Upload
fira-wahidah-firdaus
View
239
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sdhhfsjdf
Citation preview
BAGIAN ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN TEXTBOOK READINGUNIVERSITAS HASANUDDIN SEPTEMBER 2015
SCOLIOSIS
Presented by:Dian Faradibah C111 10 276Sri Wydiastuti C111 10 009
Fira Wahidah Firdaus C111 10 320Noerafiah Pratiwi Halin C111 10 271
Andi Rika Rahmayani Arti C111 10 148Fitriani Indah C111 09
Hasriani C111 08 Tri Febrianty H. C111 10 116
Advisors:dr. Syarif/dr. Horeb/dr. Putra
Supervisor:dr. Notinas Horas, Sp.OT
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2015
1
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama :
Dian Faradibah C111 10 276Sri Wydiastuti C111 10 009Fira Wahidah Firdaus C111 10 320Noerafiah Pratiwi Halin C111 10 271Andi Rika Rahmayani Arti C111 10 148Fitriani Indah C111 09 Hasriani C111 08 165Tri Febrianty H. C111 10 116
Case Report : Scoliosis
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Ortopedi
dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, September 2015
Pembimbing Residen 1 Pembimbing Residen 2 Pembimbing Residen 3
dr. Syarif dr. Michael Horeb dr. Anak Agung Putra
Supervisor
dr. Notinas Horas, Sp.OT
2
SKOLIOSIS
A. Pendahuluan
Pemahaman dasar tentang anatomi dan fungsi tulang belakang sangat penting untuk
pasien dengan gangguan tulang belakang. Kolumna vertebralis orang dewasa terdiri dari 33
vertebra yang tersusun dalam lima bagian yaitu: 7 servikalis, 12 thorakalis, 5 lumbalis, 5
sakralis dan 4 koksigeus. (1),(2)
Gambar 1. Anatomi tulang belakang dan sarafnya
Akar saraf kolumna servikalis keluar melalui foramen intervertebralis C1-7 pada
bagian atas vertebranya, C8-L5 melalui bawah tulang belakang bawah (saraf C7 keluar dari
bagian atas vertebra C7 dan saraf C8 keluar melalui bagian bawah vertebra C7), ujung dari
medulla spinalis pada L1 (Conus Medullaris) dan saraf lumbalis dan sakralis membentuk
cauda equina pada kanalis spinalis sebelum keluar.(1),(2)
3
B. Definisi
Istilah scoliosis pertama kali digunakan oleh Galen (131-201 SM), berasal dari kata
Yunani yang berarti "bengkok". Salah satu cacat yang paling umum dari tulang belakang,
skoliosis telah dikenal sejak zaman kuno, dengan deskripsi kurva tulang belakang normal dan
abnormal ditemukan di Corpus Hippocraticum. Pada 1741, André merancang tulang
belakang bengkok sebagai simbolnya untuk ortopedi.
Saat ini, scoliosis didefinisikan sebagai deviasi lateral dari garis vertikal normal
tulang belakang yang bila diukur pada radiograf, lebih besar dari 10 derajat. Karena
kelengkungan lateral tulang belakang dikaitkan dengan rotasi vertebra dalam kurva,
deformitas tiga dimensi terjadi. Deformitas kompleks ini merupakan gerakan abnormal
dalam tiga bidang: (1) perpanjangan intervertebralis pada bidang sagital, menyebabkan
lordosis dari segmen scoliotic; (2) kemiringan lateral intervertebralis di bidang frontal; dan
(3) komponen yang berputar pada bidang aksial.
Hal ini menyebabkan torsi tulang belakang, dengan kelainan yang paling signifikan
terletak di daerah apikal. Seiring deformitas memburuk, perubahan struktural berkembang di
tulang belakang dan tulang rusuk. Hubungan antara organ intratoraks dan perut mungkin
terdistorsi sebagai deformitas, tapi jarang mempengaruhi fungsi organ. (3)
C. Epidemiologi
Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang sering terjadi. Angka
kejadiannya tergantung pada sudut kelengkungan yang terbentuk. Menurut Kane
diperkirakan bahwa skoliosis ≥ 10o terjadi pada 25 per 1.000 penduduk. Penyebab yang
paling sering ditemukan masih idiopatik. Dan skoliosis yang terjadi pada anak-anak lebih
berat dibandingkan dengan dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan progresifitas pertumbuhan
kelengkungan tulang belakang pada anak-anak terjadi lebih cepat. Selain itu, insiden
skoliosis juga meningkat pada orang-orang yang memiliki kelainan neuromuskuler atau
faktor predisposisi lainnya.(4)
Berdasarkan pada The National Scoliosis Foundation, di Amerika Serikat didapatkan
skoliosis pada 6.000 orang. Dan 2% hingga 4% adalah idiopatik skoliosis pada dewasa.
Idiopatik skoliosis pada dewasa atau Adolescent Idiopathic scoliosis (AIS) terhitung pada
4
80% dari kasus idiopatik skolisosis dan sering terjadi berumur antara 10 hingga16 tahun.
Terbanyak pasien idiopatik skoliosis pada dewasa adalah wanita, tapi insidensi bervariasi,
tergantung pada derajat kelengkungan dan tipe dari skoliosis. Ciri khas pada pasien skoliosis
adalah berpostur tubuh yang tinggi. Wanita dewasa yang skoliosis saat remaja dengan
kelengkungan thoraks ke arah kanan. AIS meliputi antara pria dan wanita, tapi tidak dengan
rasio yang sama. Kelengkungan tulang belakang sering terdapat pada daerah thorak atau
thorakolumbal dan pada banyak kasus seringnya melengkung ke arah kanan. Perbedaan
insiden antara pria dan wanita berhubungan dengan derajat kelengkungan. Bagaimanapun,
pada pasien dengan kelengkungan tulang belakang 25o atau lebih, sering terjadi pada wanita.
Infantile idiopathic scoliosis atau idiopatik skoliosis pada bayi sering ditemukan pada
umur 6 bulan dan banyak terjadi pada laki-laki dan keturunan Eropa. Kelengkungannya
sering terjadi pada tulang belakang segmen thoraks dan melengkung ke arah kiri. Pada
banyak kasus, kelengkungan tersebut dapat diobati pada saat umur 3 tahun. Jumlah skoliosis
pada bayi berjumlah hanya 0,5% dari seluruh skoliosis yang idiopatik pada Amerika Serikat
dan 4% hingga 5% pada negara Eropa.
Juvenile idiopathic scoliosis atau Skoliosis pada anak-anak hampir sama dengan
dewasa. Perempuan lebih banyak terkena pada tipe ini. Kelengkungan skoliosis pada anak-
anak seringnya ke arah kanan. Karena tingginya rasio progresi kelengkungan dan perlunya
operasi maka skoliosis pada tipe ini disebut dengan malignansi subtipe dari adolescent
idiopatik skoliosis.(5)
D. Etiologi
1. Kelainan fisik
Ketidakseimbangan pertumbuhan tulang dan otot yang yang mengakibatkan
kecendrungan untuk terjadinya suatu Scoliosis. Ketidak seimbangan otot sekitar tulang
belakang yang mengakibatkan distrosi spinal atau perbedaan otot pada saat pertumbuhan.
Selain itu dapat disebabkan pula oleh gangguan pada tulang kaki, pinggul atau tulang
belakang. Tapi, beberapa orang yang bahunya miring belum tentu karena Scoliosis,
melainkan sekadar kebiasaan saja.
5
2. Gangguan pada kelenjar Endokrin
Ketidakseimbangan pada hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, seperti
pituitary dan adrenal sebagai pendorong pertumbuhan otot dan tulang.
3. Faktor Keturunan
Kelainan Scoliosis dapat ditimbulkan oleh gen, artinya bahwa seorang anak dari
penderita Scoliosis memiliki kemungkinan mengidap Scoliosis.
4. Masalah pada Saraf
Masalah pada saraf juga dapat menyebabkan timbulnya Scoliosis. Misalnya, karena
pembentukan urat saraf tulang belakang yang tidak normal dan terdapat benjolan di
sepanjang perjalanan saraf.
5. Faktor Bawaan
Bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan bentuk yang
didapat, misalnya karena patah atau bergesernya tulang belakang.
6. Kebiasaan atau sikap tubuh yang buruk
Kesalahan dalam posisi duduk atau pun dalam posisi tidur secara terus menerus akan
menyebabkan deformasi pada tulang belakang, terutama pada periode pertumbuhan. Faktor
ini pula yang dapat menyebabkan bertambahnya ukuran kurva pada penderita Scoliosis.
Seseorang yang berjalan miring demi mencegah rasa sakit sebagai akibat kelumpuhan atau
luka karena kecelakaan, juga dapat menyebabkan Scoliosis. Faktor kebiasaan atau kesalahan
dalam suatu posisi, seperti posisi duduk maupun posisi tidur adalah faktor pembentukan
Scoliosis pada seorang anak, karena kebiasaan seperti itu seringkali tidak disadari.(4)
E. Klasifikasi
1. Nonstruktural
Adalah skoliosis yang bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula), dan
tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Terdiri dari :
a. Skoliosis postural : Disebabkan oleh kebiasaan postur tubuh yang buruk
b. Spasme otot dan rasa nyeri, yang dapat berupa :
Nyeri pada spinal nerve roots : skoliosis skiatik
Nyeri pada tulang punggung : dapat disebabkan oleh inflamasi atau keganasan
6
Nyeri pada abdomen : dapat disebabkan oleh apendisitis
c. Perbedaan panjang antara tungkai bawah
Actual shortening
Apparent shortening :
1. Kontraktur adduksi pada sisi tungkai yang lebih pendek
2. Kontraktur abduksi pada sisi tungkai yang lebih panjang
2. Sruktural
Adalah skoliosis yang bersifat irreversibel dan dengan rotasi dari tulang punggung
a. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) : 80% dari seluruh skoliosis
Bayi : dari lahir – 3 tahun
Anak-anak : 4 – 9 tahun
Remaja : 10 – 19 tahun (akhir masa pertumbuhan)
(iV) Dewasa : > 19 tahun
b. Osteopatik
Kongenital (didapat sejak lahir)
1. Terlokalisasi :
a. Kegagalan pembentukan tulang punggung (hemivertebrae)
b. Kegagalan segmentasi tulang punggung (unilateral bony bar)
2. General :
a. Osteogenesis imperfecta
b. Arachnodactily
Didapat
1. Fraktur dislokasi dari tulang punggung, trauma
2. Rickets dan osteomalasia
3. Emfisema, thoracoplasty
c. Neuropatik
1. Kongenital
Spina bifida
Neurofibromatosis
7
2. Didapat
Poliomielitis
Paraplegia
Cerebral palsy
Friedreich’s ataxia
Syringomielia(6)
8
Tabel 1. Etiologi dan klasifikasi skoliosis2
F. Manifestasi Klinis
Ketidaklurusan tulang belakang ini akhirnya akan menyebabkan nyeri persendian di
daerah tulang belakang pada usia dewasa dan kelainan bentuk dada, hal tersebut
mengakibatkan :
a. Penurunan kapasitas paru, pernafasan yang tertekan, penurunan level oksigen
akibat penekanan rongga tulang rusuk pada sisi yang cekung.
b. Pada skoliosis dengan kurva kelateral atau arah lengkungan ke kiri, jantung akan
bergeser kearah bawah dan ini akan dapat mengakibatkan obstruksi intrapulmonal
atau menimbulkan pembesaran jantung kanan, sehingga fungsi jantung akan
terganggu.
Di bawah ini adalah efek skoliosis terhadap paru dan jantung meliputi :
Efek Mild skoliosis (kurang dari 20o tidak begitu serius, tidak memerlukan
tindakan dan hanya dilakukan monitoring)
Efek Moderate skoliosis (antara 25 – 40o ), tidaklah begitu jelas , namun suatu
study terlihat tidak ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau dilakukan
exercise.
Efek Severe skoliosis (> 400 ) dapat menimbulkan penekanan pada paru,
pernafasan yang tertekan, dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru
dapat berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi gangguan
terhadap fungsi jantung.
Efek Very Severe skoliosis (Over 1000 ). Pada keadaan ini dapat terjadi trauma
pada pada paru dan jantung, osteopenia and osteoporosis.(7)
9
G. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada Skoliosis dengan kelengkungan kurang dari 200, tidak akan menimbulkan
masalah. Namun, keluhan yang muncul adalah rasa pegal. Sedangkan pada kelengkungan 20
– 40 derajat, penderita akan mengalami penurunan daya tahan dalam posisi duduk atau
berdiri berlama-lama. Bila lengkungan ke samping terlalu parah, yaitu ukuran kurva di atas
400 akan menyebabkan kelainan bentuk tulang belakang yang cukup berat, keluhan akan
semakin berat seiring dengan berjalannya pertumbuhan tulang.7
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada posisi berdiri atau membungkukkan badan ke
arah depan atau belakang, kemiringan atau asimeteris dari bahu dan pelvis, tidak sama
panjang antara ukuran kaki kiri dengan kaki kanan.8
Tabel 2. Pemeriksaan fisik pada skoliosis2
Terdapat ciri- ciri penting yaitu :9
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping.
2. Bahu kanan dan bahu kiri tidak simetris. Bahu kanan lebih tinggi daripada bahu
kiri.
3. Pinggang yang tidak simetris, salah satu pinggul lebih tinggi atau lebih menonjol
daripada yang lain.
4. Ketika membungkuk ke depan, terlihat dadanya tidak simetris.
5. Badan miring ke salah satu sisi, paha kirinya lebih tinggi daripada paha kanan.
6. Ketika memakai baju, perhatikan lipatan baju yang tak rata ,batas celana yang tak
sama panjang.
10
7. Untuk Skoliosis yg Idiopatik kemungkinan terdapat kelainan yang mendasarinya,
misalnya neurofibromatosis yang harus diperhatikan adalah bercak “café au lait”
atau Spina Bifida yang harus memperhatikan tanda hairy patches (sekelompok
rambut yg tumbuh di daerah pinggang).
8. Pasien berjalan dengan kedua kaki lebar.
9. Perut menonjol.
10. Sedangkan pada kasus yang berat dapat menyebabkan :
a. Kepala agak menunduk ke depan
b. Punggung lurus dan tidak mobile
c. Pangggul yang tidak sama tinggi
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan
pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan
lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri. Selain
itu pada inspeksi dapat dilihat bila penderita disuruh membungkuk maka akan terlihat
perbedaan secara nyata ketinggian walaupun dalam keadaan tegap bisa dalam keadaan
normal.9
Salah satu pemeriksaan fisik adalah dengan cara “The Adam’s Forward Bending
test”. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pasien dari belakang yaitu dengan
menyuruhnya membungkuk 90° ke depan dengan lengan menjuntai ke bawah dan telapak
tangan berada pada lutut.. Temuan abnormal berupa asimetri ketinggian iga atau otot-otot
paravertebra pada satu sisi. Deformitas tulang iga dan asimetri garis pinggang tampak jelas
pada kelengkungan 30° atau lebih.9
Jika pasien dilihat dari depan asimetri payudara dan dinding dada mungkin terlihat.
Tes ini sangat sederhana, hanya dapat mendeteksi kebengkokannya saja tetapi tidak dapat
menentukan secara tepat kelainan bentuk tulang belakang. Pemeriksaan neurologis (saraf)
dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau reflex.9
11
Gambar 3. Posisi Bending untuk skrining skoliosis9
Secara umum tanda-tanda skoliosis yang bisa diperhatikan pada penderitanya yaitu:4
- Tulang bahu yang berbeda, dimana salah satu bahu akan kelihatan lebih tinggi
dari bahu yang satunya (Elevated Shoulder)
- Tulang belikat yang menonjol, sebagai akibat dari terdorongnya otot oleh kurva
primer Scoliosis (Prominent Scapula)
- Lengkungan tulang belakang yang nyata, yang dapat terlihat secara jelas dari arah
samping penderita (Spinal Curve)
- Tulang panggul yang terlihat miring, sebagai penyesuaian dari kuva Scoliosis
(Uneven Waist)
- Perbedaan ruang antara lengan dan tubuh (Asymmetrical Arm to Flank Distances)
Gambar 4. Tanda-tanda umum skoliosis4
12
c. Klasifikasi Lenke
Klasifikasi Lenke merupakan sistem yang dikembangkan dalam mengklasifikasikan
skoliosis. Kini telah direkomendasikan dalam pengobatan spesifik dengan perbedaan metode
pengobatan. Sistem klasifikasi Lenke memadukan tiga komponen, antara lain:
1) Tipe Kurva
2) Lumbar Spine Modifier
3) Sagittal Thoracal Modifier
Klasifikasi ini terdiri atas enam tipe kurva berdasarkan tiga regional kolum dari tulang
belakang, yaitu: proximal thoracic [PT], main thoracic [MT) dan thoracolumbar/lumbar [TL/L]
yang dibagi menjadi struktural dan nonstruktural berdasarkan kriteria radiografis yang spesifik
dan obyektif pada bidang koronal dan sagital
Tabel 1. Daftar detail Lenke’s Classification
13
Klasifikasi ini berdasarkan terapi yang akan dilakukan, dimana daerah vang struktural
harus termasuk dalam. instrumentasi dan fusi, sedang daerah yang non-struktural tidak termasuk.
Kemudian ditambahkan lumbar curve modifier dan sagittal thoracic modifier. Lumbar curve
modifier dinilai berdasarkan posisi apex dari vertebra lumbal kepada garis vertikal pusat sakral
(center sacral vertical line/CSVL). CSVL adalah garis vertikal yang membagi sakrum dan
paralel terhadap sisi lateral film
1. Garis berada diantara pedikel lumbal sampai vertebra yang stabil1
2. Garis menyentuh apex kurva lumbal antara sisi medial pedikel dan sisi lateral dan corpus.
3. Garis jatuh pada sisi medial dari apex kurva lumbal.6
H. Gambaran Radiologis
Penilaian pasien skoliosis dari segi radiografi dimulai dari sisi anteroposterior dan lateral
dari seluruh tulang belakang . sebagai tambahan, pemeriksaannya sebaiknya juga termasuk sisi
lateral dari lumbal, untuk menilai adanya spondilosis atau spondilolystesis (prevalensi di
populasi secara umum ada sekitar 5%). Kurva atau kelengkungan skoliosis ini lalu
diukur dari sisi AP. Metode yang paling sering digunakan (digunakan oleh Scoliosis Research
Society ) adalah metode Cobb.5
Metode Cobb
Metode Cobb sudah digunakan sejak tahun 1984 untuk mengukur sudut pada posisi erect
PA. Pengukuran dengan sudut Cobb sangat berguna pada pemeriksaan pasien dengan posisi
PA/AP. Sudut Cobb ditemukan dengan menarik garis dari sudut inferior dan superior vertebrae
dari kelengkungan. Sudut tersebut menghubungkan garis tegak lurus dengan endplates.1
Sudut Cobb sangat berguna dalam menentukan beda antara skoliosis dan asimetris dari
vertebrae. Sudut kurang 100 hingga 150 pada sudut Cobb lebih menunjukkan bahwa telah terjadi
asimetris daripada skoliosis. Sudut Cobb juga dapat memonitor kemajuan koreksi dari
kelengkungan selama penggunaan bracing atau observasi perbaikan. Bagaimanapun, pada
14
pengukuran sudut Cobb tidak bisa menentukan adanya vertebral rotation atau aligment dari
tulang belakang.1 Metode lippman-cobb di ambil dan di standarisasi oleh Scoliosis Research
Society dan digunakan untuk mengklasifikasikan jenis kelengkungan skoliosis menjadi tujuh
bagian.10
Gambar 5. Metode Lippman-Cobb10
Metode Cobb ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode lain.
Selain itu metode ini lebih tepat bahkan jika pasien diperiksa oleh pemeriksa lainnya. Selain itu
juga masih ada metode lain yaitu metode Risser-Ferguson, yang lebih jarang digunakan.5
Pada awalnya, seseorang harus ditentukan terlebih dahulu apa jenis/tipe dari
kelengkungan pada skoliosisnya tersebut. Lengkungannya bisa jadi akut, seperti yang terlihat
pada fraktur atau hemivertebra. Setiap adanya anomali pada costa atau vertebre harus dilaporkan.
Scoliosis secara umum dapat digambarkan berdasarkan lokasi kelengkungannya, seperti yang
ada digambar berikut ini :5
Gambar 6. Pola skoliosis5
15
Pemeriksa seharusnya juga menentukan apakah titik kelengkungan tersebut mengarah ke
kanan atau ke kiri. Jika kelengkungannya ada ada dua, maka masing-masing harus digambarkan
dan diukur.5
Untuk menggunakan metode Cobb, pertama kita harus menetukan mana saja yang
merupakan end vertebrae. Masing-masing dari end vertbrae ini adalah yang dibatasan atas dan
bawah dari kelengkungan yang miring paling jauh mengarah ke kelengkungannya. Jika kita
sudah memilih vertebrae tersebut, lalu gambarlah garis sepanjang endplate bagian atas dan
bawah, sebagimana digambarkan dibawah ini.5
Gambar 7. Pengukuran skoliosis berdasarkan metode Cobb5
Jika ujung endplate sulit dinilai, maka garis ini dapat digambarkan disepanjang atas dan
bawah dari pedikel. Sudut yang didapatkan adalah sudut yang terdapat diantara dua garis
tersebut. namun, jika sudut yang terbentuk itu kecil, bisa saja kedua garis tersebut berpotongan di
gambarnya saja, seperti Downtown Seattle. Pada saat melaporkan penghitungan sudut skoliosis
ini maka kita harus menerangkan bahwa metode yang dipakai dalam pengukuran ini adalah
metode Cobb dan juga mana ujung-ujung dari vertebrae yang telah kita pilih unutk diukur.
Peranannya disini adalah jika kita telah memilih vertebrae tersebut, maka kita harus
menggunakan vertebrae yang sama dalam proses follow up selanjutnya, agar hasil yang
didapatkan lebih tepat dan pasti dalam menilai kemajuan atau perbaikan yang ada. Sekali
seseorang telah diukur kelengkungannya, lalu dapat diperkirakan derajat rotasi (perputaran) dari
vertebre pada apexnya dengan melihat hubungan dari pedikel ke garis tengahnya (midline).5
16
Gambar 8. Pengukuran perputaran (rotasi) dari pedikel pada skoliosis.5
Pada gambar A. Menunjukkan neutral position (tidak ada rotasi) gambar B merupakan
derajat 1 gambar C derajat 2 gambar D derajat 3 dan gambar E derajat 4. Pada posisi frontal
terlihat kelengkungan tulang belakang ke arah lateral, yang berhubungan dengan terbelah pada
garis imajiner dan sebagian vertebra pada sisi lengkung yang terpisah ke arah luar, kedua dan
didalam atau garis tengah ketiga (garis vertikal pada A-E).5
Yang berguna bagi tim bedah adalah gambaran lateralnya, yang digunakan untuk menilai
derajat rigidaitas atau kekakuan dan fleksibelitas dari kelengkungan tersebut. Pada gambar
dibawah ini dapat dinilai bahwa kelengkungan yang utama atau pangkalnya adalah dari thorakal
(thorakal curve) dengan lumbal sebagai lanjutannya.5
Gambar 9. “bending film” dapat membedakan skoliosis structural dan non struktural5
I. Terapi
17
Kebanyakan remaja dengan scoliosis idiopatik tidak memerlukan pengobatan karena
probabilitas rendah untuk kurva mereka akan bertambah. Pengobatan diutamakan hanya untuk
pasien-pasien yang kurva scoliotic beresiko besar memburuk dari waktu ke waktu atau untuk
pasien dengan kurva parah pada perhitungan. Dalam memilih terapi, dokter harus
mempertimbangkan potensi pertumbuhan yang masih tersisa, tingkat keparahan kurva pada saat
tedeteksi, serta pola dan lokasi scoliosis. Penampilan kosmetik dan faktor-faktor sosial yang
mungkin berdampak pada pengobatan juga masuk ke dalam proses pengambilan keputusan.
Pilihan pengobatan yang tersedia adalah observasi, intervensi non-bedah, dan intervensi bedah.
Sangat penting bahwa dokter mengetahui opsi yang tepat untuk setiap pasien sesuai dengan
pedoman umum. Remaja yang masih tumbuh aktif (Risser grade 2 atau lebih rendah) dengan
kurva antara 30 dan 45 derajat harus dimulai pada terapi brace pada saat kunjungan awal. Pada
pasien yang lebih dewasa (Risser kelas 0 dan premenarchal jika perempuan) dengan kurva
melebihi 25 derajat, bracing harus segera dimulai. Dalam kebanyakan kasus, remaja yang sedang
tumbuh dengan kurva melebihi 45 sampai 50 derajat memerlukan stabilisasi operasi karena
perawatan tidak efektif dalam mengendalikan atau mengoreksi scoliosis. Individu dewasa
dengan kurva melebihi 50 sampai dengan 55 derajat juga beresiko untuk perkembangan kurva
lanjutan dan harus dipertimbangkan untuk pembedahan. Kemungkinan pengecualian termasuk
pasien dengan kurva ganda yang seimbang kurang dari 60 derajat yang penampilannya klinis
dapat diterima oleh mereka. Observasi terus akan diperlukan untuk mendokumentasikan
perkembangan dari scoliosis, yang akan membutuhkan operasi.
18
OBSERVASI
Secara umum, tidak ada perawatan yang diperlukan untuk kurva yang kurang dari 25
derajat, terlepas dari kematangan pasien. Pemeriksaan tindak lanjut yang diperlukan, dengan
interval kunjungan tergantung pada kematangan pasien dan ukuran kurva. Misalnya, remaja
premenarchal Risser kelas 0 dengan kurva awal berukuran 24 derajat harus menjalani
pemeriksaan follow-up setiap 3 sampai 4 bulan, dan bracing mungkin diperlukan jika kurva
berlangsung lebih lanjut. Untuk pasien yang lebih dewasa (Risser grade 3 atau lebih tinggi),
interval yang lebih panjang antara kunjungan (misalnya, 6 bulan) lebih tepat karena
perkembangan kurva biasanya terjadi pada tingkat lebih lambat. Jelas, pedoman yang telah
ditentukan tidak berlaku untuk semua kasus, dan tindak lanjut harus tergantung masing-masing
individu. Besarnya kurva pasien pada presentasi awal membantu menentukan frekuensi
kunjungan lanjutan. Secara umum, untuk anak-anak tumbuh dengan kurva kecil (<20 derajat),
evaluasi tindak lanjut berikutnya harus kira-kira 6 bulan kemudian. Jika lekukan adalah antara 20
dan 30 derajat, radiografi harus diperoleh 3 sampai 4 bulan kemudian karena pengobatan
mungkin diperlukan jika kurva berlangsung 5 derajat atau lebih. Bagi pasien yang tidak
mengalami pertambahan derajat kurva, observasi terus, dan interval antara kunjungan secara
bertahap memperpanjang hingga pendekatan akhir yang diinginkan.
PENATALAKSANAAN NON BEDAH
Untuk dipertimbangkan secara efektif, pengobatan non operasi harus mencegah
perkembangan kurva pada mereka yang paling berisiko (kurva dari 25 sampai 45 derajat di
Risser kelas 0 atau 1 pasien), bermanfaat dalam semua pola kurva, menghasilkan penampilan
kosmetik yang dapat diterima di akhir pengobatan, dan mengurangi kebutuhan untuk operasi.
Dengan kata lain, pengobatan non operasi harus meningkatkan hasil pasien. Selama bertahun-
tahun, banyak pengalaman yang telah diperoleh dengan berbagai bentuk pengobatan non operasi,
beberapa di antaranya orthopaedists dapat mempertimbangkan penatalaksanaan yang efektif
(misalnya, bracing), dan lain-lain yang telah menunjukkan tidak ada efek menguntungkan
(misalnya, stimulasi listrik, olahraga, biofeedback).
19
Orthotic (Brace) Treatment
Secara historis, Pare dikreditkan dengan menjadi yang pertama untuk menggunakan
bracing logam, dalam bentuk baju besi, untuk mengobati pasien dengan scoliosis. Sejak itu,
berbagai jenis bracing, dan gips telah dianjurkan, seperti gips suspensorium Sayre dan engsel
atau turnbuckle cast Hibbs dan Risser. Pada tahun 1946, brace Milwaukee dikembangkan untuk
menggantikan imobilisasi plester pasca operasi.
Kemudian, brace itu digunakan sebagai metode nonoperative pengobatan ketika pasukan pasif,
aktif, dan gangguan yang dianggap diperlukan untuk mencegah perkembangan kurva. Penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa kekuatan korektif penjepit yang pasif dan bahwa komponen
korektif dominan adalah transverse loading dari tulang belakang melalui penggunaan bantalan
korektif. Pada tahun 1960, termoplastik diperkenalkan ke manufaktur orthosis, yang mengarah
ke orthoses thoracolumbosacral (TLSOs) hari ini. Dalam beberapa tahun terakhir, desain dengan
bantuan komputer dan manufaktur dibantu komputer telah digunakan untuk orthoses tulang
belakang.
Indikasi untuk Brace Treatment.
Pengobatan Brace dibatasi untuk anak-anak belum dewasa dalam upaya untuk mencegah
perkembangan kurva selama pertumbuhan tulang lebih lanjut. Secara umum, menguatkan
diindikasikan pada remaja yang sedang tumbuh (Risser kelas 0, 1, atau 2) yang, pada presentasi,
memiliki kurva di kisaran 30 sampai 45 derajat atau yang telah didokumentasikan kemajuan
melebihi 5 derajat di kurva yang awalnya diukur 20 sampai 30 derajat. Mereka yang Risser kelas
0 harus dipertimbangkan calon untuk menguatkan ketika kurva mereka mencapai 25 derajat.
Pasien harus mempertimbangkan cacat yang ada kosmetik yang dapat diterima dan harus rela
memakai penjepit dalam waktu yang ditentukan. Kawat gigi low-profile (TLSOs) adalah
orthoses yang paling umum digunakan saat ini, tetapi penggunaannya dibatasi untuk pasien yang
puncak kurva berada pada atau di bawah T7. Untungnya, hal ini terjadi di sebagian besar pola
kurva pada remaja dengan scoliosis idiopatik. Baru-baru ini, Komite Bracing dari Scoliosis
Research Society membuat rekomendasi mengenai kriteria inklusi untuk studi brace masa depan
20
yang melibatkan scoliosis idiopatik remaja. Kriteria inklusi optimal pasien berusia 10 tahun dan
lebih tua ketika orthosis yang diresepkan, Risser kelas 0 sampai 2, besarnya kurva primer 25
sampai 40 derajat, tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya.
PENATALAKSANAAN BEDAH
Perawatan bedah untuk scoliosis diindikasikan, secara umum, untuk kurva melebihi 45
atau 50 derajat dengan metode Cobb. Tujuan utama dari intervensi bedah dalam pengobatan
scoliosis adalah untuk mengurangi besarnya deformitas. Kurva Thoracic dan kurva utama ganda
yang melebihi 50 derajat pada saat jatuh tempo skeletal memiliki probabilitas signifikan
memburuk dari waktu ke waktu dan hampir selalu menjamin intervensi operatif.
Selain kurva besarnya, penampilan pasien (seperti yang dirasakan oleh pasien, keluarga, dan
dokter bedah) berperan dalam pengambilan keputusan bedah. Pasien dan keluarga mereka
biasanya paling khawatir tentang aspek ini deformitas. Keseimbangan tulang belakang pasien
dapat dekompensasi, dengan dada terasa bergeser jauh dari garis tengah; rusuk menonjol bisa
berat karena rotasi yang berlebihan; dan bahu dan pinggul mungkin tampak tidak rata.
Pembedahan untuk scoliosis dapat dibagi menjadi fusion surgery dan fusionless surgery.
Fusion Surgery
Posterior fusi dengan instrumentasi telah menjadi standar pengobatan bedah untuk
scoliosis sejak pertama kali diperkenalkan oleh Paul Harrington. Dalam sistem itu, kekuatan
koreksi diaplikasikan dengan gangguan sepanjang cekung kurva. Dalam sistem instrumentasi
generasi kedua yang dikembangkan oleh Cotrel dan Dubousset, koreksi dicoba oleh manuver
batang-rotasi. Dalam sistem instrumentasi modern, lebih banyak anchors yang digunakan untuk
menghubungkan batang dan tulang belakang, sehingga koreksi yang lebih baik dan lebih jarang
kegagalan implan.
21
Fusionless Surgery
Berbagai upaya yang dilakukan dengan penggunaan operasi fusionless untuk mengontrol
pertumbuhan, untuk menghindari fusi, untuk menunda waktu dari operasi fusi definitif, atau
untuk meningkatkan volume thorax. Dengan operasi fusi, gerak segmental dari kolom tulang
belakang dihilangkan. Untuk menghindari fusi untuk pasien dengan kelumpuhan, yang mana
mempertahankan fleksibilitas tulang belakang dan mobilitas yang diinginkan. Fusionless,
ostetomies wedge vertebral dikembangkan untuk pengobatan scoliosis lumpuh progresif pada
anak yang belum dewasa dengan cedera sumsum tulang belakang atau myelodysplasia. Sebuah
sistem implan yang dirancang khusus digunakan untuk membantu dengan koreksi dan
pemeliharaan keselarasan. Dua belas minggu setelah operasi awal, operasi kedua diperlukan
untuk menghapus bagian dari implan. Teknik ini dapat digunakan untuk scoliosis idiopatik di
masa depan.
Operasi fusi dalam hasil usia yang sangat muda relatif singkat ke ekstremitas. Hal ini
juga mempengaruhi perkembangan paru-paru. Untuk memberikan koreksi dan
mempertahankannya selama tahun-tahun tumbuh sementara memungkinkan pertumbuhan tulang
belakang untuk scoliosis onset awal, teknik instrumentasi tanpa fusi atau dengan fusi terbatas
menggunakan Harrington-rod, Cotrel-Dubousset-rod, atau Luque-rod telah dikembangkan.
22
23
TAMBAHAN
Dampak pada pasien dengan adolescent idiophatic scoliosis (AIS) yang tidak di berikan
tatalaksana:
Jika risser sign pada pasien saat terdiagnosis dengan scoliosis antara 0-4, dampak yang dapat
terjadi adalah:
1. Mortalitas
Mortalitas pada orang dewasa dengan AIS secara tipikal tidak akan terjadi kegagalan
pernapasan dan kematian. Namun, pasien AIS harus dibedakan dengan pasien yang
didiagnosis dengan early onset skoliosis (sebelum umur 5 tahun) dengan derajat kurva
severe (90o). Pasien dengan early onset skoliosisdapat terjadi corpulmonal dan gagal
jantung kanan, yang berakibat kematian.
2. Fungsi paru-paru dan jantung
Terbatasnya FVC (forced Vital Capacity) tidak akan terjadi sampai kurva thorax
mencapai 90o tanpa hypokifosis. Hanya bentuk kurva thorax yang secara langsung
berhubungan dengan besarnya kurva dan efek negatif pada fungsi paru-paru.
3. Nyeri punggung
Insidens nyeri punggung pada pasien skoliosis dewasa banyak terjadi. Pasien dengan
kurva dominan pada lumbar berakibat pada meningkatnya iinsiden nyeri punggung
bawah.
4. Paralisis
Hal ini dapat terjadi jika kurva telah mencapai derajat severe hingga very severe dimana
medula spnalis dan nervus spinalis dapat terjepit, berakibat terjadinya paralisis bahkan
parestesia.
Sebaliknya, jika pasien dengan risser sign 5 saat terdiagnosis, konsekuensi atau akibat yang
dapat terjadi tidak akan seberat pada pasien yang risser 0-4, karena kurva akan meningkat secara
progresif jika proses osifikasi masih immature, namun jika sudah matur, maka peningkatan kurva
hanay 1o per tahun, sehingga konsekuensi yang mungkin terjadi hanya ringan sampai sedang
berdasarkan derajat kurva pada saat terdiagnosis.
24
Indikasi observasi pada pasien skoliosis
1. Jika risser sign 0-1 dengan kurva kurang dari 25o
2. Jika risser sign 2-5 dengan kurva <45o
Indikasi penggunaan brace
1. Jiak risser stage 0-1 dengan kurva 20-29, maka penggunaan brace harus segera
dilaksanakan.
2. Jika risser stage 2 dengan kurva 20-29o dengan progresifitas 5o, maka penggunaan brace
harus didokumentasikan sebelum dimulai pemakaiannya.
3. Jika risser stage 3-4 dengan kurva >30-<40o, maka dilakukan pemsangan brace hingga
mencapai risser 5
Indikasi operasi
1. Jika proses ossifikasi masih immature (risser sign 1-4) dengan kurva >40o.
2. Jika proses ossifikasi masih mature (risser sign 5) dengan kurva >50o.
3. Tatalaksana brace gagal, ditandai dengan kurva yang semakin meningkat selama
pemakaian brace.
4. Kurva yang meningkat progresif yang mengakibatkan gangguan kardiopulmoner.
5. Nyeri punggung yang tidak menurun dengan obat-obatan analgetik
Sumber:
1. Devlin Vincent. Idiopathic Scoliosis. In: Spine Secret Plus. Chapter 39. Section IV. 2 nd
edition. 2012
2. Rothman-Simeone The Spine. 6th edition. Volume 1. Chapter Scoliosis
25
Daftar Pustaka
1. Raymond J. Gardocki, et all. Spine. Campbell Operative Orthopaedics 8th Edition.
Mosby, An Imprint of Elsevier.
2. Thompson JC. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd Edition. Elsevier Saunders.
3. Newton, Peter, et all. Basic Principles of Scoliosis Treatment. Idiopathic Scoliosis.
Thieme. New York:2010
4. Maruyama, Toru. Surgical treatment of scoliosis: a review of techniques currently
applied. Scoliosis Journal. Biomed Central. 2008
5. Maruyama, Toru. Surgery for Idiopathic Scoliosis: Cureently applied techniques.
Clinical Medicine Pediatrics. 2009:3 39-44
6. Anderson, Susan M. Spinal Curves and Scoliosis. Radiologic Techniques Vol. 79/No. 1.
September/October 2007
7. Anthony, John Hearing. Early Onset Scoliosis. Tadchdjian’s Pediatric Orthopaedics.
Fourth Edition. Elsevier. 2008
8. Hresko, M Timothy. Idiopathic Scoliosis in Adolescents. N. Engl J Med. 2013; 368:834-
41. Massachussetts:2008
9. W. Gaines, Robert. Evaluation of Spinal Deformities. Spine Secret Second Edition.
Elsevier. Missouri: 2012.
26