71
Skenario I Mr. Bawor’s Family A 50 years old man called Mr. Bawor came to the hospital complaining of red pustule emerging on the skin of his hand, stomach, inguinal, genetalia, and buttock. As time goes by the amount of pustule has doubled the initial amount and he also feels very itchy especially at night since 3 month ago. Mr. Bawor has just came out of jail 2 month ago. Mr. Bawor never seek any medical help. His wife, 45 years old and his son 15 years old also have the same complaint as him since 1 month ago 1

Part 1 sek 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mkko

Citation preview

Page 1: Part 1 sek 1

Skenario I

Mr. Bawor’s Family

A 50 years old man called Mr. Bawor came to the hospital complaining of

red pustule emerging on the skin of his hand, stomach, inguinal, genetalia, and

buttock. As time goes by the amount of pustule has doubled the initial amount and

he also feels very itchy especially at night since 3 month ago. Mr. Bawor has just

came out of jail 2 month ago. Mr. Bawor never seek any medical help. His wife,

45 years old and his son 15 years old also have the same complaint as him since 1

month ago

1

Page 2: Part 1 sek 1

I. Klarifikasi Istilah

1. Pustula

Lesi menonjol berbatas tegas mengandung eksudat seperti leukosit, debris

seluler, bakteri. (Dorland, 2011)

2. Gatal

Sebuah sensasi tidak nyaman pada kulit yang terasa seolah-olah ada

sesuatu yang merayap di kulit, dan membuat orang ingin menggaruk

daerah yang terkena. (Ramali, 2005)

II. Identifikasi Masalah

1. Tn. Bawor 50 tahun mengeluh muncul bintik-bintik merah pada kulit di

sekitar tangan, perut, inguinal, genetal, dan pantat.

2. Bintik merah tersebut jumlahnya meningkat dua kali lipat dan lebih terasa

gatal pada malam hari sejak 3 bulan yang lalu

3. Keluhan tersebut belum ditangani dengan tindakan medis

4. Tn. Bawor telah keluar dari penjara sejak 2 bulan yang lalu

5. Istri dan anaknya juga mengalami keluhan yang sama sejak 1 bulan lalu

III. Analisis Masalah

1. Bagaimana Anatomi, Fisiologi, dan Histologi dari organ yang terkait?

1.1 Anatomi

a. Vaskularisasi Kulit

Pembuluh darah kulit terdiri 2 anyaman pembuluh darah nadi

yaitu:

- Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar.

Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum

retikularis, dari anyaman ini berjalan arteriole pada tiap –

tiap papila kori.

- Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam.

2

Page 3: Part 1 sek 1

Anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis, anyaman

ini memberikan cabang – cabang pembuluh nadi ke alat –

alat tambahan yang terdapat di korium.

Dalam hal ini percabangan juga juga membentuk

anyaman pembuluh nadi yang terdapat pada lapisan

subkutis. Cabang - cabang ini kemudian akan menjadi

pembuluh darah baik balik/vena yang juga akan

membentuk anyaman, yaitu anyaman pembuluh darah balik

yang ke dalam.

Peredaran darah dalam kulit adalah penting sekali

oleh karena di perkirakan 1/5 dari darah yang beredar

melalui kulit. Disamping itu pembuluh darah pada kulit

sangat cepat menyempit/melebar oleh pengaruh atau

rangsangan panas, dingin, tekanan sakit, nyeri, dan emosi,

penyempitan dan pelebaran ini terjadi secra refleks.

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk

pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis

dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang

kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla

dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan

satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh

darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran

epidermis. Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu

pleksus superfisialis dan pleksus profunda. (Djuanda, 2008)

b. Invervasi kulit

Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang – cabang saraf

apinal dan permukaan yang terdiri dari saraf – saraf motorik

dan saraf sensorik. Ujung saraf motorik berguna untuk

menggerakkan sel – sel otot yang terdapat pada kulit,

sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima rangsangan

yang terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit ujung – ujung saraf

sensorik ini membentuk bermacam – macam kegiatan untuk

3

Page 4: Part 1 sek 1

menerima rangsangan. Ujung – ujung saraf yang bebas untuk

menerima rangsangan sakit/nyeri banyak terdapat di epidermis,

disini ujung – ujung sarafnya mempunyai bentuk yang khas

yang sudah merupakan suatu organ.

1.2 Fisiologi

Fungsi kulit

a. Fungsi proteksi

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai

cara, sebagai berikut:

1. Keratin, melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan),

panas, dan zat kimia. Keratin merupakan struktur kulit

yang keras, kaku, dan tersusun rapid an erat seperti batu

bata di permukaan kulit.

2. Lipid, yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari

permukaan kulit dan dehidrasi, selain itu juga mencegah

masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.

3. Sebum, yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah

kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat

bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di

permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan

ekskresi keringat, akan menghasilkan mantel asam

dengan kadar pH 5-6,5 yang mampu menghambat

pertumbuhan mikroba.

4. Pigmen melanin, melindungi dari efek sinar UV yang

berbahaya. Pada stratum basal sel melanosit melepaskan

pigmen melanin ke sel-sel disekitarnya. Pigmen ini

bertugas untuk melindungi materi genetik dari sinar

matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan

dengan baik.

4

Page 5: Part 1 sek 1

b. Fungsi absorpsi

Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap

material latur-lipid seperti vitamin A, D, E dan K, dan obat-

obatan tertentu, oksigen dan karbondioksida. Kemampuan

absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,

kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan

dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara

saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel

epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.

c. Fungsi eksresi

Kulit berfungsi dalam eksresi dengan perantaraan

dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan

kelenjar sudorifera.

d. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di

dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas

diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan

subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan

Krause di dermis, badan taktil Meissner terletak di papilla

dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan

Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan

terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di

epidermis.

e. Fungsi termoregulasi

Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh

melalui dua cara, yaitu dengan menyesuaikan aliran darah

di pembuluh kapiler dan dengan pengeluaran keringat. Pada

saat suhu tubuh tinggi, maka pembuluh darah akan

vasodilatasi dan tubuh akan mengeluarkan keringat dalam

jumlah yang banyak, begitu sebaliknya.

5

Page 6: Part 1 sek 1

f. Fungsi sintesis vitamin D

Dengan mengaktivasi precursor 7 dihidroksi

kolesterol dengan bantuan sinar UV. Prekursor ini

dimodifikasi oleh enzim hati dan di ginjal yang nantinya

akan menghasilkan calcitriol yang merupakan bentuk aktif

dari vitamin D. Calcitriol ini merupakan hormon yang

berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus

gastrointestinal ke dalam pembuluh darah. (Sherwood,

2011)

Sistem Keratinisasi

1. Mitosis Stratum basalis

2. Diferensiasi Stratum spinosum

3. Apoptosis Stratum Lucidum

4. Eksfoliasi Stratum Korneum

Sistem Pigmentasi

Faktor:

1. Pigmen melanin dan karotin

Perlindungan dengan barasi radikal bebas yang

mempengaruhi warna kulit, bukan jumlah melanositnya

melainkan:

a. Kecepatan sintesa melanin

Yang dipengaruhi oleh:

- Paparan UV

- Hormon MSH, Esterogen, ACTH

- Post-Inflamasi

b. Kecepatan akumulasi

c. Kecepatan degradasi

Sistem Penuaan

1. Penuaan Intrinsik

Dipengaruhi oleh:

- Waktu/umur

- Genetik

6

Page 7: Part 1 sek 1

- Kerusakan endogen oleh ROS (Reactive Oxygen

Species)

2. Penuaan Ekstrinsik

Dipengaruhi oleh:

- Sinar UV

- Kurang gizi

- Radiasi Ion (Djuanda, 2007)

1.3 Histologi

a. Epidermis

Lapisan ini bergenerasi dan berespon terhadap rangsangan

luar atau dalam tubuh. Tebalnya antara 0,4-1,5 mm. Penyusun

terbesarnya adalah keratinosit, antara keratinosit ada sel

langerhanz dan melanosit. Keratinosit berada pula pada lapisan

stratum basalis, stratum spinosum, dan stratum granulosum.

1. Stratum basalis

Keratinositnya bentuk thorax, ada bagian yang

bernama hemidesmosom, jika ada kelainan kulit tidak bisa

menahan trauma mekanik. Ada 3 subpopulasi karatiosit di

stratum basalis yaitu sel punca, transient amplifying cell,

dan sel pascamitosis. Awalnya sel punda akan lambat

membelah diri, akan aktif membelah jika ada kerusakan

luas di epidermis.

2. Stratum spinosum

Keratinositnya bentuk polygonal.

3. Stratum granulosum

Keratinositnya mengandung keratohyaline granules.

4. Stratum korneum (Minulwih, 2015)

Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia

dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit

tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm

7

Page 8: Part 1 sek 1

untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki

rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas

lapisan:

- Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui

proses melanogenesis.

- Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag

turunan sumsum tulang, yang merangsang sel Limfosit T,

mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen

kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans

berperan penting dalam imunologi kulit.

- Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai

mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan

sistem neuroendokrin difus. (Wolff K, 2008)

b. Dermis

Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki

ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan

mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis

terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu

stratum papilare dan stratum reticular

1. Pars papilare

Bagian dari lapisan dermis yang tipis dan menonjol

ke epidermis. Pada pars papilare ini berisi ujung serabut

saraf dan pembuluh darah.

2. Pars retikulare

Bagian dari lapisan dermis yang tebal dan menonjol

ke arah subkutan. Pada pars retikulare ini berisi serabut

kolagen, elastin dan retikulin (Djuanda, 2003).

Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung

beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar

keringat, dan kelenjar sebacea.

- Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang

berasal dari invaginasi epitel epidermis, yaitu folikel

8

Page 9: Part 1 sek 1

rambut. Pada folikel ini terdapat pelebaran terminal yang

berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis. Papila

dermis tersebut mengandung kapiler dan ditutupi oleh sel-

sel yang akan membentuk korteks rambut, kutikula

rambut, dan sarung akar rambut.

- Kelenjar keringat, yang terdiri atas kelenjar keringat

merokrin dan kelenjar keringat apokrin

a. Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular

sipleks bergelung dengan saluran bermuara di

permukaan kulit. Salurannya tidak bercabang dan

memiliki diameter lebih kecil dari bagian sekresinya

0,4 mm. Terdapat dua macam sel mioepitel yang

mengelilingi bagian sekresinya, yaitu sel gelap yang

mengandung granula sekretoris dan sel terang yang

tidak mengandung granula sekretoris.

b. Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih

besar (3-5 mm) dari kelenjar keringat merokrin.

Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan

hipodermis, dan duktusnya bermuara ke dalam folikel

rambut. Terdapat di daerah ketiak dan anus.

c. Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin,

terbenam di bagian dermis dengan jumlah bervariasi

mulai dari seratus hingga sembilan ratus per

centimeter persegi. Sekret dari kelenjar sebacea

adalah sebum, yang tersusun atas campuran lipid

meliputi trigliserida, lilin, squalene, dan kolesterol

beserta esternya. (Wolff K, 2008)

c. Subkutis/Hipodermis

Pada lapisan subkutis berisi jaringan lemak, pembuluh

darah, limfe dan serabut saraf. Lapisan ini mempunyai fungsi

sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ

tubuh bagian dalam (Djuanda, 2003).

9

Page 10: Part 1 sek 1

2. Mengapa muncul bintik-bintik merah pada kulit di sekitar tangan, perut,

inguinal, genetal, dan pantat?

Bintil merah atau yang sering disebut pustule muncul akibat

adanya penumpukan eksudat purulent yang teridri dari pus, leukosit dan

debris. Kumpulan eksudat ini dimungkinkan terbentuk akibat adanya

infeksi oleh bakteri/ virus/ jamur/ parasit. Untuk dapat mencari tahu

etiologi pastinya, dapat dilihat dari gejala yang dirasakan pasien.

a. Infeksi Virus

Contoh penyakit: Herpes

Biasanya disertai dengan gejala sistemik karena penyebaran infeksi

dilakukan melalui pembuluh darah dan saluran getah bening

b. Infeksi Bakteri

Contoh penyakit: Selulitis, dan Impetigo

Biasanya disertai dengan gejala sistemik karena penyebaran infeksi

dilakukan melalui pembuluh darah dan saluran getah bening

c. Infeksi Jamur

Contoh penakit: Mikosis superficialis, Pitrosporum folikulitis

Biasanya kelainan kulit terjadi disuperficial dan tidak berbentuk

pustule

d. Infeksi Parasit

Contoh penyakit: Pediculosis, Scabies

Biasanya kelainan terjadi karena tungau dan membentuk pustule

Berdasarkan ciri khas yang ditimbulkan masing-masing

mikroorganisme, dapat disimpulkan hipotesa kasus ini etiologinya

disebabkan karena tungau (parasite). (Djuanda, 2007)

Bintil merah muncul dari lapisan epidermis, terutama pada stratum

korneum. Sebagai akibat adanya infestasi Sarcoptes scabiei akan dibuat

terowongan untuk meletakkan telur, hal tersebut dapat menimbulkan

akantolisis yaitu hilangnya daya kohesi antar sel-sel epidermis yang

nantinya akan timbul vesikel di epidermis (Djuanda, 2003).

10

Page 11: Part 1 sek 1

Sarcoptes scabiei yang awalnya berbentuk larva, telur akan dapat

berperan sebagai antigen, selanjutnya akan mensensitisasi sel T sehingga

sel T yang sudah tersensitisasi akan menegluarkan limfosit dan timbul

tanda inflamasi.

Kelainan kulit berupa munculnya pustule dapat di sebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain :

1. Lingkungan yang padat penduduk

2. Lingkungan yang kumuh

3. Lingkungan dengan tingkat kebersihan yang kurang. (Minulwih,

2015)

3. Mengapa bintik merah tersebut makin bertambah?

Berdasarkan anamnesis, Tn. Bawor sudah mengalami penyakit

skabies sejak 3 bulan yang lalu, selama 3 bulan tersebut tungau betina

terus menerus bertelur, dalam 1 bulan saja tungau betina mampu

menghasilkan 40-50 sehingga jumlah tungau pun bertambah banyak.

Banyaknya jumlah tungau inilah yang mengakibat bintil kemerahan

semakin banyak pula akibat reaksi hipersensitivitas dari sekret yang

dihasilkan tungau.

Tempat predileksi penyakit skabies ini biasanya tempat dengan

startum korneum yang tipis seperti sela jari tangan, pergelangan tangan,

ketiak bagian depan, areola mame (wanita), genitalia eksterna (pria).

(Djuanda,2007)

4. Mengapa bintik merah yang diderita pasien terasa lebih gatal pada malam

hari?

Gatal pada malam hari disebabkan karena aktivitas tungau lebih

tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Dari segi psikologis juga,

pada malam hari, kita cenderung lebih memberikan perhatian pada tubuh

karena berkurangnya aktivitas jika dibandingkan dengan siang hari

11

Page 12: Part 1 sek 1

sehingga rasa gatal cenderung lebih terasa pada malam hari.

(Djuanda,2007)

5. Apa hubungan keluhan pasien dengan riwayat sosial pasien yang pernah

dipenjara?

Ketika dalam penjara secara otomatis hygenisasi lingkungan

kurang, kelembaban dan juga faktor dari lingkungan yang kotor membuat

banyak bakteri, kuman, virus dan parasite yang ada di dalam ruangan

tersebut. Sebagai contoh sprey dalam penjara, ketika tidur secara otomatis

dalam ruangan penjara bersamaan dengan yang yang lain, ketika tempat

tidur ada mengandung bekas keringat selanjutnya ruangan yang tidak

cukup untuk paparan sinar matahari menjadikan ruangan tersebut lembab,

ketika ruangan lembab dapat mengakibatkan tungau atau Sarcoptes scabiei

menempel pada kulit, ketika menepel pada kulit, tungau jantan yang sudah

membuahi tungau betika akan mati, setelah tungau betina dibuahi, tungau

tersebut akan membuat terowongan pada kulit, biasanya pada lapisan

stratum korneum, lapisan yang tipis pada kulit, setelah itu tungau betina

akan menempelkan telurnya di lapisan tersebut sekitar 50 telur yang dapat

di produksi, setelah 3-10 hari telur tersebut akan berubah menjadi larva

yang mempunyai 3 pasang laki-laki, larva ini dapat berada di dalam

terowongan dan dapat juga keluar dari terowongan tersebut. Setelah larva

akan berubah menjadi nimfa sekita 2-3 hari yang memiliki 2 bentuk yaitu

4 pasang laki-laki dan betina. Ketika sudah menjadi nimfa proses dari

siklus hidup akan terus berlangsung dan akan menyebabkan rasa gatal,

ketika penderita menggaruk gatal tersebut keadaan penderita akan makin

parah karena kulit yang terkena garukan akan mati dan akan memproteksi

tungau Sarcoptes scabiei. (Minulwih, 2015)

12

Page 13: Part 1 sek 1

6. Apa hubungan keluhan yang diderita keluarga pasien dengan keluhan yang

juga dirasakan oleh anggota keluarganya?

Berarti pada kasus ini, anggota keluarga Tn. Bawor sudah tertular

tungau Sarcoptes sacabei dari Tn. Bawor.

Cara penularannya bisa melalui 2 cara:

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,

tidur bersama dan hubungan seksual.

2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,

sprei, bantal dan lain-lain.

Penularan biasanya dilakukan oleh tungau betina yang sudah dibuahi

atau kadang-kadang oleh bentuk larva. (Djuanda,2007)

7. Bagaimana penegakkan diagnosis kasus ini?

Diagnosis dapat ditegakkan apabila sudah melakukan ketiga hal berikut,

a. Anamnesis

Dari skenario yang telah dibahas, dapat ditemukan gejala yang

mengarah ke diagnosis yaitu timbulnya gatal yang sangat dimalam hari

di daerah kulit tangan, perut, selangkangan, genital dan pantat. Selain

itu riwayat pasien baru keluar dari penjara juga dapat mengarah ke

diagnosis hal ini berkaitan dengan lingkungan penjara yang kumuh,

lembab, padat manusia dan kurangnya sanitasi yang kemungkinan

kurang. Keluarga pasien (istri dan anaknya) juga mengeluhkan hal

yang sama dengan pasien, dimana kemungkinan penyakit ini

menyerang sekelompok manusia yang tinggal berdekatan dengan

pasien.

b. Pemeriksaan Fisik

Ditemukan pustule berwarna merah dalam jumlah banyak di daerah

kulit tangan, perut, selangkangan, genital dan pantat.

13

Page 14: Part 1 sek 1

c. Pemeriksaan Penunjang

Usulan pemeriksaan penunjang yang mungkin bisa dilakukan untuk

menegakkan diagnosis yaitu kerokan kulit. Kerokan kulit ini dilakukan

pada daerah yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. (Tanto, 2014)

8. Apa saja Diagnosis Banding dari kasus ini?

a. Scabies

b. Dermatitis Kontak Alergi

c. Prurigo

d. Cutaneus Larva Mirgan

14

Page 15: Part 1 sek 1

IV. Sistematika Masalah

15

Reaksi hipersensitivitas timbul setelah 10-30 hari setelah infeksi

Membentuk pustule merah

Terapi

Scabies

Px. Fisik dan Px.penunjangMenggaruk-garuk

Sensasi gatal malam hari

Cortex cerebri

Histamin

Allergen

Mengeluarkan sekret

Bertelur 1 bulan 40-50 telur

Aktif saat malam hari

Tungau Sarcoptes scabiei

Paha, genital, bokong, sela-sela tangan dan kaki,

Terowongan di subcutis tipis

Tungau memproduksi substansi proteolitik di

kulit

ParasitJamur

VirusBakteri

Kontak langsung dan tidak langsung

Pustule merah, gatal

Infeksi ?Faktor resiko

Padat manusiaPenjaraKotor dan hygiene <<

Laki-laki 50 tahun

Page 16: Part 1 sek 1

V. Learning Objective

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menyingkirkan diagnosis banding

kasus tersebut

2. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosis utama kasus tersebut

3. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksana, komplikasi dan prognosis

kasus tersebut

VI. Belajar Mandiri

VII.Bertukar Informasi

1. Diagnosis Banding

1.1 Scabies

a. Definisi

Scabies adalah infeksi ektoparasit pada manusia yang

menular, disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Currie, 2010).

b. Epidemiologi

Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial

di seluruh dunia, tetapi gambaran yang akurat mengenai

prevalensinya sulit didapatkan. Banyak faktor yang menunjang

perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang buruk,

kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta

ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PHS (Penyakit

akibat Hubungan Seksual) (Djuanda, 2003).

c. Etiologi

Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var

hominis. Kutu scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3

mm, yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata

telanjang. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk

oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini

16

Page 17: Part 1 sek 1

translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya

yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron,

sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150

– 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang

didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada

betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan

kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat

perekat.

Tungau ini tidak bisa terbang ataupun melompat, tinggal di

lapisan epidermis kulit. Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit,

yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup

beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina

(Djuanda, 2003).

Gambar 1. Gambaran Morfologi Sarcoptes scabiei (Chosidow, 2006)

d. Patogenesis

Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum

corneum dengan kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau

3 telur-telurnya setiap harinya. Telur-telur ini akan menetas

setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan membentuk kantung

dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan

bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu

ini kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati

tetapi kutu betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan

melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi pertama dari kutu ini,

17

Page 18: Part 1 sek 1

diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi

hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini (Djuanda, 2003).

Gambar 2. Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei (Currie, 2010)

Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami

gejala selama bulan pertama setelah kontak dengan individu yang

terinfeksi. Setelah sejumlah kutu (biasanya kurang dari 20) telah

dewasa dan telah menyebar dengan cara bermigrasi atau karena

garukan pasien, hal ini akan berkembang dari rasa gatal awal yang

terlokalisir menjadi pruritus generalisata.

Reaksi hipersensitivitas akibat adanya benda asing mungkin

menjadi penyebab lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada

beberapa pasien scabies, bersama dengan eosinofilia, dan reaksi

hipersensitivitas tipe langsung akibat reaksi dari kutu betina ini.

Kadar IgE menurun dalam satu tahun setelah terinfeksi. Eosinofil

kembali normal segera setelah dilakukannya perawatan. Fakta

bahwa gejala yang timbul jauh lebih cepat ketika terjadi reinfeksi

mendukung pendapat bahwa gejala dan lesi scabies adalah hasil

dari reaksi hipersensitivitas (Djuanda, 2003).

18

Page 19: Part 1 sek 1

e. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan beberapa hal sebagai berikut

(Greer, 2015):

- Pruritus nocturna

- Terdapat keluhan yang sama di lingkungan sekitar

- Lesi terdapat di flexor dari pergelangan tangan, sela jari,

punggung kaki, axilla, elbow, pinggang, pantat dan

genitalia

- Untuk infants dan anak-anak, lesi akan muncul lebih luas,

seperti pada wajah, scalp, leher dan telapak.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan primary lesions dan

atau secondary lesions (Greer, 2015).

a. Primary Lesions

1. Burrows

Merupakan garis yang terbentuk akibat terowongan

pada intraepidermal yang di bentuk oleh tungau

betina. Ukurannya sekitar 2-10 mm. Pada anak anak

burrows terletak di telapak kaki.

2. 1-3mm papul erimatosa dan vesikel. Biasanya vesikel berisi cairan bening.

19

Gambar 4. Terowongan pada Telapak Kaki Anak-Anak (Greer,

2015)

Gambar 3. Terowongan pada Penderita Scabies

(Greer, 2015)

Page 20: Part 1 sek 1

Gambar 5. Papul Erimatosa dan Vesikel (Greer, 2015)

3. Nodular scabies

Gambar 6. Nodular Scabies (Greer, 2015)

4. Krusta scabies

Gambar 7. Krusta Scabies (Greer, 2015)

b. Secondary Lesions

Pada secondary lesions dapat ditemukan :

1. Excoriations

2. Widespread eczema

3. Honey-colored crusting

4. Postinflammatory hyperpigmentation

5. Erythroderma

6. Prurigo nodules

7. Frank pyoderma

3. Pemeriksaan Penunjang

20

Page 21: Part 1 sek 1

Ditemukannya Sarcoptes scabiei pada pemeriksaan

histopatologi. Cara menemukan tungau (Djuanda, 2003):

- Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung

yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum

dan diletakkan di atas sebuah kaca obyek, lalu ditutup

dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop

cahaya.

- Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di ats

selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.

- Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit

dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau

dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.

- Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan

H.E.

1.2 Dermatitis Kontak Alergi

a. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis yang timbul

setelah kontak dengan alergen melalui suatu proses sensitisasi

(Siregar, 2004)

b. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, berupa bahan

kimia dengan berat molekul 500-1000 Da yang di sebut dengan

bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul di pengaruhi oleh:

1. Potensi sensitisasi

2. Derajat pajanan

3. Luasnya penetrasi kulit.

c. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor berpengaruh dalam dermatitis kontak alergi:

1. Faktor Eksternal

a. Potensi sensitisasi alergen

21

Page 22: Part 1 sek 1

b. Dosis per unit area

c. Luas daerah yang terkena

d. Lama pajanan

e. Oklusi

f. Suhu dan kelembaban lingkungan

g. PH

2. Faktor internal

a. Keadaan kulit pada lokasi kontak

b. Status imunologik

c. Genetik

d. Status higiene dan status gizi

d. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak

alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel

(cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi

hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed

hipersensivitas), umumnya dlam waktu 24 jam setelah terpajan

dengan alergen.

Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis

kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik

reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya

kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang

terikat dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini

ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel langerhans,

selanjutnya dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan

ntigten yang telh diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah

bening regional untuk berdiferensisi dan berploriferasi

memebneetuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan

sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke

seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkab

keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat

kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi

22

Page 23: Part 1 sek 1

tau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3

minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh

derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer),

jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase

yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-

bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya

kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan

tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat

terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa

sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya

berlangsung antara 24-48 jam (Djuanda, 2004)

e. Penegakan Diagnosis

- Hasil anamnesis

- Pemeriksaan fisik

- Pertanyaan mengenao kontaktan yang di curigai berdasarkan

pada kelainan kulit berukuran sedang atau besar sekitar

umbilicus, beberapa ada yang hiperpigmentasi, likenifikasi

dengan papul dan erosi, tanya apakah pasien pakai kancing

celaka yang terbuat dari logam nikel.

Data dari anamnesis berdarkan dari riwayat pekerjaan, hobby,

obat topikal yang pernah digunakan, kosmetika dll.

Pemeriksaan fisis yang penting karena berdasarkan lokasi

kita dapat menentikan akibatnya, misalnya di ketiak karena

deodoran, di tangan karena jam tangan, di kaki karena sepatu,

dll.

f. Diagnosis Banding

- Dermatitis atopik

- Dermatitis numularis

- Dermatitis seboroik

g. Penatalaksanaan

- Pencegahan pajanan ulang dengan penyebab

23

Page 24: Part 1 sek 1

- Kortikosteroid diberikan dalam jangka pendek, ex:

prednisolon 30mg/hr

- Untuk topikal cukup dikompres dengan larutan garam faal

atau larutan asam salisilat 1:1000 atau pemberian

kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus/ tacrolimus)

secara topikal.

h. Prognosis

Umumnya prognosis DKA baik sejauh dapat menghindari

bahan penyebab. Prognosis kurang baik dan menjadi kronik

apabila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen

(Dermatitis atopik, dermatitis numularis) atau sulit menghindari

agen penyebab, misal berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau

yang terdapat di lingkungan pasien.

i. Komplikasi

Durasi dari DKA pada tiap individu beda-beda, kebanyakan

membaik dalam jangka waktu satu sampai dua minggu. DKA

berlanjut menjadi lebih buruk apabila alergen terus mengalami

kontak dengan kulit. Pada fase akut dapat terjadi perburukan

berupa timbulnya eritema papul, vesikel, erosi, krusta, serta

skuama. Pada fase kronik dapat berakibat pada timbulnya kulit

yang menebal, fisura, skuama, dan krusta. Psoriasis, exfoliatif

dermatitis, pioderma. (Minulwih, 2015)

1.3 Prurigo

Prurigo adalah erupsi papular kronik dan rekurens. Prurigo dibagi

menjadi 2 yaitu:

1. Prurigo simpleks

Tempat yang sering terkena ialah badan dan bagian ekstensor

ekstremitas. Muka dan bagian kepala yang berambut juga dapat

terkena (Djuanda, 2011).

24

Page 25: Part 1 sek 1

2. Dermatosis pruriginosa

a. Strofulus

Penyakit ini dikenal sebagai urtikaria papular, liken

urtikatus dan strofulus pruriginosis. Sering dijumpai pada bayi

dan anak-anak. Papul-papul kecil yang gatal tersebar di lengan

dan tungkai terutama bagian ekstensor. Lesi mula-mula berupa

urticated papules yang kecil, akibat garukan menjadi ekskoriasi

dan mengalami infeksi sekunder. Lesi muncul kembali pada

malam hari dan dapat bertahan hingga 12 hari. Biasanya tidak

disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening (Djuanda,

2011).

Penyebab dari penyakit ini adalah gigitan fleas (kutu

berkaki 6 dapat melompat), gnats (sejenis nyamuk kecil hitam),

dan tersering adalah kepinding. Manifestasi klinis dari penyakit

ini adalah gatal, terdapat papul-papul kecil, terdapat sebukan

infiltrat perivaskuler yang superfisial dan dalam yang terdiri

dari limfosit, histiosit dan eosinofil. Pengobatannya dengan

memberantas serangga dengan insektisida pada lemari, sela-sela

rumah, permadani dan perkakas rumah 2 kali seminggu. Secara

topikal dapat diberikan losio antipruritus. Krim kortikosteroid

juga dapat diberikan. Dan antihistamin per oral untuk

mengurangi gatalnya (Djuanda, 2011).

b. Prurigo kronik multiformia

Kelainan kulit berupa papul prurigo disertai likenfikasi dan

eksematisasi. Biasanya mengalami pembesaran kelenjar getah

bening (limfadenitis dermatopatik) dan eosinofilia. Pengobatan

berupa simptomatik (Djuanda, 2011).

c. Prurigo hebra

1. Definisi

Penyakit kulit kronik dimulai sejak bayi dan anak

(Djuanda, 2011).

25

Page 26: Part 1 sek 1

2. Epidemiologi

Sering terdapat pada keadaan sosial ekonomi dan

higiene yang rendah dan lebih sering terjadi pada

perempuan (Djuanda, 2011).

3. Etiologi dan pathogenesis

Penyebab pasti belum diketahui tetapi biasanya teradi

akibat gigitan serangga. Kulit penderita peka terhadap

gigitan serangga dan antigen atau toksin pada serangga

menyebabkan alergi. Selain itu terdapat beberapa faktor

yang berperan antara lain suhu, investasi parasit

(Ascaris atau Oxyruris), infeksi lokal (tonsil atau

saluran cerna) (Djuanda, 201).

4. Gejala klinis

- Sering pada anak umur diatas satu tahun.

- Papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah,

mudah diraba.

- Garukan yang terus menerus menimbulkan erosi,

ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi dan likenifikasi.

- Sering terjadi infeksi sekunder.

- Jika sudah kronik tampak kulit yang sakit lebih gelap

kecoklatan dan likenifikasi.

- Bagian yang terkena adalah ekstremitas bagian

ekstensor dan simetrik, meluas ke bokong dan perut.

- Pembesaran kelenjar getah bening dengan perabaan

lunak namun tidak nyeri dan tidak supurasi.

- Pemurung atau pemarah akibat kurang tidur.

- Anemia dan malnutrisi akibat tidak nafsu makan.

- Gambaran histopatologi ditemukan akantosis,

hiperkeratosis, edema pada bagian epidermis bagian

bawah dan dermis bagian atas. Pada papul yang

masih baru terdapat pelebaran pembuluh darah,

infiltrasi ringan sel radang (Djuanda, 2011).

26

Page 27: Part 1 sek 1

5. Pengobatan

- Mengindari gigitan nyamuk dan serangga.

- Memperbaiki higiene perseorangan maupun

lingkungan.

- Pengobatan topikal sulfur 5-10% dalam bentuk

bedak atau salep.

- Mentol 0,25-1% untuk mengurangi gatalnya

(Djuanda, 2011).

6. Prognosis

Sembuh spontan pada usia akil balik (Djuanda, 2011).

d. Prurigo nodularis

1. Definisi

Penyakit kronik pada orang dewasa (Djuanda, 2011).

2. Gejala klinis

- Sering mengenai wanita.

- Lesi berupa nodus dapat tunggal atau multiple.

- Mengenai ekstremitas (anterior paha dan tungkai

bawah).

- Lesi sebesar kacang polong.

- Gambaran histopatologi terdapat penebalan

epidermis sehingga tampak hiperkeratosis,

hipergranulosis, akantosis. Penebalan stratum

papilaris dermis. Sebukan sel radang (limfosit dan

histiosit) disekitar pembuluh darah yang melebar

didermis bagian atas (Djuanda, 2011).

3. Pengobatan

- Triamsinolon asetonid 2,5-12,5 mg/ml dosis 0,5-1

ml/cm2 .

- Talidomid 2X100 mg/hari dan dilanjutkan sampai 3

bulan (Djuanda, 2011)

27

Page 28: Part 1 sek 1

4. Prognosis

Bersifat kronis dan setelah sembuh dengan pengobatan

biasanya residif (Djuanda, 2011).

1.4 Cutaneus Larva Mirgran

a. Definisi

Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit

yang merupakan peradangan yang berbentuk linear atau berkelok-

kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi cacing

tambang yang berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma

braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum

(Aisah, 2010)

b. Epidemiologi

- Distribusi Geografik di Jakarta : kucing = 72% A.braziliense

anjing = 18% A.braziliense,68% A.caninum

- Sering daerah iklim hangat dan lembab (Sub tropis & Tropis)

- Larvanya banyak ditemukan di pantai berpasir

- Di berbagai daerah di Indonesia, prevalensi infeksi cacing

tambang berkisar 30-50%

- Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

- Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh jenis pekerjaan.

Sebagai contoh kelompok karyawan yang mengolah tanah di

perkebunan teh, karet akan terus menerus terpapar sumber

kontaminasi

c. Etiologi

Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing

tambang yang hidup di usus anjing atau kucing, yaitu

Ancylostoma caninum dan Ancylostoma braziliense serta

Ancylostoma caninum yang dapat ditemukan di daerah tropis

dan subtropics juga ditemukan di Indonesia.

28

Page 29: Part 1 sek 1

d. Morfologi

Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang. Panjang

cacing jantan dewasa Ancylostoma caninum berukuran 11-13

mm dengan bursa kopulatriks dan cacing betina dewasa

berukuran 14-21 mm. Cacing betina meletakkan rata-rata 16.000

telur setiap harinya. Morfologi Ancylostoma braziliense mirip

dengan Ancylostoma caninum, tetapi kapsul bukalnya

memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral. Gigi sebelah

lateral lebih besar, sedangkan gigi sebelah medial sangat kecil.

Selain itu, pada Ancylostoma braziliense juga terdapat sepasang

gigi segitiga di dasar bukal kapsul. Cacing betina berukuran 6-9

mm dan cacing jantan berukuran 5-8 mm. Cacing betina dapat

mengeluarkan telur 4.000 butir setiap. Morfologi Ancylostoma

ceylanicum juga hampir sama dengan A. braziliense dan A.

caninum, hanya saja pada rongga mulut A. ceylanicum terdapat

terdapat dua pasang gigi yang tidak sama besarnya

Gambar 8. Bagian kepala Ancylostoma caninum

(Natadisastra, 2005)

29

Page 30: Part 1 sek 1

Gambar 9. Larva filariform (larva stadium tiga) cacing

tambang (Natadisastra, 2005)

e. Siklus Hidup

Telur keluar bersama tinja pada kondisi yang

menguntungkan (lembab, hangat, dan tempat yang teduh).

Setelah itu, larva menetas dalam 1-2 hari. Larva rabditiform

tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan menjadi larva filariform

(larva stadium tiga) yang infektif setelah 5 sampai 10 hari.

Larva infektif ini dapat bertahan selama 3 sampai 4 minggu di

kondisi lingkungan yang sesuai. Pada kontak dengan pejamu

hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa

melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva

kemudian 10 menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju ke

faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal

dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen

usus kecil dan menempel di dinding usus. Beberapa larva

ditemukan di jaringan dan menjadi sumber infeksi bagi anak

anjing melalui trans mammary atau transplasenta. Manusia juga

dapat terinfeksi dengan cara larva filariform menembus kulit.

Pada sebagian besar spesies, larva tidak dapat berkembang lebih

lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi tanpa tujuan di

epidermis. Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan yang

lebih dalam setelah bermigrasi di kulit.

30

Page 31: Part 1 sek 1

Gambar 10. Siklus Hidup Cacing Tambang

(Natadisastra, 2005)

f. Faktor Resiko

1. Faktor perilaku

Adapun faktor perilaku yang mempengaruhi kejadian CLM

antara lain:

a. Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki Adanya bagian

tubuh yang berkontak langsung dengan tanah yang

terkontaminasi akan mengakibatkan larva dapat

melakukan penetrasi ke kulit sehingga menyebabkan

CLM

b. Pengobatan teratur terhadap anjing dan kucing

Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang

yang berasal dari anjing dan kucing. Perawatan rutin

anjing dan kucing, termasuk de-worming secara teratur

dapat mengurangi pencemaran lingkungan oleh telur

dan larva cacing tambang

c. Berlibur ke daerah tropis atau pesisir pantai Kondisi

biogeografis yang hangat dan lembab menyebabkan

31

Page 32: Part 1 sek 1

banyak terdapat larva penyebab penyakit ini di daerah

tropis. Selain itu, kebiasaan wisatawan untuk berjalan

di pesisir pantai tanpa menggunakan sandal dan

berjemur di pasir tanpa menggunakan alas

menyebabkan banyaknya laporan kejadian CLM dari

wisatawan yang baru berlibur ke pantai. Sebuah

penelitian pada wisatawan international yang baru

meninggalkan Brazil bagian Timur Laut di bandara

menunjukkan bahwa semua wisatawan yang menderita

CLM telah mengunjungi pantai selama liburannya.

4. Faktor lingkungan

Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian

CLM antara lain:

a. Keberadaan anjing dan kucing Anjing dan kucing

merupakan hospes definitif dari cacing Ancylostoma

braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma

caninum. Tinja anjing dan kucing yang terinfeksi dapat

mengandung telur cacing Ancylostoma braziliense,

Ancylostoma ceylanicum dan Ancylostoma caninum.

Telur tersebut dapat berkembang menjadi stadium larva

yang infektif (filariform) pada tanah dan pasir yang

terkontaminasi. Larva filariform dari cacing tersebut

apabila kontak dengan kulit manusia, dapat menembus

kulit dan menyebabkan CLM

b. Cuaca atau iklim lingkungan Ada variasi musiman

yang berbeda pada kejadian CLM, dengan puncak

kejadian selama musim hujan. Telur dan larva bertahan

lebih lama di tanah yang basah dibandingkan di tanah

yang kering dan dapat tersebar secara luas oleh hujan

yang deras. Selain itu, iklim yang lembab juga

mengakibatkan peningkatan infeksi cacing tambang di

anjing dan kucing sehingga pada akhirnya

32

Page 33: Part 1 sek 1

meningkatkan jumlah tinja yang terkontaminasi dan

risiko infeksi pada manusia

c. Tinggal di daerah dengan keadaan pasir atau tanah yang

lembab Telur Ancylostoma braziliense, Ancylostoma

ceylanicum, dan Ancylostoma caninum dikeluarkan

bersama tinja anjing dan kucing. Pada keadaan

lingkungan yang lembab dan hangat, telur akan

menetas menjadi larva rabditiform dan kemudian

menjadi larva filariform yang infektif. Larva filariform

inilah yang akan melakukan penetrasi ke kulit dan

menyebabkan CLM

5. Faktor demografis

Adapun faktor demografis yang mempengaruhi kejadian

CLM antara lain:

a. Usia CLM paling sering terkena pada anak berusia ≤4

tahun. Hal ini disebabkan karena anak pada usia

tersebut masih jarang menggunakan alas kaki saat

keluar rumah. Pada penelitian tersebut juga didapatkan

bahwa usia merupakan faktor demografis yang

hubungannya paling signifikan dengan kejadian CLM

(p<0,0001)

b. Pekerjaan Larva infektif penyebab CLM terdapat pada

tanah atau pasir yang lembab. Orang yang pekerjaannya

sering kontak dengan tanah atau pasir tersebut dapat

meningkatkan risiko terinfeksi larva CLM. Pekerjaan

yang memiliki risiko teinfeksi larva penyebab CLM

diantaranya petani, nelayan, tukang kebun, pemburu,

penambang pasir dan pekerjaan lain yang sering kontak

dengan tanah atau pasir

c. Tingkat pendidikan Suatu penelitian tentang prevalensi

dan faktor risiko CLM di Brazil menunjukkan, dari

1114 penduduk pedesaan, didapati 23 dari 354 (6,5%)

33

Page 34: Part 1 sek 1

penduduk dengan tingkat pendidikan rendah menderita

CLM, sedangkan pada penduduk dengan tingkat

pendidikan tinggi, didapati 34 dari 760 (4,5%) orang

menderita CLM

g. Gejala Klinis

Pada saat larva masuk ke kulit biasanya disertai rasa gatal

dan panas di tempat larva melakukan penetrasi. Rasa gatal yang

timbul terutama terasa pada malam hari, jika digaruk dapat

menimbulkan infeksi sekunder (Natadisastra, 2005).

Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk

yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok,

menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan.

Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa

larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau

hari. Perkembangan selanjutnya, papul merah ini menjalar

seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa,

menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai

panjang beberapa sentimeter (Aisah, 2008).

Pada stadium yang lebih lanjut, lesi-lesi ini akan lebih sulit

untuk diidentifikasi, hanya ditandai dengan rasa gatal dan nodul-

nodul. Lesi tidak hanya berada di tempat penetrasi. Hal ini

disebabkan larva dapat bergerak secara bebas sepanjang waktu.

Umumnya, lesi berpindah ataupun bertambah beberapa

milimeter perhari dengan lebar sekitar 3 milimeter. Pada CLM,

dapat dijumpai lesi tunggal atau lesi multipel, tergantung pada

tingkat keparahan infeksi.

Pada infeksi percobaan dengan 50 larva, didapati gejala

mulai muncul beberapa menit setelah tusukan, diikuti dengan

munculnya papul-papul setelah 10 menit. Beberapa jam

kemudian, bercak awal mulai digantikan oleh papul kemerahan.

Papul-papul kemudian bergabung membentuk erupsi

eritematopapular, yang kemudian akan menjadi vesikel yang

34

Page 35: Part 1 sek 1

sangat gatal setelah 24 jam. Lesi berbentuk linear atau berkelok-

kelok mulai muncul 5 hari setelah infeksi. CLM biasanya

ditemukan pada bagian tubuh yang berkontak langsung dengan

tanah atau pasir. Tempat predileksi antara lain di tungkai,

plantar, tangan, anus, bokong, dan paha (Aisah, 2008). Pada

kondisi sistemik, gejala yang muncul antara lain eosinofilia

perifer (sindroma Loeffler), infiltrat pulmonar migratori, dan

peningkatan kadar imunoglobulin E, namun kondisi ini jarang

ditemui.

Gambar 11. Gambaran Klinis CLM

2. Diagnosis Utama

No Penyakit Gejala dan Tanda Predileksi Faktor

predisposisi

1. Skabies Gatal malam hari,

papul dan vesikel

miliar sampai

lentikular,

ekskoriasi, kusta,

terowongan dengan

panjang 1-10 mm

Sela-sela jari

tangan dan

kaki,

pergelangan

tangan, ketiak,

sekitar pusat,

paha bagian

Kurang

kebersihan, di

daerah padat

penduduk dan

menyerang

semua

anggota.

35

Page 36: Part 1 sek 1

dan berjumlah

banyak.

dalam,

genitalia pria,

dan bokong.

Menemukan

Sarcoptes

scabiei pada

pemeriksaan

mikroskopis.

2. Dermatitis

Kontak

Alergi

Gatal, eritema

numular hingga

plakat, papul, vesikel

berkelompok.

Semua bagian

tubuh

Zat alergen

3. Prurigo Gatal, nodul

lentikuler dikelilingi

daerah

hiperpigmentasi.

Ekstremitas

bagian

ekstensor

Idiopatik,

dicurigai

karena

pengaruh

sinar

matahari,

gigitan

serangga,

udara dingin,

dan penyakit

infeksi kronik

4. Cutaneus

Larva

Migrans

Gatal malam hari,

papul, vesikel,

terowongan linear

atau berkelok-kelok

panjang.

Punggung

tangan, kaki,

anus, bokong,

paha, dan

telapak kaki.

Disebabkan

oleh cacing

tambang dan

mudah

menulari

orang-orang

yang sering

berkontak

langsung

dengan tanah.

Tabel.1 Diagnosis Banding Skenario

36

Page 37: Part 1 sek 1

Berdasarkan tabel diatas, jika dilihat dari gejala, lokasi, dan factor

predisposisi yang ada, diagnosis utama yang sesuai dengan kasus di

scenario adalah Scabies.

3. Tatalaksana, Komplikasi dan Prognosis kasus pada skenario

3.1 Tatalaksana

a. Penatalaksanaan secara umum

Edukasi pada pasien skabies:

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali

baik yang yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang

tidak terkena.

3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya

dilakukan pada malam hari sebelum tidur.

4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan

teratur dan bila perlu direndam dengan air panas

6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam

seminggu walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul

selama beberapa hari.

7. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya

mendapatkan penanganan di waktu yang sama.

8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu

b. Penatalaksanaan secara khusus

Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies

dapat berupa topikal maupun oral antara lain :

1. Permethrin

Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat

skabisidnya sangat baik. obat ini merupakan pilihan pertama

dalam pengobatan skabies karena efek toksisitasnya terhadap

mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat salah

37

Page 38: Part 1 sek 1

dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena

hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit

dan deksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis

tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali

dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa

dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.

Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang

dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping

jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa

studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi

dari lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat

topikal yang mahal.

2. Presipitat Sulfur 2-10%

Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama

digunakan, sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam

bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6%

lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni

mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama

24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini

adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-

satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.

Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan

membentuk hidrogen sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6)

yang bersifat germisid dan fungisid. Secara umum sulfur bersifat

aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui

serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian

pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan

kadang-kadang menimbulkan iritasi.

3. Benzyl benzoate

Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol

benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl

benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan

38

Page 39: Part 1 sek 1

sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia

dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi

12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan

baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping

dari benzyl benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada

wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk

tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang

dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini

dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan

anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate lebih efektif

dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara

berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate

digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang

lebih murah.

4. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)

Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena,

adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat

tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa

usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau

dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit

yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau,

lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.

Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak

berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan

mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24

jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah pemakaian dicuci

bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini

untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah

oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan

penggunaan lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk

tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak

menggunakan konsentrasi lain selain 1%.

39

Page 40: Part 1 sek 1

Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas

sistem saraf pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau

bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP

setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing,

muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari

kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan

kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat

mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia

aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.

5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)

Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai

krim 10% atau losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50%

dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali

sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan

mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam,

kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang

ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.

Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak

direkomendasikan terhadap skabies karena kurangnya efikasi dan

data penunjang tentang tingkat keracunan terhadap obat tersebut.

Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek

sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak

kecil.

6. Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh

Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip

antibiotik makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai

antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit.

Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia,

pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria

terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200

ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies. Digunakan pada

40

Page 41: Part 1 sek 1

umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang

formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies.

Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan

toxicepidermal necrolysis.

7. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan

harus ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari

selama 2-3 hari.

8. Malathion

Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama

24 jam, pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(10) Namun

saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi

memberikan efek samping yang sangat tinggi.

c. Penatalaksanaan skabies berkrusta

Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya,

meskipun skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya

membutuhkan beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang

diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut

dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan

penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali

dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane

dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi dengan

skabisid diobati dengan keratolitik.

d. Penatalaksanaan skabies nodular

Skabies nodular merupakan salah satu karakteristik skabies

yang kronik mengenai beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria

dan aksilla. Skabies seperti ini ditangani dengan anti skabitik

disertai dengan pemberian steroid.

e. Pengobatan terhadap komplikasi

Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik

oral khususnya eritromisin.

41

Page 42: Part 1 sek 1

f. Pengobatan simptomatik

Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin

mengurangi gatal yang secara karakeristik menetap selama

beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabies yang adekuat.

Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat

aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif

mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat

digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.

Tabel 2. Pengobatan Skabies

Jenis Obat Dosis Keterangan

Krim

Permethrin

5%

Dioleskan selama 8-14

jam, diulangi selama 7

hari.

Terapi lini pertama

di Amerika Serikat

dan kehamilan

kategori B.

Losion

Lindane 1%

Dioleskan selama 8 jam

setelah itu dibersihkan,

olesan kedua diberikan 1

minggu kemudian.

Tidak dapat

diberikan pada anak

umur 2 tahun

kebawah, wanita

selama masa

kehamilan dan

laktasi.

Krim

Crotamiton

10%

Dioleskan selama 2 hari

berturut-turut, lalu

diulangi dalam 5 hari.

Memiliki efek anti

pruritus tetapi

efektifitasnya tidak

sebaik topikal

lainnya.

42

Page 43: Part 1 sek 1

Sulfur

presipitat 5-

10%

Dioleskan selama 3 hari

lalu dibersihkan.

Aman untuk anak

kurang dari 2 bulan

dan wanita dalam

masa kehamilan

dan laktasi, tetapi

tampak kotor dalam

pemakaiannya dan

data efisiensi obat

ini masih kurang.

Losion

Benzyl

Benzoat

10%

Dioleskan selama 24 jam

lalu dibersihkan

Efektif namun

dapat menyebabkan

dermatitis pada

wajah

Ivermectin

200 υg/kg

Dosis tunggal oral, bisa

diulangi selama 10-14 hari

Memiliki efektifitas

yang tinggi dan

aman. Dapat

digunakan bersama

bahan topikal

lainnya. Digunakan

pada kasus-kasus

skabies berkrusta dan

skabies resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk mematikan tungau, rasa

gatal dapat bertahan dan dirasakan selama 6 minggu sebagai reaksi

eksematous. Pasien dapat diobati dengan pengobatan eksema biasa

dengan emolien dan kortikosteroid topikal dengan atau tanpa

antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder

Staphylocccus aureus. Antipruritus topikal crotamiton sering

43

Page 44: Part 1 sek 1

membantu jika kulit gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan.

Pasien harus disarankan bahwa erupsi dari skabies membutuhkan

waktu untuk proses penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati

dengan penggunaan skabisid yang berlebihan. (Oaklay, 2012)

3.2 Pencegahan

Dalam upaya preventif, perlu dilakukan edukasi pada pasien tentang

penyakit skabies, perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi

tungau skabies, menjaga higene pribadi, dan tata cara pengolesan

obat. Rasa gatal terkadang tetap berlangsung walaupun kulit sudah

bersih. Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan sekitar

pasien. (Oaklay, 2012)

3.3 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta

syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara

lain hiegene), maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik.

(Oaklay, 2012)

3.4 Komplikasi

- Infeksi sekunder oleh bakteri akibat garukan (tanda infeksi

sekunder: muncul krusta).

- Acarophobia yaitu takut terhadap infeksi yang persisten selepas

pengobatan. Ini boleh menyebabkan efek psikis yang serius pada

pasien

- Crusted Scabies, terjadi pada pasien yang immunocompromised,

di mana ratusan tungau dapat menempati kulit menyebabkan

pengerasan kulit yang parah dan hyperkeratosis. (Oaklay, 2012)

44

Page 45: Part 1 sek 1

KESIMPULAN DAN SARAN

I. Kesimpulan

Berdasarkan skenario “Mr.Bawor’s Family” dapat disimpulkan bahwa

Mr.Bawor didiagnosis menderita penyakit Scabies. Scabies adalah kelainan

kulit yang disebabkan karena tungau Sarcoptes scabei. Gejala utamanya

adalah gatal pada malam hari, biasanya menyerang kelompok orang yang

hygenitasnya rendah. Jika dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan

gambaran terowongan dikulit, bahkan dapat ditemukan tungau didalamnya.

Penyakit ini dapat diobati dengan obat oral dan topikal. Prinsip

pengobatannya adalah mematikan tungau dan mengobati keluhan pasien.

Maka, jika penyakit ini sudah menular ke anggota keluarga yang lain semua

anggota keluarga harus ditatalaksana juga.

II. Saran

Mahasiswa dalam diskusi tersebut kurang kritis dalam menganalisa

masalah, disini mahasiswa perlu meningkatkan pemikiran kritisnya dalam

berdiskusi. Selain itu, mahasiswa juga kurang pandai dalam merangkai kata-

kata dalam membuat informasi yang didapat ataupun karena kurang

persiapan, dalam hal ini mahasiswa seharusnya lebih memaksimalkan dalam

persiapan bahan diskusi.

45

Page 46: Part 1 sek 1

DAFTAR PUSTAKA

Aisah, Siti. 2008. Creeping Eruption. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke

5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal 125 –126

Chosidow, Olivier. 2006. Scabies. N Engl J Med. Vol 354.

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp052784, 23 September 2015

Currie, Bart J. 2010. Permethrin and Ivermectin for Scabies. N Engl J Med. Vol

362. http://www.dbenginesystem.net/public/sc_pediatria/scabbia.pdf, 23

Sept 2015

Djuanda. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI

Djuanda. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI

Djuanda. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI

Djuanda. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI

Djuanda. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI

Dorland, W.A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih

Bahasa: AlbertusAgung Mahode). Jakarta: EGC

Greer, Kenneth E. 2015. Scabies. Medscape

Minulwih, Sri. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Natadisastra, Djaenudin. 2005. Parasitologi Kedokteran (ditinjau dari organ yang

diserang). Jakarta: EGC

Oakley A. 2012. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals 19: p. 12-16.

Ramali, Ahmad. 2005. Kamus Kedokteran: Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta:

EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia; Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

46

Page 47: Part 1 sek 1

Siregar RS. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Wolff K, Johnson RA. 2008. Fitspatricks: Color Atlas and Synopsis of Clinically

Dermatology. New York: McGrawHill

47