20
UNJUK KERJA ICE SLURRY GENERATOR DENGAN REFRIGERANT PROPANE DAN SCRAPER TIPE 2 BLADE SYMMETRIC Fajri Ashfi Rayhan 1206247625 Mahasiswa S1, Program Studi Teknik Perkapalan, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424 Email: [email protected] ABSTRAK Ice Slurry merupakan hasil rekayasa sistem pendingin pada evaporator dengan memanfaatkan air laut sebagai media freezing point depressing additive. Penggunan propane sebagai media refrigerant dapat meningkatkan waktu terbentuknya ice slurry.Tujuan dari penelitian ini adalah merancang prototipe ice slurry generator dan menganalisis perfroma sistem dengan membandingkan penggunaan refrigerant R-22 dan propane. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pembentukan ice slurry dengan refrigerant propane lebih baik dibandingkan R-22 yang ditinjau bedasarkan waktu penurunan suhu air laut, kestabilan tekanan kerja dan perfoma scraper. ABSTRACT Ice Slurry is engineered cooling system on the evaporator with the use of seawater as a medium freezing point depressing additive. The use of propane as a refrigerant media can also increase the time the formation of ice slurry. Purpose of this research is to create a prototype of ice slurry generator and analyze perfrom of system by comparing the use of refrigerant R-22 and propane. The results of this study indicate that the formation of ice slurry with refrigerant propane better than R-22, which are reviewed by temperature of sea water, the stability of working pressure and performence of scraper. Keywords: Sea Water, Ice Slurry, R-22, Propane. Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

UNJUK KERJA ICE SLURRY GENERATOR DENGAN REFRIGERANT

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

UNJUK KERJA ICE SLURRY GENERATOR DENGAN REFRIGERANT

PROPANE DAN SCRAPER TIPE 2 BLADE SYMMETRIC

Fajri Ashfi Rayhan 1206247625

Mahasiswa S1, Program Studi Teknik Perkapalan, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Indonesia, Depok 16424

Email: [email protected]

ABSTRAK

Ice Slurry merupakan hasil rekayasa sistem pendingin pada evaporator dengan memanfaatkan air laut sebagai

media freezing point depressing additive. Penggunan propane sebagai media refrigerant dapat meningkatkan

waktu terbentuknya ice slurry.Tujuan dari penelitian ini adalah merancang prototipe ice slurry generator dan

menganalisis perfroma sistem dengan membandingkan penggunaan refrigerant R-22 dan propane. Hasil dari

penelitian ini menunjukan bahwa pembentukan ice slurry dengan refrigerant propane lebih baik dibandingkan

R-22 yang ditinjau bedasarkan waktu penurunan suhu air laut, kestabilan tekanan kerja dan perfoma scraper.

ABSTRACT

Ice Slurry is engineered cooling system on the evaporator with the use of seawater as a medium freezing point

depressing additive. The use of propane as a refrigerant media can also increase the time the formation of ice

slurry. Purpose of this research is to create a prototype of ice slurry generator and analyze perfrom of system

by comparing the use of refrigerant R-22 and propane. The results of this study indicate that the formation of ice

slurry with refrigerant propane better than R-22, which are reviewed by temperature of sea water, the stability

of working pressure and performence of scraper.

Keywords: Sea Water, Ice Slurry, R-22, Propane.

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

1. PENDAHULUAN

Perikanan merupakan salah satu potensi maritim yang dimiliki oleh Indonesia. Potensi

pengembangan untuk perikanan tangkap di laut sebesar 6,5 juta ton pada tahun 2014 [1].

Akan tetapi pemanfaatan hasil perikanan di Indonesia belum maksimal secara keseluruhan.

Hal tersebut di sebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : kapal yang di gunakan untuk

menangkap ikan masih tradisional, biaya reparasi kapal ikan yang mahal, rendahnya

kesejahterahan nelayan dan minimnya pemanfaatan teknologi dalam penangkapan dan

pengelolaan ikan.

Pihak pemerintah melalui Mentri Kelautan dan Perikanan telah menerapkan kebijakan

untuk nelayan, dimana kebijakan baru tersebut di tunjukan untuk peningkatan kualitas

penangkan ikan di Indonesia. Salah satu kebijakanya adalah pembangunan 58 cold storage

pada 34 kabupaten, bersamaan sistem rantai dingin lainya, seperti pabrik es dan kendaraan

pendingin [2].

Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara pemerintah, nelayan dan peneliti untuk

memaksimalkan potensi perikanan Indonesia. Pada penelitian ini difokuskan terhadap cold

chain dengan menggunkan ice slurry. Penerapan teknologi ice slurry dapat mempertahankan

kesegaran ikan hingga 144 jam atau 6 hari [3]. Sehingga sangat mengutungkan bagi pihak

produsen maupun konsumen.

2. Tinjauan Teoritis

2.1 Kalor Sensibel

Kalor sensibel merupakan energi kalor yang menyebabkan terjadinya kenaikan atau

penurunan temperatur dengan phasa (wujud) yang tidak mengalami perubahan. Kalor sensibel

dapat diukur menggunakan termometer. Formula kalor sensibel dapat dinyatakan sebagai

berikut :

𝑄 = 𝑚 ∙ 𝑐! ∙ ∆𝑇

Dengan :

𝑄 = energi kalor sensible [J]

𝑚 = massa 𝑘𝑔

𝑐! = kalor spesifik tekanan konstan J 𝑘𝑔 ∙℃

∆𝑇 = perubahan temperatur [℃]

(2.1)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

2.2 Kalor Laten

kalor laten merupakan energi kalor yang dilepaskan atau diserap, pada sistem

termodinamika, selama proses konstan suhu yang ditentukan dalam beberapa keadaan [4].

Formula kalor laten dapat dinyatakan sebagai berikut :

𝑄 = 𝑚 ∙ 𝐿

Dengan :

𝑄 = energi kalor laten [𝐾J]

𝑚 = massa yang mengalami perubahan fasa 𝑘𝑔

𝐿 = kalor spesifik dengan tekanan konstan kj 𝑘𝑔

2.3 Refrigerasi

2.3.1 Siklus Refrigerasi dan 𝑪𝑶𝑷𝑹

Siklus refriferasi ideal mencangkup empat proses :

1-2 proses kompresi pada kompressor secara isentropik.

2-3 Pelepasan kalor pada kondenser secara isbobar.

3-4 penurunan tekanan pada katup ekspansi secara iso-enthalpi.

4-1 Penyerapan kalor pada evaporator secara isobar

Setiap sistem termodinamika memiliki efisiensi terdahap daya input dan hasil yang

diperoleh. Namun pada siklus refrigerasi tidak menggunakan istilah efisiensi karena energi

yang dibutuhkan (𝑊!"#) dapat lebih kecil terhadap energi yang dihasilkan (𝑄!), sehingga

(2.2)

Gambar 2.2 (a) siklus refrigerasi (b) T-S diagram

siklus refrigerasi

(a) (b)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

digunakan istilah Coefficient Of Performence Refrigeration 𝐶𝑂𝑃! yang mengartikan kalor

yang dapat diserap oleh sistem per-energi yang bekerja pada sistem.

𝐶𝑂𝑃! =𝑄!𝑊!"#

=ℎ! − ℎ!ℎ! − ℎ!

Dengan :

𝑊!"# = daya kompressor watt

𝑄! = kalor yang diserap evaporator watt

ℎ! = enthalpi keluar kompressor 𝑘𝑗 𝑘𝑔

ℎ! = enthalpi masuk kompressor 𝑘𝑗 𝑘𝑔

ℎ! = enthalpi masuk evaporator 𝑘𝑗 𝑘𝑔

2.3.2 Karakteristik Refrigerant.

Menurut sifat ekspansi panas pada refrigerant terdapat refrigerant yang memberikan

efek pendinginan dengan cara menyerap kalor laten dari susbtansinya dan terdapat pula

refrigerant yang memberikan efek pendinginan dengan cara menyerap kalor sensible dari

substansinya. Pada penelitian ini digunakan 2 jenis refrigerant, yaitu Chlorodifloromethane

(R-22) dan Propane. R-22 dapat memberikan efek pendinginan dengan cara menyerap kalor

sensible dari substansinya dan titik didihnya −40,7 ℃. R-22 memiliki tingkat potensi

pemanasan global sebesar 1.8 %. Sedangkan Propane memiliki potensi pemanasan global

sebesar 0 % dan proses pencapaian temperatur dingin lebih cepat, namun propane merupakan

senyawa kimia yang mudah terbakar.

2.4 Ice Slurry

Ice slurry mengacu pada campuran homogen dari partikel es yang kecil dan fluida

yang dialiri pada sistem. fludia tersebut dapat berupa air tawar murni, air laut, larutan biner

yang terdiri dari air dan larutan freezing point depresant. Natrium klorida dan etanol yang

paling umum digunakan sebagai freezing point depresant. Ciri khas ukuran dari kristal ice

slurry adalah diameternya yang hanya 0,1-1 mm. Sehingga bentuk ice slurry secara fisik

lembut dan halus seperti gel. Namun tanpa adanya freezing point depresant, diameter kristal

es akan berukuran lebih dari 1 mm [5].

(2.3)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Ice slurry memiliki cooling rate yang cepat berkat proses perpindahan panas antara

lapisan pendinginan dan partikel fluida yang mengalir. Bentuk ice slurry harus di pertahankan

pada suhu −5℃. Jika dibawah −5℃ maka ice slurry kembali menjadi fase cair.

2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Ice Slurry

Sistem kerja mesin ice slurry pada dasarnya serupa dengan sistem refrigerasi pada

umumnya, namun terdapat perbedaan pada heat exchanger bagian evaporatornya. Mesin ice

slurry memiliki evaporator yang khusus untuk mengambil panas pada fluida yang dialirkan

dalam evaporator dengan cara konveksi dan konduksi pada dinding material pembatas (antara

refrigerant dan fluida yang akan diserap panasnya). Untuk mencegah pembekuan didalam

evaporator diperlukannya penambahan scraper pada sistem evaporator. Scraper berfumgsi

untuk menghancurkan es yang terbentuk pada dinding pelapis antara refrigerant dan fluida

yang akan diserap panasnya. Berikut skema dan sistem kerja mesin ice slurry pada gambar

2.5.

(a)

Gambar 2.4 (a) ice slurry (b) ice slurry diamter 0.1mm dilihat dengan

mikroskop

(b)

Gambar 2.5 Skema Kerja Sistem Ice Slurry

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

3.1 Rancang Bangun Ice Slurry Generator

3.1.1 Evaporator

Prinsip kerja evaporator ice slurry serupa dengan mesin penukar panas dengan jenis

concentric tube exchanger, dimana terdapat 2 buah tabung berbeda diameter dengan tinggi

yang sama lalu diposisikan secara konsentris. Pada sistem ice slurry proses tersebut di iringi

dengan sirkulasi air laut yang searah dengan aliran refrigerant secara terus menerus dengan

ditambahnya scraper untuk mengikis pertumbuhan es pada dinding tabung dalam. Berikut

gambar 3.1 desain rancangan evaporator :

Pencegahan terjadinya kobocoran air laut pada penumpu bagian atas shaft dirancang

menggunakan gland packing berbahan dasar teflon. Karena teflon memiliki

koefisien gesek terendah dari bahan padat lainya. Sehingga putaran shaft pada evaporator

tidak mengalami hambatan gesek yang berarti. Berikut gambar 3.2 rancangan sistem untuk

pencegahan kebocoran :

Gambar 3.1 Desain evaporator 2 blade symmetry

Gambar 3.2 Desain gland packing

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Material yang digunakan adalah stainless steel tipe 316 dengan pertimbangan terdapat

sirkulasi air laut pada evaporator. Scraper merupakan shaft dengan blade yang memiliki

fungsi untuk mencegah terjadinya pembentukan es pada dinding tabung dalam dan juga untuk

mempertahankan homogenitas larutan. scraper 2 blade symmetry memiliki pisau dibagian

ujung blade dan memiliki clearance 2.5 mm terhadap dinding tabung. Berikut gambar 3.3

desain rancangan scraper :

Fungsi dari flange bagian bawah evaporator selain menghubungkan tabung adalah

sebagai tempat dudukan shaft yang memiliki diameter yang lebih besar beberapa milimeter

dari shaft. Pertimbangan tersebut didasarkan untuk meminimalisir terjadinya gesekan antara

flange dengan shaft namun tidak menimbulkan defleksi saat shaft berputar. Penggunaan

grease lubricamt atau gemuk pada shaft yang besentuhan pada flange bertujuan untuk

mengurangi gesekan dan sebagai pengganti sementara dari bearing. Berikut gambar 3.4

desain flange bagian bawah evaporator :

Gambar 3.3 (a) Desain scraper (b) scraper 2 blade symmetric

(a) (b)

Gambar 3.4 flange bagian bawah evaporator

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

3.1.2 Peralatan Pelengkap

Tidak seperti evaporator yang terdapat tahap desain, analisis dan fabrikasi. Untuk

seluruh peralatan pelengkap digunakan peralatan pabrikan. Berikut pada tabel 3.1 seluruh

peralatan yang digunakan pada sistem ice slurry :

No Peralatan

1 Consdensing Unit ½ PK

2 Katup Ekpansi (Ball Valve)

3 Magnetic Pump 65 Watt

4 Inverter SV008iC5-1

5 Motor 0.75 Kw

6 Inverter (TOPTEK)

7 Pulley 100 Mm

8 Belt

9 Thermometer Infrared

10 Preassure Gauge

11 Timbangan Refrigerant

12 Tachometer Digital

3.2 Prosedur Pengoperasian Sistem dan Pengambilan Data

Sebelum sistem di operasikan di lakuakn pengetasan kekedapan pada seluruh pipa

penghubung, lalu dilanjutkan dengan vakum sistem dan pengisian refrigerant. Setelah sistem

dipersiapkan, Berikut prosedur penggambilan data pada penelitian ini :

1. Menyiapkan air laut dengan volume 5 liter dan mencatat suhu lingkungan.

2. Memasukan air laut pada tangki ice slurry.

3. Menyalakan MCB pengubung inverter pompa dan inverter motor

4. Mengatur variasi putaran pompa dan motor.

5. Menjalankan pompa, motor dan condensing unit

6. Menyalakan stopwatch saat suhu air laut mencapai suhu 15℃ mulai.

7. Mencatat perubahan suhu air laut dan perubahan tekanan setiap 3 menit.

Tabel 3.1 Peralatan pelengkap

Gambar 3.4 Ice Slurry Unit

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

8. Menunggu sampai scraper berhenti secara mendadak atau scraper dapat terus beroperasi

sampai air laut seluruhnya menjadi ice slurry.

9. Menghitung massa jenis ice slurry.

10. Mengulangi poin 1 sampai 9 terhadap variasi putaran pompa dan scraper .

4. HASIL DAN ANALISIS

4.1 Siklus Refrigerasi

Data yang didapat dari rancangan sistem berupa tekanan masuk evaporator (𝑃!"#) dan

tekanan keluar kompressor (𝑃!!"!). Dengan asumsi proses kompresi secara isentropik dan

proses penurunan tekanan secara iso-enthalpi.

Pada softwere cool pack digunakan refrigerant calculator untuk mengetahui besaran

enthalpi, entropi dan suhu yang di bantu dengan data tekanan hasil penelitian. Tekanan yang

digunakan bedasarkan data saat keadaan sistem sudah tidak mengalami perubahan tekanan

secara signifikan, baik pada evaporator ataupun kondensor. Dengan data yang telah diperoleh,

maka nilai COP dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut :

Untuk R-22 :

𝐶𝑂𝑃! =𝑄!𝑊!"#

=ℎ! − ℎ!ℎ! − ℎ!

=397− 230439− 397 = 3,98

Untuk R-290 :

𝐶𝑂𝑃! =𝑄!𝑊!"#

=ℎ! − ℎ!ℎ! − ℎ!

=548− 272620− 548 = 3,83

4.2 Cooling Load

Cooling load merupakan beban kalor yang harus dilepas untuk merubah fase suatu zat.

Cooling load terdiri dari kalor sensibel dan kalor laten.Berikut Data air laut ditunjukan pada

tabel 4.1 dan persentase kalor ditunjukan pada gambar 4.1.

Temperatur awal air laut 23 ℃

Titik beku air laut -1,8 ℃

Temperatur air laut saat terbentuk ice slurry -5 ℃

Rata-rata temperatur lingkungan 27 ℃

Tabel 4.1 Data air laut dan lingkungan

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Kalor spesifik air laut 4024 𝐽 𝐾𝑔 ∙ 𝐾

Kalor laten air laut 334720 𝐽/𝐾𝑔 ∙ 𝐾

Massa jenis air laut 1020 𝐾𝑔 𝑚!

Massa air laut yang digunakan 5 𝐾𝑔

kalor sensibel dan kalor laten :

𝑄! = 𝑚 ∙ 𝑐! ∙ ∆𝑇 = 5 ∙ 4024 ∙ 23− −5 = 563360 𝐽 = 563,4 [𝐾𝐽]

𝑄! = 𝑚 ∙ 𝐿 = 5 ∙ 334720 = 1673600 [𝐽] = 1673,6 [𝐾𝐽]

Cooling Load :

𝑄! = 𝑄! + 𝑄! = 563,4 𝐾𝐽 + 1673,6 𝐾𝐽 = 2237[𝐾𝐽]

4.3 Putaran Scraper pada kondisi pengujian

Pada refrigerant propane. Sebagian besar data tidak mengalami scraper yang berhenti

secara mendadak atau dapat dikatakan seluruh air laut dapat diubah menjadi ice slurry, seperti

yang ditunjukan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Persentase performa scraper

Tabel 4.1 Persentase kalor sensibel dan laten

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

4.4 Pengaruh variasi putaran scraper dengan Putaran Pompa Konstan

Pada penelitian ini putaran pompa dibuat dalam keadaan konstan dan putaran scraper

dilakukan variasi yang ditunjukan pada gambar 4.3 sampai 4.6. Hasil dari penelitian ini

adalah :

• Mengetahui waktu pertama ice slurry keluar.

• Mengetahui waktu scraper berhenti atau scraper terus beroperasi hingga terbentuk

seluruh air laut menjadi ice slurry.

• Kebutuhan daya listrik untuk memproduksi ice slurry atau kebuthan daya listrik sampai

scraper tidak dapat beroperasi.

Gambar 4.3 Grafik penurunan suhu dengan

pompa konstan 1480 RPM (R-22)

Gambar 4.4 Grafik penurunan suhu dengan

pompa konstan 2371 RPM (R-22)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Hasil keseluruhan dari perolehan data menunjukan bahwa semakin tinggi putaran

scraper terhadap putaran pompa yang konstan menghasilkan waktu pembentukan ice slurry

yang lebih lama, namun dapat mempertahankan perfoma scraper dalam mencegah

berhentinya scraper secara mendadak. Hal tersebut bedasarkan putaran scraper yang tinggi

maka proses perpindahan panas lebih merata pada evaporator.

Pada refrigerant R-22 seluruh percoban mengalami berhentinya scraper secara

mendadak. Hasil waktu tercepat terbentuknya ice slurry pada putaran pompa konstan 2371

RPM dengan putaran scraper 737 RPM selama 18 menit dari suhu awal air laut 15℃.

Gambar 4.5 Grafik penurunan suhu dengan

pompa konstan 1480 RPM (R-290)

Gambar 4.6 Grafik penurunan suhu dengan

pompa konstan 2371 RPM (R-290)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Pada refrigerant R-290 terdapat percobaan yang mengalami berhentinya scraper dan

terdapat pula percobaan yang scraper dapat terus beroperasi atau terbetuknya seluruh air laut

menjadi ice slurry. Dari hasil data menunjukan kebutuhan daya listrik semakin besar dengan

meningkatnya putaran scraper dengan daya listrik terbesar 0,55 kwh pada putaran pompa

konstan 2371 RPM dengan putaran scraper 737 RPM. Hasil waktu tercepat terbentuknya ice

slurry pada putaran pompa konstan 1480 RPM dengan putaran scraper 468 RPM selama 13

menit dari suhu awal air laut 15℃ dan scraper dapat terus beroperasi selama 33 menit sampai

seluruh air laut berubah menjadi ice slurry.

4.4 Pengaruh variasi putaran pompa dengan Putaran scraper Konstan

Fungsi dari scraper pada sistem ice slurry adalah melakukan pengadukan air laut

didalam evaporator untuk membentuk ice slurry. Pada penelitian ini putaran scraper sistem

ice slurry dibuat dalam keadaan konstan dan putaran pompa dilakukan variasi. Seperti yang

ditunjukan pada gambar 4.7 sampai 4.10. Pengolahan data dari penelitian ini serupa seperti

penelitian pada putaran pompa konstan.

Gambar 4.7 Grafik penurunan suhu dengan

scraper konstan 557 RPM (R-22)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Gambar 4.8 Grafik penurunan suhu dengan

scraper konstan 646 RPM (R-22)

Gambar 4.9 Grafik penurunan suhu dengan

scraper konstan 557 RPM (R-290)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Hasil data keseluruhan menunjukan semakin tinggi putaran pompa maka temperatur

air laut semakin cepat mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan semakin cepat putaran

pompa maka semakin cepat pula sirkulasi air laut pada evaporator, sehingga menyebabkan

penyerapan panas yang lebih cepat. Untuk refrigerant R-22 seluruh percobaan mengalami

berhentinya scraper secara mendadak. Berbeda dengan refrigerant R-290, berhentinya

scraper terjadi hanya pada putaran pompa rendah (1480 RPM) sampai menengah (1777

RPM).

4.5 Pembentukan Ice Slurry Terhadap Jenis Refrigerant

Berbagai jenis refrigerant yang telah dipasarkan, dengan kualitas yang berbeda-beda

tergantung karakteristik dan ikatan senyawa kimia zat refrigerant tersebut. Maka pada

penelitian ini akan dibandingkan pengaruh refrigerant R-22 dan R-290 yang akan diterapkan

pada sistem ice slurry. Hasil dari penelitan berupa grafik perbandingan refrigerant R-22 dan

R-290 terhadap waktu penurunan suhu air laut yang di tunjukan pada grafik 4.11 hingga 4.14.

Gambar 4.11 Grafik perbandingan refrigerant dengan

constant scraper : 468 RPM

Gambar 4.10 Grafik penurunan suhu dengan scraper konstan 646 RPM (R-290)

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Gambar 4.12 Grafik perbandingan refrigerant

dengan constant scraper: 737 RPM

Gambar 4.13 Grafik perbandingan refrigerant

dengan pompa konstan : 1777 RPM

Gambar 4.14 Grafik perbandingan refrigerant

dengan pompa konstan : 2074 RPM

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

Gambaran dari hasil keseluruhan data menunjukan performa refrigerant propane lebih

baik dari pada refrigerant R-22 pada aspek penurunan suhu, waktu tebentuknya ice slurry dan

perfoma evaporator. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik propane yang lebih baik dari R-

22. Namun pada putaran tinggi pompa dan motor kualitas penurunan suhu R-22 dan propane

serupa dengan suhu dapat mencapai −6℃ hingga −8℃. Namun perbedaan signifikan anatara

propane dan R-22 pada keadan berhentinya scraper. Untuk R-22 seluruh percobaan

mengalami berhentinya scraper secara mendadak.

4.6 Tekanan Refrigerant

Pada tekanan refrigerant masuk evaporator dan keluar kompresor untuk seluruh

variasi hampir memiliki karakteristik yang sama, namun yang membedakan ketika refigerant

dirubah atau diganti dengan refrigerant yang lain. Sehingga penulis hanya menampilkan data

tekanan refrigerant pada variasi pertama yang dibandingkan antara R-22 dan R-290 seperti

yang ditunjukan pada gambar 4.15 dan 4.16.

Dari hasil data perolehan untuk R-22 dapat mencapai tekanan lebih rendah

dibandingkan R-290 pada inlet evaporator sebesar 1.8 bar. Hal tesebut menyebabkan suhu air

yang dapat di turunkan oleh R-22 lebih rendah dibandingkan R-290. Walaupun tekanan R-22

lebih rendah dari R-290, namun grafik perubahan tekanan R-22 fluktuatif. Sehingga

Gambar 4.15 Grafik tekanan R-290

Gambar 4.16 Grafik tekanan R-22

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

penurunan suhu air laut tidak stabil yang berdampak pada evaporator rentan mengalami

berhentinya scraper. Berbeda dengan R-290 yang hanya dapat mencapai tekanan rendah

sebesar 2 bar, namun bedasarkan grafik perubahanya cenderung konstan dan stabil. Sehingga

evaporator dapat menghindari terjadinya berhentinya scraper.

4.7 Massa jenis Ice Slurry

Pada penelitian ice slurry temperatur ice slurry berbeda beda tergantung varisasi yang

ditentukan. Terdapat hipotesa bahwasanya dengan berbedanya temperatur ice slurry maka

berdampak pada perbedaan massa jenis ice slurry. Proses perhitungan massa jenis ice slurry

menggunakan gelas beaker yang memiliki takaran volume yang kemudian ditimbang dengan

timbangan digital. Sehingga didapatkan data massa ice slurry dan volume ice slurry yang

ditimbang.

Pada gambar 4.17 untuk setiap percobaan dengan refrigerant R-22 terjadi berhentinya

scraper, sehingga berdampak pada ice slurry yang terbentuk hanya sedikit dan massa jenis ice

slurry hampir sama dengan massa jenis air laut pada keadaan normal. Untuk R-290 terdapat

perbedaan yang signifikan pada massa jenis ice slurry. massa jenis tertinggi sebesar

1870 𝑘𝑔 𝑚! pada variasi kedua. Variasi kedua merupakan variasi dengan putaran scraper

menengah (567 RPM) dan putaran pompa rendah (1480 RPM). Hal tersebut dikarenakan

proses distribusi panas dari scraper terjadi secara perlahan sehingga menjaga kekentalan ice

slurry. Berbeda dengan putaran tinggi untuk pompa dan scraper, massa jenis ice slurry yang

dihasilkan lebih rendah yang disebakan tingginya putaran pada scraper yang berdampak pada

pengurangan kekentalan ice slurry dan juga panas yang dihasilakan oleh scaper lebih tinggi

dibandingkan pada scraper putaran rendah.

Gambar 4.17 Massa jenis ice slurry terhadap

variasi percobaan

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

5.1 Kesimpulan & Saran

Pada penelitian ice slurry dengan tujuan peracangan evaporator, unjuk kerja hasil

rancangan evaporator, menganalisa performa optimum keluaran ice slurry terhadap variasi

putaran dan membandingkan peran refrigerant terhadap pembentukan ice slurry. berikut

kesimpulan pada penelitian ini :

• Semakin tinggi putaran scraper terhadap putaran pompa yang konstan menghasilkan waktu

pembentukan ice slurry yang lebih lama. namun dapat mempertahankan perfoma scraper

dalam mencegah berhentinya scraper secara mendadak.

• Semakin tinggi putaran pompa terhadap putaran scraper yang konstan, maka temperatur

air laut semakin cepat mengalami penurunan.

• Konsumsi daya listrik terendah untuk merubah 5 liter air laut menjadi ice slurry sebesar

0,21 Kwh pada variasi kedua dengan putaran pompa 1480 RPM dan putaran scraper 557

RPM.

• Hasil ice slurry dengan R-290 jauh lebih baik dibandingkan R-22 terhadap sistem ice

slurry yang ditinjau bedasarkan waktu penurunan suhu air laut, kestablitan tekanan kerja

dan ketahanan evaporator dalam mencegah berhentinya scraper.

• Perubahan tekanan refrigerant inlet evaporator dan inlet kondensor R-290 lebih stabil

dibandingkan R-22 yang cenderung fluktuatif.

• Massa jenis ice slurry tertinggi 1817 𝑘𝑔 𝑚! pada putaran pompa 1480 RPM dan putaran

scraper 557 RPM.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah :

• Meninjau kembali desain scraper dengan tipe 4 blade simetri, scraper tipe helical screw

dan berbagai jenis scraper lainya.

• Menggunakan jenis refrigerant lain yang lebih baik lagi karakteristiknya dibandingkan R-

290.

• Memperbesar diameter pulley guna meningkatkan momen gaya pada scraper.

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016

DAFTAR PUSTAKA

[1] KKP (2014, Februari). Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan

[2] Fadila, Ihda. “KKP Bangun 58 Cold Storage Tahun Ini” Industri 09 Maret 2015. [3] Kitamura,K. et. all (2015). Introduction of slurry production apparatus capable of making ice from 1 wt% salinity, (vol. 122 pp 3). Journal of fishing boat and system engineering association of japan.

[4] Perrot, Pierre (1998). A to Z of Thermodynamics. Oxford University Press. ISBN 0-19-856552-6.

[5] E. Stamatioua, J.W. Meewiseb, M. Kawajia.2004. Ice slurry generation involving moving parts.International Journal of Refrigeration 28 (2005) pp. 60-72.

Unjuk kejra ..., Fajri Ashfi Rayhan, FT UI, 2016