55
PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN PENGKONDISIAN KEMBALI TERHADAP KUALITAS UMBI KENTANG (Solanum tuberosum Linn) SEBAGAI BAHAN BAKU POTATO CHIPS Dilla Elviana*, Dr. Ali Asgar Ir., MP**, Dra. Ela Turmala Sutrisno Ir., Msc** ABSTRACT This research aims to study the effect of storage temperature and conditioning back to the quality of potato tubers as raw material for potato chips. The results are also expected to give hints on the potato tuber raw materials for the manufacture of potato chips better so will enhance the economic value of potato tubers and encourages farmers to increase the amount of production of high-quality potatoes each year so expect the welfare of the farmers will get better. The method used in this study is two-factor with 3 levels and 4 levels in a randomized block design with three replications thus obtained 36 experimental plots. Response variable in this study is the analysis of water content, starch content, reducing sugar content, violence tubers, weight loss, tuber rot and organoleptic tests for color, flavor, crispness and appearance of potato chips. The results showed that the storage temperature treatment and conditioning back and their interaction was not significantly different to the water content and starch content. Interaction between storage temperature and conditioning back significantly different potato tuber reducing sugar. Reducing sugar content of potato tubers s1p4 treatment is 0.81%, ie 0.95% s2p2, s2p3 are 0.88%, 0.77% s2p4 ie, s3p1 are 0.89%, 0.79% s3p2, s3p3 0 , ie 76% and 0.75% s3p4. So it can be concluded that the above treatments potato tubers can be accepted by the potato processing industry chips.Perlakuan storage temperature and conditioning back significantly different potato tuber texture. Violence best for making potato chips was 2.33 seconds on the treatment mm/100gram/10 p1 (conditioning at room temperature for 9 days). Interaction between storage temperature and conditioning back significantly different potato tuber weight loss. Weight loss of potato tubers that are the 2,49% s1p4 treatment, storage and conditioning treatment back temperatures and their interaction was not significantly different to the tuber rot. Storage temperature and conditioning treatments significantly different back color and appearance of potato chips based preference level panelists. The most preferred color panelists namely s3 treatment (storage temperature of 10 ° C) and p4 (conditioning back in the room temperature at 9 days) are 2.56 and 2.73. Sightings are most panelists favored treatment s3 (storage temperature of 10 ° C) and p4 (conditioning back in 9 days at room temperature), namely 2.66 and 2.79. Conditioning treatment of potato tubers back significantly affect the flavor and crispness of potato chips based preference level panelists. The most favored flavor panelists are on p2 treatment (conditioning back in 3 days at room temperature) is 2.48. The most preferred crispness panelist on p3 treatment (conditioning back in 6 days at room temperature) is 2.30. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kentang (Solanum tuberosum Linn) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi umbinya, yang di

repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN PENGKONDISIAN KEMBALI TERHADAP KUALITAS UMBI KENTANG (Solanum tuberosum Linn)

SEBAGAI BAHAN BAKU POTATO CHIPS

Dilla Elviana*, Dr. Ali Asgar Ir., MP**, Dra. Ela Turmala Sutrisno Ir., Msc**

ABSTRACT

This research aims to study the effect of storage temperature and conditioning back to the quality of potato tubers as raw material for potato chips. The results are also expected to give hints on the potato tuber raw materials for the manufacture of potato chips better so will enhance the economic value of potato tubers and encourages farmers to increase the amount of production of high-quality potatoes each year so expect the welfare of the farmers will get better.

The method used in this study is two-factor with 3 levels and 4 levels in a randomized block design with three replications thus obtained 36 experimental plots. Response variable in this study is the analysis of water content, starch content, reducing sugar content, violence tubers, weight loss, tuber rot and organoleptic tests for color, flavor, crispness and appearance of potato chips.The results showed that the storage temperature treatment and conditioning back and their interaction was not significantly different to the water content and starch content.

Interaction between storage temperature and conditioning back significantly different potato tuber reducing sugar. Reducing sugar content of potato tubers s1p4 treatment is 0.81%, ie 0.95% s2p2, s2p3 are 0.88%, 0.77% s2p4 ie, s3p1 are 0.89%, 0.79% s3p2, s3p3 0 , ie 76% and 0.75% s3p4. So it can be concluded that the above treatments potato tubers can be accepted by the potato processing industry chips.Perlakuan storage temperature and conditioning back significantly different potato tuber texture. Violence best for making potato chips was 2.33 seconds on the treatment mm/100gram/10 p1 (conditioning at room temperature for 9 days). Interaction between storage temperature and conditioning back significantly different potato tuber weight loss. Weight loss of potato tubers that are the 2,49% s1p4 treatment, storage and conditioning treatment back temperatures and their interaction was not significantly different to the tuber rot. Storage temperature and conditioning treatments significantly different back color and appearance of potato chips based preference level panelists. The most preferred color panelists namely s3 treatment (storage temperature of 10 ° C) and p4 (conditioning back in the room temperature at 9 days) are 2.56 and 2.73. Sightings are most panelists favored treatment s3 (storage temperature of 10 ° C) and p4 (conditioning back in 9 days at room temperature), namely 2.66 and 2.79. Conditioning treatment of potato tubers back significantly affect the flavor and crispness of potato chips based preference level panelists. The most favored flavor panelists are on p2 treatment (conditioning back in 3 days at room temperature) is 2.48. The most preferred crispness panelist on p3 treatment (conditioning back in 6 days at room temperature) is 2.30.

I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang PenelitianKentang (Solanum tuberosum

Linn) merupakan salah satu jenis tanaman

hortikultura yang dikonsumsi umbinya,

yang di kalangan masyarakat dikenal

sebagai sayuran umbi. Kentang banyak

mengandung karbohidrat yang sangat

bermanfaat bagi tubuh kita. Tingginya

kandungan karbohidrat menyebabkan

kentang dikenal sebagai bahan pangan

yang dapat mensubstitusi (menggantikan)

bahan pangan karbohidrat lain yang

berasal dari beras, jagung, dan gandum.

Selain dikonsumsi dalam keadaan segar,

sekarang ini kentang dapat dimanfaatkan

menjadi produk-produk olahan di berbagai

industri pangan di seluruh dunia seperti

kentang goreng (french fries) dan keripik

kentang (potato chips) dan jumlahnya

Page 2: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

setiap tahun terus meningkat (Sibarani,

1988).

Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Ali Asgar dan Asandhi (1990)

menunjukkan bahwa kehilangan hasil

panen pada saat panen sampai dengan

lama penyimpanan 2 bulan yang

dilakukan petani kentang di daerah

Pangelangan Jawa Barat mencapai 25%.

Hasil penelitian berikutnya yang dilakukan

di Garut menunjukkan kehilangan hasil

20% (Ali Asgar dan Asandhi, 1993). Salah

satu cara pengawetan yang banyak

dilakukan adalah mengeringkan kentang

menjadi keripik kentang.

Pengolahan kentang menjadi

keripik merupakan tahapan pasca panen

yang ditempuh untuk pengembangan

diversifikasi produk dan peningkatan nilai

tambah. Di Indonesia, dua jenis produk

olahan kentang yang menunjukkan

kecenderungan semakin populer dalam

pola konsumsi masyarakat adalah

kentang goreng (french fries) dan keripik

kentang (potato chips) (Adiyoga et al.,

1999).

Menurut SNI, (1996), Keripik

kentang adalah makanan yang terbuat

dari kentang (Solanum tuberosum) segar

berbentuk irisan tipis yang digoreng

dengan penambahan bahan makanan dan

atau tanpa bahan makanan lain yang

diizinkan. Keripik kentang yang baik

berasal dari umbi kentang yang

mempunyai kadar air dan gula rendah

serta kadar pati tinggi (Asandhi dan

Kusdibyo, 2004).

Varietas kentang yang umum

digunakan dalam pembuatan keripik

kentang adalah Atlantik. Kentang varietas

Atlantik ini mengandung kadar gula

reduksi sebesar 0,70%, daging umbi

berwarna putih dan kadar air rendah

sehingga sangat menarik apabila kentang

Atlantik digunakan sebagai salah satu

bahan olahan yang berupa keripik

kentang. Varietas ini memiliki beberapa

kelemahan antara lain: produksinya

rendah, tidak tahan layu, tidak tahan

busuk daun dan tidak tahan nematoda

akar (Prahardini dan Pratomo, 2004).

Menurut Wibowo (2006), kadar

bahan kering kentang Granola yang

dibudidiayakan di Jatinangor berkisar

antara 14-17,5%, sehingga berdasarkan

penkelasan kadar bahan kering, kentang

tersebut termasuk dalam kategori rendah.

Kentang yang cocok untuk industri keripik

harus mempunyai kandungan gula

<0,05%, bobot kering >20%, kandungan

bahan padatnya tinggi (≥16,7%), bentuk

umbi baik, dan permukaan rata. Sifat-sifat

ini dimiliki dua varietas unggul baru

kentang yang dilepas oleh Kementrian

Pertanian, yaitu Margahayu dan Kikondo.

Margahayu dan Kikondo mempunyai

potensi hasil 18-23 t/ha, umur panen

antara 90-100 hari dan mempunyai daya

simpan pada suhu kamar antara 2,5-3

bulan. Kentang ini cocok sebagai kentang

olahan terutama keripik (chips).

Penyimpanan yang baik pada suhu

Page 3: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

tertentu merupakan salah satu cara untuk

mendapatkan kadar gula reduksi, kadar

pati dan kadar air yang memenuhi syarat

dalam pembuatan keripik kentang.

Kentang yang di simpan pada suhu

rendah, misalnya 4°C akan menyebabkan

terjadinya akumulasi gula meliputi glukosa

dan fruktosa sehingga rasanya akan

manis, hal ini diisebabkan oleh relatif

rendahnya aktifitas respirasi dan akan

menyebabkan terbentuknya warna gelap

pada irisan kentang yang secara komersil

tidak dapat diterima, reconditioning

kentang pada suhu 21°C selama 2-3

minggu menaikkan kecepatan respirasi

dan sebagian besar gula akan teroksidasi

menjadi karbondioksida

(Tranggono dan Sutardi, 1990).

Kentang yang disimpan dibawah

suhu kritis yaitu 10°C, kecepatan respirasi

dan perubahan gula menjadi pati menurun

dan gula terakumulasi di dalam jaringan.

Selama dalam penyimpanan umbi

kentang akan mengalami proses

metabolisme, yaitu suatu proses

perombakan pati menjadi gula-gula

sederhana dan proses tersebut

dipengaruhi oleh tingkat laju respirasi,

semakin tinggi laju respirasi perubahan

pati menjadi gula-gula sederhana akan

semakin cepat dan secara stimular gula-

gula sederhana akan digunakan sebagai

energi dalam proses respirasi (Tranggono

dan Sutardi, 1990).

Menurut Asandhi dan Kusdibyo,

(2004), Penyimpanan dalam suhu 10°C

selama 8 hari mengakibatkan kenaikan

kadar gula reduksi tertinggi yaitu berkisar

antara 0,096 – 0,109%.

Kentang sebaiknya disimpan di

tempat yang sejuk dan gelap dengan

sirkulasi udara yang baik. Suhu ideal

tempat penyimpanan adalah 7 sampai

10°C (Sunarjono, 2007).

Berdasarkan latar belakang

tersebut, maka perlu dicari suhu

penyimpanan yang tepat dan

pengkondisian kembalikentang dengan

suhu ruang yang tepat dimana kandungan

gula reduksinya rendah sehingga dapat

menekan terjadinya perubahan nutrisi dan

mutu umbi kentang dapat dipertahankan.

Diduga bahwa umbi kentang yang

disimpan dalam suhu dingin selama

beberapa bulan dilanjutkan disimpan

dalam ruang dengan suhu kamar

(reconditioning) maka akan

mempengaruhi kandungan gula reduksi,

kandungan pati dan kandungan airnya

(Asandhi dan Kusdibyo, 2004).

1.2. Identifikasi MasalahBerdasarkan uraian dalam latar

belakang penelitian, maka dapat

diidentifikasikan masalah-masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh suhu

penyimpanan terhadap kualitas umbi

kentang sebagai bahan baku potato

chips?

2. Bagaimana pengaruh pengkondisian

kembali terhadap kualitas umbi

Page 4: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

kentang sebagai bahan baku potato

chips?

3. Bagaimana pengaruh interaksi suhu

penyimpanan dan pengkondisian

kembali terhadap kualitas umbi

kentang sebagai bahan baku potato

chips?

1.3.Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk

mempelajari pengaruh suhu penyimpanan

dan pengkondisian kembali terhadap

kualitas umbi kentang sebagai bahan

baku potato chips.

1.4.Manfaat PenelitianPenelitian ini memberikan

manfaat, yaitu dapat mengetahui kualitas

umbi kentang yang paling baik

berdasarkan suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali terhadap potato

chips yang dihasilkan sehingga akan

mempertinggi nilai ekonomi dari umbi

kentang dan sekaligus mendorong petani

untuk meningkatkan jumlah produksi

kentang yang berkualitas tinggi setiap

tahunnya sehingga diharapkan

kesejahteraan hidup para petani akan

semakin baik dan meningkatkan mutu

produk kentang olahan terutama potato

chips sehingga dapat mengurangi

ketergantungan import kentang sebagai

bahan baku potato chips.

1.5.Kerangka PemikiranMenurut Sunarjono, (2007),

produktivitas kentang dipengaruhi oleh

varietas kentang yang ditanam,

pemeliharaan, kesehatan tanaman, serta

tempat bertanam. Kentang sering

mengalami kerusakan baik dalam

pertanaman, pemanenan maupun

penyimpanan. Perubahan nutrisi umbi

kentang olahan selama dalam

penyimpanan dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan penyimpanannya terutama

temperatur. Penyimpanan umbi kentang

pada suhu ruang dapat mengalami

penurunan kandungan pati yang lebih

besar apabila dibandingkan dengan

peningkatan kandungan gulanya, karena

gula hasil perombakan dari pati secara

stimular digunakan sebagai energi dalam

proses respirasi.

Menurut Rubatzky et al., (1998),

kualitas umbi yang paling penting adalah

penampilan luar, ukuran, bentuk, tekstur

dan warna kulit, warna daging, kedalaman

dan jumlah mata tunas, ada tidaknya

cacat, dan kandungan bahan kering.

Umumnya umbi yang kandungan bahan

keringnya tinggi, perbandingan amilosa

terhadap amilopektinnya tinggi, ukuran

selnya kecil, dan kandungan gulanya

rendah, disukai untuk bahan olahan dan

untuk dipanggang atau digoreng. Jenis

kentang ini jika direbus cenderung

mengelupas, dan memiliki tekstur pangan

yang baik. Kentang yang kandungan

bahan keringnya rendah paling baik untuk

direbus karena cenderung tetap lekat.

Ali Asgar dan Marpaung (1998)

melaporkan bahwa umbi kentang Granola

yang disimpan selama 5 hari penurunan

Page 5: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

kandungan patinya maksimal 0,98%,

sedangkan peningkatan kandungan

gulanya maksimal 0,36%. Sedangkan

penyimpanan umbi kentang pada suhu

dingin dapat terjadi akumulasi kadar gula

reduksi yang disebabkan oleh relatif

tingginya aktivitas enzim fosforilase yang

merombak pati menjadi gula reduksi.

Pantastico (1975) menyatakan bahwa

umbi kentang yang disimpan pada suhu

dingin hasil olahannya berwarna coklat,

karena kadar gulanya tinggi.

Kentang dengan kadar gula tinggi

mempunyai tekstur yang kurang baik dan

rasanya manis bila direbus dan bila

digoreng warnanya menjadi coklat akibat

karamelisasi dan reaksi antara asam

amino dan gula (reaksi mailard).

Akumulasi gula dalam kentang yang

disimpan pada suhu rendah dapat

sebagian dikembalikan atau dibalikkan

dengan menaikkan suhu penyimpanan

sampai 10°C atau lebih. Meskipun pada

umumnya dapat diterima bahwa kadar

gula kembali ke hampir normal selama 1

minggu pada suhu 15-20°C, pengalaman

menunjukkan bahwa penurunan gula

reduksi mungkin berlangsung pada laju

yang lebih lambat (Tranggono dan

Sutardi, 1990).

Kentang bila disimpan pada suhu

rendah akan mengalami kenaikan gula

pereduksi sehingga rasanya akan manis.

Pada umumnya kentang tidak manis

rasanya, karena itu adanya kentang manis

merupakan suatu penyimpangan. Untuk

keperluan industri, kentang-kentang yang

manis tidak dikehendaki, karena gula

pereduksi yang dikandungnya dapat

menyebabkan terjadinya “browning

reaction”. Karena itu agar mendapatkan

hasil yang baik, kentang-kentang yang

disimpan di ruang pendingin harus

dibiarkan dulu pada suhu kamar atau

diruang kamar beberapa waktu lamanya

sebelum diolah agar kandungan gula

pereduksinya menurun (Winarno dan

Aman, 1981).

Menurut Asandhi dan Kusdibyo,

(2004), Penyimpanan umbi kentang dalam

ruangan dengan suhu 10° C selama 8 hari

dapat mempertahankan kandungan air

sehingga secara visual umbi kentang

tetap segar seperti baru di panen.

Penyimpanan dalam suhu 10°C selama 8

hari mengakibatkan kenaikan kadar gula

reduksi tertinggi yaitu berkisar antara

0,096 – 0,109%. Penyimpanan umbi

kentang yang dilakukan selama 4 hari

dalam suhu 10°C kemudian dilakukan

pengkondisian kembali pada suhu ruang

(18°C–21°C) selama 4 hari dan

pengkondisian kembali selama 8 hari

dalam suhu ruang (18°C–21°C) ternyata

dapat mengakibatkan penurunan kadar air

antara 0,81% - 1,98%.

Penyimpanan kentang pada suhu

4°C akan mengaktifkan enzim fosforilase

yang berperan penting dalam penimbunan

gula reduksi sehingga perlu dilakukan

pengkondisian kembali pada suhu ruang

yang dapat mengaktifkan enzim amilase

Page 6: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

yang berperan dalam penimbunan pati

(Tranggono dan Sutardi, 1990).

Fosforilase adalah enzim yang

penting peranannya dalam penyimpanan

kentang pada suhu dingin dan terbukti

memiliki aktivitas yang tinggi pada

kentang yang disimpan pada suhu 4°C.

Enzim tersebut sudah barang tentu

merupakan faktor penting yang

berpengaruh pada penimbunan gula

dalam kentang, jadi akan menentukan

kualitas kentang potongnya (Tranggono

dan Sutardi, 1990).

Enzim amilase tidak aktif dalam

suhu 4°C tetapi sebaliknya fosforilase aktif

pada suhu ini sehingga mempunyai

peranan penting dalam perubahan pati

menjadi gula pada kentang yang disimpan

pada suhu ini. Enzim amilase ternyata

aktifitasnya meningkat bersamaan dengan

terjadinya pertunasan dimana hal ini

diperlukan untuk metabolisme karbohidrat

untuk diangkut ke tunas yang beru tumbuh

(Tranggono dan Sutardi, 1990).

Hasil penggorengan potato chips

yang disimpan dalam suhu 10°C selama 8

hari menghasilkan warna coklat,

sedangkan penyimpanan selama 4 hari

dalam suhu 10°C yang kemudian

dilakukan pengkondisian kembali pada

suhu ruang selama 4 hari masih

menghasilkan warna keripik belum cerah

seperti hasil gorengan pada saat baru

dipanen. Sedangkan pengkondisian

kembali dalam suhu ruang selama 8 hari

masih dapat menghasilkan keripik kentang

yang berwarna cerah (Asandhi dan

Kusdibyo, 2004).

Selama penyimpanan, kentang

akan tetap mengalami proses

metabolisme termasuk respirasi sehingga

komposisi kimianya akan mengakibatkan

penurunan mutu. Salah satu cara

pengawetan yang banyak dilakukan

khususnya di Thailand adalah

mengeringkan kentang menjadi keripik

(dehydrated potato chips) pada ketebalan

2-3 mm (Tantidham et al., 1994)

Salah satu persyaratan mutu umbi

kentang olahan adalah ukuran diameter

umbi. Indofood satu-satunya industri

Chips di Indonesia telah menentukan

ukuran umbi yang dapat diterima sebagai

bahan baku chips adalah umbi kentang

dengan diameter 5-7 cm kadar bahan

kering minimal16,7% .

Jenis umbi kentang untuk

keperluan industri seperti keripik kentang

memiliki syarat yaitu bentuknya mulus

(tidak bergelombang), mata dangkal dan

terutama kandungan bahan keringnya

harus tinggi yang dicirikan dalam berat

jenis umbinya.

Varietas yang cocok untuk

pengolahan harus mempunyai mutu yang

memuaskan baik pada waktu pemanenan

maupun setelah disimpan. Varietas yang

mempunyai kandungan gula pereduksi

yang tinggi tidak dapat dianjurkan untuk

diolah. Kandungan gula terutama gula

pereduksi dalam umbi kentang sangat

menentukan mutu warna keripik yang

Page 7: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

dihasilkan. Kandungan gula reduksi yang

diterima oleh industri pengolahan keripik

kentang yaitu 1% (Pantastico, 1975).

Varietas kentang yang mengandung gula

reduksi rendah antara lain Atlantik, Latif

dan Granola yaitu berkisar antara 0,05-

0,06% (Ali Asgar dan Kusdibyo,1997).

Berbagai varietas kentang juga berbeda

sebagai bahan baku untuk beberapa

produk seperti keripik, kentang goreng

rajangan (french fries) dan produk-produk

lain yang dikeringkan.

Menurut Sahat et al., (1989),

kentang variatas Granola, bila digunakan

untuk industri keripik kentang, akan

menghasilkan keripik yang tidak renyah

dan warna yang kurang menarik (kuning

kecoklatan sampai coklat), dibandingkan

dengan varietas Vanda, Atlantik, dan

Hertha.

Hasil penelitian Balitsa Lembang

menyebutkan bahwa varietas kentang

yang sesuai untuk olahan memerlukan

beberapa kriteria antara lain dilihat dari :

ukuran (5-7) cm, spesific gravity (min

1.067), kadar air (±75%) dengan

appearance max (16%) (Kusmana et al,

2004).

Tahun 2008, BALITSA Lembang

mengeluarkan varietas kentang baru yaitu

Margahayu yang merupakan persilangan

dari beberapa varietas kentang. Kentang

ini cocok untuk kentang olahan terutama

kripik/chips karena mengandung

karbohidrat sebesar 3,17%, kadar

pati3,17%, spesifik gravity0,020% dan

gula reduksi1,08% dan berat kering

16,44% (Sahat dan Kardjadi, 2008).

Menurut Wibowo et al, (2004),

keripik kentang merupakan makanan

ringan (snack food) yang lebih

mengutamakan kenampakan

(appereance), kerenyahan (texture) dan

warna dibandingkan kandungan gizinya,

sehingga peningkatan kualitas keripik

kentang sebaiknya diarahkan pada

peningkatan kerenyahan dan perbaikan

warna agar lebih menarik

Kerenyahan keripik kentang

sangat berbeda tergantung dari tebal

irisan. Hubungan kadar pati dengan

kerenyahan irisan kentang mempunyai

korelasi yang tinggi karena kentang yang

mempunyai kadar pati tinggi maka irisan

kentang yang diperoleh akan menjadi

lebih baik. Kerenyahan dari keripik

diperoleh dari kandungan polisakarida

yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa,

dan hemiselulosa (Nur Hartuti dan Sinaga,

1998).

1.6.Hipotesa Penelitian

Suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali bahan baku

kentang serta interaksinya diperkirakan

berpengaruh terhadap kualitas umbi

kentang sebagai bahan baku potato chips.

1.7.Waktu dan Tempat PenelitianWaktu penelitian yaitu dari bulan

Juni sampai bulan Agustus 2012.

Penelitian dilakukan di Laboratorium

Pasca Panen Balai Penelitian Tanaman

Page 8: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Sayuran, Jalan Tangkuban Perahu Nomor

517, Lembang, Bandung.

II METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Bahan dan Alat yang Digunakan2.1.1. Bahan yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kentang segar

yang didapat langsung dari petani di

Pangalengan dengan varietas Margahayu,

umur panen 90-100 hari, berat umbi 65-

130 g dan diameter 4-7 cm.

Bahan kimia yang digunakan

untuk analisa kadar pati di antaranya

adalah air suling, Asam Asetat / Asam

Klorida 2 N, Asam Klorida 3% (HCl 3%),

Asam Sulfat 25% (H2S04 25%), Kalium

Iodida20% (KI 20%), Na2S2O3, larutan

kanji 10%, larutan Luff Schoorl,larutan

Natrium Tiosulfat 0,1 N, Natrium

Hidroksida 20% ( NaOH 20%), dan larutan

blanko.

Bahan kimia yang digunakan

untuk analisa kadar gula reduksidi

antaranya adalah air suling, bubur

alumina/ larutan Pb-asetat, H2SO4 25%,

Kalium Oksalat / Natrium Karbonat

(Na2CO3) anhidrat/ Natrium Phospat 8%,

batu didih, KI 20%, larutan Luff Schoorl,

Na2S2O3 0,1 N, dan sampel.

2.1.2. Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan untuk

analisa kimia dan fisik dalam penelitian ini

diantaranya adalah neraca analitik,

eksikator, botol timbang bertutup, oven,

batu didih, labu erlenmeyer, labu ukur,

pemanas, penangas air, corong gelas,

pipet ukur, buret, stopwatch,kertas saring,

ball kondensor, klep, statif, pipet tetes,

pendingin reflux, kasa asbes, kertas pH,

mortar dan alu.

Alat-alat yang digunakan untuk

analisa fisik adalah timbangan digital,

termometer dan penetrometer.

Alat-alat yang digunakan untuk

pembuatan potato chips adalah pisau

stainless steel, perajang sederhana,

timbangan, baskom, ember, baki,

penyaringan, kompor, wajan, plastik dan

cold storage.

2.2. Metode PenelitianMetode penelitian yang dilakukan

meliputi 1 tahap penelitian, yaitu:

1. Sortasi dan grading umbi kentang

pasca panen.

2. Penyimpanan umbi kentang pada suhu

4°C, 7°C dan 10°C selama 2 bulan.

3. Pengkondisian kembali umbi kentang

pada suhu kamar selama 0 hari, 3 hari,

6 hari dan 9 hari.

4. Analisa fisik yang dilakukan berupa

analisis jumlah umbi yang busuk, susut

bobot dan kekerasan umbi kentang.

Analisa kimia yang dilakukan setelah

pengkondisian kembali pada suhu

ruang ialah analisa kadar gula reduksi,

kadar pati dan kadar air.

2.2.1. Analisa Produk

Analisis produk yang dilakukan

adalah:

1. Setelah pengkondisian kembali umbi

kentang pada suhu ruang selama 0

Page 9: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

hari, 3 hari, 6 hari dan 9 hari, dilakukan

pembuatan potato chips.

2. Produk yang diperoleh kemudian

dilakukan uji organoleptik yang meliputi

rasa, warna, penampakan dan

kerenyahan dengan menggunakan 15

panelis.

2.2.1.1. Rancangan Perlakuan

Dari uraian tujuan percobaan

maka dapat dibuat rancangan perlakuan

sebagai berikut: perlakuan terdiri dari 2

faktor, yaitu suhu penyimpanan (S) yang

terdiri dari tiga taraf dan Pengkondisian

kembali (P) yang terdiri dari empat taraf,

terhadap kualitas umbi kentang sebagai

bahan baku pembuatan potato chips.

Faktor perlakuan:

1. Suhu Penyimpanan (S), terdiri dari tiga

taraf, yaitu:

s1 = 4°C

s2 = 7°C

s3 = 10°C

2. Pengkondisian kembali (P) terdiri dari

empat taraf yaitu:

p1 = 0 hari

p2 = 3 hari

p3 = 6 hari

p4= 9 hari

2.2.1.2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak kelompok (RAK) dengan

pola faktorial 3 x 4 dan ulangan sebanyak

tiga kali untuk setiap kombinasi perlakuan

sehingga diperoleh plot percobaan

sebanyak 36 plot percobaan. Pemilihan

rancangan ini didasarkan pada pendapat

Gaspersz (1995) yang menyatakan bahwa

penggunaan rancangan percobaan

faktorial dengan rancangan dasar RAK

cocok untuk unit-unit percobaan yang

tidak homogen dan jumlah perlakuan

terbatas. Model rancangan yang akan

digunakan pada penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Rancangan faktorial 3 x4 dalam Rancangan Acak KelompokSuhu

Penyimpanan (S)

Pengkondisian Kembali (P)

0 hari (p1) 3 hari (p2) 6 hari (p3) 9 hari (p4)

4°C (s1) s1p1 s1p2 s1p3 s1p4

7°C (s2) s2p1 s2p2 s2p3 s2p4

10°C (s3) s3p1 s3p2 s3p3 s3p4

Untuk membuktikan adanya

perbedaan pengaruh perlakuan dan

interaksinya terhadap semua respon

variabel yang diamati, maka dilakukan

analisis data dengan menggunakan

persamaan rancangan percobaan sebagai

berikut:

Yijk = μ + K+ Si + Pj + (SP)ij + ε(ij)

Dimana:

i = Banyaknya variasi suhu

penyimpanan (s1, s2, s3)

Page 10: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

j = Banyaknya variasi lama

pengkondisian kembali (p1, p2, p3, p4)

K = 1,2,3 untuk ulangan

percobaan

Yijk = Nilai pengamatan dari

kelompok ke-k yang

memperoleh taraf ke-i dari

faktor suhu penyimpanan,

taraf ke-j dari faktor lama

pengkondisian kembali dan

ulangan ke-k

μ = Nilai rata-rata sesungguhnya

Si = Pengaruh perlakuan suhu

penyimpanan pada taraf ke-i

faktor suhu penyimpanan

Pj = Pengaruh perlakuan lama

pengkondisian kembali pada

taraf ke-j faktor lama

pengkondisian kembali

(SP)ij = Pengaruh interaksi antara

taraf ke-i faktor suhu

penyimpanan dan taraf ke-j

lama pengkondisian kembali

ε (ij) = Pengaruh unit eksperimen

pada kelompok ke-k yang

memperoleh taraf ke-i dari

faktor suhu penyimpanan (S)

dan taraf ke-j dari faktor lama

pengkondisian kembali (P)

Berdasarkan rancangan yang ada

maka dapat dibuat denah (layout)

percobaan faktorial 3 x 4 yang dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Denah Rancangan Percobaan Faktorial 3 x 4Kelompok Ulangan I

1s1p3

2s2p2

3s1p2

4s3p4

5s2p3

6s2p4

7s3p1

8s3p2

9s1p1

10s1p4

11s3p3

12s2p1

Kelompok Ulangan II1

s3p4

2s1p3

3s3p3

4s3p2

5s3p1

6s1p4

7s1p1

8s2p1

9s2p3

10s1p2

11s2p4

12s2p2

Page 11: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Kelompok Ulangan III1

s2p3

2s1p4

3s3p3

4s3p1

5s2p1

6s1p2

7s3p2

8s3p4

9s2p1

10s2p2

11s2p4

12s1p3

Berdasarkan rancangan di atas dapat

dibuat analisis variasi (ANOVA), untuk

mendapatkan kesimpulan mengenai

pengaruh perlakuan. Selanjutnya

ditentukan daerah penolakan

hipotesisnya, yaitu:

- Hipotesis ditolak jika F hitung <F

tabel 5%

- Hipotesis diterima jika F hitung ≥

F tabel 5%

Tabel 3. Analisis Variasi (ANOVA)Sumber

keragamanDerajat bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah F hitung F tabel 5%

Kelompok r-1 JKK - - -

Perlakuan sp-1 JKP - - -

S s-1 JK(S) KT(S) KT(S)/KTG -

P p-1 JK(P) KT(P) KT(P)/KTG -

SP (s-1)(p-1) JK(SP) KT(SP) KT(SP)/KTG -

Galat (sp) (r-1) JKG KTG - -

Total spr-1 JKT - - -

Sumber: Gaspersz, (1995).

Sebagai kesimpulan hipotesis,

diterima jika ada beda nyata antara rata-

rata dari masing-masing perlakuan atau

disebut berbeda nyata. Bila hipotesis

ditolak jika tidak ada beda nyata antara

rata-rata dari masing-masing perlakuan

(Gaspersz, 1995).

2.2.1.3. Rancangan Analisis

Analisis yang dilakukan apabila

terdapat perbedaan nyata antara rata-rata

dari masing-masing perlakuan (F hitung ≥

F tabel) adalah dengan melakukan uji

jarak berganda Duncan untuk mengetahui

Page 12: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

kelompok sampel yang memiliki

perbedaan mencolok (Gaspersz, 1995).

2.2.1.4. Rancangan Respon

Rancangan respon untuk

penelitian ini adalah analisa kimia, analisa

fisik dan uji organolpetik dengan beberapa

variabel yang diamati sebagai berikut:

2.2.1.4.1. Analisa kimia meliputi:

1. Analisa kadar air dengan

menggunakan metode Gravimetri

(AOAC, 1995).

2. Analisa kadar gula reduksi dengan

menggunakan metode Luff Schoorl

(AOAC, 1995).

3. Analisa kadar pati dengan

menggunakan metode Luff Schoorl

(AOAC, 1995).

2.2.1.4.2. Analisa fisik meliputi:

3. Analisa susut bobot dan perhitungan

jumlah umbi kentang yang busuk.

4. Kekerasan umbi kentang

menggunakan Penetrometer

(M.Baedhowie Dan Pranggonawati, S.,

1983).

2.2.1.4.3. Uji Organolpetik meliputi:

5. Warna, rasa, kerenyahan dan

penampakan dari potato chipsdengan

menggunakan metode Hedonik

(M.Baedhowie Dan Pranggonawati, S.,

1983).

Uji organoleptik dilakukan oleh 15

panelis dan kriteria penelitian yang

diberikan oleh panelis dapat dilihat pada

tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Skala HedonikSkala hedonik Skala numerikSangat suka 1

Suka 2Biasa 3

Tidak suka 4Sangat tidak suka 5

Uji organoleptik dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesukaan atau

penerimaan panelis terhadap potato chips

sehingga dapat diketahui apakah produk

disenangi dan diterima oleh panelis atau

tidak. Hasil penilaian dimasukkan kedalam

format pengisian (dapat dilihat pada

lampiran 3) dan dikumpulkan, lalu dihitung

secara statistik untuk dilakukan uji Sidik

Ragam (ANOVA). Selanjutnya dilakukan

Uji Rentang (Test Duncan) jika F hitung ≥

F tabel pada taraf nyata 5%. Hal ini berarti

hipotesa diterima.

2.3. Deskripsi PenelitianDeskripsi penelitian yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Umbi kentang dipilih dengan ukuran

homogen (berat umbi 65-130 g) dan

diameter 4-7 cm.

Page 13: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

2. Dilakukan penyimpanan pada suhu

rendah yaitu suhu 4°C, 7°C dan 10°C

selama 2 bulan.

3. Dilakukan pengkondisian kembali pada

suhu kamar selama 0 hari, 3 hari, 6

hari dan 9 hari.

4. Masing-masing unit percobaan diambil

contohnya untuk dianalisis kimia dan

fisik dan dilakukan pembuatan potato

chips setiap setelah 0 hari, 3 hari, 6

hari dan 9 hari.

5. Dilakukan pengujian organoleptik

potato chips kepada 15 panelis.

Winarto (1989), mengatakan

bahwa prosedur proses pembuatan potato

chips adalah sebagai berikut:

(1). Persiapan bahan baku

Kentang yang baru dipanen

dengan umur panen 100 hari

(Mulyaningsih, 1996), varietas margahayu

dan ukuran tertentu dipisahkan. Kentang

yang telah mengalami penyimpanan pada

suhu dingin sebelum diolah dinormalkan

dahulu pada suhu kamar selama 0, 3, 6

dan 9 hari.

(2). Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan

menggunakan pisau stainless steel. Hasil

kupasan direndam dalam air dan dijaga

agar selalu terendam dalam air, karena

akan menyebabkan warna biru atau

kehitaman bila kena udara. Demikian juga

bila pisau yang digunakan dari baja biasa.

(3). Pencucian

Pencucian dilakukan dengan air

mengalir yang bertujuan untuk

menghilangkan sisa-sisa kotoran setelah

proses penguapasan.

(4). Perendaman dalam air

Selama tenggang waktu antara

pengupasan dan penggorengan perlu

dilakuakan perendaman dalam air ± 3

menit. Ini dimaksudkan untuk membatasi

kontak antara O2 dengan jaringan

kentang.

(5). Pengirisan

Kentang yang telah dikupas

kemudian diiris tipis-tipis dengan

ketebalan 2-3 mm. Pengirisan ini

dilakukan secara manual menggunakan

perajang sederhana.

(6). Penggorengan

Penggorengan adalah proses

untuk mempersiapkan makanan dengan

pemanasan dalam ketel yang berisi

minyak. Dalam proses penggorengan,

minyak goreng berfungsi sebagai medium

penghantar panas, menambah rasa gurih

dan menambah nilai gizi atau kalori dalam

bahan pangan. Sistem penggorengan

yang digunakan adalah deep frying

(bahan pangan yang digoreng terendam

didalam minyak). Penggorengan dilakukan

dengan metode deep frying. Suhu

penggorengan pada deep frying biasanya

diatas 177°C selama ± 5 menit akan

memberikan efek blanch pada produk.

Proses blanching biasanya digunakan

untuk inaktivasi enzim, mengurangi udara

intraseluler, mengurangi volume dan

Page 14: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

menghancurkan beberapa mikroorganisme (Shidiq, 2005).

Page 15: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Kentang

Sortasi

Grading

Penimbangan

PenyimpananCool Storage 60 hari

Reconditioning

Penggorengan

Suhu Penyimpanan4°C7°C

10°C

Lama Reconditioning0 hari3 hari6 hari9 hari

Afkir

Cacat, Kulit hijau, Busuk

Minyak Goreng

Potato Chips

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Utama

III HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

3.1. Penelitian UtamaPada penelitian utama akan

dibahas mengenai pengaruh perlakuan

suhu penyimpanan dan pengkondisian

kembali terhadap kualitas umbi kentang

untuk pembuatan potato chips dengan

analisa kimia, analisa fisika dan uji

organoleptik. Analisa kimia yang

dilakukan meliputi pengujian kadar air,

kadar pati dan kadar gula reduksi.

Analisa fisika meliputi pengujian tekstur

kentang, susut bobot dan jumlah umbi

busuk. Sedangkan uji organoleptik

meliputi pengujian warna, rasa,

kerenyahan dan penampakan.

3.1.1. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Pengkondisian Kembali Terhadap Hasil Analisa Kimia Umbi Kentang untuk Pembuatan Potato Chips.

Pengaruh Suhu Penyimpanan

dan Pengkondisian Kembali Terhadap

Hasil Analisa Kimia umbi kentang untuk

pembuatan potato chips.

(1). Kadar Air

Page 16: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Air merupakan komponen

penting dalam bahan pangan karena air

dapat mempengaruhi penampakan,

tekstur, dan citarasa dari produk yang

dihasilkan (Winarno, 1992). Air dalam

bahan pangan juga ikut menentukan

kesegaran dan daya tahan bahan

pangan tersebut. Sebagian besar

perubahan-perubahan bahan pangan

terjadi dalam media air yang

ditambahkan atau yang berasal dari

bahan pangan itu sendiri.

Kadar air dalam suatu bahan

pangan perlu ditetapkan karena makin

tinggi kadar air yang terdapat dalam

suatu bahan pangan makin besar pula

kemungkinan makanan atau bahan

pangan tersebut cepat rusak atau tidak

tahan lama. Data hasil pengamatan dan

perhitungan dapat dilihat pada tabel 5

Tabel 5. Pengaruh Interaksi Suhu Penyimpanan (S) dengan Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Kadar Air Umbi Kentang (%)

Suhu Penyimpanan Pengkondisian Kembali (P)

(S) p1 p2 p3 p4

s1a a a a

84,32 84,18 84,01 84,79A A A A

s2a a a a

84,76 83,36 83,67 86,05A A A A

s3a a a a

84,65 84,96 83,67 85,27A A A A

KK (CV)% 1,29%Keterangan:- Setiap kolom dengan huruf besar yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

taraf 5% dan setiap baris dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

- Notasi huruf kecil dibaca vertikal sedangkan notasi huruf besar dibaca horizontal.

Hasil Uji statistik menyebutkan

bahwa faktor suhu penyimpanan (S),

pengkondisian kembali di suhu ruang

(P), dan interaksi antara suhu

penyimpanan dan pengkondisian

kembali (SP) tidak berbeda nyata

terhadap kadar air umbi kentang untuk

pembuatan potato chips.

Menurut Teori, semakin lama

penyimpanan umbi kentang pada suhu

dingin dengan kelembaban yang

berkisar antara 95%-100%, maka

semakin tinggi kadar air dalam umbi

kentang tersebut karena kelembaban

udara yang tinggi yang dapat

Page 17: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

menghambat air hasil respirasi dan

transpirasi umbi kentang menguap ke

udara dalam ruang pendingin. Air dalam

umbi cenderung untuk bergerak ke

daerah yang kelembaban udaranya

lebih kecil seperti udara di suhu kamar.

Oleh karena itu penurunan kadar air

umbi kentang yang disimpan pada suhu

kamar lebih cepat jika dibandingkan

dengan penurunan kadar air umbi

kentang yang disimpan pada suhu

dingin.

Hasil penelitian BALITSA

menyebutkan bahwa varietas kentang

yang sesuai untuk olahan adalah yang

memiliki kandungan air ± 75%.

Berdasarkan hasil uji statistik

dapat disimpulkan setiap perlakuan tidak

berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya sehingga menurut kriteria ini

tidak ada perlakuanpenyimpanan umbi

kentang yang kadar airnya memenuhi

syarat untuk pembuatan potato chips.

(2). Kadar Pati

Pati merupakan senyawa yang

tersimpan dalam organ tanaman dan

menentukan sifat komoditas tersebut,

seperti pada beras, kentang dan lain

lain. Selama proses kemasakan buah

terjadi metabolisme yang berhubungan

dengan perubahan kandungan gula,

asam-asam organik, dan senyawa-

senyawa yang berperan penting dalam

perubahan warna, tekstur dan citarasa

(Subramanyam et. al, 1976).

Hasil analisis variansi pada tabel

6 menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang nyata pada perlakuan

suhu penyimpanan (S), pengkondisian

kembali di suhu ruang (P), dan interaksi

antara suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali (SP) terhadap

kadar pati umbi kentang.

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Suhu Penyimpanan (S) dengan Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Kadar Pati Umbi Kentang (%)

Suhu Penyimpanan Pengkondisian Kembali (P)

(S) p1 p2 p3 p4

s1a a a a

8,94 8,50 8,00 9,15A A A A

s2a a a a

9,56 8,22 8,47 8,87A A A A

s3a a a a

10,53 8,91 8,47 9,27A A A A

KK (CV)% 13,80%Keterangan:

Page 18: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

- Setiap kolom dengan huruf besar yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan setiap baris dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

- Notasi huruf kecil dibaca vertikal sedangkan notasi huruf besar dibaca horizontal.Tabel 6 menunjukkan bahwa

faktor suhu penyimpanan (S),

pengkondisian kembali di suhu ruang

(P), dan interaksi antara suhu

penyimpanan dan pengkondisian

kembali (SP) tidak berbeda nyata

terhadap kadar pati umbi kentang untuk

pembuatan potato chips.

Penyimpanan umbi kentang

pada suhu dingin 4°C akan mengubah

keseimbangan pati dan gula dalam

komoditi kentang. Kecepatan respirasi

dan perubahan gula menjadi pati

menurun dan gula terakumulasi di dalam

jaringan. Hal ini disebabkan karena

selama penyimpanan suhu dingin

kandungan pati yang terdapat dalam

umbi diubah menjadi gula oleh enzim

fosforilase. Oleh sebab itu kandungan

gula yang terdapat dalam umbi

merupakan kebalikan dari kandungan

pati yang terdapat dalam umbi.

Akumulasi gula yang tinggi dan pati

yang rendah tidak diinginkan untuk

pembuatan potato chips karena akan

mempengaruhi penampakan keripik

kentang sehingga tidak disukai

konsumen.

Berdasarkan standar PT.

Indofood dalam Basuki et al, (2005)

hasil konversi dengan tabel pada

Rastovski dan Van, (1981) (hal 43)

maka kadar pati yang memenuhi

standar untuk pembuatan keripik

kentang minimal 11,90%.

Hasil statistik menunjukkan

bahwa setiap perlakuan tidak berbeda

nyata dengan kadar pati umbi kentang

sehinga belum adanya kentang yang

kadar patinya memenuhi standar untuk

pembuatan keripik kentang.

(3). Kadar Gula Reduksi

Gula merupakan senyawa

organik dan termasuk karbohidrat yang

mempunyai kandungan nutrisi yaitu

sebagai sumber kalori. Gula ada dua

macam yaitu gula pereduksi dan gula

non-pereduksi.

Gula reduksi ialah senyawa

essensial dalam reaksi pencoklatan

karena akan memberikan gugus karbonil

yang diperlukan untuk interaksi dengan

gugus amino bebas.

Sifat pereduksi dari suatu

molekul gula ditentukan oleh ada atau

tidaknya gugus hidroksi asetal. Dimana

pada glukosa, hidroksi asetal aktif pada

rantai atom karbon nomor 1, sedangkan

fruktosa mempunyai gugus ketosa,

gugus aktif yang terletak pada atom

karbon nomor 2.

Hasil uji jarak berganda Duncan

untuk faktor pengaruh suhu penyimpanan,

pengkondisian kembali di suhu ruang dan

interaksi antara suhu penyimpanan dan

Page 19: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

pengkondisian kembali dapat dilihat pada

tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Interaksi Suhu Penyimpanan (S) dengan Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Kadar Gula Reduksi Umbi Kentang (%)

Suhu Penyimpanan Pengkondisian Kembali (P)

(S) p1 p2 p3 p4

s1B b b a

1,44 1,07 1,00 0,81C B B A

s2B b ab a

1,32 0,95 0,88 0,77C B AB A

s3A a a a

0,89 0,79 0,76 0,75A A A A

KK (CV)% 8,68%Keterangan:- Setiap kolom dengan huruf besar yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

taraf 5% dan setiap baris dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

- Notasi huruf kecil dibaca vertikal sedangkan notasi huruf besar dibaca horizontal.

Berdasarkan hasil analisis terhadap

kadar gula reduksi umbi kentang

menunjukkan bahwa suhu penyimpanan,

pengkondisian kembali di suhu ruang dan

interaksi antara suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali berbeda nyata

terhadap kadar gula reduksi umbi kentang

untuk pembuatan potato chips.

Umbi kentang yang disimpan diatas

suhu kritis yaitu 10°C akan menyebabkan

tingginya aktivitas repirasi selama

penyimpanan sehingga perubahan gula

menjadi pati semakin rendah dan gula

akan terakumulasi didalam jaringan

kentang. Pengkondisian kembali umbi

kentang pada suhu ruang dilakukan agar

terjadi kenaikan aktivitas respirasi dalam

jangka waktu tertentu yang diikuti dengan

keseimbangan aktivitas respirasi yang

baru dan sebagian besar gula akan

teroksidasi menjadi karbondioksida dan

air sehingga kadar gula menjadi rendah.

Dalam penyimpanan umbi kentang pada

suhu dingin terjadinya akumulasi gula

adalah akibat secara relatif aktivitas enzim

lebih tinggi dibandingkan dengan

kecepatan penggunaan dalam respirasi.

Menurut Tranggono dan Sutardi

(1990), Kentang mengandung enzim

amilase dan fosforilase. Enzim amilase

tidak aktif pada suhu dingin 4°C tetapi

sebaliknya fosforilase aktif pada suhu

Page 20: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

dingin ini sehingga berperan dalam

perubahan pati menjadi gula pada

kentang yang disimpan pada suhu ini.

Enzim fosforilase mampu memecah

ikatan 1,4-glukosidik pati dengan

bantuan asam atau ion fosfat,

sedangkan amilase memerlukan

molekul air. Fosforilase dapat memecah

amilosa secara tuntas. Sedangkan

enzim amilase ternyata aktivitasnya

meningkat bersamaan dengan

terjadinya pertunasan dimana hal ini

diperlukan untuk metabolisme

karbohidrat untuk diangkut ke tunas

yang baru tumbuh.

Menurut penelitian Pantastico

(1975) yang menyatakan bahwa

kandungan gula reduksi yang diterima

oleh industri pengolahan keripik kentang

yaitu 1%. Jadi dari hasil uji statistik

dapat disimpulkan kadar gula reduksi

yang dapat diterima industri pengolahan

potato chips adalah perlakuan s1p4

yaitu 0,81%, s2p2 yaitu 0,95%, s2p3

yaitu 0,88%, s2p4 yaitu 0,77%, s3p1

yaitu 0,89%, s3p2 0,79%, s3p3 0,76%

dan s3p4 yaitu 0,75%.

3.1.2. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Pengkondisian Kembali Terhadap Hasil Analisa Fisika Umbi Kentang untuk Pembuatan Potato Chips.

Pengaruh Suhu Penyimpanan

dan Pengkondisian Kembali Terhadap

Hasil Analisa Fisika umbi kentang untuk

pembuatan potato chips.

(1). Kekerasan Kentang

Kekerasan umbi kentang hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa

perlakuan suhu penyimpanan (S) dan

pengkondisian kembali di suhu ruang

(P) berbeda nyata terhadap kekerasan

umbi kentang. Sedangkan interaksi

antara suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali (SP) tidak

berbeda nyata. Data hasil pengamatan

dan perhitungan dapat dilihat pada tabel

8 dan 9.

Tabel 8. Pengaruh Suhu Penyimpanan (S) Terhadap Kekerasan Umbi Kentang Untuk Pembuatan Potato Chips.

Perlakuan Kekerasan (mm/100gram/10 detik)

7°C (s2) 2,43 a10°C (s3) 2,45 a4°C (s1) 2,61 a

KK (CV)% 5,54%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Kadar pati yang rendah akan

mempengaruhi kemampuan masuknya

jarum penetrometer ke dalam umbi

kentang. Semakin lama penyimpanan

umbi kentang pada suhu dingin, maka

semakin rendah kadar patinya dan tinggi

Page 21: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

gula reduksinya sehingga kekekerasan

semakin menurun (melunak) dan nilai

kekerasan menjadi lebih tinggi.

Sebaliknya semakin lama penyimpanan

umbi kentang pada suhu ruang, maka

semakin tinggi kadar patinya dan rendah

gula reduksinya sehinggaumbi kentang

semakin keras dan nilai kekerasan

menjadi lebih rendah.

Hasil penelitian pengaruh suhu

penyimpanan pada kadar pati

menunjukkan tidak berbeda nyata

sehingga menyebabkan kekerasaan

umbi kentang yang di pengaruhi oleh

suhu penyimpanan juga tidak berbeda

nyata. Ini dapat dilihat dari nilai taraf

nyata yang tidak perbedaan.

Tabel 9. Pengaruh Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Kekerasan Umbi Kentang Untuk Pembuatan Potato Chips.

Perlakuan Kekerasan (mm/100gram/10 detik)

0 hari (p1) 2,33 a6 hari (p3) 2,49 ab3 hari (p2) 2,53 ab9 hari (p4) 2,64 b

KK (CV)% 5,54%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.Hasil uji statistik terhadap

kekerasaan umbi kentang pada tabel 9

menunjukan bahwa kekerasan keripik

kentang perlakuan p1 tidak berbeda

nyata dengan kekerasan keripik

perlakuan p3 dan p2, tetapi berbeda

nyata dengan kekerasan keripik dari

perlakuan p4.

Kekerasan disebabkan adanya

granula-granula pati yang tersusun

dengan suatu kerapatan di dalam umbi

sehingga mempengaruhi kemampuan

masuknya jarum penetrometer ke dalam

umbi kentang. apabila kerapatan antar

granula tinggi maka jarum penetrometer

sulit untuk menembus masuk ke dalam

umbi. Semakin lama penyimpanan di

suhu dingin, maka kadar pati akan

semakin rendah. Kemudian dilakukan

penyimpanan di suhu kamar agar

kerapatan granula-granula pati akan

semakin tinggi sehingga akan sulit untuk

ditembus jarum penetrometer.

Perbedaan kekerasan

bergantung pada banyaknya total zat

padat, terutama kandungan patinya.

Kekerasan juga dipengaruhi oleh

ketegangan, keterikatan sel-sel, adanya

jaringan penunjang dan susunan

tanamannya. Ketegangan disebabkan

oleh adanya tekanan isi sel pada dinding

sel. Cairan isi sel yang mempunyai

jenjang energi kinetik lebih rendah

karena zat-zat yang terlarut didalamnya.

Sebagai akibatnya air berdifusi ke dalam

sel. Tekanan yang meningkat kemudian

Page 22: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

mendorong sitoplasma dinding sel yang

menyebabkan sel menjadi tegar

(Pantastico,1975).

Menurut Sterling dan Betlhim

dalam Pantastico (1975) menyatakan

bahwa perbedaan kekerasan

disebabkan oleh perbedaan kandungan

pati dan senyawa pektin.

Dari uji statistik dapat

disimpulkan bahwa faktor pengkondisian

kembali (P) yang terpilih adalah p2

karena tidak berbeda nyata dengan p1

dan p3. Waktu pengkondisian yang

dibutuhkan p2 hanya 3 hari sehingga

bisa menghemat biaya produksi

pembuatan potato chips.

(2). Susut Bobot

Susut bobot ialah penyusutan

berat umbi kentang selama

penyimpanan di lapangan karena

mengalami proses respirasi dan

transpirasi. Hal ini dikarenakan selama

penyimpanan terjadi pengupan air dari

umbi kentang ke udara dan perombakan

zat-zat yang terdapat dalam umbi

kentang sehingga menyebabkan

berkurangnya berat umbi dari awal

setelah di panen. Untuk itu dilakukan

proses penyimpanan selama 2 bulan

pada suhu dingin untuk memperlambat

proses respirasi dan transpirasi.

Energi yang berasal dari

timbunan pati yang berubah menjadi

gula sederhana yang kemudian

digunakan dalam proses respirasi dan

bila penyimpanan lama digunakan untuk

pertunasan.

Data hasil pengamatan dan

perhitungan susut bobot umbi kentang

dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh Interaksi Suhu Penyimpanan (S) dengan Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Susut Bobot Umbi Kentang (%)

Suhu Penyimpanan Pengkondisian Kembali (P)

(S) p1 p2 p3 p4

s1a a ab a

2,49 2,79 3,26 3,53A AB B B

s2b b b b

3,30 4,19 3,64 4,51A BC AB C

s3c a a c

4,20 3,44 2,82 5,58B A A C

KK (%) 11,19%Keterangan:- Setiap kolom dengan huruf besar yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

taraf 5% dan setiap baris dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Page 23: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

- Notasi huruf kecil dibaca vertikal sedangkan notasi huruf besar dibaca horizontal.Berdasarkan pengamatan dan

uji statistik dapat dilihat bahwa

perlakuan suhu penyimpanan (S) dan

pengkondisian kembali di suhu ruang

(P) serta interaksi diantara keduanya

berpengaruh terhadap susut bobot umbi

kentanguntuk pembuatan potato chips.

Susut bobot berkisar antara 2,49-5,58%.

Ada kecenderungan bahwa semakin

lama umbi disimpan maka semakin

besar susut bobotnya, hasil penelitian ini

sesuai dengan hasil percobaan Ali

Asgar dan Asandhi (1992) bahwa

semakin lama umbi disimpan, semakin

besar susut bobotnya. Nilai tertinggi dari

persentase susut bobot selama

penyimpanan ialah perlakuan s3p4

(penyimpanan pada suhu 10°C

kemudian pengkondisian kembali di

suhu kamar selama 9 hari) yaitu 5,58%.

Hal ini karena kadar gula reduksi yang

terakumulasi selama penyimpanan suhu

dingin diubah menjadi pati dan terjadi

peningkatan proses respirasi dan

transpirasi sehingga umbi kentang

melepaskan air dan karbondioksida ke

udara dalam ruangan. Ini juga

menyebabkan berat umbi kentang

menjadi semakin berkurang. Sedangkan

susut bobot yang nilainya paling rendah

ialah perlakuan s1p1 (penyimpanan

pada suhu 4°C kemudian pengkondisian

kembali di suhu kamar 0hari) yaitu

2,49%. Ini dikarenakan selama

penyimpanan suhu dingin zat-zat pati

dalam kentang di ubah menjadi gula

reduksi yang menyebabkan

berkurangnya berat umbi kentang yang

disimpan pada suhu tersebut dan

pengkondisian kembali di suhu ruang

hanya 0 hari sehingga perubahan gula

reduksi menjadi pati tidak significant.

Maka dapat di ambil kesimpulan bahwa

bahan baku kentang terbaik yang

digunakan untuk pembuatan potato

chips adalah susut bobot terendah yaitu

pada perlakuan s1p1 dengan nilai

2,49%.

(3). Umbi busuk

Penyakit layu menyebabkan

busuk pada umbi kentang sehingga

mempengaruhi warna keripik yang

dihasilkan. Penyakit layu kentang

disebabkan oleh beberapa pathogen,

terutama adalah bakteri Ralstonia

solanacearum. Penyebab lainnya

diantaranya genus pseudomonas,

bacillus, dan clostridium. Bakteri layu

Ralstonia solanacearumsangat toleran

terhadap dingin dan sering ditemukan di

dataran tinggi maupun subtropika.

Tanaman kentang yang terserang

bakteri ini akan menunjukkan gejala layu

pada tanaman dan busuk coklat pada

ikatan vaskuler dengan virulensi yang

tinggi.

Data hasil pengamatan dan

perhitungan umbi busuk dapat dilihat

pada tabel 11.

Page 24: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Suhu Penyimpanan (S) dengan Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Umbi Busuk Kentang (%)

Suhu Penyimpanan Pengkondisian Kembali (P)

(S) p1 p2 p3 p4

s1a a a a

0,71 0,71 0,71 0,71A A A A

s2a a a a

0,71 0,71 0,71 0,71A A A A

s3a a a a

0,71 0,71 0,71 0,79A A A A

KK (%) 5,58%Keterangan:- Setiap kolom dengan huruf besar yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

taraf 5% dan setiap baris dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

- Notasi huruf kecil dibaca vertikal sedangkan notasi huruf besar dibaca horizontal.

Tabel 11 menunjukkan bahwa

faktor suhu penyimpanan (S),

pengkondisian kembali di suhu ruang

(P), dan interaksi antara suhu

penyimpanan dan pengkondisian

kembali (SP) tidak berbeda nyata

terhadap umi busuk kentang untuk

pembuatan potato chips.

Selama penyimpanan di suhu

dingin, banyak umbi yang mengalami

chilling injuring yaitu berupa sisi umbi

yang menjadi lunak terutama pada suhu

4°C karena penyimpanan umbi kentang

di bawah suhu kritisnya yaitu 10°C

menyebabkan umbi kentang tidak dapat

melakukan proses metabolismenya

secara sempurna di suhu ekstrim

tersebut tetapi dapat mencegah

kontaminasi mikroba yang akan masuk

ke dalam umbi. Kemudian setelah

dilakukan pengkondisian kembali di

suhu kamar, umbi yang mengalami

chilling injuring perlahan-lahan

mengalami pemulihan pada kulitnya dan

hampir kembali normal seperti semula.

Umbi yang disimpan disuhu

10°C kemudian dilakukan pengkondisian

kembali di suhu kamar 9 hari

menyebabkan 1 umbi yang busuk

karena selama penyimpanan di suhu

kritis 10°C aktivitas respirasi tetap terjadi

dan perombakan karbohidrat gula

reduksi cenderung menjadi pati

sehingga lebih mudah terkontaminasi

mikroba yaitu kapang. Hal ini sesuai

dalam Syarief dan Halid (1991)

meyatakan bahwa diantara polisakarida

yang dapat menjadi sumber karbon dari

Page 25: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

energi untuk kapang terutama pati,

selulosa dan lignin.

3.1.3. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Pengkondisian Kembali Terhadap Uji Organoleptik potato chips.

Pengaruh Suhu Penyimpanan

dan Pengkondisian Kembali Terhadap

Uji Organoleptik potato chips.

(1). Warna

Penilaian uji organoleptik

dengan uji tingkat kesukaan dilakukan

terhadap warna potato chips untuk

mengetahui pengaruh suhu

penyimpanan dan pengkondisian

kembali umbi kentang sehingga dapat

diketahui penerimaan konsumen

terhadap produk tersebut.

Warna penting bagi banyak

makanan, baik makanan yang tidak

diproses maupun bagi makanan yang

diproses. Warna memegang peranan

penting dalam penerimaan makanan.

Selain itu warna dapat memberikan

petunjuk mengenai perubahan kinia

dalam makanan, seperti pencoklatan

dan pengkaramelan. Warna merupakan

hasil dari indera mata yang bisa menjadi

pertimbangan dalam pemilihan suatu

produk. Menurut Winarno (1992), secara

visual faktor warna tampil lebih dahulu

dan kadang-kadang sangat menentukan

sebelum faktor lain dipertimbangkan.

Industri menginginkan varietas

yang apabila digoreng memberikan

warna yang baik. Warna kecoklatan

(browning) setelah digoreng tidak

dikehendaki karena menurunkan

kualitas terutama rasanya jadi pahit,

juga protein dan asam amino serta

bahan lainnya yang bermanfaat hilang

dari produk (Rastovski, 1981).

Hasil analisis variansi pada

lampiran 10 menunjukkan bahwa tingkat

kesukaan panelis terhadap warna potato

chips akibatsuhu penyimpanan (S) dan

pengkondisian kembali disuhu kamar (P)

adalah berbeda nyata. Sedangkan

interaksi antara suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali disuhu kamar

(SP) tidak berbeda nyata. Data hasil

pengamatan dan perhitungan dapat

dilihat pada tabel 12 dan 13.

Tabel 12. Pengaruh Suhu Penyimpanan (S) Terhadap Warna Keripik Kentang

Perlakuan Nilai Rata-rata Warna Keripik Kentang

10°C (s3) 2,56 a7°C (s2) 2,83 ab4°C (s1) 3,26 b

KK (CV)% 7,72%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.Hasil uji organoleptik terhadap

warna potato chips pada tabel di atas

Page 26: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

menunjukan bahwa warna keripik

kentang perlakuan s3 tidak berbeda

nyata dengan warna keripik perlakuan

s2, tetapi berbeda nyata dengan warna

keripik dari perlakuan s1. Warna keripik

kentang perlakuan s1 tidak berbeda

nyata dengan warna keripik perlakuan

s2, tetapi berbeda nyata dengan warna

keripik dari perlakuan s3. Ini berarti suhu

penyimpanan berpengaruh terhadap

warna potato chipsyang dihasilkan.

Keripik kentang diharapkan mempunyai

warna yang terang karena bila berwarna

gelap akan memberi kesan gosong yang

identik dengan rasa pahit.

Kentang yang disimpan lama

pada suhu dibawah suhu kritis (10°C)

akan memiliki kandungan gula tinggi dan

mempunyai kecenderungan berubah

warna menjadi gelap setelah

penggorengan.Warna kecoklatan pada

keripik merupakan hasil reaksi antara

karbohidrat, khususnya gula pereduksi

dengan gugus amina primer dari asam

amino, reaksi ini dikenal sebagai reaksi

mailard(Winarno, 1992). Kandungan

gula reduksi sangat berperan

menyebabkan timbulnya warna

kecoklatan pada keripik, tetapi

kandungan gula tidak mutlak

menyebabkan pencoklatan karena untuk

varietas yangberbeda dengan kadar

gula yang sama dapat memberikan hasil

warna keripik kentang yang sangat

berbeda (Roe dan Faulks, 1991).

Kandungan gula yang dapat ditolerir

untuk keripik kentang adalah 2,5-3 mg

perbahan segar (Asgar dan Chujoy,

1999).

Tabel 13. Pengaruh Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Warna Keripik Kentang.

Perlakuan Nilai Rata-rata Warna Keripik Kentang

9 hari (p4) 2,73 a3 hari (p2) 2,73 a6 hari (p3) 2,81 a0 hari (p1) 3,27 a

KK (CV)% 7,72%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Hasil uji organoleptik terhadap

warna potato chips pada tabel di atas

menunjukan bahwa perlakuan

pengkondisian kembali tidak berbeda

nyata dengan perlakuan lainnya..

Menurut teori, Penyimpanan

kentang pada suhu kamar dapat

menurunkan kadar gula reduksi

sehingga setelah penggorengan keripik

menjadi bewarna kuning terang.Warna

keripik pun dipengaruhi oleh suhu dan

waktu penggorengan. Meningkatnya

Page 27: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

suhu dan waktu penggorengan

menyebabkan warna keripik semkain

gelap. Menurut Pantastico (1975),

kondensasi gula-gula pereduksi dengan

asam-asam amino yang merupakan

suatu proses yang dipercepat oleh

panas merupakan penyebab terjadinya

warna gelap.

Winarno (1992) menjelaskan

bahwa warna coklat tersebut diduga

terjadi karena proses pencoklatan

antara gula-gula reduksi dengan gugus

amino primer yang disebut reaksi

mailard. Selanjutnya dikatakan bahwa

reaksi Mailard ini merupakan reaksi

pencoklatan non enzimatis.

Gula reduksi yang tinggi dalam

kentang akan menghasilkan keripik

kentang yang bewarna kecoklatan

dikarenakan terjadinya reaksi mailard

antara gugus amino dari asam amino

atau protein dengan gugus karbonil dari

gula reduksi. Oleh sebab itu dilakukan

penyimpanan kembali di suhu kamar

agar gula reduksi menjadi rendah dan

keripik kentang yang dihasilkan memiliki

penampakan menarik dan tidak bewarna

cokelat sehingga di sukai konsumen.

Menurut Setiawan (1998) bahwa

hasil warna objektif dipengaruhi secara

nyata oleh komposisi bahan baku yaitu

warna awal bahan-bahan

penyusunannya. Reaksi kimia yang

terjadi selama proses pembuatan juga

dapat dipengaruhi nilai warna obyektif.

Bagian permukaan luar dari makanan

goreng berwarna coklat kekuningan

merupakan hasil reaksi pencoklatan luar

yang dipengaruhi oleh komposisi

makanan, suhu, dan lama

penggorengan (Muliawan, 1991).

(2). Rasa

Rasa merupakan faktor yang

penting dari suatu produk makanan

selain penampakan dan warna. Selain

itu tekstur dan konsistensi suatu bahan

akan mempengaruhi cita rasa yang

ditimbulkan oleh bahan tersebut.

Perubahan yang terjadi pada rasa

bahan pangan biasanya lebih kompleks

daripada yang terjadi pada warna bahan

pangan. Cita rasa suatu bahan pangan

biasanya tidak stabil, yaitu dapat

mengalami perubahan selama

penanganan, pengolahan dan

penyimpanan.

Rangsangan indera perasa ada

empat kelompok, yaitu manis, asin,

asam dan pahit (Soekarto, 1985). Oleh

sebab itu rasa ditimbulkan oleh

perasaan seseorang yang telah

menelan suatu makanan. Umumnya

rasa pada bahan pangan tidak terdiri

dari salah satu rasa saja, tetapi

merupakan gabungan dari berbagai

macam yang bersatu sehingga

menimbulkan cita rasa makanan yang

utuh.

Hasil uji organoleptik dapat

dilihat pada tabel 14 dan 15.

Tabel 14. Pengaruh Suhu Penyimpanan (S) Terhadap Rasa Keripik Kentang

Page 28: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Perlakuan Nilai Rata-rata Rasa Keripik Kentang

10°C (s3) 2,47 a7°C (s2) 2,69 a4°C (s1) 2,83 a

KK (CV)% 7,74%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Tabel 14 menunjukkan setiap

perlakuan tidak berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya. Penyimpanan

kentang disuhu rendah akan menaikkan

kandungan gula reduksinya. Rasa

kentang sangat bergantung dari

kandungan kadar gula atau

karbohidratnya. Bila kandungan

karbohidratnya rendah, jika direbus

umbinya tdak mengalami perubahan.

Struktur dagimgnya halus, bobot umbi

berat, dan dagingnya berair serta

lembek (Setiadi dan fitri, 2006).

Kriteria keripik yang baik adalah

rasanya pada umumnya gurih (Made

Astawan et al, 1991). Makanan yang

diproses dengan penggorengan menjadi

lebih gurih, berwarna lebih baik. Selain

berfungsi sebagai media pengahntar

panas, minyak goreng juga akan diserap

oleh bahan pangan (Aulianan, 2001)

Tabel 15. Pengaruh Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Rasa Keripik Kentang.

Perlakuan Nilai Rata-rata Rasa Keripik Kentang

3 hari (p2) 2,48 a9 hari (p4) 2,56 a6 hari (p3) 2,63 a0 hari (p1) 2,99 b

KK (CV)% 7,74%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Hasil uji organoleptik tingkat kesukaan

panelis terhadap rasa potato chips

menunjukkan Hasil Tabel 15 menunjukkan

bahwa rasa keripik kentang perlakuan p2

tidak berbeda nyata dengan kerenyahan

keripik perlakuan p4 dan perlakuan p3,

tetapi berbeda nyata dengan kerenyahan

keripik dari perlakuan p1. Rasa keripik

kentang perlakuan p1 berbeda nyata

dengan rasa keripik perlakuan p2, p4 dan

perlakuan p3. Perlakuan p2 ini memiliki

nilai terendah karena umbi kentang yang

disimpan pada suhu dingin dan

pengkondisian di suhu kamarnya hanya 3

hari sehingga umbi tersebut masih

mengandung gula reduksi yang tinggi dan

Page 29: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

ketika dilakukan pembuatan potato chips

akan terasa manis. Bila dilihat dari hasil-

hasil yang diperoleh dalam dalam uju

organoleptik ini, maka nilai rasa potato

chips yang dihasilkanmasing-masing

perlakuan pengkondisian kembali di suhu

kamar tersebut pada umumnya masih

disukai oleh panelis.

Salah satu faktor yang

mempengaruhi penerimaan konsumen

terhadap rasa potato chips kentang

adalah senyawa penyusunnya, latar

belakang dan selera masing-masing

individu yang memberikan penilaian

(Winarno, 1992).

Rasa dinilai dengan adanya

tanggapan rangsangan kimiawi oleh

indrera pencicip (lidah), dimana akhirnya

keseluruhan interaksi antara sifat-sifat

aroma, rasa, dan tekstur merupakan

keseluruhan rasa makanan yang dinilai.

Cita rasa keripik kentang

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara

lain varietas kentang yang dipergunakan

sebagai bahan baku, jenis minyak yang

digunakan untuk menggoreng, adanya

penambahan penyedap rasa, bahan

pengepakan yang dipergunakan untuk

mengemas keripik dan sebagainya.

Salah satu jenis minyak tertentu

menghasilkan mutu keripik kentang

yang lebih baik dibandingkan dengan

jenis minyak merk yang lain (Sinaga,

1992). Sedangkan menurut Plessis et al.

(1982) bahwa minyak biji kapas lebih

stabil dari pada minyak kacang tanah

dalam penggorengan keripik kentang

karena dapat menahan tokoferol.

Tokoferol merupakan sumber vitamin E

sangat aktif terhadap oksidasi sehingga

dapat digunakan sebagai antioksidan

(Winarno, 1992). Penilaian panelis

terhadap cita rasa dapat diartikan

sebagai penerimaannya terhadap

flavour atau cita rasa yang dihasilkan

oleh kombinasi bahan baku.

Menurut Shelley (1985), flavour

dihasilkan dari kombinasi rasa, aroma,

dan tekstur. Flavour precursors yang

disintesis oleh tanaman terdapat dalam

bahan baku kentang dan terutama

mengandung gula, asam amino, RNA

dan lemak. Genotip tanaman,

lingkungan penanaman, dan lingkungan

penyimpanan mempengaruhi tingkat

campuran kandungan ini dan enzim

yang bereaksi dengannya meghasilkan

flavour. Selama pemasakan, flavour

precursors bereaksi dan menimbulkan

reaksi Mailard dan gula, lemak, serta

produk degradasi RNA yang

berkontribusi terhadap flavour.

Identifikasi flavour adalah penting bagi

breeder dalam seleksi bagi peningkatan

flavour.

(3). Kerenyahan

Kerenyahan keripik disebabkan

oleh adanya pengembangan keripik saat

dilakukan penggorengan, dimana

fenomena pengembangan keripik terjadi

disebabkan oleh terlepasnya air yang

terikat dalam gel pati pada saat

Page 30: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

penggorengan. Air ini mula-mula menjadi

uap akibat meningkatnya suhu serta

mendesak pati untuk keluar sehingga

terjadi penggosongan yang membentuk

rongga-rongga udara pada keripik yang

telah digoreng. Rongga-rongga inilah yang

menyebabkan keripik menjadi renyah.

Perbedaan tingkat kekerasan dan

kerenyahan erat kaitannya dengan

perbedaan komposisi bahan dasarnya,

keberadaan pati penting dalam kentang

yang digunakan dalam pembuatan keripik,

peranan pati sebagai bagian utama bahan

kering untuk meningkatkan kualitas. Kadar

amilosa yang tinggi dapat meningkatkan

kerenayahan keripik yang dihasilkan, hal

ini karena amilosa dalam bahan akan

mampu membentuk ikatan hidrogen

dengan air dalam jumlah yang lebih

banyak. Akibatnya pada saat

penggorengan air akan menguap dan

meninggalkan ruang kosong dalam bahan

dan menjadikan keripik lebih renyah

(Surhaini et al, 2009).

Hasil uji organoleptik dapat

dilihat pada tabel 16 dan 17.

Tabel 16. Pengaruh Suhu Penyimpanan (S) Terhadap Kerenyahan Keripik Kentang

Perlakuan Nilai Rata-rata Kerenyahan Keripik Kentang

10°C (s3) 2,41 a7°C (s2) 2,68 a4°C (s1) 2,93 a

KK (CV)% 9,54%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Hasil uji duncan menunjukkan

bahwa faktorsuhu penyimpanan tidak

berbeda nyata. terhadap perlakuan

lainnya. Kerenyahan salah satunya

ditentukan oleh kadar pati. Menurut hasil

statistik, perlakuan suhu penyimpanan

tidak berbeda nyata terhadap kadar pati

umbi kentang sehingga perlakuan suhu

penyimpanan juga tidak berbeda nyata

terhadap kerenyahan keripik kentang.

Tabel 17. Pengaruh Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Kerenyahan Keripik Kentang.

Perlakuan Nilai Rata-rata Kerenyahan Keripik Kentang

6 hari (p3) 2,30 a3 hari (p2) 2,37 ab9 hari (p4) 2,81 ab0 hari (p1) 3,21 b

KK (CV)% 9,54%Keterangan:

- Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Page 31: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Hasil Tabel 17

menunjukkan bahwa kerenyahan

keripik kentang perlakuan p3 tidak

berbeda nyata dengan

kerenyahan keripik perlakuan p2

dan perlakuan p4, tetapi berbeda

nyata dengan kerenyahan keripik

dari perlakuan p1. Kerenyahan

keripik kentang perlakuan p1 tidak

berbeda nyata dengan

kerenyahan keripik perlakuan p2

dan perlakuan p4, tetapi berbeda

nyata dengan kerenyahan keripik

dari perlakuan p3. Ini berarti

pengkondisian kembali di suhu

kamar berpengaruh terhadap

kerenyahan potato chips.

Penyimpanan umbi krntang pada

suhu dingin selama 60 hari dan

pengkondisian di suhu ruang

dapat meningkatkan kandungan

pati dalam umbi kentang sehingga

setelah digoreng menghasilkan

keripik yang renyah dan tidak alot.

Ini sesuai dengan hasil pengujian

Asandhi et al., (1989) yang

menyatakan bahwa kerenyahan

selain dipengaruhi oleh tebal

tipisnya bagian hati juga

dipengaruhi oleh kandungan pati

dalam bahan tersebut. Kadar pati

semakin tinggi dalam suatu bahan

pangan, maka kerenyahan dari

bahan pangan tersebut akan

semakin baik.

Perlakuan p2merupakan

perlakuan terpilih karena tidak berbeda

nyata dengan p3 dan p4. Perlakuan ini

membutuhkan waktu singkat yaitu 3 hari

untuk melakukan pengkondisian kembali

di suhu ruang sehingga bisa menghemat

cost produksi pembuatan keripik kentang.

(4). Penampakan

Sifat fisika bahan makanan akan

berubah secara signifikan selama

penggorengan. Perubahan sifat fisika ini

meliputi geometri (bentuk, ukuran, luas

permukaan, volume, densitas serta

polaritas), sifat termal (konduktifitas

termal, difusitas termal, panas spesifik,

koefisien transfer massa), sifat transfer

massa (difusitas uap, difusitas lemak,

koefisien transfer massa), sifat optis

(warna, tampilan permukaan) dan sifat

mekanis (kekerasan, kohesitas, viskositas,

daya lenting, daya rekat, tekstur). Faktor

yang mempengaruhi perubahan sifat fisika

dari gorengan adalah kandungan minyak

dan air dari bahan makanan, serta kondisi

proses penggorengan itu sendiri.

Analisis statistik yang dilakukan

menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata dari pengaruh suhu penyimpanan

(S) dan pengkondisian kembali di suhu

kamar (P) terhadap panampakan potato

chips setelah digoreng, tetapi tidak

terdapat pengaruh yang nyata dari

interaksi antara suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali di suhu kamar

(SP). Hasil uji organoleptik dapat dilihat

pada tabel 18 dan 19

Page 32: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Tabel 18. Pengaruh Suhu Penyimpanan (S) Terhadap Penampakan Keripik Kentang

Perlakuan Nilai Rata-rata Penampakan Keripik Kentang

10°C (s3) 2,66 a7°C (s2) 2,82 ab4°C (s1) 3,30 b

KK (CV)% 6,14%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Berdasarkan tabel 18 diatas

menunjukkan penampakan keripik kentang

perlakuan s3 tidak berbeda nyata dengan

penampakan keripik perlakuan s2, tetapi

berbeda nyata dengan penampakan

keripik dari perlakuan s1. Penampakan

keripik kentang perlakuan s2 tidak berbeda

nyata dengan penampakan keripik dari

perlakuan s3 dan perlakuan s1.

Penampakan keripik kentang perlakuan s1

tidak berbeda nyata dengan penampakan

keripik dari perlakuan s2, tetapi berbeda

nyata dengan penampakan keripik dari

perlakuan s3.

Tabel 19. Pengaruh Pengkondisian Kembali (P) Terhadap Penampakan Keripik Kentang.

Perlakuan Nilai Rata-rata Rasa PenampakanKentang

9 hari (p4) 2,79 a3 hari (p2) 2,80 a6 hari (p3) 2,87 a0 hari (p1) 3,24 a

KK (CV)% 6,14%Keterangan: - Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut duncan.

Berdasarkan hasil uji organoleptik

terhadap penampakan potato chips

dengan faktor pengkondisian kembali di

suhu kamar menunjukkanpenampakan

keripik kentang perlakuan p4 tidak berbeda

nyata dengan penampakan keripik

perlakuan lainnya.

Penampakan adalah kehalusan

permukaan dan tampilan lainnya yang

menarik pada keripik dari segi warna dan

ukuran. Kadar air, pati, gula reduksi yang

tinggi akan mempengaruhi penampilan

dan kehilangan kerenyahan pada keripik

(Winarno,1997).

Perfomance adalah penilaian

gabungan dari beberapa kesan yang

ditangkap oleh beberapa indera baik

indera peraba, pengecap, penglihatan, dll.

Page 33: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian

pengaruh Suhu Penyimpanan Dan

Pengkondisian Kembali Terhadap Kualitas

Umbi Kentang Sebagai Bahan Baku

Potato Chips dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Perlakuan suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali serta

interaksi keduanya tidak berbeda

nyata terhadap kadar air dan kadar

pati. Interaksi antara suhu

penyimpanan dan pengkondisian

kembali berbeda nyata terhadap

gula reduksi umbi kentang. Kadar

gula reduksi umbi kentang dari

perlakuan s1p4 yaitu 0,81%, s2p2

yaitu 0,95%, s2p3 yaitu 0,88%, s2p4

yaitu 0,77%, s3p1 yaitu 0,89%, s3p2

0,79%, s3p3 0,76% dan s3p4 yaitu

0,75%. Jadi dapat disimpulkan

bahwa perlakuan-perlakuan diatas

umbi kentang dapat diterima oleh

industri pengolahan potato chips.

2. Perlakuan suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali berbeda

nyata tekstur umbi kentang.

Kekerasaan terbaik untuk

pembuatan potato chips adalah 2,33

mm/100gram/10 detik pada

perlakuan p1 (pengkondisian di

suhu kamar selama 9 hari).Interaksi

antara suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali berbeda

nyata terhadap susut bobot umbi

kentang. Susut bobot terpilih yaitu

umbi kentang dari perlakuan s1p4

2,49%, Perlakuan suhu

penyimpanan dan pengkondisian

kembali serta interaksi keduanya

tidak berbeda nyata terhadap umbi

busuk.

3. Perlakuan suhu penyimpanan dan

pengkondisian kembali berbeda nyata

terhadap warna dan penampakan

keripik kentang berdasarkan tingkat

kesukaan panelis. Warna yang paling

disukai panelis yaitu perlakuan s3

(suhu penyimpanan 10°C) dan p4

(pengkondisian kembali di suhu

kamar pada 9 hari) yaitu 2,56 dan

2,73. Penampakan paling disukai

panelis yaitu perlakuan s3 (suhu

penyimpanan 10°C) dan p4

(pengkondisian kembali di suhu

kamar pada 9 hari) yaitu 2,66 dan

2,79.Perlakuan pengkondisian

kembali umbi kentang berpengaruh

nyata terhadap rasa dan kerenyahan

keripik kentang berdasarkan tingkat

kesukaan panelis. Rasa yang paling

disukai panelis yaitu pada perlakuan

p2 (pengkondisian kembali di suhu

kamar pada 3 hari) yaitu 2,48.

Kerenyahan paling disukai panelis

yaitu pada perlakuan p3

(pengkondisian kembali di suhu

kamar pada 6 hari) yaitu 2,30.

4.2. SaranDari hasil evaluasi terhadap

penelitian pengaruh Suhu Penyimpanan

Page 34: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Dan Pengkondisian Kembali Terhadap

Kualitas Umbi Kentang Sebagai Bahan

Baku Potato Chips, maka saran yang

diperlukan untuk penelitian selanjutnya

adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan

memperpanjang pengkondisian

kembali umbi kentang di suhu kamar

agar kualitas umbi kentang yang

digunakan untuk potato chips lebih

memenuhi syarat pengolahan dan

potato chips yang dihasilkan lebih

cerah warnanya.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan

mengenai varietas kentang terbaru

yang dapat digunakan untuk

pembuatan potato chips.

DAFTAR PUSTAKAAdiyoga, W., S. Rachman, A. Ali, dan

Irfansyah, (1999), The Potato System in West Java, Indonesia: Production, Marketing, Processing, and Consumer Preferences for Potato Products, Research

Institute for Vegetables; Lembang,

Bandung.

Asgar A. dan A. A. Asandhi, (1990), Cara Penyimpanan dan Kehilangan Hasil Kentang Konsumsi di Pangalengan, Buletin Penelitian

Hortikultura, XX (1): 1-7.

Asgar A. dan A. A. Asandhi., (1992),

Perbaikan Sistem Produksi Bibit Untuk Menunjang

Peningkatan Produksi Dan Mutu Kentang, Pidato Pengukuhan Ahli

Penelit Utama Bidang Budidaya

Tanaman. Balai Penelitian

Hortikultura Lembang.

Asgar A. dan A. A. Asandhi., (1993),

Study on Storage Method and Weight Loss of Ware Potato in Pangalengan and Garut-West Java, Buletin Penelitian

Hortikultura, XXV (3): 44-49.

Asgar A. dan Kusdibyo, (1997),

Pengaruh Varietas dan Umur Panen Terhadap Kualitas Umbi Kentang (Solanum tuberosum, L.) sebagai bahan baku pembuatan kripik kentang, Balai

Penelitian Hortikultura, Lembang;

Bandung, hal 251-262.

Asgar A. dan E. Chujoy, (1999), Chipping Quality of 45 Potato Clones,

Potato Research in Indonesia.

Research result in a series

working papers. Col. Res.

Between RIV and CIP. Reserach

Institute for Vegetables, Bandung.

Asgar A. dan Kusdibyo, (1997),

Pengaruh Varietas dan Umur Panen Terhadap Kualitas Umbi Kentang (Solanum tuberosum, L.) sebagai bahan baku pembuatan kripik kentang, Balai

Penelitian Hortikultura, Lembang;

Bandung, hal 251-262.

Page 35: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Anonim, (2012), Kentang: Sejarah Hingga Olahan,

http://www.google.com, accesed 6

April 2012.

AOAC, (1995), Official Methods Of Analysis Of The Association Of Official Analytical Chemists;

Washington, D.C.

Asandhi A. A., Sastrosiswojo S., Abidin

Z., Subhan, (1989), Kentang,

Edisi Kedua, Balai Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Balai

Penelitian Hortikultura, Lembang;

Bandung.

Asandhi A. A dan Kusdibyo, (2004).

Waktu Panen Dan Penyimpanan Pasca Panen Untuk Mempertahankan Mutu Umbi Kentang Olahan, Jurnal Ilmu

Pertanian Vol. 11 No.1, 2004 : 51

– 62, Balai Penelitian Hortikultura,

Lembang; Bandung.

Astawan, (2004), Kentang : Sumber Vitamin C dan Pencegah Hipertensi, http://www.gizi.net, accesed 6 April 2012.

Aulianan, R., (2001), Gizi dan Pengolahan Pangan, Adicita

Karya Nusa, Yogyakarta, 103 hal.

BALITSA, (2008), Berita Resmi PVT,

Pendaftaran Varietas Hasil

Pemuliaan No. Publikasi:

020/BR/PVHP/8/2008.

Basuki, R. S, Kusmana, dan A. Dimyati,

(2005), Analisis Daya Hasil, Mutu, dan Respons Pengguna Terhadap Klon 380584.3, TS-2, FBA-4, I-1085, dan MF-II Sebagai Bahan Baku Keripik Kentang, Jurnal Hortikultura Vol

15 (3): 160-170.

Bouchon, P., Aguilera, J. M., & Pyle, D. L.,

(2003), Structure oilabsorption relationships during deep-fat frying, Journal of Food Science,

68, 2711–2716.

Gaspersz V., (1995), Metoda Perancangan Percobaan,

Cetakan Kedua, CV. Armico;

Bandung, hal: 54-60.

Hartus, T., (2001), Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus, Penebar

Swadaya, Edisi Baru, Jakarta Hal

136.

Ketaren S., (2008), Minyak dan Lemak Pangan, Cetakan Pertama,

Universitas Indonesia (UI-Press);

Jakarta, hal: 141-143.

Kolasa, K.M, (1993), The Potato and Human Nutrition, Am. Potato J.

70 (5): 375-383

Kusmana, R.S. Basuki dan Dimyati,

(2004),makalah usulan pelepasan varietas kentang Klon,380584.3, TS-2, FBA-4, I-

1085 dan MF-II sebagai bahan

Page 36: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

baku kentang Olahan, hal 254-

259.

Made Astawan dan Mita Wahyuni

Astawan, (1991), Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna, Marinih (2005),

Pembuatan Kripik Kimpul Bumbu Balado dengan Tingkat Pedas yang berbeda, Tugas

Akhir. Universitas Negri

Semarang, Semarang.

M. Baedhowie Dan Pranggonawati, S.,

(1983), Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu Hasil Pertanian 1; Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 129

halaman.

Muliawan, (1991), Pengaruh Tingkat Kadar Air Terhadap Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng, Skripsi Fateta IPB

Bogor.

Mulyaningsih Y., (1996), Pengaruh Umur Panen dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Umbi Kentang, Tugas Akhir Jurusan

Teknologi Pangan, Fakultas

Teknik, Universitas Pasundan;

Bandung.

Niederhauser, J.S., (1993), International Cooperation and the Role of the Rotation Feeding the World.

Am. Potato. J. 70 (5): 385-403.

Nur Hartuti, Sinaga R. M., (1998), Keripik Kentang, Balai Penelitian

Tanaman Sayuran, Lembang,

Bandung.

Pantastico, ER.B., (1975), Postharvest Physiology Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruit and Vegetable,

Edited by ER. B. Pantastico.

Westport, Connecticut. The Avi

Publishing, Co., Inc, 15 halaman.

Plessis, L.M. du; Twisk, P. Van; Niekerk,

P.J. Van; Steyn, M., (1981),

Evaluation of peanut and cottonseed oils for deep frying,

J Amer. Oil Chem. Soc 58 (5):

575-578

Prahardini, P.E.R. dan Pratomo Al. G.,

(2004), Uji Adaptasi Varietas Dan Klon Kentang Olahan Pada Musim Kemarau Di Dataran Tinggi Beriklim Kering, hal: 1,

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jawa Timur.

Rastovski, A. Van Es, (1981), Storage Of Potatoes, Post-Harvest Behaviour, Store Design, Storage Practice, Handling,

Centre for Agricultural Publishing

and Documentation Wageningen,

hal 20-97.

Roe. M.A. and R.M. Faulks, (1991), Color Develoopment in a Model System During Frying: Role of

Page 37: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Individual Amino Acid Sugar, Journal Food Science Vol. 36(6):

1711-1713.

Rubatzky, Vincent. E., dan Mas Yamaguchi,

(1998), Sayuran Dunia. Jilid I, Edisi

Baru Terjemahan Catur H. ITB Press,

Bandung, hal 313.

Robertson, (1967), The practise of deep fat frying, J. Food Tech, 21 (1): 34-36.

Sahat, S. D.D Widjajanto, I. Hidayat, dan

S. Kusumo, (1989), Pembibitan kentang, Dalam Asandhi, et al

(Eds), Kentang Edisi 2, Balitsa,

Lembang, 209 hal.

Sahat, S. dan Kardjadi. K. A, (2008),

Pendaftaran Varietas Hasil Pemuliaan,

http://www.google.com, accesed 6

Juni 2012.

Samadi B., (2007), Analisis Usaha Tani Kentang, Edisi Baru, Kanisius;

Yogyakarta, hal: 74-75.

Setiadi dan S. Fitri., (2006), Kentang Varietas dan pembudidayaan,

Penebar Swadaya, Jakarta, 89

hal.

Setiawan, (1998), Mempelajari Karakteristik Fisiko-Kimia Kerupuk Dari Berbagai Taraf Formulasi Tapioka, Tepung Kentang Dan Tepung Jagung.

Skripsi Fateta IPB Bogor.

Sibarani A., (1988), Pengaruh Penyimpanan Terhadap Kadar Glikoalkaloid Kentang (Solanum tuberosum,) Skripsi Fateta IPB,

Bogor.

Simek, J., (1980), Effect of Potato Composition on the Quality of French Fried Potatoes and Chips and Crisps, Vyzkummy

Intav Bramborasky. Havlikuv Brod,

Czechoslavakia. Vedeche Prace

Vyzkumneko Ustavu

Bramborarskeko Havlickove

Brode (5): 75-82.

Sinaga. R.M., (1992), Pengaruh Jenis Kemasan dan Minyak Goreng Terhadap Mutu Keripik Kentang (Solanum tuberosum L.), Buletin

Penelitian Hortikultura, XXII (1),

26-38.

Shelley, H.J., (1985), Potato Flavor, Am,

J. Potato Res. 87 (2): 209-217.

Sidiq, (2005), AplikasiCurtain Prying Sebagai Alternatif Pengganti Deep-Fat Frying Pada Proses Penggorengan Nugget Champ di PT. Charoen Pokhpand Indonesia-chicken Procesing, Skripsi Fateta IPB, Bogor.

Soekarto T. S., (1985), Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan Dan Hasil Pertanian,

Edisi Baru, Bharata, Jakarta, 115

halaman.

Page 38: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Standar Nasional Indonesia, (1996), SNI 01-4031-1996 kripik kentang, http://www.google.com, accesed

12 Juli 2012.

Subramanyam, H., S. Gouri and S.

Krishnamurty, (1976), Ripening Behaviour of Mango Fruits Graded on Specific Gravity Basic, J. Food Sci. Tech.

Sunarjono H., (2007), Petunjuk Praktis Budidaya Kentang, Cetakan

Pertama, PT. Soeroengan,

Jakarta, hal: 9-12, 16-17, 19, 89

dan 94.

Sunarjono H dan Rismunandar, (1981),

Pengantar Pengetahuan Dasar Hortikultura II, Cetakan Pertama,

CV. Sinar Baru; Bandung.

Surhaini, Mursalin, Addion Nizori, (2009),

Teknologi Penggunaan Umbi Gadung Bebas Racun Menjadi Keripik Simulasi, Percikan Vol.

96 Edisi Januari: 69-73, ISSN:

0854-8986.

Syarief, R., dan Halid, H., (1991),

Teknologi Penyimpanan Pangan, Penerbit Arcan, Jakarta,

hal 126.

Tantidham, K., P. Jirathana and M.

Thongjiem, (1994), Thai Potato Recipes, published by Southeast

Asian Program for Potato

Research and Development, Los

Banos, Laguna, Philipines, hal:

41.

The International Potato Center, (2008),

Facts and Figures: 2008–The International Year of the Potato,

http://www.potato2008.org,

accesed 6 April 2012.

Tranggono dan Sutardi, (1990), Biokimia dan Teknologi Pasca Panen,

Pusat Antar Universitas-Pangan

Gizi, Universitas Gadjah Mada;

Yogyakarta, hal: 160-161.

Wibowo, C., E. Powelzik, E. Delgado,

Nurpilihan., (2004), Strengtening food security program by utilization of medium altitudes land on potato cultivation, J. of

Agriculture and Rural

Development in Tropics and

Subtropics 80:5360.

Wibowo, (2006), Peningkatan Kualitas Keripik Kentang Varietas Granola dengan Metode Pengolahan Sederhana, J. Akta

Agronesia. 9 (2): 102-109.

Winarno F.G. dan Aman, M., (1981),

Fisiologi Lepas Panen, Cetakan

Pertama, PT. Sastra Hudaya;

Jakarta Pusat, hal: 72-73.

Winarno F.G., (1992), Kimia Pangan dan Gizi, Cetakan Keenam, PT.

Gramedia; Jakarta, hal: 40-43.

Winarto A., (1989), Pembuatan Keripik

Page 39: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28756/1/Jurnal.docx · Web viewBahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar gula reduksidi antaranya adalah air suling, bubur alumina

Kentang, Puslitbang Teknologi

Tepat Guna, API Indonesia;

Bandung.