisasi
dan rencana investasi pada 2010 s.d. 2016, untuk PMA sebesar
27,5% dan PMDN sebesar 31,8%.
Salah satu faktor penyebab masih rendahnya realisasi investasi
adalah masalah perizinan. Fakta menunjukan, praktik
penyelenggaraan perizinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) selama ini tidak seluruhnya berjalan efektif. PTSP sebagai
bagian dari reformasi penyederhanaan birokrasi perizinan masih
membutuhkan waktu yang lama untuk pelayanan penerbitan izin.
Menurut laporan Doing Business 2016, untuk memulai sebuah usaha
baru di Indonesia membutuhkan 13 prosedur, dengan waktu rata-rata
47,8 hari. Dengan pelayanan demikian, publik dan pelaku usaha tentu
masih belum merasakan keberadaan one stop service tetapi justru
menjadi another stop service yang menambah red-tape baru dalam
birokrasi perizinan di daerah.
Selain adanya reformasi birokrasi yang berkaitan dengan
penyederhanaan izin, area reformasi pada tingkat lanjut ternyata
masih belum disentuh. Substansi kebijakan yang berada pada
kerangka regulasi (reformasi regulasi atau deregulasi) pada tingkat
nasional masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Kondisi regulasi
perizinan di tingkat nasional yang tumpang tindih dan banyaknya
regulasi yang dikeluarkan, baik dari undang-undang sampai
peraturan menteri memicu beragamnya jumlah izin di
daerah. Bahkan beberapa jenis izin yang diatur memiliki
fungsi yang sama dan bahkan setiap izin tersebut
mengandung izin yang dipersyaratkan antara satu dengan
lainnya.
Dalam upaya mendorong peningkatan realisasi investasi di
Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan
ekonomi yang difokuskan untuk memperbaiki tingkat
kemudahan berbisnis di Indonesia. Sejumlah perbaikan
khususnya dari aspek izin, prosedur, dan waktu dalam
pengajuan perizinan dilakukan pemerintah, ada 6 indikator
yang menjadi fokus perbaikan pemerintah. Indikator-
indikator tersebut adalah indikator yang masih berada di
atas peringkat 100 dalam Ease of Doing Business (EODB),
antara lain starting business (peringkat 144), dealing with
construction permits (108), registering property (106),
enforcing contracts (145), paying taxes (114) dan trading
across borders (112). Seperti kita tahu pada 2017 posisi
Indonesia naik 15 peringkat dari posisi 106 ke peringkat 91
dan tercatat dalam dua tahun terakhir posisi Indonesia telah
naik 34 peringkat. Peningkatan daya saing juga tercermin
dari kenaikan peringkat Global Competitiveness Index (GCI)
Indonesia yang naik dari 41 di 2016/2017 menjadi 36 di
2017/2018, serta peningkatan signifikan peringkat EoDB
dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah ingin terus mendorong kesejahteraan
masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang efisien. Untuk
itu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
mengumumkan kebijakan ekonomi berupa Peraturan
Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan
Berusaha. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan
standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah
dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola
pemerintahan yang baik. Melalui kebijakan ini, pemerintah
ingin mempercepat proses penerbitan perizinan berusaha
sesuai dengan standar pelayanan, memberikan kepastian
waktu dan biaya dalam peroses perizinan dan meningkatkan
koordinasi dan sinkronisasi kementerian/lembaga (K/L) dan
pemerintah daerah (pemda). Selain itu, kebijakan ini
bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses
pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi
melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi (single
submission). Online Single Submission (OSS) merupakan
sistem yang mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan
berusaha yang menjadi kewenangan Menteri/Pimpinan
Lembaga, Gubernur atau Bupati/Walikota yang dilakukan
melalui elektronik.
ANALISIS PENTINGNYA KEBIJAKAN PERCEPATAN
BERUSAHA
Kebijakan percepatan kemudahan berusaha ini memang tak
semata-mata demi mengejar peringkat EoDB. Beberapa
alasan yang mendasari percepatan kebijakan ini yaitu
investasi dunia terhadap Indonesia masih rendah (1,97
persen) dari rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar
USD1.417,8 miliar. Kemudian, capaian target rasio investasi
sebesar 32,7 persen (2012- 2016) yaitu di bawah target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) sebesar 38,9 persen pada tahun 2019. Di sisi lain,
ketimpangan investasi antara di pulau Jawa dengan luar
Jawa masih sangat besar, yaitu di atas 50 persen.
Pemerintah terus menggali akar permasalahan kinerja
realisasi investasi yang belum sesuai target. Beberapa
penyebabnya antara lain layanan perizinan yang tidak
terintegrasi, berurutan, dan belum seluruhnya dilayani di
PTSP, serta belum sepenuhnya menggunakan sistem online.
Mirisnya, praktik good governance (tata kelola pemerintahan
yang baik) juga belum sepenuhnya dijalankan oleh
pemerintah daerah. Paradigma birokrasi masih sebagai
‘pemberi izin’ dan belum ‘melayani.’
Permasalahan utama yang harus diselesaikan pemerintah
adalah konsistensi kebijakan pusat dan daerah. Hambatan ini
cukup sering ditemukan di lapangan. Para pengusaha tidak
hanya mengeluhkan masalah perizinan di daerah, namun
juga masalah kejelasan kewenangan antara pusat dan
Kemudian, hal lain yang juga menjadi permasalahan terkait
kemudahan berusaha yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang berbeda tiap daerah, sehingga penerimaan daerah dari
sektor perizinan menjadi penting bagi daerah yang memiliki
PAD rendah. Dalam kasus ini, perlu adanya peningkatan
kapasitas pemerintah daerah. Pemerintah pusat perlu
memberikan asistensi secara berkala ke pemerintah daerah
demi iklim investasi yang semakin baik di daerah.
Terkait simplifikasi regulasi, yang dilakukan pemerintah
untuk kemudahan iklim berusaha di Indonesia sudah cukup
baik. Namun perlu menjadi catatan, peraturan yang perlu
dipangkas tidak hanya di tingkat pusat saja, namun juga di
tingkat daerah. Banyak ditemukan di lapangan bahwa
kondisi regulasi di daerah lebih rumit dari pada di tingkat
pusat. Sinkronisasi pemerintah pusat dan daerah akan
mendukung iklim berusaha yang ramah bagi investor.
Pemerataan iklim berusaha di seluruh Indonesia ini tentu
yang menjadi prioritas utama pemerintah, melebihi target
peringkat EoDB.
Salah satu yang harus dipersiapkan pemerintah daerah
dalam mengimplementasikan kebijakan percepatan
berusaha yaitu dengan melakukan pengembangan sistem
informasi penamanan modal berbasis teknologi informasi.
Kebutuhan pengembangan sistem informasi yang
terintegrasi dan informatif menjadi hal dasar yang sudah
menjadi kebutuhan bagi tiap Pemda untuk memberikan
layanan publik di era digital sekarang ini. Melalui teknologi
informasi yang handal, pemda akan dengan mudah, cepat,
dan informatif menyajikan informasi, komunikasi, maupun
proses pelayanan terkait dengan penanaman modal maupun
pengembangan usaha.
Dengan sistem pelayanan online akan relatif menjamin
transparansi dan menghindari proses penambahan biaya
tidak resmi yang masih dikesankan oleh publik, terlebih
pelaku usaha bahwa praktik ekonomi biaya tinggi tersebut
masih kental dalam layanan birokrasi meskipun proses
reformasi birokrasi sudah yakin dilaksanakan.
HAMBATAN DAN TANTANGAN DAERAH DALAM
MELAKSANAKAN KEBIJAKAN PERCEPATAN
BERUSAHA
PTSP di daerah menghadapi beberapa permasalahan.
Permasalahan yang banyak dihadapi sebagian besar PTSP
diantaranya:
1. Tidak semua kepala daerah/kepala dinas mau
melimpahkan kewenangannya ke kepala PTSP. BKPM
(2013) mencatat baru 41 persen pemerintah daerah
yang mendelegasikan kewenangannya ke kepala
PTSP. Alasannya, beberapa izin terkait dinas spesifik,
seperti kesehatan dan lingkungan, yang dianggap perlu
rekomendasi dinas terkait.
2. Keterbatasan sumber daya manusia. Idealnya PTSP
memiliki staf teknis, seperti ahli penilaian amdal,
kesehatan, sipil, dan transportasi. Namun, jumlah staf
tersebut umumnya berada di dinas/instansi asalnya dan
bukan di PTSP.
3. Status kelembagaan PTSP yang beragam. Ada yang
berbentuk badan, dinas, dan kantor, dengan implikasi
yang berbeda-beda. Jika berbentuk dinas dan badan
biasanya mudah berkoordinasi dengan dinas/badan lain
karena levelnya setara. Apabila dalam bentuk kantor
menjadi sulit berkoordinasi karena level yang berbeda.
Parahnya apabila PTSP masih bersifat ”unit” yang
ditempelkan di kelembagaan lain.
4. Disharmoni regulasi PTSP dan ego sektoral. Kementerian
Dalam Negeri telah mengeluarkan Permendagri No
20/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Pelayanan Terpadu di Daerah. Setelah itu terbit Perpres
No 27/2009 tentang PTSP di Bidang Penanaman Modal.
Kedua peraturan tersebut membingungkan pemerintah
daerah mengingat banyak yang tumpang tindih dalam
kedua peraturan itu. Dampaknya, pemerintah daerah
seperti memiliki ”dua jenderal”, yakni Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) dan Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) untuk koordinasi, pembinaan, hingga
pengawasan PTSP di daerah.
Situasi di atas perlu mendapat perhatian pemerintah dan
diagendakan penyelesaiannya tidak hanya untuk mendorong
pemerintah provinsi/ kabupaten/kota yang belum mendirikan
PTSP, tetapi juga berupaya meningkatkan kualitas PTSP.
Yang harus dilakukan pertama kali adalah harmonisasi
regulasi yang mengatur PTSP sehingga dualisme regulasi dan
pelaksanaannya tidak perlu terjadi, termasuk peraturan
perundangan sektoral. Salah satunya dengan memutuskan
dualisme peran Kemendagri dan BKPM. Langkah tersebut
juga dibarengi dengan percepatan penyerahan kewenangan
perizinan dari kepala daerah ke kepala PTSP sehingga 100
persen kewenangan itu di tangan PTSP. Ini akan berhasil jika
dibarengi dengan penguatan dalam struktur kelembagaan di
daerah, baik peningkatan kualitas sumber daya manusia
maupun distribusi staf yang adil untuk PTSP.
Secara nasional telah ditetapkan berbagai regulasi dan
kebijakan untuk percepatan pembangunan termasuk
percepatan pembangunan berusaha (Perpres 91 Tahun 2017)
dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
pelayanan perijinan berusaha terintegrasi secara elektronik
(Online Single Submission/OSS). Sebagai tindak lanjutnya
dibentuk satuan tugas percepatan pelaksanaan berusaha
nasional, provinsi dan satgas kabupaten/kota. Dalam
implementasi kebijakan tersebut membutuhkan peran PTSP
untuk dapat memfasilitasi percepatan pembentukan satgas di
tingkat Kabupaten/Kota dan mengoptimalkan tugas, fungsi dan
wewenang dalam penyelesaian setiap permasalahan dan
hambatan investasi di daerah dan melaporkan secara
berjenjang ke Satgas provinsi dan nasional.
Penulis: Susiyanti, Tenaga Ahli pada Asdep Moneter dan
Neraca Pembayaran