Upload
hafiz-arqursoy
View
64
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Athaua marwah
Citation preview
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
1/32
BLOK MEDIKOLEGAL
SKENARIO 1
MATA DIOBATI MENJADI BUTA
KELOMPOK A-7
Ketua : Jody Reviyanto 1102011130
Sekretaris : Gladya Utami 1102011114
Anggota : Galuh Kresna 1102011112
Gammarida Magfirah 1102011113
Hafiz Arqusoy 1102011115
Jayanti Dwi Cahyani 1102011129
Joko Wijanarko 1102011131
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
TAHUN AJARAN 2013/2014
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
2/32
Skenario
Mata Diobati Menjadi Buta
Tidak terima matanya menjadi buta, Haslinda bersama tim kuasa hukum dari
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaprkan
dugaan malpraktek dokter, Waldensius Girsang di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center.
Haslinda menuturkan, pada 6 Maret lalu, Kemerahan pada mata, kabur
penglihatan, kepekaan terhadap cahaya (takut di potret), gelap, mata sakit sudah
disampaikan ke dotker Fikri Umar Purba yang kemudian didiagnosis sebagai penyakit
uveitis tuberkulosa. Namun beberapa hari kemudian setelah ditangani dokter Purba,
mata Haslinda tidak kembali berfungsi normal atau menjadi buta.
Sementara itu, dokter Purba yang ditemui di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center
membantah telah melakukan malpraktek terhadap Haslinda. Sebelum mengadukan ke
pihak yang berwajib, Haslinda berkonsultasi pada seorang ustadz tentang hukum
malpraktek menurut Islam.
Dalam pengaduannya ke ruang pengaduan Polda Metro Jaya, Haslinda warga
Kayu Mas, Pulogadung, Jakarta Timur ini tidak menyebutkan tuntutan materil dan
inmateril kepada dokter Purba dan Rumah Sakit Jakarta Eyes Center sebagai pihak
yang diduga melakukan malpraktek.
Pengacara pasien juga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan:
1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
3.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata4. UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
6.
UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
7. Kode Etik Kedokteran
8. UU No.8 tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
3/32
Kata-kata sulit :
1. Malpraktek : kesalaha yang dibuat dokter
karena melakukan pekerjaan dibawah standard dan tidak sesuai prosedur.
2. Uveitis Tuberkulosa : peradangan pada uvea yang
disebabkan bakteri.
3.
Hukum pidana : hukum yang mengatur
pelanggaran-pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum.
4. Hukum perdata : aturan hukum yang meengatur
tingkah laku antara orang dengan orang lain yang berkaitan dengan hak dan
kewajiban.
5. Koed etik kedokteran : aturan aturan yang mengatur
dalam praktik kedokteran yang dibuat oleh IDI
6. Tuntutan material dan non-material : material adalah bernilai uang
dan non-material adalah tuntutan berupa pidana/perdata
Pertanyaan :
1. Kapan seorang dokter bisa dikatakan malpraktek?
2. Apa hukum malpraktek menurut Islam? Kenapa?
3. Apa peranan LBHK terhadap dokter tersebut?
4. Bagaimana penyelesaian dalam masalah ini?
5. Apabila dinyatakan tersangka, hukum apa yang digunakan?
6. Sumber apa saja yang bisa menyelesaikan kasus ini?
7. Apa landaasan dokter agar tidak dituduh malpraktek?
Jawaban :
1. Saat dokter menangani pasien diluar prosedur dan dapat dibuktikan
2. Haram karena merugikan orang lain
3. Menyembatani tindakan-tindakan hukum yang berkaitan langsung terhadap
kesehatan
4. Pengadilan
5. Tergantung pelanggaran yang dilakukan dokter
6. KUHP, UU, KODEKI, MKDKI
7. Rekam medis, dilakukannya Inform consent.
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
4/32
Hipotesis
Pasien dengan keluhan kelainan pada mata
Tindakan dari dokter pada pasien
Kebutaan
Gugatan malpraktek
Menanyakan ke Ustadz tentang Malpraktek menurut Islam Polisi, MKDKI
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
5/32
Sasaran Belajar1. Memahami dan Mempelajari Malpraktek
2. Memahami dan Mempelajari Inform Concent
3. Memahami dan Mempelajari Rekam Medis
4. Memahami dan Mempelajari Malpraktek dalam Pandangan Islam
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
6/32
1. Memahami dan Mempelajari Malpraktek
1.1
Definisi
Tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan
standard operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang
yang berlakubaik disengaja maupun akibat kelalaianyang mengakibatkankerugian dan kematian terhadap orang lain. Batasan pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa malpraktik sebenarnya tidak hanya terjadi pada kelompok
profesi dokter saja. Tetapi juga dapat terjadi pada kelompok profesi lainnya
seperti advokat (pengacara), notaris, akuntan, dan profesi lainnya.
Malpractice: kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul
sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter
Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis yang
tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan profesinya.
Kadang malpraktek dikaitkan dengan penyalahgunaan keadaan karena
keinginan untuk mencari keuntungan pribadi semata. Tidak jarang pula
dengan menggunakan alasan tidak adanya informed consent, pasien
menggugat atau menuntut ganti rugi kepada dokter dengan tuduhan
malpraktek.
1.2Klasifikasi
Malpraktek dapat terjadi karena :
Tindakan yang disengaja ( misconduct)-Kesengajaan yang dapat dilakukan dalam bentuk :
-pelanggaran ketentuan etik
-pelanggaran ketentuan disiplin profesi
-pelanggaran hukum administrasi, hukum pidana dan perdata seperti
melakukan kesengajaan yang merugikan pasien
-pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran
-penyerangan seksual
-berpraktek tanpa SIP
-sengaja melanggar standar
-berpraktek diluar kompetensi
Tindakan kelalaian ( negligence)Kelalaian ada 3 bentuk :
a. Malfeasance
melakukan tindakan yang melanggar hukum/ tidak tepat / tidak l
ayak
Misal ; melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
7/32
b.
Misfeasance
malakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilakuakn
dengan tidak tepat
Misal : melakukan tindakan medis menyalahi/ tidak sesuai prosedur
c.
Nonfeasance
tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban
baginya
Syarat terjadinya kelalaian, harus memenuhi 4 unsur :
1. Adanya kewajiban untuk melakukan / tidak melakukan sesuatu
2. Adanya pelanggaran / kegagalan memenuhi kewajiban tersebut
3. Adanya kerugian/ cedera pada pasien
4.
Adanya hubungan kausalitas antara pelanggaran / kegagalan memebuhi kewajiban
tersebut dengan cedera/ kerugian.
Ketidak mahiran ( lack of skill)
Jenis Malpraktek
1. Malpraktek Etik
Malpraktek etik adalah kesalahan profesi karena kelalaian dalam
melaksanakan etika profesi, maka sanksinya adalah sanksi etika yang berupasanksi administrasi sesuai dengan tingkat kesalahannya. Contoh konkrit yang
merupakan malpraktek etik ini antara lain :
Dibidang diagnosticPemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala
tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun
karena laboratorium memberikan janji untuk memberikan hadiah kepadadokter yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda
juga mendapatkan hadiah tersebut.
Dibidang terapiBerbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter
dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakanobat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter
dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-
janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang
diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.
2. Malpraktek Yuridik
Malpraktek yuridik dibedakan menjadi :
a. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinyaisi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
8/32
tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum
(onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.
Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa :
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melaksanakannya. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapitidak
sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum
haruslah memenuhi beberapa syarat seperti :
Harus ada perbuatan (baikberbuat naupun tidak berbuat) Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak tertulis) Ada kerugian Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang
melanggar hukum dengan kerugian yang diderita. Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi)
karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat
unsure berikut :
Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti
ruginya.
Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.
Namun adakalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya
kelalaian dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitoryang artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat
kain kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya
kain kasa tersebut timbul komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus
dilakukan operasi kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus
membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.
b.
Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibatdokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat
dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia
atau cacat tersebut. Malpraktek medis yang dipidana membutuhkan
pembuktian adanya unsure culpa lata atau kelalaian berat atau zware schulddan pula adanya akibat fatal atau serius.
1. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)
Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis,
euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan
pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa
menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar.2. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
9/32
Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan
standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai persetujuan tindakan
medis.
3. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)
Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat
tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alatoperasi yang didalam rongga tubuh pasien.
4.
Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)
Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan
pelanggaran terhadap hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya
menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek
dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medik.
Dua macam pelanggaran administrasi tersebut adalah :
a. Pelanggaran hukum administrasi tentang kewenangan praktek kedokteran
b. Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis
1.3. Menjelaskan Upaya Pencegahan Malpraktek
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis
karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu
bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis)b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c.Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d.Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e.Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f.Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif
dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. Apabila
tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat
melakukan :
a.Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang
ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi
merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang
dituduhkan.
b.
Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjukpada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
10/32
unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri
dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat
menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan
diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana
perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalahmementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang
mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau
pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat)
bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan
adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang
dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan
menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara
menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan
yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah
yang menguntungkan tenaga perawatan.
1.4. Alur Hukum Penanganan Malpraktek
Pada dasarnya penanganan kasus malpraktik dilakukan dengan mendasarkan kepada
konsep malpraktik medis dan adverse events yang diuraikan di atas. Dalam makalah ini
tidak akan diuraikan pelaksanaan pada kasus per-kasus, namun lebih ke arah hasil
pembelajaran (lesson learned) dari pengalaman penanganan berbagai kasus dugaan
malpraktik, baik dari sisi profesi maupun dari sisi hukum.
Suatu tuntutan hukum perdata, dalam hal ini sengketa antara pihak dokter dan rumah
sakit berhadapan dengan pasien dan keluarga atau kuasanya, dapat diselesaikan melalui dua
cara, yaitu cara litigasi (melalui proses peradilan) dan cara non litigasi (di luar proses
peradilan).
Apabila dipilih penyelesaian melalui proses pengadilan, maka penggugat akan
mengajukan gugatannya ke pengadilan negeri di wilayah kejadian, dapat dengan
menggunakan kuasa hukum (pengacara) ataupun tidak. Dalam proses pengadilan umumnya
ingin dicapai suatu putusan tentang kebenaran suatu gugatan berdasarkan bukti-bukti yang
sah (right-based) dan kemudian putusan tentang jumlah uang ganti rugi yang "layak"
dibayar oleh tergugat kepada penggugat. Dalam menentukan putusan benar-salahnya suatu
perbuatan hakim akan membandingkan perbuatan yang dilakukan dengan suatu norma
tertentu, standar, ataupun suatu kepatutan tertentu, sedangkan dalam memutus besarnya
ganti rugi hakim akan mempertimbangkan kedudukan sosial-ekonomi kedua pihak (pasal1370-1371 KUH Perdata).
Apabila dipilih proses di luar pengadilan (alternative dispute resolution), maka kedua
pihak berupaya untuk mencari kesepakatan tentang penyelesaian sengketa (mufakat).
Permufakatan tersebut dapat dicapai dengan pembicaraan kedua belah pihak secara
langsung (konsiliasi atau negosiasi), ataupun melalui fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi, atau
cara-cara kombinasi. Fasilitator dan mediator tidak membuat putusan, sedangkan arbitrator
dapat membuat putusan yang harus dipatuhi kedua pihak. Dalam proses mufakat ini
diupayakan mencari cara penyelesaian yang cenderung berdasarkan pemahaman
kepentingan kedua pihak (interest-based, win-win solution), dan bukan right-based. Hakim
pengadilan perdata umumnya menawarkan perdamaian sebelum dimulainya persidangan,
bahkan akhir-akhir ini hakim memfasilitasi dilakukannya mediasi oleh mediator tertentu.
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
11/32
Dalam hal tuntutan hukum tersebut diajukan melalui proses hukum pidana, maka pasien
cukup melaporkannya kepada penyidik dengan menunjukkan bukti-bukti permulaan atau
alasan-alasannya. Selanjutnya penyidiklah yang akan melakukan penyidikan dengan
melakukan tindakan-tindakan kepolisian, seperti pemeriksaan para saksi dan tersangka,
pemeriksaan dokumen (rekam medis di satu sisi dan bylaws, standar dan petunjuk di sisi
lainnya), serta pemeriksaan saksi ahli. Visum et repertum mungkin saja dibutuhkanpenyidik. Berkas hasil pemeriksaan penyidik disampaikan kepada jaksa penuntut umum
untuk dapat disusun tuntutannya. Dalam hal penyidik tidak menemukan bukti yang cukup
maka akan dipikirkan untuk diterbitkannya SP3 atau penghentian penyidikan.
Selain itu, kasus medikolegal dan kasus potensial menjadi kasus medikolegal, juga harus
diselesaikan dari sisi profesi dengan tujuan untuk dijadikan pelajaran guna mencegah
terjadinya pengulangan di masa mendatang, baik oleh pelaku yang sama ataupun oleh
pelaku lain. Dalam proses tersebut dapat dilakukan pemberian sanksi (profesi atau
administratif) untuk tujuan penjeraan, dapat pula tanpa pemberian sanksi - tetapi
memberlakukan koreksi atas faktor-faktor yang berkontribusi sebagai penyebab terjadinya
"kasus" tersebut. Penyelesaian secara profesi umumnya lebih bersifat audit klinis, dan dapat
dilakukan di tingkat institusi kesehatan setempat (misalnya berupa Rapat Komite Medis,konferensi kematian, presentasi kasus, audit klinis terstruktur, proses lanjutan dalam
incident report system, dll), atau di tingkat yang lebih tinggi (misalnya dalam sidang Dewan
Etik Perhimpunan Spesialis, MKEK, Makersi, MDTK, dll). Bila putusan MKEK
menyatakan pihak medis telah melaksanakan profesi sesuai dengan standar dan tidak
melakukan pelanggaran etik, maka putusan tersebut dapat digunakan oleh pihak medis
sebagai bahan pembelaan.
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
12/32
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
13/32
A.
MKEK :
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya.Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan
keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus
dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk
didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran
disiplin profesi kedokteran.
Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses
persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya
berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan
perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan
umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat
diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan salingberhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK
belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan
anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai
penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian
sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap
berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :
1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait
(pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang
dibutuhkan
2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan
pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek TenagaMedis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit,
hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan
dengan kasusnya.
Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat
pada hukum pidana ataupun perdata. Bars Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya,
membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa
lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan
pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak
perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis
persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal). Sedangkan bukti berupa dokumen
umumnya disahkan dengan tandatangan dan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti
keterangan diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit).
Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-
bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of
proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga
tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond
reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance
of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat
kepastian pada perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan.
Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang
dibutuhkan.
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK
IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin
profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia
digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct,unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect.
Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
14/32
umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat
dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik.Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat
dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan
keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan
penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan
MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan
kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima
keterangan telah menjalankan putusan.
B.MDKI :
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari
Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen, serta
bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara
Republik Indonesia.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil
Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.PimpinanMajelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang wakil
ketua, dan seorang sekretaris. Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
terdiri atas 3 (tiga) orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan
seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri
atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan
dokter gigi yang diajukan
2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter
gigi.
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan
dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran,
dan sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah, Permenkes, Peraturan KKI, Pedoman
Organisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain. Pelanggaran disiplin pada hakikatnya
dibagi menjadi:
1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan sekurang-kurangnya harus
memuat:
1. identitas pengadu;
2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan
3. alasan pengaduan. Pengaduan sebagaimana dimaksud diatas, tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikankeputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Apabila
dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
15/32
Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Keputusan Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi
disiplin dapat berupa:
1. pemberian peringatan tertulis;
2. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
3. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran ataukedokteran gigi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara
pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice,harus
dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya
yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja,
ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan
kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus
dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin
berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua
cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
1.
Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan
haruslah bertindak berdasarkan
(1) Adanya indikasi medis
(2) Bertindak secara hati-hati dan teliti(3) Bekerja sesuai standar profesi
(4) Sudah ada informed consent.
2. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa
yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard
profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
3.
Direct Causation (penyebab langsung)
4.
Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung)
antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada
peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.
Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahandibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi
kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory
negligence.
gugatan pasien .
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
16/32
Tuduhan akan adanya Malapraktik sebenarnya bukan hanya ditujukan pada mereka
yang berprofesi sebagai Tenaga Kesehatan yang salah satunya adalah Dokter, akan tetapi
tuduhan Malapraktik dapat dituduhkan kepada semua kelompok Profesionalis, yaitu apakah
mereka itu kelompok Wartawan, Advokat, Paranormal dan kelompok lainnya. Pengertian
Malapraktik selama ini banyak diambil dari kalangan mereka yang berprofesi sebagai tenaga
kesehatan, terutama Dokter.
Sedang batasan pengertian umum tentang Malpraktik di kalangan tenaga kesehatan
adalah ; Seseorang tenaga kesehatan dalam memberikan tanggungjawab profesinya kepada
pasien dilakukan di luar prosedure dan stardard profesi pada umumnya yang berakibat cacat
dan matinya sang pasien. Namun rumusan akan standard profesi yang bersifat baku, khususnya
bagi tenaga kesehatan (Dokter) secara tegas belum ada dirumuskan di dalam undang-undang.
Pembelaan Dapat Dilakukan Seorang Dokter Jika Diisukan Melakukan Penelantaran.
Meskipun seorang pasien mengajukan kasus prima facie bahwa dokter telah melakukan
penelantaran, bahkan mengajukan bukti bahwa dokter tersebut tidak memberikan kenyamanan
pelayanan kesehatan sesuai standar media yang diharapkan oleh pasien pada waktu tertentu
atau berdasarkan kepercayaan pada doktrin res ipsa loquitur (Bukti bukti berbicara untuk
dirinya sendiri), hukum membolehkan seorang dokter untuk membela dirinya, selain
penyangkalan tindakan penelantaran. Pembelaan yang dapat dilakukan, antara lain :
1. Perkiraan resiko tindakan pada pasien
2. Keikutsertaan terjadinya penelantaran oleh pasien sendiri
3. Bahwa penelantaran tersebut bukan untuk melindungi dokter tersebut melainkan
orang lain, misal perawat.
Tenaga kesehatan dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata Jo. pasal 55
UU No.23 tahun 1992 dan dapat dituntut pidana berdasarkan pasal 359, 360 dan 361 KUHP,
pasal 80, 81, 82 dari UU No.23 tahun 1992 dan ketentuan pidana lainnya. Di samping hak-hak
pasien, disini perlu juga kita kemukakan sedikit tentang hak-hak tenaga kesehatan khususnya
para dokter. Adapun mengenai hak-hak dokter dapat dikemukakan sbb : Hak untuk berkerja
menurut standard profesi medis, hak menolak untuk melaksanakan tindakan medis yang tidakdapat ia pertanggungjawabkan secara profesional, hak untuk menolak yang menurut suara
hatinya tidak baik, hak mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia menilai kerjasamanya dengan
pasien tidak ada gunanya lagi, hak atas privacy dokter, hak atas ikhtikat baik dari pasien dalam
pelaksanaan kontrak terapeutik (penyembuhan), hak atas balas jasa, hak untuk membela diri dan
hak memilih pasien namun hak ini tidak mutlak sifatnya. Jadi disini dapat ditarik kesimpulan
bahwa Malapraktik erat hubungannya dengan pelanggaran terhadap standard profesi medik,
pelanggaran prosedure tindakan medik, dan bagi pelanggarnya tentu dapat digugat, dituntut
pidana dan diberi sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktik.
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:
- Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi
kedokteran
- Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis)- Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati
- Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka
ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian kerena
kelalaian, maka penggugatan harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:
- Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
- Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan
- Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
- Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar
Ungkapan malpraktik medis secara langsung pada kasus klinis dengan outcome
yang tidak diinginkan adalah tidak tepat atau tidak adil (tidak fair). Istilah yang sebenarnya
netral sebelum ada pembuktian adalah adverse clinical incident, adverse event, atau medical
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
17/32
accident, yang umumnya digunakan dalam perpustakaan Inggris (dalam kepustakaan Amerika
lebih sering digunakan kata-kata medical error sejak dini, yang juga tidak netral). Adverse
clinical incident atau medical accident menggambarkan peristiwa atau kejadian klinis yang cocok
atau yang berlawanan dengan harapan, tanpa menetapkan dulu apa penyebab kejadian yang
tidak diinginkan itu dan siapa yang bersalah. Ini sesuai dengan asas hukum praduga tak bersalah,
Sampai kesalahan benar-benar terbukti.
Menurut Guwandi malpraktik adalah (Guwandi, J. 1994, 18):
a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi;
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence).
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan
melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana,
malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau
kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata
dari dokter atau dokter gigi. Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum
pidana meliputi unsur :
1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan
3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
1) Adanya unsur kelalaian (culpa).
2) Adanya wujud perbuatan tertentu .
3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.
2. Memahami dan Mempelajari Inform Concent2.1. Definisi dan Tujuan
Menurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, PTM berarti persetujuanyang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Dari pengertian di atas PTMadalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan,
pengobatan atau tindakan medik apapun yang akan dilakukan.
Tujuan dari informed consentadalah agar pasien mendapat informasi yang
cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan.
Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk
menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telahmenerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan
yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat
menyebabkan guncangan psikis pada pasien. Secara keseluruhan, tujuannya adalah:
a. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan medik tidak
diketahui/disadari pasien/keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan ataupun
yang merugikan/membahayakan diri pasien.
b. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga
serta dianggap meragukan pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil,
tak terduga malah merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai
dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa risk of treatment ataupun errorjudgement.
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
18/32
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik
yang kuat. Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus
mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.
Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent
menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang
diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
2.2. Klasifikasi
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien)
kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung
resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989
Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan
medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang
perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed
consent)
Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif
dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien
Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan
disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai
tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
2.3. Bentuk Informed Consent
1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh
masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya
pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.
2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)
Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan
tindakan segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan
keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas,
henti nafas, henti jantung.
3.
Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)
Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan
dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnyapemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun
pengobatan/tindakan invasive.
2.4. Menjelaskan Isi Inform Consent
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik
dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada
pasien / keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.
Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
19/32
dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau
keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari
terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harusdiberikan oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan
ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus
dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak
bila timbul perselisihan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus
menjelaskan beberapa hal, yaitu:
1)
Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan /
pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.
2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.
3)
Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
4)
Alternative metode perawatan / pengobatan.5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan
persetujuan.
6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu
percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan
dilakukan Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas),
mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis
tersebut (Achadiat, 2007).
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1.Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter
yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1
Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan (Ayat 2).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus
segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
20/32
Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no
290/Menkes/Per/III/2008.
2.5. Ketentuan Informed Concent
Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik
No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya :
1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan
prosedur (SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.
2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3. Informed Consent dianggap benar :
a.
Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan
medis yang dinyatakan secara spesifik.b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan
(valuentery)
c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi
hukum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang
diperlukan
4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :
a.
Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada
dilakukan (purhate of medical procedure)
b.
Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleatedmedical procedure)
c. Tentang risiko
d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko risikonya(alternative medical procedure and risk)
f.
Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
g. Diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
o Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab
o Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter
yang bersangkutan
6.
Cara menyampaikan informasi
o Lisan
o Tulisan
7. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b.
Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Saudara saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan
hak : Ayah/ibu adopsi
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
21/32
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Wali yang sah
Saudara-saudara kandunge.
Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :
Wali
Kurator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik
ditetapkan pimpinan RS.
10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh
keluarga pasien.
13. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
o Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak
sebagai salah satu saksi
o Materai tidak diperlukan
o Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien
o
Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukano Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah
diberikan informasi
o Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan
kanannya
Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada
rekam medisnya.
3. Memahami dan Mempelajari Rekam Medis
3.1. Definisi
Rekam Medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan
dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani
pengobatan. (Edna K Huffman)
Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas
pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima
pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. (Permenkes No.
749a/Menkes!Per/XII/1989)
Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat
penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
22/32
oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien. (Gemala Hatta)
Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama
perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan. (Waters dan Murphy)
Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien. (IkatanDokter Indonesia).
3.2. Tujuan Rekam Medis
Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan . Tanpa didukung suatu sistem
pengelola rekam medis yang baik dan benar, maka tertib administrasi tidak akan
berhasil.
3.3. Jenis Rekam MedisDi rumah sakit didapat dua jenis Rekam Medis, yaitu :
o Rekam Medis untuk pasien rawat jalan
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, rekam medis mempunyai
informasi pasien antara lain:
Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)
Riwayat penyakit (anamnesa) tentang :
Keluhan utama Riwayat sekarang Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat keluarga tentang penyakit yang pernah diturunkan Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,scanning, MRI dll
Diagnosa dan atau diagnosis banding
Instruksi diagnosis dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang.
o Rekam Medis untuk pasien rawat inap
Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam
rawat jalan, dengan tambahan :
Persetujuan tindakan medic
Catatan konsultasi
Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi pengobatan
3.4. Isi Rekam Medis
Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data
tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat
dibagi dalam dua kelompok data yaitu:
1. Data medis atau data klinis : Yang termasuk data medis adalah segala data tentang
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan
dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakandata yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
23/32
ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan
peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.
2.
Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala data lain
yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial
ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi
menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).
A. Penyelenggaraan :
Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes
tersebut diatur sebagai berikut:
Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien
menerima pelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat
masih original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.
Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan
petugas pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim
pertanggung-jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5)
Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas
Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan.
Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu
merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-
kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien
berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit
Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta
penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut.
B. Manfaat :
Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis
memiliki 5 ,manfaat yaitu:
1.
Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4.
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 5 manfaat,
yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:1. Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif
pelayanan kesehatan.
2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya
pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian
dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan.
5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran
dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan
lainnya.
C. Penyimpanan:
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
24/32
Rekam Medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter
gigi dan pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling
sedikit 25 tahun.
TATA CARA PEMUSNAHANa) Pembentukan Tim Pemusnah dari unsur Rekam Medis dan Tata Usaha dengan SK
Direktur RS
b) Tim pembuat pertelaan
c) Pelaksanaan pemusnahan :
Dibakar : menggunakan incinerator, dibakar biasa, dicacah, dibuat bubur. Pihak ke III
disaksikan Tim Pemusnah
d) Tim Pemusnah membuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani Ketua dan
Sekretaris dan diketahui Direktur Rumah Sakit
e) Berita Acara Pemusnahan RM, yang asli disimpan di Rumah Sakit, lembar ke 2
dikirim kepada pemilik RS (RS, Vertikal kepada Dirjen. Pelayanan Medik)
f)
Khusus untuk arsip Rekam Medis yang sudah rusak/tidak terbaca dapat langsung
dimusnahkan dengan terlebih dahulu membuat pernyataan diatas kertas segel oleh
Direktur Rumah Sakit.
Untuk Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam
medis maka harus memenuhi aturan sebagai berikut:
Rekam medis pasien rawat inap wajib disimpan sekurang-kuangnya 5 tahun sejak
pasien berobat terakhir atau pulang dari berobat di rumah sakit.
Setelah 5 tahun rekam medis dapat dimusnahkan kecuali ringakasan pulang dan
persetujuan tindakan medik.
Ringakasan pulang dan persetujuan tindakan medik wajib disimpan dalam jangkawaktu 10 sejak ringkasan dan persetujuan medik dibuat
Rekam medis dan ringkasan pulang disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Untuk Pelayanan Kesehatan non rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam
medis harus memenuhi aturan sebagai berikut:
Rekam medis pasien wajib disimpan sekurang-kuangnya 2 tahun sejak pasien berobat
terakhir atau pulang dari berobat. Setelah 2 tahun maka rekam medis dapat
dimusnahkan.
Kerahasiaan isi rekam medis yang berupa identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter
gigi, petugas kesehatan lain, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanankesehatan. Untuk keperluan tertentu rekam medis tersebut dapat dibuka dengan
ketentuan:
Untuk kepentingan kesehatan pasien.
Atas perintah pengadilan untuk penegakan hukum.
Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri.
Permintaan lembaga /institusi berdasarkan undang-undang.
Untuk kepentingan penelitian, audit, pendidikan dengan syarat tidak menyebutkan
identitas pasien.
Kepemilikan & Tanggung Jawab terhadap Rekam Mediso Pasien berhak mendapatkan copy rekam medis
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
25/32
o Dijaga kerahasiaannya, bahkan sampai pasien meninggal dunia. Jika pasien meninggal
dunia, maka keluarga tidak berhak untuk meminta rekam medis
o Untuk kepentingan penelitian, dapat diberikan, namun tanpa identitas
o Apabila sudah menjadi perkara baru dapat diberikan kepada penegak hokum
o Dasar dari pengaduan dan gugatan pasien hanya melalui rekam medis
o
Pasien atau pengacara pasien sulit membaca rekam medis, harus dibaca oleh doktero Belum tentu dokter lain juga dapat membaca rekam medis dari dokter
o Dokter menggunakan Rekam medis untuk pembuktian kasus yang menimpa dirinya?
(rahasia pasien?)
o Rekam medis lengkap dan tidak lengkap ukurannya adalah apabila semua yang
ditentukan telah dilakukan.
o Berkas rekam medis hilang, maka yang bertanggungjawab adalah petugas yang
menjaga arsip rekam medis, sanksinya cukup berat, dapat dikatagorikan menghilangkan
barang bukti
o Penghapusan rekam medis, dapat dikategorikan sebagai pemalsuan, jadi kalau salah
tulis hanya dapat dibetulkan pada saat itu, dengan cara mencoret yang salah dan
dibubuhkan paraf. Sekali ditulis tidak dapat diperbaiki kemudiano Pemeriksaan penunjang, selalu diberikan kepada pasien, karena adanya pendapat itu
milik pasien
o Apabila dilakukan harus ditulis hasilnya diberikan kepada pasien. Masalah timbul
apabila pasien menghilangkan hasil pemeriksaan tersebut.
Berkas Rekam Medis di Pengadilan
o Rekam medis bukan akta otentik
o Pembuktian di pengadilan, masih memerlukan interpretasi
o Jadi rekam medis dapat digunakan untuk pembuktian, namun masih tetap saja dapat
diperdebatkan
o Berguna untuk dokter, sedikit gunanya untuk pasien
Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu hubungan
kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan
pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia
pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut
seara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter
serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat
dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban
tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk
menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.
Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis
(secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No.749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan
kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung
sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan
kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses
pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis
merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau
petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali
pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya.
Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada
tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika
institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
26/32
Masa simpan rekam medis disarana rumah sakit adalah selama 5 (lima) tahun terhitung
sejak tanggal terakhir pasien mendapat perawatan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan
tindakan selama 10 (sepluh) tahun.
Sedangkan masa simpan disarana kesehatan selain rumah sakit adalah 2 (dua) tahun.
Setelah batas waktu tersebut, maka rekam medis dapat dimusnahkan dengan mengikuti
aturan yang telah ditentukan untuk pemusnahan dokumen.
Kerahasiaan Rekam Medis
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga
kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal:
Untuk kepentingan kesehatan pasien
Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan;
Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan
Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidakmenyebutkan identitas pasien.
Permintaan rekam medis untuk tujuan tersebut diatas harus dilakukan secara tertulis kepada
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
SanksiSanksi Hukum
Setiap tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia tentangpenyakit pasien beserta data-data medisnya dapat dijatuhi sanksi pidana, sanksi perdata
maupun sanksi administratif, apabila dengan sengaja membocorkan rahasia tersebut
tanpa alasan yang sah, sehingga pasien menderita kerugian akibat tindakan tersebut.
Akibat yang mungkin timbul karena pembocoran rahasia ini, misalnya :
Tidak jadi menerima santunan asuransi karena pihak asuransi membatalkan
keputusannya setelah mendapat informasi tentang penyakit yang diderita oleh calon
kliennya.
Tidak jadi menikah, karena salah satu pihak mendapat informasi mengenai penyakityang diidap oleh calon pasangannya.
Terjadi perceraian, karena salah satu pihak mengetahui penyakit yang diidap oleh
pasangannya.
Seorang pemimpin kalah dalam percaturan politik karena lawan politiknya mendapat
informasi mengenai penyakit yang diidapnya.
Merugikan negara, apabila informasi yang dibocorkan itu merupakan rahasia negara.
Sanksi Pidana
Pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa :
1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan atau
pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan untuk
menyimpannya, dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
27/32
2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatn itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
Catatan
Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya maupun rahasia
jabatan (dan atau rahasia jabatan).
Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya dan atau rahasiajabatan, baik yang sekarang maupun yang telah lalu, karena dia pindah pekerjaan atau
telah pensiun.
Ayat (2) menunjukkan bahwa delik ini adalah delik aduan, dimana perkara itu tidak
dapat diusut tanpa pengaduan dari orang yang dirugikan. Pengaduan itu dapat dicabut
kembali, selama belum diajukan ke sidang pengadilan. Namun demikian, pada pasal 4
Penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1966 disebutkan bahwa : Demi kepentingan umum
Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran rahasia kedokteran,
meskipun tidak ada suatu pengaduan.
Pasal 112 KUHP menyebutkan bahwa : Barang siapa dengan sengaja mengumumkanatau mengabarkan atau menyampaikan surat, kabar dan keterangan tentang suatu hal
kepada negara asing, sedang diketahuinya bahwa surat, kabar atau keterangan itu harus
dirahasiakan demi kepentingan negara, maka ia dihukum dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Sanksi Perdata
Apabila pembocoran rahasia tentang penyakit pasien termasuk data-data medisnya,
mengakibatkan kerugian terhadap pasien, keluarganya maupun orang lain yang
berkaitan dengan hal tersebut, maka orang yang membocorkan rahasia itu dapat digugat
secara perdata untuk mengganti kerugian. Hal ini diatur dalam Undang-Undang
Tentang Kesehatan maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil atau Perdata
(KUHS). Pasal 55 Undang-Undang Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa :1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 1365 KUHS menyebutkan bahwa : Setiap perbuatan melanggar hukum yangmengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Pasal 1366 KUHS menyebutkan bahwa : Setiap orang bertanggung jawab tidak sajaatas kerugian karena perbuatannya, tetapi atas kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hati.
Pasal 1367 KUHS menyebutkan bahwa : Seseorang tidak saja bertanggung jawabuntuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan sendiri, tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya
atau disebabkan oleh barang-barang yang dibawah kekuasaannya.Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-
anak belum dewasa yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan
kekuasaan orang tua atau wali. Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-
orang lain yang mewakili urusan-urusan mereka mereka adalah bertanggung jawab
tentang kerugian yang ditimbulkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan
mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang dipakainya. Guru-guru
sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang
ditimbulkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang iniberada dibawah pengawasan mereka. Tanggung jawab yang disebutkan diatas berakhir,
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
28/32
jika orang tua-orang tua, wali-wali, guru-guru sekolah dan tukang itu membuktikan
bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya
bertanggung jawab.
SANKSI PIDANA UNTUK PEMBOCORAN RAHASIA REKAM MEDIS BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA KESEHATAN
.
Pasal 35 huruf d. Tentang Ketentuan Pidana yang diatur dalam PP Nomor 32 tahun
1966 Tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan : Tidak melaksanakan kewajibansebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 10 dipidana denda paling banyak
Rp.10.000.000.00,- (sepuluh juta rupiah). Sedangkan bunyi pasal 22 ayat (1) yangdimaksud adalah : Bagi setiap tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakantugas profesinya berkewajiban untuk:
a.
Menghormati hak pasien;
b.
Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis.
Sanksi Administratif
Sanksi administratif untuk tenaga kesehatan sehubungan dengan peraturan tentang
rekam medis diatur dalam pasal 20 PERMENKES Tentang Rekam Medis yang berbunyi :
Pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi
administratif mulai dari teguran sampai pencabutan ijin.
4. Memahami dan Mempelajari Malpraktek dalam Pandangan Islam
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggungjawab secara profesi
bisa digolongkan sebagai berikut:
1. Tidak punya keahlian (jahil).Yang dimaksudkan disini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan
tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang
kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya.
Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat
membuka praktek disinggung oleh Nabi -shallallah 'alaihi wasallam- dalam sabda
beliau:
"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui
memiliki keahlian, maka ia bertanggungjawab.
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak
orang, sehingga paru ulama sepakat bahwa pelakunya ( mutathabbib) harus
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
29/32
bertanggungjawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi
pelajaran bagi orang lain.
2. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah ( mukhalafatul ushul al-'i lmiyyah).
Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yangtelah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan
harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-
prinsip ini dan tidak menyalahinya.Imam asy-Syafi'i misalnya- mengatakan: "Jikamenyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan
piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah
melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut
para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggungjawab. Sebaliknya jika ia
tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggungjawab." Bahkan hal ini adalah
kesepakatan para ulama semuanya, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim
Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi
pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk
permasalahan yang pelik.
3. Ketidaksengajaan ( khatha').
Ketidaksengajaan adalah sesuatu yang orang tidak punya maksud di dalamnya.
Misalnya tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang
terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus
bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telahdigariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasukjinayat khatha'(tidak
sengaja).
4. Sengaja menimbulkan bahaya ( I'tida').
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk
malpraktek yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau
paramedis yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur
mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit
dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya
dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga mengetahuikesengajaan ini melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek
yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan
pasien atau keluarganya.
PEMBUKTIAN MALPRAKTEK
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula,
tuduhan malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada
pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan
kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter danparamedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka,
5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
30/32
sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya jika tidak
ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi,
dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka.
Seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut:
1. Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri,
dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri,
biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.
2. Kesaksian ( syahadah).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria
yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti
rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalamhal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan
persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan
kepantasan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan ada
tidaknya tuhmah(kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya ).[8]
3. Catatan medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat
agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi
bukti yang sah.
BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEK
Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang
dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Qishash.
Qishashditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja
menimbulkan bahaya (I'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota
tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang
dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash,Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area
bedah) dengan sengaja."[9]
2. Dhaman(tanggung jawab materiil berupa ganti rugi atau diyat).
Bentuk tanggungjawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn8http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn8http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn8http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn85/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
31/32
c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan
tidak disengaja.
d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat
ijin dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
3. Ta'zirberupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zir berlaku untuk
dua bentuk malpraktek:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip
ilmiah.http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=
126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63 - _ftn10
PIHAK YANG BERTANGGUNGJAWAB
Tanggung jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan
kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek
secara tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan
pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter
bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah
adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut
menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.
Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang
bertanggungjawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggungjawabbersamanya. Karenanya rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggungjawab jika
terbukti teledor dalam tanggung jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung
menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya dalam keadaan mengetahui
mempekerjakan dokter yang tidak ahli.
http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn105/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek
32/32