146
i UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRODUK DATA CENTER INFRASTRUCTURE MANAGEMENT YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN PENINGKATAN EFISIENSI DATA CENTER PT DATA SINERGITAMA JAYA MENGGUNAKAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS KARYA AKHIR ANANG SYARIFUDIN AMINSYAH 1106144380 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI JAKARTA JULI 2013 Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRODUK DATA CENTER ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20349901-T-Pdf Anang Syarifudin Aminsyah.pdfPeningkatan Efisiensi Data Center PT. Data Sinergitama

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRODUK DATA CENTER INFRASTRUCTURE

MANAGEMENT YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN

PENINGKATAN EFISIENSI DATA CENTER PT DATA

SINERGITAMA JAYA MENGGUNAKAN ANALYTIC

HIERARCHY PROCESS

KARYA AKHIR

ANANG SYARIFUDIN AMINSYAH

1106144380

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI

JAKARTA

JULI 2013

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRODUK DATA CENTER INFRASTRUCTURE

MANAGEMENT YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN

PENINGKATAN EFISIENSI DATA CENTER PT DATA

SINERGITAMA JAYA MENGGUNAKAN ANALYTIC

HIERARCHY PROCESS

KARYA AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Teknologi Informasi

ANANG SYARIFUDIN AMINSYAH

1106144380

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI

JAKARTA

JULI 2013

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Anang Syarifudin Aminsyah

NPM : 1106144380

Tanda Tangan :

Tanggal : 19 Juni 2013

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Anang Syarifudin Amisnyah

NPM : 1106144380

Program Studi : Magister Teknologi Informasi

Judul Karya Akhir : Analisis Produk Data Center Infrastructure

Management yang sesuai dengan Kebutuhan

Peningkatan Efisiensi Data Center PT. Data

Sinergitama Jaya Menggunakan Analytic

Hierarchy Process

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi

Informasi pada Program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu

Komputer, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Riri Satria, S.Kom, M.M. (.........................................)

Penguji : Betty Purwandari, Ph.D. (.........................................)

Penguji : Dr. Achmad Nizar Hidayanto (........................................)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 15 Juli 2013

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya

saya dapat menyelesaikan Karya Akhir ini. Saya menyadari sangatlah sulit bagi

saya menyelesaikan penelitian ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Riri Satria, S.Kom, M.M., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing saya selama mengerjakan Karya Akhir ini;

2. Ibu Betty Purwandari, Ph.D. dan Bapak Dr. Achmad Nizar Hidayanto

selaku Dewan Penguji Karya Akhir;

3. Bapak Dr. Achmad Nizar Hidayanto, selaku dosen pembimbing akademis;

4. Henry Christianto selaku asisten pembimbing utama yang telah menjadi

mitra diskusi yang luar biasa;

5. Bapak Kresna Adi Prawira dan rekan-rekan kerja di PT. Data Sinergitama

Jaya yang telah membantu selama menyelesaikan karya akhir ini;

6. Ibuku yang tak pernah lelah mencurahkan do’a, dan kasih sayangnya

selama ini.

7. Istriku tercinta Widya dan anakku tersayang Hanifa dan Tsabita yang

telah memberikan perhatian, kasih sayang, pengertian, keikhlasan serta

do’a dalam menyelesaikan kuliah di MTI;

8. Kolega, kerabat dan sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

yang telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk.

Jakarta, 5 Juli 2013

Penulis

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Anang Syarifudin Aminsyah

NPM : 1106144380

Program Studi : Magister Teknologi Informasi

Departemen : -

Fakultas : Ilmu Komputer

Jenis Karya : Karya Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Analisis Produk Data Center Infrastructure Management yang sesuai dengan

Kebutuhan Peningkatan Efisiensi Data Center PT. Data Sinergitama Jaya

Menggunakan Analytic Hierarchy Process.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database).

Merawat, dan mempublikasikan karya akhir saya tanpa meminta izin dari saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 19 Juni 2013

Yang menyatakan

(Anang Syarifudin Aminsyah)

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

vi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Anang Syarifudin Aminsyah

Program Studi : Magister Teknologi Informasi

Judul Karya Akhir : Analisis Produk Data Center Infrastructure

Management yang sesuai dengan Kebutuhan

Peningkatan Efisiensi Data Center PT. Data

Sinergitama Jaya Menggunakan Analytic Hierarchy

Process

PT Data Sinergitama Jaya (PT DSJ) sebagai penyedia layanan data center bagi

pihak ketiga, dihadapkan pada tantangan dalam mengelola data center-nya yaitu

efisiensi sumber daya infrastruktur data center yang rendah.

Untuk membantu mengatasi masalah rendahnya efisiensi sumber daya

infrastruktur data center yang rendah tersebut, sesuai dengan best practice yang

ada, PT DSJ berencana untuk menggunakan tool Data Center Infrastructure

Management (DCIM). Produk DCIM yang ada di pasaran cukup banyak,

sedangkan biaya investasi yang harus dikeluarkan cukup besar serta DCIM

adalah sistem yang cukup kompleks, untuk itu diperlukan analisis yang

komprehensif atas alternatif produk DCIM yang akan digunakan.

Analisis perbandingan produk DCIM dilakukan dengan menggunakan metode

Analytic Hierarchy Process dengan membandingkan alternatif produk DCIM

yang ada dengan kriteria kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO/IEC

25010 dan kriteria bisnis. Hasil akhir pemeringkatan menunjukkan peringkat

produk DCIM yang paling tepat bagi PT DSJ berturut-turut adalah StruxureWare,

RaMP, Cormant-CS, dcTrack dan Nlyte DCIM.

Kata Kunci: Data Center, Infrastruktur Data Center, Efisiensi Data Center, Data

Center Infrastructure Management, Analytic Hierarchy Process, kualitas

perangkat lunak.

xv+131 halaman; 30 gambar; 70 tabel; 3 lampiran

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

vii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Anang Syarifudin Aminsyah

Study Programme : Master of Information Technology

Title : The Analysis of suitable Data Center Infrastructure

management for improving Data Center efficiency at

PT Data Sinergitama Jaya with Analytic Hierarchy

Process

PT Data Sinergitama Jaya as a data center provider that give data center service

for third party; facing challenge in managing their data center; which is low

efficiency of their infrastructure resources.

In order to solve data center infrastructure resources inefficiency problem,

following known best practice PT DSJ is planned to implement Data Center

Infrastructure Management system. Currently there are several DCIM product that

available in the market. Considering DCIM implementation cost is high and

DCIM is a complex system, therefore a comprehensive analysis has to be

performed before deciding which DCIM product that will be implemented.

The process of selecting the most suitable DCIM product was done by using AHP

methode that compared between alternatives with software quality criteria that

follow ISO/IEC 25010 standard quality model and business criteria. The final

result of prioritation process is this following order: StruxureWare, RaMP,

Cormant-CS, dcTrack and Nlyte DCIM

Keyword: Data Center, Data Center Infrastructure, Data Center Efficiency, Data

Center Infrastructure Management, Analytic Hierarchy Process, Software Quality.

xv+131 pages; 30 figures; 70 tables; 3 attachments

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

viii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................ v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 11 1.4 Ruang Lingkup Permasalahan ..................................................................... 12

1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................. 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14

2.1 Definisi Data Center .................................................................................... 14

2.2 Infrastruktur Data Center ............................................................................. 14 2.2.1 Ruangan Data Center ....................................................................... 15 2.2.2 Sistem Kelistrikan ............................................................................ 16 2.2.3 Sistem Pendingin .............................................................................. 19

2.3 Efisiensi Infrastuktur Data Center ............................................................... 26

2.4 Peningkatan Efisiensi Data Center .............................................................. 29 2.4.1 Optimalisasi Aset Data Center ........................................................ 31 2.4.2 Peningkatan Efisiensi Energi Data Center ...................................... 33

2.5 Data Center Infrastructure Management..................................................... 36 2.6 Analytic Hierarchy Process ......................................................................... 40

2.7 Penilaian Kualitas Perangkat Lunak ............................................................ 42 2.7.1 Standar ISO/IEC 25010 ................................................................... 43

2.7.2 Penilaian Faktor Non-Teknis ........................................................... 49 2.8 Kajian Penelitian Sebelumnya ..................................................................... 50 2.9 Kontribusi Penelitian .................................................................................... 52

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

ix Universitas Indonesia

2.10 Kerangka Teoretis ........................................................................................ 53

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 56

3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................... 56 3.2 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 59 3.3 Alat Bantu Analisis AHP ............................................................................. 60

BAB 4 PROFIL PERUSAHAAN ....................................................................... 61

4.1 Profil Perusahaan ......................................................................................... 61

4.2 Visi dan Misi Perusahaan ............................................................................. 62

4.3 Strategi Bisnis Perusahaan ........................................................................... 62

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 63

5.1 Pemilihan Kriteria Penilaian ........................................................................ 63 5.2 Pembobotan Kriteria .................................................................................... 65

5.2.1 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak .............................. 66

5.2.2 Pembobotan Kriteria Bisnis ............................................................. 71 5.3 Penentuan Metrik Penilaian ......................................................................... 73 5.4 Pembobotan Alternatif Produk DCIM ......................................................... 74

5.4.1 Pembobotan Kualitas Produk DCIM ............................................... 74

5.4.2 Pembobotan Kriteria Bisnis Produk DCIM ..................................... 92

5.5 Penghitungan Peringkat dengan Software Open Decision Maker ............... 98 5.6 Hasil Akhir Pemeringkatan ........................................................................ 102

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 103

6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 103

6.2 Saran ........................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 105

LAMPIRAN ....................................................................................................... 112

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

x Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar ‎1.1 Pertumbuhan Data dan Konsolidasi Data Center ............................... 1

Gambar ‎1.2 Kapasitas Data Center yang Tersedia.................................................. 4

Gambar ‎1.3 Diagram Fishbone Penyebab Rendahnya Efisiensi Data Center PT

DSJ ..................................................................................................... 7

Gambar ‎2.1 Manajemen Panas Sistem (ASHRAE, 2012) .................................... 19

Gambar ‎2.2 Tipe-Tipe Sistem Penghilang Panas (Evans, 2012) .......................... 21

Gambar ‎2.3 Chilled Water System (Evans, 2012) ................................................. 22

Gambar ‎2.4 Lorong Dingin-Panas (Sullivan R. F., 2002) .................................... 23

Gambar ‎2.5 Tipe-Tipe Distribusi Udara (Rasmussen, 2003) ................................ 24

Gambar ‎2.6 Tipe-Tipe Penempatan Unit Pendingin (Dunlap & Rasmussen, 2006)

......................................................................................................... 25

Gambar ‎2.7 Perbandingan Strategi Penempatan dengan Kerapatan Energi Rak

(Dunlap & Rasmussen, 2006) .......................................................... 26

Gambar ‎2.8 Pengukuran Efisiensi Data Center (Bellady, Rawson, Pfleuger, &

Cader, 2008) ..................................................................................... 27

Gambar ‎2.9 Alur Distribusi Daya dan Kerugian di Data Center (Newcombe, Data

Centre Energy Efficiency Metrics, 2010) ........................................ 28

Gambar ‎2.10 Corporate Average Data Center Efficiency .................................... 31

Gambar ‎2.11 Fragmentasi Data Center (Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi,

2012) ................................................................................................ 32

Gambar ‎2.12 Pemborosan energi akibat titik setel yang tidak tepat ..................... 34

Gambar ‎2.13 Isolasi lorong dingin dan lorong panas. .......................................... 35

Gambar ‎2.14 ITIL Versi 3 ..................................................................................... 36

Gambar ‎2.15 Komponen Manajemen Data Center .............................................. 37

Gambar ‎2.16 DCIM menjembatani TI dengan Infrastruktur Data Center ........... 38

Gambar ‎2.17 Model DCIM Group 451 (Cole, 2012)............................................ 39

Gambar ‎2.18 Model AHP (Saaty, 2008) ............................................................... 40

Gambar ‎2.19 Framework SQuaRE (ISO/IEC 25010, 2011) ................................. 44

Gambar ‎2.20 Hubungan Model dengan Target Kualitas (ISO/IEC 25010, 2011) 44

Gambar ‎2.21 Hirarki Model Kualitas Perangkat Lunak (ISO/IEC 25010, 2011) . 45

Gambar ‎2.22 Kerangka Teoretis ........................................................................... 55

Gambar ‎3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 56

Gambar ‎5.1 Hirarki AHP ...................................................................................... 64

Gambar ‎5.2 Program AHPCalc ............................................................................. 65

Gambar ‎5.3 Masukan Program AHPCalc ............................................................. 65

Gambar ‎5.4 Panguasaan Pasar Produk DCIM ...................................................... 79

Gambar ‎5.5 Memasukkan Tujuan Analisis AHP .................................................. 98

Gambar ‎5.6 Memasukkan Tujuan Alternatif Produk DCIM ................................ 99

Gambar ‎5.7 Memasukkan Hirarki AHP ................................................................ 99

Gambar ‎5.8 Melakukan Perbandingan Antar Kriteria ........................................ 100

Gambar ‎5.9 Melakukan Perbandingan Antar Produk DCIM tiap Kriteria ......... 101

Gambar ‎5.10 Hasil Akhir Pemeringkatan ........................................................... 101

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

xi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbandingan Keunggulan Menyewa Vs Membangun Data Center ...... 3

Tabel 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 5 Tabel 1.3 Matriks Perbandingan antara ERP dan DCIM ...................................... 10 Tabel 2.1 Ringkasan Perbaikan Efisiensi .............................................................. 30 Tabel 2.2 Perbandingan Rekomendasi ASHRAE 2004 vs 2008 .......................... 33 Tabel 2.3 Nilai Pembobotan dan Kriteria Alternatif ............................................. 42

Tabel 2.4 Perbandingan Model Kualitas Perangkat Lunak (Rawashdeh &

Matalkah, 2006) .................................................................................... 43

Tabel ‎2.5 Perbandingan atas penelitian sebelumnya............................................. 53

Tabel ‎5.1 Peserta Focus Discussion Group .......................................................... 63

Tabel ‎5.2 Pembobotan Sub-sub-kriteria Functioanal Suitability .......................... 66

Tabel ‎5.3 Pembobotan Sub-sub-kriteria Reliability .............................................. 66

Tabel ‎5.4 Pembobotan Sub-sub-kriteria Usability ................................................ 67

Tabel ‎5.5 Pembobotan Sub-sub-kriteria Performace Efficiency ........................... 67

Tabel ‎5.6 Pembobotan Sub-sub-kriteria Maintainability ...................................... 68

Tabel ‎5.7 Pembobotan Sub-sub-kriteria Portability ............................................. 68

Tabel ‎5.8 Pembobotan Sub-sub-kriteria Compatibility ......................................... 69

Tabel ‎5.9 Pembobotan Sub-sub-kriteria Security.................................................. 69

Tabel ‎5.10 Pembobotan Sub-kriteria Kualitas Perangkat Lunak .......................... 70

Tabel ‎5.11 Pembobotan Sub-sub-kriteria Penyedia Solusi ................................... 71

Tabel ‎5.12 Pembobotan Sub-sub-kriteria Total Cost of Ownership ..................... 71

Tabel ‎5.13 Pembobotan Sub-sub-kriteria Dukungan dan Layanan ...................... 72

Tabel ‎5.14 Pembobotan Sub-kriteria Bisnis ......................................................... 72

Tabel ‎5.15 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak dan Kriteria Bisnis . 72

Tabel ‎5.16 Contoh Metrik Penilaian ..................................................................... 73

Tabel ‎5.17 Alternatif Produk DCIM ..................................................................... 74

Tabel ‎5.18 Fitur Manajemen Aset ......................................................................... 75

Tabel ‎5.19 Fitur Change Management, Capacity Management & Monitoring ... 75

Tabel ‎5.20 Service Level Management, Dashboard & Multi-teenant .................. 76

Tabel ‎5.21 Skor Relatif Faktor Functioanal Completeness .................................. 77

Tabel ‎5.22 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Completeness ... 78

Tabel ‎5.23 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Correctness ...... 78

Tabel ‎5.24 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Appropriateness 79

Tabel ‎5.25 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Maturity .............................. 80

Tabel ‎5.26 Fitur Fault-tolerance ........................................................................... 80

Tabel ‎5.27 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Fault-tolerance ................... 81

Tabel ‎5.28 Recoverability ..................................................................................... 81

Tabel ‎5.29 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Recoverability ..................... 81

Tabel ‎5.30 Materi atau Media Penjelasan Produk DCIM ..................................... 82

Tabel ‎5.31 Materi atau Media Panduan Penggunaan Produk DCIM .................... 82

Tabel ‎5.32 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Learnability ........................ 83

Tabel ‎5.33 Penilaian Faktor Kemudahan Pengoperasian ...................................... 83

Tabel ‎5.34 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Operability .......................... 84

Tabel ‎5.35 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria User Interface Aesthetic ..... 84

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

xii Universitas Indonesia

Tabel ‎5.36 Kebutuhan Hardware Minimum ......................................................... 85

Tabel ‎5.37 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Resource Behaviour............ 85

Tabel ‎5.38 Penilaian Faktor Kemudahan Modifikasi ........................................... 86

Tabel ‎5.39 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Modifiability ....................... 86

Tabel ‎5.40 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Testability ........................... 87

Tabel ‎5.41 Penilaian Faktor Kemudahan Adaptasi ............................................... 87

Tabel ‎5.42 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Adaptability ........................ 88

Tabel ‎5.43 Platform yang Didukung ..................................................................... 88

Tabel ‎5.44 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Installability ........................ 89

Tabel ‎5.45 Fasilitas Import dari Produk DCIM lain ............................................. 89

Tabel ‎5.46 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Replaceabilty ...................... 89

Tabel ‎5.47 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Co-existence ....................... 90

Tabel ‎5.48 Sistem dan Protokok yang Didukung.................................................. 91

Tabel ‎5.49 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Interoperability ................... 91

Tabel ‎5.50 Profil Penyedia DCIM ........................................................................ 92

Tabel ‎5.51 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Market Share/Reputation.... 93

Tabel ‎5.52 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Local Partner...................... 93

Tabel ‎5.53 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Product Portfolio ................ 94

Tabel ‎5.54 Perbandingan Biaya Implementasi (dalam USD) ............................... 94

Tabel ‎5.55 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Software Cost...................... 95

Tabel ‎5.56 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Annual Maintenance ........... 95

Tabel ‎5.57 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Hardware Cost ................... 96

Tabel ‎5.58 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Consultancy ........................ 96

Tabel ‎5.59 Perbandingan Fasilitas Pelatihan ........................................................ 97

Tabel ‎5.60 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteriaTraining ............................... 97

Tabel ‎5.61 Hasil Akhir Pemeringkatan ............................................................... 102

Tabel ‎5.62 Perincian Bobot Tiap Kriteria ........................................................... 102

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

xiii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1...............................................................................................112

LAMPIRAN 2...............................................................................................118

LAMPIRAN 3...............................................................................................125

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab awal yang berisi penjabaran latar belakang yang

mendasari penelitian ini. Di dalamnya diuraikan permasalahan-permsalahan

dihadapi PT DSJ yang selanjutnya dirumuskan menjadi pertanyaan penelitian

yang akan dijawab melalui penelitian ini. Selanjutnya ditentukan tujuan, manfaat,

dan ruang lingkup penelitian untuk memberi arah dan batasan penelitian.

1.1 Latar Belakang

Dengan semakin tergantungnya perusahaan kepada Teknologi Informasi,

menyebabkan peningkatan kebutuhan atas Infrastruktur Teknologi Informasi yang

handal dan dapat diandalkan. Bagi perusahaan yang kegiatan usahanya sangat

bergantung pada Teknologi Informasi, kegagalan sistem informasi dapat

menyebabkan kerugian yang sangat besar. Kegagalan system TI dalam bekerja

bisa berarti hilangnya pendapatan perusahaan yang sangat besar. Hilangnya data

perusahaan atau pencurian data perusahaan bahkan dapat mengancam eksistensi

suatu perusahaan (Applegate, Austin, & Soule, 2009).

Gambar ‎1.1 Pertumbuhan Data dan Konsolidasi Data Center

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

2

Universitas Indonesia

Meluasnya pemanfaatan TI juga berdampak pada peningkatan jumlah informasi

yang berupa data digital yang dipertukarkan dan disimpan di dalam maupun antar

perusahaan. Berdasarkan survey yang diadakan oleh Forrester tahun 2011,

pertumbuhan data tiap tahun mencapai 25-50%, ini tentunya berdampak langsung

pada peningkatan kebutuhan kapasitas data center. Di sisi lain, perusahaan juga

mulai mengkonsolidasikan server-server mereka yang berada di lokasi yang

terpisah ke dalam satu lokasi, hal ini juga yang mendorong pertumbuhan

kebutuhan data center yang baru (Dines, Washburn, Schreck, & Chi, 2011).

Gambar 1.1 menunjukkan pertumbuhan data dan konsolidasi data center.

Untuk memenuhi kebutuhan data center sebagian perusahaan ada yang

membangun sendiri data center-nya ada juga yang memanfaatkan fasilitas data

center yang disediakan oleh pihak ketiga. Secara umum ada tiga faktor yang

mempengaruhi perusahaan dalam memutuskan apakah membangun atau menyewa

data center (Dines, Washburn, Schreck, & Chi, 2011), yaitu :

1. Manfaat: bagaimana perbandingan manfaat yang didapatkan perusahaan

dengan membangun sendiri atau menyewa data center ?

2. Biaya: bagaimana skema pembiayaan perusahaan untuk membayar fasilitas

data center (biaya fisik, non-fisik maupun sumber daya) ?

3. Resiko: sejauh mana ketidakpastian mempengaruhi keseluruhan dampak

sebuah data center terhadap perusahaan ?

Selanjutnya ketiga faktor tersebut dapat dijabarkan kedalam perbandingan

keuntungan seperti yang dirinci dalam tabel 1.1. Dengan mempertimbangkan

faktor-faktor tersebut, semakin banyak perusahaan yang memanfaatkan jasa dan

fasilitas yang disediakan pihak ketiga dalam pemenuhan kebutuhan data center

mereka. Hal ini yang mendorong pertumbuhan industri penyediaan data center.

Selain faktor tersebut, industri data center di Indonesia juga didorong

pertumbuhannya dengan adanya regulasi tentang data center. Berdasarkan

Peraturan Bank Indonesia no 9/15 tahun 2007 Pusat Data (Data Center) dan/atau

Disaster Recovery Center bank umum diselenggarakan di dalam negeri (Bank

Indonesia, 2007). Secara umum diatur juga dalam Peraturan Pemerintah no 82

tahun 2012 (Pemerintah Republik Indonesia, 2012): “Penyelenggara Sistem

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

3

Universitas Indonesia

Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat

pemulihan bencana di wilayah Indonesia”.

Tabel ‎1.1 Perbandingan Keunggulan Menyewa Vs Membangun Data Center

Sumber : (Dines, Washburn, Schreck, & Chi, 2011)

Menyewa Data Center Membangun Data Center

Mengurangi biaya kapital; biaya yang diperlukan

berupa biaya operasional. Besarnya peningkatan

biaya mudah diperkirakan.

Kendali penuh atas akses fasilitas data center

sehingga mengurangi pengaruh terhadap suhu

yang ditetapkan.

Penambahan kapasitas dapat dilakukan dengan

cepat, dan hanya dilakukan saat dibutuhkan,

menghindari kapasitas berlebih yang mungkin tidak

diperlukan dalam jangka waktu lama.

Kepemilikan sendiri memperkecil risiko data center

dipaksa pindah dari bangunan/lokasi.

Akses yang lebih baik terhadap kapasitas ruangan

dan listrik melalui kekuatan pembiayaan dari

penyedia data center.

Dengan berbagi bangunan yang telah ada,

memungkinkan staf TI bekerja di dekat data center

sehingga menghemat biaya.

Data center dijalankan oleh tenaga profesional

yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang

lebih baik dalam menjalankan fasilitas data center

yang efisien dan memiliki tingkat ketersediaan yang

tinggi.

Dengan adanya mitra-mitra penyedia layanan

lainnya (misal: perbankan atau pembayaran) yang

berada dalam satu ekosistem dapat menurunkan

latency/delay transaksi.

Berdasarkan data dari DatacenterDynamics tahun 2012 seperti yang terlihat pada

gambar 1.2, jumlah penyedia dan kapasitas data center di Indonesia masih sangat

terbatas (DatacenterDynamics, 2012), sehingga industri data center di Indonesia

diharapkan masih tinggi pertumbuhannya.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

4

Universitas Indonesia

Gambar ‎1.2 Kapasitas Data Center yang Tersedia

(Sumber : DatacenterDynamics 2012)

PT. Data Sinergitama Jaya (PT DSJ) melihat fakta-fakta tersebut sebagai peluang.

Perusahaan yang memfokuskan diri di bidang penyediaan jasa data center ini

menyediakan jasa konsultansi perancangan, pembangunan, pengoperasian dan

pengelolaan data center. PT DSJ saat ini juga memiliki dan mengoperasikan data

center sendiri untuk disewakan kepada pelanggan. Fasilitas data center PT DSJ

yang berlokasi di Bogor pada bulan maret 2012 telah mendapatkan sertifikasi Tier

III dari Uptime Institute. Sertifikasi ini bahkan menjadi yang pertama kali

diterima oleh sebuah data center di Asia Tenggara.

Sebagai penyedia fasilitas dan layanan infrastruktur data center bagi

pelanggannya, maka PT DSJ menanggung beban kerja (effort), risiko serta biaya

investasi dan sebagian biaya operasional data center dari pelanggan. Selain

menjaga tingkat ketersediaan layanan, untuk meningkatkan keuntungan PT DSJ

harus dapat meningkatkan efisiensi fasilitas dan sumber daya. Untuk memenuhi

kedua target tersebut PT DSJ dituntut untuk memiliki manajemen infrastruktur

data center yang baik.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

5

Universitas Indonesia

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh IDC tahun 2012, permasalahan yang

banyak dihadapi oleh penyedia data center diantaranya adalah : kekurangan

kapasitas ruangan, listrik dan pendingin dan ketidakseimbangan ketersedian

kapasitas diantara data center. Akibat dari permasalahan tersebut adalah

penundaan atau penghentian peluncuran aplikasi, berkurangnya kemampuan

untuk menyediakan layanan bagi pelanggan dan pemindahan alokasi anggaran

opex dan capex yang tidak terjadwal sehingga menyimpang dari strategi yang

telah ditetapkan (Villars, 2012).

Dalam mengelola dan mengoperasikan data center-nya, PT DSJ juga mengalami

permasalahan-permasalahan seperti diatas, yang dapat dirinci dalam tabel 1.2.

Tabel ‎1.2 Identifikasi Masalah

sumber: wawancara dengan manajemen & staf PT DSJ

Kategori Masalah

Kekurangan kapasitas

ruangan

Gedung data center PT DSJ di Bogor, memiliki ruangan colocation sebanyak

3 lantai masing-masing seluas 400m2. Berdasarkan rancangan, setiap lantai

mampu menampung rak server sebanyak 122 rak. Kenyataannya ada lantai

yang hanya mampu manampung 96 rak saja.

Kekurangan kapasitas

listrik

Penyebab dari tidak optimalnya pemanfaatan ruangan adalah kapasitas

listrik yang tidak mencukupi padahal kapasitas ruangan masih tersedia.

Ketidakseimbangan

penggunaan sumber

daya.

Kapasitas listrik yang di alokasikan untuk satu lantai colocation adalah

sebesar 400kVA. Kapasitas tersebut kemudian dialokasikan untuk rak-rak

yang ada melalui panel distribusi. Masing-masing rak berbeda alokasinya

ada yang 10A, 16A, 20A dan 25A. Ketika terjadi ketidaksesuaian penjualan

dengan kapasitas yang terpasang, maka ada kapasitas yang tidak

termanfaatkan.

Perencanaan distribusi kapasitas listrik yang kurang baik, dan kurang

fleksibel menyebabkan adanya kapasitas yang tidak termanfaatkan

(stranded capacity).

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

6

Universitas Indonesia

Tabel ‎1.2 Identifikasi Masalah - Lanjutan

Kategori Masalah

Kesulitan manajemen

aset

Infrastruktur data center yang ada saat ini sangat kompleks dan terdiri dari

banyak sekali komponen. Data-data spesifikasi, lokasi, catatan pemeliharaan

dan kontak penyedia masing-masing komponen saat ini disimpan oleh

masing-masing bagian yang menjadi penanggung jawabnya. Format catatan

juga tidak seragam sehingga menyulitkan pengelolaannya.

Kesulitan monitoring dan

reporting

Tidak semua komponen infrastruktur dimonitor secara terpusat, sehingga

sebagian masih dimonitor secara manual oleh petugas. Catatan monitor juga

masih terpisah, sehingga untuk membuat laporan yang komprehensif

memerlukan proses manual.

Tidak semua komponen dapat dimonitor secara detil dan real-time, sehingga

menyulitkan dalam perencanaan kapasitas.

Bagian penjualan juga tidak memiliki akses terhadap data kapasitas yang

terpasang dengan mudah, sehingga ada kemungkinan penjualan tidak

didukung oleh ketersediaan kapasitas, atau penjualan yang tidak sesuai

dengan alokasi kapasitas yang terpasang sehingga meningkatkan

inefisiensi.

Power Usage

Effectiveness (PUE) yang

rendah

Data center yang baik memiiliki PUE mendekati 1, saat ini PUE data center

yang ada 2.0

Dari berbagai masalah di atas hampir semuanya bermuara pada ketidakefisienan

penggunaan sumber daya.

Untuk mencari sumber masalah dari rendahnya efisiensi penggunaan sumber daya

infrastruktur data center, dilakukan suatu analisis dengan menggunakan diagram

Ishikawa (diagram fishbone). Diagram ini dibuat berdasarkan hasil wawancara

seperti yang ada pada tabel 1.2 kemudia dianalisis penulis yang divalidasi melalui

diskusi dengan beberapa teman sejawat penulis di PT DSJ.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

7

Universitas Indonesia

Gambar ‎1.3 Diagram Fishbone Penyebab Rendahnya Efisiensi Data Center PT DSJ

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

8

Universitas Indonesia

Gambar 1.3 menunjukkan diagram “Ishikawa” yang direkomendasikan untuk

sektor layanan yaitu “4P” : Policy (kebijakan), Procedure (prosedur), People

(manusia) dan Plant/Technology (teknologi). Berikut penjabaran penyebab-

penyebab tersebut :

1. Kebijakan

Strategi perencanaan kapasitas yang kurang baik, dibuktikan dengan

adanya kapasitas yang tidak termanfaatkan dan penjualan yang tidak

sesuai dengan kapasitas terpasang. Hal ini disebabkan karena tidak adanya

tool yang memadai untuk memonitor kapasitas yang masih tersedia dan

tool yang dapat dipakai untuk mensimulasikan dan memperkirakan

utilisasi sumber daya.

2. Prosedur

Penjualan yang tidak sesuai dengan kapasitas terpasang dapat terjadi

dikarenakan tidak adanya prosedur pengecekan kapasitas terpasang yang

masih tersedia dan prosedur perencanaan dan evaluasi alokasi kapasitas

yang berdasarkan prediksi penjualan.

3. Manusia

a. Bagian penjualan sering kali melakukan penjualan di bawah kapasitas

terpasang, sehingga ada kapasitas sumber daya yang tidak dapat

dimanfaatkan yang seharusnya bisa di alihkan ke tempat lain, atau

mengarahkan calon pelanggan untuk membeli paket yang sesuai dengan

kapasitas terpasang.

b. Karyawan di bagian operation tidak semuanya memiliki pengetahuan

yang lengkap terhadap komponen-komponen infrastruktur, sehingga

sering kali salah dalam mengalokasikan kapasitas sehingga ada

kapasitas yang tidak dapat dimanfaatkan atau salah menempatkan

beban/rak server sehingga menyebabkan pendinginan yang tidak

optimal.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

9

Universitas Indonesia

4. Teknologi

a. Sering kali terjadi kapasitas ruangan tidak sesuai dengan yang

direncanakan, misalnya seharusnya dapat menampung 122 rak, ternyata

hanya mampu menampung 96 rak. Hal ini disebabkan oleh berbagai

hal, diantaranya penempatan rak yang tidak optimal sehingga ada ruang

yang masih tersedia, tetapi tidak dapat diisi dengan rak, karena

kapasitas listrik di zona tersebut tidak tersedia, ataupun kapasitas

pendinginan di zona tersebut sudah maksimal.

b. Kekurangan kapasitas listrik yang disebabkan oleh komponen distribusi

yang tidak fleksibel dimana kapasitas yang sudah terpasang tidak dapat

diubah dengan mudah. Apabila bagian penjualan menjual kapasitas

yang dibawah kapasitas terpasang, maka ada kapasitas yang tidak

termanfaatkan dan menyebabkan seolah-olah kapasitas sudah habis

padahal masih ada kapasitas yang stranded.

c. Efisiensi energi yang rendah dapat diukur dengan PUE yang tidak ideal.

Hal ini salah diantaranya disebabkan oleh pendinginan yang tidak

efisien, dimana energi yang diperlukan untuk pendinginan tinggi.

Tingginya energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan disebabkan

oleh pengaturan ruangan yang kurang bagus. Seharusnya ada tool yang

dapat digunakan untuk membantu mensimulasikan distribusi panas

ruangan, agar ruangan dapat diatur dengan baik.

Dari berbagai akar masalah yang ditemukan di atas, dapat diambil keterkaitannya

yaitu tidak adanya tool untuk membantu dalam pengelolaan data center. Hal ini

sesuai dengan best practice yang ada, yaitu penggunaan tool Data Center

Infrastructure Management (DCIM) (Villars, 2012) (Cappuccio, 2010). Untuk itu

PT DSJ berencana untuk menggunakan tool Data Center Infrastructure

Management (DCIM).

Data Center Infrastructure Management adalah tool yang mengintegrasikan

manajemen TI dan manajemen fasilitas data center ke dalam sebuah platform

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

10

Universitas Indonesia

untuk memungkinkan monitoring secara terpusat, mengelola dan melakukan

perencanaan kapasitas sistem kritis data center secara cerdas (intelligent)

(Cappuccio, 2010). Saat ini jumlah penyedia sistem DCIM cukup banyak, dan

selain karena biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sistem DCIM ini cukup

besar (Sverdlik, 2013) juga karena kompleksitas dari sistem DCIM, maka untuk

menentukan sistem DCIM yang dipilih membutuhkan kajian yang komprehensif..

Menurut penilaian dari Greenfield kompleksitas sistem DCIM setara dengan

sistem Enterprise Resource Planning (ERP). Perbandingannya dapat dilihat dalam

matriks sebagai berikut (Greenfield Software, 2012):

Tabel ‎1.3 Matriks Perbandingan antara ERP dan DCIM

sumber: Greenfield, 2012

ERP DCIM

Pengelolaan aset pabrik/fasilitas produksi Pengelolaan aset data center

Menjembatani gap antara kontrol distribusi dan

sistem produksi

Menjembatani gap antara Building Management

dan Performance Management System

Memungkinkan perencanaan produksi dan

manajemen inventory

Memungkinkan perencanaan kapasitas ruangan,

listrik dan pendingin

Penelusuran permintaan (order), proses yang

sedang berjalan dan pengoptimalan sumber daya

terkait dengan batasan rantai penyediaan (supply

chain constraint)

Penelusuran pemakain listrik, perubahan yang

berkaitan dengan penambahan dan perpindahan

dan optimasi utilisasi aset dengan batasan tuntutan

tingkat ketersediaan yang tinggi.

Menyediakan kemampuan untuk memantau Key

Performance Indicator (KPI) seperti perputaran

inventory dan keakuratan inventory

Menyediakan kemampuan untuk memantau KPI

seperti PUE, watt per rak dan watt per m2

Memungkinkan proses produksi yang

ramping/efisien (lean) melalui best practice seperti

Kanban dan APICS framework

Memungkinkan TI yang ramping/efisien (lean) dan

hijau (green) melalui best practice seperti ITIL, EU

code of conduct & Green Grid

Dari analisis permasalahan menunjukkan bahwa kesenjangan antara Power Usage

Effectiveness (PUE) data center yang ideal dengan PUE yang terukur di data

center PT DSJ. Untuk mengatasi masalah itu PT DSJ telah merencanakan untuk

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

11

Universitas Indonesia

menggunakan tool Data Center Infrastructure Management dan untuk membantu

PT DSJ untuk memilih produk DCIM yang tepat dibutuhkan analisis yang

komprehensif.

Atas dasar itu, penulis menetapkan pertanyaan penelitian berikut:

Produk Data Center Infrastructure Management yang mana yang paling tepat

untuk memenuhi kebutuhan PT DSJ dalam meningkatkan efisiensi

infrastruktur data center ?

Berangkat dari pertanyaan penelitian tersebut, pada bab ini selanjutnya akan

dijabarkan tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian ini.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan, tujuan penelitian ini

dapat dirumuskan yaitu menentukan kriteria-kriteria yang berpengaruh dalam

pemilihan produk DCIM. Dari kriteria-kriteria tersebut dapat dibuat skala prioritas

dari produk DCIM yang tersedia yang paling tepat dalam memenuhi kebutuhan

PT DSJ dalam membantu mengelola data center.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi akedemisi maupun

PT DSJ sebagai pemangku kepentingan serta organisasi atau perusahaan yang

memiliki memiliki data center. Berikut uraian manfaat bagi berbagai pihak

tersebut :

a. Bagi akademisi, penelitian ini memberikan dasar untuk penelitian lebih lanjut

dan contoh dari penerapan metodologi Analytic Hierarchy Process dalam

melakukan pemeringkatan suatu produk.

b. Bagi PT DSJ penelitian ini dapat digunakan untuk membantu memberikan

panduan dalam memilih produk DCIM yang paling sesuai dengan kebutuhan

perusahaan.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

12

Universitas Indonesia

c. Bagi Organisasi dan perusahaan yang memiliki atau mengoperasikan data

center dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam memilih

produk DCIM.

1.4 Ruang Lingkup Permasalahan

Keterbatasan sumber daya dan waktu membuat penelitian ini perlu dibatasi

dengan beberapa hal. Ruang lingkup penelitian ditentukan sebagai berikut:

a. Obyek rancangan data center ini adalah data center PT Data Sinergitama

Jaya yang berada di Jl Pajajaran no 17 Bogor.

b. Obyek perbandingan dibatasi pada lima produk DCIM yang ada di pasaran.

c. Wacancara dilakukan pada karyawan PT DSJ baik di level manajemen,

bagian operation maupun bagian pemasaran.

1.5 Sistematika Penulisan

Berikut ini merupakan gambaran singkat yang akan diberikan dalam membuat

karya akhir yang dibagi menjadi 6 Bab yang saling berhubungan dan berkaitan

satu sama lain, yakni sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang permasalahan pengelolaan data center di PT

Data Sinergitama Jaya, batasan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang studi literatur tentang definisi dan komponen

infratruktur data center, Power Usage Effectiveness dan faktor yang

mempengaruhinya, Data Center Infrastructure Management, teori

Analytic Hierarcy Process (AHP), penilaian kualitas perangkat lunak

bersadarkan standar ISO/IEC 25010 dan faktor non teknis serta kerangka

teori yang menjadi pedoman dalam penelitian ini.

BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode-metode yang digunakan secara terurut atau

melalui beberapa tahapan. Tahapan ini meliputi penelitian, pembelajaran

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

13

Universitas Indonesia

literatur, pengumpulan data, peralatan yang digunakan dalam menganalisis

setiap permasalahan yang ada.

BAB 4 : PROFIL ORGANISASI

Bab ini menjelaskan tentang sekilas profil dari perusahaan, visi dan misi

dan aktifitas bisnis sehari-hari.

BAB 5 : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan bagaimana teknik pengumpulan data, klasifikasi data,

dan penggunaan metode AHP untuk memeringkatkan masing-masing

kriteria dan alternatif pilihan, serta penggunaan alat untuk mengolah data.

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan hasil kesimpulan yang didapat dari penelitian ini, dan

saran perbaikan dan penelitian lanjutan yang seharusnya dilakukan.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

14 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dibahas teori, penelitian terdahulu serta metodologi yang relevan

bagi penelitian ini. Pada akhir bab ini dirangkum semua teori yang digunakan

sebagai dasar pemikiran keseluruhan penelitian.

2.1 Definisi Data Center

Dengan semakin tergantungnya perusahaan terhadap Teknologi Informasi,

menyebabkan peningkatan kebutuhan akan Infrastruktur Teknologi Informasi

yang handal dan dapat di andalkan. Penempatan server-server yang menyediakan

layanan kritis bagi perusahaan di ruangan khusus yang memiliki dukungan

infrastruktur yang handal dipandang merupakan suatu kebutuhan yang harus

dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan layanan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2012, yang dimaksud dengan

“pusat data (data center)” adalah: “Suatu fasilitas yang digunakan untuk

menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk keperluan

penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data” (Pemerintah Republik

Indonesia, 2012).

Sedangkan menurut Arregoces, data center adalah sebuah fasilitas yang

digunakan untuk menempatkan sistem komputer dan komponen pendukungnya,

seperti perangkat telekomunikasi dan sistem penyimpanan data. Pada umumnya

data center memiliki suplai listrik cadangan, koneksi komunikasi data berganda,

pengontrol kondisi ruangan (misal : suhu ruangan, kelembaban udara dan

pemadaman api) dan alat pengontrol keamanan (Arregoces, 2003).

2.2 Infrastruktur Data Center

Secara umum sebuah data center memiliki fasilitas ruangan, listrik,

pendingin/pengatur udara ruangan, pengkabelan, kontrol suhu dan kelembaban,

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

15

Universitas Indonesia

pemadam kebakaran, pembatasan akses fisik, rak server serta raised floor (Alger,

2005). Sedangkan menurut Snevely, fasilitas yang menjadi kriteria utama

pemilihan data center adalah: ruangan, listrik, pendingin dan jaringan komputer

(Snevely, 2002).

2.2.1 Ruangan Data Center

Ruangan data center adalah ruangan yang dikontrol kondisi lingkungannya yang

dipakai untuk menempatkan sumber daya komputasi yang kritis (Arregoces,

2003). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang ruangan data

center antara lain :

a. Area Servis merupakan area untuk menempatkan perangkat mekanik dan

listrik (unit distribusi listrik, pengatur suhu ruangan dan tangki pemadam

kebakaran). Karena perangkat mekanik dan listrik merupakan perangkat-

perangkat yang penting dalam pengoperasian data center dan menempati

area yang cukup besar, maka harus dialokasikan terlebih dahulu (Alger,

2005).

b. Area Komputer Server adalah area inti dari ruangan data center, area ini

yang menjadi dasar perhitungan kapasitas infrastruktur dan area yang lain.

Komputer Server ditempatkan di dalam rak-rak server. Ukuran rak

disesuaikan dengan kebutuhan server yang akan ditempatkan, biasanya

mengikuti ukuran standar yang sudah ada. Rak-rak tersebut di atur ke dalam

baris-baris dan dikelompokkan untuk memudahkan pemeliharaannya

(Alger, 2005).

c. Area Perangkat Jaringan adalah area untuk menempatkan perangkat-

perangkat jaringan yang menghubungkan antar server (Alger, 2005).

Walaupun jumlah perangkat jaringan biasanya lebih sedikit, tetapi dalam

perancangan ruangan data center harus mempertimbangkan kemudahan

dalam pemeliharannya.

d. Lorong antar rak juga merupakan bagian yang penting dalam merancang

ruangan data center. Selain berfungsi untuk memudahkan pergerakan orang

dan perangkat (Alger, 2005) dan (Uptime Institute Professional Services,

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

16

Universitas Indonesia

2010) serta pemindahan rak (Snevely, 2002), lorong juga berfungsi untuk

mengatur suhu ruangan dengan menempatkan secara berselang-seling

lorong dingin dan lorong panas (Sullivan R. F., 2002).

e. Raised Floor (lantai yang ditinggikan) berfungsi untuk menyalurkan udara

dingin dari pendingin ruangan dan mengarahkannya ke atas untuk

mendinginkan perangkat, sebagai jalur kabel listrik, jaringan serta

grounding (pentanahan). Raised floor juga menyediakan fondasi yang kuat

bagi perangkat-perangkat yang ada di data center (Snevely, 2002).

2.2.2 Sistem Kelistrikan

Keberlangsungan pasokan listrik bagi beban kritis data center sangat dipengaruhi

oleh berfungsinya seluruh komponen penyedia dan penjamin pasokan listrik yaitu:

catu listrik dari perusahaan listrik, pembangkit listrik, jalur distribusi,

Uninteruptable Power Supply (UPS) dan beterai cadangan (Patel, 2005).

Sedangkan menurut Snevely sistem distribusi tenaga listrik terdiri dari catuan

listrik utama ke dalam data center, trafo, panel distribusi listrik dengan circuit

breaker, kabel, sistem pentanahan, stop kontak, generator listrik, power supply

atau perangkat lain yang berhubungan dengan penyediaan listrik untuk data

center (Snevely, 2002).

Isolasi jalur distribusi listrik untuk ruangan server, pendingin ruangan dan alat

lainnya seperti lampu, lift dan alat-alat kantor penting dilakukan, agar gangguan

yang terjadi akibat kerusakan perangkat di luar ruang server tidak mempengaruhi

pasokan listrik pada ruang server (Alger, 2005).

Listrik adalah sumber daya utama untuk pengoperasian data center sehingga

dalam perancangan data center harus diperhitungkan dengan seksama.

Ketersediaan daya listrik harus digunakan sebagai dasar perhitungan ukuran dan

kapasitas data center secara keseluruhan. Kapasitas listrik yang direncanakan

harus memperhitungkan semua kebutuhan daya listrik dan juga memperhitungkan

pertumbuhan kebutuhan di masa mendatang (Sawyer, 2011). Strategi redundansi

juga mempengaruhi kebutuhan daya listrik (Wiboonrat, 2008). Berikut komponen

penghitungan kapasitas listrik menurut (Sawyer, 2011):

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

17

Universitas Indonesia

a. Beban kritis, yaitu beban utama data center yang terdiri dari server, data

storage (penyimpan data) serta perangkat telekomunikasi dan jaringan

komputer. Perhitungan beban kritis ini harus mempertimbangkan tren server

yang makin tinggi power density (kerapatan daya listriknya), dimana dalam

dimensi yang sama, kebutuhan daya listrikya makin tinggi (Alger, 2005).

b. Beban UPS, yang menjadi dasar perhitungan adalah efisiensi dari UPS dan

kapasitas tambahan yang dibutuhkan untuk mengisi baterai cadangan.

c. Beban penerangan atau lampu, untuk penerangan di seluruh ruangan

fungsional di data center. Biasanya besarnya beban penerangan dihitung

berdasarkan luas ruangan fungsional, dimana besarnya adalah 21.5 watt per

meter persegi.

d. Beban pendinginan, yaitu beban daya listrik yang digunakan untuk

mendinginkan ruangan data center. Jenis pengkondisi ruangan yang

digunakan mempengaruhi besarnya daya listrik yang dibutuhkan, dimana

penggunaan sistem pendingin air dapat mengurangi beban pendinginan.

e. Beban cadangan, untuk mengantisipasi pertumbuhan beban. Perangkat yang

digunakan secara periodik akan diganti dengan yang baru karena alasan

perbaikan atau peningkatan kapasitas. Kecenderungan yang ada semakin

lama kebutuhan listrik tiap perangkat selalu mengalami peningkatan.

2.2.2.1 Sumber Daya Listrik

Pasokan listrik utama ke data center biasanya didapatkan dari perusahaan listrik

setempat. Pasokan listrik dari perusahaan listrik setempat sering kali mengalami

gangguan, untuk mengatasi hal itu, maka pasokan dari lebih dari satu sumber

diperlukan untuk mengantisipasi gangguan (Telecommunication Industry

Association, 2005).

Sedangkan menurut (Uptime Institute Professional Services, 2012) gangguan

pasokan listrik tidak dianggap sebagai suatu kegagalan sistem, melainkan

merupakan kejadian yang sudah diprediksi. Oleh karena itu pasokan dari

perusahaan listrik tidak dipertimbangkan sebagai pasokan utama. Sumber listrik

dari generator yang sepenuhnya dalam pengendalian kita yang dianggap sebagai

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

18

Universitas Indonesia

sumber utama, walaupun tidak dipergunakan secara terus-menerus, sedangkan

pasokan dari perusahaan listrik digunakan sebagai alternatif yang lebih ekonomis.

Hal ini lebih cocok dengan kondisi di Indonesia, dimana hanya ada satu

perusahaan listrik, tidak dimungkinkan adanya sumber listrik dari perusahaan lain.

Generator harus dirancang sebagai sumber pasokan utama dan perangkat yang

digunakan harus dapat digunakan secara terus menerus tanpa memiliki operasi

selama waktu tertentu (Uptime Institute Professional Services, 2010).

Untuk menunjang operasional generator yang bekerja dalam waktu yang cukup

lama akibat gangguan pasokan dari perusahaan listrik, maka cadangan bahan

bakar harus disiapkan dalam jumlah yang cukup. Uptime Institute

mempersyaratkan cadangan bahan bakar yang cukup untuk beroperasi selama 12

jam (Uptime Institute Professional Services, 2012), sedangkan TIA

mempersyaratkan cadangan selama 4 jam sampai 60 hari (Telecommunication

Industry Association, 2005).

2.2.2.2 Uninterruptable Power Supply

Uninterruptable Power Supply (UPS) adalah perangkat yang kritis untuk

menjamin keberlangsungan layanan data center. Ketika terjadi gangguan pasokan

listrik UPS harus mampu menyediakan cadangan pasokan listrik untuk seluruh

beban perangkat TI (Snevely, 2002).

Selain berfungsi sebagai tenaga cadangan sementara selama perpindahan pasokan

listrik dari perusahaan listrik ke generator, UPS juga berfungsi sebagai penapis

lonjakan atau turunan tegangan listrik (Uptime Institute Professional Services,

2012).

Dalam perancangan UPS harus memperhitungkan kapasitas baterai cadangan,

dimana tenaga listrik cadangan yang disimpan harus dapat memenuhi kebutuhan

beban TI penuh minimal selama 5 sampai 30 menit (Telecommunication Industry

Association, 2005), yaitu dalam masa peralihan sumber daya listrik dari sumber

daya dari PLN ke generator.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

19

Universitas Indonesia

2.2.3 Sistem Pendingin

Server dan perangkat TI yang ditempatkan di dalam data center menghasilkan

panas ketika beroperasi. Agar server dapat bekerja dengan optimal, disamping

pasokan listrik, sebuah data center harus menyediakan sistem pengatur udara bagi

beban kritis yang ditempatkan di dalamnya.

Gambar ‎2.1 Manajemen Panas Sistem (ASHRAE, 2012)

Untuk menghindari kerusakan, server memiliki manajemen panas untuk merespon

suhu komponennya ketika beroperasi. Seperti yang terlihat pada gambar 2.1 batas

fungsional perangkat yang menggunakan komponen berbahan silikon adalah 85 –

105 derajat celcius, pada rentang tersebut server melakukan manajemen tenaga

dan kinerja (mengurangi kecepatan), dan pada suhu 15 – 25 derajat di atas suhu

tersebut server akan secara otomatis mematikan sistem (ASHRAE, 2012).

Produsen perangkat keras TI menggunakan panduan dari American Society of

Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) dalam

membuat spesifikasi prasyarat operasional perangkatnya. Selanjutnya panduan

prasyarat operasional perangkat keras diadopsi oleh operator data center dalam

menentukan titik setel (set point) ruangan data center. Suhu udara ruangan data

center dijaga pada suhu yang tepat menjamin keberlangsungan operasional

perangkat-perangkat yang ada di dalamnya. Suhu ruangan yang dingin diperlukan

bagi server dan perangkat elektronik lainnya agar dapat bekerja secara lebih

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

20

Universitas Indonesia

efisien dan memperpanjang usia komponen elektroniknya, pada umumnya suhu

ruangan dijaga sekitar 18.3 – 23.9° Celsius (Alger, 2005).

Selain suhu, kelembaban udara juga harus dijaga, kelembaban relatif udara di

dalam ruangan data center dijaga pada level 45-55%. Kelembaban yang tinggi

dapat mengakibatkan korosi perangkat elektronik, sedangkan kelembaban yang

rendah dapat mengakibatkan Electrostatic Discharge yang dapat merusak

komponen elektronik (Snevely, 2002).

Berdasarkan penelitian dari ASHRAE, pada umumnya produsen perangkat keras

dan operator data center tidak memperhatikan faktor efisiensi, dengan

mempraktekkan “semakin dingin semakin baik” dalam pengoperasian perangkat

dan data center (ASHRAE, 2011). Untuk menjawab tantangan penghematan

sumber daya, ASHRAE terus melakukan revisi panduannya, dimana prasyarat

kondisi suhu udara yang dapat diterima oleh perangkat terus meningkat dengan

memperhatikan ketahanan komponen terhadap perubahan suhu udara.

Menurut Tony Evans, secara fundamental sistem pendingin terdiri dari

infrastruktur sebagai berikut (Evans, 2012):

- Sistem penghilang panas (heat removal): adalah sistem yang tersusun dari

komponen-komponen yang bertugas untuk menghilangkan panas yang

dihasilkan oleh perangkat-perangkat IT di dalam data center.

- Distribusi udara (air distribution): pengaturan distribusi dan sirkulasi

udara dingin dan panas.

- Penempatan unit pendingin: agar dapat berfungsi dengan optimal, unit

pendingin harus ditempatkan pada tempat yang tepat. Penempatan unit

pendingin juga mempengaruhi efisiensi dari sistem pendingin.

2.2.3.1 Sistem Penghilang Panas (Heat Removal System)

Komponen aktif dari sistem pendingin adalah sistem penghilang panas. Sistem ini

berfungsi untuk menghilangkan panas udara di dalam ruangan data center yang

diakibatkan oleh perangkat TI ketika beroperasi. Setidaknya ada 13 macam teknik

penghilangan panas yang digunakan di data center yang dapat dirangkum seperti

dalam gambar 2.2 (Evans, 2012).

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

21

Universitas Indonesia

Gambar ‎2.2 Tipe-Tipe Sistem Penghilang Panas (Evans, 2012)

Perbedaan teknik yang digunakan tergantung dari jenis komponen penukar panas

di dalam dan diluar ruangan data center serta jenis media pengangkut panas baik

yang digunakan di dalam data center, di luar data center ataupun dari dan ke

dalam ruangan data center. Dengan hanya memperhatikan media pengangkut

panas saja, sistem penghilang panas dapat dibedakan menjadi (Snevely, 2002):

a. Sistem pendingin cair, menggunakan cairan sebagai media untuk

menyalurkan pemindahan panas. cairan yang digunakan bisa berupa air

ataupun glycol. Keuntungan dari sistem ini adalah biaya operasional yang

lebih rendah, tetapi kelemahannya adalah biaya investasi awal yang tinggi

karena harga perangkat yang lebih mahal (Evans, 2012). Selain sistem ini

juga meningkatkan resiko dengan adanya cairan di dalam ruangan .

b. Sistem pendingin kering, menggunakan udara atau refrigeran (Freon)

sebagai media untuk menyalurkan perpindahan panas. Pendinginan dengan

menggunakan udara disebut juga free cooling, yaitu memanfaatkan udara

bebas untuk mendinginkan ruangan. Sistem ini membutuhkan biaya

operasional yang rendah karena membutuhkan minimal untuk memindahkan

panas, tetapi sangat tidak handal karena kapasitas pendinginannya terbatas.

Sistem pendingian dengan refrigeran/freon membutuhkan biaya operasional

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

22

Universitas Indonesia

yang lebih tinggi dibanding sistem cair, tetapi biaya investasi yang lebih

rendah (Evans, 2012).

Gambar ‎2.3 Chilled Water System (Evans, 2012)

Untuk data center yang besar, biasanya digunakan Chilled Water System seperti

pada gambar 2.3, karena sistem ini mempunyai kapasitas pendinginan yang besar,

mudah dilakukan rekayasa untuk meningkatkan kehandalan serta lebih ekonomis.

Sifat air yang mudah dialirkan juga mempunyai keuntungan yaitu satu mesin

chiller dapat digunakan bersama untuk menyuplai banyak mesin pendingin

ruangan komputer (Computer Room Air Conditioner, CRAC) bahkan untuk mesin

yang berada di ruangan yang berbeda-beda (Evans, 2012).

2.2.3.2 Sistem Distribusi dan Sirkulasi Udara

Sistem pendinginan hanya dapat dilakukan jika ditunjang oleh sistem distribusi

dan sirkulasi udara yang baik. Distribusi dan sirkulasi disini yang dimaksud

adalah distribusi udara dingin dari mesin pendingin untuk disalurkan ke

perangkat-perangkat TI. Selanjutnya udara panas disekitar perangkat TI dibawa ke

mesin CRAC untuk diserap panasnya dan dibuang keluar ruangan data center.

Tipe sistem ditribusi udara yang digunakan tergantung dari jenis lantai data

center, apakah digunakan raised floor atau tidak.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

23

Universitas Indonesia

Penggunaan raised floor dapat meningkatkan efisiensi, dimana aliran distribusi

udara menjadi lebih baik. Udara dingin di alirkan dari bawah raised floor ke atas

sedangkan udara panas mengalir dari atas rak kembali ke CRAC. Pola aliran

seperti ini lebih sesuai dengan sifat udara (Snevely, 2002). Tinggi dari raised floor

disesuaikan dengan kondisi di bawah raised floor. Jika kondisi di bawah raised

floor bebas halangan, maka tinggi minimumnya adalah 60.96 centimeter.

Sedangkan jika aliran udara dingin terhalang oleh jalur kabel atau pipa pendingin,

maka tinggi minimumnya adalah 76 centimeter (Sullivan R. F., 2005).

Paktek lain yang dapat meningkatkan efisiensi pengkondisian udara adalah

dengan pengaturan lorong dingin dan lorong panas. Lorong dingin adalah lorong

dimana lantainya terdapat lubang-lubang kecil untuk menyalurkan udara dingin

dari CRAC melalui bawah raised floor ke atas. Pada lorong dingin, rak-rak diatur

sedemikian hingga server diletakkan berhadapan, sehingga udara dingin dari

bawah raised floor dapat langsung disedot oleh server untuk mendinginkan

dirinya (Gambar 2.4). Lebar lorong dingin dibuat 1.21 meter dengan 2 ubin yang

bisa dibuka, jarak antar lorong dingin adalah 4.27 – 4.88 meter (Sullivan R. F.,

2005).

Sedangkan lorong panas adalah lorong dimana udara panas dilewatkan, pada

lorong ini server-server diletakkan saling membelakangi dan ubin raised floor

tidak memiliki lubang (Sullivan R. F., 2002). lebar lorong panas dibuat 91.44

centimeter dengan satu ubin yang dapat dibuka (Sullivan R. F., 2005).

Gambar ‎2.4 Lorong Dingin-Panas (Sullivan R. F., 2002)

Gambar 2.5 memuat secara lengkap teknik-teknik distribusi yang terdiri dari 9

jenis teknik yang dibedakan dari tipe saluran sediaan dan kembalian udara yang

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

24

Universitas Indonesia

digunakan (Rasmussen, Air Distribution Architecture Options for Mission Critical

Facilities, 2003).

Gambar ‎2.5 Tipe-Tipe Distribusi Udara (Rasmussen, 2003)

2.2.3.3 Penempatan Unit Pendingin

Strategi penempatan unit pendingin sangat berpengaruh pada optimalisasi sistem

pendinginan. Ada beberapa strategi penempatan unit pendingin yaitu : berorientasi

pada ruangan, berorientasi pada baris dan berorientasi pada rak (Dunlap &

Rasmussen, 2006).

Pada gambar 2.6 terlihat perbedaan strategi penempatan unit pendingin. Untuk

penempatan yang berorientasi pada ruangan, jumlah dan kapasitas mesin CRAC

yang disediakan dihitung dari kapasitas total yang dibutuhkan untuk

mendinginkan seluruh ruangan. Biasanya strategi ini dipakai pada data center

dengan tipe perangkat TI yang tidak seragam jenis dan kapasitasnya. Hal yang

harus diperhatikan adalah mesin CRAC harus diletakkan di ujung baris rak server,

diusahakan berada pada lorong panas dan jarak terjauh rak dengan CRAC adalah

15.24 meter (Sullivan R. F., 2005).

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

25

Universitas Indonesia

Gambar ‎2.6 Tipe-Tipe Penempatan Unit Pendingin (Dunlap & Rasmussen, 2006)

Pada strategi penempatan yang berorientasi pada baris, setiap mesin CRAC

didedikasikan untuk mendinginkan satu baris tertentu. Mesin CRAC dapat

diletakkan diantara rak, diletakkan di atas rak atau dibawah raised floor.

Kelebihan dari strategi ini dibandingkan dengan yang berorientasi ruangan adalah

jalur aliran udara yang lebih pendek, sehingga efisiensi lebih meningkat.

Strategi penempatan berorientasi rak dilakukan dengan menempatkan unit

pendingin di tiap rak. Strategi ini lebih sederhana dan paling fleksibel jika

dibandingkan dengan kedua strategi yang lain. Hanya saja redundansi juga harus

dilakukan di tiap rak, bukan di tiap baris ataupun keseluruhan ruangan.

Perkembangan perangkat TI yang terjadi saat ini adalah dimensi perangkat

semakin kecil sedangkan konsumsi daya listriknya semakin meningkat, sehingga

kerapatan daya rak juga semakin meningkat (Uptime Institute, 2012).

Perbandingan strategi pemenpatan unit pendingin dengan kerapatan daya tiap rak

dapat dilihat pada gambar 2.7.

Penempatan yang berorientasi ruangan mempunyai efisiensi CRAC yang tinggi

untuk kerapatan rak yang rendah, tetapi tidak bisa digunakan pada rak dengan

kerapatan daya yang sangat tinggi, biaya pengoperasiannya pun sangat tinggi pada

jika digunakan pada data center yang memiliki kerapatan daya yang tinggi karena

semakin rapat efisiensinya makin rendah dan membutuhkan daya listrik yang

lebih besar.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

26

Universitas Indonesia

Gambar ‎2.7 Perbandingan Strategi Penempatan dengan Kerapatan Energi Rak (Dunlap &

Rasmussen, 2006)

Untuk penempatan unit pendingin di dalam rak, biaya operasional konstan karena

efisiensi CRAC juga konstan. Sedangkan penempatan unit pendingin yang

berorientasi baris biaya operasional semakin menurun karena semakin rapat

efisiensi CRAC juga meningkat (Dunlap & Rasmussen, 2006).

2.3 Efisiensi Infrastuktur Data Center

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi adalah ketepatan cara (usaha,

kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya)

(http://kamusbahasaindonesia.org/efisiensi). Sedangkan menurut kamus Webster

efisiensi adalah kemampuan untuk menghasilkan efek yang diinginkan, produk

dan sebagainya dengan usaha yang minimum, biaya atau limbah

(http://www.merriam-webster.com/dictionary/efficiency).

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

27

Universitas Indonesia

Secara umum efisiensi data center diukur dari perbandingan energi yang

ditransfer ke parangkat TI dari energi yang masuk ke dalam data center sercara

keseluruhan. Uptime Institute mengukur efisiensi data center sebagai Site

Infrastructure Energy Efficiency Ratio (SI-EER) yang merupakan perbandingan

antara konsumsi listrik total data center dibandingkan dengan konsumsi listrik

perangkat TI (Brill, Data Center Energy Efficiency and Productivity, 2007).

Perbandingan yang sama digunakan oleh Belady dan Malone dalam mengukur

efisiensi data center yang disebut dengan Power Usage Effectiveness (PUE) atau

kebalikannya disebut dengan Data Center Infrastructure Efficiency (DCiE)

(Malone & Belady, 2006).

Gambar ‎2.8 Pengukuran Efisiensi Data Center (Bellady, Rawson, Pfleuger, & Cader, 2008)

Perhitungan yang mirip juga digunakan oleh Energy Star dengan mendefinisikan

PUE Sumber :

Perhitungan efisiensi dengan menggunakan PUE atau SI-EER hanya secara kasar

memperhitungkan efisiensi dari data center berdasarkan konsumsi energi dari

perangkat TI. Beberapa organisasi mengembangkan metrik efisiensi data center

yang lebih komprehensif dengan memperhatikan kinerja terpakai (useful work)

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

28

Universitas Indonesia

yang dihasilkan oleh data center dibanding unit tenaga atau energi yang

dibutuhkan. Sebagai contohnya Data Center Productivity dan Data Center Energy

Productivity yang dikembangkan oleh The Green Grid serta Corporate Average

Data Center Efficiency oleh Uptime Institute (VanGeet, 2011). Pengembangan

yang lain adalah yang direkomendasikan oleh Data Center Efficiency Task Force

dipelopori oleh The Green Grid yang membagi PUE menjadi PUE0 sampai

dengan PUE3 dengan variasi pengukuran yang lebih spesifik untuk memudahkan

perbaikan pada aspek tertentu (Data Center Efficiency Task Force, 2011).

Dengan menggunakan perhitungan yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 semakin

kecil angka SI-EER atau PUE maka semakin besar tingkat efisiensinya, karena ini

berarti energi yang dibutuhkan diluar kebutuhan perangkat TI dapat ditekan.

Sebuah data center yang ideal adalah yang konsumsi energinya seluruhnya

digunakan untuk memproses permintaan komputasi. Permintaan komputasi data,

secara terperinci bisa terdiri dari eksekusi komputasi oleh CPU, pengaksesan

memory dan media penyimpanan serta pertukaran data melalui jaringan.

Kenyataannya ada juga energi yang dibutuhkan untuk mendukung komputasi

tersebut misalkan energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan server, penerangan

dan kebutuhan lain-lain.

Gambar ‎2.9 Alur Distribusi Daya dan Kerugian di Data Center (Newcombe, Data Centre

Energy Efficiency Metrics, 2010)

Gambar 2.9 menggambarkan secara sederhana aliran sumber daya di dalam data

center. Dengan bantuan diagram tersebut dapat ditelusuri sumber inefisiensi untuk

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

29

Universitas Indonesia

keperluan perbaikan. Sebuah data center dapat dikatakan memiliki efisiensi yang

tinggi jika memiliki PUE ≤ 1.4 atau DCiE ≥ 0.7 (VanGeet, 2011).

Selain tekanan kepentingan bisnis, alasan operator data center untuk

meningkatkan efisiensi data center karena adanya regulasi yang mendorong

pengoperasian data center yang lebih efisien. Seperti yang terjadi di Amerika

Serikat (Brill, Data Center Energy Efficiency and Productivity, 2007), Inggris dan

Uni Eropa (Aggar, 2011).

2.4 Peningkatan Efisiensi Data Center

Sebagian besar pengukuran efisiensi di atas berfokus pada aspek energi, padahal

kapasitas sebuah data center selain diukur dari besarnya energi yang tersedia, juga

dikukur dari kapasitas ruangan yang bisa digunakan. Berdasarkan survei yang

dilakukan oleh Future Facilities tahun 2011, dalam skala global, jumlah energi

data center yang tidak dapat digunakan sebesar 30% atau 4.65GW dari 15.5GW,

sedangkan jumlah kapasitas ruangan data center yang tidak dapat dimaanfaatkan

sebesar 2.87 juta meter persegi (Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi, 2012).

Untuk meningkatkan efisiensi sebuah data center harus dilakukan evaluasi dan

perbaikan secara menyeluruh baik dalam disain dan operasional data center.

Menurut kajian McKinsey beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki

efisiensi data center adalah sebagai berikut (Kaplan, Forrest, & Kindler, 2008) :

1. Meninjau kembali kebijakan bisnis, termasuk seberapa besar data yang

disimpan, analisis apa yang dilakukan, transaksi mana yang harus dilakukan

secara real-time dan aplikasi mana yang memiliki kemampuan disaster

recovery.

2. Mengurangi kebutuhan sumber daya dengan melakukan tuning aplikasi dan

re-architechture.

3. Memperbaiki utilisasi aset infrastruktur dengan memperbaiki disain solusi,

virtualisasi, penggabungan aplikasi dan de-commisioning server.

4. Memperbaiki utilisasi fasilitas data center dengan memperbaiki prediksi

kebutuhan dan manajemen kapasitas.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

30

Universitas Indonesia

5. Optimalisasi fasilitas yang sudah ada (misal: pengurangan pendinginan

untuk baris panas, pengaturan kembali susunan perangkat untuk

memperbaiki utilisasi ruangan).

6. Optimalisasi disain data center baru (misalnya rancangan pipa disesuaikan

untuk memanfaatkan pendingingan di musim dingin).

7. Meletakkan tugas tanggung jawab pada pembuat keputusan di bidang

teknologi (misal: CIO) atas fasilitas data center, termasuk dalam hal

pengambilan keputusan, kapasitas, biaya dan dampak lingkungan.

8. Mengimplementasikan pengukuran efisiensi energi data center.

Uptime Institute memberikan panduan yang lebih terstruktur tentang apa saja

yang bisa dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dengan membaginya menjadi

dua macam kategori: inisiatif TI dan inisisiatif prasarana (facility initiative) (Brill

& Stanley, IT and Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency,

2009).

Tabel ‎2.1 Ringkasan Perbaikan Efisiensi

Sumber : IT and Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency, Uptime Institute, 2009

Summary of IT and Facility Efficiency Initiatives

IT Initiatives Facility Initiatives

Kill “comatose” servers and storage

Reduce or eliminate uneconomic

demand for new applications

Implement virtualization

Select energy efficient IT hardware

Enable power save features

Correctly set temperature and humidity

control points

Match the number of cooling units the

the actual heat load

Make sure all cooling units can deliver

their rated capacity

Deliver cold air where it is needed

Eliminate humidification and

dehumidification

Lebih jauh McKinsey dan Uptime Institute membuat metrik baru dalam mengukur

efisiensi data center perusahaan rata-rata (Corporate Average Datacenter

Efficiency, CADE), yang merupakan gabungan dari efisiensi TI dan efisiensi

prasarana.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

31

Universitas Indonesia

Gambar ‎2.10 Corporate Average Data Center Efficiency

Sumber: Revolutionizing Data Center Efficiency, Uptime Institute, 2008

Di dalam metrik ini (gambar 2.10) efisiensi baik TI maupun prasarana tidak hanya

ditentukan oleh tingkat efisiensinya tetapi ditentukan pula utilisasi asetnya.

Dalam penelitian ini penulis hanya membahas efisiensi prasarana, karena sebagai

penyedia data center bagi pihak ketiga PT DSJ tidak bertanggung jawab atas

pengelolaan aset TI yang menjadi tanggung jawab perusahaan pengguna data

center.

Efisiensi prasarana ditentukan oleh efisiensi aset data center, sedangkan efisiensi

energi data center berdasarkan rekomendasi dari Uptime Institute lebih banyak

berhubungan dengan sistem pendiginan karena untuk sistem kelistrikan, begitu

terpasang, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk memperbaiki efisiensinya.

Dalam hal sistem kelistrikan yang dapat dilakukan hanyalah merubah beban

perangkat TI, sedangkan mengganti perangkat listrik dengan yang lebih efisien

terlalu mahal dan berisiko (Brill & Stanley, IT and Facilities Initiatives for

Improved Data Center Efficiency, 2009).

2.4.1 Optimalisasi Aset Data Center

Berdasarkan penelitian dari Future Facilities, berkurangnya efisiensi aset data

center disebabkan oleh fragmentasi dari penggunaan aset data center yang terdiri

dari ruangan, listrik dan pendingin. Fragmentasi disebabkan oleh operator data

center melanggar asumsi beban yang ditetapkan pada saat proses perancangan.

Salah satu contohnya adalah operator data center telah menetapkan asumsi

kerapatan daya rak, ternyata setelah diimplementasikan, asumsi tersebut salah.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

32

Universitas Indonesia

Kesalahan tersebut dapat menyebabkan fragmentasi baik kapasitas ruangan

maupun kapasitas listrik tergantung dari perkiraan yang dibuat terlalu rendah atau

terlalu tinggi. Hasilnya adalah kehilangan kapasitas data center yang bisa dipakai

(Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi, 2012).

Gambar ‎2.11 Fragmentasi Data Center (Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi, 2012)

Fragmentasi diilustrasikan pada gambar 2.11, dimana pada saat perancangan di

dibuat asumsikan kerapatan daya tiap rak. Berdasarkan asumsi ini dihitung

kapasitas perangkat kelistrikan dan pendingin sehingga pemakaian aset baik

ruangan, listrik dan pendingin dapat dioptimalkan. Ternyata setelah beban

dipasang kerapatan rak tidak sesuai dengan asumsi. Untuk rak-rak dengan

kerapatan yang lebih rendah dari yang diperkirakan terjadi kelebihan kapasitas

listrik dan pendingin. Kelebihan itu tidak bisa dimanfaatkan karena kapasitas

ruangan sudah habis dan tidak bisa ditambah. Untuk kerapatan rak yang lebih

tinggi dari yang diperkirakan, terjadi kekurangan kapasitas listrik dan pendingin

serta kelebihan kapasitas ruangan yang tidak bisa dimanfaatkan.

Untuk itu aset data center harus selalu dipantau agar pembebanannya dapat

diseimbangkan dan menghindari terjadinya kapasitas terlantar (stranded

capacity). Kapasitas terlantar adalah kapasitas yang tidak bisa dimanfaatkan

akibat kesalahan perancangan ditandai dengan kekurangan salah satu dari

kapasitas ruangan, listrik atau pendingin (Rasmussen, Power and Cooling

Capacity Management for Data Centers, 2012). Berikut contoh indikasi dari

adanya kapasitas terlantar :

- Power Distribution Unit (PDU) memiliki kapasitas yang cukup, tetapi

kekurangan slot untuk MCB, sehingga tidak bisa dialokasikan.

- Kapasitas ruangan masih tersisa, tetapi kapasitas listrik sudah habis.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

33

Universitas Indonesia

- Beberapa PDU kelebihan beban, sedang yang lain kekurangan

- Unit pendingin ditempatkan pada area yang salah.

- Beberapa area telalu panas, sedang area lain terlalu dingin.

2.4.2 Peningkatan Efisiensi Energi Data Center

Seperti yang telah disebutkan, peningkatan efisiensi energi di dalam data center

lebih banyak dilakukan dengan melakukan penyesuaian dalam sistem pendingin.

Salah satu penyesuaian penting dan paling mudah dilakukan dalam sistem

pendinginan yang berdampak besar pada peningkatan efisiensi adalah penentuan

titik setel pengaturan suhu dan kelembaban yang tepat.

Kebanyakan operator data center melakukan kesalahan dengan mengukur suhu

pada bagian keluaran perangkat TI. Jika suhu pada bagian keluaran dijaga pada

titik 22 derajat, maka akibatnya suhu pada bagian pemasukan berada pada titik 15

derajat atau lebih rendah. Hasilnya sistem pendingin akan bekerja lebih keras dan

membutuhkan lebih banyak energi. Praktek yang paling tepat adalah mengatur

suhu udara yang akan masuk kedalam perangkat TI bukan pada bagian keluaran

(Brill & Stanley, IT and Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency,

2009).

Titik setel suhu dan kelembaban juga dapat ditingkatkan pada titik maksimal yang

dapat ditolerir oleh perangkat. Rekomendasi ASHRAE tentang ketinggian titik

setel yang dapat diterima oleh perangkat juga selalu mengalami revisi, dimana

terdapat peningkatan (ASHRAE, 2011), seperti yang terlihat pada tabel 2.2.

Tabel ‎2.2 Perbandingan Rekomendasi ASHRAE 2004 vs 2008

Sumber : ASHRAE, 2009

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

34

Universitas Indonesia

Jika rekomendasi tahun 2008 toleransi suhu operasional adalah 18 – 27 derajat

celcius, operator data center memutuskan untuk membuat batasan suhu 20 – 25

derajat celcius, maka titik tengahnya adalah 22.5. Titik tersebut dijadikan sebagai

titik setel. Pada tahun 2011 ASHRAE merevisi rekomendasinya dengan

memperlebar toleransi suhu operasional antara 15 - 32 derajat celcius (ASHRAE,

2011), dan operator data center membuat batasan suhu 22 – 30 derajat celcius,

sehingga titik setelnya menjadi 26 atau naik 3.5 derajat.

Kenaikan titik setel 3.5 derajat tersebut berdampak besar karena terjadi efek

domino kenaikan di unit CRAC, chilled water dan mesin chiller (Newcombe,

Analysis of data centre cooling energy efficiency, 2011). Gambaran pemborosan

energi akibat titik setel sistem pendingin yang tidak tepat seperti terlihat dalam

gambar 2.12, dimana Delta-T adalah perbedaan suhu antara titik setel dengan suhu

terendah dalam sistem pendingin. Jika titik setel dinaikkan, maka Delta-T akan

turun, besarnya Delta-T berbanding lurus dengan besarnya energi yang

dibutuhkan dalam melakukan pendinginan.

Gambar ‎2.12 Pemborosan energi akibat titik setel yang tidak tepat

Sumber : (Newcombe, Analysis of data centre cooling energy efficiency, 2011)

Sumber pemborosan lain dalam sistem pendingin adalah distribusi udara yang

kurang baik. Jika tidak dilakukan pengaturan distribusi udara yang baik, maka

udara panas yang dikeluarkan oleh perangkat TI akan kembali masuk ke dalam

ruangan dan bercampur dengan udara dingin. Akibatnya mesin pendingin akan

bekerja lebih keras dan membutuhkan lebih banyak energi (Newcombe, Analysis

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

35

Universitas Indonesia

of data centre cooling energy efficiency, 2011) dan (Tschudi, Mills, Greenberg, &

Rumsey, 2006).

Gambar ‎2.13 Isolasi lorong dingin dan lorong panas.

Untuk mencegah bercampurnya udara panas dengan udara dingin dapat dilakukan

dengan melakukan isolasi baik pada lorong panas maupun lorong dingin (Gambar

2.13). Menurut Niemann keuntungan isolasi lorong dingin atau panas adalah

(Niemann, 2008) :

- Memungkinkan peningkatan titik setel: dengan adanya isolasi maka titik

setel bisa ditingkatkan dan sebagai akibatnya energi bisa dihemat.

- Mengurangi biaya proses humidifikasi/dehumidifikasi (pengaturan

kelembaban udara): jika udara panas langsung dibawa ke CRAC, maka

tidak ada kelembaban yang ikut terbawa, dengan tidak adanya kelembaban

yang diambil dari data center, maka tidak perlu dilakukan proses

penambahan kelembaban/humidifikasi (tidak berlaku di daerah tropis

dengan kelembaban tinggi)

- Secara umum memperbaiki struktur fisik data center sehingga dapat

membantu peningkatan utilisasi dari perangkat pendingin.

Praktek lain yang dapat meningkatkan efisiensi energi data center adalah dengan

melakukan pendinginan hanya sesuai dengan kebutuhan saja. Pendinginan

dilakukan secara tepat baik dalam jumlah unit mesin pendingin yang dioperasikan,

kapasitas maupun titik mana yang perlu didinginkan (Brill & Stanley, IT and

Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency, 2009). Agar

pendinginan dapat dilakukan dengan tepat harus dilakukan pemantauan dan

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

36

Universitas Indonesia

pengukuran secara terus menerus (Rasmussen, Power and Cooling Capacity

Management for Data Centers, 2012).

2.5 Data Center Infrastructure Management

Berdasarkan kajian McKinsey tahun 2008, penyebab ketidakefisienan data center

dapat dikelompokan menjadi dua penyebab utama yaitu “buruknya manajemen

kapasitas TI” dan “kurangnya pengawasan dari pimpinan TI” (Ulichnie, 2008).

Menurut Ulichnie kedua hal tersebut dapat diatasi dengan menerapkan prinsip-

prinsip best practice yang terdapat dalam Information Technology Infrastructure

Library (ITIL). Configuration Management dalam ITIL dapat diterapkan dalam

mengatasi “buruknya manajemen kapasitas TI”. Sedangkan pengawasan oleh

pimpinan TI juga merupakan salah satu prinsip yang diterapkan dalam ITIL. Di

dalam ITIL di atur bagaimana problem dibuat strukturnya, perubahan dan

manajemen konfigurasi dikombinasikan dengan pengukuran kinerja untuk

memperoleh data kuantitatif yang dapat digunakan oleh eksekutif melakukan

tinjauan dan aksi (Ulichnie, 2008).

Gambar ‎2.14 ITIL Versi 3

Sumber: An Introductory Overview of ITIL® V3 (Cartlidge, Hanna, Rudd, Macfarlane,

Windebank, & Rance, 2007)

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

37

Universitas Indonesia

Gambar 2.14 menunjukkan prinsip-prinsip dari ITIL yang dapat diterapkan dalam

pengelolaan infrastruktur data center secara keseluruhan.

Dalam konteks data center, David Cole memetakan komponen utama dalam

pegelolaan data center menjadi beberapa proses yang saling terkait dan dilakukan

secara terus menerus, dimulai dari analisis prakiraan, perencanaan, disain,

pengoperasian, pemantauan, kembali lagi ke proses analisis dan seterusnya

(gambar 2.15) (Cole, 2012).

Gambar ‎2.15 Komponen Manajemen Data Center

Sumber: Data Center Knowledge Guide to DCIM, 2012

Tool yang dapat digunakan oleh operator data center untuk mengoperasikan

secara efektif dan efisien sistem yang kompleks ini dikelompokkan ke dalam

solusi yang secara kolektif dikenal dengan Data Center Infrastructure

Management (DCIM) (Cole, 2012). Menurut Villars, DCIM digunakan sebagai

tool manajemen untuk mengelola seluruh aspek data center, menyediakan cara

pandang yang sama terhadap kondisi saat ini yang dibutuhkan untuk

meningkatkan efisiensi infrastruktur data center maupun utilisasi aset TI.

Implementasi DCIM yang baik dapat membantu operator data center dalam

meningkatkan pemanfaatan kapasitas yang tersedia, menghindari biaya

pembangunan dan ekspansi yang terlalu mahal dan mengoptimalkan kinerja TI

dalam menghadapi kompleksitas yang makin meningkat, memungkinkan

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

38

Universitas Indonesia

organisasi untuk dapat segera mengambil manfaat dari inovasi bisnis (Villars,

2012).

Gartner mendefinisikan DCIM sebagai tool untuk memantau, mengukur,

mengelola dan atau mengatur penggunaan data center dan konsumsi seluruh

perangkat yang berhubungan dengan TI (misalnya server, penyimpanan data dan

perangkat jaringan), dan komponen infrastruktur data center (Cole, 2012).

Gambar ‎2.16 DCIM menjembatani TI dengan Infrastruktur Data Center

Seperti yang tergambar dalam gambar 2.16, DCIM membantu dalam mengelola

data center secara menyeluruh, mengkonsolidasikan data sebagai acuan yang

sama dalam melakukan perancangan, pengoperasian, pengukuran, pemantauan

serta evaluasi komponen TI dan infrastruktur data center.

Ada berbagai macam model DCIM yg diusulkan, Gartner dan Forrester

mengusulkan model yang lebih konseptual, Model Gartner terdiri dari input,

proses, output serta kontrol. Model yang lebih komprehenfif diusulkan oleh Group

451 dengan merincikan komponen-komponen fungsional DCIM seperti yang

tergambar dalam gambar 2.17 (Cole, 2012).

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

39

Universitas Indonesia

Gambar ‎2.17 Model DCIM Group 451 (Cole, 2012)

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh IDC, pada tahun 2011 setidaknya ada

20 penyedia solusi DCIM dan proses pemilihan penyedia DCIM menjadi semakin

kompleks (Broderick, 2012). Diperkirakan jumlah penyedia solusi DCIM akan

semakin bertambah, data center yang menggunakan DCIM pada tahun 2014 juga

akan meningkat menjadi 60% dari angka 1% pada tahun 2010 (Cappuccio, 2010).

Meskipun komponen-komponen DCIM yang ditawarkan oleh penyedia solusi

DCIM hampir sama, tetapi setiap penyedia mempunyai penekanan aspek

manajemen yang berbeda-beda. Untuk itu operator data center harus memilih

produk DCIM yang paling sesuai dengan karakter data centernya (Cole, 2012).

Sebagai contoh data center A adalah data center yang lebih tua usianya. Data

center A tidak mempunyai PDU yang menggunakan meter, jadi tidak bisa

dipantau penggunaannya. Selama ini data-data aset infrastruktuk data center

tersebar dalam bentuk spreadsheet diagram Visio dan AutoCAD. Tujuan data

utama center A menerapkan DCIM adalah melakukan pelacakan aset dengan baik

untuk memudahkan pemanfaatan dan pemeliharaannya.

Data center B adalah data center baru, komponen infrastrukturnya seperti PDU

dan CRAC mempunyai meter dan bahkan bisa dibaca dan dikendalikan melalui

jaringan. Sistem virtualisasi perangkat TI juga diterapkan di data center ini,

sehingga perubahan dukungan energi listrik dan pendingin sangat dinamis. Tujuan

data center B menerapkan DCIM adalah agar dengan cepat merespon perubahan

kebutuhan TI secara realtime.

Untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut tidak bisa disamaratakan, karena

karakteristik solusi yang diingikan juga berbeda. Sedangkan biaya investasi yang

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

40

Universitas Indonesia

harus dikeluarkan untuk implementasi DCIM juga tidak sedikit. Menurut Gartner,

biaya implentasi DCIM untuk data center seukuran 464 m2 bisa mencapai ratusan

ribu dollar (Cole, 2012). Untuk itu pemilihan produk DCIM yang tepat harus

dilakukan agar investasi yang besar tidak terbuang atau tidak dapat memberikan

manfaat seperti yang direncanakan.

2.6 Analytic Hierarchy Process

Proses pengambilan keputusan dalam menentukan pilihan atas beberapa pilihan

yang ada dapat dilakukan dengan cara membandingkan pilihan berdasarkan

kriteria maupun sub-kriteria yang ada. Dari berbagai kriteria dan sub-kriteria yang

ada dilakukan penentuan skala prioritas yang menjadi patokan pembobotan

penilaian berdasarkan kriteria tersebut. Teknik pengambilan keputusan dengan

cara sistematis seperti di atas dikenal dengan Analytic Hierarchy Process yang

dikembangkan oleh Thomas L Saaty. Inti dari proses ini adalah membuat skala

perbandingan mana kriteria yang lebih penting dari kriteria-kriteria perbandingan

yang ada (Saaty, 2008).

Gambar ‎2.18 Model AHP (Saaty, 2008)

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

41

Universitas Indonesia

Langkah-langkah yang di ambil untuk mengambil keputusan dapat

dikelompokkan dalam beberapa kegiatan sebagai berikut :

1. Definisikan masalah dan solusi apa yang akan kita cari.

2. Susun hirarki pengambilan keputusan mulai dari tujuan dari keputusan,

kemudian pertimbangan dari perspektif yang lebih luas, selanjutnya

pertimbangan menengah, yaitu kriteria yang bisa terbentuk dari beberapa

sub-kriteria sampai ke pertimbangan yang paling rendah (biasanya berupa

beberapa pilihan).

3. Buat sebuah matriks perbandingan berpasangan. Tiap elemen dari level

yang atas digunakan untuk membandingkan elemen-elemen yang tepat

dibawahnya (elemen-elemen penyusunnya).

4. Gunakan prioritas yang didapat dari perbandingan-perbadingan di atas

untuk menimbang bobot dari prioritas kriteria yang tepat dibawahnya.

Lakukan untuk setiap elemen. Kemudian dari setiap element dibawahnya

jumlahkan semua nilai yang sudah diberikan bobot sebagai prioritas

global atau keseluruhan. Lanjutkan proses pembobotan dan penjumlahan

sampai kita dapatkan nilai prioritas final dari tingkat yang paling bawah,

yaitu sampai pada alternatif pilihan yang ada

Dalam melakukan perbandingan berpasangan untuk mendapatkan konsistensi

pemeringkatan digunakan rasio konsistensi (Consistency Ratio, CR). Dimana

pemeringkatan dengan rasio konsistensi kurang dari 10%, maka pemeringkatan

tersebut bersifat obyektif dan valid, bila lebih besar dari 10% berarti pada

pemeringkatan tersebut terdapat inkonsistensi atau ketidakkonsistenan pada saat

pembobotan. Sedangkan preferensi diukur dan diberi skor 1 sampai 9, seperti

yang terncantum dalam tabel 2.3.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

42

Universitas Indonesia

Tabel ‎2.3 Nilai Pembobotan dan Kriteria Alternatif

Derajat Definisi Penjelasan

1 Sama penting Dua alternatif berkontribusi sama atas satu kepentingan

3 Secara moderat lebih penting Satu alternatif sedikit lebih disukai di atas yang lain

5 Kuat kepentingannya Satu alternatif sangat mendukung satu tujuan di atas

yang lain

7 Sangat kuat kepentingannya Sebuah alternatif lebih disukai lebih dari yang lain dan

bersifat dominan

9 Penting Ekstrim Satu alternatif memiliki preferensi paling tinggi

2,4,6,8 Skor Antara nilai antara skor di atas dan bawahnya

Metode AHP sebagai alat untuk memudahkan pengambilan keputusan dalam

situasi yang melibatkan banyak kriteria atau Atibut (Multi Criteria Dicision

Making, MCDM atau Multi Attribute Dicision Making, MADM) dalam kehidupan

sehari-hari telah banyak dilakukan, seperti dalam perencanaan perusahaan,

pemilihan portofolio, analisis keuntungan/biaya oleh instansi pemerintah dalam

pengalokasian sumber daya (Tzeng & Huang, 2011). Beberapa penelitian juga

sudah banyak dilakukan yang membahas contoh kasus penggunaan AHP,

diantaranya pemilihan konsultan (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha, 2012),

pemilihan pemasok (Özkan, Başlıgil, & Şahin, 2011), pemilihan platform gadget

(Wibisono, 2012) dan pemilihan perangkat lunak (Alanbay, 2005), (Liang, 2007)

dan (Wei, Chien, & Wang, 2005).

2.7 Penilaian Kualitas Perangkat Lunak

Pendekatan pengukuran dan penilaian kualitas perangkat lunak telah banyak

dilakukan, diantaranya oleh McCall (McCall, Paul, & Walters, 1977) membuat

model dengan 11 kriteria peniliaian, Boehm (Boehm, Brown, & Lipow, 1976)

dengan 19 karakteristik serta Grady dan Caswell (1987) dengan 24 atribut yang

dikenal dengan FURPS (Functionality, Usability, Reliabilty, Portability and

Stablity) . Pemodelan kualitas perangkat lunak di atas mirip satu sama lain dalam

berbagai aspek, perbedaan utamanya hanyalah dalam hal terminologi. Untuk itu

agar lebih seragam dan lebih sederhana dibuatlah standar internasional untuk

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

43

Universitas Indonesia

kualitas perangkat lunak yaitu standar ISO 9126 (International Standard 9126,

1991) (Liang, 2007).

Tabel ‎2.4 Perbandingan Model Kualitas Perangkat Lunak (Rawashdeh & Matalkah, 2006)

Tabel 2.4 memperlihatkan perbandingan model kualitas perangkat lunak.

Berdasarkan standar ISO 9126 (International Standard 9126, 1991) kualitas

perangkat lunak dinilai berdasarkan 6 kriteria utama yaitu bersarkan :

fungsionalitas (fuctionality), kehandalan (realibility), kegunaan (usability),

efisiensi, kemudahan perawatan (maintainablity) dan portabilitas (portability).

Pada tahun 1996 Dromney menambahkan maturity dan reusability dalam model

penilaian kualitas software-nya (Rawashdeh & Matalkah, 2006).

2.7.1 Standar ISO/IEC 25010

Standar ISO 9126 hanya menetapkan karakteristik apa saja yang diukur dalam

modelnya, tetapi cara panduan penilaian kualitas secara menyeluruh dan cara

melakukan pengukuran tidak diatur. ISO/IEC menyempurnakan model kualitas

perangkat lunak pada tahun 2001 dengan membagi standar ISO 9126 menjadi

empat bagian, yaitu ISO/IEC 9126-1 (penyempurnaan model kualitas perangkat

lunak), 9126-2 (metrik internal), 9126-3 (metrik external) dan 9126-4 (metrik in-

use atau metrik perangkat lunak dalam penggunaan) (Cote, Suryn, Martin, &

Laporte, 2004). Selanjutnya ISO/IEC mengembangkan lagi standarnya menjadi

satu set standar yang lebih komprehensif yang disebut dengan framework

SQuaRE (system and software quality requirement and evaluation) (Esaki, 2013).

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

44

Universitas Indonesia

Gambar ‎2.19 Framework SQuaRE (ISO/IEC 25010, 2011)

Gambar 2.19 menunjukkan framework SQuaRE yang terdiri dari 5 bagian, yaitu

Kebutuhan Kualitas/Quality Requirement (2503n), Model Kualitas/Quality Model

(2501n) yang merupakan pembaharuan dari seri ISO/IEC 9126, Manajement

Kualitas/Quality Management (2500n), Pengukuran Kualitas/Quality

Measurement (2520n) dan Evaluasi Kualitas/Quality Evaluation (2504n). Lebih

jauh dalam framework SQuaRE diatur hubungan antara berbagai model kualitas

yang digunakan dengan target kualitas seperti yang terdapat pada gambar 2.20.

Gambar ‎2.20 Hubungan Model dengan Target Kualitas (ISO/IEC 25010, 2011)

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

45

Universitas Indonesia

Dalam diagram pada gambar 2.20 terdapat beberapa model kualitas yang

digunakan dalam menilai kualitas keseluruhan sistem. Model kualitas produk

(ISO/IEC 20510) digunakan untuk menilai kualitas perangkat lunak secara

internal, yaitu kualitas perangkat lunak itu sendiri dan kualitas perangkat lunak

eksternal, yaitu kualitas perangkat lunak dalam hubungannya dengan hardware,

data dan perangkat lunak lain yang tergabung dalam suatu sistem komputer.

Model kualitas data (ISO/IEC 25012) digunakan untuk menilai kualitas data yang

digunakan atau dihasilkan dari sistem. Model kualitas dalam penggunaan (juga

dalam ISO/IEC 25010) digunakan untuk menilai kualitas perangkat lunak yang

digunakan dalam sistem interaksi manusia-komputer dan ekosistemnya secara

keseluruhan.

Standar ISO/IEC 25010 merincikan karakteristik dan sub-karakteristik dari

produk perangkat lunak yang menjadi dasar penilaian kualitas softaware secara

internal dan eksternal dengan hirarki seperti yang terdapat pada gambar 2.21.

Gambar ‎2.21 Hirarki Model Kualitas Perangkat Lunak (ISO/IEC 25010, 2011)

Masing-masing kriteria tersebut dibagi lagi menjadi beberapa sub-kriteria yaitu :

- Functional Suitability: derajat yang mengukur sejauh mana produk atau

sistem memenuhi kebutuhan jika digunakan dalam kondisi yang

ditentukan.

o Functional completeness: atribut dari perangkat lunak yang

menyatakan ketersediaan dan kesesuaian fungsionalitas perangkat

lunak untuk memenuhi seluruh tujuan pengguna dan tugas yang

ditentukan.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

46

Universitas Indonesia

o Functional correctness: tingkat keakuratan dari perangkat lunak

dalam menghasilkan output sesuai yang diinginkan, misalnya

derajat desimal hasil perhitungan perangkat lunak.

o Functional appropriateness: derajat yang menunjukkan sejauh

mana perangkat lunak menyediakan fasilitas untuk menyelesaikan

tugas atau tujuan tertentu secara tepat, misalnya pengguna hanya

diharuskan melakukan langkah-langkah tertentu untuk

menyelesaikan suatu tugas tertentu dan menghindari langkah-

langkah yang tidak perlu.

- Performance Efficiency: kinerja relatif terhadap jumlah sumber daya yang

digunakan dalam kondisi yang ditentukan.

o Time behaviour: kecepatan perangkat lunak dalam merespon

perintah dan kecepatan transaksi.

o Resource utilization: kebutuhan perangkat lunak atas sumber daya

dan lamanya waktu yang diperlukan dalam penggunaan sumber

daya.

o Capacity: pemenuhan perangkat lunak terhadap kapasitas

maksimal yang harus dipenuhi.

- Compatibility: derajat yang menunjukkan sejauh mana perangkat lunak

dapat saling bertukar informasi dengan produk, sistem atau komponen lain

dan atau tetap dapat berfungsi ketika berbagi dalam hardware atau

lingkungan perangkat lunak yang sama.

o co-existence: derajat sejauh mana perangkat lunak dapat berfungsi

secara efisien ketika berbagi lingkungan dan sumber daya yang

sama dengan produk lain tanpa saling mengganggu.

o Interoperability: kemampuan perangkat lunak dalam berinteraksi

dengan sistem yang diinginkan.

- Usability: derajat sejauh mana sebuah produk atau sistem dapat digunakan

oleh pengguna tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektif,

efisien dan kepuasan dalam konteks penggunaan tertentu.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

47

Universitas Indonesia

o appropriateness recognizability: kemudahan pengguna dalam

menilai apakah sebuah perangkat lunak atau produk sesuai dengan

kebutuhan mereka.

o Learnability: kemudahan pengguna dalam menguasai penggunaan

perangkat lunak.

o Operability: kemudahan pengguna dalam mengoperasikan

perangkat lunak.

o User error protection: kemampuan perangkat lunak untuk

melindungi pengguna dalam melakukan kesalahan.

o User interface aesthetics: derajat sejauh mana antarmuka pengguna

dapat memberikan kepuasan dan kesenangan bagi pengguna.

o Accessability: derajat sejauh mana perangkat lunak dapat

digunakan oleh orang dengan karakteristik dan kemampuan yang

beragam untuk mencapai tujuan tertentu dalan konteks penggunaan

tertentu.

- Reliability

o Maturity: atibut dari perangkat lunak yang menyatakan frekwensi

kegagalan akibat kesalahan dari perangkat lunak.

o Availability: tingkat ketersediaan operasional perangkat lunak atau

sistem.

o Fault-tolerance: kemampuan perangkat lunak untuk menjaga

fungsionalitas dan kinerjanya setelah terjadinya kesalahan

perangkat lunak atau kesalahan penggunaan oleh pengguna.

o Recoverability: kemampuan perangkat lunak untuk mengembalikan

fungsionalitas dan kinerjanya setelah terjadinya gangguan.

- Security: kemampuan perangkat lunak untuk mencegah akses data atau

penggunaan program oleh orang yang tidak berhak.

o Confidentiality: kemampuan perangkat lunak untuk memastikan

data hanya dapat diakses oleh pengguna yang mempunyai hak.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

48

Universitas Indonesia

o Integrity: kemampuan perangkat lunak untuk mencegah

penggunaan, perubahan program atau data yang tidak sah.

o Non-repudiation: kemampuan perangkat lunak untuk

membuktikan suatu kejadian atau aksi telah terjadi, sehingga

kejadian atau aksi tersebut tidak dapat diulangi lagi.

o Accountability: kemampuan perangkat lunak untuk melacak aksi

suatu entitas secara unik berasosiasi terhadap entitas tersebut.

o Authenticity: kemampuan perangkat lunak untuk memastikan

identitas pengguna.

- Maintainability: derajat sejauh mana perangkat lunak atau sistem dapat

secara efektif dan efisien dapat diubah oleh orang yang diberi tugas untuk

melakukan pemeliharaan.

o Modularity: derajat sejauh mana perangkat lunak dapat dipecah

menjadi komponen-komponen sehingga perubahan terhadap satu

komponen berdampak minimal terhadap komponen yang lain.

o Reusability: derajat sejauh mana suatu aset dapat digunakan lebih

dari satu sistem atau digunakan untuk membentuk aset yang lain.

o Analysability: kemudahan perangkat lunak untuk dapat dianalisis

ketika terjadi kegagalan, dan kemudahan penelusuran perubahan

konfigurasi.

o Modifiability: kemudahan untuk melakukan modifikasi perangkat

lunak ketika terjadi kesalahan atau perubahan lingkungan

operasional.

o Testability: kemudahan pengetesan perangkat lunak setelah

terjadinya modifikasi.

- Portability

o Adaptability: kemampuan perangkat lunak dalam beradaptasi

terhadap perubahan lingkungan operasional tanpa perlu modifikasi

perangkat lunak.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

49

Universitas Indonesia

o Installability: kemampuan dan kemudahan perangkat lunak untuk

dipasang pada lingkungan operasional yang telah ditentukan.

o Replaceability: kemampuan perangkat lunak untuk menggantikan

perangkat lunak sejenis dalam lingkungan operasional yang

ditentukan.

Dalam melakukan penilaian kualitas tidak praktis jika semua kriteria tersebut

diukur, untuk itu model kualitas tersebut dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan

(ISO/IEC 25010, 2011).

2.7.2 Penilaian Faktor Non-Teknis

Secara umum sebuah perangkat lunak atau sistem memiliki atribut atau

karakteristik yang terdiri dari karakteristik yang melekat dan karakteristik yang

disematkan padanya. Karakteristik yang melekat terdiri dari karakteristik

fungsional, yaitu karakteristik yang mencerminkan fungsi apa saja yang dapat

dilakukan dengan perangkat lunak tersebut dan karakteristik kualitas, yaitu

bagaimana kualitas perangkat lunak dalam menjalankan fungsinya. Sedangkan

karakteristik yang disematkan adalah karakteristik yang tidak mencerminkan

kualitas perangkat lunak secara langsung karena bisa diubah tanpa mengubah

perangkat lunak, misalnya harga, waktu pengiriman dan penyedia (ISO/IEC

25030, 2007).

Semua model kualitas perangkat lunak yang ada termasuk ISO/IEC 25010 hanya

berfokus pada karateristik teknis yang melekat pada perangkat lunak, padahal

faktor non teknis (manajerial, ekonomis dan politis) juga penting dalam proses

pemilihan perangkat lunak (Botella, et al., 2004). Botella et al. mengusulkan

pengembangan model kualitas dengan menambahkan faktor non teknis yang

hirarkinya mengikuti model ISO 9126 yaitu karateristik, sub karakteristik dan

atribut yang diturunkan kedalam metrik (Botella, et al., 2004).

Pendekatan yang dilakukan dalam menyusun model kualitas dari faktor non teknis

adalah dengan melakukan pendekatan tujuan-pertanyaan-metrik (Goal-Question-

Metrics, GQM). Dimulai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penggunaan

perangkat lunak kemudian diikuti oleh satu atau beberapa pertanyaan bagaimana

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

50

Universitas Indonesia

cara mengukur sebuah perangkat lunak dapat memenuhi tujuan yang telah

ditetapkan. Satu atau beberapa metrik kemudian diasosiasikan dengan pertanyaan

yang diajukan (Botella, et al., 2004).

Botella et al. mengusulkan faktor non-teknis yang berkaitan dengan produk seperti

distribusi (strategi komersial dan biaya lisensi) dan stabilitas (time-to-market dan

sejarah versi yang pernah beredar) serta yang berkaitan dengan penyedia seperti

ekonomi (market share dan anggaran riset & pengembagan), reputasi dan

dukungan. GESSI group dalam websitenya mengembangkannya menjadi 141 sub-

karakteristik (Carvallo, Franch, & Quer, Non-Technical Quality Features

Catalogue (Extension of the ISO/IEC 9126-1 Quality Model), 2011).

2.8 Kajian Penelitian Sebelumnya

Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian, penulis mempelajari beberapa

penelitian seputar penggunaan AHP dan penilaian kualitas perangkat lunak untuk

dijadikan sebagai bahan referensi, antara lain:

1. “An AHP-based approach to ERP” system selection (Wei, Chien, & Wang,

2005). Makalah dalam jurnal ini membahas tentang contoh kasus penggunaan

AHP untuk memilih produk ERP yang cocok bagi sebuah perusahaan

produsen alat-alat elektronik. Pada contoh kasus ini digunakan sebuah

metodologi dalam melakukan pemilihan produk ERP. Berdasarkan

metodologi yang diusulkan, dilakukan focus group discussion untuk

mendapatkan tujuan-tujuan dari implementasi ERP. Tujuan-tujuan tersebut

dibuat strukturnya, diterjemahkan kedalam kriteria-kriteria dan

dikelompokkan. Pada kasus ini pengelompokan kriteria yang menjadi bahan

pertimbangan pemilihan ERP menjadi dua kriteria, yaitu pertimbangan

berdasarkan produk ERP itu sendiri dan berdasarkan penyedia produk ERP.

2. “Selecting the optimal ERP software by combining ISO 9126 Standard and

Fuzzy AHP Approach” (Liang, 2007), Dalam makalah ini penulisnya

mengungkapkan dua contoh kasus pemilihan produk ERP pada dua

perusahaan yang berbeda. Kasus yang pertama adalah perusahaan produsen

komponen elektronik, sedangkan kasus kedua adalah di perusahaan jaringan

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

51

Universitas Indonesia

toko pengecer. Pengelompokan kriteria dalam pemilihan produk ERP yang

digunakan juga terdiri dari dua kelompok kriteria, yaitu kriteria kualitas

perangkat lunak dan kriteria manajemen, secara garis besar sama dengan

penelitian di atas. Hanya saja untuk penilaian produk digunakan standar

penilaian kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO 9126. Metode

yang digunakan dalam menentukan pilihan adalah Fuzzy AHP, yang

merupakan turunan dari AHP.

3. “ERP Selection Using Expert Choice Software”, (Alanbay, 2005). Makalah

yang disampaikan dalam simposium internasional tentang AHP tahun 2005 ini

membahas penggunaan perangkat lunak Expert Choice dalam pemrosesan

AHP pada kasus pemilihan perangkat lunak ERP. Produk ERP yang dipilih

ada dua, yaitu SAP diposisikan sebagai produk yang ditantang (defender)

karena dianggap lebih banyak dikenal dan Microsoft Axapta sebagai produk

penantang. Kriteria dan sub kriteria yang digunakan dalam memilih terdiri dari

3 kriteria utama yaitu yang berhubungan dengan teknologi, pengguna dan

penyedia.

4. “Supplier Selection Using Analytic Hierarchy Process: An Application From

Turkey” (Özkan, Başlıgil, & Şahin, 2011). Dalam makalah ini dibahas

penggunaan AHP dalam membantu memilih pemasok produk ERP bagi

sebuah instansi pemerintah di Turki. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan

terdiri dari 4 kriteria utama yaitu: harga, keadaan serta struktur organisasi

pemasok, kemampuan produksi dan kualitas layanan.

5. “ERP consultant selection problem using AHP, fuzzy AHP and ANP: A case

study in Turkey” (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha, 2012). Pembahasan dalam

penelitian ini difokuskan pada penggunaan metode AHP, fuzzy AHP dan ANP

dalam memilih konsultan ERP yang terbaik untuk ditugaskan dalam proyek

tertentu.

6. “Analisis Platform Gadget Yang Paling Potensial Menghasilkan Profit Dengan

Metode Analytic Hierarchy” (Wibisono, 2012). Tujuan penelitian ini adalah

memberikan pertimbangan kepada pengembang perangkat lunak plaftorm

mobile apakah yang paling potensial menghasilkan profit. Dalam penelitian

ini digunakan analisis keuntungan, Peluang, Biaya dan Risiko (Benefit,

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

52

Universitas Indonesia

Opprtunity, Cost and Risk, BOCR) sebagai salah satu turunan dari metode

analisis AHP.

2.9 Kontribusi Penelitian

Perangkat Lunak DCIM merupakan jenis produk baru, dimana penelitian seputar

DCIM masih sulit ditemukan. Untuk itu sebagian besar referensi yang digunakan

terkait dengan pemilihan perangkat lunak dengan tingkat kompleksitas yang setara

atau lebih tinggi, yaitu produk ERP. Beberapa persamaan yang ditemukan dengan

penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan metode AHP dalam membantu membuat pilihan

dengan banyak kriteria atau atribut (MCDM/MADM) seperti yang dilakukan

oleh Chun-Chin Wei et.al (Wei, Chien, & Wang, 2005), Shing-Ko Liang

(Liang, 2007), Oyku Alanbay (Alanbay, 2005), Özkan et.al (Özkan, Başlıgil,

& Şahin, 2011), Vayvay et.al (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha, 2012) dan

Wibisono (Wibisono, 2012).

2. Kriteria utama dalam pemilihan perangkat lunak terdiri dari dua kriteria utama

yaitu berkaitan dengan kualitas perangkat lunak dan kualitas pemasok seperti

yang dilakukan oleh Chun-Chin Wei (Wei, Chien, & Wang, 2005) dan Shin-

Ko Liang (Liang, 2007).

3. Dalam menilai kualitas perangkat lunak digunakan kriteria-kriteria yang

distandarkan dalam ISO/IEC 25010 yang merupakan pengembangan dari ISO

9126 seperti yang dilakukan oleh Shin-Ko Liang (Liang, 2007).

Adapun terdapat juga perbedaan-perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu :

1. Penulis menggunakan AHP dalam memilih produk DCIM sedangkan yang

lain menggunakannya dalam memilih produk ERP Chun-Chin Wei et.al (Wei,

Chien, & Wang, 2005), Shing-Ko Liang (Liang, 2007) dan Oyku Alanbay

(Alanbay, 2005), memilih pemasok Özkan et.al (Özkan, Başlıgil, & Şahin,

2011), memilih konsultan Vayvay et.al (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha,

2012) dan memilih platform gadget Wibisono (Wibisono, 2012)

2. Penulis memerinci kriteria-kriteria fungsionalitas perangkat lunak yang

spesifik terkait dengan pengelolaan data center.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

53

Universitas Indonesia

Perbandingan antara penelitian-penelitian yang dikaji dalam penelitian ini

digambarkan pada tabel 2.5.

Tabel ‎2.5 Perbandingan atas penelitian sebelumnya

Penelitian yang dilakukan sebelumnya

Fokus Penelitian

Wei, 2005 Liang, 2007 Özkan, 2011 Vayvay, 2012 Wibisono, 2012

Metode

AHP Fuzzy AHP

ISO 9126

AHP AHP

Fuzzy AHP

ANP

AHP

BOCR

Obyek Pilihan

Software ERP Software ERP Pemasok ERP

Konsultan ERP Platform gadget

Obyek Penelitian

Produsen alat elektronik

Produsen komponen elektronik dan jaringan toko retail

Instansi pemerintah

Perusahaan konsultan TI

Pengembang perangkat lunak

Sektor Manufaktur Manufaktur

dan perdagangan

Pemerintahan Jasa Jasa

2.10 Kerangka Teoretis

Dari berbagai macam literatur yang telah ditinjau di atas dirancang suatu kerangka

teoretis untuk melakukan analisis pemilihan produk DCIM yang dapat digunakan

untuk mengelola infrastruktur data center PT DSJ agar meningkat efisiensinya.

Dimulai dengan perincian komponen penyusun infrastruktur dan sistem TI, kedua

golongan aset tersebut dikelola dengan menggunakan bantuan DCIM. Diharapkan

dengan penggunaan DCIM utilisasi dan efisiensi infrastruktur dan sistem TI dapat

dioptimalkan sehingga pada akhirnya meningkatkan efisiensi data center secara

keseluruhan.

Dari perincian komponen-komponen yang harus dikelola serta fungsi-fungsi

pengelolaan yang diperlukan dalam mengelola data center didapatkan atribut-

atribut atau kriteria fungsionalitas DCIM yang diinginkan dan menjadi

pertimbangan pemilihan DCIM.

Selanjutnya dengan menggunakan metode AHP dilakukan proses pemilihan

produk DCIM yang sesuai. Kriteria pemilihan produk DCIM secara umum

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

54

Universitas Indonesia

dikelompokkan kedalam dua kriteria utama yaitu kriteria kualitas perangkat lunak

dan kriteria bisnis. Kriteria kualitas perangkat lunak diperinci menjadi beberapa

sub-kriteria dengan mengikuti model kualitas yang sesuai dengan standar

ISO/IEC 25010 dan disesuaikan dengan atribut yang melekat pada produk DCIM.

Model kualitas digunakan dengan terlebih dahulu memilih kriteria dan sub-kriteria

yang relevan.

Kriteria bisnis atau kriteria non teknis didapatkan dengan merujuk pada model

kualitas non teknis yang diusulkan oleh GESSI dan disesuaikan dengan kebutuhan

atau batasan spesifik PT DSJ.

Sesuai dengan metode AHP dilakukan pembobotan antar sub-kriteria dan antar

kriteria. Selanjutnya dilakukan penilaian relatif sub-kriteria dan kriteria dengan

alernatif produk DCIM yang dipilih untuk mendapatkan produk DCIM yang

paling sesuai. Keseluruhan konsep dapat dilihat dalam kerangka teoretis seperti

yang tergambar dalam gambar 2.22.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

55

Universitas Indonesia

Gambar ‎2.22 Kerangka Teoretis

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

56 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dibahas rancangan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini.

Penelitian dirancang menjadi beberapa langkah yang saling terkait dan

digambarkan dalam suatu diagram alir.

3.1 Rancangan Penelitian

Tipe penelitian ini adalah pembuatan kebijakan dan termasuk Multiple Criteria

Decision Making (MCDM), penyelesaiannya dilakukan dengan pendekatan

analisis kuantitatif dengan menggunakan metode AHP.

Gambar ‎3.1 Rancangan Penelitian

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

57

Universitas Indonesia

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar lebih terstruktur, dibuat

tahapan-tahapan penelitian seperti yang terdapat pada gambar 3.1. Dari gambar

tahapan penelitian tersebut maka dijabarkan tahapan dalam penelitian sebagai

berikut :

1. Pengumpulan data awal

Untuk mendapatkan informasi mengenai profil perusahaan serta permasalahan

yang dialami perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara

dengan staf dan manajemen PT DSJ serta studi dokumen dan website PT DSJ.

2. Perumusan masalah

Tujuannya adalah untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi oleh

perusahaan yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penelitian ini.

Masukannya adalah data-data hasil keluaran tahapan sebelumnya dan

interprestasi dari hasil wawancara dengan staf dan manajemen PT DSJ.

Selanjutnya permasalahan diinventarisir dan dicari kesimpulannya. Kemudian

dengan menggunakan diagram fishbone dilakukan analisis sebab-akibat dari

permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan divalidasi oleh pemangku

kepentingan di PT DSJ. Keluarannya adalah diagram sebab-akibat dari

permasalahan yang dihadapi oleh PT DSJ yang digunakan untuk menentukan

akar permasalahan yang akan diselesaikan. Hasil akhir dari tahap ini adalah

pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini.

3. Kajian pustaka

Dengan menggunakan masukan berupa pertanyaan penelitian yang dihasilkan

dari tahap sebelumnya, selanjutnya dilakukan kajian pustaka untuk

mendapatkan masukan dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya serta

teori-teori yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.

4. Penyusunan Kerangka Teori

Dari keseluruhan kajian pustaka yang dilakukan kemudian dikembangkan

kerangka teoretis dan metodologi yang tepat dan dapat digunakan dalam

keseluruhan tahapan penelitian ini.

5. Menentukan kriteria seleksi produk DCIM

Focus Group Discussion (FGD) yang pertama dilakukan untuk mendapatkan

pendapat expert yang dianggap berkompeten dalam memberikan masukan,

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

58

Universitas Indonesia

baik tentang hal teknis yang berkaitan dengan dunia data center, masalah non-

teknis serta mengerti konteks permasalahan di PT. DSJ. Melalui FGD ini dan

berdasarkan masukan kriteria penilaian kualitas software berdasarkan standar

ISO/IEC 25010 serta katalog non-teknis GESSI ditetapkan kriteria-kriteria

yang akan digunakan dalam proses seleksi produk DCIM. Dalam FGD ini

dipilih kriteria mana saja, baik teknis (dari ISO/IEC 25010) dan non-teknis

(katalog GESSI) yang sesuai dengan konteks PT DSJ.

6. Menyusun hirarki kriteria sesuai model AHP

Berdasarkan daftar kriteria yang dihasilkan dari proses FGD sebelumnya

kemudian disusun hirarki kriteria berdasarkan model AHP dan memasukkan

alternatif produk DCIM yang akan dipilih.

7. Melakukan pembobotan antar kriteria

Masih di dalam FGD yang pertama, selanjutnya dilakukan pembobotan dengan

perbandingan berpasangan antar kriteria. Perbandingan berpasangan antar sub-

kriteria dalam kriteria yang sama dan perbandangan antar kriteria utama

selanjutnya dihitung pembobotannya berdasarkan metoda AHP serta diperiksa

rasio konsistensinya dengan menggunakan tool AHPCalc.

8. Menentukan metrik penilaian alternatif

Melalui FGD yang kedua, dengan peserta yang sama dengan FGD yang

pertama, ditentukan metrik yang akan digunakan untuk menilai produk DCIM

sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Pendekatan yang

dilakukan adalah goal-question-metric.

9. Melakukan perbandingan alternatif terhadap kriteria.

Berdasarkan metrik yang telah ditentukan dilakukan penilaian alternatif produk

DCIM dengan kriteria yang telah ditetapkan. Data penilaian didapatkan dari

kuisioner yang dikirimkan kepada penyedia produk DCIM dan data sekunder

yang berupa informasi yang didapatkan dari website penyedia DCIM.

10. Analisis dengan metode AHP

Perbandingan berpasangan yang dilakukan baik antar kriteria maupun antar

alternatif produk DCIM selanjutnya di analisis dengan metode AHP dengan

bantuan software Open Decision Maker untuk mendapatkan peringkat

akhirnya.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

59

Universitas Indonesia

11. Membuat kesimpulan dan saran

Dari keseluruhan proses penelitian dibuat kesimpulan atas kegiatan penelitian

yang dilakukan dan saran untuk penelitian selanjutnya.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder sifat data yang dikumpulkan ada yang berfitat kualitatif ada yang

kuantitatif. Penjelasan terkait dengan tipe data dan metode pengumpulan data ini

akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Data permasalahan perusahaan

Data permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam pengoperasian dan

pengelolaan data center didapatkan dengan melakukan wawancara dengan

direksi dan manajemen bagian pemasaran dan operasional. Data-data tersebut

berupa data kualitatif. Data pendukung yang dikumpulkan adalah data

penjualan, diagram layout data center dan data pengukuran yang relevan

dengan permasalahan (misalnya data konsumsi listrik). Kesemua data tersebut

di atas adalah data primer dan digabungkan dan dibandingkan dengan data

sekunder yang didapat dari majalah dan website yang berhubungan membahas

tentang data center.

2. Data tujuan dan batasan implementasi DCIM.

Data primer mengenai tujuan implementasi DCIM didapatkan melalui Focus

Group Discussion (FGD) dengan pengambil keputusan dalam proyek

implementasi DCIM. Pengambil keputusan adalah Chief Executive Officer,

Chief Finance Officer/Chief Marketing Officer. Selain tujuan implementasi

DCIM pada FGD ini juga dikumpulkan batasan-batasan dalam pemilihan dan

implementasi produk DCIM seperti biaya maksimum dan target waktu

implementasi.

3. Data alternatif produk DCIM yang akan dipilih.

Data alternatif produk DCIM adalah data primer yang didapatkan melalui

korespondensi dengan penyedia DCIM dan data sekunder yaitu data

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

60

Universitas Indonesia

spesifikasi produk DCIM yang terdapat pada website resmi produsen DCIM

digabungkan dengan penelusuran artikel di majalah dan website yang

membahas tentang DCIM.

4. Data atribut produk DCIM yang akan dinilai.

Data atribut produk yang digunakan dalam komputasi menggunakan metode

AHP adalah data primer yang didapatkan dari Focus Discussion Group dari

pakar yang berkompeten di bidang data center dan Teknologi Informasi serta

bisnis perusahaan PT DSJ. Tujuan dari FGD adalah menerjemahkan kriteria

kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO/IEC 25010 ke dalam kriteria

yang dapat diterapkan untuk menilai produk DCIM. Selain itu data kriteria

bisnis didapatkan juga melalui FGD oleh pengambil keputusan.

3.3 Alat Bantu Analisis AHP

Metode penulis dalam melakukan analisis adalah sebagai berikut :

1. Aplikasi AHPCalc.

Aplikasi AHPCalc adalah aplikasi gratis berbasis Microsoft Excel yang

digunakan untuk melakukan perhitungan bobot antar kriteria atau antar

alternatif terhadap kriteria. Melalui aplikasi ini juga dihitung rasio

konsistensinya agar dapat diketahui jika ada perbandingan yang tidak

konsisten dan dapat segera diperbaiki. Kelemahan aplikasi ini adalah, aplikasi

ini hanya dapat digunakan untuk menghitung pembobotan antar kriteria atau

antar alternatif terhadap kriteria saja, tidak dapat digunakan untuk menghitung

AHP secara keseluruhan, sehingga diperlukan alat bantu yang lain.

2. Aplikasi Open Decision Maker

Aplikasi ODM adalah aplikasi pengolah AHP sumber terbuka yang dapat di-

download melalui website http://sourceforge.net/projects/opendecisionmak/.

Kelebihan aplikasi ini adalah jumlah dan level hirarki kriteria dapat ditambah

sesuai dengan kebutuhan. Kelemahannya adalah perhitungan rasio konsistensi

didapatkan setelah semua masukan perbandingan berpasangan dilakukan,

sehingga jika terjadi ketidakkonsistenan, penelusurannya cukup sulit, dan

proses perhitungan harus diulangi lagi.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

61 Universitas Indonesia

BAB 4

PROFIL PERUSAHAAN

PT Data Sinergitama Jaya adalah perusahaan yang didirikan secara khusus

sebagai perusahaan penyedia layanan data center dengan merek dagang

“ELITERY”. Konsep dasar data center ELITERY yang disediakan berupa

transparent data center, yaitu sekumpulan data center yang terhubung melalui

jaringan komunikasi data antara satu dengan lainnya secara transparan, sehingga

memiliki kehandalan yang tinggi (dengan adanya multi-redudansi). Dengan

konsep transparent data center, ELITERY memberikan kebebasan kepada para

kliennya untuk memilih lokasi manapun dari data center yang ada di dalam

jaringannya.

4.1 Profil Perusahaan

ELITERY merupakan hasil kolaborasi sinergis antara PT Inotech Indonesia, PT

Solusi Media Semesta (SMS), PT Faasri Utama Sakti dan PT Xtralink Solusi

Jaringan. Masing-masing mitra tersebut memiliki spesialisasi di bidangnya.

PT Inotech merupakan perusahaan yang sangat berpengalaman di bidang managed

services dan IT outsourcing, dimana sebagian besar kliennya berada di Amerika

Serikat, seperti Esurance and TIBCO (keduanya telah tercatat pada bursa

NASDAQ).

PT Solusi Media Semesta (SMS) merupakan perusahaan penyedia data center

yang berlokasi di Gedung Cyber (Jakarta) dan di Gedung Bumi Bina Usaha

(Bandung). SMS merupakan penyedia data center yang dipercaya oleh

perusahaan-perusahaan telekomunikasi global, seperti Hutchinson, PCCW,

Telstra, dan sebagainya.

PT Faasri Utama Sakti merupakan perusahaan di bidang inovasi teknologi

informasi yang telah berpengalaman dalam memberikan pelayanan kepada

berbagai perusahaan kelas dunia, seperti Unilever Indonesia, dan sebagainya.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

62

Universitas Indonesia

Sedangkan PT Xtralink Solusi Jaringan merupakan perusahaan penyelenggara

jaringan tertutup berbasis fiber optik. Perusahaan ini telah mengoperasikan

jaringan fiber optik hingga 2.000 km yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.

4.2 Visi dan Misi Perusahaan

Dalam menjalankan strategi perusahaan PT DSJ berpedoman mada Visi dan Misi

Perusahaan sebagai berikut :

Visi : Menjadi Penyedia Data Center Berkelas Dunia

Misi : Menyediakan solusi data center berstandar internasional dan

fasilitas Disaster Recovery Center yang beroperasi secara

professional. Dan mempunyai criteria sebagai berikut: Secure,

reliable & Robust, Green, Network Neutral, dan Transparent.

4.3 Strategi Bisnis Perusahaan

Saat ini PT Data Sinergitama Jaya memfokuskan diri pada bisnis data center yaitu

menyediakan solusi menyeluruh bagi kebutuhan data center dimulai dari disain,

konstruksi, manajemen dan operasional data center.

Untuk mencapai visi dan misi dari perusahaa, strategi yang dijalankan perusahaan

saat ini adalah :

a. Menyediakan data center yang sesuai dengan standar internasional. Saat ini

PT DSJ memiliki satu data center yang berada di Bogor yang telah

mendapatkan serifikasi Tier III dari Uptime Institute. Data Center PT DSJ

menjadi satu-satunya data center di Indonesia dan pertama kali di Asia

Tenggara yang mendapatkan sertifikasi dari Uptime Intitute.

b. Melakukan riset teknologi dan energi untuk meningkatkan efisiensi data

center.

c. Berkolaborasi dengan Uptime Institute sebagai founding member untuk

dapat dikenal sebagai ahli yang kompeten dalam perancangan data center

berstandar internasional.

d. Bekerja sama dengan pemilik data center yang lain untuk menjalin

kemitraan dalam mengelola dan meyediakan solusi data center.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

63 Universitas Indonesia

BAB 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini disajikan analisis dan pembahasan data yang dikumpulkan dalam

penelitian. Dengan mengikuti metode AHP dilakukan analisis data pembobotan

kriteria penilaian, pembobotan alternatif dan hasil akhir perhitungan pemilihan

produk DCIM yang terbaik.

5.1 Pemilihan Kriteria Penilaian

Untuk mendapatkan kriteria penilaian yang akan digunakan dalam menyusun

hirarki AHP, dilakukan proses Focus Group Discussion. Masukan dari perserta

FGD dianggap merupakan pendapat ahli (expert), karena peserta FGD adalah

orang yang berkompeten di bidangnya, mengerti dan relevan dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Daftar peserta FGD dapat dilihat

dalam tabel 5.1.

Tabel ‎5.1 Peserta Focus Discussion Group

Nama Jabatan Kualifikasi

Kresna Adi Prawira CEO/CTO Lulusan US, pengalaman > 15 tahun

Hendra Suryakusuma CFO/CMO Lulusan US, pengalaman > 15 tahun

Anang Syarifudin Data Center Operation Manager Pengalaman > 15 tahun, ATS,CCNP

Jippie P Sulaiman Lead Engineer Pengalaman > 10 tahun, MCSE

Masukan kriteria teknis yang diambil dalam FGD diambil dari panduan model

kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO/IEC 25010. Sedangkan kriteria

non-teknis diambil dari katalog kriteria non-teknis GESSI.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

64

Universitas Indonesia

Gambar ‎5.1 Hirarki AHP

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

65

Universitas Indonesia

Dalam FGD dipilih kriteria-kriteria yang sesuai dengan konteks permasalahan PT

DSJ. Setelah dipilih kriteria-kriteria tersebut disusun ke dalam hirarki seperti yang

terdapat pada gambar 5.1.

5.2 Pembobotan Kriteria

Sesuai dengan metode AHP, selanjutnya dilakukan pembobotan kriteria yang

ditentukan melalui FGD. Kepada para peserta FGD ditampilkan perbandingan

berpasangan kriteria dan sub-kriteria, kemudian peserta FGD menentukan

perbandingannya. Perbandingan berpasangan dimulai dari perbandingan antar

sub-kriteria dalam kriteria yang sama, dilanjutkan dengan perbandingan antar

kriteria.

Untuk memudahkan analisis digunakan tool AHPCalc sebuah program berbasis

Microsoft Excel. Dengan menggunakan program tersebut dilakukan analisis

pembobotan setiap kriteria, sub-kriteria dan sub-sub-kriteria. Gambar 5.2 dan 5.3

menunjukan program AHPCalc dan masukannya.

Gambar ‎5.2 Program AHPCalc

Gambar ‎5.3 Masukan Program AHPCalc

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

66

Universitas Indonesia

5.2.1 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak

Kriteria kualitas perangkat lunak yang dipilih dari model kualitas sesuai standar

ISO/IEC 25010 ada 9 sub-kriteria. Untuk setiap sub-kriteria dilakukan

perbandingan berpasangan dengan masing-masing hasil seperti dibawah ini.

Sub-sub-kriteria fuctional suitability digunakan untuk mengukur sejauh mana

perangkat lunak yang dipilih dapat berfungsi sesuai dengan yang dibutuhkan.

Sub-kriteria ini terdiri dari 3 aspek yang dibandingkan untuk mendapatkan bobot

penilaiannya.

Tabel ‎5.2 Pembobotan Sub-sub-kriteria Functioanal Suitability

Functional

Completeness

Functional

Correctness

Functional

Appropriateness

Bobot

Functional Completeness 1 6 9 77.03%

Functional Correctness 1/6 1 3 16.18%

Functional Appropriateness 1/9 1/3 1 6.79%

Dari tabel 5.2 dapat dilihat menurut expert di PT DSJ aspek kelengkapan fungsi

(functional completeness) merupakan aspek terpenting dalam pemilihan sofware

DCIM, diikuti dengan functional correctness dan functional appropriateness. Hal

ini menunjukkan bagi PT DSJ, kelengkapan fungsi jauh lebih penting

dibandingkan dengan ketepatan fungsi perangkat lunak menggantikan pekerjaan

manual, karena menurut expert form atau prosedur yang ada saat ini juga belum

ideal, sehingga dengan menggunakan DCIM diharapkan dapat mengadopsi best

practice yang diterapkan di tempat lain. Dalam perbandingan ini didapatkan rasio

konsisteni (Consistency Ratio, CR) sebesar 5.6%, dengan demikian perbandingan

ini konsisten dan valid.

Selanjutnya dibandingkan sub-sub-kriteria reliability yaitu tingkat kehadalan

perangkat lunak yang ditentukan oleh 3 aspek dengan perbandingan sebagai

berikut.

Tabel ‎5.3 Pembobotan Sub-sub-kriteria Reliability

Maturity Fault-tolerance Recoverability Bobot

Maturity 1 1/7 1/3 8.1%

Fault-tolerance 7 1 5 73.06%

Recoverability 3 1/5 1 18.84%

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

67

Universitas Indonesia

Untuk aspek kehandalan perangkat lunak faktor terpenting menurut expert adalah

sejauh mana perangkat lunak DCIM memiliki mekanisme fault-tolerance karena

itu merupakan mekanisme pencegahan terhadap kesalahan. Setelahnya baru

dilihat faktor recoverability, yaitu sejauh mana perangkat lunak memiliki

mekanisme pemulihan dari kegagalan atau kesalahan. Terakhir faktor kematangan

perangkat lunak yang dilihat dengan mengamati tingkat kesuksesan produk DCIM

tersebut di pasaran (tabel 5.3). Rasio konsistensi dalam perbandingan ini adalah

6.8%, sehingga dapat dikatakan perbandingannya valid dan konsisten.

Aspek kualitas perangkat lunak yang lain yang menentukan adalah aspek usability

atau kemudahan penggunaan, terdiri dari 4 aspek penilaian yang dibandingkan

bobotnya.

Tabel ‎5.4 Pembobotan Sub-sub-kriteria Usability

Appropriateness

recognizability

Learnability Operability User interface

aesthetic

Bobot

Appropriateness

recognizability

1 1/3 1/5 2 11.06%

Learnability 3 1 1/4 3 22.58%

Operability 5 4 1 5 58.52%

User interface

aesthetic

1/2 1/3 1/5 1 7.84%

Faktor kemudahan penggunaan paling banyak ditentukan oleh kemudahan

pengoperasian, diikuti dengan kemudahan penguasaan, kemudahan dalam

memahami kegunaan tiap fungsi dan terakhir yang tidak kalah penting yaitu

keindahan antar muka pengguna dengan bobot seperti yang ada pada tabel 5.4.

Perbandingan ini konsisten dan valid karena memiliki rasio konsistensi 5.8%.

Selanjutnya dilakukan pembobotan aspek efisiensi kinerja dari perangkat lunak

yang terdiri dari dua faktor, yaitu berdasarkan penggunaan sumber daya dan

berdasarkan efisiensi waktu.

Tabel ‎5.5 Pembobotan Sub-sub-kriteria Performace Efficiency

Time Behaviour Resource Behaviour Bobot

Time Behaviour 1 1/5 16.67%

Resource Behaviour 5 1 83.33%

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

68

Universitas Indonesia

Seperti yang terlihat pada tabel 5.5 efisiensi dalam penggunaan sumber daya lebih

berpengaruh dalam penentuan kualitas perangkat lunak dibandingkan dengan

efisiensi waktu yang digunakan dalam melakukan suatu perintah dengan

menggunakan perangkat lunak ini.

Faktor maintainability juga menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan

perangkat lunak. Faktor ini mengukur sejauh mana perangkat lunak dapat secara

efektif dan efisien dapat diubah oleh orang yang diberi tugas untuk melakukan

pemeliharaan.

Tabel ‎5.6 Pembobotan Sub-sub-kriteria Maintainability

Analisability Modifiability Testability Bobot

Analisability 1 3 4 61.44%

Modifiability 1/3 1 3 26.84%

Testability 1/4 1/3 1 11.72%

Menurut expert yang ada di PT DSJ dalam konteks pemeliharaan, aspek

terpenting adalah sejauh mana perangkat lunak menyediakan fasilitas untuk

menelusuri perubahan-perubahan yang terjadi, baik perubahan konfigurasi

maupun data. Sehingga dapat membantu memudahkan analisis jika terjadi

gangguan kinerja. Kemudahan modifikasi seperti penambahan modul dapat juga

menjadi pertimbangan dalam pemilihan perangkat lunak. Selanjutnya perangkat

lunak yang memiliki mekanisme pengetesan yang efektif juga memiliki nilai

tambah, walapun memiliki prioritas yang lebih kecil. Rasio konsistensi masih

berada pada nilai yang valid, yaitu 7.7%.

Faktor selanjutnya yang menentukan adalah portability atau sejauh mana

perangkat lunak dapat diinstall dan diakses pada lingkungan dan kondisi

komputasi yang berbeda. Aspek yang mempengaruhi faktor ini terdiri dari 3

faktor dengan perbandingan sebagai berikut.

Tabel ‎5.7 Pembobotan Sub-sub-kriteria Portability

Adaptability Installability Replaceability Bobot

Adaptability 1 2 9 36.67%

Installability 1/2 1 9 58.2%

Replaceability 1/9 1/9 1 5.13%

Dari tabel 5.7 dapat dilihat aspek installability atau kemungkinan perangkat lunak

dapat diinstall ataupun diakses pada berbagai macam perangkat merupakan

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

69

Universitas Indonesia

pertimbangan utama dalam memilih perangkat lunak, diikuti oleh adaptability

yaitu kemudahan perangkat lunak menyesuaikan konfigurasi ataupun metrik baru.

Pertimbangan terakhir baru pada aspek replaceability, atau sejauh mana perangkat

lunak dapat menggantikan peran perangkat lunak sejenis, misalkan fasilitas

migrasi data atau konfigurasi dari perangkat lunak DCIM yang lain. Perbandingan

ini valid dan konsisten dengan rasio konsistensi 5.6%.

Kompabilitas adalah aspek penting lainnya yang dibandingkan. Aspek ini

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu co-existence dan interoperability.

Tabel ‎5.8 Pembobotan Sub-sub-kriteria Compatibility

Co-existence Interoperability Bobot

Co-existence 1 1/9 10%

Interoperability 9 1 90%

Ternyata menurut expert yang ada di PT DSJ, faktor interoperabilitas jauh lebih

penting dibandingkan dengan faktor co-existence dengan perbandingan seperti

pada tabel 5.8. Hal ini dapat dimaklumi karena DCIM harus dapat berinteraksi

dengan baik dengan sistem lain ataupun perangkat lain yang menjadi obyek

manajemen DCIM.

Faktor terakhir yang menjadi bahan pertimbangan kualitas perangkat lunak adalah

faktor keamanan. Faktor ini terdiri dari 4 aspek yang dibandingkan

pembobotannya.

Tabel ‎5.9 Pembobotan Sub-sub-kriteria Security

Confidentiality Integrity Accountability Authenticity Bobot

Confidentiality 1 1/5 1/5 1/7 4.82%

Integrity 5 1 1/2 1 13.46%

Accountability 5 2 1 3 21.91%

Authenticity 7 7 1/3 1 59.81%

Dari tabel 5.9 dapat disimpulkan bahwa untuk aspek keamanan, yang terpenting

adalah sistem harus melakukan validasi pengguna yang akan masuk ke dalam

sistem. Setelah itu diatur hak-hak dari pengguna dalam sistem agar dapat dijaga

integritas data maupun konfigurasi sistem. Pertimbangan terakhir adalah masalah

kerahasiaan, ini disebabkan karena sistem DCIM ini digunakan dalam lingkungan

yang terbatas sehingga pengamanan secara fisik lebih berpengaruh. Perbandingan

ini juga valid karena mempunyai rasio konsistensi sebesar 8.8%.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

70

Universitas Indonesia

Langkah selanjutnya adalah melakukan pembobotan antar sub-kriteria dalam

kriteria kualitas perangkat lunak yang terdiri dari 8 sub-kriteria.

Tabel ‎5.10 Pembobotan Sub-kriteria Kualitas Perangkat Lunak

Fu

nctio

nal S

uitab

ility

Reliab

ility

Usab

ility

Perfo

rman

ce Efficien

cy

Main

tainab

ility

Po

rtability

Co

mp

atibility

Secu

rity

Bo

bo

t

Functional

Suitability

1 1 9 9 9 7 2 2 27.33%

Reliability 1 1 8 6 3 3 2 2 21.92%

Usability 1/9 1/8 1 1 1/3 5 1/4 1/7 4.4%

Performance

Efficiency

1/9 1/6 1 1 1/2 1/2 1/8 1/7 2.54%

Maintainability 1/7 1/3 3 2 1 2 1/6 1/3 5.59%

Portability 1/7 1/3 1/5 2 1/2 1 1/6 1/3 3.51%

Compatibility 1/2 1/2 4 8 6 6 1 4 21.41%

Security 1/2 1/2 7 7 3 3 1/4 1 13.3%

Berdasarkan pendapat expert didapatkan perbandingan prioritas penilaian

perangkat lunak dari segi kualitasnya (tabel 5.10). Ada tiga faktor utama yang

menjadi prioritas paling penting dalam pemilihan perangkat lunak DCIM, yaitu

ketepatan fungsi perangkat lunak dengan kebutuhan, kehandalan perangkat lunak

serta kompatibilitas dengan sistem lain dan perangkat yang menjadi obyek

manajemen. Sistem DCIM terdiri dari banyak modul dan fitur yang harus

dipastikan fungsinya sesuai dengan kebutuhan spesifik pengelolaan data center.

Secara umum data center adalah fasilitas yang sensistif dimana ketersediaannya

selalu dijaga, tentunya membutuhkan dukungan sistem yang handal juga,

termasuk DCIM. Keberhasilan sistem data center juga sangat bergantung pada

sejauh mana dia dapat berinteraksi dengan sistem atau perangkat lain dalam

ekosistem pengelolaan data center.

DCIM. Faktor keamanan menjadi prioritas penilaian selanjutnya. Setelah itu

berturut-turut faktor maintainability, usability, portability dan terakhir efisiensi.

Dengan rasio konsistensi 9.8% perbandingan dianggap valid dan konsisten.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

71

Universitas Indonesia

5.2.2 Pembobotan Kriteria Bisnis

Untuk melengkapi pertimbangan pemilihan produk DCIM ditambahkan

pertimbangan dari sisi bisnis, yaitu faktor penyedia solusi, total biaya kepemilikan

(total cost of ownership) dan dukungan dan layanan (service and support).

Tabel ‎5.11 Pembobotan Sub-sub-kriteria Penyedia Solusi

Market

Share/Reputation

Local

Representative

Product Portofolio Bobot

Market Share/Reputation 1 1/3 1/3 13.96%

Local Representative 3 1 2 52.78%

Product Portofolio 3 1/2 1 33.25%

Pertimbangan faktor penyedia solusi DCIM adanya mitra lokal dan apakah

penyedia DCIM juga merupakan penyedia komponen data center yang lain

dipandang lebih penting bagi PT DSJ dibandingkan dengan reputasi atau

penguasaan pangsa pasar di tingkat global. Perbandingan ketiga faktor tersebut

tercantum pada tabel 5.11 dengan rasio konsistensi yang dianggap konsisten dan

valid karena berada pada angka 5.6%.

Faktor biaya implementasi sistem DCIM mempertimbangkan semua biaya yang

mungkin timbul dalam pengadaan dan pemeliharaan sistem DCIM, yang terdiri

dari biaya lisensi, biaya pengadaan hardware dan pemeliharaan tahunan.

Tabel ‎5.12 Pembobotan Sub-sub-kriteria Total Cost of Ownership

Software Cost Hardware Cost Annual

Maintenance

Bobot

Software Cost 1 6 7 75.82%

Hardware Cost 1/6 1 2 15.12%

Annual

Maintenance

1/7 1/2 1 9.05%

Biaya perangkat lunak merupakan komponen biaya yang paling penting sebagai

pertimbangan. Selanjutnya diikuti oleh biaya perangkat keras terakhir biaya

support tahunan(tabel 5.12). Rasio konsistensi perbandingan ini adalah 3.4%,

berarti perbandingannya konsisten dan valid.

Aspek bisnis terakhir yang menjadi bahan pertimbangan adalah masalah

dukungan dan layanan yang diberikan oleh penyedia layanan DCIM, yaitu ada

tidaknya layanan konsultansi dan integrasi serta layanan pelatihan bagi staf PT

DSJ dalam mengoperasikan dan merawat sistem DCIM.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

72

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.13 Pembobotan Sub-sub-kriteria Dukungan dan Layanan

Consultancy/

Integration

Training Service Bobot

Consultancy/Integration 1 3 75%

Training Service 1/3 1 25%

Sistem DCIM adalah sistem yang cukup kompleks dan melibatkan integrasi

berbagai komponen dan sistem lain, sehingga dukungan dan layanan konsultansi

dan integrasi menjadi sangat penting. Perbandingan faktor konsultansi dan

layanan training ada pada tabel 5.13.

Selanjutnya dibandingakan ketiga aspek binis untuk mendapatkan

pembobotannya.

Tabel ‎5.14 Pembobotan Sub-kriteria Bisnis

Vendor Total Cost of

Ownership

Service & Support Bobot

Vendor 1 1/3 2 24.93%

Total Cost of Ownership 3 1 3 59.36%

Service & Support 1/2 1/3 1 15.71%

Untuk aspek bisnis faktor biaya merupakan pertimbangan utama. Tidak kalah

pentingnya faktor penyedia layanan dan diikuti dengan faktor dukungan dan

layanan. Perbandingan ketiga faktor yang ditampilkan pada tabel 5.14 ini

konsisten dan valid dengan rasio konsistensi 5.6%.

Terakhir dilakukan pembobotan antara kriteria kualitas perangkat lunak dan

kriteria bisnis.

Tabel ‎5.15 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak dan Kriteria Bisnis

Kualitas Perangkat

Lunak

Kriteria Bisnis Bobot

Kualitas Perangkat Lunak 1 2 66.67%

Kriteria Bisnis 1/2 1 33.33%

Dalam konteks PT DSJ, faktor kualitas perangkat lunak memiliki bobot yang

lebih tinggi yaitu 66.67% dibandingkan dengan pertimbangan bisnis dalam

pemilihan produk DCIM yang sesuai dengan kebutuhan PT DSJ.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

73

Universitas Indonesia

Setelah dilakukan pembobotan kriteria penilaian dilakukan penilaian produk

DCIM untuk setiap kriteria yang telah ditetapkan.

5.3 Penentuan Metrik Penilaian

Untuk memudahkan penilaian masing-masing produk DCIM secara obyektif dan

konsisten, melalui FGD yang kedua ditentukan metrik penilaian produk DCIM

untuk setiap kriteria yang telah ditetapkan. Penyusunan metrik dilakukan dengan

pendekatan GQM (Goal, Question & Metric) tujuan, pertanyaan dan metrik.

Untuk setiap sub-sub-kriteria dapat memiliki satu atau lebih metrik penilaian.

Tabel ‎5.16 Contoh Metrik Penilaian

Goal Question Metric

Characteristic/ Sub-Char.

Explanation/ Context

Compatibility

Derajat yang menunjukkan sejauh mana perangkat lunak dapat saling bertukar informasi dengan produk, sistem atau komponen lain dan atau tetap dapat berfungsi ketika berbagi dalam hardware atau lingkungan perangkat lunak yang sama

Co-existence

Sejauh mana perangkat lunak dapat berfungsi secara efisien ketika berbagi sumber daya yang sama dengan produk lain tanpa saling mengganggu.

Apakah software dapat berbagi hardware dengan software lain (misal dengan virtualisasi)

Ya/Tidak boolean

Interoperability

Kemampuan perangkat lunak dalam berinteraksi dengan sistem yang diinginkan.

Kemampuan berinteraksi dengan sistem lain, protokol dan perangkat/komponen yang didukung

Daftar sistem yg dapat diintegrasikan (BMS, ITSM, dll)

jumlah sistem yang dapat diintegrasikan

Daftar tipe perangkat/kom-ponen data center yang dapat dimonitor

jumlah tipe perangkat yang didukung

Daftar protokol yang didukung

jumlah protokol yang didukung

Contoh metrik penilaian ada pada tabel 5.16, metrik lengkap setiap kriteria ada

pada lampiran 2.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

74

Universitas Indonesia

5.4 Pembobotan Alternatif Produk DCIM

Setelah ditetapkan kriteria penilaian, bobot masing-masing kriteria dan metrik

penilaian kemudian dilakukan pembobotan alternatif pilihan produk DCIM

dengan menggunakan metrik yang telah ditetapkan. Ada 5 produk DCIM yang

dinilai seperti yang terdapat pada tabel 5.17.

Tabel ‎5.17 Alternatif Produk DCIM

Penyedia Schneider Raritan Cormant Nlyte Nolimit

Nama Produk StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Website schneider-

electric.com

raritan.com cormant.com nlyte.com nolimitssoftware.com

Sumber data yang digunakan adalah hasil kuisioner yang dikirimkan kepada

penyedia solusi (contoh: lampiran 3). Dari 6 kuisioner yang dikirimkan, hanya 1

yang kembali, untuk itu data penilaian dilengkapi dari hasil pengamatan terhadap

produk demo yang bisa di akses secara online, buku panduan produk, atau

penelitian lain.

Untuk membantu melakukan pembobotan kembali digunakan tool AHPCalc

untuk mendapatkan bobot dan rasio konsistensinya.

5.4.1 Pembobotan Kualitas Produk DCIM

Penilaian kualitas produk DCIM yang pertama adalah membandingkan

kelengkapan fungsi produk DCIM dengan daftar fungsi/fitur yang diharapkan.

Setelah itu dihitung presentasi pemenuhan kelengkapan fungsinya dibandingkan

keseluruhan fungsi yang diharapkan.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

75

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.18 Fitur Manajemen Aset

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Asset Record server, pdu, blade, ups, crac, switch, storage, genset, network, cabling

ups, switch, pdu, network, cabling, server, storage, blade

server, rack, pdu network, vlan, cabling, ups, storage

server, rack, pdu, network, cabling, crac, ups, switch

server, rack, pdu, network, cabling, crac, ups, genset, switch, storage, blade

Custom Asset Ya Tidak Ya Ya Ya

Asset Tracking Ya Ya Ya Ya Ya

Maintenance Record Ya Tidak Ya Tidak Tidak

Pada tabel 5.18 dibandingkan kelengkapan fitur masing-masing produk DCIM.

Dapat dilihat produk StruxureWare memiliki kelengkapan fitur manajemen yang

paling banyak, diikuti oleh RaMP dan Cormant-CS.

Tabel ‎5.19 Fitur Change Management, Capacity Management & Monitoring

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Change Management

Configuration Management Ya Ya Ya Ya Ya

Workflow Tidak Ya Ya Ya Tidak

Capacity Management

Visualisation asset, rack, floor map

asset, rack, floor map, network cabling

asset, rack, floor map, network cabling

asset, rack, floor map, network cabling, cooling

asset, rack, floor map

Simulation/Planning floor, rak space, rack power, cooling, network cabling, blade

floor, rack space, rack power, network cabling, blade

floor, rack space, rack power, network cabling

floor, rack space, rack power, network cabling, cooling

floor, rack space, rack power, blade

Computaional Fluid Dynamic Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Monitoring

Power Ya Ya Ya Ya Ya

Temperature & Humidity Ya Ya Ya Ya Ya

Server CPU Tidak Ya Tidak Tidak Ya

Storage Tidak Ya Ya Tidak Ya

Network Tidak Tidak Tidak Ya Tidak

Untuk fitur change management hanya StruxureWare dan RaMP yang tidak

memiliki fitur workflow. Sedangkan untuk fitur manajemen kapasitas

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

76

Universitas Indonesia

StruxureWare mempunyai fitur penting yang tidak dimiliki oleh produk lain yaitu

Computational Fluid Dynamic. Fitur CFD sangat berguna untuk melakukan

simulasi pendinginan di dalam ruangan data center yang lebih presisi.

Semua produk memiliki fitur monitor listrik dan suhu & kelembaban udara

ruangan, sedangkan yang dapat melakukan monitor perangkat TI (utilisasi CPU

server dan pentimpanan data) hanya produk dcTrack dan RaMP. Sedangkan

produk Cormant-CS hanya dapat memonitor storage saja. Fitur monitor jaringan

hanya dimiliki oleh produk Nlyte DCIM.

Tabel ‎5.20 Service Level Management, Dashboard & Multi-teenant

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Service Level Management

Alarm Ya Tidak Ya Tidak Ya

Alert email

email, snmp

email, snmp

Trouble Ticketing Tidak Tidak Ya Ya Ya

Dashboard

Energy Dashboard

PUE, DCiE PUE, DCiE PUE PUE, DCiE, CADE

Capacity Dashboard

space, power, cooling, network port

space, power cooling, patch panel, network port

power, patch panel, network port

space, power, cooling, network

space, power

SLA Dashboard power, cooling, temperature, humidity

Multi-teenant Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Fitur Service Level Management yang dimiliki produk ditandai dengan adanya

fitur alarm dan alert atau pemberitahuan yang umumnya melalui notifikasi pada

layar pengguna. Sebagian produk mendukung notifikasi melalui email ataupun

SNMP trap yang dapat diintegrasikan dengan sistem lain. Untuk fitur trouble

ticketing biasanya didapatkan melalui integrasi dengan sistem trouble ticketing

eksternal, tetapi ada juga produk yang memiliki fitur internal (Cormant-CS, Nlyte

dan RaMP).

Untuk memudahkan manajemen dalam melihat kondisi infrastruktur data center

produk DCIM dilengkapi dengan beberapa macam dashboard. Jenis dashboard

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

77

Universitas Indonesia

yang paling banyak tersedia adalah PUE, diikuti dengan DCiE. Kedua jenis

dashboard ini kurang dapat menggambarkan efisiensi penggunaan energi jika

pada data center diterapkan virtualisasi. Adanya dashboard lain seperti CADE

dapat dianggap sebagai nilai tambah.

Dashboard SLA digunakan untuk memudahkan memonitor tingkat layanan yang

diberikan. Hanya produk RaMP yang memiliki fitur dashboard SLA.

Produk StruxureWare memiliki nilai tambah karena memiliki fitur multi-teenant

yang tidak dimiliki oleh produk lain. Fitur ini sangat berguna jika digunakan oleh

penyedia layanan bagi pihak ketiga seperti PT DSJ.

Dari keseluruhan fitur yang dievaluasi kemudian dilakukan konsolidasi untuk

mendapatkan skor relatif masing-masing produk DCIM untuk faktor kelengkapan

fungsi.

Tabel ‎5.21 Skor Relatif Faktor Functioanal Completeness

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Asset Management 78% 35% 93% 55% 60%

Change Management 50% 100% 100% 100% 50%

Capacity Management 40% 41% 37% 46% 32%

Monitoring 40% 80% 60% 60% 80% Service Level Management 44% 0% 89% 33% 89%

Dashboard 33% 21% 29% 25% 58%

Multi-teenant 100% 0% 0% 0% 0%

Final Score 55% 39% 58% 46% 53%

Pada tabel 5.21 dihitung skor relatif masing-masing produk DCIM untuk faktor

functional completeness, selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan

berdasarkan skor tersebut.

Setelah dilakukan perhitungan seperti yang tercantum pada tabel 5.22 didapatkan

hasil produk DCIM yang memiliki bobot tertinggi untuk aspek kelengkapan

fungsi adalah produk Cormant-DS diikuti oleh StruxureWare dan RaMP.

Perbandingan ini memiliki rasio konsistensi 0.7% yang berarti konsisten dan

valid.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

78

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.22 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Completeness

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 3 1 2 1 25.45%

dcTrack 1/3 1 1/5 1/2 1/3 7.29%

Cormant-CS 1 5 1 2 1 28.35%

Nlyte DCIM 1/2 2 1/2 1 1/2 13.45%

RaMP 1 3 1 2 1 25.45%

Yang menjadi catatan adalah tidak ada produk yang mempunyai ketepatan fungsi

100% sesuai dengan yang diharapkan.

Selanjutnya dilakukan berpasangan untuk faktor functional correctness, yaitu

sejauh mana produk DCIM dapat menghasilkan output yang sama dengan proses

manual.

Tabel ‎5.23 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Correctness

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1 1 1 2 22.22%

dcTrack 1 1 1 1 2 22.22%

Cormant-CS 1 1 1 1 2 22.22%

Nlyte DCIM 1 1 1 1 2 22.22%

RaMP 1/2 1/2 1/2 1/2 1 11.11%

Hanya produk dcTrack yang tidak bisa mencatat aset yang tidak standar. Sebagian

besar produk memiliki fitur disain laporan kecuali RaMP. Produk dcTrack

memiliki fasilitas integrasi dengan software reporting yang lain sehingga

kelebihan ini dapat dianggap sebagai kompensasi kekurangannya dalam mencatat

aset. Faktor ketepatan fungsi bobot masing-masing produk hampir sama, kecuali

produk RaMP. Pembobotan ini valid karena memiliki rasio konsistensi 0%.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

79

Universitas Indonesia

Faktor functional appropriateness ditentukan oleh apakah produk yang digunakan

dapat digunakan untuk melakukan fungsi tanpa membutuhkan program lain.

Misalnya untuk memonitor network, mengirim notifikasi atau workflow.

Tabel ‎5.24 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Appropriateness

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 2 1/4 2 1/6 9.38%

dcTrack 1/2 1 1/6 1 1/8 5.35%

Cormant-CS 4 6 1 4 1/2 29.13%

Nlyte DCIM 1/2 1 1/4 1 1/8 5.83%

RaMP 6 8 2 8 1 50.32%

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 5.24, untuk aspek functional appropriateness

bobot tertinggi diperoleh oleh produk RaMP. Hal ini disebababkan karena RaMP

memiliki fungsi built-in untuk memonitor perangkat TI, fasilitas alert melalui

email dan SNMP trap, fungsi ticketing dan juga dashboard energi yang lengkap.

Selanjutnya ditempati oleh Cormant-CS yang dapat memonitor perangkat TI, alert

melalui email serta fasilitas workflow. Peringkat ketiga ditempati oleh

StruxureWare yang memiliki fasilitas CFD dan multi-teenant. Perbandingan ini

valid karena memiliki rasio konsistensi 1.2%.

Gambar ‎5.4 Panguasaan Pasar Produk DCIM

sumber: (IDC, 2012)

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

80

Universitas Indonesia

Untuk faktor kehandalalan dilakukan pembobotan untuk setiap sub-sub-kriteria,

yaitu maturity, fault-tolerance dan recoverability. Faktor maturity atau

kematangan produk, dilakukan pembobotan berdasarkan data yang diperoleh di

internet seperti yang terdapat pada gambar 5.4.

Tabel ‎5.25 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Maturity

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 3 5 2 9 43.38%

dcTrack 1/3 1 2 1/3 2 12.08%

Cormant-CS 1/5 1/2 1 1/5 3 8.19%

Nlyte DCIM 1/2 3 5 1 8 32.09%

RaMP 1/9 1/2 1/3 1/8 1 4.25%

Produk StruxureWare merupakan pemimpin produk DCIM berdasarkan survey

dari IDC tahun 2011, diikuti dengan Nlyte dan dcTrack (tabel 5.25). Sedangkan

Cormant-CS baru masuk dalam kajian IDC tahun 2012 (IDC, 2013). Rasio

konsistensi sebasar 3.1% dengan berarti konsisten dan valid.

Tabel ‎5.26 Fitur Fault-tolerance

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Kemampuan untuk mencegah kesalahan input

Ya Ya Ya Ya Ya

Fitur approval untuk perubahan Ya Ya Ya Ya Ya

Fitur cluster/high availabilty Ya Ya Tidak Tidak Tidak

Tabel 5.26 berisi data yang digunakan untuk menilai faktor fault-tolerance

berdasarkan metrik yang telah ditetapkan. Selanjutnya dilakukan perbandingan

berpasangan berdasarkan data di atas.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

81

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.27 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Fault-tolerance

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1 3 3 3 33.33%

dcTrack 1 1 3 3 3 33.33%

Cormant-CS 1/3 1/3 1 1 1 11.11%

Nlyte DCIM 1/3 1/3 1 1 1 11.11%

RaMP 1/3 1/3 1 1 1 11.11%

Untuk faktor fault-tolerance StruxureWare dan dcTrack memiliki bobot yang

sama. Dengan rasio konsistensi 0% menandakan perbandingan ini konsisten dan

valid.

Tabel ‎5.28 Recoverability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Fasilitas backup data Ya Ya Tidak Tidak Ya

Fasilitas backup konfigurasi Ya Ya Ya Ya Ya

Fasilitas auto-backup terjadwal Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan faktor recoverability setiap

produk DCIM berdasarkan data di atas.

Tabel ‎5.29 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Recoverability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 3 6 6 3 48.7%

dcTrack 1/3 1 3 3 1 19.45%

Cormant-CS 1/6 1/3 1 1/3 1/3 5.58%

Nlyte DCIM 1/6 1/3 3 1 1 11.1%

RaMP 1/3 1 3 1 1 15.17%

Seperti pada tabel 5.29 untuk faktor recoverability produk StruxureWare memiliki

bobot yang tertinggi diikuti oleh dcTrack, RaMP, Nlyte DCIM dan terakhir

Cormant-CS, dengan perbandingan yang konsisten sebesar 4.2%.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

82

Universitas Indonesia

Penilaian faktor usability atau sejauh mana pengguna dapat menggunakan DCIM

secara efisien dan dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Faktor ini terdiri dari 4

faktor, yaitu appropirateness recognisability, learnability, operability dan user

interface aesthethic.

Untuk faktor appropriateness recognisability diukur dengan ketersediaan materi

untuk menjelaskan produk DCIM dalam bentuk white paper, studi kasus atau

presentasi video.

Tabel ‎5.30 Materi atau Media Penjelasan Produk DCIM

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

White Paper Ya Ya Ya Ya Ya

Case Study

Ya Ya Ya Ya Ya

Video Presentation

Ya Ya Ya Ya Ya

Semua penyedia DCIM cukup baik menyediakan materi yang dapat digunakan

untuk mempelajari konsep dan fasilitas produk yang ditawarkan (tabel 5.30).

Dengan demikian pada faktor ini semua produk DCIM memiliki bobot yang sama.

Penyedia DCIM juga menyediakan materi dalam berbagai macam bentuk untuk

memudahkan pengguna dalam mengoperasikan produk DCIM.

Tabel ‎5.31 Materi atau Media Panduan Penggunaan Produk DCIM

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Online manual Ya Ya Tidak Tidak Tidak

Screenshot

Tidak Ya Tidak Tidak Ya

Video Tutorial

Tidak Ya Tidak Tidak Ya

Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan, berdasarkan data pada tabel

5.31 di atas.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

83

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.32 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Learnability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/2 1/4 1/4 1/4 7.34%

dcTrack 2 1 4 4 2 39.68%

Cormant-CS 4 1/4 1 1 1/2 14.58%

Nlyte DCIM 4 1/4 1 1 1/2 14.58%

RaMP 4 1/2 2 2 1 23.83%

Tabel 5.32 memperlihatkan produk dcTrack memiliki bobot penilaian yang paling

tinggi untuk aspek kemudahan penguasaan produk.

Kemudahan pengoperasian atau operability diukur dengan beberapa hal, yaitu

apakah tampilan antarmuka program DCIM ini rumit, apakah tersedia bantuan

atau wizard dan apakah tampilannya bisa dikustomisasi.

Tabel ‎5.33 Penilaian Faktor Kemudahan Pengoperasian

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Tampilan Antar Muka Rumit Ya (0.3) Sedang (0.6) Tidak (0.9) Sedang (0.7) Ya (0.4)

Adanya Help atau Wizard Ya Ya Help saja Tidak Help saja

Tampilan dapat dikostumisasi Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

Untuk menilai kerumitan antar muka, dilakukan perbandingan tampilan masing-

masing produk DCIM. StruxureWare memiliki tampilan yang paling rumit,

karena kompleksitas sistem dan banyaknya fitur yang dimiliki. Produk dcTrack

cukup bagus tampilannya, dengan menggunakan tree menu di bagian kiri dan isi

di bagian kanan. Tetapi pada bagian kanan masih cukup kompleks dan tidak

terlalu konsisten tiap halamannya. Cormant-CS paling bersih dan konsisten

tampilan antar halamannya, sehingga memudahkan pengguna untuk menguasai

pemakaiannya. Sedangkan Nlyte DCIM cukup bersih dan konsisten tampilannya,

hanya saja tidak memiliki fasilitas help yang baik atau wizard serta tapilannya

tidak bisa dikustomisasi.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

84

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.34 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Operability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/6 1 3 2 12.76%

dcTrack 6 1 6 9 8 62.43%

Cormant-CS 1 1/6 1 3 2 12.76%

Nlyte DCIM 1/3 1/9 1/3 1 1/2 4.7%

RaMP 1/2 1/8 1/2 2 1 7.36%

Produk dcTrack memiliki bobot operability yang paling tinggi, diikuti oleh

StruxureWare dan Nlyte DCIM. Hasil lengkap ada pada tabel 5.34 dan

perbandingannya dianggap konsiten dan valid dengan rasio konsistensi 1.2%.

Untuk aspek keindahan antar muka, digunakan data perbandingan yang digunakan

pada aspek operability di atas, yaitu pada aspek kerumitan antar muka. Sehingga

langsung dilakukan perbandingan berpasangan dengan hasil sebagai berikut.

Tabel ‎5.35 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria User Interface Aesthetic

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/3 1/8 1/6 1/2 4.9%

dcTrack 3 1 1/4 1 3 18.6%

Cormant-CS 8 4 1 2 3 44.82%

Nlyte DCIM 6 1 1/2 1 2 21.67%

RaMP 2 1/3 1/3 1/2 1 10.01%

Dari tabel 5.35 terlihat bahwa produk Cormant-CS memiliki tampilan yang paling

baik. Keseluruhan perbandingan dianggap valid dan konsisten karena memiliki

rasio konsistensi 3.8%.

Untuk pembobotan faktor efisiensi sumber daya, digunakan data hardware

minimum yang dibutuhkan untuk menjalankan program DCIM, termasuk pilihan

penggunaan appliance atau virtualisasi.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

85

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.36 Kebutuhan Hardware Minimum

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

CPU Minimum Multicore Dual Core,

2.8GHz Dual Core Multicore Dual Core

RAM Minimum 16GB 2GB 4GB 3GB 4GB

Harddisk Minimum 40GB 60GB 40GB 100GB 8GB

Appliance Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

Virtualisasi Ya Ya Ya Tidak Tidak

Pilihan penggunaan appliance dapat mengurangi biaya, karena sudah dijadikan

satu paket antara hardware dan software. Sedangkan dengan adanya virtualisasi,

maka program DCIM dapat berbagi hardware dengan program yang lain.

Berdasarkan data tersebut dibuat perbandingan berpasangan untuk setiap produk

DCIM yang dinilai.

Tabel ‎5.37 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Resource Behaviour

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/4 1/5 1 1/3 7.07%

dcTrack 4 1 1/2 3 2 26.92%

Cormant-CS 5 2 1 4 2 39.01%

Nlyte DCIM 1 1/3 1/4 1 1/3 7.89%

RaMP 3 1/2 1/2 3 1 19.11%

Produk Cormat-CS memiliki bobot efisiensi penggunaan sumber daya yang paling

baik dibandingkan dengan produk yang lain. Perbandingan ini konsisten dan

valid, dengan rasio konsistensi 1.7%.

Pembobotan faktor maintainability ditentukan oleh 3 faktor, yaitu analisability,

modifiability dan testability. Untuk faktor analisability ditentukan dengan apakah

program DCIM memiliki fasilitas log untuk keperluan audit trail. Semua

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

86

Universitas Indonesia

alternatif produk DCIM yang dinilai memiliki fasilitas log yang cukup baik

sehingga dianggap bobotnya sama.

Faktor modifiability ditentukan dengan apakah produk DCIM memiliki fasilitas

yang memudahkan untuk melakukan modifikasi, baik berupa fitur disain laporan,

fasilitas API atau scripting. Perbandingan masing masing produk pada tabel 5.38.

Tabel ‎5.38 Penilaian Faktor Kemudahan Modifikasi

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Report Designer Ya Ya Ya Ya Tidak

Application Programming Interface

Ya Tidak Ya Ya Tidak

Scripting Ya Tidak Ya Tidak Tidak

Tabel ‎5.39 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Modifiability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 6 1 3 9 37.28%

dcTrack 1/6 1 1/6 1/3 3 6.64%

Cormant-CS 1 6 1 3 9 37.28%

Nlyte DCIM 1/3 3 1/3 1 6 15.61%

RaMP 1/9 1/3 1/9 1/6 1 3.2%

Hasil perbandingan berpasangan pada tabel 5.39 didapatkan produk StruxureWare

dan Cormant-CS memiliki bobot yang paling tinggi. Dengan konsistensi rasio

2.2%, maka perbandingan ini konsisten dan valid.

Untuk pembobotan testability atau sejauh mana produk memiliki fasilitas testing

terhadap modifikasi yang dilakukan dapat ditentukan dengan melihat apakah

produk DCIM memiliki fasilitas virtualisasi. Sehingga perubahan dapat dicoba

dahulu pada mesin virtual tanpa mengganggu sistem operasional.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

87

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.40 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Testability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1 1 9 9 31.03%

dcTrack 1 1 1 9 9 31.03%

Cormant-CS 1 1 1 9 9 31.03%

Nlyte DCIM 1/9 1/9 1/9 1 1 3.45%

RaMP 1/9 1/9 1/9 1 1 3.45%

Pada tabel 5.40 berdasarkan data fitur virtualisasi yang dimiliki oleh produk

DCIM didapatkan hasil produk StruxureWare, dcTract dan Cormant-CS memiliki

bobot yang sama, perbandingannya valid dengan rasio konsistensi 0%.

Faktor portability atau sejauh mana sistem DCIM dapat bekerja dengan baik dan

efisien dalam lingkungan atau platform yang berbeda ditentukan oleh 3 faktor,

yaitu adaptability, installability dan replaceability.

Faktor yang pertama dari aspek portability adalah faktor adaptability. Faktor ini

ditentukan oleh fitur pencatatan aset yang tidak standar, fitur disain laporan, fitur

perubahan threshold pengukuran dan fasilitas auto discovery aset.

Tabel ‎5.41 Penilaian Faktor Kemudahan Adaptasi

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Custom Asset Ya Tidak Ya Ya Ya

Report Designer Ya Ya Ya Ya Tidak

Threshold Changes Ya Ya Ya Ya Ya

Auto Discovery Ya Ya Ya Ya Ya

Tabel 5.41 memuat fitur kemudahan adaptasi setiap produk DCIM yang akan

dilakukan perbandingannya.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

88

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.42 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Adaptability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 3 1 1 3 27.27%

dcTrack 1/3 1 1/3 1/3 1 9.09%

Cormant-CS 1 3 1 1 3 27.27%

Nlyte DCIM 1 3 1 1 3 27.27%

RaMP 1/3 1 1/3 1/3 1 9.09%

Seperti yang terlihat pada tabel 5.42, secara konsisten dan valid (CR 0%)

StruxureWare, Cormant-CS dan Nlyte DCIM berbagi bobot yang sama.

Untuk faktor installability, yang menjadi pertimbangan adalah pilihan instalasi

server atau program inti dari DCIM. Apakah mendukung virtualisasi atau

tersedianya appliance sehingga mudah untuk diimplementasi. Selain itu untuk

mengakses program DCIM dapat dilakukan melalui perangkat apa saja. Berikut

data fasilitas masing-masing produk.

Tabel ‎5.43 Platform yang Didukung

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Virtualization Ya Ya Ya Tidak Tidak

Appliance Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

Windows Client Tidak Ya Ya Ya Ya

Browser based Client Ya Ya Tidak Ya Tidak

Smartphone Client Ya Tidak Ya Tidak Tidak

Berdasarkan data pada tabel 5.43 di atas dilakukan pembobotan faktor

installabilty untuk setiap produk DCIM dengan melakukan perbandingan

berpasangan.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

89

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.44 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Installability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/2 1 2 4 21.68%

dcTrack 2 1 2 4 5 39.78%

Cormant-CS 1 1/2 1 2 4 21.68%

Nlyte DCIM 1/2 1/4 1/2 1 2 10.84%

RaMP 1/4 1/5 1/4 1/2 1 6.01%

Produk dcTrack memiliki bobot yang paling tinggi, di tempat kedua berbagi

tempat StruxureWare dan Cormant-CS (tabel 5.44). Perbandingannya konsisten

dan valid dengan rasio konsistensi 0.6%.

Untuk faktor replaceability ditentukan satu aspek saja, yaitu apakah produk DCIM

memiliki fasilitas untuk melakukan import data atau konfigurasi dari produk lain.

Tabel ‎5.45 Fasilitas Import dari Produk DCIM lain

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Import feature Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Dengan menggunakan data pada tabel 5.45 dilakukan pembobotan untuk setiap

produk DCIM.

Tabel ‎5.46 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Replaceabilty

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 9 9 9 9 69.23%

dcTrack 1/9 1 1 1 1 7.69%

Cormant-CS 1/9 1 1 1 1

7.69%

Nlyte DCIM 1/9 1 1 1 1

7.69%

RaMP 1/9 1 1 1 1

7.69%

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

90

Universitas Indonesia

Hanya StruxureWare yang memiliki fasilitas import dari produk DCIM lain

sehingga seperti pada tabel 5.46 memiliki bobot yang tertinggi. Konsistensi rasio

0% berarti valid dan konsisten.

Penilaian aspek co-existence yang merupakan bagian dari aspek compatibility

bersama dengan aspek interoperability hanya ditentukan oleh bisa tidaknya

produk DCIM bekerja pada lingkungan virtualisasi. Berdasarkan data yang ada di

atas, maka pembobotannya adalah sebagai berikut.

Tabel ‎5.47 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Co-existence

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1 1 9 9 31.03%

dcTrack 1 1 1 9 9

31.03%

Cormant-CS 1 1 1 9 9

31.03%

Nlyte DCIM 1/9 1/9 1/9 1 1

3.45%

RaMP 1/9 1/9 1/9 1 1

3.45%

Seperti yang terdapat pada tabel 5.47, hanya produk yang memiliki fitur

virtualisasi yang memiliki bobot lebih tinggi. Dengan rasio konsistensi 0%

perbandinganya valid dan konsisten.

Faktor interoperability ditentukan oleh sejauh mana produk DCIM dapat

berinteraksi dengan sistem lain yang mendukung pengelolaan data center. Selain

sistem yang dapat diintegrasikan dengan DCIM, jenis perangkat yang bisa

dikelola juga menentukan faktor interoperability. Dalam interaksi dan komunikasi

dengan perangkat tersebut digunakan berbagai macam protokol komunikasi data.

Dengan demikian jenis protokol yang didukung dapat menggambarkan jenis

perangkat yang didukung.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

91

Universitas Indonesia

Tabel ‎5.48 Sistem dan Protokok yang Didukung

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Sistem yang didukung

BMC Remedy,

VMWare

vCenter, Cisco

UCS,

Schneider

TAC Vista

BMC Remedy,

BMC ADDM, BMC Atrium, HP Insight, VMWare

vCenter, Intel DCM

Protokol yang didukung

TCP/IP,

SNMP, web

service

TCP/IP,

SNMP, web

service

TCP/IP, SNMP, web

service

TCP/IP, SNMP, web

service

TCP/IP, SNMP, web

service, IPMI

(including iDRAC, iLO,

RIBCL, ALOM, RSA),

WBEM, WMI

Dari data di atas dilakukan perbandingan berpasangan untuk mendapatkan

pembobotannya.

Tabel ‎5.49 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Interoperability

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 3 3 1/2 1/3 15.69%

dcTrack 1/3 1 1 1/5 1/7

5.7%

Cormant-CS 1/3 1 1 1/5 1/7

5.7%

Nlyte DCIM 2 5 5 1 1/2

27.61%

RaMP 3 7 7 2 1

45.29%

Produk RaMP yang mendukung protokol yang paling banyak mendapatkan bobot

tertinggi, diikuti oleh Nlyte DCIM dan StruxureWare, perbandingannya valid dan

konsisten dengan CR 0.5% dan hasil lengkap seperti pada tabel 5.49.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

92

Universitas Indonesia

Untuk aspek keamanan yang terdiri dari confidentiality, integrity, accountability

dan authenticity semua produk memiliki fitur yang hampir sama. Misalkan untuk

aspek confidentiality dan integrity semua produk DCIM menerapkan kontrol

akses dengan membedakan level pengguna dan membatasi wewenangnya sesuai

denga level yang ditentukan, baik ketika mengakses data ataupun ketika

mengubah data. Untuk aspek accountability semua produk DCIM mempunyai

detil log aktivitas pengguna yang dapat digunakan untuk menelusuri kegiatan

pengguna apabila terjadi sesuatu.

Aspek authenticity ditandai dengan kewajiban pengguna untuk memasukkan

username dan password untuk mengakses sistem. Dengan menggunakan protokol

LDAP, memungkinkan sistem ini untuk diintegrasikan dengan sistem lain melalui

mekanisme single-sign-on. Dapat dikatakan fitur keamanan merupakan fitur

standar bagi semua produk DCIM, sehingga bobot untuk aspek ini sama untuk

semua produk.

5.4.2 Pembobotan Kriteria Bisnis Produk DCIM

Setelah melakukan penilaian kriteria teknis atau kualitas software selanjutnya

dilakukan penilaian kriteria non teknis atau kriteria bisnis. Aspek yang pertama

adalah aspek vendor atau penyedia solusi DCIM ditentukan oleh 3 aspek, yaitu

aspek reputasi atau penguasaan pasar, aspek portofolio produk penyedia dan aspek

apakah penyedia mempunyai mitra lokal di Indonesia. Berikut profil penyedia

solusi DCIM.

Tabel ‎5.50 Profil Penyedia DCIM

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Nama Perusahaan Schneider Raritan Cormant Nlyte

Nolimit Software

Tahun berdiri 1836 1985 2001 2003 2009

Kantor Pusat Perancis Amerika Serikat Amerika Serikat Amerika Serikat

Amerika Serikat

Jumlah Cabang >100 negara 76 negara 11 negara Tidak ada Tidak ada

Bisnis Utama Peralatan listrik Infrastruktur TI Infrastruktur TIK DCIM DCIM

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

93

Universitas Indonesia

Berdasarkan data pada tabel 5.50 di atas dan data penguasaan pasar dari IDC

(IDC, 2013) dilakukan perbandingan berpasangan setiap produk DCIM untuk

aspek reputation/market share.

Tabel ‎5.51 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Market Share/Reputation

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 4 8 7 9 56.74%

dcTrack 1/4 1 3 4 7

22.34%

Cormant-CS 1/8 1/3 1 1/2 6

8.62%

Nlyte DCIM 1.7 1/4 2 1 3

9.14%

RaMP 1/9 1/7 1/6 1/3 1

3.16%

Schneider sebagai penyedia StruxureWare dipandang memiliki bobot paling

tinggi. Karena selain usianya paling tua diantara yang lain, Schneider juga dikenal

sebagai penyedia infrastuktur yang handal yang memiliki cabang di banyak

negara. Disusul oleh Raritan sebagai penyedia dcTrack yang juga memiliki

banyak cabang di seluruh dunia dan dikenal sebagai penyedia perangkat

infrastruktut TI. Perbandingan ini valid dan konsisten dengan rasio konsistensi

9.3%.

Dari kesemua penyedia DCIM hanya Schneider yang memiliki cabang di

Indonesia, sehingga perbandingan berpasangannnya adalah sebagai berikut.

Tabel ‎5.52 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Local Partner

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 9 9 9 9 69.23%

dcTrack 1/9 1 1 1 1 7.69%

Cormant-CS 1/9 1 1 1 1

7.69%

Nlyte DCIM 1/9 1 1 1 1

7.69%

RaMP 1/9 1 1 1 1

7.69%

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

94

Universitas Indonesia

Pembobotan dengan hasil seperti pada tabel 5.52 di atas sudah pasti valid dan

konsisten karena memiliki rasio konsistensi sebesar 0%.

Selanjutnya, masih dengan menggunakan data yang ada pada tabel 5.50 dilakukan

pembobotan aspek portofolio produk yang dimiliki oleh penyedia DCIM.

Tabel ‎5.53 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Product Portfolio

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 3 7 9 9 53.29%

dcTrack 1/3 1 4 8 8 28.39%

Cormant-CS 1/7 1/4 1 4 4

10.61%

Nlyte DCIM 1/9 1/8 1/4 1 2

4.38%

RaMP 1/9 1/8 1/4 1/2 1

3.33%

Penyedia StruxureWare memiliki bobot tertinggi karena selain menyediakan

solusi DCIM juga dikenal sebagai penyedia berbagai perangkat data center, mulai

dari peralatan listrik sampai dengan peralatan pendingin. Diharapkan dengan

memilih Schneider dapat memudahkan dalam melakukan integrasi dengan

perangkat infrastruktur data center yang ada. Posisi kedua ditempati oleh Raritan

sebagai penyedia dcTrack yang juga meyediakan produk-produk infrastruktur TI

seperti KVM, Remote Power Boot dan lain-lain. Secara keseluruhan pembobotan

pada tabel 5.53 ini valid dengan rasio konsistensi 6.5%.

Selanjutnya dilakukan pembobotan aspek biaya implementasi. Berikut

perbandingan biaya implementasi DCIM tiap produk untuk kebutuhan 300 rak.

Tabel ‎5.54 Perbandingan Biaya Implementasi (dalam USD)

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Biaya Lisensi 330,000 147,000 54,000 300,000 18,000

Biaya pemeliharaan tahunan

33,000 14,700 6,480 36,000 3,600

Biaya Hardware 7,300 3,700 3,300 4,500 3,300

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

95

Universitas Indonesia

Berdasarkan data pada tabel 5.54 di atas dilakukan pembobotan faktor software

cost atau license cost.

Tabel ‎5.55 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Software Cost

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/5 1/8 1/2 1/9 3.3%

dcTrack 5 1 1/4 6 1/5 14.1%

Cormant-CS 8 5 1 6 1/2

30.99%

Nlyte DCIM 2 1/6 1/6 1 1/9

4.5%

RaMP 9 5 2 9 1

47.11%

Produk RaMP membutuhkan biaya lisensi yang paling rendah di antara semua

produk DCIM yang dinilai, mungkin ini disebabkan karena RaMP adalah produk

baru sehingga biaya yang murah digunakan sebagai strategi untuk meraih pasar.

Begitu juga yang terjadi pada produk Nlyte yang juga merupakan pemain baru.

Dengan rasio konsistensi 6.7% dapat dikatakan perbandingannya valid.

Biaya perawatan tahunan bervariasi untuk setiap produk, besarnya berkisar antara

10% sampai dengan 20% dari biaya lisensi, berikut perbandingannya.

Tabel ‎5.56 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Annual Maintenance

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/5 1/7 2 1/7 5.49%

dcTrack 5 1 1/2 3 1/3 16.86%

Cormant-CS 7 2 1 6 1/2

29.12%

Nlyte DCIM 1/2 1/3 1/6 1 1/8

4.5%

RaMP 7 3 2 8 1

44.04%

Untuk faktor biaya pemeliharaan tahunan tidak berbeda bobotnya dengan bobot

faktor biaya lisensi, karena biaya pemeliharaan merupakan presentasi dari biaya

lisensi. Perbedaannya hanya pada peringkat 4 dan 5, keseluruhan pembobotan

valid dan konsisten dengan rasio konsistensi 3.6%.

Biaya pengadaan hardware didapatkan dari spesifikasi hardware minimum yang

dibutuhkan untuk instalasi sistem DCIM, kemudian dicari harganya di pasaran.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

96

Universitas Indonesia

Dalam melakukan perbandingan, biaya tersebut dikombinasikan dengan faktor

apakah sistem DCIM dapat diinstall pada lingkungan virtualisasi.

Pertimbangannya jika bisa dipasang secara virtual berarti dapat menghemat biaya

pengadaan hardware karena dapat berbagi dengan sistem lain.

Tabel ‎5.57 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Hardware Cost

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 1/4 1/5 1/4 1/6 4.74%

dcTrack 4 1 1/2 3 2 26.58%

Cormant-CS 5 2 1 3 2

35.94%

Nlyte DCIM 4 1/3 1/3 1 1/3

11.02%

RaMP 6 1/2 1/2 3 1

21.73%

Peringkat pembobotan biaya hardware yang tertinggi diperoleh oleh Cormant-CS

diikuti oleh dcTrack. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.57, rasio konsistensi

perbandingannya 5.9% berarti konsisten dan valid.

Aspek bisnis yang terakhir adalah aspek dukungan dan layanan yang terdiri dari 2

aspek yaitu layanan konsultansi dan pelatihan. Semua penyedia DCIM

menyediakan kedua macam layanan tersebut. Untuk itu agar dapat diberikan

pembobotan harus dikombinasikan dengan faktor yang lain.

Untuk pembobotan layanan konsultansi yang dapat dipertimbangkan apakah

penyedia DCIM memiliki mitra lokal sehingga memudahkan jika terjadi

permasalahan. Hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan adalah jika penyedia

DCIM juga sekaligus penyedia perangkat infrastruktur data center, terlebih lagi

jika penyedia tersebut sudah pernah menyediakan perangkat bagi PT DSJ.

Tabel ‎5.58 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Consultancy

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 5 7 8 9 61.24%

dcTrack 1/5 1 2 3 5 18.34%

Cormant-CS 1/7 1/2 1 1 2

8.52%

Nlyte DCIM 1/8 1/3 1 1 1

6.69%

RaMP 1/9 1/5 1/2 1 1

5.21%

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

97

Universitas Indonesia

Schneider sudah pernah menediakan perangkat bagi PT DSJ, selain itu Schneider

juga memiliki mitra lokal di Indonesia, ini yang menjadikannya unggul.

Perbandingan lengkap seperti pada tabel 5.58 memiliki rasio konsistensi 2.5%

yang berarti konsisten dan valid.

Faktor terakhir yang dibandingkan adalah faktor layanan pelatihan. Pertimbangan

yang mempengaruhi faktor ini diantaranya adalah jenis pelatihan yang disediakan,

tempat pelatihan, juga apakah pelatihan dapat diintegrasikan dengan pelatihan

komponen infrastruktur atau sistem yang lain. Data bahan perbandingan ada pada

tabel 5.59.

Tabel ‎5.59 Perbandingan Fasilitas Pelatihan

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP

Jenis Pelatihan

user,

administrator general training

user, administrator

standard, advanced, workflow,

dashboard, reporting

general training

Tempat Pelatihan in-house, online in-house in-house in-house in-hoise

Integrasi pelatihan

electrical,

cooling KVM, PDU

Dengan menggunakan data di atas, dilakukan perbandingan berpasangan untuk

mendapatkan pembobotan untuk setiap produk DCIM.

Tabel ‎5.60 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteriaTraining

StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot

StruxureWare 1 3 3 2 4 40.75%

dcTrack 1/3 1 2 1 2 18.49%

Cormant-CS 1/3 1/2 1 1/2 2

12.56%

Nlyte DCIM 1/2 1 2 1 1

17.79%

RaMP 1/4 1/2 1/2 1 1

10.41%

Untuk faktor training peringkat pertama ditempati oleh StruxureWare dan diikuti

oleh dcTrack. Ini disebabkan karena keduanya memiliki program pelatihan yang

dapat diintegrasikan dengan pelatihan produk lain. Rasio konsistensi

perbandingan ini adalah 4%, berarti konsisten dan valid.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

98

Universitas Indonesia

5.5 Penghitungan Peringkat dengan Software Open Decision Maker

Dalam melakukan analisis AHP digunakan dua buah software yang berbeda, yaitu

AHPCalc dan Open Decision Maker (ODM). Untuk pengitungan peringkat secara

keseluruhan sebenarnya cukup dengan menggunakan ODM, tetapi jika

menggunakan ODM saja rasio konsistensi yang didapat adalah rasio konsistensi

akhir. Sehingga jika terjadi ketidak-konsistenan harus dilakukan perbandingan

ulang.

Software AHPCalc digunakan untuk melakukan perbandingan berpasangan antar

kriteria ataupun antar alternatif. Dengan software ini dapat langsung diketahui

rasio konsistensi tiap perbandingan, sehingga dapat dilakukan koreksi segera jika

ditemukan perbandingan yang tidak konsisten.

Langkah pertama adalah memasukkan tujuan analisis AHP, dalam hal ini adalah

memilih produk DCIM yang paling sesuai. Gambar 5.5 menunjukan tampilan saat

memasukkan tujuan.

Gambar ‎5.5 Memasukkan Tujuan Analisis AHP

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

99

Universitas Indonesia

Langkah selanjutnya adalah memasukkan alternatif produk DCIM yang akan

dinilai, seperti yang terdapat pada gambar 5.6.

Gambar ‎5.6 Memasukkan Tujuan Alternatif Produk DCIM

Langkah ketiga adalah memasukkan hirarki kriteria AHP satu persatu sesuai

dengan hirarki yang telah disusun (gambar 5.7).

Gambar ‎5.7 Memasukkan Hirarki AHP

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

100

Universitas Indonesia

Langkah selanjutnya adalah melakukan pembobotan kriteria dengan melakukan

perbandingan berpasangan untuk setiap sub-sub-kriteria dalam satu sub-kriteria,

perbandingan berpasangan antar sub-kriteria terakhir perbandingan berpasangan

antar kriteria utama, yaitu kriteria kualitas software dan kriteria bisnis. Cara

memasukkan perbandingannya seperti yang terlihat pada gambar 5.8.

Gambar ‎5.8 Melakukan Perbandingan Antar Kriteria

Software ODM memberikan fasilitas untuk memeriksa apakah telah dilakukan

perbandingan kriteria atau belum. Jika suatu kriteria masih berwarna merah, ini

berarti belum dilakukan perbandingan, sedangkan jika sudah dilakukan

perbandingan, maka tulisan akan berubah menjadi hijau. Dengan demikian bisa

diketahui jika ada perbandingan yang terlewat.

Langkah kelima adalah melakukan pembobotan alternatif pilihan produk DCIM

untuk masing-masing kriteria. Sama dengan saat melakukan perbandingan

kriteria, ODM juga memberikan fasilitas perubahan warna merah dan hijau untuk

membedakan mana yang sudah dilakukan perbandingan dan yang belum. Gambar

5.9 menunjukkan proses pemasukan perbandingan.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

101

Universitas Indonesia

Gambar ‎5.9 Melakukan Perbandingan Antar Produk DCIM tiap Kriteria

Jika semua perbandingan sudah dilakukan, dapat dilanjutkan pada langkah

terakhir yaitu melihat hasil akhir pemeringkatan seperti yang terdapat pada

gambar 5.10.

Gambar ‎5.10 Hasil Akhir Pemeringkatan

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

102

Universitas Indonesia

5.6 Hasil Akhir Pemeringkatan

Dengan menggunakan bantuan software ODM, setelah dilakukan langkah-langkah

penghitungan didapatkan hasil akhir pemeringkatan seperti yang terdapat pada

tabel 5.61.

Tabel ‎5.61 Hasil Akhir Pemeringkatan

Peringkat Produk DCIM Bobot

1 StruxureWare 24.77%

2 RaMP 24.65%

3 Cormant-CS 19.45%

4 dcTrack 17.65%

5 Nlyte DCIM 13.48%

Produk StruxureWare keluar sebagai pemenang dan dianggap sebagai produk

DCIM yang paling tepat bagi PT DSJ berdasarkan evaluasi terhadap seluruh

metrik dan kriteria yang telah ditetapkan.

Peringkat kedua ditempati oleh RaMP yang menempati peringkat kedua untuk

kategori teknis tetapi peringkat pertama untuk kategori bisnis. Hal ini disebabkan

karena biaya implementasi RaMP jauh lebih rendah dibandingkan produk DCIM

yang lain. Perincian bobot masing-masing produk DCIM untuk kriteria kualitas

software dan kriteria bisnis ditampilkan pada tabel 5.62.

Tabel ‎5.62 Perincian Bobot Tiap Kriteria

Produk DCIM Bobot Kualitas Software Bobot Kriteria Bisnis

StruxureWare 23.90% 26.52%

RaMP 23.00% 27.94%

Cormant-CS 17.96% 22.43%

dcTrack 18.14% 16.67%

Nlyte DCIM 17.00% 6.44%

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

103 Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melalui keseluruhan tahapan penelitian, dalam bab ini dijabarkan

kesimpulan dan saran yang dibuat. Kesimpulan didapatkan baik dari hasil akhir

analisis maupun dari proses penelitian. Saran yang disampaikan dalam bab ini

terdiri dari dua macam saran, yaitu saran praktis bagi PT DSJ dan saran bagi

peneliti lain yang akan mengambil topik penelitian yang sama dengan penelitian

ini.

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian

yaitu: “Produk Data Center Infrastructure Management yang mana yang paling

tepat untuk memenuhi kebutuhan PT DSJ dalam meningkatkan efisiensi

infrastruktur data center ?”. Kesimpulan ini menjawab pertanyaan penelitian

tersebut ditambahkan dengan kesimpulan tambahan yang didapatkan selama

proses penelitian. Berdasarkan hasil akhir analisis dan keseluruhan proses

penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Seperti yang ditampilkan dalam tabel 5.61, produk StruxureWare dari

Schneider Electric adalah produk yang tepat memenuhi kebutuhan PT

DSJ dalam meningkatkan efisiensi infratruktur data center-nya

berdasarkan penilaian dan pembobotan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Panduan standar ISO/IEC 25010 tentang model penilaian kualitas

software serta katalog kriteria non-teknis GESSI dapat digunakan untuk

memudahkan penyusunan kriteria penilaian software secara

komprehensif.

3. Metode AHP dapat digunakan untuk membantu dalam proses

pengambilan keputusan yang melibatkan banyak pilihan serta banyak

kriteria yang saling terkait secara obyektif dan terstruktur.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

104

Universitas Indonesia

6.2 Saran

Dengan segala keterbatasan yang ada, penelitian ini tentunya jauh dari sempurna,

untuk itu penulis meberikan beberapa saran baik bagi PT DSJ maupun bagi

peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan topik atau metode sejenis.

Saran praktis bagi PT DSJ :

1. Untuk memvalidasi kesimpulan penelitian ini, harus dilakukan pendalaman

terkait dengan total biaya kepemilikan produk DCIM yang mungkin terlewat

dalam penelitian ini.

2. Penelitian ini hanya menggunakan panduan ISO/IEC 25010 untuk diambil

model kualitas internal dari software DCIM. Pada saat benar-benar mencoba

produk StruxureWare sebaiknya mengikuti panduan model kualitas software

dalam penggunaan seperti yang terdapat pada standar tersebut.

Saran bagi peneliti atau calon peneliti lain :

1. Proses penilaian kualitas software adalah proses yang kompleks dan harus

dilakukan mulai dari proses perancangan sampai dengan implementasi. Seri

standar ISO/IEC 25xxx (SQuaRE) memberikan panduan yang lengkap yang

bisa digunakan dalam keseluruhan proses penilaian. Apabila ada peneliti yang

akan melakukan penelitian tentang kualitas software, sebaiknya

menggunakan seri standar tersebut secara lengkap.

2. Dalam pelaksanaan analisis dan penghitungan peringkat dalam penelitian ini

menggunakan dua macam tool yaitu AHPCalc dan ODM. Hal ini sangat tidak

efisien, untuk itu jika ada peneliti yang akan menggunakan metode AHP

mungkin bisa memodifikasi software open source ODM agar bisa

menampilkan rasio konsistensi per langkah.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

105 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Aggar, M. (2011, June 1). The IT Energy Efficiency Imperative. Retrieved

February 1, 2013, from Microsoft - Environtment:

http://download.microsoft.com/download/7/5/A/75AB83E8-2487-409F-AC6C-

4C3D22B72139/ITEI_Paper_5.27.11.pdf

Alanbay, O. (2005). ERP SELECTION USING EXPERT CHOICE SOFTWARE.

International Symposium on the Analytical Hierarchy Process. Honolulu: ISAHP.

Alger, D. (2005). Build the Best Data Center Facility for Your Business.

Indianapolis: Cisco Press.

Applegate, L. M., Austin, R. D., & Soule, D. L. (2009). Corporate Information

Strategy and Management (8th ed.). New York: McGraw Hill.

Arregoces, M. &. (2003). Data Center Fundamentals. Indianapolis: Cisco Press.

ASHRAE. (2011). ASHRAE TC 9.9, 2011 Thermal Guidelines for Data

Processing Environments – Expanded Data Center Classes and Usage Guidance.

Atlanta: American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning

Engineers.

ASHRAE. (2012). IT Equipment Thermal Management and Controls. Atlanta:

American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers.

Bank Indonesia. (2007). PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM

PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM. Jakarta: Bank

Indonesia.

Bellady, C., Rawson, A., Pfleuger, J., & Cader, T. (2008). GREEN GRID DATA

CENTER POWER EFFICIENCY METRICS: PUE AND DCIE. Beaverton: The

Green Grid.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

111

111

Boehm, B. w., Brown, J. R., & Lipow, M. (1976). USC-CSE-76-501 -

Quantitative Evaluation of Software Quality. Los Angeles: Center for Systems

and Software Engineering.

Botella, P., Burgués, X., Carvallo, J.-P., Franch, X., Grau, G., Marco, J., et al.

(2004). ISO/IEC 9126 in practice: what do we need to know ? Software

Measurement European Forum. Rome: DPO.

Brill, K. G. (2007). Data Center Energy Efficiency and Productivity. Santa Fe:

Uptime Institute.

Brill, K. G., & Stanley, J. (2009). IT and Facilities Initiatives for Improved Data

Center Efficiency. New York: Uptime Institute.

Broderick, K. (2012). IDC MarketScape: Worldwide Data center Infrastructure

Management (DCIM) 2011 Vendor Analysis. Framingham: IDC.

Cappuccio, D. J. (2010). DCIM: Going Beyond IT. Stamford: Gartner.

Cartlidge, A., Hanna, A., Rudd, C., Macfarlane, I., Windebank, J., & Rance, S.

(2007). An Introductory Overview of ITIL® V3. Wokingham: itSMF Ltd.

Carvallo, J. P., & Franch, X. (2006). Extending the ISO/IEC 9126-1 quality model

with non-technical factors for COTS components selection. International

Workshop on Software Quality (pp. 9-14). Shanghai: ICSE.

Carvallo, J. P., Franch, X., & Quer, C. (2011, June 30). Non-Technical Quality

Features Catalogue (Extension of the ISO/IEC 9126-1 Quality Model). Retrieved

May 26, 2013, from Departament d'Enginyeria de Serveis i Sistemes

d'Informació. ESSI: http://www.essi.upc.edu/~qms/DesCOTS/CQM/Non.htm

Cole, D. (2012, May 9). Data Center Knowledge Guide to Data Center

Infrastructure Management. Retrieved February 2, 2013, from IIS Group Web

site: http://iisgroupllc.com/wp-content/uploads/2013/02/Data-Center-Knowlede-

DCIM-Guide.pdf

Cote, M.-A., Suryn, W., Martin, R. A., & Laporte, C. Y. (2004, June). Evolving a

Corporate Software Quality Assessment Exercise: A Migration Path to ISO/IEC

9126. Software Quality Professional , pp. 4-17.

Data Center Efficiency Task Force. (2011, May 17). Recommendations for

Measuring and Reporting Overall Data Center Efficiency. Retrieved February 2,

2013, from The Green Grid:

http://www.thegreengrid.org/~/media/WhitePapers/Data%20Center%20Metrics%

20Task%20Force%20Recommendations%20V2%205-17-2011.pdf?lang=en

DatacenterDynamics. (2012). A Snapshot of the Indonesian Data Center Market.

DatacenterDynamics. Jakarta: DatacenterDynamics.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

112

112

Dines, R. A., Washburn, D., Schreck, G., & Chi, E. (2011). Build Or Buy? The

Economics Of Data Center Facilities. Cambridge: Forrester Research, Inc.

Dunlap, K., & Rasmussen, N. (2006, June 6). The Advantages of Row and Rack-

Oriented Cooling Architectures for Data Centers. Retrieved May 15, 2012, from

APC by Schneider Web Site: http://www.apcmedia.com/salestools/VAVR-

6J5VYJ/VAVR-6J5VYJ_R2_EN.pdf

Esaki, K. (2013). Verification of Quality Requirement Method Based on the

SQuaRE System Quality Model. American Journal of Operations Research , 70-

79.

Evans, T. (2012, February 28). The Different Technologies for Cooling Data

Centers. Retrieved May 2, 2012, from APC by Schneider Electric Web site:

http://www.apcmedia.com/salestools/VAVR-5UDTU5_R2_EN.pdf

Greenfield Software. (2012, March 2012). Data Center Infrastructure

Management: ERP for Data Center. Retrieved May 15, 2012, from Greenfield

Software website: http://www.greenfieldsoft.com/resources/Webinar2_DCIM-

ERP%20for%20DC%20Manager.pdf

IDC. (2012). IDC MarketScape: Worldwide Datacenter Infrastructure

Management (DCIM )2011 Vendor Analysis. Framingham: IDC.

IDC. (2013). IDC MarketScape: Worldwide Datacenter Infrastructure

Management 2013 Vendor Analysis. Framingham: IDC.

Ikemoto, S., Warner, M., Docca, A., & Moezzi, H. (2012, November 21).

Predictive Data Center Infrastructure Management (DCIM). Retrieved February

4, 2013, from Future Facilities:

http://www.futurefacilities.com/media/whitepapers/PDCIM/Predictive_Data_Cent

er_Infrastructure_Management.pdf

International Standard 9126. (1991). Information Technology--Software

Evaluation. Quality Characteristics and Guidelines for their Use. ISO.

ISO/IEC 25010. (2011). Systems and software engineering - Systems and software

Quality Requirements and Evaluation (SQuaRE) — System and software quality

models. Geneva: ISO/IEC.

ISO/IEC 25030. (2007). Software engineering — Software product Quality

Requirements and Evaluation (SQuaRE) - Quality requirements. Geneva:

ISO/IEC.

Kaplan, J. A., Forrest, W., & Kindler, N. (2008). Revolutionizing Data Center

Efficiency. New York: McKinsey & Company.

Liang, S.-K. (2007). Selecting the optimal ERP software by combining ISO 9126

Standard and Fuzzy AHP Approach. Contemporary Management Research , 3

(1), 23-44.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

113

113

Malone, C., & Belady, C. (2006). Metrics to Characterize Data Center & IT

Equipment Energy Use. Digital Power Forum, (pp. 18-20). Dallas, TX.

McCall, J. A., Paul, R. K., & Walters, G. E. (1977). Factors in Software Quality:

Concept and Definitions of Software Quality. New York: General Electric

Company.

Newcombe, L. (2011, April 5). Analysis of data centre cooling energy efficiency.

Retrieved February 5, 2013, from Data Center Specialist Group:

http://dcsg.bcs.org/sites/default/files/protected/Analysis%20of%20data%20centre

%20cooling%20energy%20efficiency%20v1.0.0.pdf

Newcombe, L. (2010, May 8). Data Centre Energy Efficiency Metrics. Retrieved

February 1, 2013, from Data Centre Specialist Group:

http://dcsg.bcs.org/sites/default/files/protected/data-centre-energy.pdf

Niemann, J. (2008, October 7). Hot Aisle vs. Cold Aisle Containtment. Retrieved

May 15, 2012, from APC by Schneider Web site:

http://www.apcmedia.com/salestools/DBOY-7EDLE8_R0_EN.pdf

Özkan, B., Başlıgil, H., & Şahin, N. (2011). Supplier Selection Using Analytic

Hierarchy Process: An Application From Turkey. World Congress on Engineering

2011. II. London: WCE 2011.

Patel, C. D. (2005). Cost Model for Planning, Development and Operation of a

Data Center. Palo Alto: HP Internet Systems and Storage Laboratory.

Pemerintah Republik Indonesia. (2012). PENYELENGGARAAN SISTEM DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK - PP No 82 tahun 2012. Jakarta: Pemerintah

Republik Indonesia.

Rasmussen, N. (2003, Feruary 14). Air Distribution Architecture Options for

Mission Critical Facilities. Retrieved May 15, 2012, from APC by Schneider Web

Site: http://www.apcmedia.com/salestools/NRAN-5TN9QM/NRAN-

5TN9QM_R3_EN.pdf

Rasmussen, N. (2012, Septermber 14). Power and Cooling Capacity Management

for Data Centers. Retrieved December 3, 2012, from APC by Schneider Web

Site: http://www.apcmedia.com/salestools/NRAN-6C25XM/NRAN-

6C25XM_R3_EN.pdf

Rawashdeh, A., & Matalkah, B. (2006). A New Software Quality Model for

Evaluating COTS Components. Journal of Computer Science , 373-381.

Saaty, L. T. (2008). Decision making with the analytic hierarchy process. Int. J.

Services Sciences , 1 (1), 83-98.

Sawyer, R. L. (2011, May 30). Calculating Total Power Requirements for Data

Centers. Retrieved May 2, 2012, from APC by Schneider Electric Web site:

http://www.apcmedia.com/salestools/VAVR-5TDTEF_R1_EN.pdf

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

114

114

Snevely, R. (2002). Enterprise Data Center Design and Methodology. Palo Alto:

Prentice Hall.

Sullivan, R. F. (2002). Alternating Cold and Hot Aisles Provides More Reliable

Cooling on Server Farm. New York: Uptime Institute.

Sullivan, R. F. (2005). How to Meet "24 by Forever" Cooling Demands of your

Data Center. New York: Uptime Institute.

Sverdlik, Y. (2013). The Real DCIM Sell. DatacenterDynamics Focus (28), 2-3.

Telecommunication Industry Association. (2005). Telecommunications

Infrastructure Standard for Data Center: TIA-942. Arlington: Telecommunication

Industry Association Standards and Technology Department.

Tschudi, W., Mills, E., Greenberg, S., & Rumsey, P. (2006). Measuring and

Managing Energy Use in Data Centers. HPAC Engineering , 45-51.

Tzeng, G.-H., & Huang, J.-J. (2011). Multiple Attribute Decision Making Methods

and applications. Boca Raton: CRC Press.

Ulichnie, T. (2008, June 8). Using ITIL to Gain Data Center Efficiency. Retrieved

February 2, 2013, from Uptime Institute Web site:

http://uptimeinstitute.com/component/docman/doc_download/27-using-itil-to-

gain-data-center-efficiency

Uptime Institute Professional Services. (2010). Accredited Tier Designer

Technical Paper Series: Engine-Generator Ratings. New York: Uptime Institute.

Uptime Institute Professional Services. (2010). Data Center Site Infrastructure,

Tier Standard: Operational Sustainability. New York: Uptime Institute.

Uptime Institute Professional Services. (2012). Data Center Site Infrastructure,

Tier Standard: Topology. New York: Uptime Institute.

Uptime Institute. (2012). Uptime Institute Annual Report: Data Center Density.

New York: Uptime Institute.

VanGeet, O. (2011, March 4). FEMP Best Practices Guide for Energy-Efficient

Data Center Design. Retrieved February 1, 2013, from Enegy Efficiency &

Renewable Energy - US. Department of Energy:

http://www1.eere.energy.gov/femp/pdfs/eedatacenterbestpractices.pdf

Vayvay, O., Ozcan, Y., & Cruz-Cunha, M. M. (2012). ERP consultant selection

problem using AHP, fuzzy AHP and ANP: A case study in Turkey. E3 Journal of

Business Management and Economics , 3 (3), 106-117.

Villars, R. L. (2012). The Datacenter's Role in Delivering Business Innovation:

Using DCIM to Enable a Common Management Approach. Massachusetts: CA

Technologies.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

115

115

Wei, C.-C., Chien, C.-F., & Wang, M.-J. J. (2005). An AHP-based approach to

ERP system selection. International Journal of Production Economics (96), 47-

62.

Wibisono, S. K. (2012). Analisis Platform Gadget yang Paling Potensial

Menghasilkan Profit dengan Metode Analytic Hierarchy Process. Karya Akhir

Program Studi Magister Teknologi Informasi . Jakarta: Unversitas Indonesia.

Wiboonrat, M. (2008). An Optimal Data Center Availability and Investment

Trade-Offs. 9th ACIS International Conference on Software Engineering,

Artificial Intelligence, Networking, and Parallel/Distributed Computing (pp. 712-

719). Phuket: Department of Computer Engineering, Chulalongkorn University.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

111

LAMPIRAN 1

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

117

LAMPIRAN 2

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

124

LAMPIRAN 3

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

125

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.

Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.