21

Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding
Page 2: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding
Page 3: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding
Page 4: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding
Page 5: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK MAKANAN OLAHAN

BERBAHAN DASAR DAGING ANJING

DI KOTA SURAKARTA

Abstrak

Fenomena merebaknya warung kuliner berbahan dasar daging anjing ini yang sangat

signifikan jumlahnya dari waktu ke waktu telah membawa keresahan tersendiri. Daging

anjing termasuk bahan makanan yang dihindari bagi masyakarat muslim sebab hal tersebut

dilarang dalam Al-Quran. Belum adanya regulasi yang mengatur keberadaan kuliner ini juga

memunculkan ketidakpastian di tengah masyarakat di Kota Surakarta. Selain itu tidak adanya

tindakan tegas dari Pemerintah Kota Surakarta dikarenakan kurangnya pengawasan menjadi

faktor penghambat penanggulangan makanan olahan yang berbahan dasar anjing di

Surakarta, disamping hambatan-hambatan lain yang ditemukan Pemerintah Kota Surakarta

dalam pengawasan terhadap merebaknya makanan olahan yang tidak transparan bahan

dasarnya di Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan peredaran makanan

olahan berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta dan bentuk perlindungan hukum

terhadap konsumen, dengan beredarnya makanan olahan berbahan dasar daging anjing di

Kota Surakarta. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan empiris, dengan

mengkaji data primer yang ada di lapangan dan juga data sekunder yang berhubungan dengan

perlindungan hukum bagi masyarakat kota surakarta terhadap produk makanan olahan

berbahan dasar daging anjing ditinjau dari perspektif hukum. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa peredaran makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta masih

tinggi dan elum ada regulasi yang jelas dari Pemerintah Kota Surakarta terkait larangan

peredaran daging anjing di wilayah Surakarta, namun telah keluar kebijakan yang berupa

surat edaran dari Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan

Hewan sebagai pedoman bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam

meningkatkan pengawasan peredaran atau perdagangan daging anjing. Diharapkan terdapat

pengaturan Pemerintah Kota Surakarta melalui Perda di masing-masing daerah khususnya di

wilayah Surakarta, minimal harus dihadirkan Perwali yang mengatur mengenai larangan

konsumsi daging anjing. Pemerintah harus segera menyusun aturan yang melarang konsumsi

daging anjing mengingat potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkan.

Kata Kunci: perlindungan hukum, makanan berbahan dasar daging anjing, Kota Surakarta,

perlindungan konsumen

Abstract

The phenomenon of the spread of culinary-based culinary stalls that is very significant from

time to time has brought its own anxiety. Dog meat is a food ingredient that is avoided by

Muslims because it is prohibited in the Koran. The absence of regulations that regulate

culinary presence also raises uncertainty in the community in Surakarta City. In addition,

there was no firm action from the Surakarta City Government due to the lack of supervision

as an obstacle to the handling of processed foods made from dogs in Surakarta, in addition to

other obstacles that the Surakarta City Government found in monitoring the spread of

processed foods that were not transparent in Surakarta. The purpose of this study was to

explain the circulation of processed foods made from dog meat in Surakarta City and forms

of legal protection for consumers, with the circulation of processed foods made from dog

meat in Surakarta City. In this study the author uses an empirical approach, by reviewing the

primary data in the field and also secondary data relating to legal protection for the people of

Surakarta to processed food products made from dog meat from a legal perspective. The

results showed that the circulation of processed foods made from dog meat in Surakarta City

1

Page 6: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

2

was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government

regarding the prohibition of circulation of dog meat in the Surakarta region, but a policy was

issued in the form of a circular from the Ministry of Agriculture, Directorate General of

Animal Husbandry and Animal Health as a guideline for the government, local government

and the community in increasing the circulation control or trade in dog meat. It is expected

that there will be a regulation by the Surakarta City Government through the Perda in each

region, especially in the Surakarta region, at least Perwali must regulate the regulation on the

prohibition on the consumption of dog meat. The government must immediately form rules

that prohibit the consumption of dog meat given the potential health hazards caused.

Keywords: legal protection, dog-based foods, Surakarta City, consumer protection

1. PENDAHULUAN

Ketatnya persaingan dapat mengubah perilaku ke arah persaingan yang tidak

sehat karena para pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling berlainan di antara

mereka. Persaingan tidak sehat pada akhirnya dapat merugikan konsumen. Beberapa

pelaku usaha yang bekerja sama dengan oknum-oknum tertentu dengan sengaja

melakukan berbagai tindakan yang curang demi meraup untung yang lebih besar. Dan

juga banyak kasus seperti beredarnya makanan olahan dengan bahan dasar yang tidak

transparan terhadap konsumen membuktikan kurang adanya perhatian baik dari pelaku

usaha maupun dari pemerintah terhadap beredarnya produk makanan olahan di

pasaran.1

Penggunaan hewan anjing dalam olahan makanan yang dijual di rumah makan

atau restoran bukan hanya bahan tambahan, tetapi juga digunakan sebagai bahan utama

makanan yang dijual. Bagian tubuh dari anjing yang sering digunakan sebagai bahan

utama adalah daging. Harga daging anjing yang lebih murah dibandingkan dengan

daging hewan lainnya menyebabkan pelaku usaha menggunakan daging anjing ini tidak

diinformasikan kepada konsumen. Akibatnya konsumen tidak mengetahui daging yang

mereka konsumsi. Dengan demikian dapat tergambarkan bahwa dalam pemasalahan ini

terdapat pelanggaran terhadap hak konsumen seperti yang telah tertuangkan dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 4

yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.2 Menyangkut perlindungan

konsumen terhadap produk pangan halal, dalam salah satu Surat Keputusan Menteri

Pertanian juga menentukan bahwa pemasukan daging untuk konsumsi umum atau

1 Dian Lestari, Rinitami, Siti Mahmudah, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Olahan

Mengandung Bahan Berbahaya di Jawa Tengah,” Diponegoro Law Journal, Volume 5, Nomor 4, (2016), hlm. 3 2 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Page 7: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

3

diperdagangkan harus berasal dari ternak yang pemotongannya dilakukan menurut

aturan Islam dan dinyatakan dalam sertifikat halal.3

Di Kota Surakarta yang mayoritas penduduknya muslim, fenomena merebaknya

warung kuliner berbahan dasar daging anjing ini yang sangat signifikan jumlahnya dari

waktu ke waktu telah membawa keresahan tersendiri. Daging anjing termasuk bahan

makanan yang dihindari bagi masyakarat muslim sebab hal tersebut dilarang dalam Al-

Quran.

Al-Qur'an mengisyaratkan, bahwa dalam mengonsumsi tidak hanya halal saja,

namun juga harus thayyib4. Dijelaskan lebih lanjut dalam PP Nomor 69 tahun 1999

tentang Label dan Pangan bahwa makanan halal adalah pangan yang tidak mengandung

unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang

menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan

penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika

dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan

hukum agama Islam (Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

tentang Label dan Iklan)5

Belum adanya regulasi yang mengatur keberadaan kuliner ini juga memunculkan

ketidakpastian di tengah masyarakat di Kota Surakarta khususnya dari aspek syariah

dan kesehatan di mana Kota Surakarta terlanjur sudah mendapatkan stemple surganya

bagi pencari kuliner jenis ini. Sehingga belum ada perlindungan hukum bagi konsumen

dari pihak Pemerintah Surakarta terhadap makanan olahan yang beredar di masyarakat.

Selain itu tidak adanya tindakan tegas dari Pemerintah Kota Surakarta

dikarenakan kurangnya pengawasan menjadi faktor penghambat penanggulangan

makanan olahan yang berbahan dasar anjing di Surakarta, disamping hambatan-

hambatan lain yang ditemukan Pemerintah Kota Surakarta dalam pengawasan terhadap

merebaknya makanan olahan yang tidak transparan bahan dasarnya di Surakarta.

Berdasarkan latar belakang di atas, oleh karena itu penulis tertarik untuk

mengambil judul, “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK

MAKANAN OLAHAN BERBAHAN DASAR DAGING ANJING DI KOTA

SURAKARTA.”

3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlinndungan Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 79 4 Dharu Triasih, B. Rini Heryanti, dan Doddy Kridasaksana, “Kajian Tentang Perlindungan Hukum bagi

Konsumen Terhadap Produk Makanan Bersertifikat Halal,” Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Volume 18,

Nomor 2, (Desember, 2016), hlm. 216 5 Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Jakarta: Sinar

Grafika, hlm. 109

Page 8: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

4

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dapat ditarik permasalahan

untuk dikaji sebagai berikut:

1. Mengapa banyak beredar makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota

Surakarta?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen, dengan beredarnya

makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta?

2. METODE

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan empiris. Disebut sebagai

penelitian hukum empiris atau disebut juga dengan penelitian non-doktrinal sebab

merupakan salah satu jenis penelitian hukum yang mengkaji berlakunya hukum di

masyarakat dengan mencari data primer yang ada di lapangan.6 Sehingga penelitian ini

dilakukan dengan mengkaji data primer yang ada di lapangan dan juga data sekunder

yang berhubungan dengan perlindungan hukum bagi masyarakat kota surakarta

terhadap produk makanan olahan berbahan dasar daging anjing ditinjau dari perspektif

hukum. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Sehingga dapat diperoleh analisa dan fakta secara cermat, teliti, dan jelas

terkait dengan perlindungan hukum bagi masyarakat Kota Surakarta terhadap produk

makanan olahan berbahan dasar daging anjing ditinjau dari perspektif hukum. Dalam

penelitian ini penulis mengambil lokasi di Pemerintah Kota Surakarta. Data yang

disajikan dari sumber-sumber data yang meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang diperoleh langsung melalui penelitian di lapangan dan

bersumber dari Pemerintah Kota Surakarta dalam hal ini Dinas Pertanian, Ketahanan

Pangan dan Perikanan Kota Surakarta. Sedangkan data sekunder, yang terdiri dari

bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang

digunakan adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, dan Undang-

Undang Nomor 9 tahun 2015 juncto Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara

sebagai sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi

dari terwawancara7. Dalam penelitian ini wawancara mendalam akan dilakukan kepada

6 Salim dan Erlies, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, hlm. 20 7 Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm.

154

Page 9: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

5

Pejabat pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kota Surakarta dan

beberapa masyarakat Kota Surakarta. Dan juga teknik dokumentasi. Analisa data

dilakukan secara kualitatif yang berupa data dalam bentuk kata-kata atau kalimat.

Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan logika deduktif, untuk menarik

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat khusus atau

individual.8 Proses analisis data yang diperoleh dari teknik wawancara guna mencari

data primer di lapangan dan juga teknik dokumentasi kemudian dianalisis secara

kualitatif. Hasil analisis kemudian disajikan secara deskriptif dan dianalisis, untuk

disusun sebagai kesimpulan dalam menjawab permasalahan terkait dengan

perlindungan hukum bagi masyarakat Kota Surakarta terhadap produk makanan olahan

berbahan dasar daging anjing ditinjau dari perspektif hukum.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Peredaran Makanan Olahan Berbahan Dasar Daging Anjing di Kota

Surakarta

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai peredaran makanan olahan

berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta diperoleh hasil sebagai berikut.

Berdasarkan Surat Edaran Nomor: 9874/SE/PK.420/F/09/2018 tentang

Peningkatan Pengawasan terhadap Peredaran atau Perdagangan Daging Anjing.

Hadirnya surat edaran tersebut dilatarbelakangi dengan penyelenggaraan kesejahteraan

hewan (animal welfare) yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009

juncto Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan

Hewan Pasal 67 bahwa penyelenggaraan kesejahteraan hewan dilaksanakan oleh

pemerintah dan pemerintah daerah bersama masyarakat. Mengingat hal tersebut sampai

saat ini di beberapa wilayah di Indonesia masih banyak terjadi perdagangan daging

anjing dimana dapat berpotensi menyebarkan penyakit zoonotik dan terkait aspek

kesejahteraan hewan. Namun demikian, belum ada aturan jelas yang mengatur tentang

perdagangan daging anjing tersebut. Dalam menyatukan langkah dan kesamaan

persepsi dalam meningkatkan pengawasan terhadap perdagangan daging anjing di

8Jhonny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Banyumedia Publishing,

hal. 242

Page 10: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

6

Indonesia perlu dibuat Surat Edaran tentang Peningkatan Pengawasan terhadap

Peredaran atau Perdagangan Daging Anjing.

Maksud diterbitkannya surat edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat dalam meningkatkan pengawasan peredaran atau

perdagangan daging anjing. Tujuan diterbitkannya surat edaran ini adalah

meningkatkan komitmen seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dan menjamin

ketentraman batin masyarakat dalam mendapatkan pangan asal hewan yang aman dan

sehat melalui peningkatan pengawasan terhadap peredaran atau perdagangan daging

anjing.

Ruang lingkup surat edaran ini mencakup acuan ketentuan peraturan perundangan,

penerbitan Sertifikat Veteriner, himbauan peningkatan kegiatan komunikasi, informasi,

dan edukasi (KIE) dan peningkatan kerjasama lintas sektor dalam upaya peningkatan

pengawasan terhadap peredaran atau perdagangan daging anjing.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

kesepakatan hasil rapat koordinasi kesejahteraan hewan nasional tanggal 1-3 Agustus

2018 serta dalam upaya menjamin ketentraman batin masyarakat dalam mendapatkan

pangan asal hewan yang aman dan sehat diperlukan peningkatan pengawasan terhadap

peredaran atau perdagangan daging anjing dihimbau kepada Saudara dalam mengambil

langkah sebagai berikut: (1) Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku bahwa daging anjing tidak termasuk dalam definisi pangan; (2) Tidak

menerbitkan Sertifikat Veteriner (Surat Keterangan Kesehatan Produk Hewan /

SKKPH) khusus untuk daging anjing apabila diketahui untuk konsumsi dan Surat

Rekomendasi Pemasukan Daging Anjing Konsumsi serta memperketat pengawasan

lalu lintas peredaran atau perdagangan daging anjing; (3) Tetap menerbitkan Sertifikat

Veteriner (Surat Keterangan Kesehatan Hewan / SKKH) sebagai persyaratan

administrasi lalu lintas anjing hidup dan Surat Rekomendasi Pemasukan anjing hidup

disertasi dengan hasil uji laboratorium) dengan minimal mencantumkan asal, tujuan dan

peruntukannya (sebagai anjing peliharaan / kesayangan/ berburu); (4) Membuat surat

himbauan secara tertulis di wilayah Saudara untuk tidak melakukan peredaran dana

atau perdagangan daging anjing secara komersial; (5)Melakukan kegiatan sosialisasi

dan edukasi kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sekolah-sekolah, serta pihak

terkait lainnya tentang resiko penularan zoonosis akibat mengkonsumsi daging anjing

dan penerapan prinsip kesejahteraan hewan; (6) Melakukan pemantauan secara aktif

dengan berkoordinasi dengan instansi terkait antara lain dengan Kepolisian Negara RI,

Page 11: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

7

Satuan Polisi Pamong Praja, Petugas Karantina, pihak terkait lainnya dan ; (7) Kepala

Balai Besar Veteriner (BBVet), Kepala Balai Veteriner (Bvet) dan Kepala Balai

Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) membantu dalam

pemantauan dan pembuktian hasil uji laboratorium terkait proses penyidikan

perdagangan daging anjing

Langkah-langkah yang telah diambil berkaitan dengan butir-butir tersebut diatas

agar dilaporkan kepada Kepala Dinas kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota sesuai

dengan kewenangannya dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan.

Fungsi pengawasan penting dilakukan dalam menjamin terlaksananya

kebijaksanaan pemerintah dan perencanaan pembangunan pada umumnya.9

Pengawasan di lingkungan pemerintahan dilaksanakan oleh aparat pengawasan

ekstern pemerintah, yaitu BPK RI dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

yang terdiri atas BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan

Kementerian/LPND serta Inspektorat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Hal ini

menunjukkan bahwa jumlah lembaga pengawasan yang banyak tersebut tidak diikuti

dengan kinerja yang diharapkan. Pengawasan tidak dapat dilaksanakan secara efektif

dan efisien, ditunjukkan dengan tetap terjadinya penyimpangan yang berulang-ulang,

dalam bentuk kerugian negara, rendahnya keberhasilan dan efisiensi pelaksanaan

kegiatan yang diawasi serta terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan pengawasan.

Hal ini berarti bahwa peran dan fungsi pengawasan intern dan pengawasan ekstern

belum dapat mendorong terwujudnya pemerintahan yang baik (good government).10

Berdasarkan surat edaran di atas yang ditujukan kepada Kepala Dinas Provinsi

yang membidangi Fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala Dinas Kabupaten

atau Kota yang membidangi Fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala Balai

Besar Veteriner, dan Kepala Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan

(BPMSPH), hal ini ditindaklanjuti dengan perlunya langkah bersama dalam bentuk

pengawasan terhadap peredaran atau perdagangan daging anjing di Indonesia, dimana

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah ditegaskan bahwa

daging anjing tidak termasuk dalam definisi pangan, dan peningkatan pengawasan lalu

lintas dalam peredaran atau perdagangan daging anjing.

9 Ridwah HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, hlm. 154 10 Abdul Haris dan Heri Kusmanto, “Fungsi Pengawasan Inspektorat Kabupaten Serdang Bedagai,” Jurnal

Administrasi Publik, Vol. 6, No.1, (Juni, 2016), hlm. 2

Page 12: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

8

Di dalam perihal poin keempat, kemudian ditegaskan perlunya dibuat surat

himbauan secara tertulis di wilayah masing-masing agar tidak melakukan peredaran

dan atau perdagangan daging anjing secara komersial. Disamping itu digalakkan

kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sekolah-

sekolah, serta pihak terkait lainnya tentang resiko penularan zoonosis akibat

mengkonsumsi daging anjing. Kemudian dilakukan pemantauan secara aktif dengan

berkoordinasi dengan instansi terkait antara lain dengan Kepolisian Negara RI, Satuan

Polisi Pamong Praja, Petugas Karantina, pihak terkait lainnya. Seharusnya dengan

adanya surat edaran ini menjadikan dasar atau landasan atau pijakan hukum yang kuat

bagi Pemerintah Kota di wilayah Surakarta dalam membuat segera regulasi tentang

larangan peredaran daging anjing di wilayah Surakarta. Kebijakan Pemkot Surakarta

bersama DPRD mutlak diperlukan dalam mengatasi maraknya perdagangan daging

anjing untuk kemudian dijual secara komersial di berbagai wilayah di Surakarta.

Dalam hal belum adanya regulasi yang tegas dari Pemerintah Kota Surakarta, baik

dalam bentuk bentuk garis kebijakan, peraturan, petunjuk maupun surat edaran atau

nota kebijakan, menjadikan perlunya Pemkot Surakarta dalam menggunakan kebijakan

dan inisiatifnya untuk mengeluarkan regulasi (freies ermessen), dalam hal belum

adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian inkonkrito

terhadap permasalahan tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian

segera dalam hal ini peredaran daging anjing di wilayah Surakarta yang semakin marak.

Seharusnya kebijakan Pemkot dan DPRD dalam wujud Raperda atau Perwali mutlak

dibutuhkan mengingat sesuai syarat dalam penyusunan kebijakan menurut C.S.T Kansil

dan Christine S.T Kansil, bahwa penyusunan kebijakan memerlukan orientasi ke depan

dan hal ini berorientasi pada kepentingan umum dalam mencegah dan menjamin agar

konsumen khususnya masyarakat Surakarta tidak mengonsumsi daging anjing yang

banyak beredar dan tidak tertipu dengan daging yang beredar di pasaran.

Berkembangnya jasa kuliner yang menyajikan makanan olahan dengan bahan dasar

daging anjing di Kota Surakarta tidak terlepas karena dorongan kebutuhan masyarakat

yang gemar terhadap kuliner tersebut.berkembangnya mitos di masyarakat bahwa

daging anjing mempunyai banyak khasiat bagi tubuh diantaranya bisa menyembuhkan

beberapa penyakit, tidak terkecuali yang berkaitan dengan syahwat dan vitalitas,

menyebabkan produk makanan olahan ini banyak dicari masyarakat. Di lain sisi anjing

bukanlah komoditas yang lazim untuk dikonsumsi selain karena alasan akidah juga

karna belum adanya jaminan kesehatan bagi konsumennya. Sebenarnya tidak hanya

Page 13: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

9

dari sisi konsumen saja yang mesti mendapatkan perlindungan tetapi juga bagi

masyarakat secara umum yang bukan bagian dari konsumen. Di Kota Surakarta yang

mayoritas penduduknya muslim, fenomena merebaknya warung kuliner berbahan dasar

daging anjing ini yang sangat signifikan jumlahnya dari waktu ke waktu telah

membawa keresahan tersendiri.

Menyikapi hal ini, salah satu anggota DPRD Solo, Ketua Fraksi PKS Sugeng

Riyadi melihat perkembangan kuliner di Solo yang kian hari kian pesat, harus didukung

dengan langkah riil untuk melindungi salah satu ikon kota Solo tersebut. Salah satunya

adalah memberikan jaminan halal bagi produk makanan (kuliner). Sehingga usulan

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pengawasan dan jaminan produk halal

di Kota Solo menjadi isu yang cukup penting yang dicoba untuk direalisasikan oleh

DPRD Solo. Perlunya Raperda tentang pengawasan dan jaminan produk halal itu

mengingat munculnya berbagai kasus yang ditemukan terkait makanan. Salah satunya

adalah adanya pelanggan yang tidak sengaja mengkonsumsi daging anjing, karena

pihak penjual makanan tidak memberikan keterangan dengan jelas.

Berkaitan dengan pengawasan terhadap peredaran daging anjing di Surakarta,

belum adanya pengaturan yang jelas dari Pemkot Surakarta yang dapat dijadikan dasar

larangan konsumsi dan jual beli daging anjing membuat hal ini menjadi isu yang

semakin hari semakin penting untuk diregulasi. Hingga kini belum ada regulasi yang

mengatur masalah konsumsi daging anjing. Padahal sangat mendesak dan penting

untuk segera diatur oleh pemerintah. Perlunya pelarangan konsumsi daging anjing

bukanlah tanpa alasan. Walaupun menurut ajaran agama Islam diharamkan

mengkonsumsi daging anjing, namun konsumsi daging tersebut tetap tinggi di

Indonesia. Hal ini dapat dipahami karena yang mengkonsumsi daging anjing

kemungkinan besar adalah masyarakat non Muslim. Sehingga alasan kesehatan

kemudian menjadi alasan utama yang harus dipertimbangkan. Selain itu terdapat ekses

sosial lainnya yang ditimbulkan dari perdagangan dan konsumsi daging anjing tersebut.

Dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Hewan tidak

mengatur mengenai larangan mengkonsumsi daging anjing. Demikian pula Peraturan

Daerah (Perda) di berbagai provinsi tidak mengatur hal tersebut. Provinsi DKI Jakarta

misalnya, hanya mengatur pengawasan masuknya anjing ke Ibu Kota, sebagaimana

diatur dalam Perda No 11 Tahun 2005. Perlu aturan di tingkat nasional yang secara

tegas melarang konsumsi daging anjing.

Page 14: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

10

Jika aturan tersebut belum dimungkinkan di tingkat nasional maka sebaiknya dapat

dimulai melalui Perda di masing-masing daerah khususnya di wilayah Surakarta,

minimal harus dihadirkan Perwali yang mengatur mengenai larangan konsumsi daging

anjing. Pemerintah harus segera menyusun aturan yang melarang konsumsi daging

anjing mengingat potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkan. Peraturan ini juga

diperlukan mengingat dampak penyakit yang timbul dan diderita masyarakat luas pada

akhirnya akan menjadi beban dan tanggungan negara.

3.2 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dengan Beredarnya Makanan

Olahan Berbahan Dasar Daging Anjing di Kota Surakarta

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen

dengan beredarnya makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta

diperoleh hasil sebagai berikut.

Berdasarkan hasil wawancara (interview) yang dilakukan penulis dengan drh.

Evy Nurwulandari (Kepala Bidang Kesmavet), Bp. Sudarmanto, SP, MM (Kasi

Kesmawet) Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan dan Ibu Ida (Kasi Binas

Usaha Dinas Perdagangan) Kota Surakarta. Mengenai peredaran makanan olahan

berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta, beliau menjelaskan bahwa di Kota

Surakarta belum ada kebijakan pengawasan terhadap peredaran makanan olahan

berbahan dasar daging anjing. Bentuk penanggulangan yang dilakukan Pemerintah

Kota Surakarta terhadap beredarnya makanan olahan berbahan dasar daging anjing di

Kota Surakarta dimana sampai saat ini Pemerintah Kota Surakarta belum dapat berbuat

apa-apa terkait belum adanya regulasi yang mengatur tentang makanan yag berbahan

dasar daging anjing.11

Berkaitan dengan hambatan dalam pelaksanaan penanggulangan tersebut, adalah

belum adanya regulasi yang mengatur tentang pengawasan terhadap peredaran

makanan olahan berbahan dasar daging anjing sedangkan dari kultur masyarakat sendiri

yang memandang bahwa mengkonsumsi daging anjing dapat menghilangkan berbagai

macam penyakit dan meningkatkan vitalitas/ kesehatan. Selain itu pendapat Pemerintah

Kota Surakarta dari sisi perlindungan konsumen sendiri, Pemerintah Kota Surakarta

11 Wawancara Pribadi dengan Evy Nurwulandari, Bp. Sudarmanto, dan Ibu Ida, pada Rabu 1 Januari 2019

Page 15: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

11

belum bisa berbuat apa-apa dikarenakan belum adanya regulasi tersebut, sehingga tidak

ada kewenangan untuk melaukan pengawasan.12

Sehingga langkah Pemerintah Kota Surakarta apabila menemukan pelaku usaha

yang menjual makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta,

Pemerintah Kota Surakarta belum dapat berbuat apa-apa terkait belum adanya regulasi

yang mengatur tentang makanan yag berbahan dasar daging anjing. Dalam pemberian

sanksi yang diberikan Pemerintah Kota Surakarta dalam hal ditemukan adanya pelaku

usaha yang memproduksi daging anjing untuk bahan dasar makanan olahan, Pemkot

Surakarta tidak bisa memberi sanksi dikarenakan belum adanya regulasi yang jelas.13

Terkait dengan rencana jangka panjang Pemerintah kota Surakarta dalam

mengurangi peredaran makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota

Surakarta, dalam hal ini Pemerintah Kota Surakarta akan terus memberikan pengertian

kepada masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan olahan berbahan dasar

daging anjing dan memberikan kesadaran bahwa anjing bukanlah komoditas yang layak

untuk dikonsumsi, mengingat belum adanya regulasi yang memungkinkan Pemerintah

Kota Surakarta untuk melakukan pengawasan terhadap komoditas tersebut, baik dari

segi lalu lintas (keluar masuknya) anjing maupun aspek penyembelihan dan distribusi.14

Selain itu, terkait kewajiban pencantuman label halal pada makanan olahan di

Kota Surakarta, memang sesuai regulasi harus ada pencantuman sertifikasi/ label halal

disetiap makanan olahan, sehingga akan memberikan rasa nyaman bagi konsumen.

Sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta terhadap pengendalian makanan

olahan dengan berbahan dasar daging anjing. Sosialisasi baru dalam tahap memberikan

himbauan kepada pedagang dengan pencantuman tulisan yang vulgar pada tenda-tenda

dagangan, sehingga tidak akan menimbulkan penafsiran yang salah pada masyarakat.15

Sehingga kebijakan Pemerintah Kota Surakarta terkait sertifikasi halal terhadap

seluruh produk makanan olahan di Kota Surakarta sebagai bentuk perlindungan hukum

terhadap konsumen adalah dengan memberikan kewajiban kepada seluruh produsen

makanan yang beroperasi di Kota Surakarta dan produk makanan yang beredar di Kota

Surakarta untuk mencantumkan label halal pada kemasannya. Pemerintah Kota

12 Ibid. 13 Ibid. 14 Ibid. 15 Ibid.

Page 16: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

12

Surakarta akan melakukan monitoring dan pengawasan secara berkala maupun

insidental terhadap produk-produk makanan yang beredar di Kota Surakarta.16

Dibentuknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebabkan oleh beberapa

clausula pertimbangan di antaranya: karena ketentuan hukum yang melindungi hak-hak

konsumen di Indonesia belum maksimal dan belum sepenuhnya memadai, sehingga

perlu dibuat perangkat peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan

keseimbangan dan meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen dan juga

kepentingan pelaku usaha dalam menciptakan stabilitas perekonomian yang sehat.

Selain itu, dalam era globalisasi, pembangunan perekonomian nasional harus dapat

digunakan untuk mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan

beraneka barang dan atau jasa yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.17

Norma-norma perlindungan konsumen yang diatur di dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK) merupakan “undang-undang payung” atau umbrella

act yang dijadikan sebagai kriteria dalam mengetahui dugaan terjadinya pelanggaran-

pelanggaran hak-hak konsumen, yang diharapkan oleh banyak pihak mampu

memberikan solusi dan penyelesaian terhadap perkara-perkara yang timbul sebagai

pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Namun dari segi penegakan hukum undang-

undang tersebut baik yang sampai ke ranah litigasi belum memberikan kepastian

hukum bagi konsumen yang dirugikan.

UUPK pada hakikatnya telah memberikan jaminan kesetaraan kedudukan hukum

antara konsumen dengan pelaku usaha namun konsep perlindungan konsumen sebagai

kebutuhan yang penting harus senantiasa dikawal dan ditegakkan dalam mencintakan

hubungan konsumen dengan pelaku usaha atas dasar prinsip kesetaraan yang

berkeadilan dan dalam mengimbangi kegiatan pelaku usaha atas dasar prinsip ekonomi

dalam mendapat keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin,

yang bisa merugikan kepentingan dan hak-hak konsumen jika tidak diatur dengan

payung hukum.18

Berdasarkan asas perlindungan konsumen bahwa dalam hal ini dalam

perlindungan hak-hak konsumen, konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi

baik dalam hal keamanan dan keselamatan konsumen dimana seharusnya konsumen

16 Ibid. 17 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, hlm. 98 18 Susanti Adi Nugroho, 2011, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta

Kendala Implementasinya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm.12

Page 17: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

13

atau warga masyarakat Surakarta tidak memiliki keraguan dalam mengkonsumsi daging

yang beredar di pasaran bahwa daging yang mereka konsumsi 100% halal dan layak

konsumsi serta bukan berasal dari daging anjing.

Secara khusus tidak ditemukan pasal-pasal yang mengatur perlindungan

konsumen terhadap peredaran makanan olahan berbahan dasar anjing di Surakarta.

Namun secara umum, dalam perlindungan konsumen terdapat asas di antaranya asas

keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian maupun

pemanfaatan barang dan jasa yang konsumsi dalam hal ini mengonsumsi makanan

olahan yang beredar di masyarakat sehingga konsumen dapat aman dan selamat dari

mengonsumsi makanan yang berbahan dasar anjing yang dapat menyebabkan bahaya

kesehatan dan sejumlah kerugian lainnya. Hal itu terdapat dalam Pasal 2 Undang-

Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Selain itu, konsumen juga memiliki sejumlah hak yang diatur dalam Pasal 4 dan

Pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban Konsumen dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yakni hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa dan hak atas informasi yang benar, jelas,

dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, dimana dalam

mengonsumsi makanan olahan yang beredar di masyarakat, konsumen harus

mendapatkan kejujuran dan keamanan sebelum mengonsumsi makanan bahwa

makanan yang dikonsumsi terbebas dari bahan berbahaya termasuk daging anjing dan

halal secara syariah.

Berdasarkan penegakan hukum dalam kaitan beredarnya daging anjing di wilayah

Surakarta, dapat disimpulkan bahwa karena belum adanya regulasi yang tegas dan

keluarnya kebijakan dari Pemerintah Kota Surakarta, hal ini menyebabkan penegakan

hukum terhadap peredaran daging anjing di Kota Surakarta menjadi belum maksimal.

Hal ini salah satunya disebabkan karena faktor masyarakat dan juga kebudayaan

masyarakat yang memiliki kepercayaan daging anjing memiliki sejumlah khasiat

tertentu, dan juga masyarakat saling membantu dan menutup diri dari usahanya

melakukan pemasokan, penjualan, sampai pemotongan daging anjing di Surakarta. Dan

juga tidak ada sosialisasi yang secara tegas dari Pemkot maupun instansi kepolisian

terkait peredaran daging anjing yang meresahkan dan agar masyarakat mengurangi

konsumsi daging yang tidak layak tersebut.

Dalam hal konsumen tidak tahu bahwa daging yang dikonsumsinya adalah daging

anjing hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kasus dimana konsumen yang

Page 18: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

14

merasa dirugikan khususnya di wilayah Surakarta setelah mengkonsumsi daging yang

ternyata daging anjing kemudian melakukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan atau

melakukan upaya penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen. Sehingga meskipun telah dilakukan pengaturan dalam Pasal 45 ayat (1) UU

No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian dalam ayat (2)

dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Namun apabila konsumen tidak merasa dirugikan atas banyaknya daging anjing yang

beredar di wilayah Surakarta, maka perlindungan hukum hak-hak konsumen pun

kurang begitu maksimal.

Sehingga dengan belum adanya regulasi yang jelas maupun kebijakan yang jelas

dari Pemkot Surakarta, seharusnya Pihak Pemkot gencar melakukan sosialisasi-

sosialisasi terutama kepada pedagang-pedagang daging di wilayah Surakarta agar tidak

menjual daging yang tidak layak konsumsi seperti daging anjing dan melayani

konsumen secara benar dan jujur sebagaimana kewajiban pelaku usaha yang diatur

dalam Pasal 7 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta menjamin

mutu daging tersebut bahwa daging yang beredar adalah bukan daging anjing. Hal

tersebut hingga kini masih perlu ditingkatkan terutama dari Pemerintah Kota Surakarta

pasca terbitnya surat edaran terkait peningkatan pengawasan terhadap peredaran daging

anjing di wilayah Surakarta. Sehingga dengan adanya upaya penegakan hukum maupun

perlindungan hukum yang belum maksimal, seharusnya ada langkah konkret dari

Pemkot Surakarta dalam mengeluarkan regulasi minimal dalam bentuk Perwali atau

Raperda yang dibahas bersama-sama dengan pihak DPRD Surakarta, sehingga hak-hak

konsumen dalam hal ini masyarakat Kota Surakarta benar-benar terlindungi dari

peredaran daging anjing yang banyak beredar di wilayah Surakarta.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Peredaran makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai peredaran makanan olahan

berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta diperoleh bahwa terdapat belasan

orang baik itu penjual daging anjing maupun yang memotong dan memasok daging

anjing tersebut dari wilayah lain ke wilayah tertentu. Daging anjing tersebut

kebanyakan diperoleh dari wilayah lain, kemudian diolah, dipotong kemudian

Page 19: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

15

dimasak sendiri di berbagai wilayah di Kota Surakarta. Belum ada regulasi yang

jelas dari Pemerintah Kota Surakarta terkait larangan peredaran daging anjing di

wilayah Surakarta, namun telah keluar kebijakan yang berupa surat edaran dari

Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

sebagai pedoman bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam

meningkatkan pengawasan peredaran atau perdagangan daging anjing. Diharapkan

terdapat pengaturan Pemerintah Kota Surakarta melalui Perda di masing-masing

daerah khususnya di wilayah Surakarta, minimal harus dihadirkan Perwali yang

mengatur mengenai larangan konsumsi daging anjing. Pemerintah harus segera

menyusun aturan yang melarang konsumsi daging anjing mengingat potensi

bahaya kesehatan yang ditimbulkan.

2. Perlindungan hukum terhadap konsumen dengan adanya beredarnya makanan

olahan berbahan dasar daging anjing di Kota Surakarta.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen

dengan beredarnya makanan olahan berbahan dasar daging anjing di Kota

Surakarta diperoleh hasil bahwa belum adanya regulasi yang tegas dan keluarnya

kebijakan dari Pemerintah Kota Surakarta, hal ini menyebabkan perlindungan

hukum terhadap peredaran daging anjing dan hak-hak konsumen di Kota Surakarta

menjadi belum maksimal. Hal ini salah satunya disebabkan karena faktor

masyarakat dan juga kebudayaan masyarakat yang memiliki kepercayaan daging

anjing memiliki sejumlah khasiat tertentu, dan juga masyarakat saling membantu

dan menutup diri dari usahanya melakukan pemasokan, penjualan, sampai

pemotongan daging anjing di Surakarta. Dan juga tidak ada sosialisasi yang secara

tegas dari Pemkot maupun instansi kepolisian terkait peredaran daging anjing yang

meresahkan dan agar masyarakat mengurangi konsumsi daging yang tidak layak

tersebut.

4.2 Saran

1. Berdasarkan surat edaran di atas yang ditujukan kepada Kepala Dinas Provinsi

yang membidangi Fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala Dinas

Kabupaten atau Kota yang membidangi Fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan,

Kepala Balai Besar Veteriner, dan Kepala Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi

Produk Hewan (BPMSPH), hal ini ditindaklanjuti dengan perlunya langkah

bersama dalam bentuk pengawasan terhadap peredaran atau perdagangan daging

Page 20: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

16

anjing di Indonesia, dimana dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku telah ditegaskan bahwa daging anjing tidak termasuk dalam definisi

pangan, dan peningkatan pengawasan lalu lintas dalam peredaran atau perdagangan

daging anjing.

2. Dengan belum adanya regulasi yang jelas maupun kebijakan yang jelas dari

Pemkot Surakarta, seharusnya Pihak Pemkot gencar melakukan sosialisasi-

sosialisasi terutama kepada pedagang-pedagang daging di wilayah Surakarta agar

tidak menjual daging yang tidak layak konsumsi seperti daging anjing dan

melayani konsumen secara benar dan jujur sebagaimana kewajiban pelaku usaha

yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

serta menjamin mutu daging tersebut bahwa daging yang beredar adalah bukan

daging anjing. Hal tersebut hingga kini masih perlu ditingkatkan terutama dari

Pemerintah Kota Surakarta pasca terbitnya surat edaran terkait peningkatan

pengawasan terhadap peredaran daging anjing di wilayah Surakarta. Sehingga

dengan adanya upaya penegakan hukum maupun perlindungan hukum yang belum

maksimal, seharusnya ada langkah konkret dari Pemkot Surakarta dalam

mengeluarkan regulasi minimal dalam bentuk Perwali atau Raperda yang dibahas

bersama-sama dengan pihak DPRD Surakarta, sehingga hak-hak konsumen dalam

hal ini masyarakat Kota Surakarta benar-benar terlindungi dari peredaran daging

anjing yang banyak beredar di wilayah Surakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris dan Heri Kusmanto, “Fungsi Pengawasan Inspektorat Kabupaten Serdang

Bedagai.” Jurnal Administrasi Publik, Volume 6, Nomor 1, (Juni, 2016)

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali

Pers

Dharu Triasih, B. Rini Heryanti, dan Doddy Kridasaksana, “Kajian Tentang Perlindungan

Hukum bagi Konsumen Terhadap Produk Makanan Bersertifikat Halal,” Jurnal

Dinamika Sosial Budaya, Volume 18, Nomor 2, (Desember, 2016)

Dian Lestari, Rinitami, Siti Mahmudah, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap

Makanan Olahan Mengandung Bahan Berbahaya di Jawa Tengah,” Diponegoro Law

Journal, Volume 5, Nomor 4, (2016)

Page 21: Universitas Muhammadiyah Surakartaeprints.ums.ac.id/77814/12/NasPub Fix.pdf · 2 was still high and that there was no clear regulation from the Surakarta City Government regarding

17

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama

Jhonny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Banyumedia Publishing

Ridwan, 2002, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press

Salim dan Erlies, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Jakarta: PT

Rineka Cipta

Susanti Adi Nugroho, 2011, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wawancara Pribadi dengan Kepala Bidang Kesmavet, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan

dan Perikanan dan Kasi Binas Usaha Dinas Perdagangan Kota Surakarta

Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

Jakarta: Sinar Grafika

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen