143
TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (Implementation of Good Governance Principles on Recruitment of Civil Servant Candidates) SYARIFUDDIN BASRI N I M : PO 900 209 611 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

TESIS

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Implementation of Good Governance Principles on

Recruitment of Civil Servant Candidates)

SYARIFUDDIN BASRI

N I M : PO 900 209 611

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

TESIS

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Implementation of Good Governance Principles on

Recruitment of Civil Servant Candidates)

SYARIFUDDIN BASRI

N I M : PO 900 209 611

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 3: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

TESIS

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

SYARIFUDDIN BASRI

N I M : PO 900 209 611

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 4: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

TESIS

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

SYARIFUDDIN BASRI

N I M : PO 900 209 611

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 5: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Implementation of Good Governance Principles on

Recruitment of Civil Servant Candidates)

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Ilmu Hukum

Disusun dan Diajukan Oleh :

SYARIFUDDIN BASRI

N I M : PO 900 209 611

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 6: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

TESIS

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

Disusun dan diajukan oleh

SYARIFUDDIN BASRI

Nomor Pokok : PO900209611

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

Pada tanggal 31 Juli 2012

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui

Komisi Penasehat,

Page 7: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Prof. Dr. Abdul Razak, S.H.,M.H. Dr. Hamzah Halim, S.H.,M.H.

K e t u a Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana

Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Marthen Arie, S.H.,M.H. Prof. Dr. Ir. Mursalim

Page 8: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

KATA PENGANTAR

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,

atas berkah kesehatan, kekuatan dan kesempatan yang diberikan kepada

Penulis sehingga dapat merampungkan penulisan tesis yang berjudul;

Implementasi Prinsip-prinsip Good Governance Pada Penerimaan Calon

Pegawai Negeri Sipil.

Penyelesaian dan perampungan tesis ini, tidak terlepas dari arahan

dan bimbingan Bapak Prof. Dr. Abdul Razak, S.H., M.H beserta Bapak

Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H selaku ketua dan anggota komisi

pembimbing, sehingga pada kesempatan ini patutlah diucapkan terima

kasih dan penghargaan yang tak terhingga.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sama disampaikan

pula kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, beserta para

Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Marthen Arie, S.H.,M.H., Selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Prof.Dr.Achmad Ruslan,S.H.,M.H., Prof.Dr.Marwati Riza,S.H.M.Si dan

Dr. Ansori Ilyas, S.H.,M.H. Selaku Tim Penguji.

4. Bupati Bantaeng, beserta segenap jajarannya.

5. Ketua DPRD Bantaeng, beserta segenap jajarannya.

6. Para Guru Besar, Dosen dan Pengajar maupun petugas akademik

pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin.

Page 9: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

7. Para responden dan rekan mahasiswa yang bersedia berdiskusi

diseputar pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam rangka

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

8. Sahabat-sahabat terbaikku angkatan 2009 Program Reguler Sore :

Noerdiansyah, Anindya, Faisal Silenang, Nur Kholis, La Kanna,

Mabrur, Irham Halim, Irwan, Kemal Redindo, Yasser.S. Wahab.

9. Seluruh Keluarga yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam

tesis ini yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis

baik moril maupun meteril selama proses penyelesaian studi.

Kemudian diucapkan terima kasih dan penghargaan yang sama

atas iringan doa dan restu yang tiada henti-hentinya kepada ayahanda

terhormat Drs. M. Basri. L dan Ibunda tersayang Siajang Rannu,

semoga segala amalan kalian bernilai ibadah dan mendapat pahala dari

Allah Rabbul Alamin.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan

dan kemungkinan adanya kekurangan ataupun kekeliruan di dalamnya.

Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bilamana dimohonkan kepada semua

Page 10: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

pihak untuk memberikan masukan dan perbaikan secukupnya agar tesis

ini mempunyai bobot ilmiah.

Sekian dan terima kasih.

Makassar, Juli

2012

SYARIFUDDIN

BASRI

Page 11: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

ABSTRAK

SYARIFUDDIN BASRI. NIM : PO. 900 209 611; Implementasi

Prinsip-prinsip Good Governance Pada Penerimaan Calon Pegawai

Negeri Sipil; Dibimbing oleh (Abdul Razak dan Hamzah Halim).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi

pelaksanaan prinsip-prinsip good governance sebagaimana diatur dalam

UU. Nomor 28 Tahun 1999, terutama asas akuntabilitas, transparansi dan

kepastian hukum dalam penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Lokasi penelitian terfokus pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Bantaeng, perolehan data empiris menggunakan metode

penelitian deskriptif melalui pendekatan normatif dan empiris. Populasi

tertuju pada warga masyarakat Kabupaten Bantaeng yang terkait

langsung dengan pelaksanaan penerimaan CPNS, baik sebagai pelamar,

anggota panitia, maupun aparat pemerintah Kabupaten Bantaeng,

Penarikan sampel random terdiri 35 responden, dengan harapan mewakili

seluruh kepentingan populasi yang lain. Metode yang digunakan dalam

melakukan penelitian; diadakan wawancara dengan responden dan aparat

penegak hukum yang terkait dengan objek yang diteliti. Kemudian

pembahasan menggunakan data primer dan sekunder dengan teknik

pengumpulan data studi kepustakaan dan lapangan. Dimaksudkan agar

terhimpun data kuantitatif dan kualitatif, guna dianalisis dari segi sosiologis

dengan menerapkan rumus distribusi frekuensi.

Hasil penelitian, menunjukkan bahwa pelaksanaan penerimaan

CPNS di Kabupaten Bantaeng telah menyalahi prinsip good governance

berupa transparansi, akuntabilitas dan kepastian hukum, karena calon

CPNS yang dianggap tidak lulus berkas dan atau bermasalah, ternyata

dari hasil pengumuman yang bersangkutan lulus ujian penerimaan

CPNS. Dari hasil pengumuman penerimaan CPNS menggambarkan

pelaksanaan penerimaan CPNS belum terlaksana sebagaimana

seharusnya, disebabkan adanya faktor berpengaruh, seperti : faktor

substansi hukum, penegakan hukum, budaya hukum, kesadaran hukum

dan kemampuan SDM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

bahan komparatif guna lebih mengefektifkan pelaksanaan ketentuan

prinsip good governance.

Page 12: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

ABSTRACT

SYARIFUDDIN BASRI, NIM : PO. 900 209 611: Implementation

of Good Governance Principles On Recruitment of Civil Servant

Candidate (CSC); Supervised by ( Abdul Razak and Hamzah Halim).

The objective of the research was to find out the implementation

good governance principles as regulated in the Acts Number 28 Year

1999, primarily the principles of accountability, transparency and rule of

law in the recruitment of CSC at Bantaeng Regency.

The research location was in the Office of Regional Officialdom

Board of Bantaeng Regency. Empirical data collection used a descriptive

method through normative and empirical approaches. Population was the

community members of Bantaeng Regency related directly to the

recruitment implementation of CSC, either as the applicants, committee

members or governmental apparatus of Bantaeng Regency. The samples

were taken by using a random sampling technique consisting of 35

respondents, with the expectation they represented all the other

population interest. The method used in research was an interview with

the respondents and legal enforcement apparatus related to the object

investigated. The data comprised primary and secondary data with the

data collection techniques of library and field researches. This meant to

combine the quantitative and qualitative data in order to analyse the data

in term of sociological aspect by applying frequency distribution formula.

The research result indicates that the recruitment implementation of

CSC at Bantaeng Regency has deviated from the good governance

principles in the forms of transparency, accountability, and legal certainly

because CSC regarded not to pass the document test or to have

problems, in fact they are announced to have passed the test of CSC

recruitmen. In other words, from the result of the announcement, the CSC

recruitment has not been implemented appropriately because the

influencing factors such as: factors of legal substance, law enforcement,

legal culture, legal awareness, and human resource capability. The

research result is expected to become the comparative material in order to

make use of the stipulation implementation of the good governance

principles.

Page 13: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

DAFTAR ISI

SAMPUL ……………......…………………………………………………… i

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………..……….…. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………….....….…… iii

ABSTRAK ………………………………………………………..….……… vi

ABSTRACT ……………………………………………………..….……..… vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………...….……… viii

DAFTAR TABEL ………………………………………………...……...…. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………..…….………. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………....….….… 6

C. Tujuan Penelitian ……………………………….….......… 7

D. Kegunaan Penelitian …………………………….…....…. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Beberapa Pengertian …………………………………….…. 9

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ……………………..... 9

2. Pengertian Good Governance ……………….…..…...... 15

3. Pengertian Pemerintah dan Pemerintah Daerah …...… 17

B. Teori Sosiologi Hukum dalam Penegakan Hukum ............. 22

C. Prinsip Good Governance Dalam Penegakan

Hukum Kepegawaian ......................................................... 27

D. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengadaan

Calon Pegawai Negeri Sipil …….…………….……..…..……. 35

Page 14: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

E. Syarat-syarat, Tata Cara dan Prosedur Penerimaan

Calon Pegawai Negeri Sipil ………..………………………… 41

F. Kerangka Konseptual ……………………………………........ 48

G. Definisi Operasional ………………………………….......…... 52

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian …………………………………..……….… 55

B. Populasi dan Sampel ………………………..…….…...……. 55

C. Jenis dan Sumber Data ………………………..…….…….... 57

D. Teknik Pengumpulan Data ………………………..…….…… 58

E. Analisis Data ……………………………………..…….……… 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam

Penerimaan CPNS Di Kabupaten Bantaeng ...................... 60

1. Implementas Prinsip Akuntabilitas ................................ 61

2. Implementas Prinsip Transparansi ............................... 66

3. Implementasi Prinsip Kepastian Hukum ....................... 70

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Prinsip

Good Governance Dalam Penerimaan CPNS

Di Kabupaten Bantaeng………………………………...….… 73

1. Faktor Hukumnya Sendiri ............................................. 96

2. Faktor Penegakan Hukum ........................................... 100

3. Faktor Budaya Hukum ................................................. 103

4. Faktor Kesadaran Hukum ............................................ 107

5. Faktor Kemampuan SDM ............................................. 112

Page 15: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

BAB V P E N U T U P

A. Kesimpulan ........................................................................ 117

B. S a r a n .............................................................................. 118

DAFTAR PUSTAKA …..………………………………………………….. 119

Page 16: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Data Pengaruh Faktor Substansi Hukum …….…………..….. 99

2. Data Pengaruh Faktor Penegakan Hukum …………...…..…. 102

3. Data Pengaruh Faktor Budaya Hukum …………….………… 105

4. Data Pengaruh Faktor Kesadaran Hukum ………………….. 109

5. Data Pengaruh Faktor Kemampuan SDM ……………..…….. 115

Page 17: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya hak setiap orang untuk mendapatkan

pekerjaan dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan,

merupakan salah satu instrumen dalam berupaya meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal ini bersesuaian dengan

dasar filosofi negara yang terangkum dalam Pancasila, dimana kelima

sila dari Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh.

Bahkan telah terjabarkan dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945, sekaligus sebagai landasan

konstitusional dalam berpemerintahan, berbangsa dan bernegara.

Di dalam rumusan Pasal 28 D ayat (3) dan ayat (4) UUD Tahun

1945 ditegaskan, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan

kerja. Kemudian lebih dipertegas lagi, bahwa setiap warga negara

berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Artinya tidak hanya orang-orang tertentu atas dasar nepotisme yang

dapat diterima sebagai pegawai negeri sipil, sementara yang lain

dicarikan cara atau jalan agar tidak berkesempatan menjadi pegawai

negeri sipil.

Page 18: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Selanjutnya dengan mengingat akan keberadaan Indonesia

sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945), maka

untuk mengatur pegawai negeri sipil haruslah dituangkan ke dalam

suatu undang-undang. Oleh karena itu, sehingga Pemerintah

mengundangkan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1974 Nomor 55; Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomo 3041). Kemudian dirubah dan disempurnakan melalui

UU. Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169; Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890).

Di dalam rumusan Pasal 16 UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto

UU. Nomor 43 Tahun 1999, diatur dengan jelas mengenai formasi,

pengadaan dan pengangkatan pegawai negeri sipil. Dimana setiap

pelamar yang diterima harus melalui masa percobaan dan selama

masa percobaan itu ia berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil,

namun sudah diberikan gaji pokok dan penghasilan lain menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan merujuk pada norma hukum yang termuat dalam

regulasi di atas, menjadi semakin jelas bahwa Calon Pegawai Negeri

Sipil (CPNS) adalah status dan sama sekali bukan strata seseorang

yang masih berada pada masa percobaan untuk menjadi pegawai

negeri sipil. Sedang lamanya masa percobaan antara satu sampai dua

Page 19: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

tahun, apabila yang bersangkutan dianggap cakap dan memenuhi

syarat dapat ditingkatkan statusnya menjadi pegawai negeri sipil.

Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96

Tahun 2000 juncto PP. Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang

Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil

menjadi wewenang pemerintah pusat. Secara teknis administratif,

kewenangan dimaksud telah didelegasikan kepada Menteri Penertiban

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN RB).

Pengaplikasian dari kewenangan penetapan formasi dan

pengangkatan pegawai negeri sipil, dimana Menteri Penertiban

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan memperhatikan

pendapat Pimpinan Departemen/Lembaga yang bersangkutan, Menteri

Keuangan, dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara

(BAKN).

Regulasi kepegawaian di atas, masih bersifat sentralistik serta

bertentangan jiwa dan semangat otonomi daerah pasca reformasi

sesuai UU. Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60;

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839). Di

dalam rumusan Pasal 76 UU. Nomor 22 Tahun 1999, ditegaskan

bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan

pengangkatan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

Page 20: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

Kemudian untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga diundangkanlah UU.

Nomor 32 Tahun 2004 sekaligus mencabut UU. Nomor 22 Tahun

1999. Di dalam rumusan Pasal 21 huruf c UU. Nomor 32 Tahun 2004,

ditegaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi maka

daerah berhak mengelola aparatur daerah. Hal ini bersinergi dengan

norma hukum yang termuat di dalam Pasal 129 sampai dengan Pasal

135 UU. Nomor 32 Tahun 2004 telah dirubah dan disempurnakan

melalui UU. Nomor 8 Tahun 2005, kemudian dirubah dan

disempurnakan lagi menjadi UU. Nomor 12 Tahun 2008, memberikan

kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan formasi

dan mengangkat pegawai negeri sipil daerah sesuai manajemen

pegawai negeri sipil secara nasional.

Aplikasi dan implementasi terhadap kewenangan pengangkatan

dan/atau penerimaan CPNS yang telah diberikan undang-undang

kepada Pemerintah Daerah Otonom, pelaksanaannya harus

memperhatikan prinsip-prinsip good governance sebagaimana diatur

dalam UU. Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75;

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851).

Page 21: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Di dalam rumusan Pasal 3 UU. Nomor 28 Tahun 1999, telah

secara tegas dan limitatif diatur prinsip-prinsip kepemerintahan yang

baik atau lebih dikenal dengan istilah good governance. Kesemua

prinsip-prinsip good governance harus menjadi pedoman bagi

pemerintah daerah menjalankan kewenangan penerimaan CPNS,

khususnya prinsip akuntabilitas, transparansi, dan kepastian hukum.

Hal ini dimaksudkan, agar filosofi the right man on the right place tetap

menjadi dasar pertimbangan dalam rangka penerimaan CPNS. Namun

tidak menutup kemungkinan penerimaan CPNS di daerah-daerah,

dinilai sangat sarat dengan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng pada periode tahun

2009-2010, telah melanggar prinsip akuntabilitas, transparansi dan

kepastian hukum, ini disebabkan karena pada saat seleksi penerimaan

berkas terdapat peserta pendaftar CPNS yang dinyatakan tidak lulus

berkas, namun pada saat pengumuman yang bersangkutan dinyatakan

lulus sebagai CPNS. Begitu pula halnya pada saat pengumuman revisi

tentang kelulusan ujian CPNS, pada pengumuman pertama dinyatakan

lulus dan setelah pengumuman kedua justru dinyatakan tidak lulus,

dan hilangnya lima formasi CPNS tahun 2010-2011, tanpa ada

penjelasan lebih lanjut sebagai pertanggungjawaban moril dari

pemerintah Kabupaten Bantaeng. Tidak menutup kemungkinan

penerimaan CPNS di daerah-daerah, dinilai sangat syarat dengan

perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Page 22: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Sehubungan dengan hal tersebut, menjadi salah satu motivasi

untuk mengadakan pendekatan ilmiah dan hasilnya akan dituangkan

dalam suatu karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul Implementasi

Prinsip-prinsip Good Governance pada Penerimaan Calon Pegawai

Negeri Sipil.

B. Rumusan Masalah

Berkenaan dengan uraian dan penjelasan yang termuat di

dalam latar belakang masalah di atas, dipandang perlu untuk lebih

dipertajam objek yang akan diteliti dan selanjutnya dituangkan dalam

bentuk rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Sejauh manakah aparat pemerintah daerah telah

mengimplementasi prinsip-prinsip good governance khususnya

prinsip akuntabilitas, transparansi, dan kepastian hukum pada

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aparat pemerintah

daerah dalam mengimplementasi prinsip-prinsip good governance

khususnya prinsip akuntabilitas, transparansi, dan kepastian hukum

dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil di Kabupaten

Bantaeng?

Page 23: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

C. Tujuan Penelitian

Dengan merujuk pada rumusan masalah di atas. Selanjutnya

dapatlah ditetapkan tujuan penelitian, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dengan jelas dan menganalisis tindakan aparat

pemerintah daerah dalam mengimplementasi dan mengaplikasikan

prinsip-prinsip good governance khususnya prinsip akuntabilitas,

transparansi, dan kepastian hukum pada penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng.

2. Untuk mengetahui dengan jelas dan menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi aparat pemerintah daerah dalam

mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance dalam

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoretis

a. Berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada

umumnya, dan ilmu hukum administrasi negara maupun hukum

kepegawaian pada khususnya.

b. Berguna bagi siapa saja yang membutuhkan informasi

berkenaan dengan penerapan prinsip-prinsip good governance

pada penerimaan CPNS.

Page 24: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

2. Kegunaan praktis

a. Berguna untuk mempermudah menemukan solusi pemecahan

masalah berkenaan dengan penerapan prinsip-prinsip good

governance pada penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

b. Berguna bagi aparat pemerintah yang diberi tugas melakukan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, untuk

mempermudah menerapkan prinsip-prinsip good governance.

Page 25: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Beberapa Pengertian

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Sebelum dijelaskan pengertian pegawai negeri sipil, terlebih

dahulu perlu dipahami arti dan makna yang terkandung dari istilah

pegawai negeri itu sendiri. Hal ini penting dipermaklumkan, karena

erat kaitannya dengan regulasi yang mengatur masalah pegawai

negeri dan regulasi mana pernah berlaku sebagai hukum positif

yang harus ditaati, dipatuhi dan dilaksanakan di Indonesia.

Sementara yang dimaksud dengan hukum positif, yaitu hukum yang

berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu (Negara Republik

Indonesia).

Apabila dilakukan penelusuran dari aspek sejarah hukum

kepegawaian, dapat diketahui bahwa pemerintah kolonial Belanda

telah mewariskan prinsip-prinsip dasar tentang hukum

kepegawaian sebagaimana diatur di dalam Bezpldigingsregeling

Burgerlojke Landsdienaren (BBL) Tahun 1938. Di dalam regulasi

kepegawaian peninggalan kolonial Belanda tersebut, tidak

mengenal istilah pegawai negeri. Akan tetapi yang dikenal, adalah

istilah landsdienaar sebagai terjemahan dari pengabdi negara.

Sedang di dalam Betalingsregeling Ambtenaren en

Page 26: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Gepensioneerden (BAG) Tahun 1949 menggunakan istilah

amtenaar, sebagai terjemahan dari istilah pegawai negeri1.

Kemudian oleh J.H.A. Logemann2 dalam bukunya Over de

theorie van een stellig staatssrecht, berpendapat bahwa yang

dimaksud dengan pegawai negeri (ambtenaar) adalah tiap pejabat

yang mempunyai hubungan dinas publik atau openbare

dienstbetrekking dengan negara. Hubungan dinas publik terjadi jika

seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada perintah dari

pemerintah untuk melakukan sesuatu, atau beberapa macam

jabatan tertentu dengan mendapatkan penghargaan berupa gaji

dan beberapa keuntungan lain.

Dengan demikian, pegawai negeri (ambtenaar) tidak sama

dengan pegawai swasta atau karyawan pada suatu perusahaan.

Untuk pegawai negeri digaji dan diberikan fasilitas oleh negara,

sedang pegawai swasta bisa saja mendapat fasilitas dari negara

tetapi tidak diberi gaji oleh negara.

Sehubungan dengan hal tersebut, sehingga di dalam UU.

Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43 Tahun 1999, khususnya

pada Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) disebut istilah CPNS. Namun

tidak diberikan definisi tentang apa yang sesungguhnya dimaksud

1 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1985, hal.

145. 2 Sudibyo Triatmodjo, Hukum Kepegawaian, mengenai Kedudukan Hak dan

Kewajiban Pegawai Negeri Sipil, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003 hal. 27.

Page 27: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dengan istilah CPNS, walaupun di dalam penjelasan Pasal 16 ayat

(3) dan ayat (4) UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43

Tahun 1999 ditegaskan, bahwa :

Ayat (3), berbunyi :

Setiap pelamar yang diterima harus melalui masa percobaan dan selama masa percobaan ia berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil. Selama dalam masa percobaan, kepada calon pegawai negeri sipil yang bersangkutan diberikan gaji pokok dan penghasilan lain menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (4), berbunyi :

Lamanya masa percobaan adalah sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan selama-lamanya 2 (dua) tahun. Apabila dalam masa percobaan itu ia dipandang tidak cakap, maka ia dikeluarkan dan apabila cakap diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Calon pegawai negeri sipil yang dalam waktu 1 (satu) tahun telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan, dengan segera diangkat menjadi pegawai negeri sipil.

Bertolak dari penjelasan Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) UU.

Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43 Tahun 1999, menjadi

cukup jelas bahwa yang dimaksud dengan CPNS adalah status

kepegawaian seseorang yang masih dalam masa percobaan untuk

menjadi pegawai negeri sipil. Sedang interval waktu lamanya masa

percobaan, ditetapkan sekurang-kurangnya untuk selama 1 (satu)

tahun dan paling lama untuk 2 (dua) tahun.

Selanjutnya pengertian normatif dari istilah pegawai negeri

termuat dalam Pasal 1 huruf a UU. Nomor 8 Tahun 1974 telah

Page 28: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dirubah melalui UU. Nomor 43 Tahun 1999, rumusannya sebagai

berikut :

Pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas

dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya

yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berkenaan dengan rumusan definisi normatif dari istilah

pegawai negeri tersebut, menjadi semakin jelas bahwa untuk dapat

dikatakan sebagai pegawai negeri harus memenuhi unsur-unsur

sebagai berikut :

a. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.

c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas negara

lainnya.

d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku3.

Dengan demikian, maka untuk dapat dikatakan sebagai

pegawai negeri harus memenuhi keempat syarat. Salah satu atau

lebih syarat tidak terpenuhi, maka tidak dapat dikatakan sebagai

pegawai negeri sebagaimana dimaksud Pasal 1 huruf a UU.

3 Sudibyo Triatmodjo, I b I d, 2003, hal. 28; dan Sastra Djatmika, Hukum

Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1985, hal. 8.

Page 29: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Nomor 8 Tahun 1974 telah dirubah melalui UU. Nomor 43 Tahun

1999.

Keberadaan pegawai negeri dimaksud, lebih diperjelas

dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) UU. Nomor 8 Tahun 1974 telah

dirubah melalui UU. Nomor 43 Tahun 1999, bahwa pegawai negeri

terdiri dari :

a. Pegawai Negeri Sipil (PNS).

b. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),

sekarang disebut TNI-Polri.

Kemudian di dalam rumusan Pasal 2 ayat (2) dan

Penjelasan UU. Nomor 8 Tahun 1974 telah dirubah melalui UU.

Nomor 43 Tahun 1999, lebih lanjut diklasifikasi pegawai negeri sipil

terdiri dari :

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat, yaitu :

1) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non

Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi

Negara, Instansi Vertikal di Daerah-daerah, dan

Kepaniteraan Pengadilan.

2) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan

Jawatan.

Page 30: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

3) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau

dipekerjakan pada Daerah Otonom.

4) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan sesuatu

peraturan perundang-undangan diperbantukan atau

dipekerjakan pada badan lain, seperti Perusahaan Umum,

Yayasan, dan lain-lain.

5) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas

negara lainnya, seperti Hakim pada Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi, dan lain-lain.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah; yaitu pegawai negeri sipil Daerah

Otonom.

c. Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah;

Sehubungan dengan klasifikasi pegawai negeri sipil tersebut,

menjadi semakin jelas bahwa yang dimaksudkan pegawai negeri

sipil, yaitu pegawai negeri sipil menurut norma atau kaidah hukum

yang diatur di dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) huruf a dan Pasal 2

ayat (2) huruf a point 1) UU. Nomor 8 Tahun 1974 dan

Penjelasannya sebagaimana telah dirubah melalui UU. Nomor 43

Tahun 1999. Pegawai negeri sipil dimaksud, baik yang

dipekerjakan maupun yang diperbantukan, baik yang ada di pusat

maupun yang ada di daerah.

Page 31: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

2. Pengertian Good Governance

Secara etimologi istilah good governance terdiri dari dua

suku kata, yakni good artinya kebaikan atau kebajikan dan

governance berarti kepemerintahan 4 . UNDP (United Nations

Development Programme) mendefinisikan governance sebagai

Penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna

mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata

pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses, dan

lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok masyarakat

mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,

memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di

antara mereka.

Dari definisi tersebut governance meliputi 3 (tiga) domain

yaitu negara (pemerintah), dunia usaha (swasta) dan masyarakat

yang saling berinteraksi. Arti good dalam good governance

mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi keinginan

rakyat, kemandirian, aspek fungsional dan pemerintahan yang

efektif dan efisien.

Sedang governanve menurut Bank Dunia, adalah the

manner in which power is exercised in management of a country’s

social and economic resources for development. Oleh karena itu,

4 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (An English-

Indonesian Dictionary), Gramedia, Jakarta, 1997, hal. 275 dan 277.

Page 32: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

sehingga penggunaan istilah good governance dalam berbagai

literatur diasumsikan sebagai tata pemerintahan yang baik.

Sehubungan dengan hal tersebut, sehingga Bank Dunia

mengartikan good governance sebagai pelayanan publik yang

efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan, pemerintahan

yang bertanggung jawab pada publik5. Sementara Muin Fahmal6

memahami good governance sebagai tata pemerintahan yang baik

yang mencerminkan kesinergian antara pemerintah, swasta, dan

masyarakat.

Merujuk pada sejarah hukum, good governance sebagai

suatu konsep pemerintahan tidak dikenal dalam hukum

administrasi, hukum tata negara maupun ilmu politik. Konsep ini

dilahirkan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu

Organisation for the Economic Coorperation and Development

(OECD). Jadi konsep ini mulai dikenal pada akhir perang dingin,

kolapsnya Sovyet Union sebagai simbol negara totaliter dan sistem

ekonomi yang terencana secara sentralistik7.

Kemudian konsep tersebut berkembang, dan sekarang

sudah menjadi tren bagi penyelenggaraan pemerintahan. Oleh

karena itu, maka secara terminologi istilah good governance

5 Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance,

LaksBang, Yogyakarta, 2005, hal. 185. 6 H.A. Muin Fahmal, Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam

Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, UI-Press, Yogyakarta, 2006, hal. 61. 7 Philipus M. Hadjon, Good Governance Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah, Meritokrasi VoI.I, No. I, Tahun 2002, hal. 9.

Page 33: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

diartikan sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara

dalam melaksanakan penyediaan barang dan jasa publik (public

goods and service). Agar good governance dapat menjadi

kenyataan dan berjalan dengan baik, dibutuhkan komitmen dan

keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah swasta dan rakyat8.

Berkenaan dengan itulah, maka secara konseptual

penggunaan istilah good governance mengandung dua

pemahaman, yakni9 :

a. Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan

nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam

pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan

berkelanjutan, dan keadilan sosial.

b. Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam

pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan.

3. Pengertian Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pada bagian ini akan dijelaskan arti dan makna dari istilah

pemerintah, sebagai suatu institusi yang oleh undang-undang diberi

wewenang untuk menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan.

Sedang tugas-tugas pemerintahan dimaksud, lebih berorientasi

kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Kemudian apabila

8 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka

Otonomi Daerah; Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, Mandar Maju, Bandung, 2003, hal. 2.

9 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), Mandar Maju,

Bandung, 2004, hal. 3.

Page 34: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dilakukan penelusuran melalui kamus hukum, maka dapatlah

diketahui bahwa kata pemerintah mengandung dua arti yakni

pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit10.

Pemerintah dalam arti luas oleh A.M. Donner, diistilahkan

sebagai pemerintah dalam arti tertinggi yaitu semua lembaga

negara yang terdiri dari lembaga-lembaga legislatif, eksekutif dan

yudikatif. Pemerintah yang demikian ini telah diungkapkan lebih

jauh oleh Baron de Montesqiue dalam konsep Trias Politica11, yang

membagi tiga kekuasaan sebagai berikut :

a. Kekuasaan membuat undang-undang (legislative power atau la

puissance legislative).

b. Kekuasaan menjalankan undang-undang termasuk berbagai

ketentuan perundang-undangan (executive power atau la

puissance executive).

c. Kekuasaan mengadili (judicatieve power atau la puissance de

juger).

Di antara ketiga kategori/klasifikasi pemerintah dalam arti

luas di atas, maka khusus untuk penelitian ini lebih ditekankan

pada pemerintah dalam arti pemegang kekuasaan untuk

menjalankan undang-undang ataupun peraturan perundang-

10

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum; Edisi Lengkap Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris,Aneka Semarang-Indonesia, Jakarta, 1979, 668.

11 Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1985, hal.

2-3.; Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara-Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Sinar Bakti, Jakarta, 1983,hal. 181.

Page 35: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

undangan (executive power atau la puissance executive). Wujud

dari klasifikasi pemerintah inilah, oleh hukum diberikan

kewenangan membuat dan menjalankan regulasi berkenaan

dengan pengadaan dan/atau penerimaan CPNS (Pasal 16 UU.

Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43 Tahun 1999).

Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam

pengadaan dan/atau CPNS harus disinerjikan antara teori

pemerintahan dengan teori hukum. Pensinergian dimaksud,

terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yang

dikenal sebagai negara hukum dan berpemerintahan hukum.

Sedang pemerintahan hukum menurut Immanuel Kant, yakni

penyelenggaraan negara harus bersesuaian dengan tujuan

hukum12. Kemudian tujuan hukum menurut W. Friedmann13, yakni;

keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Lagi pula harus

sesuai dengan sistem hukum yang komponennya terdiri atas

struktur, substansi, dan budaya hukum.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam

mempersoalkan teori pemerintahan berarti orientasi pemikiran

harus tertuju pada sistem pemerintahan. Setiap sistem

12 Mac Iver, Negara Moderen, Diterjemahkan oleh Moertono, Aksara Baru,

Jakarta, 1984, hal. 236. 13

Lawrence M. Friedman, The Lagal System, Asocial Science Perpractive., Russel Sage Foundation, New York, 1975, hal. 5-7 dan 14.

Page 36: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

pemerintahan senantiasa terdiri dari komponen-komponen dinamik,

antara lain :.

a. yang diperintah sebagai pemegang hak dengan pemerintah

sebagai pengemban kewajiban.

b. yang diperintah memberi kewenangan kepada pemerintah

sebagai pengemban tanggung jawab kepada yang diperintah14.

Selanjutnya ada negara-negara demokratis yang mengenal

sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan

presidential, Indonesia sendiri menganut sistem pemerintahan

presidential. Kemudian dalam membicarakan sistem pemerintahan,

berarti mempersoalkan bagaimana pembagian kekuasaan serta

hubungan yang terjalin di antara lembaga-lembaga negara dalam

menyelenggarakan kepentingan rakyat Indonesia.

Kemudian apabila sistem pemerintahan ditinjau dari segi

ajaran pembagian kekuasaan (bukan pemisahan kekuasaan

menurut Montesque) secara horizontal yang didasarkan atas sifat

tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda antara satu dengan

yang lainnya, konsekuensi juridisnya akan menimbulkan berbagai

macam kelembagaan dalam suatu negara. Sedang apabila ditelaah

lebih lanjut dari segi vertikal, maka secara ex officio akan

14

Taliziduhu Ndraha, Kibernology (ilmu pemerintahan Baru) 1, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 345.

Page 37: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

melahirkan garis hubungan antara pemerintah (pusat dan daerah)

dalam sistem desentralisasi dan dekonsentrasi15.

Dengan demikian, maka sistem pemerintahan dari segi

pembagian kekuasaan secara vertikal mengakui dan menghormati

keberadaan Pemerintahan Daerah, sebagaimana dianut Pasal 18,

18-A dan 18-B UUD Tahun 1945, telah diaktualisasikan melalui UU.

Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU. Nomor 8 Tahun 2005 juncto UU.

Nomor 12 Tahun 2008. Seharusnya pengakuan dan penghormatan

bersifat holistik, terutama mengenai pengadaan calon pegawai

negeri sipil.

Sebagaimana diketahui, bahwa pemerintahan merupakan

sebuah sistem multi proses yang bertujuan memenuhi dan

melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan jasa

publik dan layanan sipil. Sedang dimaksud dengan pemerintah

yakni organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan

berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui

hubungan pemerintahan16.

Sehubungan dengan hal tersebut, menjadi semakin jelas

bahwa eksistensi pemerintah daerah disini sebagai pelaksana

fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang diaplikasikan melalui

lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Pemerintah Daerah

15

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op Cit, 1983, hal. 171-181. 16

Taliziduhu Ndraha, Op Cit, 2003, hal. 5-6.

Page 38: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

(Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat Daerah) serta

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota).

Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam definisi kerja

disini, yakni Pemerintah Daerah Kabupaten yang terdiri dari Bupati

dan Perangkat Daerah. Kedua komponen inilah yang dijadikan

sasaran dan obyek pengawasan oleh aparat pengawas intern

Pemerintah dari Inspektorat sesuai PP. Nomor 79 Tahun 2005.

B. Teori Sosiologi Hukum Dalam Penegakan Hukum

Sebelum dikemukakan eksistensi teori-teori sosiologi hukum

dalam kaitannya dengan penegakan hukum, dipandang perlu untuk

terlebih dahulu dijelaskan makna yang terkandung dari kata teori itu

sendiri. Thomas S. Kuhn17 dianggap sebagai nilai-nilai ilmiah yang

melahirkan paradigma (cara pandang) orang yang berteori (bersifat

subjektif) tetapi dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang objektif. Oleh

karena itu, setiap ilmu pengetahuan senantiasa diawali dengan

pengetahuan-pengetahuan teoretik di dalam suatu kerangka dasar.

Mengingat eksistensi teori berada pada ranah ilmiah (ilmu

pengetahuan), sehingga dahulu dikatakan bahwa sebuah teori selalu

dapat dibuktikan benar ataukah salah. Namun bagi ilmuan masa kini,

17

Karhi Nisjar dan Winardi, Teori Sistem dan Pendekatan Sistem dan Bidang Manajemen, Mandar Maju, Bandung, 1997 : 1-5.

Page 39: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

mengatakan bahwa teori ilmiah tidak dapat dibuktikan konklusif benar

atau salah18 .

Selanjutnya dengan merujuk pada eksistensi teori dalam

perspektif ilmu pengetahuan, dipandang perlu dikemukakan hakikat

dari teori hukum yang dikemukakan oleh J.J.H. Bruggink 19 sebagai

suatu keseluruhan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan

dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan keputusan-

keputusan hukum, yang untuk suatu bagian penting sistem tersebut

memperoleh bentuk dalam hukum positif. Dan setiap teori hukum

seyogyanya dapat diuji (dites) dalam hal keajekan dan kemantapan

internalnya20 .

Berkenaan dengan itulah, maka dalam dunia ilmu suatu teori

senantiasa menempati kedudukan yang penting karena memberikan

sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang

dibicarakan secara lebih baik. Demikian pula halnya dengan teori

sosiologi hukum, senantiasa berupaya mengungkapkan keberadaan

hukum dalam kenyataan di tengah-tengah masyarakat.

Menurut teori sosiologi hukum, bahwa penegakan hukum itu

penting sebagai upaya pengaplikasian agar dapat terlaksana tujuan

hukum dalam masyarakat berupa perwujudan nilai-nilai keadilan,

18 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum (Mengingat,

Mengumpulkan, dan Membuka Kembali), Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 30. 19 Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.

Hal. 4. 20

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 6.

Page 40: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

kesebandingan, kepastian hukum, perlindungan hak, ketertiban,

kebahagiaan masyarakat21.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa setiap aparat penegak hukum

sebaiknya mempunyai keterampilan, ketelitian dan harus lebih selektif

mengantisifasi faktor-faktor yang berpengaruh. Antisipasi berbagai

kemungkinan adanya faktor-faktor berpengaruh, agar tujuan

penegakan hukum dapat diwujudkan sebagaimana seharusnya.

Setidak-tidaknya aparat penegak hukum, dapat mempertimbangkan

hal-hal, sebagai berikut :

1. Pemberian teladan kepatuhan hukum oleh aparat penegak hukum.

2. Sikap yang lugas dari para penegak hukum.

3. Penyesuaian peraturan yang berlaku dengan perkembangan

teknologi mutakhir.

4. Penerangan dan penyuluhan mengenai peraturan yang berlaku

terhadap masyarakat.

5. Memberi waktu yang cukup bagi masyarakat untuk memahami

peraturan yang baru dibuat22.

Di samping itu, patut pula memperhatikan faktor lain yang sering

mempengaruhi para aparat penegakan hukum dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya, sebagai berikut :

21

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1988, hal. 2.

22 Soerjono Soekanto, I b I d, 1988, hal. 4.

Page 41: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegak hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat dimana hukum tersebut diterapkan.

5. Faktor kebudayaan23.

Dengan merujuk pada kemungkinan adanya beberapa faktor

yang berpengaruh dalam rangka penegakan hukum, lalu muncul

pertanyaan menarik; faktor mana yang terkuat?, mana yang berperan

bila terjadi konflik?. Tidak satu-pun literatur memberikan jawaban yang

memuaskan, kemungkinan tidak akan ada satu jawaban umum, karena

sebagian besar bergantung pada subjek individual dan perilaku khusus

tertentu24.

Berkaitan dengan sistem hukum, Lawrence M. Friedman

mengemukakan teorinya bahwa dalam sebuah sistem hukum terdapat

tiga komponen penting yang saling mempengaruhi, yaitu : struktur

(structure), substansi (substance), dan budaya hukum (legal culture).

Struktur menyangkut aparat penegak hukum, kemudian substansi

meliputi perangkat perundang-undangan, dan budaya hukum

merupakan hukum yang hidup yang dianut dalam suatu masyarakat.

23

I b I d, 1988, hal. 5. 24

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System A Social Science Perspective),Diterjemahkan M. Khozim, Nusa Media, Bandung, 2009, hal. 156-161.

Page 42: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini : jumlah

dan ukuran pengadilan, yuridiksinya (termasuk kompetensi mengadili),

dan tata cara untuk naik banding dari pengadilan satu ke pengadilan

lainnya (berbicara mengenai hirarki pengadilan di Indonesia). Struktur

juga menyangkut bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh

dan tidak boleh dilakukan oleh Presiden, prosedur apa yang diikuti

oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan sebagainya. Jadi struktur

hukum (legal structure) terdiri dari lembaga hukum yang ada

dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada.

Substansi adalah aturan, norma dan pola prilaku nyata manusia

yang berada dalam sistem itu. Jadi substansi hukum menyangkut

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan

yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum

sehingga menghasilkan suatu produk, mencakup keputusan yang

mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.

Analisis lain terhadap kemungkinan adanya faktor berpengaruh

dalam rangka penegakan hukum, oleh Robert B. Seidman 25

mendalilkan; The Law of Nontransferability of Law (Hukum mengenai

tidak dapat dialihkannya hukum). Hasil penemuan Robert B. Seidman,

bahwa hukum suatu bangsa tidak dapat dialihkan begitu saja kepada

bangsa lain.

25

Bambang Santoso, Relevansi Pemikiran Teori Robert B. Seidman Tentang “The Law of non Transferability of the Law” dengan Upaya Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Majalah Yustitia Edisi Nomor 70 Januari-April, 2007, hal. 1-7.

Page 43: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Teori-teori sosiologi hukum di atas, patut mendapatkan

perhatian karena Indonesia adalah bekas jajahan Negara Belanda

yang secara ex officio pernah memberlakukan secara positif hukum

negaranya di Indonesia. Terlebih lagi bilamana dipertautkan dengan

fungsi hukum sebagai a tool of social engineering dan a tool of social

control. Oleh karena itu, hukum kepegawaian negara lain tidak relevan

untuk secara serta merta diberlakukan sebagai hukum positif di

Indonesia, dengan alasan demi terwujudnya prinsip good governance.

C. Prinsip Good Governance Dalam Penegakan Hukum Kepegawaian

Pada hakikatnya sejarah timbulnya prinsip good governance

(asas-asas umum pemerintahan yang baik), bermula dari adanya rasa

ketakutan sebagian masyarakat terhadap kebebasan bertindak (fries

ermessen) dari administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya

untuk mewujudkan welfare state atau social rechtsstaat.

Sementara yang dimaksud dengan administrasi negara, adalah

para penjabat atau ambtsdragers26. Pejabat tertuju pada orang yang

ada di belakang suatu jabatan, dia adalah subjek hukum yang padanya

melekat hak dan kewajiban termasuk kewajiban bertindak atas nama

jabatan. Tindakan dari pejabat (pemerintah pusat dan pemerintah

26

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1985, hal. 8.

Page 44: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

daerah) dapat berupa keputusan-keputusan, ketetapan-ketetapan

yang bersifat umum, serta tindakan hukum lain yang nyata.

Kemudian oleh Philipus M. Hadjon 27 , menyatakan bahwa

konsep pemerintahan yang bersih bukanlah suatu konsep yang

normatif. Oleh karena itu, tidak ada ukuran normatif tentang patokan

dan standarisasi pemerintahan yang bersih. Pernyataan ini cukup

menyesatkan sehingga harus ditolak, dengan alasan penolakan

karena bertentangan dengan muatan yang terkandung dalam UU.

Nomor 28 Tahun 1999. Padahal menurut teori hukum, bahwa setiap

undang-undang adalah normatif. Jika demikian, maka UU. Nomor 28

Tahun 1999 adalah normatif.

Selanjutnya perlu dikemukakan, bahwa setidak-tidaknya ada

tiga alasan sosiologis yang menjadi latar belakang dan dasar

pertimbangan dari pemerintah untuk kemudian mengundangkan UU.

Nomor 28 Tahun 1999, sebagai berikut :

1. Penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat

menentukan dalam rangka penyelenggaraan negara untuk

mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur.

2. Perlu meletakkan asas-asas penyelenggaraan negara untuk

mewujudkan penyelenggara negara yang mampu menjalankan

27

Philipus M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Airlangga University Press, Surabaya, 1994, hal. 7.

Page 45: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

fungsi dan tugas secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung

jawab.

3. Diperlukan landasan hukum untuk mencegah praktik korupsi, kolusi

dan nepotisme yang tidak hanya dilakukan antar penyelenggara

negara, melainkan juga antara penyelenggara negara dengan

pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan

eksistensi negara.

Apabila muatan yang tercantum di dalam UU. Nomor 28 Tahun

1999, dianalisis secara seksama dapat diketahui bahwa pembuat

undang-undang menghendaki agar prinsip good governance dapat

diaplikasi dan diimplementasikan pada setiap jenjang pemerintahan,

mulai dari pemerintah pusat sampai pada pemerintah yang ada di

daerah-daerah terutama dalam rangka penerimaan CPNS.

Pada semua tingkat pemerintahan (pusat dan daerah),

hendaknya mampu mengaktualisasikan prinsip-prinsip good

governance sebagaimana terkandung dalam Pasal 3 UU. Nomor 28

Tahun 1999 , meliputi :

1. Asas kepastian hukum; asas dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,

kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara

negara.

Page 46: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

2. Asas tertib penyelenggaraan negara; asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan negara.

3. Asas kepentingan umum; asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas keterbukaan; asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan

tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan

rahasia negara.

5. Asas proporsionalitas; asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6. Asas profesionalitas; asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

7. Asas akuntabilitas; asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan

dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai

pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Prinsip-prinsip good governance yang diatur dalam UU. Nomor

28 Tahun 1999, tetap menjadi dasar pertimbangan diundangkannya

PP. Nomor 96 Tahun 2000 yang kemudian dicabut dengan

Page 47: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

PP. Nomor 9 Tahun 2003. Dan terhadap pemerintah daerah yang

akan melakukan penerimaan CPNS, tetap harus memperhatikan

prinsip-prinsip good governance yang termuat dalam Pasal 20 ayat (1)

UU. Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU. Nomor 8 Tahun 2005 juncto

UU.Nomor 12 Tahun 2008 terdiri dari :

1. Asas kepastian hukum;

2. Asas tertib penyelenggaraan negara;

3. Asas kepentingan umum;

4. Asas keterbukaan;

5. Asas proporsionalitas;

6. Asas profesionalitas;

7. Asas akuntabilitas;

8. Asas efisiensi; dan

9. Asas efektivitas.

Asas-asas pemerintahan yang baik tersebut, tidak sekedar

dijadikan sebagai hiasan bibir belaka tetapi harus ditegakkan sesuai

ketentuan hukum yang berlaku. Penegakan hukum (law enforcement),

hendaknya dipahami sebagai aplikasi dan implementasi nyata dari

setiap regulasi. Sementara suatu regulasi selalu berorientasi pada

persoalan mengatur (ius contitutum, das sollen), pelaksanaan (ius

contituendum, das sein) terutama dalam rangka program pengadaan

dan atau penerimaan CPNS.

Page 48: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Agar ius contituendum atau das sein dapat diwujudkan dalam

kenyataan (empiris), maka secara ex officio diperlukan adanya

tindakan, aktivitas maupun tindakan dari segenap aparat penegak

hukum yang berorientasi pada penegakan hukum (law enforcement).

Hal ini penting dimaklumi karena menurut ilmu hukum bahwa hakikat

penegakan hukum itu merupakan ujung tombak terciptanya tatanan

hukum yang baik di dalam masyarakat, serta harus sesuai dengan

prinsip-prinsip good governance.

Penegakan hukum disini hendaknya dijadikan sebagai salah

satu upaya pengaplikasian agar dapat terlaksana tujuan hukum di

tengah-tengah masyarakat. Sedang tujuan hukum itu sendiri berupa

perwujudan nilai-nilai keadilan, kesebandingan, kepastian hukum,

perlindungan hak, ketertiban, dan kebahagiaan masyarakat.

Dengan demikian, maka dapatlah dikatakan bahwa penegakan

hukum substansinya adalah pelaksanaan hukum 28 . Sedang hukum

yang harus dilaksanakan adalah hukum positif 29 . Kemudian yang

dimaksud dengan hukum positif, yakni hukum yang sementara berlaku

atau diberlakukan dalam suatu negara. Hukum tersebut, adalah hukum

tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan (law in books).

28 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, 1988, hal. 134. 29

Bismar Siregar, Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, Rajawali Press, Jakarta, 1988, hal. 86.

Page 49: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Oleh karena itu, maka peraturan perundang-undangan haruslah

diterapkan, dilaksanakan dan ditegakkan sebagaimana seharusnya.

Pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik,

apabila didukung oleh kekuasaan yang diwujudkan dalam bentuk

kewenangan hukum (autority). Untuk mewujudkan penegakan hukum

harus didukung dengan kekuasaan atau wewenang hukum, karena

hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, sedang kekuasaan

tanpa hukum adalah kezaliman.

Kemudian apabila dianalisis dari pendekatan teori sistem,

dapatlah dikatakan bahwa hakikat penegakan hukum merupakan

suatu sistem yang bertalian dengan berbagai sub sistem, dan setiap

subsistem saling berkaitan dengan subsistem yang ada, antara lain :

1. Kelembagaan penegakan hukum;

2. Sumber daya penegak hukum;

3. Tata cara (mekanisme) penegakan hukum;

4. Prasarana dan sarana penegakan hukum30.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk terwujudnya prinsip-

prinsip good governance dalam rangka penerimaan CPNS, seperti

halnya penerimaan CPNS di kabupaten Bantaeng, maka prinsip good

governance mencakup akuntabilitas, transparansi dan kepastian

hukum. Dengan adanya ketiga prinsip-prinsip dimaksud, maka

30

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 16.

Page 50: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

penerimaan CPNS akan berjalan atau terlaksana sesuai dengan

aturan hukum yang berlaku, sehingga dapat menghilangkan akan

terjadi kolusi, korupsi dan nepotisme. Dari ketiga prinsip; akuntabilitas,

transparansi dan kepastian hukum dimaksud, penulis akan

memberikan uraian pada bab IV Pembahasan.

Pelaksanaan good governance dalam mewujudkan tujuan

hukum tidak ada alasan untuk tidak menegakkan asas-asas umum

pemerintahan yang bersih sebagaimana termuat dalam UU. Nomor 28

Tahun 1999. Kemudian di dalam penjelasan umum UU. Nomor 28

Tahun 1999, antara lain ditegaskan bahwa undang-undang ini memuat

ketentuan hukum yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan

masalah penegakan hukum. Sedang penegakan hukum itu sendiri,

merupakan salah satu ciri dan karakter dari suatu negara hukum.

Dengan demikian, maka penegakan hukum terhadap asas-asas

umum pemerintahan yang bersih (good governance), tidak hanya

diperuntukkan bagi pemerintah pusat semata. Akan tetapi juga

diperuntukkan bagi pemerintah daerah berdasarkan doktrin otonomi

daerah terutama dalam penerimaan CPNS, sebagaimana diatur dalam

UU. Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU. Nomor 8 Tahun 2005 juncto

UU. Nomor 12 Tahun 2008.

Page 51: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

D. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penerimaan Calon

Pegawai Negeri Sipil

Sebelum lebih lanjut dijelaskan kewenangan Pemerintah

Daerah dalam rangka penerimaan CPNS, dipandang perlu untuk

terlebih dahulu diberikan pemahaman tentang teori kewenangan. Hal

ini penting, karena tidak jarang ditemukan adanya kekeliruan dalam

pemaknaan dari istilah kekuasaan, kewenangan dan wewenang.

Fakta empiris membuktikan, bahwa kekuasaan sering begitu

saja disamakan dengan kewenangan dan kekuasaan sering

dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya.

Bahkan kewenangan sering disamakan dengan wewenang, kekuasaan

biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang

memerintah dan pihak lain yang diperintah (the rule and the ruled)31.

Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, yaitu

kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang. Sedangkan

wewenang adalah bagian tertentu dari kewenangan.

Apabila merujuk pengertian di atas, berpotensi terjadinya

kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum yang oleh Henc van

Maarrseven disebut blote matcht32. Sedang kekuasaan yang berkaitan

dengan hukum oleh Max Weber disebut wewenang rasional atau legal,

yakni wewenang berdasarkan suatu sistem hukum dan dipahami

31

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, 1998, hal. 35-36.

32 Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan

Masyarakat Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hal. 52.

Page 52: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh

masyarakat dan bahkan diperkuat oleh negara33.

Kemudian di dalam hukum publik, wewenang senantiasa

berkaitan dengan kekuasaan34. Sementara kekuasaan memiliki makna

yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki

Eksekutif, Legislatif, dan Judikatif adalah kekuasaan formal. Lagi pula

kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu negara dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu :

1. Hukum

2. Kewenangan (wewenang)

3. Keadilan

4. Kejujuran

5. Kebijakbestarian

6. Kebijakan35

Sehubungan dengan hal tersebut, menjadi semakin jelas bahwa

kekuasaan merupakan inti dari pada penyelenggaraan negara dalam

keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga negara itu dapat

berkiprah, bekerja, berkapisitas, berprestasi dan berkinerja melayani

warganya. Oleh karena itu, negara harus diberi kekuasaan. Sedang

kekuasaan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang atau

sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku

34 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang; Makalah, Universitas Airlangga,

Surabaya, Tanpa tahun penerbitan, hal. 1. 35

Rusadi Kantraprawira, Hukum dan Kekuasaan; Makalah, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1998, hal. 37-38.

Page 53: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

seseorang atau sekelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah

laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan orang atau negara36.

Kemudian agar kekuasaan dapat dijalankan, maka dibutuhkan

penguasa atau organ sehingga Negara dikonsepkan sebagai

himpunan jabatan-jabatan (een ambten complex) dimana jabatan itu

diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban

tertentu berdasarkan konstruksi subjek kewajiban 37 . Sedang yang

dimaksud hak menurut hukum merupakan suatu wewenang untuk

berbuat atau tidak berbuat, dan kewajiban merupakan tugas yang

dibebankan38

.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka kekuasaan mempunyai

dua aspek yakni aspek politik dan aspek hukum. Sedang kewenangan

hanya mempunyai satu aspek, yakni aspek hukum saja. Artinya;

kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber

dari luar konstitusi (inkonstitutional). Misalnya; melalui kudeta atau

perang, sedang kewenangan jelas bersumber dari konstitusi.

Bertolak dari teori kewenangan di atas, maka kewenangan

penerimaan CPNS yang ada pada pemerintah jelas bersumber dari

konstitusi (Pasal 15 dan 16 UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU.

Nomor 43 Tahun 1999). Pada tingkat pusat menjadi wewenang

Presiden, telah didistribusikan kepada Badan Kepegawaian Negara

36

Miriam Budiardjo, Op cit, 1998, hal. 35. 37

Rusadi Kantraprawira, Op cit, 1998, hal. 39. 38

Soerjono Soekanto, Tata Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah; Bidang Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal. 7-8.

Page 54: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dan Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

setelah mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dari

Menteri Keuangan. Dan pada tingkat daerah menjadi wewenang

kepala daerah (Gubernur/ Bupati/Walikota), wewenang mana telah

didistribusikan kepada Badan Kepegawaian Daerah39.

Apabila ditinjau dari ajaran kewenangan, dimana istilah

wewenang disebut juga delegasi yang berorientasi pada pelimpahan

wewenang (pendelegasian wewenang). Pendelegasian wewenang

perundang-undangan justru menimbulkan spanning antara norma dan

kenyataan, sebagai suatu penyimpangan praktik dari apa yang

seharusnya menurut ketentuan-ketentuan (norma-norma) hukum40.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa pendelegasian wewenang itu

dapat dibedakan antara totaled a partielle Delegation dan spetielle

Delegation. Yang dimaksud totale Delegation yakni jenis

pendelegasian yang meliputi keseluruhan kompetensi tertentu dari

pihak yang mendelegasikan, sedang partielle Delegation hanya

meliputi sebagian kompetensi khusus tersebut. Apabila negara

menyerahkan kompetensi sepenuhnya kepada sesuatu subjek lain,

misalnya kepada provinsi-provinsinya, maka berartilah negara

mengakhiri wujudnya (bestaan) sendiri. Juga pendelegasian sesuatu

39

Sri Hartini, Setiajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajat, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 92-93.

40 Mustamin Dg. Matutu, Abdul Latief dan Hikmawati Mustamin, Mandat,

Delegasi, Attribusi dan Implementasinya di Indonesia, UII-Press, Yogyakarta, 2004, hal. 60.

Page 55: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

kompetensi khusus (tersendiri), hampir selalu mengenai sebagian

saja41.

Bertolak dari ajaran pendelegasian wewenang tersebut,

kemudian dipertautkan dengan norma hukum yang termuat di dalam

rumusan Pasal 129 ayat (1) dan ayat (2) UU. Nomor 8 Tahun 1974

juncto UU. Nomor 43 Tahun 1999. Hasil pertautan antara teori hukum

tentang pendelegasian wewenang dengan norma hukum yang termuat

di dalam berbagai regulasi, menjadi semakin jelas bahwa dalam hal

penerimaan CPNS di daerah-daerah dapat dikategorikan sebagai

partielle Delegation. Artinya hanya sebagian khusus saja dari

kompetensi pemerintah pusat yang didelegasikan menjadi wewenang

pemerintah daerah, yakni khusus dalam hal kepegawaian saja.

Di dalam rumusan Pasal 129 ayat (1) dan ayat (2) UU. Nomor 8

Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43 Tahun 1999, secara tegas

menyatakan bahwa pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen

pegawai negeri sipil daerah dalam suatu kesatuan penyelenggaraan

manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Meliputi; penetapan

formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,

penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban,

kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian

jumlah.

41

Mustamin Dg. Matutu, Abdul Latief dan Hikmawati Mustamin, Op Cit, 2004, hal. 72-73.

Page 56: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Kemudian tujuan manajemen pegawai negeri sipil menurut

rumusan Pasal 12 UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43

Tahun 1999, diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas

pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan

berhasilguna. Oleh karena itu, sehingga wajar dan patut apabila

penerimaan CPNS diorientasikan pada profesional, bertanggung

jawab, jujur, adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan

sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititik beratkan pada sistem

prestasi kerja.

Dengan merujuk pada rumusan Pasal 12 dan Pasal 129 ayat (1)

dan ayat (2) UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43 Tahun

1999, maka dalam hal penerimaan CPNS daerah provinsi menjadi

wewenang Gubernur dibantu oleh Badan Kepawaian Daerah provinsi.

Sedang untuk daerah kabupaten/kota menjadi wewenang

Bupati/Walikota dibantu oleh Badan Kepagawaian Daerah

kabupaten/kota, tetapi masih harus terlebih dahulu dikoordinasikan

kepada Gubernur. Pelaksanaan koordinasi dimaksud, harus sesuai

dengan prinsip-prinsip good governance.

Page 57: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

E. Syarat-syarat, Tata Cara dan Prosedur Penerimaan Calon Pegawai

Negeri Sipil

1. Syarat-syarat Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil

Syarat-syarat untuk menjadi CPNS termuat di dalam

rumusan Pasal 16 ayat (2) UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU.

Nomor 43 Tahun 1999, bahwa setiap warga negara Republik

Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar

menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan. Kemudian diperjelas dalam penjelasan pasal tersebut,

bahwa harus didasarkan atas syarat-syarat objektif yang telah

ditentukan, dan tidak boleh didasarkan atas jenis kelamin, suku,

ras, agama, golongan, atau daerah.

Syarat-syarat normatif untuk menjadi CPNS di atas,

tampaknya merujuk pada norma hukum yang diatur dalam Pasal 28

D ayat (3) dan ayat (4) UUD Tahun 1945 ditegaskan, bahwa setiap

orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan

yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Kemudian lebih

dipertegas lagi, bahwa setiap warga negara berhak memperoleh

kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Walaupun demikian, harus diakui bahwa syarat-syarat

objektif dimaksud tidak disebutkan secara limitatif di dalam

rumusan Pasal 16 ayat (2) UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU.

Nomor 43 Tahun 1999. Oleh karena itu, sehingga syarat-syarat

Page 58: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

untuk menjadi CPNS ditetapkan dalam Pasal 6 PP. Nomor 11

Tahun 2002, antara lain :

a. Warga negara Indonesia;

b. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan

setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;

c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan

putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum

yang tetap, karena melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan.

d. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas

permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai

Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai

pegawai swasta;

e. Tidak berkedudukan sebagai calon/Pegawai Negeri;

f. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan keterampilan

yang diperlukan;

g. Berkelakuan baik;

h. Sehat jasmani dan rohani;

i. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh

pemerintah; dan

j. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan42.

42

Nur Alam dan Harmon Harun, Himpunan Undang-undang Kepegawaian 2002-2003 , Reformasi Administrasi Publik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 117.

Page 59: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Syarat-syarat untuk menjadi CPNS di atas, memperbaiki

dan menyempurnakan syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 2

PP. Nomor 6 Tahun 1976 juncto Surat Edaran Kepala BAKN Nomor

05/SE/1976. Khususnya mengenai syarat batas usia maksimal dari

40 (empat puluh) tahun menjadi 35 (tiga puluh lima) tahun. Selain itu

masih ada syarat-syarat khusus, yakni syarat-syarat yang ditetapkan

oleh instansi pemerintah yang membutuhkan pegawai negeri sipil43.

2. Tata Cara dan Prosedur Penerimaan Calon Pegawai Negeri

Sipil

Pada prinsipnya penerimaan CPNS harus melalui tata cara

dan prosedur perekrutan yang telah ditetapkan di dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku, karena kegiatan ini senantiasa

terkait dengan masalah kemampuan keuangan Negara untuk

membiayai anggaran belanja rutin pegawai negeri sipil. Oleh

karena itu, wajar dan patut apabila penerimaan CPNS harus

direncanakan sedemikian rupa dan dengan mempertimbangkan

masukan tentang ketersediaan anggaran dari Menteri Keuangan.

Pelaksanaan perekrutan CPNS merupakan kegiatan untuk

melakukan analisis jabatan atau analisis pekerjaan yang berisikan

uraian pekerjaan. Sedang uraian pekerjaan menjelaskan tentang

rincian tugas serta tanggung jawab, juga kondisi perekrutan

pekerjaan. Adapun indikator yang dipergunakan untuk menjelaskan

43 Sudibyo Triatmodjo, Op Cit, hal, hal. 51-52.

Page 60: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap calon

peserta, terkait dengan persyaratan untuk memangku suatu

jabatan44.

Tata cara dan prosedur penerimaan CPNS, mempunyai sifat

kekhususan tersendiri. Kekhususan dimaksud, karena harus

melalui proses perencanaan yang mantap.

a. Proses perencanaan

Mengenai tahapan proses perencanaan pengadaan

dan/atau penerimaan CPNS, dapat diklasifikasi atas :

1) Penyusunan jadwal kegiatan, meliputi :

a) Inventarisasi lowongan jabatan sesuai formasi serta

syarat jabatan.

b) Pengumuman akan dilaksanakannya pengadaan CPNS.

c) Penyiapan materi ujian.

d) Penyiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

e) Pengajuan lamaran.

f) Pelaksanaan penyaringan.

g) Pengumuman kelulusan.

h) Pengangkatan menjadi CPNS.

2) Perhitungan biaya, berorientasi pada perencanaan

pengadaan dan/atau penerimaan CPNS harus

44 Harsono dan Nur Hayati, Perencanaan Kepegawaian (Perencanaan

Kepegawaian, Analisa Jabatan, Formasi Pegawai Negeri Sipil, Rekrutmen/Pengadaan Pegawai, Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan PNS), Fokus Media, Bandung, 2010, hal. 42.

Page 61: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

memperhitungkan penyediaan gaji dan biaya

penyelenggaraan pengadaan dan/atau penerimaan CPNS.

Selanjutnya mengenai perencanaan pengadaan

dan/atau penerimaan CPNS, harus sesuai dengan ketentuan

hukum yang termuat dalam rumusan Pasal 4 PP. Nomor 11

Tahun 2002. Perencanaan pengadaan dan/atau penerimaan

CPNS, dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai batas

formasi yang telah ditetapkan, dengan memprioritaskan :

1) Pegawai pelimpahan atau penarikan dari

Departemen/Lembaga Pemerintah Non

Departemen/Pemerintah Daerah yang memiliki kelebihan

pegawai.

2) Siswa atau mahasiswa ikatan dinas, setelah lulus dari

pendidikannya.

3) Tenaga medis dan para medis yang telah selesai

melaksanakan masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.

4) Dokter kontrak dan bidan kontrak.

5) Guru tidak tetap, guru bantu dan guru kontrak.

6) Pegawai penyuluh lapangan pertanian dan keluarga

berencana.

Page 62: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

b. Pengumuman

1) Untuk mengisi formasi yang lowong harus diumumkan

seluas-luasnya melalui media elektronik, media massa,

internet, dan papan pengumuman.

2) Pengumuman Badan Kepegawaian Daerah yang tersedia

dan/atau bentuk lainnya yang mungkin digunakan, sehingga

pengadaan CPNS diketahui oleh halayak umum.

3) Pengumuman dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari

sebelum tanggal penerimaan lamaran.

4) Pengumuman dengan mencantumkan :

- Jumlah dan jenis jabatan yang lowong.

- Kualitas pendidikan yang dibutuhkian.

- Alamat dan tempat lamaran ditujukan.

- Batas waktu pengajuan surat lamaran.

- Waktu dan tempat seleksi.

- Materi-materi pelajaran yang akan diujikan.

- Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar.

- Dan lain-lain yang dianggap perlu.

c. Pelamaran

1) Setiap pelamar harus mengajukan surat lamaran yang ditulis

dengan tulisan tangan sendiri ditujukan kepada Pejabat

Pembina Kepegawaian instansi yang bersangkutan.

Page 63: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

2) Di dalam surat lamaran, harus dilampirkan fotocopy

STTB/ijazah, kartu tanda pencari kerja, dan pas photo sesuai

jumlah dan ukuran yang ditentukan.

d. Penyaringan

1) Pemeriksaan administrasi.

2) Panitia ujian.

3) Materi ujian.

4) Pemanggilan pelamar.

5) Pelaksanaan ujian (test).

e. Penentuan kelulusan

1) Pejabat Pembina Kepegawaian setelah menerima daftar

nama dan nomor serta nilai peserta dari Panitia Ujian,

menetapkan pelamar yang dinyatakan diterima berdasarkan

urutan nilai tertinggi sesuai jumlah lowongan dan kualitas

pendidikan yang tersedia.

2) Mengumumkan nomor peserta ujian yang ditetapkan

diterima melalui media massa dan/atau dalam bentuk

lainnya.

3) Pelamar yang ditetapkan diterima, kepadanya disampaikan

pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat.

4) Pelamar yang diterima harus melaporkan diri pada pejabat

yang berwenang.

Page 64: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

5) Batas waktu melaporkan diri sekurang-kurangnya 14 (empat

belas) hari terhitung mulai tanggal dikirimkan surat

pemberitahuan.

f. Pengangkatan CPNS

1) Pelamar yang ditetapkan diterima, wajib melengkapi dan

menyerahkan kelengkapan administrasi kepada Pejabat

Permbina Kepegawaian.

2) Tidak terpenuhinya salah satu kelengkapan administrasi,

tidak dapat diangkat menjadi CPNS.

3) Pemberian nomor identitas pegawai negeri sipil, dan surat

keputusan pengangkatan sebagai CPNS.

F. Kerangka Konseptual

Pada hakikatnya UUD Tahun 1945 telah menetapkan, bahwa

pemerintah (pusat dan daerah) berkewajiban mengusahakan lapangan

kerja bagi warga masyarakat, termasuk memberikan kesempatan

kepada setiap penduduk yang memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan untuk

melamar menjadi CPNS.

Pelaksanaan kewajiban pemerintah (pusat dan daerah)

dimaksud, tidak boleh didasarkan atas kesewenang-wenangan karena

bertentangan dengan jiwa dan semangat negara hukum (rechtstaat)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945.

Page 65: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Akan tetapi pelaksanaannya harus mengindahkan norma hukum yang

termuat dalam UU. Nomor 8 Tahun 1974 juncto UU. Nomor 43 Tahun

1999, berikut berbagai peraturan pelaksanaannya. Hal ini

dimaksudkan, agar pelaksanaan penerimaan CPNS tetap

mencerminkan prinsip-prinsip good governance dan nilai-nilai yang

terkandung di dalam suatu rechtsstaat.

Di samping itu, pemerintah (pusat dan daerah) dalam rangka

penerimaan CPNS harus senantiasa berusaha untuk menerapkan

prinsip-prinsip good governance sebagaimana diatur dalam UU. Nomor

28 Tahun 1999, terutama terhadap asas akuntabilitas, transparansi

dan penegakan hukum. Penerapan ketiga prinsip ini dalam rangka

penerimaan CPNS, dimaksudkan agar seluruh warga masyarakat

mempunyai kesempatan dan hak yang sama (equity before of the law)

untuk mengajukan lamaran menjadi CPNS. Apabila penerimaan CPNS

didasarkan atas hubungan kekeluargaan, kekerabatan, atau KKN,

berarti menyalahi ketentuan hukum yang berlaku.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penerapan prinsip

equity before of the law dalam rangka penerimaan CPNS berarti

terbuka kesempatan yang luas untuk mendapatkan CPNS yang

berkualitas dan sesuai disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki para

CPNS dalam mengisi formasi yang tersedia di Kabupaten Bantaeng.

Setidak-tidaknya melalui seleksi yang ketat dan proporsional,

diharapkan agar CPNS yang dinyatakan lulus dalam seleksi tidak

Page 66: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

didasarkan atas pertimbangan loby-loby, ketebalan amplop suap, atau

karena pertemanan, maupun karena adanya hubungan kekeluargaan

yang bernuansa pada terciptanya KKN.

Walaupun berbagai regulasi telah mengatur syarat-syarat, tata

cara dan prosedur penerimaan CPNS, namun tidak dapat disangkal

kemungkinan adanya berbagai faktor berpengaruh yang secara faktual

akan mempengaruhi penerapan prinsip akuntabilitas, transparansi dan

kepastian hukum di Kabupaten Bantaeng. Untuk maksud tersebut, di

bawah ini digambarkan diagram konseptual yang menjadi dasar dan

kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

Page 67: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Diagram Kerangka Konseptual

DASAR HUKUM

UUD 1945

UU. No. 8/1974

UU. No. 43/1999

UU. No. 32/2004

UU. No. 8/ 2005

UU. No. 28/1999.

Tercapainya Penerimaan

CPNS yang Sesuai Prinsip

Good Governance

Implementasi Prinsip Good Governance

dalam Penerimaan CPNS

1. Implementasi Prinsip Transparansi

2. Implementasi Prinsip Akuntabilitas

3. Implementasi Prinsip Kepastian Hukum

Faktor Berpengaruh

Terhadap Implementasi

Prinsip Good Governance

dalam Penerimaan CPNS

1. Substansi Hukum 2. Penegak Hukum 3. Budaya Hukum 4. Kesadaran Hukum

5. Kemampuan SDM

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

Page 68: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

G. Definisi Operasional

1. Hukum adalah seperangkat norma atau kaidah yang berisi perintah,

larangan dan anjuran yang harus ditaati, dipatuhi dan dilaksanakan

demi tegaknya hukum.

2. Penegakan hukum adalah upaya yang dilakukan pejabat

pemerintah daerah dalam rangka mengaktualisasikan norma atau

kaidah hukum kepegawaian yang tersebar didalam berbagai

peraturan perundang-undangan.

3. Good governance adalah tata pemerintahan yang baik.

4. Pegawai negeri sipil adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas

dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya

yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Calon pegawai negeri sipil adalah status kepegawaian seseorang

yang masih dalam masa percobaan. Sedang interval waktu

lamanya sama percobaan, ditetapkan sekurang-kurangnya untuk

selama 1 (satu) tahun dan paling lama untuk 2 (dua) tahun.

6. Akuntabilitas adalah suatu perwujudan kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran

Page 69: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang

dilaksanakan secara periodik.

7. Transparansi atau keterbukaan adalah asas yang membuka diri

terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,

jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaran negara

dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi, pribadi,

golongan, dan rahasia Negara.

8. Kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,

kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaran

negara.

9. Substansi hukum adalah keseluruhan norma hukum yang tersebar

dalam berbagai peraturan perundang-undangan sepanjang norma

hukum itu mengatur pelaksanaan penerimaan CPNS.

10. Penegak hukum adalah orang yang melaksanakan hukum terutama

aparat penegak hukum, dalam hal ini tertuju pada pejabat

pemerintah daerah yang diserahi tugas dan tanggung jawab oleh

peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan seleksi

penerimaan CPNS.

11. Budaya hukum adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku atau

diberlakukan menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dari

kegiatan pemerintah daerah dalam rangka penerimaan CPNS.

Page 70: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

12. Kesadaran hukum adalah kepatuhan dan ketaatan seseorang

untuk mengaktualisasikan norma atau kaidah hukum dalam rangka

penerimaan CPNS.

13. Kemampuan SDM adalah keadaan pribadi dari pejabat pemerintah

daerah yang diserahi tugas penerimaan CPNS dan masyarakat

yang mengajukan lamaran untuk menjadi CPNS

Page 71: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung di Kabupaten Bantaeng, sebagai

salah satu pemerintahan daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang

sampai sekarang penerimaan CPNS masih bermasalah. Penelitian

difokuskan pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Bantaeng, khususnya bagi pejabat yang diserahi tugas dan tanggung

jawab melaksanakan kegiatan penerimaan CPNS.

Di samping itu, untuk memperoleh data sehubungan dengan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, maka penelitian ini juga

dilaksanakan pada Kantor Bupati Bantaeng, Kantor Sekretariat Daerah

Kabupaten Bantaeng, Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Bantaeng, sekaligus mendatangi para pemerhati hukum

dan praktisi hukum yang ada di Kabupaten Bantaeng, serta tempat

kediaman beberapa warga masyarakat yang pernah mengajukan

lamaran untuk menjadi CPNS di Kabupaten Bantaeng.

B. Populasi dan Sampel

Dimaksudkan dengan populasi yakni keseluruhan atau

himpunan dengan ciri yang sama, dapat berupa himpunan orang

(subyek hukum) pemangku hak dan kewajiban. Dengan merujuk pada

pengertian di atas, berarti jumlah narasumber terlalu banyak, karena

Page 72: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

menyangkut semua CPNS dan semua aparat instansi yang terlibat

dalam penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, mengingat

jumlahnya terlalu besar dan nyata tidak akan efektif dan tidak efisien

diteliti, maka cukup beralasan apabila dilakukan penarikan sampel

secara acak (random samping). Dimana hasil penarikan sampel

tersebut, dapat mewakili responden lain untuk kepentingan CPNS dan

aparat instansi yang terlibat dalam penerimaan, pelaksanan dan

pengumuman CPNS yang ada di Kabupaten Bantaeng.

Penelitian ini terlebih dahulu menetapkan sampel sebanyak 35

orang, keseluruhannya akan dijadikan responden, sebagai berikut :

1. Aparat pemerintah daerah Kabupaten Bantaeng, sebanyak 5

responden, yakni :

a. Kepala Badan Kepegawaian.

b. Beberapa orang staf pada Kantor BKD Kabupaten Bantaeng.

2. Anggota DPRD Bantaeng, sebanyak 5 responden.

3. Aparat Badan Kepegawaian Daerah Bantaeng, sebanyak 5

responden.

4. Pelamar dan calon pegawai negeri sipil sebanyak 10 responden.

5. Praktisi dari unsur pengacara serta pemerhati hukum dari unsur

LSM sebanyak 10 responden.

Page 73: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

C. Jenis dan Sumber Data

Wujud penelitian ini bersifat normatif dan sosiologis dengan

harapan dapat mempermudah perolehan dua jenis data dari sumber

data yang berlainan, sebagai berikut :

1. Data primer, bersifat sosiologis dan empiris karena diperoleh dan

bersumber secara langsung dari responden melalui teknik

wawancara dan pengedaran daftar pertanyaan (kuesioner). Melalui

data primer ini, akan ditemukan fakta juridis berkenaan dengan

berbagai aspek dari penerapan prinsip-prinsip good governance

dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil di Kabupaten

Bantaeng.

2. Data sekunder, bersifat normatif sekaligus sebagai data pendukung

yang sumbernya dapat dipercaya. Data sekunder ini diperoleh dan

bersumber dari penelitian kepustakaan, meliputi :

a. Peraturan perundang-undangan yang di dalamnya mengatur

asas, norma dan kaidah hukum yang berorientasi pada

penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penerimaan

calon pegawai negeri sipil di Kabupaten Bantaeng.

b. Buku literatur yang di dalamnya memberikan petunjuk dan

penjelasan yang akan dijadikan acuan dalam rangka

memberdayakan prinsip-prinsip good governance dalam

penerimaan calon pegawai negeri sipil di Kabupaten Bantaeng.

Page 74: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data primer dan data sekunder,

dipergunakan teknik pengumpulan data, sebagai berikut :

1. Penelitian lapangan, bertujuan untuk memperoleh fakta berkenaan

dengan penerapan prinsip-prinsip good governance dengan cara

melihat dan terlibat langsung pada saat penerimaan CPNS, guna

mengetahui secara seksama upaya yang dilakukan oleh aparat

pemerintah yang diberi tugas melakukan penerimaan calon

pegawai negeri sipil di Kabupaten Bantaeng.

2. Penelitian kepustakaan, bertujuan untuk memperoleh data yang

akurat dan ilmiah yang dapat memberikan dukungan terhadap

penerapan prinsip-prinsip good governance bagi aparat pemerintah

dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil di Kabupaten

Bantaeng.

E. Analisis Data

Pada prinsipnya semua data primer dan data sekunder yang

berhasil dihimpun selama berlangsungnya penelitian, selanjutnya akan

disusun secara sistematis menurut jenis dan sumber data. Upaya ini

dimaksudkan, agar dapat lebih mempermudah untuk menganalisis

data yang tersedia.

Analisis data dilakukan untuk menseleksi validitas dan

keabsahan dari suatu data yang diperoleh dari hasil penelitian,

Page 75: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

sehingga diperoleh data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya. Hasil analisis data, kemudian dituangkan dengan

menggunakan metode pembahasan secara deskriptif.

Page 76: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Prinsip Good Governance Dalam Penerimaan CPNS

di Kabupaten Bantaeng.

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa dengan

bergulirnya semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan

aparatur negara yang mampu mendukung kelancaran dan

keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan

pemerintah negara dan pembangunan dengan mempraktekkan

prinsip-prinsip good governance.

Di samping itu, masyarakat menuntut agar pemerintah

memberikan perhatian khusus terhadap penanggulangan kolusi,

korupsi dan nepotisme, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih

dan mampu menyediakan public goods and services sebagaimana

diharapkan oleh masyarakat.

Prinsip good governance sebagaimana termuat pada UU No.

28 tahun 1999, merupakan komponen atau prinsip yang melandasi

tata pemerintahan yang baik. Namun dalam rangka penerimaan CPNS

di Kabupaten Bantaeng, paling tidak ada sejumlah prinsip yang dapat

dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good

governance, yakni :

Page 77: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

1. Akuntabilitas;

2. Transparansi dan

3. Kepastian Hukum;

Ketiga prinsip utama diatas, tidaklah dapat berjalan sendiri-

sendiri, harus ada hubungan yang sangat erat dan saling

mempengaruhi dalam mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih.

Dari ketiga prinsip dimaksud akan diuraikan sebagai berikut :

1. Implementasi Prinsip Akuntabilitas

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu,

bahwa penyelenggaraan pelaksanaan penerimaan CPNS

merupakan kompetensi absolut dari pemerintah (eksekutif). Oleh

karena itu, secara normatif dan sosiologis menghendaki agar

aparat pemerintah yang diberi wewenang oleh undang-undang

untuk menyelenggarakan dan melaksanakan penerimaan CPNS

haruslah patuh dan taat terhadap prinsip akuntabilitas. Hal ini

penting diaplikasikan dalam praktik pemerintahan, karena asas

akuntabilitas merupakan salah satu prinsip good governance

sebagaimana dimaksud dalam UU. Nomor 28 Tahun 1999 (das

sollen).

Pada hakikatnya penerapan prinsip akuntabilitas dalam

rangka penyelenggaraan penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng, lebih berorientasi kepada penentuan setiap aktivitas

atau kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan

Page 78: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

penerimaan CPNS sedapat mungkin harus dapat

dipertanggungjawabkan sesuai sesuai norma hukum yang termuat

di dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (hukum positif). Namun secara faktual, ternyata prinsip

akuntabilitas dalam rangka penyelenggaraan CPNS belum

terlaksana sebagaimana seharusnya di Kabupaten Bantaeng (das

sein).

Di samping itu, penerapan prinsip akuntabilitas dalam

rangka penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng sudah teruji. Hal

ini terlihat dari ditolaknya gugatan para penggugat (Elly Sulpiana,

dkk) dalam sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud

dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor

24/G/2009/PTUN.Mks. Penolakan gugatan penggugat tersebut,

secara mutatis mutandis ternyata pihak tergugat yang dalam hal ini

Bupati Bantaeng adalah pihak yang memenangkan perkara tata

usaha negara yang bersangkutan, karena mampu

mempertanggungjawabkan kedua putusan yang telah diterbitkan

(objek sengketa) berkenaan dengan penerimaan CPNS tahun 2008

di Kabupaten Bantaeng.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka tergugat (Bupati

Bantaeng) dengan telah dimenangkannya perkara tata usaha

negara sesuai putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar

Nomor 24/G/2009/PTUN.Mks telah berkekuatan hukum tetap

Page 79: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

(inkracht) berarti pejabat tata usaha negara sudah dapat

menerbitkan surat keputusan pengangkatan CPNS tahun 2008

Kabupaten Bantaeng, sebagaimana telah diumumkan dan

dinyatakan lulus ujian seleksi CPNS berdasarkan :

a. Surat Keputusan Nomor 800/1267/BKD/2008, tanggal 27

Desember 2008 tentang Daftar Calon Pegawai Negeri Sipil yang

dinyatakan Lulus Formasi Tahun 2008, Type A (Div-S1), Type B

(D.II – D.III);

b. Surat Keputusan Nomor 800/22/BKD/2009, tanggal 11 Januari

2009 tentang Daftar Nama-nama Pelamar Calon Pegawai

Negeri Sipil Daerah yang dinyatakan Lulus Seleksi Calon

Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Bantaeng Formasi

Tahun 2008/Revisi.

Selanjutnya Harian Fajar 45 , memberitakan, bahwa

Inspektorat temukan 8 (delapan) kecurangan BKD Bantaeng dalam

perekrutan CPNS formasi tahun 2009 di Bantaeng, sebagai berikut:

a. Menyimpang dari surat Men.Pan, BKN dan rapat koordinasi

antara Sekkab dan BKDD.

b. Meluluskan dua orang peserta yang masih tersangkut proses

PTUN, terkait proses CPNS tahun 2008 masing-masing Rudi

Basri, SPd Nomor peserta 121001145 formasi guru penjaskes,

45

Harian Fajar, Inspektorat Temukan 8 Kecurangan, 21 Januari 2010.

Page 80: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dan Afrianti Dewi Sari, Spd Nomor peserta 12101474 formasi

guru bahasa Indonesia.

c. Meluluskan peserta yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus

berkas yakni : Rahmat, ST Nomor peserta 12100475 formasi

pengawasan keselamatan pelayaran (kelulusannya sudah

dianulir), Misnawati Nomor peserta 12101114 formasi guru TK,

dan Darmawati Nomor peserta 12101112 formasi guru TK

(menggunakan ijazah PGTKI yang tidak diakomodir).

d. Meluluskan dua orang peserta yang terindikasi penggunakan

ijazah Akta IV palsu, Sulkifli Nomor peserta 12101152 formasi

guru penjaskes, dan Nur Iftita Nomor peserta 1210860 formasi

guru budi daya pertanian.

e. Mengakomodir peserta yang berijazah LP3I, yang oleh Dirjen

Pendidikan Tinggi Depdiknas tidak diakui, yakni Helmianah

Nomor peserta 12200448 formasi Verifikator keuangan.

f. Peserta bernama Titik Muliyati Muchtar dengan Nomor peserta

12200597 pada formasi guru kelas dinyatakan lulus pada hal

ferifikasi menggunakan transkrip nilai palsu.

g. Peserta bernama Israk, A dengan nomor peserta 1200515 pada

formasi guru kelas pada hal ijazah DII Instruktur Baca Tulis dan

Terjemahan Al Qur’an.

Page 81: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

h. Peserta bernama Rosma dengan Nomor peserta 12200568

pada formasi guru kelas dinyatakan lulus pada hal ijazah DII

program studi PGSDI/MI yang tidak sesuai kualifikasi.

Menurut hemat Penulis, bahwa terhadap kasus palsu-

memalsu dalam proses penerimaan CPNS tampak sudah sudah

menjadi budaya hukum di Indonesia. Hal ini terungkap di

Kabupaten Jeneponto, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri

Jeneponto perkara pidana Nomor 33/Pid.B/2011/PN.Jo, oleh

majelis hakim dalam dictum putum putusannya menyatakan

terdakwa I; Iskandar bin H. Nasir, terdakwa II; Irfan Djaja bin

Basineng Djaja, terdakwa III; Dodi Nurdiarto bin Widiyarto,

terdakwa IV; Ramlah K binti Kuma, dan terdakwa V; Asmirah Dewi

binti Muhtar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “secara bersama-sama memakai surat

palsu”. Oleh karena itu, para terdakwa dipidana dengan pidana

penjara masing-masing selama 5 (lima) bulan.

Demikian pula halnya dengan putusan Pengadilan Negeri

Takalar dalam perkara pidana Nomor 69/Pid.B/2009/PN.Tk dalam

amar putusannya menyatakan terdakwa Muhammad Qadar bin

Parinringi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “menggunakan surat palsu atau yang

dipalsukan” berupa ijazah dan transkrip nilai dalam penerimaan

Page 82: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

CPNS. Oleh karena itu, sehingga terdakwa dipidana dengan pidana

penjara selama 2 (dua) bulan.

Kemudian seorang PNS atas nama Rini Dg. Sigi

berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Takalar dalam perkara

pidana Nomor 87/Pid.B/2010/PN.Tk, menyatakan bahwa terdakwa

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

“pemalsuan surat”, berupa SK CPNS Nomor

813.3.U/190/BKD/VI/2009 tanggal 8 Juni 2008 dengan nomor

penetapan Kepala BAKN Makassar Nomor EG.27305000217. Oleh

karena itu, sehingga terdakwa dipidana dengan pidana penjara

selama 9 (Sembilan) bulan.

2. Implementasi Prinsip Transparansi

Pada prinsipnya, penerimaan CPNS diselenggarakan

dengan tetap mematuhi dan mentaati prinsip transparansi.

Sementara yang dimaksud dengan transparansi disini, berorientasi

pada pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh

warga masyarakat Kabupaten Bantaeng yang memenuhi syarat-

syarat yang ditetapkan dalam rangka penerimaan CPNS.

Menurut hemat Penulis, bahwa sebenarnya penerapan

prinsip keterbukaan dimaksud, bukanlah keterbukaan yang tidak

tak terbatas. Akan tetapi keterbukaan yang dibatasi oleh ketentuan

perundang-undangan, artinya keterbukaan yang tetap harus

menjaga rahasia negara. Hal ini penting dimaklumi, karena

Page 83: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

membuka rahasia negara merupakan salah satu bentuk tindak

pidana yang diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 9

(sembilan) bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah,

sebagaimana diatur dalam Pasal 322 dan Pasal; 323 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Berdasarkan pengalaman dan sejarah hukum

pemerintahan, diketahui bahwa akibat dari sistem pemusatan

(sentralisasi) kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab

penyelenggaraan penerimaan CPNS pada priode-priode

sebelumnya menjadi salah satu penyebab pemerintah tidak

transparan menyelenggarakan tugas dan fungsinya secara optimal

dalam penerimaan CPNS. Konsep pengadaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng, di era Orde Baru merupakan salah satu ciri

penyelenggaraan penerimaan CPNS yang tidak transparan dan

pada akhirnya akan merugikan masyarakat.

Praktik penyelenggaraan penerimaan CPNS yang tidak

transparan tanpa disertai itikad baik mendistribusikan kekuasaan

dan kewenangan kepada pemerintah daerah, serta tidak

didasarkan atas suatu kerjasama yang baik di antara orang yang

memerintah dengan pihak yang diperintah, mustahil penerimaan

CPNS dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Page 84: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Bahkan praktik penyelenggaraan penerimaan CPNS yang

tidak transparan, berpotensi tumbuh dan berkembangnya kasus-

kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Mengapa demikian ?,

karena praktik penyelenggaraan pemerintahan yang demikian itu

hanya dapat memberikan keuntungan bagi segelintir golongan

tertentu untuk diterima keluarga dan kerabatnya menjadi CPNS.

Praktik yang demikian, merupakan kerugian bagi sebagian besar

masyarakat yang tidak punya koneksi dan rupiah untuk dipakai

menyogok demi agar dapat dinyatakan lulus dalam ujian

penerimaan CPNS di Kabupaten Bataeng.

Bertolak dari postulat-postulat tersebut, sehingga kaum

reformis beranggapan bahwa praktik penyelenggaraan

pemerintahan in casu penerimaan CPNS yang tidak transparan

bernuansa korupsi, kolusi dan nepotisme hanya akan merusak

sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

yang pada akhirnya akan membahayakan eksistensi negara dan

pemerintah karena akan dikelola oleh orang-orang yang sangat

diragukan kredibilitasnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pasal

3 UU. Nomor 28 Tahun 1999 telah menetapkan beberapa prinsip

good governance, salah satu di antaranya adalah asas transparansi

dalam penerimaan CPNS.

Implementasi asas transparansi sebagai bagian integral

dari prinsip good governance dalam rangka penerimaan CPNS di

Page 85: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Kabupaten Bantaeng, tidak dapat diwujudkan sebagaimana

seharusnya bilamana dalam kepanitiaan penerimaan CPNS tidak

mengikut sertakan rakyat melalui wakil-wakilnya yang ada di DPRD

Kabupaten Bantaeng. Oleh karena itu, adalah suatu kewajaran

apabila lebih diberdayakan fungsi pengawasan yang dimiliki DPRD

Kabupaten Bantaeng, telah pro aktif menggunakan haknya

memanggil ke dalam hearing mempertanyakan kasus-kasus

penerimaan CPNS kepada Kepala BKD Kabupaten Bantaeng.

Selanjutnya masih soal formasi CPNS yang hilang

diberitakan bahwa Inspektur Provinsi Sulawesi Selatan mendesak

Bupati harus transparan pada rakyat Bantaeng, menjelaskan

secara jujur dan transparan kepada rakyatnya kenapa harus ada

korban CPNS yang dinyatakan lulus seleksi tetapi formasinya

hilang46.

Berkenaan dengan hilangnya lima formasi CPNS

Kabupaten Bantaeng, tahun 2010-2011, lebih lanjut Inspektur

Provinsi Sulawesi Selatan mengemukakan, bahwa seharusnya

Bupati Bantaeng secara kesatria mengemukakan hal itu kepada

publik secara langsung, bukan melalui stafnya yang juga

memberikan penjelasan secara tertutup kepada Kepala BKD

Sulsel. Bahkan lebih disesalkan lagi, karena pada sekitar awal

46

Harian Cakrawala, Bupati Harus Transparan Pada Rakyat Bantaeng, Jum’at, 10 Februari 2012.

Page 86: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

bulan Januari 2012 tidak memberikan penjelasan tentang hilangnya

lima formasi CPNS Bantaeng. Padahal masyarakat menganggap,

bahwa momen itu cukup penting. Bupati Bantaeng baru

memberikan penjelasan pada saat penyerahan Surat Keputusan

pengangkatan CPNS sebanyak 215 orang dari 230 orang yang

dinyatakan lulus yang diumumkan Sekretaris Daerah Kabupaten

Bantaeng, sesuai suratnya Nomor 800/825/BKD/2010.

Sehubungan dengan beberapa fenomena sosial yang

bertalian dengan penerimaan CPNS di atas, sehingga Penulis

beranggapan bahwa aparat Pemerintah Daerah Kabupaten

Bantaeng belum transparan dalam rangka penyelenggaraan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Hal ini memberikan

gambaran, bahwa aparat yang diberikan amanah

menyelenggarakan penerimaan CPNS belum taat dan patuh

terhadap prinsip transparansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 UU. Nomor 28 Tahun 1999.

3. Implementasi Prinsip Kepastian Hukum

Pada prinsipnya kepastian hukum merupakan salah satu

tujuan hukum, sedang tujuan hukum dapat diwujudkan melalui

pelaksanaan penegakan hukum. Namun faktanya penegakan

terhadap beberapa oknum yang diduga terlibat dalam kasus

pencaloan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng,

Page 87: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

kelihatannya masih tebang pilih dan menyalahi asas equality before

of the law.

Dikatakan tidak mematuhi asas equality before of the law,

karena hanya rakyat kecil yang ditetapkan sebagai tersangka.

Sedang seorang perwira menengah Polda Sulselbar yang diduga

keras terlibat dalam kasus pencaloan penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng, sampai sekarang belum ditetapkan sebagai

tersangka. Bahkan sengaja diedarkan issu bahwa Kompol RR yang

diduga terlibat kasus pencaloan penerimaan CPNS Kabupaten

Bantaeng, sekarang ini ditetapkan ke dalam Daftar Pencarian

Orang (DPO) oleh Polda Sulselbar.

Lalu bagaimana perkembangan selanjutnya?, beberapa

responden yang ditemui tidak ada yang berani memberikan

keterangan. Mengapa kasus pencaloan penerimaan CPNS

Kabupaten Bantaeng, seolah-olah ada usaha untuk menutup-

nutupi?. Bukankah sekarang ini, sudah berada pada priodesasi

transparansi birokrasi?, atau masih dalam belenggu doktrin rezim

Orde Baru?. Kesemua ini perlu ditelusuri lebih lanjut, sehingga

tercipta suatu kepastian hukum bagi masyarakat Bantaeng.

Pelaksanaan penegakan hukum tidak dapat dilepaskan

dari peran manusia selaku aparat penegak hukum. Bahkan

terkesan bahwa oknum CPNS itu sendiri yang tidak taat dan patuh

Page 88: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

terhadap semua ketentuan hukum yang berlaku berkenaan dengan

pelaksanaan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Selanjutnya mengenai kepastian hukum dimaksud dalam

kaitannya dengan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, lebih

ditekankan pada masalah keadilan dalam setiap pengambilan

kebijakan. Oleh karena itu, seharusnya panitia (aparat penegak

hukum) taat dan patuh terhadap norma hukum yang tersebar di

dalam berbagai regulasi, terutama terhadap regulasi yang

mengatur penyelenggaraan penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng.

Kasus gugatan scoring nilai kelulusan pada Pengadilan

Tata Usaha Negara Makassar, dalam perkara Nomor

24/G/2009/PTUN.Mks dan hilangnya lima formasi CPNS

Kabupaten Bantaeng tahun 2010-2011 menurut hemat Penulis

merupakan salah satu bukti kuat untuk dikatakan bahwa prinsip

kepastian hukum belum terlaksana sebagaimana seharusnya pada

penyelenggaraan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Belum terlaksana sebagaimana seharusnya ketiga pilar

utama dari prinsip good governance (akuntabilitas, transparansi

dan kepastian hukum) yang diatur dalam Pasal 3 UU. Nomor 28

Tahun 1999, tidak dapat dilepaskan dari adanya beberapa faktor

berpengaruh dan mempengaruhi, baik pelamar CPNS maupun

Page 89: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

terhadap segenap panitia dan aparat Pemerintah Daerah

Kabupaten Bantaeng.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Prinsip Good

Governance Dalam Penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Pada uraian terdahulu telah dikemukakan, bahwa penerimaan

CPNS di daerah-daerah belum didasarkan atas prinsip-prinsip good

governance terutama dalam hal akuntabilitas, transparansi, dan

kepastian hukum. Pada hal prinsip-prinsip good governance dalam

penerimaan CPNS merupakan media komunikasi yang akan

mempertautkan kepentingan hukum pemerintah dengan rakyatnya.

Media komunikasi dimaksud, tidak dapat dilepaskan dari upaya

pengejawentahan budaya bangsa Indonesia yang dijabarkan ke dalam

sila-sila Pancasila.

Aplikasi dan implementasi dari sila-sila Pancasila (filosofi

bangsa Indonesia) dalam mempertautkan kepentingan pemerintah dan

rakyat yang diperintah, senantiasa mendapat pengaruh dari berbagai

faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut, bersifat ada yang

bersifat independen dan ada pula yang bersifat dependen.

Pentingnya mengantisipasi berbagai kemungkinan berkenaan

dengan adanya faktor-faktor berpengaruh dalam penerimaan CPNS,

agar tujuan yang hendak dicapai dapat diwujudkan sebagaimana

seharusnya. Atau setidak-tidaknya pejabat yang diberikan wewenang

Page 90: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

untuk melakukan seleksi penerimaan CPNS, dapat

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Pemberian teladan kepatuhan hukum oleh aparat penegak hukum.

2. Sikap yang lugas dari aparat penegak hukum.

3. Penyesuaian peraturan yang berlaku dengan perkembangan

teknologi mutakhir.

4. Penerangan dan penyuluhan mengenai peraturan yang berlaku

terhadap masyarakat.

5. Memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk memahami

peraturan yang baru dibuat47.

Di samping itu patut pula memperhatikan faktor-faktor lain

yang secara faktual sering mempengaruhi aparat penegak hukum

dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegak hukum.

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat dimana hukum tersebut diterapkan.

5. Faktor kebudayaan48.

Bekerjanya faktor-faktor yang berpengaruh dalam penerimaan

CPNS tersebut, ternyata ada yang bersifat mendukung (positif) dan

47

Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1982, hal. 4.

48 Soerjono Soekanto, Op Cit, 1988, hal. 5.

Page 91: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

ada pula yang menghambat (negatif) terlaksananya prinsip-prinsip

good governance. Seberapa besar pengaruh dari masing-masing

faktor dimaksud, terutama dalam rangka penerimaan CPNS tergantung

pada isi faktor yang bersangkutan.

Adapun faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi dalam

rangka penerimaan CPNS di daerah-daerah, sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, yakni keseluruhan peraturan perundang-

undangan yang mengatur pelaksanaan penerimaan CPNS.

Sementara yang dimaksud hukum di sini, adalah hukum positif dan

diidentikkan sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai pandangan Hans Kelsen; Law is a coercive order of human

behavior, ... it is the primary norm which stipulates the sanction49.

Di dalam peraturan perundang-undangan ada yang berisi

perintah dan larangan, serta anjuran. Apabila perintah, larangan

dan anjuran dilanggar, maka pihak yang melakukan pelanggaran

akan dikenakan sanksi (penghukuman). Sedang sanksi yang

diberikan, harus pula sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku.

2. Faktor penegak hukum, yakni orang yang melaksanakan hukum

terutama aparat penegak hukum, dalam hal ini tertuju pada pejabat

pemerintah daerah yang diserahi tugas dan tanggung jawab oleh

49

L.B. Curson, Jurisprudensi, M & E Handbooks, 1979, hal. 27.

Page 92: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan seleksi

penerimaan CPNS.

Penegak hukum sifatnya abstrak, karena mempunyai

cakupan yang relatif cukup luas. Namun dibatasi pada pelaku dan

pelaksana hukum yang terlibat langsung dalam rangka penerimaan

CPNS, Misalnya; Kepala daerah beserta pembantu-pembantunya,

terutama bagi mereka yang bekerja pada Badan Kepegawaian

Daerah.

Keberadaan aparat penegak hukum di sini sangat penting,

karena mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role) sebagai

pemegang peranan (role occupant) dilengkapi hak dan kewajiban.

Hak merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat,

sedang kewajiban adalah beban atau tugas50.

3. Faktor budaya hukum, yakni kebiasaan-kebiasaan yang berlaku

atau diberlakukan menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul

dari kegiatan pemerintah daerah dalam rangka penerimaan CPNS.

Dimaksudkan dengan budaya hukum di sini, berupa

kebiasaan-kebiasaan positif yang tidak secara limitatif diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Akan tetapi berlaku dan

diberlakukan oleh pejabat pemerintah daerah, dalam rangka

penerimaan CPNS. Berkenaan dengan itulah, sehingga budaya

50

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1988, hal. 19-20.

Page 93: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

hukum diidentikkan dengan permintaan dan tuntutan masyarakat

untuk menyelesaikan permasalahan hukum melalui institusi

hukum51.

4. Faktor kesadaran hukum, yakni kepatuhan dan ketaatan seseorang

untuk mengaktualisasikan norma atau kaidah hukum dalam rangka

penerimaan CPNS.

Kesadaran hukum disini sebagai salah satu faktor

berpengaruh, lebih difokuskan pada norma hukum yang tersebar di

dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu,

maka yang dimaksud dengan faktor kesadaran hukum yakni

kesadaran tentang apa yang seyogyanya dilakukan atau diperbuat,

ataupun kesedaran tentang apa yang seyogyanya tidak dilakukan

atau diperbuat terhadap orang lain.

Dengan demikian, maka wajar dan patut apabila faktor

kesadaran hukum diasumsikan sebagai kesadaran akan nilai-nilai

yang terdapat di dalam diri setiap ummat manusia (pejabat

pemerintah daerah dan pelamar CPNS) tentang hukum yang ada

atau tentang hukum yang diharapkan akan ada52.

5. Faktor kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), yakni keadaan

pribadi dari pejabat pemerintah daerah yang diserahi tugas

51

Lawrence M. Friedmann, Op Cit, 1975, hal. 6-7. 52

Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yasrif Watampone, Jakarta, 1998, hal. 28 dan 192.

Page 94: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

penerimaan CPNS dan masyarakat yang mengajukan lamaran

untuk menjadi CPNS.

Faktor kemampuan SDM seseorang senantiasa terkait

dengan tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan perilaku

hukum yang ditampakkan pada saat berlangsungnya proses

kegiatan penerimaan CPNS di daerah-daerah. Terutama dalam

memahami dan mengimplementasikan norma hukum yang tersebar

dalam berbagai regulasi, baik regulasi yang bersifat nasional

maupun regional (lokal).

Selanjutnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng, sebagai

pelaksana fungsi-fungsi pemerintahan daerah diaplikasikan melalui

lembaga pemerintahan daerah terdiri dari Pemerintah Daerah (Bupati

dan Perangkat Daerah) serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Kabupaten Bantaeng.

Kedua unsur pemerintah daerah inilah yang bertanggung

jawab atas terlaksananya tugas-tugas pemerintahan daerah, baik yang

bersifat wajib maupun yang bersifat pilihan (Pasal 14 ayat (1) UU.

Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU. Nomor 8 Tahun 2005 juncto UU.

Nomor 12 Tahun 2008). Sementara aparat pemerintah daerah yang

diharapkan akan melaksanakan tugas pekerjaan dimaksud, umumnya

berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Oleh karena itu, dipandang

Page 95: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

perlu menetapkan rencana rekruitmen CPNS untuk mengisi formasi

yang tersedia.

Kemudian di dalam rumusan Pasal 129 sampai dengan Pasal

135 UU. Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU. Nomor 8 Tahun 2005 juncto

UU. Nomor 12 Tahun 2008, memberikan kewenangan kepada

pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten

Bantaeng untuk menetapkan formasi dan mengangkat pegawai negeri

sipil daerah sesuai manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.

Penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, dilaksanakan

dengan tetap mengacu pada filosofi the right man on the right place

dan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 UU. Nomor 28 Tahun 1999. Oleh karena itu, maka

pelaksanaan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng harus

terjamin kepastian hukumnya, penyelenggaraannya dilakukan secara

tertib, tidak untuk kepentingan perseorangan melainkan untuk

kepentingan umum, dilaksanakan secara terbuka, proporsionalitas

dan professional, sehingga out put yang diperoleh benar-benar dapat

dijamin akuntabilitasnya53.

Menurut hemat Penulis, bahwa segala apa yang dikemukakan

responden di atas sesuai aturan normatif dari regulasi yang mengatur

tata cara dan prosedur penerimaan CPNS. Namun fakta empirisnya

53

Wawancara, H. Muhammad Yasin, Sekretaris Daerah Kabupaten Bantaeng, Senin, 30 Januari 2012.

Page 96: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

sangat berbeda dengan harapan perundang-undangan, karena adanya

berbagai masalah hukum yang sangat memprihatinkan sebagian besar

peserta pelamar ujian CPNS, antara lain:

1. Adanya pengumuman revisi tentang kelulusan ujian CPNS 2008,

pada pengumuman pertama dinyatakan lulus dan setelah

pengumuman kedua justru dinyatakan tidak lulus.

2. Hilangnya sebanyak lima formasi CPNS tahun 2010-2011, tanpa

ada penjelasan lebih lanjut sebagai pertanggungjawaban moril dari

Pemerintah Kabupaten Bantaeng, hal ini melanggar prinsip

akuntabilitas.

3. Semaraknya isu pencaloan dalam proses penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng, sampai sekarang belum ada yang dihukum.

Hal ini tidak sejalan dengan program pemerintah dalam

pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pelaksanaan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng tidak dilakukan secara

serta merta dan sekehendak oknum-oknum tertentu yang

diamanahkan untuk menyelenggarakan penerimaan CPNS. Akan

tetapi harus sesuai tata cara dan prosedur yang ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan, untuk lebih jelasnya digambarkan

skema penerimaan CPNS di bawah ini.

Page 97: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Skema Mekanisme Penerimaan CPNS Kabupaten Bantaeng

Sumber : Kantor BKD Bantaeng

REGULASI

PENGUMUMAN

SELEKSI ADM

PELAMARAN PENGADAAN

PENYARINGAN

PENETAPAN

KELULUSAN

PERENCANAAN

Page 98: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Menurut keterangan Andi Novrita A. Langgara54, selaku Ketua

DPRD Kabupaten Bantaeng, bahwa selama ini telah banyak

diterbitkan peraturan daerah. Apabila dicermati muatan dan substansi

hukum yang diatur di dalamnya, maka Pemerintah Daerah Kabupaten

Bantaeng selalu mempertimbangkan kemungkinan memberdayakan

sumber daya manusia untuk dijadikan pegawai negeri sipil di

Kabupaten Bantaeng.

Keterangan responden di atas, memang ada benarnya karena

di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 1 Tahun 2009

yang telah dirubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng

Nomor 9 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, di dalamnya terurai dengan jelas alokasi dana yang

dianggarkan untuk mendukung pelaksanaan penerimaan CPNS.

Bersesuaian pula dengan Keputusan Bupati Bantaeng Nomor

800/499/XI/2009 tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Calon

Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) Pelamar Umum Kabupaten

Bantaeng Formasi Tahun 2009. Adapun dasar pertimbangan

sosiologis diterbitkannya keputusan dimaksud, untuk memperlancar

pelaksanaan penerimaan CPNSD di Kabupaten Bantaeng. Untuk

maksud tersebut, disusunlah kepanitiaan penerimaan CPNS dimana

Bupati dan Wakil Bupati Bantaeng selaku penanggung jawab sekaligus

sebagai pengarah. Sekretaris Daerah Kabupaten Bantaeng ditunjuk

54

Wawancara, Andi Novrita A. Langgara, Ketua DPRD Kabupaten Bantaeng, Kamis, 2 Februari 2012.

Page 99: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

sebagai ketua, sedang Kepala BKD Kabupaten Bantaeng didudukkan

selaku sekretaris panitia, dilengkapi dengan beberapa personil

anggota panitia, baik karena jabatan maupun secara perorangan yang

kesehariannya menangani administrasi kepegawaian di Kabupaten

Bantaeng.

Adapun tugas pokok dari Panitia Pengadaan Calon Pegawai

Negeri Sipil Daerah (CPNSD) Kabupaten Bantaeng, yakni

mempersiapkan pengaturan pelaksanaan pelamaran, seleksi

administrasi sampai pelaporan hasil penyelenggaraan kegiatan

pengadaan CPNSD Pelamar Umum untuk formasi tahun 2009. Dan

segala biaya yang timbul karena kepanitiaan dimaksud, dibebankan

pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantaeng

Tahun Anggaran 2009 melalui kegiatan seleksi penerimaan CPNS.

Walaupun berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh

kepanitiaan tersebut, namun secara faktual (kecurangan, kolusi dan

nepotisne) masih ditemukan adanya perbedaan atau ketidaksesuaian

antara ius contituendum (das sollen) dengan ius contitutum (das sein).

Fenomena hukum yang demikian, menjadi salah satu penyebab

timbulnya kekecewaan atau ketidakpuasan dan ketidakpercayaan

sebagian peserta seleksi CPNS Kabupaten Bantaeng. Sehingga

mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara

Makassar, tercatat dalam register perkara Nomor

24/G/2009/PTUN.Mks.

Page 100: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Penggugat di dalam perkara tata usaha Negara tersebut, terdiri

dari 7 (tujuh) orang yang telah dinyatakan lulus, kemudian dianulir

menjadi tidak lulus55. Ketujuh orang penggugat, masing-masing :

A. Elly Supriana;

B. Ratnawati, R., S.Pd.;

C. Husran, T.H.;

D. Ahmad Bakhtiar Arma;

E. Sitti Masyitah Anwar;

F. Yahya Satriawan; dan

G. Muhammad Jabal Arafah.

Sementara yang didudukkan sebagai tergugat adalah Bupati

Bantaeng, karena telah menerbitkan surat keputusan (objek sengkleta)

yang merugikan penggugat, masing-masing :

1. Surat Keputusan Nomor 800/1267/BKD/2008, tanggal 27

Desember 2008 tentang Daftar Calon Pegawai Negeri Sipil yang

dinyatakan Lulus Formasi Tahun 2008, Type A (Div-S1), Type B

(D.II – D.III);

2. Surat Keputusan Nomor 800/22/BKD/2009, tanggal 11 Januari

2009 tentang Daftar Nama-nama Pelamar Calon Pegawai Negeri

Sipil Daerah yang dinyatakan Lulus Seleksi Calon Pegawai Negeri

Sipil Daerah Kabupaten Bantaeng Formasi Tahun 2008/Revisi.

55

Wawancara, Sudarni, SH. Anggota Tim Kuasa Hukum Tergugat, Kamis, 2 Februari 2012.

Page 101: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Setelah proses jawab-menjawab dan pengajuan alat-alat bukti

serta saksi-saksi dari kedua belah pihak yang berperkara, maka

majelis hakim yang memeriksa, menyidangkan dan memutuskan

perkara aquo menyatakan menolak gugatan penggugat untuk

seluruhnya dan menghukum para penggugat untuk membayar biaya

perkara sebesar Rp. 63.000,- (enam puluh tiga ribu rtupiah), dengan

pertimbangan hukum antara lain :

a. Menimbang, bahwa dari keseluruhan pertimbangan hukum

terhadap dalil-dalil gugatan, jawaban, replik maupun duplik para

pihak yang bersengketa seperti telah dipertimbangkan di atas,

menurut Majelis hakim telah cukup dibuktikan oleh Pihak Tergugat

bahwasanya permasalahan hukum menyangkut pengadaan

pegawai negeri seperti tersebut secara kasuistis in casu bukan

merupakan kewenangan dari Badan Peradilan Tata Usaha Negara

untuk mengadilinya dan tata cara penerbitannya telah memenuhi

ketentuan hukum yang berlaku menurut undang-undang.

b. Menimbang, bahwa terhadap permohonan mana yang diajukan

oleh Para Penggugat melalui dalil gugatan seperti terurai dalam

pertimbangan dimaksud, pula telah ditindak lanjuti oleh Para

Penggugat dengan melayangkan surat kepada Kepala Badan

Kepegawaian Negara (BKN) Pusat di Jakarta (vide Bukti P-14)

yang pada pokoknya meminta agar Kepala BKN Pusat

“menangguhkan/ menunda” penerbitan Nomor Induk Pegawai/NIP

Page 102: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

berkenaan dengan Surat Keputusan dengan alasan sedang dalam

proses gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar

adalah sah-sah saja sepanjang menjadi kehendak Para Penggugat

dan menurut aturan untuk itu.

c. Menimbang, bahwa namun perlu untuk dipertimbangkan disini

bahwasanya sebagaimana ketentuan Pasal 67 ayat (1) berbunyi;

“Gugatan tidak menunda atau menghalangi pelaksanaan dari

adanya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta

tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat”,

kecuali diterbitkan “penetapan” penangguhan oleh Ketua

Pengadilan dan/atau oleh Majelis hakim yang mengadili

sengketanya.

d. Menimbang, bahwa pada kenyataannya kecermatan dan ketelitian

Majelis hakim in casu dapatlah dibuktikan perihal tidak adanya

kewenangan bagi Badan Peradilan Tata Usaha Negara in casu

Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar a quo menyangkut

scoring, sedangkan gugatan terhadap objek sengketa tidaklah

dapat dibuktikan perihal adanya pelanggaran sebagaimana

dimaksud oleh Pasal 53 ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-

undang Nomor 9 Tahun 2004 perihal Revisi Terhadap Undang-

undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan dengan

demikian pula maka menjadi tidak beralasan hukum terhadap

permohonan penangguhan terhadap objek sengketa untuk

Page 103: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dikabulkan dimana pada kenyataannya pula hingga

dipertimbangkannya pertimbangan hukum ini, Pengadilan Tata

Usaha Negara Makassar dalam perkara a quo tidak dan belum

pernah menerbitkan dan/atau mengeluarkan penetapan tentang

penangguhan terhadap objek sengketa in casu.

e. Menimbang, bahwa jika ternyata sebagaimana bukti bertanda P-14

dimaksud menjadi wacana perihal adanya penangguhan terhadap

berlakunya objek sengketa, olehnya seperti telah dipertimbangkan

di atas, maka surat bukti P-14 a quo menurut hemat Majelis hakim

semata-mata adalah merupakan surat pribadi dari pada Para

Penggugat yang kadar kekuatan hukumnya adalah menurut tujuan

dan penerima surat dimaksud untuk dikabulkan atau tidaknya serta

tidak ada relevansinya dengan ketentuan hukum yang berkaitan

dengan “perintah” dan/atau “sanksi” terhadap tindakan tidak

dilaksanakan/ditaatinya “penangguhan” dimaksud sebagaimana

dimaksud Surat Edaran Menteri Negara Republik Indonesia.

f. Menimbang, bahwa terhadap alat-alat bukti selebihnya, baik yang

diajukan oleh Pihak Penggugat maupun yang diajukan oleh Pihak

Tergugat, utamanya yang berkenaan dengan dalil maupun dalih

mengenai adanya aspek perbuatan pidana sebab penyimpangan

dan/atau kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu

yang berkewenangan untuk itu, keadaan mana belumlah dapat

dijadikan alat bukti yang melengkapi dalil ataupun dalih dimaksud,

Page 104: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

jika belum ada putusan Pengadilan yang berwenang mengadili

perkaranya yang berkekuatan hukum tetap dan dapat

dilaksanakan.

g. Menimbang, bahwa pertimbangan hukum sebagaimana

dipertimbangkan di atas, menurut hemat Majelis hakim maka tidak

dan/atau belum dapat dipertimbangkan alat bukti yang mendasari

dalil maupun dalih perihal adanya indikasi perbuatan pidana yang

telah dilakukan oleh “seseorang” yang kemudian menjadi

“tersangka” maupun “terdakwa” melalui pertimbangan hukum untuk

itu; alat bukti mana demi hukum menyangkut azas praduga tak

bersalah, belumlah dapat dipertimbangkan menurut Hukum Acara

Peradilan Tata Usaha Negara, kecuali telah ada dan dijadikan bukti

tertulis terhadap putusan dari padanya, pula telah berkekuatan

hukum tetap dapat dilaksanakan menyangkut pembuktian atas

dakwaan yang berhubungan langsung dengan permasalahan

sengketa tata usaha negara in casu.

h. Menimbang, bahwa tidaklah berlebihan kiranya jika

dipertimbangkan disini perihal permasalahan hukum menyangkut

sengketa tata usaha negara in casu secara kasuistis seperti telah

dipertimbangkan sebagaimana pertimbangan hukum di atas, maka

melalui gugatannya; Para Penggugat telah mendalilkan

bahwasanya dalam Tergugat menerbitkan Kedua Keputusan yang

kemudian menjadi objek sengketa a quo kiranya dilakukan dengan

Page 105: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

menyimpangi “scoring” nilai ujian bagi pelamar kerja yang diuji dan

ditetapkan oleh Universitas Hasanuddin di Makassar selaku mitra

kerja dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng dalam rangka

penerimaan calon pegawai negeri sipil pada Pemerintah Daerah

dimaksud.

i. Menimbang, bahwa melalui persidangan yang telah dilaksanakan

sebagaimana pada penetapan sidangnya, baik Pihak Penggugat

maupun Pihak Tergugat telah mengajukan bukti-bukti tertulis

menyangkut dalil dan dalih gugatan dan replik serta jawaban dan

duplik masing-masing, dan untuk tersebut setelah Majelis hakim

mengkonstatir alat-alat bukti tertulis dimaksud, olehnya diketahui

bahwasanya antara bukti yang mengkait scoring dari Pihak

Penggugat ternyata berbeda dengan bukti yang ada pada Pihak

Tergugat.

j. Menimbang, bahwa alat bukti tersebut yang berada pada dan

diajukan sebagai bukti bagi Pihak Penggugat, merupakan Hasil

Uian CPNS Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Sarjana Kabupaten

Bantaeng yang bercap Dinas Badan Kepegawaian Daerah

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan diparaf tanpa nama

pemaraf serta dilegalisasi resmi sesuai salinan oleh Badan yang

bersangkutan bertanda bukti P-3 yang telah dilegalisir sesuai

salinan; hasil ujian mana sebagaimana kolom keterangan isi, pula

mencantumkan uraian “nilai”, termasuk “total” nilainya.

Page 106: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

k. Menimbang, bahwa akan tetapi Pihak Tergugat pula mengajukan

bukti tertulis bertanda T-3 yang sesuai dengan asli dengan asli

berupa Daftar Urutan Hasil Ujian Seleksi CPNS 2008 Kabupaten

Bantaeng Tingkat Pendidikan D-IV dan S.1 serta D.II dan D.III yang

dibuat dan ditandatangani pada tanggal 23 Desember 2008 oleh

Ketua Pemeriksa LJK CPNS Sulsel., Kepala BKD Propinsi Sulsel.,

Bawasda Kabupaten Bantaeng serta Kepala BKD Kabupaten

Bantaeng; hasil ujian mana sebagaimana kolom keterangan isi,

tidak ada mencantumkan uraian “nilai” ataupun “total” nilainya.

l. Menimbang, bahwa namun demikian mengkait, mengkait fakta

perihal adanya perbedaan hasil ujian dimaksud sebagaimana alat

bukti tersebut yang telah diajukan oleh masing-masing pihak di

persidangan ternyata tidak ada statement lain melalui dalil

pembuktian untuk itu selain dari pada dalil dan dalih jawab-

menjawab pihak-pihak yang dapat membantah perihal adanya

kewajiban bagi Tergugat untuk menetapi hasil scoring

sebagaimana bukti T-3 berupa Daftar Urutan Hasil Ujian Seleksi

CPNS 2008 Kabupaten BantaengTingkat Pendidikan D-IV dan S.1

serta D.II dan D.III yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 23

Desember 2008 oleh Ketua Panitia Pemeriksa LJK CPNS Sulsel.,

Kepala BKD Propinsi Sulsel., Bawasda Kabupaten Bantaeng serta

Kepala BKD Kabupaten Bantaeng yang tidak ada mencantumkan

uraian “nilai” ataupun “total” nilainya dan bukan untuk menetapi

Page 107: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Hasil Ujian CPNS Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Sarjana

Kabuopaten Bantaeng yang tanda bukti P-3 yang mencantumkan

uraian “nilai”, termasuk “total” nilainya; oleh karena mana menurut

hemat Majelis hakim telah tidak terdapat korelasi langsung maupun

tidak langsung antara bukti P-3 dengan bukti T-3 terhadap

kepentingan Pihak Tergugat dalam rangka menerbitkan keputusan

a quo objektum litis yakni Surat Keputusan Nomor

800/1267/BKD/2008., Tanggal 27 Desember 2008 tentang Daftar

Calon Pegawai Negeri Sipil yang DINYATAKAN LULUS FORMASI

tahun 2008., Type A (DIV-S1)., Type B (D.II-D.III) (Vide bukti P-1

identik bukti T-1) dan Surat Keputusan Nomor 800/22/BKD/2008.,

Tanggal 11 Januari 2009 tentang Daftar Nama-nama Pelamar

Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang Dinyatakan Lulus Seleksi

Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Bantaeng, Formasi

Tahun 2008/Revisi (Vide Bukti P-2 identik Bukti T-2).

m. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum seperti telah

dipertimbangkan menurut hukum di atas selanjutnya maka

terhadap Gugatan Para Penggugat a quo, oleh Majelis hakim untuk

selanjutnya dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.

n. Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Para Penggugat telah

ditolak menurut pembuktian yang berdasarkan alat bukti

sebagaimana cukup dipertimbangkan di atas, oleh karenanya

terhadap alat-alat bukti selebihnya yang belum dan tidak

Page 108: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dipertimbangkan melalui pertimbangan hukum ini oleh sebab

relevansi untuk pertimbangan hukum yang menurut hukum

dikaitkan dengan objek sengketa aquo menyangkut scoring,

kiranya merupakan bagian yang tidak dipisahkan dan menjadi

bagian dari pertimbangan hukum putusan aquo.

o. Menimbang, bahwa oleh karena Gugatan Para Penggugat

sebagaimana telah dipertimbangkan di atas oleh Majelis hakim dan

dinyatakan ditolak untuk seluruhnya maka segala biaya yang timbul

dalam perkara ini dibebankan pada Para Penggugat yang besarnya

akan ditetapkan dalam amar putusan ini.

Dengan menyimak pertimbangan-pertimbangan hukum majelis

hakim di atas, tampak dengan jelas bahwa pengumuman scoring nilai

kelulusan hasil ujian CPNS yang diterbitkan oleh Tergugat dipandang

oleh majelis hakim tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat tentang

objek yang dijadikan sengketa, sebagaimana diatur dalam Pasal 53

ayat (2) huruf a dan huruf b UU. Nomor 9 Tahun 2004.

Di samping itu, mengenai pembuktian scoring nilai kelulusan

ujian CPNS Kabupaten Bantaeng tahun 2008. Ternyata terdapat

perbedaan isi (materi substansi) dari yang termuat di dalam bukti P-3

dengan bukti T-3, namun majelis hakim lebih meyakini kebenaran bukti

T-3 dari pada bukti P-3. Oleh karena itu, sehingga majelis hakim

menyatakan gugatan penggugat ditolak.

Page 109: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Kemudian mengenai permohonan penggugat untuk

penangguhan penerbitan surat keputusan pengangkatan CPNS yang

dinyatakan telah lulus ujian CPNS, karena masih dalam proses

persengketaan di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar. Oleh

majelis hakim menilai bahwa hal itu merupakan sah-sah saja. Namun

demikian, majelis hakim tetap berpegang teguh pada Pasal 67 ayat (1)

UU. Nomor 9 Tahun 2004.

Berkenaan dengan ditolaknya gugatan penggugat, maka

secara ex offisio penggugat seharusnya dihukum membayar biaya

perkara. Penghukuman atas diri penggugat disini, tidaklah

dimaksudkan “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Akan tetapi,

penghukuman pembayaran biaya bagi pihak yang dikalahkan,

merupakan konsekuensi juridis yang harus ditanggulangi oleh pihak

yang dikalahkan56.

Walaupun demikian, menurut hemat Penulis bahwa dengan

adanya gugatan (sengketa) berkenaan dengan pelaksanaan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng memberikan petunjuk,

bahwa masyarakat khususnya peserta ujian CPNS masih meragukan

akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum pelaksanaan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Terhadap asumsi

masyarakat tersebut, dipandang perlu dianalisis secara normatif

56

Wawancara, M. Harivai, Panitera Penggati PTUN Makassar, Senin, 6 Februari 2012.

Page 110: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

dipertautkan dengan fakta hukum yang ada dalam pelaksanaan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Pada hakikatnya setiap orang yang melibatkan diri atau

dilibatkan dalam kegiatan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng,

mempunyai harapan agar kinerja dan hasil kerjanya dapat lebih

akuntabilitas, transparan dan dijamin kepastian hukumnya. Hal ini

dimaksudkan, agar di dalam melakoni setiap tahapan kegiatan dalam

rangka penerimaan CPNS senantiasa sesuai dengan norma atau

kaidah hukum yang tersebar dalam berbagai regulasi, baik regulasi

yang bersifat nasional maupun regulasi yang bersifat regional.

Fenomena ini penting dimaklumi, karena di dalam berbagai

regulasi dimaksud terkandung prinsip-prinsip dasar tentang perlunya

asas akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum yang diatur

dalam Pasal 3 UU. Nomor 28 Tahun 1999, berlaku sebagai hukum

positif yang harus ditaati dan dipatuhi oleh semua pihak dalam rangka

penerimaan CPNS. Oleh karena itu, seyogyanyalah apabila prinsip-

prinsip dasar dimaksud, menjadi perhatian utama dari setiap pelamar

CPNS, panitia dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng.

Dengan ditaati dan dilaksanakannya keseluruhan prinsip-

prinsip dasar good governance yang termuat di dalam berbagai

regulasi tersebut, sehingga masing-masing pihak akan merasakan

suasana penyelenggaraan penerimaan CPNS dianggap cukup teratur,

aman, damai dan tenteram. Sedang untuk merealisasikan ketiga pilar

Page 111: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

utama dari prinsip good governance sebagaimana seharusnya dalam

penerimaan CPNS, tentu diperlukan adanya dukungan normatif

berupa norma atau kaidah hukum yang dapat dijadikan sebagai

patokan bertindak dan berperilaku dalam penyelenggaraan

penerimaan CPNS.

Norma atau kaidah hukum ketiga pilar utama good

governance dimaksud, tersebar dalam berbagai regulasi baik yang

diciptakan oleh Pemerintah Pusat maupun produk dari Pemerintah

Daerah Kabupaten Bantaeng. Keseluruhan regulasi tersebut,

memberikan petunjuk dan arahan tentang bagaimana cara bertindak

agar pelaksanaan penerimaan CPNS sesuai dengan rasa keadilan

masyarakat Bantaeng. Namun faktanya seolah-olah ada pembiaran,

agar yang dinyatakan lulus ujian penerimaan CPN adalah mereka

yang mempunyai koneksi (KKN) atau sejumlah uang sogokan. Jika

benar hal ini terjadi, jelas akan merugikan warga masyarakat,

khususnya peserta ujian yang tidak diragukan kredibilitasnya.

Berdasarkan data empiris yang berhasil dihimpun selama

berlangsungnya penelitian, diketahui bahwa panitia dan aparat

Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng, tidak menerapkan asas

akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum dalam

penyelenggaraan penerimaan CPNS. Tidak dilaksanakannya ketiga

pilar utama prinsip good governance tersebut, diduga karena adanya

beberapa faktor berpengaruh. Terhadap faktor-faktor yang dominan

Page 112: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

berpengaruh tersebut, akan disajikan secara deskriptif secara

berurutan di bawah ini.

1. Faktor Hukumnya Sendiri

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu,

bahwa faktor substansi hukum (hukumnya sendiri) merupakan

salah satu indikator yang mempengaruhi aparat Pemerintah

(Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng), khususnya Panitia

Pengadaan CPNS yang dibentuk oleh Bupati Bantaeng guna

melaksanakan asas akuntabilitas, asas transparansi, dan asas

kepastian hukum sebagai bagian integral dari prinsip-prinsip good

governance dalam penyelenggaraan penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng.

Sementara orientasi dari faktor hukumnya sendiri sebagai

suatu fenomena berpengaruh dalam rangka penerimaan CPNS

dimaksud, akan dianalisis dari segi sosiologis dengan menerapkan

teori-teori ilmu hukum. Hal ini dimaksudkan, agar dapat diketahui

seberapa pengaruh faktor substansi hukum (judge made law) yang

secara faktual lebih berorientasi pada norma atau kaidah hukum

berkenaan dengan penyelenggaraan penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng.

Akan tetapi harus diingat, bahwa selengkap bagaimanapun

suatu peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis

produk manusia (legilatif dan eksekutif) tidak akan pernah

Page 113: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

sempurna dan selalu ada celah yang dapat dimanfaatkan oknum-

oknum tertentu untuk mengambil keuntungan dari pelaksanaan

program pengadaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Fenomena ini

akan dipertanyakan kepada para responden, mengenai persoalan-

persoalan judge made law atau law in book ?. Terhadap pertayaan

tersebut, dapat diberikan jawaban bahwa hukum tertulis lebih

transparan dan lebih memberikan jaminan kepastian hukum

daripada hukum tidak tertulis, sehingga out put yang dilahirkan

dapat dipertahankan akuntabilitasnya.

Eksistensi substansi hukum sebagai wujud dari suatu

peraturan hukum materil yang bersifat normatif (dogmatik),

sehingga para ahli hukum beranggapan bahwa idealnya faktor

substansi hukum bersifat pasti, bisa diprediksi dan bebas dari hal-

hal yang bersifat subjektif. Faktor substansi hukum dalam bentuk

norma atau kaidah hukum yang dijadikan objek analisa, secara

mutatis mutandis akan melahirkan hak dan kewajiban hukum yang

dapat dipaksakan pelaksanaannya.

Apabila ada hak dan kewajiban yang lahir dari regulasi

yang secara tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor substansi

hukum merupakan salah satu instrumen dan anasir yang harus

dipatuhi, ditaati, dan dilaksanakan sebagaimana seharusnya.

Sedang pelaksanaan hak dan kewajiban dimaksud, merupakan

Page 114: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

salah satu ciri dan karakteristik dari konsep penegakan hukum (law

enforcement) di Indonesia.

Menurut hemat Penulis, bahwa pranata penegakan hukum

merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar untuk

mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat).

Sementara di dalam suatu negara hukum, penegakan hukum tidak

dapat dianak tirikan. Akan tetapi harus dikedepankan, guna

terciptanya keadilan dan kepastian hukum di Indonesia.

Persoalannya sekarang terfokus pada efektif atau tidak

efektifnya faktor substansi hukum mempengaruhi penyelenggaraan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng?, untuk maksud

tersebut, secara ex officio tentu diperlukan adanya dukungan data

empiris yang dapat dipertanggungjawabkan validitas dan

keterandalannya dengan cara mempertanyakan kepada

responden.

Prosentase hasil penilaian responden terhadap pengaruh

faktor substansi hukum, tergambar dalam tabel berikut ini.

Page 115: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Tabel 1. Data Pengaruh Faktor Substansi Hukum

No. U r a i a n Banyaknya Prosentase

1.

2.

3.

Sangat berpengaruh

Kurang berpengaruh

Tidak berpengaruh

29 orang

4 orang

2 orang

82,86 %

11,43 %

5,71 %

Jumlah 35 orang 100,00 %

Sumber data : Hasil analisa kuesioner, Tahun 2012

Berdasarkan data empiris yang tergambar pada tabel 1

tersebut, dapat dimaklumi bahwa sebagian besar responden secara

tertutup dan rahasia telah memberikan keterangan (pendapat)

bahwa faktor substansi hukum sangat efektif mempengaruhi proses

penyelenggaraan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Data

empiris di atas, menunjukkan skoring 29 (82,86 %) yang

menyatakan sangat berpengaruh sekaligus sebagai pilihan

jawaban tertinggi dari responden, sebanyak 4 (11,43 %) responden

menyatakan kurang berpengaruh, dan sisanya 2 (5,71 %)

responden menyatakan tidak berpengaruh sekaligus sebagai

pilihan jawaban terendah.

Menurut hemat Penulis, bahwa tingginya skoring penilaian

responden terhadap pengaruh substansi hukum dalam rangka

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Karena di dalam

substansi hukum terkandung norma atau kaidah hukum berupa

Page 116: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

perintah, anjuran dan larangan. Norma atau kaidah hukum inilah

yang akan menuntun setiap orang (pelamar, panitia penerimaan

CPNS, dan aparat Pemerintah Daerah), agar tidak ada yang

melakukan kecurangan atau pelanggaran hukum karena akan

diberikan sanksi sesuai tingkat kesalahannya.

Berkenaan dengan keterangan dari responden apabila

dipertautkan dengan data kuantitatif yang tersaji dalam tabel 1 di

atas, merupakan suatu kewajaran apabila ternyata sebagian besar

responden (74,29 %) menilai sangat efektif berpengaruh faktor

substansi hukum dalam rangka penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng.

2. Faktor Penegakan Hukum

Faktor penegakan hukum merupakan salah satu instrumen

hukum yang diharapkan dapat memperlihatkan adanya itikad baik

seseorang untuk melaksanakan norma atau kaidah hukum yang

berkenaan dengan pengadaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Norma dan kaidah hukum yang mengatur tata cara dan prosedur

penerimaan CPNS dimaksud, tersebar di dalam berbagai regulasi,

baik regulasi produk Pemerintah Pusat maupun regulasi yang

dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng.

Menurut hemat Penulis, bahwa segala apa yang terurai di

dalam suatu regulasi hendaknya tidak sekedar dipandang sebagai

Page 117: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

pajangan, tidak pula sekedar diketahui, dan tidak hanya dijadikan

sebagai bahan bacaan semata. Akan tetapi yang lebih penting,

adalah pelaksanaannya baik bagi peserta pelamar CPNS, panitia

penerimaan CPNS, maupun terhadap aparat Pemerintah Daerah

Kabupaten Bantaeng. Secara rasional suatu regulasi dibuat,

dengan maksud untuk mengatur suatu tatanan agar dapat

berlangsung sesuai dengan yang dikehendaki. Norma hukum yang

termuat di dalam setiap regulasi, benar-benar harus ditegakkan dan

penegakannya harus sesuai tata cara dan prosedur hukum yang

berlaku.

Demikian halnya dengan regulasi yang secara khusus

mengatur tata cara dan prosedur penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng, seyogyanya ditaati dan dipatuhi. Namun ditemukan

beberapa fakta empiris, bahwa norma dan kaidah hukum yang

terkandung di dalam suatu regulasi ternyata tidak dilaksanakan

sebagaimana seharusnya sehingga menimbulkan berbagai

permasalahan hukum yang harus pula diselesaikan menurut

ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan merujuk pada postulat-postulat di atas,

memberikan gambaran tentang perlunya penegakan hukum dalam

rangka penyelenggaraan penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng. Sedang penegakan hukum dimaksud, berorientasi pada

penerapan prinsip akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum

Page 118: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

ditetapkan sebagai salah satu faktor berpengaruh. Oleh karena itu,

cukup beralasan hukum apabila persoalan penegakan hukum

dalam rangka penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, dijadikan

sebagai salah satu objek penilaian dari responden.

Prosentase hasil penilaian responden terhadap pengaruh

faktor penegakan hukum, tergambar dalam tabel berikut ini.

Tabel 2. Data Pengaruh Faktor Penegakan Hukum

No. U r a i a n Banyaknya Prosentase

1.

2.

3.

Sangat berpengaruh

Kurang berpengaruh

Tidak berpengaruh

3 orang

31 orang

1 orang

8,57 %

88,57 %

2,86 %

Jumlah 35 orang 100,00 %

Sumber data : Hasil analisa kuesioner, Tahun 2012.

Berdasarkan data empiris yang tergambar pada tabel 2

tersebut, terlihat dengan jelas sebanyak 31 responden (88,57 %)

menilai kurang efektif pengaruhnya faktor penegakan hukum dalam

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, sekaligus sebagai

pilihan jawaban tertinggi dari responden. Kemudian sebanyak 3

responden (8,57 %) menilai sangat berpengaruh faktor penegakan

hukum, dan sisanya ada 1 responden (2,86 %) menilai tidak

berpengaruh faktor penegakan hukum sekaligus sebagai angka

terendah.

Page 119: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Tingginya minat responden menilai kurang berpengaruh

faktor penegakan hukum dalam rangka penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng, karena ada oknum-oknum tertentu yang

sengaja mempermainkan aturan main dalam penerimaan CPNS.

Betapa tidak karena ada beberapa peserta pelamar yang sudah

dinyatakan tidak lulus seleksi administrasi, ternyata masih

berkesempatan mengikuti ujian dan dinyatakan lulus dan bersyarat

untuk diangkat sebagai CPNS.

3. Faktor Budaya Hukum

Eksistensi faktor budaya hukum ditetapkan sebagai salah

satu instrumen berpengaruh terhadap penyelenggaraan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, karena keberadaan

instrumen budaya hukum senantiasa dipahami sebagai elemen

sikap dan nilai sosial yang merupakan pilihan hukum berupa

permintaan dan tuntutan masyarakat, termasuk aparat Pemerintah

Daerah Kabupaten Bantaeng, menyelesaikan setiap permasalahan

yang timbul dari penyelenggaraan penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka budaya hukum

sebagai faktor berpengaruh senantiasa mengacu pada bagian

(KKN) yang ada pada budaya hukum itu sendiri guna dapat

diterapkan asas akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum

Page 120: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

yang merupakan salah satu kandungan dari prinsip good

governance. Betapa besar pengaruh ketiga pilar utama dari prinsip

good governance (akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum)

tersebut, sangat terkait dengan prinsip equality before of the law,

seperti adat kebiasaan, opini masyarakat setempat, cara bertindak

dan berpikir yang mengarahkan kekuatan-kekuatan sosial menuju

atau menjauh dari hukum dan dengan cara-cara tertentu yang

biasanya ditempuh dengan jalan melanggar ketentuan hukum yang

berlaku.

Prinsip akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum,

menurut teori hukum konsep hukum kepegawaian di Indonesia,

bertujuan untuk mendapatkan CPNS yang berkualitas dan sesuai

formasi yang tersedia dengan jalan melalui prosedur dan tata cara

seleksi penerimaan CPNS yang diatur di dalam berbagai regulasi.

Oleh karena itu, cukup beralasan hukum apabila faktor budaya

hukum ditetapkan pula sebagai indikator berpengaruh dalam

rangka penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Pentingnya penilaian pengaruh faktor budaya hukum,

karena budaya hukum senantiasa berada di sekitar pelamar CPNS

maupun pada panitia yang berwenang melakukan kegiatan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Penulis berharap agar

melalui penelitian ini, diperoleh masukan yang memberikan

Page 121: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

gambaran tentang seberapa besar pengaruh faktor budaya hukum

dalam penerimaan CPNS.

Eksistensi pengaruh faktor budaya hukum dalam

kaitannya dengan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng,

menjadi salah satu objek penilaian responden baik melalui

pemberdayaan kuesioner maupun dengan teknik wawancara. Hal

ini senantiasa dipertautkan dengan penerapan prinsip akuntabilitas,

transparansi dan kepastian dalam rangka penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng.

Prosentase hasil penilaian responden terhadap pengaruh

faktor budaya hukum, tergambar dalam tabel berikut ini.

Tabel 3. Data Pengaruh Faktor Budaya Hukum

No. U r a i a n Banyaknya Prosentase

1.

2.

3.

Sangat berpengaruh

Kurang berpengaruh

Tidak berpengaruh

23 orang

5 orang

7 orang

63,72 %

14,28 %

22,00 %

Jumlah 35 orang 100,00 %

Sumber data : Hasil pengolahan kuesioner, Tahun 2012.

Berdasarkan data empiris pada tabel 3 tersebut,

menunjukkan besaran pengaruh faktor budaya hukum sebagai

salah satu instrumen hukum dalam penerimaan CPNS di

Page 122: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Kabupaten Bantaeng. Hal ini terlihat dengan jelas pada angka-

angka kuantitatif hasil penilaian responden yang tersaji pada table 3

tersebut. Dimana tercatat sebanyak 23 responden (63,72 %) yang

menyatakan sangat efektif berpengaruh sekaligus sebagai angka

tertinggi, sementara sebanyak 5 responden (14,28 %) menyatakan

kurang efektif berpengaruh sekaligus sebagai angka terendah,

sisanya sebanyak 7 responden (22,00 %) menyatakan tidak efektif

berpengaruh.

Hasil penilaian responden di atas, dapat dimaklumi karena

aparat Pemerintah Daerah, panitia dan peserta yang mendaftarkan

diri sebagai CPNS dapat dengan mudah menyelesaikan setiap

permasalahan yang timbul dengan cara–cara dan sesuai prosedur

hukum, pemberdayaan media massa dan jika perlu dengan cara

pemaksaan ataupun demonstrasi dengan mengusung mosi tidak

percaya.

Penulis prihatin terhadap demonstrasi yang mengusung

mosi tidak percaya, karena pelaksanaannya sudah terlalu arogan

dan merusak beberapa fasilitas perkantoran yang ada pada Kantor

BKD Kabupaten Bantaeng. Pemberitaan melalui berbagai media

massa tentang adanya berbagai kecurangan dalam penerimaan

CPNS di Kabupaten Bantaeng, merupakan langkah maju bagi

warga masyarakat pedesaan yang ada di daerah-daerah.

Page 123: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Akan tetapi lebih baik lagi, apabila setiap permasalahan

hukum yang bertalian dengan penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng diupayakan agar dapat diselesaikan sesuai prosedur

hukum yang berlaku, seperti upaya hukum yang ditempuh oleh

ketujuh pelamar CPNS mengajukan gugatan pada Pengadilan Tata

Usaha Negara Makassar. Pemberdayaan upaya hukum yang

tersedia, dapat terlaksana sebagaimana seharusnya bilamana

masing-masing pihak mempunyai kesadaran hukum.

4. Faktor Kesadaran Hukum

Pada hakikatnya faktor kesadaran hukum, merupakan

salah satu variabel penentu yang dapat dimanfaatkan untuk

mengetahui efektif atau tidak efektifnya mempengaruhi proses

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Terutama dalam hal

penegakan hukum yang bertalian dengan berbagai aktivitas yang

dilakukan oleh panitia penerimaan CPNS, kesadaran hukum disini

sedapat mungkin diaktualisasikan dalam bentuk ketaatan dan

kepatuhan seseorang terhadap norma hukum yang tersebar di

dalam berbagai regulasi.

Sebenarnya banyak pihak yang terkait dengan persoalan

upaya-upaya penghapusan terhadap segala bentuk kecurangan

dan manipulasi data berkenaan dengan pengelolaan administrasi

pendaftaran CPNS. Adapun pihak-pihak yang terkait dengan

Page 124: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

masalah pengelolaan administrasi pendaftaran CPNS dimaksud,

panitia penerimaan CPNS yang dibentuk oleh Bupati, aparat pada

Kantor BKD Kabupaten Bantaeng, dan para pelamar CPNS itu

sendiri.

Kesemua elemen itulah diharapkan mempunyai tingkat

kesadaran hukum yang ideal, agar pelaksanaan penerimaan CPNS

di Kabupaten Bantaeng dapat berlangsung sebagaimana

seharusnya. Oleh karena itu, maka eksistensi faktor kesadaran

hukum disini lebih diorientasikan pada nilai-nilai hukum yang

terdapat dalam diri setiap warga masyarakat pada umumnya dan

para aparat penegak hukum, khususnya anggota panitia

penerimaan CPNS hasil bentukan Bupati Bantaeng.

Penulis merujuk ajaran madzhab sosiologi hukum, bahwa

eksistensi masyarakat terdiri dari individu-individu atau orang atau

manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban, baik sebagai

aparat penegak hukum maupun sebagai peserta pelamar CPNS.

Dengan demikian, maka kesadaran hukum yang akan

dinilai oleh responden lebih ditekankan pada ketaatan dan

kepatuhan seseorang terhadap norma atau kaidah hukum yang

berlaku berkenaan dengan penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng. Khususnya terhadap fenomena-fenomena sosial yang

seyogyanya dilakukan dan diperbuat, atau terhadap segala apa

yang seyogyanya tidak dilakukan dan tidak diperbuat dalam proses

Page 125: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

penerimaan CPNS guna mewujudkan tujuan hukum, yakni

keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Berkenaan faktor kesadaran hukum dalam kaitannya

dengan penegakan norma hukum dalam rangka penerimaan

CPNS, apabila seseorang berada pada tingkatan mengetahui

hukum berarti tingkat kesadaran hukum masih rendah. Lain halnya

bilamana seseorang sudah berperilaku sesuai norma hukum yang

termuat dalam berbagai regulasi, dengan sendirinya kesadaran

hukum relatif tinggi.

Prosentase hasil penilaian responden terhadap pengaruh

faktor kesadaran hukum, tergambar dalam tabel berikut ini.

Tabel 4. Data Pengaruh Faktor Kesadaran Hukum

No. U r a i a n Banyaknya Prosentase

1.

2.

3.

Sangat berpengaruh

Kurang berpengaruh

Tidak berpengaruh

29 orang

1 orang

5 orang

82,86 %

2,86 %

14,28 %

Jumlah 35 orang 100,00 %

Sumber data : Hasil Pengolahan Kuesioner, Tahun 2012.

Berdasarkan data empirik pada tabel 4 tersebut, dapatlah

diketahui hasil penilaian responden terhadap pengaruh faktor

Page 126: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

kesadaran hukum dari para pihak yang terlibat langsung dalam

proses penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Ternyata

sebagian besar atau sebanyak 29 responden (82,86 %) menilai

faktor kesadaran hukum dinilai sangat berpengaruh sekaligus

sebagai angka tertinggi. Kemudian tercatat sebanyak 5 responden

(14,28 %) menyatakan tidak efektif pengaruhnya, sisanya tercatat

sebanyak 1 responden (2,86 %) menyatakan kurang efektif

berpengaruh sekaligus sebagai angka terendah.

Tingginya minat responden menyatakan tingkat

kesadaran hukum seseorang efektif mempengaruhi pelaksanaan

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng, karena umumnya

responden mempunyai pemahaman sosilogis terhadap nilai-nilai

sosial berupa norma atau kaidah hukum penerimaan CPNS yang

tersebar di dalam berbagai regulasi.

Norma atau kaidah hukum dimaksud, sebagai suatu

fenomena keharusan dan dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh

aparat pemerintah yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan

berbagai aktivitas berkenaan dengan penerimaan CPNS. Terlebih

lagi, karena pada umumnya responden yang memberikan penilaian

positif berasal dari kalangan praktisi dan aparat penegak hukum.

Oleh karena itu, wajar dan patut apabila responden cukup respek

terhadap persoalan kesadaran hukum sebagai faktor berpengaruh

dalam kaitannya dengan upaya penegakan hukum kepegawaian

Page 127: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

(law enforcement) di Indonesia, termasuk yang dilakukan oleh

panitia penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Penilaian secara kuantitatif terhadap pengaruh faktor

kesadaran hukum lebih diperjelas oleh Muhammad Djumain 57 ,

bahwa hakikat kesadaran hukum sebagai bagian integral dari

upaya penegakan hukum memang mempunyai keterkaitan yang

tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan berbagai kegiatan yang

berhubungan dengan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng.

Kegiatan-kegiatan tersebut, harus dilaksanakan sesuai ketentuan

hukum yang berlaku agar tidak dikatakan melanggar aturan hukum.

Sementara itu oleh Hj. Sitti Maryam58, menjelaskan bahwa

sebenarnya penegakan hukum merupakan sesuatu yang bersifat

mutlak bagi masyarakat Indonesia, karena Indonesia adalah

negara hukum (rechtsstaat) dan sama sekali bukan negara

kekuasaan (machtsstaat). Oleh karena itu, penegakan hukum

merupakan pra-syarat yang harus ada dalam suatu negara hukum

seperti Indonesia.

Selanjutnya oleh H. Baharuddin 59 , mengemukakan,

bahwa penegakan hukum itu mutlak dilakukan dalam penerimaan

CPNS. Kalau setengah hati melakukan penegakan hukum, berarti

57

Wawancara, Muhammad Djumain, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bantaeng, Rabu, 1 Februari 2012.

58 Wawancara, Hj. Sitti Maryam, Pengacara/advokat, Sabtu, 18 Februari 2012.

59 Wawancara, H. Baharuddin, Pengurus LSM Pemerhati Hukum Kabupaten

Bantaeng, Senin, 20 Februari 2012.

Page 128: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

kesadaran hukumnya masih relatif sangat rendah dan akan

menimbulkan permasalahan di tengah-tengah masyarakat. Adanya

berbagai kasus dalam rangka penerimaan CPNS, merupakan bukti

nyata bahwa penegakan hukum belum dilaksanakan sebagaimana

seharusnya di Kabupaten Bantaeng.

Sehubungan dengan penilaian dihubungkan dengan

beberapa pandangan yang dikemukakan oleh responden

berkenaan dengan pengaruh tingkat kesadaran hukum dalam

rangka penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Sehingga

cukup beralasan, apabila tercatat sebanyak 29 responden (82,86%)

yang menilai bahwa faktor kesadaran hukum sangat mempengaruhi

penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng. Walaupun demikian,

Penulis tetap beranggapan bahwa adanya pengaruh kesadaran

hukum tidak terlepas dari kemampuan SDM panita dan pelamar

CPNS di Kabupaten Bantaeng.

5. Faktor Kemampuan SDM

Pertama-tama perlu diketahui bahwa faktor kemampuan

sumber daya manusia (SDM), berorientasi pada orang atau

manusia selaku subjek hukum yang masing-masing pribadi

berkedudukan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sedang hak

menurut hukum merupakan suatu wewenang untuk berbuat atau

Page 129: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

tidak berbuat, sementara yang dimaksud dengan kewajiban yakni

tugas yang dibebankan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka secara ex officio

hak senantiasa berhadapan dengan kewajiban. Artinya segala apa

yang menjadi hak seseorang secara mutatis-mutandis menjadi

kewajiban bagi orang lain. Dalam kaitan hak dan kewajiban

dimaksud, dapatlah dipahami bahwa setiap anggota panita berhak

memeriksa kelengkapan berkas dari setiap pelamar CPNS. Hasil

pemeriksaan kelengkapan berkas dimaksud, dapat menjadi salah

satu pertimbangan untuk menyatakan seseorang pelamar lulus

berkas atau tidak lulus berkas.

Di samping itu, setiap peserta pelamar, anggota panitia,

dan aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng berkewajiban

untuk mentaati, mematuhi, dan menjalankan semua norma hukum

yang bertalian dengan pelaksanaan penerimaan CPNS yang

tersebar dalam berbagai regulasi. Hal ini dimaksudkan, agar dalam

pelaksanaan penerimaan CPNS tidak ada komplen dari pihak lain

karena dapat menghambat pelaksanaan penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng.

Mengenai kemampuan SDM sebagai salah satu faktor

berpengaruh, sebenarnya tidak hanya tertuju pada setiap peserta

pelamar, anggota panitia, dan aparat Pemerintah Daerah

Page 130: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Kabupaten Bantaeng. Akan tetapi juga terhadap pihak-pihak lain

yang terkait dalam penerimaan CPNS, seperti; keluarga, teman,

dan pengacara. Hal ini dimaksudkan, agar dapat memperlancar

pelaksanaan penerimaan CPNS.

Secara umum anggota panitia yang sering ditugaskan

melakukan penerimaan CPNS, sudah mempunyai kemampuan

rata-rata sebagai kontribusi pengalaman dalam pelaksanaan tugas

dan tanggung jawabnya. Namun ada beberapa orang anggota

panitia yang baru saja dilibatkan dalam kepanitiaan ternyata

mempunyai kelebihan dari yang lain, karena adanya dukungan dari

tingkat pendidikan, pelatihan dan kursus-kursus mengenai

administrasi kepegawaian yang diperoleh pada berbagai

kesempatan.

Pentingnya upaya peningkatan SDM bagi setiap aparat

pemerintah yang dilibatkan dalam kegiatan penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng, karena eksistensi kemampuan SDM

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh. Seberapa jauh

pengaruh faktor SDM dimaksud, telah diberikan penilaian oleh

responden.

Prosentase hasil penilaian responden terhadap pengaruh

faktor kemampuan SDM, tergambar dalam tabel berikut ini.

Page 131: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Tabel 5. Data Pengaruh Faktor Kemampuan SDM

No. U r a i a n Banyaknya Persentase

1.

2.

3.

Sangat berpengaruh

Kurang berpengaruh

Tidak berpengaruh

30 orang

2 orang

3 orang

85,71 %

5,71 %

8,58 %

Jumlah 35 orang 100,00 %

Sumber data : Hasil Pengolahan Kuesioner, Tahun 2012.

Berdasarkan data empirik pada tabel 5 tersebut, ternyata

sebagian besar nara sumber yakni tercatat sebanyak 30 responden

(85,71%) menyatakan bahwa faktor kemampuan SDM sangat

efektif mempengaruhi pelaksanaan kegiatan penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng, sekaligus sebagai jawaban tertinggi dari

responden. Sedang yang menyatakan kurang berpengaruh tercatat

sebanyak 2 responden (5,71%) sekaligus sebagai angka terendah,

dan sisanya sebanyak 3 responden (8,58%) menyatakan tidak

efektif pengaruhnya.

Berkenaan data empirik yang tergambar dalam tabel di

atas, oleh Darwis, St. Ruhaeny, dan Hasmawati 60 , ketiganya

mengemukakan, bahwa memang benar kemampuan pribadi dari

60

Wawancara, Darwis, St. Ruhaeny, dan Hasmawati, Belum lulus CPNS, Selasa, 28 Februari 2012.

Page 132: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

masing-masing anggota panitia penerimaan CPNS di Kabupaten

Bantaeng, dalam mengaplikasikan norma hukum yang tersebar

dalam berbagai peraturan perundang-undangan perlu didukung

dengan lebih meningkatkan kemampuan SDM.

Selanjutnya responden 61 menjelaskan, bahwa masalah

kemampuan SDM dari pelamar CPNS dapat terlihat dari skoring

nilai hasil kelulusan ujian CPNS, juga dari IP komulatif yang

diterbitkan perguruan tinggi asal ijazah yang dipergunakan pada

saat pelamaran. Sedang bagi kemampuan SDM anggota panitia

penerimaan CPNS, dapat terlihat dari cara kerja dan kinerjanya.

Dengan demikian, maka walaupun latar belakang

pendidikan formal, informal dan non formal anggota panitia cukup

bervariasi. Namun mereka tetap tekun melaksanakan kewajibannya

melakukan penyeleksian kelengkapan administrasi yang

disyaratkan 62 . Hal ini patut dimaklumi, karena ada dukungan

kemampuan SDM dari masing-masing anggota panitia dalam

melaksanan tugas dan fungsinya dalam penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng.

61 Wawancara, Roswati dan Kiki Reski Amanda, Sudah lulus tapi belum

menerima SK CPNS Formasi 2009, Rabu, 29 Februari 2012. 62

Wawancara, Syamsinar dan Sri Chastuti Ningsih, Telah lulus CPNS, Rabu, 29 Februari 2012.

Page 133: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian, pembahasan dan analisis pada bab dan

sub bab terdahulu, maka pada bagian ini akan ditarik beberapa

kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah dan hipotesis,

sebagai berikut :

1. Prinsip akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum sebagai

bagian integral dari good governance yang diatur dalam UU. Nomor

28 Tahun 1999 dalam proses penerimaan CPNS masih terindikasi

KKN, akibatnya banyak bermunculan permasalahan hukum baru

yang bertalian dengan penerimaan CPNS.

2. Belum terlaksananya penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng,

secara akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum sebagai

bagian integral dari prinsip good governance, disebabkan adanya

faktor-faktor yang berpengaruh, antara lain; faktor substansi hukum,

faktor penegakan hukum, faktor budaya hukum, faktor kesadaran

hukum, dan faktor kemampuan SDM.

Page 134: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

B. S a r a n

Sehubungan dengan beberapa kesimpulan di atas, dapatlah

diajukan rekomendasi dalam bentuk saran sebagai berikut:

1. Pendistribusian kewenangan penerimaan CPNS kepada daerah-

daerah, perlu tetap diawasi secara berkala dan berjenjang agar

dalam pelaksanaan penerimaan CPNS di Kabupaten Bantaeng

tidak menyalahi prinsip good governance sebagaimana diatur

dalam UU. Nomor 28 Tahun 1999, terutama terhadap asas

akuntabilitas, transparansi dan kepastian hukum.

2. Menindak tegas terhadap siapa saja yang sengaja dan/atau karena

kelalaiannya sehingga pelaksanaan penerimaan CPNS di

Kabupaten Bantaeng, mengabaikan pelaksanaan asas

akuntabilitas, transparansi dan, kepastian hukum.

Page 135: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, 1990. Mengembara di Belantara Hukum. Ujung Pandang, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.

-----------, 1996. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis). Jakarta, Chandra Pratama.

-----------, 1998. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta, Yasrif Watampone.

-----------, 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence). Jakarta, Kencana.

Anonim, 2012. Kabupaten Bantaeng Dalam Angka (Bantaeng in Figures) 2011. Bantaeng, Kerjasama Bappeda dan BPS Kabupaten Bantaeng.

Arief Sidharta, 1994. Refleksi Tentang Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Bintoro Tjokroamidjojo, 1998. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta, Yayasan Penerbit Administrasi bekerjasama LAN.RI.

Bismar Siregar, 1988. Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional. Jakarta, Rajawali Press.

Curson, L.B., 1979. Jurisprudence. M & E Handbooks.

Djati Julitriarsa, 1988. Pengantar Administrasi Negara; Bidang Pengawasan. Bandung Alumni.

Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, 1989. Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara. Bandung, Alumni.

Gunawan Setiarja, 1990. Dialektika Hukum dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia. Yogyakarta, Kanisius.

Harsono dan Nurhayati, 2010. Perencanaan Kepegawaian (Perencanaan Kepegawaian, Analisa Jabatan, Formasi PNS, Rekrutmen/Pengadaan Pegawai, Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan PNS). Bandung, Fokus Media.

Ismail Suny, 1985. Pembagian Kekuasaan Negara. Jakarta, Aksara Baru.

Page 136: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Karhi Nisjar dan Winardi, 1997. Teori Sistem dan Pendekatan Sistem dan Bidang Manajemen, Bandung, Mandar Maju.

Lawrence M. Friedman, 1975. The Legal System A Social Science Prespective. New York, Russel Sage Foundation.

Mac Iver, 1984. Negara Moderen. Diterjemahkan oleh Moertono, Jakarta, Aksara Baru.

Miriam Budiarjo, 1998. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta, Gramedia

Pustaka Utama.

Moh. Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara-Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Sinar Bakti.

Muchsan, 1992. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Yogyakarta, Liberty.

Muin Fahmal, H.A., 2006. Peran Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta, UI-Press.

Muladi, H., Editor, 2009. Hak Asasi Manusia; Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perpektif Hukum dan Masyarakat. Bandung, Refika Aditama.

Mustamin Dg. Matutu, Abdul Latief dan Hikmawati Mustamin, 2004. Mandat, Delegasi, Attribusi dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta, UII-Press.

Nainggolan, H., 1997. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta, Tanpa Penerbit

Nur Alam dan Harmon Harun, 2003. Himpunan Undang-undang Kepegawaian 2002-2003, Reformasi Administrasi Publik. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2005. Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali), Bandung, Refika Aditama.

Philipus M. Hadjon, 1994. Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih. Surabaya, Airlangga University Pres.

-----------, 2002. Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Meritokrasi, Vol. I, No. I.

Page 137: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Sadjijono, 2005. Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance. Yogyakarta, LaksBang.

Satjipto Rahardjo, 1986. Ilmu Hukum. Bandung, Alumni.

-----------, 1997. Masalah Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung, Sinar Baru.

Sedarmayanti, 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah; Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrujturisasi dan Pemberdayaan. Bandung, Mandar Maju.

-----------, 2004. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik). Bandung, Mandar Maju.

Soerjono Soekanto, 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta, Rajawali Press.

-----------, 1983. Tata Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah; Bidang Hukum. Jakarta, Ghalia Indonesia.

-----------, 1988. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta, Rajawali Press.

-----------, 1989. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum. Bandung, Citra Aditya Bakti.

Sri Hartini, Setiajeng dan Tedi Sudrajat, 2010. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jakarta, Sinar Grafika.

Sudibyo Triatmodjo, 2003. Hukum Kepegawaian;Mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil. Jakarta, Ghalia Indonesia.

Sudikno Mertokusumo, 1981. Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat. Yogyakarta, Liberty.

Sumadi Suryabrata, 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Taliziduhu Ndraha, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1. Jakarta, Rineka Cipta.

Utrecht, E., 1985. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Alumni.

Yan Pramadya Puspa, 1979. Kamus Hukum; Edisi Lengkap Bahasan Belanda-Indonesia-Inggris. Jakarta, Aneka Semarang-Indonesia.

Page 138: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945 (Hasil Amandamen)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 perubahan pertama tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 perubahan kedua tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 97 tahun 2000 tentang Formasi PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 tentang Pengadaan PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 tentang Pengadaan PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2003 tentang Formasi PNS

Page 139: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, 1990. Mengembara di Belantara Hukum. Ujung Pandang, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.

-----------, 1996. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis). Jakarta, Chandra Pratama.

-----------, 1998. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta, Yasrif Watampone.

-----------, 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence). Jakarta, Kencana.

Anonim, 2012. Kabupaten Bantaeng Dalam Angka (Bantaeng in Figures) 2011. Bantaeng, Kerjasama Bappeda dan BPS Kabupaten Bantaeng.

Arief Sidharta, 1994. Refleksi Tentang Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Bintoro Tjokroamidjojo, 1998. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta, Yayasan Penerbit Administrasi bekerjasama LAN.RI.

Bismar Siregar, 1988. Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional. Jakarta, Rajawali Press.

Curson, L.B., 1979. Jurisprudence. M & E Handbooks.

Djati Julitriarsa, 1988. Pengantar Administrasi Negara; Bidang Pengawasan. Bandung Alumni.

Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, 1989. Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara. Bandung, Alumni.

Gunawan Setiarja, 1990. Dialektika Hukum dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia. Yogyakarta, Kanisius.

Harsono dan Nurhayati, 2010. Perencanaan Kepegawaian (Perencanaan Kepegawaian, Analisa Jabatan, Formasi PNS, Rekrutmen/Pengadaan Pegawai, Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan PNS). Bandung, Fokus Media.

Ismail Suny, 1985. Pembagian Kekuasaan Negara. Jakarta, Aksara Baru.

Page 140: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Karhi Nisjar dan Winardi, 1997. Teori Sistem dan Pendekatan Sistem dan Bidang Manajemen, Bandung, Mandar Maju.

Lawrence M. Friedman, 1975. The Legal System A Social Science Prespective. New York, Russel Sage Foundation.

Mac Iver, 1984. Negara Moderen. Diterjemahkan oleh Moertono, Jakarta, Aksara Baru.

Miriam Budiarjo, 1998. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta, Gramedia

Pustaka Utama.

Moh. Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara-Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Sinar Bakti.

Muchsan, 1992. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Yogyakarta, Liberty.

Muin Fahmal, H.A., 2006. Peran Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta, UI-Press.

Muladi, H., Editor, 2009. Hak Asasi Manusia; Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perpektif Hukum dan Masyarakat. Bandung, Refika Aditama.

Mustamin Dg. Matutu, Abdul Latief dan Hikmawati Mustamin, 2004. Mandat, Delegasi, Attribusi dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta, UII-Press.

Nainggolan, H., 1997. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta, Tanpa Penerbit

Nur Alam dan Harmon Harun, 2003. Himpunan Undang-undang Kepegawaian 2002-2003, Reformasi Administrasi Publik. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2005. Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali), Bandung, Refika Aditama.

Philipus M. Hadjon, 1994. Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih. Surabaya, Airlangga University Pres.

-----------, 2002. Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Meritokrasi, Vol. I, No. I.

Page 141: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Sadjijono, 2005. Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance. Yogyakarta, LaksBang.

Satjipto Rahardjo, 1986. Ilmu Hukum. Bandung, Alumni.

-----------, 1997. Masalah Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung, Sinar Baru.

Sedarmayanti, 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah; Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrujturisasi dan Pemberdayaan. Bandung, Mandar Maju.

-----------, 2004. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik). Bandung, Mandar Maju.

Soerjono Soekanto, 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta, Rajawali Press.

-----------, 1983. Tata Cara Penulisan Karya Tulis Ilmiah; Bidang Hukum. Jakarta, Ghalia Indonesia.

-----------, 1988. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta, Rajawali Press.

-----------, 1989. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum. Bandung, Citra Aditya Bakti.

Sri Hartini, Setiajeng dan Tedi Sudrajat, 2010. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jakarta, Sinar Grafika.

Sudibyo Triatmodjo, 2003. Hukum Kepegawaian;Mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil. Jakarta, Ghalia Indonesia.

Sudikno Mertokusumo, 1981. Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat. Yogyakarta, Liberty.

Sumadi Suryabrata, 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Taliziduhu Ndraha, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1. Jakarta, Rineka Cipta.

Utrecht, E., 1985. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Alumni.

Yan Pramadya Puspa, 1979. Kamus Hukum; Edisi Lengkap Bahasan Belanda-Indonesia-Inggris. Jakarta, Aneka Semarang-Indonesia.

Page 142: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945 (Hasil Amandamen)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 perubahan pertama tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 perubahan kedua tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 97 tahun 2000 tentang Formasi PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 tentang Pengadaan PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002 tentang Pengadaan PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2003 tentang Formasi PNS

Page 143: TESIS IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE …