185
TESIS TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN) MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL OCE A. LANGKAMENG PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

(the old person death) ritual text of alor traditional communities

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

TESIS

TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN)

MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK

SISTEMIK FUNGSIONAL

OCE A. LANGKAMENG

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 2: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

TESIS

TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN)

MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK

SISTEMIK FUNGSIONAL

OCE A. LANGKAMENG

NIM 1190161062

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK-LINGUISTIK MURNI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 3: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN)

MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK

SISTEMIK FUNGSIONAL

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

OCE A. LANGKAMENG

NIM 1190161062

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK-LINGUISTIK MURNI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 4: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 8 OKTOBER 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Aron Meko Mbete Dr. I Putu Sutama, M.S.

NIP 194707231979031002 NIP 195912311986091001

Mengetahui

Ketua Program Magister Linguistik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K).

NIP 196203101985031005 NIP 195902151985102001

Page 5: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 7 Oktober 2013

Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No 1805/UN14.4/HK/2013, Tanggal 24 September 2013

Ketua : Prof. Dr. Aron Meko Mbete, M.A

Anggota :

1. Dr. I Putu Sutama, M.S.

2. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.

3. Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M.Hum.

4. Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S.

Page 6: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Pernyataan Bebas Plagiat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Oce Antipas Langkameng, S.Pd

NIM : 1190161062

Jurusan/Program Studi : S2 Linguistik

Fakultas/Program : Pascasarjana/Program Magister

Judul Tesis : Teks Ritual Gasakda (Kematian) Masyarakat Adat

Alor: Kajian Linguistik Sistemik Fungsional

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis ini benar-benar merupakan hasil

karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan

pendapat dan tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya

ilmiah yang berlaku. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan

bahwa dalam tesis ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain

yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sangsi atas

perbuatan tersebut.

Denpasar, 27 September 2013

Yang membuat pernyataan

Oce A. Langkameng, S.Pd

Page 7: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan

Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, tesis dengan judul

“Teks Ritual Gasakda (kematian) Masyarakat Adat Alor: Kajian Linguistik

Sistemik Fungsional” dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan berkat

dukungan dan peran serta beberapa pihak, baik secara moral maupun material.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang terkait.

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada yang terhormat

Prof. Dr. Aron Meko Mbete sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian

telah memberikan dorongan, semangat serta petunjuk dalam penyelesaian tesis

ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada yang

terhormat Dr. I Putu Sutama, M.S, selaku pembimbing II, yang senantisa tulus

dalam berbagai kesempatan untuk membimbing dan membagikan pengalaman

terhadap kajian linguistik teks.

Ucapan terima kasih yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas

Udayana Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas

yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga

disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof.

Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana

Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para

penguji tesis, yaitu Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Dr. I Putu Sutama, M.S, Prof. Dr.

I Wayan Simpen, M.Hum, Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M.Hum, Dr. Ni Made

Dhanawaty, M.S atas waktu yang disediakan untuk membaca dan mengkritisi

tesis ini sehingga segala masukan yang telah diberikan sangat bermanfaat untuk

penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada segenap

staf pengajar Program Pendidikan Magister Linguistik PPs. Universitas Udayana

Prof. Dr. Aron Meko Mbete., Dr. I Putu Sutama., M.S, Prof. Dr. I Wayan

Simpen., Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M. Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S.,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum.,

Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Prof.

Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Drs. I Ketut Artawa, M.A. Ph.D., Prof.

Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Prof. Drs. Made

Suastra, Ph.D., Prof. Drs. I Ketut Riana, S.U., Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum., Dr.

I. Nyoman Sedeng, M. Hum, yang telah memberikan pandangan konsep serta

cakrawala keilmuan masing-masing yang memperkaya wawasan penulis dalam

Page 8: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

bidang linguistik. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ketua

dan Sekertaris Program Studi Pendidikan Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman

Suparwa, M.Hum dan Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum, yang telah

memberikan kemudahan serta kelancaran dalam studi ini. Kepada segenap

karyawan Administrasi dan Perpustakaan I Nyoman Sadra, I Ketut Ebuh, Ni

Komang Triani, Ni Gusti Agung Supadmini, Ni Nyoman Sumerti, Ni Nyoman

Sukartini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan baik

administratif maupun teknis, yang menopang kelancaran studi bagi penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Republik

Indonesia c.q, Menteri Pendidikan Nasional melalui tim managemen program

magister yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga

meringankan beban penulis dalam penyelesaian studi ini.

Ucapan terima kasih selanjutnya disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa

Program Magister Linguitik khususnya linguistik murni tahun akademik

2011/2012, yang selalu setia untuk diajak berdiskusi dalam berbagai kesempatan

dan saling memberikan motivasi sehingga dari rasa kebersamaan dan

persaudaraan yang tinggi dapat memberi input positif untuk menyelesaikan tesis

ini.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua

penulis yaitu Matheos Langkameng dan mendiang ibu, Sofia Langkameng yang

telah mengasuh, membesarkan, berkorban untuk memberikan jalan hidup, dan

selalu mendoakan penulis agar dapat meraih cita-cita dalam hidup ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih terdapat

sejumlah kekurangan. Sebagaimana orang bijak menyatakan: tiada gading yang

tak reta, tidak ada manusia yang sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat

diharapkan demi penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga

karya ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Denpasar,

Penulis

Oce A. Langkameng

Page 9: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

ABSTRAK

TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN) MASYARAKAT ADAT ALOR:

KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara utuh dan

menyeluruh tentang teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor yang

untuk selanjutnya disingkat TRGMAA.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Pengumpulan

data dilakukan dengan metode simak atau observasi dan wawancara, yang dibantu

dengan beberapa teknik, yakni teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik

rekam, dan teknik catat. Data TRGMAA dianalisis secara deskriptif kualitatif

dengan berpedoman pada teori Linguistik Sistemik Fungsional.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) terdapat struktur

leksikogramatika TRGMAA yang terdiri atas sistem transitivitas, sistem mood,

dan sistem tema. Berdasarkan analisis sistem transitivitas, dapat ditegaskan bahwa

TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian.

Hal tersebut dibuktikan dengan persentase penggunaan proses material yang

menempati urutan teratas dengan jumlah 373 (42%). Berdasarkan komposisi

bentuk mood pada TRGMAA, ditemukan bahwa bentuk mood yang paling banyak

digunakan adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767. Tema topikal selalu

ditonjolkan oleh para pelibat dalam TRGMAA, yakni dengan perolehan sebanyak

580 jumlah tema. Tingginya penggunaan tema topikal dalam TRG menunjukkan

bahwa para pelibat selalu menempatkan subjek/partisipan, proses, dan keterangan

atau sirkumstan sebagai inti pesan untuk dipertukarkan; (2) terdapat konteks

situasi TRGMAA meliputi medan, pelibat dan sarana teks. Aktivitas atau tindakan

sosial yang terjadi pada TRGMAA meliputi teks tonih getawom “pertemuan

keluarga”, teks ya lasting “meminta barang”, teks telingbae “nyanyian ritual

menumbuk padi”, teks katai sen “pemakaman”, dan teks tabiah gauk “pembagian

barang”. Pelibat (tenor) pada TRGMAA meliputi; anak laki-laki sulung atau yang

disulungkan dalam keluarga, paman, tua adat, dan Pendeta. TRGMAA merupakan

perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Berdasarkan derajat interaksi yang

digunakan, penggunaan teks tulis lebih dominan dari pada teks lisan. Hal tersebut

dapat dibuktikan dengan tingginya pemakaian unsur konjungsi pada TRG dari

pada unsur kontinuitas; (3) struktur budaya atau genre TRGMAA berhubungan

dengan tahapan-tahapan dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat ATL.

Struktur genre TRGMAA meliputi empat unsur, yakni: bagian pra-pendahuluan,

pendahuluan, isi atau inti, dan bagian penutup; (4) Ideologi yang tercermin pada

TRGMAA yakni masyarakat ATL percaya bahwa kematian merupakan panggilan

Tuhan.

Kata Kunci: Teks, Konteks, Linguistik Sistemik Fungsional, Ritual Gasakda

Page 10: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

ABSTRACT

GASAKDA (THE OLD PERSON DEATH) RITUAL TEXT OF ALOR

TRADITIONAL COMMUNITIES: A SYSTEMIC FUNCTIONAL

LINGUISTIC ANALYSIS

This study was conducted to describe or provide full explanation about

gasakda ritual text of Alor community (TRGMAA).

The data were collected by using observations and interviews, assisted with

several techniques, namely SBLC and recording. Data of TRGMAA were analyzed

by descriptive qualitative based on the theory of Systemic Functional Linguistics.

Results of the data analysis showed (1) there were found the lexico-grammar

structures of TRGMAA consisting of the system of transitivity, mood, and theme.

Based on the analysis of the transitivity system, it can be affirmed that TRGMAA

was the procedural text that is focused on actions or events. It can be proved by

the highest percentage got by the material process which about 373 (42%). Based

on the composition of mood in TRGMAA, it was found that declarative mood

achieved the highest number which about 767. Topical theme is always used by

the participants in TRGMAA, which were about 580. The highest use of topical

theme in TRG means that the participants always put the subject, process, and

circumstance as the core of messages to be exchanged; (2) there were found the

context of the situation in TRGMAA which consist of field, tenor and mode. Field

of discourse occurred in the TRGMAA namely; tonih getawom „family meeting‟,

ya latsing „ask for something‟, telingbae „ritual chants for pounding rice‟, katai

sen „funeral‟, and tabiah gauk „giving something to one another‟. Tenor of

discourse in TRGMAA consist of the oldest child in the family, uncle, the old

(customs‟ leader), and the clergyman. TRGMAA was a blend of spoken and

written text. Based on the degree of interaction, it found that written text was

more dominant or mostly used than spoken. It can be proved by the high usage of

conjunctions element than the element of continuity; (3) genre of TRGMAA

related to stages in death procession of Alor Timur Laut (ATL) traditional

communities. Genre TRGMAA included four elements, namely: pre-introduction,

introduction, middle/content, end/closing; (4) ideology is reflected on TRGMAA,

namely the ATL communities convinced that death is a God‟s calling.

Keywords: Text, Context, Systemic Functional Linguistics, Gasakda Ritual

Page 11: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ……………………………………………………..... i

PRASYARAT GELAR …………………………………………………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………… iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………………… v

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………… vi

ABSTRAK ………………………………………………………………... viii

ABSTRACT ………………………………………………………………. x

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xii

DAFTAR TABEL ……………………………………………................. xv

DAFTAR SKEMA ………………………………………………………. xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ……………………………..xvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………...... 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 5

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 5

1.3.1 Tujuan Umum …………………………………………………....... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………... 6

1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 6

1.4.1 Manfaat Teoretis ………………………………………………… 6

1.4.2 Manfaat Praktis …………………………………………………. 7

1.5 Ruang Lingkup …………………………………………………….. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA

TEORI DAN MODEL PENELITIAN …………………………………… 9

2.1 Kajian Pustaka ……………………………………………………...... 9

2.2 Konsep ……………………………………………………………..... 15

2.2.1 Teks ……………………………………………………………....... 15

2.2.2 Konteks ……………………………………………………………. 15

2.2.3 Ritual Gasakda …………………………………………………….. 15

2.2.4 Masyarakat Adat ………………………………………………....... 16

2.2.5 Linguistik Sistemik Fungsional …………………………………… 16

2.3 Kerangka Teori ……………………………………………………… 17

2.3.1 Leksikogramatika ………………………………………………….. 24

Page 12: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

2.3.1.1 Sistem Transitivitas ………………………………………............ 24

2.3.1.2 Sistem Mood ……………………………………………………... 34

2.3.1.3 Sistem Tema-Rema ……………………………………………… 40

2.3.2 Struktur Teks ………………………………………………………. 43

2.3.3 Ideologi ……………………………………………………………. 44

2.4 Model Penelitian …………………………………………………….. 45

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………...... 47

3.1 Rancangan Penelitian ………………………………………………... 47

3.2 Landasan Filosofis …………………………………………………… 47

3.3 Jenis Penelitian ………………………………………………………. 48

3.4 Lokasi Penelitian …………………………………………………...... 48

3.5 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………. 49

3.6 Tahapan dan Strategi Penelitian …………………………………….. 50

3.6.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data …………………………… 50

3.6.2 Metode dan Teknik Analisis Data …………………………………. 52

3.6.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ……………...... 52

BAB IV STRUKTUR LEKSIKOGRAMATIKA TRGMAA .................... 53

4.1 Sistem transitivitas dalam TRGMAA ……………………………….. 53

4.2 Sistem mood dalam TRG ……………………………………………. 72

4.3 Sistem tema-rema dalam TRG ………………………………………. 91

BAB V KONTEKS SITUASI TRGMAA ………………………………... 101

5.1 Medan dalam TRG…………………………………………………... 102

5.2 Pelibat dalam TRG…………………………………………………… 107

5.3 Sarana dalam TRG…………………………………………………… 116

BAB VI STRUKTUR BUDAYA TRGMAA ………………………......... 117

6.1 Struktur budaya TRG………………………………………………… 117

6.2 Struktur Generik Spesifik TRG……………………………………… 122

6.3 Tekstur Teks …………………………………………………………. 135

BAB VII IDEOLOGI TRGMAA ................................................................ 137

7.1 Ideologi pada Konteks Situasi ……………………………………….. 138

7.2 Ideologi pada Konteks Budaya……………………………………….. 143

Page 13: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 145

8.1 Simpulan……………………………………………………………… 145

8.2 Saran………………………………………………………………….. 148

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 150

LAMPIRAN 1: KONTEKS SITUASI DAN UNSUR LINGUAL TRGMAA

LAMPIRAN 2: DATA TRGMAA

LAMPIRAN 3: PETA PULAU ALOR

Page 14: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

DAFTAR TABEL

Tabel Uraian Halaman

Tabel 1 Jenis Proses, Makna, dan Partisipan 30

Tabel 2 Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BK 68

Tabel 3 Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BI 69

Tabel 4 Penggunaan Tipe Proses secara Keseluruhan

pada TRGMAA 71

Tabel 5 Penggunaan Bentuk Mood BK 81

Tabel 6 Penggunaan Bentuk Mood BI 82

Tabel 7 Penggunaan Bentuk Mood secara Keseluruhan

pada TRGMAA 82

Tabel 8 Kategori Keterangan (Adjuncts) pada TRGMAA 83

Tabel 9 Tema pada TRG yang menggunakan BK 99

Tabel 10 Tema pada TRG yang menggunakan BI 99

Tabel 11 Tema secara Keseluruhan pada TRGMAA 100

Tabel 12 Unsur Struktur Pra-pendahuluan TRGMAA 128

Tabel 13 Unsur Struktur Pendahuluan TRGMAA 129

Tabel 14 Unsur Struktur Inti TRGMAA 132

Tabel 15 Unsur Struktur Penutup TRGMAA 134

Page 15: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

DAFTAR SKEMA

Skema Uraian Halaman

Skema 1 Strata atau Tingkatan Bahasa 20

Skema 2 Hubungan Konteks dan Leksikogrammar 21

Skema 3 Bahasa dan Konteks dalam LSF 23

Skema 4 Sistem Sirkumstans 31

Skema 5 Model Penelitian 46

Skema 6 Konteks Situasi TRGMAA 101

Skema 7 Struktur Budaya/Genre Umum 118

Skema 8 Struktur Genre TRG I 124

Skema 9 Struktur Genre TRG II 125

Skema 10 Struktur Genre TRG III 127

Page 16: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN

ADJ : Adjuncts

ATL : Alor Timur Laut

BI : Bahasa Indonesia

BK : Bahasa Kamang

CIRC : Circumstances

CIRC LOC : Circumstances of Location

CIRC ADJ : Circumstantial Adjuncts

CONT : Continuity

CONJ : Conjunctive

CONT ADJ : Continuity Adjunct

CONJ ADJ : Conjunctive Adjunct

CIRC ACCOMP : Circumstances of Accompaniment

KT : Kata Tanya

KS : Kata Sifat

LHK : Linguistik Historis Komparatif

LSF : Linguistik Sistemik Fungsional

LIH : Lihat

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

NTT : Nusa Tenggara Timur

P : Predikat

POL ADJ : Polarity Adjuncts

PR : Proses

PRED : Predicator

PT : Partisipan

S : Subjek

SUBJ : Subject

SBLC : Simak Bebas Libat Cakap

Page 17: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

SIR : Sirkumstans

SFL : Systemic Functional Linguistics

TRGMAA : Teks Ritual Gasakda Masyarakat Adat Alor

TRPMAB : Teks Ritual „Pawiwahan‟ Masyarakat Adat Bali

TRG : Teks Ritual Gasakda

VOC ADJ : Vocative Adjuncts

LAMBANG

//…// : batas kalimat

(…) : untuk menempatkan nomor klausa, singkatan atau akronim

= : sama dengan

/ : atau

Page 18: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan suatu fakta sosial (language is a social fact). Hal ini

berkaitan dengan sifat sosial bahasa yang secara spontan bersumber dari individu

yang bersifat inherent (menurun) dengan membentuk isi kebudayaan satu

kelompok masyarakat. Sebagai fakta (realitas) sosial, bahasa digunakan

masyarakat penuturnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam konteks

situasi dan konteks budaya dalam suatu lingkungan (Halliday, 1973:8; Sutjaja,

1989:1). Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa bahasa merupakan sarana

komunikasi paling efektif yang memungkinkan manusia sebagai anggota suatu

kelompok dapat menyingkap pikiran, perasaan, dan pengalamannya tentang

dunia. Bagaimanapun, bahasa dalam pemakaiannya sebagai sarana komunikasi

dalam realitas kehidupan manusia sebagai anggota suatu kelompok masyarakat

bukan merupakan suatu entitas yang berdiri sendiri, melainkan berhubungan erat

dengan kebudayaan yang dianut kelompok masyarakat bersangkutan.

Realitas penggunaan bahasa sebagai unsur kebudayaan satu kelompok

masyarakat tercermin antara lain, melalui tuturan ritual, lagu atau nyanyian rakyat,

ungkapan, teka-teki, pepatah, dan sebagainya. Realitas penggunaan bahasa ini,

oleh Halliday dinamakan penggunaan bahasa secara imajinatif (imaginative use),

yang bersifat ritual dan puitis. Fungsi ritual bahasa menempati fungsi yang sama

Page 19: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

dengan yang dikemukakan oleh Malinowski sebagai fungsi magis (Halliday dan

Hasan, 1985: 17).

Jalan menuju pemahaman bahasa terletak dalam kajian teks. Teks dimaknai

secara dinamis, yakni sebagai bahasa yang berfungsi. Kata berfungsi memiliki

makna bahwa bahasa sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks dan

merupakan salah satu aspek dari proses sosial (Halliday dan Hasan, 1985: 5;

1989: 13).

Penelitian ini terfokus pada teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat

Alor, yaitu salah satu kabupaten di bawah wilayah administratif Provinsi Nusa

Tenggara Timur (NTT). Persoalan pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah

fenomena penggunaan bahasa Kamang, yang merupakan salah satu bahasa daerah

yang ada di Kabupaten Alor (selanjutnya disingkat BK) serta penggunaan bahasa

Indonesia (selanjutnya disingkat BI). Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa

BK dan BI difungsikan secara langsung dalam ritual gasakda (kematian)

masyarakat adat Alor.

Ada beberapa hasil kajian yang pernah dilakukan terhadap bahasa-bahasa di

Alor, yakni (a) Preliminiary Notes on the Alor and Pantar Languages (East

Indonesia)oleh Stokhof (1975), (b) Monografi Kosakata Swadesh di Kabupaten

Alor oleh Pusat Bahasa (2000), (c) Pemetaan bahasa Kamang oleh Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2010), (d) Pemetaan Bahasa-bahasa di

Alor oleh Dinas Kebudayaan NTT (2010), dan (e) Sejarah dan Budaya Kepulauan

Alor oleh Retika(2012). Hasil penelitian tersebut secara garis besar dapat

diklasifikasikan menjadi empat bidang, yakni (1) bidang Linguistik Historis

Page 20: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Komparatif (LHK), (2) bidang dialektologi, (3) bidang perkamusan, serta (4)

bidang sejarah dan budaya. Selain keempat bidang penelitian tersebut, ternyata

masih ada beberapa aspek kebahasaan yang kurang memperoleh perhatian dari

para peneliti. Salah satu aspek tersebut adalah teks.

Teks ritual gasakda (kematian) dalam masyarakat adat Alor merupakan

fenomena kebahasaan yang sangat menarik untuk dikaji dari sudut pandang

linguistik, khususnya dari kajian Linguistik Sistemik Fungsional (selanjutnya

disingkat LSF). Banyak aspek di dalam teks tersebut yang dapat diangkat dan

dipersoalkan, yakni mulai dari pertemuan keluarga (tonih getawom), jalan adat ke

rumah paman (ya lasting), nyanyian ritual menumbuk padi (teling bai),

pemakaman (katai sen), dan lipat kain (tabiah gauk). Seluruh rangkaian dan

tahapan prosesi tersebut menghasilkan teks dan setiap teks yang ada memiliki

struktur teks. Jika tiap-tiap teks dirangkai menjadi satu kesatuan utuh, maka

terbentuklah teks ritual gasakda (kematian) secara lengkap yang juga memiliki

struktur tersendiri.

Situasi kebahasaan di masyarakat Alor menimbulkan persoalan berkaitan

dengan banyaknya jumlah bahasa. Karena terdapat suatu pluralitas kebahasaan di

dalam masyarakat Alor, BI dijadikan sebagai bahasa antara (lingua francae) bagi

masyarakat Alor. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan keterpinggiran bahasa-

bahasa lokal di tengah globalisasi sehingga besar kemungkinannya bahwa bahasa-

bahasa lokal tersebut terancam punah. Berdasarkan fakta tersebut, penelitian ini

merupakan salah satu upaya pelestarian budaya dan harmonisasi sosial dalam

bentuk revitalisasi bahasa.

Page 21: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Penelitian ini secara tersirat dimaksudkan untuk mengungkapkan tahapan

siklus mengenai kehidupan sebagai suatu proses yang terdiri atas lahir--dewasa--

mati. Kematian merupakan sebuah kata sederhana tetapi mengandung makna yang

sangat dalam sehingga terdapat banyak cara untuk memaknai kematian. Teks

gasakda (kematian) merupakan salah satu bagian dari siklus kehidupan

masyarakat Alor yang perlu dipahami dan dipersepsikan dalam sebuah kerangka

sistem secara keseluruhan. Tahapan dan rentangan dalam setiap siklus itu setelah

dihubungkan dengan ekspresi kebahasaan dan konteks sebagai latar terbangunnya

teks akan mengungkapkan ideologi masyarakat Alor mengenai kematian.

Dasar pemikiran seperti yang diuraikan di atas menjadikan penelitian

terhadap teks gasakda (kematian) masyarakat adat Alor penting untuk dilakukan.

Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan struktur teks gasakda (kematian)

secara utuh dan menyeluruh dan memberi makna (make sense) bagi masyarakat

penuturnya serta mengungkapkan ideologi yang tersirat dalam setiap tindakan

sosial yang dilakukan.

Teks ritual gasakda sebagai aktivitas sosial melibatkan kelompok-kelompok

sosial, seperti keluarga, pemerintah, gereja, dan hubungan kekerabatan. Bertolak

dari realitas ini, penting untuk dijelaskan bahwa ada dua sistem yang berjalan

secara paralel dan sangat harmonis, yaitu sistem bahasa yang diwujudkan dalam

bentuk teks dan sistem sosial yang menjadi latar terbangunnya teks atau dalam

istilah sistemik disebut konteks. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka

teks ritual gasakda (kematian) masyarakat Adat Alor, yang untuk selanjutnya

disingkat TRGMAA, menarik untuk diteliti berdasarkan analisis LSF.

Page 22: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas, maka masalah pokok

yang dianalisis dalam tulisan ini berkaitan dengan kajian teks ritual gasakda

(kematian) masayarakat adat Alor dapat dirumuskan seperti berikut ini.

1) Bagaimanakah struktur leksikogramatika TRGMAA?

2) Konteks situasi apakah yang digambarkan dalam TRGMAA?

3) Struktur budaya/struktur generik apakah yang tercermin dalam

TRGMAA?

4) Ideologi apakah yang tercermin dalam TRGMAA?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan sebuah penelitian ilmiah tidak akan pernah lepas dari masalah yang

hendak dicarikan solusi pemecahannya. Secara umum, penelitian ini bertujuan

untuk:

1) menerapkan model pendekatan fungsional (LSF) atas bahasa yang

masih sangat langka di Indonesia khususnya BK dan BI dalam ritual

gasakda (kematian) masyarakat adat Alor; dan

2) mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara utuh dan

menyeluruh tentang TRGMAA.

Page 23: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1) mengkaji dan menemukan struktur leksikogramatika TRGMAA yang

meliputi analisis sistem tansitivitas, sistem mood, dan sistem tema.

2) mengkaji dan menemukan konteks situasi (konteks sosial/register)

TRGMAA.

3) mengkaji dan menemukan struktur budaya/struktur generik (genre)

TRGMAA; dan

4) menjelaskan ideologi yang tercermin dalam TRGMAA.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat sebagaimana

penelitian keilmuan pada umumnya. Manfaat penelitian secara teoretis sebagai

berikut.

1) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan informasi tentang

penerapan LSF untuk berbagai lintas bidang.

2) Sebagai perbendaharaan data kebahasaan bagi para peneliti, peminat,

dan pemerhati, baik dalam lingkup BK maupun lintas bahasa.

3) Sebagai penguatan teori linguistik khususnya teori LSF yang telah

diprakarsai oleh Halliday.

Page 24: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Sebagai referensi bagi generasi penerus BK, khususnya yang berada di

Kecamatan Alor Timur Laut, untuk memahami berbagai aspek

mengenai prosesi ritual gasakda (kematian) dan selanjutnya diterapkan

dalam proses sosial.

2) Nilai-nilai budaya yang tercermin dalam prosesi ritual gasakda

(kematian) untuk selanjutnya dapat diterapkan ke dalam proses

pendidikan, baik yang berlangsung di sekolah maupun di gereja.

3) Sebagai salah satu cara untuk mempertahankan bahasa dan budaya

Kamang di Kecamatan Alor Timur Laut (ATL) Kabupaten Alor.

1.5 Ruang Lingkup

Teori LSF memandang bahasa sebagai bentuk dan ekspresi. Konsep tersebut

dapat dijabarkan mulai dari strata fonologi, leksikogramatika, logikosemantik,

register, genre, dan ideologi. Namun, yang menjadi fokus dalam kajian ini, yakni

pada tingkatan/strata leksikogramatika, register, genre, dan ideologi.

Ada empat masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini dengan

menggunakan teori LSF sebagai “pisau” analisisnya. Keempat masalah tersebut

mencakup (1) struktur leksikogramatika TRGMAA, (2) konteks situasi (konteks

sosial/register) TRGMAA, (3) struktur budaya/struktur generik (genre)

TRGMAA, dan (4) ideologi yang tercermin dalam TRGMAA. Struktur

leksikogramatika meliputi sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema.

Page 25: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Dalam sistem transitivitas dikaji hubungan antara unsur proses, partisipan dan

sirkumstan; sistem mood meliputi struktur mood klausa BK, dan dalam sistem

tema yang dianalisis meliputi tema antarpersonal, tema topikal, dan tema tekstual.

Selanjutnya, konteks situasi (konteks sosial/register) meliputi analisis medan teks,

pelibat teks, dan sarana teks. Sementara itu, struktur budaya/struktur generik

(genre) teks ritual gasakda meliputi tahapan-tahapan yang dilalui pada saat ritual

tersebut. Hal yang terakhir adalah analisis ideologi, yang meliputi ideologi pada

konteks situasi (medan, pelibat, dan sarana teks) dan konteks budaya.

Page 26: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian yang dianggap relevan dengan objek penelaahan ini meliputi beberapa

tulisan dalam bentuk buku dan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik yang

difokuskan pada teori maupun pada objek penelitian. Berikut adalah buku-buku

yang dijadikan sebagai kajian pustaka.

Buku yang berjudul Language, Context and Text: Aspect of Language in

Social Semiotic Perspective merupakan karya Halliday dan Hasan (1985). Kajian

tersebut menekankan pada bahasa dalam hubungannya dengan konteks sosial,

yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan susunan sebagai

pilihan yang berkaitan dengan konteks sosial dan konteks budaya. Selanjutnya,

dijelaskan pula bahwa jalan menuju pemahaman tentang bahasa terletak dalam

kajian teks. Sehubungan dengan bahasa dalam perspektif semiotik sosial, teks dan

konteks sangat berkaitan dalam menentukan pilihan bentuk dan makna. Makna

didapatkan melalui interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan

sosial pula. Buku ini sangat relevan untuk dijadikan acuan mengingat bahwa

analisis teks ritual gasakda (kematian) tidak terlepas dari analisis komponen-

komponen yang terkait di dalamnya.

Page 27: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Buku Cohesion in English juga merupakan karya Halliday dan Hasan (1976).

Karya ini membahas kekohesifan teks yang meliputi referensi, elipsis, konjungsi,

dan kohesi leksikal. Buku ini relevan untuk dijadikan acuan karena sebagai dasar

dalam mengkaji struktur teks ritual gasakda.

Karya Eggins (1994) dengan judul An Introduction to Systemic Functional

Linguistics memberikan landasan untuk memahami teks serta teknik analisis teks.

Dalam buku ini diperkenalkan konsep-konsep genre dalam lingkup kebudayaan

dan register dalam lingkup konteks sosial. Selain itu, diperkenalkan juga

leksikogramatika, metafungsi bahasa yang meliputi makna interpersonal, makna

ideasional, dan makna tekstual. Buku ini relevan dan dijadikan acuan dalam

menganalisi teks ritual gasakda khususnya dari aspek leksikogramatika yang

meliputi sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema.

Buku lainnya yang dijadikan rujukan adalah karya-karya Sutjaja dengan judul

Sistemik dan Peluang Penerapannya dalam Bahasa Indonesia (1989) dan Grup

Nomina Bahasa Indonesia (2011). Karya Sutjaja yang pertama (1989) membahas

secara singkat tentang latar belakang, peluang penerapan pendekatan linguistik

sistemik dalam bahasa Indonesia dan kemungkinan jangkauan penelitian

kebahasaan yang cocok di Indonesia menyangkut bidang-bidang apa saja yang

mungkin menjadi objek penelitian. Buku yang kedua (2011) membahas

ketatabahasaan yang menyangkut sistem dan struktur grup nomina bahasa

Indonesia. Meskipun kedua buku di atas tidak mengkaji teks secara eksplisit,

karya ini juga sangat membantu penulis khususnya berhubungan dengan cara

menganalisis klausa berdasarkan pendekatan LSF.

Page 28: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Selain buku-buku acuan yang telah disebutkan, penelitian ini juga dilengkapi

dengan sejumlah hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk jurnal dan disertasi.

Berikut ini adalah sejumlah hasil penelitian yang dijadikan sebagai kajian pustaka.

Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2004) dengan judul “Peran Leksis

dalam Analisis Teks”. Penelitian tersebut secara khusus membahas bagaimana

leksis merealisasi realitas (pengalaman/experience, logis/logic, realitas

sosial/social realities), dan kontribusi leksis terhadap interpretasi gaya bahasa dan

makna sebuah teks secara menyeluruh. Meskipun menggunakan teori yang sama,

yakni LSF, yang membedakan penelitian yang dilakukan Santosa dengan

penelitian ini adalah cakupan masalah penelitian. Santosa hanya membahas leksis,

yakni tingkatan di bawah gramatika, kohesi, dan struktur teks. Sementara itu,

dalam penelitian ini dikaji aspek leksikogramatika, konteks situasi, konteks

budaya, dan analisis ideologi teks ritual gasakda.

Penelitian yang dilakukan oleh Adisaputra (2008) dengan judul “Analisis

Teks Materi Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD): Kajian Linguistik Sistemik

Fungsional”. Teks pembelajaran yang dimaksud adalah analisis teks tulis bahasa

Indonesia dan IPS yang digunakan oleh anak SD di Denpasar. Penelitian tersebut

menghasilkan beberapa temuan, yakni (1) perbedaan antara teks mata pelajaran

bahasa Indonesia dan IPS ditentukan oleh unsur transitivitas yang sangat

membedakan siskumstan, (pada teks mata pelajaran bahasa Indonesia ditemukan

hanya tujuh unsur sirkumstan, sedangkan pada teks IPS terdapat dua puluh unsur

sirkumstan), (2) pola pengembangan teks berdasarkan tema-rema antarklausa

menunjukkan bahwa kedua teks merupakan teks utuh, (3) keterpaduan makna

Page 29: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

kedua teks dijalin oleh piranti gramatikal dan leksikal, (4) berdasarkan analisis

kontekstual dan inferensi, maka dari sudut pandang bahan pembelajaran yang

fungsional dan kontekstual, kedua teks masih dianggap bukan merupakan teks

yang dapat digunakan secara universal sebagai bahan pembelajaran. Jika dilihat

dari bentuknya maka penelitian yang dilakukan oleh Adisaputra dikategorikan ke

dalam jenis teks tulis. Sementara itu, penelitian ini merupakan perpaduan bentuk

tuturan lisan dan tulisan dalam ritual gasakda sehingga lebih variatif dan menarik

untuk dikaji.

Penelitian yang dilakukan oleh Rasna (2010) “Transitivitas Pangiwa Teks Aji

Blegodawa”. Pengkajian tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Linguistik

Sistemik Fungsional. Hasil analisis menunjukkan bahwa teks Aji Blēgodawa

merupakan teks prosedural mempersyaratkan adanya tindakan sebagai prosedur

dalam merealisasikan transitivitas teks prosedural. Hal tersebut dibuktikan

persentase penggunaan proses material yang menempati peringkat teratas dengan

jumlah 553 atau 48,47%. Meskipun menggunakan teori yang sama, namun

penelitian yang dilakukan oleh Rasna hanya terfokus pada salah satu aspeks dari

metafungsi bahasa, yakni fungsi memaparkan yang direalisasikal oleh sistem

transitivitas, sementara dalam penelitian ini difokuskan pada ketiga metafungsi

bahasa di dalam tatanan leksikogramatika TRG, yakni fungsi

memaparkan/ideasional (transitivitas), fungsi mempertukarkan/interpesonal

(modus), dan fungsi merangkai/tekstual (tema).

Tulisan Santoso (2008) dengan judul “Jejak Halliday dalam Linguistik kritis

dan Analisis Wacana Kritis”. Tulisan tersebut difokuskan pada dua pandangan

Page 30: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Halliday yang terkenal, yakni bahasa sebagai semiotika sosial dan linguistik

sebagai tindakan. Bahasa sebagai semiotika sosial berarti bahwa bentuk-bentuk

bahasa mengodekan (encode) representasi dunia yang dikonstruksikan secara

sosial. Dalam hal ini berhubungan dengan keberadaan konteks sosial bahasa,

yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana

perkembangannya (Halliday, 1977, 1978; Halliday dan Hasan, 1985). Pokok

pikiran penting kedua tentang “linguistik sebagai tindakan” yang berarti bahwa

sebuah kajian linguistik tentu saja harus dapat dipertanggungjawabkan secara

sosial. Dalam hal ini sebuah bentuk bahasa akan melayani fungsi penggunaan

bahasa, bentuk ilmu bahasa juga melayani fungsi penggunaannya. Kedua

pandangan itu pada tahap selanjutnya telah memberikan pengaruh yang amat kuat

dalam linguistik kritis karya-karya Fowler (1985; 1986; 1996) dan terhadap

analisis wacana kritis, khususnya pada karya-karya Fairclough (1989; 1995) dan

van Dijk (1985). Tulisan ini sangat relevan karena membuka wawasan penulis

terhadap konsep LSF, yakni bagaimana cara pandang teori LSF terhadap bahasa

sebagai objek kajiannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Sutama (2010) “Teks Ritual Pawiwahan

Masyarakat Adat Bali”. Penelitian tersebut didasarkan pada LFS, yang meliputi

analisis struktur teks, mood, transitivitas, tema-rema, hubungan logis antarklausa

dan ideologi. Hasil penelitian tersebut menyatakan (1) TRPMAB memiliki

struktur budaya, struktur makro, struktur mikro, struktur makna, dan tekstur, (2)

TRPMAB memiliki sistem mood, yakni mood indikatif dan imperatif, struktur

mood klausa dan modalisasi, (3) TRPMAB memiliki transitivitas, (4) TRPMAB

Page 31: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

memiliki komposisi tema rema, (5) TRPMAB dibangun oleh unit pengalaman

linguistik terkecil berupa klausa yang membentuk kesatuan makna, dan (6)

TRPMAB memiliki ideologi, dan ciri ideologi yang paling menonjol adalah kuasa

(power) keluarga purasa terhadap keluarga predana dalam hal peran serta

solidaritas dalam tahapan pernikahan. Secara generik terlihat berbeda, tetapi

tulisan ini menjadi acuan untuk meneliti teks ritual gasakda (kematian)

masyarakat adat Alor.

Penelitian tentang teks atau tuturan ritual pernah dilakukan oleh Riana

(1995), Sabon Ola (2005) dan Bustan (2005). Riana (1995) meneliti tentang ritual

masyarakat Gebog Domas di Bali. Kajian tersebut menyangkut ritual syukuran

adat, keagamaan, ritual siklus hidup yang meliputi kelahiran dan kehidupan

dewasa. Selanjutnya, Sabon Ola (2005) meneliti tantang tuturan ritual etnik

Lamaholot dalam konteks perubahannya. Dalam penelitian tersebut ditemukan

bahwa inti pandangan hidup orang Lamaholot ialah koda (kebenaran).

Keberpihakan pada kebenaran menjadikan orang Lamaholot hidup tentram, aman,

sukses, dan selamat. Bustan (2005) mengkaji tentang ritual Tudak Penti (ritual

panen), yang menemukan peta pengetahuan orang Manggarai bahwa leluhur

sangat berperan di dalam menentukan hasil panen. Ketiga penelitian di atas

memiliki relevansi dengan penelitian ini karena mengkaji tentang teks ritual.

Namun, cara kerja, model analisis, serta teori yang digunakan tampak berbeda

karena ketiga penelitian tersebut menggunakan teori linguistic kebudayaan,

sementara penelitian ini menggunakan teori LSF.

Page 32: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

2.2 Konsep

Ada beberapa konsep dasar yang diacu dalam penelitian ini. Konsep-konsep

itu adalah teks, ritual gasakda, masyarakat adat, dan linguistik sistemik

fungsional. Tiap-tiap konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Teks

Ada tiga konsep mengenai teks, yakni (1) teks merupakan sebuah unit

semantik atau teks adalah makna, (2) teks adalah bahasa yang berfungsi, (3) teks

adalah proses dan produk (Halliday dan Hasan, 1985:10).

2.2.2 Konteks

Menurut Halliday dan Hasan (1985:5), istilah teks dan konteks merupakan

aspek-aspek dari proses yang sama. Dengan kata lain bahwa ada teks dan ada teks

lain yang menyertainya (the text that is “with”). Jadi, teks lain yang menyertai

teks disebut konteks.

2.2.3 Ritual Gasakda

Ritual gasakda mengacu pada suatu aktivitas sosial budaya. Kata ritual

berasal dari kata „rite‟ yang artinya upacara atau tata cara (Danbury, 1995). Dalam

BK, kata gasakda terdiri atas pronomina ga yang memiliki arti „dia‟ serta kata

sakda yang memiliki arti „orang tua‟. Dengan demikian konsep gasakda tidak

dilihat berdasarkan makna leksikal atau denotatif tetapi berkaitan dengan konsep

siklus, yakni lahir--dewasa--mati. Atas dasar pengertian tersebut, maka dapat

Page 33: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

dikatakan bahwa ritual gasakda merupakan upacara/tata cara kematian tua adat

yang merupakan suatu aktivitas sosial masyarakat Alor.

2.2.4 Masyarakat Adat

Masyarakat adat dalam tulisan ini berarti suatu komunitas atau kelompok

orang yang hidup bersama dan menjalankan kebiasaan adat sejak dahulu kala

sesuai dengan norma dan tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat adat tersebut

harus tunduk pada kebiasaan yang telah disepakati secara bersama-sama turun-

temurun (Keraf, 2010:25). Selanjutnya, masyarakat adat Alor khususnya Alor

Timur Laut (ATL) adalah masyarakat adat yang menggunakan BK dalam

berkomunikasi sehari-hari. Mereka selalu menjalankan tradisi nenek moyang dan

tunduk pada norma adat yang berlaku.

2.2.5 Linguistik Sistemik Fungsional

Linguistik Sistemik Fungsional/LSF (Sistemic Functional Linguistics/SFL)

adalah teori linguistik dengan pendekatan analisis terhadap teks, yaitu bahasa

yang berfungsi dalam konteks. Teori ini mempertimbangkan fungsi dan makna

sebagai dasar dari bahasa manusia untuk melakukan komunikasi (Halliday, 1973;

Halliday dan Hassan, 1985; Halliday, 2004; Eggins, 1994).

Page 34: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

2.3 Kerangka Teori

Teori LSF merupakan salah saru teori linguistik yang mengkaji tentang teks.

Teori ini dikembangkan oleh Michael Alexander Kirkwood Halliday seorang

sarjana Leeds-Inggris tahun 1925 yang lebih populer dengan nama M.A.K.

Halliday (Halliday, 1985).

LSF atau yang sering disebut dengan pendekatan sistemik dikenal sebagai

penyedia kerangka deskriptif dan penafsiran yang sangat berguna untuk

memandang bahasa sebagai sumber daya strategis dan pemberi makna. Dalam

perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (sistem bentuk dan

ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut.

LSF menekankan konsep sistem dan fungsi. Kata sistemik berasal dari

definisi bahasa sebagai suatu 'sistem', yaitu seperangkat pilihan yang saling

menonjol yang timbul bersama-sama pada satu titik dalam struktur linguistik.

Sebagai sistem, bahasa bersama-sama dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam

menciptakan makna (Halliday dan Hasan, 1992: 5).

Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan semata-mata

sebagai makna kata-kata, melainkan merupakan sistem bahasa secara keseluruhan.

Sistem semantik menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat digunakan

oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi dengan pihak lain. Sistem semantik ini

berhubungan langsung dengan sistem-sistem lainnya yang berada di sekitar ide

interaksi tersebut (Halliday, 1973: 55).

Page 35: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Sementara itu, kata fungsional berasal dari kata fungsi yang berarti bahasa

sebagai sistem harus berfungsi dalam aktivitas sosial. Fungsi bahasa adalah untuk

menciptakan makna sehingga komponen terpenting dari suatu bahasa adalah

komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna. Terdapat tiga

komponen utama dalam menciptakan makna, yakni komponen ideasional,

interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional berhubungan dengan pengguna

bahasa dalam memahami lingkungan sosial. Komponen interpersonal

berhubungan dengan bahasa digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual

berhubungan dengan interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Halliday,

1973: 99).

Ada empat gagasan penting sebagai kategori umum dalam bahasa menurut

LSF, yaitu unit, sistem, struktur, dan kelas (Halliday, 2002:41; Sutama, 2010:39).

Keempat kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Unit

Unit dapat dipahami ketika berbicara tentang teks. Dalam pandangan LSF,

ada dua jenis, yaitu unit bahasa tulis dan unit tata bahasa. Pada teks tulis,

misalnya, setiap paragraf terdiri atas unit mulai dari unit terkecil, yaitu huruf

(membentuk morfem), morfem, kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat.

Sementara itu, unit tata bahasa, satuan morfem adalah unit yang terendah

dan klausa yang merupakan unit tertinggi.

Page 36: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

2) Sistem

Sistem merupakan padanan kata sistemik (systemic). Bahasa tersusun atas

sistem-sistem dari istilah-istilah yang satu sama lain memberikan nilai-nilai

yang didapat hanya dari saling ketergantungan di antara mereka. Sistem

adalah seperangkat unit secara paradigmatik (vertikal), yang satu sama lain

bisa saling menempati dalam suatu struktur.

3) Struktur

Struktur adalah susunan unsur-unsur secara horizontal. Setiap unit bahasa

memiliki struktur atau susunan; baik berupa susunan kanonik, susunan

morfologis, susunan fungsional gramatikal, seperti subjek-predikat; susunan

fungsional semantik, seperti pelaku-proses-sirkumstan, maupun urutan

informasi, seperti tema-rema.

4) Kelas

Dalam pengertian paling umum, kelas disebut juga kategori gramatikal yang

berupa tataran kata sampai dengan klausa. Kategori nomina misalnya dapat

berupa kata nomina, frasa nomina, dan klausa nomina. Begitu pula kategori

verba, adjektiva, dan sebagainya.

Selain kategori umum tersebut ada dua gagasan lain, yaitu kategori dan level.

Kedua hal tersebut disusun untuk menjelaskan aspek-aspek formal dari bahasa.

Tiga level pokok adalah FORM, yaitu organisasi substansi bagi peristiwa yang

padat arti, yaitu leksis dan tata bahasa; SUBSTANCE, yaitu materi fonik dan

grafik; dan CONTEXT, yaitu hubungan antara form dan situation, yakni semantik.

Page 37: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Konsep level atau tingkatan di atas dapat dipahami melalui model yang

dikembangkan oleh Eggins (1994:21) dalam bentuk skema sebagai berikut.

Folk names or

non technical terms

Technical terms

CONTENT

Meanings (discourse) semantics

Wordings

(words & structure)

Lexico grammar

EXPRESSION Sound or

Letter

Phonology

Graphology

Skema 1 Strata atau Tingkatan Bahasa

Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa dalam bahasa, meanings dapat

direalisasikan ke wordings, yang pada gilirannya direalisasikan oleh sound (or

letters). Sementara itu, secara teknis, (discourse) semantics direalisasikan ke

lexico grammar, yang pada gilirannya direalisasikan ke dalam phonology or

graphology. Ketiga level ini merupakan representasi dari konsep dasar ekspresi

dan situasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa teori LSF menitikberatkan

ekspresi dan situasi. Ekspresi adalah padanan dari bahasa yang sedang berfungsi

untuk mengungkapkan gagasan, maksud, perasaan, dan situasi sebagai

konteksnya. Ekspresi dalam terminologi LSF disebut dengan teks dan situasi

disebut dengan konteks situasi. Dengan kata lain, bahasa yang sedang berfungsi

dalam konteks situasi disebut sebagai TEKS.

Page 38: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Eggins (1994:77) memberikan istilah register untuk konteks situasi dan genre

untuk konteks budaya. Untuk lebih jelasnya hubungan antara bahasa, konteks

situasi atau register, dan konteks budaya atau genre dapat dilihat pada skema di

bawah ini

Skema 2 Hubungan Konteks dan Leksikogrammar

Skema di atas menggambarkan bahwa konteks budaya (genre) lebih abstrak

dan lebih umum daripada konteks situasi (register). Konteks budaya (genre)

direalisasikan atau dikodekan melalui bahasa, proses tersebut dimediasi oleh

konteks situasi (register).

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa teks ritual gasakda

(kematian) masyarakat adat Alor dipahami dan dianalisis berdasarkan teori LSF.

Dalam hubungannya dengan pemahaman teks secara utuh dan komprehensif

diperlukan pemahaman konsep LFS.

mode

tenor field Register

Genre

Lexico- Grammar

Th

em

e

Mood Transitivity

Page 39: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Berikut dijelaskan tiga pilar utama yang merupakan teori dasar (grounded

theory) LFS.

1) Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri atas unsur-unsur ekspresi,

bentuk, dan makna. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam teks.

Subbagian seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, struktur dan

kelas berada di bawah ketiga level tersebut.

2) Bahasa sebagai fenomena sosial, yakni perpaduan antara sistem bahasa

dan sistem sosial. Kedua sistem tersebut saling merujuk dan menentukan

di dalam penggunaannya sehingga kedua sistem inilah yang menentukan

terjadinya pilihan bentuk, makna, dan ekspresi di dalam konteks sosial.

3) Bahasa sebagai sumber daya yang fungsional berarti bahwa fungsi bahasa

adalah untuk menciptakan makna. Oleh karena itu, komponen terpenting

dari suatu bahasa adalah komponen-komponen yang fungsional dalam

menciptakan makna. Komponen-komponen tersebut diistilahkan sebagai

metafungsi yang terdiri atas fungsi memaparkan atau ideasional, fungsi

mempertukarkan atau interpersonal, dan fungsi merangkai atau tekstual.

Selanjutnya, secara keseluruhan bahasa dan konteks dalam perspektif

sistemik fungsional dapat dilihat pada skema berikut.

Page 40: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Skema 3 Bahasa dan Konteks dalam LSF

Skema di atas menunjukkan bahwa organisasi secara sistemik dimulai dari

tataran phonology sampai pada ideology. Phonology merupakan bidang

ekspresi, grammar dan semantics merupakan bidang isi/content, sementara itu

register, genre dan ideology merupakan konteks. Dalam penelitian ini, akan

dikaji mulai tataran grammar/lexicogrammar (sistem transitivitas, struktur

mood, struktur tema-rema), register, genre, dan ideologi pada teks ritual

gasakda masyarakat Alor.

Ideology

genre

register

Semantics

grammar

phonology

Page 41: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

2.3.1 Leksikogramatika

Dalam pandangan LSF, fungsi bahasa dalam kehidupan manusia sehari-hari

mencakup tiga hal, yaitu memaparkan atau menggambarkan, mempertukarkan,

dan merangkai pengalaman manusia. Ketiga fungsi bahasa ini disebut sebagai

metafungsi bahasa.

Pada tataran klausa, leksikogramatika ini melihat sistem atau struktur klausa

dalam melaksanakan makna-makna yang dibawa oleh metafungsi bahasa.

1) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna eksperiensial, yang

disebut transitivitas.

2) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna interpersonal, yang

dinamakan sistem mood dan struktur mood.

3) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna tekstual, yang disebut

struktur tema (tema-rema).

2.3.1.1 Sistem Transitivitas

Transitivitas adalah sistem gramatikal struktur klausa yang merealisasikan makna

ideasional/eksperiensial. Sistem ini dapat digambarkan sebagai “siapa melakukan

sesuatu kepada siapa, kapan, di mana, mengapa, atau bagaimana berfungsi” (Lih.

Halliday, 2004; Sutjaja, 1996).

Menurut Eggins (1994:229), terdapat tiga konstituen dalam menganalisis struktur

transitivitas pada sebuah kalusa, yakni proses, partisipan, dan sirkumstan. Proses

direalisasikan oleh grup verbal dari klausa (i.e. last year Diana gave blood). Partisipan

Page 42: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

direalisasikan dalam grup nominal (i.e. last year Diana gave blood). Sirkumstan

direalisasikan dalam grup adverbial (i.e. last year Diana gave blood).

1) Proses

Realitas proses merupakan inti kejadian atau bagian utama dalam transitivitas,

sedangkan partisipan dan sirkumstan hadir sesuai dengan kebutuhan perbuatan,

kejadian, dan keadaan (Sutjaja, 1996:4). Hal ini berarti bahwa terdapat beberapa

jenis/tipe proses yang melibatkan bermacam partisipan dan sirkumstans yang berbeda.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses diwujudkan dalam verba yang

secara tata bahasa tradisional sebagai kata perbuatan. Bagaimanapun, tidak semua jenis

verba menyatakan makna perbuatan. Ada tingkatan yang berbeda untuk perbuatan dan

keberadaan. Misalnya, menulis kisah lucu, menceritakan kisah lucu, dan mendengarkan

kisah lucu merupakan pengelompokan jenis verba yang bebeda berdasarkan makna

atau peran semantisnya.

Dalam tata bahasa fungsional yang dikembangkan Halliday (2004: 170), ada enam

jenis proses yang berbeda, yaitu proses material, proses mental, proses perilaku, proses

verbal, proses eksistensial, dan proses relasional. Keenam jenis proses tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut.

a) Proses material

Proses material menggambarkan proses melakukan sesuatu atau terjadinya

suatu (process of doing or happening) tindakan yang nyata. Dalam proses material

terdapat satu partisipan atau lebih yang dapat hadir di dalam sebuah klausa. Kriteria

Page 43: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

untuk mengetes proses material pada satu partisipan dalam sebuah klausa yakni,

"apa yang X lakukan?” Selanjutnya, pengetesan pada proses dengan dua partisipan

dapat diajukan pertanyaan "apa yang X lakukan kepada Y?" Pengetesan pada

proses dengan tiga partisipan dapat diajukan pertanyaan "apa yang X lakukan

kepada Y kepada Z" (Lih. Halliday, 2004: 179--182; Eggins, 1994: 229--231)

Contoh:

1) Diana went to Geneva

Pt Pr Sir

Actor material

2) They tested my blood

Pt Pr Pt

Actor material goal

3) They gave Dianaa cognac

Pt Pr Pt Pt

Actor material recipient goal

Proses yang menghadirkan sebuah partisipan dalam sebuah klausa dinamakan

middle atau intransitive, seperti yang terlihat pada contoh 1 (Diana went to Geneva)

yang hanya menghadirkan satu partisipan, yakni Diana. Sementara itu, proses yang

menghadirkan dua partisipan atau lebih dalam sebuah klausa dinamakan effective

atau transitive, seperti yang terlihat pada contoh 2 (They tested my blood), yang

menghadirkan dua partisipan, yakni they dan my blood; dan 3 (They gave Dianaa

cognac), yang menghadirkan tiga partisipan, yakni they, Diana, dan a cognac.

Page 44: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

b) Proses mental

Proses mental merupakan suatu proses yang mengkodekan makna pikiran

dan perasaan. Hal yang membedakan proses mental dengan proses material,

yakni proses mental tidak menanyakan “melakukan tindakan atau aksi” yang

bersifat nyata/konkret (tangible), tetapi berhubungan dengan reaksi mental.

Halliday membagi proses mental menjadi tiga kelas, yakni (1) kognisi, yang

berkaitan dengan penggunaan otak (thinking, knowing, understanding); (2)

afeksi, yang berhubungan dengan perasaan atau hati (liking, fearing, hate); dan

(3) persepsi, yang bertalian dengan penggunaan indra untuk berproses (seeing,

hearing). Partisipan yang termasuk dalam proses mental, yakni senser dan

phenomenon. Senser adalah seseorang yang merasakan secara kognitif, afektif,

dan perseptif. Sementara itu, phenomenon adalah sesuatu yang dirasakan secara

secara kognitif, afektif, dan perseptif (Lih. Halliday, 2004: 197--199; Eggins,

1994: 240--249).

Contoh:

4) I hate injections

Pt Pr Pt

Senser Mental Phenomenon

5) She believed his excuses

Pt Pr Pt

Senser Mental Phenomenon

6) I don’t understand her letter

Pt Pr Pt

Senser Mental phenomenon

Page 45: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

c) Proses perilaku

Proses perilaku secara semantik merupakan gabungan antara proses mental

dan proses material. Proses ini tidak hanya mengekspresikan bentuk tindakan,

tetapi juga berhubungan dengan proses psikologis. Sebagian besar proses

perilaku hanya memiliki satu partisipan yang sifatnya wajib hadir dan

dinamakan behaver. Selanjutnya, proses perilaku sering terdapat unsur

sirkumstans yang secara khusus menyatakan cara dan penyebab (Lih. Halliday,

2004: 248--252; Eggins, 1994: 249--251).

Contoh:

7) She sighed with despair

Pt Pr Sir

Behaver Behavioural Manner

8) Simon laughed at the girl’s stupidity

Pt Pr Sir

Behaver Behavioural Cause

d) Proses verbal

Proses perilaku verbal adalah proses perilaku yang menggunakan tindakan

dalam bentuk verbal (saying). Proses verbal terdiri atas tiga partisipan, yakni

sayer, receiver dan verbiage. Sayer adalah partisipan yang bertanggung jawab

dalam proses verbal. Reciever adalah partisipan yang menjadi tujuan proses

verbal ditujukan. Verbiage adalah pernyatan nominal dari proses verbal. Selain

itu, sirkumstan juga sering terdapat dalam proses verbal, yang secara khusus

menyatakan cara (Lih. Halliday, 2004: 252--253; Eggins, 1994: 251--254).

Page 46: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Contoh:

9) So I asked him a question

Pt Pr Pt Pt

Sayer Verbal Receiver Verbiage

10) The Arab boyfriend told her a lot of rubbish

Pt Pr Pt Pt

Sayer Verbal Reciever Verbiage

e) Proses eksistensial

Proses eksistensial adalah proses yang menunjukkan adanya sesuatu.

Dalam bahasa Inggris proses ini tampil melalui struktur klausa dengan subjek

gramatikal “there is/are”. Partisipan proses ini hanya mempunyai satu

partisipan, yaitu eksistent atau sesuatu yang dimunculkan (Lih. Halliday, 2004:

256-259; Eggins, 1994: 254-255).

Contoh:

11) There was snow on the ground

Pr:Existential Existent Sir:Location

12) There is a hitch

Pr:Existential Existent

f) Proses relasional

Proses relasional berkaitan dengan keadaan keberadaan atau kebermilikan.

Keadaan ini dapat dikelompokkan berdasarkan apakah keadaannya digunakan untuk

memberikan kualitas pada sesuatu (atributive) atau menentukan/memberikan

identitas sesuatu (identifying). Dalam proses atributif (atributive), peran partisipan

adalah pembawa (carrier) dan atribut (attribute). Klausa yang memiliki proses

atributif tidak dapat dipasifkan. Hal tersebut berarti bahwa subjek gramatikal itu

Page 47: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

selalu adalah carrier. Sementara itu, dalam proses identifikasi (identifying), peran

partisipan adalah token dan value. Klausa dalam proses identifikasi/pengenalan

dapat dipasifkan (Lih. Halliday, 2004: 256--259; Eggins, 1994: 254--255).

Contoh:

13) I won’t be a pig

Pt Pr Pt

Carrier Intensive Attribute

14) You are very sknny

Pt Pr Pt

Carrier Intensive Attribute

15) Married women are the real victims

Pt Pr Pt

Token Intensive Value

16) The real victims are married women

Pt Pr Pt

Token Intensive Value

Jenis-jenis proses, makna dan partisipan utama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Jenis Proses, Makna, dan Partisipan

Jenis Proses Makna Kategori Partisipan

Material perbuatan, kejadian actor, goal, range, client, recipient

Mental Penginderaan senser, phenomenon

Perilaku Perilaku behaver, behaviour

Verbal Penyebutan, penandaan sayer, reciever, dan verbiage

Eksistensial Keberadaan atau adanya Existent

Relasional Keadaan keberadaan termasuk kebermilikan Carrier-Attribute, Token-Value

Page 48: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

2) Sirkumstan

Unsur sirkumstan direalisasikan oleh grup adverbial atau frasa preposisi. Secara

umum, sirkumstans menjawab pertanyaan seperti kapan, di mana, mengapa, berapa,

seperti apa, dan bagaimana. Berikut akan ditampilkan skema yang menyatakan

perbedaan setiap jenis sirkumstan (Lih. Eggins, 1994:237).

Duration (temporal)

Extent

Distance (spatial)

Causa

Time (temporal)

Location

Place (spacial)

Circumstance Matter

Means

Manner Quality

Comparison

Role

Reason

Accompaniment Purpose

Behalf

Skema 4 Sistem Sirkumstan

Page 49: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

a) Extent

Elemen extent menjawab pertanyaan yang mencakup "durasi" (how long) dan

"jarak (how far)

I ’ve given blood 36 times

Pt Pr Pt Circ: Extent

I stayed up all night

Pt Pr Circ: Extent

b) Cause

Elemen cause menjawab pertanyaan yang mencakup "mengapa" (why), "untuk

apa" (for what), dan "untuk siapa" (behalf)

My daughter survived thanks to the two Swiss men

Pt Pr Circ: Cause

She carried the bomb for her boyfriend

Pt Pr Pt Circ: Cause

c) Location

Elemen location menjawab pertanyaan yang mencakup "kapan" (temporal) dan "di

mana" (spatial).

They rang me up on the Saturday night

Pt Pr Pt Pt Circ: Loc

I delivered it to the clinic where she was

Pt Pr Pt Circ: Loc

d) Matter

Elemen matter menjawab pertanyaan yang mencakup "tentang apa" (what about).

As for Greece, they give you nothing

Circ: Matter Pt Pr Pt Pt

Page 50: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

e) Manner

Elemen manner menjawab pertanyaan yang mencakup "bagaimana" (how) dan

"dengan apa" (means).

So, they did the transfusion through umbiilical artery

Pt Pr Pt Circ: Manner

f) Role

Elemen role menjawab pertanyaan yang mencakup "sebagai apa" (what as).

She was traveling to Israel as a tourist

Pt Pr Circ: Loc Circ: Role

g) Accompaniment

Elemen role menjawab pertanyaan yang mencakup "dengan siapa" (with whom).

She got on the plane with her boyfriend

Pt Pr Circ:Loc Circ: Accompaniment

2.3.1.2 Sistem Mood

Sistem mood merupakan sebuah sistem utama dalam klausa yang

menggambarkan keseluruhan struktur klausa dan merealisasikan makna

interpersonal atau fungsi mempertukarkan. Makna interpersonal dapat dimaknai

sebagai peran seorang pembicara dalam menyatakan maksud/tujuan berdasarkan

fungsi ujaran (speech function), seperti statement, question, command, offer,

answer, acknowledgement, accept, compliance dalam berbagai interaksi

(Halliday, 2004:114; Eggins, 1994:153, 155). Di dalam elemen interpersonal itu

sendiri terdapat struktur MOOD dan RESIDU.

Page 51: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Contoh:

He wasn’t a physicist

MOOD RESIDU

1) Unsur-unsur MOOD

MOOD terdiri atas dua bagian, yakni (a) subject yang direalisasikan oleh

grup nomina, seperti kata ganti orang (personal pronoun) dan (b) finite yang

merupakan bagian kecil dari grup verba, seperti ekspresi kala (tense) dan

modalitas (Lih. Halliday, 2004:111; Eggins, 1994:156).

Contoh:

my name is Alice

Subject Finite

it ’s a stupid name

Subject Finite

must a name mean something?

Finit:modal Subject

Henry James could write

Subject Finite:Modal

of course it must

Subject Finite:Modal

2) Unsur-unsur RESIDU

RESIDU merupakan bagian dari komponen klausa yang tidak begitu penting

dalam suatu interaksi verbal dari MOOD dalam konteks tertentu. Residu terdiri

atas tiga jenis elemen yang fungsional, yakni; predicator, complement, dan

what does It means?

Finite Subject

Page 52: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

adjunct (Lih. Halliday, 2004:121; Eggins, 1994:161). Ketiga unsur tersebut

dijelaskan sebagai berikut.

a. Predicator

Menurut Halliday (2004:121), predicator adalah bagian leksikal yang

direalisasikan oleh grup verba dan merupakan non finit. Berdasarkan pengertian

ini dapat dijelaskan bahwa grup verba dapat digolongkan ke dalam dua bagian,

yakni finit dan non finit. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa finit dapat

direalisasikan oleh tenses, modality, dan polarity. Sementara itu, non finit dapat

hadir dalam klausa setelah klausa finit, yang menyatakan proses berlangsungnya

suatu kejadian.

Contoh:

I ’m reading “The Bostonians”

Subject Finite Predicator

MOOD RESIDU

Simon might have been going to

read

“The Bostonians”

Subject Finite Predicator

MOOD RESIDU

“The Bostonians”

Bostonians”

was written by Henry James

Subject Finite Predicator

MOOD RESIDU

b. Complement

Complement dapat diartikan sebagai suatu partisipan yang menjadi pelengkap

di dalam klausa, tetapi sangat berpotensi untuk menjadi subjek dalam klausa pasif.

Contoh:

Page 53: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Henry James wrote

Written

“The Bostonians”

Subject Finite Predicator Complement

MOOD RESIDU

“The Bostonians” was

written

written

by Henry James

Subject Finite Predicator Adjunct

MOOD RESIDU

Simon gave George a book

Subject Finite Predicator Complement Complement

MOOD RESIDU

George was

written

Given a book by Simon

Subject Finite Predicator Complement Adjunct

MOOD RESIDU

a book was

written

given to George by Simon

Subject Finite Predicator Adjunc Adjunct

MOOD RESIDU

c. Adjunct

Halliday (2004:123) dan Eggins (1994:165) mendefinisikan adjunct sebagai

unsur klausa yang memberikan tambahan informasi terhadap klausa. Dari konsep

ini dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya elemen complement dan adjunct bukan

merupakan unsur yang esensial dalam sebuah klausa. Akan tetapi, untuk

membedakan complement dan adjunct, dapat dilihat proses pasivasinya dalam

klausa. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa complement berpotensi untuk

menjadi subjek untuk kalimat pasif, sementara itu adjunct tidak dapat dipasifkan.

Contoh:

I learnt the English language from this guy

Camels always walk like that

Actually, I really wanted pink champagne

Frankly, I can’t stand Henry James

Page 54: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Berdasarkan contoh di atas, adjunct dapat diklasifikasikan atas tiga jenis

berdasarkan konstribusinya dalam klausa. Ketiga jenis adjunct tersebut adalah (1)

sirkumstansial adjunct, (2) modal adjunct, dan (3) tekstual adjunct.

i. Sirkumstansial adjunct

Sirkumstansial adjunct adalah unsur klausa yang menambahkan makna

pengalaman atau eksperiensial pada klausa. Makna sirkumstansial meliputi waktu

(when), tempat (where), penyebab (why), urusan (about what), teman (with

whom), manfaat (to whom), dan agen (by whom).

Contoh:

they can’t

written

Do that these days

Subject Finite:Mood Predicator Complement Adjunct:Sr

MOOD RESIDU

you Read books for fun

Subject Finite Predicator Complement Adjunct:Sr

MOOD RESIDU

Henry James Write about women

Subject Finite Predicator Adjunct: Sr

MOOD RESIDU

Geoge was

written

Read “The

Bostonians” by Simon

Subject Finite Predicator Complement Adjunct:Sr

MOOD RESIDU

ii. Modal adjunct

Modal adjunct adalah unsur klausa yang menambahkan makna interpersonal

pada klausa. Eggins (1994:166) membagi modal adjunct dalam empat jenis, yaitu

(1) mood adjunct (perhaps, maybe, probably, sometimes, usually, really,

Page 55: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

absolutely, just, somewhat, evidently, presumably, obviously, happily, willingly);

(2) polarity adjunct (jawaban dengan yes atau no); (3) comment adjunct (frankly,

honestly, luckily, hopefully, tentatively, provisionally, broadly speaking,

generally, understandably, wisely, as espected, amazingly); dan (4) vocative

adjunct (penyebutan nama pada orang yang diajak bicara).

Contoh:

Camels usually walk

like that

Subject Adjunct:Mood Finite Predicator Adjunct: Sr

MOOD RESIDU

frankly, I can’t stand

Henry James

Comm: Adj Subject Finite Predicator Adjunct: Sr

MOOD RESIDU

unfortunately I ’ve never read the Bostonians

Adjunct:

Commen

t

Subject Finite Adjunct:

mood

Predicator

Complement

MOOD RESIDU

did you Do physics George?

Finit Subject Predicator Complement Adjunct: Vocative

MOOD RESIDU

iii. Tekstual adjunct

Eggins (1994:169) mengklasifikasikan tekstual adjunct menjadi dua tipe,

yakni (1) tipe conjunctive adjunct yang direalisasikan konjugasi, berfungsi untuk

menghubungkan satu klausa dengan klausa lainnya, dan (2) tipe continuity

adjunct yang secara khusus banyak ditemukan dalam pembicaraan yang sifatnya

santai atau lepas (well, yea, oh).

Page 56: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Contoh:

because he didn’t know anything about physics

Adjunct: Conj Subject Finite Pred Comp

MOOD RESIDU

well what was that book you gave me?

Adjunct: Cont Subject Finite Complement

MOOD RESIDU

2.3.1.3 Sistem Tema-Rema

Tema (theme) adalah suatu elemen dalam susunan struktural yang menyusun

sebuah klausa dan berfungsi sebagai tujuan dari titik awal suatu pesan (the

starting point of the message) yang terealisasi dalam klausa. Sementara itu, bagian

lain yang tersisa setelah tema disebut sebagai rema atau rheme (Lih. Halliday,

1985; 1994; Eggins, 1994; Leckie-Tarry, 1995). Dari konsep ini tersirat bahwa

tema (theme) dapat diartikan sebagai fokus atau bisa dikatakan sebagai acuan,

sementara itu rema (rheme) merupakan pengembangan dari tema sebagai

pengingat pesan dalam perspektif pembicara. Namun, bagi perspektif pendengar

atau mitra tutur, tema merupakan unsur lama (given) karena informasinya menjadi

kurang jelas atau terlupakan, sedangkan rema merupakan unsur baru (new) karena

informasinya terakhir disampaikan sehingga masih dapat disimak. Dalam struktur

pesan sebuah klausa bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, tema ditandai dengan

posisi awal dari klausa dan rema berada pada posisi akhir setelah tema.

Eggins (1994:276) mengklasifikasikan tema dalam tiga bagian, yakni (1)

topical theme/tema topikal, (2) interpersonal theme/tema interpersonal, dan (3)

textual theme/tema tekstual. Ketiga tipe tema dapat dijelaskan sebagai berikut.

Page 57: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

1) Topical theme/tema topikal

Tema topikal disebut juga makna ideasional, yaitu elemen pertama dalam

suatu klausa yang menyatakan representasi pengalaman. Secara teknis, tema

topikal ini merupakan fungsi dari struktur transitivitas sebuah klausa. Ini berarti

bahwa tema topikal dapat berupa proses, partisipan, dan sirkumstan.

Contoh:

last year Diana Gave blood

Topical

THEME RHEME

I ’ve given Blood 36 times

Topical

THEME RHEME

2) Interpersonal theme/tema antarpersona

Tema interpersonal adalah bagian dari tema yang mencakup hal-hal sebagai

berikut:

i. Finite, yaitu verba bantu, disebut juga pemarkah pertanyaan alternatif yang

memberikan makna bahwa adanya keinginan untuk dijawab/respons.

Pemarkah pertanyaan alternatif yang menunjukkan bahwa klausa berada

dalam modus interogatif.

Contoh:

do you give blood?

Interpersonal Topical

THEME RHEME

ii. Mood Adjunct, yakni memberikan keterangan, pernyataan, ataupun gambaran

tingkah laku penutur terhadap pesan (think, just, maybe).

Page 58: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

I think they take a pint or

wherever it is Interpersonal Topical

THEME RHEME

iii. Vokative Adjunct, yaitu mengidentifikasikan benda atau nama orang sebagai

pendengar.

Stephen, do you want more

soup? Interpersonal Interpersonal topical

THEME RHEME

iv. Polarity Adjunct, meliputi jawaban yes atau no dalam interaksi.

No/Yes

Interpersonal

THEME

v. Comment Adjunct dapat ditentukan dengan melihat struktur mood klausa yang

meliputi kata keterangan/adverbial dengan mengekspresikan sikap.

Fortunately, the bomb didn’t explode

Interpersonal Topical

THEME RHEME

3) Textual theme/tema tekstual

Unsur-unsur tema tekstual tidak menjelaskan makna interpersonal atau

eksperensial, tetapi berfungsi sebagai kata penghubung untuk menghubungkan

setiap klausa dengan konteksnya. Eggins (1994:281) mengklasifikasikan tema

tekstual dalam dua tipe, yakni (1) continuity adjunct dan (2) conjunctive adjunct.

Kedua tipe tersebut dijelaskan di bawah ini.

Page 59: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

i. Continuity adjunct merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialog lisan

yang mengindikasikan bahwa seorang pembicara membuka percakapan

dengan menghubungkan situasi pembicara lain sebelumnya (oh,well, yea,

hmm).

Oh, they give you a cup of tea

Textual Topical

THEME RHEME

ii. Conjunctive adjunct, merupakan elemen penghubung yang menghubungkan

satu klausa dengan klausa lainnya (so, and, but, however, therefore).

and he proposes marriage

Textual Topical

THEME RHEME

2.3.2 Struktur Teks

Struktur teks berarti susunan teks. Dalam susunan tersebut terdapat hubungan

antarbagian sehingga membentuk satu kesatuan teks. Ciri yang paling menonjol

mengenai struktur teks adalah adanya kesatuan (unity). Struktur teks menunjuk

pada struktur yang menyeluruh, struktur global bentuk pesannya (Halliday dan

Hasan 1989: 71--72).

Struktur teks juga dapat diartikan sebagai suatu relasi atau hubungan yang

mempersatukan/unifying relation (Halliday, 1973:6). Hassan (1985:53)

menjelaskan bahwa struktur teks berkaitan dengan keseluruhan struktur itu

sendiri, yakni keseluruhan struktur dari pesan. Untuk itu, apabila suatu teks

Hmm, you wouldn’t

Textual Topical

THEME RHEME

Page 60: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

dianalisis, maka salah satu bagian yang harus dicermati adalah struktur teks.

Struktur teks menurut definisi Aristoteles (Halliday dan Hassan, 1985:53) terdiri

atas tiga elemen, yaitu bagian awal (the beginning), bagian pertengahan (the

middle), dan bagian akhir (the end).

Konsep lainnya menjelaskan bahwa struktur teks merupakan satu kesatuan

bentuk dan makna yang menunjukkan suatu organisme yang terdiri atas struktur

pembukaan (opening), isi (body), dan penutup (closing), yang secara simultan

ketiga struktur tersebut membentuk suatu organisme makna untuk mencapai

fungsi atau tujuan sosial suatu teks (lih. Halliday, 1985).

2.3.3 Ideologi

Ideologi tidak dapat dilihat secara terpisah, tetapi harus disesuaikan dengan

kerangka kerja teori sosial secara umum. Thomson (2003:17) menyatakan bahwa

ideologi merupakan seperangkat kepercayaan yang diorientasikan pada tindakan

secara tertutup berkaitan dengan pluralitas politik barat, sebuah pandangan yang

berusaha mengurangi kondisi institusional dan struktural suatu tindakan politik.

Dengan demikian, mempelajari ideologi berarti mempelajari cara sebuah makna

(pemaknaan) memberikan pembenaran terhadap relasi dominasi.

Mengarahkan suatu tindakan menjadi bermakna, sebagaimana sebuah teks

yang dapat diinterpretasikan oleh siapa pun merupakan landasan primordial

fenomena ideologi (Thomson, 2003:295). Dalam pemahamannya secara

mendalam ideologi berhubungan dengan image yang diserap oleh suatu kelompok

sosial dan dengan representasi diri sebagai sebuah komunitas yang memiliki

Page 61: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

sejarah dan identitasnya. Dengan demikian, ideologi dapat memberikan

pemahaman yang tersirat dalam peristiwa-peristiwa keyakinannya yang

melampaui para pendirinya dan untuk menjadikannya sebagai keyakinan bagi

seluruh kelompok. Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa ideologi

mempunyai fungsi mediasi dan penyatu untuk mengonsolidasikan dan

mengeratkan ideologi sebagai penyatu bagi masyarakatnya (kelompok sosialnya).

Ideologi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui cara kerja tersendiri untuk

sampai pada suatu keyakinan yang menjadikannya sebagai penyatu dalam

kelompok masyarakat. Analisis ideologi sangat erat kaitannya dengan bahasa

karena bahasa merupakan medium dasar makna (pemaknaan) yang cenderung

mempertahankan relasi dominasi. Pada intinya membicarakan sebuah bahasa

berarti sebuah cara untuk bertindak.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian dibutuhkan untuk memberikan gambaran alur berpikir dan

langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian teks ritual gasakda. Penjelasan

langkah-langkah penelitian itu disajikan dalam bentuk bagan yang singkat, jelas,

dan sederhana.

Dalam penelitian ini, BK dan BI digunakan atau difungsikan secara langsung

dalam prosesi ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor. Teks lisan tersebut

dianalisis dengan menggunakan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF).

Berdasarkan teori LFS ini, dianalisis struktur leksikogramatika (sistem

transitivitas, mood, dan tema), konteks situasi (medan, pelibat, dan sarana),

Page 62: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

struktur budaya dan ideologi (konteks situasi dan budaya) pada ritual gasakda

masyarakat adat Alor. Secara garis besar, model penelitian ini dapat disajikan

sebagai berikut.

BAB III

Skema 5 Model Penelitian

RITUAL GASAKDA

MAA

BAHASA KAMANG

(BK)

TEORI LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

(LSF)

Struktur

Leksikogramatika

Analisis

Ideologi Teks

Sistem Transitivitas

Sistem Mood

Sistem Tema

Ideologi pada Konteks Situasi

Ideologi pada Konteks Budaya

TEMUAN

Konteks

Situasi

BAHASA INDONESIA

(BI)

Struktur Budaya

(Genre)

Medan Teks (Field)

Pelibat Teks (Tenor)

Sarana Teks (Mode)

Page 63: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Landasan Filosofis

Penelitian ini mengikuti alur berpikir fenomenologi. Pendekatan ini

memandang realitas sebagai sesuatu yang dinamis dan kebenaran bersifat

pragmatis. Fenomenologi berasal dari akar kata bahasa Yunani yang merupakan

kombinasi kata polimorfemik ´phainesthai’ dan ´logos’ yang berarti membiarkan

benda-benda menjadi manifes sebagaimana adanya, tanpa memaksakan kategori-

kategori kita sendiri pada benda-benda tersebut. Hal ini berarti bahwa bukan kita

yang menunjuk benda-benda, melainkan benda-benda itu sendiri yang

menunjukkan dirinya kepada kita lewat bahasanya (Kaelan, 2002:202). Dari

perspektif fenomenologis, kerja penelitian dapat dilakukan secara fleksibel dengan

mengikuti gerak atau alur suatu fenomena.

3.2 Jenis Penelitian

Mengacu pada judul penelitian, yaitu “Teks Ritual Gasakda (Kematian)

Masyarakat Adat Alor”, maka jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field

research). Karena menganut alur berpikir fenomenologi, penelitian ini secara

umum dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan dengan

mengikuti prinsip-prinsip kajian kualitatif, yaitu metode yang bertujuan untuk

mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat,

serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti dengan jangka waktu secara

Page 64: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

terbatas pada satuan waktu tertentu (Djajasudarma, 1993:8, lih. Sugiyono,

2011:12). Terkait dengan penelitian ini, salah satu ciri kualitatif, yakni

menganalisis proses berlangsungnya fenomena sosial (teks ritual

gasakda/kematian) untuk memeroleh gambaran yang tuntas terhadap proses

tersebut.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian teks ritual gasakda (kematian) ini diadakan di Kabupaten Alor,

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara geografis kondisi daerah Alor

merupakan daerah dengan pegunungan yang tinggi. Dataran tinggi Alor

merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan pertanian karena mempunyai

tingkat kesuburan yang tinggi. Selain memiliki alam yang subur, Alor juga

menunjukkan keunikan tersendiri dalam hal penggunaan bahasa lokal yang sangat

beragam. Kebervariasian bahasa lokal tersebut menunjukkan identitas masing-

masing daearah yang ada di kabupaten Alor dengan kekayaan budaya yang sangat

tinggi.

BK sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Kabupaten Alor dengan

jumlah penuturnya mencapai 20.764 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor,

2010). BK digunakan oleh penuturnya yang berada di tiga kecamatan, yakni

Kecamatan Alor Timur Laut (ATL), Kecamatan Alor Selatan (AS), dan

Kecamatan Lembur. Proses ritual gasakda (kematian) ini difokuskan pada

kecamatan Alor Timur Laut (ATL).

Page 65: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis, yaitu

data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang langsung

dikumpulkan dari sumber pertama, sedangkan data skunder adalah data yang

dapat melengkapi data primer (Sumadi, 1992:85). Data primer penelitian ini

berupa data bahasa lisan yang dituturankan pada saat prosesi ritual gasakda

(kematian) dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Namun, pada tahapan katai

sen (pemakaman), jenazah akan diserahkan kepada pihak gereja untuk didoakan

menurut tata cara umat Kristiani. Pihak gereja sendiri telah menyiapkan tata

ibadah pemakaman berupa teks tulis. Meskipun pada akhirnya teks tulis tersebut

difungsikan secara lisan oleh pelibat, tetap saja sifat teks tersebut memiliki ciri

yang berbeda dengan teks-teks yang lain. Selanjutnya, data primer yang kedua

adalah informasi yang diperoleh dari informan. Sementara itu, sumber data yang

merupakan data skunder penelitian ini diperoleh dari buku-buku dan beberapa

penelitian yang terkait dengan BK.

Samarin (1988:15) mengatakan bahwa penutur bahasa, yakni informan

adalah sumber informasi bahasa; ia juga bertindak sebagai peneliti (benar

tidaknya) tuturan-tuturan dalam bahasa itu. Informan dalam penelitian ini terdiri

atas pelibat dalam teks, yakni para tua adat yang merupakan pemerhati budaya.

Data yang diperoleh dari informan ini berfungsi untuk memperjelas konteks

sosial, struktur budaya, dan ideologi teks yang telah ada selama ini dari berbagai

wilayah di Kecamatan ATL. Oleh karena itu, dalam penelitian diperlukan

informan yang benar-benar dapat dianggap mewakili suatu masyarakat bahasa.

Page 66: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Jadi, perlu ada seleksi dan syarat untuk menjadi seorang informan (Lih. Samarin,

1988: 46--55; Djajasudarma, 1983:20).

Kriteria penentuan informan yang dipilih dalam penelitian ini, seperti berikut.

1) Tokoh adat (orang yang dituakan) yang mengerti tentang ritual adat.

2) Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan berusia 50 – 70 tahun.

3) Berpendidikan minimal tamat SD.

4) Sehat jasmani dan rohani.

3.5 Tahapan dan Strategi Penelitian

Langkah-langkah penelitian ini mengacu kepada tahap dan strategi prosedur

standar dalam melakukan penelitian dan sejalan pula dengan yang diajukan oleh

Sudaryanto (1993:5). Tahap dan strategi tersebut adalah metode dan teknik

pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode penyajian hasil

analisis. Tiap-tiap tahap dan strategi penelitian ini diuraikan pada bagian berikut.

3.5.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak (observasi)

dan wawancara. Metode simak ini dibantu dengan beberapa teknik, yakni teknik

simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat (Sudaryanto,

1993:133). Dengan menggunakan teknik ini, peneliti tidak terlibat dalam dialog,

tetapi, hanya bertindak sebagai pemerhati yang dengan tekun mendengarkan apa

yang dikomunikasikan dalam setiap proses ritual gasakda (kematian).

Page 67: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Teknik selanjutnya yang digunakan adalah teknik rekam dan teknik catat.

Teknik perekaman menggunakan alat perekam dan dokumentasi berupa

handycam yang digunakan untuk merekam teks ritual gasakda (kematian) secara

utuh dan alamiah serta mendokumentasikan prosesi gasakda (kematian) dari tahap

awal sampai tahap akhir. Sementara itu, teknik catat digunakan untuk mencatat

segala sesuatu yang berkaitan dengan proses berlangsungnya teks ritual gasakda

(kematian) serta untuk selanjutnya dijadikan pedoman pada saat mewawancarai

informan. Dalam penggunaan metode simak (observasi), seharusnya peneliti

menyimak penggunaan BK yang digunakan oleh orang-orang yang terlibat

sebagai partisipan dalam prosesi ritual gasakda (kematian). Namun, hal tersebut

tidak dilakukan karena peneliti tidak memiliki kemampuan untuk memastikan

kapan seseorang akan meninggal untuk bisa dilakukan penelitian. Untuk

mengatasi masalah tersebut, dipersiapkan sesorang yang tugasnya membantu

peneliti dalam mengumpulkan data pada saat terjadi kematian.

Metode kedua yang digunakan adalah metode wawancara. Metode ini

bersifat semi terstruktur. Panduan wawancara ini merupakan alat yang digunakan

untuk menuntun peneliti dalam melakukan wawancara.

3.5.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.

Semua data dianalisis tanpa menggunakan rumus-rumus yang bersifat kuantitatif.

Data dianalisis dengan berpedoman pada teori LSF. Berikut adalah tahapan-

tahapan dalam menganalis data, yaitu (1) mentranskripsi dan memverifikasi data,

Page 68: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

(2) memberikan penandaan, (3) menentukan dan mengkaji struktur

leksikogramatika, (4) menentukan dan mengkaji konteks sosial/register, (5)

menentukan dan mengkaji konteks budaya/genre, dan (6) menganalisis ideologi

yang tercermin dalam teks ritual gasakda.

3.5.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis dilakukan dengan memakai metode formal dan

informal. Dalam bentuk formal, digunakan tabel dan skema. Sementara itu, dalam

bentuk informal dilakukan dengan menyajikan dalam bentuk kalimat dan

paragraf. Selain itu, kedua metode tersebut dapat digunakan secara bersamaan,

dalam arti bahwa tabel dan skema disajikan terlebih dahulu, kemudian diikuti

dengan penjelasan terhadap tabel dan skema tersebut.

Page 69: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB IV

STRUKTUR LEKSIKOGRAMATIKA TRGMAA

Leksikogramatika terdiri atas leksiko dan gramatika. Leksiko berhubungan

dengan leksis yang berarti penggunaan kata dalam teks dan gramatika berarti

struktur, baik pada tataran morfologi, kelompok kata maupun klausa. Dengan

demikian, leksikogramatika berarti penggunaan kata pada tatanan morfologi,

kelompok kata (grup) ataupun klausa di dalam mengekspresikan metafungsi

bahasa. Leksikogramatika TRGMAA mencakup transitivitas, modus, dan tema.

Berikut dibahas tentang realisasi ketiga metafungsi bahasa tersebut dalam

TRGMAA.

4.1 Sistem Transitivitas TRGMAA

Istilah transitivitas merupakan konsep semantik karena berupaya menjelaskan

atau memaparkan makna pengalaman (fungsi eksperiensial). Transitivitas

berkaitan erat dengan dimensi medan teks, yang berpusat pada unsur proses

sehingga proses merupakan bagian utama dalam transitivitas. Sementara itu,

partisipan dan sirkumstan hadir sesuai dengan kebutuhan perbuatan, kejadian, dan

keadaan (proses). Hal ini disebabkan oleh unsur proses sebagai unsur penentu

untuk mengikat unsur partisipan serta sekaligus menentukan jenis partisipan.

Dalam transitivitas, unsur proses dapat berhubungan dengan satu partisipan

ataupun lebih tergantung pada jenis proses. Berikut ini adalah tipe-tipe proses

yang digunakan dalam TRGMAA.

Page 70: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

4.1.1 Proses Material

Proses material adalah proses yang menggambarkan seseorang melakukan sesuatu

(process of doing ) atau terjadinya suatu (happening) tindakan yang nyata. Pada

umumnya proses material memiliki dua partisipan, yakni partisipan I disebut

actor dan partisipan II disebut goal. Actor adalah partisipan yang melakukan aksi

atau tindakan. Sementara itu, goal merupakan partisipan yang menerima proses

atau dengan kata lain sasaran di mana proses ditujukan.

Proses material digunakan secara beragam TRG. Keberagaman tersebut

tampak dengan hadir atau tidaknya unsur partisipan dan sirkumstan yang diikat

oleh proses berdasarkan konteks di dalam setiap klausa. Untuk lebih jelasnya,

dapat dilihat dalam data berikut ini.

1. Anbang te nal me’ya nepa ge ariala sue ge’ne ge’kate (TRG 3, No 20)

Anbangte nal me’ya nepa ge ariala sue ge’ne ge’kate

Itu yang saya bawa kasi saya punya bapak

punya tamu

datang dia makan

minum

Goal Actor Pr: Material Recipient Circ: Cause

(itu yang saya bawakan untuk makan minum tamu bapak yang datang melayat)

2. Nal itolinga me’en (TRG 3, No. 7)

Nal Itolinga me en

Saya Bagianmu kasi kamu

Actor Goal Pr: Material Recipient

(saya memberikan kamu bagian/jatahmu)

Kedua klausa di atas terlihat berbeda dari segi strukturnya. Unsur proses pada

contoh 1 dapat menghadirkan partisipan dan sirkumstan yang menyatakan alasan

(cause) untuk memberikan penjelasan tambahan terhadap informasi yang

disampaikan. Sementara unsur proses pada contoh 2 hanya menghadirkan

Page 71: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

partisipan dan tidak menghadirkan unsur sirkumstan. Hadir dan tidaknya unsur

sirkumstan pada kedua klausa tersebut karena konteks yang melatarinya. Namun,

kedua klausa di atas juga memiliki jumlah partisipan yang sama, di mana unsur

proses dari kedua klausa tersebut dapat menghadirkan tiga partisipan.

Kata me’ya „kasi datang‟ pada contoh 1 merupakan verba serial yang

menghadirkan partisipan nal „saya‟ sebagai actor atau partisipan yang melakukan

aksi/tindakan, partisipan anbangte „itu‟ sebagai goal atau partisipan di mana

proses ditujukan, dan partisipan nepa ge ariala „tamu bapak‟ sebagai recipient

atau penerima manfaat dari proses, serta unsur sirkumstan sue ge’ne ge’kate

„untuk makan minum‟ yang menyatakan cause. Selanjutnya, kata me

„kasi/berikan‟ pada contoh 2 menghadirkan partisipan nal „saya‟ sebagai actor,

partisipan itolinga „bagian/jatahmu‟ sebagai goal, dan partisipan en „kamu‟

sebagai recipient atau penerima manfaat dari proses yang terjadi.

3. Lamisakal siletei (TRG 1, No. 49)

Lamisak kal Si letei

Orang tua itu Kita Meninggalkan

Actor Goal Pr: Material

(orang tua itu meninggalkan kita)

4. Bila tiba saatnya kutinggalkan dunia (TRG 1, No. 68)

Bila tiba saatnya ku tinggalkan dunia

Circ: location/time actor Pr: material Goal

5. Tuhan sudah bri janjiNya (TRG 3, No. 70)

Tuhan sudah bri janji-Nya

actor Pr: material Range

Page 72: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Ketiga klausa di atas menunjukkan bahwa terdapat dua partisipan yang

dihadirkan oleh proses. Kata letei „meninggalkan‟ (contoh 3), tinggalkan (contoh

4), dan bri (contoh 5) merupakan unsur proses yang mengikat partisipan lamisak

„orang tua‟, ku, dan Tuhan, yang berperan sebagai actor. Namun, partisipan di

mana proses ditujukan (goal) hanya untuk contoh 3 dan 4. Sementara itu, untuk

contoh nomor 5 bukan goal, tetapi disebut range. Partisipan ini merupakan

perluasan dari proses. Hal ini dapat dibandingkan dengan contoh klausa Kadek

telah bri Ayu uang. Pada klausa bri uang dan bri janji terlihat berbeda secara

semantik.

6. Lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14)

Lammi, nepa silang sai kapela midima

Paman, bapak saya turun tidur ditempat tidur

Actor Pr: Material Circ: Loc

(paman, bapak saya sudah meninggal)

7. Krung almang bai mi me’silang (TRG 1, No. 6)

Krung almang bai mi me’silang wota

Gong pusaka didalam gudang adat kasi turun pukul

Goal Circ: Loc Pr: Material Circ: Cause

(turunkan gong pusaka dari gudang untuk dipukul)

Pada kedua data di atas ditemukan bahwa unsur proses dapat menghadirkan

partisipan dan sirkumstan dalam klausa. Pada data tersebut dapat dijelaskan pula

bahwa hanya terdapat satu partisipan yang dihadirkan oleh proses. Kata

gasakdang „meninggal‟ pada contoh 6 merupakan unsur proses yang mengikat

partisipan nepa „bapak saya‟ sebagai actor. Sementara itu, pada contoh 7, kata

me’silang „kasi turun‟ yang adalah verba serial yang merupakan unsur proses

yang mengikat partisipan krung „gong‟ sebagai goal dan terjadi pelesapan pada

actor. Selanjutnya, unsur sirkumstan yang dihadirkan oleh proses pun berbeda.

Page 73: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Pada contoh 6, terdapat satu unsur sirkumstan yang diwajibkan hadir dalam

klausa, yakni sirkumstan yang menyatakan lokasi atau tempat, sementara pada

contoh 7, terdapat dua unsur sirkumstan, yakni unsur sirkumstan yang

menyatakan tempat atau lokasi dan yang menyatakan alasan atau sebab. Berikut

adalah sebagian daftar proses material yang digunakan dalam TRGMAA.

alwe „pergi‟ daku dangmai „pergi tidak kembali‟

asare „paksa‟ e’koh „tinggal‟

asinma „tukar kulit‟ dangmai „kembali‟

daku „pergi‟ fali „ikat‟

fal „ikat‟ lilang „terbang‟

gauk „lipat‟ letei „pergi jauh‟

meninggalkan membawa

memegang membebaskan

4.1.2 Proses Relasional

Proses relasional berkaitan dengan hubungan antara partisipan yang satu dan

yang lain. Hubungan ini bisa bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai

terhadap partisipan pertama. Partisipan dalam proses relasional atributif ialah

carrier dan attribute. Carrier (pembawa), yaitu partisipan yang diberikan atribut

dan attribute dapat berupa partisipan (yang direalisasikan dalam kata atau frasa

benda), keadaan atau sifat atau keberadaan. Sementara itu, partisipan dalam

proses relasional identifikasi meliputi token dan value. Token adalah sesuatu yang

diberikan nilai. Sementara itu, value adalah nilai sesuatu tersebut. Penjelasan

selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut.

Page 74: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

8. Alak eng kulmi kang borang (TRG 2, No. 38)

Alak eng kul mi kang borang

Engkau adalah paling baik dari semua

Carrier Pr: Intensive Attribute

(engkau adalah yang terbaik dari semua)

9. Supaya kami juga menjadi setia dan teguh (TRG 1, No. 84)

Supaya kami juga menjadi setia dan teguh

Carrier Pr: intensive Attribute

10. Yesus adalah batu karang yang teguh (TRG 1, No. 72)

Yesus adalah batu karang yang teguh

Token Pr: Intensive Value

11. Kematian merupakan misteri yang sulit dipahami, (TRG 3, No. 17)

12. Karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya (TRG

1, No. 221)

Karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selama-

lamanya

Token/possessor Pr: Intensive Value Circ: Extent

13. Serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar (TRG 2, No. 198)

Serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar

Agen/attributor Pr: Causative Carrier Pr: Intensive Attribute

Contoh no. 8--13 menunjukkan proses relasional. Contoh 8 dan 9 merupakan

proses relasional atributif. Kata eng „adalah‟ dan menjadi adalah unsur proses

yang menghadirkan partisipan engkau dan kami berfungsi sebagai carrier atau

pembawa untuk diberikan atribut. Contoh 10 dan 11 merupakan proses relasional

identifikasi, di mana kata adalah dan merupakan berfungsi sebagai token untuk

diberikan nilai. Selanjutnya dapat dijelaskan pula bahwa proses relasional dapat

menunjukkan hubungan kausatif dan posesif. Hal ini dapat diamati dalam data

nomor 12 dan 13. Kata empunya pada contoh 12 merupakan unsur proses yang

menunjukkan kebermilikan (possession). Unsur proses ini menghadirkan

Kematian merupakan misteri yang sulit dipahami

token Pr: intensive value

Page 75: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

partisipan Engkau yang merujuk kepada Tuhan sebagai pemilik (possessor) kuasa

dan partisipan kuasa berfungsi sebagai nilai atau value yang merupakan termilik

(possessed). Selanjutnya, contoh 13 menunjukkan hubungan kausatif. Unsur

kausatif ini dinyatakan lewat kata tidak membuat dengan menghadirkan partisipan

serangan itu (agen/attributor) sebagai sebagai inisiator atau yang menyebabkan

partisipan dia (carrier) memeroleh atribut. Berikut ini adalah sebagian daftar proses

relasional yang digunakan dalam TRGMAA.

adalah merupakan

mempunyai menjadi

4.1.3 Proses Eksistensial

Proses eksistensial merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau

adanya sesuatu. Keberadaan yang dimaksud menyangkut kejadian, keadaan

tempat, eksistensi diri dari pelibat. Partisipan yang dihadirkan oleh proses

eksistensial adalah existent atau apa yang ada/adanya. Untuk penjelasan lebih

lanjut dapat dilihat dalam data berikut ini.

14. Nepa ela, lamisak ako ma’tta (TRG 1, No. 1)

Nepaela, lamisak ako m’atta

Paman, orang tua ada sakit

Existent Pr: Existential Circ: Matter

(paman, orang tua ada sakit)

15. ada kebangkitan orang mati di seberang kematian (TRG 2, No. 51)

ada kebangkitan orang mati di seberang kematian

Pr: Existential Existent Circ: Loc

16. lahir dari anak dara Maria (TRG 2, No. 232)

lahir dari anak dara Maria,

Pr: Existential Existent

Page 76: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

17. Ansak ye a sai ne gona (TRG 1, No. 23)

Ansak ye a sai ne gona

ansak punya padi lumbung saya tidak ada

Existent Pr: Existential

(saya tida ada/punya padi lumbungnya Ansak)

Contoh 14--17 menunjukkan struktur yang berbeda. Perbedaan struktur

tersebut dapat diketahui dari dihadirkan atau tidaknya unsur sirkumstan oleh

proses. Unsur proses pada contoh 14 dan 15 dapat menghadirkan unsur

sirkumstan yang masing-masing menyatakan hal dan lokasi, sementara itu pada

contoh 16 dan 17 unsur sirkumstan tidak dihadirkan dalam klausa. Namun,

keempat klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni hanya satu

partisipan yang dinamakan existent. Unsur proses ako „ada‟, ada, lahir, dan gona

„tidak ada‟ dapat menghadirkan partisipan lamisak „orang tua‟, kebangkitan orang

mati, dari anak dara Maria, dan Ansak ye a sai „Ansak punya padi lumbung‟

yang berfungsi sebagai existent. Berikut ini adalah daftar proses eksistensial yang

digunakan dalam TRGMAA.

Angmi „ada di sini‟ Mati Meninggal

Saha „tidak ada‟ Muncul Tinggal

Hidup

4.1.4 Proses Mental

Proses mental merupakan proses berpikir (kognitif), mengindra (perseptif),

dan merasa (afektif). Proses mental kognitif berkaitan dengan penggunaan otak,

seperti berpikir, memahami. Proses mental perseptif bertalian dengan penggunaan

indra untuk berproses, seperti melihat, mendengar, merasa dengan (lidah, dan

Page 77: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

kulit), sedangkan proses mental afektif berhubungan dengan perasaan atau hati,

seperti mencintai, membenci, menyukai, tidak suka.

Partisipan proses mental ada dua, yaitu pengindra (senser) dan fenomena

(phenomenon). Pengindera (senser) adalah orang yang berpikir atau yang

mengindra, atau yang merasa, sedangkan sesuatu yang dipikirkan atau yang

dirasakan atau yang diindera disebut fenomena (phenomenon). Penjelasan

selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut ini.

18. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku (TRG 1, No. 80)

19. Esul eking kang pang bei ni yopan sina le (TRG 2, No. 35)

Esul eking kang pang bei ni yopan sina le

Budi baik, hati baik kamu itu kami tidak lupa

Phenomenon Senser Pr: Mental

(kami tidak melupakan kebaikanmu)

Pada kedua klausa di atas tampak bahwa unsur proses pada klausa nomor 18

dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan, sementara itu pada contoh

19 hanya terlihat unsur partisipan yang dihadirkan oleh proses. Namun, kedua

klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni senser dan

phenomenon. Kata menuntun dan yopan sina le „tidak lupa‟ merupakan unsur

proses yang masing-masing menghadirkan partisipan Engkau dan ni „kami‟,

berfungsi sebagai senser dan partisipan aku dan esul eking kang pang bei

„kebaikanmu‟ sebagai phenomenon. Selain menghadirkan dua partisipan, dalam

konteks tertentu proses mental hanya dapat menghadirkan satu partisipan. Dengan

demikian, dapat terjadi pelesapan pada salah satu partisipan, misalnya melesapkan

senser (lih. data 20 dan 21) atau melesapkan phenomenon (lih. data 22 dan 23).

Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku

Circ: manner senser Pr: mental phenomenon

Page 78: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

20. Dan merenungkan Firman kebenaran-Mu (TRG 1, No. 113)

Dan merenungkan Firman kebenaran-Mu

Pr: Mental Phenomenon

21. Kasih-Nya dirasakan amat penuh (TRG 1, No. 206)

Kasih-Nya Dirasakan amat penuh

Phenomenon Pr: Mental Circ: Manner

22. Di dekat-Mu, aku merasa seperti hewan (TRG 1, No. 77)

Di dekat-Mu Aku merasa seperti hewan

Circ: Loc Senser Pr: Mental Circ: Matter

23. Bagi kami yang mendengar TRG 3, No. 118)

Contoh 20--23 menunjukkan terjadinya pelesapan pada salah satu partisipan

dari proses mental. Kata merenungkan dan dirasakan (no. 20 dan 21) merupakan

unsur proses yang menghadirkan partisipan Firman kebenaran-Mu dan kasih-Nya

yang berfungsi sebagai phenomenon. Terjadinya pelesapan partisipan yang

berperan sebagai senser tersebut tidak memengaruhi makna dari informasi yang

disampaikan. Contoh 20 merupakan klausa aktif dan pelesapan dilakukuan hanya

untuk menghindari adanya pengulangan pada senser karena telah disebutkan

sebelumnya. Sementara itu, contoh 21 merupakan bentuk klausa pasif sehingga

kehadiran partisipan yang berfungsi sebagai senser bersifat opsional. Selanjutnya,

pada contoh 22 dan 23, kata merasa dan mendengar merupakan unsur proses.

Unsur ini menghadirkan partisipan aku dan kami yang berfungsi sebagai senser.

Terjadinya pelesapan pada phenomenon semata-mata hanya karena konteks yang

melatarinya dan tidak memengaruhi makna informasi tersebut. Berikut ini adalah

daftar proses mental yang digunakan dalam TRGMAA.

Bagi kami yang mendengar

Senser Pr: Mental

Page 79: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

atak „terlihat‟ percaya suka

ge’mai „mendengar‟ dikasihi ingini

yenglak „mengetahui‟ dirasakan melihat

4.1.5 Proses Perilaku

Proses perilaku yang secara semantik merupakan gabungan atau perpaduan

antara proses mental dan proses material. Proses ini mengekspresikan bentuk

tindakan yang berhubungan dengan psikologi para pelibat teks. Sebagian besar

proses perilaku hanya memiliki satu partisipan yang sifatnya wajib hadir dan

dinamakan behaver. Dari pernyataan ini, dapat dimunculkan pertanyaan apakah

proses perilaku hanya bisa menghadirkan atau mengikat satu partisipan saja?

Pertanyaan tersebut dapat dijawab berdasarkan data berikut ini.

24. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (TRG 1, No. 102)

Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai

Circ: Extent Behaver Pr: Behavioural Circ: Loc

25. Kita berbahagia karena segala perbuatan kita menyertai kita (TRG 3,

No. 216)

26. Nal maonong gafah te (TRG 1, No. 27)

Nal Maunong gafah te

saya selimut maunong cari dulu

Behaver Phenomenon Pr: Behavioural

(saya cari selimut maunong dulu)

27. Namun hidup kekal akan menghibur kita

Namun, hidup kekal akan menghibur kita

Behaver Pr: Behavioural phenomenon

Kita berbahagia karena segala perbuatan kita menyertai kita

Behaver Pr: Behavioural Circ: Cause

Page 80: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Data 24 dan 25 menunjukkan bahwa unsur proses dapat menghadirkan unsur

partisipan dan sirkumstan yang menyatakan lokasi dan sebab atau alasan. Kata

jumpa dan berbahagia merupakan unsur proses dan masing-masing menghadirkan

satu partisipan, yakni kita yang berfungsi sebagai behaver. Namun, pada contoh

26 dan 27 terlihat bahwa proses ga’fah „cari‟ dan menghibur dapat menghadirkan

dua partisipan sehingga partisipan pertama dinamakan behaver dan partisipan

kedua disebut sebagai phenomenon. Selain itu, ditemukan juga bahwa proses

perilaku juga memiliki sebuah partisipan yang disebut sebagai jangkauan atau

perluasan dari proses. Bilamana dalam proses material terdapat range yang

merupakan perluasan dari proses (restatement of process), maka proses perilaku

juga memiliki partisipan behavior yang merupakan perluasan dari proses. Untuk

lebih jelasnya, perhatikan contoh data berikut ini.

28. Dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman (TRG 2, No. 184)

Dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman

Behaver Pr: Behavioural Behaviour

29. Kami menikmati pemberian hidup (TRG 3, No. 104)

Data 28 dan 29 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua partisipan yang

dihadirkan oleh proses. Partisipan yang pertama masing-masing diperankan oleh

orang-orang dan kami yang disebut sebagai behaver. Sementara itu, partisipan

kedua yang diperankan oleh kelaliman dan pemberian hidup bukan sebagai

phenomenon, melainkan sebagai behavior. Hal tersebut sangat beralasan karena

partisipan ini bukan sebagai tindakan psikologis yang ditujukan oleh proses,

melainkan perluasan dari proses itu sendiri. Secara semantis, proses bernapaskan

Kami menikmati pemberian hidup

Behaver Pr: Bahvioral Behaviour

Page 81: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

pada contoh 28 memiliki makna mengandung atau memiliki sifat kelaliman dan

bukan mengeluarkan napas seperti pada klausa ikan hiu bernapaskan paru-paru.

Selanjutnya pada contoh 29, secara semantis akan terlihat berbeda antara klausa

menikmati pemberian hidup dan menikmati semangkuk sup buntut. Berikut ini

adalah sebagian daftar proses mental yang digunakan dalam TRGMAA.

ditelan menghibur mengejutkan mendukakan

menderita memalingkan memandang bersyukur

4.1.6 Proses Verbal

Proses verbal adalah proses yang menggunakan tindakan dalam bentuk verbal

(saying) yang sering direalisasikan dengan berkata, bertanya, menceritakan.

Proses ini terdiri atas tiga partisipan, yakni sayer, receiver, dan verbiage. Sayer

adalah partisipan yang bertanggung jawab dalam proses verbal. Reciever adalah

partisipan yang menjadi tujuan proses verbal ditujukan. Verbiage adalah

pernyataan nominal dari proses verbal. Perhatikan data berikut ini.

30. Allah Bapak Yang Mahakuasa memanggil saudara kita ini dari

kehidupan di dunia ini, (TRG 2, No. 9)

31. Mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba (TRG 1, No. 1)

Mat, gal lomung bo kila same taweng simi tasama ba

Tetapi Dia omong bilang turun-temurun kita tetap baku sayang

Sayer Pr: Verbal Verbiage

(tetapi, engkau mengatakan bahwa turun temurun kita harus tetap saling menyayangi)

32. Namun, hidup kekal yang dijanjikan kepada kita (TRG 1, No. 4)

Namun, hidup kekal yang dijanjikan kepada kita

Verbiage Pr: verbal receiver

Allah Bapak yang

Mahakuasa

memanggil saudara

kita ini

dari kehidupan

di dunia

Sayer Pr: verbal receiver verbiage

Page 82: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

33. Aku memuji Tuhan (TRG 2, No. 12)

Aku memuji Tuhan

sayer Pr: verbal receiver

34. Dijanjikan perhentian di rumah yang baka (TRG 1, No. 5)

Dijanjikan perhentian di rumah yang baka

Pr: Verbal Verbiage Circ: Loc

35. Firman Tuhan yang menguatkan hati kita telah diberitakan (TRG 2, No.

10)

Firman Tuhan yang menguatkan hati kita telah diberitakan

Verbiage Pr: Verbal

Contoh 30--35 di atas menunjukkan bahwa partisipan yang dihadirkan oleh

proses verbal sangat bervariasi. Pada contoh 30, proses verbal memanggil mampu

menghadirkan tiga partisipan dalam klausa. Partisipa I adalah Allah Bapak yang

Mahakuasa yang berfungsi sebagai sayer, diikuti oleh receiver (saudara kita ini)

sebagai partisipan kedua, dan partisipan ketiga adalah dari kehidupan di dunia

yang berfungsi sebagai verbiage.

Selanjutnya, contoh 31--33 menunjukkan bahwa proses verbal menghadirkan

dua partisipan dalam setiap klausa. Proses lomung bo “omong bilang” pada

contoh 31 menghadirkan gal “dia” sebagai sayer (I) dan kila same taweng simi

tasama ba “turun-temurun kita tetap baku sayang” sebagai verbiage (II) dan

terjadi pelesapan pada receiver. Pada contoh 32 tampak ada pelesapan pada sayer.

Proses dijanjikan dapat mengikat partisipan hidup kekal yang sebagai verbiage

dan partisipan kepada kita sebagai receiver. Contoh 33, kata memuji

menghadirkan aku sebagai sayer (I) dan Tuhan sebagai receiver (II) dan terjadi

pelesapan pada verbiage.

Page 83: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Sementara itu, pada contoh 34 dan 35 hanya terdapat satu partisipan yang

dihadirkan oleh proses verbal dalam setiap klausa. Kata dijanjikan dan

diberitakan yang merupakan proses verbal hanya menghadirkan partisipan

perhentian dan Firman Tuhan yang menguatkan hati kita sebagai verbiage,

sedangkan sayer dan receiver dilesapkan. Berikut ini adalah daftar proses

eksistensial yang digunakan dalam TRGMAA.

berkata diberitakan

dijanjikan dipanggil

memanggil memanggil pulang

memuji menceritakan

Berdasarkan pembahasan pada keenam tipe proses yang digunakan dalam

klausa TRG, berikut ditampilkan persentase penggunaan unsur proses pada

TRGMAA melalui media BK dan BI.

Tabel 2 Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BK

Tipe Proses TRG I TRG

II

TRG

III

Jumlah (%) Peringkat

Proses material 48 38 37 123 73 I

Proses eksistensial 9 7 6 22 13 II

Proses relasional 4 3 2 9 5 III

Proses mental 2 3 2 7 4 IV

Proses perilaku 3 1 - 4 3 V

Proses verbal 1 1 1 3 2 VI

Jumlah Klausa 67 53 48 168 100

Page 84: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa transitivitas TRG didominasi oleh proses

material. Dari 168 jumlah klausa BK, proses material memperoleh jumlah

tertinggi pada TRG, yakni berjumlah 123 atau 73%. Tingginya penggunaan proses

material dalam TRG dapat diinterpretasikan bahwa sebagian tahapan ritual

gasakda melibatkan aktivitas fisik dengan demikian teks terfokus pada tindakan

atau kejadian.

Peringkat kedua ditempati oleh proses eksistensial dengan jumlah 22 atau

13%. Proses ini merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau adanya

sesuatu. Hal ini dapat interpretasikan bahwa adanya sesuatu berarti suatu keaadan

di mana telah terjadi peristiwa kematian yang melibatkan eksistensi diri dari tiap-

tiap keluarga, baik keluarga duka maupun kerabat lainnya yang turut berduka.

Peringkat ketiga didominasi oleh proses relasional yang berjumlah 9 atau 5%.

Pemakaian proses relasional dalam TRG dapat bermakna untuk memberikan

atribut atau nilai kepada almarhum sebagai bentuk rasa duka cita yang mendalam

dari keluarga.

Proses mental menempati peringkat keempat dalam TRG dengan jumlah 7

atau 4%. Hal ini mudah dipahami karena banyak partisipan melibatkan perasaan

duka ketika menciptakan teks.

Peringkat kelima ditempati oleh proses perilaku, yang berjumlah 4 atau 3%.

Hal ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka sehingga banyak

melibatkan tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan psikologi atau

mental para partisipan.

Page 85: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Peringkat keenam adalah proses verbal. Proses ini paling sedikit digunakan

dalam TRG dengan jumlah 3 atau 2%. Hal ini dapat dipahami bahwa dalam

peristiwa duka setiap keluarga telah mengetahui apa yang harus dilakukan

sehingga aktivitas dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak pertanyaan ataupun

penjelasan.

Tabel 3 Tipe Proses TRGMAA yang Menggunakan BI

Tipe Proses TRG I TRG

II

TRG

III

Jumlah (%) Peringkat

Proses material 66 89 81 236 33 I

Proses relasional 41 48 54 143 20 II

Proses eksistensial 36 43 41 120 17 III

Proses mental 27 37 36 100 14 IV

Proses perilaku 16 23 32 71 10 V

Proses verbal 14 17 14 45 6 VI

Jumlah Klausa 200 257 258 715 100

Tabel 3 di atas tampak bahwa dari 715 jumlah klausa BI, proses material

memperoleh jumlah tertinggi, yakni berjumlah 236 atau 33%. Hal ini

menunjukkan bahwa teks berfokus pada tindakan atau kejadian. Secara umum

teks pemakaman seperti doa, nyanyian, khotbah, dan lainnya merupakan sesuatu

yang abstrak karena berhubungan dengan iman, yakni bagaimana umat Kristiani

meyakini Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat. Namun, unsur lingual yang

digunakan dalam teks lebih banyak proses material dari pada unsur proses yang

lain, seperti mental atau verbal. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa sesuatu

yang sifatnya abstrak dapat diwujudnyakan lewat bahasa atau proses material

sehingga dapat memperteguh keyakinan umat bahwa Tuhan itu ada.

Page 86: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Peringkat kedua didominasi oleh proses relasional yang berjumlah 143 atau

20%. Pemakaian proses relasional dalam TRG dapat bermakna untuk memberikan

atribut atau nilai kepada Tuhan yang diimani sebagai penolong dan penghibur

yang setia.

Peringkat ketiga ditempati oleh proses eksistensial dengan jumlah 120 atau

17%. Proses ini merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau adanya

sesuatu. Hal ini menyangkut keberadaan atau eksistensi diri dari Tuhan dalam

kehidupan manusia.

Proses mental menempati peringkat keempat dalam TRG dengan jumlah 100

atau 14%. Hal ini mudah dipahami karena TRG adalah mengandung fungsi magis

yang memang memerlukan proses mental.

Peringkat kelima ditempati oleh proses perilaku, yang berjumlah 71 atau

10%. Hal ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka sehingga

banyak melibatkan tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan psikologi

atau mental para partisipan.

Peringkat keenam adalah proses verbal. Proses ini paling sedikit digunakan

dalam TRG dengan jumlah 45 atau 6%. Hal ini dapat dipahami bahwa pihak

gereja sudah menyediakan liturgi atau tata ibadah untuk kebaktian pemakaman

berupa teks tulis, yang walaupun pada akhirnya dilisankan namun tetap saja

menjadi teks yang beku (frozen style).

Tabel 4 Penggunaan Tipe Proses secara Keseluruhan pada TRGMAA

Page 87: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tipe Proses TRG I TRG II TRG III Jumlah (%)

Proses material 118 132 123 373 42

Proses relasional 46 52 57 155 18

Proses eksistensial 38 44 42 124 15

Proses mental 30 40 38 108 12

Proses perilaku 19 24 32 75 8

Proses verbal 15 18 15 48 5

Jumlah Klausa 266 310 307 883 100

Persentase jumlah proses yang tertera pada tabel 2 di atas memberikan

petunjuk bahwa penggunaan proses material pada TRGMAA menduduki

peringkat teratas dengan jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki oleh proses

relasional dengan jumlah 155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh proses eksistensial

yang berjumlah 124 (14%), proses mental berjumlah 108 (12%), proses perilaku

berjumlah 75 (8%), dan proses verbal berjumlah 48 (5%). Dengan demikian, dapat

diinterpretasikan bahwa TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada

tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda

berusaha untuk memberikan bentuk pelayanan untuk terkahir kalinya kepada

almarhum.

4.2 Sistem Mood dalam TRG

Mood merupakan perwujudan gramatika struktur klausa atau unit gramatikal

sebuah klausa yang merealisasikan makna interpersonal. Dalam hal ini, peran

mempertukarkan makna dilakukan oleh tenor atau pelibat teks. Dengan demikian

makna antarpartisipan yang dipertukarkan oleh pelibat dalam teks ritual gasakda

Page 88: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

akan mencerminkan peran dan status mereka dalam sistem sosial masyarakat adat

Alor. Hal ini terjadi karena pilihan bentuk dan makna dalam membangun struktur

klausa sangat ditentukan oleh status dan peran dari tiap-tiap pelibat.

Realisasi makna yang dipertukarkan oleh setiap pelibat dalam TRGMAA

memiliki fungsi ujaran (speech function) yang berbeda-beda. Hal ini meliputi;

menyampaikan pernyataan (statement atau penawaran/offer), yang direalisasikan

oleh mood deklaratif, mengajukan pertanyaan (question), yang direalisasikan oleh

mood interogatif dan memberikan perintah (command), yang direalisasikan oleh

mood imperatif. Berikut ini di bahas mengenai bentuk-bentuk mood yang

digunakan dalam TRGMAA.

4.2.1 Mood Deklaratif

Mood deklaratif adalah klausa deklaratif yang isinya menyatakan pernyataan

atau memberitahukan sesuatu kepada pendengar. Terkait dengan penggunaan

mood deklatif dalam TRGMAA dapat dipahami bahwa isi TRG mencakup

penyampaian informasi dan pernyataan untuk menerima sebuah realita hidup.

Penyampaian informasi dimulai pada tahapan pra-gasakda, yakni memberikan

informasi bahwa orang tua dalam keadaan sakit keras dan penyampaian tentang

terjadinya kematian pada tahapan gasakda. Sementara itu, pernyataan untuk

menerima realita hidup yang terealisasi pada saat terjadi kematian, di mana pihak

keluarga terkait (tahapan telingbai) dan pihak gereja (tahapan katai sen)

menyatakan suatu bentuk kepedulian berupa kata-kata penghiburan sebagai

ungkapan turut berduka.

Page 89: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa klausa dalam TRG dapat

dibedakan menjadi (1) klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif aktif, (2)

klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif pasif, (3) klausa deklaratif penuh

dengan predikat intransitif, (4) klausa deklaratif eliptikal dengan predikat transitif

aktif, (5) klausa deklaratif eliptikal dengan predikat transitif pasif, dan (6) klausa

deklaratif eliptikal dengan predikat intransitif. Untuk lebih jelasnya, perhatikan

data berikut ini.

36. Nal itolinga me’en (TRG 3, No.7)

Nal itolinga me en

Saya bagianmu kasi kamu

Subj Comp Pred Comp

MOOD RESIDU

(saya memberikan kamu bagian/jatahmu)

37. Kita melantunkan pujian pengharapan, dari KJ 33: 1,4 (TRG 2, No.54)

K

edua contoh di atas merupakan klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif

aktif. Pada contoh 36 dapat dijelaskan bahwa klausa ini tampak dengan struktur

subjek (S) diikuti komplemen (C1), setelah itu diikuti predikat (P) dan

komplemen (C2). Selanjutnya, contoh 37 dengan struktur subjek (S), diikuti

predikat (P), lalu diikuti dengan komplemen (C) dan keterangan (adjunct). Verba

me “kasi/berikan” dan melantunkan adalah jenis verba transitif aktif. Dinamakan

verba transitif aktif karena kedua verba ini membutuhkan objek dan direalisasikan

dalam klausa bentuk aktif.

38. Jejak-jejak kebenarannya dapat dilihat orang (TRG 3, No. 205)

Kita Melantunka

n

pujian pengharapan dari KJ 33: 1,4

Subj Pred Comp Adj: Circ

MOOD RESIDU

Jejak-jejaknya kebenarannya dapat dilihat orang

Subj Mood: Adj Pred Comp

MOOD RESIDU

Page 90: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

39. Sidang perkabungan yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus (TRG 3,

No.157)

Sidang perkabungan yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus

Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

Contoh 38 dan 39 merupakan klausa deklaratif penuh dengan predikat

transitif pasif. Klausa pada contoh 38 memiliki struktur subjek (S) diikuti oleh

keterangan modal (mood Adj), lalu diikuti oleh predikat (P) dan komplemen

(Comp). Selanjutnya struktur klausa pada contoh 39 adalah subjek (S), diikuti

oleh predikat (P), dan kemudian diikuti oleh komplemen (Comp). Verba dikenal

dan dikasihi merupakan verba transitif yang mengalami pemasifan.

40. Sisak gasakdang tano (TRG 3, No.12)

sisak gasakdang tano

Orang tua kami meninggal sudah

Subj Pred Comm: Adj

MOOD RESIDU

(orang tua kami sudah meninggal)

41. Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut (TRG 3, No.269)

Contoh 40 dan 41 merupakan klausa deklaratif penuh yang predikatnya diisi

oleh verba intransitif yang terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Kedua klausa

ini juga menggunakan unsur keterangan (adjuncts) untuk memberikan penjelasan

tambahan terhadap tiap-tiap klausa. Verba meninggal dan berduka cita merupakan

verba intransitif karena kedua verba tersebut tidak memerlukan objek/komplemen.

Berdasarkan contoh 36--41 di atas, diketahui bahwa secara umum

menunjukkan bentuk mood dengan struktur deklaratif penuh. Hal ini karena

Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut

Conj: Adj Subj Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

Page 91: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

terdapat struktur yang lengkap dan variatif pada setiap klausa, yakni (a) subjek

(S), predikat (P), komplemen (comp), dan keterangan (adjuncts), (b) subjek,

predikat, dan komplemen, atau (c) subjek, predikat, dan keterangan.

42. Anbang te sitabiah gauk (TRG 2, No. 301)

43. Dan mengejutkan kita (TRG 1, No. 159)

Dan mengejutkan kita

Conj: Adj Pred Comp

MOOD RESIDU

Contoh 42 dan 43 merupakan klausa deklaratif eliptikal dengan predikat

transitif aktif. Klausa no. 42 tampil dengan struktur keterangan konjugasi

(conj:Adj), kemudian diikuti oleh komplemen (Comp) dan predikat (P).

Sementara itu, klausa no. 43 tampil dengan struktur keterangan konjugasi (conj:

Adj), kemudian diikuti dengan (predikat (P) dan komplemen (Comp). Verba gauk

“lipat” dan mengejutkan merupakan verba transitif aktif yang tidak menghadirkan

subjek (S) dalam klausa atau dengan kata lain, terjadi pelesapan subjek pada tiap-

tiap klausa.

44. Disalibkan (TRG 1, No. 189)

Disalibkan

Pred

MOOD

45. Dan dikuburkan (TRG 1, No. 191)

Dan dikuburkan

Conj: Adj Pred

MOOD

Anbang te sitabiah gauk

supaya kita punya kain lipat

Conj: Adj Comp Pred

RESIDU

(supaya, lipat kain kita)

Page 92: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Contoh 44 dan 45 merupakan klausa deklaratif eliptikal yang predikatnya

diisi oleh verba yang mengalami proses pemasifan. Kedua klausa di atas sama-

sama mengalami pelesapan pada subjek (S) dan komplemen (Comp).

46. Na, painsan ok ya gasakdang (TRG 2, No. 2)

Na, paisan ok Gasakdang

Jadi, esok lusa meninggal

Conj: Adj Adj: Circ Pred

RESIDU

(jadi, apabila meninggal di kemudian hari)

47. Naik ke sorga (TRG 1, No. 194)

Naik ke Sorga

Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

48. Duduk di sebelah kanan Allah Bapak yang Mahakuasa (TRG 1, No.

195)

Duduk di sebelah kanan Allah, Bapak yang Maha Kuasa

Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

Pada contoh 46 dan 48 dapat dijelaskan bahwa kedua klausa tersebut

merupakan klausa deklaratif eliptikal. Verba gasakdang “meninggal”, naik, dan

duduk adalah jenis verba intransitif yang tidak membutuhkan kehadiran objek

dalam klausa. Namun, terjadi pelesapan subjek pada kedua klausa tersebut

sehingga hanya terdapat verba dan unsur keterangan (adjuncts) dalam klausa.

Berdasarkan contoh 44--48 di atas, diketahui bahwa secara umum

menunjukkan bentuk mood dengan struktur deklaratif eliptikal yang hadir dengan

predikat verba transitif aktif, pasif, dan verba intransitif. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa klausa deklaratif penuh memiliki struktur yang lengkap,

sedangkan kalusa deklaratif eliptikal memiliki struktur yang tidak lengkap karena

terjadi pelesapan pada subjek atau komplemen.

Page 93: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

4.2.2 Mood Imperatif

Mood imperatif pada dasarnya berupa klausa yang isinya memerintahkan,

menyerukan, atau mengajak lawan bicara/pendengar mengenai suatu hal pada

proses komunikasi. Penggunaan mood imperatif dalam TRGMAA dapat dimaknai

bahwa setiap tahapan dalam TRG selalu disertai dengan ungkapan yang memiliki

makna perintah, seruan, atau ajakan. Misalkan adanya seruan untuk menyediakan

permintaan anak laki-laki sulung kepada paman pada saat pra-gasakda.

Kemudian, dilanjutkan dengan seruan untuk meminta barang kepada paman pada

tahapan kurong gotta dan ya lasting. Selanjutnya, seruan atau ajakan untuk tetap

bersandar pada Tuhan, baik dalam suka maupun dalam duka pada tahapan katai

sen (pemakaman). Hal ini berkaitan dengan bacaan Firman Tuhan (Alkitab)

sebagai dasar hidup umat Kristiani.

Mood imperatif dalam TRG memiliki struktur yang bervariasi. Hal ini dapat

dilihat dalam data berikut ini.

49. Krung almang bai mi mesilang wota (TRG 1, No. 6)

Krung almang bai mi mesilang wota

Gong pusaka didalam gudang adat kasi turun pukul

Subj Adj: Circ Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

(turunkan gong pusaka dari gudang untuk dipukul)

50. Ge maunong met (TRG 1, No. 15)

Ge maunong met

Selimut maunongnya ambil

Subj Pred

MOOD RESIDU

(ambilkan selimut maunongnya)

51. I tonih (TRG 2, No. 20)

I tonih

Page 94: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Kalian Duduk

Subj Pred

MOOD RESIDU

(kalian duduk)

52. Buatlah Yesus sebagai sandaranmu, (TRG 2, No. 98)

buatlah Yesus sebagai sandaranmu

Pred Subj Adj: Circ

MOOD RESIDU

53. Carilah di atas awan pelangi kasih yang tetap (TRG 3, No. 68)

Contoh 49--53 di atas merupakan bentuk mood imperatif dalam TRG. Secara

garis besar tampak ada perbedaan struktur mood BK dan BI. Contoh 49--51

adalah Mood imperatif BK yang memilki struktur subjek (S) lalu diikuti dengan

predikat (P), sementara itu mood imperatif BI pada contoh 52 dan 53 memiliki

struktur predikat (P) diikuti oleh subjek (S).

4.2.3 Mood Interogatif

Mood interogatif atau pertanyaan tidak terlalu sering digunakan dalam TRG.

Hal ini dapat dipahami bahwa kematian merupakan suatu hal yang manusiawi,

yaitu setiap kehidupan pasti ada akhirnya. Setiap keluarga yang datang melayat

atau memberikan penghiburan sudah mengetahui apa yang harus dilakukannya

sehingga dengan sendirinya penggunaan mood interogatif sangat minim

ditemukan di dalam TRG. Berikut ini ditunjukkan beberapa mood introgatif

dalam klausa TRG. Perhatikan data berikut ini.

54. Kepada siapakah aku harus takut? (TRG 2, No. 143)

carilah di atas awan plangi kasih yang tetap

Pred Adj: Circ Subj

MOOD RESIDU MOOD

Page 95: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Kepada siapakah aku harus takut?

KT/Comp Subj Pred

RESIDU MOOD

55. Apa mau gatoling? (TRG 1, No. 265)

Apa mau gatoling?

Ini siapa punya bagian

Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

(ini bagiannya siapa atau bagiannya siapa ini?)

Kedua contoh di atas adalah penggunaan mood interogatif dalam klausa TRG

yang menunjukkan perbedaan mengenai struktur dan makna. Contoh 54 adalah

pertanyaan yang bermakna retoris dan tidak memerlukan jawaban, tetapi hanya

sebagai bentuk refleksif. Struktur klausa secara umum meliputi kata tanya diikuti

oleh (S), kemudian predikat (P), dan komplemen (Comp) atau keterangan (Adj).

Sementara itu, contoh 55 memiliki struktur subjek (S), kata tanya (siapa punya),

dan komplemen (Comp)

4.2.4 Mood Eksklamasi

Mood eksklamasi (exlamatives mood) digunakan dalam TRG untuk

menjelaskan ungkapan emosional dari pelibat teks, baik rasa heran, muak atau

membosankan, maupun perasaan cemas. Terkait dengan penggunaannya dalam

TRGMAA dapat dipahami bahwa dalam TRG, setiap partisipan banyak

menunjukkan perasaan duka lewat tindakan fisik dan sedikit melibatkan emosi

atau reaksi mental. Perhatikan data berikut ini.

56. Berbahagialah setiap orang yang mendengarkan Firman Allah (TRG

2, No. 121)

Berbahagialah setiap orang yang mendengar Firman Allah

Comm: Adj Subj Pred Comp

Page 96: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

57. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (TRG 1, No. 102)

Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai

Comm: Adj Adj: Circ Subj Pred Adj: Circ

RESIDU MOOD RESIDU

Contoh 56 dan 57 di atas memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan tersebut

dapat diketahui dari hadir dan tidaknya unsur komplemen (Comp) dan keterangan

(Adj) dalam klausa. Struktur mood eksklamasi pada contoh 56 terdiri atas kata

sifat (KS), subjek (S), predikat (P), dan komplemen (Comp). Sementara itu, pada

contoh 57, struktur mood eksklamasi dimulai dengan kata kata sifat (KS), lalu

diikuti oleh unsur keterangan (Adj), kemudian diikuti dengan subjek (S), predikat,

dan unsur keterangan (Adj).

Berdasarkan data yang telah dibahas, tampak bahwa realisasi makna yang

dipertukarkan pada TRGMAA menggunakan BK dan BI. Dengan demikian,

berikut ini disajikan persentase penggunaan Mood BK dan BI pada TRGMAA.

Tabel 5 Penggunaan Bentuk Mood BK

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk mood yang

direalisasikan melalui BK, yakni mood deklaratif, mood imperatif, dan mood

interogatif. Bentuk mood yang paling banyak digunakan dalam TRGMAA adalah

MOOD RESIDU

Bentuk Mood TRG 1 TRG 2 TRG

3

Jumlah

Bentuk Mood

%

Deklaratif 48 43 34 125 75

Imperatif 17 10 14 41 24

Interogatif 2 - - 2 1

Jumlah Klausa 67 53 48 168 100

Page 97: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

mood deklaratif, yakni berjumlah 125 atau 75% dari 168 jumlah klausa BK.

Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 41 atau 24%, dan mood introgatif

sebanyak 2 atau 1%.

Tabel 6 Penggunaan Bentuk Mood BI

Pada tabel 6 di atas tampak bahwa terdapat empat bentuk mood yang

direalisasikan melalui BI, yakni mood deklaratif, mood imperatif, mood

eksklamasi, dan mood interogatif. Bentuk mood yang paling banyak digunakan

dalam TRGMAA adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 642 atau 90% dari 715

jumlah klausa BI. Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 50 atau 7%,

mood eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood interogatif sebanyak 7 atau 1%.

Tabel 7 Penggunaan Bentuk Mood secara Keseluruhan pada TRGMAA

Tabel 7 menampilkan keseluruhan bentuk mood yang digunakan pada

TRGMAA. Pada tabel 7 ditemukan bahwa bentuk mood yang paling banyak

digunakan dalam TRGMAA adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767 atau

87%. Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 91 atau 10%, mood

Bentuk Mood TRG 1 TRG 2 TRG

3

Jumlah

Bentuk Mood

%

Deklaratif 183 226 233 642 90

Imperatif 8 21 21 50 7

Eksklamasi 5 7 4 16 2

Interogatif 3 3 1 7 1

Jumlah Klausa 199 257 259 715 100

Bentuk Mood TRG 1 TRG 2 TRG

3

Jumlah

Bentuk Mood

%

Deklaratif 231 269 267 767 87

Imperatif 25 31 35 91 10

Eksklamasi 5 7 4 16 2

Interogatif 5 3 1 9 1

Jumlah Klausa 266 310 307 883 100

Page 98: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood introgatif sebanyak 9 atau 1%.

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa isi TRG mencakup penyampaian

informasi dan pernyataan untuk menerima sebuah realita hidup.

4.2.5 Unsur Keterangan (Adjuncts) dalam Klausa TRGMAA

Unsur keterangan (adjuncts) adalah salah satu unsur dalam klausa yang

memberikan informasi tambahan yang sifatnya tidak terlalu penting. Kehadiran

elemen atau unsur ini dalam klausa sangat variatif di mana dia bisa hadir di awal,

pertengahan, atau di akhir dari klausa. Namun, elemen ini tidak berpotensi untuk

menjadi subjek. Berdasarkan kontribusinya di dalam klausa, maka keterangan

(adjuncts) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni (1) keterangan sirkumstansial,

yang berfungsi menambah makna eksperiensial, (2) keterangan modalitas, yang

berfungsi menambah makna interpersonal, dan (3) keterangan tekstual, yakni

menambah makna tekstual. Berikut ini adalah kategori keterangan yang

digunakan dalam TRGMAA.

Tabel 8 Kategori Keterangan (Adjuncts) pada TRGMAA

Jenis Keterangan TRG 1 TRG 2 TRG 3 Jmlh Keterangan

Keterangan sirkumstansial 95 114 128 337

Keterangan tekstual 88 85 80 253

Keterangan modalitas 61 67 75 203

Page 99: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa keterangan sirkumstansial menempati

urutan pertama dalam hal penggunaannya di dalam TRG yang berjumlah 337,

kemudian diikuti oleh keterangan tekstual yang berjumlah 253, dan keterangan

modalitas yang berjumlah 203. Berikut ini adalah penjelasan unsur keterangan

dalam klausa TRGMAA.

4.2.5.1 Keterangan Sirkumstansial

Keterangan sirkumstansial merupakan lingkungan, sifat, atau lokasi

berlangsungnya proses. Jenis keterangan ini berfungsi menambah makna

eksperiensial atau pengalaman. Terkait dengan penggunaannya yang dominan

dalam TRG, dapat dipahami bahwa teks ini merupakan teks prosedur yang banyak

melibatkan fisik dan mental sehingga memerlukan unsur sirkumstansial untuk

menentukan makna proses dan partisipan di dalam setiap klausa. Data berikut ini

merupakan contoh penggunaan keterangan sirkumstansial dalam TRG.

58. Kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo (TRG 3, No. 4)

Kang na ya paisan ok te sipa gasakdang bo

Baik jadi, besok lusa kita punya bapak meninggal sudah

Cont: Adj Adj: Circ Subj Pred Mood: Adj

RESIDU MOOD RESIDU MOOD

(baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal)

59. Kurong almang bai mi mesilang gota (TRG 3, No. 8)

Kurong almang bai mi me’silang gota

Gong di dalam gudang besar kasi turun pukul

Subj Adj: Circ Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

(turunkan gong di dalam gudang besar untuk dipukul)

60. Lihatlah warna-warninya sebagai lambang cinta yang besar (TRG 3,

No. 69)

lihatlah warna-warninya sebagai lambang cinta yang besar

Pred Subj Adj: Circ

MOOD RESIDU

Page 100: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

61. Saudara/i ku sekalian, marilah kita memuji Tuhan dengan melagukan

KJ no 54:4 (TRG 2, No. 79)

saudara/i ku

sekalian,

marilah kita memuji Tuhan dengan melagukan

KJ No 54:4

Voc: Adj Subj Pred Comp Adj: Circ

MOOD RESIDU

62. Siapa gerangan ada padaku di Sorga selain Engkau? (TRG 1, No.

83)

siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau

Subj Pred Adj: Circ Adj: Circ

MOOD RESIDU

63. Kasih setia Tuhan melepaskan mereka dari maut (TRG 2, No. 106)

kasih setia Tuhan melepaskan mereka dari maut

Subj Pred Comp Adj: Circ

MOOD RESIDU

Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa keberadaan unsur

sirkumstans sangat variatif, yakni bisa hadir di awal, tengah, dan akhir. Dengan

demikian, dapat juga diidentifikasi jenis keterangan sirkumstansial yang terdapat

pada keenam kalusa TRG di atas. Pada contoh 58 tampak bahwa frasa ya paisan

ok te „besok lusa‟ merupakan keterangan sirkumstansial yang dinyatakan dalam

bentuk waktu atau rentang untuk memberikan informasi tambahan pada klausa.

Contoh 59 menunjukkan bahwa terdapat dua keterangan sirkumstansial dalam

sebuah klausa. Frasa almang bai mi „di dalam gudang besar‟ merupakan

keterangan sirkumstansial yang merujuk pada lokasi atau tempat (location).

Sementara itu, kata gota “pukul” merupakan unsur keterangan yang menjelaskan

tentang alasan atau sebab (cause).

Contoh 60 menunjukkan bahwa unsur keterangan berada di akhir dan frasa

sebagai lambang cinta yang besar adalah keterangan sirkumstansial yang

menunjukkan atau merujuk pada peran (role). Pada contoh 61 juga

Page 101: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

memperlihatkan posisi unsur sirkumstansial yang berada di akhir. Frasa dengan

melagukan KJ No 54:4 adalah keterangan sirkumstansial yang berfungsi atau

memiliki fungsi untuk menyatakan cara (manner).

Sementara itu, contoh 62 dapat dijelaskan bahwa keterangan sirkumstansial

dalam frasa selain Engkau merupakan unsur keterangan yang menyatakan tentang

penyerta (accompaniment). Pada contoh 63 tampak bahwa frasa dari maut

merupakan keterangan sirkumstansial yang berfungsi menyatakan hal atau

masalah (matter). Dari semua unsur atau elemen sirkumstansial yang telah

dijelaskan di atas merupakan unsur tambahan atau berfungsi memberikan

tambahan makna eksperiensial atau makna pengalaman. Sebelumnya telah

dijelaskan bahwa unsur ini tidak begitu esensial atau penting dalam sebuah klausa,

tetapi dalam konteks tertentu unsur ini juga sebagai penentu dalam memberikan

makna proses dan partisipan dalam klausa.

4.2.5.2 Keterangan Tekstual

Keterangan tekstual berfungsi untuk memberikan atau menambahkan makna

tekstual dalam sebuah klausa. Makna tekstual yang dimaksud adalah realisasi

makna dalam mengoraganisasi pesan. Terdapat dua tipe dari keterangan tekstual,

yakni kontinuitas dan konjugasi. Berikut ini adalah tipe-tipe keterangan tekstual

yang digunakan di dalam TRGMAA.

64. O…era apa gauk (TRG 1, No. 262)

O, era apa gauk

O, engkau ini lipat

Cont: Adj Subj Comp Pred

MOOD RESIDU

(o..engkau lipat ini)

Page 102: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

65. Ya…era apa gauk (TRG 1, No. 264)

Ya, era apa gauk

Ya, engkau ini lipat

Cont: Adj Subj Comp Pred

MOOD RESIDU

(ya..engkau lipat ini)

66. Karena itu, marilah ibu/bapak/saudara/i kita berdiri (TRG 2, No. 53)

67. Dan menikmati bait-Nya (TRG 2, No. 159)

Dan menikmati BaitNya

Conj: Adj Pred Comp

MOOD RESIDU

68. Namun kasih Tuhan adalah nyata pada waktu yang tepat (TRG 3, No.

5

7

)

69. Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut (TRG 3, No. 269)

70. Ante ya ko’bo gatda pe fal, a sut, (TRG 3, No. 15)

Ante ya ko’bo gatda pe fal, a sut,

Setelah itu, Pergi ke pohon pelepas untuk ikat babi dan sendok padi

Conj: Adj Pred Adj: Circ Adj: Circ

MOOD RESIDU

(setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil babi dan padi)

Contoh 64--70 memperlihatkan penggunaan unsur keterangan tekstual dalam

TRG. Kontinuitas dan konjugasi merupakan jenis keterangan yang berfungsi

sebagai penghubung klausa. Kata o dan ya pada contoh 64 dan 65 merupakan

jenis keterangan kontinuitas karena penutur bermaksud untuk membuka satu teks

baru, tetapi mencoba untuk menghubungkannya dengan teks sebelumnya.

Sementara itu, kata karena itu, dan, namun, meskipun, dan setelah itu pada contoh

Karena itu, marilah ibu/bapak/saudara/i kita beridiri

Conj: Adj Voc: Adj Subj Pred

MOOD

Namun kasih Tuhan adalah nyata pada waktu yang tepat

Conj: Adj Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut

Conj: Adj Subj Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

Page 103: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

66--70 dikategorikan sebagai unsur keterangan konjungsi karena kata-kata

tersebut dapat merangkai atau menghubungkan satu klausa dengan klausa yang

lain. Dari hasil analisis data diketahui bahwa kemunculan kedua jenis kontinuitas

lebih banyak digunakan pada bahasa lisan sementara itu konjungsi lebih banyak

digunakan dalam bahasa tulisan.

4.2.5.3 Keterangan Mood

Keterangan mood berfungsi untuk menambahkan atau memberikan makna

antarpersonal. Keterangan mood terdiri atas empat bagian, yakni keterangan

modalitas (mood adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjuncts), keterangan

ulasan (comment adjuncts), dan keterangan vokatif (vocative adjuncts).

Modalitas merupakan cara pembicara menyatakan sikap terhadap situasi

dalam suatu komunikasi. Modalitas dapat diklasifikasi menjadi dua bagian, yakni

modulasi dan modalisasi. Modulasi mengekspresikan makna proposal (goods &

services) yang menyatakan suatu keharusan atau kecenderungan. Sementara itu,

modalisasi mengekspresikan makna proposisi (informasi) yang menyatakan

probabilitas atau kemungkinan dan usualitas atau kebiasaan. Untuk lebih jelasnya,

perhatikan data berikut ini.

71. Tetapi aku ingin di dekat-Mu setiap saat (TRG 1, No. 78)

Tetapi aku ingin berada di dekatMu setiap saat

Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Comp

MOOD RESIDU

72. Supaya aku dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya (TRG 1, No.

97)

Supaya aku dapat menceritakan pekerjaanNya

Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Comp

MOOD RESIDU

73. Dan yang akan datang dari sana (TRG 1, No. 197)

Page 104: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Dan yang akan datang dari sana,

Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

74. You na, ante alsue (TRG 2, No. 5)

You na ante al sue

Iya nanti kamu datang

Pol: Adj Adj: Circ Subj Pred

(baiklah, nanti kamu datang)

75. Inak geng ni atak sina lo (TRG 1, No. 46)

Inak geng ni a tak sina lo

Sekarang ini engkau tidak terlihat benar-benar

Adj: Circ Subj Pred Comm: Adj

RESIDU MOOD RESIDU MOOD

(sekarang ini engkau benar-benar tidak terlihat)

76. Sesungguhnya, siapa yang berada jauh dari pada-Mu akan binasa

(TRG 1, No. 92)

Sesungguhnya, siapa yang berada jauh dari pada Mu akan binasa

Comm: Adj Subj Pred Comp Adj: Circ

MOOD RESIDU

77. Nepaela, nepa gasakdang tano (TRG 2, No. 14)

Nepaela, nepa gasakdang tano

paman, saya punya bapak meninggal

Voc: Adj Subj Pred

MOOD RESIDU

(paman, bapak saya sudah meninggal)

78. Dunme lamita, i suang (TRG 3, No. 303)

79. Aku menginginkan Engkau, Tuhanku (TRG 1, No. 82)

Aku menginginkan Engkau Tuhanku

Subj Pred Comp Voc: Adj

MOOD RESIDU

Contoh 71-79 di atas menunjukkan bagaimana keterangan mood secara

bervariasi mengisi setiap klausa di dalam TRG. Kata ingin, akan, dan dapat pada

contoh 71-73 dikategorikan sebagai keterangan modalitas karena kata-kata

Dunme lamita, i suang

Anak perempuan, anak laki-laki kalian datang

Voc: Adj Subj Pred

MOOD RESIDU

(anak-anak, kalian datang)

Page 105: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

tersebut mengekspresikan sikap pembicara terhadap situasi dalam menciptakan

makna.

Contoh 74 merupakan unsur polaritas yang bermakana positif. Dalam hal ini,

terdapat suatu kesepakan atau persetujuan dari pembicara mengenai prosesi yang

dilalui. Dari contoh di atas tampak juga bahwa unsur keterangan modalitas dan

polaritas berada dalam MOOD box. Hal ini terjadi karena kedua unsur tersebut

mengekspresikan makna secara langsung terhadap inti persoalan dari sebuah

informasi dalam klausa.

Selanjutnya, pada contoh 75 dan 76 di atas dapat dijelaskan bahwa kata lo

“benar-banar” dan sesungguhnya merupakan unsur keterangan ulasan (comment

adjuncts). Pada contoh 77--79 menunjukkan unsur keterangan vokatif (vocative

adjuncts) karena terjadi penyebutan nama orang secara langsung dalam klausa.

Penyebutan nama tersebut tidak menunjukkan fungsinya sebagai subjek atau

komplemen meskipun kemunculannya di awal atau di akhir klausa. Dengan

demikian, dapat ditegaskan bahwa terkait dengan posisi dalam struktur MOOD

klausa unsur keterangan vokatif (vocative adjuncts) dan keterangan ulasan

(comment adjucts) bukan merupakan unsur pokok MOOD di mana posisi

keduanya berada, baik di luar MOOD maupun RESIDU box. Hal ini disebabkan

oleh kedua unsur keterangan ini hanya memberikan makna secara keseluruhan

atau tambahan informasi secara umum pada klausa.

Page 106: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

4.3 Sistem Tema Rema TRGMAA

Tema (theme) bertujuan untuk merealisasikan makna tekstual (textual

meaning). Tema merupakan poin atau sumber daya awal dari sebuah pesan

menurut perspektif pembicara. Kemudian, sumber daya berikutnya yang berfungsi

untuk mengembangan tema disebut rema (rheme). Sementara bagi perspektif

pendengar atau mitra tutur, unsur pertama (tema) disebut sebagai unsur lama

(given) karena informasinya menjadi kurang jelas atau terlupakan, sedangkan

unsur rema sebagai unsur baru (new) karena terakhir disampaikan sehingga masih

dapat disimak.

Unsur tema dapat ditentukan berdasarkan makna ideasional, makna

antarpersonal, dan makna tekstual. Tema pada makna ideasional disebut tema

topikal, yang direalisasikan oleh unsur proses, partisipan, dan sirkumstan.

Sementara tema pada makna antarpersonal disebut tema antarpersonal; yang

direalisasikan oleh keterangan mood (mood adjuncts), keterangan vokatif

(vocative adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjunct), dan keterangan ulasan

(comment adjuncts). Selanjutnya, tema pada makna tekstual disebut sebagai tema

tekstual; yang direalisasikan oleh keterangan kontinuitas (continuity adjuncts) dan

keterangan konjugasi (conjunctive adjuncts). Dengan demikian, dapat dijelaskan

bahwa ketiga unsur tema tersebut memiliki kemampuan yang sama atau sama-

sama berpotensi sebagai tema dari setiap klausa dalam TRG. Berikut ini disajikan

unsur-unsur tema yang digunakan dalam TRGMAA.

Page 107: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

4.3.1.1 Tema Topikal

Tema topikal berfungsi untuk merealisasikan makna ideasional dalam klausa.

Apabila pesan yang penting ingin ditempatkan pada unsur partisipan, maka subjek

sebagai tema. Selanjutnya, bilamana unsur proses ditempatkan sebagai unsur yang

penting, maka predikat sebagai tema. Begitu pun dengan unsur sirkumstan,

bilamana unsur sirkumstan ditempatkan sebagai unsur penting, maka keterangan

dapat menjadi tema. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada contoh berikut ini.

80. na sue a’tau si (TRG 1, No. 3)

na sue a’tau si

saya datang engkau bertemu untuk

Topikal

THEME RHEME

(saya datang untuk bertemu engkau)

81. turun ke dalam kerajaan maut (TRG 1, No. 192)

82. getana mi e’nih (TRG 2, No. 30)

getana mi e’ nih

pada waktu engkau duduk

Topikal

THEME RHEME

(pada waktu engkau duduk)

Contoh 80--82 di atas masing-masing memiliki tema dan muncul pada awal

klausa. Tema topikal pada contoh 80 direalisasikan oleh unsur partisipan, yakni

subjek na “saya” sebagai tema. Selanjutnya, pada contoh 81 tema topikal

direalisasikan oleh unsur proses, yakni verba turun sebagai tema. Pada contoh 82,

tema topikal direalisasikan oleh unsur sirkumstan, yakni kata getana mi “pada

waktu” ditetapkan sebagai tema. Dengan demikian, dapat dipertegas lagi bahwa

turun ke dalam kerajaan maut

Topikal

THEME RHEME

Page 108: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

sebuah klausa yang menampilkan unsur partisipan (subjek), proses (verba), dan

sirkumstan (keterangan) di awal, maka klausa tersebut memiliki tema topikal.

4.3.1.2 Tema Tekstual

Unsur-unsur tema tekstual yang digunakan pada TRGMAA berfungsi sebagai

kata penghubung untuk menghubungkan setiap klausa dengan konteksnya. Data

berikut ini menunjukkan komposisi tema tekstual dalam TRG.

83. Ahte sinih te (TRG 1, No. 24)

Ahte si nih te

Tetapi kita duduk dulu

Tekstual Topikal

THEME RHEME

(akan tetapi, silakan duduk dulu)

(akan tetapi silahkan duduk dulu)

84. Na nalsua atda (TRG 2, No. 3)

Na nal sua atda

Maka, saya datang ke sini

Tekstual Topikal

TEMA REMA

85. Ya…era apa gauk (TRG 1, No. 264)

Ya, era apa gauk

Ya, engkau ini lipat

Tekstual Topikal

TEMA REMA

(ya..engkau lipat ini)

Contoh 83--85 di atas tampak bahwa kata ahte „tetapi‟, na „maka‟, dan ya

„ya‟ dikategorikan sebagai tema tekstual. Secara umum, kehadiran tema tekstual

sebenarnya untuk membangun relasi kohesif tematik antarteks. Untuk

melaksanakan fungsi tersebut, tema tekstual dapat direalisasikan oleh dua unsur,

Page 109: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

yakni unsur konjungsi dan kontinuitas. Unsur konjungsi seperti yang tertera pada

contoh 83 dan 84 digunakan untuk merangkai teks sehingga dapat

berkesinambungan. Sementara itu, unsur kontinuitas pada contoh 85 digunakan

untuk menandai awal terjadinya teks yang masih berkaitan atau berhubungan

dengan teks sebelumnya. Terkait dengan jumlah kehadirannya dalam teks maka

dapat dijelaskan bahwa unsur konjungsi lebih banyak digunakan dalam TRG

daripada unsur kontinuitas karena penggunaan teks tulis lebih dominan daripada

teks lisan.

4.3.1.3 Tema Antarpersonal

Tema antarpersonal direalisasikan oleh keterangan mood (mood adjuncts),

keterangan vokatif (vocative adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjunct),

dan keterangan ulasan (comment adjunct). Berikut ini adalah data mengenai

komposisi tema antarpersonal dalam klausa TRG.

86. Mungkin langit tak terlihat oleh awan yang tebal (TRG 3, No. 58)

87. Nepaela, nepa gasakdang tano (TRG 2, No. 14)

nepaela, nepa gasakdang tano

paman, saya punya bapak meninggal

Interpersonal Topikal

THEME RHEME

(paman, bapak saya sudah meninggal)

88. You na. ante alsue (TRG 2, No. 5)

you na ante al sue

Mungkin langit tak terlihat oleh awan tebal

Interpersonal Topikal

THEME RHEME

Page 110: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

iya nanti kamu datang

Interpersonal Topikal

THEME RHEME

(baiklah, nanti kamu datang)

89. Sesungguhnya tidak ada yang kekal di dunia ini (TRG 2, No.

44)

sesungguhnya tidak ada yang kekal di dunia ini

Interpersonal Topikal

THEME RHEME

Contoh di atas menampilkan realisasi dari masing-masing unsur sebagai tema

antarpersonal. pada contoh 86 kata mungkin merupakan unsur keterangan mood

yang menyatakan sikap pembicara terhadap pesan yang disampaikan. Kata

nepaela „paman‟ pada contoh 87 merupakan unsur keterangan vokatif meskipun

bukan sebagai unsur pokok dari MOOD klausa, turut memberikan kontribusi

terhadap makna antarpersonal. Unsur ini dapat diidentifikasi berdasarkan caranya

menyatakan pesan yang berupa penyebutan nama atau benda. Berdasarkan

komposisinya dalam klausa, unsur keterangan vokatif dapat hadir di awal dan di

akhir klausa. Apabila unsur ini hadir di awal klausa, maka dia merupakan tema.

Namun, ketika berada di akhir klausa disebut sebagai rema. Pada contoh 88, kata

you na „iya‟ merupakan keterangan polaritas. Selanjutnya, kata sesungguhnya

pada contoh 89 adalah keterangan ulasan yang memberikan ulasan secara umum

terhadap MOOD klausa.

Dari data yang telah ditampilkan di atas, dapat dijelaskan pula bahwa

komposisi tema dalam klausa TRG sangat bervariasi. Dikatakan variatif karena

dalam satu klausa terdapat satu sampai dengan tiga tema. Bilamana terdapat satu

tema pada klausa, maka tema tersebut disebut sebagai tema tunggal (lih. contoh

Page 111: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

80--82). Sebaliknya, klausa yang memiliki tema lebih dari satu disebut tema

jamak. Contoh tema tekstual (83--85) dan interpersonal (86--89) di atas

menunjukkan tema jamak, yakni menghadirkan dua tema dalam sebuah klausa.

Komposisi kedua tema tersebut, yakni tema tekstual atau interpersonal diikuti

oleh tema topikal. Sementara itu, dalam situasi tertentu sangat dimungkinkan

untuk tiga tema dapat hadir dalam sebuah klausa. Berikut ini adalah contoh klausa

yang menghadirkan tema majemuk (compound themes).

90. Meskipun sebenarnya kematian mungkin dialami sebagai saat

pembebasan (TRG 3, No. 169)

C

Contoh di atas menampilkan kehadiran tiga tema dalam klausa dengan

komposisi tema tekstual (textual theme) diikuti tema antarpersonal (interpersonal

theme), dan kemudian diikuti oleh tema topikal (topical theme).

4.3.2 Tema Bermarkah dan Tak Bermarkah

Sebuah tema dapat dikategorikan bermarkah (marked themes) atau tidak

bermarkah (unmarked themes) berdasarkan kemunculan atau kehadirannya dalam

klausa. Tema bermarkah (marked themes) merupakan sebuah tema yang

menunjukkan kehadirannya sebagai suatu fenomena khusus atau berbeda dari

yang umumnya terjadi. Sementara itu, tema tidak bermarkah (unmarked themes)

merupakan tema yang biasa atau wajar dalam suatu bahasa. Berikut dijelaskan

kategori tema bermarkah dan tidak bermarkah berdasarkan data yang ditemukan.

meskipun sebenarnya kematian mungkin dialami sebagai saat

pembebasan

Tekstual Interpersonal Topikal

THEME RHEME

Page 112: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

91. Inak geng ni atak sina lo (TRG 1, No. 46)

Inak geng ni a tak sina lo

Sekarang ini engkau tidak terlihat benar-benar

Topikal

THEME RHEME

(sekarang ini engkau benar-benar tidak terlihat)

92. Dumale-dumale bo ya yeng pia lamiyenma (TRG 1, No. 7)

Dumale-dumale bo ya yeng pia lamiyenma

Anak-anak perempuan sudah pergi dengan laiki-laki lain

Topikal

THEME RHEME

(anak-anak perempuan kita yang sudah kawin keluar)

93. Beritahukanlah jalan-jalanMu kepadaku ya Tuhan, (TRG 2, No. 88)

beritahukanlah jalan-jalanMu kepadaku ya Tuhan

Topikal

THEME RHEME

94. Bahwa apakah kita sedang mempersiapkan hari-hari hidup kita?

(TRG 3, No. 210)

Data di atas menampilkan jenis tema yang berbeda-beda. Frasa inak geng ni

“sekarang ini” pada contoh 43 merupakan unsur sirkumstan apabila dihubungan

dengan fungsi transitivitas. Unsur ini juga disebut sebagai tema, yakni tema

topikal (topical theme) karena dihadirkan pada awal klausa dengan maksud untuk

menonjolkan waktu sebagai poin utama atau unsur yang penting. Dengan

demikian, tema topikal tersebut dikategorikan sebagai tema bermarkah (marked

theme) karena menampilkan sesuatu yang khusus. Contoh 92--94 dikategorikan

sebagai tema tak bermarkah (unmarked theme) karena subjek dalam klausa

deklaratif (92), predikat dalam klausa imperatif (93), dan elemen kata tanya dalam

bahwa apakah kita sedang mempersiapkan hari-hari hidup kita

Tekstual Topikal

TEMA REMA

Page 113: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

klausa interogatif (94) secara umum selalu berada pada posisi awal dalam analisis

mood.

Berdasarkan hasil analisis data, tabel berikut ini ditampilkan jumlah

penggunaan bentuk tema TRGMAA yang terealisasi melalui media BK dan BI.

Tabel 9 Tema pada TRG yang menggunakan BK

Jenis Tema Unsur

Tema

TRG

I

TRG

II

TRG

III

Jumlah

Tema

Tema Topikal

Partisipan

35 29 23 87

Proses 4 5 7 16

Sirkumstan 6 5 8 19

Jumlah 122

Tema Tekstual Keterangan Kontinuitas 5 - 2 7

Keterangan Konjungsi 13 12 7 32

Jumlah 39

Tema Antarpersonal

Keterangan Mood - - - -

Keterangan Vokatif 4 2 2 8

Keterangan Polaritas 1 1 - 2

Keterangan Ulasan - 1 - 1

Jumlah 11

Tabel 9 di atas, dapat dicermati bahwa tema topikal memeroleh jumlah

terbanyak mengenai penggunaannya dalam TRG, yakni berjumlah 122.

Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang berjumlah 39 dan tema interpersonal

yang berjumlah 11.

Tabel 10 Tema pada TRG yang menggunakan BI

Jenis Tema Unsur

Tema

TRG

I

TRG

II

TRG

III

Jumlah

Tema

Tema Topikal

Partisipan

70 122 119 311

Proses 28 32 30 90

Sirkumstan 18 13 26 57

Jumlah 458

Tema Tekstual Keterangan Kontinuitas - - - -

Keterangan Konjungsi 72 69 73 214

Jumlah 214

Keterangan Mood 5 4 4 13

Page 114: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tema Antarpersonal Keterangan Vokatif 6 9 5 20

Keterangan Polaritas - 2 - 2

Keterangan Ulasan 13 15 8 36

Jumlah 71

Tabel 10 menunjukkan bahwa tema topikal memeroleh jumlah penggunaan

tertinggi, yakni berjumlah 458. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang

berjumlah 214 dan tema interpersonal yang berjumlah 71.

Tabel 11 Tema secara Keseluruhan pada TRGMAA

Jenis Tema Unsur

Tema

TRG

I

TRG

II

TRG

III

Jumlah

Tema

Tema Topikal

Partisipan

105 151 142 398

Proses 32 37 37 106

Sirkumstan 24 18 34 76

Jumlah 580

Tema Tekstual Keterangan Kontinuitas 5 - 2 7

Keterangan Konjungsi 85 81 80 246

Jumlah 253

Tema Antarpersonal

Keterangan Mood 5 4 4 13

Keterangan Vokatif 10 11 7 28

Keterangan Polaritas 1 3 - 4

Keterangan Ulasan 13 16 8 37

Jumlah 82

Tabel 11 menunjukkan bahwa tema topikal memeroleh jumlah penggunaan

tertinggi, yakni berjumlah 580. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang

berjumlah 253 dan tema interpersonal yang berjumlah 82. Tingginya penggunaan

tema topikal dalam TRG Ini berarti bahwa para pelibat selalu menempatkan

subjek/partisipan, proses, dan keterangan atau sirkumstan sebagai inti dalam

menyampaikan pesan.

Page 115: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB V

KONTEKS SITUASI TRGMAA

Konteks merupakan unsur yang terpenting dalam menganalisis bentuk dan

fungsi bahasa. Hal ini dapat dipahami bahwa tidak ada teks atau bahasa tanpa

konteks atau dengan kata lain, bahasa atau teks tidak akan berfungsi tanpa disertai

dengan konteks, yang merupakan keseluruhan lingkungan tempat teks itu ada atau

diujarkan. Berdasarkan hasil analisis data, berikut ini dibahas mengenai konteks

situasi TRGMAA yang terdiri atas medan teks, pelibat teks, dan modus teks.

Secara umum, konteks situasi TRGMAA dapat digambarkan dalam bentuk skema

sebagai berikut.

Tindakan

sosial

yang

sedang

terjadi

pertemuan

keluarga

permintaan

barang

menumbuk

padi

pemakaman pembagian

sisa barang

tonih

getawom

ya latsing telingbae katai sen tabiah

gauk

Partisipan

dalam

teks

- Anak

laki-laki

sulung

- Paman

- Tua Adat

- Anak laki-

laki sulung

- Paman

tidak

dibatasi

- Pendeta

- Jemaat/umat

(semua

keluarga)

- Tua Adat

- Keluarga

dekat

Sarana

bahasa

- BK

ragam

hormat

- Lisan

- Dialog

- BK ragam

hormat

- Lisan

- Monolog

- Dialog

- BK

ragam

beku

- Lisan

- Monolog

- BI ragam

beku

- Lisan

- Dialog

- Monolog

- BK

ragam

hormat

- Lisan

- Monolog

- Dialog

Skema 6 Konteks Situasi TRGMAA

MEDAN TRG

(Field)

PELIBAT TRG

(Tenor)

MODUS TRG

(Mode)

Page 116: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Berdasarkan skema 6 di atas dapat digambarkan bahwa terjadi suatu proses

sosial yang sistematis yang berhubungan dengan aktivitas atau tindakan sosial

(medan) dengan melibatkan partisipan dalam mempertukarkan makna melalui

saluran bahasa (modus) pada TRGMAA. Dengan skema di atas dapat

ditambahkan juga bahwa medan, pelibat, dan modus merupakan komponen dari

konteks situasi yang saling berhubungan satu sama lain. Hal ini dapat dipahami

karena terjadinya suatu tindakan sosial (medan) pasti akan melibatkan pelibat

(tenor) lewat perantara modus tertentu. Meskipun dalam pembahasan selanjutnya

ketiga unsur ini dipisahkan, hal tersebut dilakukan hanya untuk mempermudah

pembahasannya.

5.1 Medan TRGMAA

Medan TRGMAA merujuk kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta

latar satuan-satuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan teks dapat

diajukan pertanyaan what is going on. Unsur ini berhubungan dengan transitivitas

yang meliputi proses, partisipan, dan sirkumstan. Berdasarkan hasil analisis data

maka medan (field) pada TRG adalah sebagai berikut.

Aktivitas atau tindakan sosial yang terjadi pada TRG meliputi teks tonih

getawom „duduk berunding‟, teks ya lasting „pergi berdiri‟, teks telingbae

„nyanyian ritual menumbuk padi‟, teks katai sen „kubur mayat‟, dan teks tabiah

gauk „lipat kain‟.

Page 117: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

a) Teks tonih getawom „duduk berunding‟ dikategorikan ke dalam proses pra-

gasakda. Frasa ini terdiri atas kata tonih “duduk” dan getawom

“omong/bicara”. Pada aktivitas ini muncul proses eksistensial yang dinyatakan

dalam klausa sebagai berikut:

95. nepaela, lamisak ako m’atta (TRG 1, No. 1)

nepaela, lamisak ako m’atta

paman, orang tua/bapak ada sakit

Existen Pr: Existential Circ: Matter

(paman, orang tua/bapak sedang sakit)

Isi pembicaraan pada aktivitas tonih getawom adalah memberikan

informasi kepada paman bahwa orang tua sedang sakit. Selanjutnya, sang anak

meminta pamannya untuk mempersiapkan semua jenis barang yang menjadi

bagian/jatah untuk anak tersebut bilamana orang tuanya meninggal di

kemudian hari.

b) Teks ya latsing „pergi berdiri‟ dikategorikan ke dalam aktivitas awal gasakda.

Berikut ini adalah realisasi klausa yang dimunculkan pada aktivitas ya latsing.

96. kurong almang bai mi me’silang gota (TRG 3, No. 8)

Kurong almang bai mi me’silang gota

gong dalam gudang

adat

kasi turun pukul

Goal Circ: Loc Pr: Material Cir: Cause

(turunkan gong dalam gudang untuk dipukul)

97. lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14)

lammi, nepa silang sai kapela midima

paman, bapak saya turun tidur di tempat tidur

Actor Pr: Material Circ: Loc

(paman, bapak saya sudah meninggal)

Page 118: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Pada contoh 96 tampak bahwa pesan dinyatakan dengan menggunakan

proses material me’silang „kasi turun/turunkan‟ dan menyertakan unsur

partisipan kurong „gong‟ dan unsur sirkumstan yang meyatakan lokasi dan

tujuan. Unsur lokasi/tempat direalisasikan oleh frasa almang bai mi “di dalam

gudang adat” dan unsur tujuan yang direalisasikan oleh verba gota “pukul”.

Secara keseluruhan, isi pesan di atas adalah seorang tua adat memerintahkan

anak-anak/pemuda untuk mengambil gong ada di dalam gudang (rumah adat

masyarakat ATL) untuk dipukul sebagai tanda bahwa orang tua telah

meninggal. Pada contoh 97 tampak bahwa klausa tersebut menggunakan proses

material silang “turun tidur” yang menghadirkan unsur partisipan nepa “bapak

saya” dan unsur sirkumstan yang menyatakan lokasi/tempat sai kapela midima

“di tempat tidur”. Penggunaan proses silang merupakan ungkapan yang lebih

sopan yang memiliki makna konotasi meninggal. Secara keseluruhan, teks di

atas memberikan suatu informasi kepada paman bahwa telah terjadi suatu

peristiwa kematian.

c) Teks telingbai „nyanyian ritual menumbuk padi‟ juga dikategorikan sebagai

teks awal dari ritual gasakda. Berikut ini adalah realisasi klausa yang

dimunculkan pada aktivitas telingbai.

98. eno asare (TRG 1, No. 35)

eno asare

engkau paksa terus

Subj Pred

MOOD RESIDU

(engkau terus memaksa)

99. mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba (TRG 1, No. 50)

mat, gal lomung bo kila same taweng simi tasama ba

Page 119: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

tetapi Dia omong bilang turun-temurun kita tetap baku sayang

Conj: Adj Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

(tetapi, engkau mengatakan bahwa turun temurun kita tetap saling menyayangi)

100. e lilang dak atoida lilama (TRG 1, No. 52)

e lilang dak atoida lilama

engkau terbang sudah seperti burung yang terbang

pergi

Subj Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

(engkau sudah pergi bagaikan burung yang terbang menghilang)

Pada contoh 98, tampak bahwa ungkapan eno asare „engkau terus memaksa‟

memberikan suatu makna penyesalan dari keluarga karena mereka masih

membutuhkan nesihat-nasihat dari almarhum, dia (almarhum) tetap bersikeras

untuk pergi.

Selanjutnya, ungkapan mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba

„tetapi, engkau mengatakan bahwa turun-temurun kita tetap saling

menyayangi‟ pada contoh 99 memberikan makna imbauan kepada keluarga

duka atau ungkapan refleksi diri atas nasihat-nasihat yang pernah disampaikan

oleh almarhum sebelum meninggal.

Pada contoh 100 terlihat bahwa ungkapan lilang e lilang dak atoida lilama

„engkau sudah pergi bagaikan burung yang terbang menghilang‟ memberikan

makna perpisahan. Ungkapan ini sangat idiomatik karena kata lilang

dikonotasikan sebagai meninggal. Hal ini dapat dipahami bahwa seseorang

yang meninggal berarti tidak akan kembali sehingga peristiwa kematian

diilustrasikan sebagai seekor burung yang terbang menghilang dan tidak akan

pernah kembali lagi.

Page 120: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

d) Teks katai sen „pemakaman‟ dikategorikan sebagai teks pertengahan atau inti

ritual gasakda. Berikut ini adalah realisasi klausa yang dimunculkan pada

aktivitas katai sen.

101. kebaktian pemakaman ini biarlah jadi dalam nama Bapak, Anak, dan

Roh Kudus (TRG 3, No. 45)

kebaktian pemakaman ini biarlah jadi dalam nama Bapak,

Anak, dan Roh Kudus

Carrier Pr: Intensive Attribute

Pada tahap ini jenazah sepenuhnya diserahkan kepada pihak gereja untuk

didoakan dan selanjutnya akan dikuburkan. Banyak teks yang dimunculkan

pada tahap ini karena gereja memiliki tahapan tersendiri dalam hal penggunaan

tata ibadah pemakaman (teks tulis). Contoh 101 di atas merupakan salah satu

dari sekian banyak teks yang dimunculkan pada peristiwa pemakaman jenazah.

Kalusa tersebut di atas direalisasikan oleh proses relasional atributif (intensive),

yakni menghubungan partisipan manusia dengan Tuhannya. Secara umum, teks

tersebut menyatakan salam kepada Tuhan, yang adalah Tritunggal, yakni Allah

Bapak, Anak, dan Rohkudus bahwa ibadat pemakaman jenazah (katei sen)

segera dimulai.

e) Teks tabiah gauk (bagi kain) dikategorikan sebagai kegiatan akhir atau penutup

dari proses gasakda. Pada kegitan ini muncul proses material yang dinyatakan

dalam klausa sebagai berikut.

Page 121: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

102. dunme lamita, i suang (TRG 3, No. 194)

Isi pembicaraan pada tabiah gauk adalah membagikan sisa barang antaran

kepada keluarga terdekat. Pada contoh di atas tampak bahwa tua adat memanggil

keluarga terdekat almarhum untuk berkumpul, lalu membagikan sisa barang

antaran. Dalam proses ini, paman akan mendapat prioritas utama. Barang–barang

yang harus diberikan ke paman adalah selimut, paha babi, padi, parang, dan sirih

pinang. Adapun tujuan kegiatan ini adalah sebagai suatu tali perikatan pertalian

dara antara paman/pohon pelepas dan anak-anak almarhum. Selanjutnya, sisa

barang yang lain dibagikan kepada anak perempuan dan keluarga dekat lainnya.

5.2 Pelibat dalam Teks Ritual Gasakda

Pelibat pada TRG merujuk kepada hakikat relasi antarpartisipan (pembicara,

pendengar), termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan

lingual. Untuk menganalisis pelibat teks dapat diajukan pertanyaan who is taking

part; yang mencakup tiga hal, yakni (i) peran agen atau masyarakat, (ii) status

sosial, dan (iii) jarak sosial. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan oleh

individu atau masyarakat. Selanjutnya, status sosial terkait dengan keadaan atau

kedudukan individu dalam masyarakat (sejajar/lebih tinggi/rendah dengan orang

lain). Sementara itu, jarak sosial berhubungan dengan tingkat pengenalan

partisipan terhadap partisipan lainnya (akrab atau memiliki jarak). Ketiga unsur

dunme lamita i suang

anak perempuan, anak laki-laki kalian datang

Actor Pr: Material

(anak-anak, kalian datang)

Page 122: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

ini (peran, status sosial, dan jarak sosial) dapat bersifat sementara atau juga

bersifat permanen.

Pelibat (tenor) untuk selanjutnya dapat diidentifaksi berdasarkan struktur

klausa yang merealisasikan makna interpersonal, yakni mood. Dalam hal ini,

peran, status sosial, dan jarak sosial para pelibat dengan sendirinya dapat

diketahui bentuk mood yang dipertukarkan antarpelibat. Berikut ini adalah

penjelasan mengenai pelibat teks pada proses gasakda berdasarkan aktivitas yang

dilakukan.

a) Teks tonih getawom “duduk berunding”

Pelibat pada teks tonih getawom terdiri atas dua orang, yakni anak laki-

laki sulung almarhum dan pamannya. Berikut ini adalah realisasi klausa pada

teks tonih gatawom.

103. natolinga gosuk me’nen (TRG 2, No. 4)

natolinga gosuk me’nen

saya punya bagian urus kasi saya

Subj Pred Circ: Loc

MOOD RESIDU

(urus/siapkan bagian/jatah untuk saya)

104. you, wou wonau ak gewet (TRG 1, No. 4)

you wou waonau ak gewet

iya ada tidak ada ini (adalah) dia punya tempat

Pol: Adj Adj: Circ Subj Pred Comp

RESIDU MOOD RESIDU

(iya, ada atau tidak, ini tempatnya)

Dari data di atas tampak bahwa kedua pelibat secara aktif mempertukarkan

makna. Dari dialog singkat yang terjadi antara anak laki-laki sulung dan paman

menunjukkan adanya suatu hubungan keluarga yang harmonis layaknya anak

dan bapak. Pada contoh 103, anak laki-laki sulung menggunakan bentuk mood

Page 123: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

imperatif yang bermakna seruan dalam menyatakan maksud kedatangannya.

Selanjutnya, pada contoh 104 menunjukkan respons atau tanggapan paman

dengan merealisasikan mood deklaratif yang bermakna menerima permintaan

anak laki-laki itu. Dari kedua contoh tersebut, ditemukan adanya peran yang

berbeda antara anak laki-laki dan paman. Anak laki-laki sulung atau yang

disulungkan dalam keluarga memiliki tanggungan yang besar ketika orang

tuanya meninggal dunia. Oleh karena itu, pada saat orang tuannya menginjak

masa tua, sang anak sudah harus mempersiapkan segala bentuk materi.

Sementara itu, paman merupakan orang yang berfungsi untuk menyediakan

barang-barang yang diminta atau dapat diistilahkan sebagai depot logistik.

b) Teks ya latsing “pergi berdiri”

Teks ini merupakan lanjutan dari teks tonih getawow. Pada bagian awal

berisi pemberitahuan dari tua adat setelah terjadi gasakda. Penjelasan

selanjutnya dapat dilihat dari contoh di bawah ini.

105. kurong almang bai mi me’silang gota (TRG 3, No. 8)

kurong almang bai mi me’silang gota

gong dalam gudang adat kasi turun pukul

Subj Adj: Circ Pred

MOOD RESIDU

(turunkan gong dalam gudang untuk dipukul)

106. ante ise ya ko’bo gat da pe fal (TRG 1, No. 12)

ante ise ya ko’bo gat da pe fal

nanti kamu pergi ke pohon pelepas minta babi

Adj: Circ Subj Pred Adj: Circ Adj: Circ

MOOD RESIDU

(nanti kamu pergi ke pohon pelepas untuk meminta babi)

Page 124: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Contoh 105 dan 106 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua orang

pelibat dalam teks, yakni tua adat dan anak-anak atau pemuda. Tua adat

memosisikan diri sebagai pembicara (pelibat aktif) dan anak-anak atau

pemuda hanya sebagai pendengar dan pelaksana dalam teks (pelibat pasif).

Kedua klausa tersebut juga terealisasi dalam bentuk mood imperatif yang

bermakna perintah. Hal ini dapat dipahami bahwa tua adat merupakan seorang

yang dituakan dalam keluarga dan dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai

pengarah dalam hal memberi petunjuk tentang langkah-langkah yang harus

dilalui dalam peristiwa gasakda. Dengan demikian, apa yang disampaikan

oleh tua adat tidak pernah dibantah atau dilanggar oleh partisipan lain yang

berfungsi sebagai pelaksana dalam proses gasakda.

Teks yang muncul selanjutnya adalah pelaksanaan instruksi dari tua adat.

Teks ini berisi pemberitahuan kepada paman bahwa orang tua telah

meninggal. Teks ini hadir untuk menindaklanjuti apa yang telah dibicarakan

pada tahapan pra gasakda, yakni teks tonih getawom. Pelibat teks ini lebih

dari dua orang (±10 orang). Namun, hanya dua orang yang diperkenankan

untuk mempertukarkan makna atau yang terlibat dalam dialog, yakni anak

laki-laki sulung almarhum dan pamannya (pelibat aktif), sementara itu

pemuda yang lain hanya sebagai partisipan yang boleh hadir, tetapi tidak

diperkenankan untuk berbicara (pelibat pasif). Perhatikan contoh berikut ini.

107. lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14)

lammi, nepa silang sai kapela midima

paman, bapak saya turun tidur di tempat tidur

Voc: Adj Subj Pred Adj: Circ

Page 125: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

MOOD RESIDU

(paman, bapak saya sudah meninggal)

108. na, maunong nok met (TRG 3, No. 17)

na maunong nok met

jadi, selimut maunong satu ambil

Conj: Adj Subj Pred

MOOD RESIDU

(jadi, ambilkan satu selimut maunong)

Kedua contoh di atas direalisasikan oleh mood daklaratif dan imperatif.

Penggunaan mood deklaratif pada contoh 107 bertujuan untuk memberikan

informasi kepada paman bahwa orang tuanya telah meninggal. Sementara itu,

penggunaan mood imperatif pada contoh 108 bermakna seruan untuk meminta

barang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dibicarakan sebelumnya

pada tahapan tonih getawom. Dengan demikian, dapat ditegaskan kembali

bahwa peran anak laki-laki sulung adalah sebagai penanggung jawab dalam

keluarga. Sementara itu, peran paman sebagai depot logistik. Barang-barang

yang diberikan oleh paman dianggap sebagai utang yang harus dibayar oleh

anak laki-laki sulung di kemudian hari.

c) Teks telingbae “menumbuk padi”

Pelibat dalam teks telingbae berjumlah antara 10--15 orang (tidak dibatasi

jumlahnya). Dalam hal ini, jumlah pelibat disesuaikan dengan jumlah alat-alat

yang digunakan dalam menumbuk padi. Berikut ini adalah contoh teks

telingbai.

109. Eno sineh bo sine waneh na (TRG 1, No. 36)

Page 126: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Eno sineh bo waneh na

Engkau anyam na sampai selesai dulu

Actor Pr: Material Circ: Extent

(jika engkau anyam, maka harus sampai selesai)

Contoh 109 di atas direalisasikan oleh mood deklaratif yang memiliki

makna penyesalan terhadap kematian/kepergian almarhum karena nasihat

yang diberikan baru sebagian dan belum selesai, tetapi dia lebih dahulu pergi

(meninggal). Klausa tersebut juga terlihat sangat idiomatik dengan

penggunaan kata sineh „anyam‟ tidak menunjukkan tindakan atau aksi yang

nyata, tetapi berkonotasi memberikan nasihat. Hal tersebut dapat dipahami

sebagai suatu bentuk penghargaan seorang anak terhadap orang tua.

d) Katai sen „kubur mayat‟

Teks ini memiliki jumlah pelibat yang sangat banyak. Pelibat tersebut

dapat dibagi menjadi dua unsur, yakni pendeta (pimpinan gereja yang bertugas

melayani jemaat) dan jemaat/umat (keluarga duka, masyarakat yang mengikuti

proses pemakaman). Dalam proses katai sen “pemakaman” kedua jenis pelibat

dapat memerankan peran yang secara bergantian, yakni baik sebagai

pembicara maupun pendengar. Namun, dalam bagian tertentu, keduanya

secara bersama-sama dapat berperan sebagai pembicara. Berikut ini adalah

contoh teks katai sen “pemakaman”.

110. Pendeta: Roh Kudus adalah penuntun hidup kita selamanya (TRG 2,

No. 70)

Roh Kudus adalah penuntun hidup kita dulu, kini dan selama-lamanya

Subj Pred Comp Adj: Circ

MOOD RESIDU

Page 127: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

111. Jemaat: segala puji adalah bagi nama Bapak, Putra-Nya Yesus

Kristus dan Roh Kudus TRG 2, No. 71)

segala puji adalah bagi nama Bapak, Putra-Nya Yesus Kristus dan

Roh Kudus

Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

112. Pendeta: bagi-Nya adalah kemuliaan sepanjang segala masa (TRG 2,

No. 72)

Bagi-Nya adalah kemulian sepanjang segala masa

Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

113. Jemaat : Amin

amin

Subj

MOOD

114. Pendeta + Jemaat : aku percaya kepada Allah, Bapak yang

Mahakuasa, khalik langit dan bumi (TRG 1, No. 104)

aku percaya kepada Allah, Bapak yang Mahakuasa, Khalik

langit dan bumi

Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

Dari data di atas tampak bahwa semua makna yang dipertukarkan

merealisasikan mood deklaratif karena memberikan pernyataan tentang kebesaran

Tuhan dalam ketritunggalnya (trinitas) yang selalu dan senantiasa memimpin dan

menuntun umatnya di bumi. Contoh 110--113 di atas merupakan serangkaian

dialog yang dilakukan di antara pelibat (pendeta dan jemaat) dalam

mempertukarkan makna dengan saling berbalasan. Pada contoh 114, kedua pelibat

secara bersama-sama mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli yang merupakan

janji/ikrar atau komitmen orang Kristen pada setiap waktu dan tempat sebagai

pengikut Kristus. Dengan demikian terlihat jelas bahwa pendeta sebagai pimpinan

umat/jemaat memiliki peran untuk memberitakan kabar keselamatan (Injil)

kepada umatnya sehingga mereka tidak saja mengenal Allah sebagai Tuhan dan

juru selamat, tetapi juga dapat melakukan semua perbuatan yang baik di mata

Page 128: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tuhan dan sesama manusia. Selanjutnya, peran jemaat yang ditampilkan dalam

dialog di atas menunjukkan bahwa mereka percaya akan kebenaran Firman (ya

dan amin) dan hanya Allah (trinitas) yang layak untuk dipuji dan dimuliakan

selama-lamanya.

e) Teks tabiah gauk “lipat kain”

Teks ini berisi pemberitahuan kepada anak laki-laki dan perempuan atau

keluarga terdekat untuk berkumpul, lalu membagikan barang-barang yang tersisa,

baik makanan (daging babi + padi/beras) maupun selimut atau kain. Berikut ini

adalah contoh teks tabiah gauk.

115. o…era apa gauk (TRG 1, No. 184)

o, era apa gauk

o, engkau ini lipat

Cont: Adj Subj Comp Pred

MOOD RESIDU

(o..engkau lipat ini)

116. i suang si ko’bo me mah me epaela gatda (TRG 3, No. 196)

117. t

e, nal mesuaen

Contoh 115 dan 116 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa orang

pelibat dalam teks tabiah gauk, yakni tua adat, anak laki-laki sulung atau keluarga

terdekat. Tua adat memosisikan diri sebagai pembicara (pelibat aktif) dan

i suang si ko’bo me’mah me epaela gatda

kalian datang ko pergi bawah ko’boh kasi ke paman

Subj Pred Adj: Circ

MOOD RESIDU

(kalian datang untuk antarkan ko’boh/bagian ke paman)

te nal me sua en

setelah itu saya kasi pulang ke bapak

Conj: Adj Subj Pred Comp

MOOD RESIDU

(setelah itu, saya mengembalikan kepada bapak )

Page 129: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

keluarga terdekat lainnya hanya sebagai pendengar dan pelaksana dalam teks

(pelibat pasif). Kedua klausa tersebut juga terealisasi dalam bentuk mood

imperatif yang bermakna perintah. Pada contoh 117, juga terdapat beberapa orang

pelibat, yakni anak laki-laki sulung, paman, dan beberapa orang pemuda. Anak

laki-laki sulung dan paman merupakan pelibat aktif, sedangkan pelibat lainnya

hanya sebagai pendengar (pelibat pasif). Klausa tersebut direalisasikan oleh mood

deklaratif untuk memberikan pernyataan kepada paman bahwa dia (anak laki-laki)

akan segera melunasi utangnya.

Berdasarkan semua penjelasan mengenai unsur-unsur pelibat (tenor) pada

TRG, maka dapat dipertegas kembali bahwa peranan anak laki-laki sulung,

paman, dan tua adat dalam TRG bersifat permanen karena selalu terlibat dalam

setiap teks mulai dari tahap pra gasakda, awal, tengah, dan akhir. Sementara itu,

peranan pendeta bersifat sementara.

5.3 Modus atau Sarana (Mode) dalam Teks Ritual Gasakda

Sarana pada TRG merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam

situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah bahasa lisan atau tulisan. TRG

merupakan perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Untuk melihat derajat

interaksi yang paling banyak digunakan pada proses gasakda maka dapat

dihubungkan dengan interaksi yang direalisasikan oleh tema tekstual. Dalam tema

tekstual tampak bahwa unsur konjungsi lebih banyak digunakan dalam TRG

dibandingkan dengan unsur kontinuitas karena penggunaan teks tulis lebih

Page 130: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

dominan dari pada teks lisan. Penggunaan tema tekstual dalam klausa oleh pelibat

dalam memberikan instruksi atau arahan merupakan akumulasi dari informasi

yang telah disampaikan sebelumnya.

Selanjutnya, unsur yang perlu diperhatikan dalam modus atau sarana adalah

analisis peran bahasa. Hal ini menyangkut kedudukan bahasa dalam aktivitas

sosial. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa peran bahasa dalam TRG bersifat

wajib. Setiap teks yang dimunculkan selalu menggunakan bahasa, baik bahasa

Kamang (BK) maupun bahasa Indonesia.

Berdasarkan tipe interaksi dari setiap teks diketahui bahwa teks TRG dapat

terjadi secara monologis dan dialogis. Kedua tipe interaksi ini bisa terjadi dalam

teks yang berbeda atau terjadi dalam satu teks. Apabila dilihat dari perasaan teks

secara keseluruhan, maka modus retoris TRG bersifat instruktif dan persuasif.

Modus retoris yang bersifat instruktif selalu digunakan di dalam teks tonih

getawom, ya latsing, dan teks tabiah gauk. Sementara modus retoris yang bersifat

persuasif tampak dalam teks telingbai dan katai sen.

Page 131: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB VI

STRUKTUR BUDAYA (GENRE) TRGMAA

6.1 Struktur Budaya Umum Gasakda

Struktur budaya dalam istilah LFS disebut sebagai struktur genre yang

merupakan suatu langkah proses sosial yang berorientasi pada tujuan. Apabila

dihubungkan dengan TRG, struktur budaya atau genre merupakan tahapan-

tahapan dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat Alor khususnya Alor

Timur Laut (ATL), dalam konteks budaya yang berupa kesepakatan dalam

keluarga menyangkut urutan atau tahapan-tahapan prosesi sampai pada tujuan

akhir yakni proses penguburan. Tahapan prosesi tersebut merupakan rentetan

aktivitas yang disepakati dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti

tradisi keluarga dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat ATL. Dengan

demikian, tampak jelas bahwa tujuan dan maksud TRG dapat diketahu dari genre

atau struktur TRG.

Analisis genre TRG tidak dapat dipisahkan dengan variabel register atau

konteks situasi (medan, pelibat, dan modus/sarana) karena tidak hanya

berorientasi pada tujuan menggunakan bahasa, tetapi juga tahapan-tahapan yang

secara struktur sudah ada dalam teks. Berikut ini disajikan struktur atau

penahapan yang dilakukan pada prosesi gasakda masyarakat adat Alor.

Page 132: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

1 2 3 4 5

tonih getawom ya latsing telingbai katai sen tabiah gauk

Skema 7 Struktur Budaya/genre Umum TRGMAA

Skema di atas menunjukkan penahapan prosesi gasakda yang diawali dengan

teks tonih getawom, ya lasting, telingbai, katai sen, dan tabiah gauk. Kelima

tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Tahapan tonih getawom “duduk berbicara”

Tahapan ini merupakan pertemuan awal antara anak laki-laki sulung atau

yang menggantikan posisi anak laki-laki sulung (bilamana almarhum tidak

memiliki anak laki-laki) dan pamannya atau yang menggantikan posisi paman

(keluarga istri almarhum). Tahap yang pertama ini bertujuan untuk

menginformasikan kepada paman bahwa orang tuanya sedang sakit berat.

Selanjutnya, paman diminta untuk mempersiapkan barang-barang, seperti

selimut (kain adat), babi, dan padi. Barang-barang tersebut akan diambil ke

rumah paman bilamana orang tuanya meninggal.

2. Tahapan ya lasting „pergi berdiri‟

Tahapan ini merupakan tahap permintaan barang yang dilakukan oleh anak

laki-laki sulung kepada pamannya pada saat orang tuannya meninggal.

Tahapan ini sebagai tindak lanjut dari apa yang telah dibicarakan sebelumnya

pada tahap tonih getawom. Pada tahap ini, anak laki-laki sulung dan beberapa

Page 133: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

pemuda dalam keluarga terdekat/terkait yang berjumlah ± sepuluh orang pergi

ke rumah paman. Mereka mengenakan pakaian adat beserta atribut

kelengkapan adat serta membawa gong pusaka satu stel (yang lengkap). Atribut

kelengkapan adat yang dipakai, yaitu (1) kain merah dan bulu ayam yang diikat

di kepala; (2) ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah; dan (3)

tempat sirih. Pakaian adat melambangkan status sosial. Kain merah sebagai

simbol keberanian dan bulu ayam sebagai simbol penanggung jawab utama.

Ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah melambangkan

pertahanan atau perlindungan diri, sedangkan tempat sirih almarhum sebagai

pengganti diri almarhum. Setelah mereka sampai di tempat kediaman paman,

rombongan ini dalam posisi berdiri berjejer di depan pintu rumah paman.

Barang-barang yang diminta adalah selimut yang akan digunakan untuk

membungkus jenazah serta babi dan padi yang akan diolah menjadi makanan

untuk melayani keluarga yang melayat.

3. Tahapan telingbai „nyanyian ritual menumbuk padi‟

Aktivitas menumbuk padi selalu disertai dengan nyanyian-nyanyian ritual.

Secara praktis, tujuan kegiatan ini adalah untuk menghasilkan beras atau

menyediakan bahan makanan yang akan dikonsumsi bersama. Alat yang

dipakai dalam menumbuk padi, yakni (1) lesung (lumpang yang terbuat dari

kayu dan bentuknya panjang) dan (2) alu/antan (alat untuk menumbuk padi

yang terbuat dari kayu). Kegiatan ini biasanya dilakukan pada malam hari.

Namun, bilamana persediaan beras untuk pesta kematian tidak mencukupi,

Page 134: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

kegiatan menumbuk padi ini bisa dilaksanakan dari malam sampai siang hari.

Kegiatan ini dilakukan oleh banyak orang (tidak dibatasi) dan tergantung pada

ketersediaan alat, yakni alu/antan dan lesung. Adapun tujuan kegiatan ini tidak

bersifat material, tetapi juga dalam aktivitas tersebut juga terdapat pesan-pesan

moral dalam setiap nyanyian yang dilantunkan, baik pesan kepada almarhum

maupun kepada keluarga yang ditinggalkannya.

4. Tahapan katai sen „kubur mayat‟

Tahapan katai sen, yaitu tahapan penguburan jenazah. Waktu dan tempat

penguburan ditetapkan oleh keluarga duka. Data yang diperoleh di lapangan

menunjukkan bahwa pada setiap TRG, tempat/lokasi penguburan terletak di

sekitar pekarangan rumah almarhum. Pada tahap ini, pihak keluarga akan

menyerahkan jenazah kepada pihak gereja untuk selanjutnya didoakan

berdasarkan tata cara kebaktian (tata ibadat pemakaman). Dalam hal ini, tata

ibadat pemakaman sudah ada dalam bentuk teks tulis yang selanjutnya

dibahasakan kembali oleh Pendeta dan jemaat/umat pada saat berlangsungnya

prosesi pemakaman. Tujuan proses ini adalah untuk mendoakan almarhum

supaya mendapat tempat di sisi Tuhan dan memeroleh kebahagiaan abadi di

surga kelak yang berhubungan dengan konsep iman Kristiani. Tujuan lain

proses ini adalah untuk memberikan penghiburan dan penguatan kepada

keluarga yang ditinggalkan agar mereka tetap tegar dan dengan ikhlas

menerima peristiwa duka dengan dasar iman yang teguh bahwa Tuhan

mempunyai rencana yang indah di balik peristiwa tersebut. Proses pemakaman

Page 135: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

dihadiri oleh semua keluarga dan kerabat dengan maksud untuk melihat

almarhum untuk yang terakhir kalinya.

5. Tahapan tabiah gauk „lipat kain‟

Tabiah gauk merupakan aktivitas akhir dari prosesi ritual gasakda. Pada

tahap ini, tua adat menganjurkan anak laki-laki sulung atau yang berstatus anak

laki-laki dalam keluarga dan anak perempuan atau yang berstatus anak

perempuan dalam keluarga supaya berkumpul di salah satu rumah yang telah

ditentukan untuk membagi barang-barang yang masih tersisa. Barang-barang

tersebut meliputi selimut, kain biasa, padi/beras, dan daging babi. Hal yang

pertama dilihat adalah bagian yang akan diberikan untuk paman (ko’bo).

Barang-barang tersebut adalah (1) selimut yang nilainya hampir sama dengan

yang diberikan paman kepada anak laki-laki sulung untuk membungkus

jenazah, (2) satu paha babi (dilihat paha babi dari babi yang paling besar), (3)

padi satu bakul besar, (4) satu buah parang, (4) sirih pinang, kapur, dan

tembakau secukupnya. Pemberian barang-barang tersebut memiliki arti sebagai

hubungan ikatan darah antara paman dan anak-anak almarhum sehingga

mereka selalu saling menjaga dan tidak saling melupakan. Sisanya diatur

dengan cara dibagikan kepada anak, baik laki-laki maupun perempuan, serta

seluruh keluarga dekat yang ada sesuai dengan norma adat.

Page 136: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

6.2 Struktur Generik Spesifik TRGMAA

Pada bagian ini dikaji aspek bahasa secara menyeluruh untuk melihat sejauh

mana bahasa itu berfungsi dalam konteks penggunaannya. Pada sub bab 6.1 telah

dijelaskan secara terperinci mengenai setiap tahapan yang dilalui ketika terjadi

gasakda. Seluruh rangkaian dan tahapan prosesi tersebut menghasilkan teks yang

terdiri atas tonih getawom, ya latsing, telingbae, katai sen, dan tabih gauk yang

setiap teks memiliki struktur teks tersendiri. Jika tiap-tiap teks dirangkai menjadi

satu kesatuan utuh, maka terbentuklah teks ritual gasakda (TRG) secara lengkap

yang juga memiliki struktur tersendiri. Secara umum, struktur TRG meliputi

empat unsur, yakni (1) bagian prapendahuluan, (2) bagian pendahuluan, (3)

bagian isi atau inti, dan (4) bagian penutup.

Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa analisis genre TRG tidak dapat

dipisahkan dengan variabel register atau konteks situasi (medan, pelibat, dan

modus/sarana). Hal ini disebabkan oleh ketiga variabel register inilah yang dapat

digunakan untuk menganalisis jenis-jenis prakiraan struktur teks, yakni prakiraan

mengenai:

1. unsur-unsur apa yang harus muncul

2. unsur-unsur apa yang dapat muncul

3. di mana unsur-unsur itu harus muncul

4. di mana unsur-unsur itu dapat muncul

5. berapa sering unsur-unsur itu dapat muncul

Page 137: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Dengan demikian, tampak jelas bahwa variabel register dapat memprediksi unsur-unsur

yang bersifat wajib, pilihan, dan pengulangan. Berikut disajikan struktur budaya/genre

pada TRGMAA.

6.2.1 Struktur Genre TRG I

Anak laki-laki sulung:

Bagian 1-3. Pernyataan tentang keadaan orang tua

Prapendahuluan //nepa ela, lamisak ako ma’tta//gasilang di’ma

dang//

na sue a’tau si//

Paman:

4-5. pernyataan menerima permintaan

//you, wou wonau ak gewet//lousi, sue//

Tua adat:

6-9. seruan memukul gong

10. pernyataan terjadinya kematian

11. seruan untuk memakai pakaian adat

12-13. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman

Anak laki-laki sulung:

14. pernyataan tentang kematian

15-18. pernyataan meminta barang

Paman:

19-23. pernyataan sepakat atas proses

24. seruan untuk mempersilahkan duduk

Bagian 25-27. pernyataan untuk mencari barang

Pendahuluan 28. pernyataan untuk menyanggupi permintaan

29. pernyataan untuk mempersilakan masuk

30-31. seruan untuk makan sirih pinang

Anak laki-laki sulung:

32. pernyataan untuk pamit

Paman:

33. pernyataan mengambil barang

Anak laki-laki sulung:

34. pernyataan untuk pamit

Rombongan:

35-36. pernyataan penyesalan akan kematian

37-50. pernyataan akan pesan dan kesan kepada

almarhum

51-55. pernyataan perpisahan

Page 138: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Pendeta dan jemaat/umat:

56-60. panggilan beribadah

61-65. menyampaikan votum dan salam

66-71. membacakan nats pembimbing

72-102. menyampaikan berita penghiburan

Bagian 103-128. menyampaikan doa pemberitaan Firman

Isi 129-141. membacakan Firman Tuhan

142-181. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan

182-210. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli

211-221. menyampaikan Doa Syafaat

222-224. memberikan berkat

225-254. penyerahan dan penguburan jenazah

Tua adat:

Bagian 255. pernyataan penyerahan kain

Penutup 256-261. seruan untuk makan sirih pinang

262-266. seruan lipat kain

Skema 8 Struktur Genre TRG I

6.2.2 Struktur Generik TRG II

Anak laki-laki sulung:

1-3. pernyataan tentang keadaan orang tua

//nepa puk marita ako//na, painsan ok ya

gasakdang na// nalsua atda// Bagian

Prapendahuluan 4. seruan mempersiapkan barang

//natolinga gosuk me’nen// Paman:

5. pernyataan menerima permintaan

//you na, ante alsue//

Tuah adat:

6-9. seruan memukul gong

10. pernyataan terjadinya kematian

11. seruan untuk memakai pakaian adat

12-13. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman

Anak laki-laki sulung:

14-15. pernyataan tentang kematian

16-18. pernyataan meminta barang

Page 139: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

bagian Paman:

pendahuluan 19. pernyataan sepakat atas proses

20. seruan untuk mempersilakan duduk

21. pernyataan untuk mencari barang

Rombongan:

22-23. pernyataan penyesalan akan kematian

24-37. pernyataan tentang kesan baik almarhum

38-42. pernyataan perpisahan

Pendeta dan jemaat/umat:

43-62. panggilan beribadah

63-75. menyampaikan votum dan salam

76-83. membacakan nats pembimbing

84-98. menyatakan pengakuan dosa

99-119. meyampaikan berita penghiburan

Bagian 120-141. menyampaikan doa pemberitaan Firman

Isi 142-191. membacakan Firman Tuhan

192-226. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan

227-261. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli

262-283. menyampaikan Doa Syafaat

284. memberikan berkat

285-299. penyerahan dan penguburan jenazah

Tua adat:

Bagian 300. seruan untuk berkumpul

Penutup 301-310. seruan untuk lipat kain

Skema 9 Struktur Genre TRG II

6.2.3 Struktur Generik TRG III

Anak laki-laki sulung:

1-3. pernyataan tentang keadaan orang tua

// nepa su marita ako//na gasakdang

bo//nasue atda//

Bagian Paman:

Prapendahuluan 4-7. pernyataan menerima permintaan

//kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang

bo//ibinamet met’te//i wal suang bo//nal

itolinga me’en

Page 140: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tua adat:

8-11. seruan memukul gong

12. pernyataan terjadinya kematian

13. seruan untuk memakai pakaian adat

14-15. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman

Bagian Anak laki-laki sulung:

Pendahuluan 16. pernyataan terjadinya kematian

17-20. pernyataan meminta barang

Paman:

21. pernyataan sepakat atas proses

22. seruan untuk mempersilakan duduk

Rombongan:

23-24. pernyataan penyesalan akan kematian

25-38. pernyataan tentang kesan baik almarhum

39-43. pernyataan perpisahan

Pendeta dan jemaat/umat:

44-60. panggilan beribadah

61-65. menyampaikan votum dan salam

66-78. membacakan nats pembimbing

79-99. menyampaikan berita penghiburan

Bagian 100-123. menyampaikan doa pemberitaan Firman

Isi 124-156. membacakan Firman Tuhan

157-219. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan

220-247. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli

248-261. menyampaikan Doa Syafaat

262-266. memberikan berkat

267-302. penyerahan dan penguburan jenazah

Tua adat:

Bagian 303. seruan berkumpul

Penutup 304-307. seruan untuk lipat kain

Skema 10 Struktur Genre TRG III

Berdasarkan skema genre TRG I, II, dan III di atas dapat ditegaskan bahwa

TRGMAA memiliki struktur yang meliputi empat bagian, yakni: bagian pra-

Page 141: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

pendahuluan, pendahuluan, isi, dan penutup. Berikut ini adalah penjelasan setiap

struktur TRGMAA.

6.1.1.1 Bagian Prapendahuluan TRGMAA

Nomor 1--5 pada TRG I, nomor 1--5 pada TRG II, dan nomor 1--7 pada TRG

III merupakan unsur lingual yang dimunculkan pada bagian prapendahuluan.

Pada bagian ini anak laki-laki sulung memberikan informasi kepada paman bahwa

orang tuanya sedang sakit. Selanjutnya, sang anak akan secara implisit meminta

pamannya untuk mempersiapkan semua jenis barang yang menjadi bagian/jatah

untuk anak tersebut bilamana orang tuanya meninggal di kemudian hari.

Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG)

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12 Unsur Struktur pada Bagian Prapendahuluan TRGMAA

Unsur teks TRG I TRG II TRG III

W PL PG W PL PG W PL PG

Pernyataan tentang keadaan orang tua 3 - - 3 - - 3 - -

Seruan mempersiapkan barang - - - - 1 - - - -

Pernyataan menyanggupi permintaan 2 - - 1 - - 4 - -

Jumlah 5 - - 4 1 - 7 - -

Pada bagian prapendahuluan ditemukan bahwa dari tiga unsur teks yang ada

dalam TRG, terdapat dua prakiraan unsur yang sifatnya wajib (W) hadir/muncul

dalam teks. Prakiraan unsur yang wajib tersebut masing-masing terealisasi dalam

Page 142: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

TRG I sebanyak lima klausa, TRG sebanyak empat klausa, dan pada TRG III

sebanyak tujuh klausa.

Ada satu unsur teks yang sifatnya pilihan (PL). Unsur lingual seruan

mempersiapkan barang dikatakan sebagai unsur pilihan (PL) karena unsur ini

hanya digunakan pada TRG dan tidak untuk kedua teks yang lain. Selain itu,

seruan untuk mempersiapkan barang jarang dinyatakan secara langsung karena

telah menjadi kesepakatan atau kesepahaman bersama di antara pelibat. Kehadiran

anak laki-laki untuk memberikan informasi tentang keadaan orang tuanya kepada

paman sudah dapat dipahami bahwa pamanlah yang akan mempersiapkan apa

yang menjadi bagian dari anak laki-laki ketika terjadi kematian pada orang

tuannya di kemudian hari. Selanjutnya dapat ditambahkan bahwa tidak ada unsur

pengulangan (PG) yang digunakan pada tahapan prapendahuluan TRG. Dengan

demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian

prapendahuluan meliputi pernyataan tentang keadaan orang tua ^ pernyataan

menyanggupi permintaan.

6.1.1.2 Bagian Pendahuluan TRGMAA

Unsur lingual yang dimunculkan pada bagian pendahuluan TRG I adalah

nomor 6--55, TRG II (6--42), dan TRG III (8--43). Bagian ini diawali dengan

seruan tua adat untuk mengambil gong yang ada di dalam gudang (rumah adat

masyarakat ATL) dan dibunyikan sebagai tanda bahwa orang tua telah meninggal.

Selanjutnya anak laki-laki sulung bersama rombongan diperintahkan untuk

meminta jatah atau bagian ke rumah paman. Teks selanjutnya adalah telingbai

Page 143: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

“menumbuk padi”. Aktivitas ini selalu disertai dengan nyanyian-nyanyian ritual,

yakni lagu sineh waneh na, kolona, atoida lilama, dan you nare sei nare.

Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG)

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 13 Unsur Struktur pada Bagian Pendahuluan TRGMAA

Unsur teks TRG I TRG II TRG III

W PL PG W PL PG W PL PG

Seruan memukul gong 4 - - 4 - - 4 - -

Pernyataan terjadinya kematian 1 - - 1 - - 1 - -

Seruan untuk memakai pakaian adat 1 - - 1 - - 1 - -

Seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman 2 - - 2 - - 2 - -

Pernyataan tentang kematian 1 - - 1 - - 1 - -

Pernyataan meminta barang 4 - - 3 - - 4 - -

Pernyataan sepakat akan proses 1 - - 1 - - 1 - -

Seruan untuk mempersilakan duduk 1 - - 1 - - 1 - -

Pernyataan untuk mencari barang 3 - - 1 - - - -

Pernyataan untuk menyanggupi permintaan - 1 - - - - - - -

Pernyataan untuk mempersilakan masuk - 1 - - - - - - -

Seruan untuk makan sirih pinang - 1 - - - - - - -

Pernyataan untuk pamit - 1 - - - - - - -

Pernyataan untuk mengambil barang - 1 - - - - - - -

Pernyataan untuk pamit - - 1 - - - - - -

Pernyataan penyesalan akan kematian 2 - - 2 - - 2 - -

Pernyataan akan pesan dan kesan kepada

almarhum

14 - - 14 - - 14 - -

Pernyataan perpisahan dengan almarhum 5 - - 5 - - 5 - -

Jumlah 36 8 1 35 1 - 36 - -

Page 144: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa unsur struktur pada bagian pendahuluan

TRG menghadirkan delapan belas unsur teks. Dari unsur-unsur teks tersebut

ditemukan bahwa pada TRG I terdapat 36 unsur klausa sifatnya wajib hadir (W),

8 unsur klausa yang sifatnya pilihan (PL), dan 1 unsur klausa yang merupakan

unsur pengulangan (PG). TRG II memiliki 35 unsur klausa wajib (W), 1 unsur

pilihan (PL), dan tidak menghadirkan unsur pengulangan (PG). Selanjutnya, TRG

III dapat menghadirkan 36 unsur klausa yang sifatnya wajib hadir (W) sementara

unsur pilihan (PL) dan pengulangan (PG) tidak dihadirkan dalam klausa.

Unsur teks pernyataan untuk mencari barang, pernyataan untuk

menyanggupi permintaan, pernyataan untuk mempersilakan masuk, seruan untuk

makan sirih pinang, pernyataan untuk pamit, dan pernyataan untuk mengambil

barang dikategorikan sebagai unsur yang sifatnya pilihan atau opsional karena

kehadiran unsur-unsur tersebut hanya pada salah satu TRG dan tidak dihadirkan

pada TRG yang lain. Adanya perbedaan unsur teks dalam setiap TRG

mengindikasikan bahwa terdapat variasi bahasa pada setiap pelibat dalam

menciptakan teks. Faktor-faktor situasional yang memengaruhi kebervariasian

dalam unsur teks adalah tingkatan usia dan pendidikan setiap pelibat yang

berbeda-beda ketika menciptakan teks.

Unsur teks pernyataan untuk pamit merupakan unsur pengulangan (PG)

terjadi pada TRG I. Unsur ini muncul sebanyak dua kali karena dianggap sebagai

pernyataan penutup (closing statement) untuk mengakhiri percakapan. Dengan

demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian

pendahuluan meliputi seruan memukul gong ^ pernyataan terjadinya kematian ^

Page 145: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

seruan untuk memakai pakaian adat ^ seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman

^ pernyataan tentang kematian ^ pernyataan meminta barang ^ pernyataan sepakat

akan proses ^ seruan untuk mempersilakan duduk ^ pernyataan penyesalan akan

kematian ^ pernyataan akan pesan dan kesan kepada almarhum ^ pernyataan

perpisahan dengan almarhum.

6.1.1.3 Bagian Inti TRGMAA

Nomor 56--254 pada TRG I, nomor 43--299 pada TRG II, dan nomor 44--

302 pada TRG III merupakan unsur lingual yang dimunculkan pada bagian inti

TRGMAA. Pada bagian ini jenazah sepenuhnya diserahkan kepada pihak gereja

untuk didoakan dan selanjutnya akan dimakamkan. Ibadat pemakaman ini

dipimpin oleh seorang pendeta dengan mengikuti tata ibadah pemakaman tertulis

yang dikeluarkan oleh sinode Gmit. Secara organisasi, sinode Gmit merupakan

badan pengurus tertinggi gereja-gereja di Indonesia. Prakiraan unsur struktur yang

wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 14 Unsur Struktur pada Bagian Inti TRGMAA

Unsur teks TRG I TRG II TRG III

W PL PG W PL PG W PL PG

Panggilan beribadah 5 - - 20 - - 17 - -

Menyampaikan votum dan salam 5 - - 13 - - 5 - -

Membacakan nats pembimbing 6 - - 8 - - 13 - -

Menyampaikan berita penghiburan 31 - - 21 - - 21 - -

Menyampaikan doa pemberitaan

Firman

26 - - 22 - - 24 - -

Membacakan Firman Tuhan 26 - - 50 - - 33 - -

Page 146: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Berkhotbah/menyampaikan Firman

Tuhan

40 - - 35 - - 63 - -

Menyatakan pengakuan iman rasuli 29 - - 35 - - 28 - -

Menyampaikan doa syafaat 11 - - 22 - - 14 - -

Memberikan berkat 3 - - 2 - - 5 - -

Penyerahan dan penguburan jenazah 30 - - 15 - - 36 - -

Jumlah 212 - - 243 - - 259 - -

Berdasarkan tabel 9 di atas ditemukan bahwa unsur struktur pada bagian inti

TRG menghadirkan sebelas unsur teks. Kesebelas unsur teks tersebut merupakan

unsur lingual yang sifatnya wajib hadir (W). Selanjutnya, dapat dijelaskan bahwa

tidak ada unsur pilihan (PL) dan unsur pengulangan (PG) dalam unsur teks inti.

Hal tersebut dapat dipahami bahwa unsur teks katai sen (pemakaman) merupakan

unsur teks tulis dengan ragam beku.

Adapun terdapat variasi dalam hal jumlah klausa yang terealisasi pada TRG

I, II, dan III disebabkan oleh perbedaan dalam pilihan lagu dalam kidung jemaat

(KJ), pilihan bacaan Alkitab, dan doa serta khotbah dari setiap pelibat yang

berbeda-beda. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik

TRGMAA pada bagian inti meliputi panggilan beribadah ^ menyampaikan votum

dan salam ^ membacakan nats pembimbing ^ menyampaikan berita penghiburan ^

menyampaikan doa pemberitaan firman ^ membacakan firman Tuhan ^

berkhotbah/menyampaikan firman Tuhan ^ menyatakan pengakuan iman rasuli ^

menyampaikan doa syafaat ^ memberikan berkat ^ penyerahan dan penguburan

jenazah.

Page 147: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

6.1.1.4 Bagian Penutup TRGMAA

Unsur lingual yang dimunculkan pada bagian penutup TRG I adalah nomor

255--266, TRG II (No.300--310), dan TRG III (No. 303--307). Pada bagian ini

tua adat memimpin jalannya proses pembagian sisa barang antaran kepada

keluarga terdekat almarhum. Adapun tujuan kegiatan ini adalah sebagai suatu

perikatan pertalian darah antara paman/pohon pelepas dan anak-anak almarhum

dan paman akan mendapat prioritas utama. Barang–barang yang harus diberikan

kepada paman adalah selimut, paha babi, padi, parang, dan sirih pinang. Prakiraan

unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 15 Unsur Struktur pada Bagian Penutup TRGMAA

Unsur teks TRG I TRG II TRG III

W PL PG W PL PG W PL PG

Seruan untuk berkumpul - - - - 1 - - 1 -

Pernyataan penyerahan kain - 1 - - - - - - -

Seruan untuk makan sirih pinang - 6 - - - - - - -

Seruan lipat kain 5 - - 10 - - 4 - -

Jumlah 5 7 - 10 1 - 4 1 -

Pada bagian penutup ditemukan bahwa dari empat unsur teks yang ada dalam

TRG, terdapat satu prakiraan unsur yang sifatnya wajib (W) hadir/muncul dalam

teks dan tiga unsur pilihan (PL), sementara unsur pengulangan (PG) tidak

dihadirkan dalam teks. Prakiraan unsur yang wajib tersebut masing-masing

Page 148: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

terealisasi dalam TRG I sebanyak lima klausa, TRG sebanyak sepuluh klausa, dan

pada TRG III sebanyak empat klausa.

Unsur lingual seruan untuk berkumpul, pernyataan penyerahan kain, dan

seruan untuk makan sirih pinang dikatakan sebagai unsur pilihan (PL) atau

bersifat opsional karena unsur ini hanya digunakan pada sebagian TRG dan tidak

pada ketiga teks yang menjadi korpus data. Dengan demikian, dapat ditegaskan

bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian penutup adalah seruan lipat kain.

6.2 Tekstur Teks

Sifat teks yang paling utama adalah kesatuan bentuk dan makna. Kesatuan

bentuk pada teks tampak pada strukturnya, yakni memiliki bagian-bagian seperti

pendahuluan, isi, dan penutup. Meskipun secara kuantitas tidak sama, ketiga

bagian tersebut tetap merupakan sebuah kesinambungan struktural yang

membentuk adanya kesatuan sebuah genre. Jadi, kesatuan struktur merupakan

cara untuk mengekspresikan tekstur atau makna.

Teks ritual gasakda adalah jenis teks yang berstruktur dan memiliki

kesinambungan makna/tekstur. Hal dapat dipahami karena TRG memiliki struktur

genre, yakni pendahuluan, isi dan, penutup serta terdapat kesinambungan makna

antara tahapan yang satu dan yang lain sebagai bagian dari sebuah teks yang

utuh, yakni teks ritual gasakda. Keterkaitan tahapan yang satu dengan yang

lainnya dapat ditentukan berdasarkan penggunaan konjugasi dan kontinuatif

dalam teks. Data berikut ini menunjukkan adanya tekstur dalam TRG.

Page 149: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

118. //kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo//ibinamet met’te// i wal

suang bo// nal itolinga me’en//

//baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal//pakailah

pakaian adat dulu//kamu ke sini lagi//saya memberikan kamu bagian

atau jatahmu//

119. //sisak gasakdang tano// na i sue yah tal ibinamet// ante ya ko’bo

gatda pe fal a sut//

//orang tua kami sudah meninggal//Jadi, kalian datang// pergi pakai

pakaian adat// Setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil

babi padi//

Data 118 di atas menunjukkan bahwa terjadi dialog antara anak laki-laki

sulung dan paman yang pada intinya sang anak menginformasikan kepada

pamannya bahwa ayahnya sedang sakit dan seandainya ayahnya meninggal di

kemudian hari, maka paman harus menyiapkan jatahnya. Selanjutnya penggunaan

keterangan kontinuitif (continuity adjunct) kang na „baiklah‟ merupakan cara

partisipan untuk menghubungkan pembicaraan atau proses yang sudah terjadi

sebelumnya. Sementara itu, penggunaan konjungsi na „jadi‟ dan ante „setelah itu‟

pada contoh 119 merupakan cara untuk merangkai hubungan logika dalam teks.

Dengan demikian, dapat dipertegas bahwa data di atas secara kasatmata

menunjukkan penggunaan tekstur dalam klausa. Namun, pengertian tekstur tidak

hanya terbatas pada pertalian makna antarklausa tetapi dapat terjadi antara unit

bahasa di atas klausa atau kalimat.

Adanya tekstur pada bagian tonih getawom, ya latsing, telingbae, katai sen,

dan tabiah gauk ditandai oleh adanya hubungan yang mengacu pada suatu

kegiatan atau aktivitas yang berbeda, tetapi semuanya mengacu pada makna yang

sama, yakni gasakda (kematian). Keterkaitan makna antartahapan yang satu dan

tahapan yang lainnya dalam TRG inilah yang dinamakan tekstur teks.

Page 150: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB VII

IDEOLOGI TRGMAA

Istilah ideologi secara deskriptif dapat dipahami sebagai sistem berpikir,

kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial

dan politik. Ideologi yang berkaitan dengan studi bahasa khususnya analisis teks

dimaksudkan untuk mengutarakan pandangan-pandangan secara teoretis yang

berkaitan dengan sejauh mana makna atau ide-ide disampaikan untuk

memengaruhi konsepsi dan aktivitas individu atau kelompok atau dengan kata lain

mengarahkan suatu tindakan menjadi bermakna.

Analisis ideologi sangat erat berkaitan dengan bahasa karena bahasa

merupakan medium dasar makna (pemaknaan) yang cenderung mempertahankan

relasi dominasi. Pada intinya membicarakan sebuah bahasa berarti sebuah cara

untuk bertindak.

Berdasarkan konsep di atas diketahui bahwa teori ideologi dan studi bahasa

sangat erat kaitannya karena ideologi atau ide-ide secara simbolik berhubungan

dengan ciri atau makna bahasa. Dengan demikian, untuk memahami ideologi

dibutuhkan pendekatan yang menyatu dengan sifat analisis bahasa.

Dalam teori LFS, ideologi merupakan abstraksi yang paling tinggi dari

konteks sosial dan konteks budaya (genre). Dengan demikian, ideologi TRGMAA

dapat diidentifikasi berdasarkan konteks situasi dan konteks budaya (genre).

Page 151: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

7.1 Ideologi pada Konteks Situasi

7.1.1 Ideologi pada Medan Teks

Ideologi pada medan teks direalisasikan oleh makna ideasional yang merujuk

aktivitas sosial yang sedang terjadi (proses), siapa yang melakukan, kepada siapa

sesuatu itu dilakukan (partisipan), dan dengan cara yang bagaimana, di mana, dan

kapan terjadinya peristiwa tersebut (sirkumstan). Keseluruhan hal tersebut

mencerminkan ideologi tertentu yang diyakini oleh masyarakat ATL secara

umum. Berikut ini adalah data yang mencerminkan ideologi pada medan teks.

120. Anak laki-laki:

//nepa su marita ako//na gasakdang bo//nasue atda//

//bapak saya ada sakit berat//jadi, kalau sudah meninggal//saya

datang ke sini//

Paman:

//kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo// ibinamet met’te// i

wal suang bo//nal itolinga me’en//

//baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal/pakai pakaian

adat dulu//kamu ke sini lagi//saya memberikan kamu bagian atau

jatahmu//

121. //sisak gasakdang tano//na i sue yah tal ibinamet//ante ya ko’bo gatda

pe fal//a sut// //kita punya orang tua sudah meninggal//jadi, kalian pergi pakai pakaian

adat//setelah itu, pergi ke paman untuk ikat babi dan padi//

122. //Lammi, nepa silang sai kapela midima//ge maunong met//ge

pebai fal// ye a sai sut//ak na suama//

//Paman, bapak saya sudah turun tidur di tempat tidur//ambil dia

punya selimut maunong//ikat dia punya babi besar//sendok dia

punya padi lumbung//itu yang saya datang//

Contoh 120 di atas tampak bahwa terjadi dialog singkat antara anak laki-laki

sulung dan pamannya. Adapun tujuan dialog tersebut adalah untuk memberikan

informasi kepada paman bahwa orang tuanya sedang sakit berat. Selanjutnya,

Page 152: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

paman diminta untuk mempersiapkan barang-barang, seperti selimut (kain adat),

babi, dan padi. Barang-barang tersebut akan diambil ke rumah paman bilamana

orang tuanya meninggal di kemudian hari. Hal ini menunjukkan adanya persiapan

dari keluarga khususnya yang dilakukan oleh anak laki-laki sulung dan paman.

Pada contoh 121 dapat dijelaskan bahwa telah terjadi peristiwa kematian

sehingga tua adat menyeruhkan kepada anak laki-laki sulung dan beberapa

pemuda untuk berpakaian adat lengkap lalu pergi ke rumah paman. Atribut

kelengkapan adat yang dipakai, yaitu (1) kain merah dan bulu ayam yang diikat di

kepala; (2) ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah; dan (3)

tempat sirih. Pakaian adat melambangkan status sosial. Kain merah sebagai

simbol keberanian dan bulu ayam sebagai simbol penanggung jawab utama. Ikat

pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah melambangkan pertahanan

atau perlindungan diri, sedangkan tempat sirih almarhum sebagai pengganti diri

almarhum.

Contoh 122 menunjukkan bahwa anak laki-laki dan beberapa pemuda pergi

ke rumah pamannya untuk meminta bagian/jatah sebagai barang antarannya. Hal

ini sesuai dengan apa yang dijanjikan paman kepada anak laki-laki sulung.

Selanjutnya, kata silang sai „turun tidur‟ yang digunakan oleh anak laki-laki

sulung ketika menyampaikan informasi duka merupakan verba serial yang

bermakna metafor, yakni sebagai bentuk penghalusan makna.

Dari contoh 120--122 di atas menunjukkan aktivitas atau tindakan sosial yang

berbeda-beda, namun ketiganya mencerminkan adanya ideologi solidaritas atau

penghormatan/ penghargaan kepada orang tua (almarhum). Hal ini tampak dari

Page 153: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

persiapan yang dilakukan oleh anak laki-laki sulung dan paman pada tahapan pra-

gasakda, seruan untuk berpakaian adat lengkap, dan pengguaan kata silang sai

untuk mengekspresikan makna kematian.

7.1.2 Ideologi pada Pelibat Teks

Ideologi pada pelibat teks berkaitan dengan bagaimana teks mencerminkan

makna interpersonal atau antarpartisipan seperti siapa partisipan yang terlibat,

hubungan antarpelibat seperti status dan peran pelibat. Makna interpersonal ini

direalisasikan oleh sistem mood. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat pada data

berikut ini.

123. //kurong almang bai mi me’silang gota//dunme nate silakame

ge’mai sipa gasakdama//

//turunkan gong dalam gudang untuk dipukul//anak perempuan

atau turunannya mendengar bahwa bapak kita telah meninggal//

124. //sisak gasakdang tano//na i sue yah tal ibinamet//ante ya ko’bo gatda

pe fal//a sut//

//orang tua kami sudah meninggal//jadi, kalian pergi pakai pakaian

adat//setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil babi dan

padi//

125. //Ooo…era apa gauk//

//Ooo…engkau lipat ini//

126. //saudara-saudara yang dikasihi dalam Yesus Kristus//nast yang

membimbing kita dalam suasana duka ini berbunyi: “Bermazmur

bagi Allahku selagi aku ada” (Mazmur, 146:2)//

127. //berbahagialah setiap orang yang mendengarkan Firman Allah

dan yang memelihara dalam hidupnya//

128. //Dalam iman, kita percaya bahwa kematian sebagai waktu di mana

Allah berkenan memanggil pulang buah ciptaan-Nya//

Page 154: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Contoh 123--125 menunjukkan bahwa tua adat memosisikan diri sebagai

pembicara (pelibat aktif) dan anak-anak atau pemuda hanya sebagai pendengar

dan pelaksana dalam teks (pelibat pasif). Klausa tersebut juga terealisasi dalam

bentuk mood imperatif yang bermakna seruan atau perintah dari tua adat kepada

anak laki-laki sulung, para pemuda atau keluarga dekat lainnya. Hal ini dapat

dipahami bahwa tua adat merupakan seseorang yang dituakan dalam keluarga dan

dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai pengarah dalam hal memberikan

petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilalui dalam peristiwa gasakda.

Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh tua adat tidak pernah dibantah atau

dilanggar oleh partisipan lain yang berfungsi sebagai pelaksana dalam proses

gasakda.

Klausa 126--128 di atas terealisasi pada aktivitas katai sen „pemakaman‟.

Pada tahapan ini jenazah diserahkan kepada pihak gereja dan selanjutnya

dilakukan ibadat pemakaman menurut tata cara kebaktian umat kristiani. Pada

kesempatan tersebut pendeta memosisikan diri sebagai pemimpin umat yang

memimpin ibadah pemakaman dari awal sampai akhir. Pendeta memberikan

penghiburan yang dimaknai sebagai penguatan iman kepada keluarga duka untuk

mengikhlaskan kepergian almarhum. Kematian jangan dianggap sebagai suatu

peristiwa yang mendukakan, melainkan suatu sukacita karena Allah berkenan

memanggil pulang buah ciptaan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa pendeta

sebagai pimpinan umat/jemaat memiliki peran untuk memberitakan kabar

keselamatan (injil) kepada umatnya sehingga para umat akan dikutkan lewat

Firman yang diberitakan. Secara khusus, berita sukacita atau penghiburan

Page 155: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

dialamatkan kepada almarhum supaya mendapatkan tempat yang layak sesuai

dengan yang dijanjikan Allah. Selanjutnya, untuk keluarga duka dan umat lainnya

supaya mereka tetap bersandar pada Allah baik dalam suka maupun duka.

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa ideologi yang tercermin dalam

pelibat TRGMAA adalah adanya kuasa (power) dari tua adat dan pendeta. Tua

adat memosisikan diri sebagai orang yang dipercaya oleh keluarga untuk

memimpin jalannya prosesi adat gasakda, sementara itu pendeta sebagai pimpinan

jemaat/umat yang diimani sebagai wakil Allah untuk mengabarkan Injil sehingga

manusia dapat mengenal Allah.

7.1.3 Ideologi pada Sarana Teks

Sarana pada teks merealisasikan makna tekstual yang selanjutnya

direalisasikan oleh tema. Selanjutnya, unsur yang perlu diperhatikan dalam modus

atau sarana adalah analisis peran bahasa. Hal ini menyangkut kedudukan bahasa

dalam aktivitas sosial. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa peran bahasa

dalam TRG bersifat wajib. Setiap teks yang dimunculkan menggunakan dua

bahasa, yakni BK dan BI. Penggunaan BK dimulai pada tahapan tonih getawom

(pertemuan keluarga), ya lasting (pergi perdiri), telingbai (menumbuk padi), dan

tabiah gauk (pembagian kain), sementara itu BI hanya difungsikan pada tahapan

katai sen (pemakaman).

Penggunaan BK dalam TRG mencerminkan ideologi bentuk penghormatan

dan penghargaan kepada almarhum yang merupakan salah seorang tokoh adat

dalam masyarakat ATL. Selain itu, juga penggunaan BK dalam prosesi gasakda

Page 156: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

merupakan suatu pelestarian budaya yang telah dilakukan sebelumnya oleh para

leluhur.

Penggunaan BI hanya pada tahapan katai sen “pemakaman”. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya pada bab 1 bahwa banyaknya jumlah bahasa lokal di

Alor menyebabkan BI menjadi basantara (lingua francae) bagi masyarakat Alor.

Hal tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi aktivitas ritual gasakda

pada masyarakat ATL. Selain itu, interferensi BI terhadap prosesi ritual gasakda

ini juga disebabkan oleh adanya faktor kebijakan bahasa. Hal ini terkait dengan

tata ibadah tertulis yang disusun oleh sinode sebagai badan pengurus tertinggi

gereja protestan Indonesia. Tata ibadah tersebut diperuntukkan ke seluruh gereja

di Indonesia untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditegaskan kembali bahwa ideologi

yang tercermin dalam konteks situasi TRGMAA meliputi:

1) adanya solidaritas atau penghormatan kepada orang tua (almarhum). Hal

tersebut dapat ditunjukkan melalui bentuk persiapan yang dilakukan

sebelum terjadi kematian, seruan untuk berpakaian adat lengkap,

pengguaan kata silang sai untuk mengekspresikan makna kematian, dan

penggunaan BK TRGMAA. Keempat hal tersebut membuktikan bahwa

masyarakat ATL memiliki perasaan solidaritas yang tinggi.

2) adanya kuasa (power) dari tua adat dan pendeta. Hal tersebut dapat

dipahami bahwa tua adat merupakan orang yang dipercaya oleh keluarga

untuk memimpin jalannya prosesi adat gasakda, sementara itu pendeta

Page 157: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

sebagai pimpinan jemaat/umat yang diimani sebagai wakil Allah untuk

mengabarkan Injil sehingga manusia dapat mengenal Allah.

7.2 Ideologi pada Konteks Budaya

Genre teks berkenaan dengan apa yang menjadi tujuan dari peristiwa yang

terjadi dalam masyarakat. Genre teks mencerminkan ideologi dari suatu

masyarakat atau dengan kata lain ideologi memengaruhi genre teks. Dengan

demikian, ideologi genre teks berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai lewat

peristiwa gasakda.

Secara umum, berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa terdapat dua

konsep yang berbeda tentang kematian bagi masyarakat adat Alor. Perbedaan

tersebut tampak dari persepsi adat dan agama. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat

pada data berikut ini.

129. //lilang e lilang dak atoida lilama//

//terbang engkau terbang bagaikan burung pergi menghilang//

130. //kematian sebagai waktu di mana Allah berkenan memanggil

pulang buah ciptaanNya//

Contoh 129 tampak bahwa kematian diekspresikan dengan kata lilang

„terbang‟. Hal ini mencerminkan ideologi bahwa masyarakat ATL meyakini orang

yang meninggal dianggap pergi ke tempat yang jauh sehingga dia (almarhum)

tidak akan ditemui atau dilihat lagi. Menurut keterangan informan, ada satu ritual

yang selalu dilaksanakan, yakni ritual mengantar roh atau arwah orang yang

Page 158: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

meninggal. Ritual ini tidak lagi dilaksanakan semenjak masyarakat ATL

mengenal agama.

Contoh 130 dapat diinterpretasikan bahwa kata memanggil pulang

mencerminkan ideologi tentang kekuasaan Tuhan sebagai sang pencipta sehingga

kehidupan dan kematian yang dialami oleh setiap umat adalah atas perkenaan-

Nya. Dengan demikian, menurut iman Kristen, kematian dianggap sebagai sebuah

anugerah yang harus disyukuri karena Tuhan mempunyai rencana yang indah

terhadap umat-Nya.

Page 159: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data hasil pembahasan mulai dari Bab IV sampai

dengan Bab VII, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1) Struktur leksikogramatika TRGMAA terdiri atas sistem transitivitas, sistem

mood, dan sistem tema. Berdasarkan analisis sistem transitivitas, dapat

ditegaskan bahwa TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada

tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual

gasakda berusaha untuk memberikan bentuk pelayanan kepada almarhum. Hal

tersebut dibuktikan dengan persentase penggunaan proses material yang

menempati urutan teratas dengan jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki

oleh proses relasional dengan jumlah 155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh

proses eksistensial yang berjumlah 124 (14%), proses mental berjumlah 108

(12%), proses perilaku berjumlah 75 (8%), dan proses verbal berjumlah 48

(5%).

Berdasarkan komposisi bentuk mood pada TRGMAA, ditemukan bahwa bentuk

mood yang paling banyak digunakan adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767.

Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 91 atau 10%, mood

eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood introgatif sebanyak 9 atau 1%.

Tingginya penggunaan mood deklaratif dapat dimaknai bahwa isi dari

Page 160: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

TRGMAA mencakup penyampaian informasi dan pernyataan untuk menerima

sebuah realita hidup.

Tema topikal selalu ditonjolkan oleh para pelibat dalam TRGMAA, yakni

dengan perolehan sebanyak 580 jumlah tema. Selanjutnya diikuti oleh tema

tekstual yang berjumlah 253 dan tema interpersonal yang berjumlah 82.

Tingginya penggunaan tema topikal dalam TRG Ini berarti bahwa para pelibat

selalu menempatkan subjek/partisipan, proses, dan keterangan atau sirkumstan

sebagai inti pesan untuk dipertukarkan.

2) Konteks Situasi TRGMAA meliputi medan, pelibat dan sarana teks. Aktivitas

atau tindakan sosial yang terjadi pada TRGMAA meliputi teks tonih getawom

“duduk berunding”, teks ya lasting “pergi berdiri”, teks telingbae “nyanyian

ritual menumbuk padi”, teks katai sen “pemakaman”, dan teks tabiah gauk

“lipat kain”.

Pelibat (tenor) pada TRGMAA meliputi; (1) anak laki-laki sulung atau

yang disulungkan dalam keluarga memiliki tanggungan yang besar ketika

orang tuanya meninggal dunia, (2) paman merupakan orang yang berfungsi

untuk menyediakan barang-barang yang diminta atau dapat diistilahkan sebagai

depot logistik, (3) tua adat merupakan orang yang dituakan dalam keluarga dan

dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai pengarah dalam hal memberikan

petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilalui dalam peristiwa gasakda,

dan (4) Pendeta sebagai pimpinan umat/jemaat memiliki peran untuk

memberitakan kabar keselamatan (injil) kepada umatnya agar mereka dapat

Page 161: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

mengenal Allah sebagai Tuhan dan juru selamat dan dapat melakukan semua

perbuatan yang baik di mata Tuhan dan sesama manusia.

TRGMAA merupakan perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Berdasarkan

derajat interaksi yang digunakan, penggunaan teks tulis lebih dominan dari pada

teks lisan. Hal tersebut dapat dibuktikan realisasi unsur konjungsi dan kontinuitas

pada tema tekstual yang memperlihatkan tingginya pemakaian unsur konjungsi

pada TRG dari pada unsur kontinuitas.

3) Struktur budaya atau genre TRGMAA berhubungan dengan tahapan-tahapan

dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat ATL. Struktur genre

TRGMAA meliputi empat unsur, yakni: (1) bagian pra-pendahuluan, (2)

bagian pendahuluan, (3) bagian isi atau inti, dan (4) bagian penutup. Selain

memiliki struktur, TRGMAA juga memiliki tekstur atau

kesinambungan/keterkaitan makna antara satu teks dan teks yang lain.

4) Ideologi yang tercermin dalam TRGMAA yakni masyarakat ATL percaya

bahwa kematian merupakan panggilan Tuhan. Hal ini menyangkut kekuasaan

Tuhan atas ciptaanNya karena hanya Tuhanlah yang mempunyai kehidupan

kematian dianggap sebagai sebuah anugerah yang harus disyukuri karena Tuhan

mempunyai rencana yang indah terhadap umat-Nya.

Page 162: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

8.2 Saran

1. Terkait dengan penggunaan BI dalam TRGMAA, maka BK

dikhawatirkan akan semakin terpinggirkan oleh interferensi BI yang

merupakan bahasa antara (lingua francae) bagi masyarakat Alor

khususnya generasi penerus BK. Atas pertimbangan tersebut, perlu

dialihbahasakan liturgi atau tata ibadah, Alkitab, kidung jemaat (KJ), dan

khotbah ke dalam BK sehingga kebertahanan BK sebagai salah satu

identitas budaya masyarakat adat ATL tetap terjaga.

2. Penelitian TRGMAA ini barulah menyentuh berberapa aspek dari segi

LSF. Sementara unsur ekspresi (fonologi), logiko semantik (makna), dan

metafora belum dikaji. Dengan demikian hal-hal tersebut menjadi

perhatian untuk dikaji lebih lanjut sehingga dapat memeroleh pemahaman

secara utuh dan menyeluruh.

3. Penelitian terhadap berbagai teks yang ada dalam khazanah budaya Alor

perlu dilakukan sehingga dapat memperkaya wawasan tentang aplikasi

teori LSF.

Page 163: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

DAFTAR PUSTAKA

Adisaputra, Abdurahman. 2008. “Analisis Teks Materi Pembelajaran di Sekolah

Dasar (SD): Kajian Linguistik Sistemik Fungsional. Jurnal Ilmiah Bahasa

dan Sastra (LOGAT). Volume: IV No. 1. Universitas Sumatra Utara.

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakrta: Balai

Pustaka.

Anthoneta. 2010. Pemetaan Bahasa Kamang. Alor: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Alor. 2010. Karakteristik Penduduk

Kabupaten Alor: Hasil Sensus Penduduk 2010. Alor: BPS.

Bustan, Fransiskus. 2005. “Wacana Budaya Tudak dalam Ritual Penti pada

Kelompok Etnik Manggarai di Flores Barat: Sebuah Kajian Linguistik

Budaya”. Disertasi Doktor, Tidak Diterbitkan. Denpasar: Program Studi S3

Linguistik PPs Universitas Udayana.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Danbury. 1995. The New Lexicon Webster’s Dictionary of the English Language,

Vo. 2. USA: Lexicon Publications, Inc.

Djajasududarma, Fatimah T. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode

Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.

Eggins, S. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London:

Printer Publisher.

Fairclough, N. 1989. Language and Power. New York: Longman Group UK

Limited.

Fairclough, N. 1995. Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language.

Harlow-Essex: Longman Group Limited.

Fowler, R. 1985. Power. Dalam van Dijk, T. (Ed.), Handbook of Discourse

Analysis Volume 4: Discourse Analysis in Society (hlm. 61 82). London:

Academic Press.

Fowler, R. 1986. Linguistic Criticism. Oxford: Oxford University Press.

Page 164: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Fowler, R. 1996. On Critical Linguistics. Dalam Caldas-Coulthard, C.R. &

Coulthard, M. (Eds.), Texts and Practices: Reading in Critical Discourse

Analysis (hlm. 3 14). London: Routledge.

Halliday, M.A.K. 1973. Exploration in the Function of Language. London:

Edward Arnold.

Halliday, M.A.K. 1977. Language as Social Semiotic: Towards as General

Sociolinguistic Theory. Dalam Makkai, A., Makkai, V.B., & Heilmann, L.

(Eds.), Linguistics at the Crossroads (hlm. 13--41). Padova: Tipografia-La

Garangola.

Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotic: The Social Interpretation

of Language and Meaning. London: Edward Arnold.

Halliday, M.A.K. dan Hassan R. 1985. Language Context and Text: Aspect of

Language in a Social Semiotic Perspective. Australia: Deankin University.

Halliday, M.A.K. 1985. Spoken and Written Language. Australia: Deankin

University.

Halliday, M.A.K. 2002. On Grammar. London: Continuum.

Halliday, M.A.K. 2004. An Introduction to Functional Grammar. London:

Edward Arnold.

Kaelan, M. S. 2002. Filsafat Bahasa: Realitas Bahasa, Logika Bahasa,

Hermeneutika dan Postmodernisme. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Keraf, A, S. 2010. Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Leckie-Tarry, Helen and Birch, David. 1995. Language and Context: A

Functional Linguistic Theory of Register. London and New York: Pinter.

Rasna, I Wayan, 2010. “Transitivitas Pangiwa Teks Aji Blegodawa”. Jurnal

Linguistika. Universitas Udayana.

Retika, Thobyn R. 2012. Rangkuman Bunga Kenari: Sejarah dan Budaya

Kepulauan Alor. Surabaya: Penerbit Nidya Pusaka.

Riana, I Ketut. 1995. “Masyarakat Gebog Domas di Bali: Studi Tuturan dan

Semiotik Sosial”. Disertasi Doktor, Tidak Diterbitkan. Surabaya: PPs

Universitas Airlangga.

Sabon Ola, Simon. 2005. “Tuturan Ritual dalam Konteks Perubahan Budaya

Kelompok Etnik Lamaholot di Pulau Adonara, Flores Timur”. Disertasi

Page 165: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Doktor, Tidak Diterbitkan. Denpasar: Program Studi S3 Linguistik PPs

Universitas Udayana.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Santosa, Riyadi. 2004. “Peran Leksis dalam Analisis Teks”. Jurnal Linguistik

Indonesia, Tahun ke-22 No. 1: Universitas Negeri Sebelas Maret.

Santoso, Anang. 2008. “Jejak Halliday dalam Linguistik kritis dan Analisis

Wacana Kritis”. Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 36, Nomor 1. Universitas

Negeri Malang.

Saragih, A. 2002. “Bahasa dalam Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik

Fungsional Sistemik terhadap Tata Bahasa dan Wacana”. Medan: Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Stokhof, W.A.L. 1975. “Preliminary Notes on Alor and Pantar Languages (East

Indonesia, Pacific Linguistic)”. Department of Linguistics, Research School

of Pacific Studies: The Australian National University.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:

Penerbit Alfabeta.

Sutama, Putu. 2010. “Teks Ritual Pawiwahan Masyarakat Adat Bali Analisis

Linguistik Sistemik Fungsional”. (Disertasi). Denpasar : Universitas

Udayana.

Sutjaya, I Gusti Made. 2001. Grup Nomina Bahasa Indonesia: Ancangan Sistemik

Fungsional. Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana.

Van Dijk, T. 1985b. Introduction: The Role of Discourse Analysis in Society.

Dalam van Dijk, T. (Ed.), Handbook of Discourse Analysis Volume 4:

Discourse Analysis in Society (hlm. 1 8). London: Academic Press.

Page 166: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Lampiran: 1 KONTEKS SITUASI DAN UNSUR LINGUAL TRGMAA

I. Teks tonih getawom “pertemuan keluarga”

1) Pelibat (tenor)

a. anak laki-laki sulung: penanggung jawab dalam keluarga

b. paman: penyedia barang-barang yang diminta oleh anak laki-laki sulung

atau depot logistik

2) Sarana (mode)

a. BK ragam hormat

b. saluran yang dipilih adalah Lisan

c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib

d. tipe interaksi secara dialog

Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks

Pra-pendahuluan

Unsur-unsur yang

harus muncul/wajib

pernyataan tentang keadaan orang tua

- No. 1-3 (TRG 1)

- No. 1-3 (TRG 2)

- No. 1-3 (TRG 3)

pernyataan menyanggupi permintaan

- No. 4-5 (TRG 1)

- No. 5 (TRG 2)

- No. 4-7 (TRG 3)

Unsur yang boleh

muncul/pilihan

seruan mempersiapkan barang

- No. 4 (TRG 2)

Unsur pengulangan -

Page 167: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

II. Teks ya latsing “pergi berdiri”

1) Pelibat (tenor)

a. anak laki-laki sulung: penanggung jawab dalam keluarga

b. tua adat: orang yang dipercayakan keluarga duka untuk memimpin

jalannya prosesi ritual gasakda pada tahapan awal dan akhir.

c. paman: penyedia barang-barang yang diminta oleh anak laki-laki sulung

atau depot logistik.

2) Sarana (mode)

a. BK ragam hormat

b. saluran yang dipilih adalah Lisan

c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib

d. tipe interaksi secara dialog

Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual Teks

Pendahuluan

Unsur-unsur yang

harus muncul/wajib

seruan memukul gong

- No. 6-9 (TRG 1)

- No. 6-9 (TRG 2)

- No. 8-11 (TRG 3)

pernyataan terjadinya kematian

- No. 10 (TRG 1)

- No. 10 (TRG 2)

- No. 12 (TRG 3)

seruan untuk memakai pakaian adat

- No. 11 (TRG 1)

- No. 11 (TRG 2)

- No. 13 (TRG 3)

seruan untuk pergi berdiri di paman

- No. 12-13 (TRG 1)

- No. 12-13 (TRG 2)

- No. 14-15 (TRG 3)

Page 168: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

pernyataan tentang kematian

- No. 14 (TRG 1)

- No. 14-15 (TRG 2)

- No. 16 (TRG 3)

pernyataan meminta barang

- No. 15-18 (TRG 1)

- No. 16-18 (TRG 2)

- No. 17-20 (TRG 3)

pernyataan sepakat akan proses

- No. 19-23 (TRG 1)

- No. 19 (TRG 2)

- No. 21 (TRG 3)

seruan untuk mempersilahkan duduk

- No. 24 (TRG 1)

- No. 20 (TRG 2)

- No. 22 (TRG 3)

Unsur yang boleh

muncul/pilihan

pernyataan untuk mencari barang

- No. 25-27 (TRG 1)

pernyataan untuk menyanggupi

permintaan

- No. 28 (TRG 1)

pernyataan untuk mempersilahkan

masuk

- No. 29 (TRG 1)

seruan untuk makan sirih pinang

- No. 30-31 (TRG 1)

pernyataan untuk pamit

- No. 32 (TRG 1)

pernyataan untuk mengambil barang

- No. 33 (TRG 1)

Unsur pengulangan pernyataan untuk pamit

- No. 34 (TRG 1)

Page 169: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

III. Teks telingbai “menumbuk padi”

1) Pelibat (tenor)

a. rombongan

2) Sarana (mode)

a. BK ragam hormat

b. saluran yang dipilih adalah Lisan

c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib

d. tipe interaksi secara monolog

Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks

Pendahuluan

Unsur-unsur yang

harus muncul/wajib

pernyataan penyesalan akan kematian

- No. 35-36 (TRG 1)

- No. 22-23 (TRG 2)

- No. 23-24 (TRG 3)

pernyataan akan pesan dan kesan

kepada almarhum

- No. 37-50 (TRG 1)

- No. 24-37 (TRG 2)

- No. 25-38 (TRG 3)

Pernyataan perpisahan dengan

almarhum

- No. 51-55 (TRG 1)

- No. 38-42 (TRG 2)

- No. 39-43 (TRG 3)

Unsur yang boleh

muncul/pilihan

-

Unsur pengulangan -

Page 170: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

IV. Teks katai sen “pemakaman”

1) Pelibat (tenor)

a. Pendeta: mengabarkan injil

b. jemaat/umat: pendengar

2) Sarana (mode)

a. BI ragam beku (frozen style)

b. saluran yang dipilih adalah tulisan yang dilisankan

c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib

d. tipe interaksi secara dialog dan monolog

Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks

Inti

Unsur-unsur yang

harus muncul/wajib

panggilan beribadah

- No. 56-60 (TRG 1)

- No. 43-62 (TRG 2)

- No. 44-60 (TRG 3)

menyampaikan votum dan salam

- No. 61-65 (TRG 1)

- No. 63-75 (TRG 2)

- No. 61-65 (TRG 3)

membacakan nats pembimbing

- No. 66-71 (TRG 1)

- No. 76-83 (TRG 2)

- No. 66-78 (TRG 3)

menyampaikan berita penghiburan

- No. 72-102 (TRG 1)

- No. 99-119 (TRG 2)

- No. 77-99 (TRG 3)

menyampaikan doa pemberitaan

Firman

- No. 103-128 (TRG 1)

- No. 120-141 (TRG 2)

- No. 100-123 (TRG 3)

membacakan Firman Tuhan

- No. 129-141 (TRG 1)

- No. 142-191 (TRG 2)

- No. 124-156 (TRG 3)

Page 171: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

berkhotbah/menyampaikan Firman

Tuhan

- No. 142-181 (TRG 1)

- No. 192-226 (TRG 2)

- No. 157-219 (TRG 3)

menyatakan Pengakuan Iman Rasuli

- No. 182-210 (TRG 1)

- No. 227-261 (TRG 2)

- No. 220-247 (TRG 3)

menyampaikan Doa Syafaat

- No. 211-221 (TRG 1)

- No. 262-283 (TRG 2)

- No. 248-261 (TRG 3)

memberi berkat

- No. 222-224 (TRG 1)

- No. 284 (TRG 2)

- No. 262-266 (TRG 3)

penyarahan dan penguburan jenazah

- No. 225-254 (TRG 1)

- No. 285-299 (TRG 2)

- No. 267-302 (TRG 3)

Unsur yang boleh

muncul/pilihan

-

Unsur pengulangan -

Page 172: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

V. Teks tabiah gauk “lipat kain”

1) Pelibat (tenor)

a. tua adat: pemimpin prosesi gasakda yang dipercayakan keluarga

b. jemaat/umat: pendengar dan pelaksana

2) Sarana (mode)

a. BK ragam hormat

b. saluran yang dipilih adalah lisan

c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib

d. tipe interaksi secara dialog

Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks

Penutup

Unsur-unsur yang

harus muncul/wajib

seruan lipat kain

- No. 262-266 (TRG 1)

- No. 301-310 (TRG 2)

- No. 304-307 (TRG 3)

Unsur yang boleh

muncul/pilihan

seruan untuk berkumpul

- No. 300 (TRG 2)

- No. 303 (TRG 3)

pernyataan penyerahan kain

- No. 255 (TRG 1)

seruan untuk makan sirih pinang

- No. 256-261 (TRG 1)

Unsur pengulangan -

Page 173: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Lampiran 2 DATA TRGMAA

1. Teks Tonih Getawom “pertemuan keluarga”

Pelibat:

Anak laki:

nepa ela, lamisak ako ma’tta, gasilang di’ma dang na sue a’tau si

(paman, orang tua/bapak ada sakit, seandainya, bapak/orang tua meninggal,

saya datang untuk bertemu engkau)

Paman:

you, wou wonau ak gewet. lousi, sue

(iya, ada atau tidak, ini tempatnya. jadi, datanglah/kemarilah)

2. Teks Ya Latsing (pergi berdiri)

Pelibat:

Tua Adat:

krung almang bai mi me’silang wota//dumale-dumale bo ya yeng pia

lamiyenna gal yang lak lamisaka gasakdama

(Kasi turun gong pusaka dari gudang untuk dibunyikan agar anak-

anak perempuan kita yang sudah dilepas ketempat lain dapat

mengetahui bahwa tua adat sudah meninggal)

lamisak gabo’rang tano na ise yah tal ibinamet ante ya ko’bo gat da

pe’ fal, a sut

(orang tua sudah meniggal jadi kamu datang pake pakaian adat dan

pergi ke pohon pelepas untuk minta babi dan padi)

Page 174: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Anak laki-laki:

lammi, nepa silang sai kapela midima// ge maunong met, ge pebai fal, ye a

sai sut. ak na suama

(Paman, bapak saya sudah turun tidur di tempat tidur, bawah selimut

“maunong”, ikat dia punya babi besar, sendok dia punya padi lumbung.

Itu yang saya datang).

Paman:

i suak ye ye bai you wo ma kokata pang tamidang ye la gal ang mi. Ansak

ge pe bai, ge maunong, ye a sai ne gona ah te tang me si’ nih te nal ga fah.

Na ata fane, tang me si nih maisi baka ko na si sang te.

(Kamu sudah ikut dia punya jalan yaitu tali ubi kering dimana berarti

pohon ada di situ. Ansak punya babi besar, selimut maunong dan padi

lumbung tidak ada, tetapi masuk duduk baru saya cari. Saya terima

engkau, mari masuk duduk kita makan siri pinang)

Anak Laki-laki:

ak kangda ni mah low na

(Begitu jadi kami jalan)

Paman:

An nak ipe iya i mai si baka tolkon dante mi i wai sue

(Jadi kamu punya babi padi dan sirih pinang sebentar baru kamu

datang)

Anak laki-laki:

andah kara ni mah low na

(Begitu jadi kami jalan sudah)

Page 175: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

3. Teks Telingbae (nyanyian ritual menumbuk padi)

Pelibat: tidak dibatasi

a. Lagu Sine Waneh na

Eno asare

Eno asare

(engkau paksa terus)

Eno sine bo sine waneh na

Eno sine bo sine waneh na

Eno sine bo sine waneh na

Eno sine bo sine waneh na

(Engkau anyam maka harus sampai selesai)

b. Lagu Kolona

a silang dimang sih (engkau sudah turun tidur)

e tam e dum kila same tang me otou o tawah sina (cucu-cucu, anak-anak,

dan turunanmu sudah datang berkumpul untuk engkau)

Kolona kolona kolona aile dangmai yee (engkau jalan, engkau jalan,

engkau tidak akan kembali)

aile daku dang mai, sua dangmai yee (engkau pergi tidak kembali, anak

cucumu telah datang tetapi engkau tidak kembali)

sua daku dangmai (anak cucumu datang, engkau pergi tidak kembali)

lela kaba, lamu farei, tiling pila, boko gasa, netam nedum pang geletei

ingsih (sakit penyakit, barang tajam yang membahayakan, segala yang

tidak baik dari anak dan cucumu engkau jauhkan)

getana mi e‟nih e‟ koh atang silei amama (pada waktu engkau duduk,

engkau tinggal, tanganmu terbuka)

te inak geng ni atak sina lo (tetapi, sekarang ini engkau benar-benar tidak

terlihat lagi)

inak geng al we ni letei bai damante (sekarang ini engkau sudah pergi jauh

meninggalkan kami)

Esul e king kang pang bei ni yopan sina lee (budi baik, hati baik kamu itu

kami tidak lupa)

Page 176: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

lamisakal siletei, mat gal lomungbo (orang tua meninggalkan kita, tetapi

dia omong bilang)

kila same taweng simi tasama ba (turun temurun kita tetap baku sayang)

c. Lagu Atoida Lilama

Alak eng alak eng kul mi kang borang

Alak eng alak eng kul mi kang borang

(engkau adalah paling baik dari semua)

Reef : Lilang e lilang dak Atoida lilama

Lilang e lilang dak Atoida lilama

(terbang, engkau terbang bagaikan burung pergi menghilang)

Mi awaing ka nou bah mi awai ma

Mi awaing ka nou bah mi awai ma

(engkau kembali kalau bisa engkau kembali)

Mia sining ka nou bah mi asin ma

Mia sining ka nou bah mi asin ma

(engkau tukar kulit kalau bisa engkau tukar kulit)

d. Lagu You nare sei nare

You nare you nare you nare you nare

(betul tidak datang, betul tidak datang, betul tidak datang, betul tidak

datang)

Sei nare sei nare sei nare sei nare

(benar-benar tidak datang, benar-benar tidak datang, benar-benar tidak

datang, benar-benar tidak datang)

Page 177: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

4. Teks Katai Sen (pemakaman)

I. DI RUMAH DUKA

PERSIAPAN

(keluarga duka mempersiapkan jenasa dan setelah itu pembawa acara

mempersilahkan pelayan untuk memimpin kebaktian pemakaman)

Jemaat : beridiri dan menyanyikan nyanyian dari KJ 454:1 “Indahnya

Saat Yang Teduh”

Indahnya saat yang teduh, menghadap tahta bapakku

Ku naikan doa padanya sehingga hatiku legah

Diwaktu bimbang dan gentar jiwaku aman dan segar

Ku bebas dari seteru didalam saat yang teduh

VOTUM

Pelayan : Dalam nama Bapak, Anak, dan Roh Kudus

SALAM

Pelayan : Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah didalam Tuhan kita

Yesus Kristus yang telah menyerahkan diriNya untuk

membebaskan kita dari maut untuk kehidupan kekal. Baginyalah

kemuliaan kekal selama-lamanya. AMIN. (jemaat duduk)

INTROITUS: NATS PEMBIMBING

Pelayan : (membaca nats pembimbing yang dipilih dari 1 Korintus 15:55)

“hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah

sengatmu?”

Jemaat : (menyanyikan nyanyian dari KJ 37b : 4 “Batu Karang Yang

Teguh”

Page 178: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Bila tiba saatnya kutinggalkan dunia, dan kau panggil diriku

kehadapan takhtaMu, batu karang yang teguh, kau tempatku

berteduh

Pelayan : (menyampaikan berita penghiburan kepada keluarga duka dengan

membaca Kitab Mazmur 73 : 21-28)

“ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk

rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku

didekat-Mu. Tetapi aku tetap didekat-Mu; engkau memegang

tangan kanan ku. Dengan nasihar-Mu Engkau menuntun aku, dan

kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. Siapa

gerangan ada padaku di Sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak

ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis

lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-

lamanya. Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh dari pada-Mu

akan binasa; Kau binasakan semua orang, yang berzinah dengan

meninggalkan Engkau. Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah;

aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan Allah, supaya

dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya”.

Jemaat : (menyanyikan nyanyian dari KJ 266:1 “Ada Kota Yang Indah

Cerah”

Ada kota yang indah cerah, nampaklah bagi mata iman;

Rumah Bapak di Sorga baka, bagi orang yang sudah menang.

Reff. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (2x)

PEMBERITAAN FIRMAN

a. DOA PEMBERITAAN FIRMAN

Pelayan : Tuhan Allah Bapak kami dalam kerajaan sorga, Bapak yang kami

puji dan sembah dalam anakMu Yesus Kristus. Kembali kami

datang kehadiratMu menaikkan segala puji dan syukur atas

pemeliharaan dan penyertaan Tuhan dalam hidup ini. Namun,

Page 179: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

siapakah kami? Kami adalah orang berdosa. Bapak mari

mengampuni kami dan kuduskan kami.

Kini tiba saatnya kami anak-anakMu akan membaca dan

merenungkan Firman kebenaranMu. Kami undang

RoholkudusMu hadir pada saat ini dalam hati dan pikiran kami

dan juga biarlah roholkudusMu boleh menguasai ruang dan waktu

pada saat pemberitaan Firman Tuhan. Kami taruh hambahMu

yang Engkau pakai untuk menyampaikan Firman kebenaranMu.

Biarlah RohkudusMu boleh mengurapi hambahMu dalam

menyampaikan Firman kebenaranMu. Dan Bapak mampukan

kami agar dapat menerima FirmanMu dan tetap tertanam dalam

hati kami sehingga kami dapat melakukan di setiap kehidupan

kami. Terima kasih Tuhan, ini doa kami, berfirmanlah Tuhan

karena kami siap mendengar FirmanMu. Amin

b. PEMBACAAN ALKITAB

Pelayan : Membaca Alkitab (Ayub, 1: 20-22) “kesalehan Ayub dicoba”

Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur

kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya:

“dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan

telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang

memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”

Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak

menuduh Allah berbuat yang kurang patut.

Pelayan : Demikianlah Firman Tuhan. “Berbahagialah setiap orang yang

mendengar Firman Allah dan memelihara dalam hidupnya”.

Haleluyah.

Jemaat : Menyanyikan nyanyian dalam KJ. 473

Haleluyah, hale – luyah, halelu-------yah

Page 180: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

c. KHOTBAH

Pelayan : (Berkhotbah)

Peristiwa kematian pasti selalu meninggalkan perasaan duka

yang dalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Terlebih lagi apabila

yang pergi itu adalah orang tua atau orang-orang yang tinggal

dalam satu rumah. Hal itu akan memisahkan hubungan kasih yang

telah terjalin selama ini.

Kematian memang adalah kenyataan yang harus dihadapi

setiap manusia. Alkitab memberikan dua gambaran mengenai

kematian berdasarkan perbandingannya dengan kedatangan

Kristus.

Pertama, kematian digambarkan bagaikan pencuri yang datang

di waktu malam hari (1 Tesalonika, 5:2). Kedua, kematian

digambarkan sebagai mempelai laki-laki yang datang menjemput

mempelai wanita (Matius, 25: 1-13).

Kedua gambaran jelas memiliki makna yang berbeda.

Perbedaannya bukan terletak pada bagaimana cara kematiannya

atau kapan kematian itu terjadi, tetapi pada sikap kita dalam

menghadapi peristiwa kematian orang yang kita kasihi.

Kalau kita menganggap orang yang kita kasihi itu sebagai milik

pribadi kita, maka kematiannya akan kita rasakan sebagai seorang

pencuri yang datang dimalam hari. begitu mendadak dan

mengejutkan kita. dan yang pasti kita sangat tidak rela kehilangan

mereka.

Akan tetapi, jikalau kita menyadari bahwa segala sesuatu yang

ada pada kita bukan hanya milik kita pribadi, tetapi juga adalah

milik Tuhan, termasuk orang yang kita kasihi, maka kematiannya

akan kita rasakan sebagai panggilan seorang mempelai laki-laki

terhadap mempelai wanitanya. Penuh kelembutan dan kerinduan

akan cita kasih. Dan iya akan segera menikmati kedamaian

ditengah dekapan mempelai laki-laki.

Page 181: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Seringkali kita merasa bahwa diri kita sendirilah pemilik

kehidupan ini. Bukankah sesungguhnya manusia adalah milik

Tuhan? Bukankah kita ada karena Dia yang telah menciptakan

kita? Jika kita menganggap orang yang kita kasihi ini hanya milik

kita sendiri, maka kita telah merampas kedudukan Allah sebagai

pemilik kehidupan ini.

Marilah kita belajar seperti Ayup yang dapat berkata, “Tuhan

yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”

Ditengah dukacita ini, ingatlah bahwa orang yang kita kasihi ini

juga adalah milik Tuhan. Dan ia pulang kembali kepada Kristus,

sang pemilik hidupnya. Amin.

PENGAKUAN IMAN RASULI

Pelayan : Bersama-sama dengan semua orang percaya di segala waktu dan

tempat, marilah kita mengaku iman kita berdasarkan Pengakuan

Iman Rasuli

P + J : - Aku percaya kepada Allah, Bapak yang Maha Kuasa, khalik

langit dan bumi.

- Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, Tuhan

kita, yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak

dara Maria, yang menderita dibawah pemerintahan Pontius

Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam

kerajaan maut. Pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara

orang mati, naik ke sorga, duduk disebelah kanan Allah,

Bapak yang Maha Kuasa. Dan akan datang dari sana, untuk

menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

- Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang kudus dan am,

persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan

daging, dan hidup yang kekal.

Page 182: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Jemaat : Menyanyikan nyanyian KJ 286:3 “Sepanjang Jalan Tuhan

Pimpin”

Spanjang jalan Tuhan pimpin, kasihNya amat penuh

janjiNya bahwa Bapak, bri perhentian sungguh

Bila diriku yang baka meninggalkan dunia

Dalam sorga aku slamat karena Tuhan hentarkan (2x)

DOA SYAFAAT

Pelayan : Marilah kita bersama-sama mengucapkan Doa Bapak Kami

P + J : Bapak kami yang di Sorga, Dikuduskan namaMu, Datanglah

KerajaanMu, Jadilah kehendakMu di bumi seperti di Sorga!

Berikanlah kami pada hari ini, makanan kami yang secukupnya,

dan ampunilah kami, akan kesalahan kami, seperti kami juga

mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah

membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari

pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan

Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin

BERKAT

Jemaat : (Berdiri)

Pelayan : Allah sumber pengharapan, dalam Yesus Kristus, memenuhi

saudara-saudari dengan sukacita dan damai sejahtera, supaya oleh

Roh Kudus saudara-saudari berlimpah-limpah dalam pengharapan

Jemaat : Menyanyikan nyanyian dari KJ 478

A – min A – min A--- min

Jemaat : (Duduk)

Page 183: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

II. DI TEMPAT PENGUBURAN

(Setelah jenasa tiba di kuburan, maka jenazah langsung dimasukkan ke dalam

liang kubur. Setelah itu pelayan dapat melanjutkan acara penguburan)

Jemaat : menyanyikan nyanyian dari DSL 98:1 “Kerumah Bapa Yang

Senang”

Kerumah Bapa yang senang, dimana tidak lagi prang

Dan tiada sukar dan cela, kesitu aku rindulah

Reff. Sabar ……. dalam susah sukarmu

Sabar ……. Tuhan ada sertamu

Sabar ……. Sabar …… Tuhan bri kuat padamu

Pelayan : Di tempat ini kita akan memakamkan jasad dari kekasih kita….

yang telah meninggal dunia. Meskipun kita berduka-cita karena

kepahitan maut telah menjadi bagian dari hidup kita, namun hidup

kekal yang dijanjikan kepada kita akan menghibur kita.

Kita semua akan diubah dalam sekejab mata, pada waktu bunyi

nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang

mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa,

dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus

mengenakan yang tidak dapat mati, maka genaplah firman Tuhan

yang tertulis:

“Maut telah ditelan dalam kemenangan.

Hai maut dimanakah kemenanganmu?

Hai maut dimanakah sengatmu (1 Korintus 15:52-56)

Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya

Ia menjadi Tuhan baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-

orang hidup. (Roma 14:9)”

Jemaat : Menyanyikan nyanyian dari KJ 408:3 “Dijalanku Nyata Sangat”

Dijalanku nyata sangat, kasih Tuhan yang mesra

Dijanjikan perhentian dirumah yang baka

Jika jiwaku membumbung meninggalkan dunia

Ku nyanyikan tak hentinya kasih dan pimpinanNya (2x)

Page 184: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

PENYERAHAN

Pelayan : Karena Allah Bapak yang Maha Kuasa, dalam kasih karuniaNya

yang besar telah berkenan memanggil kekasih kita…, maka

marilah kita menguburkan jenazahnya sambil memandang kepada

Dia yang berkata:

“Akulah Kebangkitan dan hidup; Barang siapa yang percaya

kepadaKu, ia akan hidup walaupun sudah mati”.

Pelayan : (Mengambil segenggam tanah)

Saudara Ansak, kami memakamkan engkau dalam nama Bapa,

Putera dan Roh Kudus, Amin.

(Pelayan membuang tanah dalam genggaman ke dalam liang

lahat. Setelah kata-kata ini maka kubur dapat ditutup dan ibadah

selesai).

5. Teks Tabiah Gauk (lipat kain)

Pelibat:

Tua Adat dan keluarga terdekat

dum male lami ta, lamisak ge tabiah me se natang ita mante, maisi baka tomin

tanou na sis a si katen te si sipa ge tabia gauk

(Anak perempuan lepas dan pihak laki-laki, bapak punya kain-kain sudah

serahkan di saya punya tangan tetapi ada siri pinang jadi kita mama makan

dulu baru lipat kita punya bapak punya kain-kain)

Oooo…mama sirih pinang baru kita lipat kain

Oooo…maisi baka si san te si tabia gauk

Ooo…era apa gauk

Ooo…engkau lipat ini

Ooo…era nonga gauk

Ooo…engkau lipat seliput

Yah…era apa gauk

Yah..engkau lipat ini

Apa mau gatoling?

Ini siapa punya bagian?

Page 185: (the old person death) ritual text of alor traditional communities

Kul apa mau gatoling?

Dan ini siapa punya bagian?

Yah…an’nak ingko me tau gaming gapa sisi

Yah…yang tadi itu taruh di tempat kain mana?

Lampiran 3 PETA KABUPATEN ALOR