UAS PBK-edit2

Embed Size (px)

Citation preview

UNIVERSITAS INDONESIA

Critical Review Foundation of Community Development: An Ecological Perspective dalam Buku Community Development Bab II, Hal. 21-47 karangan Jim Ife; terbitan Pearson Education, Australia (2002)

NURLITA WIDYASARI 0806483891 Tugas Ujian Akhir Semester Pembangunan Berbasis Komuniti

Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Pasca Sarjana Universitas Indonesia

Salemba, 2009 BAB I RINGKASAN Foundation of Community Development: An Ecological Perspective

Tulisan Jim Ife dalam buku ini memberikan gambaran mengenai pendekatan pada pembangunan komuniti yang berlandaskan pada 2 perspektif dasar yaitu perspektif ekologi dan perspektif keadilan sosial. Setiap perspektif memiliki peran penting dalam memajukan pelaksanaan pembangunan komuniti dan mendorong pemecahan persoalan yang ada di dalamnya. Dalam Bab II buku Community Development dibahas dasar pembangunan komuniti dari perspektif ekologi. Perspektif ekologi yang dibahas Jim Ife berasal dari Kritik Green atau Hijau yang berfokus pada keadaan sosial, ekonomi dan politik masa sekarang.

I. Krisis LingkunganAnalisis Green (hijau) muncul ketika manusia menghadapi krisis lingkungan pada awal abad 21. Krisis lingkungan tersebut memunculkan para pemikir Green yang menyadari bahwa krisis lingkungan adalah masalah penting yang tidak dapat dihindari dan kemudian mencari alternatif untuk menghadapinya. Dalam perspektif Green, perubahan untuk mengatasi masalah krisis lingkungan tidak dapat ditunda karena masalah ini sangat penting dan mendesak. Kegagalan dalam menghadapinya dapat menyebabkan bencana pada peradaban manusia, termasuk juga makhluk hidup lain pada masa yang akan datang. Beberapa hal yang termasuk dalam kategori krisis lingkungan adalah polusi udara, laut, sungai, dan tanah; keracunan rantai makanan; penipisan SDA; penipisan lapisan ozon; pemanasan global; kepunahan spesies; hilangnya area hutan; erosi tanah; desersi; penebangan hutan; limbah nuklir; dan krisis populasi (Brown 1994; Ehrlich & Ehrlich 1990; Meadows, Meadows & Randers 1992; Suzuki & McConnell 1997; Van Der Veer & Pierce 1998; McKibbin 1990).1 Fokus terhadap masalah lingkungan berbeda-beda setiap tahunnya, misalnya pada tahun 1970, krisis sumber daya menjadi perhatian publik yang paling utama. Pada akhir tahun 1980-an, persoalan lingkungan beralih pada keseimbangan ekologi (pemanasan global dan penipisan lapisan ozon). Di Tasmania dan British Columbia, hilangnya area hutan selalu menjadi isu hangat dalam publik, walaupun jumlah area hutan tidak selalu turun terus-menerus. Meskipun ada perhatian dari publik dan pemberitaan besar-besaran dari media, persoalan tersebut selalu muncul

1

Ife, Jim.Community Development (Australia: Pearson Education, 2002), hlm. 22

2

dan indikasinya makin lama makin buruk. Persoalan lingkungan merupakan persoalan serius dalam jangka waktu panjang dan memiliki keterkaitan erat dengan manusia dan peradabannya.

II. Reaksi Lingkungan dan Reaksi HijauDalam merespon persoalan krisis lingkungan, ada perbedaan penting harus dibuat antara Environmental response reaksi lingkungan dengan Green responses reaksi hijau. Ada penulis yang menggunakan terminologi berbeda seperti light green dan dark green (Dobson 1995), environmental dan ecological (Bookchin1991), atau deep dan shallow ecology (Fox 1990), tetapi belum ada literatur yang konsisten pada kata-kata tersebut, mana yang paling menunjukkan perbedaan mendasar pada pemikiran hijau.2 Ada 2 karakteristik reaksi lingkungan dalam persoalan ekologi:

1. Mencari cara untuk memecahkan persoalan lingkungan secara spesifik denganmenemukan solusi yang lain. Seperti masalah pemanasan global diatasi dengan mengurangi efek rumah kaca; persoalan sumber daya dengan teknologi alternatif; persoalan polusi dengan teknologi anti polusi; persoalan populasi dengan program KB; persoalan hilangnya area hutan dengan membuat area hutan lindung; persoalan punahnya spesies dengan program penangkaran spesies langka; dan lainnya. Ini adalah pendekatan dengan pemikiran linier yang merupakan pemikiran dominan dalam pandangan dunia barat dengan industri dan perkembangan teknologi yang telah dibangun (Capra 1982; Rifkin 1985; Saul 1992; Postman 1993; Torgeson 1999)3

2. Mencari solusi dengan melihat keadaan politik, sosial, ekonomi yang sudah ada. Memangtidaklah mudah untuk merubah masyarakat, tetapi hal ini lebih baik daripada memecahkan persoalan dengan menggunakan hal-hal yang teknis. Ini bergantung pada teknologi yang dianggap sebuah nilai tinggi sehingga teknologi yang canggih diharapkan dapat memecahkan seluruh persoalan. Kepercayaan pada teknologi dilihat sebagai bentuk reaksi paling ekstrim untuk melawan limbah nuklir; salah satu bentuk pencemaran yang yang paling mendapatkan sorotan. Penggunaan reaktor nulir masih terus dilaksanakan -walaupun menghasilkan limbah beracun yang tinggi- karena adanya anggapan bahwa permasalahan yang disebabkan oleh hasil pembuangan limbah nuklir akan dapat dipecahkan melalui beberapa inovasi teknologi. Padahal jawaban terhadap kemungkinan tersebut bisa jadi tidak ada.

2 3

ibid ibid

3

Kontras dengan hal tersebut, reaksi hijau pada persoalan lingkungan mengambil pendekatan radikal yang lebih mendasar. Persoalan lingkungan adalah konsekuensi dari masalah sosial, ekonomi, dan politik yang memperlihatkan ketidakberlanjutan, sehingga segi sosial, ekonomi, dan politiklah yang seharusnya perlu dibenahi (Porritt 1984; Dobson 1995; Carter 1999). 4 Solusi konvensional, linier, dan teknologi pada persoalan lingkungan mungkin memadai dan penting dalam jangka pendek tetapi dalam jangka panjang, langkah ini belum tentu berhasil kecuali segi sosial, politik, dan ekonomi diubah. Orang-orang yang memiliki pemahaman hijau ini tidak melihat persoalan lingkungan sebagai persoalan individu semata tetapi berhubungan dengan segala aspek. Pemahaman hijau berusaha mengaplikasikan prinsipprinsip ekologi untuk memecahkan persoalan lingkungan yang membutuhkan perspektif holistik daripada pendekatan konvensional linier. Pendekatan konvensional (terminologinya adalah lingkungan) melihat persoalan lingkungan hanya sebagai permasalahan fisik yang berhubungan dengan udara, air, pencemaran, reaksi kimia, tanah, iklim, ekosistem, temperatur, dan sebagainya yang membutuhkan solusi dalam bentuk fisik dan teknik. Oleh karena itu, ilmu fisika dianggap sebagai ilmu dasar yang paling penting untuk mengatasi persoalan tersebut; ilmu fisika merupakan bentuk dasar dari ilmu lingkungan dan para ilmuwan fisika adalah pakar dari persoalan-persoalan lingkungan. Berbeda dengan pendekatan konvensional, perspektif hijau melihat persoalan lingkungan sebagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik. Persoalan tersebut disebabkan oleh struktur masyarakat yang telah dibangun, dan untuk dapat menghadapi persoalan lingkungan harus melihat ilmu-ilmu sosial, ekonomi, dan politik bukan dari ilmu fisika dan teknologi yang sebenarnya hanya dapat menghadapi gejala-gejala persoalan lingkungan. Prespektif yang diambil Jim Ife dalam buku Commuity Development lebih mengambil pandangan hijau daripada pandangan lingkungan pada persoalan ekologi. Jika krisis ekologi ingin diselesaikan secara efektif, langkah yang harus diambil adalah melalui perubahan sosial, ekonomi, dan politik daripada progress teknologi dan penemuan. Komuniti merupakan salah satu langkah yang paling efektif untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan dan hal ini relevan dengan analisis hijau. Komuniti memiliki kontribusi besar pada pergerakan hijau, oleh karena itu tidaklah mengherankan pergerakan hijau telah menjadi sebuah kekuatan yang melatarbelakangi peningkatan terjadinya pembangunan komuniti.

4

ibid., hlm. 23

4

III. Tema-tema atau Aliran dalam Pemikiran/Analisis HijauAda beberapa aliran berbeda mengenai pemikiran hijau dalam mendefinisikan persoalan krisis ekologi dan memperjuangkan apa yang seharusnya diubah. Jim Ife hanya mengambil beberapa perspektif dari buku Carolyn Merchant yang berjudul Radical Ecology: the Search for a Living World (1992):

1.

Eco-sosialism (Ekososialisme)

Ekososialisme berpendapat bahwa krisis ekologi merupakan konsekuensi dari paham kapitalisme. Berdasarkan analisis Marx, pertumbuhan industri telah menjadi pemacu pembangunan kapitalisme dengan akibat-akibat seperti limbah, over konsumsi, dan polusi. Lingkungan seolah-olah membayar harga untuk kesuksesan kapitalisme yang mendorong terjadinya sifat individualis dan ekploitasi sumber daya. Dari perspektif ini, solusi bagi krisis ekologi bergantung pada sosialisme. Perlindungan yang cukup pada lingkungan dan konservasi sumber daya dapat lebih mudah dicapai melalui sebuah kolektivitas atau sistem komunis. Oleh karena itu, perubahan pada masyarakat sosialis sangatlah penting. Pemikiran ekososialisme merupakan modifikasi pandangan sosialis yang tradisional. Sosialis konvensional menekankan pentingnya keberlanjutan pertumbuhan ekonomi sebagai jalan untuk meningkatkan kekayaan. Para pemikir hijau justru mempertanyakan bagaimana kelangsungan ekologi atas keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang cenderung merusak ekologi. Oleh karena itu, ekososialisme menggabungkan unsur perhatian terhadap lingkungan dalam pemikiran sosialisme. Perspektif ini berpengaruh besar pada pemulis literatur hijau, diantaranya adalah Sarker (1999), Luke (1999), Gorz (1980), Ryle (1988), Pepper (1993) dan Mellor (1992; yang juga menggabungkan unsur feminis pada tulisannya). Hal yang diperjuangkan adalah kebutuhan akan kepemilikan sosial dan kontrol produksi serta kontrol sumber daya. Ada kritik konservatif yang beranggapan bahwa politik hijau hanya menjadi penyamaran dari sosialisme. Dengan kata lain, pemikiran hijau hanyalah semangka yaitu hijau di luar tetapi merah muda di dalam. Selain itu para pengkritisi ini juga mengungkapkan bahwa pada tahun 1989, negara-negara sosialis justru mempunyai beberapa catatan buruk dengan melakukan pengrusakan lingkungan dan tidak melakukan sosialisme yang ramah lingkungan.

5

2. Eco-anarchism (Ekoanarkis)Berbeda dengan ekososialisme, ekoanarkis melihat persoalan ekologi sebagai hasil dari struktur dominasi dan kontrol pemerintah, penekanan dari sisi militer, dan bentuk peraturan lainnya. Struktur dominasi pemerintah membatasi interaksi dan potensi manusia serta menjauhkan manusia dari diri mereka sendiri yang sebenarnya, akibatnya manusia membangun sistem ekologi yang menuai bencana. Oleh karena itu, ekoanarkis menginginkan agar dalam sebuah sistem masyarakat tidak terdapat kontrol pusat, jadi keputusan-keputusan diambil secara individu atau grup-grup komuniti. Dalam sistem hierarki pada organisasi sosial, para penganut ekoanarkis lebih memilih sistem desentralisasi dan otonomi yang berdasarkan pada prinsip ekologi atau ekologi sosial (istilah yang diungkapkan oleh Murray Bookchin (1990, 1991) dan sering digunakan oleh para penulis ekoanarkis). Pemikiran anarkis yang menunjukkan perhatian pada lingkungan dan keinginan get back to nature (kembali pada alam) sebagai bentuk keinginan mereka untuk bebas dari struktur penindasan (Marshall 1992a, 1992b). Pertentangan pemahaman antara ekoanarkis dengan ekososialis merupakan hal yang menarik untuk dibahas karena merefleksikan hubungan konflik antara sosialis dengan anarkis pada filosofi politik. Sosialisme cenderung mendukung dan mendorong perencanaan terpusat, koordinasi, dan kontrol melalui negara yang kontras dengan sudut pandang anarkis. Namun begitu baik ekoanarkis ataupun ekososialis sebenarnya menerima pepatah hijau yang terkenal Think globally, act locally (Berpikir secara global dan bertindak secara lokal).

3. Eco-feminism (Ekofeminisme)Sementara ekososialis melihat persoalan pada kondisi kapitalisme, dan ekoanarkis melihat dari struktur dominasi dan kontrol, ekofeminis melihat persoalan mengenai ekologi dunia dari sudut pandang patriarki dan konsekuensinya (Meller 1992; Shiva 1989; Merchant 1980; Plumwood 1993; Salleh 1997; Warren 2000). 5 Sudut pandang ini melihat bahwa dominasi struktur, kontrol, dan penindasan patriarki menghasilkan eksploitasi masyarakat, kompetisi, dan ketamakan sehingga mengakibatkan ketidakberlanjutan dan bencana lingkungan.

5

ibid., hlm. 26

6

Oleh karena itu, ekofeminisme memperjuangkan perubahan untuk mewujudkan pergerakan feminis dimana struktur patriakal harus dibongkar dan diganti. Tentu saja pergerakan feminisme seperti halnya pergerakan lain memiliki tekanan dan uraian konflik yang berbeda (Williams 1989), namun Jim Ife tidak menjabarkan secara rinci pada tulisannya. Feminis liberal pada dasarnya mengungkapkan bahwa kaum wanita seharusnya didorong dan didukung untuk berkompetisi secara efektif dengan kaum lakilaki dalam struktur yang sudah ada dan menekankan pentingnya peran kaum perempuan dalam nilai sosial, ekonomi, dan politik. Hal lain yang diperjuangkan oleh para penganut feminis adalah pembangunan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip organisasi untuk:

(a) menggantikan struktur kompetitif dengan bentuk struktur koperatif (b) menggantikan sifat individualisme dengan pengambilan keputusan kolektif (c) memberikan penilaian pada manusia secara merata dan tidak mendukungdominasi, kontrol, penindasan, dan eksploitasi pada yang lain (kesetaraan gender) (d) menekan wacana ilmiah akan penindasan sebagai bentuk dominasi kekuatan patriarki serta menyuarakan aspirasi-aspirasi marginal. Beberapa penganut aliran feminis juga memberikan pandangan akan pentingnya karakteristik tradisional wanita yang memelihara, peduli, memiliki perasaan mau berbagi, terutama dalam komunitas dan memiliki sifat cinta damai dibandingkan dengan laki-laki yang dianggap sebagai individu yang menyukai kompetisi, agresi, dominasi, eksploitasi, dan perang. Aliran ekofeminis memiliki 2 persoalan yang sejalan dengan pemikiran hijau:

1. Persoalan bagaimana memulai perubahan tanpa terjadi penindasan pada wanitaatau strukturnya.

2. Kesadaran kaum wanita dan cara pandangnya pada dunia yang menunjukkanparadigma alternatif mengenai keberlanjutan ekologi sosial, ekonomi, dan politik. Kebanyakan para penganut pemikiran hijau mengambil kedua persoalan tersebut (walaupun ada beberapa variasi bergantung pada pengetahuan dan diskusi mereka), hasilnya ada beberapa elemen analisis feminis yang digabung dengan literatur hijau.

4. Eco-luddism (Ekoludisme)Aliran lain dalam pemikiran hijau adalah kritik pada pembangunan teknologi yang menjadi tak terkendali, jauh dari membawa keuntungan pada manusia, namun justru lebih banyak membawa masalah daripada memecahkan masalah. Penggunaan kata luddism

7

untuk pemikiran ini tidak bertujuan untuk menghina karena kata luddism merupakan sebuah kata yang mengandung unsur kekerasan/pelecehan pada orang yang mencurigai teknologi baru (kecurigaan pada teknologi baru dalam periode kapitalisme industri). Sudut pandang para pemikir luddism adalah tujuan sosial tidak harus berada di bawah tujuan ekonomi dan pembangunan teknologi dapat memiliki konsekuensi negatif pada manusia (Harisson 1984; Hobsbawn & Rude 1969)6. Inti dari pemikiran ini adalah semangat dari revolusi industri dan pertanyaan mendasar apakah pembangunan teknologi itu baik untuk semua. Beberapa penganut luddism antara lain adalah Illich (1973), Postman (1993) dan Mander (1991). Para penulis itu berpandangan bahwa tidak semua teknologi mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia. Contoh paling nyata adalah teknologi nuklir yang membawa konsekuensi negatif dan dialami sendiri oleh manusia (Hiroshima, Nagasaki, Chernobyl, Mururoa, Maralinga, ancaman bencana nuklir, limbah radioakif dan kecelakaan). Penulis pemikiran hijau yang mengambil perspektif ini melihat bahwa pembangunan teknologi sebagai penyebab utama terjadinya krisis lingkungan. Seperti Ivan Illich yang berpendapat bahwa pembangunan teknologi lebih banyak mengakibatkan kerugian daripada keuntungan. Misalnya teknologi kesehatan yang lebih banyak menyakitkan daripada menyembuhkan (Illich 1976). Begitupun teknologi transportasi modern yang justru memperbudak bukan membebaskan (Illich 1973). Pandangan lain (Bowers 2000) memberikan kritik pada penggunaan teknologi informasi atau komputer, disatu sisi memudahkan manusia untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman tetapi di sisi lain meningkatkan sifat individualis dengan membatasi ruang gerak manusia hanya pada dunia maya sehingga mengurangi interaksi sosial yang seharusnya terjadi pada masyarakat. Teknologi maju dilihat sebagai bagian masalah daripada bagian dari solusi. Pembangunan dan penelitian teknologi yang dianggap memberikan keuntungan akan memakan harga dengan menghabiskan interaksi sosial dan lingkungan. Kebanyakan para pemikir hijau (yang menentang pemikiran pakar lingkungan) mencari solusi non-teknologi pada persoalan krisis ekologi, dan bersikap skeptis pada pembangunan teknologi. Namun, Jim Ife mengungkapkan pada tulisannya bahwa tentu saja ada keuntungan dari inovasi teknologi. Persoalan yang paling mendasar menurut Jim

6

ibid., hlm. 27

8

Ife adalah kebudayaan dominan yang cenderung merayakan keuntungan dari euphoria teknologi baru dan mengacuhkan harga keselamtan bumi.

5. Anti-growth (Anti pertumbuhan)Pemikiran ini melihat pertumbuhan adalah masalah yang paling utama. Alasan yang mendasari pemikiran tersebut adalah hasrat dari pertumbuhan termasuk pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan populasi, pertumbuhan area kota, dan pertumbuhan organisasi. Adanya anggapan bahwa lebih besar maka lebih baik merupakan salah satu kriteria untuk kesuksesan kualitas pertumbuhan. Perekonomian dilihat dari ukuran pertumbuhan, pergantian modal dan profit serta kesuksesan cerita yang bermula dari usaha kecil menjadi usaha yang besar. Padahal kota akan terus berkembang dan para perencana kota harus menentukan bagaimana kota-kota menanggulangi pertumbuhan dalam bidang transportasi, perumahan, penggunaan lahan, air, polusi, dan lain sebagainya. Persoalannya adalah kita hidup dalam keterbatasan. Pertumbuhan tidak bisa berlanjut selamanya, karena adanya keterbatasan sumber daya yang kita miliki dan harga yang harus dibayar atas pertumbuhan tersebut. Beberapa pemikir aliran ini seperti David Suzuki (Suzuki & McConell 1997) berpendapat bahwa ada tanda-tanda jelas yang menunjukkan batas tertentu untuk pertumbuhan dan pertumbuhan tidak dapat terus berlanjut.7 Krisis lingkungan adalah hasil dari pertumbuhan yang melebihi kapasitas bumi untuk menanggulanginya beserta konsekuensinya. Pola pertumbuhan sekarang ini seperti aljabar (eksponen), meningkat dan tidak bersifat konstan. Ini adalah inti dari tulisan The Limits to Growth (Meadows, Meadows, Randers & Behrens 1972) yang diambil oleh Jim Ife, walaupun kemudian kalkulasi dari tulisan ini dipertanyakan, namun pendapat ini didukung oleh para penganut anti pertumbuhan yang lain bahwa memang ada keterbatasan bagi pertumbuhan yang cenderung tidak terkontrol (Rifkin 1985; Meadows, Meadows & Randers 1992) Kritik pertumbuhan ini cenderung dekat dengan konsep keberlanjutan. Sistem yang ada sekarang terlihat tidak akan mampu berlanjut dan pertumbuhan di masa yang akan datang akan memperparah hal tersebut. Oleh sebab itu, sebuah alternatif berdasarkan prinsip keberlanjutan yang mampu membatasi pertumbuhan dan memperbaharui SDA sangat

7

ibid., hlm 29

9

dibutuhkan. Dari sini kita melihat bahwa konsep keberlanjutan sangat penting dalam perpektif hijau.

6. Alternatif Ekonomis (Ekonomi alternatif)Pemikiran lain dalam analisis hijau yang dekat dengan pemikiran no-growth adalah ekonomi alternatif. Perspektif ini melihat bahwa persoalan utama adalah sistem ekonomi yang dibangun dengan kapitalisme industri mendorong terjadinya konsumsi berlebihan (over konsumsi), limbah, pertumbuhan, dan pengrusakan lingkungan. Pada dasarnya pemikiran ini berusaha untuk membangun perekonomian baru berdasarkan prinsip ekologi. Ada 2 aliran pada pemikiran ekonomi alternatif hijau:

(a) Menggabungkan analisis ekonomi konvensional dengan perhatian para pakarlingkungan. Analisis konvensional dalam memperhitungkan biaya dan keuntungan tidak memasukkan faktor-faktor lingkungan. Hal-hal seperti hutan belantara, hutan lindung, kedamaian, keamanan, dan pelestarian spesies tidak memiliki nilai dalam kalkulasi ekonomi. Misalnya ekonomi konvensional memandang sebuah pohon yang berdiri tidak memiliki nilai; pohon tersebut hanya dihargai sebagai sumber daya semata. Kritik pemikiran hijau pada ekonomi konvensional adalah tidak adanya kesadaran sosial pada ekologi sehingga mendatangkan malapetaka. Sistem yang sudah ada akhirnya mengurangi dan menghancurkan nilai seperti keindahan, kedamaian, kehutanan, keamanan, perlindungan spesies dan komunitas, kemudian mengakibatkan polusi, kepadatan, kemacetan, persoalan kesehatan, stress, dan konsumsi yang berlebihan. Sejumlah ekonom hijau mencari cara untuk membangun ekonomi alternatif yang dilihat dari faktor-faktor sosial dan lingkungan dengan membangun langkah yang dapat mereka laksanakan dan lebih merefleksikan keadaan sosial dan ekologi yang sebenarnya (Pearce, Markandya & Barbier 1989; Jacobs 1991; Daly & Cobb 1989)8

(b) Mengusahakan perubahan mendasar di samping hanya menekankan padaperhitungan persamaan ekonomi. Hazel Henderson (1988, 1991), Paul Ekins (1986, 1992) dan Manfred Max-Neef (1991) merupakan penulis yang memiliki perspektif ini dan berpendapat bahwa perubahan landasan paradigma dalam8

ibid., hlm. 30

10

fenomena sosial ekonomi dibutuhkan. Visi dari ekonomi mereka adalah menanamkan visi perubahan nilai manusia dan menggabungkan berbagai perspektif. Perspektif alternatif ekonomi lain yang penting seperti yang dianut Henderson, Ekins dan Max Neef adalah mencari sistem ekonomi yang lebih terpusat dan berbasis komuniti. Bagi mereka persoalan utama akibat aktivitas ekonomi konvensional adalah tidak terjangkaunya manusia biasa yang tidak memiliki kewenangan dan miskin karena kapitalisme atau dapat dikatakan terjadi ketimpangan antara south miskin dengan north kaya (George 1992; Stilwell 1993).

7. Work, leisure and the work ethic (Pekerjaan, Kegiatan Waktu Senggang, Etos Kerja)Work (kerja) dapat dikatakan merupakan landasan dari masyarakat industri modern. Bursa tenaga kerja adalah sebuah mekanisme penting untuk memberikan sumber daya finansial pada individu dan keluarga sehingga memberikan kesempatan pada manusia untuk berpartisispasi dalam kehidupan sosial ekonomi pada komunitas. Selain itu, bursa tenaga kerja merupakan sarana pergerakan perdagangan dan berbagai variasi kesejahteraan industri (Titmuss 1958; Castles 1985). 9 Ada perbedaan yang jelas antara work kerja (baik dibayar ataupun tidak) dan leisure (kegiatan waktu senggang), namun ada juga aktivitas manusia yang termasuk dalam kategori bekerja dan waktu terluang (misalnya pelayanan komuniti, bermain sepak bola, berkebun dan bermain musik) Dari pemikiran tersebut kerja dimengerti sebagai fenomena dan merupakan produk pembangunan kapitalisme industri. (Weber 1930). Beberapa penulis pemikiran hijau beranggapan bahwa pengertian bekerja, dan kegiatan waktu senggang, peran bekerja, pembagian tenaga kerja dan bursa tenaga kerja adalah bagian dari persoalan yang menyebabkan krisis ekologi yang kini dihadapi dunia. Pengangguran adalah salah satu masalah sosial dari masyarakat modern dan ekonomi konvensional sepertinya tidak mampu menghadapi hal tersebut tanpa memajukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya merupakan ketidakberlanjutan ekologi. Oleh karena itu, beberapa pemikir hijau berpendapat perlu dilakukan perombakan radikal pada sistem9

ibid., hlm 31

11

kerja dan kegiatan waktu senggang sebagai landasan alternatif hijau yang sukses. Kritik ini dekat hubungannya dengan ekososialis. Misalnya saja Andre Gorz (1983) yang menginginkan progress teknologi dan ekonomi tidak menghasilkan konsumsi dan pengangguran tetapi lebih baik menghasilkan jam kerja yang lebih sedikit dan meningkatkan kualitas hidup untuk semua. Hal ini membutuhkan parameter sosial yang tinggi daripada parameter ekonomi dalam menentukan pembagian pekerjaan. Ini akan tercapai dengan membentuk kelas pekerja berdasarkan komuniti.

8. Global development (Pembangunan Global)Aliran lain dari perspektif pembangunan hijau dapat dilihat pada aliran pembangunan global seperti yang dianut Ted Trainer (1985, 1989), Susan George (1992), dan Vandana Shiva (1989, 1991). Banyak persoalan lingkungan yang muncul di sebuah negara dianggap sebagai karakter south selatan (digambarkan sebagai si miskin) dimana terjadi polusi tingkat tinggi pada area perkotaan, penurunan lahan dalam skala besar, pertmbuhan populasi besar-besaran, dan pengrusakan area hutan termasuk hutan lindung. Kebanyakan kerusakan lingkungan ini merupakan akibat usaha north utara (digambarkan sebagai si kaya, pemerintah) untuk memajukan pembangunan ekonomi melalui pembangunan industri, penggunaan lahan yang tidak efisien dan eksploitasi sumber daya. Dapat dimengerti kemarahan para pemerhati lingkungan yang menginginkan kesempatan yang sama dalam pembangunan ekonomi di setiap daerah. Persoalannya adalah ketimpangan ini kemudian mengakibatkan krisis ekologi dan mempercepat hancurnya sistem ekologi. Jalan keluar untuk dilemma ini adalah mengusahakan perubahan dan menunjukkan bagaimana membangun keberlanjutan ekologi dengan masyarakat. Trainer (1985) beranggapan salah satu hal yang bisa dilakukan adalah pengurangan konsumsi berlebihan (over konsumsi) dari industri yang menyebabkan limbah dan polusi. Berdasarkan perspektif Trainer, North adalah pihak yang merasakan keuntungan namun seharusnya bertanggung jawab pada kualitas hidup yang seharusnya sama antara North dan South. Trainer beranggapan The rich must live more simply, so that the poor may simply live: orang kaya (dalam hal ini north) harus hidup lebih sederhana sehingga orang miskin (dalam hal ini south) bisa hidup lebih mudah.

12

Pembangunan global berdasarkan para penganutnya seperti George (1992), Norgard (1994), Hurrell & Woods (1999), Shiva (1989, 1991), Latouche (1991) dan Trainer (1989) memiliki 2 poin: (1) Pertanggungjawaban untuk perubahan keberlanjutan ekologi di south sangat dibutuhkan sebagai akibat dari perubahan mendasar di north. (2) Holistik dan pendekatan sistem dari aliran hijau menekankan bahwa kita hidup dalam dunia yang terbatas dan semua orang di dalamnya saling berhubungan. Peradaban manusia dapat bertahan bila ada perubahan radikal untuk keberlanjutan ekologi baik di north dan south.

9. Eco-philosophy (Ekofilosofi)Aliran ini berusaha membangun sebuah dasar filosofi untuk keberlangsungan lingkungan. Para penganutnya antara lain adalah Roby Eckersley (1992) dan Warwick Fox (1990). Mereka mengidentifikasi pemahaman antroposentris milik pandangan dominan barat yang melihat manusia dalam pandangan berbeda dan spesial dibandingkan makhluk hidup lain. Eckersley dan Fox mengkritisi pandangan bahwa manusia seharusnya mendominasi dunia dan memanfaatkan spesies lain untuk kepentingan manusia. Pandangan ini didukung oleh para intelektual barat dan diperkuat oleh tradisi agama Kristen-Judis (Marshall 1992b).10 Setiap pembangunan memiliki karakteristik pendekatan ekosentris (lawan dari antroposentris) yang berarti manusia seharusnya tidak diperlakukan spesial dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya tetapi lebih baik dilihat secara keseluruhan ekosistem. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa perubahan diperlukan untuk membawa pencapaian keberlanjutan ekologi.

10. New paradigm thinking (Pemikiran paradigma baru)Dalam konteks ini paradigma berarti pandangan dunia dengan teori, praktek, pengetahuan, keilmiahan, tindakan, dan lain sebagainya yang terencana. Pradigma merupakan satu set yang terdiri atas tanggapan, dugaan, ide, pemahaman, dan nilai (biasanya tidak diungkapkan) yang menjadi satu dengan aturan baik itu relevan atau tidak; dengan pertanyaan yang seharusnya bisa dijawab ataupun tidak; dengan pengetahuan yang bisa dilihat sebagai bentuk legitimasi dan sebuah pelaksanaan10

ibid., hlm. 34

13

yang dapat diterima. T.S Kuhn adalah salah seorang yang beranggapan bahwa paradigma sangat penting, seperti yang ditulis dalam The Structure of Scientific Revolution (1970) yang menjelaskan bahwa para ilmuwan mengambil paradigma yang sebenarnya tidak cukup digunakan sebagai kerangka kerja dalam pengetahuan yang baru. Akibatnya ada revolusi yang menghasilkan paradigma baru pada pembangunan dan berorientasi pada pemikiran ilmu keilmiahan. Contoh yang paling nyata adalah transisi dari Fisika aliran Newton (Newtonian) menjadi fisika relativitas dan teori quantum merupakan sebuah perubahan paradigma, atau meminjam istilah Kuhn scientific revolution (Revolusi Ilmu Pengetahuan Ilmiah). Pemikiran Kuhn kemudian berkembang dan diadopsi para pemikir lain dari berbagai disiplin yang beranggpan bahwa persoalan yang dihadapi dunia sekarang ini merupakan hasil kekurangan paradigma dominan seperti Western, industrial, Cartesian, Newtonian, mechanistic dan sejumlah paradigma lain (Capra 1982; Henderson 1991; Rifkin 1985; Ornstein & Ehrlich 1989). Mereka beranggapan bahwa paradigma yang ada tersebut tidak membawa keuntungan bagi manusia dan menjadi tidak berfungsi sehingga kita tidak akan bisa menyelesaikan persoalan yang ada kecuali kita membangun sebuah alternatif. Walaupun tidak semua penulis tersebut mengidentifikasikan mereka sebagai penganut pemikiran hijau Green, pemikiran paradigma baru menjadi pusat pada pergerakan hijau dan bergabung dengan berbagai aliran lain dalam pemikiran hijau. Para penulis dari perspektif ini mengambil poin bahwa filosofi pandangan dunia adalah the Enlightment atau pencerahan. Paradigma dominan menekan objektivitas, rasional ilmiah, tidak menilai pengalaman subjektif, intuisi dan bentuk pengetahuan lain sementara paradigma baru dengan metode ilmiah merupakan mekanisme yang diatur dengan baik dan tugas ilmu pengetahuan adalah menemukan hukum yang bekerja dengan itu melalui proses linier dan rasional (Fay 1975). Untuk melakukan hal ini dibongkar mesin sebagai bagian dari komponen, dan mempelajarinya satu-satu secara mendetail; setiap bagian bersama-sama mebentuk keseluruhan. Pemahaman mengenai kerja mesin ini membuat manusia mampu mengerti dan kemudian mendominasi serta mengeksploitasi seluruh dunia. Seperti halnya mesin yang dipilah-pilah menjadi bagian kecil, masyarakat terbuat dari setiap individu, setiap

14

individu bertindak dan setiap tindakan tersebut pada dasarnya sangat penting. Oleh karena itu, sistem sosial dan ekonomi sangat penting bagi tiap individu. Pergerakan seperti postindustrialisasi, feminisme, postpositivisme, dan post kolonialisasi dapat dinilai sebagai pergerakan yang lebih besar atas pandangan paradigma dominan untuk membangun sebuah paradigma alternatif. Paradigma baru dianggap sebagai cara berpikir yang baru mengenai dunia, bagaimana itu bekerja dan bagaimana menempatkan manusia di dalamnya. Fritjof Capra seperti dalam bukunya The Turning Point (1982) menunjukkan apa yang dinamakan paradigma baru dengan mementingkan perspektif holistik dibandingkan pemikiran linier dan melihat paradigma dengan nilai keseimbangan. Hazel Henderson (1988, 1991) adalah penulis yang menganut ide paradigma baru untuk menggantikan pandangan masyarakat Barat yang dominan dan pendekatan ini sesuai dengan analisis dari aliran pemikiran hijau yang sebelumnya (ekofeminis, ekonomi alternatif, kritik teknologi) An Ecological Perspective (Perspektif Ekologi) Tulisan Jim Ife berusaha untuk menggambarkan bahwa perbedaan yang ada dalam pemikiran hijau bukanlah sebuah masalah bila dilihat dari persepektif hijau. Sebenarnya, perspektif hijau mencoba menyediakan sebuah konsep dasar pembangunan komuniti untuk mengidentifikasi sudut pandang dari pergerakan hijau itu sendiri. Banyak dari aliran pemikiran hijau yang merefleksikan wacana sosial politik seperti sosialisme, feminisme, anarkisme, ekonomi alternatif, dan sebagainya. Persoalan mengenai apa yang menjadi fokus perspektif hijau dicoba dijawab oleh Robert Goodin (1992) yang menggambarkan bahwa sebenarnya fokus dari perspektif hijau adalah teori nilai sebagai suatu filosofi yang kuat dan konsisten. Perspektif hijau bukan merupakan perwakilan teori. Pandangan hijau menurut Goodin merupakan nilai ekosentris yang penting, tetapi bukan karakteristik program politik dan kebijakan pemikiran seperti desentralisasi dan alternatif berdasarkan komuniti. Menurut Jim Ife, ada 2 persoalan mendasar pada pendekatan Goodin, yaitu : (1) Pendapat yang diungkapkan Goodin tidak menunjukkan realitas pergerakan hijau yang sebenarnya, seperti kebanyakan para partisipan pada pergerakan hijau yang beranggapan bahwa membangun teori dari nilai hijau sendiri tidaklah cukup.

15

(2) Analisis Goodin dapat diibaratkan hanya merupakan satu sisi koin karenamemisahkan teori dengan prakteknya. Jim Ife menggunakan pendapat dari para pengkritisi teori sosial (Fay 1987; Held 1980), pakar politik seperti Freire (1972) dan para penganut Marxist yang menuntut baik teori maupun pelaksanaannya harus disatukan dan digabungkan dalam satu paradigma pengetahuan.

IV. Prinsip-prinsip Ekologi 1. Prinsip ekologi : holismPrinsip holism merupakan sebuah prinsip dimana setiap kejadian atau fenomena harus dilihat sebagai bagian dari keseluruhan dan hal tersebut dapat dimengerti secara baik melalui referensi pada setiap bagian dalam sistem yang lebih besar. Prinsip ini menentang bentuk pemikiran linier yang merupakan sebuah karakteristik paradigma dominan pada pemikiran barat. Prinsip ini menganut ucapan you can never do only one thing (kamu tidak akan pernah bisa melakukan hanya satu hal): setiap segala sesuatu akan memiliki percabangan melalui sebuah sistem. Oleh karena itu, idealnya segala sesuatu harus dimengerti berdasarkan hubungan dan interaksinya dengan sesuatu yang lain. Prinsip ini tidak menganut differentiation (perbedaan) dan classification (pembagian kelas) seperti yang dianut karakteristik analisis Barat, tetapi menganut integration (persatuan) dan synthesis (sintesis). Dari prinsip ini, sejumlah prinsip lain dapat diperoleh. Saling berhubungannya pandangan dunia holistik membawa prinsip ini pada perspektif ekosentris dibandingkan perspektif antroposentris, seperti yang diungkapkan oleh Fox (1990), Eckersley (1992) dan Naess (1989). Prinsip ini juga mendukung nilai perubahan organik; mengusahakan untuk membawa perubahan radikal hanya pada satu bagian dari sistem. Perspektif holistik juga mendukung hubungan integratif antara pengetahuan dan tindakan, teori dan pelaksanaan, fakta dan nilai.

2. Prinsip ekologi : sustainable (Keberlanjutan)Prinsip keberlanjutan berarti sistem yang harus dapat berlanjut pada jangka panjang dengan sumber daya yang dapat diperbarui dan minimalisasi konsumsi. Hal yang harus diperhatikan adalah pendekatan tanpa pertumbuhan pada organisasi sosial dan politik untuk melakukan kontrol lingkungan dan strategi konservasi.

16

Konsep keberlanjutan ditekan dari Our Cmmon Future, laporan dari Word Commission on Environment and Development atau Komisi Dunia untuk Pembangunan dan Lingkungan (1997) dan Laporan Bruntland yang digunakan sebagai petunjuk dalam perubahan kesadaran akan lingkungan. Namun sayangnya laporan ini berhenti membangun konsep keberlanjutan dan lebih melihat pada parameter ekonomi tradisional, membiarkan anggapan konvensional dari hasrat pertumbuhan untuk terus ada tanpa tantangan (kritik laporan Brundtland, lihat Ekins 1992: 30-4). Keberlanjutan yang disinggung dalam laporan tersebut adalah konsep keberlanjutan pembangunan bukan untuk menghambat pusat pertumbuhan demi keberlanjutan ekologi. Seperti halnya kata komuniti, kata keberlanjutan adalah sebuah kata yang mengalami pergeseran makna dan kehilangan arti substansinya. Prinsip keberlanjutan pada ekologi cocok dengan beberapa argumen seperti ekososialis dan ekoanarkis. Prinsip ini juga memiliki keterkaitan erat dengan ecoluddites yang beranggapan bahwa pembangunan teknologi juga sebenarnya tidak berkelanjutan.

3. Prinsip ekologi : diversity (Keberagaman)Pada dasarnya, beraneka organisme dan sistem disusun untuk saling membutuhkan melalui keberagaman, sistem alami, dan penyesuaian diri. Dengan keberagaman, kemunduran organisme atau sistem tidak berarti bencana bagi keseluruhan. Misalnya dalam keberagman jenis gandum, bisa jadi ada penyakit yang menyerang satu atau dua jenis gandum tersebut tetapi tidak akan menyerang semua. Sementara bila hanya ada dua atau tiga jenis gandum di dunia, maka bisa saja penyakit tersebut menghabisi semua jenis gandum. Prinsip keberagaman tidak hanya memiliki satu jawaban atau jalan terbaik untuk melakukan sesuatu tetapi, justru mendorong berbagai respon. Hal ini cukup kontras dibandingkan karakteristik modernist yang dianut oleh masyarakat Barat yang cenderung mencari jawaban terbaik dan memaksakan seluruh sistem. Mereka beranggapan bahwa harus ada satu jawaban benar yang ditanamkan dan asumsi inilah yang kemudian dipertanyakan oleh prinsip keberagaman. Prinsip keberagaman memiliki konsistensi pada desentralisasi. Orang-orang tidak didorong untuk menemukan solusi mereka sendiri. Struktur desentralisasi sebenarnya

17

cenderung menciptakan keseragaman melalui kontrol birokrasi dan regulasi dan keberagaman sistem dengan desentralissi mempermudah pembuatan keputusan, kontrol atas sumber daya, aktivitas ekonomi, dan lain sebaginya. Namun, banyak penganut pemikiran hijau (Bryant 1995; Porritt 1964; Wall 1990; Kemp & Wall 1990; Trainer 1985) membuat sistem desentralisasi yang kebanyakan komponennya adalah pandangan mereka akan masa depan pemikiran hijau.

4. Prinsip ekologi: equilibrium (Keseimbangan)Prinsip ini melihat pentingnya keseimbangan hubungan antara sistem dan kebutuhan. Potensi konflik dalam sistem dikontrol sehingga mereka dapat tumbuh bersama dan menjadi bergantung satu sama lain. Prinsip ini dijalankan oleh populasi hewan, vegetasi, iklim, atmosfer, dan lain-lain. Esensinya adalah sistem dapat bertahan dalam jangka panjang dan berkelanjutan (Suzuki&Mc Conell 1997) Prinsip ini menjunjung kedamaian dan solusi tanpa kekerasan dalam potensi konflik. Solusi konflik dilakukan dengan mediasi. Selain itu, prinsip ini mendorong pembangunan kooperatif dibandingkan struktur yang kompetitif (Kohn 1986; Argyle 1991;Craig 1993). Persoalan lain yang dilontarkan oleh prinsip keseimbangan adalah kapasitas untuk menggabungkan aliran-aliran yang bertentangan dan mengakomodasi hubungan dialektik (Plumwood 1993). Tentu saja dualisme seperti laki-laki dengan perempuan, yin dan yang, kompetisi dan kerja sama, pusat dan lokal, teori dan praktek, pikiran dan tubuh, pribadi dan politik, fakta dan nilai atau subjektif dan objektif tidak dilihat sebagai semua atau tidak sama sekali tetapi sebuah perspektif tekanan dinamika. Keseimbangan di dalamnya adalah hal terpenting dan harus dijaga. Sebuah sistem yang kehilangan keseimbangan adalah sebuah sistem yang gagal secara ekologi. Oleh karena itu, prinsip ini beranggapan persoalan yang ada sekarang ini menunjukkan kalau keseimbangan tidak dijaga, misalnya dalam persoalan gender dimana terjadi dominasi dan eksploitasi terhadap perempuan oleh kaum laki-laki yang tidak seimbang, penindasan dan devaluasi kaum perempuan. Begitupun persoalan keseimbangan antara konflik budaya, misalnya hubungan antara populasi pribumi dengan non-pribumi. Oleh karena itu, prinsip ekologi keseimbangan ini digunakan oleh sejumlah pemikir hijau dalam issue-issue yang berhubungan dengan gender, budaya, kedamaian, konflik, dan lain sebagainya.

18

V. KesimpulanDari penjabaran mengenai perspektif ekologi untuk model pembangunan komuniti dapat dilihat ada beberapa tema pemikiran hijau, antara lain:No 1 Aliran Pemikiran Hijau Eco-sosialism (Ekososialis) Eco-anarchism (Ekoanarkis) Tabel : Peta Pemikiran Hijau Persepsi Usulan Solusi Persoalan Utama Kapitalisme Masyarakat Sosialis Para Penganut Aliran Gorz, Mellor, Ryle, Pepper, Sarker, Luke Bookchin, Thoreau, Marshall Mellor, Salleh, Merchant, Shiva, Plumwood, Warren

2

Hirarki Pemerintahan Brokrasi Patriarki

Desentralisasi, Kontrol Lokal, Absennya Pemerintah Pusat Revolusi Feminis, Sifat dan Nilai-nilai Wanita, Mengakhiri Penindasan Gender Teknologi Skala Manusia (Low-level), Mengakhiri Progres/Pelaksanaan Teknologi yang tanpa pertimbangan

3

Eco-feminism (Ekofeminis)

4

Eco-luddism (Ekoludisme)

Teknologi

Illich, Postman, Mander, Bowers

5

Anti-growth (Anti Pertumbuhan)

Pertumbuhan (ekonomi, populasi, konsumsi, dsb) Teori Ekonomi Konvensional

Masyarakat tanpa pertumbuhan

Meadows, Suzuki, Ehrlich

6

Green Economics (Ekonomi Hijau)

(i) Keberlanjutan ekonomi termasuk faktor luar (ii)Desentralisasi ekonomi Definisi yang baru pada work (kerja) dan leisure (waktu luang), garansi pendapatan dasar Keadilan Global, Pembangunan yang Tepat

Henderson, dauncey, Ekins, Pearce, Daly & Cobb, Jacobs Gorz, Lipietz

7

Work&Labour Market (Pekerjaan& Bursa Tenaga Kerja)

Definisi work (kerja), menggantungkan pasar buruh sebagai mekanisme distributif Dominasi dan Eksploitasi Selatan, Ketidakadilan global, development (Pembangunan) Pandangan dunia Antroposentris Newtonian- pandangan dunia Cartesian,

8

Global Development (Pembangunan Global)

Trainer, George, Shiva, Latouche, Norgard

9

Eco-philosophy (Ekofilosofi) New paradigm thinking (Pemikiran paradigma

Pandangan dunia Ekosentris

Fox, Eckersley, Naess

10

Holistik, Paradigma Sistematik

Capra, Rifkin, Henderson, Ornstein &

19

baru)

Pemikiran Linier

Ehlirch

Perspektif ekologi yang dijelaskan oleh Jim Ife dalam tulisannya berdasarkan 4 prinsip dasar yaitu holism, sustainability (keberlanjutan), diversity (keberagaman/perbedaan), dan equilibrium (keseimbangan).menggabungkan seluruh perhatian dari berbagai aliran yang berbeda.

Tabel : Perspektif Ekologi No Prinsip Ekologi 1 Holism

2

Sustainability (Keberlanjutan)

3

Diversity (Keberagaman/Perbedaan)

4

Equilibrum (Keseimbangan)

Konsekuensi Filosofi Ekosentris Penghargaan pada hidup dan alam Penolakan terhadap solusi linier Perubahan organic Konservasi Pengurangan Konsumsi Ekonomi tanpa pertumbuhan Ketidakleluasaan pembangunan teknologi Anti kapitalis Perbedaan nilai Tidak hanya ada satu jawaban (ada banyak jawaban) Desentralisasi Jaringan dan Komunikasi Teknologi dengan Lower-level (tingkat rendah) Global/Lokal Yin/yang Gender Hak/Tanggung jawab Kedamaian dan Kooperasi

Namun, perspektif ekologi sebagai model pembangunan komuniti ini tidaklah cukup, karena tidak mencakup sejumlah persoalan yang dihadapi dalam pembangunan komuniti secara fundamental, seperti kesamaan sosial, persoalan ketidakadilan, hak asasi manusia, penindasan struktural, dan wacana politik. Oleh karena itu, sebuah perspektif keadilan juga diperlukan untuk menghadapi persoalan-persoalan dalam pembangunan komuniti.

20

BAB II CRITICAL REVIEW Foundation of Community Development: An Ecological Perspective

Tulisan Jim Ife mengenai pendekatan pada pembangunan komuniti yang berlandaskan perspektif ekologi ini sangat menarik. Ia membahas persepktif ekologi dengan mengambil kritik Green atau Hijau yang berfokus pada keadaan sosial, ekonomi dan politik masa sekarang. Hijau sendiri memiliki banyak arti, seperti yang diungkapkan oleh Jacci Howard Bear Hijau adalah kehidupan di alam yang melimpah, hijau juga menandakan pertumbuhan, pembaruan, kesehatan, dan lingkungan. Hijau dalam konteks perspektif ekologi di sini adalah bentuk pembaharuan yang peduli lingkungan (ramah lingkungan). Di dalam kritik hijau terdapat berbagai pemikiran yang mengusung persoalan dan solusi tersendiri. Di antara 10 pemikiran yang ada pada tulisan Jim Ife, saya mencoba membahas sedikit mengenai pemikiran eco-anarchism dan eco-feminism berdasarkan buku yang lain: Eco-anarchism Ekoanarkis yang melihat persoalan ekologi akibat struktur dominasi dan kontrol pemerintah menginginkan agar dalam sebuah sistem masyarakat tidak terdapat kontrol pusat dan lebih baik menggunakan sistem desentralisasi dan otonomi. Keinginan pemikiran eco-anarchism ini sesuai dengan salah satu prinsip ekologi yaitu prinsip diversity (keberagaman). Keberagaman bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan tetapi setiap komuniti memiliki karakteristik berbeda sehingga tidak seharusnya diatur dengan aturan yang sama antara komuniti satu dengan komuniti lainnya. Desentralisasi adalah salah satu fokus dari prinsip ekologi keberagaman yang tak bisa dihilangkan dari agenda politik hijau. Dalam sebuah sistem desentralisasi yang menghargai keberagaman, tidak perlu ada isolasi atas komuniti. Pemerintahan desentralisasi yang diinginkan oleh pemikiran eco-anarchism adalah sebagai bagian dari keseluruhan paradigma pemerintahan yang berjuang untuk memerintah lebih baik, sehingga desentralisasi adalah kecenderungan yang membawa momentum.11 Namun, struktur pemerintahan desentralisasi tidak hanya mengenai pemindahan tangggung jawab departemen nasional pada departemen yang berafiliasi di tingkat lokal tanpa sumber daya yang menyertainya. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan dari awal apa yang harus dilakukan pemerintah atas11

Dowbor, Decentralization and Governance. (Kota dan Lingkungan: Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi dalam Pemerintahan Perkotaan dalam Ekonomi Baru oleh Glen Paoletto, hal. 365.

21

wilayah per wilayah atau komuniti per komuniti dan kemudian membangun sistem dukungan yang mencerminkan potensi setiap komuniti. Pertanyaan akan desentralisasi bagaimanapun menjadi persoalan tersendiri bagi pemikiran hijau, tetapi dalam pemikiran eco-anarchism ada kebutuhan yang jelas mengapa desentralisasi sangat dibutuhkan. Keberagaman mungkin saja dihargai tetapi hal ini tidak berarti badan lokal pada setiap komuniti dapat pergi seenaknya dan melakukan apa yang mereka inginkan sehingga memberikan efek negatif pada yang lain.12 Eco-feminism Berdasarkan buku Feminism and Ecological Communities, pemikiran lingkungan konvensional melihat pandangan ekofeminis sebagai pinggiran atas wacana politik dan menganggapnya sebagai remeh temeh atau sekedar utopian (khayalan). Misalnya dalam buku The Politics of Nature: Explorations in Green Political Theory terdapat beberapa argumen yang muncul sebagai bentuk anti-ecofeminist seperti pada bab Green Political Theory: The Boundaries (Dobson dan Lucardie 1993).13 Para pemikir lingkungan konvensional beranggapan pemikiran ekofeminis tidak memiliki kritik ekologi pada ilmu pengetahuan, teknologi, negara, politik liberal, dan hubungan ekonomi. Namun, pendapat ini dibantah Alan Carter yang menekankan kontribusi feminisme dalam memengaruhi proses politik seperti organisasi anti hirarki dengan kelompk-kelompok akvitivis dan politis (Carter 1993). 14 Pada kenyataannya, pengaruh kuat feminsime terhadap lingkungan adalah melalui analisis persoalan lingkungan dan memberikan inovasi solusi yang mengambil bagian keahlian dan sifat wanita sebagai golongan minoritas (di bawah laki-laki) yang memiliki sifat kealaman dan pada prakteknya peduli dan merawat lingkungan. Walaupun begitu, memang ada pencela lain yang melihat feminisme sebagai pemikiran pinggiran yang menarik. Lori Gruen mengilustrasikan bagaimana J. Baird Callicott yang berdialog dengan Karen J. Warren dan para filosof feminis lainnya, mengkarakteristikan proyek ekofeminis sebagai suara berisik akan penolakan terhadap pembangunan teori maskulinitas (Gruen 1984). Filosof feminisme beranggapan bahwa sebenarnya Callicott mengaburkan pandangan dengan mengungkapkan bahwa ekofeminis seolah-olah anti-teori. Gruen sendiri beranggapan bahwa ekofeminis sebagai sebuah teori yang menguji konteks sosial dalam tuntutan-tuntutan dari sudut pandang wanita yang menghasilkan pengetahuan moral akan kesadaran saling bergantungnya ilmu pengetahuan dengan masyarakat, alasan dan emosi, fakta-fakta dan nilai-nilai, dan kompleksitas krisis12 13

ibid. Cuomo, Chris J. Feminism and Ecological Communities (London: Routledge, 1998), hlm. 20-21 14 ibid

22

ekologi yang dihadapi bumi sekarang (Gruen 1994: 134).15 Namun demikian, Chris J. Cuomo (penulis buku Feminism and Ecological Communities) menggambarkan ekofeminis sebagai bentuk pemikiran sosial akan lingkungan, kritik untuk mewujudkan alternatif anti penindasan dan anti eksploitasi Dari penjelasan di atas, sebenarnya baik eco-anarchism dan eco-feminism ataupun pemikiran hijau lainnya bermuara pada pola pemikiran paradigma baru yang mengusung perubahan (ecoanarchism mengusung perubahan dari bentuk kontrol pemerintah menjadi desentralisasi; ecofeminist mengusung perubahan sistem patriarki dengan revolusi feminisme). Pemikiran paradigma baru mungkin pemikiran yang lebih baik dibandingkan pemikiran hijau karena dapat menjelaskan semua perspektif dan pemikiran yang berbeda tersebut. Ada 2 alasan mengapa Jim Ife menggunakan kata Green atau hijau sebagai penjelasan sebuah perspektif yang utama: (1) Lebih dikenal. Istilah Green atau hijau lebih sering digunakan (atau lebih tepatnya disalahgunakan) daripada istilah paradigma baru dan istilah Green secara intelektual lebih mewah. (2) Lebih mendasar. Istilah New Pardigm atau paradigma baru secara esensi berhubungan dengan proses pemikiran, intelektualisasi, penelitian, dan cara kita memandang dunia, sedangkan istilah Green atau hijau mengandung perspektif tindakan dan memengaruhi proses politik dan pergerakan sosisal yang tidak ditunjukkan dalam istilah new paradigm walaupun beberapa pemikir aliran paradigma baru memasukkan tindakan sosial politik dalam pemikirannya. Namun, tujuan tulisan Jim Ife mengenai model pembangunan komuniti menunjukkan bahwa pemikiran hijau memiliki prinsip dasar dari perspektif ekologi. Ada 4 prinsip ekologi yaitu holism (holistik), sustainability (keberlanjutan), diversity (keberagaman), dan equilibrium (keseimbangan). Prinsip-prinsip tersebut merupakan landasan pendekatan ekologi dalam ekologi lingkungan tradisonal, sosial, ekonomi, dan politik. Dengan 4 prinsip tersebut, banyak aliran pemikiran hijau dapat diintegrasikan menjadi perspektif keseluruhan yang lebih luas. Prinsip ekologi ini menunjukkan legitimasi yang diterima oleh hampir seluruh para pemikir hijau dan inti filosofi hijau, walaupun mungkin saja ada perbedaan penekanan persoalan dan solusi. DAFTAR REFERENSI15

ibid

23

Cuomo, Chris J. 1998. Feminism and Ecological Communities. Routledge: London. Ife, Jim. 2000. Community Development. Perason Education: Australia Inogichi, Takashi. 2003. Kota dan Lingkungan: Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi. LP3ES: Jakarta

24